bab i · web viewada pula penduduk yang membawa pisang ataupun buah-buahan yang lain. berbagai...

36
UPACARA KHORMAT BUMI DI DESA SUKOHARJO MARGOREJO KABUPATEN PATI By Drs. Amal Hamzah, M.Pd. Guru SMA Negeri 1 Pati PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia memiliki kekayaan tradisi yang senantiasa dipelihara dan dikembangkan sejak nenek moyang hingga sekarang. Tradisi sengaja diciptakan dan dipelihara terus dalam rangka memelihara keselarasan, ketentraman dan mempertahankan hidup. Tradisi merupakan bagian dari kebudayaan yang diciptakan manusia dalam rangka mempertahankan dan mengembangkan identitas atau jati diri suatu kelompok masyarakat. Tradisi selalu dipertahankan agar tercipta harmoni atau keselarasan dalam kehidupan masyarakat itu sendiri. Masyarakat pra-sejarah atau dikenal juga dengan masyarakat belum mengenal tulisan, dalam mewariskan nilai kepada generasi penerusnya melalui lisan. Tradisi masyarakat yang disampaikan kepada generasi penerusnya melalui lisan dan tanpa dibukukan disebut foklore. Ada tiga jenis foklore yakni foklore lisan, setengah lisan dan non-lisan. Mitos, legenda, dongeng, fabel, upacara tradisi; upacara sedekah laut, upacara sedekah gunung, upacara sedekah bumi termasuk jenis foklore setengah lisan. Foklore setengah lisan termasuk kategore cerita rakyat. Cerita rakyat ini disampaikan terus secara turun temurun kepada generasi penerusnya. Tujuan pewarisan tradisi lisan ini adalah agar generasi penerusnya mimiliki sikap menghargai dan menghormati nenek moyang dengan meneruskan dan mengembangkan tradisi ini sesuai dengan konteks zamannya. Di wilayah Kabupaten Pati, sampai saat ini terdapat beberapa foklore yang masih dipelihara dan dipertahankan oleh rakyat. Di Desa Muktiharjo Kecamatan Margorejo ada legenda tentang “ Pintu Gerbang Majapahit “. Di Desa Taman Sari Kecamatan Tlogowungu ada legenda tentang “ Sendang Sani “. Di Kelurahan Kemiri Kecamatan

Upload: trinhdung

Post on 27-Mar-2018

246 views

Category:

Documents


14 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I · Web viewAda pula penduduk yang membawa pisang ataupun buah-buahan yang lain. Berbagai jenis ambengan itu diletakkan di atas tikar yang sudah digelar di pelataran punden Mbah

UPACARA KHORMAT BUMI DI DESA SUKOHARJO MARGOREJO KABUPATEN PATI

By Drs. Amal Hamzah, M.Pd.Guru SMA Negeri 1 Pati

PENDAHULUANA. Latar Belakang Masalah

Bangsa Indonesia memiliki kekayaan tradisi yang senantiasa dipelihara dan dikembangkan sejak nenek moyang hingga sekarang. Tradisi sengaja diciptakan dan dipelihara terus dalam rangka memelihara keselarasan, ketentraman dan mempertahankan hidup. Tradisi merupakan bagian dari kebudayaan yang diciptakan manusia dalam rangka mempertahankan dan mengembangkan identitas atau jati diri suatu kelompok masyarakat. Tradisi selalu dipertahankan agar tercipta harmoni atau keselarasan dalam kehidupan masyarakat itu sendiri.

Masyarakat pra-sejarah atau dikenal juga dengan masyarakat belum mengenal tulisan, dalam mewariskan nilai kepada generasi penerusnya melalui lisan. Tradisi masyarakat yang disampaikan kepada generasi penerusnya melalui lisan dan tanpa dibukukan disebut foklore. Ada tiga jenis foklore yakni foklore lisan, setengah lisan dan non-lisan. Mitos, legenda, dongeng, fabel, upacara tradisi; upacara sedekah laut, upacara sedekah gunung, upacara sedekah bumi termasuk jenis foklore setengah lisan. Foklore setengah lisan termasuk kategore cerita rakyat. Cerita rakyat ini disampaikan terus secara turun temurun kepada generasi penerusnya. Tujuan pewarisan tradisi lisan ini adalah agar generasi penerusnya mimiliki sikap menghargai dan menghormati nenek moyang dengan meneruskan dan mengembangkan tradisi ini sesuai dengan konteks zamannya.

Di wilayah Kabupaten Pati, sampai saat ini terdapat beberapa foklore yang masih dipelihara dan dipertahankan oleh rakyat. Di Desa Muktiharjo Kecamatan Margorejo ada legenda tentang “ Pintu Gerbang Majapahit “. Di Desa Taman Sari Kecamatan Tlogowungu ada legenda tentang “ Sendang Sani “. Di Kelurahan Kemiri Kecamatan Pati ada legenda tentang “ Genuk Kemiri, Rondo Kuning, Roro Mendut, Sirwendo Janurwendo, Sungai Jiglong, Ondo Rante “ Di Desa Sukoharjo Kecamatan Margorejo ada legenda tentang “. Mbah Kyai Cukrung, KH Muhammad Hendro Kusumo, Kyai Murtomo, Kyai Sholeh dan ada upacara Sedekah Bumi “.

Sedekah Bumi bagi masyarakat Pati, adalah suatu tradisi tahunan yang selalu diselenggarakan, khususnya bagi warga Desa Sukoharjo Kecamatan Margorejo Kabupaten Pati. Upacara sedekah bumi bagi warga Desa Sukoharjo disebut juga dengan upacara khormat bumi. Kedua istilah ini tidak memiliki subtansi perbedaan, yang ada adalah hanya istilah penyebutan. Tradisi upacara sedekah bumi atau khormat bumi memiliki subtansi yang sama yaitu suatu kegiatan yang dilakukan secara bersama-sama dengan memberi sedekah makanan atau hasil pertanian, memanjatkan doa kepada Tuhan atas keberkahan yang telah dilimpahkan kepada seluruh penduduk desa.

Ada kepercayaan bahwa apabila upacara khormat bumi tidak dilaksanakan maka akan datang bencana bagi rakyat. Dari tahun ke tahun upacara khormat bumi mengalami perubahan dan perkembangan baik waktu penyelenggaraan,

Page 2: BAB I · Web viewAda pula penduduk yang membawa pisang ataupun buah-buahan yang lain. Berbagai jenis ambengan itu diletakkan di atas tikar yang sudah digelar di pelataran punden Mbah

prosesi, keikutsertaan warga, pemimpin upacara, alat upacara maupun hiburan. Perubahan yang paling fundamental adalah bahwa tradisi sedekah bumi yang sarat dengan ritual kepercayaan pra sejarah, sekarang sudah disesuaikan dengan ajaran agama Islam, sehingga acara pengajian umum termasuk rangkaian khormat bumi. Wayang kulit merupakan inti dari penyelenggaraan khormat bumi sedangkan ketoprak merupakan kesenian rakyat yang dihadirkan dalam upacara peringatan sedekah bumi sebagai hiburan rakyat. Wayang kulit dan ketoprak merupakan kesenian yang dapat dijumpai dalam penyelenggaraan upacara sedekah bumi di wilayah kabupaten Pati.

Upacara sedekah bumi merupakan salah satu bentuk foklore lisan yang sekarang masih tetap dipertahankan oleh masyarakat di wilayah Kabupaten Pati. Penyelenggaraan upacara sedekah bumi mendapat apresiasi dari warga masyarakat, sehingga masyarakat akan antusias dan aktif terlibat dalam kegiatan ini.

B. Rumusan MasalahDalam penelitian ini permasalahan yang akan dikaji adalah sebagai berikut

1. Bagaimanakah prosesi upacara khormat bumi yang diselenggarakan oleh masyarakat Desa Sukoharjo Kecamatan Margorejo Kabupaten Pati ?.

2. Apa saja nilai-nilai dalam upacara khormat bumi di Desa Sukoharjo Kecamatan Margorejo yang dapat diwariskan kepada generasi penerus ?

C. Tujuan PenelitianSecara umum penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan memahami

pelaksanaan upacara tradisi sedekah bumi dan adakah nilai-nilai yang dapat diwariskan kepada generasi penerus.

Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan secara mendalam :1. Prosesi upacara khormat bumi di Desa Sukoharjo Kecamatan Margorejo

Kabupaten Pati.2. Nilai-nilai dalam upacara khormat bumi di Desa Sukoharjo Kecamatan

Margorejo yang dapat diwariskan kepada generasi penerus.

D. Manfaat PenelitianHasil penelitian ini akan bermanfaat baik secara teoritis maupun praktis bagi

masyarakat luas pada umumnya, khususnya para peneleti yang mendalami berbagai tradisi yang berkembang dalam masyarakat.

Di samping itu setelah mengetahui pelaksanan unpacara sedekah bumi dan tradisi yang ada dalam masyarakat tersebut diharapkan generasi penerus dapat menanamkan nilai-nilai luhur yang terkandung dalam upacara sedekah bumi.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANA. Hasil Penelitian

1. Deskripsi LatarSecara geografis Kabupaten Pati berbatasan dengan sebelah barat

Kabupaten Kudus, sebelah timur Kabupaten Rembang, sebelah selatan Kabupaten Grobogan, sebelah tenggara Kabupaten Blora dan sebelah utara Laut Jawa. Kabupaten Pati yang memiliki luas wilayah 1.473.97 KM 2 terletak pada 6,5 s/d 7,0 Lintang Selatan dan 110,5 Bujur Timur berada pada ketinggian dari 0 m sampai 520 m di atas permukaan laut.

Page 3: BAB I · Web viewAda pula penduduk yang membawa pisang ataupun buah-buahan yang lain. Berbagai jenis ambengan itu diletakkan di atas tikar yang sudah digelar di pelataran punden Mbah

Pati merupakan kabupaten tertua jika dibandingkan dengan kabupaten tetangga lainnya, tidak mengherankan kalau Pati ditetapkan sebagai ibukota Karisidenan Pati. Menurut sejarah hari jadi Kota Pati, Pati mulai beridiri sejak tahun 1321 M, masa ketika Kerajaan Majapahit di bawah pemerintahan Jayanegara 1309 M – 1327 M. Sebelum menjadi Kabupaten Pati, ada tiga kabupaten yakni Kabupaten Carangsoka (sekarang masuk Kecamatan Wedarijaksa), Kabuapten Majasem (sekarang masuk Kecamatan Trangkil) dan Kabupaten Paranggarudo (sekarang masuk Kecamatan Winong). Adipati Kembang Jayo yang berasal dari Kadipaten Carangsoka berhasil mempersatukan ketiga kabupaten ini, kemudian ibukota dipindahkan ke Desa Kemiri dan oleh Adipati Tombronegoro dipindah ke Desa Kaborongan hingga saat ini. Hari Ulang Tahun Kota Pati ditetapkan tanggal 7 Agustus, dan setiap tanggal itu diperingati dan dirayakan terutama di Balai Desa Kemiri. Dengan latar belakang seperti itu, maka di Pati dari dahulu sampai sekarang berkembang berbagai tradisi mulai dari zaman pra sejarah, Hindu-Budha hingga Islam. Tradisi-tradisi itu hingga sekarang masih tetap dipertahankan dan dikembangkan sesuai dengan situasi dan kondisi zaman yang berkembang. Contoh tradisi yang masih berkembang hingga sekarang adalah tradisi sedekah bumi.

Di Kabupaten Pati terdapat beberapa tradisi lokal misalnya masyarakat yang tinggal di pesisir pantai menyelenggarakan upacara sedekah laut, masyarakat setempat lebih mengenal atau menamakannya sebagai tradisi lomban. Tradisi ini terdapat di Tayu dan Juwana dan dilaksanakan pada saat Hari Raya Idul Fitri memasuki hari ketujuh atau masayarakat setempat menyebut Hari Raya Ketupat. Sedangkan masyarakat yang tinggal di pedalaman memiliki tradisi lokal yang dikenal dengan sebutan Tradisi Sedekah Bumi. Tradisi lokal lainnya misalnya Khoul KH Ahmad Muttamakin di desa Kajen Margoyoso, ataupun Tradisi Meron di desa Sukolilo. Semua tradisi ini setiap tahun diselenggarakan oleh masyarakat setempat. Guru sejarah didorong untuk memasukkan tradisi lokal yaitu tradisi yang berkembang dalam masyarakat itu sebagai bahan pembelajaran sejarah guna menumbuhkan kearifan lokal.

Di Desa Sukoharjo terdapat tradisi lokal, masyarakat menyebut sebagai upacara khormat bumi, tradisi ini dilaksanakan oleh masyarakat setiap tahun dan waktu pelaksanakannya jatuh selalu pada bulat Apit atau Dzulkaidah. Tradisi lokal masyarakat Desa Sukoharjo ini dimulai dengan adanya legenda Mbah Gamirah di Dusun Cacah, Sukoharjo. Dalam legenda itu dikisahkan, asal usul nama Dusun Cacah, dan tradisi lokal ini memiliki makna yang sangat mendalam bagi penduduk Desa Sukoharjo.

2. Sajian Dataa. Prosesi Upacara Khormat Bumi1) Setting Desa Sukoharjo

Desa Sukoharjo memiliki luas lahan 446,327 ha, jumlah penduduk 5517 jiwa terdiri 2665 laki-laki dan 2852 perempuan, termasuk salah satu desa di Kecamatan Margoreo, Kabupaten Pati. Desa Sukoharjo mulai tahun 2009 dipimpin oleh Suko Wahono terdiri dari 5 dusun, yakni Dusun Cacah, Dusun Jagan, Dusun Gemiring, Dusun Gambiran dan Dusun Gebyaran. Desa Sukoharjo sebelah barat berbatasan dengan Desa Banyu Urip dan Langse, sebelah utara dengan Desa Mataraman dan Muktiharjo, sebelah timur dengan Desa Puri dan

Page 4: BAB I · Web viewAda pula penduduk yang membawa pisang ataupun buah-buahan yang lain. Berbagai jenis ambengan itu diletakkan di atas tikar yang sudah digelar di pelataran punden Mbah

Plangitan, sebelah selatan berbatasan dengan desa Dadirejo dan Desa Sukobubuk. Dusun Gambiran, Desa Sukoharjo termasuk salah satu dusun yang memiliki peran penting dalam penyebaran agama Islam di kawasan Pati dan sekitarnya. Dusun Gambiran sekitar abad ke-16 sudah berdiri masjid yang digunakan Mbah Cungkrung untuk menyebarkan agama Islam. Mbah Cungkrung sebagai salah satu murid Sunan Muria memiliki tugas mengembangkan agama Islam di lereng Gunung Muria bagian selatan. Sebagai bukti bahwa Dusun Gambiran memiliki tradisi sejarah yang panjang adalah di dusun ini terdapat tujuh komplek pemakaman umum, yaitu Makam kompleks Masjid Baiturrohim termasuk Makam Penghulu Pati, makam Tegalkerti, makam Buduk terletak di RT 02 RW 04, makam Cikar terletak di RT 01 RW 04, makam keluarga Mbah Kyai Murtomo (salah satu panglima perang Pangeran Diponegoro yang menguasai wilayah Pati dan sekitarnya), makam Mbah KHR Sholeh (pembesar dari Kabupaten Pati), dan makam Mbah Syeh Muhamad Hendro Kusumo (putra KH Ahmad Muttamakin), terletak di RT 03 RW 04. Berbagai peninggalan sejarah sampai saat ini masih tetap dipelihara dan dikembangkan oleh pemerintah desa Sukoharjo maupun masyarakat. Setiap tangal 1 Suro/Muharram diadakan khoul/peringatan wafatnya Mbah Cukrung, 10 Suro/Muharram diadakan khoul Mbah Kyai Murtomo, 15 Rajab khoul Mbah KH Raden Sholeh dan 27 Rajab khoul Mbah KH Muhamad Hendro Kusumo. Berbagai tradisi lokal ini dapat dikaji dan direkonstruksi sebagai bahan pembelajaran bagi generasi penerus.

Tradisi khormat bumi yang berasal dari Dusun Cacah oleh Pemerintah Desa Sukoharjo ditetapkan sebagai upacara bersih desa bagi seluruh warga desa (Wawancara dengan Suko Wahono 14 Nopember 2009). Tradisi khormat bumi sudah berlangsung lama, dari generasi ke generasi berikutnya, ada yang tetap namun ada yang berubah, perubahan ini tentu disesuaikan dengan kondisi zaman yang berubah. Tradisi khormat bumi merupakan peninggalan masyarakat pra sejarah, sehingga ritual yang dilaksanakan juga sesuai kepercayaan masyarakat pada saat itu yang memuja roh nenek moyang. Ketika masyarakat secara mayoritas menganut agama Islam, maka tradisi sedekah bumi tetap dilestarikan, perubahan terjadi pada doa yang disampaikan, bukan lagi ditujukan kepada nenek moyang melainkan doa ditujukan kepada Tuhan Yang Maha Esa yaitu Allah SWT (wawancara dengan Fadholi 14 Nopember 2010). Perubahan terjadi juga pada dimasukkannya aspek hiburan, sehingga rangkaian acara sedekah bumi meliputi selamatan di punden Mbah Gamirah, pertunjukan wayang kulit sebagai sarana ruwat, pertunjukan ketoprak dan pengajian umum di balai desa.

Inti upacara khormat bumi adalah kegiatan selamatan dengan membawa berbagai macam hasil pertanian yang berupa buah-buahan dan nasi di nampan atau baki, dihadapi secara bersama-sama, setelah doa dibacakan selesai, maka nasi dan buah-buahan itu dimakan secara bersama-sama. Doa yang dibaca adalah permohonan kepada Tuhan agar warga desa mendapat keselamatan dijauhkan dari segala bencana baik bencana alam yang berupa angin lisus, banjir, tanah losor maupun bencana penyakit baik bagi manusia, hewan peliharaan muapun bagi tananam. Doa itu juga meminta agar warga desa diberkai rizki yang melimpah, bagi petani tanaman yang dihasilkan melimpah, bagi peternak hewan peliharaan gemuk-gemuk dan beranak banyak, bagi pedagang ketika berjaulan dagangan laris mendapat keuntungan yang banyak begi para karyawan mendapatkan gaji yang banyak hingga mendapatkan kesejahteraan. Menurut Martono, secara umum doa

Page 5: BAB I · Web viewAda pula penduduk yang membawa pisang ataupun buah-buahan yang lain. Berbagai jenis ambengan itu diletakkan di atas tikar yang sudah digelar di pelataran punden Mbah

itu menginginkan agar Tuhan menjadikan desa Sukoharjo sebagai desa yang toto tentrem gemah ripah loh jinawi (wawancara dengan Martono pada 14 Nopember 2010).a) Persiapan

Tradisi sedekah bumi bagi masyarakat desa Sukoharjo sudah menjadi agenda rutin tahunan, sehingga ketika akan dilaksanakan kegiatan itu sudah direncanakan terlebih dahulu. Apalagi mengingat kegiatan sedekah bumi bukan lagi milik masyarakat tetapi secara formal sudah diambil alih oleh pemerintah Desa Sukoharjo. Oleh karena itu semua yang berkenaan dengan biaya penyelenggaraan ditanggung oleh pemerintah desa, mulai dari biaya wayang kulit, ketoprak, pengajian bahkan konsumsi. Masyarakat tidak dipungut biaya sepersenpun untuk melaksanakan kegiatan upacara khormat bumi. Dana pelaksanaan upacara khormat bumi, oleh pemerintah desa dialokasikan melalui Anggaran Pendapatan Belanja Desa (APBDes) yang diperoleh melalui lelang bengkok desa yang khusus dialokasikan pada biaya upacara khormat bumi biasa disebut dengan bengkok wayangan. Lelang bengkok desa dilaksanakan setiap tahun pada bulan Oktober, dengan pertimbangan penggarap akan memperoleh lahan garapannya pada bulan Nopember.

Menjelang pelaksanaan upacara khormat bumi, secara resmi pemerintah desa Sukoharjo mengundang berbagai kalangan mulai dari pengurus Rukun Warga (RW), Rukun Tetangga (RT), lembaga desa; Badan Permusyawaratan Desa (BPD), Lembaga Pemberdayaan Desa (LPMD), tokoh masyarakat dan perangkat desa untuk membahas pelaksanaan upacara khormat bumi. Rapat dilaksanakan pada hari Kamis, 23 Oktober 2009 mulai pukul 14.00 WIB - !7.30 WIB bertempat di Balai Desa Sukoharjo. Rapat dipimpin oleh kepala desa membahas mulai dari pembentukan panitia, acara dalam sedekah bumi hingga penghitungan biaya yang harus dikeluarkan. Panitia dibentuk dari berbagai unsur yang diundang, khusus ketua panitia diambil dari perangakat desa yakni sekretaris desa. Rapat juga membicarakan susunan acara yang akan dilaksanakan. Untuk tahun 2009 rangkaian acara upacara khormat bumi dimulai dari pengajian umum di balai desa ditetapkan hari Kamis, 12 Nopember 2009 pukul 20.00 WIB dengan mubaligh dari Salatiga KH Mahasin, pada hari Jum’at 13 Nopember 2009 pukul 06.00 – 09.00 WIB selamatan di punden Mbah Gamirah, di tempat yang sama pukul 09.00 – 16.00 dilaksanakan pertunjukan wayang dan sekaligus acara ruwatan. Pada malam harinya bertempat di Balai Desa mulai pukul 20.00 – 03.30 WIB dilaksanakan hiburan ketoprak (wawancara dengan Nurhamid pada 15 Nopember 2010).

