bab i pendahuluan -...

86
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kian banyaknya remaja sebagai generasi mendatang yang belum mampu mengaktualkan nilai-nilai luhur dari sebuah agama menunjukan pemahaman yang belum berjalan, sebab ketika terjadi suatu pemahaman, seharusnya seseorang ataupun masa remaja mampu untuk menanggapi arti suatu materi, dapat berupa penjelasan atau membuat ringkasan tentang penjelasan sebab akibat. 1 Dalam hal ini ajaran agama sebagai objek, bahkan seharusnya juga merupakan kemampuan seseorang untuk dapat mempertahankan sesuatu yang dianggap benar. Generasi muda merupakan konsep yang dibebani nilai-nilai, karena istilah ini berada dalam lapangan terminologi ilmiah, yang sekaligus merupakan pengertian ideologi kultural. 2 Munculnya generasi muda berkaitan dengan perubahan sosial, dimana dalam pemunculan itu generasi muda menuntut peranan sosial, alokasi, yang disatu pihak lain membuka kemungkinan perubahan yang diperlukan dalam struktur masyarakat. Tiap masyarakat mempunyai alokasi peran yang jelas terhadap golongan pemuda dan merupakan tugas pemuda menyesuaikan persepsinya terhadap peran tersebut. Perubahan sosial yang berjalan menyerupai konsep evolusi seringkali membuat sebuah perubahan bagian ataupun keseluruhan dari suatu kebudayaan dimana menurut konsepsi tentang proses evolusi sosial universal, semua hal 1 Joesmani, Pengukuran dan Evaluasi dalam Pengajaran, (Jakarta: Dep.Dik.Bud, 1998)h.40. 2 B. Simanjuntak dan I.L. Pasaribu, Membina Dan Mengembangkan Generasi Muda (Bandung : Tarsito, 1980), h. 17.

Upload: nguyenxuyen

Post on 20-Jun-2019

213 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kian banyaknya remaja sebagai generasi mendatang yang belum mampu

mengaktualkan nilai-nilai luhur dari sebuah agama menunjukan pemahaman yang

belum berjalan, sebab ketika terjadi suatu pemahaman, seharusnya seseorang

ataupun masa remaja mampu untuk menanggapi arti suatu materi, dapat berupa

penjelasan atau membuat ringkasan tentang penjelasan sebab akibat. 1 Dalam hal

ini ajaran agama sebagai objek, bahkan seharusnya juga merupakan kemampuan

seseorang untuk dapat mempertahankan sesuatu yang dianggap benar.

Generasi muda merupakan konsep yang dibebani nilai-nilai, karena istilah

ini berada dalam lapangan terminologi ilmiah, yang sekaligus merupakan

pengertian ideologi kultural.2 Munculnya generasi muda berkaitan dengan

perubahan sosial, dimana dalam pemunculan itu generasi muda menuntut peranan

sosial, alokasi, yang disatu pihak lain membuka kemungkinan perubahan yang

diperlukan dalam struktur masyarakat. Tiap masyarakat mempunyai alokasi peran

yang jelas terhadap golongan pemuda dan merupakan tugas pemuda

menyesuaikan persepsinya terhadap peran tersebut.

Perubahan sosial yang berjalan menyerupai konsep evolusi seringkali

membuat sebuah perubahan bagian ataupun keseluruhan dari suatu kebudayaan

dimana menurut konsepsi tentang proses evolusi sosial universal, semua hal

1 Joesmani, Pengukuran dan Evaluasi dalam Pengajaran, (Jakarta: Dep.Dik.Bud,

1998)h.40. 2 B. Simanjuntak dan I.L. Pasaribu, Membina Dan Mengembangkan Generasi Muda

(Bandung : Tarsito, 1980), h. 17.

2

tersebut harus dipandang dalam rangka masyarakat manusia yang telah

berkembang lambat (berevolusi) dari tingkat-tingkat yang rendah dan sederhana,

ke tingkat-tingkat yang makin lama makin tinggi dan komplek.3 Melihat teori

tersebut yang menekankan perubahan dan adanya persaingan, sehingga perlu

adanya kualitas moral yang mampu digunakan sebagai knowledge dalam

menghadapinya. Hal itu berpengaruh pada aspek-aspek yang dimiliki oleh remaja

atau pemuda sebagai bagian dari masyarakat, di dalamnya menyangkut aspek

moralitas dimana agama menjadi pilar utama dari hal itu.

Bagaimanapun juga generasi saat ini, adalah gambaran kehidupan bangsa

pada saat yang akan datang, untuk itu semua komponen masyarakat bertanggung

jawab dalam memupuk moralitas dan nilai-nilai agama pada generasi kita demi

terwujudnya bangsa yang dicita-citakan.

Terlebih lagi untuk mengimbangi arus modernisasi dan kemajuan

teknologi untuk itu sangat diperlukan adanya pemahaman keberagamaan yang

lebih mendalam pada masyarakat khususnya remaja kita. Banyak pihak

memandang pendidikan moralitas remaja tanpa diimbangi pemahaman yang

mendalam terhadap agama mendominasi dunia pendidikan saat ini. Sedangkan

tantangan modernisasi lebih cepat merasuk.

Melihat SMA Muhammadiyah 3 sebagai sekolah yang berbasis pada

kurikulum nasional dan merupakan sekolah keagamaan, sebab Muhammadiyah

sebagai Ormas Keagamaan yang besar di negeri ini, dimana konsep keagamaan

diharapkan tertanam dan melembaga pada sekolah tersebut tentunya akan sangat

3 Kuntjaraningrat, Sejarah Teori Antropologi I, (Jakarta: UI Press, 1987) h.31.

3

menarik ketika keberadaannya di wilayah metropolis dengan hegemoni

masyarakat yang demikian kompleks, tentunya hal tersebut akan menimbulkan

dualisme dalam sebuah pengajaran atau bahkan menjadi solusi pada sikap

hedonisme yang dialami oleh banyak remaja kota.

Sangat penting kiranya, bagi semua pihak terlebih dahulu untuk

memahami bagaimana pemahaman masyarakat (remaja) kita terhadap agama dan

ajaran moral, agar dapat memberikan pengarahan-pengarahan secara mendasar

terlebih lagi nilai-nilai edukasi yang merupakan kewajiban setiap generasi. Untuk

itu penulis mencoba mengangkat satu masalah yang penulis tuangkan menjadi

sebuah judul skripsi “Pemahaman Agama dan Moralitas Remaja Pada siswa-

siswa SMA Muhammadiyah 3”.

B. Pembatasan Dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Agar penelitian yang penulis susun tertata dengan baik dan berhubungan

dengan judul maupun temanya, maka perlu dijelaskan pembatasan masalahnya

sebagai berikutnya:

a. Pemahaman Agama yang penulis maksud dalam pembahasan ini adalah

dimensi pengetahuan yang mengacu pada pengetahuan agama, apa yang

tengah atau harus diketahui seseorang tentang ajaran agamanya

Pemahaman agama adalah kemampuan untuk menanggapi arti suatu

materi dari ajaran-ajaran agama yang biasanya berbentuk panduan

moral, norma, dan nilai-nilai, dan juga merupakan kemampuan

seseorang untuk dapat mempertahankan sesuatu yang dianggap benar.

4

b. Pengertian moralitas disini adalah suatu sikap yang melekat dalam jiwa

seseorang yang melahirkan perbuatan-perbuatan berdasarkan kemauan

dan pilihan, baik dan buruk, terpuji dan tercela.

c. Remaja disini adalah keadaan pada masa peralihan, yang ditempuh oleh

seseorang dari kanak-kanak menuju dewasa atau dapat dikatakan bahwa

masa remaja adalah perpanjangan masa kanak-kanak sebelum mencapai

dewasa. 4 Masa remaja ini meliputi (a) Remaja awal:12-15 tahun, (b)

Remaja madya: 16-18 tahun, (c) Remaja akhir: 19-22 tahun.

Jadi pemahaman agama sebagai bagian di keberagamaan individu

diharapkan dapat memberikan nilai-nilai positif pada moralitas seorang remaja,

dengan pemahaman tersebut diharapkan moralitas yang ada pada remaja

menciptakan perilaku yang didasari nilai-nilai agama yang biasanya relatif benar.

2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah, maka penulis

merumuskan beberapa masalah sebagai merikut:

a. Adakah hubungan antara pemahaman agama dan moralitas remaja?

b. Bagaimana pengaruh pemahaman agama terhadap moralitas

remaja?

C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian yang penulis harapkan antara lain:

4 Zakiyah Drajat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 2003) h. 82.

5

a. Mengetahui bagaimana pemahaman remaja / siswa-siswi tentang

agama.

b. Mengetahui bentuk-bentuk serta metode yang diberikan sekolah

sebagai sarana pemahaman agama dan moralitas yang dibutuhkan

remaja / siswa-siswi.

c. Mengetahui faktor-faktor yang mendukung dan menghambat

pengembangan pemahaman agama dan moralitas remaja / siswa-

siswi.

2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian yang penulis harapkan antara lain:

a. Bagi penulis; dapat menambah wawasan, pengalaman dan

pengetahuan tentang materi / kajian yang dibahas.

b. Bagi pembaca; dapat memberi informasi tentang masalah sosial yang

berhubungan dengan objek yang diteliti.

c. Bagi pihak siswa-siswi SMِِِِA, Muhammadiyah 3; dapat memberi

sumbangan pemikiran, yang selajutnya diharapkan dapat menjadi

masukan untuk lebih maju dan berkembang.

D. Metode Penelitian dan Teknik Penulisan

1. Metodologi Penelitian

Penelitian yang Penulis lakukan berupa penelitian kuantitatif dengan

didukung data kualitatif. Kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk

memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh objek penelitian misalnya

6

perilaku, persepsi, motifasi, tindakan.5 Dan kuantitatif adalah mengembangkan

pengertian tentang individu dan kejadian dengan memperhitungkan konteks yang

relevan. 6 Pada dasarnya penelitian ini merupakan suatu kajian deskripsi tentang

pola atau bentuk agama dan moralitas pada remaja dengan mengambil sampel

penelitian adalah SMA Muhammadiyah 3.

Studi deskripsi maksudnya adalah suatu penelitian yang diarahkan untuk

memperoleh data dengan menggambarkan apa adanya dari fenomena yang ada

untuk memperoleh data dengan menggambarkan interaksi yang terjadi pada siswa

siswa SMA Muhammadiyah 3, mengembangkan konsep yang ada dengan

menghimpun fakta dan data yang relevan serta memaparkannya secara mendalam

sehingga diperoleh gambaran yang menyeluruh mengenai pola keberagamaan dan

moralitas siswa-siswa SMA Muhammadiyah 3.

Dalam teknik penulisan skripsi ini penulis berpedoman pada buku

Pedoman Akademik Tahun 2006-2007 Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Fokus Penelitian Data

Dalam penelitian ini, fenomena sosial yang diteliti adalah fenomena

keberagamaan dan moralitas pada siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3, dan

bagaimana sebenarnya sikap mereka yang berkaitan dengan moral atau tingkah

laku serta agama. Selanjutnya penelitian ini hendak menggali data faktual dengan

mengambil beberapa informan untuk dijadikan sampel dalam penelitian yang

berkaitan dengan masalah yang hendak Penulis bahas.

5 Prof.Dr. Lexy J. Moleong, MA, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: RosdaKarya, 2005), h. 6

6 Prof.Dr. Lexy J. Moleong, MA, Metodologi Penelitian Kualitatif, h. 31.

7

3. Teknik Pengumpulan Data

Adapun metode atau teknik pengumpulan data yang penulis lakukan antara

lain adalah sebagai berikut:

a. Metode Semi Observasi Partisipant

Observasi Partisipant artinya penulis secara langsung mengamati fenomena

yang ada dalam SMA Muhammadiyah 3, dengan menganalisa keberagamaan dan

moralitas pada siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3 serta interaksi yang terjadi,

hal apa yang bisa menjadi landasan nilai dalam moralitas dan sikap mereka. Selain

melakukan pengamatan secara langsung, Penulis juga mencoba untuk terlibat

langsung dalam beberapa kegiatan yang dilakukan siswa-siswi SMA

Muhammadiyah 3. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar Penulis bisa berempati

dengan mereka, disamping itu penulis juga merupakan alumnus dari sekolah

tersebut. Beberapa kegiatan yang sempat penulis ikuti adalah:

1. Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) yang merupakan kegiatan rutin yang

dilakukan oleh siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3 setiap hari, terutama

pada jam Pendidikan Agama Islam dan Kemuhammadiyahan. Kegiatan ini

penulis ikuti sebanyak 3 kali karena pertimbangan jarak yang begitu jauh

dari tempat tinggal penulis.

2. Kegiatan rutin berkala yaitu Ekstra Kurikuler. Menurut informasi yang

penulis dapatkan tujuan dari diadakannya kegiatan tersebut adalah hal ini

dimaksudkan untuk mengetahui potensi, sekaligus mengembangkan bakat-

bakat yang ada pada siswa, baik dalam bidang olahraga maupun yang lain.

8

Kegiatan ini penulis ikuti sebanyak 3 kali karena pertimbangan jarak yang

begitu jauh dari tempat tinggal penulis.

3. Kegiatan Rohis (Rohani Islam), yang merupakan salah satu ujung tombak

dari penanaman nilai-nilai suci dari agama yang diharapkan mampu

terpatri hingga perkembangan sosialnya terarah secara pasti serta konsisten

dengan suara hatinya. Kegiatan ini penulis ikuti sebanyak 3 kali karena

pertimbangan jarak yang begitu jauh dari tempat tinggal penulis.

b. Metode Interview/wawancara

Metode ini digunakan untuk memperoleh data atau informasi dengan cara

menggali informasi dan data sebanyak mungkin dari responden, yaitu siswa-siswi

SMA Muhammadiyah 3. Wawancara atau interview ini dilakukan dengan

mengacu pada teknik pengumpulan data tak berstruktur (secara acak) dengan

menggunakan “interview guided” (wawancara terpimpin).

Dengan wawancara teknik tak berstruktur, penulis tidak menetapkan

format pertanyaan yang baku, akan tetapi tanya-jawab berlangsung secara bebas

dan terbuka, dengan senantiasa berusaha agar terjalin keakraban atau suasana

‘repport’. Namun demikian wawancara atau interview ini dilakukan dengan tetap

mendasarkan diri pada fokus permasalahan penelitian dan mengadakan

penelusuran atau ‘probe’ ke arah pokok permasalahan yakni tentang agama dan

moralitas remaja dengan penekanannya pada menganalisa keberagamaan dan

moralitas pada siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3. Pelaksanaan wawancara dan

pengurutan pertanyaan disesuaikan dengan keadaan informan dalam konteks

wawancara yang sebenarnya.

9

Mengingat data yang penulis ambil hanya berupa wawancara atau

interview tanpa disertai dengan penyebaran angket, maka dalam prakteknya

wawancara yang penulis lakukan ini bersifat indepht interview artinya wawancara

dilakukan secara mendalam dengan menggali sebanyak mungkin informasi dan

informan yang penulis jadikan responden dalam penelitian.

c. Metode Kepustakaan

Metode kepustakaan ini dilakukan untuk memperoleh data sekunder dari

berbagai literatur yang berkaitan dengan permasalahan dalam penulisan skripsi

ini. Baik itu berupa buku-buku, majalah-majalah, koran ataupun jurnal. Metode

kepustakaan digunakan untuk mendukung teori-teori yang relevan, yang

sebelumnya telah banyak dikemukakan oleh para penulis yang berkaitan dengan

permasalahan yang hendak penulis bahas, untuk kemudian teori-teori tersebut

penulis jadikan rujukan dalam penyusunan skripsi ini.

