bab i.docx

14
BAB I ULASAN JURNAL Pre-eklampsia, plasenta, kelahiran mati dan kecil masa kehamilan (SGA) berhubungan dengan plasentasi yang abnormal. Human Chorionic Gonadotropin (hCG) mungkin merupakan regulator penting dari proses yang kompleks. Pada trimester kedua, hCG-H berkurang menjadi kurang dari 1 % dari total hCG. Peningkatan kadar hCG pada trimester kedua bisa terjadi dari hasil migrasi trofoblas ke dalam arteri spiral pada trimester pertama dan plasenta yang hipoksia merangsang sekresi varian lain dari hCG. Rendahnya kadar hCG trimester pertama dan meningkat pada trimester kedua berhubungan dengan perkembangan selanjutnya pada pre-eklampsia dan SGA. Dalam analisis meta baru-baru ini, peningkatan risiko SGA sering dilaporkan pada wanita dengan hiperemesis gravidarum, tapi gangguan disfungsi plasenta tidak dievaluasi. Peneliti menemukan hanya satu studi hiperemesis gravidarum dan gangguan disfungsi plasenta, yang mendukung hubungan yang lemah antara hiperemesis gravidarum dan resiko pre-eklampsia Dalam studi berbasis populasi nasional ini, peneliti memperkirakan hubungan antara hiperemesis gravidarum dan gangguan disfungsi plasenta (pre-eklampsia, plasenta, kelahiran mati dan SGA). Peneliti mempelajari apakah asosiasi ini dipengaruhi oleh waktu rawat inap untuk hiperemesis gravidarum. METODE Penelitiian ini dilakukan dengan cara penelitian kohort pada populasi dari semua kehamilan yang tercatat pada Swedish Medical Birth Register ,dimulai pada 1 Januari 1997 atau setelahnya dan berakhir pada kelahiran tunggal pada tanggal 31 Desember 2009 atau 1

Upload: maria-rudi

Post on 12-Dec-2014

64 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I.docx

BAB I

ULASAN JURNAL

Pre-eklampsia, plasenta, kelahiran mati dan kecil masa kehamilan (SGA) berhubungan dengan

plasentasi yang abnormal. Human Chorionic Gonadotropin (hCG) mungkin merupakan regulator

penting dari proses yang kompleks. Pada trimester kedua, hCG-H berkurang menjadi kurang dari 1 %

dari total hCG. Peningkatan kadar hCG pada trimester kedua bisa terjadi dari hasil migrasi trofoblas

ke dalam arteri spiral pada trimester pertama dan plasenta yang hipoksia merangsang sekresi varian

lain dari hCG. Rendahnya kadar hCG trimester pertama dan meningkat pada trimester kedua

berhubungan dengan perkembangan selanjutnya pada pre-eklampsia dan SGA.

Dalam analisis meta baru-baru ini, peningkatan risiko SGA sering dilaporkan pada wanita dengan

hiperemesis gravidarum, tapi gangguan disfungsi plasenta tidak dievaluasi. Peneliti menemukan

hanya satu studi hiperemesis gravidarum dan gangguan disfungsi plasenta, yang mendukung

hubungan yang lemah antara hiperemesis gravidarum dan resiko pre-eklampsia

Dalam studi berbasis populasi nasional ini, peneliti memperkirakan hubungan antara hiperemesis

gravidarum dan gangguan disfungsi plasenta (pre-eklampsia, plasenta, kelahiran mati dan

SGA). Peneliti mempelajari apakah asosiasi ini dipengaruhi oleh waktu rawat inap untuk hiperemesis

gravidarum.

METODE

Penelitiian ini dilakukan dengan cara penelitian kohort pada populasi dari semua kehamilan yang

tercatat pada Swedish Medical Birth Register ,dimulai pada 1 Januari 1997 atau setelahnya dan

berakhir pada kelahiran tunggal pada tanggal 31 Desember 2009 atau sebelumnya (n = 1 156 050).