Untuk memantapkan acara khormat bumi, maka panitia sedikitnya mengadakan rapat satu kali lagi guna membahas dan memantapkan rencana kegiatan. Rapat dilaksanakan pada tanggal 6 Nopember 2010 di Balai Desa Sukoharjo. Rapat ini untuk membicarakan berbagai masukan dari masyarakat, kendala yang dihadapi, siapa saja yang harus diundang dalam setiap acara, termasuk kesiapan panitia dalam memenuhi segala keperluan dalam acara sedekah bumi. Perlengkapan misalnya tratag, sound sistem, kursi, penerangan, panggung juga dibahas. Keamanan, humas, dokumentasi dan konsumsi juga turus dibicarakan. Panitia akan memastikan dengan rapat yang diadakan, maka persiapan upacara khormat bumi diharapkan memenuhi harapan semua pihak (wawancara dengan Nurhamid pada 15 Nopember 2010).

Page 6: BAB I · Web viewAda pula penduduk yang membawa pisang ataupun buah-buahan yang lain. Berbagai jenis ambengan itu diletakkan di atas tikar yang sudah digelar di pelataran punden Mbah

b) PelaksanaanRangkaian acara upacara khormat bumi dimulai pada hari Kamis, 12

Nopember 2009. Di Dusun Gambiran, Gebyaran dan Gemiring di masjid masing-masing dusun mulai pukul 18.15 WIB dilaksanakan selamatan. Setiap kepala keluarga membawa nasi besek/kardus sebanyak dua untuk dikumpulkan di masjid. Orang yang mengerti agama atau alim atau modin ditunjuk untuk memimpin selamatan. Sebelum membaca doa, modin memberi nasehat kepada warga tentang inti acara sedekah bumi, yaitu memohon keselamatan dan keberkahan untuk seluruh warga desa, dengan memberi sodaqoh berupa makanan atau hasil bumi, semoga Tuhan Yang Maha Kuasa akan menjadikan desa ini menjadi desa baldatun toyibatun warabun ghofur atau gemah ripah loh jinawi maksudnya adalah desa yang tenteram damai dan sejahtera. Selesai pembacaan doa, dilanjutkan dengan acara makan nasi besekan dan ada sebagian yang langsung membawa pulang. (observasi dilaksankan pada hari Kamis, 12 Nopember 2010 di Masjid Gambiran)

Selesai hajatan di masjid, dilanjutkan di balai desa dengan acara pengajian umum yang di isi oleh mubaligh dari Salatiga yakni KH Mahasin. Pengajian ini diawali dengan lagu-lagu qasidah sebagai pra-pembukaan. Para hadirin bersama-sama dengan pembawa acara membaca surat Al Fatihah untuk membuka pengajian. surat Al Fatihah yang memiliki arti pembukaan terdiri dari tujuh ayat, bagi umat Islam surat Al Fatihah memiliki kedudukan istimewa karena dalam setiap kegiatan atau acara-acara yang diselenggarakan ketika acara pembukaan diawali terlebih dahulu dengan membaca surat Al Fatihah. Dengan membaca surat Al Fatihah diharapkan seluruh rangkaian acara upacara khormat bumi yang akan dilaksanakan dapat berjalan lancar tidak ada halangan apapun. Selanjutnya sambutan-sambutan. Sambutan yang pertama kali disampaikan oleh ketua panitia, yakni Nur Hamid. Dalam sambutannya ketua panitia menyampaikan ucapan terimakasih kepada semua pihak atas segala bantuan yang telah diberikan sehingga acara pengajian umum dapat dilaksankan dengan baik. Tidak lupa pula ketua panitia memohon maaf atas segala kekurangan dalam penyelenggaraan pengajian. Sambutan kedua disampaikan kepala desa, yakni Suko Wahono. Dalam sambutannya kepada desa meminta kepada seluruh masyarakat Sukoharjo untuk selalu memelihara persatuan dan kesatuan, hidup rukun serta selalu menjaga keamanan lingkungannya masing-masing. Sambutan ketiga disampaikan Camat Margorejo, yakni Martono. Dalam sambutannya Camat Margorejo mengajak kepada seluruh warga Desa Sukoharjo untuk melestarikan upacara khormat bumi, apalagi tradisi ini selaras dengan ajaran agama Islam yang selalu menekankan umatnya untuk selalu bersyukur kepada Tuhan, agar Tuhan selalu menambah rahmatNYA kepada masyarakat Desa Sukoharjo. Selesai sambutan Camat Margorejo adalah istirahat yang diisi lagu-lagu qasidah dari grup rebana Dusun Gemiring. Acara inti yang ditunggu-tunggu para hadirin adalah mauidhah khasanah (nasehat yang baik). Nasehat yang diberikan oleh kiai kepada seluruh pengunjung adalah hendaknya kepada hadirin kuhusnya warga Desa Sukoharjo pandai-pandai mensyukuri nikmat yang diberikan Allah SWT, dengan selalu melaksanakan apa yang diperintahkan dan menjauhi apa yang menjadi laranganNYA. Melaksanakan upacara khormat bumi dengan menyantuni anak yatim termasuk salah satu cara mensyukuri nikmat Allah SWT, dengan harapan semoga di waktu mendatang, Allah SWT akan selalu melimpahkan rahmat dan

Page 7: BAB I · Web viewAda pula penduduk yang membawa pisang ataupun buah-buahan yang lain. Berbagai jenis ambengan itu diletakkan di atas tikar yang sudah digelar di pelataran punden Mbah

memberi lindungan kepada seluruh penduduk Desa Sukoharjo, sehingga akan tercapai hidup yang sejahtera, tenteram dan berkeadilan. (observasi Kamis, 12 Nopember 2010 di halaman Balai Desa Sukoharjo).

Puncak acara upacara khormat bumi adalah hajatan di punden Mbah Gamirah. Lokasi punden ada di Dusun Cacah. Punden adalah sesuatu yang dihormati dan disakralkan oleh warga masyarakat. Ternyata di tempat ini tidak ditemukan makam, yang ada adalah bekas peninggalan Mbah Gamirah. Sementara itu makam Mbah Gamirah hingga kini tidak atau belum ditemukan, peninggalan Mbah Gamirah berupa sumur air yang terletak di bawah pohon beringin. Menurut penuturan tokoh masyarakat desa, yakni Kastari (wawancara Jum’at, 13 Nopember 2010) mengatakan ”tradisi upacara khormat bumi adalah sarana untuk menghormati Mbah Gamirah yang diyakini sebagai leluhurnya penduduk dusun Cacah”. Legenda Mbah Gamirah, diawali ketika di dusun ini kedatanganan lima (5) orang dayang (wanita) yang berasal dari Majapahit. Pada saat terjadi pertempuran antara Kerajaan Demak dengan Kerajaan Majapahit, tentara Majapahit dapat dikalahkan Kerajaan Demak, sehingga tentara Majapahit pulang kembali ke daerah asalnya. Di antara rombongan itu ada lima dayang yang menetap di dusun Cacah. Nama Cacah ini bermula ketika Sunan Muria singgah di kediaman Mbah Gamirah, dan menambatkan kuda tunggangannya di bawah pohon. Mengingat perjalanan yang ditempuh Sunan Muria dari Demak menuju Gunung Muria jauh, maka kuda Sunan Muria mengalami kelaparan. Mbah Gamirah berinisiatif mengambil makanan ternak berupa rumput. Dengan peralatan sabit, Mbah Gamirah mulai mengambil rumput di sekitar pekarangannya. Selanjutnya, rumput-rumput itu diikat menjadi beberapa ikatan. Setelah itu, ikatan rumput itu diberikan pada kuda. Apa yang terjadi kemudian adalah kuda Sunan Muria kakinya menjejak-jejak tanah, dan dari tanah itu muncullah sumber mata air. Mendengar kudanya meringik sambil menjejakkan kakinya di tanah, Sunan Muria keluar rumah dan melihat kudanya. Sunan Muria ingin mengetahui apa yang menyebabkan kudanya bertingkah seperti itu. Setelah mengamati sekelilingnya, jawaban diperolehnya yakni kudanya tidak mau makan rumput yang masih diikat. Oleh sebab itu Sunan Muria berkata ”Mbah Gamirah, rumputipun dipun cacah rumiyen”. Mendengar kalimat ucapan Sunan Muria, Mbah Gamirah merasa bahwa tempat tinggalnya namanya Dusun Cacah. Sejak saat itu, masyarakat mengenal daerah itu dengan nama Dusun Cacah dan untuk mengenang peristiwa itu, maka penyelenggaraan sedekah bumi dilaksanakan di punden Mbah Gamirah.

Pada hari Jum’at Kliwon, 13 Nopember 2009, masyarakat Dusun Cacah dan Jagan, sejak pukul 06.00 WIB mulai berdatangan menuju punden Mbah Gamirah. Mereka membawa makanan yang berupa nasi yang diletakkan di baki atau nampan, penduduk biasanya menyebut dengan istilah ambengan. Ambengan berisi nasi, tahu, tempe, ayam, oseng kacang, sambal goreng dan mie. Ada pula penduduk yang membawa pisang ataupun buah-buahan yang lain. Berbagai jenis ambengan itu diletakkan di atas tikar yang sudah digelar di pelataran punden Mbah Gamirah. Kemudian juri kunci menyiapkan alat-alat upacara yang lain seperti dupa yang berisi kemenyan, kembang telon putih yang terdiri dari mawar putih, melati dan gading, serta suruh komplit yang terdiri dari daun suruh, gambir, kawur atau gamping yang sudah diberi air. Suruh ini biasa digunakan untuk nginang yaitu kegiatan mengunyah daun sirih yang diberi sedikit gambir dan

Page 8: BAB I · Web viewAda pula penduduk yang membawa pisang ataupun buah-buahan yang lain. Berbagai jenis ambengan itu diletakkan di atas tikar yang sudah digelar di pelataran punden Mbah

kawur kemudian disertai dengan menggosok-gosokkan tembakau di mulut. Setelah dirasa bahwa warga yang akan melaksanakan hajatan sedekah bumi berkumpul semua, termasuk perangkat desa, tokoh masyarakat dan Muspika sudah hadir, maka acara upacara khormat bumi mulai dilaksanakan.

Tepat pukul 07.00 WIB acara khormat bumi dimulai. Prosesi khormat bumi diawali dengan pembukaan. Pembawa acara membuka acara dengan mengajak para hadirin membaca surat Al Fatihah secara bersama-sama. Kemudian dilanjutkan dengan sambutan. Sambutan yang pertama dari Kepala Desa Sukoharjo yakni Bapak Suko Wahono. Dalam sambutannya itu kepala desa mengajak seluruh warga untuk selalu mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Kuasa agar warga Desa Sukoharjo senantiasa selalu mendapat perlindungan dan rahmadNYA. Sambutan yang kedua disampaikan oleh Camat Margorejo yakni Bapak Martono. Dalam sambutannya itu beliau mengajak semua pihak khususnya generasi muda agar tetap mempertahankan tradisi sedekah bumi. Setelah itu acara dilanjutkan dengan do’a bersama yang dipimpin oleh perangkat desa yakni Bapak Haji Fadholi. Dalam do’a itu berisi permohonan kepada Allah SWT agar warga Desa Sukoharjo diberi keselamatan jauh dari segala mara bahaya (do’a tolak balak), diberi rezeki yang halal dan barokah, para pemimpin selalu diberi hidayah sehingga dapat melaksanakan amanah. Do’a selesai, dilanjutkan dengan ramah-tamah dan makan bersama-sama. Rangkaian acara ini berakhir pukul 09.00 WIB (observasi dilaksanakan Jum’at, 13 Nopember 2010).

Masih tetap bertempat di punden Mbah Gamirah, mulai pukul 11.00 WIB acara hiburan pertunjukan wayang kulit dimulai. Sebelum pagelaran wayang kulit dimulai diadakan acara ruwatan yang langsung dipimpin ki dalang yang bernama Sunodo. Dengan penuh khidmat dan suasana hening, ki dalang membaca do’a ruwatan, inti do’a itu adalah memohon keselamatan, kesejahteraan dan keberkahan kepada yang Maha Kuasa untuk seluruh warga Desa Sukoharjo, dan selesai pembacaan do’a diakhiri dengan membuka ketupat yang berisi beras kuning. Acara ruwatan hanya berlangsung sebentar, kemudian diiringi suara tabuhan gamelan yang melibatkan beberapa wiyogo dan suara waranggana yang mengalunkan gending jawa, ki dalang Sunodo mulai memainkan wayang kulit, dan pada hari itu mengambil lakon yang berjudul ”Romo Tambak”. Kisah ini menceriterakan perjuangan Rama membebaskan Dewi Sinta yang diculik Rahwana. Usaha membebaskan Dewi Sinta ditempuh melalui berbagai cara, salah satu cara yang ditempuh adalah dengan mengerahkan pasukan kera yang dipimpin oleh Hanoman untuk membendung aliran sungai menuju Kerajaan Alengka yang di bawah Rahwana. Strategi ini ditempuh dengan harapan rakyat Alengka menderita, sehingga Rahwana akan menyerahkan Dewi Sinta kepada Rama. Strategi ini masih belum berhasil, sehingga akhirnya Hanoman masuk kedalam keraton Rahwana untuk membebaskan Dewi Sinta. Perang tanding tidak dapat dihindarkan lagi, dan akhir cerita Rahwana mati dan Dewi Sinta diserahkan kembali atau dapat berkumpul kembali dengan suami tercinta, yakni Rama. Dalam pagelaran wayang itu ki dalang memberikan nasehat agar para petani tidak membendung air yang akan mengaliri sawah petani lainnya sehingga akan menimbulkan perselisihan. Untuk itu perlu kesadaran semua pihak agar membagi air sampai merata berdasarkan jadwal pengairan yang telah disepakati sehingga akan tercipta kerukunan antar petani, dan diharapkan akan menghasilkan panenan yang menjadi harapan semua pihak. Nasehat dari ki dalang ini dipahami oleh para

Page 9: BAB I · Web viewAda pula penduduk yang membawa pisang ataupun buah-buahan yang lain. Berbagai jenis ambengan itu diletakkan di atas tikar yang sudah digelar di pelataran punden Mbah

pengunjung yang rata-rata sudah berusia diatas 30 tahun, dan dari latar belakang petani atau pekerjaan sejenis, sementara penonton yang berusia muda hanya terlihat beberapa orang, dan ada beberapa anak yang diajak menonton oleh orang tuanya. Pengunjung ini mayoritas berasal dari warga Desa Sukoharjo, beberapa dari desa tetangga, misalnya Desa Metaraman, Banyuurip dan Langse. Pertunjukan wayang kulit ini berakhir pukul 16.00 WIB (observasi pada hari Jum;at, 13 Nopember 2010).

Malam harinya mulai pukul 20.00 WIB di halaman Balai Desa Sukoharjo di gelar kesenian tradisional yakni ketoprak. Grup ketoprak yang mendapat kesempatan menghibur masyarakat Desa Sukoharjo adalah Wahyu Budoyo. Masyarakat mulai berdatangan sejak matahari mulai tenggelam. Ada yang datang membawa anak kecil, ada yang datang hanya sekedar melihat-lihat keadaan, setelah membeli mainan atau jajan kemudian pulang. Tetapi ada pula yang datang lebih awal dengan perlengkapan tikar dan membawa aneka jajanan dengan harapan untuk memperoleh tempat di depan panggung, sehingga ketika pertunjukan di mulai mereka dapat menikmati pertunjukan ketoprak dengan leluasa. Grup ketoprak dengan nama ”Wahyu Budoyo” memainkan lakon ”Babad Pati”. Cerita yang berasal dari kisah Adipati Kembang Joyo untuk mempersatukan Kabupaten Parang Garudo, Kabupaten Carangsoka dan Kabupaten Majasem menjadi satu kabupaten yakni Kabupaten Pati Pesantenan yang berlokasi di Desa Kemiri. Para pengunjung dengan seksama menikmati dan menyimak kisah itu, dan tidak terasa waktu sudah mulai larut malam, akhirnya pertunjukan ketoprak berakhir pukul 04.00 WIB (observasi dilakukan pada hari Jum’at, 13 Nopember 2010).

Dengan berakhirnya pertunjukkan ketoprak Wahyu Budoyo, maka rangkaian kegiatan upacara khormat bumi Desa Sukoharjo tahun 2009 berakhir pula. Masyarakat mulai meninggalkan halaman balai desa dan pulang ke rumah masing-masing dengan membawa berbagai kesan yang mendalam. Mereka dengan serentak kalau ditanya acara semacam ini hendaknya di tahun mendatang dapat dilaksanakan kembali, apalagi pertunjukan ketoprak yang merupakan kesenian rakyat, pemerintah desa Sukoharjo tidak menarik iuran dari warga desa. Wajah sumringah dan rasa puas terpancar, meskipun mereka begadang semalam suntuh untuk menyaksikan pertunjukan ketoprak.c) Penutupan

Pada tanggal 20 Nopember 2009, bertempat di balai desa Sukoharjo diadakan rapat panitia sedekah bumi yang dipimpin oleh Kepala Desa Sukoharjo Bapak Suko Wahono. Rapat dimulai pukul 15.30 dan berakhir pukul 17.30 WIB. Agenda rapat adalah evaluasi pelaksanaan sedekah bumi, laporan pertanggungjawaban keuangan dan pembubaran panitia. Dalam rapat tidak banyak pertanyaan yang muncul, sebab pelaksanaan sedekah bumi berjalan sesuai dengan rencana yang disusun. Apabila terjadi kekurangan di sana-sini, masih dipandang lumrah, dan hal ini menjadi catatan bagi pelaksanaan sedekah bumi di tahun berikutnya. Pada dasarnya mereka sepakat, bahwa pelaksanaan sedekah bumi dikatakan sukses. Baromeer ini dapat dilihat dari saldo keuangan terakhir tidak minus, atau sesuai dengan peruntukannya. Keamanan terkendali, selama pelaksanaan sedekah bumi terutama hiburan ketoprak tidak ada gangguan, suasana tertib tidak terjadi perkelahaian, lancar dan aman. Para pemuka agama Islam juga dapat menerima acara sedekah bumi. Pengajian dipandang sebagai

Page 10: BAB I · Web viewAda pula penduduk yang membawa pisang ataupun buah-buahan yang lain. Berbagai jenis ambengan itu diletakkan di atas tikar yang sudah digelar di pelataran punden Mbah

sarana dakwah bagi masyarakat. Rakyat pada umumnya juga senang, di Dengan penuh khidmat ki dalang samping tidak dipungut sumbangan baik berupa uang maupun snack, mereka juga mendapat hiburan wayang dan ketoprak. Berikutnya adalah kegiatan sedekah bumi mendapat respon positif di kalangan masyarakat desa Sukoharjo, sehingga mereka berpartisipasi dalam kegiatan sedekah bumi terutama dengan mengeluarkan besekan atau ambengan sebagai sodaqoh atau rasa syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmadNYA.

Rapat yang berlangsung lancar, laporan pertanggungjawaban panitia terutama dalam hal keuangan dapat diterima oleh peserta rapat. Evaluasi kegiatan mulai dari upacara khormat bumi di Cacah, pengajian umum, wayang kulit dan ketoprak dibicarakan satu persatu, peserta rapat ada beberapa yang memberi masukan demi kemajuan pelaksanaan upacara khormat bumi pada masa mendatang. Suasana rapat bertambah semarak dengan hidangan snack yang dinikmati, sambil sendau gurau peserta rapat menikmati hidangan snack di kala waktu istirahat, sehingga akhirnya Bapak Kepala Desa Sukoharjo tepat pukul 17.30 WIB secara resmi membubarkan panitia sedekah bumi Desa Sukoharjo tahun 2009, dengan demikian rangkaian kegiatan sedekah bumi dinyatakan selesai.b. Unsur-Unsur Paedagogis Upacara Khormat Bumi

Unsur-unsur paedagogis upacara khormat bumi yang dilaksanakan masyarakat Desa Sukoharjo dapat ditemukan pada tahapan kegiatan sebagai berikut : 1) Persiapan.

Menjelang pelaksanaan sedekah bumi, secara resmi pemerintah desa Sukoharjo mengundang berbagai kalangan mulai dari pengurus Rukun Warga (RW), Rukun Tetangga (RT), lembaga desa; Badan Permusyawaratan Desa (BPD), Lembaga Pemberdayaan Desa (LPMD), tokoh masyarakat dan perangkat desa untuk membahas pelaksanaan sedekah bumi. Rapat dilaksanakan pada hari Kamis, 23 Oktober 2009 mulai pukul 14.00 WIB - !7.30 WIB bertempat di Balai Desa Sukoharjo. Rapat dipimpin oleh kepala desa membahas mulai dari pembentukan panitia, acara dalam sedekah bumi hingga penghitungan biaya yang harus dikeluarkan. Panitia dibentuk dari berbagai unsur yang diundang, khusus ketua panitia diambil dari perangakat desa yakni sekretaris desa. Menurut Suko Wahono, kegiatan upacara khormat bumi merupakan program kerja desa secara formal, seluruh biaya yang akan dipakai untuk mendanai kegiatan upacara khormat bumi berasal dari APBDes, dan kegiatan ini akan dipertanggungjawaban di hadapan sidang BPD. Oleh karena itu untuk memudahkan pembuatan nota pertanggungjawaban keuangan, kegiatan panitia dikendalikan oleh Pemerintah Desa Sukoharjo (Wawancara dengan Suko Wahono, 12 Nopember 2009). Dalam kesempatan rapat ini juga dibicarakan susunan acara yang akan dilaksanakan, mulai dari wayang kulit, ketoprak dan pengajian. Jumlah biaya yang akan dikeluarkan juga ikut dibahas. Namun, rapat pada saat itu belum mampu menuntaskan grand disain yaitu seluruh rencana kegiatan yang akan dilaksanakan. Oleh karena itu panitia sepakat akan melaksanakan rapat lagi minimal satu kali.

