bab i pendahuluan a. latar belakang masalahrepository.upi.edu/31013/4/d_ind_1103323_chapter1.pdf ·...

20
Fathullah Wajdi, 2017 PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN PROYEK BERBASIS PENILAIAN AUTENTIK DALAM PEMBELAJARAN DRAMA INDONESIA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran drama dalam mata pelajaran bahasa Indonesia merupakan ajang mengasah keterampilan siswa dalam menggunakan bahasa, baik secara tertulis maupun lisan. Keterampilan bahasa tersebut adalah menyimak, membaca, berbicara, dan menulis. Keterampilan berbicara misalnya, seperti diungkapkan Irawan, Sudiana, dan Wendra (2014: hlm. 2) keterampilan berbicara harus dikembangkan melalui suatu latihan. Salah satu latihan pengembangan keterampilan berbicara itu adalah bermain drama. Dalam bermain drama, terdapat suatu kegiatan memerankan tokoh yang ada dalam naskah drama. Pemeranan tokoh dalam drama tersebut dilakukan dengan alat utama, yakni berupa percakapan (dialog). Untuk dapat melatihkan keterampilan berbicara dalam kegiatan bermain drama itu, siswa harus diperkenalkan terlebih dahulu dengan dunia pemeranan. Salah satu cara mengenalkan siswa dengan dunia pemeranan adalah melalui kegiatan menyimak, baik menyimak drama dalam bentuk audio maupun audio visual dengan menggunakan media video atau menyaksikan secara langsung pertunjukan drama. Pada bagian lain, untuk dapat melakukan pemeranan dalam drama seorang siswa harus berlatih membaca. Kemampuan membaca teknik dapat memudahkan siswa menyesuaikan ujaran dari bahasa tulis menjadi bahasa lisan dengan intonasi dan ekspresi yang sesuai. Keterampilan berbahasa dialogis ini tidak hanya menghadirkan konteks kebahasaan tetapi juga mampu menghadirkan dunia nyata meskipun dunia nyata tersebut muncul dari daya imajinasi dan pengalaman dalam kehidupan sehari-hari. Keterampilan lain adalah menulis. Syukron, Subyantoro, dan Yuniawan (2016: hlm. 49) menjelaskan bahwa drama adalah karya sastra yang bertujuan menggambarkan kehidupan dengan menyampaikan pertikaian dan emosi dengan gerak dan dialog yang dipentaskan. Menulis naskah drama penting dilakukan peserta didik mengingat apresiasi drama (pementasan drama) sangat membutuhkan naskah. Dengan demikian, pembelajaran drama sudah seharusnya diarahkan pada kegiatan pembelajaran yang akan menarik minat siswa karena menuntut aktivitas dan

Upload: others

Post on 27-Jul-2020

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.upi.edu/31013/4/D_IND_1103323_Chapter1.pdf · pembelajaran sastra yaitu: (1) penekanan aspek penilaian; (2) bentuk tes; (3) macam

Fathullah Wajdi, 2017 PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN PROYEK BERBASIS PENILAIAN AUTENTIK DALAM PEMBELAJARAN DRAMA INDONESIA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembelajaran drama dalam mata pelajaran bahasa Indonesia merupakan ajang

mengasah keterampilan siswa dalam menggunakan bahasa, baik secara tertulis

maupun lisan. Keterampilan bahasa tersebut adalah menyimak, membaca, berbicara,

dan menulis. Keterampilan berbicara misalnya, seperti diungkapkan Irawan, Sudiana,

dan Wendra (2014: hlm. 2) keterampilan berbicara harus dikembangkan melalui suatu

latihan. Salah satu latihan pengembangan keterampilan berbicara itu adalah bermain

drama. Dalam bermain drama, terdapat suatu kegiatan memerankan tokoh yang ada

dalam naskah drama. Pemeranan tokoh dalam drama tersebut dilakukan dengan alat

utama, yakni berupa percakapan (dialog).

Untuk dapat melatihkan keterampilan berbicara dalam kegiatan bermain

drama itu, siswa harus diperkenalkan terlebih dahulu dengan dunia pemeranan. Salah

satu cara mengenalkan siswa dengan dunia pemeranan adalah melalui kegiatan

menyimak, baik menyimak drama dalam bentuk audio maupun audio visual dengan

menggunakan media video atau menyaksikan secara langsung pertunjukan drama.

Pada bagian lain, untuk dapat melakukan pemeranan dalam drama seorang

siswa harus berlatih membaca. Kemampuan membaca teknik dapat memudahkan

siswa menyesuaikan ujaran dari bahasa tulis menjadi bahasa lisan dengan intonasi dan

ekspresi yang sesuai.

Keterampilan berbahasa dialogis ini tidak hanya menghadirkan konteks

kebahasaan tetapi juga mampu menghadirkan dunia nyata meskipun dunia nyata

tersebut muncul dari daya imajinasi dan pengalaman dalam kehidupan sehari-hari.

Keterampilan lain adalah menulis. Syukron, Subyantoro, dan Yuniawan (2016: hlm.

49) menjelaskan bahwa drama adalah karya sastra yang bertujuan menggambarkan

kehidupan dengan menyampaikan pertikaian dan emosi dengan gerak dan dialog yang

dipentaskan. Menulis naskah drama penting dilakukan peserta didik mengingat

apresiasi drama (pementasan drama) sangat membutuhkan naskah.

Dengan demikian, pembelajaran drama sudah seharusnya diarahkan pada

kegiatan pembelajaran yang akan menarik minat siswa karena menuntut aktivitas dan

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.upi.edu/31013/4/D_IND_1103323_Chapter1.pdf · pembelajaran sastra yaitu: (1) penekanan aspek penilaian; (2) bentuk tes; (3) macam

Fathullah Wajdi, 2017 PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN PROYEK BERBASIS PENILAIAN AUTENTIK DALAM PEMBELAJARAN DRAMA INDONESIA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

kreativitas siswa. Setiaji (2014: hlm. 115) menjelaskan bahwa pembelajaran drama

mempunyai peran yang penting untuk melatih peserta didik mengasah kemampuan

berekspresi dalam seni peran. Pembelajaran drama juga berfungsi untuk melatih

kepekaan karakter peserta didik dalam menghadapi setiap permasalahan yang ada.

Kegiatan memerankan tokoh dalam bermain drama dapat mengasah mental peserta

didik.

Drama merupakan salah satu genre sastra yang juga diajarkan baik pada

sekolah lanjutan maupun perguruan tinggi. Pengajaran drama di sekolah dan

perguruan tinggi di Indonesia, selama ini disinyalir masih kurang memuaskan.

Berbagai persoalan yang mempengaruhi kondisi tersebut masih berkaitan dengan

masalah lemahnya strategi pembelajaran (Marantika, 2014: hlm. 93).