Kehamilan dengan hiperemesis gravidarum diklasifikasikan menjadi trimester pertama hiperemesis

gravidarum, yaitu ibu dengan keluhan hiperemesis yang datang ke rumah sakit sebelum 12 minggu

kehamilan selesai (n = 10 186), dan trimester kedua hiperemesis gravidarum, ibu yang datang dengan

keluhan pertama antara 12 dan 21 minggu kehamilan (n = 2084). Ketika menganalisis risiko SGA,

peneliti tidak memasukan bayi lahir mati dan kelahiran dengan hilang atau terjadi kesalahan

klasifikasi informasi tentang berat lahir dan / atau usia kehamilan (n = 5036), Jadi selurah total

seluruh data yang dipakai adalah 1 146 142 kelahiran.

Diperkirakan rasio dengan confidence interval 95% untuk gangguan disfungsi plasenta pada wanita

dengan diagnosis rawat inap hiperemesis gravidarum, dengan menggunakan wanita tanpa diagnosis

rawat inap hiperemesis gravidarum sebagai referensi. Risiko disesuaikan dengan usia ibu, paritas,

indeks massa tubuh, tinggi badan, merokok, hidup bersama dengan ayah bayi, jenis kelamin bayi, ibu

1

Page 2: BAB I.docx

negara itu lahir, pendidikan, kehadiran hyperthyreosis, diabetes mellitus pregestational, hipertensi

kronis dan tahun kelahiran bayi.

Pre-eklamsia diidentifikasi oleh ICD-10 kode o14-15. Peneliti tidak memiliki informasi mengenai

usia kehamilan saat awal pre-eklampsia di MBR. Oleh karena itu peneliti mengkategorikan, pre-

eklampsia menjadi preterm (lahir sebelum 37 minggu kehamilan) dan aterm (lahir pada 37 minggu

kehamilan atau lambat) pre-eklampsia. Pre-eklamsia didefinisikan sebagai tekanan darah lebih dari

atau sama dengan 140/90 mmHg, dikombinasikan dengan proteinuria (≥ 0,3 g/24 jam) yang terjadi

setelah 20 minggu kehamilan. Kualitas diagnosis pre-eklampsia pada MBR telah divalidasi

sebelumnya. Abrupsio plasenta diidentifikasi oleh ICD -10 kode Ø45. Definisi klinis Aburptio

plasenta adalah pemisahan prematur pada plasenta. Lahir mati didefinisikan sebagai kematian janin

terjadi pada usia kehamilan 28 minggu atau lebih.SGA didefinisikan sebagai berat lahir dari dua

standar deviasi atau lebih di bawah berat lahir rata-rata untuk usia kehamilan sesuai dengan kurva

pertumbuhan janin spesifik Swedia. Kami mendefinisikan kelahiran dengan berat lahir adalah berat

lahir untuk usia kehamilan lima atau lebih satandar deviasi diatas atau di bawah rata-rata untuk usia

kehamilan.

Hasil yang menjadi penelitian adalah gangguan disfungsi plasenta, yaitu pre-eklampsia, plasenta,

kelahiran mati dan kecil untuk usia kehamilan (SGA).

Hasil

Dalam kehamilan dengan hiperemesis gravidarum, ibu yang masuk pertama kali ke rumah sakit pada

trimester pertama umumnya lebih tua, lebih sering yang multigravida, dengan berat badan normal

(BMI <25,0), bukan perokok, mengharapkan bayi perempuan dan dari negara non-Nordik

dibandingkan dengan ibu yang masuk pertama kali ke rumah sakit pada trimester kedua (Tabel 1)

Tabel 1. Karakteristik sosiodemografi dan klinis wanita melahirkan bayi tunggal di Swedia antara tahun

1997 dan 2009 yang dirawat inap untuk hiperemesis gravidarum

Karakteristik

Ibu

Nomo

r

Hiperemesis

Tidak Ya

(N = 1 142

763)

Trimester Pertama (n =

10 186)

Trimester Kedua (n =

2084)

Rate (%) Rate (%) Rate (%)

Usia (tahun)

<25,0 172

336

14.9 22.1 29.1

25.0-29.9 358 31.1 34.2 33.9

2

Page 3: BAB I.docx

454

30.0-34.9 400

752

34.8 28.8 23.9

> 35,0 221

216

19.2 15.0 13.1

Data yang

hilang

2.275

Paritas

1 512

358

44.4 42.2 51.5

2-3 573

721

49.7 49.8 42.7

≥ 4 68 954 6.0 8.1 5.8

BMI (kg / m 2)

<18,5 23 728 2.3 6.6 5.1

18.5-24.9 621

409

61.5 62.4 55.5

25.0-29.9 254

741

25.2 21.7 25.2

> 30,0 110

802

11.0 9.3 14.2

Data yang

hilang

144

353

Tinggi (cm)

100-161 236

543

21.9 30.2 26.2

162-171 609

875

56.8 52.8 55.0

≥ 172 228

443

21.3 17.0 18.8

Data yang

hilang

80 172

Merokok (rokok / hari)

0 982

936

90.5 96.9 92.8

1-9 73 935 6.8 2.4 5.7

3

Page 4: BAB I.docx

≥ 10 28 547 2.6 0.7 1.4

Data yang

hilang

69 615

Hidup dengan ayah bayi

Ya 1 029

104

97.7 96.2 96.2

Tidak 24 249 2.3 3.8 3.8

Data yang

hilang

101

631

Jenis kelamin bayi

Perempuan 560

285

48.4 55.5 50.3

Laki-laki 594

489

51.6 44.5 49.7

Data yang

hilang

258

Negara kelahiran ibu

Nordic 943

877

83.0 59.2 69.6

Non-Nordic 197

131

17.0 40.8 30.4

Data yang

hilang

14 025

Pendidikan (tahun)

≤ 9 108

784

9.7 18.5 18.0

10-12 478

942

42.9 46.3 47.0

13-14 159

319

14.3 13.2 11.8

≥ 15 367

775

33.1 22.0 23.3

Data yang

hilang

40 213

Hyperthyreosis

Ya 565 0.05 0.18 0.10

4

Page 5: BAB I.docx

Tidak 1 154

468

99.95 99.82 99.90

Pregestational diabetes

Ya 7353 0.6 0.8 1.3

Tidak 1 147

680

99.4 99.2 98.7

Hipertensi Kronis

Ya 6971 0.6 0.4 0.8

Tidak 1 148

062

99.4 99.6 99.2

Dibandingkan dengan kehamilan tanpa hiperemesis gravidarum, kehamilan dengan hiperemesis

gravidarum memiliki sedikit peningkatan risiko pre-eklampsia, terutama preterm pre-

eklampsia. Ketika dibandingkan antara hiperemesis gravidarum pada trimester pertama dan kedua,

terlihat hubungan kuat antara hiperemesis gravidarum dan pre-eklamsia. Telah diamati antara kedua

trimester hiperemesis gravidarum dan preterm pre-eklampsia, di mana risiko meningkat lebih dari dua

kali lipat(Tabel 2 ).

Tabel 2. Hiperemesis gravidarum dan risiko pre-eklampsia

Hiperemesi

s

gravidarum

Pre-eklampsia

Preterm atau aterm Preterm (<37 minggu) Term (≥ 37 minggu)

Jumla

h

Rat

e

(%)

AOR a (95%

CI)

Jumla

h

Rate

(%)

AOR a (95%

CI)

Jumla

h

Rate

(%)

AOR a (9

5% CI)

Tidak 31 847 2.8 Referensi 7322 0.6 Referensi 24 525 2.1 Referensi

Ya 374 3.0 1.19 (1.05-

1.34)

101 0.8 1,36 (1.09-

1.70)

273 2.2 1,13

(0.98-

1.30)

Trimester

pertama

(<12

minggu)

294 2.9 1.17 (1.02-

1.34)

72 0.7 1.19 (0.91-

1.55)

222 2.2 1.16

(0.99-

1.35)

Trimester

kedua(12-21

minggu)

80 3.8 1.26 (0.98-

1.63)

29 1.4 2,09 (1.38-

3.16)

51 2.4 1.01

(0.73-

1.40)

5

Page 6: BAB I.docx

AOR, rasio odds yang disesuaikan, CI, confidence interval.