Rapat dilaksanakan pada tanggal 6 Nopember 2010, mulai pukul 15.00 – 17.30 WIB, di Balai Desa Sukoharjo yang dipimpin oleh ketua panitia yakni Nur Hamid. Rapat ini untuk membicarakan berbagai masukan dari masyarakat,

Page 11: BAB I · Web viewAda pula penduduk yang membawa pisang ataupun buah-buahan yang lain. Berbagai jenis ambengan itu diletakkan di atas tikar yang sudah digelar di pelataran punden Mbah

kendala yang dihadapi, siapa saja yang harus diundang dalam setiap acara, termasuk kesiapan panitia dalam memenuhi segala keperluan dalam upacara khormat bumi. Perlengkapan misalnya tratag, sound sistem, kursi, penerangan, panggung juga dibahas. Keamanan, humas, dokumentasi dan konsumsi juga turus dibicarakan. Dengan penyelenggaraan rapat ini, diharapkan pelaksanaan upacara khormat bumi akan memenuhi harapan semua pihak (wawancara dengan Nur Hamid pada 15 Nopember 2010).

Nilai-nilai paedagogis yang tampak dalam kegiatan persiapan upacara khormat bumi adalah pertama, demi keberhasilan suatu acara dan sekaligus tercapainya tujuan dalam setiap kegiatan perlu adanya persiapan yang matang. Planing atau rencana merupakan satu tahapan kegiatan yang sangat penting yang harus dibahas secara mendalam. Tiada keberhasilan tanpa adanya perencanaan yang matang. Kedua, dalam rapat diputuskan pembentukan panitia yang melibatkan berbagai unsur masyarakat mulai dari unsur formal, yakni perangkat desa, lembaga desa, RT, RW sampai dengan tokoh-tokoh masyarakat. Suatu kegiatan akan berhasil apabila melibatkan berbagai pihak, dan semua pihak yang terlibat akan merasakan keberhasilan itu. Oleh karena itu prinsip partisipasi aktif dengan mengakomodasi segala kepentingan menjadi unsur paedagogis yang perlu dilestarikan dan dikembangkan.2) Pelaksanaan.

Prosesi upacara khormat bumi Desa Sukoharjo diawali hajatan yang berupa nasi beserta dengan lauk pauknya ataupun buah-buahan yang umumnya berupa pisang. Hajatan yang diikuti oleh warga di setiap dusun masing-masing, misalnya Dusun Gemiring dilaksanakan di Masjid Al Hikmah, Dusun Gebyaran di Masjid Baiturrahmah dan di Dusun Gambiran di Masjid Baiturrohim. Menurut penuturan Fadloli, alasan hajatan dilaksanakan di Masjid karena masing-masing dusun itu tidak memiliki legenda tentang berdirinya dusun itu. Pada hari Kamis, 12 Nopember 2009 sehabis sholat isya’, acara hajatan segera dimulai. Ketika waktu sholat isya’ tiba, para warga berbondong-bondong menuju masjid sambil membawa takir atau kardus. Masing-masing warga membawa dua nasi dus atau takir. Setelah dirasa cukup tidak ada lagi warga yang datang, maka acara hajatan segera dimulai. Sebagai pemimpin hajatan di Masjid Al Hikmah Dusun Gemiring adalah Agus Suwarno, masjid Baiturrahmah dipimpin oleh Nur Sodiq sedang di masjid Baiturrohim Dusun Gambiran dipimpin oleh Haji Fadloli. Hajatan diawali dengan pembukaan salam, dilanjutkan dengan nasehat kepada seluruh warga yang hadir, tentang makna upacara khormat bumi. Makna khormat bumi adalah tanda syukur kepada Tuhan Penguasa semesta alam, agar di waktu mendatang seluruh warga desa mendapat karunia dari Tuhan berupa rezeki yang melimpah dan keselamatan. Setelah nasehat diberikan beberapa saat, pemimpin hajatan mengajak para hadirin yang hadir untuk bersama-sama mengiirim doa kepada seluruh arwah lelulur khususnya yang menjadi akal bakal berdirnya dusun. Misalnya di Dusun Ganmbiran dengan menyebut Mbah Cungkrung. Setelah tahlil selesai, doa dibaca oleh pemimpin upacara khormat bumi. Inti doa adalah mengirim salam kepada Nabi Muhammad SAW bersama keluarga dan sahabatnya, memohon ampunan dosa para leluhur, dan memohon agar seluruh warga desa diberi anugrah kenikmatan berupa desa yang tentram dan diberkati berupa rezeki yang melimpah. Kegiatan hajatan ditutup dengan salam, kemudian warga pulang ke rumah masing-masing dengan membawa satu takir nasi.

Page 12: BAB I · Web viewAda pula penduduk yang membawa pisang ataupun buah-buahan yang lain. Berbagai jenis ambengan itu diletakkan di atas tikar yang sudah digelar di pelataran punden Mbah

Esok harinya, Jum’at, 13 Nopember 2009, bertempat di Punden Mbah Gamirah Dusun Cacah prosesi upacara khormat bumi dilaksankan. Mulai pukul 06.00 WIB warga Dusun Cacah dan Dusun Jagan mulai berdatangan menuju makam Mbah Gamirah. Tepat pukul 07.00 WIB setelah perangkat desa, muspika Agus Suwarno mulai membuka acara khormat bumi dengan salam dan dilanjutkan mengajak hadirin untuk membuka acara ini dengan membaca basmallah secara bersama-sama. Acara dilanjutkan dengan sambutan kepala desa dan ditutup dengan do’a oleh Haji Fadloli. Sebelum do’a, dilakukan tahlil atau kegiatan membaca sebutan nama Tuhan, misalnya Subhanallah, Alhamdulillah, Allahuakbar dan Lailaha illa Allah dengan permohonan agar seluruh arwah para leluhur diampuni segala dosanya dan diterima segala amal baiknya. Do’a berisi permohonan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa agar seluruh warga Desa Sukoharjo dilimpahkan rizkinya dan diberi keselamatan.

Prosesi upacara khormat bumi yang dilaksanakan di masjid-masjid maupun di punden Mbah Gamirah memiliki unsur-unsur paedagogis yang perlu menjadi teladan bagi generasi penerus. Pertama, pembacaan do’a. Do’a yang dibaca oleh pemimpin upacara menunjukkan bahwa sebagai manusia perlu menyandarkan kehidupannya kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Manusia menunjukkan sikap pasrah di hadapan Tuhan. Manusia tidak memiliki kekuatan untuk menentukan nasibnya, hidup dan mati, kaya dan miskin, rezeki dan bencana, semua itu merupakan kuasa Tuhan. Kedua, disiplin. Sikap disiplin ini ditunjukkan oleh warga desa Sukoharjo ketika hari yang ditentukan untuk mengadakan upacara khormat bumi harus dilaksanakan. Kegiatan mulai membuat besekan dan hadir dalam upacara khormat bumi tepat pada saat yang ditentukan merupakan kedisiplinan yang patut dijadikan teladan bagi generasi penerus. Ketiga, semangat berkorban atau shodaqoh dengan mengeluarkan sebagian rezeki yang dimilikinya berupa makanan ataupun buah-buahan merupakan sikap manusia yang mengharapkan balasan yang banyak dari Tuhan dengan jalan mengeluarkan sebagian harta bendanya diberikan pada orang lain. Perilaku memberi derma kepada orang lain merupakan sikap terpuji dan hal ini dapat menumbuhkan sikap saling menyayangi dan tumbuh rasa kesetiakawan. Keempat, kegiatan makan bersama setelah upacara selesai, merupakan sikap guyup atau rukun. Makan bersama-sama antar warga masyarakat dalam upacara khormat bumi menunjukkan adanya ikatan batin yang kuat. Kelima, sebagai pemimpin upacara ditunjukan melalui jabatan dalam pemerintahan dan kelebihan yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin upacara keagamaan. Hal ini memberi kesadaran bagi masyarakat bahwa pemimpin itu harus memiliki kelebihan, seorang pemimpin agama juga harus menguasa ilmu agama. Termasuk ketika memimpin upacara khormat bumi. Agar kegiatan ini tidak bertentangan dengan aqidah agama, do’a dipanjatkan dan ditujukan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa bukan kepada roh nenek moyang. Sebaliknya roh nenek moyang dido’akan agar diampuni segala dosaya dan dimasukkan ke dalam surga. 3) Penutup.

Pada tanggal 20 Nopember 2009 bertempat di Balai Desa Sukoharjo, mulai pukul 15.30 – 17.30 WIB diadakan rapat pembubaran panitia upacara khormat bumi tahun 2009. Rapat dihadiri anggota panitia khormat bumi dan dipimpin oleh Kepala Desa, Suko Wahono. Agenda rapat membicarakan evaluasi kegiatan upacara khormat bumi, mulai dari hajatan di masjid hingga hiburan

Page 13: BAB I · Web viewAda pula penduduk yang membawa pisang ataupun buah-buahan yang lain. Berbagai jenis ambengan itu diletakkan di atas tikar yang sudah digelar di pelataran punden Mbah

ketoprak. Evaluasi kegiatan ini tidak banyak menimbulkan pertanyaan, masukan hanya seputar pengaturan parkir kendaraan pada saat hiburan ketoprak yang terkesan kurang rapi sehingga menyebabkan arus kendaraan yang melewati jalan poros desa mengalami hambatan sedikit. Panitia menerima masukan agar perparkiran lebih tertib di waktu pelaksanaan kegiatan khormat bumi pada tahun mendatang. Laporan keuangan juga dapat diterima oleh peserta rapat. Penggunaan uang sudah sesuai dengan pos peruntukannya, sehingga saldo keuangan dinyatakan nol. Dengan diterimanya laporan keuangan ini, selanjutnya pemimpin rapat menyatakan panitia upacara khormat bumi dinyatakan sudah selesai atau dibubarkan. Dalam kesempatan itu kepala desa menyampaikan penghargaan setinggi-tingginya kepada seluruh panitia yang telah bekerja dengan sungguh-sungguh dan tidak menuntut bayaran sepersenpun. Kepala desa juga menyampaikan permohonan maaf kepada seluruh panitia apabila dalam melaksanakan upacara khormat bumi terdapat kekurangan. Selanjutnya seluruh peserta rapat dipersilahkan menikmati hidangan snack dan dilanjutkan dengan acara ramah tamah.

Unsur paedagogis dalam kegiatan penutupan upacara khormat bumi adalah pertama, dalam setiap kegiatan perlu adanya evaluasi. Kegiatan evaluasi perlu diadakan, sebab kegiatan ini untuk mengetahui semua kekurangan dan kelebihan dari kegiatan. Kegiatan evaluasi memberi masukan terhadap rencana kegiatan tahun berikutnya. Kedua, panitia yang tidak menerima bayaran dalam kegiatan itu menunjukkan semangat rela berkorban, bekerja tanpa pamrih maksudnya tidak mengharapkan upah atas pekerjaan yang dikerjakannya. Ikhlas atas pekerjaan menjadi panitia upacara khormat bumi, merupakan salah satu ciri jiwa masyarakat pedesaan yang hingga sekarang masih tetap dipertahankan. Ketiga, keakraban yang terjalin menjadi semangat panitia untuk melaksanakan kegiatan upacara khormat bumi. Kerukunan menjadi modal bagi suksesnya kegiatan upacara khormat bumi.

