bab i pendahuluan a. latar belakang masalaheprints.umm.ac.id/38919/2/bab i.pdf · soal-soal pokok...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) merupakan sebutan lain dari
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok
Agraria. Undang-undang ini disahkan dan diundangkan pada tanggal 24
September 1960 di Jakarta. Tujuan dikeluarkannya UUPA adalah untuk
mengakhiri dualisme hukum agraria di Indonesia pada saat itu. Dengan lahirnya
UUPA, maka terwujudlah suatu hukum agraria nasional, yang akan memberikan
kepastian hukum bagi seluruh rakyat dan memungkinkan tercapainya fungsi bumi,
air dan ruang angkasa serta kekayaan alam sebagaimana yang dicita-citakan
tersebut. Mengingat sifat dan kedudukan UUPA ini sebagai peraturan dasar bagi
hukum agraria nasional yang baru, maka UUPA ini hanya memuat azas-azas serta
soal-soal pokok masalah agraria. Dalam pelaksanaannya undang-undang ini masih
memerlukan berbagai undang-undang terkait dan peraturan perundang-undangan
lainnya. Kepastian hukum bagi pemilik hak atas tanah, oleh UUPA sendiri
disebutkan, hanya dapat diperoleh melalui prosedur pendaftaran tanah (dimana
sebagian pihak menyebutnya sebagai proses "pensertipikatan tanah").
Undang-Undang Pokok Agraria meletakkan dasar untuk mewujudkan
kepastian hukum dan perlindungan hukum bagi seluruh rakyat Indonesia. Menurut
Pasal 19 UUPA Nomor 5 Tahun 1960 yang ditindak lanjuti dengan Pasal 3 huruf
2
a Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 (selanjutnya disebut PP 24/1997)
tentang Tujuan Pendaftaran Tanah.1
“untuk memberikan kepastian dan perlindungan hukum kepada pemegang
hak atas suatu bidang tanah, suatu rumah susun dan hak-hak lain yang
terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai
pemegang hak yang bersangkutan”.
Pendaftaran tanah akan membawa akibat hukum berupa surat tanda bukti
hak atas tanah yang disebut sebagai sertipikat tanah kepada pemegang hak atas
tanah yang bersangkutan berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.2 Seperti
yang disebutkan dalam Pasal 32 ayat (1) PP 24/1997 tentang pendaftaran tanah
bahwa :
“Sertipikat merupakan surat tanda bukti hakyang berlaku sebagai alat
pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat
di dalamnya, sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan
data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah hak yang bersangkutan.”
Penerbitan sertipikat hak atas tanah yang dikeluarkan oleh Kantor
Pertanahan berupa sertipikat tanah hak milik yang melibatkan pihak pemohon,
para pemilik tanah yang bersebelahan, pamong desa dan pihak instansi yang
terkait untuk memperoleh penjelasan mengenai surat-surat sebagai alas hak yang
berhubungan dengan permohonan sertipikat, sehingga penjelasan dari pihak
terkait memiliki peluang untuk timbul sertipikat cacat hukum.3 Sertipikat hak atas
tanah sebagai alat bukti surat belum dapat memenuhi keinginan masyarakat,
1 Pasal 19 ayat (1) UUPA Nomor 5 Tahun 1960 menyebutkan bahwa,” untuk menjamin kepastian
hukum, oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia
menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah. 2Maria Emaculata Noviana Ira Hapsari, Tinjauan Yuridis Putusan
No.10/G/TUN/2002/PTUN.SMG, Tesis tidak diterbitkan, Semarang, Program Pascasarjana
Magister Kenotariatan Universitas Diponegoro, 2006. 3 Ali Achmad Chomzah, Hukum Pertanahan Seri Hukum Pertanahan III-Penyelesaian Sengketa
Hak Atas Tanah dan Seri Hukum Pertanahan IV-Pengadaan Tanah Instansi Pemerintah,
Prestasi Pustaka, Jakarta, 2003, Hlm.18
3
karena dalam prosesnya sering terjadi sengketa/konflik dalam hal menentukan
siapakah yang berhak atas obyek tanah tersebut. Proses penyelesaian
sengketa/konflik tanah memerlukan waktu yang cukup lama apabila tidak dapat
diselesaikan melalui jalur mediasi antara para pihak yang bersengketa dan Kantor
Pertanahan selaku mediator.4Tidak jarang sengketa tanah berakhir pada perkara di
meja hijau (pengadilan).Dalam prakteknya, penerbitan sertipikat hak atas tanah
masih terdapat ketidakpastian hukum dalam melindungi obyek (tanah) dan subyek
(hak perorangan/badan hukum) dari sertipikat hak atas tanah tersebut. Pada
umumnya sengketa/konflik yang terjadi dan diketahui setelah terjadi penerbitan
sertipikat ganda di masyarakat.
Sengketa pertanahan merupakan gejala yang sama sekali tidak dapat
diabaikan dan harus diselesaikan sesuai dengan aturan yang berlaku. Namun
demikian sekalipun peraturan sudah mengatur sedemikian rupa akan tetapi tetap
terjadi banyak sengketa tanah. Dalam praktek sekarang ini tidak jarang telah
terjadi terbit 2 (dua) atau lebih sertipikat tanah di atas sebidang tanah yang sama,
lazim dikenal dengan tumpang tindih (overlapping) sertipikat dan membawa
akibat ketidakpastian hukum bagi pemegang atas tanah dan akan menimbulkan
persengketaan antara para pemegang hak, karena dapat merugikan orang yang
benar-benar memiliki hak atas tanah tersebut, yang sangat tidak diharapkan dalam
pelaksanaan pendaftaran tanah di Indonesia5.
4 Syahrial Abbas, Mediasi dalam perspektif hukum syari’ah, hukum adat, hukum nasional,
Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2009, Hlm.2 5 Bachtiar Effendie, Pendaftaran Tanah di indonesia dan Peraturan Pelaksanaannya, Cet. I, (edisi
kedua 1993), (Bandung : Alumni, 1993), hlm. 73.
4
Apabila terbit dua sertipikat atas lebih atas satu bidang tanah, sudah tentu
terdapat perbedaan baik dari data yuridisnya maupun data fisiknya. Data fisik
adalah keterangan mengenai letak, batas, dan luas bidang tanah dan satuan rumah
susun yang didaftar, termasuk keterangan mengenai adanya bangunan atau bagian
bangunan diatasnya6. Perbedaan yang berkaitan dengan data fisik mungkin terjadi
dalam sengketa sertipikat ganda, yaitu perbedaan mengenai luas tanah maupun
batas-batas tanah yang sering ditemukan. Data yuridis adalah keterangan
mengenai status hukum bidang tanah dan satuan rumah susun yang didaftar,
pemegang haknya dan pihak lain serta beban-beban lain yang membebaninya7
Pada beberapa daerah terdapat sejumlah kasus "sertipikat ganda", yaitu
sebidang tanah terdaftar dalam 2 (dua) buah sertipikat yang secara resmi
samasama diterbitkan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota. Akibat dari
terbitnya sertipikat ganda tersebut menimbulkan sengketa perdata antar para
pihak, untuk membuktikan jaminan kepastian hukum atas tanah tersebut
diselesaikan melalui lembaga peradilan.
Sebagaimana halnya yang terdapat pada Putusan Pengadilan Tata Usaha
Negara No. 119/G/2008/PTUN.SBY, salah satu kasus sengketa pemilikan tanah
dan menjadi obyek penelitian ini adalah kasus peradilan tata usaha negara yang
berkaitan dengan terbitnya “sertipikat ganda/overlapping” sebidang tanah
terdaftar atas dua (2) sertipikat, yaitu Sertipikat Hak Milik (selanjutnya disebut
SHM) No.1562 dengan SHM No.3130 di Kota Malang dengan obyek sengketa
yang sama. Sertipikat SHM tersebut tumpang tindih dengan SHM No.3130 yang
6 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia (Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok
Agraria, Isi dan Pelaksanaannya), (edisi revisi 2005), (Jakarta : Djambatan, 2005), hlm. 472.
5
diketahui setelah SHM atas nama Achmad Zaky mendirikan bangunan toko/
sejenis ruko di atas tanah SHM atas nama Supriyono. Kedua sertipikat SHM
semuanya secara resmi sama-sama diterbitkan oleh Kantor Pertanahan Kota
Malang. Merasa tidak terima dan dirugikan, akhirnya Suriyono menggugat
sengketa sertipikat ganda tersebut ke jalur peradilan. Akibatnya adalah timbul
sengketa tata usaha negara antar para pihak dan Kantor Pertanahan sebagai
pejabat yang menerbitkan sertipikat hak atas tanah.