4. Teknik Kaliberasi Keabsahan Data

Untuk memastikan keabsahan data, maka kegiatan yang penulis lakukan

adalah:

a. Memelihara Catatan Lapangan

Dalam memelihara catatan lapangan dilakukan melalui display data, yaitu

peneliti menuliskan tanggal dan jam berapa serta hari apa peneliti terjun ke

lapangan dengan catatan lapangan yang diurutkan pelaksanaanya, sehingga

informan ataupun data yang didapat di lapangan tidak bertumpuk dan dapat

dianalisa. Dengan menggunakan alat bantu yang alakadarnya, penulis menuliskan

setiap fenomena yang di temukan selama penelitian.

10

b. Melakukan dialog atau sharing dengan informan dan key informan

Informan yang penulis maksud adalah beberapa siswa-siswi SMA

Muhammadiyah 3, sedangkan key informan yang penulis maksudkan adalah

beberapa dewan guru dan kepala sekolah.

5. Teknik Analisa Data

Dalam penelitian ini, penulis akan menganalisa data yag diperoleh melalui

tahap-tahap sebagai berikut:

a. Display data

Display data yaitu penulis menuliskan tanggal dan hari apa peneliti terjun

langsung kelapangan untuk mengamati fenomena yang ada. Hal tersebut

dilakukan supaya data dan informasi yang didapatkan dilapangan tidak tertumpuk

dan dapat dianalisa.

b. Reduksi data

Yang dimaksud dengan reduksi data ini adalah setelah mendapatkan

informasi dari key informan dan beberapa informan, peneliti merangkum dan

memilih hal-hal yang pokok dan penting terutama yang berkaitan dengan tema

yang sedang penulis kaji.

c. Klasifikasi data

Setelah melakukan reduksi data dengan merangkum serta mengambil

intisari dari data kemudian penulis memilah-milah data dan menggolongkannya

berdasarkan kualitas data sebagai baik sebagai sumber data primer atau sekunder,

serta menggolongkan data kepada bagian-bagian yang berkaitan dengan urutan

dan susunan penulisan skripsi.

11

d. Membuat kesimpulan

Setelah semua data dan informasi telah terkumpul dan telah tersusun

secara sistematis, kemudian langkah selanjutnya adalah data dan informasi yang

ada tersebut diolah dan akhirnya disimpulkan.

E. Sistematika Penulisan

Adapun pembahasan skripsi ini dibagi menjadi lima bab dan masing-

masing bab dibagi menjadi beberapa sub pokok bahsan dengan sistematika

penulisan sebagai berikut:

BAB I Pendahuluan. Bab ini penulis mengemukakan latar belakang masalah,

pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,

metode penelitian dan teknik penulisan dan sistematika penulisan.

BAB II Kerangka Teori. Bab ini berisi kerangka teori yang berkaitan dengan

masalah yang akan diteliti, yaitu tentang agama dan pemahaman

agama dan moralitas, serta remaja sebagai objek penelitian.

BAB III Gambaran umum sekolah SMA Muhammadiyah 3 Jakarta Selatan.

pada bab ini berisi tentang gambaran umum wilayah SMA

Muhammadiyah 3, yaitu meliputi kondisi geografi dan demografi,

Sejarah Berdirinya, visi dan misi, serta kurikulum dan sistematika

pengajaran di SMA Muhammadiyah 3, sampai kepada kondisi sosial

ekonomi dan keagamaan siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3.

BAB IV Pemahaman Agama dan Moralitas Remaja. Bab ini berisi tentang

pemahaman agama dan penerapannya dalam pergaulan, dan nilai-nilai

12

agama dalam moralitas remaja SMA Muhammadiyah 3 dan hubungan

antara pemahaman agama dan moralitas.

BAB V Penutup. Bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran.

13

BAB II

KERANGKA TEORI

A. Pemahaman Agama Dan Moralitas Remaja

Agama yang saya artikan di sini lebih kepada generalisasi dari banyaknya

definisi yang ada. Agama secara mendasar dan umum dapat didefinisikan sebagai

seperangkat aturan dan peraturan yang mengatur manusia dengan dunia gaib,

khususnya dengan Tuhannya, mengatur hubungan manusia dengan manusia

lainnya, dan manusia dengan lingkungannya.1

Begitu banyaknya pengertian atau definisi tentang agama, masing-masing

mengartikannya secara berbeda, dan menurut persepsi dan perspektif masing-

masing, ada yang mengartikan agama melalui sudut padang teologis adalah ilmu

tentang hubungan dunia ideal, dunia kekal dengan dunia fisik,2 sosial adalah

berkenaan dengan perilaku interpersonal, atau yang berkaitan dengan proses

sosial,3 ataupun filsafat adalah upaya menentukan batas-batas dan jangkauan

pengetahuan menyangkut sumber, hakekat, keabsahan, dan nilainya,4 dan berbagai

disiplin ilmu pengetahuan seakan berlomba mendefinisikan hal tersebut wajar

saja, sebab keberadaan kepercayaan dan agama telah sama tuanya dengan ilmu

pengetahuan itu sendiri, bahkan sama tuanya dengan kehidupan.

1 Parsudi Suparlan, “Pendekatan Kebudayaan Terhadap Agama,” dalam pelatihan

Wawasan Ilmu pengetahuan dan Pendidikan Dosen Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi Ditjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Depag, R.I.,26 November 1994, h. 1.

2 Save M. Daqun, Kamus Besar Ilmu Pengetahuan, Lembaga Pengkajian Kebudayaan Nusantara (LPKM) 1997, h. 113.

3 Dr. Soejono Soekanto, S.H., M.A.,Kamus Sosiologi edisi baru,(Jakarta: PT.RajaGrafindo,1993), h.408.

4 Save M. Daqun, Kamus Besar Ilmu Pengetahuan,h. 258.

14

Agama adalah suatu sistem simbol yang bertindak untuk menetapkan

perasaan-perasaan dan motivasi-motivasi secara kuat menyeluruh dan bertahan

lama pada diri manusia dengan cara memformulasikan konsepsi-konsepsi

mengenai hukum atau keteraturan yang berlaku umum berkenaan dengan

eksistensi manusia dan menyelimuti konsep-konsep ini dengan suatu aura tertentu

yang mencerminkan kenyataan sehingga perasaan-perasaan dan motivasi tersebut

nampaknya secara tersendiri atau unik.5

Definisi Gerrtz di atas sedikit banyak telah membuat generalisasi dari

banyaknya definisi yang ada, walaupun memang Gerrtz sebagai seorang

antropolog melihatnya melalui sudut pandang budaya tapi justru dengan

kebudayaan tersebut mampu memberikan definisi yang general dari berbagai

aspek kehidupan maupun ilmu pengetahuan, sebab ilmu pengetahuan juga bagian

dari kebudayaan sendiri.

Seorang sosiolog agama Elizabeth K. Nottingham berpendapat bahwa

agama bukan sesuatu yang dapat dipahami melalui definisi tentang agama yang

benar-benar memuaskan.6 Tetapi agama lebih merupakan suatu institusi (perilaku)

penting yang mengatur kehidupan manusia.

1. Arti Pemahaman Agama

Pemahaman adalah Psi pemecahan masalah secara tiba-tiba tanpa terlebih

dulu melewati upaya tial and erro (coba dan salah), merupakan kemampuan dari

seseorang yang memiliki intiusi yang sangat tajam (Understanding) proses

5 Geertz, dalam Parsudi Suparlan, “Pendekatan Kebudayaan Terhadap Agama,”h.3. 6 Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1991), h. 225.

15

menjadi tahu mengenai hubungan antara hal-hal.7 Sedangkan mengenai arti agama

telah banyak penulis definisikan pada poin sebelumnya. Pemahaman agama

adalah kemampuan untuk menanggapi arti suatu materi dari ajaran-ajaran agama

yang biasanya berbentuk panduan moral, norma, dan nilai-nilai, dan juga

merupakan kemampuan seseorang untuk dapat mempertahankan sesuatu yang

dianggap benar.

Dalam pembahasan mengenai pemahaman keagamaan, seseorang

sesungguhnya sangatlah dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu, sedangkan

faktor yang paling mendasar adalah jika dilihat dari sudut pandang latar belakang

pendidikan dan lingkungannya.8

Seseorang yang pada waktu kecil tidak pernah mendapatkan didikan

agama, maka pada masa dewasa nanti, ia tidak akan merasakan pentingnya agama

dalam kehidupannya. Pemahaman merupakan rangkaian proses berpikir dan

belajar. Dikatakan demikian dikarenakan untuk menunju ke arah pemahaman

perlu diikuti dengan belajar dan berpikir.

Pemahaman merupakan proses, perbuatan, dan cara memahami,

pengetahuan lahir sebagai akibat dari proses belajar dan berpikir.9 Dalam

prosesnya pembelajaran memiliki tiga keadaan; kognitif, dimana pemahaman

yang berhubungan dengan pengetahuam, penerapan, analisis, sintesis dan

evaluasi. Kemudian afektif, yaitu pendidikan yang menunjukan pada tujuan yang

7 Save M. Daqun, Kamus Besar Ilmu Pengetahuan,h. 803. 8 Zakiah Drajat, Ilmu Jiwa Agama (Jakarta: Bulan Bintang, 1996) Cet. 15, h.35. 9 W.J.S Poerdaminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,1990) h.

636.

16

sejalan dengan minat, sikap nilai, apresiasi dan penyesuaian. Yang terakhir adalah

psikomotor, dimana kemampuan menekankan ketrampilan motorik dan gerakan.10

Dapat dikatakan juga, bahwa pemahaman tingkatannya lebih tinggi dari

pengetahuan, hal tersebut terlihat dari ranah kognitif yang menunjukan tingkatan-

tingkatan kemampuan yang dicapai dari tingkatan yang rendah sampai ke tingkat

yang paling tinggi.

Pemahaman keagamaan yang mencakup didalamnya adalah pengetahuan

keagamaan yang menjadi salah satu sendi dari lima aspek pada dimensi

keberagamaan. Dimensi pengetahuan ini mengacu pada pengetahuan agama, apa

yang tengah atau harus diketahui seseorang tentang ajaran agamanya, dimana

pada dimensi ini penelitian dapat diarahkan untuk mengetahui seberapa jauh

untuk mengerti agama (religious literacy) pada pengikut agama atau tingkat

ketertarikan mereka untuk mengetahui atau mempelajari pengetahuan tentang

agama yang mereka anut.11 Kemudian Dimensi pengetahuan di atas merupakan

pemicu dari seseorang untuk menimbulkan pemahaman yang mendalam pada

ajaran agamanya, untuk kemudian menjadi awal dari dimensi-dimensi yang lain

termasuk dimensi pengalaman adalah kontinuitas pengalaman suatu ajaran agama,

dimensi ritual adalah tingkat kepatuhan seorang pemeluk agama dalam

mengerjakan kegiatan-kegiatan ritual sebagaimana diajarkan oleh agamanya dan

kemudian konsekuensi adalah dimana dengan sebuah pengetahuan keagamaan

diharapkan akan timbul pemahaman keagamaan yang berpengaruh pada

10 Suharsini dsan Arif K. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bina Aksara, 1981)

h.112. 11 Taufik Abdullah dan M. Rusli Karim (ed.), Metodologi Penelitian Agama,

(Yogyakarta: PT. Tiara Wacana, 1989) Cet. Ke 1, h. 93.

17

timbulnya sikap ketaatan pada sebuah ajaran agama baik pada ritual maupun

aspek keagamaan yang lain.

2. Remaja

Menurut kamus bahasa Indonesia modren, remaja ialah mulai dewasa,

sudah sampai umur untuk kawin.12 Umur untuk nikah laki-laki 19 tahun dan

perempuan 16 tahun. Masa remaja merupakan segmen perkembangan individu

yang sangat penting, diawali dengan matangnya organ-organ fisik seksual,

sehingga mampu bereproduksi.

Masa remaja ini meliputi (a) Remaja awal:12-15 tahun, (b) Remaja madya:

16-18 tahun, (c) Remaja akhir: 19-22 tahun. Menurut para ahli psikiologi bahwa

remaja merupakan masa perkembangan sikap tergantungan (dependence) terhadap

orang tua ke arah kemandirian (independence), minat-minat seksual, perenungan

diri, dan perhatian terhadap nilai-nilai estetika dan isu-isu moral.13 Namun

pengukuran kedewasaan dan remaja tidak absolut berdasarkan umur-umur

tertentu, ada beberapa perbedaan dari tingkat kedewasaan yang berbeda antara

satu orang dengan orang yang lain, bahkan pengaruh suatu bangsa atau ras sangat

membedakan perkembangan tersebut.

Dalam pembagian perkembangan manusia, maka masa remaja menduduki

tahap progresip. Dalam pembagian yang agak terurai masa remaja mencakup

masa juvenile (deliquency) adalah perkelahian yang melibatkan pelajar usia

remaja digolongkan sebagai salah satu bentuk kenakalan remaja, Pubertas (aqil

baliq) adalah masa ketika seorang anak mengalami perubahan fisik, psikis, dan

12 Muhammad Ali, Kamus Bahasa Indonesia Modern, (Jakarta: Pustaka Amani), h. 351 13 Samsu yusuf , Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Bandung: RosdaKarya,

2002), Cet. Ke-3, h. 184.

18

pematangan fungsi seksual dan nubilitas adalah masa usia cukup. 14 Sedangkan

menurut Zakiah Daradjat, remaja adalah suatu tingkat umur dimana anak-anak

tidak lagi anak, akan tetapi belum dapat dipandang dewasa. Jadi remaja adalah

umur yang menjembatani antara umur anak-anak dan umur dewasa. 15

Pada tahap ini sering juga disebut sebagai masa peralihan, sebab

banyaknya remaja yang mengungkapkan dalam fase ini mereka berusaha mencari-

cari identitas pribadi mereka dan berpindah dari identitas kanak-kanak mereka

menuju kedewasaan.

Menurut Amir Hamzah Nasution: “Masa Remaja adalah masa pubertas,

masa perubahan-perubahan fisik dan psikis, masa kegelisahan / resah, masa penuh

pertentangan lahir batin, masa cita-cita setinggi langit, masa romantis, herois,

radikal, masa mencapai kematangan seksual, pembentukan pribadi dan mencapai

pandangan dan tujuan duni dan akhirat. 16

Remaja adalah masa peralihan, yang ditempuh oleh seseorang dari kanak-

kanak menuju dewasa atau dapat dikatakan bahwa masa remaja adalah

perpanjangan masa kanak-kanak sebelum mencapai masa dewasa.17 Masa dewasa

juga jelas pertumbuhan jasmani telah sempurna, kecerdasan dan emosi telah

cukup berkembang. Segala organ dalam tubuh, telah dapat menjalankan fungsinya

dengan baik. Di samping itu, ia telah mampu mencari rezeki untuk kepentingan

dirinya, dia tidak bergantung lagi kepada orang tua atau orang lain. Dan dapat

14 Rama Yulis, Pengantar Psikologi agama, (Jakarta: Kalam Mulia, 2002), Cet. Ke-6, h.

52. 15 Zakiah Daradjat, Pembinaan Remaja, (Jakarta: Bulan Bintang, 1997) Cet. Ke-3, h. 78.

