bab i pendahuluan i. latar belakang masalahrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20936/5/chapter...

22
BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Masalah Perlindungan hukum terhadap pekerja merupakan pemenuhan hak dasar yang melekat dan dilindungi oleh konstitusi sebagaimana yang diatur di dalam Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 “Tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”, dan Pasal 33 ayat (1) yang menyatakan bahwa“ Perekonomian disusun sebagai usaha bersama atas kekeluargaan”. Pelanggaran terhadap hak dasar yang dilindungi konstitusi merupakan pelanggaran hak asasi manusia. Perlindungan terhadap tenaga kerja dimaksudkan untuk menjamin hak-hak dasar pekerja dan menjamin kesamaan serta perlakuan tanpa diskriminasi atas dasar apapun untuk mewujudkan kesejahteraan pekerja dan keluarganya dengan tetap memperhatikan perkembangan kemajuan dunia usaha dan kepentingan pengusaha. Peraturan perundang-undangan yang terkait dengan perlindungan bagi pekerja Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan dan Peraturan Pelaksana dari perundang-undangan di bidang Ketenagakerjaan. Permasalahan ketenagakerjaan di Indonesia terkait mengenai hubungan kerja tidak seimbang antara pengusaha dengan buruh dalam pembuatan perjanjian kerja. Bukan hanya tidak seimbang dalam membuat perjanjian, akan tetapi iklim persaingan usaha yang makin ketat yang menyebabkan perusahaan melakukan efisiensi biaya produksi (cost of production). Universitas Sumatera Utara

Upload: phungkien

Post on 09-Feb-2018

216 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Masalahrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20936/5/Chapter I.pdf · No.Kep.101/Men/VI/2004 Tahu 2004 tentang Tata Cara Perizinan Perusahaan

BAB I

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang Masalah

Perlindungan hukum terhadap pekerja merupakan pemenuhan hak dasar

yang melekat dan dilindungi oleh konstitusi sebagaimana yang diatur di dalam

Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 “Tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan

penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”, dan Pasal 33 ayat (1) yang

menyatakan bahwa“ Perekonomian disusun sebagai usaha bersama atas

kekeluargaan”. Pelanggaran terhadap hak dasar yang dilindungi konstitusi

merupakan pelanggaran hak asasi manusia.

Perlindungan terhadap tenaga kerja dimaksudkan untuk menjamin hak-hak

dasar pekerja dan menjamin kesamaan serta perlakuan tanpa diskriminasi atas

dasar apapun untuk mewujudkan kesejahteraan pekerja dan keluarganya dengan

tetap memperhatikan perkembangan kemajuan dunia usaha dan kepentingan

pengusaha. Peraturan perundang-undangan yang terkait dengan perlindungan bagi

pekerja Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan dan

Peraturan Pelaksana dari perundang-undangan di bidang Ketenagakerjaan.

Permasalahan ketenagakerjaan di Indonesia terkait mengenai hubungan

kerja tidak seimbang antara pengusaha dengan buruh dalam pembuatan perjanjian

kerja. Bukan hanya tidak seimbang dalam membuat perjanjian, akan tetapi iklim

persaingan usaha yang makin ketat yang menyebabkan perusahaan melakukan

efisiensi biaya produksi (cost of production).

Universitas Sumatera Utara

Page 2: BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Masalahrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20936/5/Chapter I.pdf · No.Kep.101/Men/VI/2004 Tahu 2004 tentang Tata Cara Perizinan Perusahaan

Salah satu solusinya adalah dengan system outsourcing, dimana dengan

sistem ini perusahaan dapat menghemat pengeluaran dalam menbiayai sumber

daya manusia (SDM) yang bekerja diperusahaan bersangkutan.

Outsourcing (Alih Daya) dirtikan sebagai pemindahan atau pendelegasian

beberapa proses bisnis kepada suatu badan penyedia jasa, diman badan penyedia

jasa tersebut melakukan proses administrasi dan manajemen berdasarkan definisi

serta criteria yang telah disepakati oleh para pihak.

Outsourcing (Alih Daya) dalam hukum ketenagakerjaan di Indonesia

diartikan sebagai pemborongan pekerja dan penyedia jasa tenaga kerja pengaturan

hukum outsourching (Alih Daya) di Indonesia diatur dalam Undang-Undang

ketenagakerjaan Nomor 13 tahun 2003 (pasal 64, 65 dan 66) dan Keputusan

Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia

No.Kep.101/Men/VI/2004 Tahu 2004 tentang Tata Cara Perizinan Perusahaan

Penyedia Jasa Pekerja/Buruh (Kepmen 101/2004). Pengaturan tetang Outsourcing

(Alih Daya) ini sendiri dianggap pemerintah kurang lengkap.

Dalam Inpres No. 3 Tahun 2006 tentang paket Kebijakan Iklim Investasi

disebutkan bahwa Outsourcing (Alih Daya) sebgai salah satu faktor yang harus

diperhatikan dengan serius dalam menarik iklim investasi ke Indonesia. Bentuk

keseriusan pemerintah tersebut dengan menugaskan menteri tenaga kerja untuk

membuat draft revisi terhadap Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang

Ketenagakerjaan.

Hubungan kerja dengan sistem outsourcing menyebabkan kedudukan para

pihak tidak seimbang. Hubungan kerja adalah suatu hubungan antara seorang

Universitas Sumatera Utara

Page 3: BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Masalahrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20936/5/Chapter I.pdf · No.Kep.101/Men/VI/2004 Tahu 2004 tentang Tata Cara Perizinan Perusahaan

buruh dengan seorang majikan, hubungan kerja hendak menunjukkann kedudukan

kedua belah pihak itu yang pada dasarnya menggambarkan hak-hak dan

kewajiban-kewajiban buruh terhadap majikan serta hak-hak dan kewajiban-

kewajiban terhadap buruh.4

Sebagai konsekuensi sistem terbuka dari hukum perjanjian yang

mengandung asas kebebasan memebuat perjanjian tersebut, maka berdasarkan

Pasal 1338 KUHPerdata, semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai

Dalam suatu perjanjian, dikenal adanya asas kebebasan berkontrak dan

menganut system terbuka. Maksud asas tersebut adalah bahwa setiap orang pada

dasarnya boleh membuat perjanjian mengenai apa saja, sepanjang tidak

bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum. Peraturan

perundang-undangan mengenai hukum perjanjian pada umumnya juga bersifat

menambah atau pelengkap yang artinya pihak-pihak dalam membuat perjanjian,

bebas untuk menyimpang dari pada ketentuan-ketentuan tersebut, tentunya

sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketentuan

umum.

Para pihak diperbolehkan membuat ketentuan-ketentuan sendiri yang

menyimpang dari ketentuan hukum perjanjian. Kalau tidak mengatur sendiri

mengenai sesuatu hal, berarti mengenai hal tersebut para pihak akan tunduk

kepada ketentuan undang-undang. Biasanya dalam suatu perjanjian tidak

mengatur secara terperinci semua yang bersangkutan dengan perjanjian hanya

menyetujui hal-hal yang pokok saja, yang lainnya tunduk pada undang-undang.

4 Kosidin. Koko, Perjanjian Kerja Perjanjian Perburuhan dan Perjanjian Perusahaan, Mandar Maju, Bandung, 1999, hlm 1.

Universitas Sumatera Utara

Page 4: BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Masalahrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20936/5/Chapter I.pdf · No.Kep.101/Men/VI/2004 Tahu 2004 tentang Tata Cara Perizinan Perusahaan

undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Dengan menekan pada perkataan

semua, maka Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata menyatakan kepada masyarakat,

bahwa diperbolehkan membuat perjanjian yang berupa dan berisi apa saja atau

tentang apa saja dan perjanjian itu akan mengikat mereka yang membuatnya

sebagai suatu undang-undang.

Akan tetapi perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik sebagaimana

yang tercantum dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata. Dari ketentuan Pasal

1338 dapat dimaknai bahwa para pihak bebas menentukan isi dan bentuk dari

suatu perjanjian akan tetapi perjanjian tersebut tidak dapat bertentangan dengan

asas itikat baik yakni tidak bertentangan dengan undang-undang, berlawanan

dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum.

Sehingga hak dan kewajiban dari pihak yang menentukan perjanjian

tersebut yaitu pengusaha membatasi kewajibannya untuk memenuhi hak dari

pekerja. Hal ini terkait dalam menentukan hak-hak pekerja seperti pemberian upah

di bawah upah minimum, tidak memberikan keselamatan kerja maupun kesehatan

kerja, tidak ada cuti, jenis dan sifat pekerjaan yang seharusnya merupakan

pekerjaan tetap, atau perjanjian kerja yang bertentangan dengan ketentuan

Ketenagakerjaan di Indonesia.

Posisi pekerja yang lemah kerena pengusaha menggunakan landasan

hukum berupa perjanjian sebagai alasan untuk menghindari beberapa kewajiban

(meminta izin, permohonan penetapan PHK, pemberian uang pesangon,

penghargaan atas masa kerja dan ganti rugi) yang menjadi tanggungan pengusaha.

Universitas Sumatera Utara

Page 5: BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Masalahrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20936/5/Chapter I.pdf · No.Kep.101/Men/VI/2004 Tahu 2004 tentang Tata Cara Perizinan Perusahaan

Kecenderungan ini akan merugikan pekerja dalam upaya memperoleh hak-hak

mereka.

Dalam praktek dan perkembangannya Perjanjian kerja dengan sistem

outsourcing yang dibuat menggunakan perjanjian standar, sehingga dapat

menciptkan ketidak seimbangan bagi para pihak dalam menentukan isi perjanjian.

Salah satu pihak hanya menandatangani saja tanpa adanya kebebasan berkontrak.

Perjanjian standar mensyaratkan bagi pihak yang membutuhkan dengan

kesepakatan take it or leave it. Tanpa menjunjung prinsip konsensualisme yang

berdasarkan kehendak bebas dari para pihak dan asas itikad baik.

Problematika mengenai outsourcing (Alih Daya) memang cukup

bervariasi. Hal ini dikarenakan penggunaan outsourching (Alih Daya) dalam

dunia usaha di Indonesia kini semakin marak dan telah menjadi kebutuhan yang

tidak dapat ditunda-tunda oleh pelaku usaha, sementara regulasi yang ada belum

terlalu memadai untuk mengatur tentang outsourcing yang telah berjalan tersebut.

Berdasarkan pengamatan sementara penulis, bahwa kedudukan para pihak

dalam pembuatan perjanjian kerja dengan sistem outsourcing sangat lemah. Hal

ini disebabkan karena tidak adanya keseimbangan hak dan kewajiban antara

pekerja dengan pihak perusahaan outsourcing dan pihak ketiga yang

menggunakan jasa dari perusahaan outsourcing.

Selain tidak adanya keseimbangan hak dan kewajiban bagi para pekerja,

dalam pembuatan perjanjian kerja tidak berdasarkan pada Undang-Undang No. 13

Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan dan ketentuan ketenagakerjaan yang belum

Universitas Sumatera Utara

Page 6: BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Masalahrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20936/5/Chapter I.pdf · No.Kep.101/Men/VI/2004 Tahu 2004 tentang Tata Cara Perizinan Perusahaan

memadai. Perusahaan outsourcing menggunakan perjanjian kerja waktu tertentu,

sehingga hak pekerja dibatasi.

Bahwa dalam pembuatan perjanjian kerja waktu tidak tertentu syarat kerja

yang diperjanjikan dalam sistem outsourcing biasanya menggunakan perjanjian

kerja waktu tidak tertentu lebih rendah dari pada ketentuan dalam peraturan

Ketenagakerjaan, Peraturan Perusahaan, Perjanjian Kerja Bersama.

Sistem outsourcing pada perakteknya menggunakan perjanjian kerja waktu

tertentu melakukan pelanggaran atas ketentuan syarat dalam pembuatan Perjanjian

Kerja Waktu Tertentu karena jenis dan sifat pekerjaan yang diberikan merupakan

pekerjaan tetap yang terus menerus dan merupakan alur produksi, atau dalam

praktek perjanjian kerja waktu tertentu dilaksanakan di sektor industri.

J. Perumusan Masalah

Berdasarkan penjelasa di atas maka, penulis membuat perumusan masalah

sebagai berikut:

1. Apakah pejanjian kerja dengan sistem outsourcing terdapat keseimbangan hak

dan kewajiban bagi pekerja?

2. Bagaimana perlindungan hukum terhadap pekerja dalam perjanjian kerja

dengan sistem outsourcing?

3. Apakah tenaga kerja dengan sistem outsourcing dapat diikutsertakan sebagai

peserta jamsostek?

Universitas Sumatera Utara

Page 7: BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Masalahrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20936/5/Chapter I.pdf · No.Kep.101/Men/VI/2004 Tahu 2004 tentang Tata Cara Perizinan Perusahaan

K. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah ditetapkan oleh penulis, maka

penelitian ini bertujuan sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui perjanjian dengan sistem outsourcing terdapat

keseimbangan hak dan kewajiban bagi pekerja.

2. Untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap pekerja dalam perjanjian

kerja dengan sistem outsourcing.

3. Untuk mengetahui apakah tenaga kerja dengan sistem outsourcing dapat

diikutsertakan sebagai peserta jamsostek.

L. Manfaat Penelitian

1. Bagi masyarakat luas penelitian ini dimanfaatkan sebagai bahan bacaan dan

sumber informasi untuk mengetahui pembuatan kerja dengan sistem

outsourcing terdapat keseimbangan hak dan kewajiban bagi pekerja dan

perlindungan hukum terhadap pekerja dalam perjanjian kerja dengan sistem

outsourcing.

2. Bagi praktisi di bidang hukum penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai

masukan mengenai aspek hukum yang timbul dalam perjanjian kerja dengan

sistem outsourcing terdapat keseimbangan hak dan kewajiban bagi pekerja dan

perlindungan hukum terhadap pekerja dalam perjanjian kerja dengan sistem

outsourcing.

3. Bagi lingkup akademik penelitian ini diharapkan dapat member manfaat bagi

ilmuwan dan lembaga tinggi sebagai bahan bacaan guna memperkaya khasanah

Universitas Sumatera Utara

Page 8: BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Masalahrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20936/5/Chapter I.pdf · No.Kep.101/Men/VI/2004 Tahu 2004 tentang Tata Cara Perizinan Perusahaan

ilmu pengetahuan khususnya di bidang hukum dalam pembuatan perjanjian

kerja dengan sistem outsourcing terdapat hak dan kewajiban bagi pekerja.

M. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelusuran dan hasil pengamatan yang telah dilakukan oleh

penulis baik di Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, penulis

menemukan judul tentang “Hak-hak Pekerja/Buruh dan Praktek Outsourcing

Menurut UU No. 13 Tahun 2003 ”Outsourcing ditinjau dari KUHPerdata dan

Undang-Undang Ketenagakerjaan”.

Dalam penelitian skripsi ini penulis mengambil judul tentang

“Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja Dalam Perjanjian Kerja Dengan Sistem

Outsourcing Di Indonesia”. Judul penelitian ini belum diteliti oleh peneliti yang

lain.

Kajian pada penelitian ini berbeda dari penelitian sebelumnya. Penulis

mengkaji dan mengambil perumusan masalah tentang bagaimana keseimbangan

hak dan kewajiban bagi pekerja dalam perjanjian kerja dengan sistem outsourcing.

Bagaimana perlindungan hukum terhadap pekerja dalam perjanjian kerja dengan

sistem outsourcing, dan apakah tenaga kerja dengan sistem outsourcing dapat

diikutsertakan sebagai peserta jamsostek. Perumusan masalah di atas berbeda dari

penulisan skripsi sebelumnya, maka penulis tertarik untuk mengambil judul ini

sebagai judul skripsi.

Universitas Sumatera Utara

Page 9: BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Masalahrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20936/5/Chapter I.pdf · No.Kep.101/Men/VI/2004 Tahu 2004 tentang Tata Cara Perizinan Perusahaan

N. Tinjauan Pustaka

Sebagaimana diketahui bahwa dalam setiap hubungan kerja, hubungan

perburuhan atau hubungan industrial di negara manapun atau penganut sistem

hubungan industrial apapun di dunia ini senantiasa dikenal adanya hukum yang

mengatur bersifat otonom dan heteronom. Di Indonesia hukum yang bersifat

otonom mempunyai kedudukan dan peran yang sangat penting dan menentukan

mengenai hak dan kewajiban kedua belah pihak serta menentukan

penyelenggaraan hubungan kerja, putusannya hubungan kerja serta pasca

hubungan kerja.5

Sistem hubungan kerja yang melekat dalam masyarakat yaitu: (1) pilihan

strategis yang dilembagakan pemberi kerja untuk mengontrol pekerja (buruh), dan

(2) pilihan respon yang dibangun oleh buruh dalam mengakomodasi kontrol

tersebut, baik dalam proses produksi maupun dalam masyarakat.

6

Hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha

dan pekerja, hal ini tercantum pada ketentuan Pasal 50 Undang-Undang Nomor 13

Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Subyek hukum dalam perjanjian kerja

terdiri dari pengusaha dan pekerja. Menurut ketentuan Pasal 1 ayat (3) yang

dimaksud sebagai pekerja/buruh setia orang yang bekerja dengan menerima upah

atau imbalan dalam bentuk lain. Pengusaha pada Pasal 1 ayat (5) adalah: a. orang

perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu

perusahaan milik sendiri; b orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum

5 Soepomo, Iman, Hukum Perburuhan Bidang Hubungan Kerja, Djambatan, Jakarta, 1983, hlm 1. 6 Usman. Sunyoto, Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2006, hlm 87.

Universitas Sumatera Utara

Page 10: BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Masalahrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20936/5/Chapter I.pdf · No.Kep.101/Men/VI/2004 Tahu 2004 tentang Tata Cara Perizinan Perusahaan

yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya; c orang

perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili

perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b yang berkedudukan di

luar wilayah Indonesia.7

1. Pembuatan perjanjian kerja karena merupakan titik tolak adanya suatu

hubungan kerja;

Hubungan kerja pada dasarnya meliputi soal-soal yang berkenaan dengan:

2. Kewajiban buruh melakukan pekerjaan pada atau di bawwah pimpinan

majikan, yang sekaligus merupakan hak majikan atas pekerjaan buruh;

3. Kewajiban majikan membayar upah kepada buruh yang sekaligus merupakan

hak buruh;

4. Berakhirnya hubungn kerja; dan

5. Caranya perselisihan anatar pihak-pihak yang bersangkutan diselesaikan

dengan sebaik-baiknya.8

Dimaksud dengan perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh

dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan

kewajiban para pihak, hal ini tercantum pada Pasal 1 ayat (14) Undang-Undang

Ketenagakerjaan. Dalam ketentuan Pasal 1601a KUHPerdata menyebutkan

pengertian perjanjian perburuhan adalah perjanjian dengan mana pihak yang satu

7 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003. 8 Soepomo. Iman, Op. Cit, hlm 8.

Universitas Sumatera Utara

Page 11: BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Masalahrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20936/5/Chapter I.pdf · No.Kep.101/Men/VI/2004 Tahu 2004 tentang Tata Cara Perizinan Perusahaan

si buruh, mingikatkan dirinya untuk di bawah perintah pihak yang lain si majikan,

untuk suatu tertentu melakukan pekerjaan dengan menerima upah.9

Perjanjian kerja dibuat atas dasar: a) kesepakatan kedua belah pihak, b)

kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum, c) adanya pekerjaan

yang diperjanjikan, dan d) pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan

dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang

berlaku. Perjanjian kerja yang dibuat oleh pihak yang bertentangan dengan

kemampuan dan kecakapan para pihak yang membuatnya, perjanjian itu dapat

dibatalkan.

10

Para pihak diperbolehkan membuat ketentuan-ketentuan sendiri yang

menyimpang dari ketentuan hukum perjanjian. Kalau tidak mengatur sendiri

mengenai suatu hal, berarti mengenai hal tersebut para pihak akan tunduk kepada

ketentuan undang-undang. Biasanya dalam suatu perjanjian tidak mengatur secara

terperinci semua yang bersangkutan dengan perjanjian hanya menyetujui hal-hal

yang pokok saja, yang selainnya tunduk pada undang-undang.

11

Ketentuan dalam perjanjian kerja yang bertentangan dengan ketentuan

undang-undang yang sifatnya memaksa, sanksinya harus diselidiki satu demi satu.

Misalnya ketentuan yang bertentangan dengan kewajiban pengusaha supaya

membayar upah secara teratur dan sedikit-dikitnya sebulan sekali, meskipun

9 Asikin. Zainal & dkk, Dasar-dasar Hukum Perburuhan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hlm 3. 10 Syamsuddin. Mohd Syaufii, Perjanjian-Perjanjian Dalam Hubungan Industrial, Sarana Bhakti Persada, Jakarta, 2005, hlm 7. 11 Ibid, hlm 4.

Universitas Sumatera Utara

Page 12: BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Masalahrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20936/5/Chapter I.pdf · No.Kep.101/Men/VI/2004 Tahu 2004 tentang Tata Cara Perizinan Perusahaan

pelnggaran kewajiban itu pengusaha diancam dengan pidana (Peraturan

Perburuhan di Perusahaan Perindustrian Pasal 5 ayat (1) jo Pasal 11 ayat (1)).12

Sebaliknya ketentuan dalam perjanjian kerja yang bertentangan dengan

ketentuan bahwa pekerja yang hendak menggunakan cutinya harus

memberitahukan sebulan sebelumnya, meskipun pelanggaran atas ketetapan itu

tidak diancam pidana adalah batal (Peraturan Perburuhan di Perusahaan

Perkebunan Pasal 9 ayat (3) dan (4)).

13

Outsourcing adalah proses memindahkan pekerjaan dan layanan yang

sebelumnya dilakukan di dalam perusahaan ke pihak ketiga. Jumlah, luas dan

bentuk pekerjan yang di-outsource berkembang sangat cepat, tidak hanya

pekerjaan tipikal pabrik tetapi juga pekerjaan yang lebih canggih, seperti technical

service, engineering bahkan financial analysis dan payroll. Outsourcing adalah

usaha untuk mendapatkan tenaga ahli serta mengurangi beban dan biaya

perusahaan dalam meningkatkan tenaga ahli serta mengurangi beban dan biaya

perusahaan dalam meningkatkan kinerja perusahaan agar dapat terus kompetitif

Persaingan dalam dunia bisnis antar perusahaan membuat perusahaan

harus berkonsentrasi pada rangkaian proses atau aktivitas penciptaan produk dan

jasa yang terkait dengan kompetensi utamanya. Dengan adanya konsentrasi

terhadap kompetensi utama dari perusahaan, akan dihasilkan sejumlah produk dan

jasa memiliki kualitas yang memiliki daya saing di pasaran.

12 Kosidin. Koko, Op. Cit, hlm 24. 13 Ibid, hlm 24.

Universitas Sumatera Utara

Page 13: BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Masalahrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20936/5/Chapter I.pdf · No.Kep.101/Men/VI/2004 Tahu 2004 tentang Tata Cara Perizinan Perusahaan

dalam menghadapi perkembangan ekonomi dan teknologi global dengan

menyerhakan kegiatan perusahaan pada pihak lain yang tertuang dalam kontrak.14

1. Meningkatkan fokus bisnis, karena telah melimpahkan sebagian operasionalnya

kepada pihak lain.

Alasan utama outsourcing adalah:

2. Membagi resiko operasional. Outsourcing membuat resiko operasional

perusahaan bias terbagi kepada pihak lain.

3. Sumber daya perusahaan yang ada bias dimanfaatkan untuk kebutuhan yang

lain.

4. Mengurangi biaya karena dana yang sebelumnya digunaan untuk investasi

biasa difungsikan sebagai biaya operasional.

5. Mempekerjakan sumber daya manusia (SDM) yang berkompetensi karena

tenaga kerja disediakan oleh perusahaan outsourcing adalah tenaga yang sudah

terlatih dan kompeten di bidangnya.

6. Mekanisme kontrol menjadi lebih baik.15

Undang-undang Tenga Kerja tentang Outsourcing menyebutkan bahwa:

1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,

Kepmenakertrans Nomor 101/Men/VI/2004 tentang Tata Cara Perizinan

Peruahaan Penyedia Jasa Pekerja/buruh dan Kepmenakertrans Nomor

220/Men/X/2004 tentang Syarat-syarat Penyerahaan Sebagian Pelaksana

Pekerja Kepada Perusahaan Lain.

14 Tunggal. Iman Sjahputra, Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan, Harvarindo, Jakarta,2009, hlm 307. 15 Ibid, hlm 315.

Universitas Sumatera Utara

Page 14: BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Masalahrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20936/5/Chapter I.pdf · No.Kep.101/Men/VI/2004 Tahu 2004 tentang Tata Cara Perizinan Perusahaan

2. Tidak secara eksplisit mencantumkan outsourcing, menggunakan istilah

pemborongan pekerjaan.

3. Pekerjaan yang boleh diborongkan hanya yang tergolongg penunjang.

4. Outsourcing yang dimaksud adalah Labor Supplier.16

Menurut Pasal 1601b KUHPerdata: Pemborngan pekerjaan adalah

persetujuan dengan mana pihak yang satu, si pemborong mengikatkan diri untuk

menyelenggarakan suatu pekerjaan bagi pihak yang lain, pihak yang

memborongkan dengan menerima suatu harga yang ditentukan.

17

1. Hubungan kerja antara pekerja dengan perusahaan pemborong/perusahaan

penyedia jasa pekerja/buruh selalu diatur dengan perjanjian kerja waktu

tertentu (PKWT) sehingga upah lebih rendah dengan pekerjaan perusahaan

pemberi pekerjaan.

Pihak yang tidak setuju praktek penyerahan sebagian pelaksanaan

pekerjaan kepada perusahaan lain (outsourcing) mengemukakan alasan antara

lain:

2. Jaminan sosial kalaupun ada hanya sebatas minimal.

3. Tidak ada job security.

4. Tidak adanya pengembangan karir

5. Menyengsarakan pekerja/buruh dan membuat kakunya hubungan industrial.

6. Penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan banyak dilakukan dengan sengaja

untuk menekan biaya pekerj/buruh (labor cost) dengan perlindungan dan syarat

16 Ibid, hlm 334. 17 Ibid.

Universitas Sumatera Utara

Page 15: BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Masalahrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20936/5/Chapter I.pdf · No.Kep.101/Men/VI/2004 Tahu 2004 tentang Tata Cara Perizinan Perusahaan

kerja yang jauh dibawah dari yang sebenarnya diberikan sehingga sangat

merugikan pekerja/buruh.

7. Dapat menimbulkan keresahan pekerja/buruh dan tidak jarang diikuti dengan

mogok kerja, sehingga maksud diadakannya penyerahan sebagian pelaksanaan

pekerjaan kepada perusahaan lain menjadi tidak tercapai, oleh karena

terganggunya proses produksi barang ataupun jasa.18

Bagi buruh sistem hubungan kerja sangat penting maknanya karena

disamping dipergunakan sebagai acuan dalam menempatkan status dan peran,

juga sebagai saluran mencari kesejahteraan. Dalam konteks ini, kesejahteraan

tidak hanya diukur oleh besarnya pendapatan atau upah yang diterima, melainkan

juga oleh sistem hubungan kerja yang dilembagakan dalam proses produksi.

19

1. Dilakukan secara terpisah dari kepentingan utama;

Pekerjaan yang dapat dioutsourcingkan berdasarkan Pasal 65 ayat (2)

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan adalah:

2. Dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi

pekerjaan;

3. Merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan; dan

4. Tidak menghambat proses produksi secara langsung.20

Hal-hal yang dimuat dalam perjanjian tertulis antara perusahaan penyedia

jasa pekerja/buruh dengan perusahaan pemberi pekerja berdasarkan Keputusan

Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Kep-101/MEN/VI/2004 adalah:

18 Ibid, hlm 341. 19 Usman. Sunyoto, Op. Cit, hlm 88. 20 Tunggal. Iman Sjahputra, Op. Cit, hlm 349.

Universitas Sumatera Utara

Page 16: BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Masalahrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20936/5/Chapter I.pdf · No.Kep.101/Men/VI/2004 Tahu 2004 tentang Tata Cara Perizinan Perusahaan

a. Jenis pekerjaan yang akan dilakukan oleh pekerja/buruh dari perusahaan

penyedia jasa;

b. Penegasan bahwa dalam melaksanakan pekerjaan sebagaimana dimaksud

huruf (a), hubungan kerja yang terjadi adalah antara perusahaan penyedia jasa

sehingga perlindungan upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja serta

perselisihan yang timbul menjadi tanggung jawab perusahaan penyedia jasa

pekerja/buruh;

c. Penegasan bahwa perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh bersedia menerima

pekerja/buruh dari perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh sebelumnya untuk

jenis-jenis pekerjaan yang terus-menerus ada di perusahaan pemberi pekerjaan

dalam hal terjadi penggantian perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh.21

Selanjutnya perjanjian tersebut harus didaftarkan pada instansi yang

bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan Kabupaten/Kota tempat perusahaan

penyedia jasa pekerja/buruh melaksanakan pekerjaan dengan melampirkan draft

perjanjian kerja.

22

O. Metode Penelitian

Penelitian Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja Dalam Perjanjian Kerja

Dengan Sistem Outsourcing di Indonesia merupakan penelitian dengan

mempergunakan pendekatan yuridis normatif yaitu suatu penelitian di bidang

hukum yang bertujuan mencari kaedah, norma atau das sollen dan perilaku atau

das sein.

21 Ibid, hlm 355. 22 Ibid.

Universitas Sumatera Utara

Page 17: BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Masalahrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20936/5/Chapter I.pdf · No.Kep.101/Men/VI/2004 Tahu 2004 tentang Tata Cara Perizinan Perusahaan

Apakah perjanjian kerja dengan sistem outsourcing terdapat keseimbangan

hak dan kewajiban bagi pekerja, bagaimana perlindungan hukum terhadap pekerja

dalam perjanjian kerja dengan sistem outsourcing. Penelitian ini bersifat normatif,

maka penelitian difokuskan pada penelitian guna memperoleh data sekunder yaitu

bahan hukum primer, sekunder dan tertier.

Penelitian ini bersifat deskriptif analisis karena dari hasil penelitian ini

diharapkan diperoleh data yang menggambarkan secara menyeluruh, jelas dan

sistematis mengenai Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja Dalam Perjanjian

Kerja Dengan Sistem Outsourcing di Indonesia. Bersifat analisis karena dari data

yang telah diperoleh kemudian dilakukan analisis terhadap berbagai aspek yang

diteliti, sehingga hasil analisis dapat mengungkapkan masalah yang timbul

berkenaan dengan judul penelitian ini.

Sebelum sampai pada analisis data terlebih dahulu dilakukan pengumpulan

bahan-bahan, kemudian diadakan pengorganisasian diseleksi dan disusun secara

sistematis. Hal ini bertujuan untuk memudahkan dalam menganalisis data yang

diperoleh dari penelitian kepustakaan disusun terpisah dan sistematis, sehingga

dapat diperoleh gambaran yang menyeluruh mengenai kaidah-kaidah hukum yang

berkaitan dengan materi penelitian.

Analisis secara kualitatif memperhatikan pelaksanaan perjanjian kerja

dengan sistem outsourcing dalam praktek dibandingkan dengan data yang

diperoleh dari hasil penelitian kepustakaan untuk ditarik kesimpulan sebagai

jawaban atas permasalahan yang diteliti. Penarikan kesimpulan dengan metode

Universitas Sumatera Utara

Page 18: BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Masalahrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20936/5/Chapter I.pdf · No.Kep.101/Men/VI/2004 Tahu 2004 tentang Tata Cara Perizinan Perusahaan

deduktif yaitu kesimpulan yang bersifat umum ke dalam kesimpulan yang bersifat

khusus.

Untuk memperoleh hasil penelitian sesuai yang diharapkan penelitian ini

dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan adalah penelitian yang bertujuan

untuk mencari kaedah dengan menggunakan metode penemuan hukum antara lain

metode penafsiran dan metode argumentasi.

Dalam penelitian kepustakaan yang dilakukan sebagai berikut:

1. Bahan Hukum Penelitian

Bahan hukum sebagai data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari

bahan-bahan pustaka melalui perpustakaan, dokumen-dokumen, peraturan

perundang-undangan, yurisprudensi dan karya-karya ilmiah yang berkaitan

dengan permasalahan yang diteliti. Dengan menggunakan tiga macam bahan

hukum yang meliputi:

a. Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang bersifat mengikat terdiri

dari:

1). KUHPerdata (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata);

2). Undang-Undang Republik Indonesia No. 13 Tahun 2003 Tentang

Ketenagakerjaan;

3). Undang-Undang No. 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial

Tenaga Kerja;

4). Permenaker No. Per-01/Men/1998 tentang Penyelenggaraan

Pemeliharaan Kesehatan Bagi Tenaga Kerja.

Universitas Sumatera Utara

Page 19: BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Masalahrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20936/5/Chapter I.pdf · No.Kep.101/Men/VI/2004 Tahu 2004 tentang Tata Cara Perizinan Perusahaan

5). Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 150/Men/1999 tentang

Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja Bagi

Tenaga Kerja Harian Lepas, Borongan dan Perjanjian Kerja Waktu

Tertentu.

6). Keputusan Menteri Transmigrasi No. Kep-100/MEN/VI/2004

Tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu.

7). Kepmenakertrans Nomor 101/Men/VI/2004 tentang Tata Cara

Perizinan Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja/Buruh dan

Kepmenakertrans Nomor 220/Men/X/2004 tentang Syarat-syarat

Penyerahan Sebagian Pelaksana Pekerja Kepada Perusahaan Lain.

b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang memberikan

penjelasan atau keterangan lanjutan mengenai bahan hukum primer

yang terdiri dari:

1). Berbagai bahan pustaka atau literatur;

2). Bahan-bahan dari hasil seminar dan artikel yang berkaitan dengan

masalah yang diteliti;

3). Bahan-bahan dari hasil penelitian sebelumnya.

c. Bahan hukum tertier yaitu bahan-bahan yang memberikan petunjuk

maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, yang

terdiri dari:

1). Kamus hukum;

2). Kamus Hukum Indonesia;

Universitas Sumatera Utara

Page 20: BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Masalahrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20936/5/Chapter I.pdf · No.Kep.101/Men/VI/2004 Tahu 2004 tentang Tata Cara Perizinan Perusahaan

3). Black Law Dictionary.

2. Alat Penelitian

Alat atau sarana yang digunakan dalam penelitian kepustakaan adalah

studi dokumen, yaitu studi dengan cara mempelajari data baik berupa buku,

laporan penelitian, perundangan, hasil seminar berkaitan dengan permasalahan.

3. Metode Pengumpulan Data

Penelitian kepustakaan dilakukan dengan jalan sebagai berikut:

a. Dilakukan pengumpulan bahan-bahan yang meliputi bahan hukum primer,

sekunder, dan tertier.

b. Dilakukan pengelompokkan, dipilih dan dihimpun asas-asas hukum dan

kaedah hukum dan ketentuan-ketentuan hukum positif yang mendasari

tentang Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja Dalam Perjanjian Kerja

Dengan Sistem Outsourcing di Indonesia.

c. Untuk melengkapi data sekunder dari beberapa putusan mengenai kasus

dalam Perjanjian Kerja Dengan Sistem Outsourcing di Indonesia.

d. Dilakukan analisis terhadap berbagai bahan hukum tersebut.

Dalam pelaksanaan penelitian ini tahap-tahap yang akan ditempuh adalah

sebagai berikut:

1. Tahap Pertama/persiapan

Diawali dengan pengumpulan bahan-bahan kepustakaan disusun secara

sistematis dan dikelompokkan sesuai topik masing-masing kemudian

dilanjutkan dengan penyusun proposal. Setelah proposal disetujui dilanjutkan

Universitas Sumatera Utara

Page 21: BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Masalahrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20936/5/Chapter I.pdf · No.Kep.101/Men/VI/2004 Tahu 2004 tentang Tata Cara Perizinan Perusahaan

dengan penelitian pendahuluan berupa penyusanan pedoman wawancara dan

pengurusan izin penelitian yang sudah disetujui pembimbing.

2. Tahap Pelaksanaan

Dalam tahap ini diawali dengan tahap penelitian kepustakaan dengan

mengelompokkan bahan-bahan hukum primer, sekunder dan tertier. Penelitian

kepustakaan melalui perpustakaan di lingkungan USU.

3. Tahap Penyelesaian

Dalam tahap ini data sekunder yang telah dikumpulkan kemudian dianalisis.

Selanjutnya dikonsultasikan dengan pembimbing dalam upaya penulisan

laporan penelitian.

H. Sistematika Penulisan Skripsi

Didalam penulisan skripsi ini dikemukakan sistematika agar dapat

diperoleh suatu kesatuan pembahasan yang saling berhubungan erat bab satu

dengan bab yang lainnya.

Adapun Skripsi ini menggunakan sistematika sebagai berikut:

BAB I: Bab ini menguraikan bab pendahuluan, dalam hal ini memuat sub-sub bab

yaitu latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penulisan,

manfaat penelitian, keaslian penelitian, tinjauan pustaka, metode

penelitian dan sistematika penulisan skripsi;

BAB II: Bab ini menguraikan tentang perjanjian kerja dengan sistem outsourcing

di Indonesia yang terdiri dari pengertian outsourcing, Dasar hukum

Universitas Sumatera Utara

Page 22: BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Masalahrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20936/5/Chapter I.pdf · No.Kep.101/Men/VI/2004 Tahu 2004 tentang Tata Cara Perizinan Perusahaan

sistem outsourcing di Indonesia, perjanjian kerja dengan sistem

outsourcing di Indonesia dan penyebab lemahnya kedudukan salah satu

pihak dalam pembuatan perjanjian kerja dengan sistem outsourcing,

pelaksanaan keseimbangan hak dan kewajiban bagi para pihak dalam

pembuatan perjanjian kerja dengan sistem outsourcing di Indonesia.

BAB III: Perlindungan hukum terhadap pekerja dalam perjanjian kerja dengan

sistem outsourcing di Indonesia, perjanjian outsourcing merupakan

perjanjian pemborongan sebagai perlindungan hukum bagi pekerja,

perlindungan hukum bagi pekerja outsourcing dalam pemutusan

hubungan kerja.

BAB IV: Pengaturan jamsostek dalam sistem outsourcing menurut undang-

undang, jamsostek bagi tenaga kerja outsourcing, kendala tenaga kerja

outsourcing menjadi peserta jamsostek

BAB V: Bab ini merupakan kesimpulan dan saran dari seluruh bab pembahasan.

Universitas Sumatera Utara