bab i pendahuluan - abstrak.ta.uns.ac.id · dan penerima informasi tidak selamanya memiliki ragam...

43
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring berkembangnya zaman, bahasa menjadi sangat penting dalam kegiatan komunikasi. Kegiatan komunikasi tidak hanya dalam bahasa lisan, namun juga bahasa tulis. Sebagai alat komunikasi, bahasa merupakan media bertukar informasi dari satu bahasa ke dalam bahasa lain. Terkait dengan hal tersebut, sumber informasi dan penerima informasi tidak selamanya memiliki ragam bahasa yang sama. Oleh karena itu, dalam pengalihan informasi perlu memanfaatkan kegiatan penerjemahan. Penerjemahan merupakan akses terhadap inovasi ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni serta media strategis dalam komunikasi global. Kegiatan penerjemahan memegang peranan penting dalam menyalurkan ilmu pengetahuan, sehingga penerjemahan harus mampu menyampaikan amanat dari bahasa sumber. Produksi amanat harus mampu menawarkan padanan yang paling dekat dan wajar dalam bahasa sasaran, baik dilihat dari segi arti maupun gaya. Suatu terjemahan dipandang baik, paling tidak, manakala memenuhi dua aspek:ketepatan dan keterpahaman (Al Farisi, 2011:174). Pengalihbahasaan ini dapat terjadi dalam sebuah wacana, paragraf, kalimat, klausa, dan seterusnya. Terkait dengan hal tersebut, dalam semua bahasa pasti terdapat satu bentuk yaitu klausa pasif. Struktur klausa pasif memiliki beberapa tujuan, yaitu (1) untuk menghindari subjektivitas, (2) untuk menghindari subjek yang

Upload: doandieu

Post on 11-Mar-2019

225 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.id · dan penerima informasi tidak selamanya memiliki ragam bahasa yang sama. Oleh ... Pengalihbahasaan ini dapat terjadi dalam sebuah wacana,

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Seiring berkembangnya zaman, bahasa menjadi sangat penting dalam kegiatan

komunikasi. Kegiatan komunikasi tidak hanya dalam bahasa lisan, namun juga

bahasa tulis. Sebagai alat komunikasi, bahasa merupakan media bertukar informasi

dari satu bahasa ke dalam bahasa lain. Terkait dengan hal tersebut, sumber informasi

dan penerima informasi tidak selamanya memiliki ragam bahasa yang sama. Oleh

karena itu, dalam pengalihan informasi perlu memanfaatkan kegiatan penerjemahan.

Penerjemahan merupakan akses terhadap inovasi ilmu pengetahuan, teknologi, dan

seni serta media strategis dalam komunikasi global.

Kegiatan penerjemahan memegang peranan penting dalam menyalurkan ilmu

pengetahuan, sehingga penerjemahan harus mampu menyampaikan amanat dari

bahasa sumber. Produksi amanat harus mampu menawarkan padanan yang paling

dekat dan wajar dalam bahasa sasaran, baik dilihat dari segi arti maupun gaya. Suatu

terjemahan dipandang baik, paling tidak, manakala memenuhi dua aspek:ketepatan

dan keterpahaman (Al Farisi, 2011:174).

Pengalihbahasaan ini dapat terjadi dalam sebuah wacana, paragraf, kalimat,

klausa, dan seterusnya. Terkait dengan hal tersebut, dalam semua bahasa pasti

terdapat satu bentuk yaitu klausa pasif. Struktur klausa pasif memiliki beberapa

tujuan, yaitu (1) untuk menghindari subjektivitas, (2) untuk menghindari subjek yang

Page 2: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.id · dan penerima informasi tidak selamanya memiliki ragam bahasa yang sama. Oleh ... Pengalihbahasaan ini dapat terjadi dalam sebuah wacana,

2

sebenarnya sudah jelas atau tidak perlu, (3) menitik beratkan pada perbuatan, dan (4)

untuk menghindari kekakuan gaya tutur (Fahrurrozi, 2003:87).

Klausa pasif merupakan sebuah konstruksi yang dapat ditemukan dalam

semua bahasa di dunia. Pembahasan mengenai klausa pasif memiliki banyak ragam

dan pembahasan khusus. Sebagaimana dikatakan oleh Purwo (1989:ix) bahwa klausa

pasif, di dalam pelbagai bahasa merupakan lahan yang menantang dan persoalan yang

memikat untuk digarap para ahli bahasa. Segala teori bahasa yang pernah muncul

tidak ada yang melewatkan diri untuk tidak mengutik-utik ihwal konstruksi pasif.

Klausa pasif memiliki perbedaan bahkan berbanding terbalik dengan klausa

aktif dalam hal pelaku kegiatan. Klausa pasif merupakan bagian yang paling penting,

karena dalam klausa pasif dapat memainkan peran subjek atau pelaku serta posisi

pelaku kegiatan. Kesalahan dalam penerjemahan klausa pasif dapat berakibat

salahnya penafsiran dan rujukan pada pelaku. Al-Khulli (1982:203) berpendapat

bahwa:

( فعل ذو صيغة ختتلف عن الفعل املعلوم و تدل على أن الفاعل passive verbالفعل اجملهول ) It was broken:الظاهري أو املبتدأ ليس فاعال حقيقيا، مثل

al-fiʻlul-majhu>l fiʻlin dzu > shi >ghatin takhtalifu ʻanil-fiʻlil-maʻlu>m wa

tadullu ʻala > annal-fa> ili’zh-zha >hiriy awil-mubtada’ laisa fa > ilan

chaqi >qiyyan, mitslu: It was broken

‘Kata kerja pasif adalah kata kerja yang memiliki bentuk berbeda

dengan kata kerja aktif dan menunjukkan keberadaan subjek atau

mubtada’ tanpa subjek sejati’

Penelitian ini dikhususkan pada teks terjemah Maulidul-Barzanjiy karya Sidqi

dan Anwar (2013), karena dalam teks terjemah ini memiliki banyak klausa pasif BSa

yang sepadan dengan pola penyusun klausa BSu yang bermacam-macam. Barzanjiy

Page 3: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.id · dan penerima informasi tidak selamanya memiliki ragam bahasa yang sama. Oleh ... Pengalihbahasaan ini dapat terjadi dalam sebuah wacana,

3

disebut juga dengan Maulidul-Barzanjiy atau Barzanjiyyu’n-natsr yang merupakan

salah satu genre sastra Arab yang cukup banyak diminati oleh masyarakat muslim.

Pengarang mengungkapkannya secara liris, sebagai suatu biografi perjalanan hidup

kelahiran Nabi Muhammad SAW, sampai beliau meninggalkan dunia yang tidak

kekal ini (Bua, 2004:58). Adapun klausa pasif dalam teks terjemah Maulidul-

Barzanjiy dapat dilihat dalam kutipan berikut:

(٢٣ :٣١٠٢)صدق، السمعديمة حليمة الفتاة أرضعته ثم

Tsumma ardhaʻathul-fata >tu Chali>matu’s-saʻdiyyah (Sidqi, 2013:37)

‘Setelah itu Nabi SAW disusui oleh seorang wanita muda yang

bernama Halimatus Sa’diyah’ (Sidqi, 2013:37)

Sementara itu, pada klausa

(٧٣ :٣١٠٢)صدق، ذوى العب وديمة ويشى مع األرملة و

Wa yamsyi > maʻal-armalati wa dzawil-ʻubu>diyyah (Sidqi, 2013:87)

‘Dan selalu berupaya menolong para janda dan orang-orang yang

terbelenggu oleh perbudakan’ (Sidqi, 2013:87)

Kedua contoh di atas menunjukkan adanya hasil terjemahan klausa pasif BSa

yang berasal dari pola penyusun klausa yang berbeda-beda. Pada contoh pertama,

klausa pasif BSa disusun oleh fiʻl maʻlu>m BSu. Adapun pada contoh kedua, klausa

pasif BSa disusun oleh ism BSu. Perbedaan komponen penyusun klausa pasif dan

pemilihan kosa kata dalam BSa dapat menyebabkan penerjemahan Maulidul-

Barzanjiy menjadi bermacam-macam versi.

Selain menganalisis hasil terjemahan klausa pasif, penelitian ini juga

mengukur hasil terjemahan pada tingkat keakuratan hasil terjemahan. Hal ini perlu

Page 4: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.id · dan penerima informasi tidak selamanya memiliki ragam bahasa yang sama. Oleh ... Pengalihbahasaan ini dapat terjadi dalam sebuah wacana,

4

dilakukan karena terjemahan yang baik adalah terjemahan yang berkualitas. Kualitas

hasil terjemahan harus memenuhi tiga aspek, yaitu aspek keakuratan, aspek

keberterimaan dan aspek keterbacaan (Nababan, 2012:44). Bahkan menurut beberapa

pakar terjemah, penilaian hasil terjemahan meliputi beberapa aspek. Sebagaimana

Larson (1984:485) menilai kualitas hasil terjemahan dengan aspek akurat, jelas, dan

wajar. Adapun menurut Suryawinata (2003:97) berpendapat bahwa terjemahan yang

baik adalah terjemahan yang mencakup aspek keberterimaan, keterpahaman, dan

keterbacaan. Dengan demikian peniliaian terhadap hasil terjemahan sangat perlu

dilakukan karena pada dasarnya penilaian terhadap hasil terjemahan meliputi banyak

aspek dan penilaian tersebut sebagai media untuk mengetahui kualitas hasil

terjemahan .

Dari beberapa uraian di atas, maka dapat diketahui bahwasannya latar

belakang penelitian ini adalah untuk menganalisis pola penyusun klausa pasif pada

teks Maulidul-Barzanjiy dan menilai keakuratan hasil terjemahan klausa pasif

tersebut. Penilaian hasil terjemahan dikhususkan pada teks Maulidul-Barzanjiy

karena teks tersebut merupakan karya sastra yang sering dibaca oleh masyarakat

muslim. Selain itu, teks Maulidul-Barzanjiy merupakan teks yang berisikan pesan

moral karena teks ini mengisahkan perjalanan hidup Nabi Muhammad SAW

semenjak kecil hingga beliau wafat. Dengan demikian, perilaku terpuji dari Nabi

Muhammad SAW dapat diangkat dan dijadikan contoh dalam kehidupan sehari-hari.

Teks Maulidul-Barzanjiy juga merupakan teks yang berisikan ungkapan cinta umat

Nabi Muhammad SAW, sehingga jika teks ini dibaca berulang-ulang serta memahami

maknanya maka akan menambah kecintaan pembaca kepada Nabi Muhammad SAW.

