bab i pendahuluan a. latar belakang...

12
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Remaja adalah masa peralihan anak-anak ke masa dewasa, dengan rentang usia berkisar antara 12 -20 tahun. 1 Meskipun pendangan mengenai usia masa remaja ini berragam tergantung dari pemahaman parah ahli. Pada masa ini, remaja mengalami suatu peralihan dari lingkungan keluarga ke lingkungan teman sebaya sampai akhirnya mampu berdiri sendiri sebagai manusia dewasa. 2 Dalam masa remaja, remaja berusaha untuk keluar dari lingkungan keluarga dan berusaha untuk masuk ke dalam lingkungan sosial sehingga mempengharui pola sikap. Peralihan masa anak-anak ke masa dewasa pada usia remaja diikuti oleh perubahan sikap dan tingkah laku. Misalnya, terjadi pergeseran perilaku remaja dari lingkungan keluarga ke lingkungan teman sebaya. Kondisi ini sebetulnya normal namun beresiko. 3 Maksudnya, jika pengaruh yang diterima itu bersifat positif, maka remaja akan mengadopsi perilaku positif seperti bersaing secara sehat untuk mendapatkan prestasi dalam pendidikan sebaliknya jika tekanan yang diberikan negatif remaja tersebut akan mengadopsi sifat yang negatif seperti membolos sekolah, merokok, mencuri, menggunakan obat-obatan terlarang dan mengkonsumsi minuman beralkohol, tawuran dan sebagainya yang sering dikategorikan sebagai kenakalan remaja. Penulis lebih memfokuskan kepada anak usia 15-20 tahun, dikarenakan pada tahap ini remaja sudah mulai berupaya 1 John W. Santrock, Adolescence Perkembangan Remaja (Jakarta : Erlangga, 2003), 49 2 Kathryn Geldard dan David Geldard, Konseling Remaja- Pendekatan Proaktif untuk Anak Muda, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2011), 5 3 Kathryn Geldardan dan David Geldard, Konseling Remaja, 66

Upload: phungdieu

Post on 09-Mar-2019

218 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahanrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12402/1/T2_752014005_BAB I.pdf · secara . nominal/harfiah muncul dari kata ... Karena itu

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Permasalahan

Remaja adalah masa peralihan anak-anak ke masa dewasa, dengan rentang

usia berkisar antara 12 -20 tahun.1 Meskipun pendangan mengenai usia masa

remaja ini berragam tergantung dari pemahaman parah ahli. Pada masa ini, remaja

mengalami suatu peralihan dari lingkungan keluarga ke lingkungan teman sebaya

sampai akhirnya mampu berdiri sendiri sebagai manusia dewasa.2 Dalam masa

remaja, remaja berusaha untuk keluar dari lingkungan keluarga dan berusaha

untuk masuk ke dalam lingkungan sosial sehingga mempengharui pola sikap.

Peralihan masa anak-anak ke masa dewasa pada usia remaja diikuti oleh

perubahan sikap dan tingkah laku. Misalnya, terjadi pergeseran perilaku remaja

dari lingkungan keluarga ke lingkungan teman sebaya. Kondisi ini sebetulnya

normal namun beresiko.3 Maksudnya, jika pengaruh yang diterima itu bersifat

positif, maka remaja akan mengadopsi perilaku positif seperti bersaing secara

sehat untuk mendapatkan prestasi dalam pendidikan sebaliknya jika tekanan yang

diberikan negatif remaja tersebut akan mengadopsi sifat yang negatif seperti

membolos sekolah, merokok, mencuri, menggunakan obat-obatan terlarang dan

mengkonsumsi minuman beralkohol, tawuran dan sebagainya yang sering

dikategorikan sebagai kenakalan remaja. Penulis lebih memfokuskan kepada anak

usia 15-20 tahun, dikarenakan pada tahap ini remaja sudah mulai berupaya

1John W. Santrock, Adolescence – Perkembangan Remaja (Jakarta : Erlangga, 2003), 49

2Kathryn Geldard dan David Geldard, Konseling Remaja- Pendekatan Proaktif untuk

Anak Muda, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2011), 5 3 Kathryn Geldardan dan David Geldard, Konseling Remaja, 66

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahanrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12402/1/T2_752014005_BAB I.pdf · secara . nominal/harfiah muncul dari kata ... Karena itu

2

berpikir mandiri dan terlepas dari orang tua, sedangkan pada usia yang

sebelumnya remaja masih ada dalam pengawasan dan lindungan orang tua.