Adapun kasus sengketa keabsahan sertipikat para pihak dan yang menjadi
obyek penelitian ini adalah kasus yang berkaitan dengan terbitnya sertipikat ganda
yang diperiksa dan diadili di Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Surabaya
yaitu antara Penggugat (SHM atas nama Supriyono dengan Tergugat (Kantor
Pertanahan Kota Malang) dan Tergugat II Intervensi (SHM atas nama Achmad
Zaky) seperti yang tercantum dalam Putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha
Negara Surabaya Nomor 119/G/2008/PTUN.SBY. Masing-masing dari pihak
Penggugat dan Tergugat berstatus perorangan. Kasus ini menarik untuk diteliti
lebih lanjut karena terdapat tumpang tindih sertipikat antara 2 (dua) sertipikat hak
milik. Kemudian isi amar putusan dalam pokok perkara adalah menyatakan
gugatan penggugat diterima seluruhnya karena SHM obyek sengketa yang
diterbitkan didasarkan pada bukti fisik yang salah oleh Tergugat (Kantor
Pertanahan) dan Tergugat II Intervensi (Ahmad Zaky).
Ditinjau dari sertipikat yang disengketakan, maka kenyataan mengenai
kepastian hukum pada sertipikat hak atas tanah dengan kenyataan yang ada di
lapangan berbeda. Dalam kasus tersebut Majelis Hakim memutuskan bahwa SHM
6
Nomor 3129, Surat Ukur Nomor : 01066/Tulusrejo/2006, diterbitkan pada tanggal
26 April 2006, a.n. Ny. Wahyu Pinasthi, luas 183M2, terletak di Kelurahan
Tulusrejo Kecamatan Lowokwaru Kota Malang dan SHM Nomor 3130, Surat
Ukur Nomor :01067/Tulusrejo/2006, diterbitkan pada tanggal 26 April 2006, a.n.
Achmad Zaky, luas 181M2, terletak di Kelurahan Tulusrejo Kecamatan
Lowokwaru Kota Malang, dinyatakan batal Keputusan Tata Usaha Negara yang
diterbitkan oleh Tergugat sesuai amar Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara No.
119/G/2008/PTUN.SBY.
Berkaitan dengan uraian kasus posisi tersebut penulis tertarik untuk
membahas lebih lanjut dan menuangkannya kedalam penulisan tugas akhir skripsi ini
dengan judul : “ANALISIS YURIDIS PUTUSAN PENGADILAN TATA USAHA
NEGARA No. 119/G/2008/PTUN.SBY TENTANG PEMBATALAN
KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA TERHADAP SERTIPIKAT GANDA”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang dapat didefinisikan beberapa pokok
permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan hukum ini, yakni sebagai
berikut :
1. Bagaimana pertimbangan Majelis Hakim dalam Putusan Pengadilan Tata
Usaha Negara No.119/G/2008/PTUN.SBY mengenai pembatalan Keputusan
Tata Usaha Negara terhadap sertipikat ganda?
2. Apakah Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara No.119/G/2008/PTUN.SBY
telah memenuhi aspek keadilan, kepastian dan kemanfaatan hukum?
7
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut diatas, maka peneliti
menentukan tujuan penelitian sebagai berikut :
1. Tujuan Obyektif
a. Untuk mengetahui pertimbangan Majelis Hakim dalam memutuskan
Perkara No.119/G/2008/PTUN.SBY mengenai pembatalan
Keputusan Tata Usaha Negara terhadap sertipikat ganda.
b. Untuk mengetahui Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara
No.119/G/2008/PTUN.SBY telah memenuhi aspek keadilan,
kepastian dan kemanfaatan hukum.
D. Manfaat Penelitian
1. Menyusun tugas akhir skripsi Penulisan Hukum untuk memenuhi
persyaratan memperoleh gelar sarjana dalam ilmu hukum pada Fakultas
Hukum Universitas Muhammadiyah Malang.
2. Mengetahui kesesuaian antara teori yang diperoleh dibangku kuliah
dengan kenyataan dalam kehidupan masyarakat.
E. Kegunaan Penelitian
Ada beberapa manfaat yang bisa di ambil dalam penelitian ini, manfaat
dalam penelitian ini bisa di bagi dua manfaat yakni manfaat teoritis dan manfaat
praktis.
