bab i.docx

6
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Insiden luka terkontaminasi akibat kecelakaan transportasi, kecelakaan kerja, ataupun bencana alam yang terjadi di Indonesia sebanyak 3.581.927 kasus setiap tahun, 298.493 kasus per bulan, 68.883 kasus per minggu, 408 kasus per jam, dan 6 kasus per menit (1). Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di kantor kepolisian daerah pada bulan September 2011, diperoleh data di Propinsi Kalimantan Selatan khususnya daerah Kota Banjarmasin hingga pertengahan tahun 2011 sudah terjadi 430 peristiwa kecelakaan lalu lintas dengan korban meninggal sebanyak 308 orang, korban luka berat 183 orang, dan korban luka ringan 249 orang. Dari data yang diperoleh menunjukkan tingginya angka kejadian luka terkontaminasi sehingga perlu dilakukan perawatan luka.

Upload: anesfikri7

Post on 27-Sep-2015

214 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

2

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar Belakang MasalahInsiden luka terkontaminasi akibat kecelakaan transportasi, kecelakaan kerja, ataupun bencana alam yang terjadi di Indonesia sebanyak 3.581.927 kasus setiap tahun, 298.493 kasus per bulan, 68.883 kasus per minggu, 408 kasus per jam, dan 6 kasus per menit (1). Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di kantor kepolisian daerah pada bulan September 2011, diperoleh data di Propinsi Kalimantan Selatan khususnya daerah Kota Banjarmasin hingga pertengahan tahun 2011 sudah terjadi 430 peristiwa kecelakaan lalu lintas dengan korban meninggal sebanyak 308 orang, korban luka berat 183 orang, dan korban luka ringan 249 orang. Dari data yang diperoleh menunjukkan tingginya angka kejadian luka terkontaminasi sehingga perlu dilakukan perawatan luka.Luka terkontaminasi merupakan jenis luka yang dibiarkan tanpa perawatan dan mengandung banyak mikroorganisme sehingga rentan terjadinya infeksi (2). Luka terkontaminasi sering kali ditandai dengan adanya inflamasi, yang ditunjukkan dengan tanda-tanda seperti kemerahan (rubor), panas (calor), sakit (dolor), bengkak (tumor), dan kehilangan fungsi (function lesa) (3). Tanda kemerahan atau eritema merupakan tanda yang sangat mudah untuk diukur dan hasil pengukuran dapat bersifat obyektif. Saat tanda eritema berkurang, maka proses penyembuhan luka akan semakin cepat. Luka terkontaminasi meliputi luka terbuka, luka operasi dengan kerusakan besar, luka insisi akut serta inflamasi nonpurulen, dan luka akibat kecelakaan (4).Perawatan luka merupakan salah satu teknik yang harus dikuasai oleh perawat. Prinsip utama dalam manajemen perawatan luka adalah pengendalian infeksi, karena infeksi dapat menghambat proses penyembuhan luka sehingga menyebabkan angka morbiditas dan mortalitas bertambah besar disamping masa perawatan yang lebih lama, sehingga biaya perawatan di rumah sakit menjadi lebih tinggi (5). Oleh karena itu diberikan alternatif lain dalam perawatan luka dengan memberikan diet protein tinggi menggunakan ikan.Kalimantan selatan merupakan provinsi yang memiliki banyak sungai dan rawa. Provinsi ini memiliki potensi keanekaragaman hayati yang terkandung di dalamnya, salah satunya ikan air tawar. Seperti ikan gabus, ikan betok, ikan patin dll. Ikan betok atau yang lebih dikenal dengan ikan papuyu (Anabas testudineus Bloch), di masyarakat Kalimantan Selatan merupakan salah satu ikan rawa yang sangat digemari. Salah satu spesies dari famili Anabantidae yaitu merupakan ikan air tawar yang dikonsumsi masyarakat (6). Ikan ini memiliki kandungan seperti : protein 52%, Aspartat 5,23%, Glutamat 8,01%, Serin 2,02%, Histidin 1,16%, glisin 4,09%, threonin 2,25%, arginin 3,54%, alanin 4,03%, tirosin 1,56%, methionin 1,89%, valin 2,54%, fenilalanin 2,40%, i-leusin 2,43%, leusin 4,06%, dan lisin 4,65% (8). Protein diperlukan untuk sintesis jaringan baru. Defisiensi merugikan mempengaruhi penyembuhan luka dengan menumpulkan respon fibroblastik, pembentukan pembuluh darah baru, sintesis kolagen, dan luka proses renovasi (7).Namun, pada penelitian sebelumnya belum ada yang meneliti kandungan yang terdapat pada ikan betok (Anabas testudineus Bloch) pada efek pemberian diet untuk perawatan luka, sehingga dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui efek perawatan luka terkontaminasi dengan ekstrak daging ikan betok (Anabas testudineus) dalam mempercepat penurunan eritema pada tikus putih (Rattus norvegicus).

B. Rumusan MasalahRumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah terdapat efek pemberian diet ekstrak ikan betok (Anabas testudineus) pada perawatan luka terkontaminasi dalam mempercepat penurunan eritema pada tikus putih (Rattus norvegicus)?C. Tujuan PenelitianTujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efek pemberian diet ekstrak ikan betok (Anabas testudineus) pada perawatan luka terkontaminasi dalam mempercepat penurunan eritema pada tikus putih (Rattus norvegicus).Tujuan khusus dari penelitian ini adalah:a. Mengukur penurunan intensitas warna kemerahan dari eritema pada tikus putih (Rattus norvegicus) tanpa diberikan perlakuan.b. Mengukur penurunan intensitas warna kemerahan dari eritema pada tikus putih (Rattus norvegicus) yang diberi ekstrak ikan betok (Anabas testudineus).c. Menganalisis efek ekstrak daging ikan betok (Anabas testudineus) terhadap penurunan intensitas warna kemerahan dari eritema pada tikus putih (Rattus norvegicus).

D. Manfaat PenelitianHasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan wawasan untuk kemajuan pengetahuan dan kesehatan di bidang keperawatan, khususnya tentang perawatan luka dengan pemberian diet menggunakan ekstrak ikan betok (Anabas testudineus) dalam mempercepat penurunan eritema, dan menjadi bahan rujukan referensi untuk calon peneliti selanjutnya. Disamping itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat tentang khasiat ikan betok (Anabas testudineus) sebagai upaya alternatif dalam perawatan luka yang murah dan tanpa efek samping.