bab i pendahuluan a. latar belakang masalahdigilib.uinsgd.ac.id/12836/4/4_bab1.pdf · pada setiap...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Diterapkannya otonomi daerah di Indonesia bertujuan untuk menjadikan
penyelenggaraan pemerintahan di daerah lebih baik dan lebih terorganisir.
Pelaksanaan otonomi daerah menitik beratkan kepada daerah kabupaten dan
daerah kota dimulai dengan adanya penyerahan kewenangan dari pemerintah
pusat ke pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan ke
pemerintah pusat ke pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai
dengan peraturan perundang-undangan. Dikeluarkannya Undang-Undang 23
Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah sebagai pengganti dari Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004, dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004
tentang Perimbangan Keungan Pusat dan Daerah maka tentu saja mekanisme
pengelolaan pemerintahaan khususnya bagi daerah akan mengalami
perubahan-perubahan yang mendasar. Diterapkannya otonomi daerah tentu
saja akan menimbulkan penyerahaan berbagai kewenangan dari pemerintah
pusat kepada pemerintahan daerah dan disertai pula dengan penyerahan dan
pengalihan pembiayaan. Salah satu sumber pembiayaan yang paling penting
pada setiap daerah yakni Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan terdapat
komponen penerimaan yang berasal dari pajak daerah.
Pajak menurut Undang-Undang Nomor 16 tahun 2009 tentang
perubahan keempat atas Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang
2
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan pada pasal 1 ayat (1) berbunyi,
pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi
atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak
mendapatkan imbalan secara lanngsung dan digunakan untuk keperluan
Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Pajak Daerah merupakan salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah
yang dipungut dari masyarakat tanpa mendapatkan imbalan langsung. Hal ini
sesuai dengan UU No.28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah yang mengungkapkan bahwa Pajak Daerah adalah iuran wajib yang
dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan
langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai
penyelenggaraan daerah dan pembangunan daerah. Dengan menggali serta
meningkatkan potensi pajak daerah yang ada di daerah tersebut, maka PAD
nantinya dapat digunakan untuk pembangunan serta meningkatkan
kesejahteraan rakyat.
Terdapat perbedaan antara pajak daerah provinsi dan daerah
kabupaten/kota. Menurut UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah, Daerah Provinsi memiliki 5 jenis pajak daerah, yaitu : (1)
Pajak Kendaraan Bermotor, (2) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, (3)
Pajak Atas Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, (4) Pajak Air Permukaan, dan
(5) Pajak Rokok. Sedangkan jenis pajak yang dipungut oleh daerah
kabupaten/kota ada 11 jenis pajak, yaitu : (1) Pajak Hotel, (2) Pajak Restoran,
3
(3) Pajak Hiburan, (4) Pajak Reklame, (5) Pajak Penerangan Jalan, (6) Pajak
Mineral Bukan Logam dan Batuan, (7) Pajak Parkir, (8) Pajak Air Tanah, (9)
Pajak Sarang Burung Walet, (10) Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan
Perkotaan, (11) Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan.
Salah satu pajak daerah yang mempunyai potensi menjanjikan dan
semakin berkembang pesat di daerah pariwisata adalah pajak hotel.
Berdasarkan Undang-Undang No 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah, yang merupakan penyempurnaan Undang-Undang No 34
tahun 2004 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, dijelaskan bahwa
pajak hotel adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh hotel serta
mencakup seluruh persewaan di hotel.
Menurut UU No. 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah, yang dimaksud dengan Hotel adalah Fasilitas penyedia jasa
penginapan/peristirahatan termasuk jasa terkait lainnya dengan dipungut
bayaran, yang mencakup juga motel, losmen, gubuk pariwisata, wisma
pariwisata, pesanggrahan, rumah penginapan dan sejenisnya, serta rumah kos
dengan jumlah kamar lebih dari 10 (sepuluh). Sedangkan yang dimaksud
Pajak Hotel adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh hotel.
Sama halnya dengan daerah lain di Indonesia, Kabupaten Pangandaran
merupakan salah satu daerah yang diberi hak otonomi daerah untuk mengatur
rumah tangganya sendiri guna melaksanakan pembangunan. Kabupaten
Pangandaran merupakan daerah otonomi baru yang sebelumnya masih
4
menjadi bagian dari Kabupaten Ciamis dan menjadi daerah otonomi baru pada
tahun 2012. Dengan menjadi daerah otonomi baru, Kabupaten Pangandaran
diharapkan mampu mengelola dan memaksimalkan potensi sumber daya yang
ada di daerah untuk kelangsungan dan kemajuannya. Potensi sumber ekonomi
di Kabupaten Pangandaran apabila terus dikembangkan dan ditingkatkan,
nantinya akan mampu meningkatkan citra daerah, sehingga mampu
memaksimalkan PAD. Salah satu upayanya adalah dengan memaksimalkan
dan meningkatkan pajak daerah.