8
1. Secara teoritis, hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan
pemikiran pada pengembangan ilmu hukum di bidang pertanahan tentang
sengketa pertanahan. Selain itu dapat memperluas pandangan ilmiah
mengenai fungsi peradilan perdata dalam menyelesaikan sengketa
pertanahan guna memberikan perlindungan hukum.
2. Secara praktis, sebagai bahan masukan bagi pembuat Undang-undang di
bidang pertanahan untuk melakukan pembaharuan peraturan perundang-
undangan serta sistem hukumnya sehingga mengurangi terjadinya
sengketa pertanahan. Selain itu, sebagai bahan informasi bagi para
pelaksana kebijakan dalam mengambil langkah-langkah perumusan
kebijakan pertanahan di Indonesia.
F. Metode Penelitian
Sebuah penelitian tidak terlapas dari metode yang dipergunakan dalam
rangka mencari dan memperoleh data yang akurat dimana metode tersebut yang
nantinya akan menentukan keakuratan dalam menganalisa data. Adapun metode
yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Metode Pendekatan Penelitian
Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode pendekatan Yuridis-Normatif, yang dimaksud dengan pendekatan
yuridis adalah suatu cara yang digunakan dalam suatu penelitian yang
mempergunakan asas-asas serta peraturan perundang-undangan guna
meninjau, melihat serta menganalisa permasalahan, sedangkan metode
9
pendekatan normatif merupakan kerangka mengidentifikasi norma-norma
hukum untuk memastikan suatu kebenaran8. Sehingga yang dimaksud
dengan Yuridis-Normatif adalah suatu penelitian dengan cara
menganalisis data didasarkan pada asas-asas hukum dan perbandingan-
perbandingan hukum yang ada dalam masyarakat.9
2. Sumber Bahan Hukum
Adapun sumber data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri
dari tiga macam bahan hukum, yaitu:
a. Bahan Hukum Primer
Bahan Hukum Primer merupakan bahan hukum yang
bersifat autoritatif artinya mempunyai otoritas.10
Bahan Hukum
Primer dalam penulisan ini terdiri dari:
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945,
beserta seluruh amandemennya, Undang-undang Nomor 5 Tahun
1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, Undang
Undang Nomor 41 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah
Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah, Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah,
Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan
Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan
Peraturan pemerintah Nomor 24 tahun 1997, Peraturan Pemerintah
8 Hilman Hadikusuma. 1995. Metode Pembuatan Proposal Penulisan Hukum Ilmu Hukum.
Bandung. Mandar Maju. Hal. 61. 9 Waluyo Bambang. 1996. Penelitian Hukum dalam Praktek. Jakarta. Sinar Grafika. Hal. 15-16. 10
Mukti Fajar dan Yulianto Achmad. 2012. Dualisme Penelitian Hukum Normatif & Empiris.
Yogyakarta. Pustaka Pelajar. Hal.141.
10
Nomor 37 tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat
Akta Tanah., dan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Surabaya
perkara No.119/G/2008/PTUN.SBY serta kepustakaan atau literatur
yang berhubungan dengan Hukum Agraria dan referensi-referensi
yang relevan dengan Hukum Pertanahan.
b. Bahan Hukum sekunder
Bahan Hukum Sekunder merupakan semua publikasi
tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi.11
Bahan hukum sekunder dalam penulisan ini adalah: data pelengkap
yang diperoleh dari dari literatur, laporan-laporan, dokumen-
dokumen, buku, majalah, buletin, peraturan perundang-undangan,
maupun berita-berita sajian media cetak yang berkaitan dengan
masalah penelitian yang dibahas.
c. Bahan Non-Hukum
Bahan Non-hukum adalah bahan penelitian yang terdiri atas
buku teks bukan hukum yang terkait dengan penelitian seperti buku
politik, buku ekonomi, kamus bahasa dan ensiklopedia umum.12
Adapun dalam penelitian ini penulis menggunakan bahan non-
hukum yang terdiri dari: Kamus Hukum dan Ensiklopedia.
3. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum
Teknik pengumpulan data yang dipakai peneliti dalam melakukan
penelitian ini adalah:
11
Peter Mahmud Marzuki. 2013. Penelitian Hukum (Edisi Revisi). Jakarta. Prenada Media Group.
Hal. 140. 12
Op.Cit. Hal. 41
11
a. Studi Kepustakaan
Studi kepustakaan dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh
data sekunder dengan cara membaca, mengutip buku-buku literatur dan
menelaah data yang ada kaitannya dengan pokok bahasan mengenai
perbuatan melawan hukum dalam kasus sengketa sertipikat
ganda/overlapping, termasuk dalam hal ini studi dokumen dengan
menelaah dan mencatat hal-hal yang dituangkan dalam Putusan
Pengadilan Tata Usaha Negara Perkara No.119/G/2008/PTUN.SBY.
b. Studi Dokumen
Yaitu dengan mempelajari dokumen yang berupa Putusan
Pengadilan Tata Usaha Negara Perkara No.119/G/2008/PTUN.SBY,
yakni dengan membaca putusan tersebut kemudian dilakukan
penganalisaan terhadap isi putusan.
4. Pengolahan Bahan Hukum
Setelah melalui tahap pengumpulan data, selanjutnya dilakukan
pengolahan data, sehingga data yang diperoleh dapat digunakan untuk
menganalisis permasalahan yang akan diteliti. Dalam melakukan
pengolahan data dilalui tahap-tahap sebagai berikut :
a. Pemeriksaan Bahan Hukum, yaitu menentukan data yang sesuai
dengan pokok bahasan, dan apabila ada kekurangan atau kekeliruan
maka akan dilengkapi dan diperbaiki.
b. Klasifikasi Bahan Hukum, yaitu menggolongkan atau mengelompokkan
data menurut kerangka bahasan yang telah ditentukan.
12
c. Penyusunan Bahan Hukum, yaitu menempatkan data pada tiap pokok
bahasan secara sistematis sehingga memudahkan penafsiran data.
5. Analisis Bahan Hukum
Metode analisa bahan hukum yang digunakan adalah Setelah semua
data dikumpulkan dan diolah kemudian dianalisis secara kualitatif yaitu,
analisis (konten) terhadap isi Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara
Perkara No.119/G/2008/PTUN.SBY. Tentang Pembatalan Keputusan
Tata Usaha Negara Terhadap Pertanggungjawaban Kantor Badan
Pertanahan Nasional Dalam Penerbitan Sertipikat Ganda/Overlapping,
yang selanjutnya diuraikan dalam bentuk kalimat-kalimat yang tersusun
secara sistematis, kemudian dilakukan pembahasan dan penafsiran yang
pada akhirnya dapat ditarik kesimpulan tentang masalah-masalah yang
diteliti.
G. Sistematika Penulisan
Pada penelitian ini, Penulis membagi pembahasan ke dalam empat bab,
dimana setiap bab dibagi atas beberapa sub-bab, sistematika penulisannya secara
singkat adalah sebagai berikut :
BAB I Bab ini memuat hal-hal yang melatar belakangi pemilihan topik
dari penulisan penulisan dan sekaligus menjadi pengantar umum di
dalam memahami penulisan secara keseluruhan yang terdiri dari
latar belakang masalah, identifikasi masalah, tujuan penelitian,
kerangka pemikiran, metode penelitian, dan sistematika penulisan.
13
BAB II Sebagai Bab kajian teori yang kemudian akan diuraikan mengenai
tinjauan pustaka yang berkaitan dengan permasalahan. Di dalam
bab ini akan diuraikan pengertian serta pembahasan terhadap
beberapa pokok permasalahan. Dalam bab ini terdiri dari empat (4)
sub bab, yaitu pertama Tinjauan Umum Tentang Pendaftaran
Tanah, kedua Tinjauan Umum Sertifikat Tanah, ketiga Tinjauan
Pembatalan Sertifikat Hak Atas Tanah, dan keempatTinjauan
Umum Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) Dalam Gugatan
Pembatalan Sertifikat Tanah.
BAB III Sebagai Bab hasil penelitian dan analisa. Dimana peneliti akan
menelaah data-data yang telah didapat, yang kemudian akan dianalisa
secara terperinci dan jelas terkait permasalahan yang berhubungan
dengan obyek yang diteliti. Dalam hal ini terbagi dari sub bab Hasil
Penelitian yang terdiri dari pertama Gambaran Umum Putusan Perkara
No.119/G/2008/PTUN.Sby, kedua Pertimbangan Hakim Dalam
Memutuskan Perkara No.119/G/2008/PTUN.Sby, dan ketiga analisa
putusan No.119/G/2008/PTUN.SBY ditinjau dari aspek keadilan,
kepastian, dan kemanfaatan.
BAB IV Sebagai Bab penutup yang memuat kesimpulan dan saran atas hasil
dari analisa permasalahan yang diteliti.