Menurut Jean Piaget usia 11 tahun sampai dewasa merupakan kategori usia

dengan periode operasi berpikir formal.4 Di dalam proses periode ini, kekuatan

baru kognitif mereka bisa mengarah kepada idealisme dan utopianisme yang

mengejutkan. Idealisme berasal dari kata ide yang artinya adalah dunia di dalam

jiwa (Plato), jadi pandangan ini lebih menekankan hal-hal bersifat ide, dan

merendahkan hal-hal yang materi dan fisik, sedangkan Utopianisme dari kata

utopia yang berarti khayalan. Pikiran idealistik dan utopis seperti itu membawa di

dalamnya sejenis egosentrime baru dalam perilaku remaja. Egosentrisme mengacu

pada ketidakmampuan untuk membedakan perspektifnya sendiri dari perspektif

orang lain. Mereka bermimpi tentang masa depan yang menakjubkan atau

mentransformasi dunia lewat ide-ide tanpa berusaha menguji pikiran-pikiran

mereka di dalam realitas. Dalam masa-masa pertumbuhan mencari jati diri, tahap

perkembangan ini memperlihatkan masa transisi yang berdampak luar biasa

terhadap moralitas remaja. Kondisi remaja yang sementara labil ini memicu

berbagai masalah kenakalan remaja.5 Masalah kenakalan remaja sering

menimbulkan kecemasan sosial, sebab profil remaja dalam gambaran masyarakat

luas adalah menjadi agen-agen penggerak perubahan. Karena itu diperlukan usaha

untuk mengatasi kenakalan remaja. Menghasilkan remaja sebagai agen-agen

perubahan yang produktif hanya dapat diperoleh melalui suatu proses pendidikan.

4 Bnd., Jean Piaget dalam William Crain, Teori Perkembangan: Konsep dan Aplikasi,

(Yogjakarta: Pustaka Pelajar, 2007), 2012-2014 5 Istilah kenakalan remaja berasal dari kata dasar “nakal” (bahasa jawa), yang secara

nominal/harfiah muncul dari kata “ana nakal” artinya “ada akal atau timbul akalnya”. Seseorang

anak kecil yang mulai timbul akal/pikirannya memiliki semangat ingin tahu yang besar untuk

menirukan, lihat, Ary H. Gunawan, Sosiologi Pendidikan: Suatu Analisis Sosiologis Tentang

Pelbagai Problem Pendidikan, ( Jakarta: Rineka Cipta, 2000), 88

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahanrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12402/1/T2_752014005_BAB I.pdf · secara . nominal/harfiah muncul dari kata ... Karena itu

3

Pendidikan merupakan proses memanusiakan manusia secara manusiawi,

dalam rangka memanusiakan manusia, pendidikan tidak hanya terpusat pada

kemampuan otak (aspek kognitif), melainkan juga soft skill dan hard skill. Soft

skill adalah kemampuan mengembangkan diri. Sedangkan hard skil adalah

bagaimana pengetahuan dan kemampuan taktis berperan. Dari pemahaman

tersebut menurut penulis, pendidikaan dapat memberdayakan manusia,

memanfaatkan kemampuannya secara kreatif dan inofatif. Ada berbagai cara yang

dapat dilakukan untuk memberdayakan manusia baik melalui keluarga, masyrakat

dan sekolah. Dalam konteks penelitian ini maka Pendidikan Agama Kristen

menjadi suatu pendekatan dalam pembentukan spiritual remaja sebagai salah satu

komponen karakter.

Sejalan dengan pemahaman tersebut, dalam bukunya Nuhamara menambahkan

tentang elemen-elemen yang ada dalam pendidikan agama Kristen, yang berbeda

dengan pendidikan lainnya:6

Pertama, harus dikatakan bahwa PAK adalah suatu usaha pendidikan. Oleh karena

itu, merupakan usaha yang sadar, sistematis, dan berkesinambungan, apapun

bentuknya. Kedua PAK merupakan dimensi yang khusus yakni dalam dimensi

religius manusia. Ketiga PAK menunjuk kepada persekutuan iman yang

melakukan tugas pendidikan agamawi, yakni persekutuan iman kristen. Keempat

PAK sebagai usaha pendidikan bagaimanapun juga memiliki hakikat politis.

Karena itu PAK juga turut berpantisipasi dalam hakiakat politik pendidikan secara

umum. Artinya PAK tidak hanya ada interverensi dalam kehidupan individual

seseorang di bidang kerohanian saja, tetapi juga mempengharui cara dan sikap

mereka ketika menjalani kehidupan dalam konteks masyrakatnya.

6 Danial Nuhamara. Pembimbing PAK Pendidikan Agama Kristen (Jawa Barat: Jurnal

infp Media,2007), 23-25

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahanrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12402/1/T2_752014005_BAB I.pdf · secara . nominal/harfiah muncul dari kata ... Karena itu

4

Dari pemahaman tersebut menurut penulis Pendidikan Agama Kristen adalah

usaha yang terrencana yang dilakukan untuk membawa remaja dalam pengenalan

kepada Tuhan sebagai proses pembentukan spiritual remaja sebagai komponen

karakter.

Dalam rangka pembentukan spiritual remaja sebagai komponen karakter

diperlukan pendekatan Pendidikan Agama Kristen (PAK). Ada beberapa

pendekatan PAK yang diungkapkan oleh para ahli antara lain Pendekatan

keluarga menurut Bushnell, pendekatan sosialisasi menurut Coe dan Marthaler,

pendekatan Iman Jmeaat menurut Ellis Nelson, pendekatan komunitas iman

jemaat menurut Westheroof III, dan pendekatan satu tubuh oleh L.O Richards.

Kata spiritual memiliki akar kata spirit yang berarti roh. Kata ini berasal

dari bahasa Latin, spiritus, yang berarti napas. Selain itu kata spiritus dapat

mengandung arti sebuah bentuk alkohol yang dimurnikan. Sehingga spiritual

dapat diartikan sebagai sesuatu yang murni. Spiritual menurut Johnston, yang

dikutip oleh Engel diartikan sebagai nilai diri. Spritual atau nilai diri memampukan

orang mengasihi sesamanya seperti dirinya sendiri dimulai dari dirinya.

Maksudnya ialah orang harus bisa mengasihi dan menghargai dirinya sendiri jika

dia mau mencintai dan menghargai orang lain.7

Dengan spiritual yang dimiliki, seseorang harus menghormati diri sendiri

dan mau mengakui dirinya. Spiritual mempunyai tiga sumber nilai, yaitu nilai

kreatif, nilai pengalaman, dan nilai sikap. Nilai Kreatif adalah apa yang dapat

diberikan kepada dunia melalui dimensi spritual. Nilai pengalaman adalah apa

yang dapat individu terima dari dunia melalui dimensi spritual. Sedangkan nilai

sikap adalah kesadaran untuk mengubah sikap seseorang terhadap keadaan yang

7 Dalam Jacob Daan Engel, Nilai Dasar Logo Konseling, (Yogjakarta: Kanisius, 2014), iii

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahanrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12402/1/T2_752014005_BAB I.pdf · secara . nominal/harfiah muncul dari kata ... Karena itu

5

akan berubah melalui dimensi spritual.8 Yang paling penting dari spiritual adalah

penghargaan akan diri dan nilai diri. Healthy self-esteem atau nilai diri

mempunyai pandangan yang seimbang dan akurat mengenai dirinya, menghormati

kemampuan diri tetapi juga mengakui kelemahannya serta rasa hormat dari dan

kepada orang lain.9 Menurut Branden, harga diri adalah kepercayaan diri

(keyakinan kapasitas pribadi) dan perasaan nilai pribadi yang didalamnya

terkandung nilai spiritual. Setiap orang di satu sisi mempunyai kemampuan

menghadapi tantangan hidup, untuk memahami dan memecahkan masalah; disisi

lain haknya secara spiritual untuk mencapai kebahagiaan, menghormati, dan

membela kepentingan serta kebutuhannya sendiri.10

Roh bisa diartikan sebagai

energi kehidupan, yang membuat kita dapat hidup, bernapas dan bergerak.

Spiritual berarti pula segala sesuatu di luar tubuh fisik kita, termasuk pikiran,

perasaan, dan karakter kita (Prijosaksono & Erningpraja, 2003).

Berdasarkan pemaparan di atas, maka spiritual adalah energi kehidupan

yang memampukan seseorang untuk bisa berkembang berdasarkan kemampuan

yang dimilikinya tetapi juga berkembang dari kelemahan yang ada padanya

menjadi yang lebih baik. Berkembangnya pribadi seseorang secara khusus remaja,

mempuyai pengaharu yang besar dalam kehidupannya yang secara langsung dapat

dilihat melalui karakternya ketika berada di lingkungan masyarakat.

Menurut LiveSley karakter biasanya digunakan untuk merujuk kepada

aspek kepribadian yang diasumsikan menjadi produk pembelajaran dan interaksi

dengan lingkungan.11

Remaja yang dibentuk karakternya berdasarkan

8 Jacob Daan Engel, Nilai Dasar Logo Konseling, 2

9 Jacob Daan Engel, Nilai Dasar Logo Konseling, 6

10 Jacob Daan Engel, Nilai Dasar Logo Konseling ,8

11 Shirley, M. N (2003) A character in research of character, pp 2, januari 2003

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahanrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12402/1/T2_752014005_BAB I.pdf · secara . nominal/harfiah muncul dari kata ... Karena itu

6

pembelajaran yang diterimnaya melalui keluarga dan sekolah akan dengan mudah

berinteraksi dengan baik ketika berada di lingkungan masyarakat. Kestabilan

hidup seseorang bergantung kepada karakter yang dimilikinya, karena melalui

karakter seorang individu bisa semakin matang, bertangungjawab dan produktif.

Sejalan dengan pemikirannya, Lumiak berpendapat karakter merupakan sesuatu

yang dapat membedakan individu dengan orang lain. Dengan kata lain karakter

merupakan sesuatu yang khas dalam diri seseorang yang dapat membedakan diri

dengan orang lain.12

Hal ini terjadi dikarenakan masing-masing individu memiliki

kebiasaan dan keinginan yang berbeda-beda, kemudian kebiasan dan keinginan ini

terus ada dalam diri tanpa disadari oleh individu tersebut bhakan terkadang justru

individu larut didalamnya dan hanya orang lain yang bisa menilai hal tersebut.

Menurut Lickona, karakter berkaitan dengan moral knonwing, moral felling, dan

moral behavior. Berdasarkan ketiga komponen ini dapat dinyatakan bahwa

karakter yang baik didukung oleh pengetahuan tentang kebaikan, keinginan untuk

berbuat baik, dan melakukan perbuatan kebaikan begitupun sebaliknya jikalau

karakter yang ditunjukan kurang baik maka dapat dikatakan bahwa pengetahuan,

keinginan dan tindakan kita untuk berbuat baik kurang.

Berdasarkan pemaparan tersebut maka dapat dikatakan karakter adalah ciri

dari diri kita yang kita tampakan ketika berinteraksi dengan diri kita sendiri,

keluarga kita bahkan masyrakat yang ada di lingkungan kita di dalam keseharian

kita. Pemahaman karakter sejalan dengan pemikiran tersebut, maka spiritual

sebagai komponen bahkan sebagai inti karakter, dalam pemahaman Eka

Damamputra dia terwujud dalam 5 dimensi: yaitu: Dimensi kepercayaan (belief),

Dimensi praktis, Dimensi pengalaman (experience), Dimensi pengetahuan

12

Lumiak (2011) INTERNATIONAL JOURNAL OF SOCIAL SCIENCES AND HUMANITY STUDIES Vol 3, No 2, 24

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahanrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12402/1/T2_752014005_BAB I.pdf · secara . nominal/harfiah muncul dari kata ... Karena itu

7

(knowledge), Dimensi etis. Idealnya sebuah kehidupan spiritualitas yang baik dan

dewasa adalah bila ke 5 dimensi tersebut berkembang secara seimbang. Sama

seperti perkembangan kehidupan manusia. Seorang dikatakan dewasa dan matang,

tentu bukan semata-mata karena ciri-ciri fisiknya (sudah tumbuh tinggi besar,

keluar jenggotnya, suara yang membesar dsb), tetapi juga akan diukur dari

kematangan emosionalnya, kearifannya, dan perilakunya. Oleh karena itu

pembangunan spiritualitas tidak bisa hanya menekankan satu aspek saja. Kelima

dimensi spiritualitas itu harus mendapatkan perhatian yang sama. dalam

pembentukan karakter yang menjadi ciri dari setiap individu kadang terjadi

kendala yang timbul dikarenakan masalah-masalah yang ada pada diri remaja itu

sendiri, keluarganya bahakan lingkungan tempat dia berada. Kendala-kendala

tersebut nampak dalam keseharian para remaja yang ada di lingkungan ini.

Masalah pembentukan spiritual sebagai inti karakter secara konseptual dan

praksis terjadi juga pada remaja di GPM Jemaat Rehoboth Ambon. Masalah

pembentukan spiritual sebagai inti dan karakter yang ada pada remaja sangat

nampak dalam keseharian remaja Batu Gantong Dalam GPM Jemaat Rehoboth.

Dalam hal ini penulis memilih GPM Jemaat Rehoboth dikarena pada jemaat

tersebut terdapat satu lingkungan yang memiliki tingkat kenakalan remaja yang

sangat tinggi dibandingkan lingkungan – lingkungan lain yang ada di Kota

Ambon pada umumnya. Pada tahun 2013 dan 2014 tingkat tawuran yang

disebabkan atau melibatkan oleh remaja Batu Gantong Dalam ialah sebesar 35x

tawuran baik dalam komplex maupun diluar komplex bahkan di sekolah tempat

mereka berada. Data ini diperoleh dari salah satu sumber di kepolisian Perigi

Lima Ambon.

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahanrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12402/1/T2_752014005_BAB I.pdf · secara . nominal/harfiah muncul dari kata ... Karena itu

8

Kurangnya keinginan untuk meningkatkan pembentukan karakter yang

positif nampak dari perilaku keseharian para remaja, dimana remaja yang

merupakan generasi penerus bangsa yang seharusnya mewarisi nilai-nilai yang

baik dan kemudian mempraktekan perilaku tersebut dalam keseharian mereka

tampaknya tidak berjalan dengan baik di lingkungan ini. Remaja-remaja yang ada

di Batu Gantong Dalam, di dalam melakukan aktifitas kesehariannya sering

terlibat dengan perilaku yang negatif dan mengancam dirinya tetapi juga orang-

orang yang ada di sekitarnya. Tindakan-tindakan yang membahayakan ini antara

lain, para remaja cenderung terlibat dalam perkelahian baik individu maupun

kelompok (tawuran), suka minum-minuman keras (miras), judi, pemalakan, seks

bebas, balapan liar, bahkan narkoba tidak terlepas pisahkan dari kehidupan remaja

yang ada di lingkungan ini.

Dalam pergaulan sehari-hari dengan teman-teman, kita sering duduk di depan

jalan sambil minum minuman keras, kadang juga kita minum setelah pulang dari balapan

atau sebelum pergi tauran, maklumlah kak, kalo tidak minum nanti di cap banci,

mkananya biar tidak kuat minum ya minum aja13

.

Pergaulan sehari-hari kita itu sering ikut balapan liar pada waktu malam bahkan

terkadang sampai pulang pagi, dan karena pulang pagi itu yang buat samapai malas pergi

ibadah minggu, karena kita sering balapan sampai pagi, kalo tidak pergi kan nanti kurang

teman dan kurang gaul.

Berdasarkan pemaparan hasil wawancara di atas nampak bahwa pengaruh

dari teman-teman sanggat kuat dang mempengharui mereka dalam pergaulannya.

Padahal selain tindakan yang negatif ini, remaja batu gantung mempunyai

kemampuan dalam pengembangan diri mereka berdasarkan bakat yang ada pada

mereka. Kemampuan melukis, bermain bola dan juga tarian juga tidak terpisahkan

dari diri mereka. Yang menjadi masalah ialah mereka lebih sering melakukan

perilaku yang negatif dibandingkan melakukan tindakan-tindakan yang positif

yang bisa membanggakan diri mereka, keluarga bahkan lingkungan mereka.

13

Hasil wawancara dengan AS pada tanggal 14 desember 2014

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahanrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12402/1/T2_752014005_BAB I.pdf · secara . nominal/harfiah muncul dari kata ... Karena itu

9

Dalam keseharian saya juga sering terlibat dalam perkelahian (tawuran), karena kalau

saya tidak ikut dalam hal tersebut berarti nanti teman-teman dan kaka-kaka akan

mengejek saya.14

Dalam pergaulan yang ada di lingkungan ini, yang sering menjadi

subjek ejekan ya mereka-mereka yang tidak pernah ikut-ikutan kalo ada tawuran. Selain

itu kalo soal balap liar, saya dan teman-teman ikut karena disana itu banyak orang dan

bisa dikenal oleh mereka semua.15

Dalam hasil wawancara di atas nampak jelas bahwa pembentukan karakter

dari remaja juga dipengharui oleh lingkungan sekitar, baik lingkungan rumah,

lingkungan pergaulan atau juga lingkungan masyrakat.

Berdasarkan pemaparan data di atas, maka karakter remaja yang mau

diteliti disini adalah spiritual sebagai salah satu komponen dari karakter. Penulis

melihat pentingnya pendidikan dalam pembentukan karakter remaja, sehingga

penulis tertarik untuk meneliti dan menulis hal ini lebih lanjut dalam kajian tesis:

PENDEKATAN PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN (PAK) TERHADAP

PEMBENTUKAN SPIRITUAL SEBAGAI KOMPONEN KARAKTER

REMAJA DI GPM JEMAAT REHOBOT BATU GANTONG DALAM

B. Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka perumusan masalah ialah

sebagai berikut:

Bagaimana Pendekatan Pendidikan Agama Kristen Terhadap Pembentukan

Spiritual Sebagai Komponen Karakter Remaja Batu Gantong Dalam.

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan dan menganalisis Pendekatan

Pendidikan Agama Kristen Terhadap Pembentukan Spiritual Sebagai Komponen

Karakter Remaja Batu Gantong Dalam Ambon

14

Hasil wawancara dengan PB, pada tanggal 14 desember 2014. 15

Hasil wawancara dengan LB, pada tanggal 16 desember 2014.

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahanrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12402/1/T2_752014005_BAB I.pdf · secara . nominal/harfiah muncul dari kata ... Karena itu

10

D. Signifikasi Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian tersebut diatas, maka penulis mengharapkan bahwa

hasil penelitian ini dapat berguna sebagai berikut:

1. Memberikan sebuah pemahaman tentang pentingnya karakter bagi remaja,

dalam menjalani kehidupannya terkhusus bagi remaja Batu Gantong Dalam.

2. Memberikan sumbangan pemikiran bagi Magister Sosiologi Agama

Universitas Kristn Satya Wacana dalam mengembangkan pembelajaan

spiritualitas Kristen dalam pengembangan karakter.

E. Metodologi Penelitian

Pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif.

Pendekatan kualitatif bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa

yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi,

tindakan dan lain–lain secara holistik.16

Pendekatan kualitatif menghasilkan

data deskripsi berupa kata-kata, gambar dan bukan angka-angka. Dapat juga

berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat

diamati.17

Sedangkan teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini

yaitu:

a) teknik Wawancara.

Wawancara bertujuan untuk mencoba mendapatkan keterangan secara

lisan dari seorang respondent, dengan bercakap-cakap berhadapan muka

dengan responden. Wawancara ini pun bermaksud mengumpulkan

16 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Edisi Revisi). Bandung: PT.Remaja

Rosdakarya, 2002, 6.

17

Robert C. Bogdan & Sari Bikien, Quality Research for Education: An Introduction to

Theory and Mathods, (Boston: Allyn and Bacon, 1985), 5.

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahanrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12402/1/T2_752014005_BAB I.pdf · secara . nominal/harfiah muncul dari kata ... Karena itu

11

keterangan tentang kehidupan manusia dalam suatu masyarakat serta

pendirian-pendirian mereka.18

b) Observasi

Observasi adalah pengamatan dan pencatatan yang sistematis terhadap

gejala-gejala yang diteliti. Jenis observasi yang dipakai yaitu observasi

partisipasi dimana pihak yang melaksanakan observasi terlibat langsung

secara aktif dalam objek yang diteliti.

c) Studi Pustaka

Studi kepustkaan bermanfaat untuk menyusun landasan teoritis yang

akan menjadi tolak ukur untuk menganalisa hasil interpretasi data

peneletian lapangan. Hal ini berhubungan dengan beberapa teori yang

dipakai untuk mengkaji hasil penelitian.penulis juga mengunakan teori

dari Branden, harga diri adalah kepercayaan diri (keyakinan kapasitas

pribadi) dan perasaan nilai pribadi yang didalamnya terkandung nilai

spiritual. menurutnya Setiap orang di satu sisi mempunyai kemampuan

menghadapi tantangan hidup, untuk memahami dan memecahkan masalah;

disisi lain haknya secara spiritual untuk mencapai kebahagiaan,

menghormati, dan membela kepentingan serta kebutuhannya sendiri19

.

Tempat penelitian yang penulis pilih adalah GPM Jemaat Rehoboth Batu

Gantong Dalam klasis Pulau Ambon. Penulis memilih lokasi tersebut

karena telah melakukan pra penelitian terkait dengan pembentukan

spiritual sebagai komponen karakter

18

Koentjaraningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat, (Jakarta: Gramedia, 1981),

162 19

Jacob Daan Engel, Nilai Dasar Logo Konseling, (Yogjakarta: Kanisius, 2014), 8

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahanrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12402/1/T2_752014005_BAB I.pdf · secara . nominal/harfiah muncul dari kata ... Karena itu

12

G. Sistematika Penulisan

Penulisan tesis ini terdiri dari 4 bab, bab pertama terdiri dari pendahuluan

menguraikan tentang, latar belakang rumusan masalah, tujuan penelitian,

signifikansi penulisan, metodologi penelitian, lokasi penelitian, dan sistematika

penelitian. Bab dua yang meliputi defenisi tentang PAK, spiritual remaja yang

meliputi pendekatan – pendekatan PAK, area perkembangan spritual remaja,

faktor pembentukan spiritual remaja sebagai komponen karakter. Bab tiga ini

berisi tentang hasil penelitian dan pembahasan yang meliputi deskripsi dan

analisis serta saran-saran berupa kontribusi dan rekomendasi untuk penelitian

lanjutan. Bab empat berisi penutup yang meliputi kesimpulan berupa temuan-

temuan dari hasil penelitian, pembahasn dan saran tentang hasil penelitian.