Potensi terbesar yang dimiliki Kabupaten Pangandaran adalah Pariwisata
baik objek wisata pantai maupun sungai. Terdapat banyak objek wisata favorit
baik oleh turis mancanegara maupun domestik. Objek wisata yang terdapat di
Kabupaten Pangandaran yaitu: pantai Pangandaran, taman wisata alam (cagar
alam pananjung), pantai batu hiu, pantai batu karas, pantai madasari, pantai
karapyak, dan wisata sungai yaitu cukang taneuh (green canyon), citumang,
santirah. Selain potensi pariwisatanya Kabupaten Pangandaran juga memiliki
beberapa potensi yang cukup potensial diantaranya yakni bidang pertanian,
perikanan, peternakan dan kehutanan.
Berdasarkan data dari Badan Pengelolaan Keuangan Daerah Kabupaten
Pangandaran (BPKD) Pendapatan Asli Daerah dan Penerimaan pajak daerah
Kabupaten Pangandaran adalah sebagai berikut:
5
Tabel 1.1
Laporan Realisasi Pendapatan Asli Daerah
Kabupaten Pangandaran Tahun Anggaran 2014-2016
Angka dalam ribuan rupiah
Uraian
Tahun Anggaran
2014 2015 2016
Anggara
n Realisasi Anggaran Realisasi Anggaran Realisasi
Pendapa
tan Asli
Daerah
46.323.541 32.473.189 64.521.332 64.506.110 75.926.442 66.385.348
Pendapat
an Pajak
Daerah
16.665.863 20.548.972 26.675.511 28.98.603 32.851.650 29.249.250
Hasil
Retribusi
Daerah
28.055.469 8.314.419 26.501.508 13.053.102 16.964.444 10.034.702
Lain-lain
Pendapat
an Asli
Daerah
yang sah
1.602.209 3.609.798 11.344.313 23.154.405 26.110.348 27.101.396
Sumber: Badan Pengelolaan Keuangan Daerah Kab. Pangandaran (diolah),
2017
Dari Tabel 1.1 diatas dapat dilihat bahwa prosentase realisasi terhadap
target Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Pangandaran dari tahun 2014-2016
adalah sebagai berikut: tahun 2014 (70%), tahun 2015 (100%), tahun 2016
(87%). Dari prosentase tersebut dapat dilihat bahwa pada tahun 2014 dan 2016
realisasi PAD tidak mencapai target yang telah ditargetkan. Selanjutnya, Pajak
Daerah memiliki kontribusi yang paling besar terhadap Pendapatan Asli
Daerah dimana jumlah Pendapatan Pajak Daerah dari tahun 2014-2016
mengalami kenaikan, data ini juga mengindikasikan bahwa Pajak Daerah
merupakan sektor potensial yang ada di Kabupaten Pangandaran dan
6
merupakan sumber pendapatan untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah
Kabupaten Pangandaran.
Tabel 1.2
Penerimaan Pajak Daerah
Kabupaten Pangandaran Tahun Anggaran 2014-2016
Jenis
Pajak
Tahun Anggaran (Rp)
2014 2015 2016 Jumlah
penerimaan
Pajak
Hotel 3.812.378.845 4.841.453.357 5.950.588.620
14.604.420.822
Pajak
Restoran 832.564.125 1.750.901.837 1.906.861.027
4.490.326.989
Pajak
Hiburan 11.660.000 25.181.800 134.886.200
171.728.000
Pajak
Reklame 653.841.854 620.416.246 775.717.507
2049975607
Pajak
Penerangan
Jalan
7.201.629.444 9.091.497.491 9.928.686.223 26.221.813.158
Pajak
Mineral 32.650.000 40.100.000 35.025.000
107.775.000
Pajak
Parkir 8.815.200 11.570.300 20.789.475
41.174.975
Pajak Air
Tanah 52.899.208 85.836.948 70.613.534
209.349.690
Pajak
Bumi dan
Bangunan
6.983.433.431 7.641.859.474 8.351.017.576 22.976.310.481
BPHTB 964.303.439 4.189.785.869 2.075.065.337 7.229.154.645
Sumber : Badan Pengelolaan Keuangan Daerah Kab. Pangandaran (diolah),
2017
Tabel 1.2 menggambarkan berbagai jenis pajak yang ada di Kabupaten
Pangandaran. Terlihat dari sekian pajak yang ada, pajak hotel memiliki jumlah
penerimaan terbesar ketiga dengan jumlah Rp.14.604.420.822, setelah pajak
penerangan jalan dan pajak bumi bangunan. Dengan melihat potensi yang ada,
7
pajak hotel merupakan sektor potensial yang dimiliki oleh kabupaten
Pangandaran, dengan potensi tersebut maka pajak hotel ini harus mendapat
perhatian khusus mengingat Kabupaten Pangandaran sangat mengandalkan
sektor pariwisatanya guna meningkatkan Pendapatan Asli Daerah.
Sebagai daerah otonomi baru Kabupaten Pangandaran harus melakukan
berbagai upaya agar lebih maju dari sebelumnya. Untuk itu dibutuhkan adanya
Pendapatan Asli Daerah yang tinggi sehingga mampu menyediakan berbagai
kebutuhan sarana dan prasarana publik yang baik. Salah satunya adalah
ketersediaan sarana hotel yang dalam hal ini perkembangan hotel di
Kabupaten Pangandaran menunjukkan angka yang terus mengalami
peningkatan dari tahun ke tahun.
Tabel 1.3
Pertumbuhan Penerimaan Pajak Hotel
Kabupaten Pangandaran Tahun Anggaran 2014-2016
Tahun Anggaran Realisasi Pajak Hotel
(Rp)
Pertumbuhan Pajak
Hotel (%)
2014 3.812.378.845 -
2015 4.841.453.357 27%
2016 5.950.588.620 23%
Sumber: data sekunder diolah, 2017
Dari Tabel 1.3 dapat dilihat walaupun jumlah penerimaan pajak hotel
terus meningkat, namun pertumbuhan penerimaan pajak hotel Kabupaten
Pangandaran mengalami penurunan dari tahun 2015-2016 yaitu dari 27%-
23%.
8
Tabel 1.4
Perkembangan Realisasi dan Target Penerimaan Pajak Hotel
Kabupaten Pangandaran Periode Tahun Anggaran 2014-2016
Tahun
Anggaran
Target Pajak
Hotel (Rp)
Realisasi Pajak
Hotel (Rp)
Proporsi
Realisasi
terhadap Target
(%)
2014 3.692.789.814 3.812.378.845 103
2015 4.800.000.000 4.841.453.357 100
2016 7.663.717.036 5.950.588.620 77
Sumber: Badan Pengelolaan Keuangan Daerah Kab. Pangandaran diolah,
2017
Pada Tabel 1.4 dapat dilihat besarnya realisasi yang diterima
dibandingkan dengan target yang diharapkan oleh oleh Pemerintah Daerah
Kabupaten Pangandaran serta proporsi realisasi dari penerimaan pajak hotel
terhadap target pajak hotel.
Terlihat bahwa perkembangan proporsi realisasi penerimaan pajak hotel
dibandingkan dengan target penerimaan pajak hotel yang ditetapkan oleh
Pemerintah Daerah Kabupaten Pangandaran sepanjang tahun 2014 hingga
tahun 2016 selalu mengalami penurunan. Ini bisa terjadi karena kurang
efektifnya kemampuan pemerintah kabupaten dalam memaksimal pajak hotel
yang telah di targetkan. Adanya penurunan ini mengindikasikan bahwa
potensi pajak hotel sangat besar yang belum digali secara optimal dalam
pelaksanaannya.
9
Menurut bapak Ahmad Permadi selaku Kepala Sub Bidang Penagihan
dan Keberatan BPKD Kabupaten Pangandaran menjelaskan bahwa
pendapatan sektor pajak hotel Pangandaran masih rendah karena kurangnya
kesadaran para wajib pajak dan obyek pajak, diantaranya pengusaha hotel
yang tidak jujur dalam memberikan informasi terkait pemasukan atau
pengahasilan atas usaha hotel nya baik perminggu maupun perbulan. Adanya
kecurangan atau ketidak jujuran yang dilakukan oleh pihak hotel selaku wajib
pajak akan menimbulkan pembayaran yang tidak sesuai dengan yang
seharusnya (pajak yang ditargetkan) sehingga berdampak pada tidak tercapai
nya realisasi terhadap target pajak yang telah ditentukan.
Penerimaan pajak hotel yang masih dibawah potensi juga sebenarnya
dikarenakan masih adanya pajak terutang atau wajib pajak yang masih
menunggak pembayaran pajak. Pajak terutang ini dikarenakan kurangnya
kesadaran para wajib pajak akan kewajibannya untuk membayar pajak dan
kurangnya sosialisasi yang dilakukan oleh BPKD Kabupaten Pangandaran
terhadap wajib pajak tentang pentingnya membayar pajak terutama terhadap
pengusaha hotel yang ada di Kabupaten Pangandaran. Selain itu, minimnya
publikasi oleh pihak pemerintah daerah terkait objek wisata yang ada,
mengakibatkan ketidaktahuan masayarakat luas terhadap objek wisata yang
ada di Kabupaten Pangandaran. Sehingga, jumlah wisatawan yang datang pun
belum cukup untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah Kabaputen
Pangandaran. Minimnya pegawai yang ahli dalam perpajakan juga menjadi
salah satu penyebab tidak tercapinya realisasi terhadap target pajak yang telah
10
ditentukan, minimnya pegawai yang ahli dalam bidangnya dilihat dari data
pegawai BPKD Kabupaten Pangandaran yang tidak ada lulusan ahli dari
bidang perpajakan. Selanjutanya tidak ada sanksi yang diberikan oleh petugas
penagihan pajak juga menyebabkan kurangnya kesadaran para wajib pajak
untuk melaksanakan kewajibannya membayar pajak, padahal dalam Perda
Kabupaten Pangandaran Nomor 45 Tahun 2016 tentang Pajak Hotel telah di
sebutkan dengan jelas dalam pasal 15 ayat 1 bahwa apabila terdapat wajib
pajak yang tidak atau kurang dalam membayar pajak maka wajib pajak
dikenakan sanksi administratif berupa bunga dan atau kenaikan jumlah pajak.
Dengan adanya suatu kesadaran bagi wajib pajak untuk menjalankan
kewajibanya, pengelolaan potensi sektor wisata yang baik, dan maksimalnya
pemungutan pajak oleh pegawai pajak maka Pendapatan Asli Daerah di
Kabupaten Pangandaran akan meningkat.
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian mengenai “Pengaruh Efektivitas Pemungutan Pajak Hotel
terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Pangandaran”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian yang ada di latarbelakang masalah diatas maka
peneliti mengidentifikasi masalah sebagai berikut:
1. Pajak hotel memiliki potensi untuk dikembangkan dalam meningkatkan
Pendapatan Asli Daerah dimana potensi yang tinggi tidak diimbangi oleh
pencapaian target realisasi yang maksimal. Dilihat dari tidak tercapai nya
11
realisasi terhadap target pada Pendapatan Asli Daerah yang terjadi pada
tahun 2014 dan 2016.
2. Kurang efektifnya Pemerintah Daerah Kabupaten Pangandaran dalam
pemungutan pajak hotel, dikarenakan terdapat wajib pajak yang tidak jujur
dalam pelaporan pajaknya dan telatnya pembayaran yang dilakukan para
wajib pajak.
3. Laju pertumbuhan pajak hotel mengalami penurunan pada tiap tahun
sehingga kontribusinya terhadap Pendapatan Asli Daerah juga menurun.
4. Tidak adanya sanksi yang diberikan oleh pemerintah terhadap wajib pajak
yang telat membayar pajak.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah
dikemukakan diatas, maka perumusan masalah penelitian ini sebagai berikut:
“Bagaimana pengaruh efektivitas pemungutan pajak hotel terhadap
Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Pangandaran”.
D. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan yang telah dirumuskan maka tujuan dari
penelitian ini adalah sebagai berikut:
“Untuk mengetahui bagaiamana pengaruh efektivitas pemungutan pajak hotel
terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Pangandaran”.
12
E. Kegunaan Penelitian
1. Kegunaan Teoritis
Hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan
ilmu pengetahuan, terutama di bidang perpajakan dan keuangan daerah
mengenai efektivitas pemungutan pajak hotel terhadap Pendapatan Asli
Daerah di Kabupaten Pangandaran, penelitian ini juga diharapkan dapat
menjadi acuan atau dasar bagi penelitian-penelitian mendatang.
2. Kegunaan Praktis
Sebagai keguanaan praktis, hasil penelitian ini dapat memberikan
manfaat dan memberikan masukan atau perbandingan bagi pihak BPKD
Kabupaten Pangandaran dalam melakukan langkah-langkah yang tepat dalam
pemungutan pajak hotel, sehingga dapat meningkatkan Pendapatan Asli
Daerah di Kabupaten Pangandaran.