bab i pendahuluan a. latar belakang masalah/manajemen...2 lampu-lampu panggung, dan sebagainya....
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada hakikatnya tugas organisasi publik/pemerintah adalah melayani
kebutuhan masyarakat dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Karena itu, wajar jika hampir semua sektor pelayanan publik
dikelola dan disediakan oleh pemerintah sehingga tampak pemerintah sangat
berpengaruh terhadap akses-akses pelayanan tersebut. Jasa layanan yang
dikelola oleh pemerintah sangat beragam mulai dari layanan berkesenian,
kesehatan, listrik, pendidikan, perumahan, transportasi umum, penyediaan air
minum, listrik, dan bidang-bidang lain yang tidak dimungkinkan untuk
diselenggarakan oleh swasta karena dikawatirkan tujuan dari pelayanan tersebut
tidak tercapai. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa pelayanan yang diberikan
oleh pemerintah sampai saat ini masih banyak terdapat kelemahan-kelemahan
yang harus segera dibenahi jika pemerintah tidak menginginkan kepercayaan
masyarakat yang selama ini sudah mulai berkurang akan semakin berkurang
karena lemahnya sektor pelayanan yang kurang mendapat perhatian serius dari
pemerintah.
Taman Budaya merupakan institusi pemerintah yang dibuat untuk
melayani kebutuhan masyarakat dalam berekspresi seni. Seandainya seni hanya
dikenal sebagai kegiatan menulis puisi atau cerpen, mungkin kebutuhan akan
fasilitas seni tidak perlu sampai membutuhkan lokasi, gedung pertunjukan,
1
2
lampu-lampu panggung, dan sebagainya. Namun dalam kenyataannya, seni
tidak hanya berupa kegiatan seni pertunjukan, seperti seni teater, tari, wayang,
dan musik serta pameran senirupa. Oleh karena itu pemerintah lalu membuat
sebuah institusi guna memfasilitasi kebutuhan-kebutuhan akan kegiatan seni
tersebut sejauh kemampuannya. Institusi itulah yang kemudian bertugas
memelihara dan mengambil kebijakan yang tepat berkenaan dengan fasilitas
seni yang dikelolanya.
Tidak semua provinsi memiliki Taman Budaya, sebab pada awalnya,
keberadaan Taman Budaya memang terkait dengan political will pemerintah
serta ’sejarah’ kepemerintahan. Biasanya keberadaan Taman Budaya berada di
ibukota Provinsi. Namun, untuk keberadaan Taman Budaya Jawa Tengah yang
berada di kota Surakarta adalah sebuah kekhususan. Kekhususan ini banyak
terkait dengan latar belakang sosio-kultural Kota Surakarta maupun dengan
institusi-institusi seni lain yang sudah ada di kota tersebut.
Ketika arah pembangunan masyarakat kita tergoda pada peningkatan
ekonomi, posisi kesenian menjadi sering terlupakan. Dalam kondisi yang
demikian maka Taman budaya yang turut menyangga kehidupan berkesenian
perlu membangun fondasi yang kokoh. Sebagai sebuah ’taman’, Taman Budaya
membuka diri seluas-luasnya. Meskipun secara geografis berada dalam wilayah
Jawa Tengah, tetapi berbagai kegiatan kesenian yang dilaksanakan tidak hanya
terbatas pada ruang lingkup kelompok kesenian yang berada di Jawa Tengah.
Taman Budaya Jawa Tengah membuka diri bagi tampilnya berbagai kesenian
dari seluruh wilayah Indonesia, bahkan kesenian dari manca negara.
3
Keterbukaan yang demikian dianggap perlu, sehingga masyarakat Jawa
Tengah dapat melihat berbagai bentuk dan ragam kesenian yang tengah
berkembang. Tetapi keterbukaan sekaligus menjadi tantangan tersendiri,
setidaknya berkaitan dengan sumber daya, dana maupun fasilitas lain seperti
sarana pementasan harus pula dapat mengimbangi kebutuhan.
Taman Budaya pada dasarnya adalah pusat kesenian, artinya sebuah
lokasi yang berisi fasilitas-fasilitas untuk berekspresi seni. Masyarakat yang
membutuhkan fasilitas seperti itu biasanya adalah masyarakat yang sudah
mempunyai mata pencaharian di bidang jasa, atau sudah lebih sebagai
masyarakat perkotaan, tidak lagi sebagai masyarakat agraris-petani. Jadi
sebenarnya pusat seni itu adalah sebuah institusi dari masyarakat perkotaan.
Oleh karena itu, pendirian sebuah pusat seni sebaiknya juga dikaitkan dengan
tingkat keurbanan masyarakat dari daerah di mana pusat seni tersebut hendak
didirikan. Dalam pengertian itu, fasilitas yang dimiliki oleh Taman Budaya
adalah lahan, bangunan-bangunan, peralatan yang mendukung (seperti: lampu,
gamelan panil, kendaraan bermotor, dan lain-lain), sumber daya
manusia/pegawai.
Semua fasilitas dari Taman Budaya ini bisa diakses oleh setiap seniman
dan atau kelompok kesenian, juga terbuka pemanfaatannya oleh umum, baik
lingkungan pelajar, mahasiswa maupun masyarakat tanpa ada syarat tertentu,
yang penting adalah surat permohonan/contact person dan kesediaan untuk
diatur jadwalnya. Hal ini penting dilakukan karena Taman Budaya bukan hanya
4
dapat dimanfaatkan oleh segelintir orang saja melainkan dapat dimanfaatkan
bagi siapapun sepanjang dipergunakan untuk peristiwa kesenian.
Setiap kelompok dalam satu organisasi, dimana didalamnya terjadi
interaksi antara satu dengan lainnya, memiliki kecenderungan timbulnya
konflik. Dalam institusi layanan berkesenian seperti Taman Budaya Jawa
Tengah terjadi kelompok interaksi, baik antara kelompok staf dengan staf, staf
dengan pengguna jasa, staf dengan pengunjung maupun dengan lainnya yang
mana situasi tersebut seringkali dapat memicu terjadinya konflik. Konflik
sangat erat kaitannya dengan perasaan manusia, termasuk perasaan diabaikan,
disepelekan, tidak dihargai, ditinggalkan, dan juga perasaan jengkel karena
kelebihan beban kerja. Perasaan-perasaan tersebut sewaktu-waktu dapat memicu
timbulnya kemarahan. Keadaan tersebut akan mempengaruhi seseorang dalam
melaksanakan kegiatannya secara langsung, dan dapat menurunkan
produktivitas kerja organisasi secara tidak langsung dengan melakukan banyak
kesalahan yang disengaja maupun tidak disengaja.
Dalam suatu organisasi, kecenderungan terjadinya konflik, dapat
disebabkan oleh suatu perubahan secara tiba-tiba, antara lain: kemajuan
teknologi baru, persaingan ketat, perbedaan kebudayaan dan sistem nilai, serta
berbagai macam kepribadian individu.
Konflik dapat didefinisikan sebagai salah satu bentuk oposisi atau
interaksi yang bersifat antagonis, yang dikarenakan kelangkaan kekuasaan,
sumber daya atau posisi sosial, dan sistem nilai yang berbeda. Dengan kata lain,
konflik dapat pula dirumuskan sebagai ketidaksetujuan antara dua atau lebih
5
anggota organisasi atau kelompok-kelompok dalam organisasi yang timbul
karena mereka harus menggunakan sumber daya yang langka secara bersama-
sama dan atau karena mereka memiliki status, tujuan, nilai-nilai dan persepsi
yang berbeda. Anggota–anggota organisasi yang mengalami ketidaksepakatan
tersebut berusaha menjelaskan duduk persoalan dari sudut pandang mereka
masing-masing.