Teks Maulidul-Barzanjiy karya Sidqi dan Anwar (2013) ini memiliki banyak jumlah

Page 5: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.id · dan penerima informasi tidak selamanya memiliki ragam bahasa yang sama. Oleh ... Pengalihbahasaan ini dapat terjadi dalam sebuah wacana,

5

klausa pasif dari pola penyusun klausa yang bervariasi dalam BSu. Adapun pola

penyusun klausa pasif BSa berjumlah 156 data.

B. Pembatasan Masalah

Penelitian ini termasuk dalam kajian studi penerjemahan deskriptif kualitatif

(Sutopo, 2006:40), yang memusatkan perhatian pada produk naskah terjemahan . Hal

ini didasarkan pada kenyataan bahwa data yang berupa produk atau karya terjemahan

dapat diperoleh dengan mudah dan satuan lingual yang dapat dikaji beragam, mulai

dari tataran kata hingga tataran tekstual. Penelitian ini akan membahas macam-

macam penerjemahan pola penyusun klausa pasif dan akurasi hasil terjemahan klausa

pasif pada teks Maulidul-Barzanjiy. Berdasarkan perbandingan teks terjemah

Maulidul-Barzanjiy pada karya Muhammad (1983), Asrori (2009), serta Sidqi dan

Anwar (2013) maka peneliti menemukan 156 data klausa pasif terdapat dalam hasil

terjemahan Sidqi dan Anwar (2013) yang diterbitkan oleh Sinar Baru Algesindo.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka dapat

disimpulkan bahwa masalah-masalah yang dapat ditarik dalam teks Maulidul-

Barzanjiy antara lain:

1. Bagaimana penerjemahan pola penyusun klausa pasif dalam teks terjemah

Maulidul-Barzanjiy?

2. Bagaimana akurasi hasil terjemahan klausa pasif dalam teks terjemah Maulidul-

Barzanjiy?

Page 6: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.id · dan penerima informasi tidak selamanya memiliki ragam bahasa yang sama. Oleh ... Pengalihbahasaan ini dapat terjadi dalam sebuah wacana,

6

D. Tujuan Penelitian

Penelitian terhadap hasil terjemahan Maulidul-Barzanjiy memiliki tujuan:

1. Mendeskripsikan penerjemahan pola penyusun klausa pasif dalam teks terjemah

Maulidul-Barzanjiy.

2. Mengukur keakuratan hasil terjemahan klausa pasif dalam teks terjemah

Maulidul-Barzanjiy.

E. Manfaat Penelitian

Secara garis besar, penelitian penerjemahan pada Maulidul-Barzanjiy ini

memiliki dua manfaat utama, yaitu:

1. Manfaat Praktis

Manfaat praktis dari penelitian ini adalah memberikan gambaran lengkap kepada

pembaca tentang klausa pasif bahasa Arab beserta terjemahannya dalam bahasa

Indonesia, memperkenalkan klausa pasif bahasa Indonesia yang berasal dari fiʻl

majhu>l, fiʻl maʻlu>m, shi >ghah mafʻu>l, ism mashdar, serta ism zama>n, maka >n dan

cha>l dalam bahasa Arab, serta menilai kualitas terjemahan klausa pasif dalam

teks Maulidul-Barzanjiy.

2. Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah untuk memberikan sumbangsih ilmu

pengetahuan tentang teori penerjemahan, khususnya penerjemahan klausa pasif.

Selain itu, penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai referensi atau bahan

pertimbangan untuk menerjemahkan klausa pasif dan menilai kualitas terjemah.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.id · dan penerima informasi tidak selamanya memiliki ragam bahasa yang sama. Oleh ... Pengalihbahasaan ini dapat terjadi dalam sebuah wacana,

7

F. Tinjauan Pustaka

Sejauh pengamatan peneliti, penelitian yang berkaitan dengan Akurasi Hasil

Terjemahan Klausa Pasif dalam Maulidul-Barzanjiy cukup banyak. Dalam hal ini,

hasil penelitian yang telah ditemukan oleh peneliti dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:

1. Penelitian tentang akurasi hasil terjemahan

a. Penelitian akurasi hasil terjemahan juga dilakukan oleh Fauziyah (2008) dari

Universitas Negeri Malang dalam skripsinya yang berjudul Akurasi Hasil

Terjemah Bahasa Arab ke dalam Bahasa Indonesia dengan Aplikasi Google

Translate. Penelitian ini menganalisis akurasi penerjemahan ism, fiʻl, dan

charf. Hasil penelitian menunjukkan adanya ketidak akuratan hasil terjemahan

dengan aplikasi Google Translate, karena tidak mampu menggambarkan

konteks dan istilah khusus dalam bahasa sumber.

2. Penelitian Tentang Klausa Pasif

Sejauh pengamatan peneliti, penelitian tentang klausa pasif antara lain:

a. Penelitian klausa pasif yang dilakukan oleh Munif (2008) dari Universitas

Sebelas Maret dalam thesisnya yang berjudul Pergeseran dalam Penerjemahan

Klausa Pasif dari Novel The Lord of The King Karya JRR oleh Gita Yuliani K.

Penelitian ini menganalisis pergeseran bentuk dan pergeseran makna klausa

pasif. Pergeseran yang terjadi dalam hasil terjemahan digunakan untuk

mendapatkan hasil terjemahan yang wajar dan setia makna.

b. Penelitian ihwal pasif dilakukan oleh Darheni (2010) dengan judul Analisis

Kontrastif Klausa Pasif Bahasa Indonesia dan Bahasa Sunda:Tinjauan

Page 8: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.id · dan penerima informasi tidak selamanya memiliki ragam bahasa yang sama. Oleh ... Pengalihbahasaan ini dapat terjadi dalam sebuah wacana,

8

Morfosintaksis. Penelitian ini membandingkan klausa pasif bahasa Indonesia

dengan bahasa Sunda. Dari hasil penelitian tersebut didapatkan perbedaan

konstruksi klausa pasif dalam bahasa Indonesia dan bahasa Sunda. Dalam

bahasa Indonesia terdapat tiga tipe klausa pasif, yaitu pasif kanonis,

pengedepanan objek, dan pasif bentuk lain. Adapun dalam bahasa Sunda tipe

klausa pasif ada dua, yaitu pasif kanonis dan tipe pasif lain.

c. Penelitian yang dilakukan oleh Pebrianawati (2013) dari UIN Sunan Kalijaga

dengan judul Analisis Kontrastif Kalimat Aktif-Pasif dalam Bahasa Arab dan

Bahasa Jepang. Penelitian ini membandingkan kalimat aktif - pasif dalam

bahasa Arab dan Jepang, dari segi struktur dan komponen makna yang

mendukung, serta menganalisis kesulitan dalam menyusun kalimat pasif

karena perbedaan struktur kalimat pasif bahasa Jepang dengan bahasa Arab

dan mencari solusinya.

3. Penelitian tentang Maulidul-Barzanjiy

a. Penelitian tentang Maulidul-Barzanjiy oleh Wildah (2011) dengan judul

Analisis Isi Pesan Dakwah dalam Naskah Drama Qasidah Barzanjiy karya

W.S. Rendra. Penelitian ini membahas tentang pesan dakwah yang terkandung

dalam Maulidul-Barzanjiy, bahwasannya terdapat 44 pesan yang terangkum

dalam tiga tema besar pesan yang disampaikan, yang meliputi aqidah, syariah,

dan akhlak.

Dari beberapa tinjauan pustaka di atas, maka dapat diketahui bahwa

penelitian-penelitian tentang akurasi hanya menyampaikan ketidakakuratan dan

Page 9: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.id · dan penerima informasi tidak selamanya memiliki ragam bahasa yang sama. Oleh ... Pengalihbahasaan ini dapat terjadi dalam sebuah wacana,

9

ketidakwajaran hasil terjemahan, akan tetapi belum memberikan data ketidak

akuratan itu secara detail dan terhitung bahkan sampai mendeskripsikannya. Terakhir,

penelitian terhadap Maulidul-Barzanjiy baru dikaji dengan pendekatan sastra, adapun

dengan ilmu penerjemahan belum dilakukan. Oleh karena itu, dapat disimpulkan

bahwa penelitian terhadap akurasi hasil terjemahan klausa pasif dalam Maulidul-

Barzanjiy belum pernah dilakukan.

G. Landasan Teori

Penelitian ini terpusat pada penilaian akurasi hasil terjemahan klausa pasif

dalam teks Maulidul-Barzanjiy. Landasan teori yang akan digunakan dalam penelitian

ini adalah landasan teori tentang klausa pasif bahasa Indonesia dan bahasa Arab,

penerjemahan klausa pasif, kesepadanan makna, serta akurasi hasil terjemahan.

Landasan teori tentang klausa pasif bahasa Indonesia dan bahasa Arab serta

penerjemahan klausa pasif digunakan untuk menyelesaikan rumusan masalah

pertama, yaitu masalah yang berkaitan dengan penerjemahan pola penyusun klausa

pasif dalam teks Maulidul-Barzanjiy. Adapun landasan teori tentang kesepadanan

makna dan akurasi hasil terjemahan digunakan untuk menyelesaikan rumusan

masalah kedua, yaitu masalah penilaian kualitas terjemahan klausa pasif khususnya

pada tingkat akurasi hasil terjemahan.

Penelitian ini merupakan penelitian yang berorientasi pada produk terjemah.

Hal ini sesuai dengan pendapat Machali (2009:144) bahwa menilai kualitas terjemah

termasuk dalam penilaian produk, bukan proses. Sebagaimana dikatakan Holmes

Page 10: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.id · dan penerima informasi tidak selamanya memiliki ragam bahasa yang sama. Oleh ... Pengalihbahasaan ini dapat terjadi dalam sebuah wacana,

10

(1996:21 dalam Nababan, 2007:15) yang membagi studi penerjemahan menjadi dua,

yaitu studi teori penerjemahan dan deskriptif. Studi teori penerjemahan beorientasi

pada produk, fungsi, dan proses. Pendapat ini sejalan dengan Toury (1995:3) bahwa

penelitian terjemah merupakan kajian penerjemahan tulis yang berorientasi pada

produk terjemah karena fokus penelitian penerjemahan adalah produk, bukan proses.

Banyak pakar linguistik dan terjemah yang mengemukakan tentang definisi

terjemah. Menurut Catford (1965:20) dalam buku A Linguistic Theory of Translation

terjemah merupakan penggantian padanan teks asli (replacement of textual material)

suatu bahasa ke dalam bahasa lain. Catford menekankan permasalahan utama dalam

praktek menerjemahkan adalah menemukan bahasa sasaran secara akurat. Sejalan

dengan pendapat tersebut, Nida (1982:33) juga memberikan definisi bahwasannya

penerjemahan adalah proses produksi padanan kata terdekat dari bahasa sumber ke

dalam bahasa sasaran, pertama dalam hal makna (meaning) dan kedua pada gaya

(style). Sama halnya dengan pendapat di atas, Kridalaksana (2009:181) juga

memberikan definisi bahwa (1) penerjemahan adalah pengalihan amanat antar budaya

dan/atau antar bahasa dalam tataran gramatikal dan leksikal dengan maksud, efek,

atau wujud yang sedapat mungkin tetap dipertahankan; (2) penerjemahan merupakan

bidang linguistik terapan yang mencakup metode dan teknik pengalihan amanat dari

satu bahasa ke bahasa lain.

Sehubungan dengan beberapa definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

penerjemahan merupakan kegiatan mengalihbahasakan pesan atau menyampaikan

Page 11: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.id · dan penerima informasi tidak selamanya memiliki ragam bahasa yang sama. Oleh ... Pengalihbahasaan ini dapat terjadi dalam sebuah wacana,

11

amanat dari bahasa sumber (BSu) ke dalam bahasa sasaran (BSa) dengan mencari

padanan terdekat dalam bahasa sasaran, baik dalam bentuk maupun makna.

1. Klausa Pasif dalam Bahasa Indonesia

Sebelum masuk ke dalam pembahasan klausa pasif, perlu diketahui

dahulu tentang pengertian klausa. Menurut Kridalaksana (2009:124) klausa atau

clause adalah satuan gramatika berupa kelompok kata yang sekurang-kurangnya

terdiri dari subjek dan predikat dan mempunyai potensi untuk menjadi kalimat.

Sejalan dengan pendapat Kridalaksana, Chaer (2009:150) mengartikan klausa

sebagai satuan sintaksis yang bersifat predikatif, artinya di dalam satuan atau

konstruksi itu terdapat sebuah predikat. Apabila dalam satuan itu tidak terdapat

predikat, maka satuan itu bukan sebuah klausa.

Alwi (1998:311) memberikan definisi, klausa merupakan satuan sintaksis

yang terdiri dari dua kata atau lebih yang mengandung unsur predikasi. Dilihat

dari struktur internalnya, klausa harus terdiri dari predikat dan subjek dengan

pelengkap atau keterangan. Dengan kata lain, klausa minimal terdiri dari predikat

dan subjek.

Berdasarkan definisi-definisi di atas, maka dapat diketahui bahwa klausa

adalah gabungan kata yang merupakan satuan gramatika yang memiliki satu

predikat. Unsur terpenting dalam klausa adalah subjek dan predikat dan belum

memiliki intonasi akhir atau tanda baca titik tertentu. Adapun hadirnya pelengkap

dan keterangan adalah manasuka, yaitu boleh ada, boleh tidak.

Page 12: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.id · dan penerima informasi tidak selamanya memiliki ragam bahasa yang sama. Oleh ... Pengalihbahasaan ini dapat terjadi dalam sebuah wacana,

12

Klausa dibagi menjadi dua, yaitu klausa aktif dan klausa pasif. Menurut

Kridalaksana (2009:125) klausa pasif (passive clause) adalah klausa transitif

yang menunjukkan bahwa subjek merupakan tujuan dari pekerjaan dalam

predikat verbalnya. Dalam bahasa Indonesia predikat verbal itu ditandai oleh

prefiks di-, ter-, konfiks ke-an, atau diawali oleh kata kena; misal:Buku itu

dibaca semua orang; Rumahnya kemasukan pencuri; Pesuruh itu kena marah.

Dalam klausa, dua komponen penyusun klausa yaitu subjek dan predikat

memiliki suatu hubungan yang dinamakan diatesis (Kridalaksana, 2009:49).

Diatesis adalah kategori gramatikal yang menunjukkan hubungan antara

partisipan atau subjek dengan perbuatan yang dinyatakan oleh kata kerja dalam

klausa. Oleh karena itu, dalam pembahasan klausa, diatesis selalu muncul

sebagai suatu hubungan keterkaitan antara subjek dan predikat. Adapun diatesis

pasif adalah diatesis yang menunjukkan bahwa subjek adalah tujuan dari

perbuatan, misal:Ia dipukul (Kridalaksana, 2009:49).

Klausa dan kalimat memiliki kesamaan pada unsur penyusunnya,

keduanya harus memiliki dua unsur pokok yaitu subjek dan predikat. Oleh karena

itu, ciri-ciri klausa dan kalimat pasif juga hampir sama. Adapun ciri-ciri kalimat

pasif (Putrayasa, 2009:94) antara lain:

a. Terdiri dari kata kerja transitif dan kata ganti persona, contoh:Silakan kau

layani pembeli itu!

Kaidah tersebut tidak memperbolehkan adanya sisipan kata apapun,

contoh: Akan kita perdalam galian itu. (betul)

Page 13: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.id · dan penerima informasi tidak selamanya memiliki ragam bahasa yang sama. Oleh ... Pengalihbahasaan ini dapat terjadi dalam sebuah wacana,

13

Kita akan perdalam galian itu. (salah)

b. Kata kerja pasif transitif dengan afiks di-, contoh:Tata tertib sekolah itu

banyak dilanggar oleh siswa.

c. Kata kerja pasif yang tidak terikat persona, tetapi menggunakan afiks ter-

atau konfiks ke-an,

contoh:Gelas di atas meja itu tersenggol

Rumahnya kemasukan pencuri

Senada dengan pendapat tersebut, Alwi (1998:345) menyatakan bahwa

ciri-ciri klausa pasif adalah (1) menggunakan awalan di-, (2) menggunakan

awalan pronomina ku-, kau, dan akhiran pronomina –nya, dan (3) menggunakan

awalan ke- dan akhiran –an.

Berdasarkan uraian teori di atas, maka dapat disimpulkan bahwa klausa

pasif dalam bahasa Indonesia adalah sebuah satuan gramatika yang terdiri dari

dua unsur penting yaitu subjek dan predikat, yang subjek tersebut menjadi

sasaran dari predikatnya. Adapun klausa pasif bahasa Indonesia, predikatnya

ditandai dengan prefiks di-, ter-, konfiks ke-an, atau diawali oleh kata kena, serta

dapat ditunjukkan dengan kata ganti persona (ku atau kau).

2. Klausa Pasif dalam Bahasa Arab

Klausa merupakan satuan lingual dalam sintaksis yang berada satu tingkat

di bawah kalimat. Dalam bahasa Arab, klausa disepadankan dengan لة جي

jumailah.

Page 14: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.id · dan penerima informasi tidak selamanya memiliki ragam bahasa yang sama. Oleh ... Pengalihbahasaan ini dapat terjadi dalam sebuah wacana,

14

لة (٢٣: ٠٨٧٣)اخلل، ت ركيب لغوي يشبه الملة ف عناصره إلم أنمه يشكل جزأ من جلة :جي

Jumailah:tarki >bun lughawiyyun yusybihul-jumlata fi > ʻana>shirihi illa > annahu yusyakkilu juz’an min jumlah. (Al-Khulli, 1982:42)

‘Klausa adalah susunan bahasa yang bagian unsur-unsurnya

menyerupai kalimat.’

Klausa pasif dapat ditemukan dalam semua bahasa di dunia ini termasuk

bahasa Arab. Adapun klausa pasif dalam bahasa Arab dalam kitab Ja>miʻud-

Duru>sil-ʻArabiyyah karya Ghula>yaini (2005:41) disebut dengan ل و ه ج م ل ل بناء المعلوم

bina >’ul-maʻlu>mi lil-majhu>l, sebagaimana definisinya berikut ini:

الفاعل مت ل و ه ج م ل بناء المعلوم ل الفعل المعلوم صورة من الكالم وجب أن ت ت غي مر ح (٣۰۰٥:٢٠)الغالييىن،

bina>’ul-maʻlu >mi lil-majhu >li mata > chudzifal-fa > ila minal-kala >mi

wajaba an tataghayyara shu >ratal-fiʻlil-maʻlu >m (Sidqi, 2013:41)

‘bina >’ maʻlu>m lil-majhu >l yaitu suatu gramatika yang ketika fa> il dibuang dari kalimat maka wajib untuk mengubah bentuk kata kerja

pasif tersebut’

Pendapat tersebut memiliki kesamaan dengan pendapat El-Dahdah

(2000:287) bahwa klausa pasif disebut dengan ل و ه ج م ال ة غ ي ص shi >ghatul-majhu>l yang

didefinisikan dengan

فاعله و يعل المفعول به نائب الفاعل ي

yuchdzafu fa > iluhu wa yujʻalul-mafʻu>lu bihi na >ibal-fa> il

‘suatu bentuk gramatika yang membuang fa> il dan menjadikan

mafʻu>l sebagai na>ibul-fa> il atau pengganti subjek.’

Page 15: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.id · dan penerima informasi tidak selamanya memiliki ragam bahasa yang sama. Oleh ... Pengalihbahasaan ini dapat terjadi dalam sebuah wacana,

15

Akan tetapi Chacra (2007:128) mengatakan bahwa the passive verb, ل ع ف ال ل و ه ج م ال al-fiʻlul-majhu>l, is used in Arabic when the performer of the action is not

named. Pernyataan tersebut bermakna bahwa kata kerja pasif digunakan dalam

bahasa Arab ketika pelaku dari aksi tidak dinamai (not named). Dengan

demikian, dapat diketahui bahwa klausa pasif dalam bahasa Arab disebut dengan

ل و ه ج م ال ة غ ي ص shi >ghatul-majhu>l yaitu suatu klausa yang dengan sengaja tidak

menampakkan subjek kalimat ( الفاعل) dengan cara membuangnya dan merubah

kedudukan objek ( المفعول) menjadi pengganti subjek ( نائب الفاعل). Berdasarkan

beberapa definisi tersebut, penulis menyepadankan istilah klausa pasif dengan

ل و ه ج م ال ة غ ي ص shi >ghatul-majhu>l. Hal ini dikarenakan istilah ة غ ي ص shi >ghah

merupakan istilah yang umum dan dapat dipakai untuk menyebut bentuk dan

konstruksi kata.

Adapun ciri-ciri klausa pasif bahasa Arab secara lebih rinci disebutkan

oleh Muhammad (2006:26) bahwa ل و ه ج م ل ل المبني al-mabniyyu lil-majhu>li

mengikuti wazn فعل fuʻila seperti kata رمي rumiya berarti dilempar, إن فعل infaʻla

seperti kata إنكتب inkataba berarti tertulis, إن فهم infahama berarti faham dan إت فعل

itfaʻala seperti kata إت قتل itqatala berarti dibunuh.

Hampir sama dengan wazn-wazn di atas, Wright (1996:269)

menyebutkan bentuk-bentuk klausa pasif dalam bahasa Arab mengikuti wazn:

a. ل و ع ف م ال ة غ ي الص a’sh-shi >ghatul-mafʻu>l (the patient where or from of the patient),

objek yang berwazn ل و ع ف م ال al-maf’u>l.

Page 16: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.id · dan penerima informasi tidak selamanya memiliki ragam bahasa yang sama. Oleh ... Pengalihbahasaan ini dapat terjadi dalam sebuah wacana,

16

b. الفعل ما ل يسمم فاعله al-fiʻlu ma> lam yusamma fa > iluhu (the doing, or being done,

of that, where of the agent has not been named), al-fiʻlu atau predikat yang

tidak diketahui al-fa> il atau subjeknya.

c. المفعول ما ل يسمم فاعله al-mafʻu>lu ma> lam yusamma fa > iluhu (the patient where of

the agent has not been named, i.e. the passive subject), mafʻu>l atau objek yang

tidak diketahui fa> il atau subjeknya.

d. الفعل اجملهول al-fiʻlul-majhu>l (the passive of directly transitive verbs may be used

either personally or impersonally), yaitu verba transitif langsung yang dapat

digunakan baik secara pribadi atau impersonal. Contoh: كتب kutiba yang

berarti it was written.

Adapun menurut Yahya (1965:11) dalam nadhamnya kitab Al-ʻImrithi

bab Na> ibul-fa> il, kata kerja pasif dalam bahasa Arab memiliki dua rumus yang

terbagi dalam dua kata kerja yaitu al-fiʻlul-ma>dhi dan al-fiʻlul-mudha>riʻ. Pada al-

fiʻlul-madhi, bentuk majhu>l memiliki rumus, dhammah pada awal kata dan

kasrah sebelum akhir kata, contoh ىع ادي udduʻi. Sedangkan pada al-fiʻlul-

mudha>riʻ, kata kerja pasif berumuskan, dhammah pada awal kalimat dan fathah

sebelum akhir kata, contoh م ر ك ي yukramu.

Dari beberapa pengertian di atas, maka menurut peneliti klausa pasif

dalam bahasa Arab merupakan susunan gramatika yang hanya terdiri dari subjek

dan predikat. Bentuk klausa pasif dalam bahasa Arab dapat diketahui apabila

dalam satuan gramatika tersebut hanya memiliki subjek dan predikat yang

predikat verbalnya berupa kata kerja pasif, dengan ciri-ciri kata kerja pasif yang

telah dikemukakan di atas.

Page 17: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.id · dan penerima informasi tidak selamanya memiliki ragam bahasa yang sama. Oleh ... Pengalihbahasaan ini dapat terjadi dalam sebuah wacana,

17

3. Penerjemahan Klausa Pasif

Klausa merupakan struktur gramatika yang berada satu tingkat di bawah

kalimat. Sementara keduanya harus memiliki dua unsur penting yaitu subjek dan

predikat, sehingga penerjemahan klausa pasif dan kalimat pasif tidak banyak

memiliki perbedaan. Klausa pasif dalam bahasa Arab menurut Chacra (2007:130)

mempertimbangkan tentang impersonal atau keberadaan orang, karena

keberadaan orang tidak dinyatakan oleh suatu tindakan (not express the

performer of the action). Oleh karena itu, klausa pasif biasanya diekspresikan

dengan menggunakan preposition atau kata depan, yaitu by yang menunjukkan

passive agent. Pernyataan demikian juga dinyatakan oleh Dickins (2002:191)

dalam bukunya Arabic Translation bahwa klausa pasif dalam bahasa Arab

diterjemahkan dalam bahasa Inggris dengan menggunakan to be+V3 atau to be +

kata kerja bentuk ketiga.

Pada beberapa contoh dalam bahasa Inggris penerjemahan klausa pasif

dicontohkan dengan menggunakan are caused by yang berarti ‘disebabkan oleh’,

caused by yang berarti ‘disebabkan oleh’, is seen berarti ‘dilihat’, are obscured

berarti ‘digelapkan’, belong to yang berarti ‘dimiliki’, has been berarti ‘telah di-‘,

hal itu terjadi apabila pelaku tampak. Akan tetapi apabila pelaku dihilangkan,

maka hanya menggunakan kata kerja bentuk ketiga, seperti involve yang berarti

‘terlibat’, appear berarti ‘terlihat’, dan may form berarti ‘terbentuk’ (Dickins

2002:192).

Page 18: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.id · dan penerima informasi tidak selamanya memiliki ragam bahasa yang sama. Oleh ... Pengalihbahasaan ini dapat terjadi dalam sebuah wacana,

18

Klausa pasif dalam bahasa Arab memiliki perbedaan yang sangat tajam

dalam hal penyebutan pelaku dan kata sambung. Dalam beberapa bahasa seperti

bahasa Indonesia dan Inggris, pelaku kegiatan ditandai dengan adanya kata

sambung berupa ‘oleh’ atau by. Akan tetapi menurut Al Khafaji (1976:9) bentuk

pasif dalam bahasa Arab cukup melihat tanda harakat yang melekat pada kata

tersebut dan ada tidaknya objek yang menyertainya. Jika dalam sebuah

konstruksi itu objek jelas disebutkan, maka konstruksi pasif dalam bahasa Arab

menggunakan wazn ي فعل- ف عل faʻala-yafʻulu. Akan tetapi jika objek tidak ada,

maka konstruksi pasif dalam bahasa Arab menggunakan اجملهولصيغة shi >ghatul-

majhu>l yaitu dengan mengikuti wazn ي فعل- ل فع fuʻila-yufʻalu.

Senada dengan pendapat tersebut, Khalil (1999:169) menambahkan

tentang permasalahan penerjemahan klausa pasif. Dalam bahasa Arab-bahasa

Inggris permasalahan penerjemahan klausa pasif adalah agen (pelaku kegiatan),

bahasa Inggris memiliki ‘agentive’ dan ‘agentless’, sedangkan bahasa Arab

hanya memiliki ‘agentless’. Hal ini membuat bahasa Arab memiliki struktur

yang kurang lengkap apabila dibandingkan bahasa Inggris.

Beberapa penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa penerjemahan

klausa pasif dalam bahasa Arab tidak menyebutkan subjek/pelaku kegiatan,

sehingga penerjemahannya dalam bahasa Indonesia hanya terdiri dari subjek

(yang berasal dari objek) dan predikat. Salah satu ciri perubahan pasif dalam

bahasa Arab adalah dengan mengubah harakat pada fiʻl atau kata kerja sehingga

memiliki makna pasif, -di atau ter-, serta tidak ada perubahan posisi antara

subjek dan objek, namun ada pembuangan subjek (yang sudah pasti diketahui

Page 19: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.id · dan penerima informasi tidak selamanya memiliki ragam bahasa yang sama. Oleh ... Pengalihbahasaan ini dapat terjadi dalam sebuah wacana,

19

secara umum) dan memiliki istilah na>ibul-fa> il yang berfungsi untuk

menggantikan subjek atau fa> il yang dibuang.

4. Kesepadanan Makna

Kesepadanan merupakan bagian inti dari teori penerjemahan dan praktek

menerjemahkan merupakan realisasi dari proses penerjemahan yang selalu

melibatkan pencarian padanan (Barnstone dalam Nababan 2003:93). Konsep

kesepadanan dalam penerjemahan telah banyak diperbincangkan oleh pakar

seperti Vinay dan Darbelnet, Nida dan Taber, Catford, dan Mona Baker. Menurut

Vinay dan Darbelnet dalam bukunya Comparative Stylistics of French and

English (1995:255) menyebutkan:

equivalences are created shows that in these cases the

complexity of the SL with respect to the situation is such that it

cannot be translated by the habitual methods of translation.

‘bahwa kesepadanan adalah menampilkan sesuatu dari kasus

yang kompleks dari BSu dengan memperhatikan situasi serupa

yang tidak dapat diterjemahkan dengan metode penerjemahan.’

Mereka juga memandang penerjemahan yang beorientasi pada mencari padanan

(equivalence-oriented translation) sebagai suatu prosedur menciptakan rekaman

situasi yang sama dengan menggunakan ungkapan yang berbeda.

Masalah kesepadanan tidak hanya terjadi dalam aspek leksikal, namun

juga pada aspek gramatikal karena setiap bahasa mempunyai kaidah gramatikal

khas. Menurut Baker (1992:11), perbedaan gramatika dapat mengakibatkan

perubahan bentuk pada saat pengalihan pesan. Perbedaan kaidah gramatikal

Page 20: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.id · dan penerima informasi tidak selamanya memiliki ragam bahasa yang sama. Oleh ... Pengalihbahasaan ini dapat terjadi dalam sebuah wacana,

20

terdapat dalam jumlah, gender, persona, kala, aspek, dan kalimat aktif-pasif. Oleh

karena itu, kaidah gramatikal BSu tidak dapat dipaksakan ke dalam BSa atau not

strictly accurate. Jika tetap dipaksakan, terjemahan nya menjadi tidak wajar dan

pesan dalam BSu tidak dapat dialihkan dengan baik ke dalam BSa. Begitu juga

Machali (2009:185) menambahkan tentang kesepadanan bahwasannya bentuk

dan makna sering tidak berada dalam kesejajaran penuh (one-to-one

correspondence). Bahkan dalan satu bahasa pun, sering kali bentuk dapat diubah

dengan maknanya tetap, misalnya dalam bahasa Inggris Robert gives the rice to

Nina dan Nina was given the rice by Robert mempunyai pragmatis (maksud dan

konteks situasi) yang sama tetapi bentuk gramatikalnya berbeda. Sedangkan

Robert gives the rice to Nina dan Robert was given the rice by Nina lebih

berdekatan dalam hal bentuk tetapi maknanya berbeda.

Menemukan padanan yang akurat merupakan cara untuk mencapai

ketepatan (correctness). Menurut Nida & Taber (1982:1), ketepatan dapat dicapai

jika pembaca sasaran mampu memahami terjemahan dengan baik. Terkait

dengan hal tersebut, Nababan (2003:94) berpendapat bahwa padanan yang

sempurna itu tidak ada, baik ditinjau dari segi bentuk, makna, maupun fungsinya

karena perbedaan struktur BSu dengan BSa serta latar belakang sosio-budaya

kedua bahasa tersebut. Akan tetapi, hal itu bukan menjadi sebuah alasan untuk

tidak menghasilkan terjemahan yang berkualitas, karena meskipun terdapat

beberapa kekurangan dalam karya terjemahan, pasti ada kesamaan atau

kemiripan antara konsep BSu dengan BSa.

Page 21: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.id · dan penerima informasi tidak selamanya memiliki ragam bahasa yang sama. Oleh ... Pengalihbahasaan ini dapat terjadi dalam sebuah wacana,

21

Adapun pakar penerjemah Arab, Dickins (2002:19) menambahkan dua

kategori definisi ekuivalensi yaitu descriptive dan prescriptive. Descriptively

adalah hubungan istimewa antara ST dengan TT dengan adanya kecocokan atau

kesamaan langsung, tanpa menghiraukan kualitas TT, seperti contoh: من وع الديخول

mamnu> u’d-dukhu >l yang diartikan forbidden is the entrance maksudnya dilarang

masuk dan مع السمالمة maʻa’s-sala >mah diartikan with the well-being maksudnya

hati-hati. Adapun prescriptively adalah hubungan ekspresif dan resmi bahasa

sasaran, seperti contoh: من وع الديخول mamnu> u’d-dukhu >l yang diartikan no entry dan

maʻa’s-sala مع السمالمة >mah diartikan goodbye. Oleh karena itu, prinsip

kesepadanan menurut Dickins (2002:20) adalah sameness (kesamaan),

normatively (berdasarkan norma), banyak masalah yang dapat terselesaikan,

teoritis, dan mendidik.

Berdasarkan uraian di atas, maka dalam kegiatan menerjemah penerjemah

harus memperhatikan kesepadanan, baik kesepadanan makna (lexical

equivalence) maupun kesepadanan bentuk (grammatical equivalence). Kedua hal

tersebut merupakan syarat penting terhadap penilaian kualitas terjemah, karena

terjemah yang baik adalah terjemah yang dapat dipahami oleh pembaca BSa

dengan tetap memperhatikan kaidah BSu dan BSa. Akan tetapi, pada kondisi

tertentu kesepadanan tidak bisa dipaksakan karena susunan gramatikal BSu sulit

untuk disepadankan dalam BSa atau pada konteks tertentu sehingga penerjemah

perlu sedikit merubah makna leksikal maupun gramatikal. Namun demikian

perubahan gramatika hanya diperbolehkan jika masih dalam taraf wajar, tidak

berlebihan, serta tidak membuat distorsi makna.

Page 22: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.id · dan penerima informasi tidak selamanya memiliki ragam bahasa yang sama. Oleh ... Pengalihbahasaan ini dapat terjadi dalam sebuah wacana,

22

5. Akurasi Hasil Terjemahan

Menilai hasil terjemahan merupakan hal yang penting dilakukan untuk

mengukur kualitas hasil penerjemahan. Machali (2009:143) memberikan alasan

bahwa penilaian hasil terjemahan penting (1) untuk menciptakan hubungan

dialektik antara teori dan praktik penerjemahan, (2) untuk kepentingan kriteria

dan standar dalam menilai kompetensi penerjemah, terutama menilai beberapa

versi teks BSa dari teks BSu yang sama. Adapun menurut Nababan (2009:86)

penilaian terhadap kualitas terjemahan terfokus pada tiga hal, yaitu (1) ketepatan

pengalihan pesan, (2) ketepatan pengungkapan pesan dalam bahasa sasaran, dan

(3) kealamiahan bahasa terjemahan . Menurut Larson (1998:529) ada tiga hal

yang digunakan untuk mengukur kualitas terjemah yaitu accurate, clear, dan

natural. Oleh karena itu, menurut Larson (dalam Said, 2002:2), paling tidak ada

tiga alasan menilai terjemahan, yaitu:

a. Penerjemah hendak meyakini bahwa terjemahan-nya akurat. Terjemahan nya

mengkomunikasikan makna yang sama dengan makna dalam BSu. Makna

yang ditangkap pembaca BSu sama dengan makna yang ditangkap pembaca

BSa. Tidak terjadi penyimpangan atau distorsi makna.

b. Penerjemah hendak mengetahui bahwa terjemahan-nya jelas. Artinya,

pembaca sasaran dapat memahami terjemahan itu dengan baik. Bahasa yang

digunakan adalah bahasa yang elegan, sederhana, dan mudah dipahami.

c. Penerjemah ingin menguji apakah terjemahan nya-wajar. Terjemahan nya

mudah dibaca dan menggunakan tata bahasa dan gaya yang wajar atau lazim

Page 23: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.id · dan penerima informasi tidak selamanya memiliki ragam bahasa yang sama. Oleh ... Pengalihbahasaan ini dapat terjadi dalam sebuah wacana,

23

digunakan oleh penutur BSa, alami atau tidak kaku. Penerjemah mungkin

mengkomunikasikan pesan secara akurat. Dia memahami BSu dengan baik,

mengalihkan pesan dengan akurat, dapat dipahami oleh pembaca, tetapi

dalam memindahkan pesan ke dalam BSa, dia menggunakan bahasa yang

tidak wajar, sehingga terkesan bahwa naskah adalah naskah terjemahan .

Mempertahankan makna ditegaskan oleh Nida dan Taber (1982:13)

sebagai berikut:

meaning must be given priority for it is the content of the

message which is of prime importance for Bible translating.

This mean that certain rather nay even be highly desirable.

Pendapat tersebut mempunyai pengertian bahwa makna harus diutamakan untuk

menerjemahkan pesan yang melibatkan konteks pesan yang penting dalam

menerjemahkan Kitab Injil. Ketentuan ini kadang sangat diperlukan.

Terkait penilaian hasil terjemah, Machali (2009: 154-156) berpendapat

bahwa (1) tidak ada penerjemahan yang sempuna karena penerjemahan yang

paling bagus adalah penerjemahan yang hampir sempurna, (2) penerjemahan

semantik dan komunikatif adalah reproduksi pesan yang umum, wajar, dan alami

dalam BSa, (3) penilaian penerjemahan di sini adalah penilaian umum dan wajar.

Oleh karena itu, beberapa nilai yang dipaparkan Machali adalah rambu-rambu

bukan harga mati. Adapun rambu-rambu penilaian terjemahan yaitu:

Kategori Nilai Indikator

Terjemahan hampir

sempurna

86-90

(A)

Penyampaian wajar, hampir tidak terasa

seperti terjemahan , tidak ada kesalahan

Page 24: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.id · dan penerima informasi tidak selamanya memiliki ragam bahasa yang sama. Oleh ... Pengalihbahasaan ini dapat terjadi dalam sebuah wacana,

24

ejaan, tidak ada kesalahan/penyimpangan

tata bahasa, tidak ada kekeliruan

penggunaan istilah.

Terjemah sangat bagus 76-85

(B)

Tidak ada distorsi makna, tidak ada

terjemahan harfiah yang kaku, tidak ada

kekeliruan penggunaan istilah, ada satu-

dua kesalahan tata bahasa/ejaan (untuk

bahasa Arab tidak boleh ada kesalahan

ejaan).

Terjemahan baik 61-75

(C)

Tidak ada distorsi makna, ada terjemahan

harfiah yang kaku, tetapi relatif tidak lebih

dari 15% dari keseluruhan teks, sehingga

tidak terlalu terasa seperti terjemahan ,

kesalahan tata bahasa dan idiom relatif

tidak lebih dari 15% dari keseluruhan teks,

ada satu-dua penggunaan istilah yang tidak

baku/umum, ada satu-dua kesalahan tata

ejaan (untuk bahasa Aab tidak boleh ada

kesalahan ejaan).

Tabel 5 Parameter Penilaian Keakuratan Terjemahan Menurut Machalli

Bersamaan dengan penilaian di atas, Nababan (2012:50) menambahkan

teori bahwa teknik penilaian akurasi pertama kali dikenalkan oleh Nagao, Tsuji

dan Nakamura (1988) yang diadaptasi oleh Nababan (2012). Dalam

penerapannya strategi ini menggunakan penilaian angka skala 1-3. Keakuratan

hasil terjemahan dibagi menjadi akurat, kurang akurat, dan tidak akurat. Angka-

Page 25: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.id · dan penerima informasi tidak selamanya memiliki ragam bahasa yang sama. Oleh ... Pengalihbahasaan ini dapat terjadi dalam sebuah wacana,

25

angka yang digunakan dalam Parameter ini ialah sebagai nilai kecenderungan

untuk menilai suatu teks.

Adapun menurut Nababan (2012:50) Parameter penilaian keakuratan hasil

terjemahan dapat menggunakan skala 1 sampai 3, yang dapat dilihat dalam tabel

berikut:

Kategori

Terjemahan

Skor Parameter Kualitatif

Akurat

3 Makna kata, istilah teknis, frasa, klausa, kalimat atau

teks bahasa sumber dialihkan secara akurat ke dalam

bahasa sasaran; sama sekali tidak terjadi distorsi

makna

Kurang

Akurat

2 Sebagian besar makna kata, istilah teknis, frasa,

klausa, kalimat atau teks bahasa sumber sudah

dialihkan secara akurat ke dalam bahasa sasaran.

Namun, masih terdapat distorsi makna atau

terjemahan makna ganda (taksa) atau ada makna

yang dihilangkan, yang mengganggu keutuhan pesan

Tidak

Akurat

1 Makna kata, istilah teknis, frasa, klausa, kalimat atau

teks bahasa sumber dialihkan secara tidak akurat ke

dalam bahasa sasaran atau dihilangkan (deleted)

Tabel 6 Parameter Akurasi Hasil Terjemahan Menurut Nababan

Berdasarkan landasan teori yang telah disebutkan oleh Nababan dan

Machalli, maka penilaian yang paling penting dalam menilai kualitas terjemahan

adalah pada tingkat akurat atau ketepatan pengalihan pesan. Adapun parameter

ketepatan diukur berdasarkan kealamiahan dalam menyampaikan pesan, tidak

Page 26: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.id · dan penerima informasi tidak selamanya memiliki ragam bahasa yang sama. Oleh ... Pengalihbahasaan ini dapat terjadi dalam sebuah wacana,

26

ada penambahan dan pengurangan yang dapat merusak makna BSu dan

menimbulkan makna ganda atau ambigu. Adapun perbedaan kedua pendapat

tersebut, dapat dilihat dalam tabel berikut:

Machalli Nababan

Skor Nilai yang digunakan antara

61-90

Nilai yang digunakan

antara 1-3

Parameter

kualitatif

Menggunakan parameter

kewajaran dan keberterimaan

pengalihan pesan

Menggunakan parameter

ketepatan pengalihan

pesan

Tabel 7 Perbedaan Parameter Penilaian Keakuratan Terjemahan

Berdasarkan perbedaan tersebut, maka peneliti akan menguji keakuratan

hasil terjemahan berdasarkan teknik penilaian yang disampaikan oleh Nababan.

Hal ini dikarenakan teori tersebut lebih sesuai diterapkan dalam penelitian ini

serta mudah dipahami oleh responden yang akan menilai akurasi hasil terjemah.

Adapun dalam teknik yang disampaikan Machalli melibatkan aspek kewajaran

dan keberterimaan pengalihan pesan, yang dibuktikan dengan kalimatnya

penyampaian wajar (dalam kategori terjemah hampir sempurna) dan kalimat

tidak ada kesalahan/penyimpangan tata bahasa (dalam semua kategori). Oleh

sebab itu, peneliti hanya akan menggunakan aspek kesepadanan makna dalam

mengukur akurasi hasil terjemah, sehingga teknik penilaian kualitas terjemah

Nababan lebih sesuai diterapkan dalam penelitian ini.

Page 27: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.id · dan penerima informasi tidak selamanya memiliki ragam bahasa yang sama. Oleh ... Pengalihbahasaan ini dapat terjadi dalam sebuah wacana,

27

Adapun dalam teknis pelaksanaan peneliti akan menyebarkan angket

kepada pembaca terpilih dan meminta untuk memberikan tanda check (√) pada

salah satu kolom nilai 1 sampai 3 pada hasil terjemahan serta memberikan

komentar pada kolom yang telah disediakan.

H. Metodologi Penelitian

Metodologi penelitian mencakup beberapa aspek yaitu metode penelitian data,

objek penelitian, sumber data, data, teknik pengumpulan data, teknik sampling, teknik

analisis data, triangulasi penelitian, dan sistematika penulisan.

1) Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

deskriptif kualitatif. Sutopo (2006:35) menyatakan bahwa jenis penelitian

kualitatif menekankan pada deskripsi data, artinya data yang dikumpulkan dapat

berupa kata, kalimat atau gambar yang memiliki arti lebih daripada sekadar

angka atau frekuensi. Penelitian kualitatif memiliki daya analisis data yang kuat,

tidak menerima hipotesis, akan tetapi analisis yang dilakukan berupa deskripsi

gejala-gejala yang diamati dengan teknik kuesioner dan angket. Sejalan dengan

pendapat tersebut, Zuriah (2009:114) berpendapat bahwa metode kualitatif

berkembang dalam ilmu sosial yang peralatan utamanya berupa kuesioner atau

angket (wawancara) secara akurat.

Sesuai masalah yang diteliti, yaitu penerjemahan pola penyusun klausa

pasif yang memiliki variasi pola dari bahasa Arab, maka data yang dikumpulkan

adalah klausa pasif BSa yang diambil dari fiʻl majhu >l, fiʻl maʻlu >m, shighah

Page 28: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.id · dan penerima informasi tidak selamanya memiliki ragam bahasa yang sama. Oleh ... Pengalihbahasaan ini dapat terjadi dalam sebuah wacana,

28

mafʻu>l, ism mashdar, serta ism zama >n, ism maka >n dan cha >l. Penelitian deskriptif

kualitatif ini menganalisis data secara induktif dikarenakan penelitian ini

melibatkan hubungan peneliti-responden dan dapat ditemukannya kenyataan

jamak dalam data (Moloeng, 2007:10). Oleh karena itu peneliti dapat menggali

informasi dari responden dan menemukan data-data yang bervariasi sebagai

bahan analisis.

2) Objek Penelitian

Sesuai dengan jenis penelitian yang dikemukakan di atas, penelitian ini

termasuk dalam penelitian deskriptif kualitatif, maka yang menjadi objek dalam

penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu objek material dan objek formal. Objek

material dalam penelitian ini adalah teks Maulidul-Barzanjiy karya A’s-Sayyid

Jaʻfar al-Barzanj yang diterjemahkan oleh Muhammad Sidqi dan Anwar

Abubakar (2013) yang diterbitkan oleh Sinar Baru Algesindo, Bandung. Adapun

objek formal dalam penelitian ini adalah klausa pasif dan akurasi hasil

terjemahan.

3) Sumber Data

Sumber data adalah subjek dari mana data dapat diperoleh (Arikunto,

2006:129). Dengan demikian, sumber data penelitian ini terdiri dari dua sumber

data, yaitu sumber primer dan sumber sekunder. Sumber primer penelitian ini

yaitu teks Maulidul-Barzanjiy dan terjemahan-nya karya A’s-Sayyid Jaʻfar al-

Barzanj yang diterjemahkan oleh Sidqi dan Anwar (2013) yang diterbitkan oleh

Page 29: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.id · dan penerima informasi tidak selamanya memiliki ragam bahasa yang sama. Oleh ... Pengalihbahasaan ini dapat terjadi dalam sebuah wacana,

29

Sinar Baru Algesindo. Adapun sumber sekunder adalah responden yaitu orang

yang merespon atau menjawab pertanyaan peneliti, baik pertanyaan tertulis

maupun lisan serta data-data lain yang mendukung. Responden yang dipilih

adalah (1) Sirojjudin Azizi pengasuh Ponpes Sedan Rembang, (2) Ahmad

Hudayah Dosen Usluhuddin IAIN Surakarta, (3) Shuyadi dosen bahasa Arab

Universitas Nahdhatul Ulama Surakarta, (4) Mustaqim pengajar Metode

Amtsilati di Ponpes Da >ru’s-Sala>m Magelang, (5) Muhammad Hasanuddin

pengajar bahasa Arab di Ponpes El-Bayan Cilacap.

Informasi dari responden digunakan untuk mendapatkan nilai hasil

terjemahan berdasarkan tingkat akurasi dalam penyampaian pesan pada klausa

pasif. Adapun kriteria pemilihan responden adalah (1) responden mengetahui

teks Maulidul-Barzanjiy, (2) responden memahami dengan baik bahasa Arab

khususnya klausa pasif, dan (3) responden memiliki pengalaman dalam

penerjemahan. Dengan demikian, informasi yang didapatkan dari responden

diharapkan dapat dipertanggungjawabkan.

4) Data

Data dalam penelitian ini diambil dari beberapa hasil terjemahan klausa

pasif, baik klausa pasif dari bahasa Arab, maupun klausa pasif dalam bahasa

Indonesia.

Adapun klausa pasif dalam hasil terjemahan Maulidul-Barzanjiy

(٢٣ :٣١٠٢)صدق، السمعديمة حليمة الفتاة رضعته أ ثم

Page 30: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.id · dan penerima informasi tidak selamanya memiliki ragam bahasa yang sama. Oleh ... Pengalihbahasaan ini dapat terjadi dalam sebuah wacana,

30

Tsumma ardhaʻathul- fata >tu chali >matus-saʻdiyyah (Sidqi,

2013:37)

‘Setelah itu Nabi SAW disusui oleh seorang wanita muda

yang bernama Halimatus Saʻdiyah’ (Sidqi, 2013:37).

Kata yang dicetak miring tersebut menunjukkan hasil terjemahan klausa

pasif yang didapatkan dari pola mashdar+dhami >r dalam bahasa Arab.

Sementara itu pada data

أث بت أسلمت وقيل (73 : ٣١٠٢)صدق، حكاه و منده ابن اخلال

Wa qi >la aslamat atsbatal-khila >fab-nu mandahu wa chaka >hu

(Sidqi, 2013:37)

‘Tetapi menurut pendapat yang lain, ia masuk Islam.

Perbedaan pendapat ini dapat dibuktikan oleh Ibnu Mandah

dalam riwayat yang dikemukakannya’ (Sidqi, 2013:37).

Klausa yang digaris bawahi tersebut, menunjukkan hasil terjemahan

klausa pasif yang berasal dari الفعل الماض مبن للمعلوم al-fiʻlul-ma>dhi mabniyyun lil-

maʻlu>m. Pada kata tersebut juga menunjukkan adanya perubahan makna, kata

.’atsbata yang seharusnya kata dimaknai ‘tetapnya’, menjadi ‘dibuktikan أث بت

Serta kata حكاه chaka>hu yang diartikan ‘dikemukakannya’, klausa pasif ini

berasal dari al-fi’lul-ma’lu >m+dhami >r muttashil atau kata kerja aktif+kata ganti

persona, berupa huwa yang berarti ‘dia’. Hal ini jelas menunjukkan adanya و ه

perbedaan antara BSu dengan BSa, selain itu bentuk konstruksi pasif dalam BSu

adalah sesuai dengan rumus konstruksi pasif, bukan berasal dari الفعل املعلوم al-

fiʻlul-maʻlu >m.

Page 31: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.id · dan penerima informasi tidak selamanya memiliki ragam bahasa yang sama. Oleh ... Pengalihbahasaan ini dapat terjadi dalam sebuah wacana,

31

Beberapa fenomena penerjemahan tersebut merupakan sampel dari

keseluruhan fenomena dalam Maulidul-Barzanjiy. Sementara itu, pembahasan

lebih mendalam akan diuraikan dalam BAB II.

5) Teknik Sampling

Penelitian kualitatif cenderung menggunakan teknik cuplikan (sampling )

yang bersifat selektif dengan menggunakan pertimbangan-pertimbangan

berdasarkan konsep teoritis yang digunakan, keingintahuan pribadi peneliti,

karakteristik empiris, dan lain-lain (Sutopo, 2006:138). Dalam penelitian

kualitatif, sampel yang diambil lebih bersifat selektif, artinya data yang dipilih

lebih cenderung mewakili informasi yang dibutuhkan dalam penelitian. Adapun

kriteria sampel yang dipilih dalam penelitian ini adalah klausa pasif bahasa

Indonesia. Dengan kata lain, kriteria sampel dalam penelitian ini adalah hasil

terjemahan berupa klausa pasif yang berasal dari bermacam-macam pola yang

menyusun klausa. Teknik sampling ini digunakan untuk mengumpulkan data-

data sebagai suatu masalah yang akan dipecahkan oleh dua masalah yang dipilih

peneliti. Berdasarkan teknik sampling ini maka data-data yang didapatkan adalah

klausa pasif dalam teks terjemah Maulidul-Barzanjiy.

6) Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian kualitatif dibagi menjadi dua,

yaitu metode noninteraktif dan metode interaktif (Sutopo, 2006:58). Metode

noninteraktif meliputi observasi tidak berperan serta, partisipasi tidak berperan,

pencatatan dokumen dan kuesioner, sedangkan metode interaktif meliputi

wawancara dan observasi berperan serta (Sutopo, 2006:61). Dengan demikian,

Page 32: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.id · dan penerima informasi tidak selamanya memiliki ragam bahasa yang sama. Oleh ... Pengalihbahasaan ini dapat terjadi dalam sebuah wacana,

32

teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik

simak dan catat, kuesioner, dan wawancara mendalam. Kedua metode

pengumpulan data tersebut digunakan untuk mengumpulkan data pada dua

rumusan masalah. Adapun untuk mengumpulkan data pada rumusan masalah

pertama yang berkaitan dengan penerjemahan klausa pasif dalam teks terjemah

Maulidul-Barzanjiy adalah metode noninteraktif. Metode noninteraktif yang

diterapkan adalah dengan menggunakan teknik pencatatan dokumen, dengan

langkah-langkah:

5.1 Menyaring data-data BSa yang memiliki konstruksi klausa pasif, seperti

klausa dan pintu langit diperketat penjagaannya. Klausa ini berasal dari

konstruksi BSu السمماء حفظا فزيدت fa zi>dati’s-sama>u chifzhan

5.2 Mengelompokkan data-data yang terjaring tersebut menjadi lima pola

penyusun klausa pasif BSa, yaitu pola ي فعل- فعل fuʻila-yufʻalu, pola

+ضمي ر الفعل المعلوم al-fiʻlul-maʻlu >m+dhami >r, pola املفعولصيغة shi >ghatul-mafʻu>l,

pola ضمي ر+ مصدراسم ال ismul-mashdar+dhami >r, dan pola

+ضمري الاحلو كاناملإسم الزمان و ismu’z-zama>n wal-maka >n wal-cha>l+dhami>r.

5.3 Menganalisis masing-masing penerjemahan pola penyusun klausa pasif.

Adapun metode interaktif digunakan untuk menyelesaikan rumusan

masalah kedua yang berkaitan dengan akurasi hasil terjemahan dalam teks

Maulidul-Barzanjiy. Metode tersebut dilakukan dengan langkah-langkah:

a) Pencatatan Dokumen

Teknik ini digunakan untuk mengumpulkan data pada rumusan masalah

kedua, karena rumusan masalah kedua berkaitan dengan pelibatan responden

dalam menilai kualitas hasil terjemahan. Adapun langkah-langkahnya adalah:

Page 33: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.id · dan penerima informasi tidak selamanya memiliki ragam bahasa yang sama. Oleh ... Pengalihbahasaan ini dapat terjadi dalam sebuah wacana,

33

a.1 Membaca keseluruhan teks tejemahan Maulidul-Barzanjiy dengan teliti.

a.2 Membaca dengan teliti kata, kelompok kata, klausa, kalimat, atau paragraf

dalam teks Maulidul-Barzanjiy, sehingga dalam hal ini peneliti memilih

klausa pasif dalam BSu sebagai objek penelitian.

a.3 Mencatat semua klausa pasif dari bahasa Indonesia, baik yang memiliki

penanda pasif berupa konfiks di-, ter-, maupun konfiks ke-an sehingga

didapatkan data yang berjumlah 156 klausa pasif, seperti:

‘Mengingat hal tersebut, maka dianjurkan berdiri’

Klausa tersebut didapatkan dari teks BSu berikut:

استحسن القيام ا و قد ه

Ha>dza > wa qadis-tachsanal-qiya>ma (Sidqi, 2013:26)

a.4 Membuat kartu data dengan cara memberi kode pada data klausa pasif,

serta mengklasifikasikan data berdasarkan pola penyusun klausa pasif.

Contoh:

01/01/FU/04

01 :Nomor urut data

02 :Nomor urut kategori pola atau wazn

FU :Data yang termasuk dalam kategori pola ي فعل- فعل fuʻila-

yufʻalu. Begitu juga singkatan-singkatan seperti MAD, INF,

FA, FIʻL, AF, IFT, MF, MSD, dan ISM. Pada data MAD

akan ditemui pula singkatan tambahan, yang merupakan

singkatan yang menunjukkan spesifikasi wazn dari fiʻl

maʻlu >m.

04 :Halaman data pada teks Maulidul-Barzanjiy

Page 34: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.id · dan penerima informasi tidak selamanya memiliki ragam bahasa yang sama. Oleh ... Pengalihbahasaan ini dapat terjadi dalam sebuah wacana,

34

b) Kuesioner

Kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk

memperoleh informasi dari responden (Arikunto, 2006:151). Kuesioner

merupakan suatu teknik pengumpulan data secara tidak langsung (peneliti

tidak langsung bertanya jawab dengan responden). Parameter atau alat

pengumpulan datanya juga disebut angket berisi sejumlah pertanyaan-

pertanyaan yang harus dijawab atau direspon oleh responden (Sutopo,

2006:82). Responden mempunyai kebebasan untuk memberikan jawaban atau

respon sesuai dengan persepsinya.

Pengumpulan data melalui kuesioner dilakukan secara tertulis dengan

pendistribusian daftar data klausa pasif BSa kepada responden. Dalam

kuesioner tersebut responden diminta untuk mengisi data diri dan responden

memberikan tanda check (√) pada kolom yag sesuai. Dalam kuesioner ini juga

diberi ruang yang cukup yaitu kolom komentar untuk memberikan

kesempatan kepada responden untuk menulis alasan mengapa responden

menjawab demikian, atau hal-hal lain yang berkaitan dengan masalah yang

ditanyakan.

c) Wawancara Mendalam

Kegiatan wawancara ini dilakukan untuk mendapatkan informasi dari

responden. Informasi tersebut berkaitan dengan penerjemahan klausa pasif

dan penilaian yang diberikan oleh responden. Wawancara mendalam (in-depth

Page 35: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.id · dan penerima informasi tidak selamanya memiliki ragam bahasa yang sama. Oleh ... Pengalihbahasaan ini dapat terjadi dalam sebuah wacana,

35

interview) adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian

dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan

informan atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan

pedoman (guide) wawancara, di mana pewawancara dan informan terlibat

dalam kehidupan social yang relatif lama (Sutopo 2006:72). Ciri utama dari

interview adalah kontak langsung dengan tatap muka (face to face relation-

ship) antara si pencari informasi (interviewer atau informan hunter) dengan

sumber informasi (interviewee) (Sutopo 2006:74). Wawancara dapat

dilakukan secara terstruktur, semi terstruktur, dan tidak terstruktur (Esterberg

dalam Sugiyono, 2015:319). Dalam penelitian ini, kegiatan wawancara

dilakukan secara tidak berstruktur, karena peneliti tidak menggunakan

pedoman wawancara yang disusun secara lengkap dan sistematis. Peneliti

melakukan wawancara untuk menanyakan permasalahan mengenai

ketidakakuratan hasil terjemahan dan penerjemahan klausa pasif yang

didapatkan pola penyusun klausa yang bermacam-macam.

7) Teknik Analisa Data

Teknik analisis data dalam penelitian ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu

teknik analisis data deskriptif komparatif dan teknik analisis data model

interaktif.

a) Teknik Analisis Data Deskriptif Komparatif

Teknik analisis data model ini digunakan untuk menganalisis data pada

rumusan masalah pertama yang berkaitan dengan penerjemahan pola

Page 36: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.id · dan penerima informasi tidak selamanya memiliki ragam bahasa yang sama. Oleh ... Pengalihbahasaan ini dapat terjadi dalam sebuah wacana,

36

penyusun klausa pasif dalam teks Maulidul-Barzanjiy. Pada teknik ini,

peneliti menggunakan dua langkah analisis data, yaitu:

a.1 Analisis komparatif

Analisis komparatif dapat dilakukan dengan cara mengumpulkan

data, mengidentifikasi dan mengklasifikasikan data, menganalisis

kesalahan-kesalahan struktur bahasa, dan terakhir menyiapkan

pembenaran pada kesalahan hasil terjemahan (Winarno, 1994:139).

Analisis ini digunakan untuk membandingkan dua struktur bahasa yang

berbeda yaitu bahasa Arab dan bahasa Indonesia. Setelah

membandingkan dua struktur bahasa tersebut, peneliti mengidentifikasi

perbedaan kedua bahasa. Peneliti menemukan 156 klausa pasif BSa,

akan tetapi dalam BSu konstruksi pasif hanya berjumlah 45 data. Klausa

pasif BSa ternyata tidak hanya berasal dari konstruksi pasif, tetapi juga

berasal dari konstruksi aktif dan kata benda.

a.2 Analisis deskriptif

Pada tahap ini, peneliti menganalisis data dengan

mendeskripsikan masing-masing pola yang menyusun klausa pasif. Pada

analisis deskriptif ini langkah yang dilakukan adalah mengumpulkan

dan menyusun data, kemudian data dianalisis, diklasifikasikan, dan

ditafsirkan (Winarno, 1994:140). Data-data dalam penelitian dapat

dibahas dengan menggunakan pola pikir induktif dan deduktif. Pola

pikir induktif adalah pola pikir yang bersandar pada fakta yang bersifat

Page 37: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.id · dan penerima informasi tidak selamanya memiliki ragam bahasa yang sama. Oleh ... Pengalihbahasaan ini dapat terjadi dalam sebuah wacana,

37

khusus, kemudian dianalisis dan dipahami untuk menemukan

pemecahan masalah yang bersifat umum, sedangkan pola pikir deduktif

adalah pola pikir yang bersandar pada fakta yang bersifat umum,

kemudian dianalisis dan dipahami untuk menemukan solusi dari

permasalahan yang bersifat khusus (Winarno, 1994:140). Dalam

penelitian ini, analisis data menggunakan pola pikir induktif, karena

fakta penerjemahan klausa pasif yang berasal dari berbagai pola BSu

hanya terdapat dalam teks Maulidul-Barzanjiy.

b) Teknik Analisis Data Model Interaktif

Teknik analisis data model interaktif digunakan untuk menganalisis

rumusan masalah kedua yang berkaitan dengan akurasi hasil terjemahan

Maulidul-Barzanjiy. Adapun langkah analisis ini meliputi tiga hal yaitu

reduksi data, sajian data, dan verifikasi (Miles dan Huberman, 1994:10).

b.1 Data Reduction (Reduksi Data)

Reduksi data meliputi proses seleksi, fokus pada masalah yang

diteliti, dan mentransfer data pada turunan yang paling dekat (Miles dan

Huberman, 1994:10). Pada tahap ini, peneliti harus melakukan seleksi

dan penyederhanaan. Proses ini dilakukan secara terus-menerus sebelum

kegiatan di lapangan. Adapun proses yang dilakukan peneliti adalah

menyaring data-data yang berupa klausa pasif bahasa Indonesia. Klausa

pasif dalam bahasa Indonesia ini merupakan hasil terjemahan. Oleh

karena itu data yang diambil dari penelitian ini adalah klausa pasif

Page 38: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.id · dan penerima informasi tidak selamanya memiliki ragam bahasa yang sama. Oleh ... Pengalihbahasaan ini dapat terjadi dalam sebuah wacana,

38

bahasa Indonesia yang disusun oleh fiʻl majhu>l, fiʻl maʻlu>m, shighah

mafʻu>l, ism mashdar, serta ism zama>n, ism maka >n dan cha>l. Setelah data

disaring, data dikelompokkan berdasarkan pola yang menyusun klausa

pasif tersebut. Dalam pengelompokan ini, peneliti membuat coding

(pengkodean) pada data-data yang ditemukan.

b.2 Data Display (Penyajian Data)

Penyajian data adalah suatu proses organized (pengelompokan)

dan compressed (meringkas) informasi-informasi yang dapat dijadikan

sebagai kesimpulan (Miles dan Huberman, 1994:11). Pada tahap ini,

peneliti mulai mengumpulkan data-data klausa pasif BSa dalam pola-

pola tertentu kemudian data tersebut diberi kode-kode tertentu. Kode

yang dicantumkan dalam data, seperti FU, MAD, MF, MSD, dan ISM.

Setelah data dikelompokkan berdasarkan pola, selanjutnya data-data

tersebut disajikan dalam tabel, diurukan berdasarkan pola yang sejenis

dan halaman data pada teks Maulidul-Barzanjiy.

b.3 Conclusion Drawing/Verification (Kesimpulan/Verifikasi)

Verifikasi adalah membuktikan kebenaran data berdasarkan hasil

penelitian di lapangan (Miles dan Huberman, 1994:11). Pada tahap ini,

peneliti melakukan penelitian untuk menguji kebenaran hasil terjemahan

klausa pasif berdasarkan pola-pola yang telah dikelompokkan.

Pengujian data dilakukan dengan cara penyebaran kuesioner kepada

Page 39: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.id · dan penerima informasi tidak selamanya memiliki ragam bahasa yang sama. Oleh ... Pengalihbahasaan ini dapat terjadi dalam sebuah wacana,

39

responden yang telah ditentukan untuk mengukur kualitas hasil

terjemahan teks Maulidul-Barzanjiy.

8) Validitas Data

Data yang telah berhasil digali, dikumpulkan dan dicatat dalam kegiatan

penelitian, harus dipastikan kemantapan dan kebenaranya. Oleh karena itu, setiap

peneliti harus mampu memilih dan menentukan cara-cara yang tepat untuk

mengembangkan validitas data yang telah diperoleh. Sutopo (2006:70) menyatakan,

cara yang paling umum digunakan bagi peningkatan validitas dalam penelitian

kualitatif adalah triangulasi. Penelitian ini menggunakan empat triangulasi.

a. Triangulasi Data

Teknik triangulasi data juga sering disebut sebagai triangulasi sumber.

Cara ini mengarahkan peneliti agar pada saat mengumpulkan data, peneliti

wajib menggunakan beragam sumber data yang tersedia. Artinya, data yang

sama atau sejenis, akan lebih mantap kebenarannya bila digali dari beberapa

sumber data yang berbeda (Sutopo, 2006:72).

Dalam penelitian ini, peneliti mendapatkan data dari teks sumber yaitu

teks Maulidul-Barzanjiy yang berupa klausa pasif. Akan tetapi sebelum

peneliti memastikan sumber data untuk penelitian, peneliti membandingkan

hasil terjemahan teks Maulidul-Barzanjiy dari sumber lain, yaitu teks yang

diterjemahkan oleh Muhammad (1983) dan Asrori (2009). Dengan demikian,

peneliti dapat memastikan bahwa hasil terjemahan Maulidul-Barzanjiy yang

digunakan adalah teks yang diterjemahkan oleh Sidqi dan Anwar (2013)

Page 40: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.id · dan penerima informasi tidak selamanya memiliki ragam bahasa yang sama. Oleh ... Pengalihbahasaan ini dapat terjadi dalam sebuah wacana,

40

dikarenakan pada hasil terjemahan tersebut ditemukan klausa pasif yang

cukup banyak yaitu sejumlah 156 klausa. Selain penggalian data dari sumber

asli untuk melihat hasil terjemahan pada klausa pasif, peneliti juga

melakukan kegiatan penilaian akurasi pada hasil terjemahan.

b. Triangulasi Metodologis

Selain menggunakan triangulasi sumber, peneliti dalam penelitian

kualitatif juga dapat menggunakan triangulasi metode untuk meningkatkan

validitas data. Sutopo (2006:72) mengatakan, jenis triangulasi metode bisa

dilakukan oleh peneliti dengan mengumpulkan data sejenis, tetapi dengan

menggunakan teknik atau metode pengumpulan data yang berbeda. Dalam

penelitian ini, peneliti tidak hanya menggunakan metode pencatatan dokumen

untuk melihat hasil penerjemahan pola penyusun klausa pasif dalam teks

Maulidul-Barzanjiy, tetapi juga menggunakan teknik wawancara mendalam

kepada para responden untuk mendapatkan keterangan dan data hasil

terjemahan yang lebih valid dan akurat.

Dalam hal ini, teknik triangulasi metodologis beriringan dengan teknik

triangulasi sumber, namun yang ditekankan adalah teknik pengumpulan

datanya, bukan pada sumber datanya. Teknik pengumpulan data dibagi menjadi

dua, yaitu dengan teknik interaktif dan non-interaktif (Sutopo, 2006:72). Teknik

non-interaktif digunakan untuk mengumpulkan data terkait dengan rumusan

masalah pertama yaitu penerjemahan pola penyusun klausa pasif. Pada tahap

ini, peneliti melakukan kegiatan pengumpulan data dengan cara mencatat klausa

pasif BSa kemudian memberikan tanda dengan garis bawah. Setelah data digaris

Page 41: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.id · dan penerima informasi tidak selamanya memiliki ragam bahasa yang sama. Oleh ... Pengalihbahasaan ini dapat terjadi dalam sebuah wacana,

41

bawahi, peneliti meninjau ulang klausa pasif tersebut pada predikatnya. Dalam

hal ini, peneliti menemukan beberapa fenomena, seperti klausa pasif BSu

predikat verbalnya berasal dari fiʻl majhu>l, fiʻl maʻlu >m, shi >ghah mafʻu>l, ism

mashdar, ism zama>n, ism maka >n dan cha>l.

Adapun teknik pengumpulan data interaktif digunakan untuk

menyelesaikan rumusan masalah kedua terkait akurasi hasil terjemahan klausa

pasif dalam teks Maulidul-Barzanjiy. Pada tahap ini, data-data dalam teks

Maulidul-Barzanjiy dikumpulkan dengan cara penyebaran kuesioner kepada

lima orang responden terpilih. Selama dua satu sampai dua hari responden

diminta untuk memberikan nilai akurasi pada hasil terjemahan teks Maulidul-

Barzanjiy beserta komentar pada kolom yang telah disediakan. Pada hari

selanjutnya, peneliti kembali mendatangi responden untuk melakukan

wawancara mendalam.

c. Triangulasi Peneliti

Triangulasi peneliti adalah hasil penelitian baik data ataupun

kesimpulan mengenai bagian tertentu atau keseluruhan data tentang akurasi

hasil terjemahan teks Maulidul-Barzanjiy bisa diuji validitasnya dari

beberapa peneliti. Sutopo (2006:72) menyatakan, dari pandangan dan

tafsiran beberapa peneliti terhadap semua informasi yang berhasil digali dan

dikumpulkan tersebut diharapkan bisa terjadi pertemuan pendapat yang pada

akhirnya bisa lebih memantapkan hasil penelitian.

Dalam penelitian ini, triangulasi peneliti yang digunakan adalah para

pakar bahasa Arab sebagai responden dan narasumber untuk mengecek

Page 42: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.id · dan penerima informasi tidak selamanya memiliki ragam bahasa yang sama. Oleh ... Pengalihbahasaan ini dapat terjadi dalam sebuah wacana,

42

keabsahan data dan akurasi hasil terjemahan. Pemilihan para pakar atau

responden didasarkan pada kriteria yang telah ditetapkan dalam pemilihan

sumber data responden. Responden diminta bantuannya untuk memeriksa

hasil terjemahan klausa pasif, memberikan penjelasan, komentar dan saran

tentang akurasi penerjemahan. Teknik ini digunakan agar informan dapat

memberikan jawaban dan uraian yang luas dan lengkap tentang

penerjemahan klausa pasif tersebut.

d. Triangulasi Teoritis

Triangulasi teoritis digunakan untuk menguji validitas teori dan hasil

temuan peneliti selama kegiatan di lapangan. Sutopo (2006:73) menyatakan

bahwa hasil akhir penelitian kualitatif berupa sebuah rumusan informasi atau

thesis statement. Informasi tersebut selanjutnya dibandingkan dengan

perspektif teori yang relevan untuk menghindari bias individual peneliti atas

temuan atau kesimpulan yang dihasilkan. Selain itu, triangulasi teori dapat

meningkatkan kedalaman pemahaman asalkan peneliti mampu menggali

pengetahuan teoretik secara mendalam atas hasil analisis data yang telah

diperoleh.

Dalam kegiatan penelitian pada teks Maulidul-Barzanjiy ini peneliti

menggunakan lima macam teori untuk mendalami kegiatan pengambilan

data dan analisis data. Berdasarkan teori-teori yang digunakan, peneliti

menemukan data-data yang tidak sesuai dengan teori, misalnya peneliti

menemukan data berupa klausa pasif yang biasanya disusun oleh predikat

Page 43: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.id · dan penerima informasi tidak selamanya memiliki ragam bahasa yang sama. Oleh ... Pengalihbahasaan ini dapat terjadi dalam sebuah wacana,

43

verba berupa kata kerja pasif, akan tetapi dalam teks Maulidul-Barzanjiy ini,

klausa pasif yang disusun oleh verba pasif ternyata berasal dari ism (kata

benda), dan fiʻl maʻlu>m (verba aktif) pada teks BSu.

9) Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan laporan penelitian ini dibagi menjadi empat bab.

BAB I, yaitu PENDAHULUAN. Pada bab ini, terdapat latar belakang

penulisan laporan penelitian, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan

penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metodologi

penelitian, dan sistematika penulisan laporan.

BAB II, yaitu PENERJEMAHAN POLA PENYUSUN KLAUSA PASIF

DALAM TEKS MAULIDUL-BARZANJIY.

BAB III, yaitu AKURASI HASIL TERJEMAHAN KLAUSA PASIF

DALAM TEKS MAULIDUL-BARZANJIY.

BAB IV, yaitu PENUTUP yang berupa kesimpulan dan saran.