bab i pendahuluan latar belakang pada dasarnya …digilib.uinsby.ac.id/1036/3/bab 1.pdfnilai-nilai...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada dasarnya Pendidikan Islam bertujuan menanamkan nilai-nilai
ke-Islaman seseorang agar mampu menjadi manusia yang patuh dan taat
terhadap perintah dan laranagan Allah SWT. suatu proses transformasi
dalam bentuk proses perbaikan, penyempurnaan, terhadap segala
kemampuan potensi manusia dengan mengacu pada nilai-nilai ajaran Islam
atau hukum-hukum Allah.1
Pendidikan Islam menjadi pilar yang sangat penting dalam
mengembangkan tingkat ketaqwaan seseorang sebagai seorang hamba agar
mampu menjalankan ajaran-ajaran dari syari’at Islam yang meliputi
hubungan seorang hamba dengan sang pencipta (hablu mina al-Allah),
maupun hubungan antar sesama mahluk (hablu mina al-nas). Sehingga
pendidikan Islam tidak hanya berupaya ingin membangun pribadi yang
saleh secara ubu>diyah hablu mina al Allah saja. Akan tetapi juga
memberikan apresiasi yang sangat tinggi terhadap orang-orang yang
mengamalkan ilmu pengetahuannya untuk kemaslahatan manusia (hablu
mina nas).2 Karenanya menurut Imam Bawani pendidikan Islam merupakan
1 Lihat Muhammad Roqib, Ilmu Pendidikan Islam; Pengembangan Integrative Disekolah,
Keluarga Dan Masyarakat (Yogyakarta: LKIS, 2009) Hal 21 dan Lihat Ahmad Syalabi, Tarihk Al-Tarbiyah Al-Islamiyat, (Kairo: Al-Kasyaf, 1954), Hal. 21-23 2 Dengan demikian, oleh Munir Mulkhan, orientasi Pendidikan bukan sekedar sebagai prestasi
otak, tetapi juga kualitas spiritual dan religius dalam menempatkan posisi diri sebagai bagian dari
2
proses penggalian, pembentukan, pendayagunaan dan pengembangan pola
fikir, dan kreasi manusia melalui pengajaran, bimbingan, latihan dan
pengabdian yang dilandasi dan dinafasi oleh ajaran-ajaran Islam, sehingga
terbentuk pribadi muslim sejati yang mampu mengontrol, mengatur dan
merekayasa kehidupan, dilakukan sepanjang zaman dengan penuh tanggung
jawab, semata-mata untuk beribadah kepada Allah sw.3
Pendidikan pada umumnya di desine untuk menyiapkan anak didik
agar mampu menyesuaikan diri dengan kebutuhan yang dihadapi. Yaitu
kemampuan menyesuaikan diri dengan perubahan jaman yang semakin lama
semakin sulit diprediksi oleh sebab laju modernisasi global yang selalu
seiring dengan kemajuan ekonomi dan teknologi informasi. Dengan
demikian dampak yang akan terjadi pun akan terus menjadi kehawtiran
manusia saat ini. Sehingga untuk merespon tantangan moral yang akan
dihadapi, tanggung jawab Pendidikan Islam semakin nyata. Mengingat
asumsi umum yang selalu mengemuka bahwasanya pembentukan akhlak
manusia adalah tanggung jawab Pendidikan Islam.
Namun dilatar belakangi ketidak percayaan atau ingin mengadopsi
nilai-nilai yang terkandung dilamnya, nayatanya pendidikan karekater –
masyarakat serta pemihakan pada nilai-nilai kemanusiaan. Mengingat pendidikan Islam
merupakan refleksi dari ajaran Islam yang berupaya merealisasikan keseimbangan antara
kepentingan duniawi dan kepentingan ukhrawi, individu dan sosial, secara simultan harus
memperhatikan kepentingan individu dan masyarakat, tidak mengutamakan salah satunya,
Aalasannya ialah karena pendidikan Islam menanamkan fadhilah (keutamaan) kepada individu
agar menjadi sumber kebaikan bagi masyarakat dan bertanggung jawab di dalamnya berdasarkan
kaidah saling menolong dan menolak individualisme. Lihat lebih lengkap dalam Abdul Munir
Mulkhan, Nalar Spiritual Pendidikan Islam: Solusi Problem Filosofis Pendidikan Islam (Yogyakarta: Tiara Wacaana, 2002), hal. 166. 3 Imam Bawani dan Isa Anshori, Cendikiawan Muslim dalam Perspektif Pendidikan Islam
(Surabaya: Bina Ilmu. Cet. I., 1991) hal. 31
1
1
3
dalam esensinya – sudah lama dikenal oleh Pendidikan Islam, kini banyak
Pihak mewacanakan kembali dan menganggap sebagai trobosan baru untuk
merespon berbagai persoalan moral yang selama ini malanda kehidupan
seseorang. Dari persolan korupsi yang semakin sulit dibendung, degradasi
moral berupa kejahatan sexsual, narkoba, hingga kasus kekerasan antar
siswa (pelajar), antar suku, agama serta aliran, perusakan (anarkisme), dan
kehidupan ekonomi yang konsumtif, serta kehidupan politik yang
semerawut. Kesan umum yang muncul bahwa anak didik kita cukup pintar
dalam menyerap keilmuan, tetapi praktisnya rendah di bidang etika, bahkan
memperihatinkan. Munculnya berbagai permasalahan menyangkut dunia
pendidikan saat ini bukan hanya ancaman pengangguran setelah ia
menyelasaikan proses studinya, akan tetapi permasalahan nilai dan etika
anak-didik yang kian hari kian berantakan, bahkan dalam praktisnya belum
menumbuhkan pemecahan yang signifikan.
Bentuk-bentuk penyimpangan moral semacam itu mudah tumbuh
subur hingga menjalar setiap lapisan masyarakat. penyebabnya tidak lain
karena mulai melemhanya legitimasi agama di tengah-tengah khidupan
masyarakat yang berakibat pada rendahnya pengetahuan masyarakat
sekarang terhadap ajaran-ajaran agama.4 Yang kemudian berimplikasi
4 Sehingga semakin lemah nilai budaya dan keaagamaan dimasayarkat maka semakin meningkat
persoalan degradasi moral yang terjadi pada kehidupan manusia. Maka wajar jika sebagian orang
mengatakan, budaya yang terjadi dalam kehidupan kita lambat laun akan mengalami
transformasi, karena sesuatu yang sulit dihindari adalah banyaknya indikasi-indikasi yang
menunjukkan kehidupan sosial kita telah banyka memilih mengikiti tren modernisasi dibanding
mempertahankan budaya asli yang menjadi keunikan dan nilai landasan morl di masyarakat.
