bab i pendahuluan a. latar belakangrepository.unj.ac.id/1391/5/05 skripsi bab i - v.pdf · 6 tabel...

132
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sapir dan Whorf dalam Djojosuroto Kinayanti (2007:289) mengatakan bahwa, bahasa mempengaruhi pikiran. Setiap bahasa memberikan suatu pandangan dunia pada penuturnya atau penggunanya. Hal ini disebabkan karena dalam kehidupan sehari-hari seorang penutur bahasa itu memerlukan banyak istilah untuk membicarakan dengan jelas konsep-konsep yang diperlukan. Bahasa tak lepas dari linguistik, karena ilmu yang mempelajari sebuah bahasa adalah linguistik. Kosakata dalam sebuah bahasa sangat penting untuk dipelajari dan dipahami dengan begitu komunikasi dalam berbahasa akan mudah dilakukan. Kata dalam ilmu bahasa dikaitkan dengan morfologi. Menurut Lehler dalam Mansoer Pateda (2010:6) morfologi adalah studi tentang pembentukan kata. Morfologi (keitairon) merupakan salah satu cabang linguistik yang mengkaji tentang kata dan proses pembentukannya. Objek yang dipelajari yaitu tentang kata ( go/tango) dan morfem (keitaiso). Batasan dan ruang lingkup morfologi dalam bahasa Jepang yaitu proses morfologik. Proses tersebut ialah pembentukan kata dari satuan lain yang merupakan bentuk dasarnya. Selain dikaitkan dengan morfologi, kata dalam ilmu bahasa juga dikaitkan dengan semantik. Menurut Lehler dalam Mansoer Pateda (2010:6) semantik adalah studi tentang makna.

Upload: others

Post on 10-Feb-2020

10 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sapir dan Whorf dalam Djojosuroto Kinayanti (2007:289) mengatakan

bahwa, bahasa mempengaruhi pikiran. Setiap bahasa memberikan suatu

pandangan dunia pada penuturnya atau penggunanya. Hal ini disebabkan karena

dalam kehidupan sehari-hari seorang penutur bahasa itu memerlukan banyak

istilah untuk membicarakan dengan jelas konsep-konsep yang diperlukan. Bahasa

tak lepas dari linguistik, karena ilmu yang mempelajari sebuah bahasa adalah

linguistik.

Kosakata dalam sebuah bahasa sangat penting untuk dipelajari dan dipahami

dengan begitu komunikasi dalam berbahasa akan mudah dilakukan. Kata dalam

ilmu bahasa dikaitkan dengan morfologi. Menurut Lehler dalam Mansoer Pateda

(2010:6) morfologi adalah studi tentang pembentukan kata. Morfologi (keitairon)

merupakan salah satu cabang linguistik yang mengkaji tentang kata dan proses

pembentukannya. Objek yang dipelajari yaitu tentang kata (go/tango) dan morfem

(keitaiso). Batasan dan ruang lingkup morfologi dalam bahasa Jepang yaitu proses

morfologik. Proses tersebut ialah pembentukan kata dari satuan lain yang

merupakan bentuk dasarnya. Selain dikaitkan dengan morfologi, kata dalam ilmu

bahasa juga dikaitkan dengan semantik. Menurut Lehler dalam Mansoer Pateda

(2010:6) semantik adalah studi tentang makna.

2

Berdasarkan uraian di atas menyatakan semantik merupakan cabang ilmu

kebahasaan yang berhubungan dengan makna. Oleh sebab itu linguistik berkaitan

dengan pembelajaran dalam kajian semantik.

Kosakata di dalam bahasa memiliki berbagai macam jenis atau kelasnya.

Kelas kata dalam bahasa setiap negara dapat dikatakan memiliki kelas yang sama

antara bahasa Indonesia dan bahasa asing lainnya. Ternyata tak hanya itu saja,

dengan adanya proses morfemis, bahasa Indonesia dan bahasa Jepang memiliki

kelas kata lain, yaitu kata majemuk. Menurut Masnur Muslich (2008:57) kata

majemuk merupakan peristiwa bergabungnya dua morfem dasar/lebih secara padu

dan menimbulkan arti yang relatif baru. Sedangkan menurut Chaer (2008:209)

pemajemukan adalah proses penggabungan bentuk dasar dengan bentuk dasar

untuk mewadahi suatu konsep yang belum tertampung dalam sebuah kata.

Berdasarkan hubungan gramatik antar unsurnya, kata majemuk menurut

Kridalaksana (1993:11) dikelompokkan ke dalam konstruksi endosentris

(memiliki penggolongan makna yang sama dengan pembentuknya) dan

eksosentris (maknanya tidak sama dengan pembentuknya). Sedangkan menurut

Saleh (1987:4) konstruksi endosentris adalah kata majemuk yang mempunyai

fungsi dan jenis kata yang sama dengan unsur pembentuknya. Sedangkan

konstruksi eksosentris jenis kata berbeda dengan kedua pembentuknya.

Dalam bahasa Jepang kelas kata atau jenis kata disebut hinshi ( 品詞).

Terdapat beberapa macam kelas kata dalam bahasa Jepang; doushi, keiyoushi,

meishi, fukushi, rentaishi, setsuzokushi, kandoushi, jodoushi dan joushi (Sudjianto,

3

1996:26). Kelas kata nomina atau dalam bahasa Jepang disebut meishi,

merupakan kelas kata yang menyatakan nama suatu perkara, benda, barang,

kejadian atau peristiwa, keadaan, dan sebagainya yang tidak mengalami konjugasi.

Proses pembentukan kata dalam bahasa Jepang disebut dengan istilah gokeisei.

Hasil pembentukan kata dalam bahasa Jepang sekurang-kurangnya ada empat

macam, yaitu: haseigo (kata turunan), fukugougo/goseigo (kata majemuk),

karikomi/shouryaku (pemendekan kata), dan toujigo (penyingkatan kata). Kata

yang terbentuk sebagai hasil penggabungan beberapa morfem bebas (morfem

yang berdiri sendiri dan memiliki makna) atau dari kata dasar disebut dengan

fukugougo atau gouseigo (kata majemuk). Fukugougo bahasa Jepang secara

etimologis terdiri atas dua buah kanji yakni, fukugou「複合」 yang berarti

„gabungan‟ dan go「語」 yang berarti „kata‟. Dengan demikian, fukugougo「複

合語」secara harfiah berarti „kata-kata yang bergabung‟ atau gabungan kata-kata‟.

Dalam 日本文法用語辞典(233-240)

„「青空、秋祭り、国語辞典、話し始める、青白い、」なども単語である、持に複

合語という。これらの単語は、それぞれ二つの単語〔または;単語に;準じるも

の〕に;分解することができる(「青―ー

空」「秋―祭り」「国語―辞典」「話;

一始める」「;青―白い」)。このように、;本来は;単独で;用いることのでき

る;単語(これを;単純語という)が;二つ;以上蒸すびついてできた;単語を;複合

語という。

„(langit biru, perayaan musim gugur, kamus Jepang, mulai berbicara, putih biru)

serta ada kata yang lain, termasuk ke dalam kata majemuk atau compounds. Kata

ini, setiap dua kata (atau setara dengan kata) hal ini dapat didekomposisi menjadi

(biru - langit, musim gugur - perayaan, bahasa Jepang - kamus, berbicara -memulai,

biru - putih), seperti ini, berasal dari kata yang dapat berdiri sendiri (kata ini

dikatakan kata sederhana) yang diikat dua kata atau lebih dinamakan kata

majemuk.‟

4

Tidak hanya kata sifat dan kata kerja saja yang memiliki kata majemuk.

Dalam kelas kata nomina bahasa Jepang juga terdapat kata majemuk.

Fukugoumeishi yaitu nomina yang terbentuk dari gabungan beberapa kata, lalu

gabungan kata tersebut secara keseluruhan dianggap sebagai satu kata (Sudjianto,

Ahmad Dahidi, 2004:161). Menurut Iwabuchi Tadasu dalam Sudjianto (2004:162)

menyebutkan bahwa meishi yang terbentuk sebagai hasil gabungan beberapa kata

seperti kata-kata aozora „langit biru‟, akimatsuri „festival musim gugur‟,

kokugojiten „kamus bahasa Jepang‟, wasuremono „barang tertinggal‟ disebut

fukugoumeishi.

Menurut Hamzon Situmorang, fukugoumeishi termasuk ke dalam jenis

futsuu meishi, yaitu kata yang menyatakan suatu benda dan perkara. Pembentukan

kata yang dapat membentuk fukugoumeishi adalah sebagai berikut : verba + verba,

nomina + verba, adjektiva + nomina, adverbia + nomina, verba + nomina,

nomina+ adjektiva.

Selain itu, Tsujimura (2007:139) menyatakan bahwa selain terbentuk dari

kelas kata berdasarkan gramatikalnya, fukugoumeishi dapat terbentuk dari kelas

kata berdasarkan asal usulnya. Kelas kata berdasarkan asal usulnya terbagi

menjadi wago (kata Jepang asli), kango (kata berasal dari China, ditulis dengan

huruf kanji), dan konshugo ( kata yang terbentuk dari dua buah kata yang berbeda

jenis, seperti gabungan antara wago dengan kango). Berikut adalah gabungan kata

yang dapat membentuk fukugoumeishi :

5

a. Wago + wago, yang dinamakan native Japanese compounds.

b. Kango+ kango, yang dinamakan sino Japanese compounds.

c. Wago+ kango/kango+wago (Konshugo), yang dinamakan hybrid

compounds.

Jika dilihat dari pendapat Hamzon dan Tsujimura di atas, fukugoumeishi

tidak hanya terbentuk dari kata nomina dengan nomina, namun ternyata dengan

kelas kata yang lain pun dapat membentuk fukugoumeishi. Selain itu,

fukugoumeishi juga dapat dibentuk melalui penggabungan kosakata bahasa Jepang

yang dilihat dari asal usulnya, yaitu wago (kata jepang asli) , kango (kata berasal

dari cina, ditulis dengan huruf kanji) , dan konshugo (kata yang terbentuk dari

gabungan dua buah kata yang berbeda jenis).

Salah satu media dalam pembelajaran bahasa Jepang khususnya di

Universitas Negeri Jakarta adalah buku sebagai bahan ajar yang digunakan.

Dalam bahan ajar bahasa Jepang sendiri ternyata terdapat beberapa kosakata yang

tanpa disadari itu merupakan kelas kata majemuk bahasa Jepang. Salah satu kata

yang sering dijumpai dalam pembentukan kata fukugoumeishi pada bahan ajar

bahasa Jepang adalah kata “mono”. Jika dilihat dari kanjinya, mono sendiri

memiliki beberapa cara bacanya, yaitu motsu dan butsu. Tabel di bawah ini

merupakan fukugoumeishi yang terbentuk dari kata “mono, butsu, motsu” dalam

buku ajar bahasa Jepang.

6

Tabel 1.1 fukugoumeishi mono, butsu, motsu dalam buku ajar

No

Buku Teks

Pembelajaran

Bahasa Jepang

Fukugoumeishi

~Mono Arti Hal Jumlah

1 Minna No

Nihongo I

1. 荷物

2. 食べ物

3. 飲み物

4. 買い物

5. 動物

1. Bawaan

2. Makanan

3. Minuman

4. Belanjaan

5. Binatang

58

71

101

111

147

5

2 Minna No

Nihongo II

1. 忘れ物

2. 建物

3. 着物

4. 使い物

5. 洗濯物

6. 贈り物

1. Barang tertinggal

2. Bangunan

3. Kimono

4. Hadiah

5. Cucian

6. Hadiah

27

33

93

117

141

154

6

3

New Approach

Japanese Pre-

Advanced

Course

1. 物事

2. 物語

3. 読み物

4. 宝物

1. Hal- hal,sesuatu

2. Cerita

3. Bacaan

4. Harta karun

5

63

138

213

4

4

Chuukyuu

Nihongo Bunpou

Pointo 20

1. 時代物

2. 品物

1. Antik

2. Barang –barang

9

102 2

5 Nihongo 3 Rabu

Rabu Choukai

1. どんぶり物

2. 入れ物

1. Mangkok nasi

2. Wadah

33

33

2

6 Nihongo 4

(kaiwa)

1. 持ち物

2. 安物

3. 詰め物

1. Barang bawaan

2. Barang murah

3. Isian

31

40

160

3

7 Nihongo 5

1. 本物

2. 落し物

3. 同じ物

1. Asli, orisinil

2. Barang jatuh/ hilang

3. Hal sama

8

9

12

3

8 Total

25

Keterangan : Penghitungan kata menggunakan teknik 異なり語数 (kotonarigosuu) dimana

kosakata yang sama tidak dihitung kembali dalam setiap buku.

7

Dari data di atas, dalam kanji「物」mono sering mengikuti kata lain dan

membentuk makna yang sama bahkan berbeda dengan salah satu kata yang di

ikutinya. Dalam fukugoumeishi dengan susunan kata pembentuknya “mono”

dalam tabel tersebut, maknanya tidak semua sama dengan kedua kata

pembentuknya. Berikut uraian contoh lain hasil makna fukugoumeishi yang

berasal dari jurnal bahasa Jepang :

1. Tabemono「食べ物」: Makanan,

気候、食べ物などに対する適応力「食は文化なり」というように、その国を知るい

ちばんいい方法は、現地の食べ物を食べることです。

( Nihongo jaanaru edisi 5 hal. 15, 2002)

Cara yang paling baik untuk mengetahui suatu negara adalah makan makanan khas Negara

tersebut, seperti dikatakan makanan adalah suatu kebudayaan. Kemudian penyesuaian diri

terhadap iklim.

Dalam fukugoumeishi tabemono di atas, terbentuk dari verba + nomina dan

memiliki makna dari unsur kata pembentuk pertamanya. Tabemono maknanya

terbentuk dari kata pembentuk pertama, yaitu taberu「食べる」yang memiliki

arti „Makan‟. „Makan‟, merupakan kata dasar dari makanan, dan kata tersebut

muncul dalam arti fukugoumeishi tabemono 「食べ物」. Hubungan makna yang

muncul yaitu sesuatu yang akan atau untuk dilakukan kata kerja tersebut. Di sini

yang dimaksudkan adalah sesuatu yang dimakan. Sehingga memunculkan makna

makanan.

2. Honmono「本物」: original, asli, tulen.

学習者からは、本物の先生と比べるようなコメントが出てくる場合もあります。

(Nihongo jaanaru edisi 4, hlm.21,2002)

8

Dari pelajar, ada juga situasi dimana pelajar tersebut mengomentari seolah olah

membandingan dengan guru yang asli.

Dalam fukugoumeishi honmono tersebut memiliki makna yang bukan dari

kedua unsur pembentuknya. Karena arti yang muncul tidak dari salah satu atau

bahkan kedua dari kata pembentuknya, yaitu Hon + Mono, Hon「本」dalam

Kenji Matsuraa memiliki arti “Buku/kitab/asal”. Sedangkan arti yang muncul

dalam fukugoumeishi tersebut adalah asli, orisinil, bukan dari kata „buku‟ yang

merupakan arti „Hon‟. Maka kata „Honmono‟ merupakan fukugoumeishi yang

maknanya bukan dari kedua unsur pembentuknya. Namun masih memiliki

kerelasian makna dengan unsur pembentuknya. Kerelasian yang memiliki

hiponimi dengan kata pembentuknya. Kata hon dapat memiliki arti asal, asli

memiliki makna barang yang asli atau barang yang berasal dari asalnya.

3. Setomono「瀬戸物」: tembikar

もとは「愛知県瀬戸地生産の陶磁器」を指した「瀬戸物」が「陶器一般」を指すよ

うになるなど、語の指す範囲が拡大する傾向のことです。 ( Nihongo jaanaru edisi 5, hal. 82, 2001)

Pada awalnya keramik buatan daerah Seto prefektur Aichi yang dinamakan „setomono‟ yaitu

keramik buatan Seto, sekarang menjadi keramik secara umum, tidak hanya dari daerah Seto.

Hal tersebut merupakan kecenderungan sebagai kata yang menjadi meluas.

Dalam fukugoumeishi setomono tersebut memiliki makna yang bukan dari

kedua unsur pembentuknya. Arti yang muncul tidak dari salah satu atau bahkan

kedua dari kata pembentuknya, yaitu seto + Mono, seto「瀬戸」merupakan

nama daerah yaitu Seto dan mono adalah benda. Maka kata „setomono‟

merupakan fukugoumeishi dengan makna yang muncul bukan dari kedua makna

pembentuknya. Namun masih memiliki kerelasian makna dalam penggabungan

9

kedua makna dari kata pembentuknya. Setomono merupakan keramik buatan

khusus daerah Seto, dan sekarang menghasilkan makna keramik atau tembikar

yang tidak hanya dihasilkan dari daerah Seto saja. Sehingga makna ini mengalami

perubahan dari makna sempit menjadi meluas.

Sebenarnya, kata mono dengan kanji 「物」, dapat juga dibaca butsu atau

motsu apabila pengucapannya secara on-yomi (cara baca berasal dari China). Jika

diucapkan secara on-yomi, maka termasuk ke dalam kelas kata kango. Menurut

Tsujimura, fukugoumeishi dapat juga terbentuk dari gabungan kango. Maka dari

itu, kanji 「物」dapat menjadi salah satu pembentuk fukugoumeishi meski

pengucapannya secara kun-yomi ataupun on-yomi. Dalam mempelajari

fukugoumeishi yang terbentuk dari “mono” yang perlu dipahami berdasarkan

penjelasan sebelumnya, yaitu belum tentu pembentukan dua kata menjadi satu

(pemajemukan) menghasilkan arti atau makna yang terbentuk dari salah satu, atau

kedua unsur pembentuknya (Masnur Muslich, 2008:60). Maka dari itu perlu

adanya pembahasan mengenai hubungan makna yang muncul dalam sebuah kata

nomina majemuk.

Dengan adanya hal tersebut, penulis bermaksud menganalisis pembentukan

dan makna kata nomina majemuk bahasa Jepang yang terbentuk dari kanji mono,

butsu, motsu 「物」 . Menurut penulis meneliti proses pembentukan kata

majemuk dirasa perlu untuk membantu pembelajar dalam memahami

terbentuknya kata majemuk dalam bahasa Jepang, terutama majemuk nomina

karena sering dijumpai dalam buku bahan ajar sebagai kosakata. Selain itu dalam

10

dalam fukugougo yang paling banyak ditemui adalah fukugoumeishi,

fukugoudoushi, kemudian fukugoukeiyoushi (Tamura, 2003:13). Dengan meneliti

pembentukan dan makna fukugoumeishi, dapat membantu dalam menerjemahkan

sebuah kata dari proses pemajemukan. Karena fukugoumeishi terbentuk dari dua

atau lebih kata yang maknanya dapat muncul dari kedua pembentuknya atau tidak

sama sekali. Sehingga membantu pembelajar dalam memahami makna kosakata,

karena pemahaman kosakata dalam belajar sebuah bahasa sangat penting. Maka

dari itu penulis mengambil judul Penelitian “Analisis Pembentukan dan Makna

Fukugoumeishi yang terbentuk dari Kanji Mono, Butsu, Motsu 「物」”.

B. Fokus dan Subfokus

Dalam sebuah penelitian agar tidak meluas dan menyimpang, maka

diperlukan adanya batasan. Fokus dalam Penelitian ini adalah menganalisis

pembentukan kata dan maknanya dalam fukugoumeishi mono, butsu, motsu dan

subfokus penelitian ini meliputi :

1. Meneliti tentang fukugoumeishi yang terbentuk dari susunan kata ~mono,

butsu, motsu yang terdapat dalam jurnal Hiragana Times.

2. Penelitian ini membahas hubungan makna antar unsur-unsur susunan

suatu kata nomina majemuk fukugoumeishi ~mono, butsu, motsu.

3. Menerangkan hubungan antarkata yang terbentuk dari ~mono, butsu,

motsu.

11

C. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dicantumkan, penulis

merumuskan beberapa pertanyaan yang menjadi permasalahan di dalam

fukugoumeishi yang terbentuk dari mono, butsu, motsu sebagai berikut :

1. Bagaimanakah proses pembentukan fukugoumeishi mono, butsu, motsu ?

2. Apa saja kelas kata asal yang membentuk fukugoumeishi mono, butsu,

motsu ?

3. Bagaimanakah hubungan makna dan konstruksi yang muncul pada

pembentukan fukugoumeishi mono, butsu, motsu ?

4. Bagaimanakah hubungan antarkata dari makna yang muncul dalam

fukugoumeishi tersebut ?

D. Manfaat Penelitian

Sebuah penelitian dilakukan diharapkan memiliki manfaat bagi segala

aspek. Manfaat penelitian dapat berupa manfaat secara teoritis dan manfaat

praktis.

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini dapat dijadikan sumber referensi dalam pembelajaran yang

membahas kelas kata majemuk, khususnya fukugoumeishi terbentuk dari

kanji 「物」„mono, butsu, motsu‟.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Pembelajar

12

Dapat membantu pembelajar meningkatkan pemahaman linguistik

dalam pembentukan kata nomina majemuk dan proses pemaknaannya.

b. Bagi Pengajar

Penelitian ini dapat dijadikan sumber atau referensi pengajaran bahasa

Jepang sebagai bahan ajar dalam beberapa mata kuliah seperti

gengogaku nyumon dalam Bab pembentukan fukugougo dan

pembelajaran kosakata.

c. Bagi Peneliti Lain

Dapat dijadikan acuan dan contoh bagi peneliti selanjutnya yang akan

meneliti tema yang sejenis.

13

BAB II

KERANGKA TEORI

A. Deskripsi Teoritis

Bab ini berisi tentang papaparan teori-teori yang berkaitan dengan penelitian

dan konsep penulis. Untuk mendukung penelitian ini, penulis menggunakan

beberapa teori mengenai morfologi dan semantik.

1. Morfologi

a. Definisi Morfologi

Menurut Chaer (2003:3) morfologi adalah ilmu yang mempelajari bentuk-

bentuk dan pembentukan kata. Kajian morfologi dilakukan untuk mengetahui

adanya morfem-morfem dari setiap bahasa. Dengan adanya morfem tersebut,

dapat dilakukan pula kajian untuk mengetahui alomorf dari morfem-morfem itu,

proses pembentukan kata dari morfem-morfem tersebut (dalam bahasa Indonesia

misalnya ada proses afiks, reduplikasi, komposisi dan konvensi) klasifikasi atau

kategori kata, sistem morfofonemik dari bahasa.

b. Morfologi Bahasa Jepang

Dalam bahasa Jepang, morfologi disebut keitairon 「形態論」 . Menurut

Sutedi (2003:42) keitairon merupakan cabang linguistik yang mengkaji tentang

kata dan proses pembentukannya. Objek yang dikaji berupa kata (go/tango) dan

morfem (keitaiso). Morfem adalah satuan gramatikal terkecil yang memiliki

makna yang tidak bisa dibagi lagi menjadi satuan bahasa yang lebih kecil. Kata

14

merupakan satuan bahasa yang terbentuk dari satu buah morfem atau lebih dan

memiliki makna. Kata yang bisa berdiri sendiri sebagai kalimat tunggal meskipun

hanya berdiri satu kata dinamakan morfem bebas (jiyuu-keitaiso). Sedangkan kata

yang tidak bisa berdiri sendiri disebut morfem terikat (kousoku-keitaiso). Berikut

contoh pendeskripsian morfem pada kalimat bahasa Jepang dalam Sutedi

(2003:43) :

„Tarou ga yoku terebi o mita.‟

„Tarou sering menonton tv.‟

Pada contoh tersebut, kata (Tarou) dan (terebi) merupakan morfem bebas,

karena bisa berdiri sendiri dan bisa menjadi kalimat walau hanya dengan satu kata.

Tetapi, untuk partikel (ga) dan (o), kata keterangan (yoku), dan verba (mita) baik

gokan-nya yaitu mi, gobi-nya yaitu ta, karena masing-masing tidak bisa berdiri

sendiri, termasuk ke dalam morfem terikat.

Selain morfem bebas dan morfem terikat, dalam bahasa Jepang terdapat pula

adanya morfem isi (naiyou-keitaiso) dan morfem fungsi (kinou-keitaiso). Naiyou-

keitaiso adalah morfem yang menunjukkan makna aslinya, seperti nomina,

adverbia, dan gokan dari verba atau adjektiva. Sedangkan kinou-keitaiso adalah

morfem yang menunjukkan fungsi gramatikalnya. Seperti partikel, gobi dari verba

atau adjektiva, kopula. Berikut beberapa kata yang tergabung dari beberapa unsur

morfem :

1) Morfem bebas: yama (山) yang berarti gunung, kata tersebut merupakan

morfem bebas yang dapat berdiri sendiri dan memiliki makna sendiri .

15

2) Morfem bebas + morfem terikat: shiroi (白い) yang berarti putih, kata “shiro”

merupakan morfem bebas karena dapat berdiri sendiri, kata“i” merupakan

kata akhiran yang mengikuti “shiro” menunjukkan suatu pekerjaan dari

adjektiva–i (i-keiyoushi), dan selalu memerlukan morfem yang

mendahuluinya. Maka “i” disebut morfem terikat.

3) Morfem terikat + morfem terikat: kaite (書いて) yang berarti menulis, kata

kaite merupakan gabungan dari morfem terikat, karena kata “kai” tidak

dapat berdiri sendiri dan tidak pernah muncul pengucapan yang

pemisahannya hanya dengan kata “kai”. Pada kata “te” merupakan elemen

yang ditambahkan pada bentuk kata sambung dari partikel, ini juga

merupakan morfem terikat.

4) Morfem bebas + morfem bebas: yamamichi (山道 ) yang berarti jalan

pegunungan. Kata tersebut disebut kata majemuk yang mengikat morfem

bebas yang setara. Masing-masing morfem bebas itu dapat berdiri sendiri

dan memiliki arti tersendiri bergabung membentuk kata baru. Dalam bahasa

Jepang kata majemuk kebanyakan dibentuk akibat penggabungan dari dua

buah kanji atau lebih. Kanji juga dikatakan satu morfem bebas yang berdiri

sendiri dan memiliki arti tersendiri.

Menurut Sheddy Tjandra (2015:53-55) Morfem memiliki anggota yang

disebut alomorf. Terdapat alomorf yang berdistribusi bebas, yaitu pada

posisi bebas tidak bergabung dengan atau menempel pada morfem lain, tapi

ada juga alomorf yang berdistribusi komplementer yakni pada posisi tertentu

16

dalam rangka pembentukan kata. Selain itu ada yang mengambil posisi pada

gugus depan kata, atau mengambil posisi pada gugus belakang kata.

Contoh :

Morfem pada kata “Sake”

Alomorf bebas: Sake

Alomorf gugus depan: Saka, misal pada kata “Sakazuki” (cangkir arak).

Alomorf gugus belakang: Zake, misal pada kata “amazake” ( arak manis).

Dari contoh tersebut menandakan bahwa morfem bahasa Jepang yang

diawali dengan konsonan sebagai alomorf bebas, tidak mengalami

perubahan, tapi ketika sebagai alomorf gugus belakang dalam proses

pembentukan kata majemuk, menjadi berubah /s/ menjadi /z/.

Berdasarkan beberapa teori yang telah disebutkan sebelumnya, dapat

disimpulkan bahwa morfologi adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari

pembentukan kata dan struktur internal kata dengan menggunakan morfem.

Objek yang dipelajarinya yaitu tentang kata dan morfem.

2. Semantik

Bahasa adalah fenomena kemaknaan dalam komunikasi antarmanusia

dimanapun berada kebermaknaan komunikasi inilah yang menjadi ciri khas

bahasa sebagai satu isyarat komunikasi. Dalam komunikasi terdapat bahasa

yang keluar dengan beberapa macam makna. Istilah semantik berpadanan

17

dengan kata semantique dalam bahasa Perancis yang diserap dari bahasa

Yunani dan diperkenalkan oleh M.Breal.

a. Pengertian Semantik

Lehler dalam Mansoer Pateda (2010:6) mengatakan bahwa semantik

adalah studi tentang makna. Sematik merupakan bidang kajian yang sangat

luas, karena turut menyinggung aspek struktur dan fungsi bahasa sehingga

dapat dihubungkan dengan psikologi, filsafat, dan antropologi. Semantik

(imiron) dalam Nihongo Kokugo Daijiten (1976:352) didefinisikan sebagai

berikut: 言語学で、言語の意味やその変化などを研究する部門 “dalam

linguistik, bagian yang meneliti arti kata, perubahannya dan lain-lain”.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa semantik merupakan

cabang ilmu kebahasaan yang berhubungan dengan makna.

Menurut Sutedi (2011:127) makna yang ada dapat berupa makna kata

(go no imi), relasi makna antar satu kata dengan kata yang lainnya (go no imi

kankei), makna frasa (ku no imi) dan makna kalimat (bun no imi). Berikut ini

adalah penjelasan mengenai makna tersebut.

1) Makna Kata (go no imi)

Setiap makna suatu ujaran merupakan objek dari semantik. Bagi

pembelajar bahasa Jepang, banyak dijumpai kesalahan dalam berbahasa

jika sedang berkomunikasi dengan penutur aslinya, sehingga perlu upaya

meningkatkan keterampilan berbahasa Jepang dengan mendeskripsikan

makna kata satu persatu secara menyeluruh.

2) Relasi Makna antar kata dengan kata yang lain (go no imi kankei)

18

Relasi makna dianalisis dapat dijadikan bahan dalam penyusunan kelompok

kata (goi). Untuk mempermudah pembelajar dalam memahami kata, perlu

adanya pendeskripsian mengenai relasi makna antarkata. Pada kata

majemuk relasi makna berkaitan dengan hukum MD (Menerangkan dan

diterangkan). Relasi makna adalah hubungan semantik yang terdapat antara

satuan bahasa yang satu dengan satuan bahasa lainnya. Pada dasarnya

prinsip relasi makna ada empat jenis, yaitu (1) prinsip kontiguitas, (2)

prinsip kolementasi, (3) prinsip overlaping, dan (4) inklusi.

a) Prinsip kontiguitas yaitu prinsip yang menjelaskan bahwa beberapa kata

dapat memiliki makna sama atau mirip. Prinsip ini dapat menimbulkan

adanya relasi makna yang disebut sinonimi.

b) Prinsip komplementasi yaitu prinsip yang menjelaskan bahwa makna

kata yang satu berlawanan dengan makna kata yang lain. Prinsip ini

dapat menimbulkan adanya relasi makna yang disebut antonimi.

c) Prinsip overlaping yaitu prinsip yang menjelaskan bahwa satu kata

memiliki makna yang berbeda atau kata-kata yang sama bunyinya tetapi

mengandung makna berbeda. Prinsip ini dapat menimbulkan adanya

relasi makna yang disebut homonimi dan polisemi.

d) Prinsip inklusi yaitu prinsip yang menjelaskan bahwa makna satu kata

mencakup beberapa makna kata lain. Prinsip ini dapat menimbulkan

adanya relasi makna yang disebut hiponimi.

19

3) Makna Frasa (ku no imi)

Dalam bahasa Jepang, mana frasa ada yang bermakna leksikal, dan ada

pula makna ideomatikal bahkan memiliki makna keduanya. Seperti frasa

„hon o yomu‟ (membaca buku) merupakan frasa yang bermakna leksikal.

Memakai frasa tersebut hanya perlu mengetahui arti dari masing-masing

kata.

4) Makna Kalimat (bun no imi)

Makna kalimat dalam semantik mengkaji mengenai makna kalimat secara

asli atau makna dalam bahasa. Makna yang dilihat dari struktur kalimatnya.

b. Jenis-Jenis Makna

Terdapat beberapa pendapat mengenai jenis makna. Palmer dalam Pateda

(2010:92) menyatakan bahwa jenis makna yaitu makna kognitif (cognitive

meaning), makna ideasional (ideational meaning), makna proposisi

(propositional meaning). Sedangkan menurut Verhar (1983:124), makna

gamatikal dan makna leksikal. Tentu masih banyak pendapat lain yang

dikemukakan oleh pakar semantik mengenai jenis makna yang ada.

Sutedi (2011:130) juga menyatakan bahwa makna terdiri beberapa jenis,

berikut penjelasan mengenai jenis-jenis makna :

1) Makna Denotatif dan Makna Konotatif.

Makna Denotatif (mejiteki-imi/gaien): makna kata atau kelompok kata

yang didasarkan atas hubungan dengan dunia luar bahasa, seperti suatu

gagasan dan dapat dijelaskan dengan analisis komponen makna. Makna

20

denotatif kata „kodomo‟ adalah „anak‟, memunculkan makna konotatif

„tidak mau diatur‟ atau „kurang pertimbangan‟.

2) Makna Gramatikal dan Makna Leksikal.

Makna gramatikal (bunpoteki-imi): makna yang muncul akibat proses

gramatikalnya. Hal ini sependapat dengan Chaer (2007:290) makna yang

hadir sebagai akibat adanya proses gramatikal seperti proses afiksasi,

proses reduplikasi, dan proses komposisi. Sedangkan makna leksikal

(jishoteki-imi atau goiteki-imi) adalah makna kata yang sesungguhnya

sesuai dengan referennya sebagai hasil pengamatan indra dan terlepas dari

unsur gramatikalnya, atau dapat dikatakan sebagai makna asli suatu kata.

Menurut Sheddy (2016:16), makna yang ditemukan di dalam kamus yang

sejak semula sudah ada tanpa melalui proses gramatika dengan acuan

nyata di kehidupan dapat ditangkap dengan akal sehat terutama panca

indera merupakan makna Leksikal. Sedangkan makna dari morfem yang

tidak memiliki acuan nyata dan baru muncul ketika mengalami proses

gramatika merupakan makna Gramatikal.

3) Makna dasar dan makna perluasan

Makna dasar (kihon-gi) merupakan makna asli yang dimiliki oleh kata.

Makna dasar terkadang disebut juga sebagai makna pusat (core) atau

makna prototipe, meskipun tidak sama persis. Makna perluasan (ten-gi)

merupakan makna hasil dari perluasan dari makna dasar, yaitu akibat

penggunaan secara kiasan atau majas (hiyu).

21

Berdasarkan penjelasan sebelumnya, makna memiliki berbagai macam

jenis. Hal tersebut dapat dilihat dari segi atau pandangan yang berbeda.

Munculnya berbagai jenis makna ini disebabkan karena bahasa digunakan dalam

berbagai kegiatan dan keperluan manusia dalam melakukan interaksi sosial.

Dalam penelitian ini, pembahasan mengenai makna kata akan diambil untuk

menganalisis objek dari penelitian, yaitu makna yang muncul dalam

fukugoumeishi terbentuk dari mono, butsu, motsu (物).

c. Perubahan Makna

Dalam bahasa Jepang terdapat beberapa perubahan makna yang ada (Sheddy,

2016:148). Berikut beberapa makna yang dijelaskan oleh Sheddy.

1) Makna yang bernilai baik menjadi makna yang buruk.

Pada makna ini, kata-kata pada mulanya memiliki makna yang bernilai baik,

namun muncul pemakaian makna yang bernilai buruk dan bertahan sampai

zaman sekarang.

2) Makna yang meluas.

Kata-kata yang pada mulanya bermakna sempit, dengan acuan hanya benda-

benda tertentu, tetapi kemudian pemakaian yang meluas bukan hanya benda

tertentu namun termasuk benda lain yang serupa atau sejenis.

3. Kosakata dalam Bahasa Jepang

Dalam bahasa jepang kosakata dinamakan goi. Menurut Asano Yuriko dan

Kasugo Shoozoo dalam Sudjianto (2004:97) menyatakan jika kanji „i‟ pada kata

goi merupakan atsumeru koto „kumpulan‟ atau „himpunan‟. Maka dapat

didefinisikan goi sebagai go no mure atau go no atsumari „kumpulan kata‟.

22

a. Jenis-jenis Kosakata

Kosakata dalam bahasa Jepang memiliki berbagai macam jenis dilihat dari

asal-usul dan karakteristik gramatikalnya. Berikut adalah jenis-jenis kosakata

bahasa Jepang.

1) Goi atau kosakata berdasarkan karakteristik gramatikalnya terdapat kata-kata

yang tergolong doushi (verba), meishi (nomina), i-keiyoushi (adjektiva –i), na

keiyoushi ( adjektiva –na), kandoushi (interjeksi), fukushi (adverbia),

jodooshi (verba bantu).

2) Goi atau kosakata berdasarkan dari faktor usia, jenis penuturnya, terdapat

kata-kata yang termasuk pada jidoogo (bahasa anak-anak), wakamono kotoba

(bahasa remaja), roojingo (bahasa orang tua), joseigo (bahasa wanita).

3) Goi atau kosakata berdasarkan asal-usulnya terbagi atas wago, kango, dan

gairaigo. Selain itu ternyata muncul kosakata Konshugo (kata yang terbentuk

dari kata wago dengan kango atau dengan gairaigo, dapat juga dikatakan kata

campuran). Menurut Ishida dalam Sudjianto dan Dahidi (2004:100),

karakteristik wago adalah :

a) Banyak kata yang terdiri dari satu atau dua mora,

b) Terlihat adanya perubahan bunyi pada kata yang digabungkan,

c) Tersebar pada semua kelas kata, terutama kata verba,

d) Banyak kata-kata yang menyatakan benda konkret,

e) Wago adalah kata yang di baca dengan kun- yomi.

Sedangkan kango memiliki karakteristik sebagai berikut :

a) Kango adalah kata-kata yang dibaca dengan cara on –yomi,

23

b) Banyak kelas kata nomina terutama kata-kata mengenai aktifitas

manusia dan nomina abstrak,

c) Dapat membuat kata-kata panjang dengan cara menggabungkan berbagai

kango. Sebaliknya, kata yang terlalu panjang dapat disingkat.

Selain kango dan wago, ternyata terdapat kosakata yang dinamakan

konshugo. Nomura Maasaki dalam Sudjianto (2004:108) menjelaskan bahwa

pada dasarnya konshugo terdiri atas tiga macam gabungan sebagai berikut. :

a) Wago dengan kango, misal :

1) Nimotsu, fumidai, mizu shoobai, bikiagesha

2) Bangumi, honbako, kinenbi

b) Kango dengan gairaigo, misal:

Gyaku koosu, tennen gasu, roojin hoomu

c) Wago dengan gairaigo

Sutoyaburi, janbo takarakuji, uchigeba, tsukiroketto

Berdasarkan pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa konshugo hanya

terdiri dari gabungan kata yang memiliki asal usul berbeda dan tidak sama.

Selain itu, konshugo juga dapat dikatakan sebagai kata majemuk bahasa Jepang,

dengan memiliki karakteristik yang sama.

4. Kelas Kata Bahasa Jepang

Dalam bahasa Jepang, terdapat berbagai macam jenis kelas kata. Terdapat 9

macam kelas kata; doushi (verba), keiyoushi (adjektiva), meishi (nomina),

fukushi (adverbial), rentaishi (prenomina), setsuzokushi (konjungsi), kandoushi

(interjeksi), jodoushi (verba bantu) dan joushi (partikel) (Sudjianto, 1996:26).

24

Selain itu, dalam kelas kata tersebut ternyata dapat mengalami perubahan bentuk

(katsuyoukei). Kelas kata yang mengalami hal tersebut adalah doushi, keiyoushi

dan jodoushi. Berikut ini adalah penjelasan mengenai keiyoushi, doushi dan

meishi, sedangkan jodoushi tidak dijelaskan secara detail.

a. Keiyoushi

Menurut Kitahara dalam Sudjianto dan Ahmad Dahidi (2004:154),

adjektiva (keiyoushi) adalah kelas kata yang menyatakan sifat atau keadaan

sesuatu, dan keiyoushi dengan sendirinya dapat menjadi predikat dan dapat

mengalami perubahan bentuk. Adjektiva dalam bahasa Jepang memiliki dua

golongan, yaitu adjektiva I yang berakhiran huruf –i atau /i/ (い) disebut dengan

i-keiyoushi dan adjektiva II yang berakhiran -/na/ (な) atau /da/ (だ) yang disebut

na-keiyoushi atau keiyoudoushi. Adjektiva -i (i-keiyoushi) biasanya selalu

berakhiran /i/ (い ), namun ada beberapa adjektiva –na (na-keiyoushi) yang

diakhiri /i/ (い) seperti misalnya yumei (mimpi), kirai (benci), dan kirei (cantik).

Menurut Hamzon (2007:28) i-keiyoushi dibagi menjadi tujuh jenis dilihat

dari artinya :

1) Keiyoushi yang mengutarakan bentuk benda. Seperti (marui, 丸い= bulat),

(shikaku, 資 格 = persegi empat), (hosoinagai, 細 い 長 = panjang

kurus/sempit).

2) Keiyoushi yang menyatakan jumlah atau volume benda. Seperti (ookii, 大き

い = besar), (chisaii, 小さいい = kecil), (komakai 細かい= halus, detail),

(nagai, 長い= panjang).

25

3) Keiyoushi yang menyatakan sifat benda. Seperti (katai, 硬い= keras), (atsui,

熱い= panas), (shiroi, 白い= putih), (akai, 赤い= merah).

4) Keiyoushi yang berhubungan dengan mutu. Contoh (omoshiroi, 面白い =

menarik), (warui, 悪い = jelek).

5) Keiyoushi yang berhubungan dengan nilai benda. Seperti (subarashii, 素晴

らしい = hebat), (mutsumajii, 睦まじい = ramah, bersahabat).

6) Keiyoushi yang berhubungan dengan nilai bunyi-bunyian. Seperti

(yakamashii, やかましい = riuh, bising).

7) Keiyoushi yang menyatakan makna gerakan. Seperti (hayai,早い= kencang),

(osoi, 遅い = lambat).

Sedangkan na-keiyoushi berikut macamnya :

1) Keiyoudoushi yang menyatakan sifat. Seperti (shizuka na, 静かな = sepi),

(kirei na, きれいな = cantik), (kenkooteki na, 健康的な = sehat).

2) Keiyoudoushi yang menyatakan perasaan. Seperti (iya na,いやな = tidak

senang), (suki na, 好きな= suka), (kirai na, 嫌いな = benci) dan sebagainya.

Dalam bahasa Jepang, i-keiyoushi memiliki akhiran –i (gobi-i) dan na-

keiyoushi memiliki akhiran –na (gobi –na). Bagian yang mengalami perubahan

dalam i-keiyoushi yaitu fonem /i/ (い), sedangkan pada na-keiyoushi yang disebut

juga keiyoushi-da, yang mengalami perubahannya adalah /da/ (だ).

b. Doushi

Hayashi dalam Nihongo kyoiku Jiten (1982:119) mendefinisikan doushi

seperti di bawah ini:

26

日本語の基本的な品詞の一つ。名詞が主として実態概念を表して主格や呼格

に用いられているのに対して、形容詞、形容動詞とともに用言として、自体

の叙述にあずから。

„Salah satu kelas kata dasar bahasa Jepang. Sebagai kata bersama dengan

kata adjektiva –i dan adjektiva –na digunakan dalam menjelaskan keadaan

berlawanan dengan nomina yang digunakan pada nomatif dan vokatif yang

menunjukkan konsep objek sebagai karakter utamanya‟.

Sutedi (2003:42) menyatakan bahwa doushi merupakan kata kerja yang

berfungsi menjadi predikat dalam suatu kalimat, mengalami perubahan bentuk

(katsuyou) dan bisa berdiri sendiri. Sutedi juga menjelaskan bahwa doushi

memiliki berbagai jenis berdasarkan pada perubahan bunyinya.

Berikut tiga kelompok doushi berdasarkan perubahan bunyinya:

1) Godandoushi (五段動詞)

Doushi atau verba yang mengalami perubahan dalam lima deretan bunyi

bahasa Jepang, yaitu: a-i-u-e-o (あーいーうーえーお) atau disebut sebagai

verba kelompok 1. Cirinya yaitu verba yang berakhiran (gobi) huruf u-tsu-

ru-bu-nu-mu-ku-su-gu (うーつーるーぶーぬーむーくーすーぐ) . Seperti:

nomu (飲む), tatsu (立つ).

2) Ichidandoushi (一段動詞)

Verba yang perubahannya hanya pada satu deretan bunyi saja atau disebut

verba kelompok 2. Cirinya adalah berakhiran e-ru dan berakhiran i-ru.

Contoh: neru (寝る), okiru (起きる).

27

3) Henkakudoushi (変革動詞)

Verba yang perubahannya tidak beraturan atau disebut verba kelompok 3.

Verba ini terdiri dari dua verba yaitu suru (する) dan kuru (来る).

Sedangkan Niimi dkk (1987:2) mengelompokkan doushi sebagai berikut

berdasarkan sifatnya.

1) Jidoushi (自動日) dan Tadoushi (他動詞).

Jidoushi merupakan verba yang dapat berdiri sendiri karena tidak

memerlukan partikel 「を」 untuk menunjukkan objek dalam kalimat.

Seperti: okiru (起きる) „bangun‟, neru (寝る) „tidur‟, aku (開く) „buka‟.

Sedangkan tadoushi merupakan verba yang tidak mampu berdiri sendiri

karena memerlukan partikel 「を」 untuk menunjukkan objek dalam

kalimat. Seperti: okosu ( 起こす ) „membangunkan‟, nekasu ( 寝かす )

„menidurkan‟, akeru (開ける) „membuka‟.

2) Ishidoushi (意志動詞) dan Muishidoushi (無意志動詞)

Ishidoushi merupakan verba yang menunjukkan tindakan atau perlakuan

yang dikehendaki manusia. Seperti: 「(本を)読む」 hon o yomu

„membaca buku‟, 「(ミルクを)飲む」miruku o nomu „meminum susu‟.

Kemudian Muishidoushi (無意志動詞) merupakan verba yang menyatakan

suatu hal yang tidak mampu dikontrol oleh kehendak manusia, seperti:

「(雪が)降る」yuki ga furu „salju turun‟,「(傘を)忘れる」kasa o

wasureru‘melupakan payung‟.

28

3) Dousasoudoushi (動作層動詞)

a) Keizokudoushi (継続動詞)

Verba yang menyatakan suatu aktivitas atau kejadian yang memerlukan

waktu tertentu. Dalam bahasa Indonesia „kata kerja

berkelanjutan/kontinitif‟ dan menyatakan suatu keadaan yang berlangsung,

seperti :

(歩く) (働く), (読 む ) , ( 書 く ) , ( 泣 く ) , ( 歌 う ) , ( 聞

く ) , ( 食 べ る), (飲む).

b) Shunkandoushi (瞬間動詞)

Verba yang menyatakan aktivitas atau kegiatan, mengakibatkan

terselesaikannya suatu perubahan dalam waktu singkat. Seperti: deru (出

る) „keluar‟, tatsu (立つ) „berdiri‟.

4) Joutaidoushi

Joutaidoushi merupakan verba yang menunjukkan adanya suatu

kondisi/keadaan tertentu. Verba ini biasanya tidak diikuti oleh verba bentuk

~iru. Contohnya:「(車が)ある」kuruma ga aru‟ ada mobil‟,「(韓国語が)

できる」kankokugo ga dekiru „bisa berbahasa korea‟ .

Telah disebutkan sebelumnya bahwa doushi merupakan kelas kata yang

dapat mengalami perubahan bunyi, dan doushi juga dapat mengalami perubahan

bentuk (katsuyou), yaitu perubahan bentuk konjugasi (katsuyouke). Sudjianto

(2004:152) mengemukakan perubahan bentuk konjugasi dalam doushi sebagai

berikut:

29

1) Mizenkei (未然形), menyatakan bahwa aktivitas atau tindakannya belum

dilakukan atau belum terjadi sampai sekarang. Perubahan doushi tersebut

mencakup bentuk menyangkal (NAI), bentuk maksud (OU/YOU), bentuk

pasif (RERU), dan bentuk menyuruh (SERU).

2) Renyoukei (連用形), menyatakan kemajuan atau kelanjutan suatu aktivitas.

Perubahan bentuk doushi tersebut mencakup bentuk sopan (MASU), bentuk

sambung (TE), dan lampau (TA).

3) Shuushikei (終止形) yaitu bentuk dasar verba yang dipakai pada waktu

mengakhiri ujaran. Bentuk ini diikuti oleh kata KA atau KARA

4) Rentaikei (連体形) yaitu doushi bentuk kamus yang digunakan sebagai

modifikator.

5) Kateikei (仮定形) yaitu perubahan doushi ke dalam bentuk pengandaian

(BA).

6) Meireikei (命令形) yaitu perubahan ke dalam bentuk perintah.

5. Meishi

a. Definisi Meishi

Menurut Matsuoka dalam Sudjianto (2004:156), meishi merupakan kata-

kata yang menyatakan orang, benda, peristiwa, dan sebagainya, tidak mengalami

konjugasi. Murakami Motojiro dalam Sudjianto (2004:156) menjelaskan bahwa

terdapat beberapa ciri-ciri meishi, yaitu sebagai berikut :

1) Merupakan jiritsugo,

2) Tidak mengalami perubahan bentuk,

30

3) Dapat menjadi subjek,

4) Dilihat dari sudut pandang artinya, dapat dibagi menjadi empat macam.

Dari segi semantis, nomina adalah kata yang merujuk pada manusia,

binatang, benda, dan konsep atau pengertian. Jadi, nomina dalam bahasa

Indonesia dengan Bahasa Jepang dapat dikatakan sama, yaitu menjelaskan sebuah

benda atau sesuatu yang konkret maupun abstrak dan dapat menduduki subjek,

objek, predikat dalam sebuah kalimat, serta tidak dapat mengalami perubahan.

b. Jenis-jenis Meishi

Meishi dibagi menjadi beberapa jenis. Terdapat beberapa pendapat ahli

mengenai jenis-jenis meishi ini. Murakami Motojiro dalam Sudjianto (2004:37),

membagi meishi menjadi lima macam, yakni futsuu meishi, koyuu meishi,

daimeishi, suushi dan keishiki meishi.

Sedangkan menurut Uehara Takeshi dalam Sudjianto (2004:37),

mengklasifikasikan menjadi empat macam yakni futsuu meishi, koyuu meishi,

suushi dan keishiki meishi. Takeshi berpendapat bahwa daimeishi bukan bagian

dari meishi. Berbeda dengan Uehara dan Motojiro, Nagayama Isami membagi

meishi menjadi futsuu meishi, koyuu meishi, daimeishi dan suushi. Menurut Isami,

keishiki meishi masuk ke dalam futsuu meishi.

Sudjianto (2004:38), membagi meishi ke dalam lima jenis, yaitu:

1) Futsuu meishi (普通名詞)

31

Futsuu meishi merupakan kata yang menjelaskan suatu benda atau perkara.

Berikut ini jenis futsuu meishi :

a) Gutaitekina Mono (nomina konkret)

Contoh:

Gakkou (学校) = sekolah

Umi (海) = laut

b) Chuushoutekina Mono (nomina abstrak)

Contoh:

Shiawase (幸せ) = kebahagiaan

Jikan (時間) = waktu

c) Ichi ya Hougaku O Shimesu Mono (nomina yang menyatakan

letak/posisi/kedudukan dan arah/jurusan)

Contoh:

Migi (右) = Kanan

Higashi (東) = Timur

d) Settogo Ya Setsubigo Ni Tsuita Mono (nomina yang disisipkan prefiks

dan/atau sufiks)

Contoh:

Okane (お金) = uang

Otsukisama (お月様) = bulan

e) Fukugoumeishi atau Fukugougo (nomina majemuk)

Contoh:

Asa + hi (朝日) = matahari pagi

32

Hito + bito (人々) = orang-orang

f) Hoka No Hinshi Kara Tenjita Mono (nomina yang berasal dari kelas kata

lain)

Contoh:

Verba Hikaru = Hikari (光) = cahaya, sinar

Adjektiva – samui = Samusa (寒さ) = dinginnya

2) Koyuu meishi (固有名詞)

Disebut juga nomina nama diri yaitu kata yang menjelaskan nama suatu

benda, nama barang, nama tempat, nama buku dan sebagainya.

Contoh :

Fujisan / Fujiyama (富士山) = gunung fuji

Tokyo Daigaku (東京大学) = universitas Tokyo

3) Suushi (数詞)

Suushi merupakan nomina yang menyatakan jumlah, bilangan, urutan atau

kuantitas. Dalam bahasa Indonesia disebut numeralia.

Contoh :

Ichi (一) = satu

Sannin (三人) = tiga orang

4) Daimeishi (代名詞)

Merupakan nomina yang menunjukkan orang, benda, tempat, atau arah.

Daimeishi digunakan untuk mengganti nama yang ditunjukkan itu, dalam

bahasa Indonesia berarti pronomina.

33

Contoh :

Watashi (私)

Anata (あなた)

5) Keishikimeishi (形式名詞)

Meishi yang bersifat formalitas, menyatakan arti yang sangat abstrak, kata-

kata ini tidak memiliki arti yang sangat jelas jika tidak disertai kata lain.

Contoh:

Koto (こと) = hal, soal, perkara

Tokoro (ところ) = waktu, hal, sedang

Tame (ため) = untuk, guna, demi, karena

Hazu (はず) = seharusnya, sebaliknya, semestinya, pasti.

6. Pembentukan Kata dalam Bahasa Jepang

Dalam bahasa Jepang istilah proses pembentukan kata dinamakan gokeisei.

Penggabungan morfem-morfem dapat membentuk kata. Menurut Sutedi

(2011:46), berikut adalah beberapa hasil dari pembentukan kata dalam bahasa

Jepang :

a. Haseigo

Kata yang dibentuk dari beberapa penggabungan morfem isi dengan

setsuji. Proses pembentukannya memiliki formula:

34

1) Settouji + morfem isi

GO + nomina : ご家族„gokazoku‟

KA + adjektiva : か黒い„kaguroi‟

2) Morfem isi + setsubiji

Gokan dari adjektiva + SA : 寒さ „samusa‟

Nomina + teki : 経済的„keizaiteki.

b. Fukugougo / Goseigo

Kata yang terbentuk sebagai hasil penggabungan beberapa morfem isi

disebut dengan Fukugougo atau goseigo (kata majemuk). Pembentukannya

memiliki formula :

1) Dua buah morfem isi

Nomina + nomina : 山道 „yamamichi‟

2) Morfem isi + setsuji

Nomina + verba : 日帰り „higaeri‟

Verba + nomina : 食べ物 „tabemono‟

Verba + verba = verba : 取り出す„toridasu‟

Verba + verba = nomina : 貸出„kashidasi‟

c. Karikomu / Shouryaku

Karikomu merupakan akronim yang berupa suku kata (silabis) dari

kosakata aslinya. Contoh: terebishon (テレビション) = terebi (テレビ).

35

d. Toujigo

Merupakan singkatan huruf pertama yang diungkapkan dalam huruf

alfabet. Contoh: Nippon Housou Kyoukai (日本放送協会) = NHK

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pembentukan

kata terdiri dari haseigo, fukugougo, karikomu, toujigo. Penelitian ini akan

membahas mengenai salah satu proses pembentukan kata, yaitu fukugougo

atau kata majemuk.

7. Fukugougo

a. Definisi Fukugougo

Fukugougo (複合語) adalah istilah kata majemuk dalam bahasa Jepang.

Secara etimologis fukugougo terdiri atas dua buah kanji, yakni fukugou (複合)

yang berarti „gabungan‟ dan go (語) yang berarti „kata‟. Jadi fukugougo secara

harfiah berarti „kata-kata yang bergabung‟ atau „gabungan kata-kata‟. Seiichi

Makino dan Tsutsui (1986:608) mendefinisikan fukugougo sebagai berikut. “a

compound is a word that consist of two more independent words with a

meaning which cannot be predicted from the combination of the constituent

elements”, „Penggabungan kata terdiri dari dua atau lebih morfem bebas

menghasilkan makna yang tidak bisa diprediksi dari unsur pokoknya‟.

Berikut adalah contoh dari fukugougo menurut Seichii Makino

(1989:608) : hanami memiliki arti melihat bunga sakura, tabemono memiliki

arti makanan, deguchi memiliki arti pintu keluar. Jika dilihat dari contoh

36

tersebut, makna yang tidak bisa diprediksi adalah maknanya muncul dapat dari

unsur pembentuknya, ataupun maknanya bukan dari unsur pembentuknya.

Dalam penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa fukugougo

atau kata majemuk terbentuk dari beberapa kata dasar atau morfem bebas

yang tergabung menjadi satu kata dan memiliki makna yang muncul dari

unsur pembentuknya ataupun maknanya relatif baru.

b. Jenis- jenis Fukugougo

Di dalam bahasa Jepang, fukugougo dibedakan menjadi tiga macam, yaitu

fukugoudoushi (kata kerja majemuk), fukugoumeishi (kata nomina majemuk)

dan fukugoukeiyoushi (kata sifat majemuk). Seiichi Makino dan Tsutsui

(1986:608) yang membagi kata majemuk menjadi tiga yaitu:

1) Nominal Compounds atau Fukugoumeishi ( 複合名詞 )

Nomina majemuk adalah kata majemuk yang terbentuk dari gabungan

antara nomina, ajektiva, verba dengan nomina yang menjadi satu.

Contoh :

kawazakana (川魚) ‘ikan air tawar‟, norimono (乗り物) ‘kendaraan’.

2) Verbal Compounds atau Fukugoudoushi ( 複合動詞 )

Verba majemuk adalah verba yang berpadu menjadi satu. Salah satu kata

yang mengikuti berupa verba.

Contoh:

37

Hanashikakeru (話しかける) „berbicara‟, tabehajimeru (食べ始める)

‘mulai makan’.

3) Adjectival Compounds atau Fukugoukeiyoushi ( 複合形容詞 )

Ajektiva majemuk adalah kata majemuk yang unsur berikutnya berupa

kata sifat. Unsur sebelumnya berupa nomina, ajektiva dan verba.

Contoh :

Usugurai (薄暗い) „suram‟, aojiroi (青白い) „pucat‟.

8. Fukugoumeishi

a. Definisi Fukugoumeishi

Telah dijelaskan sebelumnya bahwa fukugoumeishi merupakan salah satu

jenis meishi yang termasuk ke dalam futsuu meishi. Nomina majemuk atau

fukugoumeishi adalah nomina yang terbentuk dari gabungan beberapa kata atau

morfem, lalu gabungan kata itu secara keseluruhan dianggap sebagai satu kata

(Sudjianto, Dahidi , 2004 :161).

Dalam Nihon Bunpou Yougo Jiten (1989: 249) fukugoumeishi didefinisikan

sebagai berikut :「青空、秋祭り、国語辞典」のような、複合してできた詞を

複合名詞という。“Seperti (langit biru, perayaan musim gugur, kamus bahasa

Jepang), kata majemuk yang dapat menjadi kata benda dinamakan kata nomina

majemuk.” Dapat disimpulkan bahwa nomina majemuk merupakan gabungan

dua kata atau lebih yang menjadi satu kata, berarti terdapat unsur-unsur kata

yang melebur menjadi satu dan membentuk kata baru memiliki makna yang

baru berupa nomina.

38

Seiichi Makino (1986:608-607) menjelaskan bahwa susunan pembentuk

fukugougo yang berjenis fukugoumeishi dapat terbentuk dari gabungan kelas

kata meishi, doushi dan keiyoushi. Dalam penggabungan doushi dengan meishi,

doushi diubah ke dalam bentuk ~masu terlebih dahulu. Kemudian untuk kelas

kata keiyoushi yang terdapat dua jenis, yaitu i-keiyoushi dan na-keiyoushi

apabila akan digabungkan dengan meishi atau doushi untuk membentuk

fukugoumeishi maka huruf (i) dan (na) yang terdapat dalam keiyoushi tersebut

dihilangkan. Sedangkan untuk meishi sendiri, tidak ada perubahan dan langsung

dapat digabungkan untuk membentuk fukugoumeishi.

Menurut Hamzon, fukugoumeishi terbentuk dari gabungan unsur-unsur

sebagai berikut: verba + verba, nomina + verba, nomina + nomina, adjektiva +

nomina, verba + nomina, adverbia + nomina. Sedangkan T. Kunihiro

(1980:249), menyatakan bahwa fukugoumeishi memiliki hubungan makna

dilihat dari kelas kata pembentuknya. Hubungan makna yang muncul dari

unsur-unsur pembentuk Fukugoumeishi adalah :

1) Meishi + meishi

Susunan ini dapat berfungsi sebagai kata nomina majemuk. Kata meishi

yang berada di depan adalah N1, sedangkan yang di belakang adalah N2.

Berikut penjelasan hubungan makna yang muncul :

a) N1+ N2 = 《N1 である N2》

1. N1+N2 = N1, yaitu makna yang muncul berasal dari meishi yang

menjadi kata pembentuk pertama.

39

Contoh : 父親 = ayah, maknanya muncul dari pembentuk pertama.

2. N1+N2 ≠ N1, yaitu makna yang muncul bukan dari meishi

pembentuk pertama, melainkan gabungan dari kedua nya.

Contoh : 女性学生= murid perempuan, maknanya terbentuk dari

kedua pembentuknya.

b) N1+N2 = 《N1のように見える N2》

yaitu makna dari N2 terlihat seperti N1

Contoh : こうもり傘 = payung, makna dari N2 adalah payung, dan

mirip dengan N1 yang dapat dikatakan payung juga.

c) N1+N2 = 《N2 のように見える N1》

makna dari N1 terlihat seperti N2

Contoh : 火花 = bunga api/ kembang api.

Maknanya pertama merupakan percikan api, dan makna

kedua adalah bunga/ kembang. Percikan api terlihat mirip

dengan bunga.

d) N1+N2 = 《N1に生ずる N2 》

N2 dihasilkan atau disebabkan oleh N1/ N1 menyebabkan N2.

Contoh : 秋風 = angin musim gugur. Makna dari N1 yaitu musim

gugur menyebabkan N2 yaitu angin, sehingga bermakna

angin musim gugur.

e) N1+N2 = 《N1 を手段.道具とする N2 》

N1 merupakan alat atau cara untuk N2.

40

Contoh: 針仕事 = sulaman/jahitan. Makna dari N1 merupakan jarum,

dan N2 adalah pekerjaan, pekerjaan dengan alat jarum,

menghasilkan kata benda yaitu jahitan.

f) N1 + N2 = 《N1 にある[いる]N2》

N2 yang terdapat pada N1.

Contoh : 町医者 = dokter kota. 海がめ = penyu laut.

Makna dari N2 yaitu dokter yang terdapat di N1 yaitu kota,

maka menghasilkan makna dokter kota. Begitu juga dengan

penyu laut. Maka dalam hubungan makna di atas N1

merupakan tempat.

2) Doushi + Meishi (動詞の連用形+名詞

Susunan doushi dengan meishi dapat menghasilkan fukugoumeishi. Dalam

penggabungan dua kata tersebut, doushi diubah ke dalam bentuk renyoukei

dan kemudian ditambahkan dengan meishi. Berikut adalah susunannya :

a) 《(Nが) Vするところの N》

Sesuatu yang akan melakukan V (N yang akan V)

Contoh : 飛び魚 (ikan terbang) = (魚が) 飛びところの魚。

Maknanya ikan yang akan terbang.

b) 《(Nが) V した状態にあるところの N 》

Sesuatu yang terdapat situasi V yang telah dilakukan. (N yang telah

V). menunjukkan suatu keadaan.

41

Contoh : 空きびん (botol kosong) = 空いた状態にあるところの

びん。Maknanya botol yang telah kosong.

c) 《(Xが Nを) V するところの[ための]N》[ X は不定人

称の主語]

Sesuatu yang akan atau untuk melakukan V (X melakukan V terhadap

N). X merupakan subjek dari sudut pandang yang tidak tentu.

Contoh : 食べ物 (makanan) = X が物を食べるところの[ための]

物 . Maknanya adalah sesuatu untuk dimakan X (X

memakan sesuatu).

d) 《(Xが Nを) Vしたところの N 》

Sesuatu yang baru saja telah dikenai V (N yang telah V). Verba

yang digunakan adalah dousadoushi, karena adanya aksi yang

dilakukan.

Contoh : 切り花 ( potongan bunga) = 切ったところの花。

Maknanya bunga yang telah dipotong.

e) 《(Xが Nで) Vするための N》[ N は道具.手段を表す]

Sesuatu benda yang digunakan untuk melakukan V (X melakukan V

dengan N), N menjelaskan cara dan alat.

Contoh : 消しゴム (penghapus) = 消すためのゴム。

Maknanya sebuah karet untuk menghapus (X menghapus

menggunakan karet) .

42

f) 《(Xが Nで/ に/ から/ を) Vするところの N》[ N は場所

を表す].Sebuah tempat untuk melakuka V (X melakukan V dengan

menggunakan/pada/di/dari/terhadap N) N di sini menjelaskan sebuah

tempat.

Contoh : かくれ家 ( tempat sembunyi) =(Xが家に)かくれ家と

ころの家。Maknanya sebuah tempat untuk bersembunyi.

3) Meishi + doushi

Susunan ini dapat membentuk fukugoumeishi. Doushi dalam pembentuk

fukugoumeishi ini, juga diubah ke dalam bentuk renyoukeimasu, kemudian

bergabung dengan meishi sebagai fukugoumeishi dengan menghilangakan

masu. Berikut adalah hubungan makna yang terkandung dalam fukugoumeishi

dengan struktur meishi + doushi adalah :

a) 《 Nが V する事[時、状態、等]》

Waktu atau keadaan dimana N melakukan V. Koto mengacu pada

“toki”, “joutai”, atau yang lain.

Contoh : 地すべり(tanah longsor) = 地 がすべる事 (時、状態)

Maknanya yaitu keadaan dimana tanah meluncur. Sehingga

menghasilkan tanah longsor

b) 《Nを Vする事[物、人、等]》

Seseorang melakukan V terhadap N. Koto mengacu pada “mono”,

“hito” atau lainnya.

Contoh : 爪切り(penggunting kuku) = 爪を切ること(物、人)

43

Maknanya itu sesuatu yang menggunting kuku. Sehingga

menghasilkan penggunting kuku.

c) 《Nへ/ に/ で/ を Vする[した]事[物]》

Sesuatu benda yang akan/telah dikerjakan V dengan

menggunakan/menuju ke/pada/terhadap N. Koto di sini mengacu pada

mono.

Contoh : 手書き (tulisan tangan) = 手へ / に / で / を書くこと(物)

=手で書いた物。Maknanya sesuatu benda yang telah

ditulis menggunakan tangan. Sehingga menghasilkan tulisan

tangan.

4) Keiyoushi + meishi

Susunan ini juga dapat membentuk fukugoumeishi. Dalam bahasa Jepang

kata sifat terbagi menjadi dua, i-keiyoushi dan na-keiyoushi. Kedua kata sifat

tersebut dapat menjadi salah satu unsur pembentuk fukugoumeishi.

Penggabungan keiyoushi dengan meishi memiliki hubungan makna :

a) N のために用いる A

bahwa keiyoushi digunakan menjelaskan meishi tersebut.

Pembentukan fukugoumeishi di atas yaitu berasal dari kosakata yang

berdasarkan karakteristik gramatikalnya, yaitu nomina, verba, adjektiva.

Selain berasal dari kosakata yang berdasarkan gramatikalnya, fukugoumeishi

juga terbentuk dari gabungan kosakata yang berdasarkan asal-usulnya. Wago

44

dan kango merupakan kelas kata bahasa Jepang yang dilihat dari asal usulnya.

Maka dari itu wago dan kango dapat menjadi pembentuk fukugoumeishi.

Berikut pengelompokkan fukugoumeishi menurut Mc Clure dan Tsujimura

(2007:138) :

1) Native Japanese compounds

Kata Majemuk yang terbentuk dari bahasa Jepang asli (wago).

Susunannya selalu terdiri dari dua kata Jepang asli (wago) dengan

morfem isi/bebas.

Contoh :

a) Noun + noun = akizora (秋空); yamadera (山寺); koime (濃いめ);

amido (網戸).

b) Adjektive + noun = ooame (大雨); hiroba (広場); furuhon (古本).

c) Verb + noun = nomimizu (飲み水 ); mawarimichi (回り道 )

kawarimono (変わり者).

d) Noun + verb = hitogoroshi (人殺し): murder; monogatari (物語):

tale, story; yukidake (雪だけ).

e) Adjektiva + verb = kobashiri (小走り); oowarai (大笑い); hayaoki

(早起き).

f) Adverb + verb = gabunomi (がぶ飲み); yokosuberi (横滑り).

g) Verb + verb = tachiyomi (立ち読み); kakinaoshi (書き直し) .

45

2) Sino-Japanese compounds.

Kata majemuk yang terdiri dari gabungan kata China, yang terdiri dari

satu atau lebih huruf kanji, dinamakan kango, yang memiliki ciri

pengucapannya menggunakan cara baca on‟yomi.

“It is estimated that as much as 405 of the modern japanese vocabulary is

of chinese origin. Most chinese compounds are actually from china,

although the Japanese invented a large number of their own compounds as

well and even created a few of their own characters. Sino-Japanese

compounds are all nouns, but many of them can be made into verbs by

adding –suru. A lot compounds are real chinese words but the meaning has

changed ( often quite dramatically) in Japanese.” (Mc Clure : 2000)

“Sekitar 405 kosa kata bahasa Jepang modern berasal dari cina.Sebagian

besar unsur Cina sebenarnya benar-benar berasal dari China, walaupun

orang Jepang juga menemukan sejumlah besar unsur kata mereka sendiri

dan bahkan menciptakan beberapa karakter mereka sendiri. Unsur kata

Sino-Jepang adalah semua kata benda, namun banyak di antaranya dapat

dijadikan kata kerja dengan menambahkan -suru. Unsur-unsur banyak

adalah kata-kata asli Cina tapi maknanya telah berubah (seringkali cukup

dramatis) dalam bahasa Jepang.”

Contoh:

a) Chinese (kango) Ki+ Chinese (kango) soku = Kisoku (規則)

b) Chinese (kango) Gin + Chinese (kango) kou = Ginkou (銀行)

c) Chinese (kango) bengo + chinese (kango) shi = Bengoshi (弁護士)

d) Chinese (kango) ken + chinese (kango) kyuu = kenkyuu ( 研究)

e) Chinese (kango) kei + chinese (kango) koku = keikoku (警告)

3) Hybrid compounds.

Kata majemuk yang memiliki kata pembentuk gabungan dari unsur kata

Jepang asli (wago), China (kango), dan dari kata asing (gairaigo). Asing

di sini mengacu pada kata-kata yang telah dipinjam dari bahasa Eropa.

46

Maka hybrid compounds merupakan kata majemuk yang terdiri dari

konshugo.

Contoh :

a) Chinese (kango) + native (wago) = daidokoro (台所); hantsuki (半

月); honmono (本物).

b) Native (wago) + chinese (kango) = techou (手帳); nimotsu (荷物);

komoji (小文字).

c) Chinese (kango) + foreign (gairaigo) = sekiyu suto-bu (石油スト

―ブ); dairi-gu (代理グ).

9. Fukugoumeishi 「物」

Fukugoumeishi merupakan kata nomina majemuk bahasa Jepang yang

terbentuk dari dua kata atau lebih. Kanji 「物」yang dibaca “mono, butsu,

motsu” dapat menjadi kata pembentuk fukugoumeishi.

a. Definisi Mono 「物」

Menurut T.Chandra, dalam Tooyoo kanji (993:269) menjelaskan bahwa

kanji “物” memiliki arti sebagai benda, barang, materi, sesuatu dan sebagainya.

Berdasarkan asal usul kata, “物”jika secara kun-yomi atau cara baca menurut

bahasa Jepang asli dibaca „mono‟. Namun secara on–yomi dapat dibaca „butsu‟

dan „motsu‟.

Samuel E. Martin menjelaskan pengertian mono dalam buku A Reference

Grammar of Japanese (1988:725) sebagai berikut :

47

“The noun MONO means „thing‟, typically an object, a commodity, or a

possession. Like English „something‟ it can also refer to the substance of an

abstraction, and like English „something‟ or „somebody‟, it can refer to a person

of substance-a success.”

“Nomina MONO berarti „benda‟, biasanya benda yang menjadi sebuah obyek

sebuah barang, atau benda milik. Seperti dalam bahasa Inggris „sesuatu‟ yang

bisa mengarah kepada hal yang abstrak dan seperti bahasa Inggris „sesuatu‟ atau

„seseorang‟ yang bisa mengacu pada orang.”

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa “MONO” merupakan nomina

yang menyatakan benda, hal, barang dan orang.

b. Fukugoumeishi terbentuk dari (物) Mono, Butsu, Motsu

Anthony Alfonso menjelaskan “Is the common noun MONO „thing‟; in

compounds, means „a thing that (is read, is eaten, is dropped, has hair, etc.)”.

“Umumnya kata benda MONO memiliki arti benda/sesuatu; di kata majemuk

dapat berupa sesuatu seperti (yang dibaca, di makan, dijatuhkan, yang

berambut).”

Contoh :

“Bungeishuunjuu” wa ii YOMI-MONO desu

“Bungeishuunjuu” adalah bacaan yang bagus.‟

Aa, tsumetai NOMI-MONO ga hoshii desune.

„Aa, ingin minuman yang dingin.‟

10. Hubungan Antarkata

Dalam kata majemuk mengandung hubungan antarkata yang muncul akibat

perpaduan dua kata atau lebih yang membentuk makna baru. Perpaduan ini

mengandung makna tertentu yang ada kaitannya dengan komponennya ataupun

48

tidak ada kaitannya. Oleh karena itu kata majemuk dapat menjelaskan berbagai

hubungan makna antar komponennya (Didi Yulistio, dkk, 2002:9).

Nomura (1992:185) memaparkan bahwa pada fukugoumeishi memiliki

hubungan kata, berikut penjelasannya :

a. Hosoku kankei (補足関係) (Hubungan pelengkap)

“語基が格関係で結合するもの”

‘ Kata dalam hubungan sintaksis yang saling menghubungkan‟.

Contoh :

( N+A ) : iro「色」+ shiroi「白い」= irojiro「白色」(warna putih)

mi 「身」+ karuna「軽な」= migaru「身軽」 (kelincahan)

(N+V) : hi「日」+ kureru「暮れる」= higure「日暮れ」 (matahari

terbenam)

hiru「昼」 + neru「寝る」= hirune「昼寝」(tidur siang)

tera「寺」 + mairu「参る」= teramairi「寺参り」(kunjungan

kuil)

Dalam hubungan pelengkap dari contoh di atas dapat disimpulkan bahwa

yang dimaksudkan kata yang saling menghubungkan dalam hubungan sintaksis

tersebut adalah kata tersebut memiliki kedudukan dengan kata yang lain dalam

hubungan sintaksis dan saling menghubungkan. Seperti contoh : irojiro yang

49

berasal dari iro (meishi) + shiroi (keiyoushi) jika dilihat dalam hubungan

sintaksisnya adalah iro ga shiroi. Susunan pembentuk kata nomina majemuk

yang memiliki hubungan pelengkap berasal dari gabungan :

1) Nomina + Adjektiva

2) Nomina + Verba.

b. Shuushoku kankei「修飾関係」(hubungan menerangkan)

前部分の語基が後部分の用言的語基を修飾するもの。前部分の語基が

後部分の体言的を修飾するもの。

“Bagian kata dasar awal menerangkan bagian kata belakang yang mengalami

konjugasi. Bagian kata dasar awal menerangkan bagian kata belakang yang

tidak mengalami konjugasi ”.

Contoh :

(A+V): hayai「早い」+ okiru「起きる」= hayaoki「早起き(bangun cepat)

usui「薄い」+ kiru「着る」= usugi「薄着」(pakaian tipis)

(V+V): kuu「食う」+ nigeru「逃げる」= kuinige「食い逃げ」(lari tanpa

bayar makanan)

(A+N): wakai「若い」+mono「者」= wakamono「若者」(orang muda)

(V+N): utsu「打つ」+kizu「傷」 = uchikizu「打ち傷」(luka memar)

wataru「渡る」+ tori「鳥」= wataridori「渡り鳥」 (burung

melintas)

50

(N+N): yama 「 山 」 +michi 「 道 」 = yamamichi 「 山 道 」 (jalan

pegunungan )

Hon「本」 + hako「箱」= honbako (rak buku)

Hubungan penerang (shuushoku kankei) menurut Nomura, menghasilkan

hubungan antarkata dengan kata dasar belakang yang diterangkan oleh kata

dasar awal/depan. Dalam contoh di atas pembentuk kata nomina majemuk

yang memiliki hubungan antarkata shuushoku kankei adalah :

1) Adjektiva + Verba

2) Verba + Verba

3) Adjektiva + Nomina

4) Verba + Nomina

5) Nomina + Nomina

c. Tairitsu kankei「対立関係」(hubungan pertentangan)

前部分の語基が後部分の語基が対義的な関係にあるもの。

„Bagian kata dasar awal dan bagian kata akhir memiliki hubungan arti atau

makna yang berlawanan‟.

Dapat diartikan bahwa, tairitsu kankei adalah hubungan dalam kata yang

muncul akibat penggabungan dua buah kata atau lebih memberikan makna kata

yang berlawanan dalam satu kata tersebut. Dalam kata majemuk hubungan ini

dapat dikatakan setara. Hubungan pertentangan adalah hubungan yang

menyatakan bahwa apa yang dinyatakan dalam kata, klausa atau kalimat

pertama bertentangan dengan apa yang dinyatakan dalam kata, klausa atau

kalimat kedua.

51

Contoh :

(N+N) : asa「朝」+ ban「番」= asaban「朝晩」(pagi malam)

ashi「足」+ koshi「腰」= ashikoshi ( kaki dan punggung)

(V+V): uru「売る」+ kau「買う」= urikai「売り買う」(jual beli)

yomu「読む」+ kaku「書く」= yomikaki「読み書き」(baca tulis)

(A+A): amai「甘い」+ karai 「辛い」= amakara「甘辛」(manis pedas)

Pada penjelasan di atas beserta contoh yang ada, hubungan pertentangan

terbentuk dari gabungan kata yang memiliki arti berlawanan dengan kelas kata

yang sejenis. Berikut adalah susunan pembentuk kata yang memiliki fungsi

hubungan pertentangan :

1) Nomina +Nomina

2) Verba + Verba

3) Adjektiva + Adjektiva

11. Makna Konstruksi Endosentris dan Eksosentris

Dalam kata majemuk terdapat dua konstruksi makna, makna endosentris

dan eksosentris. Makna tersebut muncul berdasarkan status komponennya atau

pembentuknya. Konstruksi adalah hubungan antar unsur-unsur suatu kata

majemuk atau proses dan hasil penggabungan satuan-satuan bahasa menjadi

kesatuan bermakna yaitu kata majemuk (Kridalaksana, 1993:11). Kata majemuk

endosentris dalam bahasa Jepang adalah naishinkouzou. Ahli linguistik Jepang

52

yaitu Harumi (1987:107) memberikan definisi dari konstruksi endosentris,

yaitu : 内心構造は直接構成要素のいずれか;一つ、あるいは;二つ以上同じ形

式類に;属するもの . „Konstruksi endosentris merupakan penggolongan

terhadap bentuk yang sama dengan salah satu atau kedua unsur - unsur langsung

pembentuknya.‟

Pernyataan Harumi tersebut sependapat dengan T. Kunihiro, yang

menyebutkan contoh dari konstruksi endosentris adalah 「父親」「ゴム風船」

「歯ブラシ」 terbentuk dari meishi + meishi = meishi, 「長雨」「高下駄」,

terbentuk dari keiyoushi + meishi = meishi, 「張り紙」「飲み薬」, terbentuk

dari doushi + meishi = meishi, 「書き直す」「読み取る」terbentuk dari doushi

+ doushi = doushi. Jika dilihat dari contoh tersebut yang di maksud kata majemuk

konstruksi endosentris adalah susunan kata majemuk yang menghasilkan kelas

kata sama dengan salah satu atau kedua pembentuknya. Selain kata majemuk

endosentris, terdapat kata majemuk tak berkepala/kata majemuk eksosentris.

Menurut Kridalaksana (1993:50), kata majemuk eksosentris adalah kata majemuk

yang secara keseluruhan tidak sama dengan konstituen atau unsur pembentuknya.

Harumi (1987:107) menyatakan konstruksi eksosentris adalah: “ 外心構造は

直接構成要素のいずれとも;異なる形式類属するものという” 。„Konstruksi

eksosentris merupakan penggolongan terhadap bentuk yang tidak mempunyai

kesamaan dengan unsur yang manapun dari unsur langsung pembentuknya.‟

Menurut T. Kunihiro, konstruksi eksosentris menghasilkan bentuk kata yang

tidak sama dengan salah satu atau kedua unsur pembentuknya. Ternyata yang di

53

maksud dengan bentuk kata tersebut adalah kelas kata nya. Berikut adalah

contoh kata majemuk eksosentris 「読み書き」「売り買い」yang terbentuk

dari kelas kata doushi + doushi = meishi. Dapat disimpulkan konstruksi

endosentris menghasilkan kelas kata yang sama dengan pembentuknya.

Sedangkan konstruksi eksosentris menghasilkan kelas kata yang tidak sama

bahkan bukan dari kelas kata pembentuknya.

Pembahasan mengenai konstruksi dalam kata majemuk yang terdiri dari

konstruksi endosentris dan eksosentris ini digunakan untuk penulis dalam meneliti

kata nomina majemuk (fukugoumeishi) sehingga mampu membedakan konstruksi

mana yang muncul dalam penggabungan dua kata dalam penelitian ini.

B. Penelitian Relevan

Penelitian ini memiliki relevansi dengan penelitian yang berjudul “Analisis

Makna Nomina Majemuk Bahasa Jepang / Nihon Go No Fukugoumeishi No

Imiron No Bunseki” ditulis oleh Lidya Astuti tahun 2008 Universitas Sumatera

Utara. Dalam penelitian yang telah Lidya Astuti lakukan adalah menganalisis

kelas kata pembentuk fukugoumeishi yang berkaitan dengan hubungan unsur

pembentuknya apakah maknanya muncul dari kata pembentuk pertama atau kedua

atau bahkan tidak sama sekali. Penelitian tersebut memiliki kesamaan dengan

penelitian yang dilakukan penulis, menganalisis kata nomina majemuk bahasa

Jepang, atau fukugoumeishi dengan metode deskriptif kualitatif dan studi pustaka.

Sedangkan perbedaannya terletak pada pembatasan penelitian, yaitu dengan lebih

difokuskan pada fukugoumeishi yang terbentuk dari mono, butsu, motsu saja.

54

Dalam penelitian ini penulis juga menambahkan hubungan makna yang muncul

dan hubungan antarkata yang tidak dibahas dalam penelitian relevan.

Penelitian yang berjudul “Proses Pembentukan Kata Majemuk dari Kanji

Tsuki, Getsu, Gatsu” yang ditulis oleh Riska Amelda Yuliana tahun 2015

Universitas Diponegoro ini juga memiliki relevansi dengan penelitian yang

penulis lakukan. Riska menganalisis struktur pembentuknya, makna dan juga

hubungan sintaksis yang membentuk kata majemuk tersebut. Di sini kata

majemuk yang muncul semua termasuk ke dalam fukugoumeishi. Dalam

penelitian ini membahas hubungan sintaksis yang tidak termasuk dalam bahasan

penulis saat ini. Kesamaan antara judul ini dengan penelitian yang penulis lakukan

adalah menganalisis kata majemuk yang terbentuk dari salah satu kanji berupa

nomina. Perbedaannya yaitu dalam kajiannya yang diambil dalam penelitian

Riska ditambah hubungan sintaksis yang muncul, namun tidak membahas

hubungan makna dan hubungan antarkata kedua kata pembentuknya.

C. Kerangka Berpikir

Meishi merupakan kelas kata dalam bahasa Jepang yang menjelaskan sebuah

kata benda. Salah satu jenis meishi adalah fukugoumeishi, yaitu kata nomina

majemuk yang terbentuk dari gabungan kata lain membentuk makna baru. Jumlah

fukugoumeishi tidak terhitung karena cukup banyak. Fukugoumeishi merupakan

jenis futsuu meishi. Fukugoumeishi tidak hanya terbentuk dari meishi saja, namun

dapat terbentuk dari kelas kata lain seperti doushi dengan doushi, atau adjektiva

dengan meishi. Salah satu kata pembentuk fukugoumeishi adalah kata mono, butsu,

55

motsu, yang merupakan kata benda atau meishi. Kemudian hubungan makna dan

hubungan antarkata yang muncul berbagai jenis tidak hanya satu saja. Kata

majemuk dilihat dari susunan komponennya terbagi ke dalam endosentris dan

eksosentris. Untuk meningkatkan pemahaman pembelajaran linguistik bahasa

terutama bahasa Jepang, sepertinya perlu menambah wawasan tentang kata

majemuk nomina atau fukugoumeishi yang terbentuk dari mono, butsu, motsu.

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif dalam lingkup penelitian

linguistik. Metode yang digunakan dalam penelitian ini dengan metode

kepustakaan atau studi pustaka. Untuk selanjutnya dalam pengumpulan data

digunakan teknik simak bebas libat cakap, karena data diperoleh dalam sebuah

sumber buku. Setelah menyimak teknik dilanjutkan dengan mencatat atau dikenal

teknik catat, merupakan pasangan dari teknik simak. Data yang telah dikumpulkan

kemudian dianalisis pembentukannya, dari jenis kelas kata pembentuknya,

hubungan makna dan konstruksi yang muncul, serta hubungan antar kata dari

pembentukan fukugoumeishi mono, butsu, motsu ini. Setelah semua data

teranalisis, untuk bagian terakhir dibuat kesimpulannya. Hasil dan penyajian ini

berupa penjabaran dengan pendeskripsian kata-kata dan tabel.

56

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini untuk menjawab rumusan masalah yang sudah

disebutkan dalam bab sebelumnya. Dapat mendeskripsikan proses pembentukan

kata nomina majemuk bahasa Jepang (fukugoumeishi) dan makna yang terdapat

dalam pemajemukan kata yang diteliti. Selain itu, diharapkan penelitian ini dapat

membantu dalam memahami pembelajaran yang terdapat kata nomina majemuk

(fukugoumeishi) khususnya terbentuk dari kata mono, butsu, motsu. Kemudian

mampu memahami hubungan makna yang muncul dari fukugoumeishi mono,

butsu, motsu (物) apakah terbentuk dari salah satu makna pembentuknya. Serta

membahas bagaimana fungsi dari hubungan antarkata yang muncul dalam

fukugoumeishi tersebut, sehingga pembelajar mampu memahami jika

penggabungan dalam proses pemajemukan memiliki fungsi hubungan antarkata

yang bermacam dan makna yang belum tentu dari unsur pembentuknya.

B. Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini digunakan untuk membatasi masalah, agar tidak

meluas dan lebih terarah. Lingkup penelitian ini yaitu mengkaji tentang kelas kata

apa saja dan makna yang muncul dalam pembentukan fukugoumeishi dari mono,

butsu, motsu, kemudian mengklasifikasikan jenis-jenis fukugoumeishi dari kata

mono, butsu, motsu dan fungsi hubungan antarkata dalam makna yang muncul.

57

Fukugoumeishi mono, butsu, motsu yang diteliti adalah fukugoumeishi yang

terdapat dalam jurnal bahasa Jepang.

C. Waktu dan Tempat

Waktu yang dilakukan dalam penelitian ini dari bulan Februari sampai

Agustus 2017. Tempat untuk mencari objek yang dijadikan sampel serta mencari

data-data lain yang membantu proses pengerjaan penelitian ini dilakukan di

Universitas Negeri Jakarta dan The Japan Foundation Jakarta.

D. Prosedur Penelitian

Adapun Prosedur penelitian yang akan dilakukan dalam penelitian ini antara

lain :

1. Menentukan Objek Penelitian

Objek yang diambil dalam penelitian ini adalah kelas kata nomina majemuk

(fukugoumeishi) yang terbentuk dari mono,butsu,motsu (物).

2. Mengumpulkan teori-teori yang berkaitan dan sesuai dengan objek penelitian

serta mencari penelitian relevan sebagai sumber referensi dan bahan kajian.

3. Menentukan sumber data sebagai bahan objek penelitian. Dalam penelitian ini

jurnal Hiragana Times tahun Januari 2016 – Agustus 2017 sebagai sumber

data karena ditemukan banyak kata yang merupakan fukugoumeishi.

4. Mengamati sumber data menggunakan metode simak dan catat.

5. Mengumpulkan contoh kalimat yang ada dalam sumber data. Data berupa kata

nomina majemuk yang terbentuk dari kata mono, butsu, motsu (物).

58

6. Mengklasifikasikan hasil temuan kedalam tabel data.

7. Menganalisis data berupa kalimat yang telah teridentifikasi dan menganalisis

berdasarkan teori pembentukan dan makna kata nomina majemuk yang

dibahas dalam bab sebelumnya.

8. Membuat kesimpulan dari hasil yang diperoleh.

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini bersifat kualitatif deskriptif

karena data yang diambil berupa kosakata. Metode yang digunakan yaitu simak.

Mahsun (2007:92) menyatakan metode simak merupakan cara yang digunakan

untuk memperoleh data yang dilakukan dengan menyimak penggunaan bahasa

baik lisan maupun tertulis. Menurut Mahsun metode ini sama dengan metode

pengamatan. Simak memiliki dua jenis, dalam penelitian yang secara tertulis

maka menggunakan salah satu jenis yaitu simak bebas libat cakap, karena yang

diteliti berupa kalimat atau ragam tulis dalam sebuah jurnal ataupun artikel, dan

peneliti hanya sebagai pengamat. Proses dalam pengumpulan data selanjutnya

menggunakan teknik catat, karena dalam metode simak bebas libat cakap dapat

berpasangan dengan teknik catat. Dengan sistematika mencatat beberapa bentuk

yang relevan dengan penelitian dari penggunaan bahasa secara tertulis tersebut.

F. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan adalah dengan teknik bagi unsur

langsung, yaitu dengan membagi unsur pembentuk fukugoumeishi mono, bustu,

motsu (物) menjadi unsur kata dasar dan kata lain sebagai penggabungannya.

Kemudian mencari makna dari setiap kata pembentuk fukugoumeishi tersebut.

59

Setelah itu, dilanjutkan dengan mencari makna yang terbentuk dari penggabungan

kata tersebut. Selanjutnya apakah maknanya akan terbentuk dari unsur

pembentuknya atau sama sekali maknanya tidak muncul dari semua kata

pembentuknya. Kemudian mengklasifikasikan kata fukugoumeishi mono, butsu,

motsu (物) ini ke dalam jenis kata nomina majemuk menurut Tsujimura. Untuk

selanjutnya membahas hubungan antarkata menurut Nomura yang muncul akibat

penggabungan dua kata sebagai proses pemajemukan. Dalam hubungan antarkata

terdapat tiga pola, yaitu hosoku kankei, shuushoku kankei, tairitsu kankei yang

telah dijelaskan dalam bab sebelumnya.

G. Kriteria Analisis

Penelitian ini membahas mengenai jenis kata yang membentuk fukugoumeishi

mono, butsu, motsu (物), makna yang muncul dalam pembentukan tersebut, serta

hubungan antar kata yang timbul dalam fukugoumeishi yang diteliti. Maka dari itu

kriteria analisis yang akan digunakan :

1. Pembentukan fukugoumeishi mono, butsu, motsu (物).

Pada penelitian ini, landasan pembentukan fukugoumeishi mono, butsu, motsu

( 物 ) berdasarkan Hamzon atau T. Kunihiro, dan Tsujimura. Hamzon

menyebutkan fukugoumeishi terbentuk dari gabungan kelas kata :

a. Verba + Verba

b. Nomina + Verba

c. Nomina + Nomina

d. Adjektiva + Nomina

60

e. Verba + Nomina

f. Adverbia + Nomina

Menurut Mc Clure dan Tsujimura fukugoumeishi jika dilihat dari asal kata

pembentuknya memiliki jenis :

a. Native Japanese compounds

b. Sino Japanese compounds

c. Hybrid Japanese compounds.

2. Jenis kelas kata asal yang menjadi pembentuk fukugoumeishi mono, butsu,

motsu.

Menganalisis jenis kelas kata yang bergabung dengan mono, butsu, motsu

sehingga membentuk fukugoumeishi. Kelas kata asal dilihat berdasarkan

proses morfologis dan perubahan kata dalam kelas kata menurut Hamzon

dalam kelas keiyoushi, Nagayama Isami dalam Sudjianto untuk kelas meishi,

Sutedi dan Niimi dalam kelas doushi.

3. Hubungan Makna dan Konstruksi yang muncul dalam fukugoumeishi yang

terbentuk dari mono, butsu, motsu sesuai dengan pendapat T.Kunihiro.

4. Pola Hubungan antarkata.

Menganalisis pola hubungan antarkata yang muncul menurut teori Nomura.

61

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Deskripsi Data

Penganalisaan data ini didasarkan pada hasil temuan nomina majemuk yaitu

fukugoumeishi terbentuk dari kanji mono, butsu, motsu 「物」yang terdapat

dalam kalimat pada jurnal Hiragana times edisi Januari 2016 - Agustus 2017.

Setelah melakukan pencatatan didapatkan 44 data fukugoumeishi mono, butsu,

motsu 「物」.

Tabel 4.1

Jenis kelas kata pembentuk fukugoumeishi mono, butsu, motsu「物」

No. Kelas kata

pembentuk Fukugoumeishi Jumlah

1 Verba +

nomina

揚げ物、贈り物、織物、買い物、着物、吸い物、

染め物、建物、食べ物、漬け物、煮物、飲み物、

乗り物、焼き物、編み物、鋳物、落とし物、届け

物、巻き物、持ち物、置き物、

21

2 Nomina +

verba 物語 1

3 Adjektiva +

nomina 小物、長物、好物、生物

4

4 Nomina +

nomina

縁起物、海産物、建築物、品物、人物、生物、食

物、書物、特産物、動物、荷物、刃物、本物、物

事、時代物、展示物、記念物、穀物、

18

Keterangan : Dari data pada tabel terdapat 21 (dua puluh satu) fukugoumeishi terbentuk dari

verba (doushi) dengan nomina (meishi). 1 (satu) fukugoumeishi terbentuk dari

nomina (meishi) dengan verba (doushi) dan 4 (empat) fukugoumeishi dari

adjektiva (keiyoushi) dengan nomina (meishi). Kemudian 18 (delapan belas)

fukugoumeishi terbentuk dari nomina (meishi) dengan nomina (meishi). Sehingga

data yang di dapat dalam jurnal Hiragana Times sejumlah 44 fukugoumeishi.

62

Tabel 4.2

Konstruksi makna yang muncul pada fukugoumeishi mono, butsu, motsu「物」

Keterangan : dalam 44 fukugoumeishi di atas, semua termasuk ke dalam konstruksi endosentris

sehingga tidak ada fukugoumeishi yang memiliki konstruksi eksosentris.

Tabel 4.3

Jenis fukugoumeishi mono, butsu, motsu 「物」

No. Jenis

fukugoumeishi Fukugoumeishi Jumlah

1 Native Japanese

compounds /

Wago

揚げ物、贈り物、織物、買い物、着物、品物、吸

い物、染め物、建物、食べ物、漬け物、長物、生

物、煮物、飲み物、乗り物、刃物、物事、物語、

焼き物、編み物、鋳物、落とし物、届け物、巻き

物、持ち物、置き物

27

2

Sino Japanese

compounds/

Kango

海産物、建築物、人物、生物、食物、書物、特産

物、穀物、動物、展示物、好物、 記念物 12

3

Hybrid

compounds/

konshugo

縁起物、小物、荷物、本物、時代物 5

Keterangan : Di dalam 44 fukugoumeishi tersebut terdapat 27 (dua puluh tujuh) fukugoumeishi

yang termasuk ke dalam native japanese compounds atau kata majemuk dari

wago. Kemudian terdapat 12 (dua belas) fukugoumeishi yang termasuk sino

Japanese compounds atau kata majemuk dari kango. Selain itu hybrid compounds

atau kata majemuk dari konshugo juga terdapat dalam fukugoumeishi pada data di

atas yaitu sebanyak 5 buah.

Tabel. 4.4

Hubungan makna yang muncul dari fukugoumeishi mono,butsu,motsu 物」

No. Hubungan makna Fukugoumeishi Jumlah

1 《(X が Nを) を Vしたとこ

ろの N》

揚げ物、織物、買い物、染め物、建

物、漬け物、煮物、焼き物、編み物、15

No. Konstruksi makna Fukugoumeishi Jumlah

1 Konstruksi

Endosentris

揚げ物、贈り物、織物、買い物、着物、吸い物、

染め物、建物、食べ物、漬け物、煮物、飲み物、

乗り物、焼き物、編み物、鋳物、落とし物、届け

物、巻き物、持ち物、置き物、物語, 小物、長物,

好物、生物, 縁起物、海産物、建築物、品物、人

物、生物、食物、書物、特産物、穀物、動物、荷

物、刃物、本物、物事、時代物、展示物、記念物

44

2 Konstruksi

Eksosentris - -

63

落とし物、届け物、巻き物、持ち物、

置き物、鋳物

2 《(X が Nを) Vするところ

の[ための] N》

贈り物、吸い物、食べ物、飲み物、乗

り物、着物 6

3 N1+N2=N1 である N2.

N1+N2≠N1

海産物、品物、特産物、荷物、物事、

生物 6

4 N1+N2=N1 建築物、人物、食物、穀物、展示物、

本物 6

5 Nのために用いる A 小物、長物、生物、好物 4

6 N1+N2=N1に生ずる N2 書物、時代物、記念物、縁起物 4

7 N1+ N2 = 《N1のように見え

る N2》 動物、刃物 2

8 N を V する[した]事

[物] 物語 1

Keterangan : Terdapat hubungan makna antara gabungan nomina (meishi) dengan nomina

(meishi) menghasilkan fukugoumeshi dari data di atas yaitu sebanyak 4 (empat)

jenis dari 7 jenis hubungan makna yang ada dalam teori. Kemudian sebanyak 2

(dua) dari 6 (enam) jenis hubungan makna antara gabungan verba (doushi)

dengan nomina (meishi). Selanjutnya hubungan makna antara adjektiva

(keiyoushi) dengan nomina (meishi) sebanyak 1 (satu) jenis. Selain itu, dalam

hubungan makna antara gabungan nomina (meishi) dengan verba (doushi)

terdapat 1 (satu) jenis dari tiga jenis yang ada.

Tabel. 4.5

Hubungan antarkata fukugoumeishi mono,butsu,motsu「物」

No. Hubungan antarkata Fukugoumeishi Jumlah

1 Hosoku kankei 物語 1

2 Shuushoku kankei

揚げ物、贈り物、織物、買い物、着物、け物、

長い物、生物、煮物、飲み物、乗り品物、吸い

物、染め物、建物、食べ物、漬物、刃物、物

事、物語、焼き物、編み物、鋳物、落とし物、

届け物、巻き物、持ち物、置き物、縁起物、小

物、荷物、本物、時代物、海産物、建築物、人

物、生物、書物、穀物、動物、好物、記念物

43

3 Tairitsu kankei - -

Keterangan : dari tiga macam hubungan antarkata yang ada, dalam 44 fukugoumeishi yang

terbentuk dari mono, butsu, motsu ini terdapat 1 (satu) fukugoumeishi yang

termasuk ke dalam hosoku kankei dan 43 (empat puluh tiga) fukugoumeishi yang

termasuk ke dalam shuushoku kankei. Tidak terdapat fukugoumeishi dengan

hubungan antarkata tairitsu kankei.

64

B. Intrepetasi Data

Berikut akan dijabarkan 21 analisis kalimat dari 44 data yang mengandung

fukugoumeishi dari kanji mono, butsu, motsu「物」 . Mulai dari (a) proses

pembentukannya, (b) kelas kata pembentuknya, (c) konstruksi yang muncul dan

hubungan makna yang muncul, (d) hubungan antarkata yang terkandung dalam

fukugoumeishi tersebut.

1. 村田さんは伝統的な和食に、トマトのオイル漬けやクミンなどトルコの食材を加える

工夫をしています。トルコの代表的な揚げ物料理であるイチリ.キョフテや、トルコ

の伝統的なデザートであるアシュレもとり入れています。それでも、イチリ.キョフ

テをアケビの実のような形に作ったり、味つけはだしをメインにしたリしているとこ

ろに和食らしさを感じさせます。

( Hiragana Times edisi 9, hal 7, 2016)

Murata memutuskan untuk menambahkan bahan-bahan masakan Turki seperti minyak acar

tomat dan jintan untuk hidangan washoku tradisional ini. Dalam makanan gorengan tradisional

Turki, dia juga telah mengadaptasi icli koften (daging bulat) dan asure, yang merupakan

makanan penutup tradisional Turki. Namun, untuk mempertahankan nuansa washoku dia

membuat icli koften dalam bentuk buah akebi dan menggunakan dashi (kaldu Jepang) sebagai

bumbu utama.

Tabel. 4.6

Tabel Pembahasan agemono「揚げ物」

a. Pada kalimat nomor 1(satu) terdapat fukugoumeishi agemono (揚げ物), yang

terbentuk dari doushi (ageru) + meishi (mono). Menurut Sutedi, doushi yang

Kata Arti Jenis kata

nomina majemuk

Kontruksi

yang muncul

Hubungan makna Hubungan

antarkata

揚げ物 Gorengan Native Japanese

compounds

Endosentris (Xが Nを) V

したところの N

Shuushoku

kankei

Proses Pembentukan:

揚げ物 揚げます + 物

Menggoreng Benda

(verba ) (Nomina)

Ishidoushi Futsuu meishi

65

berakhiran e-ru dan i-ru masuk ke dalam ichidandoushi. Ageru memiliki

akhiran e-ru, sehingga termasuk ichidandoushi. Sedangkan menurut Niimi,

verba yang menunjukkan tindakan yang dikehendaki manusia masuk ke

dalam ishidoushi. „Ageru‟ sendiri memiliki arti menggoreng, aktivitas ini

dapat dikatakan hal yang dikehendaki manusia. „Ageru‟ sebelum

digabungkan dengan kata „mono‟ untuk menjadi fukugoumeishi diubah ke

dalam bentuk ~masu agar menjadi agemasu. Selanjutnya, ~masu dihilangkan

sehingga menjadi kata „age‟ yang kemudian digabungkan dengan „mono‟

untuk membentuk fukugoumeishi agemono.

b. Fukugoumeishi agemono merupakan gabungan dari kata wago + wago.

Menurut Ishida, sebagian besar doushi adalah wago dan cara bacanya

menggunakan kun-yomi. Dilihat dari pendapat Ishida maka kata ageru masuk

ke dalam kategori wago. Begitu juga dengan mono adalah kosakata yang

masuk ke dalam jenis wago, karena menyatakan benda konkret, dan cara

baca kanjinya menggunakan kun-yomi. Menurut Tsujimura, fukugoumeishi

yang terdiri dari susunan kata Jepang yang berasal dari wago + wago

merupakan jenis fukugoumeishi Native Japanese compounds. Maka agemono

termasuk ke dalam fukugoumeishi Native Japanese compounds, karena

terbentuk dari gabungan wago + wago.

c. Menurut T. Kunihiro fukugoumeishi dengan susunan doushi + meishi

memiliki berbagai jenis hubungan makna. Dalam fukugoumeishi agemono ini

memiliki hubungan makna 《(X が N を) V したところの N》. Sesuatu

yang baru saja telah dikenai V (N yang telah V). Fukugoumeishi agemono

66

jika dimasukan ke dalam susunan hubungan makna menjadi 揚げたところの

物 (ageta tokoro no mono), maknanya barang/benda yang telah digoreng

sehingga menjadi gorengan. Gorengan merupakan sesuatu yang telah dikenai

suatu aksi yaitu menggoreng. Kemudian susunan kata yang terbentuk dari

doushi + meishi yang menghasilkan meishi dengan jenis fukugoumeishi,

menurut T. Kunihiro termasuk ke dalam jenis fukugoumeishi yang

berkonstruksi endosentris. Dikatakan konstruksi endosentris, jika dari hasil

penggabungan dua kelas kata menghasilkan jenis kelas kata yang sama

dengan salah satu atau kedua dari kata penggabungnya. Agemono merupakan

fukugoumeishi yang terbentuk dari doushi + meishi = meishi (fukugoumeishi)

maka termasuk ke dalam konstruksi endosentris, kelas kata yang muncul

sejenis dengan kelas kata kedua dari pembentuknya yaitu „mono‟ yang

merupakan meishi.

d. Berdasarkan teori hubungan antarkata yang telah dijelaskan oleh Nomura

pada bab sebelumnya, maka agemono merupakan fukugoumeishi yang

memiliki pola hubungan penerang (shuushoku kankei), karena terbentuk dari

doushi (ageru) + meishi (mono) = agemono. Hubungan antarkata yang

berfungsi penerang yaitu bagian kata dasar awal menerangkan kata belakang

yang dapat berkonjugasi (yougen) ataupun kata yang tidak berkonjugasi

(taigen). Ageru merupakan kata dasar yang berada di awal, sedangkan „mono‟

merupakan kata di belakang „ageru‟ sebagai kata belakang yang tidak

mengalami konjugasi (taigen), karena masuk kelas kata meishi. Ageru di

67

dalam fukugoumeishi tersebut menerangkan kata „mono‟, sehingga

menghasilkan arti “gorengan” yaitu sesuatu atau benda yang digoreng.

2. レバノンには異なる高度の土地があるため、いろいろな野菜や果物が栽培できます。

地中海では海産物もとれます。オリーブやオリーブオイルは名産品です。このよう

に様々な食材があるのでレバノン料理は進化したのです。

( Hiragana Times edisi 2, hal 14 , 2016)

Lebanon memiliki daratan pada ketinggian yang berbeda, sehingga dapat tumbuh segala

macam sayur dan buah. Kami juga memiliki hasil laut dari pesisir Mediterania. Zaitun dan

minyak zaitun adalah produk Lebanon yang terkenal. Itu adalah ketersediaan bahan beragam

yang telah membantu mengembangkan masakan Lebanon.

Tabel. 4.7

Tabel pembahasan kaisanbutsu 「海産物」

Kata Arti Jenis kata

nomina

majemuk

Kontruksi

yang muncul

Hubungan makna Hubungan

antarkata

海産物 Hasil laut Sino

Japanese

compounds

Endosentris

N1 + N2 = N1で

ある N2.

N1 +N2 ≠ N1

Shuushoku

kankei

Proses Pembentukan:

海産物 海産 + 物

Produksi kelautan Benda

(Nomina) (Nomina)

Futsu meishi Futsuu meishi

a. Pada kalimat nomor 2 (dua) di atas, terdapat fukugoumeishi kaisanbutsu (海産

物) yang terbentuk dari meishi (kaisan)+meishi (butsu). Menurut Sudjianto,

nomina yang menyatakan benda konkret merupakan futsuu meishi yang

berjenis gutaitekina mono. Maka kata kaisan merupakan gutaitekina mono

yaitu nomina konkret karena memiliki arti „produksi laut‟. Begitu juga butsu

merupakan futsuu meishi yang berjenis gutaitekina mono yang merupakan

nomina konkret karena memiliki arti „barang/benda‟. Sehingga pembentuk

68

fukugoumeishi kaisanbutsu merupakan futsuu meishi yang berjenis gutaitekina

mono.

b. Fukugoumeishi kaisanbutsu merupakan gabungan dari kata kango + kango.

Menurut Ishida, kango ditulis dalam huruf kanji dan cara baca menggunakan

on yomi. Kaisan merupakan dua kanji yang digabung menjadi satu dengan

pengucapan on yomi, yaitu kanji 「海」 ‟kai‟ dan 「産」 ‟san‟, sehingga

disebut kango. Kemudian butsu adalah kata yang masuk juga ke dalam jenis

kango, karena cara bacanya menggunakan on-yomi. Menurut Tsujimura,

fukugoumeishi yang terdiri dari susunan kata Jepang yang berasal dari China

(kango) dan kata China (kango) merupakan jenis fukugoumeishi sino Japanese

compounds. Maka kaisanbutsu termasuk ke dalam fukugoumeishi native

Japanese compounds.

c. Menurut T. Kunihiro, fukugoumeishi dengan susunan meishi + meishi

memiliki berbagai jenis hubungan makna. Dalam fukugoumeishi kasianbutsu

tersebut hubungan makna yang muncul adalah N1 + N2 = N1である N2. N1 +N2

≠ N1, yaitu makna yang muncul bukan hanya dari meishi pembentuk pertama,

melainkan gabungan dari keduanya. Kaisanbutsu merupakan hasil laut,

maknanya muncul karena gabungan dari „kaisan‟ yang berarti „produksi laut‟

dan „butsu‟ yang berarti „barang/sesuatu‟, sehingga menghasilkan makna

barang yang berasal dari produksi laut yaitu hasil laut. Kemudian susunan kata

yang terbentuk dari meishi + meishi yang menghasilkan meishi dengan jenis

fukugoumeishi menurut T. Kunihiro termasuk ke dalam jenis fukugoumeishi

yang berkonstruksi endosentris. Dikatakan konstruksi endosentris, jika dari

69

hasil penggabungan dua kelas kata menghasilkan jenis kelas kata yang sama

dengan salah satu atau kedua dari kata penggabungnya. Kaisanbutsu

merupakan fukugoumeishi yang terbentuk dari meishi + meishi = meishi

(fukugoumeishi) maka termasuk ke dalam konstruksi endosentris, kelas kata

yang muncul sejenis dengan kelas kata semua pembentuknya yaitu„kaisan‟

dan„butsu‟ yang merupakan meishi.

d. Berdasarkan teori hubungan antarkata yang telah dijelaskan oleh Nomura pada

bab sebelumnya, maka kaisanbutsu merupakan fukugoumeishi yang memiliki

pola hubungan penerang (shuushoku kankei) karena terbentuk dari meishi

(kaisan) + meishi (butsu) = kaisanbutsu. Hubungan penerang terbentuk dari

kata dasar awal menerangkan kata bagian belakang yang tidak berkonjugasi

(taigen). Kaisan di dalam fukugoumeishi tersebut adalah kata dasar awal dan

butsu merupakan kata di belakang „kaisan‟ yang tidak berkonjugasi, karena

termasuk ke dalam meishi sehingga „kaisan‟ menerangkan „butsu‟. Hubungan

penerang tersebut menjelaskan barang yang dihasilkan dari produksi kelautan

sehingga berarti “hasil laut”.

3. 施設内は日本庭園になっており、和室では書道、茶道、着物の着付けの体験ができる。

(Hiragana Times edisi 4, hal 5, 2016)

Dalam fasilitas Taman Jepang, di bagian kamar ala Jepang pengunjung dapat mencoba kaligrafi

dengan tangan mereka, upacara minum teh, dan mengenakan kimono ( pakaian khas jepang).

Tabel. 4.8

Tabel pembahasan kimono 「着物」

Kata Arti Jenis kata

nomina

majemuk

Kontruksi

yang muncul

Hubungan

makna

Hubungan

antarkata

着物 Pakaian

khas

Jepang

Native

Japanese

compounds

Endosentris V するところの

[ための]N

Shuushoku

kankei

70

Proses Pembentukan:

着物 着ます + 物

Memakai Benda

(Verba ) (Nomina)

Shunkandoushi Futsuu meishi

a. Pada kalimat nomor 3 (tiga) di atas, terdapat fukugoumeishi kimono (着物) yang

terbentuk dari doushi (kiru) + meishi (mono). Menurut Sutedi, doushi yang

berakhiran e-ru dan i-ru merupakan ichidandoushi. Kemudian menurut Niimi,

verba yang menyatakan aktivitas mengakibatkan terselesaikannya suatu

perubahan dalam waktu singkat merupakan shunkandoushi. „Kiru‟ masuk ke

dalam shunkandoushi karena memiliki arti memakai, aktivitas ini dapat

dikatakan hal yang dilakukan dalam waktu singkat untuk mengalami perubahan.

Kiru sebelum digabungkan dengan kata „mono‟ untuk menjadi fukugoumeishi

diubah ke dalam bentuk ~masu agar menjadi kimasu. Selanjutnya, kimasu

digabungkan dengan „mono‟ untuk membentuk fukugoumeishi maka masu nya

menghilang sehingga menjadi kimono.

b. Fukugoumeishi kimono merupakan gabungan dari kata wago + wago. Menurut

Ishida sebagian besar doushi adalah wago dan cara bacanya menggunakan kun-

yomi. Dilihat dari pendapat Ishida maka benar jika kiru masuk ke dalam kategori

wago. Begitu juga dengan mono adalah kosakata yang masuk ke dalam jenis

wago, karena menyatakan benda konkret dan cara baca kanjinya menggunakan

kun-yomi. Menurut Tsujimura, fukugoumeishi yang terdiri dari susunan kata

Jepang yang berasal dari Jepang asli (wago) dan kata Jepang asli (wago)

71

merupakan jenis kata nomina majemuk Native Japanese compounds. Maka

kimono termasuk ke dalam fukugoumeishi native Japanese compounds.

c. Menurut T. Kunihiro, fukugoumeishi dengan susunan doushi + meishi memiliki

berbagai jenis hubungan makna. Fukugoumeishi kimono yang memiliki arti

pakaian khas Jepang dan terbentuk dari verba yang menyatakan adanya aksi

maka hubungan makna yang muncul adalah《(Xが Nを) Vするところの[た

めの] N 》. Sesuatu yang akan atau untuk melakukan V (melakukanV terhadap

N). Verba yang digunakan adalah dousadoushi, karena adanya aksi yang

dilakukan. Fukugoumeishi kimono terbentuk dari doushi kiru yang merupakan

shunkandoushi dan termasuk bagian dari dousadoushi. Jika dimasukan ke

dalam susunan hubungan makna menjadi 着るところの[ための]物 (kiru tokoro

no (tameno) mono) , maknanya barang/benda yang akan atau untuk dipakai.

Kimono memiliki arti pakaian khas Jepang, ini merupakan perubahan makna

luas menjadi sempit bahwa kimono yang seharusnya bermakna pakaian, kini

hanya dimaksudkan untuk pakaian khas Jepang saja. Kemudian dalam susunan

kata yang terbentuk dari doushi + meishi yang menghasilkan meishi dengan

jenis fukugoumeishi, menurut T. Kunihiro termasuk ke dalam jenis

fukugoumeishi yang berkonstruksi endosentris. Dikatakan konstruksi

endosentris, jika dari hasil penggabungan dua kelas kata menghasilkan jenis

kelas kata yang sama dengan salah satu atau kedua dari kata penggabungnya.

Kimono merupakan fukugoumeishi yang terbentuk dari doushi + meishi =

meishi (fukugoumeishi) maka termasuk ke dalam konstruksi endosentris, kelas

72

kata yang muncul sejenis dengan kelas kata kedua dari pembentuknya yaitu

„mono‟ yang merupakan meishi.

d. Berdasarkan teori hubungan antarkata yang telah dijelaskan oleh Nomura pada

bab sebelumnya, maka kimono memiliki pola hubungan penerang (shuushoku

kankei), karena terbentuk dari doushi (kiru) + meishi (mono) = kimono.

Hubungan antarkata yang berfungsi penerang yaitu kata dasar awal

menerangkan kata belakang yang memiliki sifat yougen atau taigen. „Kiru‟

merupakan kata dasar awal dalam fukugoumeishi kimono, sedangkan „mono‟

merupakan kata belakang tidak berkonjugasi (taigen) karena termasuk kelas

kata meishi. Kimono dalam hubungan antarkata memiliki hubungan penerang

dengan kata dasar awal menerangkan kata belakang yang bersifat taigen. „Kiru‟

di dalam fukugoumeishi tersebut menerangkan kata „mono‟, sehingga bermakna

“pakaian khas Jepang”. Disini kimono menerangkan hubungan asal atau milik,

yaitu pakaian khas milik atau asal Jepang.

4. 南部鉄器には、小物や置物もあります。夏にそよ風を感じさせる風鈴で、南部鉄器の

ものは音がよく、環境省によって「残したい日本の音風景100選」に選ばれていま

す。書道で使われる文鎮もあります。近頃はキャンドルスアンドなど新製品も生まれ

ています。 (Hiragana Times edisi 7, hal 11, 2016)

Ada juga aksesori dan hiasan yang terbuat dari besi nambu. Di musim panas, lonceng yang

digunakan untuk meningkatkan salah satu rasa dinginnya angin dibuat dengan besi nambu

menghasilkan suara lebih baik dan dipilih oleh Kementerian lingkungan hidup sebagai satu dari

"100 suara yang perlu dipertahankan". Pemberat kertas dalam kaligrafi juga terbuat dari besi

nambu. Baru-baru ini, banyak produk baru, seperti pegangan lilin, juga telah dikembangkan.

Tabel. 4.9

Tabel pembahasan komono 「小物」

Kata Arti Jenis kata

nomina

majemuk

Kontruksi yang

muncul

Hubungan

makna

Hubungan

antarkata

小物 Aksesoris Hybrid

compounds

Endosentris N のために用 Shuushoku

kankei

73

いる A

Proses Pembentukan:

小物 小 + 物

Kecil Barang

(adjektiva -i) (Nomina)

i- Keiyoushi Futsuu meishi

a. Pada kalimat nomor 4 (empat), terdapat fukugoumeishi komono (小物) yang

terbentuk dari i-keiyoushi (ko) + meishi (mono). Menurut Hamzon, keiyoushi

berasal dari kata chiisai merupakan kata sifat yang menyatakan jumlah atau

volume benda. „Ko‟ merupakan keiyoushi yang berasal dari kata chiisai

Sedangkan „mono‟ merupakan futsuu meishi yang berjenis gutaitekina mono

yang merupakan nomina konkret karena memiliki arti „barang/benda‟. Sehingga

fukugoumeishi komono terbentuk dari kelas kata i-keiyoushi + meishi.

b. Fukugoumeishi komono merupakan gabungan dari kata kango + wago. Menurut

Ishida, kango ditulis dalam huruf kanji dan cara baca menggunakan on yomi.

„Ko‟ merupakan kata yang terbentuk dari satu kanji dengan pengucapan on yomi,

yaitu kanji 「小」 ‟ko‟ sehingga disebut kango. Kemudian „mono‟ adalah

kosakata yang masuk ke dalam jenis wago, karena pengucapannya

menggunakan cara baca kun-yomi. Menurut Tsujimura, kata nomina majemuk

yang terdiri dari susunan kata Jepang yang berasal dari China (kango) dan kata

Jepang asli (wago) merupakan jenis kata nomina majemuk hybrid compounds.

Maka fukugoumeishi komono masuk ke dalam hybrid compounds.

c. Dalam fukugoumeishi komono dengan susunan i-keiyoushi + meishi ini

memiliki hubungan makna N のために用いる A , yaitu makna dari adjektiva/

74

keiyoushi menjelaskan meishi nya. Kata „ko‟ yang berasal dari chiisai

merupakan kata sifat yang menjelaskan ukuran atau volume sebuah benda, dan

„mono‟ merupakan kata benda yang dijelaskan oleh „ko‟ tersebut. Sehingga

komono memunculkan hubungan makna kata sifat yang terdapat dalam „ko‟

„kecil‟ menjelaskan kata benda pada „mono‟ „barang‟ menghasilkan arti benda

yang kecil atau barang kecil. Dalam kalimat pada nomor 4 tersebut

fukugoumeishi komono memiliki arti aksesoris. Arti yang muncul merupakan

relasi makna akibat penggabungan dua kata tersebut. Prinsip inklusi pada relasi

makna menjelaskan bahwa makna satu kata mencakup beberapa makna kata lain

dan menimbulkan hiponimi. Dalam komono tersebut yang memiliki arti

aksesoris, merupakan hiponimi dari barang-barang kecil. Kemudian dalam

susunan kata yang terbentuk dari keiyoushi + meishi yang menghasilkan meishi

dengan jenis fukugoumeishi menurut T. Kunihiro termasuk ke dalam jenis

fukugoumeishi yang berkonstruksi endosentris. Dikatakan konstruksi

endosentris, jika dari hasil penggabungan dua kelas kata menghasilkan jenis

kelas kata yang sama dengan salah satu atau kedua dari kata penggabungnya.

Komono merupakan fukugoumeishi yang terbentuk dari keiyoushi + meishi =

meishi (fukugoumeishi) maka termasuk ke dalam konstruksi endosentris, kelas

kata yang muncul sejenis dengan kelas kata salah satu pembentuknya yaitu

„mono‟ yang merupakan meishi.

d. Berdasarkan teori hubungan antarkata yang telah dijelaskan oleh Nomura pada

bab sebelumnya, maka komono merupakan fukugoumeishi yang memiliki pola

hubungan penerang (shuushoku kankei), karena terbentuk dari i-keiyoushi (ko) +

75

meishi (mono) = komono. Hubungan antarkata yang berfungsi penerang yaitu

kata dasar awal menerangkan kata belakang yang memiliki sifat yougen atau

taigen. „Ko‟ merupakan yougen karena termasuk kelas keiyoushi, sedangkan

mono merupakan taigen. Komono dalam hubungan antarkata memiliki

hubungan menerangkan, yaitu kata dasar awal menerangkan kata belakang yang

bersifat taigen. „Ko‟ di dalam fukugoumeishi tersebut menerangkan kata „mono‟,

sehingga bermakna “aksesoris”. Fukugoumeishi komono menerangkan keadaan/

sifat yaitu aksesoris yang merupakan barang barang bersifat kecil.

5. 寒天は熱を加えると溶け、常温でゼリーのように固まります。そして、もう一度熱を

加えると液体に戻る性質を持っています。寒天は、食物繊維を豊富に含んでいます。

( Hiragana Times edisi 4, hal 36, 2016)

Kanten mencair ketika dipanaskan, maka mengeras seperti agar-agar pada suhu dingin. Salah

satu sifatnya adalah bahwa itu mencair ketika dipanaskan. Kanten ini kaya akan makanan serat.

Tabel. 4.10

Tabel pembahasan shokumotsu 「食物」

Kata Arti Jenis kata

nomina

majemuk

Kontruksi

yang muncul

Hubungan

makna

Hubungan

antarkata

食物 Makanan Sino

Japanese

compounds

Endosentris

N1+N2= 《N1 であ

る N2》. N1+N2=N1

Shuushoku

kankei

Proses Pembentukan:

食物 食 + 物

Makanan barang

(Nomina) (Nomina)

Futsuu meishi Futsuu meishi

a. Pada kalimat nomor 5 (lima) di atas, terdapat fukugoumeishi shokumotsu (食物)

yang terbentuk dari meishi (shoku) + meishi (motsu). Menurut Sudjianto,

nomina yang menyatakan benda abstrak merupakan futsuu meishi yang berjenis

76

chuushoutekina mono dan untuk yang menyatakan benda konkret disebut

gutaitekina mono. Kata „shoku‟ merupakan futsuu meishi yang berjenis

gutaitekina mono yaitu nomina konkret karena memiliki arti „makanan‟. Begitu

juga „motsu‟ merupakan futsuu meishi yang berjenis gutaitekina mono yang

merupakan nomina konkret karena memiliki arti „barang/benda‟. Sehingga

shokumotsu merupakan fukugoumeishi terbentuk dari kelas kata meishi dengan

jenis futsuu meishi.

b. Fukugoumeishi shokumotsu merupakan gabungan dari kata kango + kango.

Menurut Ishida, kango ditulis dalam huruf kanji dan cara baca menggunakan on

yomi. Kata shoku terbentuk dari satu kanji dengan pengucapan on yomi, yaitu

kanji 「食」‟shoku‟ sehingga disebut kango. Kemudian „motsu‟ adalah kosakata

yang masuk juga ke dalam jenis kango, karena cara bacanya menggunakan on-

yomi. Menurut Tsujimura, kata nomina majemuk yang terdiri dari susunan kata

Jepang yang berasal dari China (kango) dan kata China (kango) merupakan jenis

kata nomina majemuk sino Japanese compounds. Maka shokumotsu merupakan

fukugoumeishi yang tergolong sino Japanese compounds, karena terbentuk dari

gabungan kango + kango.

c. Menurut T. Kunihiro fukugoumeishi dengan susunan meishi + meishi memiliki

beberapa jenis hubungan makna. Dalam fukugoumeishi shokumotsu karena

memiliki arti makanan, maka hubungan makna yang muncul adalah N1+N2=

《N1 である N2》. N1+N2=N1. Arti yang muncul berasal dari N1 atau meishi

yang pertama dalam fukugoumeishi shokumotsu. Shoku yang memiliki arti

makanan merupakan N1, maka hubungan makna yang terbentuk dari gabungan

77

antara „shoku‟ sebagai N1 dengan „motsu‟ sebagai N2 ini menghasilkan arti

makanan . Kemudian susunan kata yang terbentuk dari meishi + meishi yang

menghasilkan meishi dengan jenis fukugoumeishi menurut T. Kunihiro termasuk

ke dalam jenis fukugoumeishi yang berkonstruksi endosentris. Dikatakan

konstruksi endosentris, jika dari hasil penggabungan dua kelas kata

menghasilkan jenis kelas kata yang sama dengan salah satu atau kedua dari kata

penggabungnya. Shokumotsu merupakan fukugoumeishi yang terbentuk dari

meishi + meishi = meishi (fukugoumeishi) maka termasuk ke dalam konstruksi

endosentris, karena kelas kata yang muncul sejenis dengan kelas kata kedua

pembentuknya yaitu „shoku‟dan „motsu‟yang merupakan meishi.

d. Berdasarkan teori hubungan antarkata yang telah dijelaskan oleh Nomura pada

bab sebelumnya, maka shokumotsu merupakan fukugoumeishi yang memiliki

pola hubungan menerangkan (shuushoku kankei), karena terbentuk dari meishi

(shoku) + meishi (motsu) = shokumotsu. Hubungan menerangkan yaitu bagian

kata dasar awal menerangkan bagian kata akhir yang memiliki sifat dapat

berkonjugasi (yougen). „Shoku‟ di dalam fukugoumeishi tersebut merupakan

kata dasar awal yang menerangkan kata „motsu‟, sehingga menghasilkan kata

fukugoumeishi. „Shoku‟ dalam hal ini menerangkan „motsu‟ yaitu barang yang

berupa makanan, sehingga memiliki hubungan menerangkan kegunaan, sesuatu

yang kegunaannya untuk dimakan.

6. 典具帖紙はもともと、古い書物や絵画の修復やちぎり絵などに使われていました。

(Hiragana Times, edisi 8, hal 35, 2017)

Tengujoushi ini awalnya digunakan untuk perbaikan buku / dokumen tua dan lukisan, dan

untuk membuat kolase warna-warni.

78

Tabel. 4.11

Tabel pembahasan shomotsu 「書物」

Kata Arti Jenis kata

nomina

majemuk

Kontruksi

yang muncul

Hubungan makna Hubungan

antarkata

書物 Buku/

dokumen

Sino

Japanese

compounds

Endosentris

N1+N2= 《N1 に

生ずる N2 》

Shuushoku

kankei

Proses Pembentukan:

書物 書 + 物

Tulisan barang

(Nomina) (Nomina)

Futsuu meishi Futsuu meishi

a. Pada kalimat nomor 6 (enam), terdapat fukugoumeishi shomotsu (書物) yang

terbentuk dari meishi (sho)+meishi (motsu). Menurut Sudjianto, nomina yang

menyatakan benda abstrak merupakan futsuu meishi yang berjenis

chuushoutekina mono dan untuk yang menyatakan benda konkret disebut

gutaitekina mono. Kata „Sho‟ merupakan futsuu meishi yang berjenis gutaitekina

mono yaitu nomina konkret karena memiliki arti „tulisan‟. Begitu juga „motsu‟

merupakan futsuu meishi yang berjenis gutaitekina mono yang merupakan

nomina konkret karena memiliki arti „barang/benda‟. Sehingga shomotsu

merupakan fukugoumeishi yang terbentuk dari kelas meishi yang berjenis futsuu

meishi.

b. Fukugoumeishi shomotsu merupakan gabungan dari kata kango + kango.

Menurut Ishida, kango ditulis dalam huruf kanji dan cara baca menggunakan on

yomi. Kata „sho‟ terbentuk dari satu kanji dengan pengucapan on yomi, yaitu

kanji 「書」‟sho‟ sehingga disebut kango. Kemudian „motsu‟ adalah kosakata

79

yang masuk juga ke dalam jenis kango, karena cara bacanya menggunakan on-

yomi. Menurut Tsujimura, kata nomina majemuk yang terdiri dari susunan kata

Jepang yang berasal dari China (kango) dan kata China (kango) merupakan jenis

kata nomina majemuk sino Japanese compounds. Maka fukugoumeishi shomotsu

termasuk ke dalam Sino Japanese compounds.

c. Menurut T. Kunihiro fukugoumeishi dengan susunan meishi + meishi memiliki

berbagai jenis hubungan makna. Dalam fukugoumeishi shomotsu karena

memiliki arti buku/dokumen maka hubungan makna yang muncul adalah

N1+N2= 《N1 に生ずる N2 》 . Makna dari N2 yaitu motsu dihasilkan atau

disebabkan oleh N1 sho. Barang atau benda yang dihasilkan atau disebabkan

oleh tulisan, sehingga menghasilkan arti buku/dokumen. Buku/dokumen

memiliki makna barang yang dihasilkan oleh adanya tulisan. Dalam kalimat di

atas fukugoumeishi shomotsu memiliki arti buku. Arti yang muncul merupakan

relasi makna akibat penggabungan dua kata tersebut. Prinsip inklusi pada relasi

makna menjelaskan bahwa makna satu kata mencakup beberapa makna kata lain

dan menimbulkan hiponimi. Dalam shomotsu tersebut yang memiliki arti buku,

merupakan hiponimi dari barang yang berupa tulisan. Kemudian susunan kata

yang terbentuk dari meishi + meishi yang menghasilkan meishi dengan jenis

fukugoumeishi menurut T. Kunihiro termasuk ke dalam jenis fukugoumeishi

yang berkonstruksi endosentris. Dikatakan konstruksi endosentris, jika dari hasil

penggabungan dua kelas kata menghasilkan jenis kelas kata yang sama dengan

salah satu atau kedua dari kata penggabungnya. Shomotsu merupakan

fukugoumeishi yang terbentuk dari meishi + meishi = meishi (fukugoumeishi)

80

maka termasuk ke dalam konstruksi endosentris, kelas kata yang muncul sejenis

dengan kelas kata kedua pembentuknya yaitu „sho‟ dan „motsu‟ yang

merupakan meishi.

d. Berdasarkan teori hubungan antarkata yang telah dijelaskan oleh Nomura pada

bab sebelumnya, maka fukugoumeishi shomotsu dalam hubungan antarkata

memiliki pola hubungan penerang (shuushoku kankei), karena terbentuk dari

meishi (sho) + meishi (motsu) = shomotsu. Hubungan penerang yaitu bagian

kata dasar awal menerangkan kata belakang yang dapat berkonjugasi (yougen)

atau yang tidak berkonjugasi (taigen). „Sho‟ di dalam fukugoumeishi tersebut

merupakan taigen yang menerangkan kata motsu, sehingga menghasilkan kata

fukugoumeishi. Shomotsu dalam fukugoumeishi ini, menerangkan hubungan asal

yaitu barang yang berasal dari tulisan yaitu buku/ dokumen.

7. 和食メニューに出てくる漢字は吸い物があります。

( Hiragana Times, edisi 2, hal 30, 2017 )

Di dalam menu makanan khas jepang terdapat huruf kanji “suimono” yang berarti sup.

Tabel. 4.12

Tabel pembahasan suimono 「吸い物」

Kata Arti Jenis kata

nomina

majemuk

Kontruksi yang

muncul

Hubungan

makna

Hubungan

antarkata

吸い物 Sup Native

Japanese

compounds

Endosentris

V するところの

[ための]N

Shuushoku

kankei

Proses Pembentukan:

吸い物 吸います + 物

Menghirup Barang

(Verba) (Nomina)

Ishidoushi Futsuu meishi

81

a. Pada kalimat nomor 7 (tujuh), suimono (吸い物) merupakan fukugoumeishi yang

terbentuk dari doushi (suu) + meishi (mono). Menurut Sutedi, doushi yang

berakhiran u-tsu-ru-bu-nu-mu-ku-gu-su merupakan godandoushi. Kata „suu‟

memiliki akhiran u sehingga termasuk ke dalam godandoushi. Kemudian

menurut Niimi, kata kerja yang menunjukkan tindakan atau perlakuan yang

dikehendaki manusia merupakan doushi jenis ishidoushi. Dilihat dari pendapat

tersebut, maka „suu‟ termasuk ishidoushi karena memiliki arti menghirup atau

menghisap yang merupakan kegiatan yang dikatakan masih dikehendaki

manusia. „Suu‟ sebelum digabungkan dengan kata „mono‟ untuk menjadi

fukugoumeishi diubah ke dalam bentuk ~masu agar menjadi suimasu.

Selanjutnya, suimasu digabungkan dengan „mono‟ untuk membentuk

fukugoumeishi maka masu nya menghilang sehingga menjadi suimono.

b. Fukugoumeishi suimono merupakan gabungan dari kata wago + wago. Menurut

Ishida, sebagian besar doushi adalah wago dan cara bacanya menggunakan kun-

yomi. Dilihat dari pendapat di atas maka sui masuk ke dalam kategori wago.

Begitu juga dengan „mono‟ adalah kosakata yang masuk ke dalam jenis wago,

karena menyatakan benda konkret. Selain itu, cara baca kanjinya juga

menggunakan kun-yomi. Menurut Tsujimura, kata nomina majemuk yang terdiri

dari susunan kata Jepang yang berasal dari Jepang asli (wago) dan kata Jepang

asli (wago) merupakan jenis kata nomina majemuk Native Japanese compounds.

Maka fukugoumeishi suimono termasuk ke dalam Native Japanese compounds.

c. Menurut T. Kunihiro fukugoumeishi dengan susunan doushi + meishi memiliki

berbagai jenis hubungan makna. Hubungan makna yang muncul pada

82

fukugoumeishi suimono adalah 《(Xが Nを) Vするところの[ための] N 》.

Hubungan makna tersebut menjelaskan sesuatu yang akan atau untuk melakukan

V (melakukan V terhadap N). Verba yang digunakan adalah

dousadoushi/ishidoushi, karena adanya aksi yang dilakukan. Di sini

fukugoumeishi suimono terbentuk dari doushi suu yang merupakan ishidoushi.

Jika dimasukan ke dalam susunan hubungan makna menjadi 吸うところの[ため

の]物 (suu tokoro no (tameno) mono), maknanya barang/benda yang akan atau

untuk dihirup. Suimono memiliki makna benda yang dihirup dapat dari hidung

atau mulut. Dalam kalimat nomor 7 tersebut fukugoumeishi suimono memiliki

arti sup. Arti yang muncul merupakan relasi makna akibat penggabungan dua

kata tersebut. Prinsip inklusi pada relasi makna menjelaskan bahwa makna satu

kata mencakup beberapa makna kata lain dan menimbulkan hiponimi. Dalam

suimono tersebut memiliki arti sup, yang merupakan hiponimi dari barang/benda

yang dapat dihirup. Kemudian susunan kata yang terbentuk dari doushi + meishi

yang menghasilkan meishi dengan jenis fukugoumeishi, menurut T. Kunihiro

termasuk ke dalam jenis fukugoumeishi yang berkonstruksi endosentris.

Dikatakan konstruksi endosentris, jika dari hasil penggabungan dua kelas kata

menghasilkan jenis kelas kata yang sama dengan salah satu atau kedua dari kata

penggabungnya. Suimono merupakan fukugoumeishi yang terbentuk dari doushi

+ meishi = meishi (fukugoumeishi) maka termasuk ke dalam konstruksi

endosentris, kelas kata yang muncul sejenis dengan kelas kata kedua dari

pembentuknya yaitu „mono‟ yang merupakan meishi.

83

d. Suimono dalam teori hubungan antarkata menurut Nomura (1992:185) memiliki

pola hubungan penerang (shuushoku kankei), karena terbentuk dari doushi (suu)

+ meishi (mono) = suimono. Hubungan antarkata yang berfungsi penerang

terbentuk dari kata dasar awal menerangkan kata belakang yang dapat

berkonjugasi ataupun tidak. „Suu‟ merupakan kata dasar awal dalam

fukugoumeishi suimono, sedangkan „mono‟ merupakan kata belakang yang tidak

berkonjugasi (taigen). „Suu‟ di dalam fukugoumeishi tersebut menerangkan kata

„mono‟, sehingga bermakna barang yang dihirup atau dihisap dan memunculkan

arti “sup”.

8. 4 月から放送されているバラエティー番組。日本が大好きで行きたくてたまらないけれ

ど行ったことはないという外国人を招待し、その人の夢を叶えるための手伝いをする。

例えば、着物を自分の手で作ってしまうほど着物好きで、日本で学びたいと思ってい

る女性を招待。染め物の技術を学んだり、工房や歴史あるお店へ行ったりする。

(Hiragana Times edisi 7, hal 9, 2017 )

Ini adalah berbagai acara tv yang mulai disiarkan pada bulan april. Orang-orang yang suka

Jepang dan ingin mengunjungi tapi belum punya kesempatan diundang ke acara sehingga

mereka dapat memenuhi impian mereka. Sebagai contoh, satu episode memiliki cerita seorang

wanita yang ingin belajar membuat kimono di Jepang- bahwa dia begitu mencintai kimono

membuatnya dengan tangannya sendiri. Dia belajar seni pencelupan kain, mengunjungi sebuah

studio kimono dan toko yang memiliki sejarah panjang Jual kimono.

Tabel.4.13

Tabel pembahasan somemono 「染め物」

Kata Arti Jenis kata

nomina

majemuk

Kontruksi

yang muncul

Hubungan

makna

Hubungan

antarkata

染め物 Pencelupan

kain

Native

Japanese

compounds

Endosentris

《( X が N

を) V したと

ころの N 》

Shuushoku

kankei

Proses Pembentukan:

染め物 染めます + 物

Mencelupkan Barang

(Verba) (Nomina)

Shunkandoushi Futsuu meishi

84

a. Pada kalimat nomor 8 (delapan), terdapat fukugoumeishi somemono (染め物)

yang terbentuk dari doushi (someru) + meishi (mono). Menurut Sutedi, doushi

yang berakhiran e-ru dan i-ru masuk ke dalam ichidandoushi. Kata „someru‟

memiliki akhiran e-ru sehingga termasuk ichidandoushi. Kemudian menurut

Niimi, verba yang menyatakan aktivitas mengakibatkan terselesaikannya suatu

perubahan dalam waktu singkat disebut shunkandoushi. „Someru‟ memiliki arti

mencelup, aktivitas ini dapat dikatakan hal yang dilakukan dalam waktu singkat

untuk mengalami perubahan, maka termasuk ke dalam shunkandoushi. „Someru‟

sebelum digabungkan dengan kata „mono‟ untuk menjadi fukugoumeishi diubah

ke dalam bentuk ~masu agar menjadi somemasu. Selanjutnya, somemasu

digabungkan dengan „mono‟ untuk membentuk fukugoumeishi maka masu nya

menghilang sehingga menjadi somemono.

b. Fukugoumeishi somemono merupakan gabungan dari kata wago + wago.

Menurut Ishida, sebagian besar doushi adalah wago dan cara bacanya

menggunakan kun-yomi. Kata „someru‟ merupakan doushi dan pengucapannya

menggunakan kun-yomi, sehingga masuk kategori wago. Begitu juga dengan

„mono‟ adalah kosakata yang masuk ke dalam jenis wago, karena menyatakan

benda konkret. Selain itu, cara baca kanjinya juga menggunakan kun-yomi.

Menurut Tsujimura, kata nomina majemuk yang terdiri dari susunan kata Jepang

yang berasal dari Jepang asli (wago) dan kata Jepang asli (wago) merupakan

jenis kata nomina majemuk Native Japanese compounds. Maka fukugoumeishi

somemono tersebut termasuk ke dalam native Japanese compounds.

85

c. Menurut T. Kunihiro fukugoumeishi dengan susunan doushi + meishi memiliki

berbagai macam hubungan makna. Dalam fukugoumeishi somemono hubungan

makna yang muncul adalah 《(X が N を) V したところの N 》. Hubungan

makna tersebut menjelaskan sesuatu yang baru saja telah dikenai V (N yang

telah V). Verba yang digunakan adalah dousadoushi, karena adanya aksi yang

dilakukan. Di sini somemono terbentuk dari doushi someru yang merupakan

shunkandoushi dan termasuk bagian dari dousadoushi. Jika dimasukan ke

dalam susunan hubungan makna menjadi 染めたところの 物 (someta tokoro no

mono), maknanya barang/benda yang telah melalu proses pencelupan, sehingga

menjadi pencelupan kain. Somemono memiliki arti benda yang dalam proses

pencelupan atau pewarnaan kain. Dalam kalimat di atas fukugoumeishi

somemono memiliki arti pencelupan kain. Arti yang muncul merupakan adanya

relasi makna akibat penggabungan dua kata tersebut. Prinsip inklusi pada relasi

makna menjelaskan bahwa makna satu kata mencakup beberapa makna kata lain

dan menimbulkan hiponimi. Dalam somemono tersebut memiliki arti

pencelupan kain, yang merupakan hiponimi dari barang/benda yang dapat

dicelup. Kemudian susunan kata yang terbentuk dari doushi + meishi yang

menghasilkan meishi dengan jenis fukugoumeishi, menurut T. Kunihiro

termasuk ke dalam jenis fukugoumeishi yang berkonstruksi endosentris.

Dikatakan konstruksi endosentris, jika dari hasil penggabungan dua kelas kata

menghasilkan jenis kelas kata yang sama dengan salah satu atau kedua dari kata

penggabungnya. Somemono merupakan fukugoumeishi yang terbentuk dari

doushi + meishi = meishi (fukugoumeishi) maka termasuk ke dalam konstruksi

86

endosentris, kelas kata yang muncul sejenis dengan kelas kata kedua dari

pembentuknya yaitu „mono‟ yang merupakan meishi.

d. Berdasarkan teori hubungan antarkata yang telah dijelaskan oleh Nomura pada

bab sebelumnya, maka somemono merupakan fukugoumeishi yang memiliki

pola hubungan penerang (shuushoku kankei), karena terbentuk dari doushi

(someru) + meishi (mono) = somemono. Hubungan antarkata yang berfungsi

penerang terbentuk dari kata awal menerangkan kata di belakang yang dapat

berkonjugasi ataupun tidak. „Someru‟ kata dasar awal dalam fukugoumeishi

somemono, sedangkan „mono‟ merupakan kata belakang yang tidak

berkonjugasi (taigen), karena termasuk kelas meishi. „Someru‟ di dalam

fukugoumeishi tersebut menerangkan kata „mono‟, sehingga bermakna

“pencelupan kain”. Somemono menerangkan hubungan perbuatan, yaitu

perbuatan pencelupan kain yang berawal dari tindakan mencelup sesuatu.

9. 先:集落の近くには森があり、周囲には採取できる主食の栗やどんぐりなどのにも豊

富な食べ物を食べていました。

(Hiragana Times, edisi 3 hal 22, 2016)

Karena ada hutan dekat dengan pemukiman, lingkungan memberi mereka banyak sumber-

sumber makanan-terutama Chestnut dan biji-bijian-untuk panen.

Tabel. 4.14

Tabel pembahasan tabemono (食べ物)

Kata Arti Jenis kata

nomina

majemuk

Kontruksi

yang muncul

Hubungan

makna

Hubungan

antarkata

食べ物 Makanan Native

Japanese

compounds

Endosentris

(X が N を) V

す る と ころ の

[ための]N

Shuushoku

kankei

Proses Pembentukan:

食べ物 食べます + 物

Makan Barang

(Verba) (Nomina)

87

Shunkandoushi Futsuu meishi

a. Pada kalimat nomor 9 (Sembilan) tersebut, terdapat fukugoumeishi tabemono

(食べ物) yang terbentuk dari doushi (taberu) + meishi (mono). Menurut Sutedi,

doushi kelompok dua yang memiliki akhiran e-ru dan i-ru merupakan

ichidandoushi. Kata „taberu‟ memiliki akhiran e-ru sehingga termasuk

ichidandoushi. Kemudian menurut Niimi, verba yang menyatakan aktivitas yang

mengakibatkan terselesaikannya suatu perubahan dalam waktu singkat masuk ke

dalam Shunkandoushi. „Taberu‟ memiliki arti makan, dan merupakan aktivitas

yang terselesaikan dalam waktu singkat, maka „taberu‟ masuk ke dalam

shunkandoushi. „Taberu‟ sebelum digabungkan dengan kata mono untuk

menjadi fukugoumeishi diubah ke dalam bentuk ~masu agar menjadi tabemasu.

Selanjutnya, tabemasu digabungkan dengan „mono‟ untuk membentuk

fukugoumeishi maka ~masu nya menghilang sehingga menjadi tabemono.

b. Fukugoumeishi tabemono merupakan gabungan dari kata wago + wago.

Menurut Ishida, sebagian besar doushi adalah wago dan cara bacanya

menggunakan kun-yomi. Dilihat dari pendapat Ishida maka kata „taberu‟ masuk

ke dalam kategori wago. Begitu juga dengan „mono‟ adalah kosakata yang

masuk ke dalam jenis wago, karena menyatakan benda konkret. Selain itu, cara

baca kanjinya juga menggunakan kun-yomi. Menurut Tsujimura, kata nomina

majemuk yang terdiri dari susunan kata Jepang yang berasal dari Jepang asli

(wago) dan kata Jepang asli (wago) merupakan jenis fukguoumeishi native

Japanese compounds. Maka fukugoumeishi tabemono termasuk ke dalam native

Japanese compounds.

88

c. Menurut T. Kunihiro, fukugoumeishi dengan susunan doushi + meishi memiliki

berbagai jenis hubungan makna. Dalam fukugoumeishi tabemono hubungan

makna yang muncul adalah《(X が N を) V するところの[ための] N 》.

Sesuatu yang akan atau untuk melakukan V (melakukanV terhadap N).

Tabemono terbentuk dari doushi taberu yang merupakan shunkandoushi.

Fukugoumeishi tabemono jika dimasukan ke dalam susunan hubungan makna

menjadi 食べするところの[ための]物 (tabesuru tokoro no mono), maknanya

barang/benda yang akan atau untuk dimakan, sehingga menjadi makanan.

Tabemono memiliki arti makanan. Dalam kalimat di atas fukugoumeishi

tabemono memiliki arti makanan. Arti yang muncul merupakan relasi makna

akibat penggabungan dua kata tersebut. Prinsip inklusi pada relasi makna

menjelaskan bahwa makna satu kata mencakup beberapa makna kata lain dan

menimbulkan hiponimi atau hipernim. Dalam tabemono tersebut memiliki arti

makanan, yang merupakan hipernim dari barang/benda yang dapat dimakan

seperti roti,nasi dan lainya. Kemudian susunan kata yang terbentuk dari doushi

+ meishi yang menghasilkan meishi dengan jenis fukugoumeishi, menurut T.

Kunihiro termasuk ke dalam jenis fukugoumeishi yang berkonstruksi

endosentris. Dikatakan konstruksi endosentris, jika dari hasil penggabungan dua

kelas kata menghasilkan jenis kelas kata yang sama dengan salah satu atau

kedua dari kata penggabungnya. Tabemono merupakan fukugoumeishi yang

terbentuk dari doushi + meishi = meishi (fukugoumeishi) maka termasuk ke

dalam konstruksi endosentris, kelas kata yang muncul sejenis dengan kelas kata

kedua dari pembentuknya yaitu „mono‟ yang merupakan meishi.

89

d. Berdasarkan teori hubungan antarkata yang telah dijelaskan oleh Nomura pada

bab sebelumnya, maka tabemono merupakan fukugoumeishi yang memiliki pola

hubungan penerang (shuushoku kankei), karena terbentuk dari doushi (taberu) +

meishi (mono) = tabemono. Hubungan antarkata yang berfungsi penerang

terbentuk dari kata dasar awal menerangkan kata di belakangnya yang dapat

berkonjugasi (yougen) atau tidak berkonjugasi (taigen). „Taberu‟ merupakan

kata dasar awal dalam fukugoumeishi tabemono, sedangkan „mono‟ merupakan

kata belakang yang tidak berkonjugasi (taigen) karena termasuk kelas kata

meishi. Taberu di dalam fukugoumeishi tersebut menerangkan kata „mono‟,

yaitu barang yang dimakan sehingga memiliki arti “makanan”.

10. メニューが多いのが特徴。ねぎやたまごをのせたもの、キムチ(韓国の辛い漬物)が

のったものなど牛丼だけで9種類。

( Hiragana Times, edisi 2, hal 33 ,2016)

Sukiya menonjol dari kompetisi untuk menu yang bervariasi. Mangkuk daging sapi sendiri ada 9

variasi, termasuk satu yang mengandung bawang dan telur, dan lain dengan topping/diatasnya

kimchee ( acar pedas Korea).

Tabel. 4.15

Tabel pembahasan tsukemono「漬物」

Kata Arti Jenis kata

nomina

majemuk

Kontruksi yang

muncul

Hubungan

Makna

Hubungan

antarkata

漬物 Acar Native

Japanese

compounds

Endosentris

(X が N を)V し

たところの N

Shuushoku

kankei

Proses Pembentukan:

漬物 漬けます + 物

Merendam Barang

(Verba) (Nomina)

Keizokudoushi Futsuu meishi

a. Pada kalimat nomor 10 tersebut, terdapat fukugoumeishi tsukemono (建物) yang

terbentuk dari doushi (tsukeru) + meishi (mono). Menurut Sutedi, doushi

90

kelompok dua yang memiliki akhiran e-ru dan i-ru merupakan ichidandoushi.

Kata tsukeru memiliki akhiran e-ru sehingga disebut ichidandoushi. Kemudian

menurut Niimi, verba yang menyatakan aktivitas yang memerlukan waktu

tertentu masuk ke dalam keizokudoushi. „Tsukeru‟ memiliki arti merendam,

aktivitas ini dapat dikatakan hal yang dilakukan dalam waktu tertentu maka

„tsukeru‟ termasuk keizoukudoushi. „Tsukeru‟ sebelum digabungkan dengan kata

„mono‟ untuk menjadi fukugoumeishi diubah ke dalam bentuk ~masu agar

menjadi tsukemasu. Selanjutnya, tsukemasu digabungkan dengan „mono‟ untuk

membentuk fukugoumeishi maka masu nya menghilang sehingga menjadi

tsukemono.

b. Fukugoumeishi tsukemono merupakan gabungan dari kata wago + wago.

Menurut Ishida, sebagian besar doushi adalah wago dan cara bacanya

menggunakan kun-yomi. Dilihat dari pendapat tersebut maka tsukeru termasuk

ke dalam wago. Begitu juga dengan mono adalah kosakata yang masuk ke dalam

jenis wago, karena menyatakan benda konkret. Selain itu, cara baca kanjinya

juga menggunakan kun-yomi. Menurut Tsujimura, kata nomina majemuk yang

terdiri dari susunan kata Jepang yang berasal dari Jepang asli (wago) dan kata

Jepang asli (wago) merupakan jenis fukugoumeishi native Japanese compounds.

Maka fukugouemeishi tsukemono termasuk ke dalam native Japanese

compounds.

c. Menurut T. Kunihiro, fukugoumeishi dengan susunan doushi + meishi memiliki

berbagai jenis hubungan makna. Dalam fukugoumeishi tsukemono, hubungan

makna yang muncul adalah《(Xが Nを) Vしたところの N 》. Sesuatu yang

91

baru saja telah dikenai V (N yang telah V). Verba yang digunakan adalah

dousadoushi, karena adanya aksi yang dilakukan. Fukugoumeishi tsukemono

terbentuk dari doushi tsukeru yang merupakan keizoukodoushidan termasuk

bagian daridousadoushi. Jika dimasukan ke dalam susunan hubungan makna

menjadi 漬けったところの物 (tsuketta tokoro no mono), maknanya barang/benda

yang telah direndam, sehingga menghasilkan arti acar. Tsukemono memiliki

makna benda yang direndam. Dalam kalimat nomor 10 di atas, fukugoumeishi

tsukemono memiliki arti acar. Arti yang muncul merupakan relasi makna akibat

penggabungan dua kata tersebut. Prinsip inklusi pada relasi makna menjelaskan

bahwa makna satu kata mencakup beberapa makna kata lain dan menimbulkan

hiponimi atau hipernim. Dalam tsukemono tersebut yang memiliki arti acar,

merupakan hiponim dari barang/benda yang direndam. Acar adalah salah satu

benda yang telah melalui proses perendaman, sehingga dikatakan hiponim

dengan sesuatu barang yang direndam. Kemudian susunan kata yang terbentuk

dari doushi + meishi yang menghasilkan meishi dengan jenis fukugoumeishi,

menurut T. Kunihiro termasuk ke dalam jenis fukugoumeishi yang berkonstruksi

endosentris. Dikatakan konstruksi endosentris, jika dari hasil penggabungan dua

kelas kata menghasilkan jenis kelas kata yang sama dengan salah satu atau

kedua dari kata penggabungnya. Tsukemono merupakan fukugoumeishi yang

terbentuk dari doushi + meishi = meishi (fukugoumeishi) maka termasuk ke

dalam konstruksi endosentris, kelas kata yang muncul sejenis dengan kelas kata

kedua dari pembentuknya yaitu „mono‟ yang merupakan meishi.

92

d. Berdasarkan teori hubungan antarkata yang telah dijelaskan oleh Nomura pada

bab sebelumnya, maka tsukemono merupakan fukugoumeishi yang memiliki

pola hubungan penerang (shuushoku kankei), karena terbentuk dari doushi

(tsukeru) + meishi (mono) = tsukemono. Hubungan antarkata dalam tsukemono

yang berfungsi penerang terbentuk dari kata dasar awal menerangkan kata di

belakangnya yang dapat berkonjugasi (yougen) atau tidak berkonjugasi (taigen).

„Tsukeru‟ merupakan kata dasar awal dalam fukugoumeishi tsukemono,

sedangkan „mono‟ merupakan kata belakang yang tidak dapat berkonjugasi

(taigen). „Tsukeru‟ di dalam fukugoumeishi tersebut menerangkan kata „mono‟,

sehingga menjelaskan benda yang direndam dan memiliki arti “acar”.

11. 両国の研究者たちは共同研究してきたという素晴らしい歴史があり、両国の大学や動

物演が研究しながら動物や植物の保護に努力してきました.

(Hiragana Times, edisi 1, hal 13, 2016)

Para peneliti dari kedua negara memiliki sejarah yang sangat baik berkolaborasi bersama

menjelaskan mengapa Universitas dan kebun binatang dari kedua negara telah berusaha untuk

melindungi hewan dan tumbuhan sepanjang melakukan penelitian.

Tabel. 4.16

Tabel pembahasan doubutsu「動物」

Kata Arti Jenis kata

nomina

majemuk

Kontruksi

yang muncul

Hubungan

Makna

Hubungan

antarkata

動物 Fauna/

Hewan

Sino

Japanese

compounds

Endosentris

N1+ N2 = 《N1の

よ う に 見 え る

N2》

Shuushoku

kankei

Proses Pembentukan:

動物 動 + 物

Gerakan Barang

(Nomina) (Nomina)

Futsuu meishi Futsuu meishi

93

a. Pada kalimat nomor 11 di atas, terdapat fukugoumeishi doubutsu (動物) yang

terbentuk dari meishi (dou) + meishi (butsu). Menurut Sudjianto, nomina yang

memiliki arti benda abstrak merupakan futsuu meishi yang berjenis

chuushoutekina mono sedangkan yang menjelaskan benda konkret disebut

gutaitekina mono. Kata „dou‟ merupakan futsuu meishi yang berjenis

gutaitekina mono. „Butsu‟ juga merupakan futsuu meishi yang berjenis

gutaitekina mono yang merupakan nomina konkret karena memiliki arti

„barang/benda‟. Sehingga doubutsu merupakan fukugoumeishi yang terbentuk

dari meishi dengan meishi yang berjenis futsuu meishi.

b. Fukugoumeishi doubutsu merupakan gabungan dari kata kango + kango.

Menurut Ishida, kango ditulis dalam huruf kanji dan cara baca menggunakan on

yomi. Kata dou terbentuk dari satu kanji dengan pengucapan on yomi, yaitu kanji

「動」‟dou‟ sehingga disebut kango. Kemudian „butsu‟ adalah kosakata yang

masuk juga ke dalam jenis kango, karena cara bacanya menggunakan on-yomi.

Tsujimura, kata nomina majemuk yang terdiri dari susunan kata Jepang yang

berasal dari China (kango) dan kata China (kango) merupakan jenis kata nomina

majemuk sino Japanese compounds. Maka fukugoumeishi doubutsu termasuk ke

dalam sino Japanese compounds.

c. Menurut T. Kunihiro, fukugoumeishi dengan susunan meishi + meishi memiliki

berbagai jenis hubungan makna. Dalam fukugoumeishi doubutsu hubungan

makna yang muncul adalah N1+ N2 = 《N1のように見える N2》. Makna dari N2

terlihat seperti N1. Di sini Kata „butsu‟ merupakan N2 yang terlihat seperti N1.

„Butsu‟ memiliki makna yaitu suatu benda atau sesuatu dan „dou‟ merupakan

94

gerakan sehingga „butsu‟ menjelaskan barang atau benda yang terlihat seperti

adanya gerakan. Sehingga memunculkan makna hewan dari hasil penggabungan

kata „dou‟ dan „butsu‟. Makna ini muncul akibat adanya relasi makna yang

berprinsip inklusi, yaitu menjelaskan bahwa makna satu kata mencakup

beberapa makna kata lain. Prinsip ini dapat menimbulkan adanya relasi makna

yang disebut hiponimi. Binatang merupakan hiponim dari suatu benda yang

memiliki gerakan atau dapat bergerak. Kemudian susunan kata yang terbentuk

dari meishi + meishi yang menghasilkan meishi dengan jenis fukugoumeishi

menurut T. Kunihiro termasuk ke dalam jenis fukugoumeishi yang berkonstruksi

endosentris. Dikatakan konstruksi endosentris, jika dari hasil penggabungan dua

kelas kata menghasilkan jenis kelas kata yang sama dengan salah satu atau

keduadari kata penggabungnya. Doubutsu merupakan fukugoumeishi yang

terbentuk dari meishi + meishi = meishi (fukugoumeishi) maka termasuk ke

dalam konstruksi endosentris, kelas kata yang muncul sejenis dengan kelas kata

kedua pembentuknya yaitu „dou‟ dan „butsu‟ yang merupakan meishi.

d. Berdasarkan teori hubungan antarkata yang telah dijelasakan oleh Nomura pada

bab sebelumnya, maka doubutsu merupakan fukugoumeishi yang memiliki pola

hubungan penerang (shuushoku kankei), karena terbentuk dari meishi (dou) +

meishi (butsu) = doubutsu. Hubungan menerangkan yaitu bagian kata dasar

awal menerangkan bagian kata akhir yang dapat berkonjugasi (yougen) atau

tidak berkonjugasi (taigen). „Dou‟ di dalam fukugoumeishi tersebut merupakan

kata dasar awal yang menerangkan kata „butsu‟, sehingga bermakna benda yang

bergerak dan memiliki arti “binatang/ fauna”.

95

12. 留:生物を使わず野菜を主体として料理のことですね。

(Hiragana Times,Edisi 4 hal 21, 2017)

FS: daripada daging mentah, sayuran lebih utama digunakan dalam masakan ini, bukan?

Tabel. 4.17

Tabel pembahasan namamono「生物」

Kata Arti Jenis kata

nomina

majemuk

Kontruksi

yang

muncul

Hubungan

Makna

Hubungan

antarkata

生物 Daging

mentah

Native

Japanese

compounds

Endosentris

N のために用

いる A

Shuushoku

kankei

Proses Pembentukan:

生物 生 + 物

Mentah Barang

(Adjektiva -na) (Nomina)

Na-keiyoushi Futsuu meishi

a. Pada kalimat nomor 12 di atas, terdapat fukugoumeishi namamono (生物) yang

terbentuk dari na- keiyoushi (nama)+meishi (mono). Menurut Hamzon, na-

keiyoushi merupakan kata sifat yang menyataan beberapa hal. „Nama‟

merupakan na-keiyoushi yang menyatakan sifat atau keadaan suatu benda,

karena memiliki arti mentah. Sedangkan „mono‟ merupakan futsuu meishi yang

berjenis gutaitekina mono yang merupakan nomina konkret karena memiliki arti

„barang/benda‟. Untuk membentuk fukugoumeishi, kata „nama‟ mengalami

penghilangan akar kata „na‟ yang kemudian bergabung dengan „mono‟ yang

menghasilkan kata namamono. Maka fukugoumeishi namamono terbentuk dari

gabungan adjektiva dengan nomina.

b. Fukugoumeishi namamono merupakan gabungan dari kata wago + wago.

Menurut Ishida, wago merupakan kata berasal dari Jepang asli, dan

96

pengucapannya secara kun- yomi. Dilihat dari pendapat tersebut maka kata nama

masuk ke dalam kategori wago. Kemudian mono adalah kosakata yang juga

masuk ke dalam jenis wago, karena pengucapannya menggunakan cara baca

kun-yomi. Menurut Tsujimura, kata nomina majemuk yang terdiri dari susunan

kata Jepang yang berasal dari kata Jepang asli (wago) dan kata Jepang asli

(wago) merupakan jenis kata nomina majemuk native Japanese compounds.

Maka fukugoumeishi namamono masuk ke dalam native Japanese compounds,

karena terbentuk dari gabungan kata wago +wago.

c. Dalam fukugoumeishi namamono dengan susunan na-keiyoushi + meishi ini

memiliki hubungan makna N のために用いる A , yaitu makna dari adjektiva/

keiyoushi digunakan untuk menjelaskan meishi nya. Di sini „nama‟ merupakan

kata sifat yang menjelaskan keadaan atau sifat benda, dan „mono‟ merupakan

kata benda yang dijelaskan oleh „nama‟ tersebut. Sehingga namamono

memunculkan hubungan makna kata sifat yang terdapat dalam „nama‟ „mentah‟

menjelaskan kata benda pada „mono‟ „barang‟ menghasilkan arti daging mentah.

Dalam kalimat di atas fukugoumeishi namamono memiliki arti daging mentah.

Arti yang muncul merupakan relasi makna akibat penggabungan dua kata

tersebut. Prinsip inklusi pada relasi makna menjelaskan bahwa makna satu kata

mencakup beberapa makna kata lain dan menimbulkan hiponimi atau hipernim.

Dalam namamono tersebut yang memiliki arti daging mentah, merupakan

hiponim. Daging mentah merupakan hiponim dari suatu benda atau barang yang

mentah atau belum matang. Jadi maknanya masih berkaitan dengan

pembentuknya. Susunan kata yang terbentuk dari keiyoushi + meishi yang

97

menghasilkan meishi dengan jenis fukugoumeishi menurut T. Kunihiro termasuk

ke dalam jenis fukugoumeishi yang berkonstruksi endosentris. Dikatakan

konstruksi endosentris, jika dari hasil penggabungan dua kelas kata

menghasilkan jenis kelas kata yang sama dengan salah satu atau kedua dari kata

penggabungnya. Namamono merupakan fukugoumeishi yang terbentuk dari

keiyoushi + meishi = meishi (fukugoumeishi) maka termasuk ke dalam

konstruksi endosentris, kelas kata yang muncul sejenis dengan kelas kata salah

satu pembentuknya yaitu „mono‟ yang merupakan meishi.

d. Berdasarkan teori hubungan antarkata yang telah dijelaskan oleh Nomura pada

bab sebelumnya, maka namamono merupakan fukugoumeishi yang memiliki

pola hubungan penerang (shuushoku kankei), karena terbentuk dari na-keiyoushi

(nama) + meishi (mono) = namamono. „Nama‟ di dalam fukugoumeishi tersebut

menerangkan kata „mono‟, sehingga bermakna „daging mentah‟. Hubungan

antarkata yang berfungsi penerang yaitu kata dasar awal menerangkan kata

belakang yang memiliki sifat dapat berkonjugasi (yougen) atau tidak

berkonjugasi (taigen). „Nama‟ merupakan yougen karena termasuk kelas

keiyoushi, sedangkan „mono‟ merupakan taigen. Namamono dalam hubungan

antarkata memiliki hubungan penerang, yaitu kata dasar awal yang

menerangkan kata belakang. „Nama‟ menerangkan „mono‟ sehingga memiliki

makna benda yang mentah dan artinya daging mentah. Fukugoumeishi

namamono menerangkan keadaan, yaitu daging yang keadaannya mentah.

98

13. 日本刀をモチーフにした丈夫でよく切れるはさみ。刃物の町といわれる岐阜県関市で、

高い技術を誇る職人が作っている。

( Hiragana times, edisi 3 hal 23, 2017)

Gunting tajam yang kuat ini dibuat menyerupai pedang Jepang. Mereka diciptakan oleh master

pengrajin terampil dari kota seki di Prefektur gifu sebuah kota yang terkenal untuk produksi alat

pemotong/senjata tajam.

Tabel 4.18

Tabel pembahasan hamono「刃物」

Kata Arti Jenis kata

nomina

majemuk

Kontruksi yang

muncul

Hubungan

makna

Hubungan

antarkata

刃物 Alat

pemotong/

Senjata

tajam

Native

Japanese

compounds

Endosentris

N1+ N2 =

《N1 のよう

に 見 え る

N2》

Shuushoku

kankei

Proses Pembentukan:

刃物 刃 + 物

Mata (pisau) barang

(Nomina) (Nomina)

Futsuu meishi Futsuu meishi

a. Pada kalimat nomor 13 di atas, terdapat fukugoumeishi hamono (刃物) yang

terbentuk dari meishi (ha)+meishi (mono). Dalam Sudjianto, nomina yang

memiliki arti benda abstrak merupakan futsuu meishi yang berjenis

chuushoutekina mono sedangkan yang menjelaskan benda konkret disebut

gutaitekina mono. Kata „ha‟ merupakan futsuu meishi yang berjenis gutaitekina

mono yaitu nomina konkret karena memiliki arti mata pisau. Begitu juga „mono‟

merupakan futsuu meishi yang berjenis gutaitekina mono yang merupakan

nomina konkret karena memiliki arti „barang/benda‟. Maka fukugoumeishi

hamono terbentuk dari meishi dengan meishi yang berjenis futsuu meishi.

99

b. Fukugoumeishi hamono merupakan gabungan dari wago + wago. Menurut

Ishida, kata yang berjenis meishi yang menyatakan benda konkret dan

pengucapannya secara secara kun-yomi termasuk ke dalam wago. Kata „ha‟

merupakan meishi dengan cara bacanya menggunakan kun-yomi, sehingga

masuk ke dalam kategori wago. Begitu juga dengan „mono‟ adalah kosakata

yang masuk ke dalam jenis wago, karena menyatakan benda konkret. Selain itu,

cara baca kanjinya juga menggunakan kun-yomi. Menurut Tsujimura, kata

nomina majemuk yang terdiri dari susunan kata Jepang yang berasal dari Jepang

asli (wago) dan kata Jepang asli (wago) merupakan jenis fukugoumeishi native

Japanese compounds. Maka fukugouemeishi hamono termasuk ke dalam native

Japanese compounds.

c. Menurut T. Kunihiro fukugoumeishi dengan susunan meishi + meishi memiliki

berbagai jenis hubungan makna. Dalam fukugoumeishi hamono hubungan

makna yang muncul adalah N1+ N2 = 《N1のように見える N2》, yaitu makna dari

N2 terlihat seperti N1. Di sini „mono‟ merupakan N2 yang terlihat seperti „ha‟

yang merupakan N1. „Mono‟ memiliki makna yaitu suatu benda atau sesuatu

dan „ha‟ merupakan mata pisau, sehingga „mono‟ menjelaskan benda yang

terlihat seperti mata pisau atau benda yang seperti memiliki mata pisau. Hal

tersebut memunculkan makna barang yang tajam dari hasil penggabungan kata

„ha‟ dan „mono‟. Makna ini muncul akibat adanya relasi makna yang berprinsip

inklusi, yaitu menjelaskan bahwa makna satu kata mencakup beberapa makna

kata lain. Prinsip ini dapat menimbulkan adanya relasi makna yang disebut

hiponimi. Senjata tajam merupakan hiponim dari suatu benda yang memiliki

100

mata pisau. Kemudian susunan kata yang terbentuk dari meishi + meishi yang

menghasilkan meishi dengan jenis fukugoumeishi menurut T. Kunihiro termasuk

ke dalam jenis fukugoumeishi yang berkonstruksi endosentris. Dikatakan

konstruksi endosentris, jika dari hasil penggabungan dua kelas kata

menghasilkan jenis kelas kata yang sama dengan salah satu atau kedua dari kata

penggabungnya. Hamono merupakan fukugoumeishi yang terbentuk dari meishi

+ meishi = meishi (fukugoumeishi) maka termasuk ke dalam konstruksi

endosentris, kelas kata yang muncul sejenis dengan kelas kata kedua

pembentuknya yaitu „ha‟ dan „mono‟ yang merupakan meishi.

d. Berdasarkan teori hubungan antarkata yang telah dijelaskan oleh Nomura pada

bab sebelumnya, maka hamono merupakan fukugoumeishi yang memiliki pola

hubungan penerang (shuushoku kankei), karena terbentuk dari meishi (ha) +

meishi (mono) = hamono. Hubungan penerang yaitu bagian kata dasar awal

menerangkan kata akhir yang dapat berkonjugasi (yougen) atau yang tidak

berkonjugasi (taigen). „Ha‟ di dalam fukugoumeishi tersebut merupakan kata

dasar awal yang menerangkan kata „mono‟, sehingga bermakna barang yang

terdapat atau memiliki mata pisau dan berarti “senjata tajam”.

14. 美紀さんは2012年にフランスのボルドーで「日本文化.伝統と現在」という合同

展に出展しました。たくさんの来場者が本物のお菓子と区別できないほど精巧な作品

が紙でできていることに驚きました。

( Hiragana times, edisi 8 hal 35, 2016) Pada 2012, Miki telah menampilkan karyanya di pameran "Jepang budaya tradisional dan

kontemporer" yang bekerjasama di Bordeaux, Perancis. Banyak pengunjung terkejut mengetahui

bahwa karya-karya seni yang rumit pada layar bukan kue asli, tetapi yang terbuat dari kertas.

101

Tabel. 4. 19

Tabel pembahasan honmono 「本物」

Kata Arti Jenis kata

nomina

majemuk

Kontruksi

yang muncul

Hubungan

Makna

Hubungan

antarkata

本物 asli hybrid

compounds

Endosentris

N1+N2=N1 Shuushoku

kankei

Proses Pembentukan:

本物 本 + 物

Buku, asal,pusat Barang

(Nomina) (Nomina)

Futsuu meishi Futsuu meishi

a. Pada kalimat nomor 14 di atas, terdapat fukugoumeishi honmono (本物) yang

terbentuk dari meishi (hon) + meishi (mono). Dalam Sudjianto, nomina yang

memiliki arti benda abstrak merupakan futsuu meishi yang berjenis

chuushoutekina mono sedangkan yang menjelaskan benda konkret disebut

gutaitekina mono. Kata „hon‟ merupakan futsuu meishi yang berjenis gutaitekina

„mono‟ yaitu nomina konkret karena memiliki arti buku/ asal. Begitu juga mono

merupakan futsuu meishi yang berjenis gutaitekina mono yang merupakan

nomina konkret karena memiliki arti „barang/benda‟. Maka fukugoumeishi

honmono terbentuk dari meishi dengan meishi yang berjenis futsuu meishi.

b. Fukugoumeishi honmono merupakan gabungan dari kango + wago. Menurut

Ishida, kango ditulis dalam huruf kanji dan cara baca menggunakan on yomi.

Hon merupakan satu kanji yang dengan pengucapan on yomi, yaitu kanji

「本」‟hon‟, sehingga disebut kango. Sedangkan mono dalam kosakata bahasa

Jepang menurut asal usulnya masuk ke dalam kategori wago, karena masuk ke

dalam meishi dan pengucapannya secara kun-yomi. Menurut Tsujimura, kata

102

nomina majemuk yang terdiri dari susunan kata Jepang yang berasal dari China

(kango) dan kata Jepang asli (wago) merupakan jenis kata nomina majemuk

hybrid compounds. Dilihat dari pendapat Tsujimura maka fukugoumeishi

honmono termasuk ke dalam hybrid compounds. Dalam bab sebelumnya

dijelaskan juga apabila kata yang tergabung dari kango + wago maka dapat

masuk ke dalam kategori konshugo.

c. Menurut T. Kunihiro fukugoumeishi dengan susunan meishi + meishi memiliki

berbagai macam hubungan makna. Dalam fukugoumeishi honmono hubungan

makna yang muncul adalah N1+N2=N1, yaitu makna yang muncul dalam

fukugoumeishi tersebut dari N1. Kata „hon‟ merupakan N1 yang memiliki arti

asal/ asli. Dalam honmono makna yang muncul dari kata „hon‟. Sehingga

memunculkan makna sesuatu yang asli dari hasil penggabungan kata „hon‟ dan

„mono‟. Makna ini muncul akibat adanya relasi makna yang berprinsip inklusi,

yaitu menjelaskan bahwa makna satu kata mencakup beberapa makna kata lain.

Prinsip ini dapat menimbulkan adanya relasi makna yang disebut hiponimi. Asli

merupakan sesuatu yang berasal dari pusat dan asalnya, sehingga dikatakan asli

atau nyata. Kemudian susunan kata yang terbentuk dari meishi + meishi yang

menghasilkan meishi dengan jenis fukugoumeishi menurut T. Kunihiro termasuk

ke dalam jenis fukugoumeishi yang berkonstruksi endosentris. Dikatakan

konstruksi endosentris, jika dari hasil penggabungan dua kelas kata

menghasilkan jenis kelas kata yang sama dengan salah satu atau kedua dari kata

penggabungnya. Hamono merupakan fukugoumeishi yang terbentuk dari meishi

+ meishi = meishi (fukugoumeishi) maka termasuk ke dalam konstruksi

103

endosentris, kelas kata yang muncul sejenis dengan kelas kata kedua

pembentuknya yaitu „hon‟ dan „mono‟ yang merupakan meishi.

d. Berdasarkan teori hubungan antarkata yang telah dijelaskan oleh Nomura pada

bab sebelumnya, maka fukugoumeishi honmono memiliki pola hubungan

penerang (shuushoku kankei), karena terbentuk dari meishi (hon) + meishi

(mono) = honmono. Hubungan penerang yaitu bagian kata dasar awal

menerangkan bagian kata akhir yang dapat berkonjugasi (yougen) atau yang

tidak berkonjugasi (taigen). „Hon‟ di dalam fukugoumeishi tersebut merupakan

kata dasar awal yang menerangkan kata „mono‟, sehingga bermakna barang

yang asli dan dalam contoh analisis di atas memiliki arti “asli”.

15. 物語は過去と現在がからみ合い、予測もつかない展開になっています。

( Hiragana times, edisi 3 hal 41, 2017) Dengan melibatkan masa lalu dan sekarang, cerita menjadi berkembang tak terduga.

Tabel. 4.20

Tabel pembahasan monogatari 「物語」

Kata Arti Jenis kata

nomina

majemuk

Kontruksi

yang muncul

Hubungan

makna

Hubungan

antarkata

物語 Cerita Native

Japanese

compounds

Endosentris

《N を V する[し

た]事[物]》

Hosoku

kankei

Proses Pembentukan:

物語 物 + 語る

Barang menceritakan

(Nomina) (Verba)

Futsuu meishi Keizokudoushi

a. Pada kalimat nomor 15 di atas, terdapat fukugoumeishi monogatari (物語) yang

terbentuk dari meishi (mono) + doushi (kataru). Dalam Sudjianto, „mono‟

merupakan futsuu meishi yang berjenis gutaitekina mono yaitu nomina konkret

104

karena memiliki arti „barang/benda‟. Sedangkan menurut pendapat Niimi pada

bab sebelumnya, maka „kataru‟ merupakan doushi yang berjenis keizokudoushi,

karena menyatakan kegiatan atau aktivitas yang memerlukan waktu tertentu dan

dapat berkelanjutan. Dalam fukugoumeishi monogatari ini, terdapat perubahan

bunyi pada kata „kataru‟ menjadi katari‟. Sebelum digabungkan untuk menjadi

kata majemuk, „kataru‟ dirubah ke dalam bentuk renyoukei, sehingga menjadi

„katari‟. Kemudian saat digabungkan untuk menjadi satu kata dengan „mono‟,

alomorf pada „katari‟ menjadi‟gatari‟.

b. Fukugoumeishi monogatari merupakan gabungan dari kata wago + wago.

Menurut Ishida, kata yang berjenis meishi yang menyatakan benda konkret dan

pengucapannya secara secara kun-yomi termasuk ke dalam wago. Kata „mono‟

merupakan meishi dengan cara bacanya menggunakan kun-yomi, sehingga

masuk ke dalam kategori wago. Begitu juga dengan „kataru‟ adalah kosakata

yang masuk ke dalam jenis wago, karena mengalami perubahan bunyi pada kata

yang digabungkan, dan cara baca kanjinya juga menggunakan kun-yomi.

Menurut Tsujimura, kata nomina majemuk yang terdiri dari susunan kata Jepang

yang berasal dari Jepang asli (wago) dan kata Jepang asli (wago) merupakan

jenis fukugoumeishi native Japanese compounds. Maka fukugoumeishi

monogatari termasuk ke dalam native Japanese compounds.

c. Menurut T. Kunihiro fukugoumeishi dengan susunan meishi + doushi memiliki

berbagai jenis hubungan makna 《N を V する[した]事[物]》 , yaitu

sesuatu yang akan atau telah dikerjakan V terhadap N. Jika dimasukan ke dalam

susunan hubungan makna menjadi 物を語る[語った]事[物][mono wo

105

kataru (katatta) koto (mono)], maknanya barang/benda yang akan atau telah

diceritakan, sehingga menghasilkan sebuah cerita. Jadi fukugoumeishi

monogatari ini memiliki arti cerita, yang terbentuk dari makna kedua

pembentuknya yaitu „mono‟ yang berupa barang/sesuatu dan „kataru‟ yang

merupakan kata kerja dengan arti bercerita atau berbicara. Kemudian untuk

susunan kata yang terbentuk dari meishi + doushi yang menghasilkan meishi

dengan jenis fukugoumeishi, menurut T. Kunihiro termasuk ke dalam jenis

fukugoumeishi yang berkonstruksi endosentris. Dikatakan konstruksi

endosentris, jika dari hasil penggabungan dua kelas kata menghasilkan jenis

kelas kata yang sama dengan salah satu atau kedua dari kata penggabungnya.

Monogatari merupakan fukugoumeishi yang terbentuk dari meishi + doushi =

meishi (fukugoumeishi) maka termasuk ke dalam konstruksi endosentris, kelas

kata yang muncul sejenis dengan kelas kata kedua dari pembentuknya yaitu

„mono‟ yang merupakan meishi.

d. Berdasarkan teori hubungan antarkata yang dijelaskan oleh Nomura pada bab

sebelumnya, maka fukugoumeishi monogatari memiliki pola hubungan

pelengkap (hosoku kankei), karena terbentuk dari meishi (mono)+ doushi

(kataru) = monogatari. Dalam Nomura, hubungan pelengkap terbentuk dari

susunan nomina (meishi) dengan adjektiva (keiyoushi) dan nomina (meishi)

dengan verba (doushi). Fukugoumeishi monogatari terbentuk dari nomina

(meishi) dan verba (doushi) sehingga memiliki hubungan pelengkap. Jika

dihubungkan dengan hubungan pelengkap dalam sintaksis menjadi „mono wo

106

kataru‟, yaitu menceritakan sesuatu atau sesuatu yang diceritakan sehingga

memunculkan arti “cerita”.

16. 焼き物の産地として知られる笠間市に住むアーチストの折居ゆかさんは、磁器を作って

います。大皿や器も手掛けていますが、これまでに何度か豆皿を扱った企画展にも参加

しています。陶器と違い、磁器は華やかでじょうぶなのが特徴で、繊細な美しさを持つ

折居さんの作品には多くのファンがいます。

(Hiragana Times, edisi 4, hal 7, 2017)

Artis orii yuka, yang tinggal di kasama city, Prefektur ibaraki, tempat yang dikenal untuk produksi

tembikar membuat porselen. Sementara ia membuat piring besar dan wadah, dia juga mengambil

bagian dalam pameran mamezara. dibandingkan dengan gerabah, porselen biasanya mengkilap

dan tahan lama. Hasil Orii yang halus dan piring yang indah telah menarik banyak penggemar.

Tabel. 4.21

Tabel pembahasan yakimono 「焼き物」

Kata Arti

Jenis kata

nomina

majemuk

Kontruksi

yang muncul

Hubungan

Makna

Hubungan

antarkata

焼き物 Tembikar Native

Japanese

compounds

Endosentris ( X が N

を) V した

ところの N

Shuushoku

kankei

Proses Pembentukan:

焼き物 焼きます + 物

Memanggang Benda

menggoreng

(Verba) (Nomina)

Shunkandoushi Futsuu meishi

a. Pada kalimat nomor 16 di atas, terdapat fukugoumeishi yakimono (焼き物) yang

terbentuk dari doushi (yaku) + meishi (mono). Dilihat dari pendapat Sutedi pada

bab sebelumnya, maka yaku merupakan godandoushi, karena termasuk ke dalam

doushi yang berakhiran u-tsu-ru-bu-nu-mu-ku-gu-su. Di sini „yaku‟ memiliki

akhiran ku. Kemudian menurut pendapat Niimi pada bab sebelumnya, „yaku‟

masuk ke dalam shunkandoushi, verba yang menunjukkan aktivitas

107

mengakibatkan terselesaikannya suatu perubahan dengan waktu singkat. Yaku

memiliki arti memanggang/menggoreng, aktivitas ini dapat dikatakan hal yang

dilakukan dengan waktu singkat. „Yaku‟ sebelum digabungkan dengan kata

mono untuk menjadi fukugoumeishi diubah ke dalam bentuk ~masu agar menjadi

yakimasu. Selanjutnya, yakimasu digabungkan dengan „mono‟ untuk membentuk

fukugoumeishi maka masu nya menghilang sehingga menjadi yakimono.

b. Menurut Tsujimura, kata nomina majemuk yang terdiri dari susunan kata

Jepang yang berasal dari Jepang asli (wago) dan kata Jepang asli (wago)

merupakan jenis kata nomina majemuk native Japanese compounds. Menurut

Ishida sebagian besar doushi adalah wago dan cara bacanya menggunakan kun-

yomi. Di sini „yaku‟ dalam kosakata bahasa Jepang menurut asal usulnya masuk

ke dalam kategori wago dilihat dari pendapat Ishida. Begitu juga dengan „mono‟

adalah kosakata yang masuk ke dalam jenis wago, karena menyatakan benda

konkret, selain itu, cara baca kanjinya juga menggunakan kun-yomi. Sehingga

fukugoumeishi yakimono termasuk ke dalam native Japanese compounds karena

terbentuk dari wago + wago.

c. Dalam fukugoumeishi menurut T. Kunihiro dengan susunan doushi + meishi

memiliki berbagai jenis hubungan makna. Yakimono merupakan fukugoumeishi

yang memiliki hubungan makna 《(X が N を) V したところの N 》, yaitu

sesuatu yang baru saja telah dikenai V (N yang telah V). Verba yang digunakan

adalah dousadoushi, karena adanya aksi yang dilakukan. Di sini yakimono

terbentuk dari doushi yaku yang merupakan shunkandoushi dan termasuk

dousadoushi kata kerja yang menyatakan aksi. Jika dimasukan ke dalam susunan

108

hubungan makna menjadi 焼いたところの物 (yaita tokoro no mono), maknanya

barang/benda yang telah dipanggang atau digoreng, sehingga menghasilkan

makna barang yang dipanggang, dan memiliki arti tembikar. Yakimono memiliki

makna benda yang dipanggang terlebih dahulu sehingga menghasilkan barang

tembikar. Arti yang muncul merupakan relasi makna akibat penggabungan dua

kata tersebut. Prinsip inklusi pada relasi makna menjelaskan bahwa makna satu

kata mencakup beberapa makna kata lain dan menimbulkan hiponimi atau

hipernim. Dalam yakimono tersebut yang memiliki arti tembikar, merupakan

hiponim dari barang/benda yang dipanggang. Tembikar adalah salah satu benda

yang telah melalui proses pemanggangan atau pembakaran. Dalam konteks

kalimat contoh nomor 16 di atas, tembikar yang dimaksud adalah produksi dari

artis Oori yang mencakup porselen dan gerabah. Sehingga dikatakan hiponim

dengan sesuatu barang yang dibakar atau dipanggang. Kemudian untuk susunan

kata yang terbentuk dari doushi + meishi yang menghasilkan meishi dengan jenis

fukugoumeishi, menurut T. Kunihiro termasuk ke dalam jenis fukugoumeishi

yang berkonstruksi endosentris. Dikatakan konstruksi endosentris, jika dari hasil

penggabungan dua kelas kata menghasilkan jenis kelas kata yang sama dengan

salah satu atau kedua dari kata penggabungnya. Yakimono merupakan

fukugoumeishi yang terbentuk dari doushi + meishi = meishi (fukugoumeishi)

maka termasuk ke dalam konstruksi endosentris, kelas kata yang muncul sejenis

dengan kelas kata kedua dari pembentuknya yaitu „mono‟ yang merupakan

meishi.

109

d. Berdasarkan teori hubungan antarkata yang dijelaskan oleh Nomura pada bab

sebelumnya, maka fukugoumeishi yakimono memiliki pola hubungan penerang

(shuushoku kankei), karena terbentuk dari doushi (yaku) + meishi (mono) =

yakimono. Hubungan antarkata dalam yakumono yang berfungsi penerang

terbentuk dari kata awal yang menerangkan kata di belakangnya yang dapat

berkonjugasi (yougen) atau tidak berkonjugasi (taigen). „Yaku‟ merupakan

yougen karena termasuk kelas doushi, sedangkan „mono‟ merupakan taigen.

„Yaku‟ di dalam fukugoumeishi tersebut menerangkan kata „mono‟, sehingga

bermakna barang yang dipanggang dan memunculkan arti “tembikar”.

17. 警視庁に葉2015年に約378満点の落し物が届けられました。現金は約7

0%が落とし主に返されています。 (Hiragana Times, edisi 2 hal 11, 2016)

Sekitar 3,78 juta barang hilang diserahkan ke Departemen Polisi metropolitan pada tahun 2015.

Sekitar 70% dari tempatnya kembali ke pemilik yang sah.

Tabel. 4.22

Tabel pembahasan otoshimono 「落とし物」

Kata Arti

Jenis kata

nomina

majemuk

Kontruksi yang

muncul

Hubungan

makna

Hubungan

antarkata

落し物 Barang

hilang

Native

Japanese

compounds

Endosentris 《(X が N

を) V した

と こ ろ の

N 》

Shuushoku

kankei

Proses Pembentukan:

落し物 落します + 物

Menjatuhkan Benda

Menghilangkan

(Verba) (Nomina)

Muishidoushi Futsuu meishi

a. Pada kalimat nomor 17 di atas, terdapat fukugoumeishi otoshimono (落し物)

yang terbentuk dari doushi (otosu) + meishi (mono). Dilihat dari pendapat

110

Sutedi pada bab sebelumnya, maka „otosu‟ merupakan godandoushi. Dalam

teori Niimi doushi dibagi menjadi beberapa jenis, dari pendapat tersebut maka

otosu merupakan muishidoushi, karena memiliki arti hilang atau jatuh,

sehingga merupakan verba yang menyatakan suatu hal yang tidak mampu

dikontrol oleh kehendak manusia. „Otosu‟ sebelum digabungkan dengan kata

„mono‟ untuk menjadi fukugoumeishi diubah ke dalam bentuk ~masu agar

menjadi otoshimasu. Selanjutnya, otoshimasu digabungkan dengan „mono‟

untuk membentuk fukugoumeishi maka masu nya menghilang sehingga

menjadi otoshimono.

b. Menurut Tsujimura, kata nomina majemuk yang terdiri dari susunan kata

Jepang yang berasal dari Jepang asli (wago) dan kata Jepang asli (wago)

merupakan jenis kata nomina majemuk Native Japanese compounds. Menurut

Ishida sebagian besar doushi adalah wago dan cara bacanya menggunakan kun-

yomi. Di sini „otosu‟ jika dilihat dari pendapat tersebut maka masuk ke dalam

kategori wago. Begitu juga dengan „mono‟ adalah kosakata yang masuk ke

dalam jenis wago, karena menyatakan benda konkret. Selain itu, cara baca

kanjinya juga menggunakan kun-yomi. Sehingga fukugoumeishi otoshimono

termasuk ke dalam native Japanese compounds.

c. Menurut T. Kunihiro, fukugoumeishi dengan susunan doushi + meishi memiliki

berbagai jenis hubungan makna. Dalam fukugoumeishi otoshimono hubungan

makna yang muncul adalah 《(X が N を) V したところの N 》, yaitu

sesuatu yang baru saja telah dikenai V (N yang telah V). Melakukan sesuatu

pada kata benda tersebut. Di sini otoshimono terbentuk dari doushi otosu yang

111

merupakan muishidoushi. Jika dimasukan ke dalam susunan hubungan makna

menjadi 落としたところの物 (otoshita tokoro no mono), maknanya barang/benda

yang telah hilang, sehingga menghasilkan makna barang hilang. Dan hal ini

menyatakan makna dari fukugoumeishi otoshimono terbentuk dari kedua unsur

pembetuknya.

d. Berdasarkan teori hubungan antarkata yang telah dijelaskan oleh Nomura pada

bab sebelumnya, maka fukugoumeishi otoshimono memiliki pola hubungan

penerang (shuushoku kankei), karena terbentuk dari doushi (otosu) + meishi

(mono) = otoshimono. Hubungan antarkata dalam otoshimono yang berfungsi

penerang terbentuk dari kata dasar awal yang menerangkan kata di

belakangnya yang dapat berkonjugasi (yougen) atau tidak berkonjugasi (taigen).

„Otosu‟ merupakan yougen karena termasuk kelas doushi, sedangkan „mono‟

merupakan taigen. Otosu di dalam fukugoumeishi tersebut menerangkan kata

mono, sehingga berarti “barang hilang”. Otoshimono menerangkan keadaan,

yaitu barang yang keadaanya sudah hilang.

18. レア御朱印は、その中でも珍しいものや時代物のことです。 ( Hiragana Times, edisi 1, hal 26, 2016).

Gulungan surat langka shogun merujuk kepada contoh-contoh barang langka atau antik ini.

Tabel. 4.23

Tabel pembahasan jidaimono 「時代物」

Kata Arti Jenis kata

nomina

majemuk

Kontruksi

yang muncul

Hubungan

Makna

Hubungan

antarkata

時代物 Antik Hybrid

compounds

Endosentris N1+N2= 《N1生ず

る N2 》

Shuushoku

kankei

Proses Pembentukan:

時代物 時代 + 物

Era, zaman Barang

(Nomina) (Nomina)

112

Futsuu meishi Futsuu meishi

a. Pada kalimat nomor 18 di atas, terdapat fukugoumeishi jidaimono (時代物) yang

terbentuk dari meishi (jidai) + meishi (mono). Dalam Sudjianto, meishi yang

menyatakan benda abstrak merupakan futsuu meishi yang berjenis

chuushoutekina mono, sedangkan untuk benda yang kongkret masuk ke dalam

gutaitekina mono. Di dalam fukugoumeishi jidaimono, „jidai‟ yang salah satu

pembentuknya merupakan chuushoutekina mono karena memiliki arti

„era/zaman‟ dan arti tersebut merupakan benda abstrak. Sedangkan „mono‟

merupakan futsuu meishi yang berjenis gutaitekina mono karena memiliki arti

„barang/benda‟ yang merupakan benda kongkret. Sehingga fukugoumeishi

jidaimono terbentuk dari meishi dengan meishi yang berjenis futsuu meishi.

b. Menurut Tsujimura, kata nomina majemuk yang terdiri dari susunan kata Jepang

yang berasal dari China (kango) dan kata Jepang asli (wago) merupakan jenis

kata nomina majemuk hybrid compounds. Di sini jidai dalam kosakata bahasa

Jepang menurut asal usulnya masuk ke dalam kategori kango, karena Menurut

Ishida kango ditulis dalam huruf kanji dan cara baca menggunakan on yomi.

Jidai terbentuk dari dua kanji yang menggunakan pengucapan on yomi, yaitu

kanji 「時」‟ji‟ dan 「代」‟dai‟, sehingga disebut kango. Dilihat dari pendapat

Ishida pada bab sebelumnya, „mono‟ dalam kosakata bahasa Jepang menurut

asal usulnya juga masuk ke dalam kategori wago, karena masuk ke dalam

meishi dan pengucapannya secara kun-yomi. Sehingga fukugoumeishi jidaimono

termasuk ke dalam hybrid compounds.

113

c. Menurut T. Kunihiro fukugoumeishi dengan susunan meishi + meishi memiliki

berbagai jenis hubungan makna. Dalam fukugoumeishi jidaimono hubungan

makna yang muncul adalah N1+N2= 《N1 に生ずる N2 》,yaitu makna dari N2

„mono‟ dihasilkan atau disebabkan oleh N1 „jidai‟. Barang atau benda yang

dihasilkan atau disebabkan oleh adanya zaman, masa, periode, sehingga

menghasilkan arti antik. Antik memiliki makna barang yang dihasilkan oleh

adanya zaman, atau masa dahulu. Dalam kalimat 18 di atas fukugoumeishi

jidaimono memiliki arti antik. Arti yang muncul merupakan relasi makna akibat

penggabungan dua kata tersebut. Prinsip inklusi pada relasi makna menjelaskan

bahwa makna satu kata mencakup beberapa makna kata lain dan menimbulkan

hiponimi. Dalam jidaimono tersebut yang memiliki arti antik, merupakan

hiponimi dari barang yang kuno, atau zaman dahulu. Kemudian untuk susunan

kata yang terbentuk dari meishi + meishi yang menghasilkan meishi dengan

jenis fukugoumeishi menurut T. Kunihiro termasuk ke dalam jenis

fukugoumeishi yang berkonstruksi endosentris. Dikatakan konstruksi

endosentris, jika dari hasil penggabungan dua kelas kata menghasilkan jenis

kelas kata yang sama dengan salah satu atau kedua dari kata penggabungnya.

Jidaimonomerupakan fukugoumeishi yang terbentuk dari meishi + meishi =

meishi (fukugoumeishi) maka termasuk ke dalam konstruksi endosentris, kelas

kata yang muncul sejenis dengan kelas kata kedua pembentuknya yaitu „jidai‟

dan „mono‟ yang merupakan meishi.

d. Berdasarkan teori hubungan antarkata yang telah dijelaskan oleh Nomura pada

bab sebelumnya, maka fukugoumeishi jidaimono memiliki pola hubungan

114

penerang (shuushoku kankei), karena terbentuk dari meishi (jidai) + meishi

(mono) = jidaimono. Hubungan penerang yaitu bagian kata dasar awal

menerangkan kata belakang yang dapat berkonjugasi (yougen) atau yang tidak

berkonjugasi (taigen). „Jidai‟ di dalam fukugoumeishi tersebut merupakan kata

dasar awal yang menerangkan kata „mono‟ yang merupakan kata di belakang dan

tidak berkonjugasi, sehingga menghasilkan fukugoumeishi. Jidaimono dalam

fukugoumeishi ini, menerangkan hubungan asal yaitu barang yang berasal dari

zaman, atau masa dahulu.

19. 南部鉄器には、小物や置物もあります。夏にそよ風を感じさせる風鈴で、南部鉄器のも

のは音がよく、環境省によって「残したい日本の音風景100選」に選ばれています。

書道で使われる文鎮もあります。近頃はキャンドルスアンドなど新製品も生まれていま

す。 (Hiragana Times edisi 7, hal 11, 2016)

Ada juga aksesori dan hiasan yang terbuat dari besi nambu. Di musim panas lonceng yang

digunakan untuk meningkatkan salah satu rasa dinginnya angin. dibuat dengan besi nambu

menghasilkan suara lebih baik dan dipilih oleh Kementerian lingkungan hidup sebagai satu dari

"100 suara yang perlu dipertahankan". Kertas pmberat dalam kaligrafi terbuat dari besi nambu.

Baru-baru ini, banyak produk baru, seperti pegangan lilin, juga telah dikembangkan.

Tabel. 4.24

Tabel pembahasan okimono 「置き物」

Kata Arti Jenis kata

nomina

majemuk

Kontruksi

yang muncul

Hubungan

Makna

Hubungan

antarkata

置き物 Hiasan Native

Japanese

compounds

Endosentris

《(Xが Nを)

Vしたところの

N 》

Shuushoku

kankei

Proses Pembentukan:

置き物 置きます + 物

Meletakkan Barang

Menaruh

(Verba) (Nomina)

Shunkandoushi Futsuu meishi

115

a. Pada kalimat nomor 19 di atas, terdapat fukugoumeishi okimono (置き物) yang

terbentuk dari doushi (oku) + meishi (mono). Dalam Sutedi, doushi yang

berakhiran u-tsu-ru-bu-nu-mu-ku-gu-su merupakan godandoushi. Di sini „oku‟

memiliki akhiran ku sehingga termasuk godandoushi. Kemudian menurut

pendapat Niimi pada bab sebelumnya, maka „oku‟ merupakan shunkandoushi,

karena memiliki arti meletakkan, yaitu verba yang menyatakan aktivitas

mengakibatkan terselesaikannya suatu perbuatan dalam waktu singkat. Oku

sebelum digabungkan dengan kata „mono‟ untuk menjadi fukugoumeishi

diubah ke dalam bentuk ~masu agar menjadi okimasu. Selanjutnya, okimasu

digabungkan dengan „mono‟ untuk membentuk fukugoumeishi maka masu nya

menghilang sehingga menjadi okimono.

b. Menurut Tsujimura, kata nomina majemuk yang terdiri dari susunan kata

Jepang yang berasal dari Jepang asli (wago) dan kata Jepang asli (wago)

merupakan jenis kata nomina majemuk native Japanese compounds. Di sini

oku dalam kosakata bahasa Jepang menurut asal usulnya masuk ke dalam

kategori wago, karena menurut Ishida sebagian besar doushi adalah wago dan

cara bacanya menggunakan kun-yomi dan „oku‟ menggunakan cara baca kun-

yomi. Begitu juga dengan „mono‟ adalah kosakata yang masuk ke dalam jenis

wago, karena menyatakan benda konkret. Selain itu, cara baca kanjinya juga

menggunakan kun-yomi. Sehingga fukugoumeishi okimono termasuk ke dalam

native Japanese compounds.

c. Menurut T. Kunihiro, fukugoumeishi dengan susunan doushi + meishi memiliki

berbagai jenis hubungan makna. Dalam fukugoumeishi okimono hubungan

116

makna yang muncul adalah 《(Xが Nを) Vしたところの N 》, yaitu sesuatu

yang baru saja telah dikenai V (N yang telah V). Verba yang digunakan adalah

dousadoushi, karena adanya aksi yang dilakukan. Di sini okimono terbentuk

dari doushi oku yang merupakan shunkandoushi dan termasuk ke dalam

dousadoushi. Jika dimasukan ke dalam susunan hubungan makna menjadi 置い

たところの物 (oita tokoro no mono), maknanya barang/benda yang telah

diletakkan, sehingga menghasilkan arti sebuah hiasan. Arti yang muncul

merupakan relasi makna akibat penggabungan dua kata tersebut. Prinsip inklusi

pada relasi makna menjelaskan bahwa makna satu kata mencakup beberapa

makna kata lain dan menimbulkan hiponimi. Dalam okimono tersebut yang

memiliki arti hiasan, merupakan hiponimi dari barang-barang yang diletakkan.

Kemudian untuk susunan kata yang terbentuk dari doushi + meishi yang

menghasilkan meishi dengan jenis fukugoumeishi menurut T. Kunihiro termasuk

ke dalam jenis fukugoumeishi yang berkonstruksi endosentris. Dikatakan

konstruksi endosentris, jika dari hasil penggabungan dua kelas kata

menghasilkan jenis kelas kata yang sama dengan salah satu atau kedua dari kata

penggabungnya. Okimono merupakan fukugoumeishi yang terbentuk dari doushi

+ meishi = meishi (fukugoumeishi) maka termasuk ke dalam konstruksi

endosentris, kelas kata yang muncul sejenis dengan kelas kata salah satu

pembentuknya yaitu „mono‟ yang merupakan meishi.

d. Berdasarkan teori hubungan antarkata yang telah dijelaskan oleh Nomura pada

bab sebelumnya, maka fukugoumeishi okimono memiliki pola hubungan

penerang (shuushoku kankei), karena terbentuk dari doushi (oku) + meishi

117

(mono) = okimono. Hubungan antarkata dalam okimono yang berfungsi

penerang terbentuk dari kata awal menerangkan kata yang di belakang. „Oku‟ di

dalam fukugoumeishi tersebut menerangkan kata „mono‟, sehingga memiliki arti

“hiasan”. Hiasan menerangkan kegunaan, yaitu sesuatu gunanya sebagai hiasan

atau pajangan.

20. 「去年の2月、私たちは多摩動物公園で、アフリカのほかの大使館、東京都、多摩動

物公園からも協力をいただき、『野生生物の故郷、アフリカ』という感動的なテーマ

で行いました。

( Hiragana Times edisi 11, hal 14, 2016)

Bulan Februari lalu kami berada di kebun binatang Tama untuk mengembangkan dan

mengeksplorasi tema inspirasional ‘makhluk hidup margasatwa kampung halaman afrika'

bekerjasama dengan Kedutaan besar Afrika, pemerintah metropolitan Tokyo dan tama

zoological park.

Tabel. 4.25

Tabel pembahasan seibutsu 「生物」

Kata Arti Jenis kata

nomina

majemuk

Kontruksi

yang

muncul

Hubungan

makna

Hubungan

antarkata

生物 Makhluk

hidup

Sino

Japanese

compounds

Endosentris

N1+N2=N1 で

あ る N2.

N1+N2≠N1

Shuushoku

kankei

Proses Pembentukan:

生物 生 + 物

Nyawa benda

(Nomina) (Nomina)

Futsuu meishi Futsuu meishi

a. Pada kalimat nomor 20 di atas, terdapat fukugoumeishi seibutsu (生物) yang

terbentuk dari meishi (sei)+meishi (butsu). Menurut Sudjianto, nomina yang

menyatakan benda abstrak merupakan futsuu meishi yang berjenis

chuushoutekina mono dan untuk yang menyatakan benda konkret disebut

gutaitekina mono. Kata „sei‟ merupakan nomina abstrak karena memiliki arti

118

nyawa, sehingga termasuk ke dalam futsuu meishi jenis chuushoutekina mono.

Sedangkan „butsu‟ merupakan futsuu meishi yang berjenis gutaitekina mono

yang merupakan nomina konkret karena memiliki arti „barang/benda‟. Dilihat

dari analisis di atas maka seibutsu merupakan fukugoumeishi yang terbentuk dari

kelas kata meishi + meishi.

b. Fukugoumeishi seibutsu merupakan gabungan dari kata kango + kango.

Menurut Sudjianto, kango ditulis dalam huruf kanji dan cara baca menggunakan

on yomi. Dalam fukugoumeishi seibutsu karena sei merupakan satu kanji dengan

pengucapan on yomi, yaitu kanji 「生」‟sei‟ maka disebut kango. Kemudian

butsu adalah kosakata yang masuk juga ke dalam jenis kango, karena cara

bacanya menggunakan on-yomi. Menurut Tsujimura, kata nomina majemuk

yang terdiri dari susunan kata Jepang yang berasal dari China (kango) dan kata

China (kango) dan tergabung dari morfem bebas/isi merupakan jenis kata

nomina majemuk sino Japanese compounds. Maka fukugoumeishi seibutsu

termasuk ke dalam Sino Japanese compounds.

c. Menurut T. Kunihiro, fukugoumeishi dengan susunan meishi + meishi memiliki

bermacam–macam hubungan makna. Dalam fukugoumeishi seibutsu karena

memiliki arti makhluk hidup maka hubungan makna yang muncul adalah

N1+N2=N1 である N2. N1+N2≠N1. Makna yang muncul terbentuk dari makna

kedua pembentuknya. „Sei‟ merupakan N1 yang memiliki arti nyawa dan‟ butsu‟

merupakan N2 yang berarti benda. Sehingga dalam penggabungan makna dari

„sei‟ sebagai pembentuk pertama dan „butsu‟ sebagai pembentuk kedua

menghasilkan arti benda bernyawa dalam fukugoumeishi tersebut. Benda

119

bernyawa dapat dikatakan makhluk hidup, dalam contoh kalimat analisis di atas

seibutsu adalah makhluk hidup. Kemudian susunan kata yang terbentuk dari

meishi + meishi yang menghasilkan meishi dengan jenis fukugoumeishi menurut

T. Kunihiro termasuk ke dalam jenis fukugoumeishi yang berkonstruksi

endosentris. Dikatakan konstruksi endosentris, jika dari hasil penggabungan dua

kelas kata menghasilkan jenis kelas kata yang sama dengan salah satu atau

kedua dari kata penggabungnya. Seibutsu merupakan fukugoumeishi yang

terbentuk dari meishi + meishi = meishi (fukugoumeishi) maka termasuk ke

dalam konstruksi endosentris, kelas kata yang muncul sejenis dengan kelas kata

kedua pembentuknya yaitu „sei‟dan „butsu‟yang merupakan meishi.

d. Berdasarkan teori hubungan antarkata yang telah dijelaskan oleh Nomura pada

bab sebelumnya, maka seibutsu merupakan fukugoumeishi yang memiliki pola

hubungan penerang (shuushoku kankei), karena terbentuk dari meishi (sei) +

meishi (butsu) = seibutsu. Hubungan penerang yaitu bagian kata dasar awal

menerangkan bagian kata akhir yang dapat berkonjugasi (yougen) atau yang

tidak berkonjugasi (taigen). „Sei‟ di dalam fukugoumeishi tersebut merupakan

kata dasar awal yang menerangkan kata „butsu‟, sehingga bermakna benda yang

bernyawa dan artinya “makhluk hidup”. Fukugoumeishi seibutsu menerangkan

hubungan keadaan, yaitu sesuatu atau benda yang hidup.

21. 近隣には様々な観光スポットがあります。古座川には国の天然記念物に指定されてい

て、太古に形成された岩脈の一部が現存している「一枚岩」北山には急流を筏でダイ

ナミックに下る「北山村観光筏下り」、串本には水着とタオルを持参するだけで気軽

にダイビングが楽しめる「串本ダイビングパーク」などがあります。 (Hiragana Times, edisi 3, hal 11 , 2017)

120

Ada berbagai pemandangan di lingkungan sekitar. Di sungai Koza, "monolit” ditetapkan

sebagai monumen alami negara ini, di kitayama desa wisata arum jeram secara dinamis

menyusuri jeram oleh rakit dimana beberapa tanggul yang dibentuk sekarang , Kushimoto

memiliki "Kushimoto Diving Park" yang bisa Anda nikmati dengan menyelam dengan mudah

dengan hanya membawa pakaian renang dan handuk.

Tabel. 4.26

Tabel pembahasan kinenbutsu 「記念物」

Kata Arti Jenis kata

nomina

majemuk

Kontruksi

yang muncul

Hubungan

makna

Hubungan

antarkata

記念物 Monumen Sino

Japanese

compounds

Endosentris

N1+N2= 《N1

に生ずる N2》

Shuushoku

kankei

Proses Pembentukan:

記念物 記念 + 物

Peringatan barang

(Nomina) (Nomina)

Futsuu meishi futsuu meishi

a. Pada kalimat nomor 21 di atas, terdapat fukugoumeishi kinenbutsu (記念物) yang

terbentuk dari meishi (kinen) + meishi (butsu). Menurut pendapat Sudjianto pada

bab sebelumnya, maka „kinen‟ merupakan futsuu meishi yang berjenis

chuushoutekina mono yaitu nomina abstrak karena memiliki arti „peringatan‟.

Sedangkan „mono‟ merupakan futsuu meishi yang berjenis gutaitekina mono

yang merupakan nomina konkret karena memiliki arti „barang/benda‟. Sehingga

fukugoumeishi kinenbutsu tergabung dalam kelas kata meishi dengan meishi yang

berjenis futsuu meishi.

b. Menurut Tsujimura, kata nomina majemuk yang terdiri dari susunan kata Jepang

yang berasal dari China (kango) dan kata China (kango) merupakan jenis kata

nomina majemuk sino Japanese compounds. Di sini „kinen‟ dan „butsu‟ dalam

kosakata bahasa Jepang menurut asal usulnya merupakan kategori kango, karena

121

menurut pendapat Ishida pada bab sebelumnya menjelaskan bahwa, kango ditulis

dalam huruf kanji dan cara baca menggunakan on yomi. „Kinen‟ merupakan kata

yang terbentuk dari dua kanji dengan pengucapan on yomi, yaitu kanji 「記」‟ki‟

dan 「念」‟nen‟ sehingga disebut kango. Kemudian „butsu‟ adalah kosakata

yang masuk juga ke dalam jenis kango, karena cara bacanya menggunakan on-

yomi. Sehingga fukugoumeishi kinenbutsu termasuk ke dalam sino Japanese

compounds.

c. Menurut T. Kunihiro, fukugoumeishi dengan susunan meishi + meishi memiliki

berbagai jenis hubungan makna. Dalam fukugoumeishi kinenbutsu hubungan

makna yang muncul adalah N1+N2= 《N1に生ずる N2》. Makna N2 yaitu „butsu‟

dihasilkan atau disebabkan oleh N1 yaitu „kinen‟ atau N1 menyebabkan N2.

„Kinen‟ memiliki makna peringatan yaitu sesuatu yang dipakai untuk

memperingati atau kenangan, sehingga menyebabkan adanya suatu barang atau

benda. Fukugoumeishi kinenbutsu memiliki arti monumen, maka dikatakan

makna yang muncul disebabkan oleh adanya peringatan. Arti yang muncul

merupakan relasi makna akibat penggabungan dua kata tersebut. Prinsip inklusi

pada relasi makna menjelaskan bahwa makna satu kata mencakup beberapa

makna kata lain dan menimbulkan hiponimi. Dalam kinenbutsu tersebut yang

memiliki arti monumen, merupakan hiponimi dari barang yang digunakan

sebagai peringatan. Kemudian untuk susunan kata yang terbentuk dari meishi +

meishi yang menghasilkan meishi dengan jenis fukugoumeishi menurut T.

Kunihiro termasuk ke dalam jenis fukugoumeishi yang berkonstruksi endosentris.

Dikatakan konstruksi endosentris, jika dari hasil penggabungan dua kelas kata

122

menghasilkan jenis kelas kata yang sama dengan salah satu atau kedua dari kata

penggabungnya. Kinenbutsu merupakan fukugoumeishi yang terbentuk dari

meishi + meishi = meishi (fukugoumeishi) maka termasuk ke dalam konstruksi

endosentris, kelas kata yang muncul sejenis dengan kelas kata semua

pembentuknya yaitu „kinen‟ dan„butsu‟ yang merupakan meishi.

d. Berdasarkan teori hubungan antarkata yang telah dijelaskan oleh Nomura pada

bab sebelumnya, maka fukugoumeishi kinenbutsu memiliki pola hubungan

penerang (shuushoku kankei), karena terbentuk dari meishi (kinen) + meishi

(butsu) = kinenbutsu. Hubungan penerang yaitu bagian kata dasar awal

menerangkan kata di belakangnya. „Kinen‟ di dalam fukugoumeishi tersebut

merupakan kata dasar awal yang menerangkan kata „butsu‟, sehingga berarti

“monumen”. Fukugoumeishi kinenbutsu menerangkan hubungan asal, yaitu

barang yang berasal dari peringatan atau kenangan.

C. Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini tentu saja tidak sempurna dan memiliki beberapa keterbatasan

selama pengerjaannya. Dari rangkaian penelitian ini peneliti menyadari bahwa

penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan sebagai berikut.

1. Data yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari jurnal Hiragana

Times berupa contoh kalimat. Terdapat beberapa contoh kalimat yang

memiliki isi yang cukup berat, sehingga untuk memahami maksud dan isi

dari kalimat tersebut dalam menerjemahkan diperlukan pandangan yang

123

lain, karena topik yang diangkat berupa informasi kehidupan dan berita di

Jepang.

2. Kurangnya teori yang dapat menjadi pendukung dalam penelitian ini.

124

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dalam penelitian ini, penulis telah meneliti proses pembentukan

fukugoumeishi yang terbentuk dari mono, butsu, motsu 「物」hubungan makna,

dan konstruksi, serta hubungan antarkata yang muncul, dalam sumber jurnal

bahasa Jepang Hiragana Times. Dari proses penelitian ini, ditemukan 44 data

fukugoumeishi. Berdasarkan analisis data pada bab IV, maka diperoleh

kesimpulan sebagai berikut:

1. Fukugoumeishi dari kanji mono, butsu, motsu terbentuk dari beberapa kelas

kata. Terdapat 21 data yang terbentuk dari gabungan verba/doushi sebagai

kata depan, sedangkan yang berkedudukan sebagai kata belakang ditemukan 1

data verba/doushi. Untuk penggabungan dengan verba, verba yang

bersangkutan diubah dahulu ke dalam bentuk renyoukei~masu, kemudian

dihilangkan untuk digabungkan dengan kata mono, butsu, motsu. Selain verba,

terdapat adjektiva sebagai gabungan fukugoumeishi tersebut, di sini adjektiva

sebagai kata dasar awal. Dalam penelitian tersebut muncul 4 adjektiva sebagai

pembentuknya. Kemudian nomina juga menjadi kata yang bergabung untuk

membentuk fukugoumeishi mono, butsu, motsu. Ditemukan 18 nomina yang

menjadi gabungan pembentuk fukugoumeishi tersebut. Dari data di atas,

125

disimpulkan kelas kata yang paling banyak dalam pembentukan

fukugoumeishi pada penelitian ini adalah verba, kemudian nomina, selanjutnya

adjektiva. Berikut adalah susunan kata pembentuknya :

a. Verba + nomina = 21 buah (47,7%)

b. Nomina + verba = 1 buah (2,27%)

c. Adjektiva + nomina = 4 buah (9,1%)

d. Nomina +nomina = 18 buah (40,9%)

Di dalam penelitian ini, fukugoumeishi yang terbentuk dari nomina

(meishi) + verba (doushi) hanya di temukan satu saja, namun kelas kata yang

terbentuk dari nomina (meishi) + verba (doushi) tidak hanya satu. Di dalam

beberapa kamus terdapat fukugoumeishi yang terbentuk dari kelas kata

tersebut. Seperti : monosashi, monohoshi, monooki. Tidak ditemukan

fukugoumeishi mono, butsu, motsu yang terbentuk dari nomina (meishi) +

adjektiva (keiyoushi) di dalam penelitian ini.

2. Ditemukan semua fukugoumeishi yang terbentuk dari mono, butsu, motsu

memiliki konstruksi endosentris. Dan tidak ditemukan konstruksi eksosentris.

3. Fukugoumeishi yang berjenis native Japanese compounds yaitu kata majemuk

benda yang terbentuk dari wago terdapat 27 kata. Selanjutnya, terdapat 12 kata

yang terbentuk dari kango, menghasilkan fukugoumeishi berjenis sino

Japanese compounds. Selain itu, ternyata konshugo juga menjadi pembentuk

fukugoumeishi dengan nama hybrid compounds dan ditemukan sebanyak 5

kata. Dalam teori sebelumnya dijelaskan sebenarnya konshugo juga

merupakan fukugoumeishi, karena tergabung dari dua kata yaitu wago +

126

kango. Dengan demikian native Japanese compounds adalah nomina majemuk

yang berjenis wago, sino Japanese compounds merupakan nomina majemuk

yang berjenis kango,sedangkan hybrid compounds dapat dikatakan konshugo.

4. Hubungan makna yang muncul bervariasi. Diantaranya sebagai berikut :

No. Kelas Kata

pembentuk

Fukugoumeishi yang

muncul

Hubungan makna yang muncul

1 Doushi +

meishi

揚げ物、織物、買い物、

染め物、建物、漬け物、

煮物、焼き物、編み物、

落とし物、届け物、巻き

物、持ち物、置き物、鋳

《(X が N を) を V したところの

N》bahwa doushi tersebut telah

melakukan sesuatu benda atau

sesuatu yang telah dikenai doushi

tersebut.

贈り物、吸い物、食べ

物、飲み物、乗り物、着

《(X が N を) V するところの[た

めの] N, bahwa doushi tersebut

akan melakukan sesuatu pada

meishi.

2 Meishi +

meishi

物語 N を V する[した]事[物] ,

bahwa sesuatu benda yang akan

atau telah dikerjakan oleh doushi

tersebut.

3 Keiyoushi

+ meishi

小物、長物、生物、好物 N のために用いる A, makna yang

muncul yaitu keiyoushi tersebut

digunakan untuk menjelaskan

meishi.

4 Meishi +

meishi

海産物、品物、特産物、

荷物、物事、生物

N1+N2=N1 である N2. N1+N2≠N1,

makna yang terbentuk dari

makna kedua meishi pembentuk

tersebut atau dengan kata lain

penggabungan dari kedua meishi

tersebut. 建築物、人物、食物、穀

物、展示物、本物

N1+N2=N1, makna yang muncul

yaitu hanya dari meishi

pembentuk pertamanya saja.

書物、時代物、記念物、

縁起物

N1+N2=N1 に生ずる N2, makna

yang muncul yaitu dari meishi

kedua yang dihasilkan atau

127

disebabkan oleh meishi

pembentuk pertama.

動物、刃物、 N1+ N2 = 《N1 のように見える

N2 》 , makna dari meishi

pembentuk kedua terlihat seperti

meishi pembentuk pertama.

5. Hubungan antarkata yang muncul dari fukugoumeishi mono, butsu, motsu

dalam penelitian ini, yang terbanyak adalah hubungan penerang (shuushoku

kankei), yaitu sebanyak 43 buah. Kemudian hubungan pelengkap (hosoku

kankei) hanya terdapat 1 buah. Ternyata dalam fukugoumeishi mono, butsu,

motsu tidak ditemukan hubungan pertentangan (tairitsu kankei).

B. Implikasi

Berdasarkan hasil penelitian mengenai pembentukan dan makna

fukugoumeishi yang terbentuk dari mono, butsu, motsu diharapkan dapat

berimplikasi langsung dalam pembelajaran bahasa Jepang. Kosakata

merupakan keutamaan dalam bahasa, fukugoumeishi adalah salah satu jenis

kosakata yang ada dalam bahasa Jepang. Penelitian fukugoumeishi ini dapat

memberikan pengetahuan bahwa jenis kosakata dalam kata benda terdapat

kata benda majemuk. Dengan mengetahui unsur pembentuk fukugoumeishi

akan mempermudah pembelajar dalam memahami makna kata tersebut,

karena telah mengetahui makna masing-masing kelas kata yang menjadi

pembentuknya. Sehingga bagi pembelajar bahasa Jepang dapat dijadikan

referensi dan sumber belajar untuk pembelajaran seperti, genggogaku

nyuumon, dan dokkai. Pada mata kuliah dokkai dapat membantu dalam

128

pencarian makna kosakata yang muncul. Pada genggogaku nyuumon dapat

membantu dalam memahami pembentukan fukugoumeishi, yang terbentuk

dari beberapa kelas kata. Sehingga mengetahui jenis - jenis kelas kata dalam

sub bagian kelas kata utama bahasa Jepang, seperti fukugoumeishi merupakan

futsu meishi yang mana futsu meishi adalah salah satu jenis meishi. Jadi

pembelajar dapat lebih membuka wawasan bahwa kata majemuk bahasa

Jepang tidak terpisah dalam kelas kata secara sendiri, melainkan bagian dari

kelas kelas kata bahasa Jepang. Dilihat dari hasil penelitian, ternyata

pembentukan dua kata yang menghasilkan kata nomina majemuk ini

menghasilkan makna yang berbeda-beda. Maknanya belum tentu dari makna

kedua unsur kata pembentuknya, maknanya muncul akibat adanya relasi

makna. Secara umum pembelajaran yang menyinggung tentang pembentukan

dan makna kata benda majemuk dapat menambah wawasan dan pengetahuan

linguistik bahasa Jepang bagi mahasiswa. Karena hal tersebut berkaitan

dengan morfologi dan semantik yang mana sangat penting di pelajari bagi

mahasiswa jurusan kebahasaan.

C. Saran

Berdasarkan hasil pembahasan dan kesimpulan tersebut, penulis

menyarankan :

1. Bagi pengajar bahasa Jepang, ketika terdapat kosakata yang ternyata

merupakan kelas meishi, sebaiknya menjelaskan lebih detail, meishi jenis

apa, karena fukugoumeishi atau kata nomina majemuk masuk ke dalam

kelas futsumeishi. Sehingga pembelajar akan mengetahui bahwa nomina

129

juga memiliki kata majemuk, serta menjelaskan mengenai pembentukan dan

maknanya apakah berbeda atau sama dengan kata pembentuknya.

2. Bagi pembelajar bahasa Jepang, ketika menemukan fukugoumeishi yang

khususnya terbentuk dari mono, butsu, motsu sebaiknya mengetahui arti

kedua kata pembentuknya, agar tidak langsung mengartikan secara

digabungkan, karena ternyata makna yang muncul tidak serta merta dari

makna kedua pembentuknya.

3. Bagi peneliti selanjutnya, pada penelitian ini hanya difokuskan pada

fukugoumeishi yang terbentuk dari kanji mono, butsu, motsu dan masih

terdapat kekurangan. Peneliti menyarankan agar dilakukan penelitian

selanjutnya yaitu meneliti fukugoumeishi yang terbentuk dari kata lain

dengan menggunakan sumber acuan beberapa kamus, atau jika

menggunakan jurnal dapat ditambah lagi edisi yang akan digunakan. Supaya

lebih banyak lagi macam-macam fukugoumeishi yang ditemukan dengan

susunan pembentuk kelas kata yang bervariasi. Selain hal tersebut, jika

sumber data yang diambil dalam jurnal, lebih memiliki referensi kamus dan

sumber yang akurat dalam menerjemahkan kalimat dalam jurnal tersebut,

demi mempermudah maksud dari kalimat tersebut.

130

Daftar pustaka

Alfonso, Anthony.1974. Japanese Language Patterns A Struktural Approach

Volume II. Tokyo : Sophia University.

Bauer, Laurie.1988. Introducing Linguistic Morphology. Washongton, DC:

Georgetown University Press.

Chaer, Abdul. 2003. Linguistik Umum. Jakarta : Rineka Cipta.

___________. 2007. Linguistik Umum. Jakarta : Rineka Cipta.

Harumi, Tanaka.1987. Gendai Genggogaku Jiten. Tokyo : Sendaitaku sintaku

kawamachi.

_______________.1991. Gengogaku Nyuumon. Tokyo: Taishuukanshoten.

Iwabuchi, Tadasu. 1989. Nihon Bunpou Yougo Jiten. Tokyo : Sanseido Press.

Kazuaki, Niimi, dkk.1987. Fukugoudoushi. Tokyo : Aratakeshuppan.

Kinayanti, Djojosuroto.2007. Filsafat Bahasa. Yogyakarta : pustaka.

Kiyoshi, Kobayashi. 1976. Nihon Kokugo Daijiten. Tokyo : Ougatetsuo.

Koizumi, Tamotsu. 1993. Nihongo Kyoushi no Tame no Genggogaku nyuumon.

Tokyo: Taishukan shoten

Kridalaksana, Harimurti. 1993. Pembentukan kata dalam bahasa Indonesia.

Jakarta: Gramedia Pustaka Umum.

Kunihiro, T. 1980. Nichi eigo hikaku kouza. Japan : Daishuukanshoten.

Lyons, John. 1995. Pengantar Linguistik. Jakarta : Gramedia Pustaka Umum

Mahsun. 2007. Metode Penelitian Bahasa. Jakarta : Raja grafindo.

Makino, Seiichi & Tsutsui michio.1986. A Dictionary of Basic Japanese

Grammar. Japan : The Japan Times, Ltd.

Martin, Samuel. 1988. A reference Grammar of Japanese.Tokyo : Charles E.

Tuttle Company.

131

Matsura, Kenji. 1994. Kamus bahasa Jepang-Indonesia.Japan. Kyoto : Kyoto

Sangyo University Press

Muslich, Masnur. 2008. Tata bentuk Bahasa Indonesia. Jakarta : Bumi Aksara

Nomura, Masaki. 1992. Nihongo Jiten. Tokyo

Ogura, Masakaze. 1970. Sanseido Kokugo Jiten. Tokyo : Sanseido.

Parera J.D. 1990. Teori Semantik. Jakarta : Erlangga

Pateda, Mansoer. 2010. Semantik Leksikal. Jakarta : Rineka Cipta.

Situmorang, Hamzon. 2007 . Pengantar Linguistik Bahasa Jepang. Medan : USU

Press

Sudjianto. 1995. Gramatika Bahasa Jepang Modern. Jakarta : Kesaint blanc.

Sudjianto. 2004. Pengantar Linguistik Bahasa Jepang. Jakarta: Kesaint Blanc

Sutedi, Dedi. 2003. Dasar-dasar Linguistik Jepang. Jakarta : Humaniora Utama

Press.

Tamamura, Fumio. 2001. Nihongogaku o Manabu Hito no Tameni. Tokyo:

Sekaishishousha.

Tjandra, Sheddy. 2015. Morfologi Jepang. Jakarta : PT. Widya Inovasi Nusantara.

_____________ .2016. Semantik Jepang. Jakarta : PT Widya Inovasi Nusantara.

Tsujimura, Natsuko. 1996. An Introduction to Japanese Linguistics.

Massachussets : Blackwell.

Verhaar, J.W.M. 2001. Asas- Asas Linguistik Umum. Yogyakarta : UGM.

William, Mc clure. 2000. Using Japanese - A Guide to Contemporary Usage.

Cambridge University Press.

Yusrizal, Saleh. 1987. Sistem Pemajemukan Bahasa Semende. Jakarta : Rineka

Cipta.

Sumber Internet

132

http://www.pendidikanbahasajepang-unnes.com/2012/04/kosakata-dalam-bahasa-

jepang-kajian.html. Di akses 2 september

(http://dosenbahasa.com/cara-membedakan-pelengkap-dan-keterangan. Diakses

25 mei 2017).