Beberapa penyebab hal ini terjadi di antaranya adalah kompetensi guru dalam

pembelajaran drama sangat kurang. Marantika (2014: hlm. 93) menjelaskan bahwa

banyak pengajar yang masih belum memahami secara baik, bagaimana mengajarkan

drama. Drama hanya dimaknai sebagai sandiwara yang akan sulit diajarkan di kelas

karena berbagai kendala. Setiaji (2014: hlm. 116) menambahkan persoalan

pembelajaran drama yang lain yaitu pemberian materi yang berkaitan dengan

kemampuan memerankan tokoh drama masih kurang. Peserta didik harus mencari dan

mempraktikkan sndiri teknik-teknik bermain drama. Contoh teknik bermain peran

yang ditunjukkan oleh guru masih kurang maksimal. Model pembelajaran yang

digunakan juga masih sangat terbatas.

Metode pembelajaran tradisional yang berpusat pada guru secara dominan

membuat kreativitas siswa terbelenggu. Kurangnya kepercayaan guru terhadap daya

eksplorasi yang dimiliki siswa membuat guru lebih memilih berpusat pada

kompetensi pemahaman dan hafalan daripada pemahaman, penemuan, dan kreativitas

siswa yang dilakukan secara individu dan kelompok secara bertanggung jawab.

Hal ini senada dengan pendapat Suryatin (1999: hlm. 52-53) yang

menjelaskan bahwa terdapat tiga penyebab permasalahan pembelajaran sastra, yaitu

guru, siswa dan sarana belajar. Berkaitan dengan guru, Suryatin menjelaskan empat

faktor yang menjadi penyebabnya, yaitu (1) rendahnya minat baca guru terhadap

karya sastra; (2) kurangnya pengalaman guru dalam mempelajari teori sastra, (3)

kurangnya pengalaman guru mengapresiasi karya sastra, dan (4) keluasan cakupan

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.upi.edu/31013/4/D_IND_1103323_Chapter1.pdf · pembelajaran sastra yaitu: (1) penekanan aspek penilaian; (2) bentuk tes; (3) macam

Fathullah Wajdi, 2017 PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN PROYEK BERBASIS PENILAIAN AUTENTIK DALAM PEMBELAJARAN DRAMA INDONESIA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

kurikulum yang membuat guru kewalahan dalam mengatur waktu dengan plot waktu

yang terbatas.

Pendapat serupa juga dikemukakan Hamid (2007: hlm. 12-14) bahwa

pengajaran sastra di lembaga pendidikan formal dari hari ke hari semakin sarat

dengan berbagai persoalan di antaranya: 1) pengetahuan kemampuan dasar dalam

bidang kesusastraan para guru sangat terbatas, 2) materi kesastraan yang mereka

peroleh selama mengikuti pendidikan formal di LPTK yang sangat terbatas, 3) materi

kesastraan yang mereka peroleh selama mengikuti pendidikan formal di perguruan

tinggi (PT) sangat terbatas, 4) Materi kuliah kesastraan yang mereka peroleh lebih

bersifat teoritis, sedangkan yang mereka butuhkan di lapangan lebih bersifat praktis.

Berkaitan dengan metode yang digunakan guru dalam pembelajaran sastra

sebagai salah satu penyebab kurangnya minat siswa dalam pembelajaran tersebut,

Amarzaki (2005) menjelaskan bahwa pembelajaran sastra belum mampu membuka

mata siswa terhadap daya tarik sastra. Kalau sekadar menghafal nama pengarang,

judul karya, dan periodisasi sastra saja memang belum cukup menarik bagi siswa.

Sekadar menentukan unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik karya sastra, tanpa

mengaitkannya dengan pengalaman siswa juga belum mampu membuka mata siswa.

Sekedar membaca puisi atau menentukan rima juga belum mampu memunculkan

kreativitas pada siswa.

Waluyo (2001: hlm. 162) menguraikan pendapat yang hampir sama bahwa

penyebab dari kendala pengajaran sastra antara lain akibat faktor waktu yang kurang,

faktor fasilitas bacaan-bacaan sastra yang terlalu sedikit, faktor minat siswa terhadap

sastra kurang begitu menggembirakan, faktor kemampuan guru yang tidak berlatar

belakang disiplin ilmu bahasa dan sastra Indonesia dan faktor-faktor lain: porsi sastra

dalam evaluasi.

Harmoni (2014: hlm. 7) menjelaskan kendala atau problematika pembelajaran

drama yaitu (1) drama memerlukan waktu yang cukup lama, sementara masih banyak

kompetensi dasar (KD) yang harus dituntaskan; (2) kesulitan dalam mengatur siswa

agar mampu bekerja dalam kelompok drama; dan (3) keterbatasan media.

Berkaitan dengan penilaian, Sutrisna, Nengah, dan Arifin (2013) mengutip

pendapat Sarwiji (2005) yang menemukan bahwa kemampuan guru dalam

menyiapkan dan melakukan penilaian masih kurang dan bahkan masih banyak guru

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.upi.edu/31013/4/D_IND_1103323_Chapter1.pdf · pembelajaran sastra yaitu: (1) penekanan aspek penilaian; (2) bentuk tes; (3) macam

Fathullah Wajdi, 2017 PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN PROYEK BERBASIS PENILAIAN AUTENTIK DALAM PEMBELAJARAN DRAMA INDONESIA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

yang belum memiliki pemahaman yang memadai tentang sistem penilaian yang sesuai

dengan penerapan kurikulum yang berlaku.

Oleh karena itu, pembelajaran drama membutuhkan sebuah model

pembelajaran yang dapat menjembatani kreativitas siswa. Pembelajaran yang mampu

memberikan kepercayaan kepada siswa untuk dapat bereksplorasi secara maksimal

sehingga memperoleh kompetensi yang baik dan pengalaman belajar yang menarik

dan menantang.

Pembelajaran drama tidak hanya sebatas menikmati pertunjukan drama atau

membacakan naskah drama. Pembelajaran drama membutuhkan sebuah proses yang

integratif antara membaca, menulis, berbicara, menyimak, dan berkreasi dengan seni

peran. Drama menjadi hidup bila telah sampai pada mempertunjukan sebagai salah

satu bentuk apresiasi. Proses besar ini akan lebih bernilai dari berbagai sudut pandang

bila dilakukan dalam bentuk proyek yang terbimbing dan terencana. Bila guru hanya

mengandalkan metode pembelajaran yang mengedepankan teori, maka drama hanya

akan menjadi bahan pembelajaran bahasa yang membosankan. Model pembelajaran

yang tepat menjawab permasalahan ini adalah model pembelajaran Project Based

Learning (PJBL).

Sebelum secara khusus memaparkan PJBL, berkaitan dengan kurikulum 2013

penelitian Pujiono (2014) penting untuk mendapat perhatian. Dalam penelitianya yang

berjudul Kesiapan Guru Bahasa Indonesia SMP dalam Implementasi Kurikulum 2013

Pujiono menjelaskan bahwa hasil penilaian guru dari angket yang diberikan, yaitu: (1)

perlu diberi materi pengayaan selain buku ajar yang diberikan pemerintah, (2)

keterampilan membaca, menulis, berbicara, dan menyimak kurang proporsional

dalam Kurikulum 2013, dan (3) beberapa guru berpendapat bahwa metode dan

strategi pembelajaran tidak mudah diterapkan dalam pembelajaran. Menurut

pernyataan guru, materi pengayaan sangat dibutuhkan dalam mengimplementasikan

kurikulum 2013.

