bab i pendahuluan -...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kian banyaknya remaja sebagai generasi mendatang yang belum mampu
mengaktualkan nilai-nilai luhur dari sebuah agama menunjukan pemahaman yang
belum berjalan, sebab ketika terjadi suatu pemahaman, seharusnya seseorang
ataupun masa remaja mampu untuk menanggapi arti suatu materi, dapat berupa
penjelasan atau membuat ringkasan tentang penjelasan sebab akibat. 1 Dalam hal
ini ajaran agama sebagai objek, bahkan seharusnya juga merupakan kemampuan
seseorang untuk dapat mempertahankan sesuatu yang dianggap benar.
Generasi muda merupakan konsep yang dibebani nilai-nilai, karena istilah
ini berada dalam lapangan terminologi ilmiah, yang sekaligus merupakan
pengertian ideologi kultural.2 Munculnya generasi muda berkaitan dengan
perubahan sosial, dimana dalam pemunculan itu generasi muda menuntut peranan
sosial, alokasi, yang disatu pihak lain membuka kemungkinan perubahan yang
diperlukan dalam struktur masyarakat. Tiap masyarakat mempunyai alokasi peran
yang jelas terhadap golongan pemuda dan merupakan tugas pemuda
menyesuaikan persepsinya terhadap peran tersebut.
Perubahan sosial yang berjalan menyerupai konsep evolusi seringkali
membuat sebuah perubahan bagian ataupun keseluruhan dari suatu kebudayaan
dimana menurut konsepsi tentang proses evolusi sosial universal, semua hal
1 Joesmani, Pengukuran dan Evaluasi dalam Pengajaran, (Jakarta: Dep.Dik.Bud,
1998)h.40. 2 B. Simanjuntak dan I.L. Pasaribu, Membina Dan Mengembangkan Generasi Muda
(Bandung : Tarsito, 1980), h. 17.
2
tersebut harus dipandang dalam rangka masyarakat manusia yang telah
berkembang lambat (berevolusi) dari tingkat-tingkat yang rendah dan sederhana,
ke tingkat-tingkat yang makin lama makin tinggi dan komplek.3 Melihat teori
tersebut yang menekankan perubahan dan adanya persaingan, sehingga perlu
adanya kualitas moral yang mampu digunakan sebagai knowledge dalam
menghadapinya. Hal itu berpengaruh pada aspek-aspek yang dimiliki oleh remaja
atau pemuda sebagai bagian dari masyarakat, di dalamnya menyangkut aspek
moralitas dimana agama menjadi pilar utama dari hal itu.
Bagaimanapun juga generasi saat ini, adalah gambaran kehidupan bangsa
pada saat yang akan datang, untuk itu semua komponen masyarakat bertanggung
jawab dalam memupuk moralitas dan nilai-nilai agama pada generasi kita demi
terwujudnya bangsa yang dicita-citakan.
Terlebih lagi untuk mengimbangi arus modernisasi dan kemajuan
teknologi untuk itu sangat diperlukan adanya pemahaman keberagamaan yang
lebih mendalam pada masyarakat khususnya remaja kita. Banyak pihak
memandang pendidikan moralitas remaja tanpa diimbangi pemahaman yang
mendalam terhadap agama mendominasi dunia pendidikan saat ini. Sedangkan
tantangan modernisasi lebih cepat merasuk.
Melihat SMA Muhammadiyah 3 sebagai sekolah yang berbasis pada
kurikulum nasional dan merupakan sekolah keagamaan, sebab Muhammadiyah
sebagai Ormas Keagamaan yang besar di negeri ini, dimana konsep keagamaan
diharapkan tertanam dan melembaga pada sekolah tersebut tentunya akan sangat
3 Kuntjaraningrat, Sejarah Teori Antropologi I, (Jakarta: UI Press, 1987) h.31.
3
menarik ketika keberadaannya di wilayah metropolis dengan hegemoni
masyarakat yang demikian kompleks, tentunya hal tersebut akan menimbulkan
dualisme dalam sebuah pengajaran atau bahkan menjadi solusi pada sikap
hedonisme yang dialami oleh banyak remaja kota.
Sangat penting kiranya, bagi semua pihak terlebih dahulu untuk
memahami bagaimana pemahaman masyarakat (remaja) kita terhadap agama dan
ajaran moral, agar dapat memberikan pengarahan-pengarahan secara mendasar
terlebih lagi nilai-nilai edukasi yang merupakan kewajiban setiap generasi. Untuk
itu penulis mencoba mengangkat satu masalah yang penulis tuangkan menjadi
sebuah judul skripsi “Pemahaman Agama dan Moralitas Remaja Pada siswa-
siswa SMA Muhammadiyah 3”.
B. Pembatasan Dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Agar penelitian yang penulis susun tertata dengan baik dan berhubungan
dengan judul maupun temanya, maka perlu dijelaskan pembatasan masalahnya
sebagai berikutnya:
a. Pemahaman Agama yang penulis maksud dalam pembahasan ini adalah
dimensi pengetahuan yang mengacu pada pengetahuan agama, apa yang
tengah atau harus diketahui seseorang tentang ajaran agamanya
Pemahaman agama adalah kemampuan untuk menanggapi arti suatu
materi dari ajaran-ajaran agama yang biasanya berbentuk panduan
moral, norma, dan nilai-nilai, dan juga merupakan kemampuan
seseorang untuk dapat mempertahankan sesuatu yang dianggap benar.
4
b. Pengertian moralitas disini adalah suatu sikap yang melekat dalam jiwa
seseorang yang melahirkan perbuatan-perbuatan berdasarkan kemauan
dan pilihan, baik dan buruk, terpuji dan tercela.
c. Remaja disini adalah keadaan pada masa peralihan, yang ditempuh oleh
seseorang dari kanak-kanak menuju dewasa atau dapat dikatakan bahwa
masa remaja adalah perpanjangan masa kanak-kanak sebelum mencapai
dewasa. 4 Masa remaja ini meliputi (a) Remaja awal:12-15 tahun, (b)
Remaja madya: 16-18 tahun, (c) Remaja akhir: 19-22 tahun.
Jadi pemahaman agama sebagai bagian di keberagamaan individu
diharapkan dapat memberikan nilai-nilai positif pada moralitas seorang remaja,
dengan pemahaman tersebut diharapkan moralitas yang ada pada remaja
menciptakan perilaku yang didasari nilai-nilai agama yang biasanya relatif benar.
2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah, maka penulis
merumuskan beberapa masalah sebagai merikut:
a. Adakah hubungan antara pemahaman agama dan moralitas remaja?
b. Bagaimana pengaruh pemahaman agama terhadap moralitas
remaja?
C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian yang penulis harapkan antara lain:
4 Zakiyah Drajat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 2003) h. 82.
5
a. Mengetahui bagaimana pemahaman remaja / siswa-siswi tentang
agama.
b. Mengetahui bentuk-bentuk serta metode yang diberikan sekolah
sebagai sarana pemahaman agama dan moralitas yang dibutuhkan
remaja / siswa-siswi.
c. Mengetahui faktor-faktor yang mendukung dan menghambat
pengembangan pemahaman agama dan moralitas remaja / siswa-
siswi.
2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian yang penulis harapkan antara lain:
a. Bagi penulis; dapat menambah wawasan, pengalaman dan
pengetahuan tentang materi / kajian yang dibahas.
b. Bagi pembaca; dapat memberi informasi tentang masalah sosial yang
berhubungan dengan objek yang diteliti.
c. Bagi pihak siswa-siswi SMِِِِA, Muhammadiyah 3; dapat memberi
sumbangan pemikiran, yang selajutnya diharapkan dapat menjadi
masukan untuk lebih maju dan berkembang.
D. Metode Penelitian dan Teknik Penulisan
1. Metodologi Penelitian
Penelitian yang Penulis lakukan berupa penelitian kuantitatif dengan
didukung data kualitatif. Kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk
memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh objek penelitian misalnya
6
perilaku, persepsi, motifasi, tindakan.5 Dan kuantitatif adalah mengembangkan
pengertian tentang individu dan kejadian dengan memperhitungkan konteks yang
relevan. 6 Pada dasarnya penelitian ini merupakan suatu kajian deskripsi tentang
pola atau bentuk agama dan moralitas pada remaja dengan mengambil sampel
penelitian adalah SMA Muhammadiyah 3.
Studi deskripsi maksudnya adalah suatu penelitian yang diarahkan untuk
memperoleh data dengan menggambarkan apa adanya dari fenomena yang ada
untuk memperoleh data dengan menggambarkan interaksi yang terjadi pada siswa
siswa SMA Muhammadiyah 3, mengembangkan konsep yang ada dengan
menghimpun fakta dan data yang relevan serta memaparkannya secara mendalam
sehingga diperoleh gambaran yang menyeluruh mengenai pola keberagamaan dan
moralitas siswa-siswa SMA Muhammadiyah 3.
Dalam teknik penulisan skripsi ini penulis berpedoman pada buku
Pedoman Akademik Tahun 2006-2007 Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Fokus Penelitian Data
Dalam penelitian ini, fenomena sosial yang diteliti adalah fenomena
keberagamaan dan moralitas pada siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3, dan
bagaimana sebenarnya sikap mereka yang berkaitan dengan moral atau tingkah
laku serta agama. Selanjutnya penelitian ini hendak menggali data faktual dengan
mengambil beberapa informan untuk dijadikan sampel dalam penelitian yang
berkaitan dengan masalah yang hendak Penulis bahas.
5 Prof.Dr. Lexy J. Moleong, MA, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: RosdaKarya, 2005), h. 6
6 Prof.Dr. Lexy J. Moleong, MA, Metodologi Penelitian Kualitatif, h. 31.
7
3. Teknik Pengumpulan Data
Adapun metode atau teknik pengumpulan data yang penulis lakukan antara
lain adalah sebagai berikut:
a. Metode Semi Observasi Partisipant
Observasi Partisipant artinya penulis secara langsung mengamati fenomena
yang ada dalam SMA Muhammadiyah 3, dengan menganalisa keberagamaan dan
moralitas pada siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3 serta interaksi yang terjadi,
hal apa yang bisa menjadi landasan nilai dalam moralitas dan sikap mereka. Selain
melakukan pengamatan secara langsung, Penulis juga mencoba untuk terlibat
langsung dalam beberapa kegiatan yang dilakukan siswa-siswi SMA
Muhammadiyah 3. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar Penulis bisa berempati
dengan mereka, disamping itu penulis juga merupakan alumnus dari sekolah
tersebut. Beberapa kegiatan yang sempat penulis ikuti adalah:
1. Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) yang merupakan kegiatan rutin yang
dilakukan oleh siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3 setiap hari, terutama
pada jam Pendidikan Agama Islam dan Kemuhammadiyahan. Kegiatan ini
penulis ikuti sebanyak 3 kali karena pertimbangan jarak yang begitu jauh
dari tempat tinggal penulis.
2. Kegiatan rutin berkala yaitu Ekstra Kurikuler. Menurut informasi yang
penulis dapatkan tujuan dari diadakannya kegiatan tersebut adalah hal ini
dimaksudkan untuk mengetahui potensi, sekaligus mengembangkan bakat-
bakat yang ada pada siswa, baik dalam bidang olahraga maupun yang lain.
8
Kegiatan ini penulis ikuti sebanyak 3 kali karena pertimbangan jarak yang
begitu jauh dari tempat tinggal penulis.
3. Kegiatan Rohis (Rohani Islam), yang merupakan salah satu ujung tombak
dari penanaman nilai-nilai suci dari agama yang diharapkan mampu
terpatri hingga perkembangan sosialnya terarah secara pasti serta konsisten
dengan suara hatinya. Kegiatan ini penulis ikuti sebanyak 3 kali karena
pertimbangan jarak yang begitu jauh dari tempat tinggal penulis.
b. Metode Interview/wawancara
Metode ini digunakan untuk memperoleh data atau informasi dengan cara
menggali informasi dan data sebanyak mungkin dari responden, yaitu siswa-siswi
SMA Muhammadiyah 3. Wawancara atau interview ini dilakukan dengan
mengacu pada teknik pengumpulan data tak berstruktur (secara acak) dengan
menggunakan “interview guided” (wawancara terpimpin).
Dengan wawancara teknik tak berstruktur, penulis tidak menetapkan
format pertanyaan yang baku, akan tetapi tanya-jawab berlangsung secara bebas
dan terbuka, dengan senantiasa berusaha agar terjalin keakraban atau suasana
‘repport’. Namun demikian wawancara atau interview ini dilakukan dengan tetap
mendasarkan diri pada fokus permasalahan penelitian dan mengadakan
penelusuran atau ‘probe’ ke arah pokok permasalahan yakni tentang agama dan
moralitas remaja dengan penekanannya pada menganalisa keberagamaan dan
moralitas pada siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3. Pelaksanaan wawancara dan
pengurutan pertanyaan disesuaikan dengan keadaan informan dalam konteks
wawancara yang sebenarnya.
9
Mengingat data yang penulis ambil hanya berupa wawancara atau
interview tanpa disertai dengan penyebaran angket, maka dalam prakteknya
wawancara yang penulis lakukan ini bersifat indepht interview artinya wawancara
dilakukan secara mendalam dengan menggali sebanyak mungkin informasi dan
informan yang penulis jadikan responden dalam penelitian.
c. Metode Kepustakaan
Metode kepustakaan ini dilakukan untuk memperoleh data sekunder dari
berbagai literatur yang berkaitan dengan permasalahan dalam penulisan skripsi
ini. Baik itu berupa buku-buku, majalah-majalah, koran ataupun jurnal. Metode
kepustakaan digunakan untuk mendukung teori-teori yang relevan, yang
sebelumnya telah banyak dikemukakan oleh para penulis yang berkaitan dengan
permasalahan yang hendak penulis bahas, untuk kemudian teori-teori tersebut
penulis jadikan rujukan dalam penyusunan skripsi ini.
4. Teknik Kaliberasi Keabsahan Data
Untuk memastikan keabsahan data, maka kegiatan yang penulis lakukan
adalah:
a. Memelihara Catatan Lapangan
Dalam memelihara catatan lapangan dilakukan melalui display data, yaitu
peneliti menuliskan tanggal dan jam berapa serta hari apa peneliti terjun ke
lapangan dengan catatan lapangan yang diurutkan pelaksanaanya, sehingga
informan ataupun data yang didapat di lapangan tidak bertumpuk dan dapat
dianalisa. Dengan menggunakan alat bantu yang alakadarnya, penulis menuliskan
setiap fenomena yang di temukan selama penelitian.
10
b. Melakukan dialog atau sharing dengan informan dan key informan
Informan yang penulis maksud adalah beberapa siswa-siswi SMA
Muhammadiyah 3, sedangkan key informan yang penulis maksudkan adalah
beberapa dewan guru dan kepala sekolah.
5. Teknik Analisa Data
Dalam penelitian ini, penulis akan menganalisa data yag diperoleh melalui
tahap-tahap sebagai berikut:
a. Display data
Display data yaitu penulis menuliskan tanggal dan hari apa peneliti terjun
langsung kelapangan untuk mengamati fenomena yang ada. Hal tersebut
dilakukan supaya data dan informasi yang didapatkan dilapangan tidak tertumpuk
dan dapat dianalisa.
b. Reduksi data
Yang dimaksud dengan reduksi data ini adalah setelah mendapatkan
informasi dari key informan dan beberapa informan, peneliti merangkum dan
memilih hal-hal yang pokok dan penting terutama yang berkaitan dengan tema
yang sedang penulis kaji.
c. Klasifikasi data
Setelah melakukan reduksi data dengan merangkum serta mengambil
intisari dari data kemudian penulis memilah-milah data dan menggolongkannya
berdasarkan kualitas data sebagai baik sebagai sumber data primer atau sekunder,
serta menggolongkan data kepada bagian-bagian yang berkaitan dengan urutan
dan susunan penulisan skripsi.
11
d. Membuat kesimpulan
Setelah semua data dan informasi telah terkumpul dan telah tersusun
secara sistematis, kemudian langkah selanjutnya adalah data dan informasi yang
ada tersebut diolah dan akhirnya disimpulkan.
E. Sistematika Penulisan
Adapun pembahasan skripsi ini dibagi menjadi lima bab dan masing-
masing bab dibagi menjadi beberapa sub pokok bahsan dengan sistematika
penulisan sebagai berikut:
BAB I Pendahuluan. Bab ini penulis mengemukakan latar belakang masalah,
pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,
metode penelitian dan teknik penulisan dan sistematika penulisan.
BAB II Kerangka Teori. Bab ini berisi kerangka teori yang berkaitan dengan
masalah yang akan diteliti, yaitu tentang agama dan pemahaman
agama dan moralitas, serta remaja sebagai objek penelitian.
BAB III Gambaran umum sekolah SMA Muhammadiyah 3 Jakarta Selatan.
pada bab ini berisi tentang gambaran umum wilayah SMA
Muhammadiyah 3, yaitu meliputi kondisi geografi dan demografi,
Sejarah Berdirinya, visi dan misi, serta kurikulum dan sistematika
pengajaran di SMA Muhammadiyah 3, sampai kepada kondisi sosial
ekonomi dan keagamaan siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3.
BAB IV Pemahaman Agama dan Moralitas Remaja. Bab ini berisi tentang
pemahaman agama dan penerapannya dalam pergaulan, dan nilai-nilai
12
agama dalam moralitas remaja SMA Muhammadiyah 3 dan hubungan
antara pemahaman agama dan moralitas.
BAB V Penutup. Bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran.
13
BAB II
KERANGKA TEORI
A. Pemahaman Agama Dan Moralitas Remaja
Agama yang saya artikan di sini lebih kepada generalisasi dari banyaknya
definisi yang ada. Agama secara mendasar dan umum dapat didefinisikan sebagai
seperangkat aturan dan peraturan yang mengatur manusia dengan dunia gaib,
khususnya dengan Tuhannya, mengatur hubungan manusia dengan manusia
lainnya, dan manusia dengan lingkungannya.1
Begitu banyaknya pengertian atau definisi tentang agama, masing-masing
mengartikannya secara berbeda, dan menurut persepsi dan perspektif masing-
masing, ada yang mengartikan agama melalui sudut padang teologis adalah ilmu
tentang hubungan dunia ideal, dunia kekal dengan dunia fisik,2 sosial adalah
berkenaan dengan perilaku interpersonal, atau yang berkaitan dengan proses
sosial,3 ataupun filsafat adalah upaya menentukan batas-batas dan jangkauan
pengetahuan menyangkut sumber, hakekat, keabsahan, dan nilainya,4 dan berbagai
disiplin ilmu pengetahuan seakan berlomba mendefinisikan hal tersebut wajar
saja, sebab keberadaan kepercayaan dan agama telah sama tuanya dengan ilmu
pengetahuan itu sendiri, bahkan sama tuanya dengan kehidupan.
1 Parsudi Suparlan, “Pendekatan Kebudayaan Terhadap Agama,” dalam pelatihan
Wawasan Ilmu pengetahuan dan Pendidikan Dosen Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi Ditjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Depag, R.I.,26 November 1994, h. 1.
2 Save M. Daqun, Kamus Besar Ilmu Pengetahuan, Lembaga Pengkajian Kebudayaan Nusantara (LPKM) 1997, h. 113.
3 Dr. Soejono Soekanto, S.H., M.A.,Kamus Sosiologi edisi baru,(Jakarta: PT.RajaGrafindo,1993), h.408.
4 Save M. Daqun, Kamus Besar Ilmu Pengetahuan,h. 258.
14
Agama adalah suatu sistem simbol yang bertindak untuk menetapkan
perasaan-perasaan dan motivasi-motivasi secara kuat menyeluruh dan bertahan
lama pada diri manusia dengan cara memformulasikan konsepsi-konsepsi
mengenai hukum atau keteraturan yang berlaku umum berkenaan dengan
eksistensi manusia dan menyelimuti konsep-konsep ini dengan suatu aura tertentu
yang mencerminkan kenyataan sehingga perasaan-perasaan dan motivasi tersebut
nampaknya secara tersendiri atau unik.5
Definisi Gerrtz di atas sedikit banyak telah membuat generalisasi dari
banyaknya definisi yang ada, walaupun memang Gerrtz sebagai seorang
antropolog melihatnya melalui sudut pandang budaya tapi justru dengan
kebudayaan tersebut mampu memberikan definisi yang general dari berbagai
aspek kehidupan maupun ilmu pengetahuan, sebab ilmu pengetahuan juga bagian
dari kebudayaan sendiri.
Seorang sosiolog agama Elizabeth K. Nottingham berpendapat bahwa
agama bukan sesuatu yang dapat dipahami melalui definisi tentang agama yang
benar-benar memuaskan.6 Tetapi agama lebih merupakan suatu institusi (perilaku)
penting yang mengatur kehidupan manusia.
1. Arti Pemahaman Agama
Pemahaman adalah Psi pemecahan masalah secara tiba-tiba tanpa terlebih
dulu melewati upaya tial and erro (coba dan salah), merupakan kemampuan dari
seseorang yang memiliki intiusi yang sangat tajam (Understanding) proses
5 Geertz, dalam Parsudi Suparlan, “Pendekatan Kebudayaan Terhadap Agama,”h.3. 6 Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1991), h. 225.
15
menjadi tahu mengenai hubungan antara hal-hal.7 Sedangkan mengenai arti agama
telah banyak penulis definisikan pada poin sebelumnya. Pemahaman agama
adalah kemampuan untuk menanggapi arti suatu materi dari ajaran-ajaran agama
yang biasanya berbentuk panduan moral, norma, dan nilai-nilai, dan juga
merupakan kemampuan seseorang untuk dapat mempertahankan sesuatu yang
dianggap benar.
Dalam pembahasan mengenai pemahaman keagamaan, seseorang
sesungguhnya sangatlah dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu, sedangkan
faktor yang paling mendasar adalah jika dilihat dari sudut pandang latar belakang
pendidikan dan lingkungannya.8
Seseorang yang pada waktu kecil tidak pernah mendapatkan didikan
agama, maka pada masa dewasa nanti, ia tidak akan merasakan pentingnya agama
dalam kehidupannya. Pemahaman merupakan rangkaian proses berpikir dan
belajar. Dikatakan demikian dikarenakan untuk menunju ke arah pemahaman
perlu diikuti dengan belajar dan berpikir.
Pemahaman merupakan proses, perbuatan, dan cara memahami,
pengetahuan lahir sebagai akibat dari proses belajar dan berpikir.9 Dalam
prosesnya pembelajaran memiliki tiga keadaan; kognitif, dimana pemahaman
yang berhubungan dengan pengetahuam, penerapan, analisis, sintesis dan
evaluasi. Kemudian afektif, yaitu pendidikan yang menunjukan pada tujuan yang
7 Save M. Daqun, Kamus Besar Ilmu Pengetahuan,h. 803. 8 Zakiah Drajat, Ilmu Jiwa Agama (Jakarta: Bulan Bintang, 1996) Cet. 15, h.35. 9 W.J.S Poerdaminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,1990) h.
636.
16
sejalan dengan minat, sikap nilai, apresiasi dan penyesuaian. Yang terakhir adalah
psikomotor, dimana kemampuan menekankan ketrampilan motorik dan gerakan.10
Dapat dikatakan juga, bahwa pemahaman tingkatannya lebih tinggi dari
pengetahuan, hal tersebut terlihat dari ranah kognitif yang menunjukan tingkatan-
tingkatan kemampuan yang dicapai dari tingkatan yang rendah sampai ke tingkat
yang paling tinggi.
Pemahaman keagamaan yang mencakup didalamnya adalah pengetahuan
keagamaan yang menjadi salah satu sendi dari lima aspek pada dimensi
keberagamaan. Dimensi pengetahuan ini mengacu pada pengetahuan agama, apa
yang tengah atau harus diketahui seseorang tentang ajaran agamanya, dimana
pada dimensi ini penelitian dapat diarahkan untuk mengetahui seberapa jauh
untuk mengerti agama (religious literacy) pada pengikut agama atau tingkat
ketertarikan mereka untuk mengetahui atau mempelajari pengetahuan tentang
agama yang mereka anut.11 Kemudian Dimensi pengetahuan di atas merupakan
pemicu dari seseorang untuk menimbulkan pemahaman yang mendalam pada
ajaran agamanya, untuk kemudian menjadi awal dari dimensi-dimensi yang lain
termasuk dimensi pengalaman adalah kontinuitas pengalaman suatu ajaran agama,
dimensi ritual adalah tingkat kepatuhan seorang pemeluk agama dalam
mengerjakan kegiatan-kegiatan ritual sebagaimana diajarkan oleh agamanya dan
kemudian konsekuensi adalah dimana dengan sebuah pengetahuan keagamaan
diharapkan akan timbul pemahaman keagamaan yang berpengaruh pada
10 Suharsini dsan Arif K. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bina Aksara, 1981)
h.112. 11 Taufik Abdullah dan M. Rusli Karim (ed.), Metodologi Penelitian Agama,
(Yogyakarta: PT. Tiara Wacana, 1989) Cet. Ke 1, h. 93.
17
timbulnya sikap ketaatan pada sebuah ajaran agama baik pada ritual maupun
aspek keagamaan yang lain.
2. Remaja
Menurut kamus bahasa Indonesia modren, remaja ialah mulai dewasa,
sudah sampai umur untuk kawin.12 Umur untuk nikah laki-laki 19 tahun dan
perempuan 16 tahun. Masa remaja merupakan segmen perkembangan individu
yang sangat penting, diawali dengan matangnya organ-organ fisik seksual,
sehingga mampu bereproduksi.
Masa remaja ini meliputi (a) Remaja awal:12-15 tahun, (b) Remaja madya:
16-18 tahun, (c) Remaja akhir: 19-22 tahun. Menurut para ahli psikiologi bahwa
remaja merupakan masa perkembangan sikap tergantungan (dependence) terhadap
orang tua ke arah kemandirian (independence), minat-minat seksual, perenungan
diri, dan perhatian terhadap nilai-nilai estetika dan isu-isu moral.13 Namun
pengukuran kedewasaan dan remaja tidak absolut berdasarkan umur-umur
tertentu, ada beberapa perbedaan dari tingkat kedewasaan yang berbeda antara
satu orang dengan orang yang lain, bahkan pengaruh suatu bangsa atau ras sangat
membedakan perkembangan tersebut.
Dalam pembagian perkembangan manusia, maka masa remaja menduduki
tahap progresip. Dalam pembagian yang agak terurai masa remaja mencakup
masa juvenile (deliquency) adalah perkelahian yang melibatkan pelajar usia
remaja digolongkan sebagai salah satu bentuk kenakalan remaja, Pubertas (aqil
baliq) adalah masa ketika seorang anak mengalami perubahan fisik, psikis, dan
12 Muhammad Ali, Kamus Bahasa Indonesia Modern, (Jakarta: Pustaka Amani), h. 351 13 Samsu yusuf , Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Bandung: RosdaKarya,
2002), Cet. Ke-3, h. 184.
18
pematangan fungsi seksual dan nubilitas adalah masa usia cukup. 14 Sedangkan
menurut Zakiah Daradjat, remaja adalah suatu tingkat umur dimana anak-anak
tidak lagi anak, akan tetapi belum dapat dipandang dewasa. Jadi remaja adalah
umur yang menjembatani antara umur anak-anak dan umur dewasa. 15
Pada tahap ini sering juga disebut sebagai masa peralihan, sebab
banyaknya remaja yang mengungkapkan dalam fase ini mereka berusaha mencari-
cari identitas pribadi mereka dan berpindah dari identitas kanak-kanak mereka
menuju kedewasaan.
Menurut Amir Hamzah Nasution: “Masa Remaja adalah masa pubertas,
masa perubahan-perubahan fisik dan psikis, masa kegelisahan / resah, masa penuh
pertentangan lahir batin, masa cita-cita setinggi langit, masa romantis, herois,
radikal, masa mencapai kematangan seksual, pembentukan pribadi dan mencapai
pandangan dan tujuan duni dan akhirat. 16
Remaja adalah masa peralihan, yang ditempuh oleh seseorang dari kanak-
kanak menuju dewasa atau dapat dikatakan bahwa masa remaja adalah
perpanjangan masa kanak-kanak sebelum mencapai masa dewasa.17 Masa dewasa
juga jelas pertumbuhan jasmani telah sempurna, kecerdasan dan emosi telah
cukup berkembang. Segala organ dalam tubuh, telah dapat menjalankan fungsinya
dengan baik. Di samping itu, ia telah mampu mencari rezeki untuk kepentingan
dirinya, dia tidak bergantung lagi kepada orang tua atau orang lain. Dan dapat
14 Rama Yulis, Pengantar Psikologi agama, (Jakarta: Kalam Mulia, 2002), Cet. Ke-6, h.
52. 15 Zakiah Daradjat, Pembinaan Remaja, (Jakarta: Bulan Bintang, 1997) Cet. Ke-3, h. 78.
16 Amir Hamzah Nasution, Ilmu Jiwa Kanak-kanak, (Surabaya: NV Ganaco, 1970), Cet.
Ke-1, h. 73. 17 Zakiah Darajat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 2003), h. 82.
19
diberi tanggung jawab dan mampu memikul tanggung jawab tersebut, dapat
diterima oleh masyarakat dimana dia berada sebagai orang dewasa yang matang.
Pendapatnya patut di dengar, pertimbangannya perlu di indahkan dan diberi
kepercayaan untuk aktif dalam kegiatan-kegiatan masyarakat baik kegiatan sosial,
politik, ekonomi maupun agama.
Akan tetapi, lain halnya dengan masa remaja jika dilihat tubuh atau
fisiknya, dia telah seperti orang dewasa, jasmaninya telah jelas dalam bentuknya
baik laki-laki atau wanita. Organ-organnya telah dapat pula menjalankan
fungsinya. Dari segi lain, dia sebenarnya belum matang, segi emosi dan sosial
masih memerlukan waktu untuk berkembang menjadi dewasa. Dan kecerdasan
pun sedang mengalami perubahan. Mereka ingin berdiri sendiri, tidak tergantung
lagi kepada orang tua atau orang lainnya, akan tetapi mereka belum mampu
bertanggung jawab dalam soal ekonomi dan sosial.
Karena itu, masa remaja itu tidak sama panjangnya antara satu masyarakat
dengan masyarakat yang lain. Misalnya pada masyarakat desa yang masih
tertutup, dimana setiap anak sejak kecil telah dilatih untuk dapat bekerja seperti
orang tuanya.
Masa remaja adalah masa yang penuh kegoncangan jiwa, masa yang
berada dalam peralihan atau diatas jembatan goyang, yang menghubungkan masa
kanak yang penuh kebergantungn, dengan masa dewasa yang matang dan berdiri
sendiri. 18
18 Zakiah Darajat, Ilmu Jiwa Agama, h.82.
20
Kendatipun masa remaja itu tidak ada batas umur yang tegas, yang dapat
ditunjukkan, namun dapat kita kira-kirakan dan perhitungan sesuai dengan
masyarakat lingkungan remaja itu sendiri. Kendatipun besar atau kecil
kegoncangan yang dialami oleh remaja-remaja dari berbagai tingkat masyarakat,
namun dapat di pastikan bahwa kegoncangan remaja itu ada terjadi. Dalam
kondisi jiwa yang demikian, agama merupakan peranan penting dalam kehidupan
remaja. Memang, kadang-kadang kita melihat keyakinan remaja terombang
ambing, tidak tetap, bahkan kadang-kadang berubah-ubah, sama dengan
perubahan perasaan yang dilaluinya. Suatu hal yang tidak dapat disangkal adalah
bahwa remaja-remaja itu secara potensial telah berguna.
Mengenai batas usia pada umumnya tiap negara tidak sama dalam
menentukan usia remaja. Dalam rangka usaha pembinaan dan penanggulangan
kenakalan remaja, Indonesia menentukan batas usia remaja 13 tahun, adalah batas
usia bawah dan 17 tahun sebagai batas usia atas, baik laik-laki maupun perempuan
yang belum kawin. Dengan demikian kenakalan dilakukan remaja tetapi
kenakalan biasa. Sebaliknya, kenakalan yang dilakukan oleh orang di atas 17
tahun, termasuk pelanggaran atau kejahatan orang dewasa.
Penentuan batas usia tersebut di atas berdasarkan alasan, bahwa anak usia
antara 13 tahun 17 tahun, tidak lagi bisa dikategorikan kanak-kanak tetapi juga
belum dewasa. Sebaliknya karena ia bukan lagi kanak-kanak, maka tidak terbebas
sama sekali dari tanggung jawab. Pelanggaran dan kejahatan remaja, belum bisa
dikenakan sanksi hukuman seperti orang dewasa, tetapi tidak bebas sama sekali
seperti kanak-kanak. Seperti kejahatan dibawah umur, yaitu tindakan kejahatan
21
atau kriminalitas yang dilakukan oleh anak-anak di bawah usia 17 tahun (atau usia
dewasa), mereka dikenakan sangsi yang berbeda namun tidak dilepaskan begitu
saja, jika mereka dihukum atau dipenjara mereka juga ditempatkan di LP
(lembaga pemasyarakatan) tersendiri, dalam hal ini di Indonesia terdapat lembaga
pemasyarakatan Anak-anak yang berada di Tangerang. Tanggung jawab anak usia
remaja sebagian masih dibebankan kepada orang tua atau walinya, oleh karena itu
orang tua mempunyai kewajiban untuk selalu mengawasi dan membimbing anak-
anaknya. Tanggung jawab tersebut akan sepenuhnya diperoleh, bila usianya telah
berada di atas 17 tahun atau jika pada usia remaja sudah kawin.
3. Moralitas Remaja
Keberagamaan dapat diwujudkan dalam berbagai sisi kehidupan manusia,
ia tidak hanya terjadi ketika seseorang melakukan perilaku ritual atau ibadah,
tetapi juga dalam melakukan aktifitas lain yang di dorong oleh kekuatan nilai-
nilai. Bukan hanya berkaitan dengan aktifitas yang tampak tapi juga aktifitas yang
tidak tampak seperti dalam hati seseorang, bahkan pemunculan nilai-nilai tersebut
sering menjelma dalam tindakan-tindakan yang berujung pada pengukuran
moralitas.
Moralitas sering juga disebut sebagai ethos, yaitu sikap manusia yang
berkenaan dengan hukum moral yang didasarkan atas keputusan bebasnya. Ethos
juga sering diartikan untuk menunjukan karakter tertentu, dengan didasarkan pada
unggulnya satu nilai khusus, unggulnya sikap moral dari satu nilai khusus atau
sikap moral dari seluruh bangsa atau kelompok sosial. Sebuah tidakan yang baik
secara moral adalah tindakan yang baik menurut yang mengafirmasikan nilai etis
22
objektif dan yang mengafirmasikan hukum moral, dan buruk secara moral adalah
suatau yang bertentangan dengan nilai etis dan moral. 19
Kehidupan bermasyarakat sangatlah kompleks, dimana keberadaan
individu sebagai anggota masyarakat selalu dituntut untuk dapat berlaku sesuai
dengan tatanan dan kebiasaan yang berlaku, sebab masyarakat akan ada hanya
jika nilai-nilai yang mengatur dalam sebuah masyarakat dapat berjalan
semestinya. Dari hal itulah moralitas bermula. Sebab moralitas seseorang adalah
ukuran relatif yang di justifikasikan masyarakat pada individu dengan bagaimana
ataupun tingkat ketaatan seseorang dalam menjalani aturan-aturan dan berbagai
macam nilai yang berlaku pada sebuah masyarakat, dari situlah moralitas
seseorang dapat dilihat sesuai atau tidak tingkah laku perbuatan seseorang dengan
aturan-aturan yang berlaku dan lain sebagainya. Pengertian moral adalah
kesusilaan, akhlak yang melekat pada diri seseorang. Jadi pengertian moralitas
adalah Suatu sikap yang melekat dalam jiwa seseorang yang melahirkan
perbuatan-perbuatan berdasarkan kemauan dan pilihan, baik dan buruk, terpuji
dan tercela.20
Perkembangan moral menurut Piaget dibagi dalam fase-fase tertentu yang
kemudian susunannya disempurnakan oleh kolberg; pertama pra-moral; dimana
nilai-nilai moral terkandung dalam peristiwa-peristiwa luar, perbuatan jelek atau
kebaikan dan bukan pada ukuran moral itu sendiri. kedua periode penyesuaian diri
pada periode yang konvensional. Dalam fase ini nilai-nilai moral terkandung
dalam pelaksanaan peran yang baik atau buruk untuk mempertahankan ketertiban
19 Lorens Bagus, Kamus Filsafat, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2002) h. 673. 20 Zakiah Darajat, Ilmu Jiwa Agama, h.82.
23
yang konvensional. Ketiga periode moralitas yang berprinsip, yaitu nilai-nilai
moral terkandung dalam penyesuaian diri pada ukuran-ukuran moral, hak-hak dan
kewajiban yang sudah diterima oleh masyarakat. 21
Berdasarkan analisa di atas kita dapat melihat bahwa perkembangan moral
berlangsung dari sebuah tindakan yang bersifat materi dan digambarkan dengan
fenomena yang empirik sampai berkembang kepada sebuah gambaran moral yang
dilambangkan dengan sesuatu yang lebih abstrak dan lebih kepada sebuah
perilaku dan tindakan.
B. Fungsi Agama Bagi Remaja
Sejak tahun 1945 para psikologi sosial membicarakan tentang dua cara
yang berbeda dalam menjadi seseorang yang beragama atau ways of being
religious. Dalam cara yang pertama komitmen terhadap agama dipikirkan secara
seksama dan memperlakukan agama dengan sungguh-sungguh sebagai tujuan
akhir atau an end in itself. Sedangkan yang ke dua agama digunakan sebagai alat
untuk mencapai tujuan-tujuan yang berpusat pada diri sendiri.
Fungsi agama dalam perspektif sosiologi, tidak dapat dilepas dari
tantangan-tantangan yang dihadapi manusia, sebagaimana beberapa definisi
tentang agama yang telah penulis kemukakan, dan tantangan-tantangan manusia
dikembalikan dalam tiga hal: ketidakpastian, ketidakmampuan, dan kelangkaan.22
Dengan demikian agama mempunyai beberapa fungsi secara umum, yaitu ; Fungsi
21 Muhamad Said dan Junimar Affan, Psikologi dari Zaman ke-Zaman, berfokuskan
Psikologi pada Gogis, (Bandung: Jemmars, 1990) h.306. 22 Hendropuspito, Sosiologi Agama, (Yogyakarta: Yayasan Kanisius, 1983) Cet. Ke-1, h.
38
24
Edukatif, Fungsi Penyelamatan, Fungsi Pengawas Sosial (social control), Fungsi
Memupuk Persaudaraan (Social Solidarity), Fungsi Transformatif.
Agama diangggap dapat memberikan pengajaran yang otoritatif, bahkan
dalam hal-hal yang “sakral” tidak dapat salah, sebab agama mempunyai fungsi
edukatif.23 Banyak keluarga ataupun orang tua yang mempercayakan remaja
kepada instansi agama, dengan keyakinan bahwa mereka sebagai manusia di
bawah bimbingan agama akan berhasil mencapai kedewasaan pribadinya yang
penuh, melalui proses-proses hukum pertumbuhan yang penuh ancaman dari
situasi yang tak menentu dan mara bahaya.
Agama memberikan juga sangsi-sangsi yang harus dijatuhkan pada orang-
orang yang melanggarnya dan mengadakan pengawasan yang ketat atas
pelaksanaanya.24 Remaja sebagai individu dari masyarakat yang sering bergesekan
dengan pelanggaran norma, nilai dan aturan-aturan lainnya, disebabkan karena
kondisi psikologisnya yang belum stabil hingga menjadi salah satu objek dari
kontrol sosial yang sangat berpotensi. Dalam hal ini fungsi agama sebagai kontrol
sosial sangat dituntut. Agama merasa ikut bertanggung jawab atas adanya norma-
norma susila baik yang diberlakukan atas masyarakat manusia umumnya. Maka
agama menyeleksi kaidah-kaidah susila yang ada dan mengukuhkan yang baik
sebagai kaidah yang baik dan menolak kaidah yang buruk untuk ditinggalkan
sebagai larangan atau tabu.
Agama dalam hal ini berfungsi mengubah kesetiaan remaja, masyarakat
dan manusia adat kepada nilai-nilai yang kurang manusiawi dan membentuk
23 Hendropuspito, Sosiologi Agama, h. 38-39. 24 Hendropuspito, Sosiologi Agama, h. 45.
25
manusia yang ideal. Bersamaan dengan itu pula transformasi yang berarti pula
membina dan mengembangkan nilai-nilai sosial adat yang pada intinya baik dan
dimanfaatkan untuk kepentingan yang lebih luas.25
Remaja sebagai individu yang sedang membentuk pribadi sangat
memerlukan agama sebagai media transformatif tersebut, dimana diharapkan
dengan agama transformasi dari remaja menjadi dewasa akan terbentuk hingga
menjadi individu yang memenuhi dan sejalan dengan norma-norma dan nilai-nilai
agama serta sesuai dengan tatanan dalam masyarakat.
Fungsi agama sebagai sosialisasi individu ialah individu, pada saat dia
tumbuh menjadi dewasa, memerlukan suatu sistim nilai sebagai semacam
tuntunan umum untuk mengarahkan aktifitasnya dalam masyarakat, dan berfungsi
sebagai tujuan akhir pengembangan kepribadiannya.26 Orang tua dimana pun tidak
akan mengabaikan perkembangan moralisasi anak-anaknya, seperti pendidikan
agama mengajarkan bahwa hidup adalah untuk memperoleh keselamatan sebagai
tujuan utamanya. Oleh sebab itu, untuk mencapai tujuan itu harus selalu beribadah
dengan kontinyu dan teratur, membaca kitab suci dan berdoa setiap hari,
menghormati dan mencintai orang tua, bekerja keras, hidup secara sederhana,
menahan diri dari tingkah laku yang tidak jujur, tidak berbuat yang tidak pantas
dan mengacau, tidak minum-minuman keras, dan tidak berjudi, serta hal-hal yang
serupa. Maka perkembangan sosialnya terarah secara pasti serta konsisten dengan
suara hatinya.
25 Hendropuspito, Sosiologi Agama, h. 56.
26 M. Munandar Soelaeman, Ilmu Sosial Dasar, (Bandung: Eresco, 1993), h.222-223.
26
C. Perkembangan Rasa Agama pada Remaja
Pada masa remaja akhir 18-21 disebut juga adolesensi, masa remaja
menduduki tahap yang krisis jugencrise dalam perjalanan hidup seseorang.
Disebut masa krisis adalah karena pada masa ini muncul gejala-gejala yang
menunjukan adanya pembelokan dalam perkembanan, suatu kepekaan dan
labilitas yang meningkat. Seperti krisis di keluarga, sekolah, masyarakat dan krisis
keyakinan atau agama.
Sejalan dengan perkembangan jasmani dan rohaninya, maka agama pada
para remaja terhadap ajaran agama dan tindak keagamaan mereka banyak terkait
dengan faktor perkembangan tersebut.
Perkembangan agama pada para remaja ditandai oleh beberapa faktor
perkembangan rohani dan jamasninya. Perkembangan itu menurut W. Starbuck
adalah; 1. Pertumbuhan Pikiran Dan Mental, perkembangan Perasaan,
Pertimbangan sosial, perkembangan Moral, Sikap Dan Minat, Ibadah 2. Konflik
Dan Keraguan, Kepribadian, Kesalahan organisasi keagamaan dan pemuka
agama, Kebiasaan, Pendidikan.27 Tingkat keyakinan dan ketaatan beragama para
remaja, amat tergantung pada kemampuan mereka dalam menyelesaikan keraguan
dan konflik batin tersebut. Tapi di sisi lain kemampuan remaja dalam mengatasi
hal ini belum didukung dengan kematang kejiwaannya, karena itu mereka sangat
memerlukan bimbingan, pembinaan, tokoh dialog dan suasana yang kondusif bagi
berkembangnya rasa keagamaan mereka ke arah yang lebih baik. Sebaliknya
ketika hal ini tidak mereka dapatkan maka tidak yang mengatasinya dengan cara
27 W. Starbuck, dalam Jamaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2001), h. 74.
27
bergabung pada peer group (teman sebaya) untuk berbagai rasa dan pengalaman.
Dan kalau peer group itu bukan kumpulan dari remaja yang baik-baik dan
memiliki tradisi keagamaan yang benar, maka dapat dipastikan keyakinan mereka
rusak, ritual akan longgar dan akhlaknya akan berantakan dan tidak baik.
28
BAB III
GAMBARAN UMUM SUBJEK PENELITIAN
A. Kondisi Geografis dan Demografi SMA Muhammadiyah 3
Muhammadiyah adalah salah satu organisasi Islam yang terbesar yang
mempunyai amal usaha dalam bidang pendidikan formal dan non formal dengan
jumlah sekolah terbesar dilingkungan sekolah swasta di tanah air Indonesia. SMA
Muhammadiyah 3 Jakarta yang terletak di Jalan Limau I, II, III Blok B Kelurahan
Kramat Tela, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, sekolah tersebut berada di daerah
perumahan Limau dan keberadaanya merupakan salah satu amal usaha dari
Muhammadiyah Cabang Kebayoran Baru.
Wilayah Jakarta Selatan selama ini dikenal sebagai “pinggirannya kota”
hal ini disebabkan wilayah Jakarta Selatan yang pada awalanya tidak terlalu padat
karena diharapkan dapat memberi ketenangan pada penghuninya dan akses yang
gampang menuju daerah-daerah sekitar Jakarta. Keadaan wilayah Jakarta Selatan
yang menjadi gambaran diatas tidaklah sama pada masa sekarang. Seiring
padatnya jumlah penduduk, bahkan volume kendaraan yang melonjak tajam
menjadikan Jakarta Selatan sebagai daerah rawan kemacetan dan kebisingan.
Keadaan lingkungan sekolah SMA Muhammadiyah 3 berada di daerah
perumahan yang letaknya jauh dari keramaian, sehingga relatif kondusif dalam
mendukung proses belajar mengajar yang berlangsung sehari-hari. Sebagaimana
diungkapkan oleh Knoers bahwa teori belajar mempunyai sifat yang berlainan.
Teori ini beranggapan bahwa sesudah tahun pertama, potensi untuk melakukan
tingkah laku yang lebih tinggi tidak tergantung daripada perubahan spontan pada
29
struktur diri organisme, melainkan tergantung pada apa yang kita pelajari dengan
teknik-teknik yang tepat.1
Dalam perjalanannya, sejak berdiri sampai saat ini, SMA Muhammadiyah
3 Jakarta tetap eksis dalam upaya membangun bangsa ini melalui pembinaan dan
pendidikan generasi muda. Bahkan tanpa mengenal lelah diusianya yang
tergolong cukup tua, SMA Muhammadiyah 3 Jakarta tetap selalu berbenah diri
untuk dapat memberikan pelayanan pendidikan terbaik yang dibutuhkan
masyarakat.
1. Sejarah Berdirinya SMA Muhammadiyah 3
SMA Muhammadiyah 3 Jakarta didirikan pada tanggal 11 Maret 1957
oleh para perintis Perguruan Muhammadiyah Cabang Kebayoran Baru Jakarta
Selatan. Pada awal berdirinya sarana dan prasarana penunjang pada SMA
Muhammadiyah 3 sangatlah terbatas, jumlah kelas dan guru sangat minim, pada
saat itu SMA Muhammadiyah 3 Jakarta mempunyai 2 jurusan, antara lain jurusan
B dan jurusan C. Mengingat terbatasnya ruang kelas maka kegiatan belajar
mengajar dilakukan dengan 2 shif. Untuk shif pagi dimulai pukul 07.00 s.d 12.00.
Sedangkan untuk shif sore dan siang dimulai pukul 13.00 s.d 17.00 WIB. Pada
saat itu yang menjadi Kepala Sekolah adalah Bapak Aziz, menjabat dari tahun
1957 s.d 1960.
SMA Muhammadiyah 3 Jakarta sejak berdiri hingga sekarang telah
mengalami sembilan periode pergantian kepala sekolah semenjak awal berdirinya
di tahun 1960 hingga sekarang.
1 Knoers, A.M.P., Leren en Ontwikkeling,(Assen: Van Gorcum, 1973), h. 56.
30
1. Tahun 1960-1961 : Bapak. H. Amirudin S.
2. Tahun 1961-1962 : Bapak. M. Yusuf Nazar dibantu Wakil jurusan C
dan Bapak. HS. Haiban sebagai wakil jurusan B.
3. Tahun 1962-1970 : Bapak. Drs. Yus Hasan
4. Tahun 1970-1976 : Bapak. Afisham Sani, SH
5. Tahun 1976-1999 : Bapak. Drs. Faisal Islami
6. Tahun 1999-2000 : Ibu. Dra. Hj. Suwangsih
7. Tahun 2000-2002 : Ibu. Dra. Atikah Pribadi
8. Tahun 2002-2006 : Bapak. Drs. Basri, M.P.d
9. Tahun 2006-sekarang : Bapak. Drs. Jaenal Lestahulu
Pada awal berdirinya status SMA Muhammadiyah 3 masih terdaftar,
prestasi dan namanya-pun masih belum dikenal orang banyak, dengan terus
berusaha menuju perbaikan, pada tahun 1962, maka sekolah tersebut mulai
mendapat subsidi dari pemerintah, keadaan itu berlangsung hingga tahun 1985.
Setelah tahun 1985 prestasi SMA Muhammadiyah 3 seakan terus
melonjak, hingga pada awal tahun 1985 statusnya menjadi disamakan. Setelah
mengalami banyak pembenahan-pembenahan, dan seiring waktu sarana dan
prasarananya-pun bertambah sehingga mendongkrak prestasi dari siswa-siswinya,
hingga pada 2005 SMA Muhammadiyah 3 dengan akreditasi “A” menjadi sekolah
yang berprestasi.
31
Berikut tabel yang menunjukan beberapa sarana yang ada di SMA
Muhammadiyah 3.
Tabel 1
Infrastruktur SMA Muhammadiyah 3
No Infrastruktur Jumlah
Kondisi Dan Keterangan
1 Masjid 1 Baik dan pelengkapan shalat lengkap
2 Perpustakaan 1 Baik dan buku-buku lengkap dan nyaman
3 Laboratorium Bahasa 2 Baik dan fasilitas lengkap
4 Laboratorium Komputer 1 Baik dan fasilitas lengkap plus internet
5 Laboratorium IPA 2 Baik fasilitas lengkap 6 Green House 1 Baik dan bersih
7 Ruang Audio Visual 1 Baik dan fasilitas lengkap
8 Lapangn Olah Raga 1 Kurang Baik karena terlalu kecil
9 Ruang UKS 1 Baik dan fasilitas lengkap
10 Kantin 1 Baik dan bersih
11 Ruang Internet 1 Baik dan fasilitas lengkap
12 Aula 1 Baik dan fasilitas lengkap
13 Ruang Bimbingan 1 Baik dan fasilitas lengkap
14 Ruang IRM 1 Baik dan fasilitas lengkap
Jumlah 16
2. Visi dan Misi SMA Muhammadiyah 3 Jakarta
Untuk dapat memenuhi tuntutan masyarakat akan hasil pendidikan yang
berkualitas serta sesuai dengan perkembangan zaman, terwujudnya manusia
32
muslim yang berakhlak mulia, cakap, percaya diri, berguna bagi masyarakat dan
negara, namun tidak keluar dari syariat Islam.
SMA Muhammadiyah 3 Jakarta dalam pelayanan pendidikan
mengutamakan pengembangan potensi peserta didik secara optimal dan seimbang
antara Iman, Ilmu dan Amal, cita-cita itulah yang selalu diperjuangkan oleh unsur-
unsur pengajar dan Muhammadiyah di SMA Muhammadiyah 3.2
Menjadi Sekolah Menengah Atas yang berkualitas, mandiri, kokoh dalam
aqidah, anggun dalam akhlak (moral) unggul dalam prestasi.
1. Menyelenggarakan pendidikan Menengah Atas sesuai dengan kebutuhan
masyarakat kini dan akan datang.
2. mengembangkan potensi peserta didik secara optimal dan seimbang antara
Iman, Ilmu dan Amal.
3. Meningkatkan kualitas: keislaman, keilmuan dan teknoligi, penguasaan,
kecakapan hidup dan keindonesiaan peserta didik.
B. Kurikulum dan Sistematika Pengajaran di SMA Muhammadiyah 3
Pendidikan yang ada di dunia ini, termasuk yang ada di Indonesia, adalah
pendidikan yang diawali dengan pengajaran-pengajaran ala-kadarnya dengan
duduk melingkar dibawah mengelilingi sang guru, dengan pengajaran ilmu-ilmu
etika, nilai-nilai dan moral. Begitu juga pendidikan di Indonesia yang selanjutnya
berkembang menjadi pendidikan di surau-surau hingga akhirnya terbentuklah
lembaga-lembaga pesantren dan kemudian sekolah moderen seperti yang ada saat
ini.
2 Wawancara Pribadi dengan Bapak Zaenal, Kepala Sekolah SMA Muhammadiyah 3.
tanggal 29 Maret 2007 di Kantor Kepala Sekolah.
33
Perkembangan dalam dunia pendidikan tidak lepas dari pencarian manusia
untuk dapat menemukan metode-metode pembelajaran agar transfer pengetahuan
dapat berjalan optimal, hingga kemudian ditemukan metode-metode yang
sistematis seperti di sekolah-sekolah moderen ini, seperti pengelasan, kurikulum,
dan pembagian ataupun klasifikasi yang lainnya.
Pelaksanaan pendidikan agama pada mulanya bersifat fakultatif,
maksudnya kurikuluim mengenai pendidikan agama terpisah dalam bagian
tersendiri dari kurikulum yang wajib diberikan di sekolah-sekolah, seperti yang
terjadi pada masa Orde Lama pendidikan agama hanya sebagai muatan-muatan
lokal dan bukan menjadi kurikulum wajib yang berlaku secara nasional hanya
sekolah-sekolah yang ingin memasukan pendidikan agama, tidak ada tuntutan dari
lembaga pendidikan negara yang resmi. Namun ketika Orde Baru berkuasa
dimulailah Pendidikan Agama sebagai materi wajib yang dimasukan dalam
kurikulum sampai ke perguruan tinggi.3
Pendidikan agama Islam berperan membentuk manusia Indonesia yang
percaya dan takwa kepada Allah S.W.T., menghayati dan mengamalkan ajaran
agamanya dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam kehidupan pribadi maupun
dalam kehidupan bermasyarakat, mempertinggi budi pekerti, memperkuat
kepribadian dan mempertebal semangat kebangsaan dan cinta tanah air.
Ruang lingkup bahan pengajaran Pendidikan Agama Islam yang terdapat
di SMA Muhammadiyah 3 secara garis besar mengikuti GPPP Pendidikan SMA
dari Dep. Dik. Bud. yaitu:
3 Sahilun A. Nasir, Peranan Pendidikan Agama Terhadap Pemecahan Problema Remaja,
(Jakarta: Kalam Mulia, 1999) h. 51.
34
1. Hubungan manusia dengan Allah S. W. T.
2. Hubungan manusia dengan dirinya sendiri
3. Hubungan manusia dengan sesama manusia.
4. Hubungan manusia dengan mahluk lainnya.4
Selain materi-materi Pendidikan Agama Islam yang sejalan dengan GPPP
Muhammadiyah sebagai Lembaga Pendidikan yang berbasis pada pengembangan
moral dan akhlak Islami juga menambahkan beberapa kurikulum keagamaan
seperti Bahasa Arab dan Kemuhammadiyahan, dimana dengan hal itu diharapkan
siswa-siswi mampu lebih mengetahui Ilmu-ilmu Keislaman yang lain dan dapat
mengambil pelajaran atau ‘ibrah dari Generasi-generasi Islam terdahulu.5
Materi Pendidikan Agama Islam di sekolah dikelompokan menjadi sub
bidang studi atau mata pelajaran yaitu tauhid, ibadah, akhlak, al Quran, syari’ah,
muamalah dan tarikh. Pengelompokan menjadi sub bidang atau mata pelajaran
tersebut hanya untuk memudahkan penjabaran materi namun tidak tampak
pemisahan di dalam GBPP.
Landasan SMA Muhammadiyah 3 adalah surat keputusan menteri
pendidikan dan kebudayaan No. 0461/U/1983, tangggal 22 Oktober 1983 tentang
perbaikan kurikulum pendidikan dasar dan menengah di lingkungan Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan dan surat Keputusan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan No. 0209/U/1984, tanggal 2 Mei 1984 dan penyempurnaan
4 Penjelasan Tentang Penyempurnaan Terhadap Kurikulum SMA, GPPP, Mata Pelajaran
Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Dep.Dik.Bud, 1986) h.4. 5 Wawancara dengan Bapak Zaenal , Kepala Sekolah SMU Muhammadiyah 3, tanggal
29 Maret 2007 di Kantor Kepala Sekolah.
35
Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No.0468/U/1984, tanggal 25
Oktober 1984 tentang perbaikan kurikulum 1984 SMA.6
Kegiatan belajar mengajar yang diterapkan di sekolah ini berlangsung
enam hari seminggu, dari jam 07.00 sampai dengan 14.15. Setiap harinya kegiatan
belajar mengajar diawali dengan pembacaan al Qur’an secara bersama-sama, hal
ini dimaksudkan untuk membentuk pribadi yang Islami, kenudian dilanjutkan
dengan mengajarkan materi-materi wajib sesuai kurikulum yang telah
dirumuskan. Pada sore hari jam 14.15 sampai dengan pukul 16.00 kegiatan ekstra
kurikuler dilaksanakan, hal ini dimaksudkan untuk mengetahui potensi, sekaligus
mengembangkan bakat-bakat yang ada pada siswa, baik dalam bidang olah raga
maupun yang lain.
6 Sahilun A. Nasir, Peranan Pendidikan Agama Terhadap Pemecahan Problema Remaja,
h.55.
36
Tabel 2
Struktur Kurikulum Kelas X-XI-XII
ALOKASI WAKTU
KELAS X KELAS XI (IPA)
KELAS XI (IPS)
KELAS XII (IPA)
KELAS XII (IPS)No MATA
PELAJARAN SMT
1 SMT
2 SMT
1 SMT
2 SMT
1 SMT
2 SMT
1 SMT
2 SMT
1 SMT
2
1 Pendidikan Agama (Al-Islam) 3 3 3 3 3 3 2 2 2 3
2 Kewarganegaraan 2 2 2 2 3 3 2 2 3 3
3 Bahasa dan Sastra Indonesia 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
4 Bahasa Inggris 4 4 4 4 4 4 5 5 5 5
5 Matematika 4 4 6 6 4 4 7 7 5 4
6 Kesenian 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
7 Pendidikan Jasmani 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2
8 Sejarah 2 2 2 2 1 2 2 2 4 4
9 Geografi 2 2 - - 4 4 - - 3 2
10 Ekonomi 3 3 - - 7 7 - - 7 7
11 Sosiologi 2 2 - - 3 3 - - 5 5
12 Fisika 4 4 6 6 - - 6 6 - -
13 Kimia 4 4 5 5 - - 6 6 - -
14 Biologi 4 4 5 5 - - 5 5 - -
15 Teknologi dan Informatika 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
16 Bahasa Arab 2 2 2 2 2 2 2 2 2
17 Al-Quran 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
18 Kemuhammadi-yahan 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
JUMLAH 49 49 48 48 45 46 48 48 49 47
37
Kurikulum yang kompeten menjadi tumpuan dari banyaknya harapan para
orang tua murid yang mengharap pendidikan yang berkualitas, dimana sekolah
diharapkan dapat memberikan peran bagi pertumbuhan intelektual dan moral atau
akhlak. Peran itulah yang menimbulkan harapan-harapan bagi kualitas yang
nantinya akan dimiliki anak didik, namun sekolah hanya salah satu faktor yang
membentuk individu, disamping peran dari unsur-unsur lain dalam masyarakat
yang mempengaruhi seorang individu. Memang status sekolah dan tingginya
biaya pendidikan yang dibayarkan membuat harapan yang lebih pada sekolah ini.
Peran atau sering juga disebut role, peran adalah seperangkat harapan-
harapan yang dikenakan pada individu tertentu yang mempunyai kedudukan sosial
tertentu. Menurut David Berry harapan merupakan hubungan dari norma-norma
Sosial, oleh karena itu dapat dikatakan; peran itu ditentukan oleh norma dalam
masyarakat, berarti seseorang diwajibkan untuk melakukan hal-hal yang
diharapkan oleh masyarakat di dalam pekerjaan dan tingkah laku.7 Berarti pula
SMA Muhammadiyah 3 diwajibkan untuk melakukan hal-hal yang diharapkan
oleh orang tua murid di dalam pekerjaan dan pengembangan akhlak. Dalam hal itu
SMA Muhammadiyah 3 tempat pilihan orang tua menyekolahkan anaknya untuk
memdapatkan ilmu agama yang tidak pernah diajarkan dirumahnya masing-
masing
7 N. Grass WS. Massa dan AW. MC . E achen, “Explorations Role analysis” dalam David Berry Pokok-pokok Pikiran Dalam Sosiologi, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1995), Cet. 3, h. 99-100.
38
C. Kondisi Ekonomi dan Keagamaan Siswa-siswi SMAMuhammadiyah 3
Karena banyaknya jumlah Siswa-siswi SMU Muhammadiyah 3, dan
keragaman yang ada pada mereka, maka peneliti menggunakan metode
pengambilan sampel purposif (purposial sampling) yaitu sampel dipilih dengan
sengaja berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu. Responden ditentukan
sebanyak 10, dari masing-masing kelas IPA dan IPS sedang 5 responden dari dari
kelas I, sedangkan dan kelas II dengan latar belakang ekonomi dan sosial yang
berbeda-beda. Usia subjek yang dipilih rata-rata 15-19 tahun, dengan
pertimbangan pada usia tersebut subjek adalah individu yang digolongkan sebagai
remaja dan belum mempunyai kematangan berfikir atau belum dewasa.
Tabel 3
Profil Siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3 Berdasarkan Jumlah
Jenis Kelamin
Nomor Jenis Kelamin Jumlah Prosentase
1. Laki-laki 276 55%
2. Perempuan 224 45%
Jumlah 500 100%
Jumlah siswa-siswi di SMU Muhammadiyah 3 mencapai kurang lebih
276 siswa dan 224 siswi 8, dengan kualitas pengetahuan keagamaan yang
berbeda-beda. hal ini turut dipengaruhi oleh basis pengetahuan agama yang
mereka bawa dari keluarga, sebagaimana yang penulis temukan di lapangan;
8 Data Siswa-Siswi SMU Muhammadiyah 3 tahun 2007.
39
bahwa karakter dari masing-masing keluarga yang dipengaruhi oleh status sosial,
ekonomi dan budaya yang berbeda-beda pula. Sebagian dari responden yang
penulis temui menyatakan mereka tidak banyak mendapat didikan agama dari
orang tua mereka, hal ini disebabkan keberadaan para orang tua yang tidak
mempunyai waktu untuk melakukan hal itu, status sosial ekonomi keluarga dari
responden yang penulis temukan memang tergolong sebagai keluarga yang
menempati kelas atas, rata-rata orang tua responden yang penulis temui
merupakan pejabat, pengusaha atau kalangan pegawai yang memiliki jabatan
cukup menguntungkan, tetapi justru karena posisi tersebut sebagian besar orang
tua atau wali dari siswa-siswi di SMA Muhammadiyah 3 tidak dapat
mencurahkan waktunya untuk mendidik mereka secara langsung. Kemudian
pergaulan kota metropolis seperti Jakarta ini yang memberi andil besar pada
menipisnya keberagamaan mereka, dimana pada kondisi kota metropolis seperti
Jakarta yang moderen sekaligus menjadi sebuah kota industri dengan masyarakat
urbannya yang demikian komplek sehingga teori modernisasi teraktualkan dimana
ketika terjadi modernisasi agama tidak lagi melembaga dan hanya sebatas pada
kehidupan individu belaka.9 Disamping itu sekolah asal mereka dengan basis
pendidikan agama yang relatif sedikit dan hanya ditujukan untuk memenuhi
kurikulum belaka. Walaupun ada sebagian dari mereka yang berasal dari SMP
Muhammadiyah 9 yang masih berada dalam satu lingkungan dalam komplek
sekolah tersebut.
9 Robert W. Hefner, Islam Pasar Keadilan, Penerjemah Amirudin dan Asyhabudin,
(Yogyakarta: LkiS, 2000), h.11.
40
Untuk dapat masuk ke SMU Muhammadiyah 3 para orang tua murid harus
mengeluarkan biaya yang relatif mahal, wajar saja jika hanya siswa-siswi dari
kalangan berada saja yang mampu bersekolah di tempat itu, hal itu juga sejalan
dengan pengamatan penulis yang melakukan observasi pada jam pulang sekolah,
dimana sebagian besar dari siswa dijemput dengan mobil pribadi. SMA
Muhammadiyah 3 juga mengambil siswa-siswi berpretasi dari panti asuhan yang
masih berada di bawah naungan yayasan Muhammadiyah.10 namun keberadaan
siswa-siswi yang berasal dari panti asuhan bukan gambaran dari generalisasi
keadaan ekonomi keseluruhan siswa, sebab jumlah siswa yang berasal dari panti
asuhan amat sedilit dan bisa dikatakan bukan jumlah dominan, bahkan jumlahnya
tidak mencapai puluhan.
Penulis tidak menemukan data kuantitatif mengenai perbandingan dan
jumlah anak yatim yang berada di SMA Muhammadiyah 3, baik data mengenai
ekonomi maupun data yang lain.
10 Wawancara dengan Bapak Kusmayadi, Guru Olahraga SMA Muhammadiyah 3, tanggal 29 Maret 2007 di lapangan olahraga.
41
BAB IV
PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
Analisis data yang disajikan dalam penelitian ini yaitu mengenai pengaruh
pemahaman agama terhadap moralitas siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3.
Sebelum mengetahi pengaruh pemahaman agama terhadap moralitas siswa-siswi
SMA Muhammadiyah 3. maka dilakukan dahulu pengukuran tingkat religiusitas
siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3 dan tingkat perilaku yang berkaitan dengan
moral, setelah itu dicari hubungan pengaruhnya.
Untuk mengukur tingkat pemahaman siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3
dapat dilihat dari lima dimensi keberagamaan, yaitu: dimensi ideologik, dimensi
ritualistic, deminsi experiensial, deminsi intelektual, dan demensi konsekuensial,
dengan melihat kelima dimensi tersebut akan didapatkan penilaian pada siswa-
siswi SMA Muhammadiyah 3 apakah masih tinggi atau tidak pemahaman mereka,
sebab melalui keberagamaan itu sendiri lebih bersifat personal, yaitu melihat
aspek-aspek yang berada di dalam hati nurani, lebih mengarah pada nilai-nilai
keagamaan yang diyakini oleh individu, kemudian diaktualisasikan dalam
kehidupan sehari-hari. Sedangkan untuk mengukur moralitas siswa-siswi SMA
Muhammadiyah 3 bisa dilihat dalam bentuk simpati, berderma, menolog,
kerjasama dan altruisme.
42
A. Tingkat Pemahaman Agama Siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3
1. Pemahaman Terhadap Dimensi Keyakinan
Dimensi keyakinan ialah menunjukkan tingkat kepercayaan atau
keyakinan pemeluk suatu agama terhadap ajaran-ajaran agamanya, terutama
ajaran agama yang bersifat fundamental dan dogmatik khususnya untuk siswa-
siswi SMA Muhammadiyah 3. Bagi pemeluk agama Islam, dimensi keyakinan ini
tidak hanya menyangkut kepercayaan, tetapi lebih merupakan tingkat keyakinan
atau keimanan yang bersifat dinamis, yang meliputi keyakinan terhadap rukun
iman, dan ajaran agama yang berkenaan dengan pandangan hidup muslim.
Dilihat dari dimensi keyakinan, Pemahaman siswa-siswi SMA
Muhammadiyah 3 terhadap dimensi keyakinan berdasarkan hasil penelitian yang
penulis lakukakn, menunjukkan tingkat yang tinggi. Itu bisa dilihat pada tabel-
tabel yang penulis cantumkan di bawah. Penulis mengambil kesimpulan bahwa
Pemahaman siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3 terhadap dimensi keyakinan
menunjukan frekuensi yang tinggi dikarenakan banyaknya pengamalan beragama
yang mereka terima dari kecil hingga dewasa.
Dibawah ini akan disajikan tabel-tabel yang menyangkut tingkat Pemahaman
siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3 dilihat dari dimensi keyakinan.
43
Tabel 4
Keyakinan Siswa-Siswi SMA Muhammadiyah 3 Mengenai Keberadaan
Allah, Meskipun Tidak Tampak Dalam Wujud Fisik Yang Nyata
Nomor Jawaban Frekuensi Prosentase
1. Sangat Yakin 44 88%
2. Yakin 6 12%
3. Kurang Yakin - -
4. Tidak Yakin - -
Jumlah 50 100%
Sumber Data: Angket Penelitian 2007
Dari tabel diatas dapat kita ketahui bahwa siswa-siswi SMA
Muhammadiyah 3 sangat meyakini keberadaan Allah, meskipun tidak tampak
dalam wujud fisik yang nyata. Menurut mereka Allah itu Esa, tidak ada Tuhan
yang menciptakan, mengatur dan melaksanakan segala sesuatu, melainkan Dia.
Tabel 5
Keyakinan siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3 AdanyaMalaikat dan Rasul
Nomor Jawaban Frekuensi Prosentase
1. Sangat Yakin 27 54%
2. Yakin 23 46%
44
3. Kurang Yakin - -
4. Tidak Yakin - -
Jumlah 50 100%
Sumber Data: Angket Penelitian 2007
Selain meyakini keberadaan Allah, responden juga meyakini adanya
malaikat dan rasul. Umumnya para responden sangat mengenal nama-nama
malaikat seperti malaikat Jibril, Mikail, Israfil, Izrail, Rakib, Atid, Munkar, Nakir,
Ridwan, dan Malik, berikut tugas-tugas mereka. Sedangkan mengenai rasul
menurut mereka rasul sama seperti manusia dalam wujud fisik, namun Allah
memberikan sifat kesucian kepada mereka sehingga mereka bisa menerima wahyu
Allah dengan perantara malaikat.
Tabel 6
Keyakinan Siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3 TerhadapKitab-kitab Allah
Nomor Jawaban Frekuensi Prosentase
1. Sangat Yakin 28 56%
2. Yakin 22 44%
3. Kurang Yakin - -
4. Tidak Yakin - -
Jumlah 50 100%
Sumber Data: Angket Penelitian 2007
45
Dari tabel diatas dapat kita ketahui bahwa keyakinan responden kepada
Ktab-kitab Allah sangat tinggi. Menurut mereka kitab-kitab Allah, khususnya kita
Al-Quran di dalamnya berisikan ketentuan-ketentuan Allah tentang akidah dan
ibadah, juga prinsip-prinsip hukum mengenai halal dan haram.
Tabel 7
Keyakinan siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3 Terhadap Hari Kiamat
Nomor Jawaban Frekuensi Prosentase
1. Sangat Yakin 27 54%
2. Yakin 23 46%
3. Kurang Yakin - -
4. Tidak Yakin - -
Jumlah 50 100%
Sumber Data: Angket Penelitian 2007
Keyakinan siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3 terhadap hari kiamat dapat
dikatakan tinggi. Mereka yakin suatu saat nanti datang hari kiamat, yaitu dimana
pada pada ahari itu adalah masa berakhir kehidupan manusia. Dan juga
merupakan tujuan akhir penciptaan manusia.
46
Tabel 8
Keyakinan Siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3 Terhadap
Qada’ dan Qadar
Nomor Jawaban Frekuensi Prosentase
1. Sangat Yakin 28 56%
2. Yakin 22 44%
3. Kurang Yakin - -
4. Tidak Yakin - -
Jumlah 50 100%
Sumber Data: Angket Penelitian 2007
Keyakinan siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3 terhadap Qada’ dan Qadar
menunjukkan angka yang tinggi. Mereka berpendapat bahwa segala sesuatunya
ditentukan oleh Allah, meskipun ada hal-hal yang menjadi kewenangan manusia.
Artinya sesuatu yang akan terjadi tergantung dari usaha manusia itu sendiri.
2. Pemahaman terhadap Dimensi Ritualistik
Dimensi ritualistic dapat dilihat pada tingkat kepatuhan seorang pemeluk
agama dalam mengerjakan kegiatan-kegiatan ritual sebagaimana diajarkan oleh
agamanya. Bagi pemeluk agama Islam, dimensi ritualistic ini menyangkut ibadah
dalam arti sempit yang berarti hubungan ritual langsung antara hamba dengan
tuhanyanya.
47
Dibawah ini akan disajikan tabel-tabel yang menyangkut tingkat
Pemahaman siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3 dilihat dari dimensi Ritualistik.
Tabel 9
Keyakinan siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3 Dalam
Melaksanakan Shalat Lima Waktu Berjama’ah
Nomor Jawaban Frekuensi Prosentase
1. Sangat Sering 4 8%
2. Sering 23 46%
3. Kadang-kadang 23 46%
4. Tidak Pernah - -
Jumlah 50 100%
Sumber Data: Angket Penelitian 2007
Sebagian besar responden menjawab sering dalam mengerjakan shalat
berjama’ah. Para responden juga mengakui frekuensi mereka dalam mengerjakan
shalat lima waktu berjama’ah lebih tinggi pada saat mereka masih berada dalam
SMA Muhammadiyah 3. Selain karena kesadaran dari dalam hati, terlebih juga
karena peraturan yang mewajibkan mereka shalat lima waktu berjama’ah di
masjid, sehingga kemungkinannya sangat kecil untuk tidak shalat lima waktu
berjama’ah.
48
Tabel 10
Frekuensi siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3 Dalam Mengerjakan Puasa
Sunnah
Nomor Jawaban Frekuensi Prosentase
1. Sangat Sering - -
2. Sering 4 8%
3. Kadang-kadang 19 38%
4. Tidak Pernah 27 54%
Jumlah 50 100%
Sumber Data: Angket Penelitian 2007
Umunnya frekuensi responden dalam mengerjakan puasa sunnah cukup
tinggi, walaupun sebagain kecil ada yang menjawab kadang-kadang. Alasan
sebagian responden menjawab sering melaksanakan puasa sunnah karena telah
terbiasa melakukannya saat masih di dalam SMA Muhammadiyah 3
Tabel 11
Frekuensi siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3 dalam Membaca Kitab Suci
Al-Quran
Nomor Jawaban Frekuensi Prosentase
1. Sangat Sering 3 6%
49
2. Sering 23 43%
3. Kadang-kadang 24 43%
4. Tidak Pernah - -
Jumlah 50 100%
Sumber Data: Angket Penelitian 2007
Frekuensi responden dalam membaca Al-quran cukup tinggi, walaupun
masih ada yang menjawab kadang-kadang saja membaca Al-Quran. Bagi mereka
yang menjawab kadang-kadang biasanya mereka hanya membaca Al-Quran pada
kegiatan rutin di sekolah saja. Aktifitas siswa yang kadang-kadang saja atau hanya
membaca Qur’an di sekolah dikarenakan suasana rumah yang memang tidak
mengkondisikan hal itu berjalan, bisa disebabkan kurangnya dukungan orang tua
atau bahkan penekanan mereka yang memang hanya pada kegiatan yang berkaitan
dengan pembelajaran formal di sekolah.
Tabel 12
Frekuensi Siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3 Dalam memberikan Zakat,
Infak, dan Sodakoh Kepada Yang Membutuhkan
Nomor Jawaban Frekuensi Prosentase
1. Sangat Sering 6 12%
2. Sering 32 64%
3. Kadang-kadang 12 24%
50
4. Tidak Pernah - -
Jumlah 50 100%
Sumber Data: Angket Penelitian 2007
Frekuensi responden dalam memberikan zakat, infak, dan sodakaoh cukup
tinggi. Selain memberikan zakat setahun sekali mereka juga sering memberikan
infak ataupun sodakoh kepada yang membutuhkan.
Tabel 13
Intensitas Siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3 Dalam Berdoa Setelah Shalat
Nomor Jawaban Frekuensi Prosentase
1. Sangat Sering 3 6%
2. Sering 22 54%
3. Kadang-kadang 7 14%
4. Tidak Pernah 18 24%
Jumlah 50 100%
Sumber Data: Angket Penelitian 2007
Frekuensi responden dalam berdoa setelah shalat cukup tinggi. Umumnya
para responden setelah shalat berdoa, walaupun tidak terlalu panjang. Bagi
responden yang menjawab kadang-kadang, alasan mereka adalah saat dalam
keadaan terburu-buru biasanya mereka melewatkan berdoa.
51
3. Pemahaman terhadap Dimensi Experiensial
Dimensi Experiensial yaitu, dimana menunjukkan tingkat seseorang
merasakan dan mengalami perasaan-perasaan dan pengalaman-pengalaman
religius. Bagi pemeluk agama Islam, dimensi ini meliputi persaan dekat dengan
Allah, dan kesadaran akan kehadiran yang maha kuasa.
Dibawah ini akan disajikan tabel-tabel yang menyangkut tingkat
Pemahaman siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3 dilihat dari dimensi
experiensial.
Tabel 14
Pandangan siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3 Bahwa Setelah Melakukan
Shalat Hati Menjadi Damai
Nomor Jawaban Frekuensi Prosentase
1. Sangat Setuju 17 34%
2. Setuju 28 56%
3. Kurang Setuju 5 10%
4. Tidak Setuju - -
Jumlah 50 100%
Sumber Data: Angket Penelitian 2007
Sebagian besar responden mengakui bahwa setelah melakukan shalat, hati
menjadi damai, itu dikarenakan sebagian dari mereka berpendapat bahwa shalat
adalah sebuah kewajiban, dan ketika kewajiban tersebut terpenuhi maka hati akan
52
menjadi damai. Dari tabel di atas juga diketahui ada sebagaian kecil yang
menjawab kurang setuju, itu dikarenakan umumnya mereka menganggap shalat
hanya sebuah perintah, sehingga setelah mengerjakannya mereka tidak merasakan
apa-apa.
Tabel 15
Intensitas Siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3 Dalam Berpuasa
Nomor Jawaban Frekuensi Prosentase
1. Sangat Setuju 7 14%
2. Setuju 32 64%
3. Kurang Setuju 11 22%
4. Tidak Setuju - -
Jumlah 50 100%
Sumber Data: Angket Penelitian 2007
Dari tabel di atas dapat diasumsikan bahwa semua responden mengakui
tetap bersemangat dalam beraktivitas saat mengerjakan puasa. Itu dikarenakan,
walaupun mereka tidak makan ataupun minum, mereka merasa Allah tetap
memberikan energi pada tubuh manusia sehingga tidak berpengaruh terhadap
aktivitas mereka. Sedangkan bagi responden yang menjawab kurang setuju,
alasanya adalah karena pada saat puasa kondisi fisik mereka menurun, sehingga
berpengaruh dalam beraktivitas.
53
Tabel 16
Pandangan Siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3 Dengan Mendengar Ayat-
ayat Suci Al-Quran Akan Menambah Kesadaran Akan Kebesaran Allah
Nomor Jawaban Frekuensi Prosentase
1. Sangat Setuju 12 24%
2. Setuju 33 66%
3. Kurang Setuju 5 10%
4. Tidak Setuju - -
Jumlah 50 100%
Sumber Data: Angket Penelitian 2007
Kebanyakan responden betrpandangan bahwa dengan mendengarkan ayat-
ayat suci Al-Quran membuat mereka semakin sadar akan kebesaran Allah.
Mereka akui saat mendengar lantunan ayat suci Al-quran hati menjadi bergetar,
hal tersebub menurut mereka dikarenakan bahasanya yang indah sehimngga tidfak
ada yang mampu membuat seperti itu.
54
Tabel 17
Pandangan Siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3 Berdoa Kepada Allah
Memberikan Keyakinan Akan Pertolongan Allah
Nomor Jawaban Frekuensi Prosentase
1. Sangat Setuju 15 30%
2. Setuju 32 64%
3. Kurang Setuju 6 6%
4. Tidak Setuju - -
Jumlah 50 100%
Sumber Data: Angket Penelitian 2007
Berdasarkan tabel diatas semua responden menyatakan sangat setuju atau
setuju bahwa dengan berdoa kepada Allah, memberikan keyakinan akan
pertolongan Allah-lah mereka meminta kepada Allah.
Tabel 18
Pandangan Siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3 Bahwa Ketika Mendapat
Cobaan Maka Menerimanya Dengan Ikhlas dan Berserah Diri Pada Allah
Nomor Jawaban Frekuensi Prosentase
1. Sangat Setuju 30 60%
2. Setuju 18 38%
55
3. Kurang Setuju 2 4%
4. Tidak Setuju - -
Jumlah 50 100%
Sumber Data: Angket Penelitian 2007
Hampir semua responden menyatakan bahwa pada saat mendapat cobaan
maka menerimanya dengan ihklas dan beserah diri pada Allah. Perasaan ini
adalah akibat tingginya keyakinan mereka pada Allah, dan pandangan mereka
bahwa Allah tidak akan memberikan cobaan kepada hambaNya di luar
kemampuan hamba itu sendiri. Sedangkan dua responden yang menjawab kurang
setuju, mengatakan bahwa pada saat Allah memberiakan cobaan itu dikarenakan
Allah sedang marah kepadanya.
Berdasarkan tabel-tabel di atas penulius mengambil kesimpulan bahwa
pemahaman Siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3 pada dimensi experiensial
cukup tinggi.
4. Pemahaman terhadap Dimensi Intelektual
Dimensi intelektual yang maksud di sini adalah tingkat pengetahuan dan
pemahaman seseorang terhadap ajaran-ajaran agamanya sebagimana yang termuat
di dalam kitab suci. Bagi pemeluk agama Islam, pengetahuan yang paling
elementer adalah tentang rukun iman dan rukun islam serta bberapa kaidah dalam
hidup bermasyarakat seperti mengenai perkawinan, jual beli, pembagian waris,
dan sebagainya.
56
Dibawah ini akan disajikan tabel-tabel yang menyangkut tingkat
Pemahaman siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3 dilihat dari dimensi intelektual.
Tabel 19
Pemahaman SMA Muhammadiyah 3 Mengenai Kandungan Dari Dua
Kalimat Syahadat
Nomor Jawaban Frekuensi Prosentase
1. Memahami 6 12%
2. Memahami 33 66%
3. Kurang Memahami 11 22%
4. Tidak Memahami - -
Jumlah 50 100%
Sumber Data: Angket Penelitian 2007
Sebagian besar responden menjawab memahami kandungan dari dua
kalimat syahadat, yaitu kaliamat laa ilaaha illa Allah yang merangkaikan dengan
Muhammad Rasul Allah. La ilaaha illa Allah menurut mereka adalah sebuah
kesaksian bahwa mereka mengakui dengan penuh kesadaran bahwa allah itu esa.
Tiada tuhan selain Allah. Di samping itu kaliamat Muhammad Rasul Allah
menurut mereka berarti mengakui bahwa Muhammad adalah utusan Allah yang
menerima wahyu dari Allah melalui malaikait Jibril berupa kitab suci Al-Quran.
57
Tabel 20
Pemahaman siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3 Mengenai hakekat Puasa
Nomor Jawaban Frekuensi Prosentase
1. Sangat Memahami 6 12%
2. Memahami 24 48%
3. Kurang Memahami 20 40%
4. Tidak Memahami - -
Jumlah 50 100%
Sumber Data: Angket Penelitian 2007
Pemahaman responden terhadap hakekat puasa cukup tinggi. Itu
dibuktikan hampir 50% responden menjawab memahami. Rata-rata para
responden menjawab bahwa hakekat puasa bukan pada menahan diri dari makan
dan minum saja tetapi juga membersihkan diri dari hal-hal yang tidak baik
sehingga menjadi yang suci baik jasmani maupun rohani.
Tabel 21
Pengetahuan Siswa siswi SMA Muhammadiyah 3 Mengenai Orang-orang
Yang Berhak Menerima Zakat
Nomor Jawaban Frekuensi Prosentase
1. Sangat Memahami 6 12%
58
2. Memahami 10 20%
3. Kurang Memahami 34 68%
4. Tidak Memahami - -
Jumlah 50 100%
Sumber Data: Angket Penelitian 2007
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa rata-rata responden menjawab
mengetahui siapa-siapa saja yang berhak menerima zakat. Sedangkan sisanya
yang menjawab kurang mengetahui dengan alasan lupa.
Tabel 22
Pemahaman Siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3 Mengenai Haji
Nomor Jawaban Frekuensi Prosentase
1. Sangat Memahami 4 8%
2. Memahami 30 60%
3. Kurang Memahami 16 32%
4. Tidak Memahami - -
Jumlah 50 100%
Sumber Data: Angket Penelitian 2007
59
Berdasarkan tabel diatas diketahui sebagin besar responden mengaku
memahami rukun-rukun haji. Sedangkan sebagian kecil dari responden ada yang
menyatakan kurang memahami rukun-rukun haji, meskipun mengetahui mengenai
rukun-rukun haji tetapi hanya sebatas yang mereka peroleh dari pelajaran
manasik.
Tabel 23
Pemahaman Siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3 Mengenai Tata cara Shalat
Yang Baik
Nomor Jawaban Frekuensi Prosentase
1. Sangat Memahami 6 12%
2. Memahami 36 72%
3. Kurang Memahami 8 16%
4. Tidak Memahami - -
Jumlah 50 100%
Sumber Data: Angket Penelitian 2007
Dari tabel diatas dapat diketahui bahawa sebagian besar responden
memahami tata cara shalat yang baik, hanya 8 responden yang menyatakan
kurang memahami tata cara shalat yang baik.
Dari tabel-tabel di atas penulis mengambil kesimpulan bahwa tingkat
religiusitas siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3 pada demensi intelektual cukup
tinggi.
60
5. Pemahaman terhadap Dimensi Konsekuensial
Dimensi konsekuensial yang dimaksud disini adalah sejauh mana
seseorang dalam berperilaku didorong atau dilatar belakangi oleh ajaran agama
yang dipeluknya. Bagi seorang muslim, dimensi ini identik dengan “amal sholeh”
yang artinya perbuatan kebaikan sebagai perwujudan dari keimanan dan ibadah
dalam bentuk yang nyata atau manifestasi ajaran agama dalam kehidupan
bermasyarakat.
Dibawah ini akan disajikan tabel-tabel yang menyangkut tingkat religiusitas
siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3 dilihat dari demensi konsekuensial.
Tabel 24
Intensitas Siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3 Bahwa Apabila Bertemu
Sesama Muslim Maka Mengucapkan Salam
Nomor Jawaban Frekuensi Prosentase
1. Sangat Sering 9 18%
2. Sering 31 62%
3. Kadang-ladang 10 20%
4. Tidak Pernah - -
Jumlah 50 100%
Sumber Data: Angket Penelitian 2007
61
Dari tabel di atas diketahui intensitas responden dalam mengucapakan
salam apabila bertemu sesam muslim cukup sering. Dan sebagian kecilnya
menjawab kadang-kadang saja mengucapkan salam apabila bertemu sesama
muslim.
Tabel 25
Intensitas Siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3 Berusaha Sendiri Dalam
Mengerjakan Ujian
Nomor Jawaban Frekuensi Prosentase
1. Sangat Sering 4 8%
2. Sering 20 40%
3. Kadang-kadang 26 52%
4. Tidak Pernah - -
Jumlah 50 100%
Sumber Data: Angket Penelitian 2007
Dari tabel di atas dapat kita ketahui bahwa sebagain besar responden
menjawab lebih sering berusaha sendiri dalam mengerjakan ujian, karena dengan
mengerjakan sendiri para responden jadi lebih mengetahui kemampuannya
sendiri. Sedangkan sisanya yang menjawab kadang-kadang beralasan, bahwa
apabila mengerjakan ujian dengan berusaha sendiri maka hasilnya kurang
maksimal.
62
Tabel 26
Pandangan Siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3 Bahwa Apabila Teman
Melakukan Kesalahan Maka Akan Dimaafkan
Nomor Jawaban Frekuensi Prosentase
1. Sangat Setuju 6 12%
2. Setuju 39 78%
3. Kurang Setuju 5 10%
4. Tidak Setuju - -
Jumlah 50 100%
Sumber Data: Angket Penelitian 2007
Hampir semua responden menjawab sangat setuju dan setuju bahwa
apabila ada teman yang berbuat salah maka akan memaafkan. Sedangkan sisanya,
5 responden menjawab kurang setuju.
Tabel 27
Pandangan Siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3 Bahwa Apabila Diberikan
Amanat maka Wajib Dikerjakan
Nomor Jawaban Frekuensi Prosentase
1. Sangat Setuju 14 28%
2. Setuju 32 64%
63
3. Kurang Setuju 4 8%
4. Tidak Setuju - -
Jumlah 50 100%
Sumber Data: Angket Penelitian 2007
Pandangan responden mengenai apabila diberikan amanat maka wajib
dikerjakan, sebagian besar menjawab setuju. Sedangkan sisanya menjawab kurang
setuju, dengan alasan apabila amanat tersbut diluar kemapuan yang menerima
maka tidak perlu dikerjakan.
Tabel 28
Pandangan Siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3 Bahwa Apabila Tetangga
Sedang Mengalami Kesusahan Maka Membantunya Sesuai Kemampuan
Nomor Jawaban Frekuensi Prosentase
1. Sangat Setuju 10 20%
2. Setuju 36 74%
3. Kurang Setuju 3 6%
4. Tidak Setuju - -
Jumlah 50 100%
Sumber Data: Angket Penelitian 2007
64
Hampir semua responden setuju bahwa apabila tetangga sedang
mengalami kesusahan maka membantunya sesuai kemapuan. Hanya dua orang
yang menjawab tidak setuju membantu tetangganya yang mengalami kesusahan,
karena menurut mereka saat mereka mendapatkan kesusahan tida ada yang
membantu.
Berdasarkan tabel di atas maka disimpulkan bahwa tingkat religiusitas
SMA Muhammadiyah 3 pada demensi konsekuensial cukup tinggi.
B. Moralitas Siswa-siswi SMA Muhammadiayah 3
Moralitas adalah sikap manusia yang berkenaan dengan hukum moral
yang didasarkan atas keputusan bebasnya. Ethos juga sering diartikan untuk
menunjukan karakter tertentu, dengan didasarkan pada unggulnya satu nilai
khusus, unggulnya sikap moral dari satu nilai khusus atau sikap moral dari seluruh
bangsa atau kelompok sosial.
1. Jujur
Tabel 29
Frekuensi Siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3 kejujuran dalam perkataan
Nomor Jawaban Frekuensi Prosentase
1. Sangat Setuju 9 18%
2. Setuju 41 82%
3. Kurang Setuju - -
65
4. Tidak Setuju - -
Jumlah 50 100%
Sumber Data: Angket Penelitian 2007
Dari tabel diatas dapat kita ketahui bahwa 18% dari seluruh responden
menjawab sangat sering berperilaku jujur. Sisanya 82% responden menjawab
sering berperilaku jujur. Dari keterangan di atas penulis mengambil kesimpulan
bahwa kejujuran dalam perkataan para responden sangat tinggi.
Tabel 30
Pandangan Siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3 terhadap Amanat
Nomor Jawaban Frekuensi Prosentase
1. Sangat Setuju 6 12%
2. Setuju 42 84%
3. Kurang Setuju 2 4%
4. Tidak Setuju - -
Jumlah 50 100%
Sumber Data: Angket Penelitian 2007
Dari tabel diatas diketahui sebagian besar responden setuju dalam
menyampaikan amanat (84%), mereka merasa sebuah amanat adalah titipan yang
harus disampaikan karena akan berdosa bila itu tidak dilaksanakan semestinya.
66
Dari kedua tabel diatas disimpulkan bahwa moralitas siswa-siswi SMA
Muhamamdiayah 3 dalam kejujuran sangat tinggi.
2. Sopan Santun
Tabel 31
Sopan-santun terhadap Pengajar (guru)
Nomor Jawaban Frekuensi Prosentase
1. Sangat Setuju 5 10%
2. Setuju 42 84%
3. Kurang Setuju 3 6%
4. Tidak Setuju - -
Jumlah 50 100%
Sumber Data: Angket Penelitian 2007
Berdasarkan tabel di atas bahwa sebagian besar (84%) responden
menjawab setuju untuk berlaku sopan terhadap para guru. (10%) menjawab sangat
setuju, dan sisanya (6%) menjawab kurang setuju.
67
Tabel 32
Frekuensi Siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3
dalam berlaku sopan kepada teman
Nomor Jawaban Frekuensi Prosentase
1. Sangat Sering 3 6%
2. Sering 39 78%
3. kadang-kadang 8 16%
4. Tidak Pernah - -
Jumlah 50 100%
Sumber Data: Angket Penelitian 2007
Frekuensi SMA Muhammadiuyah 3 dalam menjawab sering berlaku sopan
kepada teman (78%), menjawab kadang-kadang (16%) dari seluruh responden
menjawab kadang-kadang, dan sisanya (6%) menjawab sangat sering berlaku
sopan kepada teman.
Dari kedua tabel diatas penulis mengambil kesimpulan bahwa moralitas
siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3 tinggi dalam bentuk kerjasama.
68
3. Berderma
Tabel 33
Frekuensi SMA Muhammadiyah 3 Menyantuni Fakir Miskin
Nomor Jawaban Frekuensi Prosentase
1. Sangat Sering 3 6%
2. Sering 44 88%
3. kadang-kadang 3 6%
4. Tidak Pernah - -
Jumlah 50 100%
Sumber Data: Angket Penelitian 2007
88% dari seluruh responden menjawab sangat sering menyatuini fakir
miskin, 6 % dari seluruh responden menjawab kadang-kadang menyantuni fakir
miskin, dan sisanya 6% menjawa kadang-kadang
Tabel 34
Frekuensi SMA Muhammadiyah 3 Dalam Menyumbang Untuk
Pembangunan Masjud
Nomor Jawaban Frekuensi Prosentase
1. Sangat Sering 3 6%
2. Sering 37 74%
69
3. kadang-kadang 10 20%
4. Tidak Pernah - -
Jumlah 50 100%
Sumber Data: Angket Penelitian 2007
Dari tabel di atas dieketahuti 74% menjawab sering meyumbangkan untuk
pembangunan masjid. 20% dari seluruh respnden menjawab kadang-kadang ikut
menyumbang masjid. Dan sisianya 6% menjawab sangat sering menyumbang
untuk pembangunan masjiod.
Dari kedau tabel dia ats, penulis mengambil kesimpulan bahwa perilaku
prososial responden tinggi dalam bventuk berderma.
4. Menolong
Tabel 35
Pandangan SMA Muhammadiyah 3 Bahwa Membantu Orang yang Sedang
Kesulitan adalah Kewajban Setiap Manusia
Nomor Jawaban Frekuensi Prosentase
1. Sangat Setuju 12 24%
2. Setuju 33 66%
3. Kurang Setuju 5 10%
4. Tidak Setuju - -
70
Jumlah 50 100%
Sumber Data: Angket Penelitian 2007
Dari tabel di atas diketahui bahwa 66% dari keseluruhan responden
menjawab setuju bahwa membantu orang sedang kesulitan adalah kewajiban
setiap muslim, 10% m,enjawab kurang setuju, dan sisanya 24% menjawab sangat
setuju.
Tabel 36
Menolong Seorang Ibu Yang menjadi Korban Kecelakaan di Jalan,
Walaupun Saaat Itu Siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3 Sedang Tergesa-
gesa Berangkat Sekolah
Nomor Jawaban Frekuensi Prosentase
1. Sangat Setuju 4 8%
2. Setuju 24 48%
3. Kurang Setuju 22 44%
4. Tidak Setuju - -
Jumlah 50 100%
Sumber Data: Angket Penelitian 2007
Dari tabel di atas diketahui bahwa 48% dari seluruh responden menjawab
setuju, 22% dari seluruh responden menjawab kurang setuju untuk menolong
seorang Ibu yang kecelakaan meskipun sedang dalam keadaan tergesa-gesa.
71
Dari kedua tabel diatas penulis mengambil kesimpulan moralitas
responden dalam bentuk menolong cukup tinggi, walaupun masih ada sebagian
yang kurang tinggi.
5. Berbakti
Tabel 37
Sikap Siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3 dalam Berbakti dan menghormati
terhadap kedua orang tua dan guru
Nomor Jawaban Frekuensi Prosentase
1. Sangat Setuju 15 30%
2. Setuju 30 60%
3. Kurang Setuju 5 10%
4. Tidak Setuju - -
Jumlah 50 100%
Sumber Data: Angket Penelitian 2007
Dari data di atas diketahui bahwa 60% dari keseluruhan responden
menjawab setuju untuk dalam Berbakti terhadap kedua orang tua, walaupun itu
berat bagi dirinya sendiri. Sangat setuju (30%), hanya 10% responden menjawab
kurang setuju.
72
C. Hubungan Antara Pemahaman Agama Dan Moralitas Remaja
Proses integrasi nilai-nilai agama pada moralitas remaja biasanya terjadi
melalui sebuah proses menerima atau menolak, proses perubahan sikap dan tidak
menerima sikap berlangsung melalui tiga tahap perubahan sikap. Proses pertama
adalah adanya perhatian, kedua adanya pemahaman, dan ketiga adanya
penerimaan. 1
Sebagai remaja awal, individu Siswa-siswi dalam hal ini berada pada
tingkat perhatian, sehingga biasanya sensasi-sensasi yang mencolok yang mampu
mencuri perhatian mereka, sehingga nilai-nilai agama yang menyentuh mereka
juga terbatas pada ranah yang bersifat atraktif, seperti; nilai kemanusiaan, yang di
picu oleh musibah-musibah yang mereka saksikan, dan hal-hal yang serupa yang
mampu memicu keberagamaan mereka.
Kondisi lingkungan sekolah dengan kurikulum dan terutama latar
belakang keagamaan Muhammadiyah tidak selalu menjadikan siswa-siswi
Muhammadiyah berada pada kondisi keagamaan yang tetap tanpa adanya
perubahan pada sebuah pemahaman, nilai-nilai agama yang selalu ditanamkan
dalam kurikulum dan metode pengajaran membentuk karakter para remaja untuk
menjadi agamis, pengenalan-pengenalan kepada ritual-ritual sampai rutinitas
keagamaan seperti ibadah wajib mengubah dan membentuk karakter siswa-siswi
yang agamis, pembentukan karakter tersebut pada akhirnya berpengaruh pada
moralitas yang memang menjadi salah satu tujuan akhir dari serbuah proses
pendidikan tersebut.
1 Jamaluddin Ancok dan Fuad Nashori Suruso, Psikologi Islami: Solusi Islam Atas Problem-problem Psikologi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar), h. 40-41.
73
Memang sulit untuk mengungkapkan secara tepat mengenai seberapa jauh
pengaruh pemahaman agama melalui kelembagaan pendidikan terhadap
perkembangan jiwa keagamaan anak yang nantinya membentuk moralitas.
Berdasarkan atas penelitian Gillesphy dan Young, walaupun latar belakang
pendidikan agama di lingkungan keluarga lebih dominan dalam pembentukan
jiwa keagamaan pada anak, barangkali pendidikan agama yang diberikan
dilembaga pendidikan ikut berpengaruh dalam pembentukan jiwa keagamaan
anak. Kenyataan sejarah menujukan kebenaran itu. Sebagai contoh adalah adanya
tokoh-tokoh keagamaan yang dihasilkan oleh pendidikan agama melalui
kelembagaan pendidikan khusus seperti pondok pesantren, seminari maupun
vihara. Pendidikan keagamaan (Religious pedagogyc) sangat mempengaruhi
tingkah laku, sehingga pada akhirnya seorang yang mempunyai pemahaman
agama yang baik karena memperoleh pendidikan agama yang benar akan
mempunyai tingkah laku atau moral yang agamis (Religious behavior),
Pemahaman agama pada remaja sangat berpengaruh dalam pembentukan
moralitas terutama melihat agama yang mempunyai fungsi kontrol sosial.2Agama
merasa ikut bertanggung jawab atas adanya norma-norma susila baik yang
diberlakukan atas masyarakat manusia umumnya. Maka agama menyeleksi
kaidah-kaidah susila yang ada dan mengukuhkan yang baik sebagai kaidah yang
baik dan menolak kaidah yang buruk untuk ditinggalkan sebagai larangan atau
tabu. Agama memberikan juga sangsi-sangsi yang harus dijatuhkan pada orang-
2 Hendropuspito, Sosiologi Agama, (Yogyakarta: Yayasan Kanisius, 1983) Cet. Ke-1, h.
45.
74
orang yang melanggarnya dan mengadakan pengawasan yang ketat atas
pelaksanaanya.
D. Pengaruh Pemahaman Agama Siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3
Terhadap Moralitas
Sebagaimana telah ditulis pada bab sebelumnya, bahwa pemahaman
agama yang dapat dianalisa melalui perilaku keberagamaan, karena penelitian
sosial mampu manganalisa suatu yang empiris dan dalam pemahaman agama hal
itu dapat dianalisa dari sebuah perilaku keagamaan atau religusitas, dimana hal itu
menggambarkan sikap keberagamaan seseorang yang dapat dilihat melalui
perilaku beragama seseorang. Baik itu dari segi keruhannan maupun diri perilaku
sehari-harimereka. Religiusitas atau keberagaamaan diwujudkan dalam berbagai
sisi kehidupan manusia.
Dari hasil penelitian yang penulis lakukan, baik dari angket ataupun
wawancara mendalam terhadap siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3 terbukti
pemahaman agama yang tergambarkan dalam religiusitas berpengaruh terhadap
moralitas. Walaupun pada dasarnya pemahaman agama bukan satu-satunya faktor
yang mempengaruhi munculnya moralitas, tetapi beberapa penelitian lain juga
menunjukkan bahwa agama dapat berperan posistif terhadap perilaku. Penelitian
yang dilakukan oleh Petterson tentang “Pengaruh Agama Terhadap Perilaku”.
Misalnya mengungkapkan bahwa keyakinan dan praktek agama yang baik dapat
75
menuntun seseorang untuk berperilaku positif, sepertinya menolong dan
memberikan kasih sayang.3
1. Pengaruh Pemahaman terhadap Dimensi Ideologi (keyakinan) pada
Moralitas Remaja
Keyakinan pada Tuhan Yang Maha Esa pada manusia merupakan alur
pokok di dalam berperilaku, sebab pada dasarnya niat ini dan ketaqwaan kepda
Tuhan Yang Maha Esa di dalam realitasnya merupakan pandangan hidup
seseorang, yaitu norma-norma yang dijunjung tinggi yang menentukan pemilihan
suatu keadaan kehidupan yang dianggap yang paling baik.
Secara umum seperti yang telah diuraikan sebelumnya, bahwa tingkat
pemahaman keberagamaan siswa SMA Muhammadiyah 3 pada dimensi ideologik
relatif cukup tinggi, dan dari hasil wawancara penulis dengan beberapa siswa
SMA Muhammadiyah 3 diketahui bahwa pemahaman agama yang ditinjau
melalui religiusitas mempengaruhi siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3 moralitas.
“R” siswi SMA Muhammadiyah 3, mengatakan bahwa karena keyakinan
kepada Allah-lah dia selalu berusaha untuk mengerjakan apa yang
diperintahkanNya dan meninggalkan apa yang dilarangNya, salah satunya kasih
sayang sebagai moral yang baik menurut Nabi dalam hadisnya. Menurut “R” kata-
kata:
3 Azwar, Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya, Edisi ke-1. Yogyakarta: Liberty, h.
16
76
“menunjukkan cinta kasih”, di dalamnya mengandung arti menolong sesama,
membantu, bekerja sama, sehingga dengan melakukan semua itu maka Allah akan
mencintainya”.4
Ditambahkan oleh “M”, bahwa keyakinan kepada Allah sangat
mempengaruhinya untuk berperilaku baik. Karena adanya keyakinan kepada
Allahlah maka dirinya terdorong untuk melakukan perbuatan yang mengarah pada
ajaran-ajaran Islam.5
2. Pengaruh pemahaman Terhadap Dimensi Ritualistik Pada Moralitas
Remaja
Nilai-nilai agama yang melekat pada moralitas remaja amat disesuaikan
dengan keadaan psikologi remaja, dimana pemahaman mereka terhadap agama
hanya pada hal-hal yang terbatas pada sesuatu yang bersifat materi, dan belum
mampu bersikap dan cenderung pada hal-hal yang lebih abstrak, artinya agama
yang mereka anut dan mereka amalkan adalah sebatas apa-apa yang bisa memberi
kemanfaatan terhadap mereka, seperti prinsip timbal balik dalam teori pertukaran.
hal ini sejalan dengan ungkapan salah seorang responden ”An”:
“Biasanya guwe shalat jamaah di sekolah rajinnya pas dikontrol ama guru doang, apa lagi pas di rumah kalo pas ada nyokap di rumah ya udah guwe jadi rajin, yang penting nggak kena marah.”6 Juga yang diungkapkan oleh “F”: “Guwe sering curhat ama ustad guwe lagi pas guwe banyak masalah, dia enak kalo ngasih nasihat ama guwe jadinya guwe tenang
4 Wawancara dengan “R”, siswa kelas II, SMA Muhammadiyah 3, pada tanggal 23 April
2007. 5 Wawancara dengan “M”, siswa kelas III IPA, pada tanggal 23 April 2007. 6 Wawancara dengan A, tanggal 19 Maret 2007.
77
deh, pas gitu guwe jadi agak rajin gitu, gara-gara sering barenga ma ustad. “7
Religiusitas seseorang dapat dilihat dari frekuensinya dalam melaksanakan
ibadah-ibadah yang dilakukannya. Ibadah-ibadah dalam Islam yaitu, shalat, puasa,
zakat, dan sebagainya. Diantara ibadah di dalam Isalm, shalat yang membawa
manusia terdekat kepada Tuhan.
Shalat sangat mempengaruhi seseorang untuk melakukan sesuatu yang
positif, salah satunya berperilaku baik atau moral yang baik. Kalaupun ada
seseorang yang rajin dalam melakukan shalat tetapi moralitasnya tidak tinggi itu
dikarenakan shalatnya baru pada tahap ritual saja belum pada tahap
mempraktekkannya pada masyarakat. Dengan shalat mengandung pengabdian
kepada Allah.
“E” salah satu siswi SMA Muhammadiyah 3, mengakui bahwa pengaruh
shalat dalam memotivasinya berperilaku baik sangat tinggi. Dia merasakan dalam
dirinya bahwa ada dorongan kuat untuk lebih peduli terhadap sesama pada saat
frekuensi shalatnya tinggi. Namun, pada saat mulai lalai terhadap shalat, dia
merasa menjadi individu yang sangat egois.8 seperti diungkapkannya:
“ kayanya guwe ngrasa enak aja, nggak tahu kenapa kalau shalatnya lagi rajin kayanya tenang lega dan kita juga kayanya lebih rajin buat ibadah yang lain, kaya nolong orang, shadaqoh dan lain-lain.”
7 Wawancara dengan F, tanggal 19 Maret 2007. 8 Wawancara dengan “E”, siswi kelas III, IPS pada tanggal 23 April 2007.
78
Pendapat di atas dibenarkan oleh “MA”. Menurutnya, shalat adalah tiang
agama. Keimanan seseorang dilihat pada frekuensinya dalam meng “amal”kan
shalat. Dalam shalat manusia menucikan dirinya menjadi bersih dan memohon
dijauhkan dari perbuatan-perbuatan tidak baik, sehingga setipa individu selalu
berusaha menjadi individu yang baik, salah satunya dengan melakukan perbuatan-
perbuatan terpuji.9
3. Pengaruh Pemahaman terhadap Dimensi Experiensial pada Moralitas
Keberadaan SMA Muhammadiyah 3 setidaknya memberikan angin segar
bagi kalangan orang tua yang khawatir dengan perkembangan moral anaknya,
sekolah itu berusaha menanamkan nilai-nilai agama sebagai landasan dalam
pergaulan dan kehidupan sehari-hari. Mungkin hal itu perlahan kian dirasakan,
melihat efek positif yang ditimbulkannya. Kendati mengikuti bermacam
komunitas remaja dalam bergaul, beberapa siswa SMA Muhammadiyah 3 tidak
serta merta melakukan segala penyimpangan negatif, walaupun mereka mengaku
menerima semua informasi yang masuk, tetapi dalam beberapa hal yang krusial
atau essensi mereka tetap mencoba mentaati dan berpegang teguh pada ajaran
Islam. Hal; itu senada dengan yang diungkapkan oleh ‘A’:
“Kalao guwe ama temen-temen guwe sih nggak munafik ya.., untuk dibilang jadi anak baik ya.. nggak baikn banget, tapi untuk nglakuin hal-hal yang jelek banget nggak pernah, paling iseng-iseng, ya…kaya bolos tapi nggak sering banget paling kadang-kadang doang, atau ya…ngerjain temen, paling yang gitu-gitu aja lah…”10
9 Wawancara dengan MA, siswa kelas III IPA, pada tanggal 23 April 2007. 10 Wawancara dengan A tanggal 19 Maret 2007.
79
Seperti yang telah ditulis pada bab sebelumnya bahwa dimensi
Experiensial adalah menunujuk pada tingkat seseorang merasakan dan mengalami
perasaan-perasaan dan pengalaman keberagamaan.
Berdasarkan hasil penelitian baik berupa angket ataupun wawancara
mendalam, diketahui bahwa tingkat religiusitas siswa SMA Muhammadiyah 3
dilihat dari dimensi Experiensial cukup tinggi, sedangkan hubungannya terhadap
moral, dimensi Experiensial siswa SMA Muhammadiyah 3 sangat mempengaruhi
mereka untuk berperilaku terpuji. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh ahli
fenomenologi termuka Van Deer Leeuw, bahwa pengalaman seseorang dengan
yang suci akan melahirkan suatu sikap dan seperangkat praktek.11
“AG” siswi SMA Muhammadiyah 3 mengatakan bahwa perasaan takutnya kepada Allah sangat mempengaruhi dia untuk berperilaku baik. Contohnya, pada saat temannya membutuhkan pertolongan, maka dia akan berusaha menolong semampunya, karena apabila ia tidak menolong, ia takut Allah akan memberikan musibah yang lebih besar kepadanya. 12
Sedangkan “E” mengakui bahwa ada perasaaan damai dalam dirinya
apabila dapat membantu sesama yang membutuhkan, sehingga persaan itu
memotivasikannya untuk selalu membantu semampunya.
4. Pengaruh Pemahaman terhadap Dimensi Intelektual pada Moralitas
Remaja
Dimensi intelektual yang dimaksud adalah dimensi keberagamaan yang
menunjukkan tingkat pengetahuan dan pemahaman seseorang terhadap ajaran-
ajaran agamanya. Pemahaman agama yang menyangkut manusia seutuhnya yaitu
11 Thomas F. O’Dea. Sosiologi Agama, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1995, h. 36. 12 Wawancara dengan” AG”, siswa kelas I, pada tanggal 23 April 2007.
80
pengetahuan yang menyangkut keseluruhan pribadi seseorang, mulai dari latihan-
latihan amaliah sehari-hari yang sesuai dengan ajaran agama, baik menyangkut
hubungan manusia dengan tuhan, manusia dengan manusia, manusia dengan alam
semesta, serta manusia dengan dirinya sendiri.
Pemahaman agama siswa SMA Muhammadiyah 3 dikatakan cukup tinggi,
dikarenakan semakin banyaknya pengamalan-pengalaman agama yang mereka
dapat sehingga membawa ke arah pemahaman mereka terhadap agama.
Pemahaman agama siswa SMA Muhammadiyah 3 sangat berpengaruh erat
pada moralitas. Dengan pemahamana agama yang dianut, akan menimbulkan
kesadaran beragama dalam perilaku sehari-hari siswa SMA Muhammadiyah 3.
Dengan kesadaran beragama itulah siswa-siswi SMA Muhamadiyah 3 menjadikan
agama sebagai pedoman dan petunjuk untuk menentukan mana yang baik dan
benar dalam sikap, perilaku, dan perbuatannya. Dengan demikian mereka akan
terdorong untuk berbuat yang baik dan menghindarkan diri dari perbuatan yang
dilarang agama.
“MA” mengatakan:
“Bahwa karena memahami hakekat dalam bermasyarakat maka, ia menjadi lebih sering berperilaku prososial, contohnya apabila ada kerja bakti maka ia selalu ikut berpartisipasi karena menurutnya dengan kerja bakti akan mempererat rasa persaudaraan antar individu”
Ditambahkan oleh “E”, bahwa memang benar pemahaman agamanya
mempengaruhinya dalam berperilaku prososial.
81
“E” berpendapat bahwa orang yang banyak ilmunya itu akan kuat imannya, rajin ibadahnya ya…kaya yang saya dengar waktu pelajaran agama di kelas”13
5. Pengaruh Pemahaman terhadap Dimensi Konsekuensial pada Moralitas
Remaja
Dalam Islam pemahaman terhadap dimensi konsekuensial identik dengan
“amal soleh”. Yang artinya perbuatan kebaikan sebagai perwujudan dari
keimanan dan ibadah dalam bentuk nyata atau manifestasi ajaran agama dalam
kehidupan bermasyarakat.
Keyakinan, perasaan, penghayatan, dan pemahaman seseorang dalam
beragama tercermin dalam pengamalan sebagai intinya orang beragama. Dengan
kata lain konsekuensi seseorang dalam beragama bukan hanya terletak pada
beribadah dengan tuhannya, tapi juga bagaimana ibadah kehidupan sehari-hari,
nyata di dalam masyarakat.
Pengamalan agama tercemin dari pribadi yang berpartisipasi dalam
peningkatan mutu kehidupan tanpa mengharapakan imabalan yang berlebihan.
Keyakinan akan balasan tuhan terhadap perbuatan baik telah mampu memberikan
ganjaran batin yang akan mempengaruhi seseorang untuk berperilaku prososial.
Siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3 mengakui bahwa dimensi konsekuensial
sangat berpengaruh erat terhadap perilaku baik atau akhlak, karena wujud dari
pengamalan agama adalah perilaku baik.
13 Wawancara dengan ”E”, siswa kelas I, pada tanggal 23 April 2007.
82
Menurut mereka dengan berperilaku baik mereka telah menjalankan salah
satu dari konsekuensi beragama, karena spritualitas dalam Islam memiliki dua
aspek yaitu merupalan hubungan pribadi antar manusia dengan Allah, sedangkan
terhadap sesama manusia dan masyarakat akan melahirkan hak-hak dan kewajiban
sosial.
Tidak ada seorang yang secara spiritual hanya mencari keselamatan bagi
dirinya sendiri dengan mengasingkan diri dari masyarakat, ikatan-ikatan sosial
terjalin kuat dengan pribadinya. Agama bukanlah sekedar doa dan ibadah yang
dibaca atau dilakukan berulang-ulang, melainkan merupakan kehidupan sosial
nyata yang dijalani sesuai dengan tujuan hidupnya dalam sebuah moralitas yang
terbentuk.
83
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penelitian yang penulis lakukan pada beberapa responden siswa-siswi
SMA Muhammadiyah 3 memberikan kesimpulan bahwa ada pengaruh dari
pemahaman agama terhadap moralitas mereka, serta terdapat hubungan antara
pemahaman agama dan moralitas remaja. Remaja sebagai individu yang
mempunyai begitu banyak ketidakstabilan emosional yang berpengaruh pada
perilaku― menjadi sebuah bagian dalam masyarakat yang membutuhkan
perhatian dan sistem khusus dalam rangka penerapan nilai-nilai yang mampu
mencetak mereka sebagai individu dari masyarakat yang memiliki moral ideal
yang sesuai dengan tatanan.
Remaja sebagai anggota kelompok masyarakat tidak lepas dari ikatan dan
tuntutan masyarakat yang berusaha menjaga kelangsungannnya dalam tatanan
nilai-nilai dan aturan serta norma-norma yang ada. Perwujudan dari kesetiaan
anggota masyarakat pada sebuah tatanan diwujudkan dalam moralitas dan
perilaku. Perilaku moral remaja juga tidak lepas datri pengaruh-pengaruh
eksternal, seperti yang terjadi pada siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3, dimana
pada keadaan remaja selalu terjadi konflik nilai di dalam diri mereka. Seiring
dengan konflik tersebut, sekolah sebagai lembaga pendidikan formal mencoba
memformulasikan sebuah pembenahan bagi moralitas yang terlanjur atau sedang
dalam proses pengembangan menuju dewasa, dimana komposisi yang diharapkan
84
oleh masyarakat adalah nilai-nilai luhur yang seharusnya tertanam terutama nilai-
nilai dari ajaran agama.
Sebagai lembaga pendidikan formal yang berbasis pada organisasi
keagamaan, SMA Muhammadiyah 3 sejauh pengamatan yang penulis lakukan
telah mampu melakukan edukasi dan pengarahan kepada nilai-nilai kebaikan dari
ajaran agama, bahkan sarana dan sistem yang ada seharusnya telah mampu
menanamkan nilai-nilai tersebut sercara permanen, hanya saja banyak faktor
internal yang terkadang menjadikan usaha-usaha tersebut seakan melemah, hal itu
dikarenakan kuatnya sistem dari faktor eksternal negatif tersebut, kendati begitu
walaupun tidak sempurna, pemahaman agama dan moralitas pada siswa-siswi
SMA Muhammadiyah 3 telah memadai sebagai seorangan individu yang mampu
diterima dalam masyarakat, sekaligus mampu mentaati kebiasaan dan norma serta
nilai-nilai yang ada di dalamnya.
Pemahaman para siswa sedikit banyak berasal dari karakter, materi, serta
keberadaan sekolah yang selalu diakrabkkan dengan unsur-unsur keagamaan,
bahkan dominasi nilai-nilai agama yang mereka peroleh dari keluarga semakin
memperkuat mereka, namun lagi-lagi faktor eksternal yang sedikit mengaburkan,
mereka tentang pemahaman terhadap nilai-nilai agama, sebab ditengah
modernisasi―ketika keberadaan agama mencoba untuk selalu dijauhkan dari
sesuatu yang lembaga, bahkan informasi yang begitu mengglobal mengarah pada
nilai-nilai sekularisme. Remaja sebagai individu yang belum mempunyai nilai-
nilai mapan sebagai landasan dari ide-ide mereka cenderung mudah untuk
terpengaruh dengan sebuah pemahaman, jadi pemahaman mereka tentang agama
85
adalah pemahaman yang belum konsisten dan tidak mendalam, interpretasi
mereka atas sebuah pemahaman masih sering di sertai dengan beban nilai dari
keadaan dilingkungan luar diri mereka.
B. Saran
Sekolah sebagai saatu-satunya lembaga yang menurut bahasa penulis
“dipercaya” oleh para remaja, artinya pada fase ini mereka hanya percaya pada
beberapa nilai yang ditanamkan oleh lembaga yang sesuai dengan rasio
mereka―diharapkan mampu menyadari posisi mereka, kemudian berusaha selalu
inovatif menggunakan sistim-sistim pengajaran yang mampu diterima dan mudah
mengikuti karakter mereka sebagai remaja dengan segala problem dan ciri
khasnya. Kemudian keluarga sebagai firts education diharapakan mampu
menanamkan sikap dan nilai-nilai agama sebagai dasar dari seluruh interaksi
mereka (remaja), perhatian dan kasih sayang dapat menjadi media yang ampuh,
karena karakter remaja yang memang merasa memburuhkan ke-dua hal tersebut,
sehingga penanaman nilai dalam media yang mampu diterima mereka diharapkan
mampu menghilangkan rasa enggan mereka disebabkan oleh konflik-konflik
emosional yang ada pada diri seorang remaja.
Bagi remaja hendaknya mampu menjadi individu yang bersikap, teguh dan
kreatif sebagai remaja, konsistensi seorang remaja selalu menjadi hal yang
berharga dalam sebuah perkembangan, hingga akhirnya mampu menghilangkan
keraguan hingga talenta serta bakat yang dimiliki mampu berkembang,
menemukan karakter dan jati diri hingga menjadi seorang individu yang berkarya
dan mandiri.