bab i pendahuluan latar belakang pentingnya arti tanah bagieprints.umm.ac.id/46157/2/bab i.pdf ·...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tanah adalah lapisan paling atas bumi atau bagian dari permukaan bumi.
Makna permukaan bumi sebagai bagian dari tanah yang mana haknya dapat
dimiliki oleh setiap orang atau badan hukum.1 Pentingnya arti tanah bagi
kehidupan manusia ialah karena kehidupan manusia itu tidak dapat dipisahkan
dari tanah. Manusia hidup diatas tanah dan memperoleh bahan pangan dengan
cara mendayagunakan tanah.2
Berdasarkan Pasal 33 ayat (3) UUD NRI 1945 menyebutkan “Bumi dan air
dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Ketentuan diatas
mendudukan bahwa hak penguasaan atas tanah oleh negara harus diperuntukan
untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Kemudian pada pasal 4 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
Agraria mengamanatkan bahwa “ … hak atas permukaan bumi, yang disebut
tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri
maupun bersama-sama dengan orang lain serta badan-badan hukum”. Badan
hukum sebagai subyek hukum dapat bertindak dalam lalu lintas hukum serta
1 Supriadi. 2010. Hukum Agraria. Jakarta. Sinar Grafika, Cetakan Keempat. Hal. 3 2 G. Kartasapoetra. (et.al.). 1985. Hukum Tanah : Jaminan UUPA Bagi Keberhasilan
Pendayagunaan Tanah. Jakarta. PT. Bina Aksara. Hal. 1
2
dapat melakukan perbuatan hukum seperti manusia.3 Salah satu badan hukum
yakni pemerintah daerah. Sebagai perwujudan dari pelaksanaan urusan
pemerintah dalam hal ini pemerintah pusat menyerahkan urusan pemerintah
kepada pemerintah daerah berdasarkan asas desentralisasi bertujuan pemerintah
daerah untuk mengurus urusan rumah tangganya sendiri dilaksanakan dengan
prinsip good gonvernance.4 Bentuk pelaksanaan urusan pemerintah daerah salah
satunya berkaitan dengan aset daerah.
Berdasarkan pasal 1 huruf (t) Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29
Tahun 2002 tentang Pedoman Pengurusan, Pertanggungjawaban dan Pengawasan
Keuangan Daerah Serta Tata Cara Penyusunan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah, Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah dan Penyusunan
Perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah mengamanatkan bahwa
“Aset daerah adalah seluruh harta kekayaan milik daerah baik berupa barang
berwujud maupun barang tidak berwujud”.5 Aset daerah sebagai salah satu unsur
penting dalam rangka penyelenggaraan pemerintah dan pelayanan kepada
masyarakat.6 Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014
tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah menyatakan bahwa “barang
3 Komariah. 2016. Hukum Perdata. Malang. UMM Press. Hal. 17 4 Sirajudin. (et.al.). 2016. Hukum Administrasi Pemerintahsn Daerah. Malang. Setara Press.
Hal 4-5 5 Berdasarkan pasal 1 huruf (t) Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomo 29 Tahun 2002
tentang Pedoman Pengurusan, Pertanggungjawaban dan Pengawasan Keuangan Daerah Serta Tata Cara Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah dan Penyusunan Perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
6 Siti Romlah. 2018. Pengelolaan Aset Daerah Atas Tanah Milik Pemerintah Daerah Kabupaten Pelalawan Tahun 2015-2016. Vol. 5 No. 1. FISIP Universitas Riau
3
milik daerah adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah atau berasal dari perolehan lainnya
yang sah”.7
Menurut Doli D. Siregar aset daerah merupakan barang atau sesuatu barang
yang mempunyai nilai ekonomi, nilai komersial atau nilai tukar yang dimiliki
oleh badan usaha, instansi atau individu.8 Sejalan dengan pemikiran Doli D.