Pembelajaran PJBL merupakan pembelajaran yang sudah lama dikenal dalam

dunia pendidikan meskipun penerapannya belum secara maksimal. Pemilihan PJBL

diterapkan dalam pembelajaran drama karena pembelajaran drama menuntut

kreativitas siswa. Kreativitas siswa dapat muncul dan berlaku bila siswa diberikan

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.upi.edu/31013/4/D_IND_1103323_Chapter1.pdf · pembelajaran sastra yaitu: (1) penekanan aspek penilaian; (2) bentuk tes; (3) macam

Fathullah Wajdi, 2017 PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN PROYEK BERBASIS PENILAIAN AUTENTIK DALAM PEMBELAJARAN DRAMA INDONESIA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

kebebasan dan kepercayaan dalam berkreasi. Salah satu caranya adalah dengan

memberikan mereka sebuah proyek.

Dalam berbagai pembelajaran tertentu PJBL mencapai puncak

keberhasilannya. Sayangnya, PJBL memiliki kekurangan ketika diterapkan pada

pembelajaran yang mementingkan proses kreativitas seperti pembelajaran drama

karena PJBL masih menggunakan penilaian/evaluasi tradisional, yaitu penilaian pada

akhir pembelajaran. Hal ini seperti diungkapkan The George Lucas Educational

Foundation (2003) bahwa penilaian dalam PJBL dilakukan terhadap hasil kerja siswa

dalam proyeknya. Penilaian dilakukan untuk mengukur ketercapaian kompetensi

siswa dengan melihat hasil akhir. Sebagai sebuah proyek, penilaian proses sangat

dibutuhkan untuk memantau perkembangan dan hasil kinerja siswa pada setiap

tahapan proyek. Dengan demikian, dibutuhkan pengembangan pada pembelajaran ini

dengan mengintegrasikan penilaian autentik di dalamnya.

Penilaian autentik diharapkan mampu menjadi pemecah persoalan

pembelajaran sastra khususnya drama dalam kaitannya dengan penilaian.

Sebagaimana yang disampaikan Masruroh (2016) bahwa terdapat persoalan penilaian

pembelajaran sastra yaitu: (1) penekanan aspek penilaian; (2) bentuk tes; (3) macam

tes; dan (4) ketidakseimbangan jumlah soal dengan materi yang dikandung dalam

pembelajaran bahasa dan sastra.

Penilaian merupakan bagian yang sangat penting dalam proses pembelajaran.

Sebuah bagian dari mata rantai pendidikan. Jika mata rantai ini terlepas atau tidak

berfungsi sebagaimana mestinya, akan berdampak pada pembelajaran dan pendidikan

dengan hasil tidak sempurna. Di antara hasil itu adalah tidak terukurnya kompetensi

siswa dengan jelas dan berkeadilan. Hasil penilaian hanya akan menghasilkan angka-

angka yang memiliki makna sesaat sebagai sebuah proses administratif semata.

Penilaian berarti proses menilai sesuatu dan menilai itu mengandung arti

mengambil keputusan terhadap sesuatu dengan mendasarkan diri atau berpegang pada

ukuran baik atau buruk, sehat atau sakit, pandai atau bodoh, dan sebagainya. Jadi

penilaian itu sifatnya kualitatif (Sudijono, 2007, hlm. 4-5).

Assessment is central to teaching and learning. The assessment information is

needed to make informed decisions regarding students’ learning abilities, their

placement in appropriate levels and their achievement (Fook dan Sidhu, 2010, hal. 1).

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.upi.edu/31013/4/D_IND_1103323_Chapter1.pdf · pembelajaran sastra yaitu: (1) penekanan aspek penilaian; (2) bentuk tes; (3) macam

Fathullah Wajdi, 2017 PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN PROYEK BERBASIS PENILAIAN AUTENTIK DALAM PEMBELAJARAN DRAMA INDONESIA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Penilaian merupakan bagian yang sangat penting dalam kegiatan pembelajaran.

Informasi penilaian diperlukan untuk membuat keputusan mengenai kemampuan

belajar siswa, penempatan mereka pada tingkatan yang tepat. Penilaian juga

dibutuhkan sebagai gambaran perkembangan prestasi siswa dalam belajar.

Fook dan Sidhu (2010, hlm. 1) sepakat dengan pendapat Sadler (2005) yang

menjelaskan bahwa penilaian mengacu pada pembuatan evaluasi terhadap kinerja

keseluruhan siswa dan menghasilkan asumsi tentang pembelajaran mereka

serta produk kebijakan pendidikan, yang meliputi kualitas atau prestasi dalam tugas-

tugas seperti tes, proyek, laporan dan pemeriksaan. Di sisi lain, keberhasilan penilaian

apapun bergantung pada seleksi yang efektif dan penggunaan prosedur

serta interpretasi yang tepat dari kinerja siswa. Dengan demikian, prosedur penilaian

juga membantu dalam mengevaluasi kesesuaian dan efektivitas kurikulum,

metodologi pengajaran dan bahan ajar.

Penilaian tidak hanya berdampak sementara dan hanya pada siswa, penilaian

dapat menjadi penentu keberlanjutan sebuah proses pembelajaran bahkan kualitas

pendidikan di sebuah negara. Kebijakan-kebijakan pemerintah dalam dunia

pendidikan pun dapat didasarkan pada hasil penilaian. Penilaian bagi siswa

merupakan sebuah reward atau funishment yang akan menjadi tolak ukur keberhasilan

belajar mereka. Oleh karena itu, dibutuhkan instrumen penilaian yang tepat sesuai

dengan karakteristik pembelajaran tertentu.

Sudjono (2007, hlm. 4) mengontraskan penilaian dengan pengukuran sebagai

bagian dari evaluasi. Pengukuran diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan untuk

mengukur sesuatu. Mengukur pada hakikatnya adalah membandingkan sesuatu

dengan atau atas dasar ukuran tertentu. Pengukuran yang bersifat kuantitatif itu dapat

dibedakan menjadi tiga macam, yaitu (1) pengukuran yang dilakukan bukan untuk

menguji sesuatu; (2) pengukuran yang dilakukan untuk menguji sesuatu; dan (3)

pengukuran untuk menilai, yang dilakukan dengan jalan menguji sesuatu.

Penilaian (kualitatif) dapat menjadi lebih sempurna bila didukung dengan

pengukuran (kuantitatif) yang tepat dan terukur. Pengukuran menjadi bahan

pertimbangan dan penilaian menjadi keputusannya. Evaluasi menggabungkan antara

pengukuran dan penilaian.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.upi.edu/31013/4/D_IND_1103323_Chapter1.pdf · pembelajaran sastra yaitu: (1) penekanan aspek penilaian; (2) bentuk tes; (3) macam

Fathullah Wajdi, 2017 PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN PROYEK BERBASIS PENILAIAN AUTENTIK DALAM PEMBELAJARAN DRAMA INDONESIA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Penilaian sebagai salah satu tolak ukur dan indikator keberhasilan

pembelajaran dirasa sangat penting dan berpengaruh pada pembelajaran. Penilaian

tidak sekadar berfungsi sebagai perhitungan hasil akhir dari sebuah pembelajaran,

yang lebih penting adalah penilaian merupakan proses yang melekat erat dalam proses

pembelajaran. Nurgiantoro (2010: hlm. 3) menjelaskan bahwa penilaian merupakan

suatu kegiatan yang tidak mungkin dipisahkan dari kegiatan pembelajaran secara

umum. Semua kegiatan pembelajaran harus selalu diikuti atau disertai dengan

kegiatan penilaian.