Taman Budaya Jawa Tengah merupakan unsur pelaksana operasional
Dinas yang di pimpin oleh seorang Kepala Taman Budaya, yang bertanggung
jawab kepada Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah yang
bertugas memberikan pelayanan kepada masyarakat pada umumnya terutama di
bidang seni dan para pekerja seni pada khususnya. Di Taman Budaya Jawa
Tengah, seringkali terjadi ketidaksesuaian dalam peminjaman penggunaan
gedung di wilayah Taman Budaya sebagai tempat mengadakan latihan. Antara
kelompok seni yang satu dengan yang lain kadang-kadang bertumbukan jadwal
dalam pemakaian gedung sebagai tempat latihan. Entah itu dari kelompok seni
teater, tari, maupun musik. Sebenarnya sudah ada surat formal persetujuan
penggunaan tempat yang telah disediakan oleh petugas yang menangani
peminjaman tempat sebagai prosedur dalam meminjam tempat di wilayah
Taman Budaya. Sehingga jika suatu kelompok telah memesan salah satu tempat
di wilayah Taman Budaya pada tanggal tertentu dan pada jam tertentu pula,
maka kelompok tersebut berhak menggunakan fasilitas gedung tersebut sesuai
surat persetujuan penggunaan tempat. Tapi, terkadang ternyata antara kelompok
seni yang satu dengan kelompok seni yang lain bertumbukan jadwal dalam
6
penggunaan gedung, sedangkan jika konfirmasi dengan petugas yang
bertanggungjawab menangani peminjaman gedung di Taman Budaya Jawa
Tengah, mereka mempersilakan kelompok-kelompok yang berselisih tersebut
supaya menyelesaikan sendiri perselisihan tentang penggunaan tempat supaya
mendapat keputusan bersama yang dianggap adil oleh kedua belah pihak.
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti mengadakan penelitian di
Taman Budaya Jawa Tengah untuk mengetahui bagaimana memanajemen
konflik-konflik antar kelompok kesenian yang ada dan yang terjadi di Taman
Budaya Jawa Tengah dalam hal penggunaan fasilitas gedung di Taman Budaya
Jawa Tengah sebagai tempat latihan.
B. Rumusan Masalah
Dengan latar belakang masalah yang telah di kemukakan di atas, maka
dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut:
1. Faktor-faktor apa saja yang bisa mempengaruhi konflik-konflik antar
kelompok kesenian dalam hal penggunaan fasilitas gedung di Taman Budaya
Jawa Tengah di Surakarta sebagai tempat latihan?
2. Bagaimana memanajemen konflik-konflik antar kelompok kesenian yang
terjadi di Taman Budaya Jawa Tengah dalam hal penggunaan fasilitas gedung
di Taman Budaya Jawa Tengah sebagai tempat latihan?
7
C. Tujuan Penelitian
Dalam penelitian ini, tujuan yang hendak dicapai oleh penulis adalah:
1. Untuk dapat mengetahui faktor-faktor apa yang mempengaruhi konflik-
konflik antar kelompok kesenian dalam hal penggunaan fasilitas gedung di
Taman Budaya Jawa Tengah di Surakarta sebagai tempat latihan
2. Untuk mengetahui bagaimana memanajemen konflik-konflik antar kelompok
kesenian yang terjadi di Taman Budaya Jawa Tengah dalam hal penggunaan
fasilitas gedung di Taman Budaya Jawa Tengah
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang di harapkan bisa diambil dari penelitian ini adalah:
1. Dapat menambah pengetahuan tentang bagaimana memanajemen konflik-
konflik antar kelompok kesenian yang terjadi di Taman Budaya Jawa Tengah
dalam hal penggunaan fasilitas gedung di Taman Budaya Jawa Tengah
sebagai tempat latihan.
2. Dapat memberi masukan bagi para kelompok kesenian dan bagi pihak Taman
Budaya Jawa Tengah dalam hal yang berkaitan dengan tujuan penelitian.
3. Manfaat pribadi bagi peneliti adalah sebagai sarana untuk memperoleh gelar
kesarjanaan di bidang ilmu sosial dan ilmu politik di Universitas Sebelas
Maret Surakarta.
8
E. Landasan Teori dan Kerangka Pikir
1. Landasan Teori
Teori adalah himpunan konstruk (konsep) definisi dan proposisi yang
mengemukakan pandangan sistematika tentang gejala dengan menjabarkan
relasi antara variabel untuk menjelaskan gejala tersebut.
a) Budaya Organisasi
Budaya organisasi adalah nilai dan kebiasaan kerja seluruh anggotanya
yang dibakukan serta diterima sebagai standar perilaku kerja dalam rangka
pencapaian sasaran dan hasil yang telah direncanakan terlebih dahulu. Dalam
beberapa literatur pemakaian istilah corporate culture biasa diganti dengan
istilah organization culture. Kedua istilah ini memiliki pengertian yang sama.
Karena itu dalam penelitian ini kedua istilah tersebut digunakan secara bersama-
sama, dan keduanya memiliki satu pengertian yang sama.
Ada beberapa definisi budaya organisasi yang dikemukakan oleh para
ahli. Susanto dalam Moh. Pabundu Tika (2006; 14) memberikan definisi budaya
organisasi sebagai nilai-nilai yang menjadi pedoman sumber daya manusia
untuk menghadapi permasalahan eksternal dan usaha penyesuaian integrasi ke
dalam perusahaan sehingga masing-masing anggota organisasi harus memahami
nilai-nilai yang ada dan bagaimana mereka harus bertindak atau berperilaku.
SP. Robbins (2006; 271) mendefinisikan budaya organisasi sebagai suatu
sistem makna bersama yang dianut oleh anggota-anggota yang membedakan
organisasi tersebut dengan organisasi yang lain. Lebih lanjut, Robbins
menyatakan bahwa sebuah sistem pemaknaan bersama dibentuk oleh warganya
9
yang sekaligus menjadi pembeda dengan organisasi lain. Sistem pemaknaan
bersama merupakan seperangkat karakter kunci dari nilai-nilai organisasi.
Ada beberapa karakteristik budaya organisasi, menurut SP. Robbins
(2006; 10) karakteristik budaya organisasi antara lain: Inovasi dan keberanian
mengambil risiko, perhatian terhadap detil, berorientasi kepada hasil,
berorientasi kepada manusia, berorientasi tim, agresifitas, dan stabilitas.
(1) Inovasi dan keberanian mengambil risiko, yaitu sejauh mana organisasi
mendorong para karyawan bersikap inovatif dan berani mengambil resiko.
Selain itu bagaimana organisasi menghargai tindakan pengambilan risiko oleh
karyawan dan membangkitkan ide karyawan.
(2) Perhatian terhadap detil, yaitu sejauh mana organisasi mengharapkan karyawan
memperlihatkan kecermatan, analisis dan perhatian kepada rincian.
(3) Berorientasi kepada hasil, yaitu sejauh mana manajemen memusatkan perhatian
pada hasil dibandingkan perhatian pada teknik dan proses yang digunakan untuk
meraih hasil tersebut.
(4) Berorientasi kepada manusia, yaitu sejauh mana keputusan manajemen
memperhitungkan efek hasil-hasil pada orang-orang di dalam organisasi.