Penyesuaian dibuat untuk usia ibu, paritas, indeks massa tubuh, tinggi badan, merokok,

hidup bersama dengan ayah bayi, jenis kelamin bayi, negara ibu lahir dan tahun pendidikan

formal, kehadiran hyperthyreosis, diabetes pregestational atau hipertensi kronis, dan tahun

kelahiran bayi.

Dibandingkan dengan kehamilan tanpa hiperemesis gravidarum, kehamilan dengan hiperemesis

gravidarum dikaitkan dengan peningkatan risiko hampir 50% dari abruption plasenta dan sedikit

peningkatan risiko dari kelahiran SGA. Ketika membandingkan antara hiperemesis gravidarum

trimester pertama dan trimester kedua, terdapat peningkatan risiko lebih dari tiga kali lipat terjadinya

abruption plasenta dan 39% peningkatan risiko SGA.  Hiperemesis gravidarum pada trimester

pertama tidak bermakna bila dikaitkan dengan placental abruption dan SGA. Kami tidak menemukan

hubungan antara hiperemesis gravidarum dan risiko lahir mati (Tabel 3 ).

Tabel 3. Hiperemesis gravidarum dan risiko plasenta abruption, kelahiran mati dan melahirkan bayi kecil

untuk usia kehamilan (SGA)

Hiperemesis

gravidarum

Plasenta abruption Bayi lahir mati Kecil untuk usia kehamilan

Juml

ah

Rate

(%)

AOR (95%

CI)

Juml

ah

Rate

(%)

AOR  (95%

CI)

Juml

ah

Rate

(%)

AOR (95

% CI)

Tidak 4652 0.4 Referensi 3628 0.3 Referensi 26

683

2.4 Referensi

Ya 64 0.5 1,47 (1.10-

1.95)

41 0.3 0.99 (0.68-

1.44)

381 3.1 1.18 (1.04-

1.33)

Trimester

pertama (<12

minggu)

42 0.4 1,13 (0.80-

1.61)

35 0.3 0.95 (0.62-

1.44)

298 2.9 1,13 (0.99-

1.30)

Termester

kedua (12-21

minggu)

22 1.1 3,07 (1.88-

5.00)

6 0.3 1.18 (0.53-

2.64)

83 4.0 1.39 (1.06-

1.83)

AOR, rasio odds yang disesuaikan, CI, confidence interval.

1. Hanya kelahiran ≥ 28 minggu kehamilan dimasukkan.

2. Didefinisikan sebagai bayi lahir-hidup dengan berat lahir untuk usia kehamilan kurang dari dua

standar deviasi di bawah kurva pertumbuhan janin spesifik Swedia.

6

Page 7: BAB I.docx

3. Penyesuaian dibuat untuk usia ibu, paritas, indeks massa tubuh, tinggi badan, merokok, hidup

bersama dengan ayah bayi, jenis kelamin bayi, negara ibu lahir dan tahun pendidikan formal,

kehadiran hyperthyreosis, diabetes pregestational atau hipertensi kronis, dan tahun kelahiran bayi.

DISKUSI

Penelitian ini menunjukkan peningkatan risiko pre-eklampsia, abruption plasenta dan kelahiran SGA

pada wanita yang mengalami hiperemesis gravidarum. Risiko secara khusus terkait dengan rawat inap

untuk hiperemesis gravidarum pada trimester kedua. Pre-eklampsia, plasenta dan kelahiran SGA

terkait dengan plasentasi abnormal, maka dari itu, temuan ini menunjukkan adanya hubungan antara

plasentasi abnormal dan hiperemesis gravidarum yang terlihat dalam trimester kedua.