16 Amir Hamzah Nasution, Ilmu Jiwa Kanak-kanak, (Surabaya: NV Ganaco, 1970), Cet.

Ke-1, h. 73. 17 Zakiah Darajat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 2003), h. 82.

19

diberi tanggung jawab dan mampu memikul tanggung jawab tersebut, dapat

diterima oleh masyarakat dimana dia berada sebagai orang dewasa yang matang.

Pendapatnya patut di dengar, pertimbangannya perlu di indahkan dan diberi

kepercayaan untuk aktif dalam kegiatan-kegiatan masyarakat baik kegiatan sosial,

politik, ekonomi maupun agama.

Akan tetapi, lain halnya dengan masa remaja jika dilihat tubuh atau

fisiknya, dia telah seperti orang dewasa, jasmaninya telah jelas dalam bentuknya

baik laki-laki atau wanita. Organ-organnya telah dapat pula menjalankan

fungsinya. Dari segi lain, dia sebenarnya belum matang, segi emosi dan sosial

masih memerlukan waktu untuk berkembang menjadi dewasa. Dan kecerdasan

pun sedang mengalami perubahan. Mereka ingin berdiri sendiri, tidak tergantung

lagi kepada orang tua atau orang lainnya, akan tetapi mereka belum mampu

bertanggung jawab dalam soal ekonomi dan sosial.

Karena itu, masa remaja itu tidak sama panjangnya antara satu masyarakat

dengan masyarakat yang lain. Misalnya pada masyarakat desa yang masih

tertutup, dimana setiap anak sejak kecil telah dilatih untuk dapat bekerja seperti

orang tuanya.

Masa remaja adalah masa yang penuh kegoncangan jiwa, masa yang

berada dalam peralihan atau diatas jembatan goyang, yang menghubungkan masa

kanak yang penuh kebergantungn, dengan masa dewasa yang matang dan berdiri

sendiri. 18

18 Zakiah Darajat, Ilmu Jiwa Agama, h.82.

20

Kendatipun masa remaja itu tidak ada batas umur yang tegas, yang dapat

ditunjukkan, namun dapat kita kira-kirakan dan perhitungan sesuai dengan

masyarakat lingkungan remaja itu sendiri. Kendatipun besar atau kecil

kegoncangan yang dialami oleh remaja-remaja dari berbagai tingkat masyarakat,

namun dapat di pastikan bahwa kegoncangan remaja itu ada terjadi. Dalam

kondisi jiwa yang demikian, agama merupakan peranan penting dalam kehidupan

remaja. Memang, kadang-kadang kita melihat keyakinan remaja terombang

ambing, tidak tetap, bahkan kadang-kadang berubah-ubah, sama dengan

perubahan perasaan yang dilaluinya. Suatu hal yang tidak dapat disangkal adalah

bahwa remaja-remaja itu secara potensial telah berguna.

Mengenai batas usia pada umumnya tiap negara tidak sama dalam

menentukan usia remaja. Dalam rangka usaha pembinaan dan penanggulangan

kenakalan remaja, Indonesia menentukan batas usia remaja 13 tahun, adalah batas

usia bawah dan 17 tahun sebagai batas usia atas, baik laik-laki maupun perempuan

yang belum kawin. Dengan demikian kenakalan dilakukan remaja tetapi

kenakalan biasa. Sebaliknya, kenakalan yang dilakukan oleh orang di atas 17

tahun, termasuk pelanggaran atau kejahatan orang dewasa.

Penentuan batas usia tersebut di atas berdasarkan alasan, bahwa anak usia

antara 13 tahun 17 tahun, tidak lagi bisa dikategorikan kanak-kanak tetapi juga

belum dewasa. Sebaliknya karena ia bukan lagi kanak-kanak, maka tidak terbebas

sama sekali dari tanggung jawab. Pelanggaran dan kejahatan remaja, belum bisa

dikenakan sanksi hukuman seperti orang dewasa, tetapi tidak bebas sama sekali

seperti kanak-kanak. Seperti kejahatan dibawah umur, yaitu tindakan kejahatan

21

atau kriminalitas yang dilakukan oleh anak-anak di bawah usia 17 tahun (atau usia

dewasa), mereka dikenakan sangsi yang berbeda namun tidak dilepaskan begitu

saja, jika mereka dihukum atau dipenjara mereka juga ditempatkan di LP

(lembaga pemasyarakatan) tersendiri, dalam hal ini di Indonesia terdapat lembaga

pemasyarakatan Anak-anak yang berada di Tangerang. Tanggung jawab anak usia

remaja sebagian masih dibebankan kepada orang tua atau walinya, oleh karena itu

orang tua mempunyai kewajiban untuk selalu mengawasi dan membimbing anak-

anaknya. Tanggung jawab tersebut akan sepenuhnya diperoleh, bila usianya telah

berada di atas 17 tahun atau jika pada usia remaja sudah kawin.

3. Moralitas Remaja

Keberagamaan dapat diwujudkan dalam berbagai sisi kehidupan manusia,

ia tidak hanya terjadi ketika seseorang melakukan perilaku ritual atau ibadah,

tetapi juga dalam melakukan aktifitas lain yang di dorong oleh kekuatan nilai-

nilai. Bukan hanya berkaitan dengan aktifitas yang tampak tapi juga aktifitas yang

tidak tampak seperti dalam hati seseorang, bahkan pemunculan nilai-nilai tersebut

sering menjelma dalam tindakan-tindakan yang berujung pada pengukuran

moralitas.

Moralitas sering juga disebut sebagai ethos, yaitu sikap manusia yang

berkenaan dengan hukum moral yang didasarkan atas keputusan bebasnya. Ethos

juga sering diartikan untuk menunjukan karakter tertentu, dengan didasarkan pada

unggulnya satu nilai khusus, unggulnya sikap moral dari satu nilai khusus atau

sikap moral dari seluruh bangsa atau kelompok sosial. Sebuah tidakan yang baik

secara moral adalah tindakan yang baik menurut yang mengafirmasikan nilai etis

22

objektif dan yang mengafirmasikan hukum moral, dan buruk secara moral adalah

suatau yang bertentangan dengan nilai etis dan moral. 19

Kehidupan bermasyarakat sangatlah kompleks, dimana keberadaan

individu sebagai anggota masyarakat selalu dituntut untuk dapat berlaku sesuai

dengan tatanan dan kebiasaan yang berlaku, sebab masyarakat akan ada hanya

jika nilai-nilai yang mengatur dalam sebuah masyarakat dapat berjalan

semestinya. Dari hal itulah moralitas bermula. Sebab moralitas seseorang adalah

ukuran relatif yang di justifikasikan masyarakat pada individu dengan bagaimana

ataupun tingkat ketaatan seseorang dalam menjalani aturan-aturan dan berbagai

macam nilai yang berlaku pada sebuah masyarakat, dari situlah moralitas

seseorang dapat dilihat sesuai atau tidak tingkah laku perbuatan seseorang dengan

aturan-aturan yang berlaku dan lain sebagainya. Pengertian moral adalah

kesusilaan, akhlak yang melekat pada diri seseorang. Jadi pengertian moralitas

adalah Suatu sikap yang melekat dalam jiwa seseorang yang melahirkan

perbuatan-perbuatan berdasarkan kemauan dan pilihan, baik dan buruk, terpuji

dan tercela.20

Perkembangan moral menurut Piaget dibagi dalam fase-fase tertentu yang

kemudian susunannya disempurnakan oleh kolberg; pertama pra-moral; dimana

nilai-nilai moral terkandung dalam peristiwa-peristiwa luar, perbuatan jelek atau

kebaikan dan bukan pada ukuran moral itu sendiri. kedua periode penyesuaian diri

pada periode yang konvensional. Dalam fase ini nilai-nilai moral terkandung

dalam pelaksanaan peran yang baik atau buruk untuk mempertahankan ketertiban

19 Lorens Bagus, Kamus Filsafat, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2002) h. 673. 20 Zakiah Darajat, Ilmu Jiwa Agama, h.82.

23

yang konvensional. Ketiga periode moralitas yang berprinsip, yaitu nilai-nilai

moral terkandung dalam penyesuaian diri pada ukuran-ukuran moral, hak-hak dan

kewajiban yang sudah diterima oleh masyarakat. 21

Berdasarkan analisa di atas kita dapat melihat bahwa perkembangan moral

berlangsung dari sebuah tindakan yang bersifat materi dan digambarkan dengan

fenomena yang empirik sampai berkembang kepada sebuah gambaran moral yang

dilambangkan dengan sesuatu yang lebih abstrak dan lebih kepada sebuah

perilaku dan tindakan.

B. Fungsi Agama Bagi Remaja

Sejak tahun 1945 para psikologi sosial membicarakan tentang dua cara

yang berbeda dalam menjadi seseorang yang beragama atau ways of being

religious. Dalam cara yang pertama komitmen terhadap agama dipikirkan secara

seksama dan memperlakukan agama dengan sungguh-sungguh sebagai tujuan

akhir atau an end in itself. Sedangkan yang ke dua agama digunakan sebagai alat

untuk mencapai tujuan-tujuan yang berpusat pada diri sendiri.

Fungsi agama dalam perspektif sosiologi, tidak dapat dilepas dari

tantangan-tantangan yang dihadapi manusia, sebagaimana beberapa definisi

tentang agama yang telah penulis kemukakan, dan tantangan-tantangan manusia

dikembalikan dalam tiga hal: ketidakpastian, ketidakmampuan, dan kelangkaan.22

Dengan demikian agama mempunyai beberapa fungsi secara umum, yaitu ; Fungsi

21 Muhamad Said dan Junimar Affan, Psikologi dari Zaman ke-Zaman, berfokuskan

Psikologi pada Gogis, (Bandung: Jemmars, 1990) h.306. 22 Hendropuspito, Sosiologi Agama, (Yogyakarta: Yayasan Kanisius, 1983) Cet. Ke-1, h.

38

24

Edukatif, Fungsi Penyelamatan, Fungsi Pengawas Sosial (social control), Fungsi

Memupuk Persaudaraan (Social Solidarity), Fungsi Transformatif.

Agama diangggap dapat memberikan pengajaran yang otoritatif, bahkan

dalam hal-hal yang “sakral” tidak dapat salah, sebab agama mempunyai fungsi

edukatif.23 Banyak keluarga ataupun orang tua yang mempercayakan remaja

kepada instansi agama, dengan keyakinan bahwa mereka sebagai manusia di

bawah bimbingan agama akan berhasil mencapai kedewasaan pribadinya yang

penuh, melalui proses-proses hukum pertumbuhan yang penuh ancaman dari

situasi yang tak menentu dan mara bahaya.

Agama memberikan juga sangsi-sangsi yang harus dijatuhkan pada orang-

orang yang melanggarnya dan mengadakan pengawasan yang ketat atas

pelaksanaanya.24 Remaja sebagai individu dari masyarakat yang sering bergesekan

dengan pelanggaran norma, nilai dan aturan-aturan lainnya, disebabkan karena

kondisi psikologisnya yang belum stabil hingga menjadi salah satu objek dari

kontrol sosial yang sangat berpotensi. Dalam hal ini fungsi agama sebagai kontrol

sosial sangat dituntut. Agama merasa ikut bertanggung jawab atas adanya norma-

norma susila baik yang diberlakukan atas masyarakat manusia umumnya. Maka

agama menyeleksi kaidah-kaidah susila yang ada dan mengukuhkan yang baik

sebagai kaidah yang baik dan menolak kaidah yang buruk untuk ditinggalkan

sebagai larangan atau tabu.

Agama dalam hal ini berfungsi mengubah kesetiaan remaja, masyarakat

dan manusia adat kepada nilai-nilai yang kurang manusiawi dan membentuk

23 Hendropuspito, Sosiologi Agama, h. 38-39. 24 Hendropuspito, Sosiologi Agama, h. 45.

25

manusia yang ideal. Bersamaan dengan itu pula transformasi yang berarti pula

membina dan mengembangkan nilai-nilai sosial adat yang pada intinya baik dan

dimanfaatkan untuk kepentingan yang lebih luas.25

Remaja sebagai individu yang sedang membentuk pribadi sangat

memerlukan agama sebagai media transformatif tersebut, dimana diharapkan

dengan agama transformasi dari remaja menjadi dewasa akan terbentuk hingga

menjadi individu yang memenuhi dan sejalan dengan norma-norma dan nilai-nilai

agama serta sesuai dengan tatanan dalam masyarakat.

Fungsi agama sebagai sosialisasi individu ialah individu, pada saat dia

tumbuh menjadi dewasa, memerlukan suatu sistim nilai sebagai semacam

tuntunan umum untuk mengarahkan aktifitasnya dalam masyarakat, dan berfungsi

sebagai tujuan akhir pengembangan kepribadiannya.26 Orang tua dimana pun tidak

akan mengabaikan perkembangan moralisasi anak-anaknya, seperti pendidikan

agama mengajarkan bahwa hidup adalah untuk memperoleh keselamatan sebagai

tujuan utamanya. Oleh sebab itu, untuk mencapai tujuan itu harus selalu beribadah

dengan kontinyu dan teratur, membaca kitab suci dan berdoa setiap hari,

menghormati dan mencintai orang tua, bekerja keras, hidup secara sederhana,

menahan diri dari tingkah laku yang tidak jujur, tidak berbuat yang tidak pantas

dan mengacau, tidak minum-minuman keras, dan tidak berjudi, serta hal-hal yang

serupa. Maka perkembangan sosialnya terarah secara pasti serta konsisten dengan

suara hatinya.

25 Hendropuspito, Sosiologi Agama, h. 56.

26 M. Munandar Soelaeman, Ilmu Sosial Dasar, (Bandung: Eresco, 1993), h.222-223.

26

C. Perkembangan Rasa Agama pada Remaja

Pada masa remaja akhir 18-21 disebut juga adolesensi, masa remaja

menduduki tahap yang krisis jugencrise dalam perjalanan hidup seseorang.

Disebut masa krisis adalah karena pada masa ini muncul gejala-gejala yang

menunjukan adanya pembelokan dalam perkembanan, suatu kepekaan dan

labilitas yang meningkat. Seperti krisis di keluarga, sekolah, masyarakat dan krisis

keyakinan atau agama.

Sejalan dengan perkembangan jasmani dan rohaninya, maka agama pada

para remaja terhadap ajaran agama dan tindak keagamaan mereka banyak terkait

dengan faktor perkembangan tersebut.

Perkembangan agama pada para remaja ditandai oleh beberapa faktor

perkembangan rohani dan jamasninya. Perkembangan itu menurut W. Starbuck

adalah; 1. Pertumbuhan Pikiran Dan Mental, perkembangan Perasaan,

Pertimbangan sosial, perkembangan Moral, Sikap Dan Minat, Ibadah 2. Konflik

Dan Keraguan, Kepribadian, Kesalahan organisasi keagamaan dan pemuka

agama, Kebiasaan, Pendidikan.27 Tingkat keyakinan dan ketaatan beragama para

remaja, amat tergantung pada kemampuan mereka dalam menyelesaikan keraguan

dan konflik batin tersebut. Tapi di sisi lain kemampuan remaja dalam mengatasi

hal ini belum didukung dengan kematang kejiwaannya, karena itu mereka sangat

memerlukan bimbingan, pembinaan, tokoh dialog dan suasana yang kondusif bagi

berkembangnya rasa keagamaan mereka ke arah yang lebih baik. Sebaliknya

ketika hal ini tidak mereka dapatkan maka tidak yang mengatasinya dengan cara

27 W. Starbuck, dalam Jamaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada, 2001), h. 74.

27

bergabung pada peer group (teman sebaya) untuk berbagai rasa dan pengalaman.