(5) Berorientasi tim, yaitu sejauh mana kegiatan kerja diorganisasikan sekitar tim-
tim tidak hanya pada individu-individu untuk mendukung kerjasama.
(6) Agresifitas, yaitu sejauh mana orang-orang dalam organisasi itu agresif dan
kompetitif untuk menjalankan budaya organisasi sebaik-baiknya.
(7) Stabilitas, yaitu sejauh mana kegiatan organisasi menekankan dipertahankannya
status quo sebagai kontras dari pertumbuhan.
10
Dalam Introduction to the Journal of Organizational Behavior’s special
issue on professional service firms: where organization theory and
organizational behavior might meet yang ditulis oleh Roy Sudabby, Royston
Greenwood dan Celeste Wilderom disebutkan bahwa:
”......Organizational structures and cultures are becoming increasingly complex, exacerbating challenges of co-ordination. Boundaries between professional specializations are becoming blurred, complicating decision processes. Competition between firms is increasingly vigorous (Hitt, Bierman, Uhlenbruck, & Shimizu, 2006)”
” .....Struktur organisasi dan budaya organisasi menjadi sangat kompleks,
tantangan yang sulit untuk berkoordinasi. Batasan antara tenaga ahli profesional akan menghasilkan ketidakjelasan dan menyulitkan proses pengambilan keputusan. Kompetisi diantara firma menjadi sangat kuat. ( Hitt, Bierman, Uhlenbruck, & Shimizu, 2006)”
Secara umum lebih lanjut Robbins menyebutkan, setidaknya ada tiga
fungsi budaya organisasi bagi kepentingan organisasi. Pertama menciptakan
suatu identitas bersama bagi para pegawai yang pada gilirannya akan akan
membangun komitmen bersama kepada organisasi tersebut. Kedua, di satu pihak
membantu memelihara stabilitas dan integritas di organisasi. Ketiga, menjadi
pembentuk perilaku perusahaan yang membantu para karyawan untuk
membedakan hal-hal yang nyata dari yang ilusi dan sebagainya. Oleh karena itu
budaya organisasi sering juga di sebut blue print of conduct yang bersifat
mengkoordinasikan sebagai kegiatan karyawan agar lebih menjadi efektif dan
efisien sebagai suatu keseluruhan organisasi.
Berdasarkan uraian di atas, penulis dapat menarik kesimpulan bahwa
budaya organisasi merupakan sistem nilai yang diyakini dan dapat dipelajari,
dapat diterapkan dan dikembangkan secara terus menerus. Budaya organisasi
11
juga berfungsi sebagai perekat, pemersatu, identitas, citra, brand, pemacu-
pemicu (motivator), pengembangan yang berbeda dengan organisasi lain yang
dapat dipelajari dan diwariskan kepada generasi berikutnya, dan dapat dijadikan
acuan perilaku manusia dalam organisasi yang berorientasi pada pencapaian
tujuan atau hasil/target yang ditetapkan.
b) Komunikasi
Komunikasi adalah proses penyampaian suatu pesan oleh seseorang
kepada orang lain untuk memberi tahu atau untuk mengubah sikap, pendapat,
atau perilaku, baik langsung secara lisan, maupun tak langsung melalui media.
Dalam definisi tersebut tersimpul tujuan, yakni memberi tahu atau mengubah
sikap (attitude), pendapat (opinion), atau perilaku (behavior).
Menurut Drs. Ahmad Mulyana, M.Si1, komunikasi organisasi mengarah
pada pola dan bentuk komunikasi yang terjadi dalam konteks dan jaringan
organisasi. Komunikasi organisasi melibatkan bentuk-bentuk komunikasi
formal dan informal. Pembahasan teori ini menyangkut struktur dan fungsi
organisasi, hubungan antar manusia, komunikasi dan proses
pengorganisasiannya serta budaya organisasi.
c) Sumber Daya
Sumber daya merupakan sarana yang dapat menunjang aktifitas organisasi
atau perusahaan demi mencapai tujuan yang telah ditentukan. Sumber daya
dibagi menjadi sumber daya alam dan sumber daya manusia. Sumber daya alam
1 http://kuliah.dagdigdug.com/2008/04/22/komponen-konseptual-dan-jenis-jenis-teori-komunikasi/
12
adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menunjang aktifitas
organisasi yang berasal dari alam, sedangkan sumber daya manusia merupakan
sumber daya yang menunjang aktifitas organisasi berasal dari tenaga manusia.
Menurut A.F. Stoner2 manajemen sumber daya manusia adalah suatu
prosedur yang berkelanjutan yang bertujuan untuk memasok suatu organisasi
atau perusahaan dengan orang-orang yang tepat untuk ditempatkan pada posisi
dan jabatan yang tepat pada saat organisasi memerlukannya.
d) Manajemen Konflik
b.1. Pengertian Manajemen Konflik
Suatu organisasi untuk tumbuh, berubah dan bertahan perlu mengelola
dua hal termasuk kerjasama dan kompetisi diantara stakeholders (orang-orang
yang mampu mempengaruhi organisasi dan orang-orang yang terkena kebijakan
dari organisasi itu sendiri). Sementara itu masing-masing stakeholders
mempunyai tujuan dan kepentingan sendiri yang mungkin overlapping atau
tumpang tindih sampai dengan tingkat tertentu dengan kelompok-kelompok lain
karena semua stakeholders mempunyai kepentingan sama untuk melanggengkan
organisasinya masing-masing, sehingga selama mereka masih mempunyai
keinginan langgeng dalam organisasinya maka overlapping atau
ketidaksinkronan kepentingan diantara mereka selalu saja terjadi
Namun tujuan dan kepentingan dari stakeholders tidak selamanya identik,
dan konflik itu muncul ketika seorang atau sebuah kelompok berusaha untuk
2http://organisasi.org/definisi_pengertian_tugas_fungsi_manajemen_sumber_daya_manusia_sdm_ilmu_ekonomi_manajemen_manajer_msdm
13
mencapai dan memenuhi kepentingan dirinya yang mengakibatkan orang lain
dirugikan. Sehingga konflik merupakan perbenturan kepentingan yang terjadi
ketika perilaku untuk mengarah pencapaian tujuan itu dari seseorang atau
kelompok orang terhambat oleh kepentingan atau tujuan orang lain. Karena
tujuan, keinginan dan kepentingan dari masing-masing stakeholders itu berbeda-
beda maka konflik tidaklah mungkin terhindarkan. Meskipun konflik itu
seringkali dianggap sesuatu yang negatif, tetapi penelitian dari beberapa peneliti
justru melihat konflik itu baik untuk sebuah organisasi maupun kehidupan
kelompok yang dapat memperbaiki kinerja atau efektivitas suatu organisasi atau
kelompok.
Manajemen konflik merupakan serangkaian aksi dan reaksi antara pelaku
maupun pihak luar dalam suatu konflik. Manajemen konflik termasuk pada
suatu pendekatan yang berorientasi pada proses yang mengarahkan pada bentuk
komunikasi (termasuk tingkah laku) dari pelaku maupun pihak luar dan
bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan (interest) dan interpretasi. Bagi
pihak luar (di luar yang berkonflik) sebagai pihak ketiga, yang diperlukan
adalah informasi yang akurat tentang situasi konflik. Hal ini karena komunikasi
efektif di antara pelaku dapat terjadi jika ada kepercayaan terhadap pihak ketiga.
Menurut Robbins (2006; 545) konflik adalah suatu proses interaksi yang
terjadi akibat adanya ketidaksesuaian antara dua pendapat (sudut pandang) yang
berpengaruh atas pihak-pihak yang terlibat baik pengaruh positif maupun
pengaruh negatif. Oleh karena konflik bersumber pada keinginan, maka
perbedaan pendapat tidak selalu berarti konflik. Persaingan sangat erat
14
hubungannya dengan konflik karena dalam persaingan beberapa pihak
menginginkan hal yang sama tetapi hanya satu yang mungkin mendapatkannya.
Persaingan tidak sama dengan konflik namun mudah menjurus ke arah konflik,
terutuma bila ada persaingan yang menggunakan cara-cara yang bertentangan
dengan aturan yang disepakati. Permusuhan bukanlah konflik karena orang yang
terlibat konflik bisa saja tidak memiliki rasa permusuhan. Sebaliknya orang
yang saling bermusuhan bisa saja tidak berada dalam keadaan konflik. Konflik
sendiri tidak selalu harus dihindari karena tidak selalu negatif
akibatnya.Berbagai konflik yang ringan dan dapat dikendalikan (dikenal dan
ditanggulangi) dapat berakibat positif bagi mereka yang terlibat maupun bagi
organisasi.
Menurut Jean Poitras and Aure´lia Le Tareau dalam International Journal
of Conflict Management 2008 menyebutkan:
“….Conflicts are therefore a fundamental component of organizational life and, as such, they require careful attention from managers so that disputes are handled in the most beneficial way possible for the organization (Kolb and Putnam, 1992; Van de Vliert, 1997)”.
”...Oleh sebab itu, konflik merupakan salah satu komponen dasar dalam
kehidupan organisasi yang juga membutuhkan perhatian yang baik dari manajer supaya perselisihan dapat teratasi dalam keadaan yang mungkin menguntungkan organisasi. (Kolb and Putnam, 1992; Van de Vliert, 1997)”
Lain halnya definisi konflik menurut T. Hani Handoko (2003; 346), pada
hakekatnya konflik dapat didefinisikan sebagai segala macam interaksi
pertentangan atau antagonistik antara dua atau lebih pihak. Konflik organisasi
adalah ketidaksesuaian antara dua atau lebih anggota-anggota atau kelompok-
kelompok organisasi yang timbul karena adanya kenyataan bahwa mereka harus
15
membagi sumber daya yang terbatas atau kegiatan-kegiatan kerja dan atau
karena kenyataan bahwa mereka mempunyai perbedaan status, tujuan, nilai, atau
persepsi.
Dari berbagai macam definisi di atas, maka dapat disimpulkan, konflik
dapat diartikan sebagai ketidaksepakatan antara dua atau lebih anggota
organisasi atau kelompok-kelompok dalam organisasi yang timbul karena
mereka harus menggunakan sumber daya yang langka secara bersama-sama atau
menjalankan kegiatan bersama-sama dan atau karena mereka mempunyai status,
tujuan, nilai-nilai dan persepsi yang berbeda. Anggota-anggota organisasi yang
mengalami ketidaksepakatan tersebut biasanya mencoba menjelaskan duduk
persoalannya dari pandangan mereka.
b.2. Model Konflik
Konflik memiliki awal, dan melalui banyak tahap sebelum berakhir.
Menurut Model Konflik dari Pondy dalam J. Winardi (2006; 225), ada banyak
pendekatan yang baik untuk menggambarkan proses suatu konflik antara lain:
konflik laten, konflik yang dipersepsikan, konflik yang dirasakan, konflik
termanifestasi, dan konflik telah usai.
(1). Konflik Laten ( Laten Conflict )
Pada fase ini, tidak ada tanda-tanda konflik yang terlihat
dipermukaan, tetapi ada potensi di sana untuk terjadinya konflik karena
beberapa hal yang berkaitan dengan sumber konflik. Sumber konflik
meliputi interdependensi atau saling ketergantungan, perbedaan tujuan
dan prioritas, adanya faktor birokrasi yang tidak memungkinkan
16
seseorang berkembang, tidak selarasnya kriteria kinerja yang digunakan
untuk menilai anggota, kompetisi terhadap sumber-sumber daya karena
sumber-sumber daya itu sangat langka.
(2). Konflik yang di Persepsikan ( Perceived Conflict )
Pada fase ini para anggota atau orang-orang mulai sadar tentang
adanya konflik dan mulai menganalisisnya. Konflik mulai meningkat
ketika kelompok-kelompok yang ada mulai memperlihatkan sikap saling
bermusuhan.
(3). Konflik yang Dirasakan ( Felt Conflict )
Pada fase felt conflict ini, orang-orang merespon konflik secara
emosional satu sama lain dan sikap mereka itu sudah terpola dan sudah
mulai adanya pengelompokan. Hal ini dimulai dengan persoalan atau isu-
isu kecil yang makin lama makin membesar.
(4). Konflik Termanifestasi ( Manifest Conflict )
Dimana pada fase ini mereka sudah fight each other/benar-benar
menunjukkan ketidaksukaannya dan saling menyalahkan, sehingga
organisasi tidak efektif karena diantara orang-orang itu saling menderita
karena saling konflik itu sehingga tidak ada rasa kebersamaan atau
kerjasama.
(5). Konflik telah Usai ( Aftermath Conflict )
Merupakan kondisi setelah terjadinya konflik. Ketika sebuah
konflik sudah dipecahkan atau diatasi dalam kondisi tertentu tetapi masih
meninggalkan perasaan-perasaan ketidaksukaan, dendam atau bahkan
17
perasaan kooperatif. Ketika perasaan kooperatif yang terjadi, seperti
ketika kebijaksanaan baru yang dihasilkan dapat menjernihkan persoalan
di antara kedua belah pihak dan dapat meminimalisir konflik-konflik yang
mungkin terjadi di masa yang akan datang. Tetapi jika yang tertinggal
adalah perasaan ketidaksukaan/dendam, hal ini dapat menjadi kondisi
yang potensial untuk konflik laten/episode konflik berikutnya.
b.3. Jenis- jenis Konflik
Ada lima jenis konflik yaitu konflik intrapersonal, konflik interpersonal,
konflik antar individu dan kelompok, konflik antar kelompok dan konflik antar
organisasi (T. Hani Handoko, 2003; 349)
(1). Konflik Intrapersonal adalah konflik seseorang dengan dirinya sendiri.
Konflik terjadi bila seorang individu mmenghadapi ketidak pastian
tentang pekerjaan yang dia harapkan untuk melaksanakannya, bila
berbagai permintaan pekerjaan saling bertentangan, atau bila individu
diharapkan untuk melakukan lebih dari kemampuannya.
(2). Konflik Interpersonal adalah pertentangan antar seseorang dengan orang
lain karena pertentangan kepentingan atau keinginan. Hal ini sering
terjadi antara dua orang yang berbeda status, jabatan, bidang kerja dan
lain-lain. Konflik interpersonal ini merupakan suatu dinamika yang amat
penting dalam perilaku organisasi. Karena konflik semacam ini akan
melibatkan beberapa peranan dari beberapa anggota organisasi yang
tidak bisa tidak akan mempengaruhi proses pencapaian tujuan organisasi
tersebut.
18
(3). Konflik antar individu-individu dan kelompok-kelompok, hal ini
seringkali berhubungan dengan cara individu menghadapi tekanan-
tekanan untuk mencapai konformitas, yang ditekankan kepada mereka
oleh kelompok kerja mereka. Sebagai contoh dapat dikatakan bahwa
seseorang individu dapat dihukum oleh kelompok kerjanya karena ia
tidak dapat mencapai norma-norma produktivitas kelompok dimana ia
berada.
(4). Konflik antara kelompok dalam organisasi yang sama yang merupakan
tipe konflik yang banyak terjadi di dalam organisasi-organisasi. Konflik
antar lini dan staf, pekerja dan pekerja–manajemen merupakan dua
macam bidang konflik antar kelompok.
(5). Konflik antar organisasi yang timbul sebagai akibat bentuk persaingan
ekonomi dalam sistem perekonomian suatu negara. Konflik ini
berdasarkan pengalaman ternyata telah menyebabkan timbulnya
pengembangan produk-produk baru, teknologi baru dan servis baru,
harga lebih rendah dan pemanfaatan sumber daya secara lebih efisien.
b.4. Proses Konflik
Proses konflik terdiri dari lima tahap: ketidakcocokan potensial, kognisi
dan personalisasi, keinginan-keinginan penanganan konflik, perilaku, dan hasil
( Robbins, 2001:385 ).
1. Ketidakcocokan Potensial
Ketidakcocokan potensial merupakan kondisi yang mengawali terjadinya
konflik, ada komunikasi, struktur, variabel perubahan pribadi. Secara ringkas
19
menurut Robbins (2001: 385) penyebab-penyebab tersebut antara lain:
komunikasi, struktur, dan variabel perubahan pribadi. Komunikasi meliputi
salah pengertian yang berkenaan dengan kalimat, bahasa yang sulit dimengerti,
atau informasi yang mendua dan tidak lengkap, serta gaya individu manajer
yang tidak konsisten. Struktur meliputi pertarungan antar departemen dengan
kepentingan-kepentingan atau sistem penilaian yang bertentangan, persaingan
untuk merebutkan sumber daya-sumber daya yang terbatas atau saling
ketergantungan dua atau lebih kelompok-kelompok kegiatan kerja untuk
mencapai tujuan mereka. Faktor yang ketiga yaitu variabel perubahan pribadi
meliputi ketidak sesuaian tujuan atau nilai-nilai sosial pribadi karyawan dengan
perilaku yang diperankan pada jabatan mereka, perbedaan dalam nilai-nilai atau
persepsi.
2. Kognisi dan Personalisasi
Jika kondisi-kondisi dalam tahap I ( ketidakcocokan potensial ) berlanjut
secara negatif, maka potensial untuk oposisi atau ketidakcocokan menjadi tahap
selanjutnya. Dalam tahap ini ada konflik yang dipersepsikan dan konflik yang
dirasakan. Konflik yang dipersepsikan merupakan kesadaran oleh salah satu
pihak atau lebih akan kondisi-kondisi yang menciptakan kesempatan timbulnya
konflik. Konflik yng dirasakan merupakan pelibatan emosional dalam suatu
onflik yang menciptakan kecemasan, ketegangan, dan permusuhan
( Robbins, 2001: 388 ).
20
3. Keinginan- keinginan Penanganan konflik
Untuk menangani konflik dengan efektif, kita harus mengetahui
kemampuan diri sendiri dan juga pihak-pihak yang mempunyai konflik.
Menurut Robbins (2001: 389), ada beberapa cara untuk menangani konflik
antara lain: instropeksi diri, mengevaluasi pihak-pihak yang terlibat, identifikasi
sumber konflik, mengetahui pilihan penyelesaian atau penanganan konflik yang
ada dan memilih yang tepat.
Instropeksi diri merupakan apa saja yang menjadi dasar dan persepsi kita.
Hal ini penting untuk dilakukan sehingga kita dapat mengukur kekuatan kita.
Mengevaluasi pihak-pihak yang terlibat merupakan hal yang sangat penting bagi
kita karena kita dapat mengidentifikasi kepentingan apa saja yang mereka
miliki, bagaimana nilai dan bersikap mereka atas konflik tersebut dan apa
perasaan mereka atas terjadinya konflik. Kesempatan kita untuk sukses dalam
menangani konflik semakin besar jika kita melihat konflik yang terjadi dari
semua sudut pandang. Identifikasi sumber konflik, konflik sebaiknya dapat
teridentifikasi sumbernya sehingga sasaran penanganannya lebih terarah kepada
sebab konflik. Jika hal-hal penyebab konflik sudah di ketahui, kita bisa
mengetahui pilihan penyelesaian atau penanganan konflik yang ada dan memilih
yang tepat.
Untuk menangani konflik-konflik yang terjadi dalam sebuah organisasi,
setidaknya ada lima metode penanganan konflik dari Fandy Tjiptono dan
Anastasia Diana (2003; 178), yaitu: berkompetisi, menghindari konflik,
akomodasi, kompromi, dan kolaborasi.
21
(a). Berkompetisi dilakukan jika kita mencoba memaksakan kepentingan
sendiri di atas kepentingan pihak lain. Pilihan tindakan ini bisa sukses
dilakukan jika situasi saat itu membutuhkan keputusan yang cepat,
kepentingan salah satu pihak lebih utama dan pilihan kita sangat vital.
Hanya perlu diperhatikan situasi menang–kalah (win-lose conflict) akan
terjadi disini, di sebut juga tawar-menawar distributif dalam negosiasi.
Pihak yang kalah akan merasa dirugikan dan dapat menjadi konflik yang
berkepanjangan. Tindakan ini bisa dilakukan dalam hubungan atasan–
bawahan, dimana atasan menempatkan kepentingannya (kepentingan
organisasi) di atas kepentingan bawahan.
(b). Menghindari konflik dilakukan jika salah satu pihak menghindari dari
situsasi tersebut secara fisik ataupun psikologis. Sifat tindakan ini hanyalah
menunda konflik yang terjadi. Situasi menang kalah terjadi lagi disini.
Menghindari konflik bisa dilakukan jika masing-masing pihak mencoba
untuk mendinginkan suasana, membekukan konflik untuk sementara.
Dampak kurang baik bisa terjadi jika pada saat yang kurang tepat konflik
meletus kembali, ditambah lagi jika salah satu pihak menjadi stres karena
merasa masih memiliki hutang menyelesaikan persoalan tersebut.
(c). Akomodasi, yaitu jika kita mengalah dan mengorbankan beberapa
kepentingan sendiri agar pihak lain mendapat keuntungan dari situasi
konflik itu. Disebut juga sebagai self sacrifying behaviour. Hal ini
dilakukan jika kita merasa bahwa kepentingan pihak lain lebih utama atau
kita ingin tetap menjaga hubungan baik dengan pihak tersebut.
22
Pertimbangan antara kepentingan pribadi dan hubungan baik menjadi hal
yang utama di sini.
(d). Kompromi dapat dilakukan jika ke dua belah pihak merasa bahwa
kedua hal tersebut sama–sama penting dan hubungan baik menjadi yang
utama.
(e). Berkolaborasi merupakan suatu usaha menciptakan situasi menang-
menang (win-win conflict) dengan saling bekerja sama, disebut juga tawar-
menawar integratif dalam negosiasi. Pilihan tindakan ada pada diri kita
sendiri dengan konsekuensi dari masing-masing tindakan. Jika terjadi
konflik pada lingkungan kerja, kepentingan dan hubungan antar pribadi
menjadi hal yang harus kita pertimbangkan.
4. Perilaku
Pada tahap ini konflik mulai tampak nyata. Tahap perilaku mencakup
pernyataan, tindakan, dan reaksi yang dibuat oleh pihak-pihak yang berkonflik.
Perilaku ini biasanya secara terang-terangan berupaya untuk melaksanakan
maksud-maksud tiap pihak. Tetapi perilaku ini mempunyai suatu kualitas
rangsangan yang terpisah dari maksud-maksud. Sebagai hasil salah perhitungan
atau tindakan tidak terampil, kadangkala perilaku terang-terangan menyimpang
dari maksud-maksud yang orisinal.
5. Hasil
Hasil dari tahap ini bisa fungsional bisa juga disfungsional. konflik
disfungsional bagi pihak yang kurang diuntungkan karena menghalangi kinerja
23
kelompoknya dan merupakan konflik fungsional bagi pihak yang diuntungkan
karena mendukung tujuan dan kinerja kelompok ( Schermerhorn, 1999:339 ).
(a). Hasil Fungsional Konflik
Konflik dapat bersifat konstruktif bila konflik itu memperbaiki kualitas
keputusan, merangsang kreativitas dan inovasi, mendorong perhatian
dan keinginan anggota kelompok, menyediakan media untuk
menyampaikan masalah dan meredakan ketegangan, serta menumpuk
suatu lingkungan evaluasi diri dan perubahan. Dengan demikian,
heterogenitas anggota kelompok dan organisasi dapat meningkatkan
kreativitas, memperbaiki kualitas keputusan, dan mempermudah
perubahan.
(b). Hasil Disfungsional Konflik
Konflik disfungsional dapat mengurangi efektivitas kelompok. Konflik
ini menghambat komunikasi, mengurangi keterpaduan kelompok dan
dikalahkannya tujuan kelompok terhadap keunggulan pertikaian antara
anggota- anggota. Jadi konflik ini dapat menghentikan berfungsinya
kelompok dan secara potensial mengancam kelangsungan hidup
kelompok.
b.5. Faktor Penyebab terjadinya Konflik
Menurut penelitian yang dilakukan, setidaknya ada beberapa faktor
yang dapat menyebabkan konflik, menurut Moh. Pabundu Tika (2006; 85),
ada tujuh penyebab utama terjadinya konflik organisasi, yaitu: perbedaan
pendapat, salah paham, salah satu atau kedua belah pihak merasa dirugikan,
24
perasaan yang terlalu sensitif, konflik yang disebabkan oleh struktur,
perilaku yang tidak menyenangkan, dan konflik yang disebabkan faktor luar
organisasi.
Perbedaan pendapat dapat menimbulkan suatu konflik karena masing-
masing pihak merasa dirinya paling benar. Salah paham merupakan salah
satu yang dapat menimbulkan konflik. Salah paham ini bisa terjadi karena
pihak satu tidak mengetahui maksud dan tujuan pihak lain, serta kurang
komunikasi. Komunikasi mempunyai peranan penting dalam setiap
organisasi karena merupakan sarana yang diperlukan untuk mengkoordinasi
dan mengarahkan kegiatan pekerja ke tujuan dan sasaran organisasi. Cara
memecahkan masalah komunikasi dapat dikelompokkan menurut arah berita
yang dimaksud: ke bawah, ke atas, ke samping/horizontal, dan lintas-
saluran. Komunikasi ke atas, berarti bahwa informasi mengalir dari jabatan
berotoritas lebih rendah kepada mereka yang berotoritas lebih tinggi.
Komunikasi ke bawah, dalam sebuah organisasi berarti bahwa informasi
mengalir dari jabatan berotoritas lebih tinggi kepada mereka yang
berotoritas lebih rendah. Komunikasi ke samping/horizontal, terdiri dari
penyampaian informasi di antara rekan-rekan sejawat dalam unit kerja yang
sama. Komunikasi lintas-saluran, terjadi bila muncul keinginan untuk
berbagi informasi melewati batas-batas fungsional dengan individu yang
tidak menduduki posisi atasan maupun bawahan mereka. Mereka melintasi
jalur fungsional dan berkomunikasi dengan orang- orang yang di awasi dan
yang mengawasi tetapi bukan atasan atau bawahan mereka.
25
Faktor penyebab terjadinya konflik yang lain adalah Jika salah satu
dianggap merugikan yang lain atau masing- masing merasa dirugikan pihak
lain, akan dapat menyebabkan orang merasa tidak senang, bisa juga karena
perasaan yang terlalu sensitif yang menurut sebagian orang dianggapnya
wajar, tetapi pihak lain merugikan. Konflik yang disebabkan oleh struktur
ini berupa ukuran/besarnya organisasi dan spesialisasi, ketidakjelasan
yurisdiksi, gaya kepemimpinan tertutup, sistem imbalan yang merugikan,
dan derajat ketergantungan antara kelompok satu dengan kelompok lainnya.
Perilaku perorangan atau kelompok yang tidak sesuai dengan norma- norma
organisasi bisa menyebabkan konflik dalam organisasi. Demikian pula
tindakan manajer atau pimpinan puncak yang menekan bawahan bisa
menimbulkan ketidaksenangan bahkan timbul frustasi dari bawahan yang
ditekan. Sedangkan faktor penyebab terjadinya konflik dari luar organisasi
ini terjadi karena pihak luar organisasi melakukan intervensi terhadap suatu
organisasi. Intervensi bisa berupa persaingan, kualitas produk, penguasaan
pasar, adu domba terhadap personal suatu organisasi, dan sebagainya.
Ada beberapa faktor-faktor lainnya yang dapat mempengaruhi konflik
dan dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok besar yaitu faktor intern
dan faktor ekstern menurut Juanita dalam Memenejemeni Konflik Dalam
Suatu Organisasi (2002)3, Dalam faktor intern dapat disebutkan beberapa
hal, antara lain: kemantapan organisasi, sistem nilai, tujuan, dan sistem lain
dalam organisasi.
3 http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-juanita3.pdf
26
1. Kemantapan organisasi. Organisasi yang telah mantap lebih mampu
menyesuaikan diri sehingga tidak mudah terlibat konflik dan mampu
menyelesaikannya. Analoginya adalah seseorang yang matang mempunyai
pandangan hidup luas, mengenal dan menghargai perbedaan nilai dan lain-
lain.
2. Sistem nilai suatu organisasi ialah sekumpulan batasan yang meliputi
landasan maksud dan cara berinteraksi suatu organisasi, apakah sesuatu
itu baik, buruk, salah atau benar.
3. Tujuan suatu organisasi dapat menjadi dasar tingkah laku organisasi itu
serta para anggotanya.
4. Sistem lain dalam organisasi, seperti sistem komunikasi, sistem
kepemimpinan, sistem pengambilan keputusan,sistem imbalan dan lain-
lain. Dalam hal sistem komunikasi misalnya ternyata persepsi dan
penyampaian pesan bukanlah soal yang mudah.
Faktor ekstern yang dapat meyebabkan konflik meliputi:
keterbatasan sumber daya, kekaburan aturan/norma masyarakat, derajat
ketergantungan dengan pihak lain, dan pola interaksi dengan pihak lain.
1. Keterbatasan sumber daya, kelangkaan suatu hal yang dapat
menumbuhkan persaingan dan seterusnya dapat berakhir menjadi konflik.
2. Kekaburan aturan/norma di masyarakat dapat memperbesar peluang
perbedaan persepsi dan pola bertindak.
3. Derajat ketergantungan dengan pihak lain, karena semakin tergantung satu
pihak dengan pihak lain semakin mudah konflik terjadi.
