bab i pendahuluan latar belakang -...

20
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional. Tujuan utama pembangunan nasional adalah peningkatan kualitas sumber daya manusia yang dilakukan secara berkelanjutan. Berdasarkan visi pembangunan nasional maka melalui pembangunan kesehatan yang ingin dicapai demi mewujudkan Indonesia sehat sesuai dengan pembukaan UUD 1945 alinea ke-4, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia juga untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdasarkan kehidupan bangsa, bahwa diselenggarakannya program pembangunan secara berkelanjutan, terencana dan terarah. 1 Salah satu program pembagunan kesehatan secara berkelanjutan, terencana dan terarah adalah program Imuninasi berupa pemberian vaksin. 2 Menurut Undang-undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 pasal 130 menyebutkan bahwa Pemerintah wajib memberikan imunisasi lengkap kepada setiap bayi dan anak. Program imuninsasi menurut Peraturan menteri kesehatan No 12 Tahun 2017 1 Dini Yulianti dan Anhari Achadi, 2010, Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan Petugas Terhadap SOP Imunisasi Pada Penanganan Vaksin Campak. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional. Vol.4 No.4 2 Departemen Kesehatan RI, Rencana Strategi Departemen Kesehatan, Jakarta: Depkes RI, 2005

Upload: others

Post on 08-Oct-2019

12 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/37753/2/jiptummpp-gdl-ikamaulidd-50069-2-bab1.pdf · diwujudkan dalam bentuk program imunisasi dasar dengan didapatkan

1

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua

komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan

kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan

masyarakat yang setinggi-tingginya. Pembangunan kesehatan merupakan bagian

integral dari pembangunan nasional. Tujuan utama pembangunan nasional adalah

peningkatan kualitas sumber daya manusia yang dilakukan secara berkelanjutan.

Berdasarkan visi pembangunan nasional maka melalui pembangunan kesehatan

yang ingin dicapai demi mewujudkan Indonesia sehat sesuai dengan pembukaan

UUD 1945 alinea ke-4, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh

tumpah darah Indonesia juga untuk memajukan kesejahteraan umum dan

mencerdasarkan kehidupan bangsa, bahwa diselenggarakannya program

pembangunan secara berkelanjutan, terencana dan terarah.1

Salah satu program pembagunan kesehatan secara berkelanjutan, terencana

dan terarah adalah program Imuninasi berupa pemberian vaksin.2 Menurut

Undang-undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 pasal 130 menyebutkan bahwa

Pemerintah wajib memberikan imunisasi lengkap kepada setiap bayi dan anak.

Program imuninsasi menurut Peraturan menteri kesehatan No 12 Tahun 2017

1 Dini Yulianti dan Anhari Achadi, 2010, Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan

Kepatuhan Petugas Terhadap SOP Imunisasi Pada Penanganan Vaksin Campak. Jurnal

Kesehatan Masyarakat Nasional. Vol.4 No.4 2Departemen Kesehatan RI, Rencana Strategi Departemen Kesehatan, Jakarta:

Depkes RI, 2005

Page 2: BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/37753/2/jiptummpp-gdl-ikamaulidd-50069-2-bab1.pdf · diwujudkan dalam bentuk program imunisasi dasar dengan didapatkan

2

10

tentang penyelenggaraan Imunisasi terdiri dari imunisasi rutin, imunisasi

tambahan, dan imunisasi khusus. Dalam program ini imunisasi dasar merupakan

salah satu program imunisasi di bagian imunisasi rutin yang mana harus dilakukan

secara rutin oleh balita sejak umur 0-9 bulan.

Imunisasi dasar merupakan salah satu hal yang paling penting dalam

kehidupan manusia karena memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap

aktivitas yang dijalankan seseorang. Menurut pasal 132 ayat 3 yaitu Setiap anak

berhak memperoleh imunisasi dasar sesuai dengan ketentuan yang berlaku untuk

mencegah terjadinya penyakit yang dapat dihindari melalui imunisasi. Pemberian

vaksin bertujuan untuk memberikan kekebalan tubuh yang kuat bagi kesehatan

manusia. Kekebalan tubuh inilah yang menjadi pilar kesehatan seseorang.

Semakin kuat kekebalan tubuhnya, semakin sulit juga bakteri dan virus akan

masuk ke dalam tubuh orang tersebut.

Imunisasi dasar sangat penting diberikan pada bayi berusia 0 – 9 bulan

untuk memberikan kekebalan dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi

dasar antara lain Hepatitis B, BCG, DPT-HB-Hib, polio, campak.3Tetapi hampir

separuh balita yang tidak mendapatkan imunisasi dasar lengkap. Pada tahun 2010-

2013 imunisasi dasar lengkap pada balita di Indonesia mengalami penurunan.

Proposi imunisasi dasar lengkap menurut survei Risert Kesehatan Dasar

(Riskesdes) pada tahun 2010 adalah 53,8%, tahun 2013 adalah 50,0% dan belum

mencapai target yang ditetapkan. 4 Akibat dari tidak lengkapnya pemberian

3Ibid

4InfoDATIN, 2016, Situasi Imunisasi Di Indonesia, Jakarta, Pusdatin.

Page 3: BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/37753/2/jiptummpp-gdl-ikamaulidd-50069-2-bab1.pdf · diwujudkan dalam bentuk program imunisasi dasar dengan didapatkan

3

10

imunisasi dasar pada balita menimbulkan Anak tidak memiliki kekebalan tubuh

terhadap serangan penyakit infeksi tertentu, sehingga anak akan jatuh sakit,

mungkin akan menyebabkan turunnya status gizi. Hal ini karena penyakit infeksi

dan fungsi kekebalan saling berhubungan erat satu sama lain, dan pada akhirnya

akan mempengaruhi status gizi berupa penurunan status gizi pada anak.5

Upaya pemerintah dalam meningkatkan program imunisasi dasar lengkap

diwujudkan dalam bentuk program imunisasi dasar dengan didapatkan secara

gratis dan seluruh biaya ditanggung melalui anggaran dan kebijakan pemerintah.

Imunisasi bisa di lakukan melalui Rumah sakit, puskesmas dan posyandu. Selain

itu imunisasi juga bisa dilakukan di klinik-klinik kesehatan lain.6 Tetapi dengan

adanya program imunisasi dasar lengkap secara gratis maka memberikan peluang

bagi para produser palsu untuk menyuplai vaksin palsu dengan mudah dan dapat

diedarkan di berbagai layanan kefarmasian di Indonesia. Hal ini dibuktikan

dengan adanya kasus vaksin palsu yang terjadi pada tahun 2016.

Menurut Dr Hindra Irawan, Sekretaris Satuan Tugas Imunisasi, Ikatan

Dokter Anak Indonesia mengatakan efek dari vaksin palsu ini dapat berupa nyeri

atau kemerahan di seputar tempat suntikan namun kerugian terbesar (anak yang

mendapat vaksin palsu) adalah tidak mendapatkan kekebalan tubuh dan rentan

terhadap penyakit.7 Jadi dalam pemberian vaksin palsu ini kerugian yang terbesar

adalah kekebalan tubuh pada anak tidak dapat bekerja secara optimal dan anak

5 Melissa Citra dkk, 2016, hubungan pemberian imunisasi dasar dengan tumbuhKembang

pada bayi (0 – 1tahun) di Puskesmas Kembes KecamatanTombulu Kabupaten Minahasa,

Minahasa, Jurnal ejournal Keperawatan (e-Kp) Volume 4 Nomor 1, Fakultas kedokteran 6 Iqfadhilah, 2014, pentingnya pemberian imunisasi dasar pada anak serta jadwal imunisasi

dan jenis vaksin yang wajib diberikan. http://www.idmedis.com/html diakses tanggal 12 Juli 2017. 7BBC, Vaksin Palsu, http://www.bbc.com/2016, diakses tanggal 31 Agustus 2016, pukul

15.00 WIB.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/37753/2/jiptummpp-gdl-ikamaulidd-50069-2-bab1.pdf · diwujudkan dalam bentuk program imunisasi dasar dengan didapatkan

4

10

rentan terhadap penyakit. Kalau ada efek mungkin gejala di tempat suntikan,

reaksi kemerahan atau nyeri atau demam yang biasanya berakhir kurang dari

beberapa hari.

Beberapa bulan terakhir, media ramai dengan adanya pemberitaan

mengenai penyebaran vaksin palsu yang terjadi di lingkungan rumah sakit.

Beredarnya vaksin palsu ini sangat membuat resah masyarakat terutama bagi ibu

yang memiliki anak yang masih dalam usia bayi di bawah lima tahun (balita) dan

bayi di bawah tiga tahun (batita). Mereka takut jika nanti ke depannya akan

berdampak negatif pada tumbuh kembang anaknya.

Kasus ini adalah ulah sebagian oknum yang mengatasnamakan sebagai

distributor. Para distributor vaksin palsu pandai mencari peluang untuk

menyusupkan produk mereka ke sejumlah rumah sakit dan klinik. Mereka

memanfaatkan kebutuhan rumah sakit yang mencari vaksin dengan harga yang

jauh lebih murah dari biasanya. Distributor tersebut mengirim email penawaran

produk ke dokter atau manajemen rumah sakit. Target Rumah Sakit yang diincar

adalah rumah sakit swasta yang tidak mendapat pasokan resmi dari Bio Farma.

Jika ada gelagat ketertarikan dari Rumah Sakit tersebut, maka produsen akan

mengajukan proposal. Produsen lalu mengadakan negosiasi, disetujui, dan

distribusikan vaksin tersebut.8

Penerimaan vaksin palsu yang disalurkan distributor tidak resmi itu

dilakukan oleh oknum Dokter atau Kepala Rumah Sakit. Oknum Dokter atau

Kepala Rumah Sakit tersebut memesan dalam jumlah banyak dan memberikan

8Harian Kompas, “Awas Vaksin Palsu”, edisi sabtu, 16 Juli 2016.

Page 5: BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/37753/2/jiptummpp-gdl-ikamaulidd-50069-2-bab1.pdf · diwujudkan dalam bentuk program imunisasi dasar dengan didapatkan

5

10

kepada pasiennya. Kelihaian para produsen vaksin palsu untuk membuat vaksin

yang mirip dengan aslinya ini tidak diragukan. Secara kasat mata, vaksin ini susah

dibedakan. Bahkan, produsen dan distributor vaksin palsu kerap mengelabui

pelanggannya dengan mengatakan vaksin yang ditawarkannya asli. Karena

produsen tersebut menggunakan kemasan asli tapi ada juga yang dicetak dan

kualitas cetaknya itu bagus nyaris sama seperti aslinya. Produsen dan distributor

vaksin palsu juga memanfaatkan peluang di saat rumah sakit dan klinik

kekurangan stok vaksin dari distributor resmi. Mereka membuat penawaran

seolah-olah vaksin yang mereka tawarkan asli. Para pelaku pemalsu vaksin ini

sangat licik, mereka mampu mengelabui Rumah Sakit sehingga vaksin palsu itu

bisa masuk dengan mudahnya di Rumah Sakit.9

Demikan juga dilansir Surat Kabar Tempo edisi Selasa tanggal 28 Juni

2016, vaksin palsu ini beredar dikarenakan banyaknya permintaan vaksin

imunisasi di luar program Pemerintah. Banyaknya masyarakat kalangan

menengah meminta vaksin-vaksin alternatif contohnya saja hepatitis A. vaksin

tersebut adalah vaksin impor. Karena vaksin impor itu mahal maka diduga adanya

pihak yang menjual vaksin ilegal dengan harga yang lebih murah dari aslinya.

Selain itu ternyata BPOM juga menemukan peredar vaksin palsu adalah

distributor freelance (ilegal). Menurut BPOM, distributor freelance ini

menawarkan vaksin dengan harga murah ke sarana pelayanan kesehatan. Harga

yang murah membuat pelayan kesehatan tertarik membelinya. Vaksin palsu

9Ibid

Page 6: BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/37753/2/jiptummpp-gdl-ikamaulidd-50069-2-bab1.pdf · diwujudkan dalam bentuk program imunisasi dasar dengan didapatkan

6

10

kemungkinan beredar karena adanya sarana pelayanan kesehatan yang menyuplai

kemasan sisa (limbah), yang digunakan untuk memproduksi vaksin palsu.10

Menurut PerkaBPOM No 27 Tahun 2013 Tentang Pengawasan Pemasukan

Obat Dan Makanan Kedalam Wilayah Indonseia harus melalui beberapa tahapan

agar lulus uji edar, diantaranya adalah harus lulus uji standart mutu dalam

ketentuan CPOB. Setalah vaksin itu lulus dalam ketentuan tersebut maka vaksin

tersebut mendapat izin edar dan dapat diedarkan di keseluruhan instansi kesehtan

di Indonesia.

Upaya memperoleh keuntungan dapat dilakukan dengan cara memalsukan

informasi, kualitas, mutu dan informasi yang tidak jelas sehingga masyarakat

dengan mudah percaya dengan barang yang dipilihnya. Dengan tersedianya

barang yang beragam, masyarakat sering dikelabuhi dengan informasi yang

seolah-olah benar. Padahal dalam UUPK pasal 11 huruf a disebutkan bahwa

pelaku usaha dilarang menyatakan barang dan/atau jasa tersebut seolah-olah telah

memenuhi standar mutu tertentu.11

Obat dan vaksin palsu sulit dibedakan dengan yang asli. Kementerian

Kesehatan selanjutnya ditulis Kemenkes menghimbau masyarakat untuk teliti

dalam mengkonsumsi obat dan vaksin, melihat dengan teliti keaslian obat dan

vaksin yang akan di konsumsi. Himbauan Kemenkes ini dinilai sebagai

pernyataan yang kurang tepat, pada dasarnya orang-orang yang sudah

berkecimpung di dunia kesehatan saja masih sering mengalami kesulitan dalam

10

Surat Kabar Tempo, edisi Selasa tanggal 28 Juni 2016. 11

Taufikkurrahman, 2016, Peran BPOM dan BKN dalam memberikan perlindungan hukum

bagi konsumen terhadap peredaran vaksin palsu. Jurnal Ekonomi dan perbankan syariah. Vol.3

No.1, STAIN Pamekasan.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/37753/2/jiptummpp-gdl-ikamaulidd-50069-2-bab1.pdf · diwujudkan dalam bentuk program imunisasi dasar dengan didapatkan

7

10

membedakan obat dan vaksin palsu dengan yang asli. Dalam hal membedakan

antara obat dan vaksin palsu dibutuhkan keahlian khusus, sehingga dalam

membedakannya tidak serta merta dapat dilakukan dengan kasat mata, dibutuhkan

orang yang ahli serta berpengetahuan dan berpengalaman cukup untuk bisa

membedakannya.12

Penyebaran vaksin palsu ini merupakan bentuk tanggung jawab semua

pihak, dari mulai pihak pemerintah, rumah sakit sebagai pihak penyedia hingga

masyarakat sebagai konsumen dari adanya vaksin tersebut. Menurutu Peraturan

Nomor 36 Tahun 2009 pasal 182 ayat 1,2 dan 3 dan pasal 183 menteri berwenang

dalam pengawasan peredaran obat. Tetapi dalam pelaksanaanya Kementerian

Kesehatan dan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) yang tidak

menjalankan fungsinya sesuai kapasitas. Tidak cukup hanya pelakunya yang

diberikan sanksi pidana. Namun, Pemerintah sebagai regulator juga harus

bertanggung jawab dan dikenai sanksi atas keteledoran ini. Tak hanya pemerintah,

namun institusi kesehatan yang telah memberikan vaksin palsu pun harus dimintai

pertanggungjawaban.

Kasus mengenai vaksin palsu ini menggambarkan bahwa sistem

pengawasan yang dilakukan oleh instansi terkait belum maksimal, khususnya

dalam hal pengawasan peredaran obat. Oleh karena itu, sudah saatnya Pemerintah

membenahi sistem pengawasan oleh Lembaga-lembaga yang ditunjuk Pemerintah

dalam mengawasi produksi dan distribusi peredaran vaksin dan obat-obatan ke

seluruh Apotek, Puskesmas dan Rumah Sakit agar tidak terus terulang.

12

Dini Yulianti dan Anhari Achadi, 2010, Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan

Kepatuhan Petugas Terhadap SOP Imunisasi Pada Penanganan Vaksin Campak. Jurnal Kesehatan

Masyarakat Nasional. Vol.4 No.4

Page 8: BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/37753/2/jiptummpp-gdl-ikamaulidd-50069-2-bab1.pdf · diwujudkan dalam bentuk program imunisasi dasar dengan didapatkan

8

10

Tugas Pemerintah adalah mengatur, membina dan mengawasi

penyelenggaraan upaya kesehatan. Pemerintah melakukan pembinaan terhadap

semua kegiatan yang berkaitan dengan penyelenggaraan upaya kesehatan

disamping Pemerintah yang memberikan izin terselenggaranya sarana kesehatan.

Pemerintah juga melakukan pengawasan terhadap semua kegiatan yang berkaitan

dengan penyeleggaraan upaya kesehatan dan atau sarana kesehatan baik yang

dilakukan oleh Pemerintah maupun masyarakat. Pemerintah berwenang

mengambil tindakan administratif terhadap tenaga kesehatan dan atau sarana

kesehatan yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan Undang-Undang

Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009. Pengawasan yang baik dapat meminimalkan

terjadinya penyimpangan dan ketika telah terjadi penyimpangan, pengawasan

yang baik harus dapat mendeteksi sejauh mana penyimpangan terjadi dan sebab-

sebab terjadinya penyimpangan tersebut.13

Pengawasan dalam bidang obat telah menjadi salah satu landasan

kebijakan dalam Kebijakan Obat Nasional (KONAS) 2006 dimana disebutkan

bahwa Pemerintah melaksanakan pembinaan, pengawasan dan pengendalian obat.

Tugas pengawasan dan pengendalian yang menjadi tanggung jawab pemerintah

dilakukan secara profesional, bertanggung jawab, independen dan transparan.

Pengawasan obat juga menjadi satu dari sembilan pokok-pokok dan langkah

kebijakan dalam KONAS 2006. Sasaran Pengawasan obat dalam KONAS 2006

13

Sujamto, 1996, Aspek-Aspek Pengawasan di Indonesia,Cetakan Keempat, Jakarta, Sinar

Grafika, hlm 63-64.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/37753/2/jiptummpp-gdl-ikamaulidd-50069-2-bab1.pdf · diwujudkan dalam bentuk program imunisasi dasar dengan didapatkan

9

10

salah satunya adalah masyarakat terhindar dari penggunaan yang salah dan

penyalahgunaan obat.14

Pengawasan terhadap segala kegiatan yang berhubungan dengan

penggunaan sediaan farmasi dan alat kesehatan dilaksanakan oleh Menteri (yang

bertanggung jawab di bidang kesehatan). Menteri dalam melaksanakan

pengawasan, bekerjasama dengan lembaga-lembaga dan instansi yang ditunjuk

oleh Pemerintah dalam bidang pengawasan dan keamanan terkait mutu produk

dan pelayanan kesehatan untuk masyarakat yaitu Badan Pengawas Obat dan

Makanan atau disingkat BPOM, Dinas Kesehatan dan Rumah Sakit. Meskipun

demikian, bukan berarti pengawasan terhadap produk obat-obatan dan vaksin di

Indonesia sudah baik dan terjamin keasliannya. Terbukti masih banyak terjadi

peredaran vaksin palsu ke sejumlah Apotek, Puskesmas dan Rumah Sakit.

Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian

yang telah dijadikan bahan penulisan hukum dalam bentuk skripsi dengan judul

tentang ANALISIS YURIDIS SOSIOLOGIS TENTANG PENGAWASAN

PEREDARAN VAKSIN DITINJAU DARI PERATURAN PEREDARAN OBAT

DAN VAKSIN DI RSUD Dr. ISKAK KABUPATEN TULUNGAGUNG OLEH

DINAS KESEHATAN KABUPATEN TULUNGAGUNG DAN SERTA BPOM

JAWA TIMUR

14

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 189/Menkes/SK/III/2006

tentangKebijakan Obat Nasional, Lampiran.

Page 10: BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/37753/2/jiptummpp-gdl-ikamaulidd-50069-2-bab1.pdf · diwujudkan dalam bentuk program imunisasi dasar dengan didapatkan

10

10

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, yang

menjadi pokok permasalahannya sebagai berikut:

1. Bagaimana Peredaran vaksin di RSUD Dr. Iskak Kabupaten Tulungagung

oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Tulungagung serta BPOM Jawa Timur?

2. Bagaimana pengawasan vaksin di RSUD Dr. Iskak Kabupaten

Tulungagung oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Tulungagung serta BPOM

Jawa Timur?

3. Apa yang menjadi hambatan dalam pengawasan peredaran vaksin di

RSUD Dr. Iskak Kabupaten Tulungagung oleh Dinas Kesehatan

Kabupaten Tulungagung serta BPOM Jawa Timur?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui hal-hal sebagai

berikut:

1. Untuk mengetahui peredaran vaksin di RSUD Dr. Iskak Kabupaten

Tulungagung oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Tulungagung serta BPOM

Jawa Timur

2. Untuk mengetahui pengawasan vaksin di RSUD Dr. Iskak Kabupaten

Tulungagung oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Tulungagung serta BPOM

Jawa Timur

3. Untuk mengetahui hambat dalam pengawasan peredaran vaksin di RSUD

Dr. Iskak Kabupaten Tulungagung oleh Dinas Kesehatan Kabupaten

Tulungagung serta BPOM Jawa Timur.

Page 11: BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/37753/2/jiptummpp-gdl-ikamaulidd-50069-2-bab1.pdf · diwujudkan dalam bentuk program imunisasi dasar dengan didapatkan

11

10

D. Manfaat Penelitian

Dalam penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat yang berpengaruh

kepada beberapa pihak, diantaranya:

1. Manfaat Akademisi

Bahwa hasil penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan

pemikiran dalam hal implementasi peran lembaga-lembaga dan instansi dalam

bidang kesehatan dalam upaya pengawasan dan keamanan serta mencegah

peredaran vaksin palsu serta penelitian ini dapat digunakan sebagai sarana

untuk menambah wawasan maupun referensi untuk penelitian lebih lanjut yang

berkaitan dengan upaya pengawasan dan keamanan peredaran vaksin di Rumah

Sakit dr. Iskak Kabupaten Tulungagung oleh Dinkes serta BPOM Jawa Timur

terkait pencegahan peredaran vaksin palsu khususnya di wilayah Kabupaten

Tulungagung.

2. Secara Teoritis

Manfaat penelitian ini secara teoritis penelitian ini diharapkan untuk

menambah pengetahuan peneliti dan masyarakat umum di Kabupaten

Tulungagung pada khususnya mengenai seberapa besar pengaruh mengenai

Implementasi pengawasan peredaran vaksin di Rumah Sakit Umum daerah dr.

Iskak Kabupaten Tulungagung oleh Dinkes Tulungagung dan serta BPOM

Jawa Timur demi kelangsungan hidup sehat seluruh masyarakat khususnya

pengguna jasa pelayanan kefarmasian di wilayah Kabupaten Tulungagung.

Juga sebagai bahan rujukan untuk penelitian selanjutnya, serta bermanfaat

dalam pengembangan ilmu-ilmu sosial dalam hukum.

Page 12: BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/37753/2/jiptummpp-gdl-ikamaulidd-50069-2-bab1.pdf · diwujudkan dalam bentuk program imunisasi dasar dengan didapatkan

12

10

3. Secara Praktis

Secara praktis, pembahasan dalam skripsi ini diharapkan dapat

menghimpun informasi faktual yang berhubungan dengan mengenai

implementasi pengawasan peredaran vaksin di Rumah Sakit Umum daerah dr.

Iskak Kabupaten Tulungagung oleh Dinkes Tulungagung serta BPOM Jawa

Timur tersebut, antara lain:

a. Pemerintah

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dan masukan

kepada para pembuat kebijakan dalam memformulasikan kebijakan terkait

pelaksanaan pengawasan peredaran vaksin serta untuk mencegah peredaran

vaksin palsu;

b. Bagi Masyarakat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan pemahaman

tentang pentingnya pengawasan peredaran vaksin agar tidak terjadi adanya

vaksin palsu serta agar masyarakat lebih berhati-hati dan tentunya masyarakat

mempunyai pengetahuan cukup akan bahaya vaksi palsu;

c. Bagi Kalangan Akademisi

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai sarana untuk

menambah wawasan maupun referensi untuk penelitian lebih lanjut berkaitan

dengan pelaksanaan pengawasan peredaran vaksin oleh lembaga-lembaga yang

bertanggungb jawab dalam bidang kesehatan

Page 13: BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/37753/2/jiptummpp-gdl-ikamaulidd-50069-2-bab1.pdf · diwujudkan dalam bentuk program imunisasi dasar dengan didapatkan

13

10

d. Mahasiswa

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan, kontribusi positif

dan ilmu pengetahuan baru dalam pengembangan ilmu hukum bagi civitas

akademika khususnya Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang

tentang pelaksanaan pengawasan peredaran vaksin oleh lembaga-lembaga yang

bertanggung jawab dalam bidang kesehatan yaitu Dinkes, Rumah sakit serta

BPOM.

e. Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangsih pemikiran untuk

memperluas khasanah berfikir peneliti mengenai pelaksanaan pengawasan

peredaran vaksin oleh Dinkes, Rumah Sakit serta BPOM.

E. METODE PENELITIAN

1. Metode Pendekatan

Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian skripsi ini

adalah pendekatan yuridis sosiologi, yaitu suatu penelitian yang dilakukan

terhadap keadaan nyata masyarakat atau lingkungan masyarakat dengan

maksud dan tujuan untuk menemukan fakta (fact-finding), yang kemudian

menuju pada identifikasi (problem-identification) dan pada akhirnya menuju

kepada penyelesaian masalah (problem-solution).15

Dalam hal ini penulis

ingin mengetahui pelaksanaan pengawasan peredaran Vaksin di RSUD Dr.

Iskak Kabupaten Tulungagung Oleh Dinkes Tulungagung Serta BPOM jatim.

15

Ibid. hlm 102

Page 14: BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/37753/2/jiptummpp-gdl-ikamaulidd-50069-2-bab1.pdf · diwujudkan dalam bentuk program imunisasi dasar dengan didapatkan

14

10

2. Lokasi Penelitian

Dalam hal ini penulis memilih lokasi penelitian di BPOM Propinsi

Jawa Timur, Dinas Kesehatan Kabupaten Tulungagung dan Rumah Sakit Dr.

Iskak Kabupaten Tulungagung. Hal ini dikarenakan penulis ingin melihat

pelaksanaan pengawasan peredaran vaksin diwilayah Kabupaten

Tulungagung yang dilakukan oleh lembaga terkait dalam melaksanakan

tugasnya terkait pengawasan peredaran vaksin dari distributor hingga sampai

ke layanan kefarmasian di Apotek, Puskesmas dan Rumah Sakit.

Peneliti memilih penelitian di 3 (tiga) lokasi di atas berdasarkan

pertimbangan karena dalam hal pengawasan peredaran vaksin ketiga lembaga

yang ditunjuk Pemerintah tersebut belum terdapat transparansi dalam

melakukan pengawasan dan sistem keamanan atas produk obat dan vaksin

yang di produksi oleh produsen obat. alasan lain adalah bahwa ketiga lokasi

tersebut lebih dekat dengan domisili penulis. Serta ketiga lokasi tersebut lebih

terjangkau karena di lokasi peneliti tinggal yaitu Propinsi Jawa Timur.

3. Jenis Data

a. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari

masyarakat dan peroleh dengan cara langsung dari sumber pertama

dilapangan melalui penelitian di lapangan yaitu perilaku

masyarakat.16

16

Soerjono, Soekanto dan Sri Mamudji, 1995, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan

Singkat,Jakarta, Raja Grafindo, hlm 12.

Page 15: BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/37753/2/jiptummpp-gdl-ikamaulidd-50069-2-bab1.pdf · diwujudkan dalam bentuk program imunisasi dasar dengan didapatkan

15

10

Sedangkan yang menjadi data primer adalah data yang

diperoleh dari penelitian lapangan, berupa hasil wawancara,

dokumentasi, hasil observasi baik terstruktur maupun tidak

terstruktur, pengamat tidak terlibat, serta pendapat lain yang

diperoleh dari sumber yang berkaitan dengan permasalah yaitu

pihak-pihak yang berhubungan dengan skripsi penulis, yaitu: (1)

Kepala BPOM Propinsi Jawa Timur; (2) Kepala Dinas Kesehatan

Kabupaten Tulungagung; dan (3) Direktur Rumah Sakit Dr. Iskak

Kabupaten Tulungagung.

b. Data Sekunder

Data Sekunder adalah data yang antara lain mencakup

dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil-hasil penelitian yang

berwujud laporan, buku harian dan seterusnya.17

Data sekunder juga

dapat berupa data penunjang dari data primer yang berasal dari

literatur yang tekait dengan objek penelitian. Data sekunder dari

penelitian ini adalah data-data atau masukan-masukan di sekitar

masalah objek yang dikaji dengan melalui penelitian yang bersumber

pada literatur, Peraturan Perundang-undangan, dokumen-dokumen

resmi, buku-buku, hasil-hasil penelitian yang berbentuk laporan,

jurnal dan lain-lain yang ada hubungannya dengan masalah yang

peneliti bahas.18

Data Sekunder dalam penelitian ini berupa:

17

Ibid,.hlm 18. 18

Ronny Hanitijo Soemitro, 1992, Metode Penelitian Hukum,Jakarta, Ghallia Indonesia,hlm

53.

Page 16: BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/37753/2/jiptummpp-gdl-ikamaulidd-50069-2-bab1.pdf · diwujudkan dalam bentuk program imunisasi dasar dengan didapatkan

16

10

1) Undang-undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah sakit

2) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2013 tentang Standar

Pelayanan Publik di Lingkungan Badan Pengawas Obat dan

Makanan,

3) Peraturan Bupati Tulungagung Nomor 3 Tahun 2012 tentang

Retribusi Pelayanan Kesehatan pada Unit Pelaksana Teknis

Dinas Kesehatan Kabupaten Tulungagung,

4) Perda Nomor 8 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan

Pelayanan Pada Rumah Sakit Umum Dr. Iskak Tulungagung,

sebagai peraturan organiknya.

c. Data Tersier

Jenis data yang memberikan petunjuk atau keterangan data

primer dan data skunder seperti Kamus Besar Bahasa Indonesia

(KBBI), Kamus Hukum, Ensiklopedia, Glossy dan lain-lain.

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah cara peneliti memperoleh data atau

mengumpulkan data. Data bisa diperoleh melalui teknik wawancara, kuisoner

dan dokumentasi.

1. Wawancara (Interview)

Teknik pengumpulan data dengan cara mengadakan tanya jawab

langsung kepada responden dengan menggunakan wawancara terstruktur

yang disiapkan oleh penulis. Wawancara digunakan sebagai cara untuk

memperoleh data dengan jalan mengadakan wawancara dengan

Page 17: BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/37753/2/jiptummpp-gdl-ikamaulidd-50069-2-bab1.pdf · diwujudkan dalam bentuk program imunisasi dasar dengan didapatkan

17

10

narasumber maupun responden. Teknik wawancara mempunyai kelebihan

yakni peneliti dapat menerangkan secara detail pertanyaan yang akan

diajukan. Wawancara ini dilakukan dengan:

a. Kabid Sertifikasi dan Layanan Informasi Konsumen BPOM

Propinsi Jawa Timur mengenai persyaratan dalam izin edar vaksin

di wilayah Jawa Timur

b. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Tulungagung mengenai

peredaran vaksin dan juga pengawasan vaksin wi wilayah

Kabupaten Tulungagung

c. Kepala Rumah Sakit Dr. Iskak Kabupaten Tulungagung mengenai

pelaksanaan pengawasan dan peredaran waksin di RSUD Dr.

Iskak.

d. Kepala Kefarmasian RSUD Dr. Iskak Kabupaten Tulungagung

mengenai pengawasan dan peredaran vaksin di apotik RSUD Dr.

Iskak Tulungagung.

Wawancara dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai

pembinaan yang dilakukan oleh BPOM dan Dinkes di Rumah Sakit terkait

pengawasan dan keamanan secara preventif dan represif dalam upaya

pencegahan peredaran vaksin palsu di masyarakat.

2. Dokumentasi

Dalam penelitian ini agar data yang diperoleh lebih lengkap dan

akurat maka digunakan dokumentasi berupa catatan dokumentasi yang

diperoleh melalui berbagai media dan kepustakaan. Dokumentasi adalah

Page 18: BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/37753/2/jiptummpp-gdl-ikamaulidd-50069-2-bab1.pdf · diwujudkan dalam bentuk program imunisasi dasar dengan didapatkan

18

10

salah satu metode yang sering digunakan dalam penelitian social yang

berkaitan dengan teknik pengumpulan datanya, karena besar fakta dan data

social tersimpan dalam bahan-bahan yang berbentuk dokumen yang

terdapat dari hasil wawancara.

Studi dokumentasi merupakan pelengkap dari penggunaan metode

wawancara dalam penelitian kualitatif19

. Dalam hal ini penulis melakukan

penelitian dengan cara mempelajari fakta-fakta, data-data, dokumen, serta

arsip-arsip yang berhubungan dengan penelitian ini.

3. Observasi

Pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengamati dan

mencatat secara sistematis gejala-gejala yang diselidiki terhadap obyek

yaitu terkait pengawasan peredaran vaksin di RSUD Dr. Iskak Kabupaten

Tulungagung oleh Dinkes Kabupaten Tulungagung serta BPOM Jawa

Timur.

4. Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan yaitu segala usaha yang dilakukan oleh peneliti

untuk menghimpun informasi yang relevan dengan topik atau masalah

yang akan diteliti. Informasi ini dapat diperoleh dari buku-buku ilmiah,

laporan penelitian, karangan ilmiah, tesis maupun disertasi, peraturan

perundang-undangan, ketetapan, ensiklopedia dan sumber tertulis baik

cetak maupun elektronik. Dalam hal ini penulis melakukan penelitian

dengan mempelajari dan mengkaji perundang-undangan, jurnal, literature

19

Sumardi Suryabrata, Metode Penelitian, Jakarta, 1997, hlm. 77

Page 19: BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/37753/2/jiptummpp-gdl-ikamaulidd-50069-2-bab1.pdf · diwujudkan dalam bentuk program imunisasi dasar dengan didapatkan

19

10

atau dokumen yang terkait dengan pengawasan dan peredaran vaksin di

rumah sakit oleh dinkes dan BPOM.

5. Teknik Analisis Data

Teknik analisa data dalam penelitian ini menggunakan Deskriptif

Kualitatif yaitu metode analisis data yang menggambarkan atau

mendeskripsikan data yang diperoleh melalui wawancara yang kemudian

menganalisis kata-kata hasil wawancara dari subjek penelitian, pemaparan

hasil penelitian dengan tujuan agar diperoleh suatu gambaran yang

menyeluruh dan sistematik terutama mengenai fakta yang berhubungan

dengan permasalahan yang ditulis dalam penelitian ini.20

Tujuan dari analisa ini adalah mengungkap sebuah fakta, keadaan dan

fenomena yang menjadi pokok permasalahan yang melibatkan pihak Dinas

Kesehatan Kab. Tulungagung, RSUD Dr.Iskak Tulungagung serat BPOM

Jatim. Analisis hasil penelitian berisi uraian tentang cara-cara penulis yang

menggambarkan bagaimana suatu data dianalisis dan apa manfaat data yang

terkumpul untuk dipergunakan dalam memecahkan masalah dalam penelitian

ini. Berdasarkan prosedur bahan hukum yang diperoleh, analisis data yang

digunakan adalah analisis deskriptif yang diawali dengan mengelompokkan

data dan informasi yang sama menurut sub aspek dan selanjutnya melakukan

penafsiran atau pemberian pendapat untuk memberi makna terhadap setiap

sub aspek dan hubungannya satu sama lain. Kemudian setelah itu

menganalisis keseluruhan aspek untuk memahami makna hubungan antara

20

Ronny Hanitijo Soemitro, 1990, Metode Penelitian Dan Hukum dan Yurimetri, Jakarta,

Ghalia Indonesia, hlm 45.

Page 20: BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/37753/2/jiptummpp-gdl-ikamaulidd-50069-2-bab1.pdf · diwujudkan dalam bentuk program imunisasi dasar dengan didapatkan

20

10

aspek yang satu dengan aspek yang lain dan dengan keseluruhan aspek yang

menjadi pokok permasalahan penelitian yang dilakukan secara induktif

sehingga memberikan gambaran hasil secara utuh, dengan demikian

penelitian menjadi lebih fokus dan tertuju pada masalah.