Soekarjo, mantan Kepala Desa Sukoharjo (wawancara 20 Nopember 2009) menjelaskan tradisi upacara khormat bumi dilaksanakan pada bulan Apit adalah masyarakat Jawa meyakini pada bulan itu merupakan bulan yang kurang baik, sehingga pada bulan Apit masyarakat tidak berani menyelenggarakan upacara khitanan ataupun perkawinan. Lebih baik di luar bulan itu. Oleh karena itu dengan dilaksanakan upacara khormat bumi, kegiatan ini dipandang sebagai salah satu cara meruwat atau berdo’a kepada penguasa alam agar dihindarkan dari seluruh malapetaka, dan semoga kesejahteraan senantiasa akan tercurah pada seluruh warga desa.

Nilai-nilai yang terkandung dalam upacara khormat bumi sangat besar, sehingga Soekarjo sepakat bahwa generasi muda, khususnya para siswa perlu dikenalkan secara langsung berbagai tradisi yang berkembang dalam masyarakat, misalnya tradisi upacara khormat bumi yang dilaksanakan oleh masyarakat Desa Sukoharjo.

Dengan melihat prosesi khormat bumi di Desa Sukoharjo, guru akan melihat tradisi khormat bumi dari dua aspek, yaitu pertama, tradisi khormat bumi yang dilaksanakan setiap tahun merupakan usaha masyarakat Desa Sukoharjo untuk menghormati tokoh yang berjasa sebagai pendiri desa, kedua, tradisi khormat bumi sebagai sarana mengungkapkan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang memberikan limpahan rahmat berupa rezeki yang melimpah

Page 14: BAB I · Web viewAda pula penduduk yang membawa pisang ataupun buah-buahan yang lain. Berbagai jenis ambengan itu diletakkan di atas tikar yang sudah digelar di pelataran punden Mbah

dan lindunganNYA yang berupa keselamatan dan ketentraman hidup bagi warga desa.

Jika ditinjau dari antropologi, upacara khormat bumi masyarakat Desa Sukoharjo menunjukkan adanya keinginan masyarakat untuk membuat citra positif terhadap tokoh pendiri desa sebagai tokoh kharismatik dan sakti. Pencitraan itu merupakan tindakan wajar agar masyarakat desa itu tetap menghormati dan mengingat jasa-jasa, serta mentauladani sikap dan tindakan dari pendiri Desa Sukoharjo. Tindakan yang dilakukan oleh masyarakat Desa Sukoharjo dalam perspektif teori antropologi menunjukkan bahwa masyarakat Desa Sukoharjo merupakan masyarakat petani (Koentjaraningrat, 1990 : 140-141). Pada dasarnya budaya masyarakat petani merupakan budaya folk, dan budaya ini berbeda dengan budaya masyarakat kota yang dipandang lebih besar. Oleh karena itu Robert Redfiled (dalam Kontjaraningrat, 1990 : 142-143) cenderung menyebut kebudayaan masyarakat desa sebagai tradisi kecil (little tradition). sedangkan masyarakat perkotaan yang berada di dekat pusat kerajaan disebut kebudayaan besar (great tradition).

Kemampuan memahami, menghormati dan mengembangkan suatu tradisi yang berkembang dalam masyarakat akan muncul, ketika siswa mempelajari, mengkaji dan menganalisis suatu tradisi yang berkembang dalam masyarakatnya. Ketika siswa berinteraksi dengan tradisi lokal dan ada bimbingan, arahan dari guru atau tokoh masyarakat, maka akan tumbub empati terhadap nilai-nilai yang sudah ada. Sebagai pribadi terdidik dan terpelajar maka tradisi itu akan dikembangkan sesuai dengan nilai-nilai yang berkembang pada zaman sekarang.

B. Pokok-Pokok TemuanBerdasarkan pada empat masalah penelitian yang telah disampaikan dalam

bab I yang meliputi prosesi upacara khormat bumi, materi upacara khormat bumi yang dapat dijadikan sebagai sumber pengayaan materi pembelajaran sejarah dan cara guru memanfaatkan upacara khormat bumi sebagai pengayaan materi pembelajaran sejarah dan partisipasi siswa dalam menentukan upacara khormat bumi sebagai pengayaan materi pembelajaran sejarah, maka pokok-pokok temuannya sebagai berikut :3. Pelaksanaan upacara khormat bumi yang diselenggarakan oleh masyarakat

Desa Sukoharjo Kecamatan Margorejo Kabupaten Pati merupakan usaha masyarakat setempat untuk menjaga keseimbangan alam, manusia menjaga hubungan dengan penguasa alam (hablum minawwah) dan menjaga hubungan dengan sesama manusia (hablum minannas). Hal ini dipertegas Robertson Smith (dalam Koentjaraningrat : 67) bahwa upacara religi atau agama, yang biasanya dilaksanakan oleh banyak warga masyarakat pemeluk religi atau agama yang bersangkutan bersama-sama mempunyai fungsi sosial untuk mengintensifkan solidaritas masyarakat. Upacara khormat bumi yang dilaksanakan pada hari Jum’at Kliwon bulan Apit bertepatan tanggal 13 Nopember 2009 dengan wayang kulit dan ketoprak sebagai hiburan bagi warga masyarakat, dipandang sebagai salah satu usaha melestarikan kesenian tradisional. Pada zaman dahulu, upacara khormat bumi merupakan sarana pemujaan kepada nenek moyang dan sekaligus pemujaan kepada Dewi Sri (Dewa Kesuburan menurut mitologi agama Hindu) agar masyarakat dijaga dari hal-hal yang tidak diinginkan dan diberi kesuburan, sehingga akan

Page 15: BAB I · Web viewAda pula penduduk yang membawa pisang ataupun buah-buahan yang lain. Berbagai jenis ambengan itu diletakkan di atas tikar yang sudah digelar di pelataran punden Mbah

tercipta masyarakat toto tentrem gemah ripah loh jinawi. Kini, hakekat upacara khormat bumi adalah usaha bersama masyarakat memohon kepada Tuhan Allah SWT agar selalu diberi keselamatan dan dijauhkan dari bencana serta selalu diberi kesejahteraan atau akan tercipta baldatun toyyibatun warabbun ghofur. Oleh karena itu, sebagian masyarakat masih ada yang memiliki kepercayaan bahwa nasi hajatan memiliki berkah, sehingga ketika nasi hajatan dibawa pulang akan digunakan sebagai pupuk tanaman dengan harapan tanaman tumbuh subur dan menghasilkan panenan yang melimpah. Generasi penerus perlu memiliki sikap nguri-nguri terhadap kesenian tradisional. Siraman rohani dalam pengajian umum dalam rangka upacara khormat bumi dipandang sebagai sarana untuk memperdalam wawasan keagamaan. Salah persepsi terhadap upacara khormat bumi sedikit demi sedikit mulai terkikis, sehingga diharapkan pelaksanaan upacara khormat bumi sejalan dengan ajaran agama Islam. Secara ekonomis, masyarakat tidak diuntungkan dari pelaksanaan upacara khormat bumi bahkan pemerintah desa harus mengeluarkan dana puluhan juta rupiah untuk melaksanakan upacara khormat bumi, tetapi masyarakat sangat mendukung terselangganya upacara khormat bumi.Usaha masyarakat mempertahankan tradisi upacara khormat bumi yang berasal dari tradisi pra aksara dengan memasukkan unsur ajaran agama Islam, menunjukkan telah terjadi sinkritisme antara tradisi pra sejarah dengan tradisi Islam. Pengajian umum, ketoprak dan wayang kulit menunjukkan tradisi pra Islam dan tradisi Islam.

4. Dalam pelaksanaan upacara khormat bumi, ada beberapa nilai-nilai yang dapat direkomendasikan sebagai nilai-nilai yang perlu diwariskan kepada generasi penerus, yaitu (1) sikap religius masyarakat, yang tercermin sikap masyarakat yang selalu ingat kepada Allah SWT, sebab alam dan seluruh isinya adalah ciptaanNYA. Manusia diciptakan oleh Allah SWT, kecuali hanya untuk beribadak kepadaNYA. Semakin manusia itu dekat kepada Allah SWT, maka Allah SWT akan menurunkan karunia dan rahmatNYa yang dapat berupa kesejahteraan dan kedamaian. (2) selalu ingat kepada jasa-jasa leluhur atau nenek moyang yang telah mendirikan desa. Sikap ini perlu ditanamkan kepada generasi penerus, sehingga harapan kita, generasi penerus akan memiliki sikap mikul duwur mendem jero. Disamping itu ada beberapa sikap yang telah diperlihatkan oleh masyarakat Desa Sukoharjo dalam melaksanakan upacara khormat bumi, dan sikap itu harus tertanam dalam hati para siswa, yaitu (1) sikap gotong-royong. Dalam melaksanakan hajatan upacara khormat bumi, warga masyarakat saling bahu membahu, bekerja bersama-sama tanpa dibayar. Sikap tanpa pamrih masih tertanam dalam hati masyarakat pedesaan yang masih tetap hidup bersahaja, (2) sikap hidup rukun saling tolong menolong yang tercermin dari hidup guyub senantiasa terpelihara dalam kehidupan masyarakat Desa Sukoharjo, (3) sikap masyarakat yang senantiasa memelihara silaturahmi sesama warga merupakan modal untuk hidup rukun, sebab dengan memelihara tali silaturahmi, akan tercipta hidup yang damai jauh dari rasa saling curiga mencurigai. Dengan demikian materi upacara khormat bumi yang di dalamnya mengandung kearifan lokal merupakan materi yang dapat digunakan sebagai pengayaan pembelajaran sejarah.

Page 16: BAB I · Web viewAda pula penduduk yang membawa pisang ataupun buah-buahan yang lain. Berbagai jenis ambengan itu diletakkan di atas tikar yang sudah digelar di pelataran punden Mbah

C. PembahasanUpacara khormat bumi yang dilaksanakan masyarakat Desa Sukoharjo

secara ekonomis tidak memiliki dampak signifikan bagi peningkapan kesejahteraan masyarakat, tetapi sebaliknya justru biaya untuk menyelenggarakan upacara khormat bumi mencapai puluhan juta rupiah. Biaya untuk menyelenggarakan upacara khormat bumi dianggarkan melalui Anggaran Pendapatan Belanja Desa (APBDes) melalaui hasil lelang bengkok wayangan. Sekalipun demikian dalam perspektif pendidikan, upacara khormat bumi bermanfaat untuk pengembangan pendidikan, karena dalam ritual tersebut terdapat nilai-nilai paedagogis, baik yang bersifat sosial yaitu sikap gotong royong, sikap sodaqoh, pasrah, maupun sikap hormat kepada leluhur. Penyelenggaraan khormat bumi mengingatkan kepada generasi penerus agar selalu mengingat dan menghormati para leluhurnya.

Waktu penyelenggaraan upacara khormat bumi ditetapkan pada hari Jum’at bulan Apit. Waktu ini dipilih oleh masyarakat memiliki beberapa pertimbangan. Hari Jum’at merupakan hari yang baik untuk mengirimkan do’a kepada para leluhur. Pada hari ini dipercaya roh orang yang meninggal dunia akan pulang dan melihat sanak saudaranya. Bulan Apit dipilih memiliki pertimbangan, bahwa pada bulan itu dipercaya oleh masyarakat sebagai bulan yang kurang baik, akan muncul berbagai bencana, rezeki kurang lancar. Oleh karena itu pada saat bulan Apit inilah saat yang tepat untuk melaksanakan upacara khormat bumi dengan memanjatkan do’a kepada Allah SWT agar seluruh warga desa selalu diberi rahmatNYA yang berupa hidup damai tenteram dan sejahtera.

Tempat penyelenggaraan upacara khormat bumi dilaksankan di Punden Mbah Gamirah, dengan pertimbangan bahwa Mbah Gamirah merupakan orang yang berjasa dalam berdirinya Dusun Cacah, Desa Sukoharjo. Legenda Dusun Cacah berasal dari Mbah Gamirah. Oleh karena itu sebagai salah satu usaha untuk menghormati dan mengenang jasa Mbah Gamirah upacara khormat bumi selalu dilaksanakan di Punden Mbah Gamirah.

Pemimpin upacara khormat bumi adalah Kepala Urusan Kesejahteraan (Kaur Kesra) Desa Sukoharjo atau disebut Modin. Modin ini ditetapkan sebagai pemimpin upacara khormat bumi berdasarkan kepercayaan, bahwa modin merupakan orang yang mengerti urusan agama, dan diberi wewenang untuk memimpin kegiatan keagamaan mulai dari mengurusi pernikahan, mengurusi orang meninggal dunia dan memimpin upacara kenduri atau hajatan.

Jenis kesenian untuk melaksanakan upacara khormat bumi di Punden Mbah Gamirah adalah wayang kulit. Wayang kulit merupakan jenis kesenian yang sudah ada pada zaman pra sejarah. Melalui pertunjukan wayang kulit dapat digunakan sebagai sarana komunikasi antara orang yang telah meninggal dunia dengan orang yang masih hidup. Dalam komunikasi itu orang yang masih hidup memohon kepada orang yang meninggal dunia agar menjaga keselamatan dan kedamaian desa. Dalam kepercayaan pra sejarah orang yang mati dapat dimintai pertolongan oleh yang masih hidup.

Sesajen yang digunakan sebagai alat upacara merupakan tradisi yang sudah berlangsung turun temurun. Sesajen merupakan salah satu alat upacara yang digunakan sebagai sarana untuk berhubungan dengan orang-orang yang telah meninggal dunia atau roh para leluhur.

Page 17: BAB I · Web viewAda pula penduduk yang membawa pisang ataupun buah-buahan yang lain. Berbagai jenis ambengan itu diletakkan di atas tikar yang sudah digelar di pelataran punden Mbah

Berangkat dari penjelasan mengenai pengertian upacara tradisional, tujuan, jenis, fungsi dan orang yang melakukan atau memimpin upacara tradisional yang dilaksanakan masyarakat Desa Sukoharjo, Kecamatan Margorejo, Kabupaten Pati dapat berfungsi untuk mengembangkan materi pembelajaran sejarah di Sekolah Menengah Atas ( SMA) di Kecamatan Pati, terutama berkaitan dengan empat hal, yaitu : (1) prosesi upacara khormat bumi, (2) nilai-nilai paedagogis upacara khormat bumi yang dapat dijadikan materi pengayaan pembelajaran sejarah, (3) cara guru memanfaatkan upacara khormat bumi, serta (4) partisipasi siswa dalam materi pengayaan pembelajaran sejarah.1. Prosesi Upacara Khormat Bumi.

Upacara khormat bumi yang dilaksanakan masyarakat Desa Sukoharjo dari tahun ke tahun menunjukkan kualitasnya, baik dilihat dari partisipasi masyarakat maupun dari penyelenggaraan. Ketika pertama kali upacara khormat bumi dilaksanakan, hanya melibatkan masyarakat Dusun Cacah, tempat punden Mbah Gamirah, sekarang melibatkan seluruh masyarakat Desa Sukoharjo. Di berbagai masjid di Desa Sukoharjo menyelenggarakan upacara hajatan khormat bumi. Masyarakat Dusun Gambiran, Dusun Gebyaran, dan Dusun Gemiring melaksanakan kenduri/hajatan di masjid dukuh masing-masing. Setiap warga yang datang ke masjid membawa dua besek/dos yang berisi nasi dan lauk-pauk, atau ada juga yang membawa buah-buahan berupa pisang. Berbagai makanan yang dibawa disesuaikan dengan kondisi ekonomi masing-masing warga. Ada warga yang membawa nasi besekan lengkap dengan lauk pauknya, daging ayam, telur ayam, kacang oseng, mie goreng, sambal goreng. Bagi yang kurang mampu, mereka membawa nasi besekan ala kadarnya, misalnya berisi nasi, tahu goreng, tempe goreng, ikan asin, mie goreng dan kacang oseng. Semua ini dilakukan oleh warga dengan penuh kesadaran dan harapan agar sedekah yang dilaksanakan ini mendapatkan imbalan dari Tuhan Yang Maha Kuasa.

Kondisi ini tidak jauh berbeda dengan pelaksanaan upacara khormat bumi di Punden Mbah Gamirah. Yang nampak berbeda adalah bahwa upacara ini sedikit formal. Peserta tidak hanya warga desa biasa melainkan yang hadir terdiri dari pejabat pemerintah Desa Sukoharjo, undangan dari pejabat Muspika (Musyawarah Pimpinan Kecamatan teridiri dari Camat Margorejo, Komandan Koramil, Kepala Polisi Sektor). Acara juga berlangsung secara formal, dipandu oleh pembawa acara dan dibarengi dengan sambutan-sambutan dari berbagai pihak yang diundang. Masyarakat yang hadir juga agak banyak karena prosesi acara khormat bumi diikuti oleh dua warga dusun yaitu Dusun Cacah dan Jagan.

Upacara khormat bumi yang diselenggarakan di Punden Mbah Gamirah ini sangat menarik. Betapa tidak, para pejabat dengan pakaian dinas harus melepas sepatu duduk lesehan (duduk di tanah yang beralaskan tikar tanpa kursi) mengelilingi ambengan (nasi lengkap dengan lauk pauk yang ditaruh di nampan) secara khidmat mengikuti jalannya acara sampai akhir. Ketika acara sudah selesai dan istirahat, para pejabat itu makan ambengan secara bersama-sama, dengan menyantap nasi tanpa menggunakan sendok dan garpu. Dengan kondisi ini nampak sekali keakraban yang terjalin di antara mereka yang hadir. Sambil bersendau gurau mereka sangat menikmati hidangan yang tersaji.

Mengenai hiburan wayang kulit yang harus disertakan dalam upacara khormat bumi di Punden Mbah Gamirah adalah memiliki alasan yang sangat kuat. Sebelum pentas wayang kulit digelar, Ki dalang akan melakukan upacara ruwatan

Page 18: BAB I · Web viewAda pula penduduk yang membawa pisang ataupun buah-buahan yang lain. Berbagai jenis ambengan itu diletakkan di atas tikar yang sudah digelar di pelataran punden Mbah

yaitu upacara khas tradisional dengan membakar kemenyan meminta kepada Tuhan Penguasa Alam untuk selalu memberi keselamatan dan keberkahan bagi seluruh warga, dan diakhiri dengan membuka ketupat yang berisi beras kuning. Oleh karena itu kesenian wayang dalam penyelenggaraan upacara khormat bumi sifatnya wajib.

Hal ini berbeda dengan hiburan ketoprak dan acara pengajian. Ketoprak adalah kesenian tradisional yang memang diperuntukkan bagi warga, sehingga pelaksanaan hiburan ketoprak ini selalu ditempatkan sesudah upacara khormat bumi dilaksanakan. Sedangkan pengajian ini adalah sebagai sarana membangun mental masyarakat, agar masyarakat lebih memahami pengetahauan agama yang dikaitkan dengan upacara khormat bumi. Dengan pendekatan yang demikian ini diharapkan masyarakat tidak lagi memaknai upacara khormat bumi tidak sesuai dengan ajaran agama Islam, bahkan diharapkan setelah mengikuti pengajian terjadi perubahan cara berpikir bahwa sebagai rasa syukur atas karunia yang diberikan Allah SWT, manusia hendaknya mengeluarkan shodaqoh atau sedekah sesuai dengan kemampuannya masing-masing.

Upacara khormat bumi yang dahulu merupakan usaha masyarakat dalam menghormati leluhurnya, sekarang oleh Pemerintah Desa Sukoharjo upacara khormat bumi dijadikan sebagai tugas rutin tahunan yang wajib diselenggarakan. Biaya penyelenggaraan upacara khormat bumi yang mencapai puluhan juta rupiah ditanggung sepenuhnya oleh pemerintah desa dan masyarakat tidak dipungut biaya sedikitpun. Bahkan sudah menjadi kebiasaan apabila ada pengajian, masyarakat diminta untuk menyumbang konsumsi, tetapi untuk pengajian dalam rangka upacara khormat bumi, konsumsi ditanggung pemerintah desa. Sebagai penanggung jawab upacara khormat bumi, Pemerintah Desa Sukoharjo membentuk panitia upacara khormat bumi secara formal, yang terdiri dari perangkat Desa Sukoharjo dan tokoh-tokoh masyarakat. Dengan demikian panitia khormat bumi merupakan gabungan dari masyarakat dan pemerintah, dengan gabungan ini pemerintah desa Sukoharjo mengharapkan terjalinnya hubungan yang harmonis antara rakyat dengan pemerintah, sehingga akan tercipta kondisi sejuk dalam pemerintahan desa Sukoharjo. Peran serta masyarakat Desa Sukoharjo sangat besar dalam penyelenggaraan upacara khormat bumi. Peran serta ini tidak hanya sebatas masyarakat mengikuti hajatan atau menikmati hiburan wayang kulit dan ketoprak, tetapi masyarakat baik yang secara resmi ikut tergabung dalam kepanitianan maupun yang tidak ikut kepanitiaan tetap aktif mempersiapkan segala sesuatu yang berkaitan dengan pelaksanaan upacara khormat bumi. Masyarakat tidak mendapatkan honor dalam mempersiapkan segala sesuatu yang berkaitan dengan pelaksanaan upacara khormat bumi. Kesadaran warga masyarakat Desa Sukoharjo bersama dengan pemerintah Desa Sukoharjo melaksanakan upacara khormat bumi menunjukkan suatu sikap penghormatan terhadap para pendiri Desa Sukoharjo.

Upacara khormat bumi dijadikan sebagai sarana untuk memperkuat tali silaturahmi antar jajaran Muspika Kecamatan Margorejo. Hal ini dapat dilihat setiap penyelenggaraan upacara khormat bumi pemerintah Desa Sukoharjo mengundang Muspika Kecamatan Margorejo.

Pemerintah Desa Sukoharjo memiliki andil yang cukup besar dalam mempertahankan kesenian tradisional yang berkembang dalam masyarakat.

Page 19: BAB I · Web viewAda pula penduduk yang membawa pisang ataupun buah-buahan yang lain. Berbagai jenis ambengan itu diletakkan di atas tikar yang sudah digelar di pelataran punden Mbah

Wayang dan ketoprak merupakan kesenian tradisional yang hingga saat ini masih tetap lestari di dalam masyarakat.

Pemerintah Desa Sukoharjo juga memiliki andil dalam memurnikan pemahaman warga terhadap upacara khormat bumi dari hal-hal yang dipandang bertentangan dengan ajaran agama Islam. Pengajian umum dengan menghadirkan mubaligh akan memberi penjelasan tentang upacara khormat bumi dilihat dari ajaran agama Islam. Dengan demikian warga akan memperoleh pemahaman tentang upacara khormat bumi tidak bertentangan dengan ajaran agama Islam sepanjang upacara khormat bumi itu ditujukan sebagai sebagai ungkapan syukur dan memohon perlindungan kepada Allah SWT sebagai penguasa bumi beserta seluruh isinya.

Prosesi upacara khormat bumi yang dilaksanakan oleh masyarakat Desa Sukoharjo di Punden Mbah Gamirah berlangusng dengan penuh kesederhaan namun tetap berlangsung khidmat. Masyarakat datang dengan menggunakan pakaian ala kadarnya tidak berpakaian khas Jawa, misalnya berbaju beskap, menggunakan kain jarik dan menutup kepala dengan blangkon. Hidangan atau ambengan yang dibawa juga tidak istimewa, maksudnya hidangan yang dibawa merupakan makanan sehari-hari yang dimakan tidak diberikan yang mahal-mahal (dianak-anakno).

Kaum ibu atau wanita tidak nampak dalam upacara khormat bumi. Dalam tradisi Jawa, hanya kaum laki-laki yang menghadari hajatan, tetapi tetap memiliki kewajiban untuk membuat ambengan. Para janda akan mewakilkan anak laki-lakinya atau dititipkan pada tetangga untuk membawa ambengan yang dibawa ke uapacara khormat bumi. Sebaliknya, apbila mendapatkan besekan juga akan dibawakan oleh tetangga.

Mengenai tempat penyelenggaraan upacara khormat bumi. Punden Mbah Gamirah ternyata bukan tempat makam Mbah Gamiran, hanya merupakan tempat petilasan yang dipercaya bahwa tempat ini dahulu pernah menjadi persinggahan Mbah Gamirah. Punden Mbah Gamirah berwujud sendang (mata air) yang berada di bawah pohon beringin. Mata air ini, sekarang sudah dibuat seperti sumur batu untuk menahan longsoran tanah dan sebagai penahan agar orang tidak terjatuh dalam sumur. Apabila musim kemarau tiba, sendang ini bisa juga surut, atau airnya akan habis.

Keberadaan legenda Mbah Gamirah merupakan suatu usaha masyarakat setempat untuk menggali jati dirinya. Legenda memang sengaja diciptakan oleh manusia dalam rangka untuk mencari identitas suatu komunitas. Oleh karena itu hampir di semua desa di Jawa memiliki legenda yang berkaitan dengan berdirinya desa itu. 2. Nilai-nilai Paedagogis Upacara Khormat Bumi Bagi Generasi Penerus

Upacara khormat bumi yang dilaksanakan masyarakat Desa Sukoharjo mengandung nilai-nilai paedagogis bagi generasi penerus perlu diteladani, dan dikembangkan pada saat ini. Sebagai generasi penerus, perlu dibekali dengan sikap keteladanan yang telah dicontohkan generasi pendahulu. Dengan demikian, ketika masyarakat melaksanakan upacara Khormat Bumi, generasi penerus diajak serta untuk mengamati, menghayati dan diharapkan akan memiliki beberapa sikap sebagai berikut :a. Gotong royong. Sikap gotong royong ditunjukkan oleh perangkat desa dan

warga desa dalam mempersiapkan pelaksanaan upacara khormat bumi. Selama

Page 20: BAB I · Web viewAda pula penduduk yang membawa pisang ataupun buah-buahan yang lain. Berbagai jenis ambengan itu diletakkan di atas tikar yang sudah digelar di pelataran punden Mbah

bekerja, mereka tidak dibayar, tetapi tetap menunjukkan sikap ihlas tidak jengkel ataupun marah. Mereka menunjukkan sikap rela tanpa pamrih dan memancarkan raut kegembiraan dalam mempersipakan upacara khormat bumi.

b. Demokratis. Sikap musyawarah ditunjukkan baik kepala desa beserta dengan perangkat desa, tokoh masyarakat maupun warga masyarakat dalam mempersiapkan pelaksanaan upacara khormat bumi. Semua acara disusun berdasar azas mufakat, baik ketika menentukan waktu, tokoh yang perlu diundang, hiburan apa yang perlu bahkan sampai kepada mubaligh yang mengisi pengajian.

c. Ketuhanan. Sikap pasrah kepada penguasa alam dan hormat kepada leluhur merupakan salah satu karakter masyarakat pedesaan yang mayoritas hidup sebagai petani, sikap itu bahkan sudah melekat dan menjadi budaya Jawa. Kearifan budaya Jawa melalui ungkapan, pertama, eling sangkan paraning dumadi, maksudnya adalah kesadaran orang Jawa yang selalu berhati-hati dalam bertindak dan bertutur sapa dan selalu ingat terhadap asal-usul manusia yang berasal dari tanah dan mengingat kemana atau tujuan akhir hidup manusia, yaitu harus mempertanggungjawabkan segala amal ibadahnya di hadapan Allah SWT. Kedua, mikul dhuwur mendem jero, para lelulur yang sudah mendarmabaktikan pada generasi penerus berupa perjuangan membuka hutan untuk dijadikan pemukiman dan kini sudah menjadi desa, maka wajar apabila generasi sekarang memiliki kesadaran sejarah menghormati para pejuang desa dengan memohonkan ampunan kepada Tuhan atas segala dosa dan kesalahan dan semoga mereka semua mendapatkan balasan sesuai dengan darmabaktinya. Ketiga, ngunduh wohing pakerti, masyarakat menyadari apabila berbuat baik tentu mereka sendiri yang akan mengambil hikmahnya, begitu pula apabila berbuat tidak baik mereka sendiri pula yang akan menanggung akibatnya. Keempat, rawe-rawe rantas malang-malang putung, dalam mendirikan desa, tentu para leluhur menemui banyak hambatan dan rintangan, dengan semangat pantang menyerah, maka para leluhur berhasil mewujudkan impiannya menciptakan suatu pemukiman yang aman, tenteram dan sejahtera. Kelima, rukun agawe santoso, untuk mencapai tujuan hidup bersama, maka diperlukan kerukunan, persatuan dan kesatuan sehingga akan tercipta desa yang sejahtera.

KESIMPULANHasil penelitian tentang upacara khormat bumi di Desa Sukoharjo

Kecamatan Margorejo Kabupaten Pati bermanfaat sebagai sarana untuk mempertahankan dan mengembangkan tradisi yang ada dalam masyarakat, di samping itu juga dapat dimanfaatkan sebagai sarana untuk mendorong generasi penerus agar tetap mengambil nilai-nilai yang ada di dalamnya. Hal ini ditunjukkan dengan rumusan masalah sebagai berikut : (1) Prosesi upacara khormat bumi yang dilaksanakan masyarakat Desa Sukoharjo bertempat di punden Mbah Gamirah merupakan tradisi yang berlangsung turun temurun. Tujuan diselengarakan upacara khormat bumi adalah agar Tuhan Yang Maha Esa Allah SWT, selalu memberi kemakmuran, kesejahteraan, ketetraman dan dijauhkan dari segala malapetaka, (2) Nilai-nilai yang terkandung dalam upacara khormat bumi dapat dijadikan sebagai nilai-nilai yang perlu dimiliki oleh generasi

Page 21: BAB I · Web viewAda pula penduduk yang membawa pisang ataupun buah-buahan yang lain. Berbagai jenis ambengan itu diletakkan di atas tikar yang sudah digelar di pelataran punden Mbah

penerusi, yaitu sikap gotong royong, demokratis, kearifan budaya Jawa yang terdiri eling sangkan paraning dumadi, mikul dhuwur mendem jero, rukun agawe santoso.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Mansur Suryanegara. 1995. Menemukan Sejarah. Bandung : Mizan.

Ella Yulaelawati. 2004. Kurikulum dan Pembelajaran Filosofi Teori dan Aplikasi. Bandung : Pakar Karya.

Gotttschalk, Louis. 1986. Mengerti Sejarah. Jakarta : UI Press.

Geertz, Clifford. 1989. Abangan, Santri, Priyayi Dalam Masyarakat Jawa. Jakarta : Pustaka Jaya.

Hadari Nawawi. 1990. Metode Penelitian Bidang Sosial. Gajah Mada University Press.

Hariyono. 1995. Mempelajari Sejarah. Jakarta : PT Dunia Pustaka Jaya.

Haviland William A. 1999. Antropologi Jilid 2. Jakarta : PT Erlangga.

Horton, Paul B. dan Hunt, Chester L. 1999. Sosiologi. Jakarta : Erlangga.

James Dananjaya. 1991. Foklor, Indonesia, Ilmu Gaib, Dongeng dan Lain-lain. Jakarta : Grafiti.

Koentjaraningrat. 1981. Sejarah Teori Antropologi. Jakarta : UI Press.

-------. 1965. Manusia dan Kebudayaan Indonesia. Jakarta : Djambatan.

-------. 1999. Pengantar Antropologi. Jakarta : PT Rineka Cipta.

Kuntowijoyo.1995. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta : Yayasan Bentang Budaya.

Moleong, L.J. 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja Rosdakarya

Muhammad Surya. 2003. Kapita Selekta Kependidikan. Jakarta : Universitas Terbuka.

Muhammad Taupan, 2007. Sejarah. Bandung : CV. Yrama Widya.

Nugroho Notosusanto. 1971. Norma-norma Dasar Penelitian dan Penulisan Sejarah. Jakarta : Pusat Sejarah ABRI.

Page 22: BAB I · Web viewAda pula penduduk yang membawa pisang ataupun buah-buahan yang lain. Berbagai jenis ambengan itu diletakkan di atas tikar yang sudah digelar di pelataran punden Mbah

Nursid Sumaatmadja. 2003. Kapita Selekta IPS. Jakarta L : Universitas Terbuka.

Roeslan Abdulgani. 1963. Penggunaan Ilmu Sejarah. Bandung : Prapantja.

Saifuddin Azwar. 1997. Penelitian Merupakan Rangkaian Kegiatan Ilmiah Dalam Rangka Pemecahan Suatu Permasalahan. Jakarta : Rineka Cipta.

Sardiman. AM. 2001. Program Pelatihan Terintegrasi Guru SLTP Bidang Studi Sejarah. Depdiknas.

Sartono Kartodirdjo. 1992. Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah. Jakarta : Gramedia.

Simanjuntak, B. L.L, Pasaribu. 1986. Pengantar Pendidikan Metodik Kurikulum Proses Belajar Mengajar. Bandung : Tarsito.

Slamet, DS. 1984. Upacara Tradisional Dalam Kaitannya Peristiwa Kepercayaan. Depdikbud.

Sugeng Suryanto, dkk. 1987. Adat dan Upacara Perkawinan Daerah Jawa Tengah. Semarang.: Depdikbud.