Kekuatan utama dari studi ini meliputi desain berbasis populasi nasional, dimana data yang

dikumpulkan prospektif. Ukuran sampel yang besar memungkinkan untuk pembanding hiperemesis

gravidarum dengan trimester rawat inap. Kontrol untuk sejumlah besar pembaur dipakai, seperti BMI,

status sosial ekonomi, merokok dan beberapa penyakit kronis ibu. Karakteristik ibu tersebut

sebelumnya telah sebagian besar menjelaskan peningkatan risiko dari hasil kehamilan yang buruk,

setidaknya SGA kelahiran, pada kehamilan dengan hiperemesis gravidarum. Namun, tidak dapat

diabaikan bahwa temuan sebagian mungkin akibat dari pembaur yang terukur.

Salah satu kelemahan dari studi ini adalah kurangnya konsensus mengenai definisi hyperemesisis

berat, dan fakta bahwa peneliti tidak memiliki informasi tentang awal gejala hiperemesis gravidarum,

terlepas dari informasi mengenai tanggal masuk pertama ke rumah sakit. Peneliti tidak memiliki

informasi tentang diet ibu, penurunan berat badan atau berat badan kurang selama kehamilan.  Berat

badan / berat badan rendah selama kehamilan telah terbukti menjadi faktor risiko dari SGA, tetapi

memiliki hubungan negatif dengan risiko pre-eklampsia.  Berbeda dengan risiko pre-eclampsia,

sebagian ibu dengan hiperemesis gravidarum meningkatkan risiko SGA mungkin dimediasi oleh

kurangnya kenaikan berat badan pada kehamilan aterm dengan hiperemesis gravidarum.

Temuan peningkatan risiko pre-eklampsia pada wanita dengan hiperemesis merupakan hasil dari

peneelitian yang sudah ada.  Namun, penelitian ini telah meningkatkan pengetahuan tentang

hubungan antara gangguan. Pre-eklampsia preterm memiliki hubungan yang lebih kuat daripada pre-

eklampsia aterm pada remodeling spiral arteri yang tidak memadai dan tidak lengkap.Penemuan

hubungan yang lebih kuat antara hiperemesis gravidarum pada trimester kedua dan preterm pre-

eklampsia menunjukkan bahwa hiperemesis gravidarum dapat dikaitkan dengan plasentasi abnormal.

Beberapa penelitian awal telah menunjukkan hubungan antara hiperemesis gravidarum dan kelahiran

SGA. Sebuah meta-analisis ini menemukan peningkatan risiko 28% lahir SGA pada wanita dengan

hiperemesis gravidarum. Hiperemesis gravidarum pada trimester kedua tampaknya menjadi sedikit

7

Page 8: BAB I.docx

lebih kuat berhubungan dengan kelahiran SGA daripada hiperemesis gravidarum pada trimester

pertama.

Hubungan antara abruption plasenta dan hiperemesis gravidarum ditemukan dalam penelitian ini,

tetapi peningkatan risiko hanya terlihat pada hiperemesis gravidarum yang dimulai pada trimester

kedua. Dalam populasi ini, tidak ada hubungan antara kelahiran mati dan hiperemesis gravidarum. Ini

bisa jadi karena lahir mati adalah kondisi yang sangat langka dan ukuran sampel terlalu kecil untuk

menunjukkan asosiasi.

Hiperemesis gravidarum dikaitkan dengan tingginya kadar hCG. Tingginya kadar hCG pada trimester

kedua bisa terjadi karena mekanisme kompensasi migrasi awal trofoblas dan invasi arteri

spiral. Dengan demikian, plasentasi abnormal dapat menyebabkan tingginya tingkat hCG dalam

trimester kedua, yang kemudian menyebabkan hiperemesis gravidarum dengan onset terlambat

(trimester 2).

Namun, ada beberapa penjelasan yang mungkin, Hiperemesis gravidarum adalah contoh klasik dari

interaksi faktor biologis dan psikososial. Ada beberapa asosiasi dengan tiroksin yang tinggi dan kadar

estradiol. hCG secara struktural mirip dengan thyroid-stimulating hormone dan peningkatan produksi

tiroksin dikaitkan dengan hiperemesis gravidarum. Wanita dengan hiperemesis pada trimester kedua

mungkin memiliki rangsangan tiroksin yang tertunda, dibandingkan dengan wanita dengan hiperemesi

pada trimester pertama. Hal ini dapat mempengaruhi plasentasi, menurut studi sebelumnya, telah

menunjukkan hubungan antara hyperthyreosis dan gangguan disfungsi plasenta. Pre-eklampsia

sebagian besar terkait dengan kadar estradiol yang rendah

Sebagai kesimpulan, penelitian ini telah menunjukkan hubungan antara hiperemesis

gravidarum yang didiagnosis pada trimester kedua dengan gangguan disfungsi plasenta, yaitu

preterm pre-eklampsia, placental abruption dan SGA.

8

Page 9: BAB I.docx

BAB II

ANALISA

Penelitian ini mengenai hubungan Hiperemesis Gravidarum dengan disfungsi plasenta yaitu, pre-

eklampsia, plasental absurption, janin lahir mati dan kecil masa kehamilan. Pada buku-buku teks

book, seperti Obstetric williams dan Ilmu kebidanan sarwono, penjelasan mengenai hiperemesis

gravidarum masih sangat terbatas, minimnya penjelasan tentang komplikasi dari hiperemesis

gravidarum. Dari buku Ilmu kebidanan Sarwono, pembahasan tentang hiperemesis hanya sebatas

hiperemesis gravidarum dapat menyebabkan defisinsi tiamin (B1) dan menyebabkan penurunan berat

badan yang kronis yang akan meningkatkan kejadian gangguan pertumbuhan janin.

Hasil dari studi ini dapat dikatakan kuat, karena meliputi desain berbasis populasi nasional, dimana

data yang dikumpulkan prospektif. Ukuran sampel yang besar memungkinkan untuk menjadi

pembanding yang lebih akurat. Kontrol untuk sejumlah besar pembaur pun dipakai, seperti BMI,

status sosial ekonomi, merokok dan beberapa penyakit kronis ibu. Sehingga bias pun dapat

diminimalkan. Namun, tidak dapat diabaikan bahwa temuan sebagian mungkin akibat dari bias yang

lain.

Beberapa kelemahan dari studi ini adalah kurangnya konsensus mengenai definisi hyperemesisis

berat, dan fakta bahwa peneliti tidak memiliki informasi tentang awal gejala hiperemesis gravidarum,

terlepas dari informasi mengenai tanggal masuk pertama ke rumah sakit. Peneliti tidak memiliki

informasi tentang diet ibu, penurunan berat badan atau berat badan kurang selama kehamilan.  Berat

badan / berat badan rendah selama kehamilan telah terbukti menjadi faktor risikodari SGA, tetapi

memiliki hubungan negatif dengan risiko pre-eklampsia.  Berbeda dengan risiko pre-eclampsia,

sebagian ibu dengan hiperemesis gravidarum meningkatkan risiko SGA mungkin dimediasi oleh

kurangnya kenaikan berat badan pada kehamilan aterm dengan hiperemesis gravidarum.

Harus dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai hubungan antara hiperemesis gravidarum dengan

resiko kelainan disfungsi plasenta (pre-eklampsi, plasenta abruption, lahir mati, dan kecil masa

kehamilan), serta dicari hubungan dari segi patofisiologi, hormonal, dan penelitian yang lainnya.

9

Page 10: BAB I.docx

BAB III

PENUTUP

Penelitian ini menggunakan metode populasi kohort, dengan jumlah data 1.156.050

Wanita dengan hiperemesis gravidarum pada trimester pertama hanya memiliki sedikit

peningkatan risiko pre-eklampsia. Wanita dengan hiperemesis gravidarum pada trimester

kedua memiliki resiko lebih dari dua kali lipat untuk terjadi preterm pre-eklampsia (<37

minggu), resiko tiga kali lipat plasenta abruption, dan 39% peningkatan resiko kelahiran bayi

kecil masa kehamilan (SGA)

Dari penelitian, terdapat hubungan antara hiperemesis gravidarum dengan gangguan disfungsi

plasenta, terutama pada wanita dengan hiperemesis gravidarum pada trimester kedua.

Masih harus dilakukan penelitian lebih lanjut.

10