Siregar aset daerah. Sampai saat ini masih banyak aset di Kota Batu yang bersifat
benda bergerak dan tidak bergerak, salah satunya hak eigendom yang
diperuntukan untuk aset daerah memiliki pengaruh yang sangat penting bagi
pemerintah daerah. Dengan adanya aset atau barang milik daerah memiliki
potensi ekonomi bagi Pemerintah Daerah. Selain itu dengan adanya pengelolaan
aset barang milik daerah yang dikelola oleh Pemerintah Daerah dalam hal ini
diharapkan mampu memberikan output dalam perencanaan, pelaksanan dan
pengawasan aset daerah. Tujuan dari adanya aset daerah dengan potensi ekonomi
tersebut bermanfaat untuk menunjang peran dan fungsi Pemerintah daerah dalam
memberikan pelayanan publik kepada masyarakat serta terwujudnya ketertiban
administrasi mengenai kekayaan daerah baik menyangkut investasi tanah dan
bangunan, sertifikasi kekayaan daerah, penghapusan maupun penjualan aset
daerah.
7 Lihat Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan
Barang Milik Negara/Daerah 8 Doli D. Siregar. 2004. Manajemen Aset. Jakarta. PT. Gramedia Pustaka Utama. Hal. 178
4
Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 001-021-022/PUU-I/2003
tentang Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan.
Mahkamah Konsitutisi menafsirkan makna Hak Menguasai Negara terhadap
pengujian pasal 33 UUD NRI 1945 memiliki lima kewenangan yakni untuk
fungsi pengurusan (bestuursdaad), pengelolaan (beheersdaad), kebijakan
(beleid), pengaturan (regelendaad) dan pengawasan (toexichthoudensdaad).9
Bahwa penguasaan tanah bekas hak barat (hak eigendom) untuk aset daerah
merupakan wujud kewenangan negara dalam hal pengelolaan tanah.
Perkembangan hukum agraria sebelum diberlakukanya UUPA, terdapat
akibat politik pada Pemerintah Hindia Belanda. Pada masa itu Indonesia berlaku
dualisme hukum pertanahan. Pertama, berlaku hukum tanah berdasarkan Hak
Kolonial Belanda. Tanah yang tunduk dan diatur dalam Hukum Perdata Barat
yakni tanah barat, salah satunya hak eigendom, hak opstall, hak erfpacht. Kedua,
tanah yang dikuasai langsung oleh penduduk asli berlaku hukum adat. Tanah
adat terdiri dari tanah milik adat, tanah yasan, tanah gogolan, tanah hak ulayat
dan lainnya.10
Hak Eigendom merupakan hak yang paling sempurna atas suatu benda.11
Bahwa konsep hak eigendom pada masa Hindia Belanda diberlakukan untuk
mengedepankan kepentingan pemerintahannya. Pemerintah Hindia Belanda
9 Lihat Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 001-021-022/PUU-I/2003 tentang Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Ketenagalistrikan 10 G. Kartasapoetra. (et.al.). Op.cit. Hal. 93 11 Subekti. 2002. Pokok-Pokok Hukum Perdata. Jakarta. PT. Intermasa. Hal. 69
5
seringkali mengambil hak atas tanah milik bumi putera. Oleh karena itu,
pemerintah Indonesia melakukan nasionalisasi yang bertujuan untuk menghindari
Undang-Undang Pencabutan Hak, Nasionalisasi Aset bekas milik Warga Negara
Belanda, Nasionalisasi Aset tanah dan perusahaan. Sesuai dengan ketentuan
Undang-Undang Nomor 86 Tahun 1958 tentang Nasionalisasi Perusahaan-
Perusahaan Milik Belanda.
Pada tanggal 24 September 1960 lahirlah Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria dimana undang-undang ini
mengamanatkan bahwa tanah-tanah bekas hak barat harus dikonversikan
selambatnya pada tanggal 24 September 1980. Konversi jenis-jenis hak atas
tanah hak eigendom dikonversi menjadi hak milik, hak pakai dan hak guna
bangunan (HGB) dengan jangka waktu 20 tahun. Hak opstall dikonversi
menjadi hak guna bangunan (HGB). Sedangkan hak erfpacht dikonversi menjadi
hak guna usaha (HGU) dan hak guna bangunan (HGB). Apabila pemilik ataupun
ahli waris tidak mengurus konversi tanah miliknya. Maka hak eigendom akan
menjadi tanah negara.
Bentuk penyelesaian masalah yang timbul karena berakhirnya jangka waktu
konversi tanah, maka pemerintah mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 32
tahun 1979 Tentang Pokok-Pokok Kebijakan Dalam Rangka Pemberian Hak
Baru Atas Tanah Asal Konversi Hak Barat. Tindak lanjut atas Keppres tersebut
terdapat pada pasal 2 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 1979
6
Tentang Ketentuan-Ketentuan Mengenai Permohonan dan Pemberian Hak Baru
Atas Tanah Asal Konversi Hak-Hak Barat.
Permasalahan pada saat ini yakni terdapat beberapa aset barang milik daerah
yang berasal dari hak eigendom yang diperuntukan untuk aset daerah. Di Kota
Makassar terdapat 14 tanah aset daerah dari konversi tanah hak eigendom yang
mana tanah tersebut harus disertifikatkan untuk mendapatkan kepastian hukum
sebagaimana diamanatkan dalam ketentuan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 Jo
Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik
Negara/Daerah. Akan tetapi pada tahun 2012 hanya satu tanah aset pemerintah
daerah Makassar yang di sertifikatkan yakni Museum Kota Makasssar.12
Beberapa aset barang milik daerah Pemerintah Kota Batu berasal dari tanah
hak eigendom akan tetapi Pemerintah Kota Batu tidak memiliki bukti awal
kepemilikan atas tanah hak eigendom. Salah satunya SDN Temas 01 Batu
beralamat Jl. Patimura 23, RT/RW 9/9, Dsn. Genengan, Ds./Kel Temas, Kec.
Batu, Kota Batu. Implikasi dari adanya permasalahan tersebut yakni akan
berakibat dari aspek legalitas dari tanah tersebut. Hal ini tentunya tidak selaras
dengan prinsip kepastian hukum di Indonesia. Pasal 32 ayat (1) Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah mengamanatkan
bahwa “ sertifikat merupakan surat tanda bukti yang kuat mengenai data fisik
12 Muh. Afif Mahfud. 2012. Status Hukum Tanah Aset Daerah Dari Konversi Tanah Belanda
Yang Tidak Disertifikatkan Di Kota Makassar. Jurnal Hukum
7
dan data yuridis …“.13 Tujuan hukum yakni mewujudkan kepastian hukum
sekaligus mencapai keadilan bagi masyarakat sebagaimana yang telah
dikemukakan oleh Aristoteles dan Aguinas Grotius berpendapat bahwa “
kepastian hukum dan keadilan adalah tujuan dari sistem hukum”. Hal ini selaras
dengan ketentuan pada pasal 19 ayat (2) UUPA yang menegaskan bahwa
sertifikat merupakan bukti surat yang kuat atas kepemilikan tanah dimana
berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat. Pendaftaran tanah bersifat
rechtkadaster yang artinya memiliki tujuan untuk menjamin adanya kepastian
hukum. Indonesia adalah negara hukum semua yang berkaitan dengan aktivitas
negara harus didasarkan dengan hukum salah satunya terkait dengan peralihan
aset barang milik daerah Pemerintah Kota Batu.
Bahwa penulis melakukan penelitian di daerah Batu dikarenakan banyak
tanah bekas hak barat yang digunakan sebagai aset daerah. Atas dasar inilah
penulis tertarik untuk mengangkat judul penulisan hukum dengan judul
“PENGUASAAN TANAH BEKAS HAK BARAT SEBAGAI ASET
BARANG MILIK DAERAH PEMERINTAH KOTA BATU DALAM
PERSPEKTIF KEPASTIAN HUKUM”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah penulis uraikan, maka
rumusan masalah sebagai berikut:
13 Lihat Pasal 32 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran
Tanah
8
1. Apakah dasar penguasaan tanah yang dimiliki oleh Pemerintah Kota Batu
terkait aset barang milik daerah atas tanah bekas hak barat?
2. Mengapa terdapat tanah bekas hak barat yang belum di sertifikatkan oleh
Pemerintah Kota Batu?