27
4. Pola interaksi dengan pihak lain. Pola yang bebas memudahkan
pemamparan dengan nilai-nilai ain sedangkan pola tertutup menimbulkan
sikap kabur dan kesulitan penyesuaian diri.
2. Kerangka Pikir
Suatu kegiatan penelitian, mulai dari perencanaan hingga
penyelesaiannya harus mempunyai satu kerangka pemikiran yang utuh untuk
memberi jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang ada dalam perumusan
masalah. Dengan kata lain, kerangka pemikiran merupakan suatu uraian yang
menjelaskan tentang variabel-variabel dan hubungan antar variabel yang telah
dirumuskan dalam perumusan masalah.
Dalam sebuah organisasi seperti di Taman Budaya Jawa Tengah, sudah
terbentuk budaya organisasi sebagai budaya yang membedakan dari
organisasi/instansi pemerintah lainnya. Pembicaraan tentang budaya organisasi
disini menyangkut nilai-nilai yang dianut, simbol-simbol, kebiasaan rutin dalam
organisasi, teladan, penyesuaian diri dan cerita-cerita yang di hidupkan.
Berawal dari para seniman maupun kelompok-kelompok kesenian yang
terkesan sak-sak e4 dan sak karepe dhewe5 dalam berkesenian, maka muncullah
sebuah wadah berupa Taman Budaya yang merupakan instansi pemerintah yang
birokratis. Taman Budaya merupakan mediator dan fasilitator bagi para seniman
dan kelompok kesenian dalam mengekspresikan jiwa seninya. Selain
mempunyai budaya organisasi yang birokratis seperti instansi pemerintah
4 Sak-sak e: bebas/terserah 5 Sak karepe dhewe: apa yang diinginkan diri sendiri
28
lainnya karena di Taman Budaya Jawa Tengah ada jalur/mekanisme seperti
instansi pemerintah yang lain, Taman Budaya Jawa Tengah juga menerapkan
sistem manajemen personal. Maksudnya disini adalah selain melalui jalur
birokrasi yang formal, di Taman Budaya Jawa Tengah juga menerapkan jalur
informal, misalnya saja kalau untuk memesan tempat buat latihan pementasan di
wilayah Taman Budaya Jawa Tengah bisa hanya lewat telfon atau bahkan sms
( short message service ).
Dalam penelitian ini, peneliti melihat adanya fenomena dalam
peminjaman gedung di wilayah Taman Budaya Jawa Tengah. Sebenarnya telah
ada prosedur peminjaman gedung di wilayah Taman Budaya Jawa Tengah dan
ada petugas yang khusus menanganinya. Tetapi ternyata hal itupun belum cukup
untuk meniadakan sebuah konflik dari peminjaman sebuah gedung yang sama
dan pada waktu yang sama pula dari beberapa kelompok seni sebagai pengguna
fasilitas. Faktor komunikasi antar kelompok seni dan juga dengan pihak Taman
Budaya Jawa Tengah yang kadang hanya mengandalkan sms (short message
service) sering mengakibatkan ketidakjelasan berita yang bisa menyebabkan
konflik. Sedangkan jika konfirmasi dengan petugas yang bertanggungjawab
menangani peminjaman gedung di Taman Budaya Jawa Tengah, mereka
mempersilakan kelompok-kelompok yang berselisih tersebut supaya
berkompromi menyelesaikan sendiri perselisihan tentang penggunaan tempat
supaya mendapat keputusan bersama yang dianggap adil oleh kedua belah
pihak. Kalau ada kegiatan dari Taman Budaya Jawa Tengah sendiri yang
dianggap lebih penting, maka pihak Taman Budaya Jawa Tengah berhak
29
membatalkan acara di luar kegiatan Taman Budaya Jawa Tengah atau mungkin
mengganti dengan hari lainnya dengan kata lain pihak Taman Budaya Jawa
Tengah kadang menyelesaikan konflik yang terjadi dengan akomodasi. Dalam
hal ini, maka konflik antara kelompok kesenian-kelompok kesenian yang
menggunakan fasilitas gedung di wilayah Taman Budaya Jawa Tengah
merupakan konflik disfungsional bagi pihak yang kurang diuntungkan karena
menghalangi kinerja kelompoknya dan merupakan konflik fungsional bagi pihak
yang diuntungkan karena mendukung tujuan dan kinerja kelompok.
Bagan 1.1 Kerangka Pikir
Konflik
Faktor Kelangkaan Sumber Daya
Faktor Komunikasi
Manajemen Konflik:KompromiAkomodasi
F. Metode Penelitian
1. Tipe Penelitian
Tipe penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif yaitu
tipe penelitian yang bersifat memaparkan atau menggambarkan. Metode
penelitian kualitatif adalah penelitian dimana hasil akhirnya bukan berupa
angka, melainkan berupa uraian deskripsi yang berwujud kata-kata dalam
kalimat atau gambar yang kemudian berlanjut pada analisis untuk membuat
gambaran mengenai masalah yang diangkat. Dalam masalah ini peneliti
30
berusaha untuk mendeskripsikan secara mendalam tentang bagaimana
memanajemen konflik-konflik antar kelompok kesenian yang terjadi dan yang
ada di Taman Budaya Jawa Tengah dalam hal penggunaan fasilitas gedung di
Taman Budaya Jawa Tengah.
2. Lokasi Penelitian
Penelitian mengambil lokasi di Taman Budaya Jawa Tengah yang terletak
di Surakarta karena di Taman Budaya Jawa Tengah merupakan salah satu
tempat bagi para pekerja seni maupun kelompok seni di Surakarta pada
khususnya dan luar Surakarta pada umumnya untuk menyalurkan ekspresi
mereka.
3. Populasi dan Sampel
a) Populasi merupakan jumlah keseluruhan dari subjek yang akan di teliti.
Populasi di gunakan untuk mengetahui subjek yang akan dijadikan sampel
dalam penelitian. Sebagai populasi dari penelitian ini adalah seluruh pegawai
Taman Budaya Jawa Tengah dan kelompok-kelompok pekerja seni sebagai
pengguna jasa.
b) Sampel adalah bagian dari keseluruhan populasi yang menjadi objek dalam
penelitian ini. Untuk pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan
teknik Purposive Sampling, yaitu peneliti memiliki kecenderungan untuk
memilih informan yang dianggap mengetahui informasi dan masalahnya
secara mendalam dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber data yang
31
mantap. Bahkan di dalam pelaksanaan pengumpulan data pilihan informan
dapat berkembang sesuai dengan kebutuhan dan kemantapan peneliti dalam
memperoleh data. Maksud dari sampling bertujuan dalam penelitian ini
adalah untuk menjaring sebanyak mungkin informasi dari berbagai macam
sumber. Setiap satuan sebelumnya dijaring dan dianalisis, kemudian satuan
berikutnya dipilih untuk memperluas informasi yang telah di peroleh
sebelumnya. Dalam penggunaan sampel ini pihak yang dijadikan sampel
adalah pegawai kantor Taman Budaya Jawa Tengah yang mengetahui
bagaimana prosedur dalam peminjaman gedung dan kelompok pekerja seni
Surakarta sebagai pengguna jasa yang pernah mengalami konflik.
4. Sumber Data
a) Data primer
Sumber data primer, meliputi hasil wawancara dengan informan yaitu
pihak yang kompeten dan dapat memberikan informasi mengenai data-data yang
dibutuhkan dalam penelitian ini, pihak-pihak tersebut dalam hal ini adalah:
· Pegawai Taman Budaya Jawa Tengah
· Kelompok kesenian/pekerja seni
b) Data sekunder
Diperoleh melalui dokumen-dokumen yang mendukung penelitian, baik
itu dari dokumen dan arsip-arsip mengenai sejarah dan data teknis di Taman
Budaya Jawa Tengah maupun artikel dari internet mengenai pengertian dari
manajemen konflik.
32
5. Teknik Pengumpulan Data
a) Observasi
Yaitu melakukan pengamatan dan pencatatan secara langsung baik secara
formal maupun informal berkaitan dengan pemasalahan yang diangkat. Dasar
utama metode observasi adalah menggunakan indera visual, tetapi dapat juga
melibatkan indera lain seperti pendengaran. Dengan teknik ini, kita tidak
mengabaikan teknik-teknik pengumpulan data yang lain.
b) Wawancara mendalam ( indepth interview )
Wawancara mendalam adalah teknik pengumpulan data dimana peneliti
mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang segala sesuatu kepada informan
untuk memperoleh informasi yang diharapkan. Teknik wawancara ini tidak
dilakukan dengan menggunakan struktur yang ketat atau semi formal agar
keterangan yang diperoleh dari informan memiliki kedalaman dan keluasan,
sehingga mampu memperoleh informasi yang sebenarnya.
Wawancara ini dilakukan dengan cara menanyakan permasalahan yang
akan diteliti kepada salah satu informan, kemudian apabila jawabannya dirasa
kurang menjelaskan permasalahan yang dimaksud, maka wawancara biasanya
dilakukan lagi kepada informan lain dengan materi wawancara yang sama dan
seterusnya, sampai kejelasan masalah yang diteliti dapat dipercaya. Dalam
pelaksanaan wawancara dilakukan baik secara formal maupun informal
disesuaikan dengan latar belakang informan, waktu, dan tempat penelitian.
33
c) Studi kepustakaan
Teknik ini dilakukan dengan cara membaca dan mempelajari buku-buku
literatur. Juga mengumpulkan data dokumenter yang relevan dengan objek
penelitian. Dokumen tersebut antara lain berupa: laporan-laporan, artikel di
media massa, dan lain-lain yang mampu mendukung data yang diperlukan arsip
organisasi dan catatan lain sebagainya.
6. Validitas Data
Validitas data bisa dilakukan melalui metode triangulasi (Liamputtong
dan Ezzy dalam Sudarmo, 2008: 85). Validitas data juga bisa dipertahankan
dengan menggunakan data interpretasi dari sekelompok orang-orang yang
berbagi tentang situasi atau keadaan yang sama (Cassel dan Symon dalam
Sudarmo). Untuk itu validitas penelitian ini dilakukan melalui multi sumber
data/multiple information sources dengan menggunakan berbagai informan dan
berbagai data dokumen juga metode pengumpulan data dan interpretasi data
yang dikumpulkan dalam berbagai pandangan.
Validitas data dalam penelitian ini menggunakan metode triangulasi.
Dengan triangulasi, memungkinkan dikumpulkannya serangkaian bukti, baik itu
data yang mendukung maupun tidak mendukung. Untuk memperoleh data yang
diperlukan sesuai dengan penelitian ini data dikumpulkan secara sistematik,
bukan secara kebetulan (Cassel dan Symon dalam Sudarmo, 2008: 85).
34
7. Teknik Analisa Data
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan model analisis interaktif
(Interactive Model of Analysis), dengan teknik ini setelah data terkumpul
dilakukan analisa melalui tiga komponen yaitu reduksi data, penyajian data dan
penarikan kesimpulan dengan verifikasinya. Ketiga komponen ini saling
berinteraksi dan berkaitan satu sama lain sehingga tidak dapat dipisahkan dari
kegiatan pengumpulan data, oleh karenanya analisa data dapat dilakukan
sebelum, selama dan setelah proses pengumpulan data dilapangan.
Menurut B. Miles dan A. Michael Huberman dalam H. B Sutopo
(2002; 91) dalam proses analisis terdapat tiga komponen utama yang saling
berkaitan serta menentukan hasil akhir analisis, tiga komponen tersebut:
a. Reduksi Data (data reduction)
Reduksi data merupakan proses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan dan
abstraksi data kasar. Proses ini berlangsung terus selama pelaksanaan riset, yang
dimulai bahkan sebelum pengumpulan data dilakukan. Reduksi data dimulai
sejak peneliti mengambil keputusan tentang kerangka kerja konseptual,
pemilihan kasus, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dan tentang cara
pengumpulan data yang dipakai. Pada saat pengumpulan data berlangsung,
reduksi data berupa membuat singkatan, memusatkan tema, membuat batas
permasalahan dan menulis memo. Proses reduksi data ini berlangsung sampai
penelitian selesai ditulis.
35
b. Penyajian Data (data display)
Penyajian data adalah suatu rakitan organisasi informasi yang
memungkinkan kesimpulan riset dapat dilakukan. Dengan penyajian data,
peneliti akan mudah memahami apa yang sedang terjadi dan apa yang harus
dilakukan, lebih jauh menganalisis ataukah mengambil tindakan berdasarkan
atas pemahaman yang didapat dari penyajian tersebut. Penyajian data meliputi
berbagai jenis matrik, grafik, jaringan dan bagan yang dirancang guna
menggabungkan informasi yang tersusun dalam suatu bentuk yang padu dan
mudah diraih, dengan demikian peneliti dapat melihat apa yang sedang terjadi
dan menemukan apakah akan menarik kesimpulan ataukah terus melangkah
untuk melakukan analisis.
c. Penarikan Simpulan (conclution drawing)
Dalam awal pengumpulan data, peneliti sudah harus mulai mengerti apa
arti dari hal-hal yang ia teliti dengan melakukan pencatatan peraturan-peraturan,
pokok-pokok pernyataan, arahan sebab akibat dan proposisi-proposisi sehingga
memudahkan dalam pengambilan simpulan. Peneliti yang kompeten akan
menangani simpulan-simpulan itu dengan longgar, tetap terbuka dan skeptis.
Mula-mula belum jelas, namun kemudian menguat menjadi lebih rinci dan
mengakar dengan kokoh. Penarikan simpulan hanyalah merupakan sebagian dari
suatu kegiatan dan konfigurasi yang utuh. Simpulan juga diverifikasi selama
penelitian berlangsung supaya benar-benar dapat dipertanggungjawabkan.
Misalnya saja dengan berdiskusi dengan orang yang cukup mengerti
permasalahan penelitian yang diteliti. Dalam penelitian, alat perekam akan
36
memudahkan wawancara dan memudahkan peneliti pada saat pencatatan data
guna menarik simpulan sementara selama proses pengumpulan data
berlangsung.
Tiga komponen analisis tersebut aktivitasnya berbentuk interaksi dengan
proses pengumpulan data berbentuk siklus. Dengan bentuk ini peneliti tetap
bergerak diantara tiga komponen tersebut, dengan komponen pengumpulan data
selama proses pengumpulan data berlangsung. Sesudah pengumpulan data,
kemudian bergerak diantara data reduction, data display dan conclution drawing
dengan waktu yang masih tersisa dalam penelitiannya.
Bagan 1.2 Model Analisis Interaktif
( H. B Soetopo, 2002:96)
Reduksi Data
Pengumpulan Data
Penarikan Simpulan
Penyajian Data