Dan kalau peer group itu bukan kumpulan dari remaja yang baik-baik dan

memiliki tradisi keagamaan yang benar, maka dapat dipastikan keyakinan mereka

rusak, ritual akan longgar dan akhlaknya akan berantakan dan tidak baik.

28

BAB III

GAMBARAN UMUM SUBJEK PENELITIAN

A. Kondisi Geografis dan Demografi SMA Muhammadiyah 3

Muhammadiyah adalah salah satu organisasi Islam yang terbesar yang

mempunyai amal usaha dalam bidang pendidikan formal dan non formal dengan

jumlah sekolah terbesar dilingkungan sekolah swasta di tanah air Indonesia. SMA

Muhammadiyah 3 Jakarta yang terletak di Jalan Limau I, II, III Blok B Kelurahan

Kramat Tela, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, sekolah tersebut berada di daerah

perumahan Limau dan keberadaanya merupakan salah satu amal usaha dari

Muhammadiyah Cabang Kebayoran Baru.

Wilayah Jakarta Selatan selama ini dikenal sebagai “pinggirannya kota”

hal ini disebabkan wilayah Jakarta Selatan yang pada awalanya tidak terlalu padat

karena diharapkan dapat memberi ketenangan pada penghuninya dan akses yang

gampang menuju daerah-daerah sekitar Jakarta. Keadaan wilayah Jakarta Selatan

yang menjadi gambaran diatas tidaklah sama pada masa sekarang. Seiring

padatnya jumlah penduduk, bahkan volume kendaraan yang melonjak tajam

menjadikan Jakarta Selatan sebagai daerah rawan kemacetan dan kebisingan.

Keadaan lingkungan sekolah SMA Muhammadiyah 3 berada di daerah

perumahan yang letaknya jauh dari keramaian, sehingga relatif kondusif dalam

mendukung proses belajar mengajar yang berlangsung sehari-hari. Sebagaimana

diungkapkan oleh Knoers bahwa teori belajar mempunyai sifat yang berlainan.

Teori ini beranggapan bahwa sesudah tahun pertama, potensi untuk melakukan

tingkah laku yang lebih tinggi tidak tergantung daripada perubahan spontan pada

29

struktur diri organisme, melainkan tergantung pada apa yang kita pelajari dengan

teknik-teknik yang tepat.1

Dalam perjalanannya, sejak berdiri sampai saat ini, SMA Muhammadiyah

3 Jakarta tetap eksis dalam upaya membangun bangsa ini melalui pembinaan dan

pendidikan generasi muda. Bahkan tanpa mengenal lelah diusianya yang

tergolong cukup tua, SMA Muhammadiyah 3 Jakarta tetap selalu berbenah diri

untuk dapat memberikan pelayanan pendidikan terbaik yang dibutuhkan

masyarakat.

1. Sejarah Berdirinya SMA Muhammadiyah 3

SMA Muhammadiyah 3 Jakarta didirikan pada tanggal 11 Maret 1957

oleh para perintis Perguruan Muhammadiyah Cabang Kebayoran Baru Jakarta

Selatan. Pada awal berdirinya sarana dan prasarana penunjang pada SMA

Muhammadiyah 3 sangatlah terbatas, jumlah kelas dan guru sangat minim, pada

saat itu SMA Muhammadiyah 3 Jakarta mempunyai 2 jurusan, antara lain jurusan

B dan jurusan C. Mengingat terbatasnya ruang kelas maka kegiatan belajar

mengajar dilakukan dengan 2 shif. Untuk shif pagi dimulai pukul 07.00 s.d 12.00.

Sedangkan untuk shif sore dan siang dimulai pukul 13.00 s.d 17.00 WIB. Pada

saat itu yang menjadi Kepala Sekolah adalah Bapak Aziz, menjabat dari tahun

1957 s.d 1960.

SMA Muhammadiyah 3 Jakarta sejak berdiri hingga sekarang telah

mengalami sembilan periode pergantian kepala sekolah semenjak awal berdirinya

di tahun 1960 hingga sekarang.

1 Knoers, A.M.P., Leren en Ontwikkeling,(Assen: Van Gorcum, 1973), h. 56.

30

1. Tahun 1960-1961 : Bapak. H. Amirudin S.

2. Tahun 1961-1962 : Bapak. M. Yusuf Nazar dibantu Wakil jurusan C

dan Bapak. HS. Haiban sebagai wakil jurusan B.

3. Tahun 1962-1970 : Bapak. Drs. Yus Hasan

4. Tahun 1970-1976 : Bapak. Afisham Sani, SH

5. Tahun 1976-1999 : Bapak. Drs. Faisal Islami

6. Tahun 1999-2000 : Ibu. Dra. Hj. Suwangsih

7. Tahun 2000-2002 : Ibu. Dra. Atikah Pribadi

8. Tahun 2002-2006 : Bapak. Drs. Basri, M.P.d

9. Tahun 2006-sekarang : Bapak. Drs. Jaenal Lestahulu

Pada awal berdirinya status SMA Muhammadiyah 3 masih terdaftar,

prestasi dan namanya-pun masih belum dikenal orang banyak, dengan terus

berusaha menuju perbaikan, pada tahun 1962, maka sekolah tersebut mulai

mendapat subsidi dari pemerintah, keadaan itu berlangsung hingga tahun 1985.

Setelah tahun 1985 prestasi SMA Muhammadiyah 3 seakan terus

melonjak, hingga pada awal tahun 1985 statusnya menjadi disamakan. Setelah

mengalami banyak pembenahan-pembenahan, dan seiring waktu sarana dan

prasarananya-pun bertambah sehingga mendongkrak prestasi dari siswa-siswinya,

hingga pada 2005 SMA Muhammadiyah 3 dengan akreditasi “A” menjadi sekolah

yang berprestasi.

31

Berikut tabel yang menunjukan beberapa sarana yang ada di SMA

Muhammadiyah 3.

Tabel 1

Infrastruktur SMA Muhammadiyah 3

No Infrastruktur Jumlah

Kondisi Dan Keterangan

1 Masjid 1 Baik dan pelengkapan shalat lengkap

2 Perpustakaan 1 Baik dan buku-buku lengkap dan nyaman

3 Laboratorium Bahasa 2 Baik dan fasilitas lengkap

4 Laboratorium Komputer 1 Baik dan fasilitas lengkap plus internet

5 Laboratorium IPA 2 Baik fasilitas lengkap 6 Green House 1 Baik dan bersih

7 Ruang Audio Visual 1 Baik dan fasilitas lengkap

8 Lapangn Olah Raga 1 Kurang Baik karena terlalu kecil

9 Ruang UKS 1 Baik dan fasilitas lengkap

10 Kantin 1 Baik dan bersih

11 Ruang Internet 1 Baik dan fasilitas lengkap

12 Aula 1 Baik dan fasilitas lengkap

13 Ruang Bimbingan 1 Baik dan fasilitas lengkap

14 Ruang IRM 1 Baik dan fasilitas lengkap

Jumlah 16

2. Visi dan Misi SMA Muhammadiyah 3 Jakarta

Untuk dapat memenuhi tuntutan masyarakat akan hasil pendidikan yang

berkualitas serta sesuai dengan perkembangan zaman, terwujudnya manusia

32

muslim yang berakhlak mulia, cakap, percaya diri, berguna bagi masyarakat dan

negara, namun tidak keluar dari syariat Islam.

SMA Muhammadiyah 3 Jakarta dalam pelayanan pendidikan

mengutamakan pengembangan potensi peserta didik secara optimal dan seimbang

antara Iman, Ilmu dan Amal, cita-cita itulah yang selalu diperjuangkan oleh unsur-

unsur pengajar dan Muhammadiyah di SMA Muhammadiyah 3.2

Menjadi Sekolah Menengah Atas yang berkualitas, mandiri, kokoh dalam

aqidah, anggun dalam akhlak (moral) unggul dalam prestasi.

1. Menyelenggarakan pendidikan Menengah Atas sesuai dengan kebutuhan

masyarakat kini dan akan datang.

2. mengembangkan potensi peserta didik secara optimal dan seimbang antara

Iman, Ilmu dan Amal.

3. Meningkatkan kualitas: keislaman, keilmuan dan teknoligi, penguasaan,

kecakapan hidup dan keindonesiaan peserta didik.

B. Kurikulum dan Sistematika Pengajaran di SMA Muhammadiyah 3

Pendidikan yang ada di dunia ini, termasuk yang ada di Indonesia, adalah

pendidikan yang diawali dengan pengajaran-pengajaran ala-kadarnya dengan

duduk melingkar dibawah mengelilingi sang guru, dengan pengajaran ilmu-ilmu

etika, nilai-nilai dan moral. Begitu juga pendidikan di Indonesia yang selanjutnya

berkembang menjadi pendidikan di surau-surau hingga akhirnya terbentuklah

lembaga-lembaga pesantren dan kemudian sekolah moderen seperti yang ada saat

ini.

2 Wawancara Pribadi dengan Bapak Zaenal, Kepala Sekolah SMA Muhammadiyah 3.

tanggal 29 Maret 2007 di Kantor Kepala Sekolah.

33

Perkembangan dalam dunia pendidikan tidak lepas dari pencarian manusia

untuk dapat menemukan metode-metode pembelajaran agar transfer pengetahuan

dapat berjalan optimal, hingga kemudian ditemukan metode-metode yang

sistematis seperti di sekolah-sekolah moderen ini, seperti pengelasan, kurikulum,

dan pembagian ataupun klasifikasi yang lainnya.

Pelaksanaan pendidikan agama pada mulanya bersifat fakultatif,

maksudnya kurikuluim mengenai pendidikan agama terpisah dalam bagian

tersendiri dari kurikulum yang wajib diberikan di sekolah-sekolah, seperti yang

terjadi pada masa Orde Lama pendidikan agama hanya sebagai muatan-muatan

lokal dan bukan menjadi kurikulum wajib yang berlaku secara nasional hanya

sekolah-sekolah yang ingin memasukan pendidikan agama, tidak ada tuntutan dari

lembaga pendidikan negara yang resmi. Namun ketika Orde Baru berkuasa

dimulailah Pendidikan Agama sebagai materi wajib yang dimasukan dalam

kurikulum sampai ke perguruan tinggi.3

Pendidikan agama Islam berperan membentuk manusia Indonesia yang

percaya dan takwa kepada Allah S.W.T., menghayati dan mengamalkan ajaran

agamanya dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam kehidupan pribadi maupun

dalam kehidupan bermasyarakat, mempertinggi budi pekerti, memperkuat

kepribadian dan mempertebal semangat kebangsaan dan cinta tanah air.

Ruang lingkup bahan pengajaran Pendidikan Agama Islam yang terdapat

di SMA Muhammadiyah 3 secara garis besar mengikuti GPPP Pendidikan SMA

dari Dep. Dik. Bud. yaitu:

3 Sahilun A. Nasir, Peranan Pendidikan Agama Terhadap Pemecahan Problema Remaja,

(Jakarta: Kalam Mulia, 1999) h. 51.

34

1. Hubungan manusia dengan Allah S. W. T.

2. Hubungan manusia dengan dirinya sendiri

3. Hubungan manusia dengan sesama manusia.

4. Hubungan manusia dengan mahluk lainnya.4

Selain materi-materi Pendidikan Agama Islam yang sejalan dengan GPPP

Muhammadiyah sebagai Lembaga Pendidikan yang berbasis pada pengembangan

moral dan akhlak Islami juga menambahkan beberapa kurikulum keagamaan

seperti Bahasa Arab dan Kemuhammadiyahan, dimana dengan hal itu diharapkan

siswa-siswi mampu lebih mengetahui Ilmu-ilmu Keislaman yang lain dan dapat

mengambil pelajaran atau ‘ibrah dari Generasi-generasi Islam terdahulu.5

Materi Pendidikan Agama Islam di sekolah dikelompokan menjadi sub

bidang studi atau mata pelajaran yaitu tauhid, ibadah, akhlak, al Quran, syari’ah,

muamalah dan tarikh. Pengelompokan menjadi sub bidang atau mata pelajaran

tersebut hanya untuk memudahkan penjabaran materi namun tidak tampak

pemisahan di dalam GBPP.

Landasan SMA Muhammadiyah 3 adalah surat keputusan menteri

pendidikan dan kebudayaan No. 0461/U/1983, tangggal 22 Oktober 1983 tentang

perbaikan kurikulum pendidikan dasar dan menengah di lingkungan Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan dan surat Keputusan Menteri Pendidikan dan

Kebudayaan No. 0209/U/1984, tanggal 2 Mei 1984 dan penyempurnaan

4 Penjelasan Tentang Penyempurnaan Terhadap Kurikulum SMA, GPPP, Mata Pelajaran

Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Dep.Dik.Bud, 1986) h.4. 5 Wawancara dengan Bapak Zaenal , Kepala Sekolah SMU Muhammadiyah 3, tanggal

29 Maret 2007 di Kantor Kepala Sekolah.

35

Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No.0468/U/1984, tanggal 25

Oktober 1984 tentang perbaikan kurikulum 1984 SMA.6

Kegiatan belajar mengajar yang diterapkan di sekolah ini berlangsung

enam hari seminggu, dari jam 07.00 sampai dengan 14.15. Setiap harinya kegiatan

belajar mengajar diawali dengan pembacaan al Qur’an secara bersama-sama, hal

ini dimaksudkan untuk membentuk pribadi yang Islami, kenudian dilanjutkan

dengan mengajarkan materi-materi wajib sesuai kurikulum yang telah

dirumuskan. Pada sore hari jam 14.15 sampai dengan pukul 16.00 kegiatan ekstra

kurikuler dilaksanakan, hal ini dimaksudkan untuk mengetahui potensi, sekaligus

mengembangkan bakat-bakat yang ada pada siswa, baik dalam bidang olah raga

maupun yang lain.

6 Sahilun A. Nasir, Peranan Pendidikan Agama Terhadap Pemecahan Problema Remaja,

h.55.

36

Tabel 2

Struktur Kurikulum Kelas X-XI-XII

ALOKASI WAKTU

KELAS X KELAS XI (IPA)

KELAS XI (IPS)

KELAS XII (IPA)

KELAS XII (IPS)No MATA

PELAJARAN SMT

1 SMT

2 SMT

1 SMT

2 SMT

1 SMT

2 SMT

1 SMT

2 SMT

1 SMT

2

1 Pendidikan Agama (Al-Islam) 3 3 3 3 3 3 2 2 2 3

2 Kewarganegaraan 2 2 2 2 3 3 2 2 3 3

3 Bahasa dan Sastra Indonesia 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4

4 Bahasa Inggris 4 4 4 4 4 4 5 5 5 5

5 Matematika 4 4 6 6 4 4 7 7 5 4

6 Kesenian 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2

7 Pendidikan Jasmani 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2

8 Sejarah 2 2 2 2 1 2 2 2 4 4

9 Geografi 2 2 - - 4 4 - - 3 2

10 Ekonomi 3 3 - - 7 7 - - 7 7

11 Sosiologi 2 2 - - 3 3 - - 5 5

12 Fisika 4 4 6 6 - - 6 6 - -

13 Kimia 4 4 5 5 - - 6 6 - -

14 Biologi 4 4 5 5 - - 5 5 - -

15 Teknologi dan Informatika 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2

16 Bahasa Arab 2 2 2 2 2 2 2 2 2

17 Al-Quran 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2

18 Kemuhammadi-yahan 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

JUMLAH 49 49 48 48 45 46 48 48 49 47

37

Kurikulum yang kompeten menjadi tumpuan dari banyaknya harapan para

orang tua murid yang mengharap pendidikan yang berkualitas, dimana sekolah

diharapkan dapat memberikan peran bagi pertumbuhan intelektual dan moral atau

akhlak. Peran itulah yang menimbulkan harapan-harapan bagi kualitas yang

nantinya akan dimiliki anak didik, namun sekolah hanya salah satu faktor yang

membentuk individu, disamping peran dari unsur-unsur lain dalam masyarakat

yang mempengaruhi seorang individu. Memang status sekolah dan tingginya

biaya pendidikan yang dibayarkan membuat harapan yang lebih pada sekolah ini.

Peran atau sering juga disebut role, peran adalah seperangkat harapan-

harapan yang dikenakan pada individu tertentu yang mempunyai kedudukan sosial

tertentu. Menurut David Berry harapan merupakan hubungan dari norma-norma

Sosial, oleh karena itu dapat dikatakan; peran itu ditentukan oleh norma dalam

masyarakat, berarti seseorang diwajibkan untuk melakukan hal-hal yang

diharapkan oleh masyarakat di dalam pekerjaan dan tingkah laku.7 Berarti pula

SMA Muhammadiyah 3 diwajibkan untuk melakukan hal-hal yang diharapkan

oleh orang tua murid di dalam pekerjaan dan pengembangan akhlak. Dalam hal itu

SMA Muhammadiyah 3 tempat pilihan orang tua menyekolahkan anaknya untuk

memdapatkan ilmu agama yang tidak pernah diajarkan dirumahnya masing-

masing

7 N. Grass WS. Massa dan AW. MC . E achen, “Explorations Role analysis” dalam David Berry Pokok-pokok Pikiran Dalam Sosiologi, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1995), Cet. 3, h. 99-100.

38

C. Kondisi Ekonomi dan Keagamaan Siswa-siswi SMAMuhammadiyah 3

Karena banyaknya jumlah Siswa-siswi SMU Muhammadiyah 3, dan

keragaman yang ada pada mereka, maka peneliti menggunakan metode

pengambilan sampel purposif (purposial sampling) yaitu sampel dipilih dengan

sengaja berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu. Responden ditentukan

sebanyak 10, dari masing-masing kelas IPA dan IPS sedang 5 responden dari dari

kelas I, sedangkan dan kelas II dengan latar belakang ekonomi dan sosial yang

berbeda-beda. Usia subjek yang dipilih rata-rata 15-19 tahun, dengan

pertimbangan pada usia tersebut subjek adalah individu yang digolongkan sebagai

remaja dan belum mempunyai kematangan berfikir atau belum dewasa.

Tabel 3

Profil Siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3 Berdasarkan Jumlah

Jenis Kelamin

Nomor Jenis Kelamin Jumlah Prosentase

1. Laki-laki 276 55%

2. Perempuan 224 45%

Jumlah 500 100%

Jumlah siswa-siswi di SMU Muhammadiyah 3 mencapai kurang lebih

276 siswa dan 224 siswi 8, dengan kualitas pengetahuan keagamaan yang

berbeda-beda. hal ini turut dipengaruhi oleh basis pengetahuan agama yang

mereka bawa dari keluarga, sebagaimana yang penulis temukan di lapangan;

8 Data Siswa-Siswi SMU Muhammadiyah 3 tahun 2007.

39

bahwa karakter dari masing-masing keluarga yang dipengaruhi oleh status sosial,

ekonomi dan budaya yang berbeda-beda pula. Sebagian dari responden yang

penulis temui menyatakan mereka tidak banyak mendapat didikan agama dari

orang tua mereka, hal ini disebabkan keberadaan para orang tua yang tidak

mempunyai waktu untuk melakukan hal itu, status sosial ekonomi keluarga dari

responden yang penulis temukan memang tergolong sebagai keluarga yang

menempati kelas atas, rata-rata orang tua responden yang penulis temui

merupakan pejabat, pengusaha atau kalangan pegawai yang memiliki jabatan

cukup menguntungkan, tetapi justru karena posisi tersebut sebagian besar orang

tua atau wali dari siswa-siswi di SMA Muhammadiyah 3 tidak dapat

mencurahkan waktunya untuk mendidik mereka secara langsung. Kemudian

pergaulan kota metropolis seperti Jakarta ini yang memberi andil besar pada

menipisnya keberagamaan mereka, dimana pada kondisi kota metropolis seperti

Jakarta yang moderen sekaligus menjadi sebuah kota industri dengan masyarakat

urbannya yang demikian komplek sehingga teori modernisasi teraktualkan dimana

ketika terjadi modernisasi agama tidak lagi melembaga dan hanya sebatas pada

kehidupan individu belaka.9 Disamping itu sekolah asal mereka dengan basis

pendidikan agama yang relatif sedikit dan hanya ditujukan untuk memenuhi

kurikulum belaka. Walaupun ada sebagian dari mereka yang berasal dari SMP

Muhammadiyah 9 yang masih berada dalam satu lingkungan dalam komplek

sekolah tersebut.

9 Robert W. Hefner, Islam Pasar Keadilan, Penerjemah Amirudin dan Asyhabudin,

(Yogyakarta: LkiS, 2000), h.11.

40

Untuk dapat masuk ke SMU Muhammadiyah 3 para orang tua murid harus

mengeluarkan biaya yang relatif mahal, wajar saja jika hanya siswa-siswi dari

kalangan berada saja yang mampu bersekolah di tempat itu, hal itu juga sejalan

dengan pengamatan penulis yang melakukan observasi pada jam pulang sekolah,

dimana sebagian besar dari siswa dijemput dengan mobil pribadi. SMA

Muhammadiyah 3 juga mengambil siswa-siswi berpretasi dari panti asuhan yang

masih berada di bawah naungan yayasan Muhammadiyah.10 namun keberadaan

siswa-siswi yang berasal dari panti asuhan bukan gambaran dari generalisasi

keadaan ekonomi keseluruhan siswa, sebab jumlah siswa yang berasal dari panti

asuhan amat sedilit dan bisa dikatakan bukan jumlah dominan, bahkan jumlahnya

tidak mencapai puluhan.

Penulis tidak menemukan data kuantitatif mengenai perbandingan dan

jumlah anak yatim yang berada di SMA Muhammadiyah 3, baik data mengenai

ekonomi maupun data yang lain.

10 Wawancara dengan Bapak Kusmayadi, Guru Olahraga SMA Muhammadiyah 3, tanggal 29 Maret 2007 di lapangan olahraga.

41

BAB IV

PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

Analisis data yang disajikan dalam penelitian ini yaitu mengenai pengaruh

pemahaman agama terhadap moralitas siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3.

Sebelum mengetahi pengaruh pemahaman agama terhadap moralitas siswa-siswi

SMA Muhammadiyah 3. maka dilakukan dahulu pengukuran tingkat religiusitas

siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3 dan tingkat perilaku yang berkaitan dengan

moral, setelah itu dicari hubungan pengaruhnya.

Untuk mengukur tingkat pemahaman siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3

dapat dilihat dari lima dimensi keberagamaan, yaitu: dimensi ideologik, dimensi

ritualistic, deminsi experiensial, deminsi intelektual, dan demensi konsekuensial,

dengan melihat kelima dimensi tersebut akan didapatkan penilaian pada siswa-

siswi SMA Muhammadiyah 3 apakah masih tinggi atau tidak pemahaman mereka,

sebab melalui keberagamaan itu sendiri lebih bersifat personal, yaitu melihat

aspek-aspek yang berada di dalam hati nurani, lebih mengarah pada nilai-nilai

keagamaan yang diyakini oleh individu, kemudian diaktualisasikan dalam

kehidupan sehari-hari. Sedangkan untuk mengukur moralitas siswa-siswi SMA

Muhammadiyah 3 bisa dilihat dalam bentuk simpati, berderma, menolog,

kerjasama dan altruisme.

42

A. Tingkat Pemahaman Agama Siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3

1. Pemahaman Terhadap Dimensi Keyakinan

Dimensi keyakinan ialah menunjukkan tingkat kepercayaan atau

keyakinan pemeluk suatu agama terhadap ajaran-ajaran agamanya, terutama

ajaran agama yang bersifat fundamental dan dogmatik khususnya untuk siswa-

siswi SMA Muhammadiyah 3. Bagi pemeluk agama Islam, dimensi keyakinan ini

tidak hanya menyangkut kepercayaan, tetapi lebih merupakan tingkat keyakinan

atau keimanan yang bersifat dinamis, yang meliputi keyakinan terhadap rukun

iman, dan ajaran agama yang berkenaan dengan pandangan hidup muslim.

Dilihat dari dimensi keyakinan, Pemahaman siswa-siswi SMA

Muhammadiyah 3 terhadap dimensi keyakinan berdasarkan hasil penelitian yang

penulis lakukakn, menunjukkan tingkat yang tinggi. Itu bisa dilihat pada tabel-

tabel yang penulis cantumkan di bawah. Penulis mengambil kesimpulan bahwa

Pemahaman siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3 terhadap dimensi keyakinan

menunjukan frekuensi yang tinggi dikarenakan banyaknya pengamalan beragama

yang mereka terima dari kecil hingga dewasa.

Dibawah ini akan disajikan tabel-tabel yang menyangkut tingkat Pemahaman

siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3 dilihat dari dimensi keyakinan.

43

Tabel 4

Keyakinan Siswa-Siswi SMA Muhammadiyah 3 Mengenai Keberadaan

Allah, Meskipun Tidak Tampak Dalam Wujud Fisik Yang Nyata

Nomor Jawaban Frekuensi Prosentase

1. Sangat Yakin 44 88%

2. Yakin 6 12%

3. Kurang Yakin - -

4. Tidak Yakin - -

Jumlah 50 100%

Sumber Data: Angket Penelitian 2007

Dari tabel diatas dapat kita ketahui bahwa siswa-siswi SMA

Muhammadiyah 3 sangat meyakini keberadaan Allah, meskipun tidak tampak

dalam wujud fisik yang nyata. Menurut mereka Allah itu Esa, tidak ada Tuhan

yang menciptakan, mengatur dan melaksanakan segala sesuatu, melainkan Dia.

Tabel 5

Keyakinan siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3 AdanyaMalaikat dan Rasul

Nomor Jawaban Frekuensi Prosentase

1. Sangat Yakin 27 54%

2. Yakin 23 46%

44

3. Kurang Yakin - -

4. Tidak Yakin - -

Jumlah 50 100%

Sumber Data: Angket Penelitian 2007

Selain meyakini keberadaan Allah, responden juga meyakini adanya

malaikat dan rasul. Umumnya para responden sangat mengenal nama-nama

malaikat seperti malaikat Jibril, Mikail, Israfil, Izrail, Rakib, Atid, Munkar, Nakir,

Ridwan, dan Malik, berikut tugas-tugas mereka. Sedangkan mengenai rasul

menurut mereka rasul sama seperti manusia dalam wujud fisik, namun Allah

memberikan sifat kesucian kepada mereka sehingga mereka bisa menerima wahyu

Allah dengan perantara malaikat.

Tabel 6

Keyakinan Siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3 TerhadapKitab-kitab Allah

Nomor Jawaban Frekuensi Prosentase

1. Sangat Yakin 28 56%

2. Yakin 22 44%

3. Kurang Yakin - -

4. Tidak Yakin - -

Jumlah 50 100%

Sumber Data: Angket Penelitian 2007

45

Dari tabel diatas dapat kita ketahui bahwa keyakinan responden kepada

Ktab-kitab Allah sangat tinggi. Menurut mereka kitab-kitab Allah, khususnya kita

Al-Quran di dalamnya berisikan ketentuan-ketentuan Allah tentang akidah dan

ibadah, juga prinsip-prinsip hukum mengenai halal dan haram.

Tabel 7

Keyakinan siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3 Terhadap Hari Kiamat

Nomor Jawaban Frekuensi Prosentase

1. Sangat Yakin 27 54%

2. Yakin 23 46%

3. Kurang Yakin - -

4. Tidak Yakin - -

Jumlah 50 100%

Sumber Data: Angket Penelitian 2007

Keyakinan siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3 terhadap hari kiamat dapat

dikatakan tinggi. Mereka yakin suatu saat nanti datang hari kiamat, yaitu dimana

pada pada ahari itu adalah masa berakhir kehidupan manusia. Dan juga

merupakan tujuan akhir penciptaan manusia.

46

Tabel 8

Keyakinan Siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3 Terhadap

Qada’ dan Qadar

Nomor Jawaban Frekuensi Prosentase

1. Sangat Yakin 28 56%

2. Yakin 22 44%

3. Kurang Yakin - -

4. Tidak Yakin - -

Jumlah 50 100%

Sumber Data: Angket Penelitian 2007

Keyakinan siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3 terhadap Qada’ dan Qadar

menunjukkan angka yang tinggi. Mereka berpendapat bahwa segala sesuatunya

ditentukan oleh Allah, meskipun ada hal-hal yang menjadi kewenangan manusia.

Artinya sesuatu yang akan terjadi tergantung dari usaha manusia itu sendiri.

2. Pemahaman terhadap Dimensi Ritualistik

Dimensi ritualistic dapat dilihat pada tingkat kepatuhan seorang pemeluk

agama dalam mengerjakan kegiatan-kegiatan ritual sebagaimana diajarkan oleh

agamanya. Bagi pemeluk agama Islam, dimensi ritualistic ini menyangkut ibadah

dalam arti sempit yang berarti hubungan ritual langsung antara hamba dengan

tuhanyanya.

47

Dibawah ini akan disajikan tabel-tabel yang menyangkut tingkat

Pemahaman siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3 dilihat dari dimensi Ritualistik.

Tabel 9

Keyakinan siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3 Dalam

Melaksanakan Shalat Lima Waktu Berjama’ah

Nomor Jawaban Frekuensi Prosentase

1. Sangat Sering 4 8%

2. Sering 23 46%

3. Kadang-kadang 23 46%

4. Tidak Pernah - -

Jumlah 50 100%

Sumber Data: Angket Penelitian 2007

Sebagian besar responden menjawab sering dalam mengerjakan shalat

berjama’ah. Para responden juga mengakui frekuensi mereka dalam mengerjakan

shalat lima waktu berjama’ah lebih tinggi pada saat mereka masih berada dalam

SMA Muhammadiyah 3. Selain karena kesadaran dari dalam hati, terlebih juga

karena peraturan yang mewajibkan mereka shalat lima waktu berjama’ah di

masjid, sehingga kemungkinannya sangat kecil untuk tidak shalat lima waktu

berjama’ah.

48

Tabel 10

Frekuensi siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3 Dalam Mengerjakan Puasa

Sunnah

Nomor Jawaban Frekuensi Prosentase

1. Sangat Sering - -

2. Sering 4 8%

3. Kadang-kadang 19 38%

4. Tidak Pernah 27 54%

Jumlah 50 100%

Sumber Data: Angket Penelitian 2007

Umunnya frekuensi responden dalam mengerjakan puasa sunnah cukup

tinggi, walaupun sebagain kecil ada yang menjawab kadang-kadang. Alasan

sebagian responden menjawab sering melaksanakan puasa sunnah karena telah

terbiasa melakukannya saat masih di dalam SMA Muhammadiyah 3

Tabel 11

Frekuensi siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3 dalam Membaca Kitab Suci

Al-Quran

Nomor Jawaban Frekuensi Prosentase

1. Sangat Sering 3 6%

49

2. Sering 23 43%

3. Kadang-kadang 24 43%

4. Tidak Pernah - -

Jumlah 50 100%

Sumber Data: Angket Penelitian 2007

Frekuensi responden dalam membaca Al-quran cukup tinggi, walaupun

masih ada yang menjawab kadang-kadang saja membaca Al-Quran. Bagi mereka

yang menjawab kadang-kadang biasanya mereka hanya membaca Al-Quran pada

kegiatan rutin di sekolah saja. Aktifitas siswa yang kadang-kadang saja atau hanya

membaca Qur’an di sekolah dikarenakan suasana rumah yang memang tidak

mengkondisikan hal itu berjalan, bisa disebabkan kurangnya dukungan orang tua

atau bahkan penekanan mereka yang memang hanya pada kegiatan yang berkaitan

dengan pembelajaran formal di sekolah.

Tabel 12

Frekuensi Siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3 Dalam memberikan Zakat,

Infak, dan Sodakoh Kepada Yang Membutuhkan

Nomor Jawaban Frekuensi Prosentase

1. Sangat Sering 6 12%

2. Sering 32 64%

3. Kadang-kadang 12 24%

50

4. Tidak Pernah - -

Jumlah 50 100%

Sumber Data: Angket Penelitian 2007

Frekuensi responden dalam memberikan zakat, infak, dan sodakaoh cukup

tinggi. Selain memberikan zakat setahun sekali mereka juga sering memberikan

infak ataupun sodakoh kepada yang membutuhkan.

Tabel 13

Intensitas Siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3 Dalam Berdoa Setelah Shalat

Nomor Jawaban Frekuensi Prosentase

1. Sangat Sering 3 6%

2. Sering 22 54%

3. Kadang-kadang 7 14%

4. Tidak Pernah 18 24%

Jumlah 50 100%

Sumber Data: Angket Penelitian 2007

Frekuensi responden dalam berdoa setelah shalat cukup tinggi. Umumnya

para responden setelah shalat berdoa, walaupun tidak terlalu panjang. Bagi

responden yang menjawab kadang-kadang, alasan mereka adalah saat dalam

keadaan terburu-buru biasanya mereka melewatkan berdoa.

51

3. Pemahaman terhadap Dimensi Experiensial

Dimensi Experiensial yaitu, dimana menunjukkan tingkat seseorang

merasakan dan mengalami perasaan-perasaan dan pengalaman-pengalaman

religius. Bagi pemeluk agama Islam, dimensi ini meliputi persaan dekat dengan

Allah, dan kesadaran akan kehadiran yang maha kuasa.

Dibawah ini akan disajikan tabel-tabel yang menyangkut tingkat

Pemahaman siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3 dilihat dari dimensi

experiensial.

Tabel 14

Pandangan siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3 Bahwa Setelah Melakukan

Shalat Hati Menjadi Damai

Nomor Jawaban Frekuensi Prosentase

1. Sangat Setuju 17 34%

2. Setuju 28 56%

3. Kurang Setuju 5 10%

4. Tidak Setuju - -

Jumlah 50 100%

Sumber Data: Angket Penelitian 2007

Sebagian besar responden mengakui bahwa setelah melakukan shalat, hati

menjadi damai, itu dikarenakan sebagian dari mereka berpendapat bahwa shalat

adalah sebuah kewajiban, dan ketika kewajiban tersebut terpenuhi maka hati akan

52

menjadi damai. Dari tabel di atas juga diketahui ada sebagaian kecil yang

menjawab kurang setuju, itu dikarenakan umumnya mereka menganggap shalat

hanya sebuah perintah, sehingga setelah mengerjakannya mereka tidak merasakan

apa-apa.

Tabel 15

Intensitas Siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3 Dalam Berpuasa

Nomor Jawaban Frekuensi Prosentase

1. Sangat Setuju 7 14%

2. Setuju 32 64%

3. Kurang Setuju 11 22%

4. Tidak Setuju - -

Jumlah 50 100%

Sumber Data: Angket Penelitian 2007

Dari tabel di atas dapat diasumsikan bahwa semua responden mengakui

tetap bersemangat dalam beraktivitas saat mengerjakan puasa. Itu dikarenakan,

walaupun mereka tidak makan ataupun minum, mereka merasa Allah tetap

memberikan energi pada tubuh manusia sehingga tidak berpengaruh terhadap

aktivitas mereka. Sedangkan bagi responden yang menjawab kurang setuju,

alasanya adalah karena pada saat puasa kondisi fisik mereka menurun, sehingga

berpengaruh dalam beraktivitas.

53

Tabel 16

Pandangan Siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3 Dengan Mendengar Ayat-

ayat Suci Al-Quran Akan Menambah Kesadaran Akan Kebesaran Allah

Nomor Jawaban Frekuensi Prosentase

1. Sangat Setuju 12 24%

2. Setuju 33 66%

3. Kurang Setuju 5 10%

4. Tidak Setuju - -

Jumlah 50 100%

Sumber Data: Angket Penelitian 2007

Kebanyakan responden betrpandangan bahwa dengan mendengarkan ayat-

ayat suci Al-Quran membuat mereka semakin sadar akan kebesaran Allah.

Mereka akui saat mendengar lantunan ayat suci Al-quran hati menjadi bergetar,

hal tersebub menurut mereka dikarenakan bahasanya yang indah sehimngga tidfak

ada yang mampu membuat seperti itu.

54

Tabel 17

Pandangan Siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3 Berdoa Kepada Allah

Memberikan Keyakinan Akan Pertolongan Allah

Nomor Jawaban Frekuensi Prosentase

1. Sangat Setuju 15 30%

2. Setuju 32 64%

3. Kurang Setuju 6 6%

4. Tidak Setuju - -

Jumlah 50 100%

Sumber Data: Angket Penelitian 2007

Berdasarkan tabel diatas semua responden menyatakan sangat setuju atau

setuju bahwa dengan berdoa kepada Allah, memberikan keyakinan akan

pertolongan Allah-lah mereka meminta kepada Allah.

Tabel 18

Pandangan Siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3 Bahwa Ketika Mendapat

Cobaan Maka Menerimanya Dengan Ikhlas dan Berserah Diri Pada Allah

Nomor Jawaban Frekuensi Prosentase

1. Sangat Setuju 30 60%

2. Setuju 18 38%

55

3. Kurang Setuju 2 4%

4. Tidak Setuju - -

Jumlah 50 100%

Sumber Data: Angket Penelitian 2007

Hampir semua responden menyatakan bahwa pada saat mendapat cobaan

maka menerimanya dengan ihklas dan beserah diri pada Allah. Perasaan ini

adalah akibat tingginya keyakinan mereka pada Allah, dan pandangan mereka

bahwa Allah tidak akan memberikan cobaan kepada hambaNya di luar

kemampuan hamba itu sendiri. Sedangkan dua responden yang menjawab kurang

setuju, mengatakan bahwa pada saat Allah memberiakan cobaan itu dikarenakan

Allah sedang marah kepadanya.

Berdasarkan tabel-tabel di atas penulius mengambil kesimpulan bahwa

pemahaman Siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3 pada dimensi experiensial

cukup tinggi.

4. Pemahaman terhadap Dimensi Intelektual

Dimensi intelektual yang maksud di sini adalah tingkat pengetahuan dan

pemahaman seseorang terhadap ajaran-ajaran agamanya sebagimana yang termuat

di dalam kitab suci. Bagi pemeluk agama Islam, pengetahuan yang paling

elementer adalah tentang rukun iman dan rukun islam serta bberapa kaidah dalam

hidup bermasyarakat seperti mengenai perkawinan, jual beli, pembagian waris,

dan sebagainya.

56

Dibawah ini akan disajikan tabel-tabel yang menyangkut tingkat

Pemahaman siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3 dilihat dari dimensi intelektual.

Tabel 19

Pemahaman SMA Muhammadiyah 3 Mengenai Kandungan Dari Dua

Kalimat Syahadat

Nomor Jawaban Frekuensi Prosentase

1. Memahami 6 12%

2. Memahami 33 66%

3. Kurang Memahami 11 22%

4. Tidak Memahami - -

Jumlah 50 100%

Sumber Data: Angket Penelitian 2007

Sebagian besar responden menjawab memahami kandungan dari dua

kalimat syahadat, yaitu kaliamat laa ilaaha illa Allah yang merangkaikan dengan

Muhammad Rasul Allah. La ilaaha illa Allah menurut mereka adalah sebuah

kesaksian bahwa mereka mengakui dengan penuh kesadaran bahwa allah itu esa.

Tiada tuhan selain Allah. Di samping itu kaliamat Muhammad Rasul Allah

menurut mereka berarti mengakui bahwa Muhammad adalah utusan Allah yang

menerima wahyu dari Allah melalui malaikait Jibril berupa kitab suci Al-Quran.

57

Tabel 20

Pemahaman siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3 Mengenai hakekat Puasa

Nomor Jawaban Frekuensi Prosentase

1. Sangat Memahami 6 12%

2. Memahami 24 48%

3. Kurang Memahami 20 40%

4. Tidak Memahami - -

Jumlah 50 100%

Sumber Data: Angket Penelitian 2007

Pemahaman responden terhadap hakekat puasa cukup tinggi. Itu

dibuktikan hampir 50% responden menjawab memahami. Rata-rata para

responden menjawab bahwa hakekat puasa bukan pada menahan diri dari makan

dan minum saja tetapi juga membersihkan diri dari hal-hal yang tidak baik

sehingga menjadi yang suci baik jasmani maupun rohani.

Tabel 21

Pengetahuan Siswa siswi SMA Muhammadiyah 3 Mengenai Orang-orang

Yang Berhak Menerima Zakat

Nomor Jawaban Frekuensi Prosentase

1. Sangat Memahami 6 12%

58

2. Memahami 10 20%

3. Kurang Memahami 34 68%

4. Tidak Memahami - -

Jumlah 50 100%

Sumber Data: Angket Penelitian 2007

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa rata-rata responden menjawab

mengetahui siapa-siapa saja yang berhak menerima zakat. Sedangkan sisanya

yang menjawab kurang mengetahui dengan alasan lupa.

Tabel 22

Pemahaman Siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3 Mengenai Haji

Nomor Jawaban Frekuensi Prosentase

1. Sangat Memahami 4 8%

2. Memahami 30 60%

3. Kurang Memahami 16 32%

4. Tidak Memahami - -

Jumlah 50 100%

Sumber Data: Angket Penelitian 2007

59

Berdasarkan tabel diatas diketahui sebagin besar responden mengaku

memahami rukun-rukun haji. Sedangkan sebagian kecil dari responden ada yang

menyatakan kurang memahami rukun-rukun haji, meskipun mengetahui mengenai

rukun-rukun haji tetapi hanya sebatas yang mereka peroleh dari pelajaran

manasik.

Tabel 23

Pemahaman Siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3 Mengenai Tata cara Shalat

Yang Baik

Nomor Jawaban Frekuensi Prosentase

1. Sangat Memahami 6 12%

2. Memahami 36 72%

3. Kurang Memahami 8 16%

4. Tidak Memahami - -

Jumlah 50 100%

Sumber Data: Angket Penelitian 2007

Dari tabel diatas dapat diketahui bahawa sebagian besar responden

memahami tata cara shalat yang baik, hanya 8 responden yang menyatakan

kurang memahami tata cara shalat yang baik.

Dari tabel-tabel di atas penulis mengambil kesimpulan bahwa tingkat

religiusitas siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3 pada demensi intelektual cukup

tinggi.

60

5. Pemahaman terhadap Dimensi Konsekuensial

Dimensi konsekuensial yang dimaksud disini adalah sejauh mana

seseorang dalam berperilaku didorong atau dilatar belakangi oleh ajaran agama

yang dipeluknya. Bagi seorang muslim, dimensi ini identik dengan “amal sholeh”

yang artinya perbuatan kebaikan sebagai perwujudan dari keimanan dan ibadah

dalam bentuk yang nyata atau manifestasi ajaran agama dalam kehidupan

bermasyarakat.

Dibawah ini akan disajikan tabel-tabel yang menyangkut tingkat religiusitas

siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3 dilihat dari demensi konsekuensial.

Tabel 24

Intensitas Siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3 Bahwa Apabila Bertemu

Sesama Muslim Maka Mengucapkan Salam

Nomor Jawaban Frekuensi Prosentase

1. Sangat Sering 9 18%

2. Sering 31 62%

3. Kadang-ladang 10 20%

4. Tidak Pernah - -

Jumlah 50 100%

Sumber Data: Angket Penelitian 2007

61

Dari tabel di atas diketahui intensitas responden dalam mengucapakan

salam apabila bertemu sesam muslim cukup sering. Dan sebagian kecilnya

menjawab kadang-kadang saja mengucapkan salam apabila bertemu sesama

muslim.

Tabel 25

Intensitas Siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3 Berusaha Sendiri Dalam

Mengerjakan Ujian

Nomor Jawaban Frekuensi Prosentase

1. Sangat Sering 4 8%

2. Sering 20 40%

3. Kadang-kadang 26 52%

4. Tidak Pernah - -

Jumlah 50 100%

Sumber Data: Angket Penelitian 2007

Dari tabel di atas dapat kita ketahui bahwa sebagain besar responden

menjawab lebih sering berusaha sendiri dalam mengerjakan ujian, karena dengan

mengerjakan sendiri para responden jadi lebih mengetahui kemampuannya

sendiri. Sedangkan sisanya yang menjawab kadang-kadang beralasan, bahwa

apabila mengerjakan ujian dengan berusaha sendiri maka hasilnya kurang

maksimal.

62

Tabel 26

Pandangan Siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3 Bahwa Apabila Teman

Melakukan Kesalahan Maka Akan Dimaafkan

Nomor Jawaban Frekuensi Prosentase

1. Sangat Setuju 6 12%

2. Setuju 39 78%

3. Kurang Setuju 5 10%

4. Tidak Setuju - -

Jumlah 50 100%

Sumber Data: Angket Penelitian 2007

Hampir semua responden menjawab sangat setuju dan setuju bahwa

apabila ada teman yang berbuat salah maka akan memaafkan. Sedangkan sisanya,

5 responden menjawab kurang setuju.

Tabel 27

Pandangan Siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3 Bahwa Apabila Diberikan

Amanat maka Wajib Dikerjakan

Nomor Jawaban Frekuensi Prosentase

1. Sangat Setuju 14 28%

2. Setuju 32 64%

63

3. Kurang Setuju 4 8%

4. Tidak Setuju - -

Jumlah 50 100%

Sumber Data: Angket Penelitian 2007

Pandangan responden mengenai apabila diberikan amanat maka wajib

dikerjakan, sebagian besar menjawab setuju. Sedangkan sisanya menjawab kurang

setuju, dengan alasan apabila amanat tersbut diluar kemapuan yang menerima

maka tidak perlu dikerjakan.

Tabel 28

Pandangan Siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3 Bahwa Apabila Tetangga

Sedang Mengalami Kesusahan Maka Membantunya Sesuai Kemampuan

Nomor Jawaban Frekuensi Prosentase

1. Sangat Setuju 10 20%

2. Setuju 36 74%

3. Kurang Setuju 3 6%

4. Tidak Setuju - -

Jumlah 50 100%

Sumber Data: Angket Penelitian 2007

64

Hampir semua responden setuju bahwa apabila tetangga sedang

mengalami kesusahan maka membantunya sesuai kemapuan. Hanya dua orang

yang menjawab tidak setuju membantu tetangganya yang mengalami kesusahan,

karena menurut mereka saat mereka mendapatkan kesusahan tida ada yang

membantu.

Berdasarkan tabel di atas maka disimpulkan bahwa tingkat religiusitas

SMA Muhammadiyah 3 pada demensi konsekuensial cukup tinggi.

B. Moralitas Siswa-siswi SMA Muhammadiayah 3

Moralitas adalah sikap manusia yang berkenaan dengan hukum moral

yang didasarkan atas keputusan bebasnya. Ethos juga sering diartikan untuk

menunjukan karakter tertentu, dengan didasarkan pada unggulnya satu nilai

khusus, unggulnya sikap moral dari satu nilai khusus atau sikap moral dari seluruh

bangsa atau kelompok sosial.

1. Jujur

Tabel 29

Frekuensi Siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3 kejujuran dalam perkataan

Nomor Jawaban Frekuensi Prosentase

1. Sangat Setuju 9 18%

2. Setuju 41 82%

3. Kurang Setuju - -

65

4. Tidak Setuju - -

Jumlah 50 100%

Sumber Data: Angket Penelitian 2007

Dari tabel diatas dapat kita ketahui bahwa 18% dari seluruh responden

menjawab sangat sering berperilaku jujur. Sisanya 82% responden menjawab

sering berperilaku jujur. Dari keterangan di atas penulis mengambil kesimpulan

bahwa kejujuran dalam perkataan para responden sangat tinggi.

Tabel 30

Pandangan Siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3 terhadap Amanat

Nomor Jawaban Frekuensi Prosentase

1. Sangat Setuju 6 12%

2. Setuju 42 84%

3. Kurang Setuju 2 4%

4. Tidak Setuju - -

Jumlah 50 100%

Sumber Data: Angket Penelitian 2007

Dari tabel diatas diketahui sebagian besar responden setuju dalam

menyampaikan amanat (84%), mereka merasa sebuah amanat adalah titipan yang

harus disampaikan karena akan berdosa bila itu tidak dilaksanakan semestinya.

66

Dari kedua tabel diatas disimpulkan bahwa moralitas siswa-siswi SMA

Muhamamdiayah 3 dalam kejujuran sangat tinggi.

2. Sopan Santun

Tabel 31

Sopan-santun terhadap Pengajar (guru)

Nomor Jawaban Frekuensi Prosentase

1. Sangat Setuju 5 10%

2. Setuju 42 84%

3. Kurang Setuju 3 6%

4. Tidak Setuju - -

Jumlah 50 100%

Sumber Data: Angket Penelitian 2007

Berdasarkan tabel di atas bahwa sebagian besar (84%) responden

menjawab setuju untuk berlaku sopan terhadap para guru. (10%) menjawab sangat

setuju, dan sisanya (6%) menjawab kurang setuju.

67

Tabel 32

Frekuensi Siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3

dalam berlaku sopan kepada teman

Nomor Jawaban Frekuensi Prosentase

1. Sangat Sering 3 6%

2. Sering 39 78%

3. kadang-kadang 8 16%

4. Tidak Pernah - -

Jumlah 50 100%

Sumber Data: Angket Penelitian 2007

Frekuensi SMA Muhammadiuyah 3 dalam menjawab sering berlaku sopan

kepada teman (78%), menjawab kadang-kadang (16%) dari seluruh responden

menjawab kadang-kadang, dan sisanya (6%) menjawab sangat sering berlaku

sopan kepada teman.

Dari kedua tabel diatas penulis mengambil kesimpulan bahwa moralitas

siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3 tinggi dalam bentuk kerjasama.

68

3. Berderma

Tabel 33

Frekuensi SMA Muhammadiyah 3 Menyantuni Fakir Miskin

Nomor Jawaban Frekuensi Prosentase

1. Sangat Sering 3 6%

2. Sering 44 88%

3. kadang-kadang 3 6%

4. Tidak Pernah - -

Jumlah 50 100%

Sumber Data: Angket Penelitian 2007

88% dari seluruh responden menjawab sangat sering menyatuini fakir

miskin, 6 % dari seluruh responden menjawab kadang-kadang menyantuni fakir

miskin, dan sisanya 6% menjawa kadang-kadang

Tabel 34

Frekuensi SMA Muhammadiyah 3 Dalam Menyumbang Untuk

Pembangunan Masjud

Nomor Jawaban Frekuensi Prosentase

1. Sangat Sering 3 6%

2. Sering 37 74%

69

3. kadang-kadang 10 20%

4. Tidak Pernah - -

Jumlah 50 100%

Sumber Data: Angket Penelitian 2007

Dari tabel di atas dieketahuti 74% menjawab sering meyumbangkan untuk

pembangunan masjid. 20% dari seluruh respnden menjawab kadang-kadang ikut

menyumbang masjid. Dan sisianya 6% menjawab sangat sering menyumbang

untuk pembangunan masjiod.

Dari kedau tabel dia ats, penulis mengambil kesimpulan bahwa perilaku

prososial responden tinggi dalam bventuk berderma.

4. Menolong

Tabel 35

Pandangan SMA Muhammadiyah 3 Bahwa Membantu Orang yang Sedang

Kesulitan adalah Kewajban Setiap Manusia

Nomor Jawaban Frekuensi Prosentase

1. Sangat Setuju 12 24%

2. Setuju 33 66%

3. Kurang Setuju 5 10%

4. Tidak Setuju - -

70

Jumlah 50 100%

Sumber Data: Angket Penelitian 2007

Dari tabel di atas diketahui bahwa 66% dari keseluruhan responden

menjawab setuju bahwa membantu orang sedang kesulitan adalah kewajiban

setiap muslim, 10% m,enjawab kurang setuju, dan sisanya 24% menjawab sangat

setuju.

Tabel 36

Menolong Seorang Ibu Yang menjadi Korban Kecelakaan di Jalan,

Walaupun Saaat Itu Siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3 Sedang Tergesa-

gesa Berangkat Sekolah

Nomor Jawaban Frekuensi Prosentase

1. Sangat Setuju 4 8%

2. Setuju 24 48%

3. Kurang Setuju 22 44%

4. Tidak Setuju - -

Jumlah 50 100%

Sumber Data: Angket Penelitian 2007

Dari tabel di atas diketahui bahwa 48% dari seluruh responden menjawab

setuju, 22% dari seluruh responden menjawab kurang setuju untuk menolong

seorang Ibu yang kecelakaan meskipun sedang dalam keadaan tergesa-gesa.

71

Dari kedua tabel diatas penulis mengambil kesimpulan moralitas

responden dalam bentuk menolong cukup tinggi, walaupun masih ada sebagian

yang kurang tinggi.

5. Berbakti

Tabel 37

Sikap Siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3 dalam Berbakti dan menghormati

terhadap kedua orang tua dan guru

Nomor Jawaban Frekuensi Prosentase

1. Sangat Setuju 15 30%

2. Setuju 30 60%

3. Kurang Setuju 5 10%

4. Tidak Setuju - -

Jumlah 50 100%

Sumber Data: Angket Penelitian 2007

Dari data di atas diketahui bahwa 60% dari keseluruhan responden

menjawab setuju untuk dalam Berbakti terhadap kedua orang tua, walaupun itu

berat bagi dirinya sendiri. Sangat setuju (30%), hanya 10% responden menjawab

kurang setuju.

72

C. Hubungan Antara Pemahaman Agama Dan Moralitas Remaja

Proses integrasi nilai-nilai agama pada moralitas remaja biasanya terjadi

melalui sebuah proses menerima atau menolak, proses perubahan sikap dan tidak

menerima sikap berlangsung melalui tiga tahap perubahan sikap. Proses pertama

adalah adanya perhatian, kedua adanya pemahaman, dan ketiga adanya

penerimaan. 1

Sebagai remaja awal, individu Siswa-siswi dalam hal ini berada pada

tingkat perhatian, sehingga biasanya sensasi-sensasi yang mencolok yang mampu

mencuri perhatian mereka, sehingga nilai-nilai agama yang menyentuh mereka

juga terbatas pada ranah yang bersifat atraktif, seperti; nilai kemanusiaan, yang di

picu oleh musibah-musibah yang mereka saksikan, dan hal-hal yang serupa yang

mampu memicu keberagamaan mereka.

Kondisi lingkungan sekolah dengan kurikulum dan terutama latar

belakang keagamaan Muhammadiyah tidak selalu menjadikan siswa-siswi

Muhammadiyah berada pada kondisi keagamaan yang tetap tanpa adanya

perubahan pada sebuah pemahaman, nilai-nilai agama yang selalu ditanamkan

dalam kurikulum dan metode pengajaran membentuk karakter para remaja untuk

menjadi agamis, pengenalan-pengenalan kepada ritual-ritual sampai rutinitas

keagamaan seperti ibadah wajib mengubah dan membentuk karakter siswa-siswi

yang agamis, pembentukan karakter tersebut pada akhirnya berpengaruh pada

moralitas yang memang menjadi salah satu tujuan akhir dari serbuah proses

pendidikan tersebut.

1 Jamaluddin Ancok dan Fuad Nashori Suruso, Psikologi Islami: Solusi Islam Atas Problem-problem Psikologi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar), h. 40-41.

73

Memang sulit untuk mengungkapkan secara tepat mengenai seberapa jauh

pengaruh pemahaman agama melalui kelembagaan pendidikan terhadap

perkembangan jiwa keagamaan anak yang nantinya membentuk moralitas.

Berdasarkan atas penelitian Gillesphy dan Young, walaupun latar belakang

pendidikan agama di lingkungan keluarga lebih dominan dalam pembentukan

jiwa keagamaan pada anak, barangkali pendidikan agama yang diberikan

dilembaga pendidikan ikut berpengaruh dalam pembentukan jiwa keagamaan

anak. Kenyataan sejarah menujukan kebenaran itu. Sebagai contoh adalah adanya

tokoh-tokoh keagamaan yang dihasilkan oleh pendidikan agama melalui

kelembagaan pendidikan khusus seperti pondok pesantren, seminari maupun

vihara. Pendidikan keagamaan (Religious pedagogyc) sangat mempengaruhi

tingkah laku, sehingga pada akhirnya seorang yang mempunyai pemahaman

agama yang baik karena memperoleh pendidikan agama yang benar akan

mempunyai tingkah laku atau moral yang agamis (Religious behavior),

Pemahaman agama pada remaja sangat berpengaruh dalam pembentukan

moralitas terutama melihat agama yang mempunyai fungsi kontrol sosial.2Agama

merasa ikut bertanggung jawab atas adanya norma-norma susila baik yang

diberlakukan atas masyarakat manusia umumnya. Maka agama menyeleksi

kaidah-kaidah susila yang ada dan mengukuhkan yang baik sebagai kaidah yang

baik dan menolak kaidah yang buruk untuk ditinggalkan sebagai larangan atau

tabu. Agama memberikan juga sangsi-sangsi yang harus dijatuhkan pada orang-

2 Hendropuspito, Sosiologi Agama, (Yogyakarta: Yayasan Kanisius, 1983) Cet. Ke-1, h.

45.

74

orang yang melanggarnya dan mengadakan pengawasan yang ketat atas

pelaksanaanya.

D. Pengaruh Pemahaman Agama Siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3

Terhadap Moralitas

Sebagaimana telah ditulis pada bab sebelumnya, bahwa pemahaman

agama yang dapat dianalisa melalui perilaku keberagamaan, karena penelitian

sosial mampu manganalisa suatu yang empiris dan dalam pemahaman agama hal

itu dapat dianalisa dari sebuah perilaku keagamaan atau religusitas, dimana hal itu

menggambarkan sikap keberagamaan seseorang yang dapat dilihat melalui

perilaku beragama seseorang. Baik itu dari segi keruhannan maupun diri perilaku

sehari-harimereka. Religiusitas atau keberagaamaan diwujudkan dalam berbagai

sisi kehidupan manusia.

Dari hasil penelitian yang penulis lakukan, baik dari angket ataupun

wawancara mendalam terhadap siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3 terbukti

pemahaman agama yang tergambarkan dalam religiusitas berpengaruh terhadap

moralitas. Walaupun pada dasarnya pemahaman agama bukan satu-satunya faktor

yang mempengaruhi munculnya moralitas, tetapi beberapa penelitian lain juga

menunjukkan bahwa agama dapat berperan posistif terhadap perilaku. Penelitian

yang dilakukan oleh Petterson tentang “Pengaruh Agama Terhadap Perilaku”.

Misalnya mengungkapkan bahwa keyakinan dan praktek agama yang baik dapat

75

menuntun seseorang untuk berperilaku positif, sepertinya menolong dan

memberikan kasih sayang.3

1. Pengaruh Pemahaman terhadap Dimensi Ideologi (keyakinan) pada

Moralitas Remaja

Keyakinan pada Tuhan Yang Maha Esa pada manusia merupakan alur

pokok di dalam berperilaku, sebab pada dasarnya niat ini dan ketaqwaan kepda

Tuhan Yang Maha Esa di dalam realitasnya merupakan pandangan hidup

seseorang, yaitu norma-norma yang dijunjung tinggi yang menentukan pemilihan

suatu keadaan kehidupan yang dianggap yang paling baik.

Secara umum seperti yang telah diuraikan sebelumnya, bahwa tingkat

pemahaman keberagamaan siswa SMA Muhammadiyah 3 pada dimensi ideologik

relatif cukup tinggi, dan dari hasil wawancara penulis dengan beberapa siswa

SMA Muhammadiyah 3 diketahui bahwa pemahaman agama yang ditinjau

melalui religiusitas mempengaruhi siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3 moralitas.

“R” siswi SMA Muhammadiyah 3, mengatakan bahwa karena keyakinan

kepada Allah-lah dia selalu berusaha untuk mengerjakan apa yang

diperintahkanNya dan meninggalkan apa yang dilarangNya, salah satunya kasih

sayang sebagai moral yang baik menurut Nabi dalam hadisnya. Menurut “R” kata-

kata:

3 Azwar, Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya, Edisi ke-1. Yogyakarta: Liberty, h.

16

76

“menunjukkan cinta kasih”, di dalamnya mengandung arti menolong sesama,

membantu, bekerja sama, sehingga dengan melakukan semua itu maka Allah akan

mencintainya”.4

Ditambahkan oleh “M”, bahwa keyakinan kepada Allah sangat

mempengaruhinya untuk berperilaku baik. Karena adanya keyakinan kepada

Allahlah maka dirinya terdorong untuk melakukan perbuatan yang mengarah pada

ajaran-ajaran Islam.5

2. Pengaruh pemahaman Terhadap Dimensi Ritualistik Pada Moralitas

Remaja

Nilai-nilai agama yang melekat pada moralitas remaja amat disesuaikan

dengan keadaan psikologi remaja, dimana pemahaman mereka terhadap agama

hanya pada hal-hal yang terbatas pada sesuatu yang bersifat materi, dan belum

mampu bersikap dan cenderung pada hal-hal yang lebih abstrak, artinya agama

yang mereka anut dan mereka amalkan adalah sebatas apa-apa yang bisa memberi

kemanfaatan terhadap mereka, seperti prinsip timbal balik dalam teori pertukaran.

hal ini sejalan dengan ungkapan salah seorang responden ”An”:

“Biasanya guwe shalat jamaah di sekolah rajinnya pas dikontrol ama guru doang, apa lagi pas di rumah kalo pas ada nyokap di rumah ya udah guwe jadi rajin, yang penting nggak kena marah.”6 Juga yang diungkapkan oleh “F”: “Guwe sering curhat ama ustad guwe lagi pas guwe banyak masalah, dia enak kalo ngasih nasihat ama guwe jadinya guwe tenang

4 Wawancara dengan “R”, siswa kelas II, SMA Muhammadiyah 3, pada tanggal 23 April

2007. 5 Wawancara dengan “M”, siswa kelas III IPA, pada tanggal 23 April 2007. 6 Wawancara dengan A, tanggal 19 Maret 2007.

77

deh, pas gitu guwe jadi agak rajin gitu, gara-gara sering barenga ma ustad. “7

Religiusitas seseorang dapat dilihat dari frekuensinya dalam melaksanakan

ibadah-ibadah yang dilakukannya. Ibadah-ibadah dalam Islam yaitu, shalat, puasa,

zakat, dan sebagainya. Diantara ibadah di dalam Isalm, shalat yang membawa

manusia terdekat kepada Tuhan.

Shalat sangat mempengaruhi seseorang untuk melakukan sesuatu yang

positif, salah satunya berperilaku baik atau moral yang baik. Kalaupun ada

seseorang yang rajin dalam melakukan shalat tetapi moralitasnya tidak tinggi itu

dikarenakan shalatnya baru pada tahap ritual saja belum pada tahap

mempraktekkannya pada masyarakat. Dengan shalat mengandung pengabdian

kepada Allah.

“E” salah satu siswi SMA Muhammadiyah 3, mengakui bahwa pengaruh

shalat dalam memotivasinya berperilaku baik sangat tinggi. Dia merasakan dalam

dirinya bahwa ada dorongan kuat untuk lebih peduli terhadap sesama pada saat

frekuensi shalatnya tinggi. Namun, pada saat mulai lalai terhadap shalat, dia

merasa menjadi individu yang sangat egois.8 seperti diungkapkannya:

“ kayanya guwe ngrasa enak aja, nggak tahu kenapa kalau shalatnya lagi rajin kayanya tenang lega dan kita juga kayanya lebih rajin buat ibadah yang lain, kaya nolong orang, shadaqoh dan lain-lain.”

7 Wawancara dengan F, tanggal 19 Maret 2007. 8 Wawancara dengan “E”, siswi kelas III, IPS pada tanggal 23 April 2007.

78

Pendapat di atas dibenarkan oleh “MA”. Menurutnya, shalat adalah tiang

agama. Keimanan seseorang dilihat pada frekuensinya dalam meng “amal”kan

shalat. Dalam shalat manusia menucikan dirinya menjadi bersih dan memohon

dijauhkan dari perbuatan-perbuatan tidak baik, sehingga setipa individu selalu

berusaha menjadi individu yang baik, salah satunya dengan melakukan perbuatan-

perbuatan terpuji.9

3. Pengaruh Pemahaman terhadap Dimensi Experiensial pada Moralitas

Keberadaan SMA Muhammadiyah 3 setidaknya memberikan angin segar

bagi kalangan orang tua yang khawatir dengan perkembangan moral anaknya,

sekolah itu berusaha menanamkan nilai-nilai agama sebagai landasan dalam

pergaulan dan kehidupan sehari-hari. Mungkin hal itu perlahan kian dirasakan,

melihat efek positif yang ditimbulkannya. Kendati mengikuti bermacam

komunitas remaja dalam bergaul, beberapa siswa SMA Muhammadiyah 3 tidak

serta merta melakukan segala penyimpangan negatif, walaupun mereka mengaku

menerima semua informasi yang masuk, tetapi dalam beberapa hal yang krusial

atau essensi mereka tetap mencoba mentaati dan berpegang teguh pada ajaran

Islam. Hal; itu senada dengan yang diungkapkan oleh ‘A’:

“Kalao guwe ama temen-temen guwe sih nggak munafik ya.., untuk dibilang jadi anak baik ya.. nggak baikn banget, tapi untuk nglakuin hal-hal yang jelek banget nggak pernah, paling iseng-iseng, ya…kaya bolos tapi nggak sering banget paling kadang-kadang doang, atau ya…ngerjain temen, paling yang gitu-gitu aja lah…”10

9 Wawancara dengan MA, siswa kelas III IPA, pada tanggal 23 April 2007. 10 Wawancara dengan A tanggal 19 Maret 2007.

79

Seperti yang telah ditulis pada bab sebelumnya bahwa dimensi

Experiensial adalah menunujuk pada tingkat seseorang merasakan dan mengalami

perasaan-perasaan dan pengalaman keberagamaan.

Berdasarkan hasil penelitian baik berupa angket ataupun wawancara

mendalam, diketahui bahwa tingkat religiusitas siswa SMA Muhammadiyah 3

dilihat dari dimensi Experiensial cukup tinggi, sedangkan hubungannya terhadap

moral, dimensi Experiensial siswa SMA Muhammadiyah 3 sangat mempengaruhi

mereka untuk berperilaku terpuji. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh ahli

fenomenologi termuka Van Deer Leeuw, bahwa pengalaman seseorang dengan

yang suci akan melahirkan suatu sikap dan seperangkat praktek.11

“AG” siswi SMA Muhammadiyah 3 mengatakan bahwa perasaan takutnya kepada Allah sangat mempengaruhi dia untuk berperilaku baik. Contohnya, pada saat temannya membutuhkan pertolongan, maka dia akan berusaha menolong semampunya, karena apabila ia tidak menolong, ia takut Allah akan memberikan musibah yang lebih besar kepadanya. 12

Sedangkan “E” mengakui bahwa ada perasaaan damai dalam dirinya

apabila dapat membantu sesama yang membutuhkan, sehingga persaan itu

memotivasikannya untuk selalu membantu semampunya.

4. Pengaruh Pemahaman terhadap Dimensi Intelektual pada Moralitas

Remaja

Dimensi intelektual yang dimaksud adalah dimensi keberagamaan yang

menunjukkan tingkat pengetahuan dan pemahaman seseorang terhadap ajaran-

ajaran agamanya. Pemahaman agama yang menyangkut manusia seutuhnya yaitu

11 Thomas F. O’Dea. Sosiologi Agama, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1995, h. 36. 12 Wawancara dengan” AG”, siswa kelas I, pada tanggal 23 April 2007.

80

pengetahuan yang menyangkut keseluruhan pribadi seseorang, mulai dari latihan-

latihan amaliah sehari-hari yang sesuai dengan ajaran agama, baik menyangkut

hubungan manusia dengan tuhan, manusia dengan manusia, manusia dengan alam

semesta, serta manusia dengan dirinya sendiri.

Pemahaman agama siswa SMA Muhammadiyah 3 dikatakan cukup tinggi,

dikarenakan semakin banyaknya pengamalan-pengalaman agama yang mereka

dapat sehingga membawa ke arah pemahaman mereka terhadap agama.

Pemahaman agama siswa SMA Muhammadiyah 3 sangat berpengaruh erat

pada moralitas. Dengan pemahamana agama yang dianut, akan menimbulkan

kesadaran beragama dalam perilaku sehari-hari siswa SMA Muhammadiyah 3.

Dengan kesadaran beragama itulah siswa-siswi SMA Muhamadiyah 3 menjadikan

agama sebagai pedoman dan petunjuk untuk menentukan mana yang baik dan

benar dalam sikap, perilaku, dan perbuatannya. Dengan demikian mereka akan

terdorong untuk berbuat yang baik dan menghindarkan diri dari perbuatan yang

dilarang agama.

“MA” mengatakan:

“Bahwa karena memahami hakekat dalam bermasyarakat maka, ia menjadi lebih sering berperilaku prososial, contohnya apabila ada kerja bakti maka ia selalu ikut berpartisipasi karena menurutnya dengan kerja bakti akan mempererat rasa persaudaraan antar individu”

Ditambahkan oleh “E”, bahwa memang benar pemahaman agamanya

mempengaruhinya dalam berperilaku prososial.

81

“E” berpendapat bahwa orang yang banyak ilmunya itu akan kuat imannya, rajin ibadahnya ya…kaya yang saya dengar waktu pelajaran agama di kelas”13

5. Pengaruh Pemahaman terhadap Dimensi Konsekuensial pada Moralitas

Remaja

Dalam Islam pemahaman terhadap dimensi konsekuensial identik dengan

“amal soleh”. Yang artinya perbuatan kebaikan sebagai perwujudan dari

keimanan dan ibadah dalam bentuk nyata atau manifestasi ajaran agama dalam

kehidupan bermasyarakat.

Keyakinan, perasaan, penghayatan, dan pemahaman seseorang dalam

beragama tercermin dalam pengamalan sebagai intinya orang beragama. Dengan

kata lain konsekuensi seseorang dalam beragama bukan hanya terletak pada

beribadah dengan tuhannya, tapi juga bagaimana ibadah kehidupan sehari-hari,

nyata di dalam masyarakat.

Pengamalan agama tercemin dari pribadi yang berpartisipasi dalam

peningkatan mutu kehidupan tanpa mengharapakan imabalan yang berlebihan.

Keyakinan akan balasan tuhan terhadap perbuatan baik telah mampu memberikan

ganjaran batin yang akan mempengaruhi seseorang untuk berperilaku prososial.

Siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3 mengakui bahwa dimensi konsekuensial

sangat berpengaruh erat terhadap perilaku baik atau akhlak, karena wujud dari

pengamalan agama adalah perilaku baik.

13 Wawancara dengan ”E”, siswa kelas I, pada tanggal 23 April 2007.

82

Menurut mereka dengan berperilaku baik mereka telah menjalankan salah

satu dari konsekuensi beragama, karena spritualitas dalam Islam memiliki dua

aspek yaitu merupalan hubungan pribadi antar manusia dengan Allah, sedangkan

terhadap sesama manusia dan masyarakat akan melahirkan hak-hak dan kewajiban

sosial.

Tidak ada seorang yang secara spiritual hanya mencari keselamatan bagi

dirinya sendiri dengan mengasingkan diri dari masyarakat, ikatan-ikatan sosial

terjalin kuat dengan pribadinya. Agama bukanlah sekedar doa dan ibadah yang

dibaca atau dilakukan berulang-ulang, melainkan merupakan kehidupan sosial

nyata yang dijalani sesuai dengan tujuan hidupnya dalam sebuah moralitas yang

terbentuk.

83

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Penelitian yang penulis lakukan pada beberapa responden siswa-siswi

SMA Muhammadiyah 3 memberikan kesimpulan bahwa ada pengaruh dari

pemahaman agama terhadap moralitas mereka, serta terdapat hubungan antara

pemahaman agama dan moralitas remaja. Remaja sebagai individu yang

mempunyai begitu banyak ketidakstabilan emosional yang berpengaruh pada

perilaku― menjadi sebuah bagian dalam masyarakat yang membutuhkan

perhatian dan sistem khusus dalam rangka penerapan nilai-nilai yang mampu

mencetak mereka sebagai individu dari masyarakat yang memiliki moral ideal

yang sesuai dengan tatanan.

Remaja sebagai anggota kelompok masyarakat tidak lepas dari ikatan dan

tuntutan masyarakat yang berusaha menjaga kelangsungannnya dalam tatanan

nilai-nilai dan aturan serta norma-norma yang ada. Perwujudan dari kesetiaan

anggota masyarakat pada sebuah tatanan diwujudkan dalam moralitas dan

perilaku. Perilaku moral remaja juga tidak lepas datri pengaruh-pengaruh

eksternal, seperti yang terjadi pada siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3, dimana

pada keadaan remaja selalu terjadi konflik nilai di dalam diri mereka. Seiring

dengan konflik tersebut, sekolah sebagai lembaga pendidikan formal mencoba

memformulasikan sebuah pembenahan bagi moralitas yang terlanjur atau sedang

dalam proses pengembangan menuju dewasa, dimana komposisi yang diharapkan

84

oleh masyarakat adalah nilai-nilai luhur yang seharusnya tertanam terutama nilai-

nilai dari ajaran agama.

Sebagai lembaga pendidikan formal yang berbasis pada organisasi

keagamaan, SMA Muhammadiyah 3 sejauh pengamatan yang penulis lakukan

telah mampu melakukan edukasi dan pengarahan kepada nilai-nilai kebaikan dari

ajaran agama, bahkan sarana dan sistem yang ada seharusnya telah mampu

menanamkan nilai-nilai tersebut sercara permanen, hanya saja banyak faktor

internal yang terkadang menjadikan usaha-usaha tersebut seakan melemah, hal itu

dikarenakan kuatnya sistem dari faktor eksternal negatif tersebut, kendati begitu

walaupun tidak sempurna, pemahaman agama dan moralitas pada siswa-siswi

SMA Muhammadiyah 3 telah memadai sebagai seorangan individu yang mampu

diterima dalam masyarakat, sekaligus mampu mentaati kebiasaan dan norma serta

nilai-nilai yang ada di dalamnya.

Pemahaman para siswa sedikit banyak berasal dari karakter, materi, serta

keberadaan sekolah yang selalu diakrabkkan dengan unsur-unsur keagamaan,

bahkan dominasi nilai-nilai agama yang mereka peroleh dari keluarga semakin

memperkuat mereka, namun lagi-lagi faktor eksternal yang sedikit mengaburkan,

mereka tentang pemahaman terhadap nilai-nilai agama, sebab ditengah

modernisasi―ketika keberadaan agama mencoba untuk selalu dijauhkan dari

sesuatu yang lembaga, bahkan informasi yang begitu mengglobal mengarah pada

nilai-nilai sekularisme. Remaja sebagai individu yang belum mempunyai nilai-

nilai mapan sebagai landasan dari ide-ide mereka cenderung mudah untuk

terpengaruh dengan sebuah pemahaman, jadi pemahaman mereka tentang agama

85

adalah pemahaman yang belum konsisten dan tidak mendalam, interpretasi

mereka atas sebuah pemahaman masih sering di sertai dengan beban nilai dari

keadaan dilingkungan luar diri mereka.

B. Saran

Sekolah sebagai saatu-satunya lembaga yang menurut bahasa penulis

“dipercaya” oleh para remaja, artinya pada fase ini mereka hanya percaya pada

beberapa nilai yang ditanamkan oleh lembaga yang sesuai dengan rasio

mereka―diharapkan mampu menyadari posisi mereka, kemudian berusaha selalu

inovatif menggunakan sistim-sistim pengajaran yang mampu diterima dan mudah

mengikuti karakter mereka sebagai remaja dengan segala problem dan ciri

khasnya. Kemudian keluarga sebagai firts education diharapakan mampu

menanamkan sikap dan nilai-nilai agama sebagai dasar dari seluruh interaksi

mereka (remaja), perhatian dan kasih sayang dapat menjadi media yang ampuh,

karena karakter remaja yang memang merasa memburuhkan ke-dua hal tersebut,

sehingga penanaman nilai dalam media yang mampu diterima mereka diharapkan

mampu menghilangkan rasa enggan mereka disebabkan oleh konflik-konflik

emosional yang ada pada diri seorang remaja.

Bagi remaja hendaknya mampu menjadi individu yang bersikap, teguh dan

kreatif sebagai remaja, konsistensi seorang remaja selalu menjadi hal yang

berharga dalam sebuah perkembangan, hingga akhirnya mampu menghilangkan

keraguan hingga talenta serta bakat yang dimiliki mampu berkembang,

menemukan karakter dan jati diri hingga menjadi seorang individu yang berkarya

dan mandiri.

86