bab ii (2)

53
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG General anestesi/ anestesia umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya kesadaran dan bersifat pulih kembali (reversibel). Komponen anesthesia yang ideal terdiri atas hipnotik, analgesia, relaksasi otot. Cara pemberian anestesi umum dapat berupa parenteral (intramuscular/ intravena), perektal, dan inhalasi. Obat anestesi intravena adalah obat anestesi yang diberikan melalui jalur intravena, baik obat yang berkhasiat hipnotik atau analgetik maupun pelumpuh otot. Setelah berada didalam pembuluh darah vena, obat- obat ini akan diedarkan ke seluruh jaringan tubuh melalui sirkulasi umum, selanjutnya akan menuju target organ masing-masing dan akhirnya diekskresikan sesuai dengan farmakodinamiknya masing-masing. Anestesi yang ideal akan bekerja secara cepat dan baik serta mengembalikan kesadaran dengan cepat segera sesudah pemberian dihentikan. Selain itu batas keamanan pemakaian harus cukup lebar dengan efek samping yang sangat minimal. Tidak satupun obat anestesi dapat memberikan efek samping yang sangat minimal. Tidak 1

Upload: aditiya-darmawan

Post on 02-Aug-2015

103 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II (2)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1              LATAR BELAKANG

General anestesi/ anestesia umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara

sentral disertai hilangnya kesadaran dan bersifat pulih kembali (reversibel).

Komponen anesthesia yang ideal terdiri atas hipnotik, analgesia, relaksasi otot.

Cara pemberian anestesi umum dapat berupa parenteral (intramuscular/

intravena), perektal, dan inhalasi.

Obat anestesi intravena adalah obat anestesi yang diberikan melalui jalur

intravena, baik obat yang berkhasiat hipnotik atau analgetik maupun pelumpuh

otot. Setelah berada didalam pembuluh darah vena, obat- obat ini akan diedarkan

ke seluruh jaringan tubuh melalui sirkulasi umum, selanjutnya akan menuju target

organ masing-masing dan akhirnya diekskresikan sesuai dengan

farmakodinamiknya masing-masing.

Anestesi yang ideal akan bekerja secara cepat dan baik serta mengembalikan

kesadaran dengan cepat segera sesudah pemberian dihentikan. Selain itu batas

keamanan pemakaian harus cukup lebar dengan efek samping yang sangat

minimal. Tidak satupun obat anestesi dapat memberikan efek samping yang

sangat minimal. Tidak satupun obat anestesi dapat memberikan efek yang

diharapkan tanpa efek samping, bila diberikan secara tunggal.

Pemilihan teknik anestesi merupakan hal yang sangat penting, membutuhkan

pertimbangan yang sangat matang dari pasien dan faktor pembedahan yang akan

dilaksanakan, pada populasi umum walaupun regional anestesi dikatakan lebih

aman daripada general anestesi, tetapi tidak ada bukti yang meyakinkan bahwa

teknik yang satu lebih baik dari yang lain, sehingga penentuan teknik anestesi

menjadi sangat penting.

1

Page 2: BAB II (2)

BAB II

ANAMNESA

A. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. T

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 42 tahun

Pekerjaan : IRT

Alamat : Tumpang

Agama : Islam

Bangsa : Indonesia

No MR : 644377

B. Anamnesa

Keluhahan Utama : Benjolan pada leher sebelah kanan

Riwayat Penyakit sekarang

Pasien datang ke poliklinik bedah RSUD Kanjuruhan dengan keluhan

benjolan pada leher depan bagian kanan bawah sejak ± 5 bulan yang lalu, menurut

pasien awalnya benjolan tersebut kecil, tetapi semakin lama pasien merasakan

benjolan tersebut semakin membesar dan tidak ada keluhan apa – apa yang

berkaitan dengan benjolan tersebut, dan pasien mengatakan tidak mengkonsumsi

obat apapun sebelum terjadinya benjolan maupun sudah timbul benjolan untuk

mengatasi benjolan tersebut. Namun ketika benjolan membesar pasien merasa

tidak nyaman sehingga datang ke puskesmas tumpang, dan dikatakan untuk di

rujuk ke RSUD Kanjuruhan Kepanjen

Pasien mengeluh timbulnya benjolan di leher depan bagian kanan bawah

sebesar telur ayam kampung. Perubahan suara (-), nyeri saat menelan (-), susah

menelan (-), sesak nafas sewaktu tidur (-), demam (-), benjolan di tempat lain (-),

2

Page 3: BAB II (2)

jantung berdebar-debar (-), tangan gemetar (-), tangan berkeringat (-), rasa penuh

di ulu hati (-).

Riwayat diabetes melitus : disangkal.

Riwayat paru – paru kronik (asma, pneumonia, bronkitis) : disangkal

Riwayat darah tinggi : disangkal

Riwayat penyakit hati : disangkal

Riwayat penyakit ginjal : disangkal

Riwayat Alergi : Pasien mengaku tidak alergi terhadap makanan

apapun maupun obat-obatan tertentu

Pemeriksaan Fisik :

Keadaan Umum : Compos Mentis

Kesadaran : GCS : E4 M6 V5

Keadaan gizi : Cukup

TB/BB : 160 cm/ 45 kg

Vital Sign

- TD : 120/90 mmHg

- Pernafasan : 20 x/menit

- Nadi : 80 x/menit

- Suhu : 36 oC

Kepala : Pupil Isokor Kanan = Kiri, Refleks cahaya +/+,

Konjungtiva Anemis -/-, Sklera Ikterik -/-,

Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-), gerakan

ekstensi dan fleksi bebas, Struma (-), sikatriks (-)

3

Page 4: BAB II (2)

Thorak

- Jantung : Inspeksi : Iktus

Palpasi : Iktus kordis di apeks

Perkusi : batas jantung normal

Auskultasi : BJ I, BJ II normal, BJ tambahan (-)

- Paru : Inspeksi : simetris

Palpasi stem femitus kanan = kiri

Perkusi : sonor

Auskultasi : vesikuler (+) normal, Wheezing

(-/-), Rhonki (-/-)

Abdomen

Inspeksi : simetris

Palpasi : nyeri tekan (+) pada regio iliaka

kanan

Perkusi : Tympani (+)

Auskultasi : Peristaltik usus (+) Normal.

Ekstremitas : Akral hangat, edema (-).

Status Lokalis

Regio colli anterior inferior dextra

Inspeksi: Tampak benjolan sebesar telur ayam kampung, warna kulit sama

dengan sekitar.

Palpasi : Teraba sebuah massa soliter, ukuran 4 cm x 3 cm x 3 cm. Konsistensi

kenyal, permukaan rata, batas tidak tegas, nyeri tekan (-), mobile, massa ikut

bergerak saat menelan (+), pembesaran KGB di servikal, jugular,

submandibular atau klavikular (-).

4

Page 5: BAB II (2)

Pemeriksaan Penunjang :

Laboratorium (18 Juni 2012) :

Laboratorium (31 Juli 2012) :

5

Darah Lengkap

Hb 12,3 g/dl 12 – 16 g/dl

Hitung leukosit 8.390 /cmm 4000 – 11.000 /cmm

Hitung trombosit 414.000 /cmm 150.000 – 450.000 /cmm

Hitung eritrosit 4,09 juta /cmm 3 – 6 juta /cmm

Hematokrit 35,4 % 37 – 47 %

Hitung jenis 2 / 0 / 64 / 30 / 4 1-5 / 0-1 / 50-70 / 20-35 /

3-8

GDS 93 <140 mg/dl

SGOT 16 u/l < 36 u/l

SGPT 15 u/l < 36 u/l

Ureum 45 mg/dl 20-40 mg/dl

Kreatinin 1,01 mg/dl 0,5 - 0,9 mg/dl

T3 1,39 0,95-2,5 nmol/l

T4 103,28 60-120 nmol/l

TSH 0,64 0,25-5 uIU/ml

Page 6: BAB II (2)

E.K.G : normal

Foto Thorak : cor dan pulmo dalam batas normal

6

Darah Lengkap

Hb 13,6 g/dl 12 – 16 g/dl

Hitung leukosit 8.920 /cmm 4000 – 11.000 /cmm

Hitung trombosit 432.000 /cmm 150.000 – 450.000 /cmm

GDS 92 <140 mg/dl

Hitung eritrosit 4,59 juta /cmm 3 – 6 juta /cmm

Hematokrit 38,0 % 37 – 47 %

Hitung jenis 3 / 0 / 61 / 30 / 6 1-5 / 0-1 / 50-70 / 20-35 /

3-8

SGOT 16 u/l < 36 u/l

SGPT 15 u/l < 36 u/l

Ureum 45 mg/dl 20-40 mg/dl

Kreatinin 1,01 mg/dl 0,5 - 0,9 mg/dl

T3 1,75 0,95-2,5 nmol/l

T4 93,05 60-120 nmol/l

TSH 0,70 0,25-5 uIU/ml

Page 7: BAB II (2)

TINDAKAN ANASTESI

Diagnosis Pra Bedah : Struma nodus non toksik

Tindakan Bedah : STL

Status ASA : I

Jenis / Tindakan Anastesi :

- General Anestesi (Intubasi)

- Premedikasi :

o Metoclopramid 10 mg

o Midazolam 2 mg

o Fentanyl 50 mg

- Obat Induksi Anestesi

o Propofol 100 mg

o Atracurarium 10 mg

- Obat Maintenance

o N2O 2 vol%

o Isofluran 2 vol%

Status Anestesi

KU : cukup

Airway : clear

Breathing : spontan, RR : 18x/menit

Circulation : TD: 130/60 mmHg, N: 100x/menit, teraba cukup, reguler

Dissability : compos mentis, GCS: E4V5M6

Status Fisik : ASA 1

STATUS ANASTESI

KETERANGAN UMUM

Nama penderita : Ny T Umur: 67 thn JK: P Tgl: 6 Agustus 2012

Ahli bedah : dr. Haiman M, Sp.B Ahli anastesi : dr. Joni B, Sp. An

Ass. Bedah : 1. Hadi 2. Arwoto Prwt. Anastesi : Djoko

7

Page 8: BAB II (2)

Diagnose Pra bedah : SNNT

Diagnose pasca bedah :

Jenis pembedahan : Strumadektomi

Jenis anastesi : Lokal/regional/umum

KEADAAN PRABEDAH

Keadaan umum : gizi kurang/cukup/gemuk/anemis/sianosis/sesak

Tekanan darah :115/60

Nadi : 100x/mnt

Pernapasan : 18x/mnt

Suhu : 36,8°C

Berat badan : ± 50 kg

Golongan darah : B

Hb: 13,6 gr%, Lekosit:8.920 sel, PVC: 38,0%, Lain-lain: ………………………

Penyakit-penyakit lain: ……………………………

STATUS FISIK ASA: 1234 Elektif darurat

PREMEDIKASI : S. Atropin……mg Valium……………mg

Petidin…………mg DBP…….mg Lain-lain……………

Jam :………………IM/IV Efek: …………

POSISI : Supine/prone/lateral/lithotomi/lain-lain

AIRWAY : masker muka/endotraheal/traheostomi/ lain-lain

TEKNIK ANASTESI : Semi closed/closed/spinal/Epidural/Blok Saraf/Lokal/lain-

lain

PERNAPASAN : SPONTAN/ASSISTED/KONTROL

OBAT ANASTESI

1. Metoklopramid 10 mg 4. Atrakurium 10 mg 7. ………..

2. Midazolam 2 mg 5. Ketorolac 30 mg 8. ………..

3. Fentanyl 50 mg 6. Propofol 100 mg 9. ………..

RR N TD Waktu

40 220

8

12.3012.0011.3011.0010.30

Page 9: BAB II (2)

36 180

32 160

28 160 140

24 140 120

20 120 100

16 100 80

12 80 60

8 60 40

40 20

0 0

Anest/Operasi

O2 2 L/mnt

N2O 2 L/mnt

Halotan.vol%

Etran…..vol%

Isofluran 2%

Infus Transfusi

Keterangan : V sistolik O nadi A->anastesi mulai O-> operasi

mulai

ˆ diastolic X napas <-A anastesi berakhir <-O

operasi berakhir

Pasien laki-laki, BB 50 kg

Jumlah cairan didapat Kebutuhan Maintenance stress operasi

(selama op 1 jam) = 2 cc x kgBB (op. sedang)

= RL 500 cc x 1,5 flas = 140 cc/jam = 5 x kgBB

= 750 cc = 350 cc/jam

Operasi selama 1 jam = 1 x (140 + 350) cc = 490 cc

EBV ABL

= 75 cc x kgBB = 15% EBV

= 3750 cc = 562,5 cc

9

A> O>

Page 10: BAB II (2)

Jumlah perdarahan Transfusi Whole blood HES 1 flas

± 200 cc = …. cc = …. cc

DISKUSI PENATALAKSANAAN

Anastesi untuk tindakan Strumadektomi pada pasien ini menggunakan general

anastesi dengan teknik Intubasi.

 Preoperatif

        Pasien dijadwalkan untuk menjalani operasi Strumadektomi elektif. Makan

minum distop dimulai sejak jam 24.00. Selama menunggu operasi (dari jam 01.00

– 10.30) pasien di infus dengan RL. Keadaan pasien tampak cukup, tekanan darah

115/60 mmHg, nadi 100 x/menit, RR 18 x/menit, suhu 36,8˚C.

 

Premedikasi

        Sebelum obat anestesi diberikan pasien diberi obat premedikasi yaitu

metoklopramid 10 mg, fentanyl 30 mg, dan midazolam 2 mg.

Induksi

Atracurarium

10

Page 11: BAB II (2)

Merupakan muscle relaxan non depolarisasi, metabolism di darah (plasma), tidak

mempunyai efek akumulasi pada pemberian berulang, tidak menyebabkan

penurunan fungsi kardiovaskuler yang bermakna

Propofol (Recofol, diprivan)

Induksi sangat baik, clearance yang tinggi, metabolism half life yang pendek,

metabolit inaktif. Bersifat larut dalam lemak, rapid onset of action, mampu

menembus sawar otak, metabolism di hati, dan diekskresikan melalui urin,

Maintenance

         Selama operasi berlangsung pasien diobservasi tekanan darah, nadi dan

pernapasannya. Sekitar 1 jam operasi berlangsung pasien terlihat tenang, serta

pasien diberi anestesi inhalasi berupa Isoflurane 2 vol%, N2O 2 lt/menit dan O2 2

lt/menit, 30 menit sebelum operasi selesai pasien diberi ketorolac 30 mg.

Recovery

        Setelah operasi selesai dan pasien dalam keadaan sadar, pasien dipindahkan

ke ruang recovery dan diobservasi berdasarkan Aldrete Score. Jika Aldrete Score

≥ 8 dan tanpa ada nilai 0 atau Aldrete Score > 9, maka pasien dapat dipindahkan

ke bangsal. Pada pasien ini didapatkan Aldrete Score 8, maka pasien bisa

dipindahkan ke ruang recovery.

NO PENILAIAN NILAI

1. WARNA Merah muda

Pucat

Sianotik

2

1

0

2. PERNAFASAN Dapat bernafas

dalam dan batuk

Dangkal

namun

pertukaran

udara adekuat

Apnea atau

obstruksi

2

1

0

11

Page 12: BAB II (2)

3. SIRKULASI Tensi

menyimpang

<20% dari

normal

Tensi

menyimpang

20-50% dari

normal

Tensi

menyimpang

>50% dari

normal

2

1

0

4. KESADARAN Sadar, siaga

dan orientasi

Bangun namun

cepat kembali

tertidur

Tidak berespon

2

1

0

5. AKTIVITAS Seluruh

ekstremitas

dapat

digerakkan

Dua

ekstremitas

dapat

digerakkan

Tidak bergerak

2

1

0

Folow Up Paska Anastesi

No. Tanggal S O A P

Terapi

12

Page 13: BAB II (2)

1 7

Agustus

2012

Tidak

ada

keluha

n

T : 110/80

mmHg

RR : 18 x/menit

N : 84

x/menit

S : 36,5°C

Post

Strumadekt

omi

Hari I

a. IVFD : Infus RL 20 tpm

b. Gentamicin 3x1

c. Cefotaksim 3x1

d. Ketorolac 3x1

2 8

Agustus

2012

Tidak

ada

keluha

n

T : 130/80

mmHg

RR : 20 x/menit

N : 82

x/menit

S : 36,3°C

Post

Strumadekt

omi

Hari II

1. IVFD : Infus RL 20 tpm

2. Gentamicin 3x1

3. Cefotaksim 3x1

4. Ketorolac 3x1

5. Rawat Luka

BAB III

ANESTESI UMUM

3.1       DEFINISI

Anestesia umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai

hilangnya kesadaran dan bersifat pulih kembali (reversibel). Komponen anesthesia

yang ideal terdiri:

1. hipnotik : hilang kesadaran

2. analgesia : hilang rasa sakit

13

Page 14: BAB II (2)

3. relaksasi otot

Keadaaan anestesi biasanya disebut anestesi umum, ditandai oleh tahap

tidak sadar diinduksi, yang selama itu rangsang operasi hanya menimbulkan

respon reflek autonom. Jadi pasien tidak boleh memberikan gerak volunteer, tetap

perubahan kecepatan pernapasan dan kardiovaskuler dapat dilihat.

Keadaan anestesi berbeda dengan keadaan analgesia, yang didefinisikan

sebagai tidak adanya nyeri. Keadaan ini dapat ditimbulkan oleh agen narkotika

yang dapat menghilangkan nyeri sampai pasien sama sekali tidak sadar.

Sebaliknya, barbiturate dan penenang tidak menghilangkan nyeri sampai pasien

sama sekali tidak sadar.

Banyak teori telah dikemukan, tetapi sampai sekarang belum ada keterangan

yang memuaskan bagaimana kerja obat anestetika. Ditinjau dari vaskularisasi,

jaringan terbagi atas:

1. kaya pembuluh darah, contoh otak dan organ lainya, misalnya jantung,

ginjal, hati dsb.

2. miskin pembuluh darah, contohjaringan lemak, tulang, dan sebagainya.

Obat anestetika yang masuk kepembuluh darah atau sirkulasi kemudian

menyebar ke jaringan. Yang pertama terpengaruh oleh obat anestetika ialah

jaringan yang kaya akan pembuluh darah seperti otak, sehingga kesadaran

menurun atau hilang, hilangnya rasa sakit, dan sebagainya.

3.2       JENIS-JENIS ANESTESI UMUM

3.2.1        Total Intrvenous Anestesi (TIVA)

TIVA adalah teknik anestesi umum dengan hanya menggunakan obat-obat

anestesi yang dimasukkan lewat jalur intravena tanpa penggunaan anestesi

inhalasi termasuk N2O. TIVA digunakan buat mencapai 4 komponen penting

dalam anestesi yang menurut Woodbridge (1957) yaitu blok mental, refleks,

sensoris dan motorik. Atau trias A (3 A) dalam anestesi yaitu

14

Page 15: BAB II (2)

1.      Amnesia

2.      Arefleksia otonomik

3.      Analgesik

4.      +/- relaksasi otot

Jika keempat komponen tadi perlu dipenuhi, maka kita membutuhkan

kombinasi dari obat-obatan intravena yang dapat melengkapi keempat komponen

tersebut. Kebanyakan obat anestesi intravena hanya memenuhi 1 atau 2 komponen

di atas kecuali Ketamin yang mempunyai efek 3 A menjadikan Ketamin sebagai

agen anestesi intravena yang paling lengkap.

Kelebihan TIVA:

1. Kombinasi obat-obat intravena secara terpisah dapat di titrasi dalam dosis

yang lebih akurat sesuai yang dibutuhkan.

2. Tidak menganggu jalan nafas dan pernafasan pasien terutama pada operasi

sekitar jalan nafas atau paru-paru.

3. Anestesi yang mudah dan tidak memerlukan alat-alat atau mesin yang

khusus.

Teknik anestesi intravena merupakan suatu teknik pembiusan dengan

memasukkan obat langsung ke dalam pembuluh darah secara parenteral, obat-obat

tersebut digunakan untuk premedikasi seperti diazepam dan analgetik narkotik.

Induksi anestesi seperti misalnya tiopenton yang juga digunakan sebagai

pemeliharaan dan juga sebagai tambahan pada tindakan analgesia regional.

Dalam perkembangan selanjutnya terdapat beberapa jenis obat – obat anestesi

dan yang digunakan di indonesia hanya beberapa jenis obat saja seperti,

Tiopenton, Diazepam , Dehidrobenzoperidol, Fentanil, Ketamin dan Propofol. 

3.3       ENDOTRAKEAL TUBE (ETT)

3.3.1    Karakteristik Pipa Endotrakea

15

Page 16: BAB II (2)

Pipa endotrakea adalah suatu alat yang dapat mengisolasi jalan nafas,

mempertahankan patensi, mencegah aspirasi serta mempermudah ventilasi,

oksigenasi dan pengisapan.

Pipa endotrakea terbuat dari material silicon PVC (Polyvinyl Chloride)

yang bebas lateks, dilengkapi dengan 15mm konektor standar. Termosensitif

untuk melindungi jaringan mukosa dan memungkinkan pertukaran gas, serta

struktur radioopak yang memungkinkan perkiraan lokasi pipa secara tepat. Pada

tabung didapatkan ukuran dengan jarak setiap 1cm untuk memastikan kedalaman

pipa.

Anatomi laring dan rima glotis harus dikenal lebih dulu. Besar pipa trakea

disesuaikan dengan besarnya trakea. Besar trakea tergantung pada umur. Pipa

endotrakea yang baik untuk seorang pasien adalah yang terbesar yang masih dapat

melalui rima glottis tanpa trauma. Pada anak dibawah umur 8 tahun trakea

berbentuk corong, karena ada penyempitan di daerah subglotis (makin kecil makin

sempit). Oleh karena itu pipa endaotrakeal yang dipakai pada anak, terutama

adalah pipa tanpa balon (cuff). Bila dipakai pipa tanpa balon hendaknya dipasang

kasa yang ditempatkan di faring di sekeliling pipa tersebut untuk mencegah

aspirasi untuk fiksasi dan agar tidak terjadi kebocoran udara inspirasi. Bila

intubasi secara langsung (memakai laringoskop dan melihat rima glotis) tidak

berhasil, intubasi dilakukan secara tidak langsung (tanpa melihat trakea) yang juga

disebut intubasi tanpa lihat (blind). Cara lain adalah dengan menggunakan

laringoskop serat optik

Untuk orang dewasa dan anak diatas 6 tahun dianjurkan untuk memakai

pipa dengan balon lunak volume besar tekanan rendah, untuk anak kecil dan bayi

pipa tanpa balon lebih baik. Balon sempit volume kecil tekanan tinggi hendaknya

tidak dipakai karena dapat menyebabkan nekrosis mukosa trakea. Pengembangan

balon yang terlalu besar dapat dihindari dengan memonitor tekanan dalam balon

(yang pada balon lunak besar sama dengan tekanan dinding trakea dan jalan

nafas) atau dengan memakai balon tekanan terbatas. Pipa hendaknya dibuat dari

plastik yang tidak iritasif.

16

Page 17: BAB II (2)

Berikut ditampilkan berbagai ukuran pipa endotrakea baik dengn atau

tanpa cuff. Ukuran penggunaan bervariasi bergantung pada usia pasien. Untuk

bayi dan anak kecil pemilihan diameter dalam pipa (mm) = 4 + 1/2. umur (tahun).

Pemakaian pipa endotrakea sesudah 7 sampai 10 hari hendaknya

dipertimbangkan trakeostomi, bahkan pada beberapa kasus lebih dini. Pada hari

ke-4 timbul kolonisasi bakteri yang dapat menyebabkan kondritis bahkan stenosis

subglotis. Kerusakan pada laringotrakea telah jauh berkurang dengan adanya

perbaikan balon dan pipa. Jadi trakeostomi pada pasien koma dapat ditunda jika

ekstubasi diperkirakan dapat dilakukan dalam waktu 1-2 minggu. Akan tetapi

pasien sadar tertentu memerlukan ventilasi intratrakea jangka panjang mungkin

merasa lebih nyaman dan diberi kemungkinan untuk mampu berbicara jika

trakeotomi dilakukan lebih dini.

3.3.2    Teknik Intubasi

Alat-alat yang digunakan pada intubasi yaitu :

1. Laringoskop: yaitu alat untuk melihat laring. Terdiri dari bagian pegangan atau

batang (handle) dan bilah (blade). Ada 3-4 ukuran bilah (ukuran bayi, anak,

dewasa normal dan yang besar)

            Jenis-jenis laringoskop :

1.1. Tipe magil (bilah lurus), sering digunakan oleh ahli THT pada wakt

laringoskopi, trakeoskopi, bronkoskopi. Jarang dipakai intubasi karena

trumatis.

1.2. Tipe macintosh (bilah bengkok), paling sering dipakai untuk tindakan

intubasi karena kurang traumatis dan lapangan pandangan luas serta

kemungkinan timbul refleks vagal berkurang.

17

Page 18: BAB II (2)

1.3. Laringoskop serat optik digunakan untuk kasus intubasi yang sulit       

dilakukan dengan laringoskop biasa.

2. Pipa khusus (pipa endotrakea).

Ada bermacam-macam jenis yang disesuaikan menurut kebutuhannya, yaitu :

2.1. Dengan atau tanpa balon (“cuff”), berfungsi mencegah aspirasi isi

faring ke dalam trakea dan memastikan tidak ada kebocoran selama

ventilasi bertekanan positif. Tekanannya antara 20-30mm H2O diukur

dengan manometer.

2.2. Jenis nasal atau oral

2.3. Terbuat dari bahan karet, PVC (plastik) atau diperkuat dengan kawat

spiral.

Tiga hal yang harus diperhatikan untuk dapat membantu memudahkan

atau mengurangi trauma pada waktu intubasi trakea adalah :

            1. Penderita tidak sadar/tidur (pada penderita sadar teknis lebih sulit).

            2. Posisi kepala (kepala lebih ekstensi dengan bantal tipis dibawah

kepala).

            3. Relaksasi otot yang baik.

Prosedur persiapan :

Saat melakukan intubasi pada pasien, terdapat beberapa hal penting yang

harus diperhatikan untuk memastikan keamanan proses intubasi yang disebut

SALT, yaitu :

· Suction. Merupakan hal yang sangat penting. Seringkali pada faring

pasien terdapat benda asing yang menyulitkan visualisasi dari pita suara.

Disamping itu, aspirasi dari paru juga harus dihindari.

18

Page 19: BAB II (2)

· Airway. Pastikan jalan nafas melalui mulut baik, untuk mencegah

jatuhnya lidah ke bagian belakang faring.

· Laryngoscope. Merupakan alat yang paling penting untuk membantu

penempatan pipa endotracheal.

· Tube. Pipa Endotrakea memiliki berbagai macam ukuran. Umumnya

pada orang dewasa menggunakan ukuran 7 atau 8.9

Cara intubasi : (pada waktu induksi anestesia)

1. Pastikan bahwa alat-alat yang diperlukan sudah lengkap dan baik.

2. Bila perlu sediakan oksigen dan diperiksa bahwa tabung oksigen masih

berisi dan dapat dipakai (manometer, flowmeter dan pipa oksigen).

3. Setelah pasien tidur (biasanya dengan pemberian obat induksi intravena,

tiopental 5 mg/kgBB atau ketamin 1,5 mg/kgBB) berikan obat pelemas

otot suksinilkolin 1 mg/kgBB iv. Akan nampak fasikulasi pada otot

kerangka tubuh yang kadang-kadang hebat.

4. Bila fasikulasi sudah mulai berkurang, berikan ventilasi buatan dengan

oksigen kurang lebih selama 30 detik.

5. Batang laringoskop dipegang dengan tangan kiri dan tangan yang lain

mendorong kepala sehingga sedikit ekstensi, dan mulut pasien akan

dengan sendirinya membuka. Bila mulut tidak juga membuka, maka

setelah melakukan ekstensi kepala, mulut dibuka dengan tangan (jempol,

telunjuk dan atau dengan jari tengah). Salah satu tangan tetap memegang

laringoskop.

6. Setelah lampu laringoskop kita nyalakan, masukkan bilah ke dalam mulut

berawal dari sudut mulut sebelah kanan.

7. Bilah dimasukkan sedikit demi sedikit sedemikian rupa, sehingga

menyelusuri sebelah kanan lidah, sambil menggeser lidah ke kiri.

19

Page 20: BAB II (2)

Hendaknya jangan meletakkan bilah dipertengahan lidah, karena akan

mengganggu pandangan.

8. Sambil memasukkan bilah kedalam carilah epiglotis. Bila bilah bengkok,

tempatkan ujung bilah di valekula.

9. Dengan sedikit mengangkat laringoskop (arah gerakan sama dengan

sumbu batang laringoskop) maka akan tampak rima glotis (jangan

dicongkel). Bila perlu orang lain menekan trakea dari luar untuk melihat

rima glotis.

10. Bila nampak rima glotis, maka akan nampak pita suara berwarna putih

tidak bergerak karena henti nafas dan sekitarnya berwarna merah.

11. Bila perlu berikan obat analgetik dengan semprotan (lidokain 10%) pada

laring dan trakea.

12. Pipa endotrakea dimasukkan melalui rima glotis.

13. Pipa endotrakea dihubungkan dengan alat anestesia atau alat resusitasi dan

pernapasan tetap dikendalikan sampai kembali spontan dan adekuat.

Bila sebelum melakukan tindakan intubasi kita sudah sangsi akan keberhasilan

intubasi, maka hendaknya tidak memberi obat-obatan yang membuat pasien tidur,

melainkan cukup diberi sedatif saja dengan lebih dulu memberi analgetik topical

dalam mulut, faring, laring sebelum intubasi. Dapat juga pasien di buat tidur

dengan cukup dalam tetapi biarkan bernafas spontan (tanpa pelemas otot).

Bila dengan cara tidak lihat (blind) dan laringoskop serat optik juga gagal baru

dipertimbangkan trakeostomi. Namun saat ini cara intubasi blind sebaiknya tidak

dilakukan lagi.

Pada keadaan-keadaan tertentu dimana kesulitan intubasi tidak dapat diduga

sebelumnya maka pada waktu tindakan intubasi sedang berlangsung hendaknya

selalu diperhatikan nadi dan perifer/mukosa mulut. Bila timbul bradikardia dan

20

Page 21: BAB II (2)

atau sianosis hendaknya tindakan dihentikan. Berikan kembali bantuan nafas dan

oksigen.

Hal-hal yang harus diperhatikan setelah pipa endotrakea masuk :

1. Rongga dada kiri dan kanan harus sama-sama mengembang serta bunyi

udara inspirasi paru kanan dan kiri harus terdengar sama keras dengan

memakai stetoskop. Bila pipa masuk terlalu dalam seringkali pipa masuk

ke bronkus kanan sehingga bunyi nafas hanya terdengar pada satu paru.

Pipa harus ditarik sedikit, lalu periksa kembali dengan stetoskop.

2. Balon cuff diisi sampai tidak ada tanda-tanda bocor (kebocoran dapat

diketahui dengan mendengar bunyi di mulut pada saat paru di

inflasi/ditiup).

3. Pasang alat pencegah tergigitnya pipa.

4. Lakukan fiksasi dengan plester atau dengan tali pengikat agar pipa tidak

bergerak (malposisi).

Pada umumnya intubasi endotrakeal dibatasi, tidak lebih dari 2 minggu.

Tindakan trakeostomi sebaiknya dihindari, kecuali bila bantuan jalan nafas masih

diperlukan untuk jangka waktu tertentu. Keuntungan intubasi lama ialah bahwa

komplikasi trakeostomi dapat dihindari, walaupun diketahui bahwa intubasi

sendiri memiliki berbagai komplikasi, diantaranya komplikasi selama intubasi

berupa trauma gigi geligi; laserasi bibir, gusi, laring; merangsang saraf simpatis

(hipertensitakikardi); intubasi bronkus; intubasi esofagus; aspirasi; spasme

bronkus. Komplikasi setelah ekstubasi berupa spasme laring, aspirasi, gangguan

fonasi, edema glotissubglotis, infeksi laring, infeksi faring dan infeksi trakea.

Kebanyakan pipa endotrakea terlalu panjang dan harus dipotong. Panjang pipa

yang dibutuhkan dapat diperkirakan dengan meletakkannya disamping muka dan

leher pasien dengan bifurkasio trakea terletak pada pertemuan manubrium-

sternum. Diameter pipa yang tepat sangat penting, terutama dalam pemilihan pipa

untuk anak, tetapi dapat diperkirakan dari besarnya diameter jari kelingking anak.

Untuk meja resusitasi persediaan pipa dengan diameter 6-10 mencukupi.

21

Page 22: BAB II (2)

Stilet plastik atau logam berujung tumpul yang dapat dibentuk membuat

lengkung pipa dapat diatur. Bila digunakan, ujung stilet hendaknya tidak keluar

dari ujung distal pipa. Pemakaian stilet lurus yang dibengkokkan 450 pada

seperlima bagian distal , bersama dengan daun laringoskop bengkok memudahkan

intubasi pada keadan sulit, bahkan jika hanya epiglotis yang dapat dilihat.

Pasien dengan lambung yang penuh yang memerlukan anestesia umum atau

dalam koma akibat penyakit atau cedera, mungkin memerlukan intubasi cepat.

Persiapkan pengisap untuk regurgitasi. Pilihan antara posisi terlentang atau

setengah duduk kontroversi. Posisi terlentang (terutama jika kepala direndahkan)

dapat mengatasi aspirasi, sedangkan posisi setengah duduk dapat mengurangi

kemungkinan regurgitasi. Sesudah preoksigenasi (lebih disukai dengan oksigen

100% tanpa tekanan positif), tutuplah esofagus pasien dengan tekanan pada

krikoid (Sellick) dan lumpuhkan pasien dengan suksinilkolin. Intubasi secepatnya.

Pasien asfiksia yang kejang dengan cedera kepala merupakan contoh

tantangan. Pasien ini mungkin harus diintubasi dengan pelumpuh otot, karena

batuk dan mengedan pada keadaan memar otak, dapat menambah sembab otak

dan perdarahan. Intubasi cepat mungkin berbahaya jika ditangani tenaga yang

tidak berpengalaman. Intubasi endotrakea pasien sadar oleh beberapa orang

dianggap diindikasikan sebelum anestesia umum pada risiko aspirasi dan

insufisiensi paru berat.

3.3.3    Ekstubasi Perioperatif

Setelah opersi berakhir, pasien memasuki prosedur pemulihan yaitu

pengembalian fungsi respirasi pasien dari nafas kendali menjadi nafas spontan.

Sesaat setelah obat bius dihentikan segeralah berikan oksigen 100% disertai

penilaian apakan pemulihan nafas spontan telah terjadi dan apakah ada hambatan

nafas yang mungkin menjadi komplikasi.

22

Page 23: BAB II (2)

Bila dijumpai hambatan nafas, tentukaan apakah hambatan pada central atau

perifer. Teknik ekstubasi pasien dengan membuat pasien sadar betul atau pilihan

lainnya pasien tidak sadar (tidur dalam), jangan lakukan dalam keadaan setengah

sadar ditakutkan adanya vagal refleks. Bila ekstubasi pasien sadar, segera

hentikan obat-obat anastesi hipnotik maka pasien berangsu-angsur akan sadar.

Evaluasi tanda-tanda kesadaran pasien mulai dari gerakan motorik otot-otot

tangan, gerak dinding dada, bahkan sampai kemampuan membuka mata spontan.

Yakinkan pasien sudah bernafas spontan dengan jalan nafas yang lapang dan saat

inspirasi maksimal. Pada ekstubasi pasien tidak sadar diperlukan dosis pelumpuh

otot dalam jumlah yang cukup banyak, dan setelahnya pasien menggunakan alat

untuk memastikan jalan nafas tetap lapang berupa pipa orofaring atau nasofaring

dan disertai pula dengan triple airway manufer standar.

 3.3.4    Indikasi Intubasi Perioperatif

Intubasi trakea merupakan suatu tindakan memasukkan pipa khusus kedalam

trakea sehingga jalan nafas bebas hambatan dan nafas mudah dibantu atau

dikendalikan. Dapat merupakan tindakan pertolongan darurat (penyelamatan

hidup) dan sangat sering dilakukan di unit terapi intesif untuk pasien yang refleks

laringnya terganggu serta gagal nafas akut.

Intubasi endotrakea diindikasikan sebagai pilihan terakhir penguasaan jalan

nafas darurat pada pasien tidak sadar. Intubasi tersebut dapat dikerjakan dengan

mengunakan pipa orotrakeal, nasotrakeal atau trakeostomi.

Indikasi utama dilakukannya intubasi pada anestesia umum bertujuan untuk:

1. Mempermudah pemberian anestesia.

2. Mempertahankan jalan nafas agar tetap bebas, mempertahankan

kelancaran pernafasan.

3. Mencegah kemungkinan aspirasi isi lambung (pada keadaan-keadaan tidak

sadar, lambung penuh, tidak ada refleks batuk).

4. Memudahkan pengisapan sekret trakeo bronkial.

23

Page 24: BAB II (2)

5. Pemakaian ventilasi mekanis yang lama.

6. Mengatasi obstruksi laring akut.

Anestesia umum dengan teknik endotrakea dilakukan pada operasi-operasi

lama yang memerlukan nafas kendali, operasi daerah leher-kepala, operasi dengan

posisi miring, tengkurap atau duduk dimana jalan nafas bebas sulit dipertahankan.

Intubasi yang sulit dapat diperkirakan pada pasien dengan leher pendek

berotot, mandibula menonjol, maksila/gigi depan menonjol, uvula tidak terlihat

(malampati 3 atau 4), gerak sendi temporo-mandibular terbatas, gerak vertebra

servikal terbatas, adanya massa di faring atau laring.

3.3.5    Tekhnik anestesi spontan dengan pipa endotrakeal

Dengan menggunakan teknik ini, maka sakit tenggorokan post operasi akan

berkurang,dapat menilai kedalaman anastesi yang lebihbaik, reaksi

kardiopulmoner lebih sedikit dibandingkan dengan menggunakan

ventilatormekanik, dan dapat mengurangi kerusakanparu akibat ventilator

mekanik.

Indikasi

Pada Operasi di daerah kepala-leher dengan posisiterlentang, berlangsung

singkat dan tidak memerlukan relaksasi otot yang maksimal

Operasi lama. Kesulitan mempertahankan jalan nafas bebas pada anastesia

dengan sungkup muka.

KontraIndikasi

Teknik ini tidak dianjurkan pada operasi intrakranial,torakotomi,

laparotomi, operasi dengan posisi khusus(misalnya miring atau tengkurap)

Tata Laksana

24

Page 25: BAB II (2)

Pasien dipersiapkan dan diberi premedikasi di kamar pasien

Pasang alat pantau yang diperlukan

Siapkan alat-alat dan obat-obat resusitasi

Siapkan mesin anastesia dengan sistem sirkuitnya dangas anastesia yang

diperlukan

Induksi dengan penthothal atau obat hipnotik yanglainnya

Berikan obat pelumpuh otot suksinil kholin intravenasecara cepat untuk

fasilitas intubasi

Berikan nafas buatan melalui sungkup muka denganoksigen 100%

mempergunakan fasilitas mesin anastesiasampai fasikulasi hilang dan otot

rahang relaksasi.

Lakukan laringoskop dan pasang ETT

Fiksasi ETT dan hubungkan dengan mesin anastesia

Berikan salah satu kombinasi obat inhalasi

Kendalikan nafas pasien secara manual selama efeksuksinilkholin masih

ada, selanjutnya apabila efeknya sudahhabis, pasien akan bernapas

spontan. Apabila nampakhipoventilasi, berikan bantuan nafas intermitten

Pantau denyut nadi dan tekanan darah

Apabila operasi sudah selesai, hentikan aliran gas/obatanastesi inhalasi dan

berikan oksigen 100% (4-8 liter/menit)selama kurang lebih 2-5 menit

Ekstubasi ETT setelah jalan nafas diberhentikan dan kalauperlu dilakukan

isapan ke dalam pipa endotrakea

25

Page 26: BAB II (2)

Obat anestesi yang digunakan

Petidin 50 mg

IV (meperidin, demerol) adalah zat sintetik yang formulanya sangat

berbeda dengan morfin, tetapi mempunyai efekklinik dan efek samping

yang mendekati sama.

Efek farmakologi :

SSP

o bekerja pada talamus dan substansia gelatinosa

o medula spinalisà efek sedasi

Respirasi

o depresi pusat nafas terutama bayi dan orangtua.

Terhadap bronkus

o dilatasi bronkus

Sirkulasi

o Tidak ada efek

Sistem lain : merangsang pusat muntah

Spasme spinter empedu   kolik abdomen

Merangsang pelemasin histamine gatal

Dosis : IM 1-2 mg/KgBB (morfin 10x lebih kuat )dapat diulang tiap 3-4

jam. Dosis IV 0,2-0,5mg/KgBB.

Indikasi Kontra :Harus hati-hati pada pasien orang tua atau bayidan KU

buruk. Tidak boleh diberikan padapasien yang mendapatkan

preparatpenghambat monoamine oksidase, pasienasma, dan penderita

penyakit hati.

Midazolam 2 Mg

Obat induksi tidur jangka pendek untuk premedikasi, induksi, dan

pemeliharaan anestesi.

26

Page 27: BAB II (2)

Efek Farmakologi

SSP : sedasi dan anticemas bekerja pada sistemlimbik dan ARAS,

dapat menimbulkan amnesiaanterograd. Dpt sebagai anti kejang. Pada

dosiskecil sbg sedatif, dosis tinggi sbg hipnotik

Kardiovaskular: Pada dosis besar menimbulkanhipotensi krn efek

dilatasi pembuluh darah

Saraf otot: penurunan tonus otot rangka

Dosis

Premedikasi dewasa: 0.07-0.10 mg/kgBB,disesuaikan dengan umur

dan keadaan pasien.

Dosis lazim adalah 5 mg.

Pada orang tua dan pasien lemah dosisnya 0.025-0.05 mg/kgBB.

Propofol 120 Mg

Propofol adalah obat anestesi intravena yangbekerja cepat dengan karakter

recovery anestesiyang cepat tanpa rasa pusing dan mual-mual.

Efek farmakologi

SSP: mula kerja dan pemulihan kesadaran cepat. Pasien akan bangun 4-5

menit tanpa ada keluhan

Khasiat farmakologi: hipnotik murni, tidakmempunyai efek analgetik

maupun relaksasi otot

Respirasi: menimbulkan efek depresi respirasi sesuaidosis. Pada beberapa

pasien dapat menyebabkan hentinafas.

Kardiovaskular: depresi tekanan darah turun &kompensasi peningkatan

denyut nadi.

Sistem lain: depresi sintesa hormon steroid adrenal dantidak menimbulkan

pelepasan histamin

27

Page 28: BAB II (2)

Dosis induksi 1-2 mg/kgBB. Dosis rumatan500ug/kgBB/menitinfuse. Dosis

sedasi 25-100ug/kgBB/menitinfuse.

Sevoflurane

Merupakan halogenasi eter, dikemas dalam bentukcairan, tidak berwarna,

tidak eksplosif, tidak berbaudan tidak iritatif sehingga baik untuk induksi

inhalasi.Proses induksi dan pemulihannya paling cepat darisemua obat-obat

anastesia inhalasi yang ada pada saatini.

Efek Farmakologi

SSP: menyebabkan aliran darah otak sedikit meningkatsehingga

menaikkan tekanan intrakrania.

Kardiovaskular: relatif stabil dan tidakmenimbukan aritmia selama

anastesia.Tahanan vaskular dan curah jantung sedikitmenurun

sehingga tekanan darah sedikitmenurun.

Respirasi: menimbulkan depresi pernapasan.

Sistem lain: efek analgesia ringa dan relaksasi otot ringan

Dosis

Untuk Induksi, konsentrasi yang diberikan pada udarainspirasi adalah 3.0-

5.0% bersama-sama N2O- Untuk pemeliharaan dengan pola nafas

spontan,konsentrasinya berkisar 2 %-3% sedangkan untuk nafaskendali 0.5%

– 1 %.

Keuntungan dan kelemahan Sevofluran

Keuntungan : induksi cepat dan lancar, tidak iritatif terhadap mukosa

jalan nafas, pemulihannya paling cepatdibandingan dengan agen

volatil lain.

Kerugian : batas keamanan sempit (mudah terjadikelebihan dosis) :

analgesia dan relaksasinya kurangsehingga harus dikombinasikan

dengan obat lain.

28

Page 29: BAB II (2)

N2O

Gas ini bersifat anestetik lemah, tetapi analgesinya kuat, sehingga sering

digunakan untukmengurangi nyeri menjelang persalinan. Pada anestesi

inhalasi jarang digunakan sendirian,tetapi dikombinasikan dengan salah satu

anestesi lain seperti halotan dan sebagainya. Pada akhir anestesi setelah N2O

dihentikan, maka N2O akan cepat keluar mengisi alveoli, sehingga terjadi

pengenceran O2 100% selama 5-10 menit.

Penggunaan dalam anestesi umumnya dipakai dalam kombinasi N2O : O2

yaitu 60% : 40%,70% : 30%.

Dosis untuk mendapatkan efek analgesic digunakan dengan perbandingan

20% : 80%, untuk induksi 80% : 20%, dan pemeliharaan 70% : 30%. N2O

sangat berbahaya bila digunakan pada pasien pneumothoraks, pneumo

mediastinum,obstruksi, emboli udara dan timpanoplasti.

3.3.6    Terkendali

Pipa endotrakeal dapat dimasukkan melalui oro atau nasotrakeal. Rata-rata

yang digunakan no. 7.5 untuk pipa orotrakeal dan No. 7 untuk pipa nasotrakeal.

Untuk anak ukuran ini rata-rata sebesar jari kelingking.

Dengan tehnik ini, pasien dalam keadaan terdepresi nafas sempurna, sehingga

pasien membutuhkan bantuan nafas penuh.

Indikasi anestesi umum:

1. Infant & anak usia muda

2. Dewasa yang memilih anestesi umum

3. Pembedahannya luas / ekstensif

4. Penderita sakit mental

29

Page 30: BAB II (2)

5. Pembedahan lama

6. Pembedahan dimana anestesi lokal tidak praktis atau tidak memuaskan

7. Riwayat penderita toksik/ alergi obat anestesi lokal

8. Penderita dengan pengobatan antikoagulan

Indikasi anestesi umum ETT dengan nafas terkendali :

untuk tindakan operasi yang lama

keadaan umum pasien cukup baik (ASA I dan ASA II)

lambung harus kosong

Persiapan Obat

1. Sedatif

Miloz (midazolam) : obat penenang (tranquilizer)

Midazolam adalah obat induksi tidur jangka pendek untuk premedikasi,

induksi, dan pemeliharaan anestesi. DIbandingkan dengan diazepam,

midazolam bekerja cepat karena transformasi metabolitnya cepat dan lama

kerjanya singkat. Pada pasien orang tua dengan perubahan organic otak atau

gangguan fungsi jantung dan pernafasan, dosis harus ditentukan secara hati-

hati.

Efek obat timbul dalam 2 menit setelah penyuntikan.

Dosis premedikasi dewasa 0.07 – 0.10 mg/kgBB, disesuaikan dengan umur

dan keadaan pasien. Dosis lazim adalah 5 mg. Pada orang tua dan pasien

lemah dosisnya 0.025-0.05 mg/kgBB.

Efek sampingnya terjadi perubahan tekanan darah arteri, denyut nadi dan

pernafasan, umumnya hanya sedikit.

30

Page 31: BAB II (2)

2. Analgesik

Fentanil

Fentanil ialah zat sintetik seperti petidin dengan kekuatan 100x morfin. Lebih

larut dalam lemak dibanding petidin dan menembus sawar jaringan dengan

mudah. Setelah suntikan intravena ambilan dan distribusinya secara kualitatif

hampir sama dengan morfin, tetapi fraksi terbesar dirusak paru ketika pertama

melewatinya. Dimetabolisir oleh hati dengan N-dealkilasi dan hidroksilasidan

sisa metabolismenya dikeluarkan lewat urin.

Efek depresi napasnya lebih lama dibanding efek analgesinya. Dosis 1-3

ug/kgBB analgesinya kira-kira hanya berlangsung 30 menit, karena itu hanya

dipergunakan untuk anestesia pembedahan daan tidak untuk pasca bedah.

Dosis besar 50-150 ul/kgBB digunakan untuk induksi anestesia dan

pemeliharaan anestesia dengan kombinasi bensodiasepin dan anestetik inhalasi

dosis rendah, pada bedah jantung. Efek tak disukai ialah kekakuan otot

punggung yang sebenarnya dapat dicegah dengan pelumpuh otot. Dosis besar

dapat mencegah peningkatan kadar gula, katekolamin plasma, ADH, renin,

aldosteron dan kortisol.

3. Induksi

Propofol (Recofol, diprivan)

Propofol adalah obat anestesi intravena yang bekerja cepat dengan karakter

recovery anestesi yang cepat tanpa rasa pusing dan mual-mual. Propofol

merupakan cairan emulsi minyak-air yang berwarna putih yang bersifat

isotonic dengan kepekatan 1% (1ml=10mg) dan mudah larut dalam lemak.

Propofol menghambat transmisi neuron yang dihantarkan oleh GABA.

Propofol adalah obat anestesi umum yang bekerja cepat yang efek kerjanya

dicapai dalam waktu 30 detik.

31

Page 32: BAB II (2)

Dosis induksi 1-2 mg/kgBB. Dosis rumatan 500ug/kgBB/menit infuse. Dosis

sedasi 25-100ug/kgBB/menit infuse. Pada pasien yang berumur diatas 55

tahun dosis untuk induksi maupun maintenance anestesi itu lebih kecil dari

dosis yang diberikan untuk pasien dewasa dibawah umur 55 tahun. Cara

pemberian bias secara suntikan bolus intravena atau secara kontinu melalui

infuse, namun kecepatan pemberian harus lebih lambat daripada pemberian

pada orang dewasa dibawah umur 55 tahun. Pada pasien dengan ASA III-IV

dosisnya lebih rendah dan kecepatan tetesan juga lebih lambat.

4. Muscle relaksan

Atracurium (notrixum)

Merupakan obat pelumpuh otot non depolarisasi yang relatif baru, sifatnya

tidak mempunyai efek kumulasi pada pemberian berulang, dan tidak

menyebabkan perubahan fungsi kardiovaskular yang bermakna dan pemulihan

fungsi saraf otot dapat terjadi secara spontan, dosis 0,5 mg/kg BB, durasi 15-

30 menit.

5. Maintanance anestesi

Isoflurane

Isomer dari enfluran dengan efek-efek samping yang minimal. Induksi dan

masa pulih anestesia dengan isofluran cepat.

Sifat fisis: titik didih 58,5, koefisien partisi darah/gas 1.4, MAC 1.15%

Farmakologi:

Efek terhadap depresi jantung dan curah jantung minimal, sehingga digemari

untuk anestesa teknik hipotensi dan banyak digunakan pada pasien dengan

gangguan koroner.

32

Page 33: BAB II (2)

N2O 1

N2O diperoleh dengan memanaskan ammonium nitrat sampai 240C

(NH4NO3 2H2O + N2O)

N2O dalam ruangan berbentuk gas tak berwarna, bau manis, tak iritasi, tak

terbakar, dan beratnya 1,5 kali berat udara. Pemberian anestesi dengan N2O

harus disertai O2 minimal 25%. Gas ini bersifat anestetik lemah, tetapi

analgesinya kuat, sehingga sering digunakan untuk mengurangi nyeri

menjelang persalinan. Pada anestesi inhalasi jarang digunakan sendirian, tetapi

dikombinasikan dengan salah satu anestesi lain seperti halotan dan

sebagainya.

Pada akhir anestesi setelah N2O dihentikan, maka N2O akan cepat keluar

mengisi alveoli, sehingga terjadi pengenceran O2 100% selama 5-10 menit.

Penggunaan dalam anestesi umumnya dipakai dalam kombinasi N2O : O2

yaitu 60% : 40%, 70% : 30%. Dosis untuk mendapatkan efek analgesic

digunakan dengan perbandingan 20% : 80%, untuk induksi 80% : 20%, dan

pemeliharaan 70% : 30%. N2O sangat berbahaya bila digunakan pada pasien

pneumothoraks, pneumomediastinum, obstruksi, emboli udara dan

timpanoplasti.

 3.5       LMA (Laryngeal Mask Anestesi)

Teknik anestesi umum dengan LMA. Anestesi umum adalah tindakan anestesi

yang dilakukan dengan cara menghilangkan nyeri secara sentral, disertai

hilangnya kesadaran dan bersifat pulih kembali atau reversible. Pada anestesi

umum harus memenuhi beberapa hal ini yaitu hipnotik, analgesi, relaksasi otot

diperlukan untuk mengurangi tegangnya tonus otot sehingga akan mempermudah

tindakan pembedahan, stabilisasi otonom.

Untuk menjamin jalan nafas pasien selama tidak sadar, maka dilakukan

pemasangan LMA, karena dinilai lebih aman dan lebih tidak invasive dibanding

dengan pemasangan Endotracheal Tube (ET).

33

Page 34: BAB II (2)

Pemilihan manajemen jalan nafas dengan LMA karena pertimbangan lama

operasi yang tidak begitu lama, karena LMA tidak dapat digunakan pada pasien

yang membutuhkan bantuan ventilasi dalam jangka waktu lama. LMA juga tidak

dapat dilakukan pada pasien dengan reflek jalan nafas yang intack, karena insersi

LMA akan mengakibatkan laryngospasme. LMA sebagai alternatif dari ventilasi

face mask atau intubasi ET untuk airway management. LMA bukanlah suatu

penggantian ET, ketika pemakaian ET menjadi suatu indikasi.

Keuntungan penggunaan LMA dibanding ET adalah kurang invasiv, mudah

penggunaanya, minimal trauma pada gigi dan laring, efek laringospasme dan

bronkospasme minimal, dan tidah membutuhkan agen relaksasi otot untuk

pemasangannya.

Untuk mengurangi mual muntah pasca bedah sering ditambahkan premedikasi

suntikan intramuscular untuk dewasa dengan ondansetron 4 mg. Pada pasien ini

diberikan premedikasi midazolam 4 mg fentanyl 50 μg. Induksi anestesi adalah

tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi tidak sadar, sehingga

memungkinkan dimulainya anestesi. Obat – obatan untuk induksi anestesi

diantaranya adalah tiopental, propofol, dan ketamin.Rumatan anestesi biasanya

mengacu pada trias anestesi yaitu tidur ringan, analgesia cukup, dan relaksasi otot

lurik yang cukup. Pada pasien ini diberikan maintenance oksigen, N2O dan

sevoflurane. Oksigen diberikan untuk mencukupi oksigenasi jaringan. N2O

sebagai analgetik dan isoflurane untuk efek hipnotik.

Pulih dari anestesi umum pasien dikelola di unit perawatan pasca anestesi.

Idealnya bangun dari anestesi secara bertahap, tanpa keluhan dan mulus. Namun

kenyataannya sering dijumpai hal-hal yang tidak menyenangkan akibat stress

pasca bedah atau pasca anestesi misalnya gangguan nafas, gangguan

kardiovaskular, gelisah, mual-muntah, mengigil atau bahkan perdarahan. Untuk

itulah perlu dilakukan pengawasan ketat. Selama di unit parawatan pasca anestesi

pasien dinilai tingkat pulih-sadarnya untuk kriteria pemindahan ke ruang

perawatan biasa, yang dinilai adalah kesadaran, warna kulit, aktivitas, respirasi,

34

Page 35: BAB II (2)

dan kardiologi atau tekanan darah. Pada pasien ini kesadaran (1),

sirkulasi/kardiologi (2), respirasi (2), aktivitas (2), dan warna kulit (2)

35

Page 36: BAB II (2)

DAFTAR PUSTAKA

1. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Persiapan Operasi. Dalam

etunjuk Praktis Anestesiologi. Jakarta : Bagian Anestesiologi dan Terapi

Intensif FK UI ; 2001. 45-9

2. Dr. Muhardi Muhimin, dr. M. Roesli Thaib, dr. S. Ruswan Dahlan,

Anestesiologi. Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FK UI

3. Boulton Tb, Blogg CE, Anestesiologi, Edisi 10 EGC: Jakarta 1994

4. Robyn Gmyrek, MD, Maurice Dahdah, md, General Anesthesia , Update:

Aug 7, 2009, Accessed on 6th December 2010 at www.emedicine.com

5. Miller RD. Anesthesia, 5th ed. Churchill Livingstone. Philadelphia. 2000

6. Aitkenhead, A.R and G. Smith. 1990. Textbook of Anaesthesia. United

Kingdom: Churchill Livingstone

7. Hill, C.M and P.J. Morris. 1983. General Anaesthesia and Sedation in

Dentistry. Bristol: John & Sons Ltd

8. Kumar, Ashok. Seminar General Anesthesia. Available at

http://www.scribd.com/doc/16164111/General-anesthesia-pptword.

Diakses 8 Agustus 2012

9. Mallawaarachchi, Roshana. General Anaesthetics. Available at http:   //  

www.scribd.com/doc/38075193/   General   -   Anaesthesia   . Diakses 20

Maret 2011

36