Faktanya, proses penilaian yang diharapkan itu jauh dari harapan. Salah

satunya adalah pada pembelajaran sastra. Penilaian dalam pembelajaran sastra di

sekolah menemui kendala-kendala yang sebenarnya bersifat klasik. Penilaian dalam

pembelajaran sastra dilakukan oleh guru dengan cara dan instrumen yang sama

dengan pembelajaran lain. Penilaian dengan mengandalkan bentuk-bentuk tes dan

instrumen tes yang tidak mengindikasikan kompetensi bersastra siswa. Misalnya,

penilaian pembelajaran sastra dilakukan dengan instrumen soal pilihan ganda atau

bentuk soal lain yang mengedepankan aspek kognitif saja yang dilakukan pada akhir

pembelajaran.

Berikut ini beberapa instrumen tes (soal) pembelajaran drama yang pernah

diujikan dalam kegiatan penilaian.

Sari : Tidak, memang keluargaku keluarga miskin, kok. Tetapi sekarang ini aku

bisa memenuhi segala keinginanku. (Sari berjalan ke depan meninggalkan

teman-temannya dua langkah). Sekarang, apa saja yang aku inginkan, pasti

terlaksana.

Nani : Huh, sombong sekali kamu sekarang, Sari!

Sari : Kamu nggak percaya?

Nani : (mencibirkan bibir dan menggelengkan kepala) Sama sekali aku tidak

percaya!

Sari : Kalau begitu akan aku buktikan sekarang.

Ita : Ya, Sari. Buktikan sekarang juga!

Konflik pada kutipan drama tersebut adalah…

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.upi.edu/31013/4/D_IND_1103323_Chapter1.pdf · pembelajaran sastra yaitu: (1) penekanan aspek penilaian; (2) bentuk tes; (3) macam

Fathullah Wajdi, 2017 PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN PROYEK BERBASIS PENILAIAN AUTENTIK DALAM PEMBELAJARAN DRAMA INDONESIA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

A. Kepedulian Nani kepada Sari

B. Perasaan iri Nani terhadap Sari

C. Ketidakpercayaan Nani kepada Sari

D. Kesombongan Nani yang berlebihan

(Soal Ujian Nasional tahun 2015)

Beberapa pola pertanyaan berkaitan dengan drama sebagai berikut:

a. Siapakah tokoh utama dalam kutipan drama tersebut?

b. Bagaimana perwatakan tokoh x dalam kutipan dram tersebut?

c. Unsur intrinsik yang paling dominan dalam kutipan drama tersebut adalah…

Bentuk instrumen tes seperti ini sangat mudah dan sering kita jumpai

digunakan dalam pembelajaran drama sebagai pengujian pada awal pembelajaran

(pretest), dalam setiap menyelesaikan pokok bahasan (ulangan harian), dalam

pertengahan semester (ujian tengah semester), dan pada akhir pembelajaran (ujian

akhir semester). Jenis soal ini, bagaimanapun modifikasinya untuk memahami

kompetensi keterampilan siswa dalam bersastra, semua tetap saja didasarkan pada

pengetahuan siswa tentang sastra dan bukan kemampuan siswa dalam bersastra.

Pembelajaran sastra sering dikaitkan dengan dunia potongan-potongan teks.

Jenis instrumen tes dengan menggunakan soal pilihan ganda seperti ini tidak

sepenuhnya salah. Kesalahan terjadi ketika tidak adanya kombinasi tes yang mampu

mengidentifikasi kompetensi siswa secara berkeadilan dan menyeluruh sehingga

setiap aktivitas perkembangan siswa dapat dipantau melalui instrumen-instrumen

penilaian ini. Yang lebih penting lagi adalah memberikan pengalaman belajar yang

nyata, real, dan apa adanya namun kinerja dan aktivitas siswa dapat dihargai dengan

memberikan penilaian autentik.

Kaitannya dengan implementasi kurikulum 2013, Pujiono (2014, hlm. 258)

menjelaskan bahwa terdapat beberapa guru yang berpendapat bahwa evaluasi dan

ketuntasan belajar tidak mudah dipahami oleh guru sesuai dengan hasil angket,

sehingga perlu dikaji lebih lanjut atau dilakukan sosialisasi lanjutan kepada para guru

bahasa Indonesia SMP (khususnya di Kulonprogo). Evaluasi yang dilakukan oleh

guru seharusnya berbasis autentik. Artinya, guru harus melihat kemampuan siswa

secara langsung berdasarkan kemampuannya selama proses pembelajaran.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.upi.edu/31013/4/D_IND_1103323_Chapter1.pdf · pembelajaran sastra yaitu: (1) penekanan aspek penilaian; (2) bentuk tes; (3) macam

Fathullah Wajdi, 2017 PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN PROYEK BERBASIS PENILAIAN AUTENTIK DALAM PEMBELAJARAN DRAMA INDONESIA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Permasalahan ini diperparah dengan kenyataan guru-guru pembelajaran sastra

atau guru mata pelajaran Bahasa Indonesia yang sangat kurang memahami jenis

penilaian ideal yang mengedepankan keterampilan dan kompetensi sastra.

Berdasarkan survai dan wawancara prapenelitian yang dilakukan peneliti pada lebih

dari 30 orang guru mata pelajaran bahasa Indonesia di Kota Serang disimpulkan

bahwa hanya sebagian kecil guru yang memahami berbagai model pembelajaran dan

model penilaian yang tepat digunakan dalam pembelajaran drama. Itupun dengan

berbagai keluhan dalam penerapannya. Secara rinci beberapa penyebab permasalahan

tersebut di antaranya:

a. Guru bahasa Indonesia kurang memiliki kompetensi bersastra.

b. Guru bahasa Indonesia tidak memiliki kualifikasi pendidikan yang sesuai dengan

mata pelajaran yang diampu.

c. Guru bahasa Indonesia lebih mengedepankan pembelajaran bahasa.

d. Guru bahasa Indonesia tidak atau kurang memahami penilaian yang

mengidentifikasikan keberhasilan pembelajaran sastra.

e. Guru bahasa Indonesia terbiasa mengabaikan dan menghindari pembelajaran

sastra.

f. Guru bahasa Indonesia tidak memahami strategi pembelajaran sastra dengan baik

atau tidak mau memilih menggunakan metode atau strategi pembelajaran yang

tepat dan sesuai dengan kompetensi bersastra.

Permasalahan lain yang berdampak pada minimnya kualitas pembelajaran

sastra seperti dijelaskan Soedjarwo (2004, hlm. 6) bahwa hubungan antara ilmuwan

sastra di perguruan tinggi dengan dunia penciptaan dan dunia penikmatan sastra terasa

kurang akrab. Ilmuwan sastra lebih banyak disibukkan dengan dunia sendiri dengan

buku-buku teks dan berbagai teori sastra. Di perguruan tinggi sastra terkadang terlalu

“diilmiahkan” sehingga menjadi terpisahkan dari hakikatnya sebagai karya seni.

Komunikasi dengan golongan pencipta dan penikmat menjadi tidak lancar karena

ilmuwan sastra menggunakan idiom-idiom yang tidak dapat dipahami oleh dua

golongan lain. Pendekatan ilmiah akademis terhadap karya sastra kadang

mengesampingkan hakikat sastra sebagai karya seni. Sastra lebih banyak dianalisis

berdasarkan teori tertentu, sedangkan penikmatan dan penghayatan atas karya sastra

itu sendiri dikesampingkan.

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.upi.edu/31013/4/D_IND_1103323_Chapter1.pdf · pembelajaran sastra yaitu: (1) penekanan aspek penilaian; (2) bentuk tes; (3) macam

Fathullah Wajdi, 2017 PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN PROYEK BERBASIS PENILAIAN AUTENTIK DALAM PEMBELAJARAN DRAMA INDONESIA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Hal ini sedikit demi sedikit berdampak pada lulusan perguruan tinggi yang

menjadi guru mata pelajaran Bahasa Indonesia di sekolah. Guru yang sudah terbiasa

terkonsep kesusastraannya dengan “keilmiahan” tadi, mengajarkan sastra sebagai

pengetahuan untuk dihafalkan menjelang ujian akhir sekolah.

Kusmalina (2010, hlm. viii) dalam penelitiannya berjudul “Pembelajaran

Bermain Drama dengan Terknik Sinektik” menjelaskan bahwa sampai saat ini

pembelajaran sastra, drama khususnya belum begitu menarik. Pembelajaran sastra di

lembaga sekolah masih minim dan kurang atraktif. Dari beberapa sekolah yang

peneliti ketahui masih ada beberapa guru bahasa Indonesia yang meminta siswa

menulis naskah drama tanpa menunjukkan contoh naskah drama yang benar, teori-

teori sastra tidak diajarkan kepada siswa. Namun, guru meminta siswa mementaskan

sebuah drama tanpa memberikan pendampingan yang semestinya dilakukan.

Selain itu, permasalahan pembelajaran sastra, khususnya pembelajaran drama,

juga terjadi pada proses penilaian. Permasalahan terjadi pada cara guru menilai dan

instrumen peniaian yang digunakan. Hal ini tentu saja berdampak pada pembelajaran

drama yang tidak dapat diukur keberhasilannya, khuusnya dalam mengukur

peningkatan kompetensi siswa. Oleh karena itu, dibutuhkan sebuah alternatif

penilaian yang tidak hanya menyelesakan masalah penilaian kompetensi bersastra

tetapi juga menyelesaikan permasalahan pembelajaran sastra di sekolah. Penilaian

yang tepat sebagai solusi permasalahan ini adalah penilaian autentik (Authentic

Assessment) yang diintegrasikan ke dalam proses pembelajaran sehingga

menghasilkan sebuah model Pembelajaran Proyek Berbasis Penilaian Autentik.

Hasil survei sederhana di beberapa SMP Kota Serang menunjukkan

kompleksitas permasalahan tersebut. Berikut hasil survey tersebut.

a. Dari 15 guru yang ditanya tentang jenis penilaian yang berorientasi pada proses

pembelajaran hanya dua orang guru yang memahami penilaian tersebut;

b. Dari 15 orang guru yang ditanya tentang jenis penilaian yang digunakan dalam

pembelajaran sastra, 11 orang guru yang menjawab selalu menggunakan penilaian

dengan tes dan pada akhir pembelajaran dengan mengandalkan lembar kerja siswa

(LKS);

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.upi.edu/31013/4/D_IND_1103323_Chapter1.pdf · pembelajaran sastra yaitu: (1) penekanan aspek penilaian; (2) bentuk tes; (3) macam

Fathullah Wajdi, 2017 PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN PROYEK BERBASIS PENILAIAN AUTENTIK DALAM PEMBELAJARAN DRAMA INDONESIA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

c. Dari 15 guru yang ditanya tentang penilaian autentik hanya 1 orang guru yang

menjawab memahami jenis penilaian tersebut, sisanya hanya mengenal secara

sekilas;

d. Dari 15 guru yang ditanya penggunaan penilaian autentik dalam pembelajaran

sastra, hanya 1 orang guru yang menerapkannya, itupun kadang-kadang saja;

e. Dari 15 guru yang ditanya tentang keikutsertaan mereka pada pelatihan berkaitan

dengan contextual teaching and learninhg (CTL) yang di dalamnya penilaian

autentik menjadi salah satu pilarnya, hampir 100% menjawab telah mengikuti

namun ketika dikontraskan dengan pemahaman mereka tentang penilaian autentik,

mereka berpendapat bahwa pelatihan seperti itu hanya bersifat teoretis yang

kemudian diabaikan;

f. Dari 15 guru yang ditanya tentang permasalahan yang mereka hadapi dalam

melakukan pembelajaran sastra, 11 orang menyinggung permasalahan

ketidaksiapan dalam mempersiapkan pembelajaran sastra khususnya drama,

terutama masalah waktu dan kesibukan, 3 orang di antaranya menyinggung

masalah penguasaan materi-materi sastra yang dipraktikkan, sisanya menjawab

tidak memiliki masalah yang berarti;

Dengan demikian, dapat ditarik beberapa permasalahan umum yang muncul

dalam pembelajaran drama, yaitu (1) rendahnya kompetensi guru dalam pembelajaran

sastra dan penilaian; (2) rendahnya kualitas proses pembelajaran dan penilaian; dan

(3) masalah kepraktisan pembelajaran. Permasalahan ini berdampak pada masalah (4)

rendahnya kompetensi siswa dalam berdrama. Guru dihadapkan pada kenyataan

bahwa dirinya pada dasarnya tidak memiliki kompetensi membelajarkan siswa dalam

berdrama terutama menjadi model praktik, guru masih terikat dengan cara atau model

penilaian tradisional yang mengedepankan ranah pengetahuan dan dilakukan pada

akhir pembelajaran, dan guru tidak memiliki waktu untuk mempersiapkan

administrasi pembelajaran sastra yang baik serta mempraktikannya. Jadi, pusaran

masalah pembelajaran drama di SMP Rintian K-13 Kota Serang adalah pada proses

pembelajaran yang berbelit dan proses penilaian yang tidak tepat. Pembelajaran

drama membutuhkan sebuah formula pembelajaran sekaligus penilaian sastra yang

praktis, yaitu pembelajaran drama yang direncanakan dengan baik, dilaksanakan

dengan tahapan yang tepat, dan dievaluasi dengan penilaian autentik.

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.upi.edu/31013/4/D_IND_1103323_Chapter1.pdf · pembelajaran sastra yaitu: (1) penekanan aspek penilaian; (2) bentuk tes; (3) macam

Fathullah Wajdi, 2017 PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN PROYEK BERBASIS PENILAIAN AUTENTIK DALAM PEMBELAJARAN DRAMA INDONESIA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Penerapan penilaian autentik dalam pembelajaran membutuhkan keseriusan

dan keberlanjutan yang baik dari seorang guru. Penilaian autentik dalam

pelaksanaanya tidak semudah yang dibayangkan. Oleh karena itu, dibutuhkan model

atau desain pembelajaran yang mempu menjadi penopang penilaian ini dan

sebaliknya.

