bab i.docx

Upload: ulfan-arifin

Post on 14-Oct-2015

57 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

1.1. Latar belakangSecara garis besar, ada dua cara pengawetan obyek biologi, yaitu pengawetan basah dan pengawetan kering. Pengawetan basah dilakukan dengan mengawetkan obyek biologi dalam suatu cairan pengawet. Pengawetan kering dilakukan dengan mengeringkan obyek biologi hingga kadar air yang sangat rendah, sehingga organism perusak/penghancur tidak bekerja. Pembuatan awetan spesimen diperlukan untuk tujuan pengamatan spesimen secara praktis tanpa harus mencari bahan segar yang baru. Terutama untuk spesimen-spesimen yang sulit di temukan di alam. Awetan spesimen dapat berupa awetan basah atau kering. untuk awetan kering, tanaman diawetkan dalam bentuk herbarium, sedangkan untuk mengawetkan hewan dengan sebelumnya mengeluarkan organ-organ dalamnya. Awetan basah, baik untuk hewan maupun tumbuhan biasanya dibuat dengan merendam seluruh spesimen dalam larutan alkohol 70%Pengawetan basah dilakukan bagi hewan tidak bercangkang yang ukurannya relatif besar, direndam dalam larutan pengawet. Pengawetan kering untuk organisme yang berukuran relatif besar biasanya dilakukan dengan cara mengeringkan dengan sinar matahari atau dengan oven dan selanjutnya agar lebih awet dapat disimpan dalam media pengawet resin (Bioplastik). Obyek yang dapat dijadikan sebagai specimen utama dalam pengawetan basah maupun kering merupakan objek biologi yang berukuran kecil hibgga yang berukuran besar. Pengawetan Hewan untuk Sarana Pembelajaran Mungkin kebanyakan dari kita belum mengetahui taxidermy. Taxidermy adalah seni pemasangan atau kegiatan mereproduksi hewan yang sudah mati untuk dijadikan trofi berburu dan sumber belajar. Istilah taxidermy berasal dari bahasa Yunani yang artinya "penataan kulit". Taxidermy dapat dilakukan pada semua spesies vertebrata dari hewan, termasuk mamalia, ikan, burung, amfi bi, dan reptil. Orang yang mereproduksi dan ahli mengisi kulit hewan disebut taxidermist. Para taxidermist dapat berlatih secara profesional untuk museum atau sebagai bisnis untuk kebutuhan para pemburu dan nelayan, atau sebagai amatir. Mereka harus mengerti tentang anatomi, patung, lukisan, dan penyamakan. Kegiatan mengumpulkan hewan yang sudah dibekukan (taxidermy) mungkin pernah kita temui ketika berkunjung ke museum atau ke rumah seorang kolektor.

1.2. TujuanAgar mengetahui perbedaan dari awetan basah dan awetan kering serta tproses pembuatan koleksi dari kedua cara tercsebut.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

Tokoh Anatomis mengembangkan setiap detail artistik dengan pose yang menarik secara akurat, dengan pengaturan yang realistis dan bentuk yang dianggap sesuai untuk spesies. Ini hanya perubahan dari karikatur populer menjadi sebuah trofi (piala). btr/R-2 Bentuk Seni yang Menarik Praktik metode para taxidermist telah meningkat selama satu abad terakhir dengan mempertinggi kualitas taxidermic dan menurunkan kualitas toksisitas. Prosesnya sama ketika menghilangkan kulit dari ayam yang belum dimasak. Proses taxidermy dapat dicapai dengan cara tidak membuka rongga tubuh hewan sehingga pengisian tidak harus melihat organ tubuh hewan tersebut. Praktik itu bergantung pada jenis kulit dan bahan kimia yang diterapkan pada kulit sehingga menjadi kulit yang kecokelatan. Kemudian dipasangkan pada manekin yang terbuat dari kayu, wol, dan kawat, atau bentuk poliuretan. Banyak ahli kulit AS menggunakan hewan beruang sebagai bahan taxidermy, tetapi sebagian dari mereka menggunakan ular, burung, dan ikan sebagai objek taxiderm. Pemasangan binatang telah lama dianggap sebagai suatu bentuk seni yang menarik. Seni ini membutuhkan waktu berbulan-bulan untuk pengerjaannya. Tidak semua taxidermist modern menjadikan taxidermy ajang memburu trofi atau komersialitas. Dengan cara pembekuan, spesimen taxidermy dapat disimpan dan digunakan kemudian. Ahli pengisi binatang kemudian menghilangkan kulit. Kulit akan tampak kecokelatan dan diobati dengan bahan kimia.2.1. Pengawetan basah Pengawetan basah dilakukan untuk serangga-serangga yang bertubuh lunak (umumnya fase larva) dilakukan dengan cara menyimpan serangga didalam botol yang telah diisi dengan alkohol 80%, dengan ketentuan bahwa spesimen yang diawetkan dalam alkohol harus disimpan dalam botol gelas dengan tutup yang rapat. Menggunakan botol plastik tidak baik untuk tempat spesimen karena mudah retak apabila diisi dengan alkohol. Pilih botol yang cukup besarnya agar spesimen tidak tertekuk dan hancur, selain itu juga akan memudahkan pengambilan pada saat akan diteliti/diamati.2.2. Pengawetan keringTaksidermi adalah hewan hasil pengawetan, biasanya golongan vertebrata yang dapat dikuliti. Pada pembuatan taksidermi, hewan dikuliti, organ-organ dalam dibuang, untuk selanjutnya dibentuk kembali seperti bentuk aslinya. Taksidermi seringkali dipergunakan sebagai bahan referensi untuk identifikasi hewan vertebrata, juga menunjukkan berbagai macam ras yang dimiliki suatu spesies. Selain itu, tentu saja taksidermi dapat dijadikan sebagai media pembelajaran biologi.Pengawetan kering dilakukan untuk serangga-serangga yang bertubuh keras (umumya fase imago) dengan cara di pin (ditusuk dengan jarum preparat atau di karding). Jarum yang digunakan untuk menusuk spesimen serangga harus jarum anti karat ataustainless steel(bukan dari baja hitam atau dari kuningan) sebab jarum non-stainless akan cepat berkarat apabila terkena cairan tubuh serangga. Beberapa serangga besar akan berubah warna atau kotor apabila diawetkan kering, oleh sebab itu perlu dilakukan proses pengeluaran isi perut atau gutting sebelum serangga di pin.

BAB IIIMETODOLOGI PERCOBAAN

3.1. Waktu dan tempatPraktikum Dasar-dasar perlindungan Tanaman ini dilaksanakan pada hari Rabu, 02 April 2014, pukul 07.30 WIB. yang bertempat di Lapangan lahan Citandu.3.2. Alat dan bahanAlat: 1. Styrofoam2. Cutter3. Paku kecil4. Jarum pentul5. Kertas karton6. Botol 7. Kardus bekas8. Plastic9. SolatipBahan:1. Alkohol 70%2. Serangga3. Kapur barus

3.3. Cara kerja1. Tangkap beberapa serangga dan hama2. Pisahkan antara serangga yang akan diawetkan dengan pengawetan basah dan kering3. Untuk pengawetan basah masukkan serangga kedalam botol yang sudah terisi alcohol secukupnya, lalu tutup botol tersebut4. Untuk pengawetan kering, rendam serangga didalam wadah yang berisi alcohol sampai mati, keringkan dan jemur dibawah cahaya selama 24 jam5. Lanjutan dari pengawetan kering, serangga yang sudah kering kemudian disusun rapi diatas gabus yang telah diletakkan didalam kardus6. Kemudian beri ketrangan dari masing-masing serangga

BAB IVHASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 HasilTabel hasil pengamatanNOGAMBARKETERANGAN

1Klasifikasi Tawon :Kerajaan : AnimaliaFilum : ArthropodaKelas : InsectaOrdo : Hymenoptera

2Klasifikasi Kupu Kupu :Kerajaan : AnimaliaDivisi : RhopaloceraFilum : ArthropodaKelas : Insecta Ordo : Lepidoptera

3Klasifikasi Belalang :Kerajaan : AnimaliaFilum : ArthropodaKelas : InsectaUpaordo : Caeliftera

4Klasifikasi Kumbang :Kerajaan : AnimaliaFilum : ArthropodaKelas : InsectaUpakelas : PterygotaInfrakelas : NeopteraSuperordo : Endopterygota

4.2. PembahasanPengawetan basah dan kering pada serangga ini bisa juga dijadikan untuk koleksi, adapun manfaatnya agar mengetahui perbedaan dari awetan basah dan awetan kering serta tproses pembuatan koleksi dari kedua cara tercsebut.Serangga ditusuk dengan jarum serangga disesuaikan dengan ukuran serangga. Jarum yang digunakan adalah yang tahan karat atau kawat kuningan yang dipotong runcing.a. Serangga yang ditusuk jarum yang berukuran lebih dari cm sedangkan yang lebih kecil dari itu cukup ditempel pada kertas tebal atau karton dengan lem.b. Jarum ditusukkan pada punggung serangga sebelah belakang pasangan kaki yang kedua atau kaki tengah. Penusukan di tengah badan dapat merusak pangkal kaki sehingga apabila dikeringkan akan membuat anggota badan tersebut lepas.c. Untuk serangga bersayap lurus seperti belalang ditusuk pada bagian belakang kepala.d. Untuk serangga bersayap perisai seperti kumbang ditusuk dekat pangkap sayap.e. Mengatur antena atau sungut seperti keadaan hidup yaitu mengarah ke depan sedangkan pasangan kaki diarahkan ke belakang untuk kaki tengan dan belakang.f. Agar posisi kaki stabil maka ditancapkan jarum di sekeliling posisi kaki tersebut.g. Dikeringkan dalam oven dengan pengaturan suhu tertentu atau bila dijemur di terik matahari tidak boleh dijemur langsung tetapi dengan dimasukkan ke dalam blek seng terlebih dahulu. Pengeringan harus benar-benar kering agar mater tidak busuk.h. Diletakkan dalam almari dengan lampu dua arah masing-masing 25 watt.i. Disimpan dalam kotak koleksi ukuran 50 x 40 x 5 cm. Kotak dipelitur dan dialasi dengan soft board untuk menusukkan serangga yang berjarum. Hindari penggunaan busa (karet) sebagai alas karena mudah goyang.

BAB VPENUTUP

1.1 KesimpulanPengawetan basah dilakukan dengan mengawetkan obyek biologi dalam suatu cairan pengawet. Pengawetan kering dilakukan dengan mengeringkan obyek biologi hingga kadar air yang sangat rendah, sehingga organism perusak/penghancur tidak bekerja. Pembuatan awetan spesimen diperlukan untuk tujuan pengamatan spesimen secara praktis tanpa harus mencari bahan segar yang baru. Terutama untuk spesimen-spesimen yang sulit di temukan di alam. Awetan spesimen dapat berupa awetan basah atau kering. untuk awetan kering, tanaman diawetkan dalam bentuk herbarium, sedangkan untuk mengawetkan hewan dengan sebelumnya mengeluarkan organ-organ dalamnya.

1.2 SaranDiharapkan praktikan bisa lebih tertib dalam menjalankan praktikum agar lebih baik lagi.

DAFTAR PUSTAKA

Ananda, K. 1978. Taksonomi Serangga. Yayasan Pembina Fakultas Pertanian. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.Arief, A. 1994. Perlindungan Tanaman, Hama Penyakit, dan Gulma. Usaha Nasional. Surabayahttp://tegmina.wordpress.com/2011/03/09/morfologi-serangga.htmlPurnomo,B. 2009. Penuntun Praktikum Daslintan. Ps agroekotek. Faperta Unib; Bengkulu

LAMPIRAN

10