bab i pendahuluan latar belakang -...
TRANSCRIPT
1
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua
komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya. Pembangunan kesehatan merupakan bagian
integral dari pembangunan nasional. Tujuan utama pembangunan nasional adalah
peningkatan kualitas sumber daya manusia yang dilakukan secara berkelanjutan.
Berdasarkan visi pembangunan nasional maka melalui pembangunan kesehatan
yang ingin dicapai demi mewujudkan Indonesia sehat sesuai dengan pembukaan
UUD 1945 alinea ke-4, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia juga untuk memajukan kesejahteraan umum dan
mencerdasarkan kehidupan bangsa, bahwa diselenggarakannya program
pembangunan secara berkelanjutan, terencana dan terarah.1
Salah satu program pembagunan kesehatan secara berkelanjutan, terencana
dan terarah adalah program Imuninasi berupa pemberian vaksin.2 Menurut
Undang-undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 pasal 130 menyebutkan bahwa
Pemerintah wajib memberikan imunisasi lengkap kepada setiap bayi dan anak.
Program imuninsasi menurut Peraturan menteri kesehatan No 12 Tahun 2017
1 Dini Yulianti dan Anhari Achadi, 2010, Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan
Kepatuhan Petugas Terhadap SOP Imunisasi Pada Penanganan Vaksin Campak. Jurnal
Kesehatan Masyarakat Nasional. Vol.4 No.4 2Departemen Kesehatan RI, Rencana Strategi Departemen Kesehatan, Jakarta:
Depkes RI, 2005
2
10
tentang penyelenggaraan Imunisasi terdiri dari imunisasi rutin, imunisasi
tambahan, dan imunisasi khusus. Dalam program ini imunisasi dasar merupakan
salah satu program imunisasi di bagian imunisasi rutin yang mana harus dilakukan
secara rutin oleh balita sejak umur 0-9 bulan.
Imunisasi dasar merupakan salah satu hal yang paling penting dalam
kehidupan manusia karena memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap
aktivitas yang dijalankan seseorang. Menurut pasal 132 ayat 3 yaitu Setiap anak
berhak memperoleh imunisasi dasar sesuai dengan ketentuan yang berlaku untuk
mencegah terjadinya penyakit yang dapat dihindari melalui imunisasi. Pemberian
vaksin bertujuan untuk memberikan kekebalan tubuh yang kuat bagi kesehatan
manusia. Kekebalan tubuh inilah yang menjadi pilar kesehatan seseorang.
Semakin kuat kekebalan tubuhnya, semakin sulit juga bakteri dan virus akan
masuk ke dalam tubuh orang tersebut.
Imunisasi dasar sangat penting diberikan pada bayi berusia 0 – 9 bulan
untuk memberikan kekebalan dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi
dasar antara lain Hepatitis B, BCG, DPT-HB-Hib, polio, campak.3Tetapi hampir
separuh balita yang tidak mendapatkan imunisasi dasar lengkap. Pada tahun 2010-
2013 imunisasi dasar lengkap pada balita di Indonesia mengalami penurunan.
Proposi imunisasi dasar lengkap menurut survei Risert Kesehatan Dasar
(Riskesdes) pada tahun 2010 adalah 53,8%, tahun 2013 adalah 50,0% dan belum
mencapai target yang ditetapkan. 4 Akibat dari tidak lengkapnya pemberian
3Ibid
4InfoDATIN, 2016, Situasi Imunisasi Di Indonesia, Jakarta, Pusdatin.
3
10
imunisasi dasar pada balita menimbulkan Anak tidak memiliki kekebalan tubuh
terhadap serangan penyakit infeksi tertentu, sehingga anak akan jatuh sakit,
mungkin akan menyebabkan turunnya status gizi. Hal ini karena penyakit infeksi
dan fungsi kekebalan saling berhubungan erat satu sama lain, dan pada akhirnya
akan mempengaruhi status gizi berupa penurunan status gizi pada anak.5
Upaya pemerintah dalam meningkatkan program imunisasi dasar lengkap
diwujudkan dalam bentuk program imunisasi dasar dengan didapatkan secara
gratis dan seluruh biaya ditanggung melalui anggaran dan kebijakan pemerintah.
Imunisasi bisa di lakukan melalui Rumah sakit, puskesmas dan posyandu. Selain
itu imunisasi juga bisa dilakukan di klinik-klinik kesehatan lain.6 Tetapi dengan
adanya program imunisasi dasar lengkap secara gratis maka memberikan peluang
bagi para produser palsu untuk menyuplai vaksin palsu dengan mudah dan dapat
diedarkan di berbagai layanan kefarmasian di Indonesia. Hal ini dibuktikan
dengan adanya kasus vaksin palsu yang terjadi pada tahun 2016.
Menurut Dr Hindra Irawan, Sekretaris Satuan Tugas Imunisasi, Ikatan
Dokter Anak Indonesia mengatakan efek dari vaksin palsu ini dapat berupa nyeri
atau kemerahan di seputar tempat suntikan namun kerugian terbesar (anak yang
mendapat vaksin palsu) adalah tidak mendapatkan kekebalan tubuh dan rentan
terhadap penyakit.7 Jadi dalam pemberian vaksin palsu ini kerugian yang terbesar
adalah kekebalan tubuh pada anak tidak dapat bekerja secara optimal dan anak
5 Melissa Citra dkk, 2016, hubungan pemberian imunisasi dasar dengan tumbuhKembang
pada bayi (0 – 1tahun) di Puskesmas Kembes KecamatanTombulu Kabupaten Minahasa,
Minahasa, Jurnal ejournal Keperawatan (e-Kp) Volume 4 Nomor 1, Fakultas kedokteran 6 Iqfadhilah, 2014, pentingnya pemberian imunisasi dasar pada anak serta jadwal imunisasi
dan jenis vaksin yang wajib diberikan. http://www.idmedis.com/html diakses tanggal 12 Juli 2017. 7BBC, Vaksin Palsu, http://www.bbc.com/2016, diakses tanggal 31 Agustus 2016, pukul
15.00 WIB.
4
10
rentan terhadap penyakit. Kalau ada efek mungkin gejala di tempat suntikan,
reaksi kemerahan atau nyeri atau demam yang biasanya berakhir kurang dari
beberapa hari.
Beberapa bulan terakhir, media ramai dengan adanya pemberitaan
mengenai penyebaran vaksin palsu yang terjadi di lingkungan rumah sakit.
Beredarnya vaksin palsu ini sangat membuat resah masyarakat terutama bagi ibu
yang memiliki anak yang masih dalam usia bayi di bawah lima tahun (balita) dan
bayi di bawah tiga tahun (batita). Mereka takut jika nanti ke depannya akan
berdampak negatif pada tumbuh kembang anaknya.
Kasus ini adalah ulah sebagian oknum yang mengatasnamakan sebagai
distributor. Para distributor vaksin palsu pandai mencari peluang untuk
menyusupkan produk mereka ke sejumlah rumah sakit dan klinik. Mereka
memanfaatkan kebutuhan rumah sakit yang mencari vaksin dengan harga yang
jauh lebih murah dari biasanya. Distributor tersebut mengirim email penawaran
produk ke dokter atau manajemen rumah sakit. Target Rumah Sakit yang diincar
adalah rumah sakit swasta yang tidak mendapat pasokan resmi dari Bio Farma.
Jika ada gelagat ketertarikan dari Rumah Sakit tersebut, maka produsen akan
mengajukan proposal. Produsen lalu mengadakan negosiasi, disetujui, dan
distribusikan vaksin tersebut.8
Penerimaan vaksin palsu yang disalurkan distributor tidak resmi itu
dilakukan oleh oknum Dokter atau Kepala Rumah Sakit. Oknum Dokter atau
Kepala Rumah Sakit tersebut memesan dalam jumlah banyak dan memberikan
8Harian Kompas, “Awas Vaksin Palsu”, edisi sabtu, 16 Juli 2016.
5
10
kepada pasiennya. Kelihaian para produsen vaksin palsu untuk membuat vaksin
yang mirip dengan aslinya ini tidak diragukan. Secara kasat mata, vaksin ini susah
dibedakan. Bahkan, produsen dan distributor vaksin palsu kerap mengelabui
pelanggannya dengan mengatakan vaksin yang ditawarkannya asli. Karena
produsen tersebut menggunakan kemasan asli tapi ada juga yang dicetak dan
kualitas cetaknya itu bagus nyaris sama seperti aslinya. Produsen dan distributor
vaksin palsu juga memanfaatkan peluang di saat rumah sakit dan klinik
kekurangan stok vaksin dari distributor resmi. Mereka membuat penawaran
seolah-olah vaksin yang mereka tawarkan asli. Para pelaku pemalsu vaksin ini
sangat licik, mereka mampu mengelabui Rumah Sakit sehingga vaksin palsu itu
bisa masuk dengan mudahnya di Rumah Sakit.9
Demikan juga dilansir Surat Kabar Tempo edisi Selasa tanggal 28 Juni
2016, vaksin palsu ini beredar dikarenakan banyaknya permintaan vaksin
imunisasi di luar program Pemerintah. Banyaknya masyarakat kalangan
menengah meminta vaksin-vaksin alternatif contohnya saja hepatitis A. vaksin
tersebut adalah vaksin impor. Karena vaksin impor itu mahal maka diduga adanya
pihak yang menjual vaksin ilegal dengan harga yang lebih murah dari aslinya.
Selain itu ternyata BPOM juga menemukan peredar vaksin palsu adalah
distributor freelance (ilegal). Menurut BPOM, distributor freelance ini
menawarkan vaksin dengan harga murah ke sarana pelayanan kesehatan. Harga
yang murah membuat pelayan kesehatan tertarik membelinya. Vaksin palsu
9Ibid
6
10
kemungkinan beredar karena adanya sarana pelayanan kesehatan yang menyuplai
kemasan sisa (limbah), yang digunakan untuk memproduksi vaksin palsu.10
Menurut PerkaBPOM No 27 Tahun 2013 Tentang Pengawasan Pemasukan
Obat Dan Makanan Kedalam Wilayah Indonseia harus melalui beberapa tahapan
agar lulus uji edar, diantaranya adalah harus lulus uji standart mutu dalam
ketentuan CPOB. Setalah vaksin itu lulus dalam ketentuan tersebut maka vaksin
tersebut mendapat izin edar dan dapat diedarkan di keseluruhan instansi kesehtan
di Indonesia.
Upaya memperoleh keuntungan dapat dilakukan dengan cara memalsukan
informasi, kualitas, mutu dan informasi yang tidak jelas sehingga masyarakat
dengan mudah percaya dengan barang yang dipilihnya. Dengan tersedianya
barang yang beragam, masyarakat sering dikelabuhi dengan informasi yang
seolah-olah benar. Padahal dalam UUPK pasal 11 huruf a disebutkan bahwa
pelaku usaha dilarang menyatakan barang dan/atau jasa tersebut seolah-olah telah
memenuhi standar mutu tertentu.11
Obat dan vaksin palsu sulit dibedakan dengan yang asli. Kementerian
Kesehatan selanjutnya ditulis Kemenkes menghimbau masyarakat untuk teliti
dalam mengkonsumsi obat dan vaksin, melihat dengan teliti keaslian obat dan
vaksin yang akan di konsumsi. Himbauan Kemenkes ini dinilai sebagai
pernyataan yang kurang tepat, pada dasarnya orang-orang yang sudah
berkecimpung di dunia kesehatan saja masih sering mengalami kesulitan dalam
10
Surat Kabar Tempo, edisi Selasa tanggal 28 Juni 2016. 11
Taufikkurrahman, 2016, Peran BPOM dan BKN dalam memberikan perlindungan hukum
bagi konsumen terhadap peredaran vaksin palsu. Jurnal Ekonomi dan perbankan syariah. Vol.3
No.1, STAIN Pamekasan.
7
10
membedakan obat dan vaksin palsu dengan yang asli. Dalam hal membedakan
antara obat dan vaksin palsu dibutuhkan keahlian khusus, sehingga dalam
membedakannya tidak serta merta dapat dilakukan dengan kasat mata, dibutuhkan
orang yang ahli serta berpengetahuan dan berpengalaman cukup untuk bisa
membedakannya.12
Penyebaran vaksin palsu ini merupakan bentuk tanggung jawab semua
pihak, dari mulai pihak pemerintah, rumah sakit sebagai pihak penyedia hingga
masyarakat sebagai konsumen dari adanya vaksin tersebut. Menurutu Peraturan
Nomor 36 Tahun 2009 pasal 182 ayat 1,2 dan 3 dan pasal 183 menteri berwenang
dalam pengawasan peredaran obat. Tetapi dalam pelaksanaanya Kementerian
Kesehatan dan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) yang tidak
menjalankan fungsinya sesuai kapasitas. Tidak cukup hanya pelakunya yang
diberikan sanksi pidana. Namun, Pemerintah sebagai regulator juga harus
bertanggung jawab dan dikenai sanksi atas keteledoran ini. Tak hanya pemerintah,
namun institusi kesehatan yang telah memberikan vaksin palsu pun harus dimintai
pertanggungjawaban.
Kasus mengenai vaksin palsu ini menggambarkan bahwa sistem
pengawasan yang dilakukan oleh instansi terkait belum maksimal, khususnya
dalam hal pengawasan peredaran obat. Oleh karena itu, sudah saatnya Pemerintah
membenahi sistem pengawasan oleh Lembaga-lembaga yang ditunjuk Pemerintah
dalam mengawasi produksi dan distribusi peredaran vaksin dan obat-obatan ke
seluruh Apotek, Puskesmas dan Rumah Sakit agar tidak terus terulang.
12
Dini Yulianti dan Anhari Achadi, 2010, Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan
Kepatuhan Petugas Terhadap SOP Imunisasi Pada Penanganan Vaksin Campak. Jurnal Kesehatan
Masyarakat Nasional. Vol.4 No.4
8
10
Tugas Pemerintah adalah mengatur, membina dan mengawasi
penyelenggaraan upaya kesehatan. Pemerintah melakukan pembinaan terhadap
semua kegiatan yang berkaitan dengan penyelenggaraan upaya kesehatan
disamping Pemerintah yang memberikan izin terselenggaranya sarana kesehatan.
Pemerintah juga melakukan pengawasan terhadap semua kegiatan yang berkaitan
dengan penyeleggaraan upaya kesehatan dan atau sarana kesehatan baik yang
dilakukan oleh Pemerintah maupun masyarakat. Pemerintah berwenang
mengambil tindakan administratif terhadap tenaga kesehatan dan atau sarana
kesehatan yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan Undang-Undang
Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009. Pengawasan yang baik dapat meminimalkan
terjadinya penyimpangan dan ketika telah terjadi penyimpangan, pengawasan
yang baik harus dapat mendeteksi sejauh mana penyimpangan terjadi dan sebab-
sebab terjadinya penyimpangan tersebut.13
Pengawasan dalam bidang obat telah menjadi salah satu landasan
kebijakan dalam Kebijakan Obat Nasional (KONAS) 2006 dimana disebutkan
bahwa Pemerintah melaksanakan pembinaan, pengawasan dan pengendalian obat.
Tugas pengawasan dan pengendalian yang menjadi tanggung jawab pemerintah
dilakukan secara profesional, bertanggung jawab, independen dan transparan.
Pengawasan obat juga menjadi satu dari sembilan pokok-pokok dan langkah
kebijakan dalam KONAS 2006. Sasaran Pengawasan obat dalam KONAS 2006
13
Sujamto, 1996, Aspek-Aspek Pengawasan di Indonesia,Cetakan Keempat, Jakarta, Sinar
Grafika, hlm 63-64.
9
10
salah satunya adalah masyarakat terhindar dari penggunaan yang salah dan
penyalahgunaan obat.14
Pengawasan terhadap segala kegiatan yang berhubungan dengan
penggunaan sediaan farmasi dan alat kesehatan dilaksanakan oleh Menteri (yang
bertanggung jawab di bidang kesehatan). Menteri dalam melaksanakan
pengawasan, bekerjasama dengan lembaga-lembaga dan instansi yang ditunjuk
oleh Pemerintah dalam bidang pengawasan dan keamanan terkait mutu produk
dan pelayanan kesehatan untuk masyarakat yaitu Badan Pengawas Obat dan
Makanan atau disingkat BPOM, Dinas Kesehatan dan Rumah Sakit. Meskipun
demikian, bukan berarti pengawasan terhadap produk obat-obatan dan vaksin di
Indonesia sudah baik dan terjamin keasliannya. Terbukti masih banyak terjadi
peredaran vaksin palsu ke sejumlah Apotek, Puskesmas dan Rumah Sakit.
Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian
yang telah dijadikan bahan penulisan hukum dalam bentuk skripsi dengan judul
tentang ANALISIS YURIDIS SOSIOLOGIS TENTANG PENGAWASAN
PEREDARAN VAKSIN DITINJAU DARI PERATURAN PEREDARAN OBAT
DAN VAKSIN DI RSUD Dr. ISKAK KABUPATEN TULUNGAGUNG OLEH
DINAS KESEHATAN KABUPATEN TULUNGAGUNG DAN SERTA BPOM
JAWA TIMUR
14
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 189/Menkes/SK/III/2006
tentangKebijakan Obat Nasional, Lampiran.
10
10
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, yang
menjadi pokok permasalahannya sebagai berikut:
1. Bagaimana Peredaran vaksin di RSUD Dr. Iskak Kabupaten Tulungagung
oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Tulungagung serta BPOM Jawa Timur?
2. Bagaimana pengawasan vaksin di RSUD Dr. Iskak Kabupaten
Tulungagung oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Tulungagung serta BPOM
Jawa Timur?
3. Apa yang menjadi hambatan dalam pengawasan peredaran vaksin di
RSUD Dr. Iskak Kabupaten Tulungagung oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten Tulungagung serta BPOM Jawa Timur?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui hal-hal sebagai
berikut:
1. Untuk mengetahui peredaran vaksin di RSUD Dr. Iskak Kabupaten
Tulungagung oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Tulungagung serta BPOM
Jawa Timur
2. Untuk mengetahui pengawasan vaksin di RSUD Dr. Iskak Kabupaten
Tulungagung oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Tulungagung serta BPOM
Jawa Timur
3. Untuk mengetahui hambat dalam pengawasan peredaran vaksin di RSUD
Dr. Iskak Kabupaten Tulungagung oleh Dinas Kesehatan Kabupaten
Tulungagung serta BPOM Jawa Timur.
11
10
D. Manfaat Penelitian
Dalam penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat yang berpengaruh
kepada beberapa pihak, diantaranya:
1. Manfaat Akademisi
Bahwa hasil penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan
pemikiran dalam hal implementasi peran lembaga-lembaga dan instansi dalam
bidang kesehatan dalam upaya pengawasan dan keamanan serta mencegah
peredaran vaksin palsu serta penelitian ini dapat digunakan sebagai sarana
untuk menambah wawasan maupun referensi untuk penelitian lebih lanjut yang
berkaitan dengan upaya pengawasan dan keamanan peredaran vaksin di Rumah
Sakit dr. Iskak Kabupaten Tulungagung oleh Dinkes serta BPOM Jawa Timur
terkait pencegahan peredaran vaksin palsu khususnya di wilayah Kabupaten
Tulungagung.
2. Secara Teoritis
Manfaat penelitian ini secara teoritis penelitian ini diharapkan untuk
menambah pengetahuan peneliti dan masyarakat umum di Kabupaten
Tulungagung pada khususnya mengenai seberapa besar pengaruh mengenai
Implementasi pengawasan peredaran vaksin di Rumah Sakit Umum daerah dr.
Iskak Kabupaten Tulungagung oleh Dinkes Tulungagung dan serta BPOM
Jawa Timur demi kelangsungan hidup sehat seluruh masyarakat khususnya
pengguna jasa pelayanan kefarmasian di wilayah Kabupaten Tulungagung.
Juga sebagai bahan rujukan untuk penelitian selanjutnya, serta bermanfaat
dalam pengembangan ilmu-ilmu sosial dalam hukum.
12
10
3. Secara Praktis
Secara praktis, pembahasan dalam skripsi ini diharapkan dapat
menghimpun informasi faktual yang berhubungan dengan mengenai
implementasi pengawasan peredaran vaksin di Rumah Sakit Umum daerah dr.
Iskak Kabupaten Tulungagung oleh Dinkes Tulungagung serta BPOM Jawa
Timur tersebut, antara lain:
a. Pemerintah
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dan masukan
kepada para pembuat kebijakan dalam memformulasikan kebijakan terkait
pelaksanaan pengawasan peredaran vaksin serta untuk mencegah peredaran
vaksin palsu;
b. Bagi Masyarakat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan pemahaman
tentang pentingnya pengawasan peredaran vaksin agar tidak terjadi adanya
vaksin palsu serta agar masyarakat lebih berhati-hati dan tentunya masyarakat
mempunyai pengetahuan cukup akan bahaya vaksi palsu;
c. Bagi Kalangan Akademisi
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai sarana untuk
menambah wawasan maupun referensi untuk penelitian lebih lanjut berkaitan
dengan pelaksanaan pengawasan peredaran vaksin oleh lembaga-lembaga yang
bertanggungb jawab dalam bidang kesehatan
13
10
d. Mahasiswa
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan, kontribusi positif
dan ilmu pengetahuan baru dalam pengembangan ilmu hukum bagi civitas
akademika khususnya Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang
tentang pelaksanaan pengawasan peredaran vaksin oleh lembaga-lembaga yang
bertanggung jawab dalam bidang kesehatan yaitu Dinkes, Rumah sakit serta
BPOM.
e. Peneliti
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangsih pemikiran untuk
memperluas khasanah berfikir peneliti mengenai pelaksanaan pengawasan
peredaran vaksin oleh Dinkes, Rumah Sakit serta BPOM.
E. METODE PENELITIAN
1. Metode Pendekatan
Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian skripsi ini
adalah pendekatan yuridis sosiologi, yaitu suatu penelitian yang dilakukan
terhadap keadaan nyata masyarakat atau lingkungan masyarakat dengan
maksud dan tujuan untuk menemukan fakta (fact-finding), yang kemudian
menuju pada identifikasi (problem-identification) dan pada akhirnya menuju
kepada penyelesaian masalah (problem-solution).15
Dalam hal ini penulis
ingin mengetahui pelaksanaan pengawasan peredaran Vaksin di RSUD Dr.
Iskak Kabupaten Tulungagung Oleh Dinkes Tulungagung Serta BPOM jatim.
15
Ibid. hlm 102
14
10
2. Lokasi Penelitian
Dalam hal ini penulis memilih lokasi penelitian di BPOM Propinsi
Jawa Timur, Dinas Kesehatan Kabupaten Tulungagung dan Rumah Sakit Dr.
Iskak Kabupaten Tulungagung. Hal ini dikarenakan penulis ingin melihat
pelaksanaan pengawasan peredaran vaksin diwilayah Kabupaten
Tulungagung yang dilakukan oleh lembaga terkait dalam melaksanakan
tugasnya terkait pengawasan peredaran vaksin dari distributor hingga sampai
ke layanan kefarmasian di Apotek, Puskesmas dan Rumah Sakit.
Peneliti memilih penelitian di 3 (tiga) lokasi di atas berdasarkan
pertimbangan karena dalam hal pengawasan peredaran vaksin ketiga lembaga
yang ditunjuk Pemerintah tersebut belum terdapat transparansi dalam
melakukan pengawasan dan sistem keamanan atas produk obat dan vaksin
yang di produksi oleh produsen obat. alasan lain adalah bahwa ketiga lokasi
tersebut lebih dekat dengan domisili penulis. Serta ketiga lokasi tersebut lebih
terjangkau karena di lokasi peneliti tinggal yaitu Propinsi Jawa Timur.
3. Jenis Data
a. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari
masyarakat dan peroleh dengan cara langsung dari sumber pertama
dilapangan melalui penelitian di lapangan yaitu perilaku
masyarakat.16
16
Soerjono, Soekanto dan Sri Mamudji, 1995, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan
Singkat,Jakarta, Raja Grafindo, hlm 12.
15
10
Sedangkan yang menjadi data primer adalah data yang
diperoleh dari penelitian lapangan, berupa hasil wawancara,
dokumentasi, hasil observasi baik terstruktur maupun tidak
terstruktur, pengamat tidak terlibat, serta pendapat lain yang
diperoleh dari sumber yang berkaitan dengan permasalah yaitu
pihak-pihak yang berhubungan dengan skripsi penulis, yaitu: (1)
Kepala BPOM Propinsi Jawa Timur; (2) Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten Tulungagung; dan (3) Direktur Rumah Sakit Dr. Iskak
Kabupaten Tulungagung.
b. Data Sekunder
Data Sekunder adalah data yang antara lain mencakup
dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil-hasil penelitian yang
berwujud laporan, buku harian dan seterusnya.17
Data sekunder juga
dapat berupa data penunjang dari data primer yang berasal dari
literatur yang tekait dengan objek penelitian. Data sekunder dari
penelitian ini adalah data-data atau masukan-masukan di sekitar
masalah objek yang dikaji dengan melalui penelitian yang bersumber
pada literatur, Peraturan Perundang-undangan, dokumen-dokumen
resmi, buku-buku, hasil-hasil penelitian yang berbentuk laporan,
jurnal dan lain-lain yang ada hubungannya dengan masalah yang
peneliti bahas.18
Data Sekunder dalam penelitian ini berupa:
17
Ibid,.hlm 18. 18
Ronny Hanitijo Soemitro, 1992, Metode Penelitian Hukum,Jakarta, Ghallia Indonesia,hlm
53.
16
10
1) Undang-undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah sakit
2) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2013 tentang Standar
Pelayanan Publik di Lingkungan Badan Pengawas Obat dan
Makanan,
3) Peraturan Bupati Tulungagung Nomor 3 Tahun 2012 tentang
Retribusi Pelayanan Kesehatan pada Unit Pelaksana Teknis
Dinas Kesehatan Kabupaten Tulungagung,
4) Perda Nomor 8 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan
Pelayanan Pada Rumah Sakit Umum Dr. Iskak Tulungagung,
sebagai peraturan organiknya.
c. Data Tersier
Jenis data yang memberikan petunjuk atau keterangan data
primer dan data skunder seperti Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI), Kamus Hukum, Ensiklopedia, Glossy dan lain-lain.
4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data adalah cara peneliti memperoleh data atau
mengumpulkan data. Data bisa diperoleh melalui teknik wawancara, kuisoner
dan dokumentasi.
1. Wawancara (Interview)
Teknik pengumpulan data dengan cara mengadakan tanya jawab
langsung kepada responden dengan menggunakan wawancara terstruktur
yang disiapkan oleh penulis. Wawancara digunakan sebagai cara untuk
memperoleh data dengan jalan mengadakan wawancara dengan
17
10
narasumber maupun responden. Teknik wawancara mempunyai kelebihan
yakni peneliti dapat menerangkan secara detail pertanyaan yang akan
diajukan. Wawancara ini dilakukan dengan:
a. Kabid Sertifikasi dan Layanan Informasi Konsumen BPOM
Propinsi Jawa Timur mengenai persyaratan dalam izin edar vaksin
di wilayah Jawa Timur
b. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Tulungagung mengenai
peredaran vaksin dan juga pengawasan vaksin wi wilayah
Kabupaten Tulungagung
c. Kepala Rumah Sakit Dr. Iskak Kabupaten Tulungagung mengenai
pelaksanaan pengawasan dan peredaran waksin di RSUD Dr.
Iskak.
d. Kepala Kefarmasian RSUD Dr. Iskak Kabupaten Tulungagung
mengenai pengawasan dan peredaran vaksin di apotik RSUD Dr.
Iskak Tulungagung.
Wawancara dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai
pembinaan yang dilakukan oleh BPOM dan Dinkes di Rumah Sakit terkait
pengawasan dan keamanan secara preventif dan represif dalam upaya
pencegahan peredaran vaksin palsu di masyarakat.
2. Dokumentasi
Dalam penelitian ini agar data yang diperoleh lebih lengkap dan
akurat maka digunakan dokumentasi berupa catatan dokumentasi yang
diperoleh melalui berbagai media dan kepustakaan. Dokumentasi adalah
18
10
salah satu metode yang sering digunakan dalam penelitian social yang
berkaitan dengan teknik pengumpulan datanya, karena besar fakta dan data
social tersimpan dalam bahan-bahan yang berbentuk dokumen yang
terdapat dari hasil wawancara.
Studi dokumentasi merupakan pelengkap dari penggunaan metode
wawancara dalam penelitian kualitatif19
. Dalam hal ini penulis melakukan
penelitian dengan cara mempelajari fakta-fakta, data-data, dokumen, serta
arsip-arsip yang berhubungan dengan penelitian ini.
3. Observasi
Pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengamati dan
mencatat secara sistematis gejala-gejala yang diselidiki terhadap obyek
yaitu terkait pengawasan peredaran vaksin di RSUD Dr. Iskak Kabupaten
Tulungagung oleh Dinkes Kabupaten Tulungagung serta BPOM Jawa
Timur.
4. Studi Kepustakaan
Studi kepustakaan yaitu segala usaha yang dilakukan oleh peneliti
untuk menghimpun informasi yang relevan dengan topik atau masalah
yang akan diteliti. Informasi ini dapat diperoleh dari buku-buku ilmiah,
laporan penelitian, karangan ilmiah, tesis maupun disertasi, peraturan
perundang-undangan, ketetapan, ensiklopedia dan sumber tertulis baik
cetak maupun elektronik. Dalam hal ini penulis melakukan penelitian
dengan mempelajari dan mengkaji perundang-undangan, jurnal, literature
19
Sumardi Suryabrata, Metode Penelitian, Jakarta, 1997, hlm. 77
19
10
atau dokumen yang terkait dengan pengawasan dan peredaran vaksin di
rumah sakit oleh dinkes dan BPOM.
5. Teknik Analisis Data
Teknik analisa data dalam penelitian ini menggunakan Deskriptif
Kualitatif yaitu metode analisis data yang menggambarkan atau
mendeskripsikan data yang diperoleh melalui wawancara yang kemudian
menganalisis kata-kata hasil wawancara dari subjek penelitian, pemaparan
hasil penelitian dengan tujuan agar diperoleh suatu gambaran yang
menyeluruh dan sistematik terutama mengenai fakta yang berhubungan
dengan permasalahan yang ditulis dalam penelitian ini.20
Tujuan dari analisa ini adalah mengungkap sebuah fakta, keadaan dan
fenomena yang menjadi pokok permasalahan yang melibatkan pihak Dinas
Kesehatan Kab. Tulungagung, RSUD Dr.Iskak Tulungagung serat BPOM
Jatim. Analisis hasil penelitian berisi uraian tentang cara-cara penulis yang
menggambarkan bagaimana suatu data dianalisis dan apa manfaat data yang
terkumpul untuk dipergunakan dalam memecahkan masalah dalam penelitian
ini. Berdasarkan prosedur bahan hukum yang diperoleh, analisis data yang
digunakan adalah analisis deskriptif yang diawali dengan mengelompokkan
data dan informasi yang sama menurut sub aspek dan selanjutnya melakukan
penafsiran atau pemberian pendapat untuk memberi makna terhadap setiap
sub aspek dan hubungannya satu sama lain. Kemudian setelah itu
menganalisis keseluruhan aspek untuk memahami makna hubungan antara
20
Ronny Hanitijo Soemitro, 1990, Metode Penelitian Dan Hukum dan Yurimetri, Jakarta,
Ghalia Indonesia, hlm 45.
20
10
aspek yang satu dengan aspek yang lain dan dengan keseluruhan aspek yang
menjadi pokok permasalahan penelitian yang dilakukan secara induktif
sehingga memberikan gambaran hasil secara utuh, dengan demikian
penelitian menjadi lebih fokus dan tertuju pada masalah.