Pembelajaran sastra khususnya drama dengan dasar dialog lebih

mengedepankan aspek keterampilan dan kreativitas baik secara individu maupun

kerja sama dalam kelompok. Pembelajaran drama sangat sesuai dan tepat

menggunakan model pembelajaran Proyek Berbasis Penilaian Autentik. Dengan

model pembelajaran ini keterampilan dan kreativitas siswa dalam bersastra khususnya

drama dapat terasah dan terlatih dengan baik. Di samping itu, kegiatan pembelajaran

dapat dipantau perkembangannya dengan penilaian autentik yang tepat serta

memberikan penilaian yang berkeadilan.

B. Rumusan Masalah Penelitian

Pembelajaran sastra sesuai dengan genre yang dikembangkan dalam

kurikulum terdiri atas pembelajaran keterampilan berpuisi (menyimak, berbicara,

membaca, dan menulis puisi lama dan kontemporer), pembelajaran keterampilan

prosa (menyimak, berbicara, membaca, dan menulis cerpen, novel, dan hikayat), dan

pembelajaran keterampilan berdrama (menyimak, berbicara, membaca, dan menulis

drama). Dari tiga genre tersebut, pembelajaran drama menempati pembelajaran

keterampilan bersastra yang paling jarang dan sulit diajarkan.

Pembelajaran drama menuntut guru dan siswa terlibat secara emosional bukan

hanya sekadar sebagai sebuah proses pembelajaran namun dapat pula berupa

penggarapan sebuah proyek. Guru harus menjadi orang yang serba bisa dalam

berbagai bagian drama meskipun dapat pula dibantu dengan media-media yang dapat

mendukung pelaksanaan pembelajaran.

Pembelajaran drama tidak hanya mengajarkan tentang seni peran dan

keterampilan menggunakan bahasa percakapan dan bernilai sastra, pembelajaran

drama juga mengajarkan tentang memahami perilaku, karakter, budaya, dan cermin

kehidupan masyarakat. Pembelajaran drama memberikan kesempatan siswa berpikir

menerjemahkan kata-kata dalam teks untuk memahami perilaku-perilaku perorangan

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.upi.edu/31013/4/D_IND_1103323_Chapter1.pdf · pembelajaran sastra yaitu: (1) penekanan aspek penilaian; (2) bentuk tes; (3) macam

Fathullah Wajdi, 2017 PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN PROYEK BERBASIS PENILAIAN AUTENTIK DALAM PEMBELAJARAN DRAMA INDONESIA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

atau sosial. Pembelajaran drama menuntut keseriusan dan waktu yang lebih banyak

dibandingkan pembelajaran lain. Oleh karena itu, penelitian ini akan memprioritaskan

masalah pembelajaran drama sebagai masalah yang harus ditemukan pemecahannya

segera.

Masalah umum yang menjadi pertanyaan penelitian ini adalah bagaimana

pengembangan model pembelajaran Proyek Berbasis Penilaian Autentik dalam

pembelajaran drama di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Rintisan Kurikulum 2013

Kota Serang. Permasalahan tersebut dirinci menjadi sebagai berikut:

1. Bagaimana profil pembelajaran drama Indonesia di Sekolah Menengah Pertama

(SMP) Rintisan Kurikulum 2013 Kota Serang?

2. Bagaimana pengembangan purwarupa model pembelajaran Proyek Berbasis

Penilaian Autentik pada pembelajaran drama di Sekolah Menengah Pertama

(SMP) Rintisan Kurikulum 2013 Kota Serang?

3. Bagaimana efektivitas hasil pengembangan model pembelajaran Proyek Berbasis

Penilaian Autentik dalam pembelajaran drama di Sekolah Menengah Pertama

(SMP) Rintisan Kurikulum 2013?

C. Tujuan Penelitian

Begitu pentingnya nilai seorang siswa sampai berbagai cara akan dilakukan

untuk mendapatkan hasil istimewa. Alangkah tragisnya apabila ternyata nilai yang

diharap-harap itu, dalam proses penilaiannya dilakukan dengan ukuran, standar,

patokan, cara, dan instrumen yang tidak jelas dan tidak tepat. Ditambah lagi dengan

pembelajaran drama yang berfokus pada pengetahuan dan jauh dari pengalaman

belajar yang mengedepankan kompetensi keterampilan. Tentu saja penilaian yang

dilakukan pun akan tidak jauh dari apa yang dilakukan dalam pembelajaran, sekadar

pengetahuan. Parahnya lagi, penilaian hanya dilakukan satu kali yaitu pada akhir

pembelajaran sebagai keputusan berupa angka-angka yang tidak berdasar kuat dan

tidak berkeadilan.

Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk menemukan formula solusi atas

masalah-masalah pembelajaran drama dan penilaiannya khususnya pada satuan

pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) Rintisan Kurikulum 2013 dengan

masalah-masalah eksternal dan internal yang dimilikinya. Selain itu, penelitian ini

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.upi.edu/31013/4/D_IND_1103323_Chapter1.pdf · pembelajaran sastra yaitu: (1) penekanan aspek penilaian; (2) bentuk tes; (3) macam

Fathullah Wajdi, 2017 PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN PROYEK BERBASIS PENILAIAN AUTENTIK DALAM PEMBELAJARAN DRAMA INDONESIA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

bertujuan memberikan pengembangan aplikatif dan praktis model pembelajaran

sekaligus bentuk penilaian yang memiliki validitas baik dan berkeadilan yang akan

digunakan guru dalam memberikan pengalaman belajar berdrama yang baik bagi

siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) Rintisan Kurikulum 2013.

Secara khusus, penelitian ini bertujuan mengembangkan model pembelajaran

Proyek Berbasis Penilaian Autentik dalam pembelajaran drama di Sekolah Menengah

Pertama (SMP) Rintisan Kurikulum 2013 Kota Serang dan menjelaskan hasil

implementasi pengembangan model pembelajaran tersebut kaitannya dengan

peningkatan kompetensi keterampilan siswa sehingga model layak dan handal untuk

digunakan guru dalam pembelajaran.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat secara teoretis dan praktis. Secara

teoritis penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu bentuk pengembangan ilmu

pengetahuan. Sumbangannya berupa fakta-fakta ilmiah yang terkandung di dalamnya

yang dapat dijadikan landasan bagi pengembangan pengetahuan yang sama.

Secara khusus penelitian ini menyumbangkan temuan teoretis tentang

pengembangan suatu pembelajaran dengan bagian penting dari pembelajaran itu

sendiri, yaitu penilaian. Penilaian autentik sebagai bagian pembelajaran diharapkan

dapat menjadi basis penting yang mengarahkan proses pembelajaran yang bermakna

dan berkeadilan.

Penelitian ini diharapkan akan menjadi jawaban cara menghilangkan

kesenjangan antara pembelajaran sastra, khususnya pembelajaran drama dan penilaian

yang digunakan dalam penilaian tersebut dengan menggunakan model pembelajaran

Proyek Berbasis Penilaian Autentik.

Penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat secara praktis bagi:

a. Guru

Target pelaksana hasil penelitian ini adalah guru, khususnya guru bahasa

Indonesia. Kemudahan dalam menjalankan tugasnya sebagai pendidik tentu menjadi

sebuah kepuasan tersendiri bagi seorang guru. Penelitian ini diharapkan mampu

menjembatani guru dengan segala aktivitas pendidikan yang rumit itu dengan

perkembangan kompetensi siswa.

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.upi.edu/31013/4/D_IND_1103323_Chapter1.pdf · pembelajaran sastra yaitu: (1) penekanan aspek penilaian; (2) bentuk tes; (3) macam

Fathullah Wajdi, 2017 PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN PROYEK BERBASIS PENILAIAN AUTENTIK DALAM PEMBELAJARAN DRAMA INDONESIA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan guru sebagai pedoman praktis,

pengembangan pembelajaran di kelas sastra dengan pembelajaran yang bermakna,

dan melakukan pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik materi pembelajaran

dan penilaian yang berstandar, berpatokan, dan berkeadilan sekaligus memanfaatkan

penilaian tersebut sebagai bagian penting dalam pembelajaran.

b. Siswa

Bila guru adalah target pelaksanaan hasil penelitian dalam pembelajaran maka

siswa adalah target hasil pelaksanaan pembelajaran berupa kompetensi-kompetensi

unggul. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang seluas-luasnya

bagi siswa. Dengan guru yang memiliki kemampuan unggul dalam melakukan

pembelajaran dan penilaian tentu akan berdampak baik pada siswa.

Penerapan model pembelajaran Proyek Berbasis Penilaian Autentik dalam

pembelajaran drama akan membuat siswa selalu aktif terlibat dalam kegiatan

pembelajaran. Siswa akan mengalami pembelajaran yang tidak terpaku pada

pemahaman akan teori-teori. Pengalaman belajar yang berpusat pada siswa (student

centered learning) akan membuat siswa merasa tertantang, termotivasi, dan memiliki

kreativitas lebih.

Tertantang, dikatakan demikian karena siswa akan tertantang dengan kegiatan-

kegiatan pengalaman belajar dengan bimbingan guru secara berkelanjutan dan

menunjukkan perkembangan mereka dalam suatu kompetensi. Siswa menjadi

termotivasi dengan pembelajaran yang di dalamnya diterapkan penilaian autentik

karena setiap penilaian yang dilakukan pada awal, proses, dan akhir kegiatan

pembelajaran memiliki rincian penilaian yang jelas dan terukur. Dengan

diterapkannya model Pembelajaran Proyek Berbasis Penilaian Autentik diharapkan

siswa menjadi lebih kreatif dalam belajar dan bukan sekadar “mengugurkan

kewajiban”. Kreativitas siswa ini dipicu oleh landasan berpijak pembelajaran PJBL

yang memberikan kepercayaan kepada siswa untuk melakukan proses pembelajaran

secara maksimal dan penilaian autentik yang bersifat konstruktif dan mengukur semua

kemampuan siswa sekaligus melibatkan siswa dalam pembelajaran yang bermakna.

Dalam bidang studi Bahasa Indonesia pada tingkat SMP, hasil penelitian ini

akan memberikan kontribusi perubahan paradigma yang besar bahwa kurikulum 2013

dengan pembelajaran berbasis teks itu tidak selalu dilaksanakan secara kaku

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.upi.edu/31013/4/D_IND_1103323_Chapter1.pdf · pembelajaran sastra yaitu: (1) penekanan aspek penilaian; (2) bentuk tes; (3) macam

Fathullah Wajdi, 2017 PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN PROYEK BERBASIS PENILAIAN AUTENTIK DALAM PEMBELAJARAN DRAMA INDONESIA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

mengikuti petunjuk dalam buku teks. Hasil penelitian ini akan dapat dengan mudah

diterapkan dalam pembelajaran drama dan pembelajaran sastra lainnya. Dengan

demikian, pembelajaran sastra menjadi sama penting dengan pembelajaran berbahasa

bahkan bisa menjadi pedukung yang sangat kuat.

Seiring dengan diterapkannya kurikulum 2013 yang merupakan

penyempurnaan dari kurikulum sebelumnya terutama dalam standar proses, penelitian

ini memberikan jawaban atas tantangan kurikulum tersebut yaitu penerapan proses

belajar yang kompetitif dengan penilaian autentik sebagai penilaian patokan yang

digunakan guru. Bahkan, model ini mampu mewarnai dan menyempurnakan

implementasi kurikululm tersebut.

Pemerintah akan dipermudah menjalankan kebijakan tersebut dengan hasil

penelitian ini karena masalah terbesar dalam penerapan kebijakan adalah pelaksana di

lapangan, yaitu guru. Guru, dengan segala kesibukannya, sering menemui kendala

dalam menerapkan kebijakan pemerintah di bidang pendidikan. Pembelajaran

berbasis proyek dan penilaian autentik misalnya. Guru membutuhkan sesuatu yang

praktis (plug on) tanpa harus mempersiapkan berbagai hal berkaitan dengan

administrasi dan pelaksanaan pembelajaran sekaligus juga mempersiapkan instrumen

penilaian. Hasil penelitian ini akan memudahkan guru melakukan pembelajaran

sekaligus menerapkan penilaian autentik.

E. Defenisi Operasional

1. Model Pembelajaran Proyek Berbasis Penilaian Autentik

Penyingkatan Project Based Learning secara teoretis adalah PJBL. Dalam

penelitian ini singkatan tersebut ditambahkan huruf J setelah huruf P. Hal ini

dilakukan untuk membedakan project based leraning dengan model lain, yaitu

problem based learning yang juga disingkat menjadi PBL. Pada model hasil

pengembangan selanjutnya PJBL diambil intinya yaitu pembelajaran proyek.

a. Konstruksi

Model pembelajaran Proyek Berbasis Penilaian Autentik memiliki konstruk

atau struktur yang terdiri dari: (1) rasional; (2) tujuan; (3) prinsip dasar; (4) dampak

instruksional dan pengiring; (5) sintaks; dan (6) rencana pelaksanaan pembelajaran

(RPP).

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.upi.edu/31013/4/D_IND_1103323_Chapter1.pdf · pembelajaran sastra yaitu: (1) penekanan aspek penilaian; (2) bentuk tes; (3) macam

Fathullah Wajdi, 2017 PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN PROYEK BERBASIS PENILAIAN AUTENTIK DALAM PEMBELAJARAN DRAMA INDONESIA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

b. Langkah-Langkah Model

Langkah I: Pertanyaan pada awal pembelajaran bersamaan guru melakukan

peilaian dengan menggunakan rubrik penilaian autentik berupa rubrik sikap yang

berkaitan dengan motivasi belajar siswa.

Langkah II: Perencanaan proyek, keberhasilan siswa merencanakan kegiatan

diukur dengan parameter yang terdapat dalam rubrik penilaian autentik berupa rubrik

bekerja dalam keompok dan rubrik ketepatan perencanaan proyek.

Langkah III: Penjadwalan tahap kegiatan proyek, guru melakukan kontrol

ketepatan penjadwalan dengan menggunakan rubrik penilaian autentik berupa rubrik

ketepatan penjadwalan kegiatan dan presentasi rencana kegiatan.

Langkah IV: pengawasan proyek berjalan, guru melakukan pengawasan

proyek dengan instrument pantauan berupa rubrik penilaian autentik, yaitu rubrik

bekerja dalam kelompok.

Langkah V: penilaian pertunjukan drama dengan menggunakan rubrik

penilaian autentik berupa rubrik pementasan/pertunjukan drama.

Langkah VI: evaluasi proyek dengan menggunakan rubrik penilaian autentik

penilaian diri (self assessment).

c. Parameter

Parameter yang digunakan dalam implementasi model pembelajaran proyek

yaitu parameter uji coba dan implementasi model pembelajaran proyek dan parameter

penilaian autentik.

2. Pembelajaran Drama Indonesia

Pembelajaran drama yang dilakukan dalam penelitian dengan membelajarkan

siswa dalam keterampilan membaca naskah, memahami dan menghayati karakter

tokoh yang akan diperankan, berlatih berbicara dan berperan, bekerja dalam

kelompok untuk mempersiapkan pertunjukan, dan mengapresiasi drama.

a. Unsur-Unsur Drama

Unsur drama terdiri dari tema, alur dan pengaluran, tokoh dan penokohan,

latar (ruang dan waktu), dialog, dan perlengkapan drama.

b. Persiapan Pementasan Drama

Kegiatan pembelajaran drama dalam proses menyiapkan pementasan atau

pertunjukan yaitu: (1) latihan teknik dalam (penghayatan peran); dan (2) latihan

Page 18: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.upi.edu/31013/4/D_IND_1103323_Chapter1.pdf · pembelajaran sastra yaitu: (1) penekanan aspek penilaian; (2) bentuk tes; (3) macam

Fathullah Wajdi, 2017 PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN PROYEK BERBASIS PENILAIAN AUTENTIK DALAM PEMBELAJARAN DRAMA INDONESIA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

teknik luar (komunikasi peran). Latihan-latihan dalam bagian pembelajaran ini

sebagian dilakukan pada jam pelajaran ekstra mengingat kuota waktu pembelajaran di

kelas sangat kurang.

F. Struktur Organisasi Disertasi

Struktur organisasi disertasi ini sebagai berikut.

Bab I Pendahuluan

Pada bagian ini penulis menguraikan berbagai fakta empris yang

melatarbelakangi penelitian. Fakta-fakta negatif berkaitan dengan pelaksanaan

pembelajaran drama dan proses penilaiannya. Rendahnya kualitas pembelajaran

drama ditunjukkan dengan tidak tercapainya kompetensi yang diharapkan. Selain itu,

instrumen penilaian yang digunakan tidak ajeg dan tidak mampu mewakili setiap

bagian dalam pembelajaran drama.

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, penulis merumuskan

permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini, tujuan, dan manfaatnya.

Perumusan masalah didasarkan pada prosedur penelitian yang digunakan, yaitu

metode penelitian research and development (R&D). Pada bagian ini juga dijelaskan

defenisi operasional dan struktur organisasi penulisan.

Bab II Project Based Learning (PJBL), Penilaian Autentik, dan Pembelajaran

Drama

Pada bab II ini peneulis menguraikan teori-teori yang mendasari penelitian.

Teori-teori tersebut yaitu (1) teori model pembelajaran yang menguraikan tentang

ihwal pembelajaran dan jenis-jenis model pembelajaran, (2) teori yang berkaitan

dengan project based learning (PJBL) yang secara khusus menjelaskan tahapan-

tahapan pembelajaran yang diakukan di dalamnya, (3) teori penilaian autentik yang

menguraikan secara detil pengertian, jenis, proses pengembangannya, validitas dan

acuan kriteria, dan konteks pembelajaran berorientasi penilaian autentik, (4) teori

drama dan pembelajaran drama, dan (5) penelitian terdahulu yang relevan dengan

PJBL, penilaian autentik, dan pembelajaran drama. Pada bagian akhir bab ini juga

dijelskan kerangka pemikiran dan hipotesis penelitian.

Page 19: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.upi.edu/31013/4/D_IND_1103323_Chapter1.pdf · pembelajaran sastra yaitu: (1) penekanan aspek penilaian; (2) bentuk tes; (3) macam

Fathullah Wajdi, 2017 PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN PROYEK BERBASIS PENILAIAN AUTENTIK DALAM PEMBELAJARAN DRAMA INDONESIA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Bab III Metode Penelitian

Bagian-bagian bab ini, yaitu (1) desain penelitian, desain yang digunakan

dalam penelitian ini yaitu research and development (R&D), (2) partisipan dan tempat

penelitian yang menguraikan tentang pihak-pihak yang terlibat dalam penelitian dan

lokasi penelitian, (3) populasi dan sampel, bagian ini menjelaskan populasi dan

sampel sekolah dan jumlah siswa yang menjadi objek penelitian, (4) intrumen

penelitian yang digunakan, (5) prosedur penelitian, dan (6) analisis data.

Bab IV Proses Pengembangan Model Pembelajaran

Proses pengembangan model pembelajaran diawali dengan (1) menyususn

profil pembelajaran drama terlangsung yang dilanjutkan dengan (2) rasionalisasi

model didasarkan pada fakta permasalahan pembelajaran drama di lapangan. Langkah

selanjutnya yaitu (3) proses pengembangan model pembelajaran, yaitu membuat

desain model pembelajaran yang diharapkan menjadi pemecahan masalah

pembelajaran drama hingga menghasilkan (4) model hipotetik yang akan mengalami

(6) proses uji coba model dan (7) proses uji validasi model. Bagian akhir bab ini yaitu

(8) menguraikan hasil uji kelayakan dan gambaran perbaikan model.

Bab V Temuan dan Pembahasan

Bagian ini merupakan bagian yang menjelaskan hasil penelitian yang

didasarkan pada permaslaahan yang telah dirumuskan sebelumnya. Bagian ini terdiri

atas (1) Profil Pembelajaran Drama, (2) Pengembangan Model Pembelajaran, (3)

Efektivitas Implementasi Model Pembelajaran, dan (4) model akhir (produk jadi)

model Pembelajaran Proyek Berbasis Penilaian Autentik.

Bab VI Simpulan, Implikasi, dan Rekomendasi

Bab ini berisi simpulan, implikasi, dan rekomendasi penelitian. Simpulan

menguraikan tentang hasil akhir pembahsan didasarkan pada permasalahan. Implikasi

menjelaskan dampak yang ditimbulkan secara positif dari hasil penelitian ini.

Terakhir, rekomendasi berisi saran-saran penulis kepada pihak-pihak tertentu sekait

dengan hasil penelitian ini.

Page 20: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.upi.edu/31013/4/D_IND_1103323_Chapter1.pdf · pembelajaran sastra yaitu: (1) penekanan aspek penilaian; (2) bentuk tes; (3) macam

Fathullah Wajdi, 2017 PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN PROYEK BERBASIS PENILAIAN AUTENTIK DALAM PEMBELAJARAN DRAMA INDONESIA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu