bab i pendahuluan a. latar belakang masalahdigilib.uinsgd.ac.id/24764/4/4_bab1.pdftoleransi sendiri...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia mempunyai aspek kemajemukan yang``tinggi, mulai dari
kemajemukan suku, bahasa, ras, budaya dan agama. Kemajemukan tersebut sudah
lahir berabad-abad yang lalu, bahkan sebelum Indonesia merdeka.
Setiap hubungan antar satuan sosial di Indonesia, melahirkan bentukan
budaya melalui proses akulturasi, sedangkan hubungan-hubungan budaya
menimbulkan asimilasi budaya. Terjadinya proses-proses tersebut menunjukkan
bahwa dalam perkembangan kebudayaan senantiasa terdapat sebuah dinamika,
yang bisa bermacam-macam polanya, antara pertahanan jati diri dan perluasan
khazanah budaya. Salah satu faktor yang mendorong perluasan khazanah adalah
apa yang dapat digeneralisasikan sebagai ‟pengaruh dari luar‟. Budaya-budaya
yang berada di Indonesia akan tetap lestari apabila di dukung dengan sikap
toleransi.
Toleransi sendiri merupakan kemampuan untuk memahami dan menerima
adanya perbedaan. Kebudayaan yang satu dengan kebudayaan yang lain ada
perbedaannya, demikian pula agama yang satu dengan yang lain. Perbedaan
antara budaya terlihat pada bangunan-bangunan konseptual, pola-pola interaksi,
serta bentuk-bentuk dari budaya materialnya. Nilai-nilai estetik dapat berbeda
kriteriannya antara satu dengan yang lainnya. Demikian juga dalam hal agama,
masing-masing agama mempunyai seperangkat ajarannya, dan itu berbeda antara
yang satu dengan yang lainnya, meskipun bisa ada juga terdapat semacam
hubungan kekerabatan antara satu agama dengan yang lain. Hidup harmonis
dalam masyarakat yang majemuk agama dan budayanya, perlu dilatih adalah
kemampuan untuk memahami secara benar dan menerima perbedaaan tanpa nafsu
untuk mencari kemenangan terhadap yang berbeda. Agar tercipta kehidupan yang
harmonis dan merdeka.1
1 Edi Setyawati, Kebudayaan Di Nusantara Dari Keris, Tor-tor, sampai Industri Budaya (Depok:
Komunitas Bambu, 2014), h. 15-16.
2
Kata merdeka sendiri, bukan hanya dimaknai sebagai kebebasan berpikir,
berpendapat dan tidak dijajah. Akan, tetapi kata merdeka mempunyai makna yang
luas, seperti merdeka dalam memeluk agama dan kepercayaannya.2
Hal, diatas termaktub pada Undang-Undang Dasar 1945, tepatnya Pasal 29
Ayat 2, bahwa setiap Rakyat Indonesia berhak menganut agamanya``masing-
masing`. Artinya, setiap rakyat Indonesia diberikan jaminan oleh negara dalam
menganut agamanya serta beribadat sesuai agama dan ajarannya.3
Pada masa modern seperti saat ini pertemuan antar berbagai agama dan
peradaban di dunia yang sangat cepat menyebabkan adanya saling mengenal satu
sama lain. Namun, tidak jarang terjadi masing-masing pihak kurang bersifat
terbuka terhadap pihak lain yang akhirnya menyebabkan salah paham dan salah
pengertian. Masalah yang sering muncul pada penganut agama adalah perang
truth claim (keyakinan dari pemeluk agama tertentu yang menyatakan bahwa
agamanya adalah satu-satunya agama yang paling benar), dan selanjutnya perang
salvation claim (keyakinan dari pemeluk agama tertentu yang menyatakan bahwa
agamanya adalah satu-satunya jalan keselamatan bagi seluruh umat manusia).4
Islam, Kristen Katolik, Protestan, Hindu, Budha dan Konghucu merupakan
agama-agama yang secara resmi diakui oleh Negara Indonesia. Keanekaragaman
agama membuat Indonesia harus bisa merapkan nilai toleransi pada setiap
pemeluk agama. Toleransi sendiri merupakan kemampuan memahami dan
menerima adanya perbedaan. Ajaran Islam sendiri tidak memaksa setiap orang
untuk masuk ke agamanya. Akan tetapi, setiap agama memiliki doktrin dan ajaran
yang berbeda, namun terdapat juga doktrin dan ajaran agama yang terlihar serupa.
Polarisasi umat Islam yang beragam menjadi bukti perkembangan sejarah
Islam di Indonesia, sejak era kemerdekaan, Islam telah menampakkan keragaman
bentuk, yang dimanifestasikan oleh organisasi kemasyarakatan (ormas) Islam.
Kemudian para peneliti keragaman Islam ini mengklasifikasikan Islam dengan
2 Baidi Bukhori, Toleransi Terhadap Umat Krsitiani (Semarang: IAIN Walisongo Semarang,
2012), h. 1. 3 UUD 1945 Pasal 29 ayat 2
4 Mohammed Arkoun, Islam Kontemporer Menuju Dialog Antar Agama (Yogyakarta:Pustaka
Pelajar, 2001), h. xxv.
3
berbagai nama . Pertama, traditional Islam (Islam tradisional) yaitu, ibadahnya
tetap tercampur dengan adat atau tradisi di daerah tertentu, selanjutnya yaitu,
penggunaan akal dan logika untuk mengahadapi problema dalam Islam dengan
menjadikan Al-Qur’an dan Hadis sebagai acuan terdapat dalam modern Islam
(Islam modernis). Kemudian Islam puritan (murni), Islam nasionalis, Islam
abangan, Islam ekstrem dan lain sebagainya. Dari berbagai penamaan Islam di
atas, dapat menerangkan bahwa umat Islam di Indonesia mengalami pluralitas.
Umat Islam di Indonesia menciptakan organisasi keagamaan berlandaskan aliran
keagamaannya, seperti: Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Lembaga
Dakwah Islam Indonesia (LDII), dan lain sebagainya. Organisasi keagamaan
mempunyai fungsi sebagai wadah untuk menampung kolektifitas identitas dari
kelompoknya, dan juga sebagai wadah dalam melaksanakan dakwah Islamiya.
Hal tersebut menjadi salah satu fenomena sosial di Indonesia, yang sering kali
menimbulkan kebingungan masyarakat awam. Sehingga memunculkan pelabelan
sesat pada aliran-aliran keagamaan tertentu oleh pihak tertentu.5
LDII pernah dianggap sebagai salah satu organisasi masa Islam yang
dianggap meresahkan masyarakat6, sehingga muncul pelabelan sesat oleh pihak-
pihak tertentu. Pelabelan sesat yang terjadi di beberapa daerah kerap kali
memunculkan konflik antara jamaah LDII dengan non LDII. Masyarakat di
daerah tertentu sering kali memandang faham yang di diajarkan oleh LDII masih
sama dengan apa yang diajarkan oleh Islam Jamaah atau Darul Hadits yang telah
dilarang oleh Jaksa Agung Republik Indonesia pada tahun 1971 (SK Jaksa Agung
RI No. Kep-08/D.A/10/1971 tanggal 29 Oktober 1971).7
Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII)
Provinsi Jawa Barat yang terletak di Desa Margacinta Kecamatan Buah Batu Kota
Bandung adalah organisasi tertinggi LDII dalam lingkup wilayah Provinsi Jawa
Barat yang mengklaim bahwa ajaran LDII tidaklah menyimpang seperti apa yang
5 M. Imadadun Rahmat, Arus Baru Islam Radikal (Transmisi Revivalisme Islam Timur Tengah ke
Indonesia) (Jakarta: Erlangga, 2005), h. 133. 6 Depag RI Badan Litbang dan Diklat Puslitbang Kehidupan Keagamaan 2009, Nuhrison M. Nuh
(ed), Aliran/Faham Keagamaan dan Sufisme Perkotaan (Jakarta: Prasasti, 2009), h. 49. 7 Hartono Ahmad Jaiz, Aliran dan Faham Sesat di Indonesia (Jakarta Timur: Pustaka al-Kautsar,
2005), h. 73.
4
dipersepsikan oleh masyarakat tertentu dan juga mereka terbuka terhadap orang-
yang bukan dari golongannya. Hal ini di buktikan dengan adanya kegiatan seperti
Musyawarah Daerah (MUSDA) yang kerap kali mengundang tokoh agama,
bantuan kemanusiaan untuk bencana alama, dan lain sebagainya. DPW LDII
Provinsi Jawa Barat mempunyai masjid yang bernama Masjid Sabilul Mutaqqin
yang terletak di depan kantor sekretariat DPW LDII Provinsi Jawa Barat. Masjid
tersebut biasa di gunakan untuk melakukan ibadah shalat bagi jamaah LDII dan
juga yang jamah non anggota LDII. Artinya terdapat penerapan nilai toleransi
yang dilakukan oleh DPW LDII Provinsi Jawa Barat. Hal tersebut tentu menjadi
penelitian yang menarik mengingat LDII pada tempo dulu sering dianggap oleh
masyarakat tertentu sebagai aliran Islam Jamaah/Darul Hadist yang memiliki
sikap ekslusif terhadap orang yang bukan dari golongannya.
Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas, penulis menginginkan adanya
sebuah penelitian secara mendalam tentang Toleransi Beragama Perspektif
Lembaga Dakwah Islam Indonesia (Studi Deskriptif Dewan Pimpinan Wilayah
Lembaga Dakwah Islam Indonesia Jawa Barat) yang merupakan judul dalam
penelitian ini. Adapun alasan penulis melakukan penelitian ini ialah untuk
mengetahui bagaimana Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) yang dahulu
dianggap bersifat ekslusif terhadap orang yang bukan dari golongannya
menerapkan nilai toleransi beragama sehingga, masih dapat tetap eksis hingga
sekarang.
B. Perumusan Masalah
Yang jadi fokus peneliti yaitu ;
1. Bagaimana pemahaman makna toleransi beragama perspektif DPW LDII
Provinsi Jawa Barat?
2. Bagaimana faktor pendukung tercapainya toleransi beragama antara DPW
LDII Provinsi Jawa Barat dengan masyarakat non LDII?
3. Bagaimana implementasi toleransi beragama yang dilakukan DPW LDII
Provinsi Jawa Barat?
C. Tujuan`Penelitian
Sebagaimana tertulis di Perumusan Masalah, penelitian ini bertujuan:
5
1. Untuk mendeskripsikan pemahaman makna toleransi beragama perspektif
DPW LDII Provinsi Jawa Barat.
2. Untuk mendeskripsikan faktor pendukung yang menciptakan toleransi
beragama antara DPW LDII Provinsi Jawa Barat dengan masyarkat non
LDII
3. Untuk mendeskripsikan implementasi toleransi beragama yang dilakukan
DPW LDII Provinsi Jawa Barat.
D. Kegunaan Penelitian
Dari hasil isi pendahuluan, rumusan masalah, dan tujuan penilitian, Peneliti
mengutamakan ilmu yang terdapat dalam pembahasan menjadi pengembangan
untuk penelitian.
1. Akademis
Penelitian yang berjudul “Toleransi Beragama Perpektif LDII” diharapkan
bisa memberikan penemuan teori baru dalam ilmu pengetahuan, umumnya
pada jurusan Studi Agama Agama, khususnya bagi kerukunan umat beragama
tentang bagaimana konsep dan aplikasi toleransi beragama menurut LDII,
2. Praksis
Penelitian ini mampu memberikan informasi mengenai hal yang melatar
belakangi sikap eklusif LDII, pandangan masyarakat mengenai LDII dan
pengaplikasian toleransi beragama menurut LDII, yang diharapkan mampu
memberikan masukan kepada lembaga yang terkait dalam melakukan
pengaplikasisan toleransi beragama, sehingga tercipta kerukunan umat
beragama yang terjaga.8
E. Tinjauan Pustaka
Terkait dengan Penelitian yang dibahas, peneliti memahami bahwasannya ada
materi yang relevan dengan Konsep dan Aplikasi Toleransi Beragama menurut
LDII. Untuk menunjang penelitian ini peneliti mengumpulkan tiga penelusuran
8 Sugiyono, Mmahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabeta, 2009), 171.
6
dari skripsi, buku dan jurnal yang cukup relevan dengan penelitian ini untuk
bahan komparasi `penelitian `yang `akan `dilakukan
1. Skripsi yang berjudul “Interaksi Sosial Lembaga Dakwah Islam Indonesia
(LDII) dengan Masyarakat Muslim Non LDII di Kecamatan Cawas
Kabupaten Klaten” yang dipublikasikan oleh UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta Jurusan Sosiologi Agama Fakultas Ushuluddin tahun 2005.
karya Warsono. Skripsi tersebut menjelaskan bahwa LDII merupakan
lembaga `keagamaan yang mempunyai pemikiran keagamaan yang tidak
sama dari lembaga agama Islam lainnya. Dalam ranah sosial lembaga `ini
cenderung` ekslusif. Sikap ekslusif inilah yang terkadang menimbulkan
konflik antar masyarakat. Tidak` menutup kemungkinan hal ini
menimbulkan sikap intoleran di Kecamaatan Cawaas. Pemikiran
keaagamaan tersebaut taelah memberikan dampak dalam` interaaksi`
sosiaal``dengaan masyarakaat` muslima` naon``LDII.
2. Buku yang berjudul “Aliran/Faham Keagamaan dan Sufisme Perkotaan,
(Jakarta: Puslitbang Kehidupan Keagamaan, 2009)” editor Nurihson M
Nuh. Buku ini menerangkan bahwa LDII merupakan organisasi baru dari
agama Islam di Indonesia, yang secara historis mempunyai hubungan
dengan organisasi keagamaan yang sebelumnya yang bernama Darul
Hadist/Islam Jama’ah yang telah dilarang oleh pemerintah Indonesia.
Kehadiran LDII untuk membina anggota Darul Hadist/Islam jama’ah agar
kembali pada jalur Islam arus pertama.
3. Jurnal Islamika yang berjudul “Pemikiran Lembaga Dakwah Islam
Indonesia (LDII): Analisis Praktik Keagamaan dan Pengaruhnya di
Kabupaten Kerinci”. Volume. 16 Nomor 2 Tahun 2016 Halaman 59-77
Karya Faizin. Jurnal tersebut menjelaskan bahwa: 1) LDII menyebar dan
berkembang di Kabupaten Kerinci sekitar tahun 80-an; 2) Lembaga
Dakwah Islam Indonesia (LDII) sebagai organisaasi` Islama`
beraasas``kepaada al-Qur`an dan Hadith (Jama`ah), Ijma` dan Qias; dan 3)
Pertama Dalam substansi keagamaaan, LDII menerima al-Qur`an dan
hadith Nabi s.a.w sebagai asas beragama. Demikian juga qaul sahabat baik
7
dari segi qias maupun ijmaknya. Kedua, aspek politik, LDII mempunyai
pandangan kepada sistem pemerintahan khalifah yang dipimpin oleh
seorang amir. Namun, terhadap sistem kenegaraan LDII mengambil sikap
moderat. Ketiga dalam bidang ekonomiLDII berasakan kepada syari‟at
Islam. Keempaat, dalam bidang sosial Budaya telah memberikan pengaruh
terhadap ahli-ahli LDII seperti terhadap adat (urf), hak dan kedudukan
wanita dan sosio kemasyarakatan
F. Kerangka Berpikir
Setiap negara memiliki asas pemerintahannya masing-masing, seperti
Indonesia yang berasaskan pancasila yang dimana pada sila ketiga yang berbunyi
“Persatuan Indonesia” yang memiliki makna ekplisit. Salah satu contoh dalam
meneladani sila ketiga “Persatuan Indonesia” ialah dengan cara saling
menghargai, menghormati segala aspek yang berada di Indonesia mulai dari suku,
bahasa, hingga agama demi menjunjung kesatuan dan persatuan Indonesia, agar
tidak mudah dipecah belah oleh pihak luar .
Pada masa ini, agama resmi yang telah diakui Indonesia berjumlah 6 Agama,
setiap agama memiliki doktrin dan dogmanya masing-masing, maka setiap agama
sering kali memiliki banyak aliran tak terkecuali dengan Islam yang merupakan
agama mayoritas di Indonesia. Sebagai agama mayoritas di Indonesia Islam
dituntut untuk dapat merapkan nilai tasamuh atau toleransi, baik toleransi internal
maupun eksternal beragama.
Toleransi sendiri biasa dikenal oleh khalayak umum sebagai suatu sikap
menghargai dan menghormati dalam berbagai aspek, seperti toleransi berbudaya,
toleransi berpendidikan, dan toleransi beragama.
Dalam toleransi beragama, Nurcholish Madjid menerangkan bahwa toleransi
dan kerukunan adalah sikap saling menghargai antar umat beragama, yang
nantinya terdapat titik temu antar kedunya. Setiap agama bahkan kelompok
internal agama sendiri memiliki ciri yang khas dan esoterik yakni hanya berlaku
secara internal agama atau kelompok tersebut.9`
9 Nurchalis Madjid, Islam Agama Kemanusiaan Membangun Tradisi dan Visi Baru Islam
Indonesia (Jakarta: Paramadina, 1995) 91.
8
Penerapan toleransi beragama di Indonesia tentu saja mengalami berbagai
macam rintangan, seperti Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) yang
merupakan organisasi keagamaan mempunyai fungsi sebagai wadah untuk
menampung kolektifitas identitas dari kelompoknya, dan juga sebagai wadah
dalam melaksanakan dakwah Islamiyah. Hal tersebut menjadi salah satu
fenomena sosial di Indonesia, yang sering kali menimbulkan kebingungan
masyarakat awam. Sehingga memunculkan pelabelan sesat pada aliran-aliran
keagamaan tertentu oleh pihak tertentu.10
Penerapan doktrin suatu agama oleh
seseorang adalah sebuah hasil dari pengalaman keagamaan dan internalisasi
agama seseorang.
Joachin Wach mengatakan bahwa Pengalaman keagamaan manusia dapat
dilihat melalui tiga macam bentuk pengalaman, yaitu:
a. Pengalaman dalam bentuk pemikiran, mencakup sistim kepercayaan,
mitos, dan dogma. Pengalaman dalam bentuk pemikiran yang terdapat
pada agama tertentu, ditujukan agar dapat menerangkan suatu pengalaman
dan kepercayaan yang dapat ditransformasikan dalam bentuk doktrin dan
dogma suatu agama. 11
b. Pengalaman dalam bentuk perbuatan, mencakup sistim peribadatan, ritus
hingga pelayanan. Terdapat dua macam pola dalam melakukan
peribadatan, yaitu peribadatan yang dilakukan secara khusus oleh
penganut agama tertentu merupakan pola peribadatan yang pertama.
Kemudian, yang kedua peribadatan yang dilakukan memiliki makna
umum yang erat kaitannya dengan social treatments (pelayanan sosial).
Pola peribadatan pertama memiliki tata cara peribadatan yang telah diatur
dengan ketat oleh dogma dan doktrin agama tertentu, baik dalam aspek
waktu maupun aspek tempat. Kemudian, pola peribadatan kedua ditandai
dengan adanya kegiatan yang bersifat umum dan memiliki unsur nuansa
10
M. Imadadun Rahmat, Arus Baru Islam Radikal (Transmisi Revivalisme Islam Timur Tengah ke
Indonesia), h. 133. 11
Joachim Wach, Ilmu Perbandingan Agama “Inti dan Bentuk Pengalaman Keagamaan”
(Jakarta: Rajawali Press, 1992), h. 98.
9
keagamaan tertentu, artinya terdapat unsur nilai keagamaan tertentu,
namun tidak diatur dengan eksplisit dan ketat oleh dogma dan doktrin
agama tertentu.12
c. Pengalaman dalam bentuk persekutuan, mencakup pengelompokan dan
interaksi sosial umat beragama. Persekutuan dalam bentuk pengalaman
keagamaan adalah pola penerapan dari kedua pengalaman sebelumnya.13
Selanjutnya, internalisasi nilai agama Peter L Berger akan membantu
menyelesaikan penelitian ini, karena tidak terlepas pada pemahaman tentang teori
konstruksi sosial yang mengibaratkan agama sebagai unsur dari kebudayaan, yang
termasuk konstruksi manusia. maksudnya terdapat proses dialektika ketika
memerhatikan relasi masyarakat dengan agama, bahwa agama merupakan suatu
entitas objektif sebab terdapat diluar diri individu. Oleh sebab itu, agama
mengalami proses objektivasi, agama muncul didalam norma, teks, aturan dan
lain-lain. Internalisasi akan terjadi pada diri seseorang, hal ini disebabkan oleh
norma atau teks yang mengalami proses internalisasi. Selanjutnya agama juga
telah menjadi pedoman hidup bagi kelompok masyarakat.14
Internalisasi merupakan suatu proses ketika kenyataaan subjektif diperankan
oleh individu dalam upaya menafsirkan kenyataan yang sifatnya obejektif dan
dapat dimanifestasikannya ke dalam struktur dunia subyektif. Pada perisitiwa ini,
seseorang akan mengambil segala hal yang bersifat obyektif dan selanjutnya akan
diwujudkan secara subyektif. Seseorang akan mengalamai proses internalisasi
yang berbeda, karena pengaruh dari tingkat penyerapan setiap individu. Seperti,
ada yang lebih menyerap unsur yang ekstrem dan ada juga yang lebih menyerap
unsur intern.15
12
Joachim Wach, Ilmu Perbandingan Agama “Inti dan Bentuk Pengalaman Keagamaan”, h. 149..
13 Joachim Wach, h. 188.
14 Peter L. Berger & Thomas Lukhmann. Tafsir Sosial atas Kenyataan: Sebuah Risalah tentang
Sosiologi Pengetahuan, (Jakarta: LP3ES, 1990), h. 33-36.
15 Peter L. Berger & Thomas Lukhmann. Tafsir Sosial atas Kenyataan: Sebuah Risalah tentang
Sosiologi Pengetahuan, 188.
10
Gambar 1 Skema Teori
G. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian`
Metode penelitian kualitatif adalah jenis penelitian yang dipilih oleh
peneliti. Penelitian kualitatif adalah metode yang bisa digunakan` pada`
cakupan paling` kecil` sampai` masyarakat` yang` luas. Alasan peneliti
menggunakan metode penelitian kualitatif ialah untuk memudahkan peneliti
menemukan sesuatu yang bersifat penemuan. Karena, penelitian kualitatif
memiliki jangka waktu yang panjang sehingga memudahkan peneliti dalam
menemukan sesuatu yang bersifat penemuan dalam penelitian ini.16
2. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan pada Dewan Pimpinan Wilayah Lembaga Dakwah
Islam Indonesia Provinsi Jawa Barat bertempat di Jl. Sarijati II No. 3, Desa
Margasari, Kecamatan Buahbatu, Kota Bandung. Peneliti melakukan
penelitian di lokasi tersebut karena tempatnya yang inklusif dengan golongan
yang bukan dari LDII, sehingga tempat tesebut dapat tetap eksis sampai
sekarang.
16
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, 135 .
Teori Pengalaman Keagamaan
Joachim Wach
Pemahaman Penafsiran Sikap Agama
Toleransi
Teori Internalisasi Agama
Peter L Berger
11
3. Sumber Data
Data sumber yang dipakai oleh peneliti dalam penelitian toleransi
beragama menurut LDII yaitu memakai data` primer` dan`sekunder`.
a. Sumber data primer pada penelitian ini adalah ketua dan pengurus
DPW LDII Jawa Barat yang berjumlah 3 orang, terdiri dari ketua DPW
LDII Jawa Barat dan 2 orang pengurus DPW LDII Jawa Barat.
Narasumber tersebut dipilih berdasarkan jabatan yang diembannya,
sehingga jawaban atau informasi yang diberikan lebih akurat dan
terjamin mutunya. Hal, ini di lakukan agar data yang dihimpun oleh
peneliti menjadi terstruktur dan valid.
b. Sumber`data``sekunder, dalam penelitian ini berbentuk artiket, jurnal
dan buku sebagai sumber yang dapat mendukung penelitian ini.
4. Teknik` Penumpulan` Data`
a. Observasi Langsung
Observasi` tersebut adalah penghimpunan data yang dikerjakan` oleh
peneliti` dengan terlibat secara langsung dengan kegiatan orang atau objek
yang sedang diamati atau diteliti. Disini peneliti melakukan melakukan
pengamatan terhadap apa yang dikerjakan oleh sumber data. Dengan
observasi ini, maka data yang dihimpun akan lebih lengkap, tajam dan
sampai mengetahui pada tingkat makna dari setiap perilaku yang nampak.
Adapun, objek yang di observasi adalah Place atau tempat dimana
interaksi sosial terjadi, Actor atau pelaku yang sedang melakukan suatu
peran dan Activities atau pekerjaan yang dikejakan oleh pelaku.. Peneliti
menggunakan observasi tersebut agar data yang dihimpun maksimal. 17
b. Wawancara
Wawancara merupakan perjumpaan antara narasumber dengan
pewawancara dalam rangka mencari informasi dengan tanya jawab,
sehingga dapat dikonstruk `maksud `dalam `suatu `topik `tertentu. Untuk
penelitian ini sumber data primer akan diwawancarai dengan `cara
wawancara` semi` `terstruktur, karena wawancar ini dapat dilakukan
17
Sugiyono, h. 64.
12
dengan fleksibel atau lebih bebas dari wawancara yang terstruktur, teknik
`ini `termasuk `kedalam `in-dept interview. Adapun, tujuan` teknik
tersebut` untuk` mengungkap` `permasalahan dengan` `lebih `terbuka. 18
c. Dokumentasi
Menurut Gottschalk dokumentasi yaitu setiap proses yang dilakukan
penelitian mempunyai pembuktian berdasarkan dari jenis apapun, seperti
jenis yang tertulis, lisan, gambaran atau arkeologis.
1. Analisis Data
Analisis``data dikerjakan ketika `sebelum wawancara atau memasuki
`lapangan, selama` dilapangan` dan sesudah dilapangan. Analisis terbagi
beberapa bagian yaitu;
a. Reduksi``data, yaitu merangkum hasil yang sudah diteliti selam terjun
kelapangan. Reduksi data ini dibantu dengan barang elektronik seperti
komputer yang berbentuk kecil yang memberikan kode pada aspek
tertentu. Begitupun data yang tidak penting diilustrasikan dengan
symbol.
b. Penyajian data penyajian data ini dilakukan dengan bentuk
menguraikan dengan singkat, berupa bagan, hubungan antar kategori
dan sebagainya. Dengan penyajian ini mempermudah memahami apa
yang terjadi dan melakukan rencana kerja..
c. Verifikasi, digunakan agar dapat ditarik kesimpulan pada awal yang
dikemukakan bersifat sementara, tetapi dapat berubah ketika data
yang membuktikannya kurang kuat pada tahap pengumpulan data.19
18
Sugiyono, h. 73. 19
Sugiyono, h. 92-99.