3. Bagaimana akibat hukum atas penguasaan tanah bekas hak barat yang
dijadikan aset barang milik daerah oleh Pemerintah Kota Batu dalam
perspektif kepastian hukum?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah penulis uraikan, maka tujuan yang
ingin dicapai dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui dasar penguasaan tanah yang dimiliki oleh Pemerintah
Kota Batu terkait aset barang milik daerah atas tanah bekas hak barat.
2. Untuk mengetahui faktor penyebab tanah bekas hak barat belum di
sertifikatkan oleh Pemerintah Kota Batu.
3. Untuk mengetahui akibat hukum atas penguasaan tanah bekas hak barat
yang dijadikan aset barang milik daerah oleh Pemerintah Kota Batu
dalam perspektif kepastian hukum.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik secara teoritis maupun
secara praktis. Dalam hal ini pemerintah selaku penentu kebijakan dan
pelaksanaan aturan hukum.
9
1. Manfaat secara teoritis dari hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai
sumber informasi ilmiah dan memberikan sumbangan pemikiran dalam
perkembangan ilmu hukum, hukum pertana dan khususnya bidang hukum
agrarian.
2. Manfaat secara praktis dari hasil peneliitan ini dapat memberikan masukan
dan kontribusi bagi pengembangan hukum agrarian/pertanahan berkaitan
dengan dasar penguasaan tanah yang dimiliki oleh Pemerintah Kota Batu
terkait aset barang milik daerah atas tanah bekas hak barat, faktor penyebab
tanah bekas hak barat belum di sertifikatkan oleh Pemerintah Kota Batu
dan akibat hukum atas penguasaan tanah bekas hak barat yang dijadikan
aset barang milik daerah oleh Pemerintah Kota Batu dalam perspektif
kepastian hukum.
E. Kegunaaan Penelitian
1. Bagi Penulis
Penelitian ini secara obyektif mampu memberikan dan meningkatkan
wawasan dan ilmu pengetahuan terkait keseluruhan permasalahan
khususnya terkait dasar penguasaan tanah yang dimiliki oleh Pemerintah
Kota Batu terkait aset barang milik daerah atas tanah bekas hak barat,
faktor penyebab tanah bekas hak barat belum di sertifikatkan oleh
Pemerintah Kota Batu dan akibat hukum atas penguasaan tanah bekas hak
barat yang dijadikan aset barang milik daerah oleh Pemerintah Kota Batu
10
dalam perspektif kepastian hukum. Bersingungan langsung dengan
hukum agraria, hukum adat dan hukum perdata.
Pun demikian manfaat penelitian ini secara subyektif yakni sebagai
syarat untuk penulisan Tugas Akhir dan menyelesaikan Studi Srata-1 di
Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang dengan gelar
Sarjana Hukum.
2. Bagi Mahasiswa
Penelitian ini secara obyektif memberikan tambahan pengetahuan
serta dapat menjadi referensi dalam cakrawala ilmu pengetahuan bagi
mahasiswa lain untuk melakukan penelitian-penelitian secara lebih
mendalam mengenai bidang hukum agraria.
3. Bagi Pemerintah
Hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis sebagai bentuk
kontribusi dalam pengembangan hukum agrarian di Kota Batu sekaligus
diharapkan adanya perbaikan pelaksanaan terkait prosedur dalam
penguasaan tanah bekas hak barat sebagai aset barang milik daerah
Pemerintah Kota Batu dari perspektif kepastian hukum.
4. Bagi Masyarakat
Hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis diharapkan mampu
menjadi literatur untuk menambah pengetahuan bagi masyarakat tentang
terkait dasar penguasaan tanah yang dimiliki oleh Pemerintah Kota Batu
terkait aset barang milik daerah atas tanah bekas hak barat, faktor
11
penyebab tanah bekas hak barat belum di sertifikatkan oleh Pemerintah
Kota Batu dan akibat hukum atas penguasaan tanah bekas hak barat yang
dijadikan aset barang milik daerah oleh Pemerintah Kota Batu dalam
perspektif kepastian hukum.
F. Metode Penelitian
1. Metode Pendekatan
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode pendekatan hukum
yuridis sosiologis memberikan arti penting pada langkah-langkah observasi
dan analisis yang bersifat empiris kuantitatif disebut “social legal
research”.14 Penelitian yuridis empiris/sosiologis yang artinya cara prosedur
yang digunakan untuk memecahkan permasalahan dalam penelitian ini
dengan meneliti data sekunder terlebih dahulu yang kemudian dilanjutkan
dengan mengadakan penelitian terhadap data primer dilapangan.15 Penulis
akan menganalisa terkait penerapan ketentuan Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, Peraturan
Menteri Pertanahan dan Agraria Nomor 2 Tahun 1962 tentang Penegasan
Konversi dan Pendaftaran Bekas Hak-hak Indonesia Atas Tanah Secara
Normatif dan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang
Pendaftaran Tanah.
14 Supranto. 2003. Metode Penelitian Hukum dan Statistik. Jakarta. PT. Rineka Cipta. Hal. 3 15 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji. 1985. Penelitian HukumNormatf Suatu Tinjauan
Singkat. Jakarta, Rajawali Pers. Hal.52
12
Permasalahan yang terjadi masih banyaknya tanah bekas hak barat
yang dijadikan sebagai aset barang milik daerah oleh Pemerintah Kota Batu
yang belum memiliki bukti kepenguasaan atas tanah (bersertifikat). Dalam
hal ini penulis akan menganalisa antara da sollen dan da sein. Dengan
mengkontruksikan penerapan peraturan perundang-undangan telah sesuai
atau tidak berdasarkan fakta dilapangan terkait penguasaan tanah bekas hak
barat sebagai aset barang milik daerah Pemerintah Kota Batu dalam
perspektif kepastian hukum.
2. Lokasi penelitian
Alasan penulis memilih lokasi di Kantor Badan Keuangan Daerah
(BKD) bagian Bidang Aset Pemerintah Daerah Kota Batu beralamat di Jl.
Panglima Sudirman No.507, Pesanggrahan, Kec. Batu, Kota Batu, Jawa
Timur dan Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Batu Batu
beralamat di Jl. Mawar No.12, Songgokerto, Kec. Batu, Kota Batu, Jawa
Timur untuk melakukan penelitian dikarenakan terdapat tanah bekas hak
barat yang mana penguasaan hak tanah bekas hak barat sebagai aset barang
milik daerah oleh Pemerintah Kota Batu yang belum memiliki bukti
kepenguasaan atas tanah (bersertifikat).
3. Sumber Data
a. Data Primer merupakan data yang diperoleh secara langsung oleh penulis
berupa hasil wawancara dengan responden dan dokumen-dokumen yang
ada di Pemerintah Kota Batu dan Kantor Badan Pertanahan Nasional
13
Kota Batu terkait penguasaan tanah bekas hak barat sebagai aset barang
milik daerah Pemerintah Kota Batu dalam perspektif kepastian hukum.16
b. Data Sekunder adalah data yang diperoleh oleh penulis dari ketentuan
peraturan perundang-undangan diantaranya :
1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
2) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
3) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-pokok Agraria;
4) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran
Tanah;
5) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 jo Peraturan
Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang
Milik Negara/Daerah;
6) Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan
Nasional Nomro 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksana
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran
Tanah;
7) Peraturan Menteri Pertanahan dan Agraria Nomor 2 Tahun 1962
tentang Penegasan Konversi dan Pendaftaran Bekas Hak-hak
Indonesia Atas Tanah Secara Normatif;
16 Amiruddin. 2006. Pengantar Metode Penelitian Hukum. Jakarta. PT. Raja Grafindo
Persada. Hal. 30
14
8) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2016 jo
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang
Pedoman teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah;
9) Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002 tentang
Pedoman Pengurusan, Pertanggungjawaban dan Pengawasan
Keuangan Daerah Serta Tata Cara Penyusunan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah, Pelaksanaan Tata Usaha
Keuangan Daerah dan Penyusunan Perhitungan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah;
10) Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 001-021-022/PUU-I/2003
tentang Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang
Ketenagalistrikan.
c. Data Tersier adalah data-data yang diperoleh dari buku-buku ilmiah, hasil
penelitian dan sebagainya sebagai data pelengkap data primer dan
sekunder dalam penelitian ini.17
4. Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan oleh penulis dalam
melakukan penelitian ini sebagai berikut :
a. Wawancara adalah suatu situasi peran antara pribadi bertatap muka,
ketika seseoarang yakni pewawancara mengajukan pertanyaan-
pertanyaan yang dirancang untuk memperoleh jawaban yang relevan
17 Marzuki. 1983. Metodelogi Riset. Yogyakarta. PT.Hanindita Offset. Hal. 56
15
dengan masalah penelitian kepada responden (Dino Bastian, SH selaku
staff bagian bidang aset Pemerintah Kota Batu). Penulis dalam hal ini
menggunakan purposive sampling. Purposive sampling dimana
responden ditunjuk/dipilih langsung oleh kelompok yang sesuai dengan
keahliannya untuk memberikan informasi terkait penguasaan tanah bekas
hak barat sebagai aset barang milik daerah oleh Pemerintah Kota Batu.
b. Studi Dokumentasi adalah penulis mencari dan mengumpulkan bahan-
bahan dari berbagai macam dokumen yang berkaitan dengan penguasaan
tanah bekas hak barat sebagai aset barang milik daerah oleh Pemerintah
Kota Batu dalam perspektif kepastian hukum.
c. Studi pustaka adalah pengumpulan data tidak langsung yang ditujukan
kepada subyek penelitian dalam hal ini data didapat dari literature-
literatur yang dianggap dapat membantu dalam analisa terkait penguasaan
tanah bekas hak barat sebagai aset barang milik daerah oleh Pemerintah
Kota Batu dalam perspektif kepastian hukum.
5. Analisa Data
Data yang terkumpul baik secara primer maupun sekunder semuanya
akan dianalisa dengan menggunakan analisis deskriptif kualitatif. 18 Penulis
akan menganalisa terkait penerapan ketentuan Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, Peraturan
18 Lexy J.`Moleong. 2007. Metodologi Peneltiian Kualitatif. Bandung. PT. Remaja
Rosdakarya. Hal. 6
16
Menteri Pertanahan dan Agraria Nomor 2 Tahun 1962 tentang Penegasan
Konversi dan Pendaftaran Bekas Hak-hak Indonesia Atas Tanah Secara
Normatif dan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang
Pendaftaran Tanah.
Permasalahan yang terjadi masih banyaknya tanah bekas hak barat
yang dijadikan sebagai aset barang milik daerah oleh Pemerintah Kota Batu
yang belum memiliki bukti kepenguasaan atas tanah (bersertifikat). Dalam
hal ini penulis akan menganalisa antara da sollen dan da sein terkait
penguasaan tanah bekas hak barat sebagai aset barang milik daerah
Pemerintah Kota Batu dalam perspektif kepastian hukum. Selanjutnya,
penulis akan menarik kesimpulan yang relevan sehingga mendapatkan data
yang akurat. Dengan demikian mampu memberikan gambaran jelas terkait
penguasaan tanah bekas hak barat sebagai aset barang milik daerah
Pemerintah Kota Batu dalam perspektif kepastian hukum.
G. Sistematika Penulisan
Dalam melakukan penyusunan penulisan hukum ini penulis membagi dalam
empat bab dan masing-masing bab terdiri dari sub bab yang dengan tujuan agar
mempermudah pemahaman. Adapun sistematika penulisan yang dilakukan oleh
penulis yakni:
17
1. BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab I terbagi menjadi 7 sub bab yang terdiri dari latar belakang,
rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kegunaan penelitian,
metode penulisan dan sistematikan penulisan.
2. BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab II mengenai deskripsi atau uraian tentang bahan-bahan teori,
doktrin, serta kajian yuridis berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku, kajian terdahulu terkait topik atau tema yang diteliti.
3. BAB III PEMBAHASAN
Pada bab ini berisi mengenai hasil daripada penelitian yang telah dilakukan
oleh penuls dan telah dikaji dan dianalisa serta sistematis berdasarkan pada
kajian pustaka sebagaimana dalam bab II.
4. BAB IV PENUTUP
Pada bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran terkait dengan
permasalahan hukum yang diangkat.19
19 Sulardi. 2016. Pedoman Penulisan Hukum. Malang. UMM Press. Hal. 22