Sehingga praktek-praktek keagamaan dan kearifan lokal yang banyak mewarnai kebudayaan kita
lambat laun akan terkikis oleh perubahan dan pola pikir masyarakat.
4
parah pada lemahanya nilai-nilai budaya agama. Akhirnya, lemahnya nilai-
nilai budaya itu berpengaruh pada perubuhan pola pikir dan corak pandang
pada setiap lapisan sosial sehingga nilai-nilai moral yang diwariskan para
leluhur menjadi tersisihkan. Maka tidak mengherankan jika kemerosotan
akhlak itu tidak hanya terjadi pada kalangan muda, tetapi juga menimpa
orang dewasa, bahkan orang tua. Dari banyaknya siswa yang suka tawuran,
mabuk, berjudi, durhaka kepada orang tua, elit politik yang suka korupsi,
merabknya tren narkoba, hingga penyelasaian suatu mesalah dengan cara
pembunuhan dianggap biasa.
Disatu sisi sistem pendidikan kita di bangun sedemikiaan rupa
seolah pada endingnya akan melahirkan anak didik yang mapan secara
individu dan sosial, namun pada saat yang bersamaan rendahnya perilaku
moral anak didik semakin mengemuka ditengah-tengah kehidupan saat ini.
Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan sekarang tidak mampu membangun
sebuah pendidikan moral yang baik seiring ditengah-tengah kemajuan
global yang semakin mengancam kehidupan bermoral. Banyak pendidikan
didirikan hingga kepelosok-plosok desa agar pemerataan pendidikan bisa
tercapai, namun kenyataan yang terus menuai kecemasan ialah moral yang
menjadi warisan leluhur bangasa terus mengalami keperihatinan. Bahkan
mulai banyak menggeser nilai-nilai agama yang menjadi kearifan
tradisional.
5
Pertanyaannya, mengapa pendidikan yang selalu disejajarkan dengan
budaya,5 pada realitas yang sama terjadi anomali-anaomali diantara
keduanya? Gamabaran di atas telah memperlihatkan bahwa pendidikan dan
realita budaya anak didik ditengah-tengah kehidupan masyarakat saat ini
tidak lagi terlihat seimbang. Mestinya pendidikan berperan besar untuk
kelangsungan sebuah kebudayaan. Begitupula sebaliknya.6 Oleh karena itu,
seiring solusi-solusi yang digulirkan belum menyentu pada sasaran kondisi
semacam itu terus mengancam kehidupan moral manusia. Sebab fenomena
yang selama ini terjadi, ketika muncul suatu kasus baru dan mencuat
menjadi pemberiataan nasional, serentak mendapat perhatian serius oleh
Pemangku kebijakan. Akan tetapi dalam jangka panjang hal itu menjadi
dilupakan dan tidak begitu diperhatikan. Akhirnya, problematika moral
yang sedemikian parah itu berkembang dan merambah pad setiap aspek
kehidupan.
Karenanya, persoalan ini tidak sepantasnya dilimpahkan seluruhnya
pada sintitusi-intitusi pendidikan. Selain dibutuhkan pendidikan yang baik
5 Alasan mengapa pendidikan dan kebudayaan selalu dikaitkan, karena keduanya memiliki
hubungan sintesis dalam upaya pengembangan pribadi sesorang. Dan budaya dalam pendidikan
Islam merupakan perpaduan nilai-nilai, keyakinan, asumsi, pemahaman, dan harapan-harapan
yang diambil dari inti ajaran Islam dan diyakini warga masyarakat serta dijadikan pedoman bagi
perilaku dan pemecahan masalah (internal dan eksternal) yang mereka hadapi. Dengan perkataan
lain, budaya pendidikan Islam merupakan semangat, sikap, dan perilaku pihak-pihak yang terkait
dengan masyarakat secara konsisten dalam meyelesaikan berbagai masalah. Muhaimin,
Rekonstruksi Pendidikan Islam: Dari Paradigma Pengembangan, Manajemen Kelembagaan, Kurikulum hingga Strategi Pembelajaran (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2009), h. 308. 6 Agaknya permasalahan itu terus menggelumat seiring perbaikan-perbaikan pendidikan kita
belum mencapai pemecahan yang konfrehensip. Banyaknya persoalan-persoalan yang terjadi pada
kehidupan saat ini, baik akibat perubahan politik, ekonomi, hingga berbagai ancaman yang
ditimbulkan akibat perkembangan teknologi informasi juga ikut mentenggari lemahanya
pendidikan.
6
untuk pengembangan mental dan sepiritual anak, 7
Lingkungan keluarga,
dalam hal ini orang tua juga memiliki peran penting karena ia merupakan
komunitas yang paling efektif untuk membina seorang anak agar
berperilaku baik. Dengan demikian orang tua bisa mencurahkan rasa kasih
sayang dan perhatian kepada anaknya untuk mendapatkan bimbingan rohani
yang jauh lebih penting dari sekedar materi. Seandainya dalam lingkungan
keluarga sudah tercipta suasana yang harmonis maka pembentukan akhlak
mulia seorang anak akan lebih mudah dan seperti itu pula sebaliknya.
Dan pendidikan akhlak dengan cara ini bisa dilakukan dengan
contoh dan teladan dari orang tua dalam hubungan dan pergaulan antara ibu
dan bapak, perlakuan orang tua terhadap anak-anak mereka, dan perlakuan
orang tua terhadap orang lain di dalam lingkungan keluarga dan lingkungan
masyarakat. Sehingga akan menjadi teladan bagi anak-anak.8 Oleh karena
itu pendidikan dengan model seperti ini akan memberikan kesan bahwa
pendidikan anak tidak hanya didominasi oleh sekolah-sekolah formal saja.
Melainkan juga diperoleh melalui pendidikan melalui lingkungan yang baik.
Dengan demikian keseimbangan anatara instiitusi pendidikan anak dengan
lingkungan yang dihadapi akan terasa.
7Pendidikan Islam punya tanggung jawab untuk berada pada baerisan terdepan dalam merespon
perubahan kehidupan moral (akhlak) manusia yang diakibatkan oleh kemajuan jaman saat ini.
Kenapa ia dianggap paling bertanggung jawab, karena hanya pendidikan Islam yang dikenal
sebagai pendidikan yang mampu mendorong dan membangun anak didik menjadi manusia yang
memahami identitasnya sebagai hamba yang muttaqin (taat pada ajaran agama), dan ia sebagai
institusi yang diharapkan mampu menanmkan pengetahuan untuk menyeimbangkan dampak-
dampak yang akan ditimbulkan oleh perkembangan modernisasi dengan perkembangan kehidupan
keagamaan dimasyarakat sehingga tetap mempertahankan akhlaku al karimah. Lihat Muhammad
Athiyah Al Abrasy, Ruh al Tarbiyah wa al Ta’lim, (t.k., Isa al Ba>bi al Hallab, t.t.), hal. 144-149 8 Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah, Cet. II, (Jakarta: Ruhama,
1995), h. 60.
7
Karenanya menjadi ironis ketika banyak institusi pendidikan Islam
yang saat ini didirikan, dari tinngkat yang paling dasar hingga ke tingkat
perguruan tinggi, tetapi dalam prakteknya dikotomi keilmuan antara ilmu
umum dan agama selalu mewarnai pada setiap parkatek pembelajaran yang
dijalankan. Intitusi pendidikan Islam bukan fokus pada persoalan moral
yang sebagaimana terlihat slema ini, tetapi tidak sedikit darinya yang ikut
terjebak pada pola pendidikan yang hanya fokus pada pengembangan
intelektual semata, sementara penanaman mental moral melalui
pembangunan lingkungan yang menunjang jarang diperhatikan. Sehingga
biasanya sekolah-sekolah yang semacam ini hanya mendorong anak
didiknya untuk berkompetisi dibidang keilmuan umum agar mendapat
penagakuan prestasi dari pihak-pihak yang terkait, sementara dibidang
agama tidak begitu diperhatikan dengan alasan tidak berorientasi pada
pekerjaan anak dimasa dapan. 9
Maka patut dipertanyakan ketika banyak institusi-instutusi
pendidikan Islam dididirkan di Desa Ketapang Laok Kecamatan Ketapang
9 Hal semcama inilah yang kemudian membuat banyak pihak memaksa pendidikan Islam untuk
kembali pada tradisi Islam murni. Karena keraguan yang dialami pada sistem yang dikembangkan
oleh banyak institusi Pendidikan Islam saat ini. Seperti Syed Muhammad Naquib al-Attas dan
beberapa pemikir pendidikan Islam lainnya menginginkan pendidikan Islam saat ini harus sejalan
dengan landasan aslinya, bukan mengimplementasikan sistem pendidikan ala Barat, yang secara
sistem kebudayaan mempunyai konstruksi filosofis berbeda dari Islam. Ciri umum yang
melandasi pendidikasn Islam itu anatara ain pengemabangan karakter sebagai watak, tabiat
akhlak, dari hasil internalisasi nilai pendidikan Islam yang diperoleh seorang anak. Sehinga
kemudian membentuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak yang kemudian
menghasilkan nilai, moral, dan norma Islam. bimbingan terhadap pertumbuhan jasmani dan
rohani menurut ajaran Islam dengan hikmah, mengarahkan, mengajarkan, melatih, mengasuh dan
mengawasi berlakunya semua ajaran Islam. Lihat Nur Uhbiyati dan Abu Ahmadi, Ilmu Pendidikan. Cet I. (Jakarta : Rineka Cipta, 1991), hal. 44 dan A.K Sochi ‚Education in
Ideological State‛ dalam Naquib al-Attas edited, Aims and Objectives of Islamic Education (Jeddah: King Abdul Aziz University,1977), hlm. 64.
8
Kabupaten Sampang, namun kenyataan akhlak anak didik saat ini terus
mengalami kecemasan. Banyaknya pendidikan Islam selama ini tidak
membuatnya moral anak didik di desa tersebut menjadi Islami. Sehingga ini
yang membuat gelisah banyak pihak mengapa pendidikan Islam seakan
tidak terlihat perannya ditengah-tengah persolan moral yang demikian.
Sebelum tahun 2004 Yayasan Pendidikan Islam (YPI) yang berdiri di Desa
Ketpang Laok hanya terdapat 3 yayasan, sekaligus menaungi beberapa
jenjang pendidikan berupa MI, MTs. Dan MA. Tetapi memasuki pada tahun
terakhir jumlah YPI yang tercatat sudah mencapai 24 YPI (Yayasan
Pendidikan Islam). Jumlah ini tidaklah sedikit karena jumlah penduduk
Desa setempat tidak sepadat layaknya penduduk di perkotaan. Apabila
meminjam pernyataan A.K Brohi dalam Naquib al-Attas, pendidika Islam
sebagai sistem pendidikan yang paripurna tidak hanya bertanggung jawab
membangun keilmuan seorang anak. akan tetapi harus mampu
menginternalisasikan Islam sebagai sistem budaya, tindakan bahkan habitus
masyarakat.10
maka sudaah sepantasnya banyak jumlah pendidikan Islam
10
Karena Islam sebagai agama yang peka terhadap budaya, ajaran-ajarannya dinilai paling banyak
mempengaruhi kebudayaan di Indonesia. Proses internalisasi ajaran Islam yang diperoleh melalui
penghayatan secara inheren antara nilai-nilai perekat budaya dan proses pendidikan Islam yang
berlangsung sejak masa pertama kali penyebaran agama Islam. Oleh karenannya persoalan akhlak
manusia (human eror) semcam itu sudah sepantasnya menjadi tangung jawab Pendidikan Islam.
Agar juga dapat sejalan dengan Undang-Undang (UU) Pemerintah tahun 2003 tentang tujuan
Pendidikan Nasional bahwa tujuan pendidikan diindonesia sedikitnya harus dapat
mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki kecerdasan, kepribadian dan akhlak mulia.
UU ini memeprlihatkan bahwa akhlak sudah memiliki perhatian khusus pemerintah untuk
diimplementasikan pada setiap pemangku pendidikan. Oleh karenanya tugas pendidikan bukan
hanya bertujuan menciptakan anak didik menjadi cerdas, dan terampil dibidang materi keilmuan,
tetapi juga berkepribadian dan berkarakter.Ibid, Naquib al-Attas. Dan lihat ibid, Naquib al-Attas
9
yang demikian besar itu dapat membentuk suatu tatanan budaya Islami di
masayarakat.
Karena itu, ini menjadi penting untuk ditelaah lebih jauh mengapa
pendidikan Islam tidak lagi sejalan dengan budaya akibat perilaku anak
menyimpang dari nilai-nilai setempat. Dan bermula dari permasalahan di
atas, penelitian ini diangkat dengan maksud mencari sebab-sebab anomali
antara kehidupan pelajar dengan Pendidikan Islam yang mengakbatkan
bergesernya nilai-nilai budaya dari kehudpan seorang anak. Penyelidikan
melalui aspek budaya dianggap penting dalam peneltian ini karena
kebudayaan memiliki kaitan erat dengan pendidikan. Pendidikan dinilai
dapat mempengaruhi suatu kebudayaan, sebaliknya budaya dapat juga
mempengaruhi pendidikan.11
Oleh karenanya, sehubungan dengan problem di atas, judul yang
ingin penulis angkat kali ini adalah ‚Studi Anomali Pendidikan Akhlak
Siswa Madrasah Aliyah Dengan Budaya Masayarakat Desa Ketapang Laok
Kecamatan Ketapang Kabupaten Sampang‛. Dengan judul demikian
nantinya diharapkan mampu menemukan penyebab-penyebab persoalan
akhlak yang melanda pada kehidupan pelajar. Baik dalam tinjauan budaya
maupun pendidikan akhlak.
11
Upaya tersebut merupakan Pendidikan Islam juga merupakan bimbingan jasmani dan rohani
berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju pada terbentuknya kepribadian utama menurut
ukuran-ukuran Islam. Lihat Ahmad D. Marimba, Pengantar filsafat Pendidikan. Cet. I. (Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan, 1986), hal. 14
10
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang tersebut diatas, maka dapat dirumuskan
beberapa rumusan masalah sebagaimana berikut:
1. Bagaimana fenomena pendidikan akhlak siswa Madrasah Aliyah (MA)
Desa Ketapang Laok?
2. Bagaimana fenomena perkembangan budaya masayarakat Desa
Ketapang Laok?
3. Apa sebab-sebab terjadinya anomali antara Pendidikan Akhlak dengan
budaya masayarakat Desa Ketapang Laok?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Ingin mengetahui gambaran fenomena pendidikan akhlak yang terjadi
pada Madrasah Aliah (MA) Desa Ketapang Laok.
2. Ingin mengetahi perkembangan budaya masyarakat Desa Ketapang
Laok.
3. Ingin mengetahui sebab-sebab terjadinya anomali atau pertentangan
antara Pendidikan akhlak dengan budaya masayarakat Desa Ketapang
Laok.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian mengenai sosilogi pendidikan sesungguhnya sudah
banyak dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya dengan banyak tema
yang membicarakan tentang keterkaitan antara budaya dan pendidikan.
11
Namun yang menarik diteliti pada problem kali ini adalah keberadaan
intitusi pendidikan yang tidak terlihat sejalan dengan realitas budaya di
masayarakat. Hal ini terlihat dari praktek-praktek perilaku anak didik yang
semakin menunjukkan penyimpangannya dari nilai-nilai budaya lokal. Oleh
sebab itu jika penelitian-penelitian yang dilakukan sebelumnya fokus
kepada kerangka teoritis hubungan antara budaya dengan pendidikan.
Sementara dalam penlitian ini penulis ingin meliat lebih jauh apa yang
menyebabkan terjadinya anomali kedua elemen unsur tersebut.
Untuk itu hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
sumbangsih pemikiran dan sekurang-kurangnya dapat digunakan untuk dua
aspek antara lain :
1. Aspek Teoritis (ilmiah)
Diharapkan karya ilmiah ini dapat bermanfaat dan bisa
menambah khazanah intelektual muslim sebagai wacana pemikiran
Islam terutama oranng-orang yang berkecimpung dalam dunia
pendidiakn. Dan sekaligus dapat digunakan sebagai bahan penelitian
lebih lanjut mengenai persoalan yang berhubungan dengan kajian ini.
2. Aspek Praktis
Karya ilmiah ini menjadi tugas akademik yang harus ditempuh
untuk memenuhi tahap akhir kelususan. Akan tatapi penulis juga
berharap melalui hasil penelitian ini nanti juga menjadi bahan
pertimbangan bagi semua lapisan pendidikan, dan bisa menjadi salah
satu solutif terutama bagi civitas pendidik tentang bagaimana
12
pentingnya peran budaya dalam membangun suatu pendidikan yang
baik.
E. Batasan Penelitian
Untuk menghindari meluasnya problem yang ingin diteliti, dan
untuk meminimalisir ambiguitas temuan-temuan hasil penelitian, perlu
dilakukan pembatasan sebagai acuan untuk lebih konsentrasinya fokus
persoalan. Dari sekian banyak lembaga pendidikan Islam di Desa Ketapang
Laok, dari tingkat MI, MTs dan MA maupun jenjang yang sedarajat, ada
sebanyak 6 (enam) Madrasah tingkat atas yang berlebelkan MA (Madrasah
Aliah). Yang lain terdapat MAK (Madrasah Aliah Kejuruan), dan SMAI
(Sekolah Menengah Atas Islam). Karena terbatasanya waktu, sarana dan
biaya, peneliti cukup mengambil satu dari enam MA yang ada, yang
kemudian menjadi obyek penelitian untuk sampel pendidikan. Yaitu
Madrasah Aliah (MA) Nazhatul Muta’alimin.
Alasan mengambil Madarasah Aliah (MA) menjadi jenjang untuk
penelitian kali ini karena perkembangan anak pada usia yang setingkat
dengan sekolah tersebut mengalami masa puberitas dan kecendrungan
meniru terhadap sesuatu yang dihadapi sangat tinggi. Karena itu nantinya
akan mempermudah dalam melihat gejala-gejala dan kecendrungan yang
dihadapi. Kemudian MA Nazhatul Muta’allimin dianggap cukup sebagai
satu-satunya obyek penelitian untuk pendidikan, karena MA tersebut
menjadi sekolah yang memiliki siswa terbanyak di Desa Ketapang Laok dan
13
berdasarkan temuan sementara system pendidikan Islam yang dijalankan
tidak jauh beda dengan lembaga-lembaga pendidikan Islam lain. Oleh
karena itu, berdasarkan beberapa pertimbangan yang ada, penulis merasa
cukup bisa mewakili temuan-temuan yang akan diambil dari sekolah
tersebut sebagai sampel data penelitian pendidikan. Sebab nantinya juga
akan diperkuat melalui hasil temuan yang diperoleh melalui penelitian di
masyarakat.
F. Kerangka Konseptual
Untuk menghindari kesalah pahaman pada judul penelitian ini, yaitu
‚Setudi Anomali Pendidikan Akhlak Siswa Madrasah Aliyah Dengan
Budaya Masayarakat Desa Ketapang Laok Kecamatan Ketapang Kabupaten
Sampang‛, maka perlu dijelaskan beberapa kata kunci (key-words) dengan
harapan dapat menjadi pijakn awal untuk memahami uraian lebih lanjut dan
juga dapat menepis kesalahan-kesalahan dalam memberikan orientasi kajian
ini.
Studi : yaitu suatu peneletian ilmiah dalam ilmu sosial yang
dilakukan dengan pemeriksaan longitudinal yang
mendalam terhadap suatu keadaan atau kejadian
dengan cara-cara yang sistematis dalam melakaukan
pengamatan, pengumpulan data, analisis informasi
dan pelaporan.
14
Anomali : Yaitu penyimpangan atau ketidak sesuaian antara
yang satu dengan yang lainnya. Yaitu antara
pendidikan Islam dengan budaya masayarakat.
Pendidikan Akhlak : akhlak pada dasarnya adalah dorongan batiniyah
yang lahir dari dalam jiwa seseorang, dari sinilah
bersumber perbuatan-perbuatan lahiriyah atau tingkah
laku. Sehingga akhlak memiliki makna yang sepadan
dengan pengertian moral dalam bahasa Indonesia,
yang artinya antara lain; isi hati, keadan atau perasaan
sebagaimana terungkap dalam perbuatan.12
Sedangkan makna pendidikan dalam arti sederhanya
adalah proses pengubahan sikap dan tata laku
seseorang atau kelompok orang dalam usaha
mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran
dan pelatihan.13
Karena itu pendidikan akhlak adalah
suatu proses pengubahan perilaku (akhlak) seseorang
menjadi lebih baik.
Budaya Masyarakat : Budaya dan masyarakat merupakan dua entitas yang
terpisahkan. Budaya merupakan keseluruhan sistem
berpikir, nilai, moral, norma, dan keyakinan (belief)
manusia yang dihasilkan masyarakat. Sistem berpikir,
12
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia. (Jakarta: Balai
Pustaka, 1990), hal. 592 13 Tim Penyusun Kamus Pusat pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1994), h. 232.
15
nilai, moral, norma, dan keyakinan itu adalah hasil
dari interaksi manusia dengan sesamanya dan
lingkungan alamnya. Sistem berpikir, nilai, moral,
norma dan keyakinan itu digunakan dalam kehidupan
manusia dan menghasilkan sistem sosial, sistem
ekonomi, sistem kepercayaan, sistem pengetahuan,
teknologi, seni, dan sebagainya. Sedangkan
masyarakat society adalah sekelompok orang yang
membentuk sebuah sistem didalamnya, dimana
sebagian besar saling berinteraksi antara individu-
individu yang berada dalam kelompok tersebut serta
saling bergantung satu sama lain. 14
G. Kajian Terdahulu
Tema yang secara khusus didalamnya membicarakan tentang
pendidikan dan kebudayaan saat ini masih terbilang sedikit. hanya saja
dalam setiap kajian sosiologi pendidikan tema itu bukan suatu hal yang
baru, hampir seluruh literatur yang mentemakan tentang sosiologi
pendidikan didalamnya terdapat kajian tentang kebudayaan dan pendidikan.
Sedangkan kajian ilmiah yang membicarakan tentang pendidikan
aklak, baik hasil studi penelitian maupun karya-karya literatur penurut
penulis saat ini memang tidak terbilang jumlahnya. Dari hasil penelusuran
14
Lihat Muhaimin, Rekonstruksi Pendidikan…., hal. 308
16
penulis terhadapa karya hasil studi penelitian berbentuk tesis saja di
Pascasarjana IAIN sunan ampel pada 2011 terdapat 4 judul tesis yang secara
khusu salah satu fariabel judulnya membicarakan akhlak.
Pertama karya Ali Rahman tentang ‚Pembinaan Akhlak Siswa Di
Madrasah Aliah Negiri Mojokerto‛.15
Karya ini sebagai hasil studi
penilitian yang dilakukan oleh Ali Rahman di Madrasah Aliah Negeri
(MAN) Mojokerto sebagai salah satu tugas akhirnya untuk menyelesaikan
kuliah Magister di Pascasarjana IAIN Sunan Ampel. Focus kajian
didalamnya yaitu secara khusu membicarakan pembinaan khlak pada siswa
Madarasah Aliah. Dan dalam studi yang sama, kedua adalah ‚Konsep
Pendidikan Akhlak Al-Ghazali Dalam Kitab Ayyuha> Al Walad‛.16
Judul ini
merupakan hasil dari penelitian Misnawi yang dilakukan dengan metode
library risach (penelitian lliteratur) tentang pendidikan akhlak menurut al-
Ghazali dalam kitab Ayyuha> Al Walad.
Selanjutnya yang ketiga karya penelitian Nur Khozim dengan judul
‚Strategi Sekolah Dalam Pendidikan Akhlak Siswa‛.17
Penelitian ini
dilakukan di MTs. Al-Fatih Surabaya. Secara khusu juga membicarakan
soal strategi dalam pendidikan akhlak. Dan yang ke empat hampir sama
dengan judul yang kedua, karya penelitian Zain Zaidubri yaitu ‚Ahklak
15
Muhammad Ali Rahman, Pembinaan Akhlak Siswa Di Madrasah Aliah Negeri Mojokerto
(Surabaya: Tesis Pasca Sarjana IAIN Sunan Ampel, 2011) 16
Misnawi, Konsep Pendidikan Akhlak Al-Ghazali Dalam Kitab Ayyuha> Al Walad (Surabaya:
Tesis Pascasarjana IAIN Sunan Ampel, 2011) 17
Nur Khozim, Strategi Sekolah Dalam Pendidikan Akhlak Siswa (Suarabaya: Tesis Pascasarjana
IAIN Sunan Ampel, 2011)
17
Menurut Al-Ghazali‛.18
Hanya saja tema ini difokuskan pada studi analisa
terhadap kitab Bidayat Al-Hidayah dan implementasinya dalam pendidikan.
Sedangkan tema-tema yang membicarakan tentang pendidikan dan
kebudayaan, beberapa waktu lalu pada tahun 2010. Kementrian Pendidikan
Nasional menerbitkan buku secara khusus tentang ‚Pengembangan
Pendidikan Budaya Dan Karakter Bangsa‛.19
Buku ini ditulis sebagai acuan
bahan pelatihan penguatan metodologi pembelajaran berdasarkan nilai-nilai
budaya untuk membentuk daya saing dan karakter bangsa.
Masih banyak diantara kajian sosiologi-sosiologi pendidikan yang
lain yang memuat kajian kebudayaan dan pendidikan serta Pendidikan Islam
yang tidak bisa ditulis semua pada kesempatan ini, namun hampir
seluruhnya menceritakan sinkronisasi pendidikan dan kebudayaan. Oleh
karenanya, dalam rangka menguji keabsahan teori yang ada serta bertujuan
menemukan indicator-indikator pada problem yang terjadi dilapangan,
maka penulis bermaksud meneliti beberapa segali yang terjadi pada anomali
Pendidikan Islam Dengan Budaya Masayarakat; melalui Analisis perspektif
Pendidikan Akhlak Terhadap Siswa.
H. Metode Penelitian
18
Zan Zaidubri, Ahklaq Menurut Al-Ghazali; Studi Analisa Terhadap Kitab Bidayat Al-Hidayah (Surabaya: Tesis Pascasarjana IAIN Sunan Ampel, 2011) 19
Kementrian Pendidikan Nasional; Pengembangan Pendidikan Budaya Dan Karakter Bangsa,
(Jakarta: Badan Penelitian Dan Pengembangan, 2010)
18
Dari uraian rumusan masalah dan lokasi yang akan menjadi obyek
peneltian kali ini, terlebih dahulu akan di jelaskan secara rinci deskripsi
definitif tentang metodologi penelitian.
Secara etimologi ‚metodologi‛ berasal dari bahasa yunani, yaitu
methodos yang berarti cara atau jalan. Sedangkan logos memiliki makna
ilmu.20
Dengan demikian motodologi mempunyai arti tentang ilmu tentang
cara atau jalan. Untuk lebih memudahkan pemahaman, terlebih dahulu akan
dijelasakan pengertian metode. Dalam kamus bahasa Indonesia disebutkan
bahwa metode merupakan cara kerja yang bersistem untuk memudahkan
pelaksanaan keiata guna mencapai suatu tujuan yang ditentukan.21
Dalam
kontek kajian ilmiah, metode sering kali diartikan sebagai cara kerja praktis
untuk memahami dan mendekati objek yang menjadi sasaran ilmu-ilmu
tertentu22
Dari dua pengertian di atas dapat dipahami bahwa metode
meruapakan cara kerja yang sistematis, terencana dan merupakan hasil
eksperimen ilmiah guna mencapai suatu tujuan tertentu. Dengan demikian
metodologi adalah ilmu yang mengkaji tentang tata cara atau cara kerja
yang tepat dan sesuai yang digunakan untuk mengkaji objek keilmuan
tertentu.23
20
Lihat Jhonny Ibrahim, Teori Dan Metodologi Penelitian Hokum Normatif (Malang: Bayu
Media, 2005), hal 25-26 21
Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakrta: Garamedia Pustaka Utama, 2005), 910 22
Alex Sobur, Psikologi Umum, (Bandung; Pustaka Setia, 2003), hal. 42 23
Muhyar Fanani, Metode Studi Islam; Aplikasi Pengetahuan Sebagai Cara Pandang
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), hal. Ix
19
Sedangkan penelitian dari beberpa ahli memiliki arti yang beragam,
yang salah satu di antaranya makna penelitian yang di definisikan oleh
sutrisno hadi bahwa penelitian merupakan usaha untuk menemukan,
mengembangkan dan menguji kebenaran suatu pengetahuan, usaha tersebut
yang dilakukan dengan memakai metode ilmiah.24
Menurut Lexy J Moleong
Penelitian adalah suatu pencarian fakta menurut metode objektif yang jelas
untuk menemukan hubungan antar fakta dan menghasilkan dalil yang
akurat.25
Sedangkan Sanapiah Faisal mengartikan penelitian sebagai
aktifitas menelaah sesuatu masalah dengan menggunakan metode ilmiah
secara terancang dan sistematis untuk menemukan pengetahuan baru yang
dapat terandalakan kebenarannya tentang dunia yang berkaitan dengan alam
dan sosial.26
Dari kedua definisi tersebut, menarik suatu kesimpulan bahwa yang
dimaksud denagan metode penelitian adalah suatu kumpulan tata cara yang
terstruktur dan sistematis dalam rangka melakukan sebuah proses
penelelitian, mulai dari penentuan objek, ruang lingkup kajian pendekatan
proses, cara, dan hasil, sehingga penelitian dapat berjalan dapat berjalan
sistematis dan metodis. Dan tujuan dimaksud dapat tercapai dengan baik.
1. Jenis dan Pendekatan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan yang diangkat, Penelitian ini
menggunakan penelitian kualitatif deskriptif yang berbasis pada
24
Sutrisno Hadi, Metodologi Research (Yogyakarta: UGM, 1973), hal 4. 25
Lexy J Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2004), hal. 2 26
Sanapiah Faisal, Peneltian Kualitatif; Dasar-Dasar Dan Aplikasi (Malang: Ya3, 1973), hal. 4
20
penelitian lapangan (file research). Penelitian kualitatif deskriptif
adalah jenis peneltian yang dilakukan dengan tujuan untuk memahami
fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian. misalnya
perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan sebagainya, secara holistic,
dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada
suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai
metode alamiah.27
Hal ini bertujuan untuk membuat gambaran secara
sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta yang terjadi. Penelitian
deskriptif juga dimaksudkan untuk pencarian terhadap masalah-masalah
dalam masayarakat dan siswa serta tata cara yang berlaku dalam situasi
tertentu, termasuk menyangkut hubungan-hubungan, sikap-sikap,
kegiatan-kegiatan, pandangan-pandangan, kecendrungan-kecendrungan,
serta proses yang sedang berlansung dan pengaruh daru suatu
fenomena.28
Penelitian ini juga menggunakan metode kualitatif dengan
pendekatan fenominologis. Dimana penelitian ini digunakan untuk
menangkap apa yang dipelajari dengan menekankan pada aspek-aspek
subjektif dari perilaku manusia. Serta berusaha bisa masuk ke dalam
dunia konseptual subjek nya agar dapat memahami bagaimana dan apa
makna yang disusun subjek tersebut dalam kehidupan sehari-harinya.
Pendekatan ini juga digunakan kaarena terkait langsung dengan gejala-
gejala yang muncul di sekitar lingkungan manusia terorganisasir dalam
27
Ibid, hal. 131 28
Moh. Nazir, Motode Penelitian (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2003), hal. 16
21
satuan pendidikan formal. Serta berusaha untuk memahami makna
peristiwa serta interaksi pada orang-orang dalam situasi tertentu
Pendekatan ini menghendaki adanya sejumlah asumsi yang berlainan
dengan cara yang digunakan untuk mendekati perilaku orang dengan
maksud menemukan fakta atau penyebab.
Dalam prakteknya, semua penelitian baik penelitian yang
berjenis penelitian literaturr (library riserch) maupun penelitian
lapangan (file researceh)memerlukan data kepustakaan. Perbedaanya
hanya terletak pada tujuan, fungsi dan kedudukan dari studi pustaka
dari masing-masing penelitian tersebut. Jika dalam penelitian lapangan
studi kepustakaan dimaksudkan sebagai langkah awal dalam
merancanag penelitian (research design), maka dalam penelitian
kepustakaan studi kepustakaan meruapakan sumber utama dalam
penelitian.29
Idealnya selain peneliti bertindak sebagai key instrument atau
alat peneliti utama, yang berarti harus dapat mengkap data-data
lapangan yang diperoleh melalui mkana, interkasi terhadap nilai-nilai-
nilai budaya yang terjadi dengan sebuah interaksi siswa, data atau
sumber kepustakaan juga dibutuhkan untuk memperkuat hasil
penelitian. maka tentunya penelitian ini tidak mungkin dapat dilakukan
dengan dengan kuisioner atau yang lainnya. Sehingga kehadiran
peneliti di lokasi penelitian mutlak diperlukan.
29
Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2004), hal.
Hal 3
22
2. Sumber Data
Karena peneltian ini adalah penelitian lapangan (library
risearch), setidaknya ada dua poin penting terkait sumber data dalam
penelitian ini. Yaitu sumber data primer dan sumber data skunder.
Menurut Badgon dan Biklen, salah satu ciri dari penelitian kualitatif
adalah latar alami (the natural setting). Sebagai sumber data, peneliti
merupakan instrument kunci (alat utama).30
a. Sumber Data Primer
Data primer adalah data penelitian yang diperoleh secara
langsung dari sumber asli (tidak perantara) yang secara khusus
dikumpulkan oleh peneliti untuk menjawab permasalahan dalam
penelitian.31
Data ini adalah data yang berhubungan dengan hasil
interaksi langsung peneliti dengan objek yang dihadapi. Yang
berupa kata-kata baik hasil wawancara atau tidak, gambar dari hasil
pengambilan foto, serta bentuk-bentuk dari hasil pengamatan yang
diperoleh peneliti.
Dalam penelitian ini pula, peneliti menggunakan system
Pusporsif Sampling dan Snowball Sampling. 32 Dengan
30
Robert C. Bodgan dab Biklen, Qualitative Resarce For Education; An Introduction To Theory And Methods (Boston: Ally And Bacon, INC, 1982), hal. 27-30 31
Rosadi Ruslan, Metode Penelitian Public Relation dan Komunikasi, (Jakarta: Raja Gravindo
Persada, 2004) , hal. 254 32
Pusporsif Sumpling adalah system pengambilan sumber data dengan pengumpulan sampling
yang didasarkan atas tujuan penelitian. Sedangkan Snowball sampling adalah system
pengambilan sumber data dengan menetapkan key informan terlebih dahulu, kemudian akan
memberikan petunjuknya kepada informan lainnya. System ini juga dikenal dengan istilah sampel
jaringan (network sampling) atau sampel bola salju. lihat J. Moleong, Metodologi Penelitian….,
hal. 165-166
23
menetapkan Key Informan. Teknik ini dapat menganalisi populasi
yang tersembunyi, lebih ekonomis, efektif, efisien dan dapat
memberikan hasil yang rinci dan mendalam.33
Dengan teknik ini
peneliti akan menyaring sebanyak mungkin informasi dari berbagai
sumber termasuk dari para sejumlah Stake Holder yang ada
diantaranya, pimpinan lembaga, para guru, siswa, wali murid,
masyarakat, tokoh masayarakat, dan tokoh agama. Kemudian
setelah itu dipilih informan yang dinilai mampu memberikan
pandangan dan pemahamannya tentang pemahaman yang diteliti
dan informasi yang dibutuhkan. Dalam hal ini informan utama
sekaligus actor dalam kebijakan sekolah adalah kepala sekolah.
Kemudian nanti mengambil dari sejumlah Stake Holder tersebut di
atas yang dianggap kredibel dalam memberikan informasi untuk
dijadikan informan sesuai dengan kebutuhan.
b. Sekunder
Sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh peneliti
secara tidak langsung yang diusahakan sendiri pengumpulannya
oleh peneliti. Data ini berupa sumber kepustakaan, yaitu dengan
jalan mempelajari majalah, koran, artikel dan lain sebagainya, yang
berkaitan dengan tema peneltian ini.34
Dalam hal ini penelti
mencoba mengumpulkan beberpa literatur yang berhubungan guna
memperkuat teori dan pendekatan yang di pakai.
33
Bogdan, Qualitative Research For ….., hal. 244 34
Lihat Mohammad Nazir, Metode ……., hal. 59
24
3. Teknik Pengumpulan Data
a. Observasi
Observasi merupakan salah satu teknik pengumpulan data
yang utama dalam penelitian ini. Pada observasi diharapkan
peneliti dapat langsung mengamati serta mengetahui apa yang
terjadi pada obyek penelitian. Observasi juga merupakan suatu
pengamatan yang khusus dan yang ditujukan dalam rangka
penelitian, untuk mendapatkan data yang diperlukan untuk
pemecahan persoalan yang dihadapi.35
Dalam hal ini peneliti
berupaya berinterkasi langsung pada obyek yang diteliti dalam
bentuk asimilasi langung dengan siswa dan masyarakat yang
dihadapi, serta peneliti berbicara dengan bahasa mereka, budaya
mereka, serta menyatu dengan mereka, agar data yang dikumpulkan
diterima dengan falid.
b. Wawancara
Interview atau wawancara adalah percakapan dengan maksud
tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh kedua belah pihak, yaitu
pewancara yang mengajukan pertanyaan kepada individu yang
diwawancarai. Wawancara yang digunakan peneliti pada kali
adakalanya dilakukan secara individu dan adapula secara kelompok,
sehingga dapat data yang diterima dapat diperoleh secara otentik.
Wawancara dapakai untuk mengumpulkan keterangan tentang
35
Safari Imam Asy’ari, Metodologi Penelitian Sosial, (Surabaya: Usaha Nasional, 1983), hal. 82
25
jawaban-jawaban secara ferbal yang berkaitan dengan problem
yang diteliti,36
dalam upaya data yang terhimpun dapat diterima
secara akurat dan berimbang, sehingga proses pemecahan masalah
yang dihasilkan dapat sesuai dengan data.37
Penggunana metode interview nantinya dilakukan dengan
metode dialog atau Tanya jawab yang dilakukan peneliti pada dua
orang atau lebih, dilakukan secara berhadap-hadapan (face to
face).38
Namun model interaksi yang dapakai peneliti disini
dilakukan dengan interaksi langsung secara asimilatif, dalam artian
peneliti melakukan wawncara secara tidak formal namun focus
pembicaraan tetap terstruktur, agar jawaban-jawaban yang
dihasilkan lebih objektif tidak subjektif.
c. Dokumentasi
Disamping metode observasi dan wawancara sebagai bahan
pengumpulan data, metode dokumentasi juga diperlukan dalam
penelitian ini. Metode dokumentasi digunakan untuk melengkapi
dari hasil wawancara dan observasi. Dalam hal ini dalam metode
dokumentasi peneliti mencoba mencari data mengenai hal-hal atau
variabel yang berupa catatan-catatan, buku, majalah, artikel,
makalah, dan sebagainya yang dipandang perlu dan berkaitan
dengan fokus penelitian.
36
Burhan Bungin. Metodologi Penelitian Kualitatif, (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada,2001),
hal. 88 37
M. Nasir, Metodologi ….., hal. 234 38
Lihat Rony Hanitijo, Metode Penelitian Hukum dan Jurimeter (Jakarta: Ghalis, 1994), hal. 57
26
4. Teknik Analisis Data
Analisis data merupakan proses mengorganisasian dan
mengurutkan data kedalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar
sehingga dapat ditemukan makana yang dapat dirumuskan dan
dijadikankesimpulan.39
Hal ini tentunya mengacu pada temuan-temuan
di lapangan yang bersumber pada hasil observasi, wawancara dan
dokumentasi. Selanjutnya, agar data-data yang diperoleh selama proses
penbelitian berlangsung tidak kehilangan nilai keabsahannya dan
kehasan situasional dari nilai data yang ada, maka langkah-langkah
yang ditempuh dalam analisa ini adalah sebagai berikut:
a. Reduksi data (reduction), yaitu merupakan proses pemilihan,
pemutusan perhatian pada penyederhanaan, dan transformasi data
kasar yang muncul dari catatn-catatan lapangan. Hal ini
berlangsung terus menerus selama proses penelitian berlangsung.40
Dari metode ini, setiap kali data yang dihasilkan dilapangan di tulis
dengan rapi, terinci serta sistematis, sehingga data yang
dikumpulkan semakin bertmabah. Selanjutnya dianlisis secara
mendalam, data atau laporan-laporan bisa di reduksi sesuai dengan
hal pokok penelitian. Sehingga temuan yang diperoleh bisa
menghasilkan gambaran yang lebih tajam untuk proses analisis
selanjutnya.
39
Lexy J. Moeloeng. Metodologi ……, Hal. 280 40
Imam Suprayogo Dantobroni, Metodologi Penelitian Sosial, (Bandung: Remaja Rosyda Karya,
2001), hal.129-193
27
b. Penyajian data (Display) Peneliti mengembangkan sebuah deskripsi
informasi tersusun untuk menarik kesimpulan dan pengambilan
tindakan. Display data atau penyajian data yang lazim digunakan
pada langkah ini adalah dalam bentuk teks naratif. Atau peneliti
dapat juga menggunak matrik dalam bentuk penggunann kode yang
sesuai dengan tema.41
c. Pengambilan keputusan dan kesimpulan, yaitu setelah proses
semuanya selesai, maka peneliti menarik benang merah kesimpulan
yang didapat. Tetapi hal itu tidak menutup kemungkinan ada
perkembangan secara kontinew. Oleh karena itu selagi dalam
rangka tujuan membangun, kritik dan saran masih diperlukan. Dan
tidak menutup harapan untuk dikembangkan lagi pada penelitian
selanjutnya.
I. Sistematika Pembahasan
BAB I Pendahuluan. Pada bab ini terdiri Dari Latar Belakang
Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Obyek
Penelitian, Krangka Konseptual, Kajian Terdahulu, Metode Penelitian yang
terdiri dari Jenis Penelitian, Pendekatan Penelitian, Sumber Data, Teknik
Pengumpulan Data, dan Teknik Analisi Data. Selanjutnya Adalah
Sistematika Pebahasan.
41
Loxi J Moleong, Metodelogi ……, hal. 109
28
BAB II Pendidikan Akhlak dan Budaya Masyarakat, poin pertama
tentang Tinjauwan Umum Tentang Pendidikan Akhlak yang berisi
Pengertian Pendidikan Akhlak, faktor dan tujuan pendidikan akhlak, Aspek
Penting dalam Pendidikan Akhlak, dan Metode Pendidikan Akhlak.
Kemudian poin kedua adalah Tinjauan Umum Tentang Budaya Masayarakat.
Berisi tentang pengertian budaya dan masayarakat, unsur-unsur kebudayaan,
hubungan pendidikan dan kebudayaan. Kemudian pon terakhir adalah
Anomali Pendidikan Islam Dengan Budaya Masyarakat. diantranya berisi
tentang dekotomi Pendidikan Islam dengan Sosial Budaya, Rendahnya Mutu
Pendidikan, Lemhanya Moral Akhlak.
BAB III Gambaran Umum Hasil Penelitian, poin pertama tentang
gambaran Gambaran Umum Madrasah Aliah (MA) Nazhatul Muta’allimin.
Yang Diantaranya Terdapat Profil MA Nazhatul Muta’allimin, Sistem
Pendidikan, Dan Proses Dan Kegitan Pengembangan Pendidikan Akhlak
Madrasah Aliah (MA) Nazhatul Muta’allimin. Kemudian yang ke 2) yaitu
tentang Gambaran Umum Budaya Masyarakat Desa Ketapang Laok.
Didalamnya tentang Gambaran Geografis, Kondisi Ekonomi, Kondisi Sosial,
Kondisi Keagaman, dan Kondisi Sosial Remaja Desa Ketapang Lok.
BAB IV Analisi Temuan-Temuan. Yaitu meliputi; 1) Analisis
Fenomena Pendidikan Akhlak; 2) Analisis Fenomena Budaya Masyarakat;
dan Yang 3) Anomali Pendidikan Islam Dengan Budaya Masyarakat.
BAB V Penutup, pada bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran.