bab i pendahuluan a. latar belakang -...

21
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bagi kehidupan manusia di dunia, salah satu aspek terpenting adalah kehartabendaan, dimana harta merupakan segala sesuatu yang dimiliki seorang manusia, mempunyai nilai dan dapat dimanfaatkan olehnya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, termasuk didalamnya adalah uang yang digunakan sebagai alat pembayaran. Harta dalam pandangan Islam memiliki posisi yang penting sebagai pendukung ibadah manusia kepada Allah SWT. Sebagaimana diketahui ibadah di dalam Islam ada yang berupa ibadah badaniyah seperti shalat dan puasa, dan ibadah mal (harta) seperti zakat, infak, dan wakaf. Dalam kehidupan, harta bukanlah satu-satunya tujuan, namun tidak lebih hanya sebagai salah satu sarana dan bekal untuk beribadah kepada Allah SWT. Waqf atau wakaf secara harfiyah berarti berhenti, menahan atau diam. Secara teknis syari’ah, wakaf seringkali diartikan sebagai asset yang dialokasikan untuk kemanfaatan umat dimana substansi atau pokoknya ditahan, sementara hasilnya boleh dinikmati untuk kepentingan umum. Secara administratif wakaf dikelola oleh nazhir yang merupakan pengemban amanah wakif. Kata wakaf diprediksikan telah sangat popular di kalangan umat islam dan malah juga di kalangan non muslim. Kata wakaf yang sudah menjadi bahasa

Upload: duongkhuong

Post on 15-Mar-2019

218 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/33280/2/jiptummpp-gdl-dhimasreza-44372-2-babi.pdf · mudhari), dan waqfan (isim masdhar) yang secara etimologi

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bagi kehidupan manusia di dunia, salah satu aspek terpenting adalah

kehartabendaan, dimana harta merupakan segala sesuatu yang dimiliki seorang

manusia, mempunyai nilai dan dapat dimanfaatkan olehnya untuk memenuhi

kebutuhan hidupnya, termasuk didalamnya adalah uang yang digunakan sebagai

alat pembayaran. Harta dalam pandangan Islam memiliki posisi yang penting

sebagai pendukung ibadah manusia kepada Allah SWT. Sebagaimana diketahui

ibadah di dalam Islam ada yang berupa ibadah badaniyah seperti shalat dan puasa,

dan ibadah mal (harta) seperti zakat, infak, dan wakaf. Dalam kehidupan, harta

bukanlah satu-satunya tujuan, namun tidak lebih hanya sebagai salah satu sarana

dan bekal untuk beribadah kepada Allah SWT.

Waqf atau wakaf secara harfiyah berarti berhenti, menahan atau diam.

Secara teknis syari’ah, wakaf seringkali diartikan sebagai asset yang dialokasikan

untuk kemanfaatan umat dimana substansi atau pokoknya ditahan, sementara

hasilnya boleh dinikmati untuk kepentingan umum. Secara administratif wakaf

dikelola oleh nazhir yang merupakan pengemban amanah wakif.

Kata wakaf diprediksikan telah sangat popular di kalangan umat islam dan

malah juga di kalangan non muslim. Kata wakaf yang sudah menjadi bahasa

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/33280/2/jiptummpp-gdl-dhimasreza-44372-2-babi.pdf · mudhari), dan waqfan (isim masdhar) yang secara etimologi

2

Indonesi itu berasal dari kata kerja bahasa arab waqafa (fi’il madhy), yaitu (fi’il

mudhari), dan waqfan (isim masdhar) yang secara etimologi (lughah, bahasa)

berarti berhenti, berdiri, berdiam di tempat, atau menahan.1

Secara umum tidak terdapat dalil yang menjadi dasar disyariatkannya

ibadah wakaf dalam Al-Quran yang menerangkan konsep wakaf secara jelas. Oleh

karena wakaf termasuk infaq fi sabilillah, maka dasar yang digunakan para ulama

dalam menerangkan konsep wakaf ini didasarkan pada keumuman ayat-ayat al-

Quran yang menjelaskan tentang infaq fi sabilillah, yaitu orang-orang yang

berjuang dan bergerak di jalan Allah sesuai dengan syariat Islam yang intinya

adalah melindungi dan memelihara agama serta meninggikan kalimat tauhid, yang

salah satu caranya yakni dengan infaq atau wakaf. Di antara ayat-ayat tersebut

antara lain dalam Q.S Ali Imran ayat 92:

Artinya:

“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna),

sebelum kamu menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai. dan apa saja

yang kamu nafkahkan Maka Sesungguhnya Allah mengetahuinya.”(Q.S Ali

Imran:92)

Dalil lain yang berkaitan dengan ibadah wakaf yaitu Q.S. Al-Baqarah ayat 261:

1 Departemen Agama RI. 2005. Wakaf Tunai dalam Perspektif Islam. Jakarta. Direktorat

Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelengaraan Haji Direktorat Pengembangan Zakat

dan Wakaf. Hal. 13

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/33280/2/jiptummpp-gdl-dhimasreza-44372-2-babi.pdf · mudhari), dan waqfan (isim masdhar) yang secara etimologi

3

Artinya:

“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang

menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang

menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat

gandakan (ganjaran) bagi siapa yang dia kehendaki. Dan Allah Maha luas

(karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.”( Q.S. Al-Baqarah:261)

Pengertian menafkahkan harta dijalan Allah meliputi belanja untuk

kepentingan jihad, pembangunan perguruan tinggi, rumah sakit, usaha

penyelidikan ilmiah dan lain-lain.

Bagi masyarakat muslim, wakaf memiliki nilai ajaran yang sangat tinggi

dalam pengembangan keagamaan dan kemasyarakatan selain zakat, infaq dan

sedekah. Ada dua landasan paradigma yang terkandung dalam ajaran wakaf itu

sendiri, yaitu pertama, paradigma ideologis bahwa wakaf yang diajarkan oleh

Islam memiliki sandaran ideologi yang amat kental dengan kelanjutan ajaran

tauhid, yakni segala sesuatu yang berpuncak pada keyakinan terhadap ke-Esaan

Tuhan harus dibarengi dengan kesadaran akan perwujudan keadilan sosial. Kedua,

landasan paradigma sosial-ekonomis, yakni wakaf memiliki kontribusi solutif

terhadap persoalan-persoalan ekonomi kemasyarakatan. Jika dalam tataran

ideologis wakaf berbicara tentang bagaimana nilai-nilai yang seharusnya

diwujudkan oleh umat Islam, maka wilayah paradigma sosial-ekonomis, wakaf

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/33280/2/jiptummpp-gdl-dhimasreza-44372-2-babi.pdf · mudhari), dan waqfan (isim masdhar) yang secara etimologi

4

menjadi jawaban konkrit dalam realitas problematika kehidupan (sosial-

ekonomis) masyarakat.2

Di Indonesia sendiri permasalahan mengenai wakaf sudah mulai mendapat

perhatian serius dari pemerintah. Dengan mulai munculnya berbagai peraturan

perundang-undangan yang pada awal mulanya yakni dengan dibentuknya

Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1977 tentang perwakafan tanah milik, akan

tetapi dalam hal ini peraturan tersebut hanya menyangkut terkait perwakafan

tanah saja dan belum mencangkup perwakafan lainnya bahkan wakaf produktif itu

sendiri. Selanjutnya dengan adanya perkembangan hukum mulailah dibentuk

Undang-undang No. 41 Tahun 2004 tentang wakaf dan diperjelas dengan

dibentuknya Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2006 tentang pelaksanaan

Undang-undang No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf. Dalam peraturan tersebut

sudah mulai dijelaskan berbagai macam persoalan mengenai wakaf, bahkan

tentang wakaf produktif itu sendiri yakni terdapat pada Bab V Undang-undang

No. 41 Tahun 2004.

Jika kita melihat sejarah, Indonesia telah mengalami beberapa fase

perkembangan pengelolaan wakaf. Menurut Dr. Muhammad Syafi’i Antonio ada

tiga periode besar perkembangan pengelolaan wakaf di Indonesia : pertama,

periode tradisional dimana wakaf masih ditempatkan sebagai ajaran murni/

mahdhah (pokok), sehingga keberadaan wakaf belum memberikan kontribusi

sosial yang lebih luas karena hanya untuk kepentingan yang bersifat konsumtif.

2Kementerian Agama Republik Indonesia. 2013. Pedoman Pengelolaan dan

Perkembangan Wakaf. Jakarta. Direktorat Pemberdayaan Wakaf Dirjen Bimas Islam. Hal. 45-46.

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/33280/2/jiptummpp-gdl-dhimasreza-44372-2-babi.pdf · mudhari), dan waqfan (isim masdhar) yang secara etimologi

5

Kedua, periode semi-profesional, pada masa ini sudah mulai dikembangkan pola

pemberdayaan wakaf secara produktif, meskipun belum maksimal, seperti

pembangunan masjid-masjid yang letaknya strategis dengan menambah bangunan

gedung untuk pertemuan, mulai dikembangkannya pemberdayaan wakaf untuk

bidang pertanian, pendirian usaha kecil, meskipun pola pengelolaannya masih

dikatakan tradisional. Ketiga, periode profesional ditandai dengan pemberdayaan

potensi masyarakat secara produktif. Keprofesionalan meliputi aspek :

manajemen, sumber daya manusia, kenazhiran, pola kemitraan usaha, bentuk

benda wakaf bergerak seperti uang dan surat berharga lainnya, dukungan political

will pemerintah secara penuh salah satunya dengan lahirnya Undang-Undang

wakaf.3 Dalam periode ketiga ini pemberdayaan potensi wakaf secara produktif

dan profesional adalah untuk kepentingan kesejahteraan umat manusia di bidang

ekonomi, pendidikan, kesehatan, maupun bidang sosial lainnya. Lembaga

pengelola dana wakaf menyalurkan kepada sektor ril secara mudhârabah, atau

menginvestasikannya disektor keuangan syari’ah. Kemudian, hasilnya diberikan

kepada mauquf ‘alaih sesuai dengan tujuan wakaf, seperti yang dilakukan oleh

Tabung Wakaf Indonesia Dompet Dhuafa Republika, Wakaf uang Muamalat

Baitul Mal Muamalat. Hasil dari pengembangan itu dipergunakan untuk keperluan

sosial, seperti untuk meningkatkan pendidikan Islam, pengembangan rumah sakit

Islam, bantuan pemberdayaan ekonomi umat, dan bantuan untuk pengembangan

sarana dan prasarana ibadah.

3 Achmad Djunaidi dan Thobieb Al-Asyhar. 2005. Menuju Era Wakaf Produktif. Depok.

Muntaz Publising. Hal. vii-ix.

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/33280/2/jiptummpp-gdl-dhimasreza-44372-2-babi.pdf · mudhari), dan waqfan (isim masdhar) yang secara etimologi

6

Di tengah problem sosial masyarakat Indonesia dan tuntutan akan

kesejahteraan ekonomi akhir-akhir ini, keberadaan lembaga wakaf manjadi sangat

strategis. Disamping sebagai salah satu aspek ajaran Islam yang berdimensi

spiritual, wakaf juga merupakan ajaran yang menekankan pentingnya

kesejahteraan ekonomi (dimensi sosial). Wakaf dalam sejarah telah berperan

penting dalam membantu kesejahteraan umat.

Dilihat dari segi peruntukannya, wakaf dibagi menjadi dua yaitu konsumtif

dan produktif. Wakaf konsumtif yaitu harta benda atau pokok tetapnya wakaf

dipergunakan langsung untuk kepentingan umat. Di Indonesia sendiri model

distribusi wakaf selama ini cenderung sangat konsumtif, contohnya hanya

digunakan untuk pembangunan masjid, mushalla, dan makam, sehingga masih

terlihat belum dapat dikembangkan untuk mencapai hasil yang lebih baik,

terutama untuk kepentingan kesejahteraan umat islam. Dampak dari hal tersebut

menjadi kurang berpengaruh positif dalam kehidupan ekonomi masyarakat

apabila peruntukan wakaf hanya terbatas pada hal-hal di atas. Tanpa diimbangi

dengan wakaf yang dikelola secara produktif, maka kesejahteraan ekonomi

masyarakat yang diharapkan dari lembaga wakaf tidak akan dapat terealisasi

secara optimal.

Dalam konsideran menimbang huruf (a) pada Undang-undang No. 41

Tahun 2004 tentang wakaf dijelaskan bahwasanya lembaga wakaf sebagai pranata

keagamaan yang memiliki potensi dan manfaat ekonomi perlu dikelola secara

efektif dan efisien untuk kepentingan ibadah dan untuk memajukan kesejahteraan

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/33280/2/jiptummpp-gdl-dhimasreza-44372-2-babi.pdf · mudhari), dan waqfan (isim masdhar) yang secara etimologi

7

umum.4 Untuk itulah dalam mengoptimalkan pengelolaan wakaf sebagai pranata

keagamaan secara efektif dan efisien untuk kepentingan umat, maka salah satu

caranya yakni dengan melakukan wakaf produktif. Wakaf produktif adalah harta

benda atau pokok tetapnya wakaf tidak secara langsung digunakan untuk

mencapai tujuannya, tapi dikembangkan terlebih dahulu untuk menghasilkan

sesuatu (produktif) dan hasilnya di salurkan sesuai dengan tujuan wakaf. Seperti

wakaf tanah untuk digunakan bercocok tanam, Mata air untuk dijual airnya dan

lain-lain.

Dalam Undang-undang No. 41 Tahun 2004, wakaf produktif diatur pada

Bab V yakni mengenai pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf, lebih

khususnya pada pasal 43 ayat (2), yakni dalam pasal tersebut dijelaskan

bahwasanya pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf dilakukan secara

produktif. Yang dimaksud wakaf produktif sebagaimana tertulis pada pasal 43

ayat (2) adalah “Pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf dilakukan

secara produktif antara lain dengan cara pengumpulan, investasi, penanaman

modal, produksi, kemitraan, perdagangan, agrobisns, pertambangan,

perindustrian, pengemangan teknologi, pembangunan gedung, apartemen, rumah

susun, pasar swalayan, pertokoan, perkantoran, sarana pendidikan ataupun

sarana kesehatan, dan usaha-usaha yang tidak bertentangan dengan syariah.

Yang dimaksud dengan lembaga penjamin syariah adalah badan hukum yang

menyelenggarakan kegiatan penjaminan atas suatu kegiatan usaha yang dapat

4 Konsideran Menimbang Huruf (a) UU No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf.

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/33280/2/jiptummpp-gdl-dhimasreza-44372-2-babi.pdf · mudhari), dan waqfan (isim masdhar) yang secara etimologi

8

dilakukan antara lain melalui skim asuransi syariah atau skim lainnya sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”5

Wakaf produktif juga dapat didefinisikan sebagai harta yang digunakan

untuk kepentingan produksi baik dibidang pertanian, Perindustrian, perdagangan

dan jasa yang manfaatnya bukan pada benda wakaf secara langsung, tetapi dari

keuntungan bersih dari hasil pengembangan wakaf yang diberikan kepada orang-

orang yang berhak sesuai dangan tujuan wakaf.

Pada zaman penjajahan belanda wakaf diatur dalam Bijblaad 1905:6195,

yang isinya memerintahkan kepada bupati untuk membuat daftar rumah ibadah

umat Islam dalam wilayahnya. Kemudian dalam Bijblaad 1931:125/3 menyatakan

bahwa apabila seseorang hendak mewakafkan hartanya harus seizin bupati.

Setelah Indonesia merdeka, pembenahan terus dilakukan terhadap hukum

perwakafan di Indonesia. Tahun 1953, Departemen Agama membuat petunjuk

mengenai pelaksanaan wakaf yang disempurnakan pada tahun 1956 tentang

prosedur perwakafan. Perwakafan makin mendapat tempat dalam peraturan

perundangan dengan adanya Undang-Undang Pokok Agraria no.5 tahun 1960.

Pasal 49 UU ini menyatakan bahwa perwakafan tanah milik diatur oleh Peraturan

Pemerintah tujuh belas tahun berikutnya, PP yang dimaksud yaitu PP no.28 tahun

1977. PP ini kemudian diikuti dengan seperangkat peraturan pelaksanaannya oleh

Departemen Agama dan Departemen Dalam Negeri dan beberapa instruksi

Gubernur.

5 Penjelasan Pasal 43 Ayat (2) UU No. 41 Tahun 2004

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/33280/2/jiptummpp-gdl-dhimasreza-44372-2-babi.pdf · mudhari), dan waqfan (isim masdhar) yang secara etimologi

9

Wakaf telah mengakar dalam kehidupan masyarakat Islam, dan menjadi

penunjang utama perkembangan kehidupan masyarakat. Hal ini bisa dilihat pada

kenyataan bahwa hampir semua rumah ibadah, perguruan Islam dan lembaga-

lembaga keagamaan Islam dibangun diatas tanah wakaf. Dan satu kemajuan yang

sangat signifikan bagi umat Islam, ketika dikeluarkannya Undang-Undang

Perwakafan yaitu UU no.41 tahun 2004.

Setelah di resmikannya UU No.41 Tahun 2004, kemudian diteruskan

dengan dibentuknya Badan Wakaf Indonesia ( BWI ) sebagai lembaga independen

yang secara kusus mengelola dana wakaf dan beroperasi secara nasional. Tugas

dari lembaga ini adalah untuk memajukan dan mengembangkan perwakafan

nasional di Indonesia. BWI ini berkedudukan di ibukota negara dan dapat

membentuk perwakilan di provinsi atau kabupaten atau kota sesuai dengan

kebutuhan.

BWI pada perkembangannya melebarkan sayap dengan mengadakan

proyek percontohan wakaf produktif dibawah pengawasan Kementerian Agama

Republik Indonesia yang di laksanakan di kota-kota besar di Indonesia. Di Jawa

Tengah proyek tersebut bertempat di kota Semarang, Pekalongan, dan Surakarta.

Bentuk wakaf pada era sekarang ini bukan hanya mengenai pembangunan

layaknya masjid dan tanah wakaf untuk makam umat muslim. Akan tetapi

sekarang sudah sangat banyak model wakaf sebagai bentuk syiar umat muslim

antara lain berbentuk Yayasan. Dalam yayasan tersebut terdapat juga struktural

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/33280/2/jiptummpp-gdl-dhimasreza-44372-2-babi.pdf · mudhari), dan waqfan (isim masdhar) yang secara etimologi

10

yang menjadi inti dari terbentuknya objek wakaf tersebut seperti tempat

pendidikan, pondo pesantren, dan yang mulai dikenal yaitu berbentuk rumah sakit.

Contoh-contoh wakaf produktif dalam bidang medis atau Rumah Sakit di

Indonesia yang mulai terealisasi diiantaranya yakni Rumah Sakit Ibnu Sina di

Makassar yang berada dibawah Yayasan Wakaf Universitas Muslim Indonesia

(YW-UMI), Rumah Sakit “Ibnu Sina” YW-UMI dibangun diatas tanah 18.008 m²

dengan luas bangunan 12.025 m², beralamat di Jalan Letnan Jenderal Urip

Sumoharjo km 5 No.264 Makassar, memperoleh Surat Izin penyelenggaraan

Rumah Sakit dari Departemen Kesehatan Republik Indonesia, berdasarkan

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. YM. 02.04.3.5.4187,

tanggal, 26 September 2005.

Selanjutnya Departemen Kesehatan Republik Indonesia, memberikan

Sertifikat Akreditasi Rumah Sakit No. YM.01.10/III/1879/09, sertifikat tersebut

diberikan sebagai pengakuan bahwa rumah sakit telah memenuhi standar

pelayanan rumah sakit yang meliputi : Administrasi Manajemen, Pelayanan

Medis, Pelayanan Gawat Darurat, Pelayanan Keperawatan, Rekam Medis dan

status Akreditasi “Penuh tingkat Dasar”. Dan sekarang telah ditetapkan Tipe

Rumah Sakit Ibnu Sina berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia Nomor : 993/MENKES/SK/XI/2009 Tentang Penetapan Kelas Rumah

Sakit Ibnu Sina Yayasan Wakaf Universitas Muslim Indonesia (YW-UMI)

Makassar, ditetapkan sebagai rumah sakit umum swasta dengan Klasifikasi Kelas

B (Tipe B). Dalam mengelola yayasan ini para penerima amanah menerapkan

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/33280/2/jiptummpp-gdl-dhimasreza-44372-2-babi.pdf · mudhari), dan waqfan (isim masdhar) yang secara etimologi

11

manajemen Islam, sehingga semua jabatan yang ada dalam lingkup organisasi

yayasan (lembaga pendidikan, unit usaha dan rumah sakit), didefinisikan sebagai

amanah. Sebagai amanah, maka apapun nama dan level dari jabatan yang

dipercayakan, harus dipandang dan diterima sebagai pekerjaan mulia yang harus

dipertanggungjawabkan tidak saja kepada atasan, tetapi juga kepada Allah SWT.6

Di Malang Jawa Timur berdiri sebuah rumah sakit yang bersumber dari

pendanaan wakaf. Rumah Sakit Islam Universitas Islam Malang (RSI Unisma)

berdiri pada tahun 1994 di atas lahan seluas dua hektar lebih. RSI ini berada

dibawah naungan Yayasan Universitas Islam Malang (Unisma) yang membawahi

beberapa unit pelayanan seperti pendidikan, kesehatan, pertokoan dan Aswaja

Center. RSI Unisma merupakan tanah wakaf yang pada awalnya dimiliki oleh

Yayasan Pendidikan Ma'arif Nahdlatul Ulama’, dan demi pengembangan yang

lebih produktif, maka lahan seluas dua hektar ini dikembangkan menjadi sebuah

rumah sakit yang bisa melayani kesehatan masyarakat.

Di daerah Jawa Tengah salah satu kota terbesar yaitu daerah Solo raya

dimana tentunya disana terdapat banyak sekali objek yang dapat diteliti mengenai

wakaf produktif. Salah satunya yang paling menonjol dan paling besar yaitu

Rumah Sakit Islam Surakarta. Dan didalam Rumah Sakit Islam Surakarta ada

lembaga tersendiri yang menaungi permasalahan wakaf yaitu Yayasan Wakaf

Rumah Sakit Islam Surakarta atau biasa disebut YWRSIS.

6 Badan Wakaf Indonesia, 2011,”RS Ibnu Sina Akan Tambah 38 Kamar”, diakses dari

http://bwi.or.id/index.php/in/publikasi/berita-mainmenu-109/786-rs-ibnu-sina-akan-tambah-38-

kamar/, pada tanggal 17 Januari 2016, pukul 12:32

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/33280/2/jiptummpp-gdl-dhimasreza-44372-2-babi.pdf · mudhari), dan waqfan (isim masdhar) yang secara etimologi

12

Beranjak dari fenomena tersebut maka penulis merasa tertarik meneliti

lebih lanjut mengenai pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf

berkaitan dengan wakaf produktif di Rumah Sakit Islam Surakarta terlebih pada

Yayasan Wakaf Rumah Sakit Islam Surakarta. Dimana Rumah Sakit Islam

Surakarta merupakan rumah sakit islam terbesar dan juga merupakan rumah sakit

yang cikal bakalnya berawal dari objek wakaf. Untuk itu peneliti ingin meneliti

lebih lanjut tentang sistem, tata cara, dan lain sebagainya yang berhubungan

dengan wakaf produktif di Yayasan Rumah Sakit Islam Surakarta.

Dari pemaparan di atas, maka peneliti merasa perlu melakukan penelitian

mengenai pengelolaan dan pengembangan wakaf produktif di tempat tersebut

yang merupakan proyek percontohan wakaf dan sampai saat ini telah berhasil

mengembangkan dana wakaf. Penelitian ini berfokus pada model pengelolaan dan

pengembangan harta wakaf yang meliputi manajemen sumber daya manusia

(pengelola), strategi (perencanaan) dan manajemen keuangan (permodalan,

pengelolaan, hasil dan pembagian hasil wakaf kepada nazhir, mauquf alaih dan

ekspansi pengembangan kedepan), selanjutnya dilakukan analisis dengan

mengaitkan teori tata kelola perusahaan yang baik atau dikenal dengan teori good

corporate governance sebagai tolak ukurnya. Penggunaan teori ini

dilatarbelakangi oleh pentingnya penerapan tata kelola yang baik bagi sebuah

lembaga yang menjalankan usaha atau bisnis dan sebagai tolak ukur tata kelola

yang baikbagi sebuah lembaga yang menjalankan usaha. Sehingga dari beberapa

pemaparan ini dapat diketahui bagaimana model pengelolaan dan pengembangan

wakaf produktif yang diterapkan oleh Yayasan Wakaf Rumah Sakit Islam

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/33280/2/jiptummpp-gdl-dhimasreza-44372-2-babi.pdf · mudhari), dan waqfan (isim masdhar) yang secara etimologi

13

Surakarta. Diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat dijadikan acuan bagi

lembaga lain yang berperan sebagai nazhir untuk mengorganisasikan benda

wakafnya sehingga dapat berkembang dan bermanfaat bagi kemaslahatan umat.

B. Rumusan Masalah.

1. Apa saja jenis-jenis obyek wakaf di Yayasan Wakaf Rumah Sakit Islam

Surakarta?

2. Bagaimana model pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf di

Yayasan Wakaf Rumah Sakit Islam Surakarta?

3. Bagaimana pemanfaatan hasil dari pengelolaan dan pengembangan harta

benda wakaf di Yayasan Wakaf Rumah Sakit Islam Surakarta?

4. Apa saja kendala yang ditemui dalam pelaksanaan wakaf produktif

tersebut?

C. Tujuan Penelitian.

1. Untuk mengetahui apa saja obyek wakaf yang berada di Yayasan Wakaf

Rumah Sakit Islam Surakarta.

2. Untuk mengetahui bagaimana model pengelolaan dan pengembangan harta

benda wakaf di Yayasan Wakaf Rumah Sakit Islam Surakarta.

3. Untuk mengetahui bagaimana pemanfaatan hasil dari pengelolaan dan

pengembangan harta benda wakaf di Yayasan Wakaf Rumah Sakit Islam

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/33280/2/jiptummpp-gdl-dhimasreza-44372-2-babi.pdf · mudhari), dan waqfan (isim masdhar) yang secara etimologi

14

Surakarta, dimana nanti peneliti dapat mengetahui digunakan untuk apa

sajakah hasil pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf tersebut.

4. Untuk mengetahui apakah terdapat kendala-kendala yang dialami oleh

pihak Yayasan Wakaf Rumah Sakit Islam Surakarta dalam pelaksanaan

wakaf produktif.

D. Manfaat Penelitian.

Penelitian ini diharap akan dapat memberikan manfaat antara lain:

1. Bagi Peneliti.

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan

penulis tentang masalah yang dikaji, yaitu persoalan yang

bersangkutan dengan wakaf, lebih khususnya yaitu tentang wakaf

produktif.

2. Bagi Perguruan Tinggi.

Meningkatkan relevansi kurikulum pendidikan khususnya Universitas

Muhammadiyah Malang Fakultas Agama Islam Jurusan Ahwal Al-

Syakhsyiyyah dan juga bagi Fakultas Hukum Jurusan Ilmu Hukum,

serta dapat menambah referensi kepustakaan khususnya mengenai

model pengelolaan wakaf produktif.

3. Bagi Pihak Lain.

Hasil penelitian ini diharap dapat digunakan sebagai acuan dan

gambaran mengenai konsep, tata cara, dan sistem manajemen

pengelolaan dana wakaf bagi lembaga atau orang yang berkedudukan

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/33280/2/jiptummpp-gdl-dhimasreza-44372-2-babi.pdf · mudhari), dan waqfan (isim masdhar) yang secara etimologi

15

sebagai nazhir dalam mengelola benda wakaf. Serta sebagai pedoman

bagi instansi terkait dalam pembenahan pengelolaan harta benda

wakaf.

E. Metode Penelitian.

1. Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini jenis penelitian yang digunakan adalah

penelitian field research (penelitian lapangan) yaitu peneliti terjun

langsung ke lapangan guna mengadakan penelitian pada objek yang

dibahas yaitu peneliti mengambil dan menganalisis data – data yang

bersumber langsung dari Yayasan Wakaf Rumah Sakit Islam Surakarta

dan dilengkapi dengan wawancara secara langsung dengan informan yakni

nazhir wakaf selaku pengelola dan informan lain yang dirasa perlu untuk

diwawancarai, sehingga akan diketahui bagaimana manajemen

pengelolaan wakaf produktif di Yayasan Wakaf Rumah Sakit Islam

Surakarta secara mendalam.

2. Sifat Penelitian

Sifat dan tipologi dari penelitian ini adalah penelitian deskriptif

analitis. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang pada umumnya

bertujuan untuk mendeskripsikan secara sistematis, faktual dan akurat

terhadap suatu populasi atau daerah tertentu mengenai sifat-sifat,

karakteristik-karakteristik dan faktor-faktor tertentu. Sementara penelitian

analitis adalah sebuah penelitian yang menganalisis data dan

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/33280/2/jiptummpp-gdl-dhimasreza-44372-2-babi.pdf · mudhari), dan waqfan (isim masdhar) yang secara etimologi

16

mengarahkannya pada populasi, bersifat inferensial serta berdasarkan data

dari sampel digeneralisasi menuju kedata populasi.

3. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yakni sebuah

metode penelitian yang dapat diartikan sebagai metode penelitian

naturalistik karena penelitiannya dilakukan pada kondisi alamiah (natural

setting), artinya karena sifatnya naturalistik, alamiah dan mendasar

sehingga penelitian ini tidak dapat dilakukan dilaboratorium melainkan

harus terjun langsung kelapangan.7

4. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Islam Surakarta, Jln. A.

Yani Pabelan Kartasura Sukoharjo, khususnya pada Yayasan Wakaf

Rumah Sakit Islam Surakarta itu sendiri. Peneliti memilih lokasi ini karena

di lokasi tersebut merupakan proyek percontohan wakaf produktif yang

bertempat di Kabupaten Sukoharjo dan merupakan salah satu Rumah Sakit

Islam wakaf ternama di Indonesia.

5. Sumber Data

a. Data Primer

Salah satu data primer adalah sumber asli yang memuat informasi atau

data mengenai pengelolaan wakaf, seperti pembukuan jurnal dan data-

data di Yayasan Wakaf Rumah Sakit Islam Surakarta. Juga dilengkapi

dengan wawancara atau dialog secara langsung dengan nazhir atau

7 Muhammad Nazir. 1986. Metode Penelitian. Bandung. Remaja Rosdakarya. Hal. 159.

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/33280/2/jiptummpp-gdl-dhimasreza-44372-2-babi.pdf · mudhari), dan waqfan (isim masdhar) yang secara etimologi

17

pihak lain yang bersangkutan dengan objek harta benda wakaf tersebut

di Yayasan Wakaf Rumah Sakit Islam Surakarta.

b. Data Sekunder

Yakni yang memberikan penjelasan mengenai bahan primer, terdiri

dari : Fiqh Islam, Undang-Undang, hasil karya dari kalangan hukum

yang berkaitan dengan penelitian ini. Buku-buku yang dijadikan

rujukan utama penelitian ini adalah buku yang berkaitan dengan

pembahasan wakaf yang banyak diterbitkan oleh Kemeterian Agama

dan Direktorat Pemberdayaan Wakaf serta jurnal-jurnal tentang

wakaf. Serta penelitian-penelitian terdahulu yang pernah mengkaji

mengenai permasalahan wakaf produktif.

c. Data Tersier

Yakni data yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap

bahan hukum primer dan sekunder, contohnya adalah kamus,

ensiklopedia, indeks kumulatif dan seterusnya.

6. Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam kegiatan penelitian mempunyai

tujuan mengungkap fakta mengenai variabel yang diteliti. Pengumpulan

data dilakukan dengan cara observasi, wawancara dan studi dokumenter.

a. Observasi

Observasi adalah alat pengumpulan data yang dilakukan dengan cara

mengamati dan mencatat secara sistematik gejala-gejala yang

Page 18: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/33280/2/jiptummpp-gdl-dhimasreza-44372-2-babi.pdf · mudhari), dan waqfan (isim masdhar) yang secara etimologi

18

diselidiki.8 Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan observasi tidak

berstruktur, observasi dilakukan tanpa menggunakan guide observasi.

Hal ini berarti observasi yang digunakan hanya untuk melengkapi data

– data hasil wawancara dan dokumentasi.

b. Wawancara

Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan

penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara

peneliti dengan narasumber, dengan atau tanpa menggunakan pedoman

(guide) wawancara. Pada tahap awal dari proses wawancara

menggunakan teknik tidak terstruktur. Hal ini disebabkan agar terbina

hubungan baik terlebih dahulu dengan narasumber. Dari pertemuan-

pertemuan awal ini yang diharapkan akan terhimpun data dan

informasi yang beraneka ragam dan bersifat umum.

Kemudian untuk menspesifikasi perolehan data dan informasi agar

sesuai dengan penelitian, dilakukan wawancara terstruktur.

c. Studi Dokumenter

Studi dokumenter digunakan untuk melengkapi data yang dijaring

melalui teknik observasi dan wawancara. Data yang terhimpun melalui

teknik ini adalah data otentik yang terhimpun dalam dokumentasi

Yayasan Wakaf Rumah Sakit Islam Surakarta, dan yang berkenaan

dengan permasalahan pengelolaan harta benda wakaf termasuk

rekaman hasil wawancara yang diperoleh peneliti di lapangan.

8Cholid Narbuko dan Abu Achmadi. 2010. Metodologi Penelitian. Jakarta. Bumi Aksara.

Hal. 70.

Page 19: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/33280/2/jiptummpp-gdl-dhimasreza-44372-2-babi.pdf · mudhari), dan waqfan (isim masdhar) yang secara etimologi

19

7. Teknik Analisis Data

Teknik yang digunakan adalah ketika data maupun dokumen-

dokumen yang berhasil peneliti dapatkan kemudian akan dianalisis secara

sistematis sehingga dari data-data tersebut menghasilkan data yang lebih

lanjut akan dianalisis menggunakan metode deskriptif analitis, atau

menggambarkan hasil studi lapangan dan hasil pustaka, kemudian

menganalisa data yang diperoleh untuk membahas permasalahan.

Penelitian deskriptif berkaitan dengan pengumpulan data untuk

memberikan gambaran atau penegasan suatu konsep atau gejala dengan

menjawab pertanyaan-pertanyaan sehubungan dengan subjek penelitian.

Penelitian ini berawal dari induksi menuju deduksi, yang menggunakan

metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif.

8. Pengecekan Keabsahan Data

Dalam pengecekan keabsahan data disini dilakukan dengan cara

membandingkan observasi atau pengamatan langsung dengan wawancara

terhadap para informan. Pengecekan keabsahan data dilakukan karena

dikhawatirkan masih adanya kesalahan atau kekeliruan yang terlewati oleh

peneliti.

F. Sistematika Penulisan.

Dalam upaya mengkaji pokok permasalahan yang ingin digali dalam

skripsi ini, peneliti mencoba untuk menguraikannya dalam empat bab bahasan,

dimana antara masing-masing bab diposisikan saling memiliki korelasi yang

Page 20: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/33280/2/jiptummpp-gdl-dhimasreza-44372-2-babi.pdf · mudhari), dan waqfan (isim masdhar) yang secara etimologi

20

saling berkaitan secara logis. Hal ini untuk mempermudah dalam penulisan dan

pembahasan hasil penelitian yang diuraikan agar memperoleh hasil yang

sistematis, terarah dan menyeluruh sesuai dengan judul penelitian ini, dengan

gambaran sebagai berikut :

Bab I Pendahuluan:

Menguraikan tentang; latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan

penelitian, manfaat penelitian,metode penelitian yang berisi jenis, sifat dan

pendekatan penelitian, lokasi penelitian, sumber data, prosedur pengumpulan data,

analisis data, pengecekan keabsahan data, telaah pustaka dan sistematika

pembahasan.

Bab II Kajian Pustaka:

Dijelaskan tentang penelitian terdahulu dan konsep wakaf yang terdiri atas : a)

Perwakafan dalam perspektif hukum islam dan hukum positif: Pengertian wakaf,

dasar hukum wakaf, rukun dan syarat wakaf, macam wakaf b) Asas dan

Paradigma Wakaf Produktif c) Strategi Pengelolaan dan Pengembangan Wakaf

Produktif d) Manajemen Pengelolaan Wakaf Produktif, dan lain sebagainya yang

berhubungan dengan kajian ilmu yang diteliti penulis.

Bab ini merupakan bab kajian pustaka sehingga bab ini keseluruhan menjelaskan

tentang teori-teori yang berkaitan tentang penelitian ini.

Bab III Hasil Penelitian dan Analisa:

Page 21: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/33280/2/jiptummpp-gdl-dhimasreza-44372-2-babi.pdf · mudhari), dan waqfan (isim masdhar) yang secara etimologi

21

Menguraikan tentang hasil penelitian yaitu dimulai dengan Pendahuluan, sejarah

Yayasan Wakaf Rumah Sakit Islam Surakarta, dan selanjutnya membahas

mengenai permasalahan-permasalahan yang peneliti cangkupkan pada rumusan

masalah

Bab IV Penutup:

Berisi hasil pembahasan yang dirangkum dalam kesimpulan serta saran penulis.