bab i pendahuluan a. latar belakang masalahscholar.unand.ac.id/29927/2/bab i.pdf · 2017. 10....

27
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perekonomian di suatu negara tidak terlepas dari industri jasa perbankan yang merupakan salah satu leading indicator dalam artian sebagai alat ukur sejauh mana tingkat kestabilan perekonomian suatu negara. Bank merupakan lembaga intermediasi antara masyarakat yang mempunyai kelebihan dana dengan masyarakat yang membutuhkan modal finansial. 1 Bank adalah suatu badan yang tugas utamanya sebagai perantara untuk menyalurkan penawaran dan permintaan kredit pada waktu yang ditentukan. 2 Melalui kegiatan perkreditan dan berbagai jasa yang diberikan, bank melayani kebutuhan pembiayaan serta melancarkan mekanisme sistem pembayaran bagi semua sektor perekonomian. Penyaluran kredit merupakan kegiatan usaha yang mendominasi pengalokasian dana bank. Ini bisa dilihat dalam Loan to Deposit Ratio (LDR) 3 . Oleh karena itu sumber utama bank berasal dari kegiatan penyaluran kredit hasil bunga 4 . Terkonsentrasinya usaha bank dalam penyaluran kredit tersebut disebabkan oleh beberapa alasan yaitu 5 : 1 Perbarindo Riau, 2008, Edisi Khusus Riau Expo, hlm.3. 2 Thomas Suyatno, dkk, 2003, Kelembagaan Perbankan, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hlm.1. 3 Loan to Deposit Ratio (LDR) adalah rasio antara besarnya seluruh volume kredit yang disalurkan oleh bank dan jumlah penerimaan dana dari berbagai sumber. 4 Media Mikro Banking, 2004, Jakarta, hlm.11. 5 Ibid, hlm.12.

Upload: others

Post on 06-Feb-2021

0 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah

    Perekonomian di suatu negara tidak terlepas dari industri jasa

    perbankan yang merupakan salah satu leading indicator dalam artian sebagai

    alat ukur sejauh mana tingkat kestabilan perekonomian suatu negara. Bank

    merupakan lembaga intermediasi antara masyarakat yang mempunyai

    kelebihan dana dengan masyarakat yang membutuhkan modal finansial.1 Bank

    adalah suatu badan yang tugas utamanya sebagai perantara untuk menyalurkan

    penawaran dan permintaan kredit pada waktu yang ditentukan.2 Melalui

    kegiatan perkreditan dan berbagai jasa yang diberikan, bank melayani

    kebutuhan pembiayaan serta melancarkan mekanisme sistem pembayaran bagi

    semua sektor perekonomian.

    Penyaluran kredit merupakan kegiatan usaha yang mendominasi

    pengalokasian dana bank. Ini bisa dilihat dalam Loan to Deposit Ratio

    (LDR)3. Oleh karena itu sumber utama bank berasal dari kegiatan penyaluran

    kredit hasil bunga4. Terkonsentrasinya usaha bank dalam penyaluran kredit

    tersebut disebabkan oleh beberapa alasan yaitu5 :

    1 Perbarindo Riau, 2008, Edisi Khusus Riau Expo, hlm.3.

    2 Thomas Suyatno, dkk, 2003, Kelembagaan Perbankan, PT. Gramedia Pustaka

    Utama, Jakarta, hlm.1. 3 Loan to Deposit Ratio (LDR) adalah rasio antara besarnya seluruh volume kredit

    yang disalurkan oleh bank dan jumlah penerimaan dana dari berbagai sumber. 4 Media Mikro Banking, 2004, Jakarta, hlm.11.

    5 Ibid, hlm.12.

  • 2

    1. Sifat usaha bank yang berfungsi sebagai lembaga intermediasi antara unit surplus dan unit defisit.

    2. Penyaluran kredit memberikan spread (selisih) yang pasti sehingga besarnya pendapatan bunga dapat diperkirakan.

    3. Melihat posisinya dalam bidang pelaksanaan kebijaksanaan moneter, perbankan merupakan sektor yang kegiatannya sangat

    diatur oleh pemerintah.

    4. Sumber utama dana bank berasal dari masyarakat sehingga secara moral mereka harus menyalurkan kembali kepada

    masyarakat dalam bentuk penyaluran kredit (menggerakkan

    modal perekonomian).

    Kredit, dengan berbagai bentuknya, baik itu konsumtif, modal

    kerja/produktif maupun investasi merupakan sumber pendapatan bagi bank.

    Pasal 1 angka 11 UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-

    Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan (selanjutnya disingkat UU

    Perbankan) memberikan pengertian bahwa kredit adalah penyediaan uang atau

    tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau

    kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang

    mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu

    tertentu dengan pemberian bunga.

    Bank mengharapkan agar kredit yang diberikan kepada debiturnya

    berjalan lancar sampai dengan kredit dilunasi. Kredit bermasalah tidak

    mungkin dapat dihindari oleh bank, hanya saja bank selaku kreditur harus

    berusaha dapat menekan seminimal mungkin besarnya kredit bermasalah agar

    tidak melampaui apa yang telah diatur dalam Peraturan Bank Indonesia

    Nomor 14/15/PBI/2012 tentang Kualitas Aset Bank Umum. Berdasarkan

  • 3

    peraturan tersebut kualitas kredit dapat ditentukan berdasarkan 3 parameter

    berikut:

    1. Prospek Usaha Penilaian terhadap prospek usaha meliputi penilaian terhadap

    komponen-komponen:

    a. Potensi pertumbuhan usaha; b. Kondisi pasar dan posisi debitur dalam persaingan; c. Kualitas manajemen dan permasalahan tenaga kerja; d. Dukungan dari grup atau afiliasi; e. Upaya yang dilakukan debitur dalam rangka memelihara

    lingkungan hidup.

    2. Kinerja Debitur Penilaian terhadap kinerja (performance) debitur meliputi

    penilaian terhadap komponen-komponen:

    a. Perolehan laba; b. Struktur permodalan; c. Arus kas; d. Sensitivitas terhadap resiko pasar.

    3. Kemampuan Membayar Penilaian terhadap kemampuan membayar meliputi penilaian

    terhadap komponen-komponen:

    a. Ketepatan pembayaran pokok dan bunga; b. Ketersediaan dan keakuratan informasi keuangan debitur; c. Kelengkapan dokumentasi kredit’ d. Kepatuhan terhadap perjanjian kredit; e. Kesesuaian penggunaan dana; f. Kewajaran sumber pembayaran kewajiban.

    Berdasarkan parameter tersebut di atas, kualitas kredit ditetapkan menjadi

    lancar, dalam perhatian khusus, kurang lancar, diragukan dan macet.

    Penetapan kualitas kredit tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan

    materialitas dan signifikansi dari faktor penilaian dan komponen tersebut

    terhadap karakteristik debitur yang bersangkutan.

    Kredit bermasalah apabila dibiarkan akan berakibat kerugian bagi bank

    sebagai pemberi kredit. Oleh karena itu untuk mengantisipasi kerugian

  • 4

    tersebut bank harus mengoptimalkan peranan satuan hukumnya, baik

    menyangkut perjanjian kredit maupun segala aspek yang berkaitan

    dengan barang agunan (jaminan) beserta cara-cara pengikatannya.6

    Jaminan merupakan sarana pengaman (backup) atas resiko yang

    mungkin terjadi atas wanprestasinya debitur dikemudian hari.. Jaminan adalah

    sumber pengembalian kredit terakhir apabila debitur tidak mampu untuk

    menyelesaikan kewajiban utangnya. Berdasarkan Pasal 8 ayat (1) UU

    Perbankan bahwa dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan

    prinsip syariah, bank umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis

    yang mendalam atas iktikad baik dan kemampuan serta kesanggupan nasabah

    debitor untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud

    sesuai dengan yang diperjanjikan. Kemudian diperkuat lagi dalam penjelasan

    Pasal 8 ayat (1) UU Perbankan bahwa untuk memperoleh keyakinan tersebut,

    sebelum memberikan kredit, bank harus melakukan penilaian yang seksama

    terhadap watak, kemampuan, modal, agunan, dan prospek usaha dari nasabah

    debitor.

    Jika kita melihat ketentuan Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum

    Perdata (selanjutnya disingkat KUHPerdata) yang menentukan bahwa segala

    kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik

    yang sudah ada maupun yang baru akan ada dikemudian hari, menjadi

    tanggungan untuk segala perikatan perseorangan. Jaminan seperti ini

    6 H.R.Daeng Naja, 2005, Hukum Kredit dan Bank Garansi, PT. Citra Aditya Bakti,

    Bandung, hlm 205.

  • 5

    diberikan kepada kreditur tanpa kecuali, dengan tidak membedakan berapa

    besar piutang dan kapan terjadinya piutang. Piutang yang lebih besar atau

    lebih dulu tidak diberi preferensi dari yang lebih kecil atau lebih kemudian.7

    Jaminan seperti itu dalam praktek perkreditan jelas kurang menimbulkan rasa

    aman dan terjamin bagi kredit yang diberikan.

    Berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku di negara

    kita, pada dasarnya jenis-jenis jaminan kredit terdiri dari jaminan perorangan

    (persoonlijkkezakerheids) dan jaminan kebendaan (zakelijkkezakerheids)8

    Menurut sifatnya, jaminan kebendaan terbagi menjadi 2 (dua), yaitu :

    1. Jaminan dengan benda berwujud (materiil); dan

    2. Jaminan dengan benda tak berwujud (immateriil).

    Dalam praktek perbankan, jaminan yang sering digunakan adalah jaminan

    yang bersifat materiil, dapat berupa benda bergerak maupun benda tidak

    bergerak.

    Untuk kepentingan kreditur, haruslah dilakukan pengikatan atas

    jaminan/agunan kredit yang diserahkan debitur kepada Bank, tentunya melalui

    lembaga jaminan yang diatur oleh ketentuan undang-undang yang berlaku.9

    Adapun undang-undang yang berlaku dalam hubungannya dengan lembaga

    jaminan tersebut antara lain:

    1. KUHPerdata untuk Gadai.

    7 Effendi Perangin, 1989, Hukum Agraria di Indonesia, Suatu Telaah Dari Sudut

    Pandang Praktisi Hukum, Rajawali Press, Jakarta, hlm.59 8 Ibid, hlm 209.

    9 H.R.Daeng Naja, Op.Cit, hlm 146.

  • 6

    2. Undang-undang Nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas

    tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah (UUHT).

    3. Undang-undang Nomor 42 tahun 1999 tentang jaminan fidusia (UUJF).

    Salah satu lembaga jaminan yang umumnya dipergunakan guna menjamin

    pembayaran kembali kredit yang telah diberikan oleh bank kepada debitur

    adalah lembaga jaminan hak tanggungan.

    Hak tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas

    tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960

    tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA), berikut atau tidak

    berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu,

    untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang

    diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur yang lain.

    Definisi tersebut sesuai ketentuan Pasal 1 ayat (1) UUHT.

    Dengan melihat definisi hak tanggungan tersebut, tampak bahwa hak

    tanggungan terdiri dari unsur-unsur sebagai berikut:

    1. Hak tanggungan adalah hak jaminan untuk pelunasan utang;

    2. Objek hak tanggungan adalah hak atas tanah sesuai UUPA;

    3. Hak tanggungan dapat dibebankan atas tanah tanahnya (hak atas tanah)

    saja, tetapi dapat pula dibebankan berikut benda-benda lain yang

    merupakan satu kesatuan dengan tanah itu;

    4. Utang yang dijamin harus suatu utang tertentu;

  • 7

    5. Memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu

    terhadap kreditur lain;

    Hak tanggungan memberikan kedudukan yang diutamakan kepada

    kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lain. Kreditur tertentu yang

    dimaksud adalah yang memperoleh atau yang menjadi pemegang hak

    tanggungan tersebut berdasarkan urut-urutan peringkatnya. Kedudukan yang

    diutamakan bagi kreditur pemegang hak tanggungan dijelaskan di dalam

    Penjelasan Umum UUHT. Dalam penjelasan umum UUHT itu dikatakan

    bahwa yang dimaksud dengan “memberikan kedudukan diutamakan kepada

    kreditor tertentu terhadap kreditur-kreditur lain” adalah bahwa jika debitur

    cidera janji maka kreditur pemegang hak tanggungan berhak menjual melalui

    pelelangan umum objek hak tanggungan yang di jadikan sebagai jaminan

    menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan hak

    mendahulu daripada kreditur-kreditur yang lain. Kedudukan yang diutamakan

    tersebut sudah barang tentu tidak mengurangi preferensi piutang-piutang

    negara menurut ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku.

    Hak tanggungan bersifat accessoir (ikutan) pada suatu piutang yang

    dijamin. Oleh sebab itu, kelahiran, peralihan, eksekusi dan hapusnya hak

    tanggungan ditentukan oleh adanya, peralihannya, dan hapusnya piutang yang

    dijamin. Untuk kemudahan dan kepastian pelaksanaanya eksekusi obyek hak

    tanggungan, pelaksanaan pembebanan hak tanggungan hendaknya memenuhi

  • 8

    prosedur asas spesialitas10

    dan asas publisitas11

    agar keberadaan lembaga

    jaminan hak tanggungan tersebut dapat secara efektif mengakomodasi

    kebutuhan kreditur di dalam mengamankan kredit yang disalurkan kepada

    masyarakat.

    Perjanjian pemberian dan/atau pengikatan jaminan dalam suatu

    kegiatan pemberian kredit bersifat accessoir. Perjanjian pemberian dan/atau

    pengikatan jaminan merupakan perjanjian accessoir atau perjanjian tambahan

    dari perjanjian kredit yang merupakan perjanjian pokok. Perjanjian tambahan

    itu dibuat oleh para pihak dengan maksud untuk mendukung secara khusus

    perjanjian pokok yang telah disepakati oleh para pihak. Dengan demikian

    maka sifat perjanjian pemberian dan/atau pengikatan jaminan adalah

    mengikuti perjanjian pokok.

    Lahirnya perjanjian pemberian dan/atau pengikatan jaminan tergantung

    dengan perjanjian pokok yang melatarbelakanginya. Oleh sebab itu, hapusnya

    perjanjian pemberian dan/atau pengikatan jaminan adalah juga tergantung dari

    hapusnya perjanjian pokok. Apabila perjanjian pokok batal maka perjanjian

    pemberian dan/atau pengikatan jaminan juga batal, dan jika perjanjian pokok

    beralih maka perjanjian pemberian dan/atau pengikatan jaminan juga beralih.

    Keadaan likuiditas tiap bank tidak selalu sama. Perkembangan yang

    terjadi di sektor sosial dan ekonomi, baik dalam skala nasional maupun

    10 Asas spesialitas adalah bahwa untuk sahnya Akta Pembebanan Hak Tanggungan, akta tersebut harus

    mencantumkan secara lengkap hal-hal yang disebutkan di dalam Pasal 11 ayat (1) UUHT, yaitu baik mengenai

    subjek, objek, maupun hutang yang dijamin haruslah dicantumkan secara jelas. 11 Asas publisitas adalah bahwa agar Hak Tanggungan memberikan kedudukan diutamakan kepada kreditur

    maka harus ada catatan mengenai Hak Tanggungan tersebut pada buku tanah dan sertipikat hak atas tanah yang

    dibebaninya sehingga setiap orang dapat mengetahuinya.

  • 9

    internasional, secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi

    keadaan likuiditas serta kebijakan penyaluran kredit pada bank selaku

    kreditur. Akibatnya, tidak jarang dalam kurun waktu berlakunya perjanjian

    kredit, bank selaku kreditur berkeinginan untuk mengundurkan diri dari

    partisipasinya. Pengunduran diri kreditur tentu saja akan dapat mempengaruhi

    kegiatan usaha yang dilakukan oleh debitur apabila dana yang dipergunakan

    untuk melakukan kegiatan usaha tersebut berasal dari fasilitas kredit bank.

    Agar kegiatan pendanaan yang diterima oleh debitur tidak terhenti begitu saja,

    maka dikenal lembaga pengalihan piutang yang dilakukan dengan cara cessie.

    Adapun pertimbangan bank untuk melakukan pengalihan piutang

    yaitu12

    :

    1. Bank bermaksud untuk meningkatkan Capital Adequacy Ratio (CAR);

    2. Bank hendak meningkatkan rasio profitabilitasnya (Return on Asset);

    3. Pemberian fasilitas kredit yang dilakukan oleh Bank telah melampaui Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) bagi

    debitur yang bersangkutan.

    4. Bank mengalami kekurangan likuiditas akibat dari terlalu besarnya loan portfolio (portepel kredit) Bank.

    5. Bank menilai, berdasarkan pertimbangan baiknya, bahwa loan portfolionya disektor industri tertentu atau di suatu wilayah tertentu terlalu besar sehingga Bank bermaksud untuk menguranginya;

    6. Bank bermaksud untuk melakukan restrukturisasi terhadap loan portfolionya.

    Dalam hal pengalihan piutang dilakukan secara cessie, tidaklah

    mengakibatkan berakhirnya perjanjian kredit yang telah dibuatnya dengan

    debitur. Perjanjian Kredit yang telah dibuat diantara debitur dan kreditur yang

    12

    Puteri Nataliasari, 2010, Pengalihan Piutang Secara Cessie dan Akibatnya

    Terhadap Jaminan Hak Tanggungan dan Jaminan Fidusia, Tesis, Fakultas Hukum Program

    Magister Kenotariatan Universitas Indonesia, Depok, hlm.20-21.

  • 10

    mengakibatkan timbulnya piutang yang dialihkan itu tetap berlaku dan

    mengikat bagi debitur dan bagi pihak ketiga selaku kreditur yang baru.

    Pada dasarnya hak tanggungan dapat dialihkan pada pihak lainnya.

    Peralihan hak tanggungan diatur di dalam ketentuan Pasal 16 UUHT.

    Peralihan hak tanggungan dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu :

    1. Cessie yaitu perbuatan hukum yang mengalihkan piutang oleh kreditur

    pemegang hak tanggungan pada pihak lainnya.

    2. Subrogasi, yaitu penggantian kreditur oleh pihak ketiga yang melunasi

    utang debitur.

    3. Pewarisan, yaitu pengalihan hak tanggungan pada ahli warisnya sesuai

    dengan ketentuan di dalam hukum waris yang dianut pemegang hak

    tanggungan.

    4. Sebab-sebab lain, yaitu hal-hal lain selain yang telah disebutkan di

    dalam UUHT. Contohnya di dalam hal terjadinya pengambilalihan atau

    penggabungan perusahaan, sehingga menyebabkan beralihnya piutang

    dari perusahaan semula kepada perusahaan baru.

    Peralihan hak tanggungan wajib didaftarkan oleh kreditur baru pada

    Kantor Pertanahan. Hal-hal yang dilakukan oleh Kantor Pertanahan berkaitan

    dengan pendaftaran peralihan hak tanggungan yaitu dengan melakukan :

    1. Pencatatan pada buku tanah hak tanggungan.

    2. Buku-buku hak atas tanah yang menjadi objek hak tanggungan.

  • 11

    3. Menyalin catatan tersebut pada sertifikat hak tanggungan dan sertifikat

    hak atas tanah yang bersangkutan.

    Berkenaan dengan hal-hal tersebut diatas, penulis menemukan dalam praktek

    perbankan yakni pada PT. Bank Sahabat Sampoerna yang mengalihkan

    piutang kepada kreditur baru secara cessie yaitu Koperasi Mitra Sejati Sahabat

    UKM Cabang Kandis dimana atas hak tanggungan yang terpasang tidak

    didaftarkan peralihannya ke Kantor Pertanahan dimana hal ini tidak sesuai

    ketentuan Pasal 16 UUHT. Selain itu Koperasi Mitra Sejati Sahabat UKM

    meminta Surat Pengantar Roya Hak Tanggungan kepada PT.Bank Sahabat

    Sampoerna jika debitur memperoleh penambahan fasilitas kredit.

    Berdasarkan deskripsi tersebut di atas, penulis tertarik untuk meneliti

    lebih lanjut mengenai pengalihan piutang secara cessie dari PT. Bank Sahabat

    Sampoerna Cabang Pekanbaru kepada Koperasi Simpan Pinjam Sahabat Mitra

    Sejati Cabang Kandis dan menuangkannya dalam suatu karya ilmiah yang

    berbentuk tesis dengan judul:

    “Pengalihan Piutang Secara Cessie Dari PT.Bank Sahabat Sampoerna

    Cabang Pekanbaru Kepada Koperasi Simpan Pinjam Sahabat Mitra

    Sejati Cabang Kandis Yang Diikat Hak Tanggungan.’’

    B. Rumusan Masalah

    Berdasarkan uraian diatas, maka penulis merumuskan pokok masalah

    yang akan dibahas dan dikembangkan lebih lanjut dalam penelitian ini yaitu

    sebagai berikut:

  • 12

    1. Apakah alasan dilakukannya pengalihan piutang secara cessie PT. Bank

    Sahabat Sampoerna Cabang Pekanbaru kepada Koperasi Simpan

    Pinjam Sahabat Mitra Sejati Cabang Kandis?

    2. Bagaimanakah tanggung jawab PT.Bank Sahabat Sampoerna selaku

    kreditur lama terhadap pengalihan piutang dengan jaminan yang

    terpasang hak tanggungan yang tidak didaftarkan?

    3. Bagaimanakah akibat hukum tidak dilakukannya pendaftaran peralihan

    hak tanggungan atas jaminan dari debitur PT. Bank Sahabat Sampoerna

    yang beralih ke Koperasi Simpan Pinjam Sahabat Mitra Sejati Kandis

    terhadap eksekusi jika debitur wanprestasi?

    C. Tujuan Penelitian

    Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

    1. Untuk mengetahui alasan dilakukannya pengalihan piutang secara

    cessie PT. Bank Sahabat Sampoerna Cabang Pekanbaru kepada

    Koperasi Simpan Pinjam Sahabat Mitra Sejati Cabang Kandis.

    2. Untuk mengetahui tanggung jawab PT.Bank Sahabat Sampoerna selaku

    kreditur lama terhadap pengalihan piutang dengan jaminan yang

    terpasang hak tanggungan yang tidak didaftarkan.

    3. Untuk mengetahui akibat hukum tidak dilakukannya pendaftaran

    peralihan hak tanggungan atas jaminan dari debitur PT. Bank Sahabat

  • 13

    Sampoerna yang beralih ke Koperasi Simpan Pinjam Sahabat Mitra

    Sejati Cabang Kandis terhadap eksekusi jika debitur wanprestasi.

    D. Manfaat penelitian

    Manfaat penelitian yang penulis harapkan dalam penulisan ini adalah

    sebagai berikut:

    1. Secara Teoritis

    a. Menerapkan ilmu teoritis yang diperoleh penulis selama

    menempuhkan pendidikan pada Program Magister Kenotariatan

    dan menghubungkannya dengan fenomena yang ada dalam

    masyarakat.

    b. Bentuk kontribusi akademik bagi pengembangan Ilmu Hukum

    khususnya tentang khususnya hukum perbankan, hukum

    perjanjian dan hukum jaminan.

    2. Secara Praktis

    a. Memberikan pengetahuan mengenai pengalihan piutang secara

    cessie dari PT.Bank Sahabat Sampoerna Cabang Pekanbaru

    kepada Koperasi Simpan Pinjam Sahabat Mitra Sejati dengan

    jaminan yang terpasang hak tanggungan.

    b. Agar penelitian yang dilakukan dapat bermanfaat bagi

    masyarakat khususnya praktisi di bidang kenotariatan serta dapat

    digunakan sebagai informasi bagi rekan-rekan penulis lain yang

  • 14

    ingin mengadakan penelitian yang berkaitan dengan

    permasalahan dalam penelitian ini.

    E. Keaslian Penelitian

    Berdasarkan penelusuran kepustakaan, penelitian mengenai pengalihan

    piutang secara cessie dari PT.Bank Sahabat Sampoerna Cabang Pekanbaru

    kepada Koperasi Simpan Pinjam Sahabat Mitra Sejati dengan jaminan yang

    terpasang hak tanggungan belum pernah dilakukan oleh peneliti lain

    sebelumnya. Dengan demikian penelitian ini asli adanya, meskipun ada

    peneliti-peneliti pendahulu yang pernah melakukan penelitian mengenai tema

    permasalahan judul di atas, namun secara judul dan substansi pokok

    permasalahan yang dibahas berbeda dengan penelitian ini.

    Adapun penelitian yang berkaitan meliputi:

    1. Puteri Nataliasari, 2010, Pengalihan Piutang Secara Cessie Dan

    Akibatnya Terhadap Jaminan Hak Tanggungan Dan Jaminan Fidusia,

    Tesis, Fakultas Hukum Program Magister Kenotariatan, Universitas

    Indonesia, dengan rumusan masalah:

    a. Bagaimana keterkaitan pengalihan piutang secara cessie terhadap

    perjanjian kredit bank?

    b. Bagaimana akibat pengalihan piutang secara cessie terhadap

    jaminan Hak Tanggungan?

    c. Bagaimana akibat pengalihan piutang secara cessie dengan

    jaminan Fidusia?

  • 15

    2. Rahmat Setiadi, 2011, Resiko Hukum Atas Cessie Tagihan Piutang

    Sebagai Jaminan Kredit Pada Perusahaan Pembiayaan (Studi Pada

    PT. Permodalan Nasional Madani (Persero) Cabang Medan), Tesis,

    Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Utara, dengan rumusan

    masalah:

    a. Bagaimana prosedur pemberian kredit dengan cessie tagihan

    piutang sebagai jaminan pada PT. Permodalan Nasional Madani

    (Persero) Cabang Medan?

    b. Resiko apa yang ditimbulkan atas cessie tagihan piutang sebagai

    jaminan kredit pada PT. Permodalan Nasional Madani (Persero)

    Cabang Medan?

    F. Kerangka Teoritis Dan Konseptual

    1. Kerangka Teoritis

    Kerangka teori merupakan teori yang dibuat untuk memberikan

    gambaran yang sistematis mengenai masalah yang akan diteliti.13

    Teori yang

    biasa digunakan untuk menganalisis permasalahan-permasalahan tersebut.

    Teori-teori ini sesungguhnya dibangun berdasarkan teori yang dihubungkan

    dengan kondisi sosial di mana hukum dalam arti sistem norma itu

    ditetapkan.14

    Dalam hal ini teori dan asas yang dapat digunakan adalah

    sebagai berikut :

    a. Teori Tanggung Jawab Hukum

    13 Soerjono Soekanto, 1996, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, hlm.127.

    14 Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, 2010, Dualisme Penelitian Hukum lrktrmatif

    dan Empiris, Pustaka Pelajar, Bandung, hlm. 140.

  • 16

    Tanggung jawab memiliki arti yaitu keadaan yang wajib menanggung

    segala sesuatunya (kalau terjadi apa-apa boleh dituntut, dipersilahkan,

    diperkarakan dan sebagainya).15

    Dalam kamus hukum, tanggung jawab adalah

    suatu keharusan bagi seseorang untuk melaksanakan apa yang telah

    diwajibkan kepadanya.16

    Tanggung jawab hukum memiliki beberapa pengertian. Ridwan Halim

    mendefinisikan tanggung jawab hukum sebagai suatu akibat lebih lanjut dari

    pelaksanaan peranan, baik peranan itu merupakan hak dan kewajiban ataupun

    kekuasaan. Secara umum tanggung jawab hukum diartikan sebagai kewajiban

    untuk melakukan sesuatu atau berperilaku menurut cara tertentu tidak

    menyimpang dari peraturan yang telah ada.17

    Konsep tanggung jawab hukum berhubungan dengan pertanggung

    jawaban secara hukum atas tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau

    kelompok yang bertentangan dengan undang-undang.

    Menurut Hans Kelsen bahwa “seseorang bertanggung jawab secara

    hukum atas perbuatan tertentu atau bahwa dia bertanggung jawab atas

    suatu sanksi bila perbuatannya bertentangan. Biasanya bila sanksi

    ditujukan kepada pelaku langsung, seseorang bertanggung jawab atas

    perbuatannya sendiri. Subjek dari tanggung jawab hukum identik

    dengan subjek dari kewajiban hukum. 18

    15

    Daryanto, 1997, Kamus Bahasa Indonesia Lengkap, Apollo, Surabaya, hlm.576. 16

    Andi Hamzah, 2005, Kamus Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta 17

    Ridwan Halim dalam Khairunnisa, 2008, Kedudukan, Peran dan Tanggung Jawab

    Hukum Direksi, Pasca Sarjana, Medan, hlm.4. 18

    Hans Kelsen dalam Jimly Asshiddiqie, Ali Safa’at, 2006, Teori Hans Kelsen

    Tentang Hukum, Konstitusi Press, hlm.61

  • 17

    Menurut teori hukum umum bahwa setiap orang termasuk pemerintah

    harus mempertanggung jawabkan setiap tindakannya baik karena kesalahan

    atau tanpa kesalahan. Dari teori hukum umum munculah tanggung jawab

    hukum berupa tanggung jawab pidana, tanggung jawab perdata dan tanggung

    jawab administrasi.

    Dalam ranah hukum perdata, tanggung jawab terhadap kerusakan atau

    kerugian yang disebabkan oleh seseorang lain, dengan mengandaikan bahwa

    tiada sanksi yang ditujukan kepada orang yang menyebabkan kerugian, maka

    deliknya tidak terpenuhinya kewajiban untuk mengganti kerugian tetapi

    kewajiban ini pada orang yang dikenai sanksi19

    . Disini orang yang

    bertanggung jawab terhadap sanksi mampu menghindari sanksi melalui

    perbuatan yang semestinya, yakni dengan memberikan ganti rugi atas

    kerugian yang disebabkan oleh orang lain.

    b. Teori Efektivitas Hukum

    Teori efektivitas hukum dikemukakan oleh Bronislaw Malinowski dan

    Soerjono Soekanto. Bronislaw Malinowski menyajikan teori efektivitas

    pengendalian sosial atau hukum. Bronislaw Malinowski menyajikan teori

    efektivitas hukum dengan menganalisis tiga masalah yang meliputi .

    1) Dalam masyarakat modern, tata tertib kemasyarakatan dijaga antara lain oleh suatu sistem pengendalian sosial yang bersifat

    memaksa, yaitu hukum, untuk melaksanakannya hukum

    didukung oleh suatu sistem alat-alat kekuasaan (kepolisian,

    pengadilan dan sebagainya) yang diorganisasi oleh suatu negara.

    19

    Ibid, hlm.102

  • 18

    2) Dalam masyarakat primitif alat-alat kekuasaan serupa itu kadang-kadang tidak ada.

    3) Dengan demikian apakah dalam masyarakat primitif tidak ada hukum.

    20

    Soerjono Soekanto mengatakan bahwa efektif adalah taraf sejauh mana

    suatu kelompok dapat mencapai tujuannya. Hukum dapat dikatakan efektif

    jika terdapat dampak hukum yang positif, pada saat itu hukum mencapai

    sasarannya dalam membimbing ataupun merubah perilaku manusia sehingga

    menjadi perilaku hukum. Sehubungan dengan persoalan efektivitas hukum,

    pengidentikkan hukum tidak hanya dengan unsur paksaan eksternal namun

    juga dengan proses pengadilan. Ancaman paksaan pun merupakan unsur yang

    mutlak ada agar suatu kaidah dapat dikategorikan sebagai hukum, maka tentu

    saja unsur paksaan inipun erat kaitannya dengan efektif atau tidaknya suatu

    ketentuan atau aturan hukum.21

    Teori efektivitas hukum menurut Soerjono Soekanto adalah bahwa

    efektif atau tidaknya suatu hukum ditentukan oleh 5 (lima) faktor, yaitu :

    1) Faktor hukumnya sendiri (undang-undang). 2) Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk

    maupun menerapkan hukum.

    3) Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum. 4) Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut

    berlaku atau diterapkan.

    5) Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.

    22

    20

    Bronislaw Malinowski dalam H. Salim HS dan Erlies Septiana Nurbani, 2014,

    Penerapan Teori Hukum pada Penelitian Tesis dan Disertasi, Raja Grafindo Persada, Jakarta,

    hlm. 305. 21

    Soerjono Soekanto, 1998, Efektivitas Hukum dan Penerapan Sanksi, CV. Ramadja

    Karya Bandung, hlm. 80. 22

    Soerjono Soekanto, 2008, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum,

    PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm. 8.

  • 19

    Teori efektivitas hukum yang dikemukakan Soerjono Soekanto tersebut

    relevan dengan teori yang dikemukakan oleh Romli Atmasasmita yaitu bahwa

    faktor-faktor yang menghambat efektivitas penegakan hukum tidak hanya

    terletak pada sikap mental aparatur penegak hukum (hakim, jaksa, polisi dan

    penasihat hukum) akan tetapi juga terletak pada faktor sosialisasi hukum yang

    sering diabaikan.23

    Menurut Soerjono Soekanto ukuran efektivitas pada elemen pertama

    adalah :

    1) Peraturan yang ada mengenai bidang-bidang kehidupan tertentu sudah cukup sistematis.

    2) Peraturan yang ada mengenai bidang-bidang kehidupan tertentu sudah cukup sinkron, secara hierarki dan horizontal tidak ada

    pertentangan.

    3) Secara kualitatif dan kuantitatif peraturan-peraturan yang mengatur bidang-bidang kehidupan tertentu sudah mencukupi.

    4) Penerbitan peraturan-peraturan tertentu sudah sesuai dengan persyaratan yuridis yang ada.

    24

    Kemudian Soerjono Soekanto juga mengemukakan bahwa masalah

    yang berpengaruh terhadap efektivitas hukum tertulis ditinjau dari segi aparat

    akan tergantung pada hal berikut :

    1) Sampai sejauh mana petugas terikat oleh peraturan-peraturan yang ada.

    2) Sampai mana petugas diperkenankan memberikan kebijaksanaan. 3) Teladan macam apa yang sebaiknya diberikan oleh petugas

    kepada masyarakat.

    4) Sampai sejauh mana derajat sinkronisasi penugasan-penugasan yang diberikan kepada petugas sehingga memberikan batas-batas

    yang tegas pada wewenangnya.25

    23

    Romli Atmasasmita, 2001, Reformasi Hukum, Hak Asasi Manusia & Penegakan

    Hukum, Maju, Bandung, hlm. 55. 24

    Soerjono Soekanto, 1993, Penegakan Hukum, Bina Cipta, Bandung, hlm. 80.

  • 20

    c. Teori Kepastian Hukum

    Menurut J.C.T Simorangkir, hukum adalah peraturan yang bersifat

    memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan

    masyarakat yang dibuat oleh badan resmi yang berwajib, pelanggaran

    terhadap peraturan berakibatkan diambilnya tindakan, dengan hukuman

    tertentu.26

    Roeslan Saleh menyatakan, bahwa :

    “Cita hukum bangsa dan negara Indonesia adalah pokok-pokok pikiran

    yang terkandung dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, untuk

    membangun negara yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.

    Cita hukum itulah Pancasila”27

    dan “Segala warga negara bersamaan

    kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib

    menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada

    kecualinya”.28

    Menurut Lawrence M. Friedman, penegakan hukum bergantung pada,

    subtansi hukum, struktur hukum, pranata hukum dan budaya hukum.29

    Jimmy

    Asshiddiqie, penegakan hukum adalah proses dilakukan upaya untuk

    tegaknya atau berfungsinya norrna hukum secara nyata sebagai pedoman

    perilaku dalam lalu lintas atau hubungan hukum dalam kehidupan

    bermasyarakat dan bernegara.30

    Menurut Gastav Radbruch unsur utama dalam penegakan hukum, yaitu:

    1) Keadilan (Gerechtigkeit);

    25

    Ibid., hlm.82. 26

    J.B Daliyo, Pengantar llmu Hukam, Frentralindo, Jakarta, 2007, hlm. 30. 27

    Roeslan Saleh, Pembinaan Cita Hukum dan Asas-Asas Hukum Nasional, Karya

    Dunia Fikir, Jakarta, 1996, hlm. 15. 28

    Pasal 27 ayat (1), Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 29

    http://ashibly.blogspot.com/2011/07/teori-hukum.html, Diunduh Pada Tanggal 21

    Februari 2017 30

    Jimly Asshiddiqie, Makalah Penegakan Hukum, diakses dari google.com, Diunduh

    Pada Tanggal 21 Februari 2017.

    http://ashibly.blogspot.com/2011/07/teori-hukum.html

  • 21

    2) Kepastian hukum (Rechtssicherheit); dan

    3) Kemanfaatan hukum (Zweckmabigkeit).31

    Penegakan hukum dan keadilan harus menggunakan jalur pemikiran

    yang tepat dengan alat bukti dan barang bukti untuk merealisasikan keadilan

    hukum dan isi hukum harus ditentukan oleh keyakinan etis, adil tidaknya

    suatu perkara.32

    Hukum untuk manusia, maka pelaksanaan hukum atau

    penegakan hokum harus memberi manfaat atau kegunaan bagi masyarakat.

    Kepastian hukum sangat identik dengan pemahaman positivisme hukum.

    Positivisme hukum adalah satu-satunya sumber hukum adalah undang-

    undang.33

    Kepastian hukum secara normatif adalah suatu peraturan dibuat dan

    diundangkan secara pasti karena mengatur secara jelas dan logis.34

    Undang-

    undang dan hukum diidentikkan.35

    Hakim positivis dapat dikatakan sebagai

    corong undang-undang. Montesquieu menyatakan, yaitu :

    “Dalam suatu negara yang berbentuk Republik, sudah sewajarnya

    bahwa undang-undang dasar para hakim menjalankan tugas sesuai

    dengan apa yang tertulis dalam undang-undang. Para hakim dari negara

    tersebut adalah tak lain hanya merupakan mulut yang mengucapkan

    perkataan undang-undang, makhluk yang tidak berjiwa dan tidak dapat

    mengubah, baik mengenai daya berlakunya maupun kekerasannya”.36

    31

    Gustav Radbruch, 2010, Gerechtigkeit, Rechtssicherheit, Zweckmaigkeit, dikutip oleh Shidarta dalam tulisan Putusan Hakim: Antara Keadilan, Kepastian Hukum, dan

    Kemanfaatan, dari buku Reformasi Peradilan dan Tanggung Jawab Negara, Komisi

    Yudisial, Jakarta, hlm. 3. 32

    Ibid., hlm. 44. 33

    Ibid., hlm.43. 34

    Ibid., hlm. I59-160. 35

    Pontang Moerad, 2005, Pembentukan Hukum Melalui Putusan Pengadilan Dalam

    Perkara Pidana, Alumni, Bandung, hlm. 120. 36

    Andi Hamzah, 1996, Hukum Acara Pidana Indonesia, Sapta Artha Jaya, Jakarta,

    hlm. 114.

  • 22

    Roscue Pound dalam teorinya menyatakan bahwa :

    “Hukum adalah alat untuk memperbarui (merekayasa) masyarakat (law

    as a tool of social engineering).”37

    Indonesia memiliki kultur masyarakat yang beragam dan memiliki nilai

    yang luhur, tentunya sangat mengharapkan keadilan dan kemanfaatan yang

    dikedepankan dibandingkan unsur kepastian hukum. Keadilan merupakan

    hakekat dari hukum, sehingga penegakan hukum pun harus mewujudkan

    kemanfaatan.38

    2. Konseptual

    Pengalihan adalah proses, cara, perbuatan mengalihkan, pemindahan,

    penggantian, penukaran atau pengubahan.

    Piutang adalah semua tuntutan atau tagihan kepada pihak lain dalam

    bentuk uang atau barang yang timbul dari adanya penjualan secara kredit.

    Cessie adalah cara pengalihan dan/atau penyerahan piutang atas nama

    sebagaimana yang dimaksud di dalam Pasal 613 Kitab Undang-Undang

    Hukum Perdata (KUHPerdata).39

    Namun demikian, kata cessie tidak terdapat

    di dalam undang-undang yang berlaku di Indonesia. Di Indonesia, cessie

    hanya dikenal dari doktrin-doktrin hukum dan juga yurisprudensi.

    Menurut ketentuan Pasal 1 angka 2 UU Perbankan, bank adalah badan

    usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan

    37

    Darji Darmodiharjo dan Shidarta, Pokok-pokok Filsafat Hukum, Apa dan Bagaimana Filsafat

    Hukum Indonesia, Gramedia, Jakarta, 1995, hlm. 113. 38

    Syaiful Bakhri, Pidana Denda Dan Korupsi, Total Media, Yogvakarta, 2009, hlm. 129. 39

    Soeharnoko dan Endah Hartati, 2008, Doktrin Subrogasi, Novasi dan Cessie, cet.3,

    Kencana, Jakarta, hlm. 101.

  • 23

    menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-

    bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

    PT. Bank Sahabat Sampoerna Cabang Pekanbaru adalah suatu badan

    usaha yang bergerak di bidang perbankan, didirikan berdasarkan hukum

    Negara Republik Indonesia. Bank ini berkedudukan dan berkantor pusat di

    Jakarta dan mempunyai cabang salah satunya di Kota Pekanbaru. Bank ini

    merupakan bagian dari Sampoerna Strategic Group.

    Menurut Pasal 1 angka 1, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992

    Tentang Perkoperasian, Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan

    orang-seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya

    berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang

    berdasar atas azas kekeluargaan.

    Pengertian Koperasi Simpan Pinjam menurut Pasal 1 angka 15,

    Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian adalah

    koperasi yang menjalankan usaha simpan pinjam sebagai satu-satunya usaha.

    Koperasi Simpan Pinjam Sahabat Mitra Sejati yang lebih dikenal

    dengan Sahabat UKM adalah koperasi koperasi simpan pinjam yang bergerak

    di bidang keuangan, persewaan dan jasa perusahaan. Koperasi ini

    berkedudukan dan berkantor pusat di Jakarta. Koperasi ini juga merupakan

    bagian dari Sampoerna Strategic Group.

    Hak Tanggungan menurut UUHT adalah hak jaminan yang dibebankan

    pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang nomor 5

  • 24

    Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak

    berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu,

    untuk pelunasan hutang tertentu, yang memberikan kedudukan yang

    diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lain.

    G. Metode Penelitian

    Metode penelitian dilakukan agar tujuan dan manfaat dari penelitian

    dapat tercapai sebagaimana yang diharapkan, untuk itu diperlukan suatu

    metode yang berfungsi sebagai pedoman dalam melaksanakan penelitian.

    Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridis empiris,

    yaitu dengan pendekatan masalah melalui peraturan dan teori yang ada,

    kemudian dihubungkan dengan praktek di lapangan atau fakta yang terjadi

    dalam masyarakat.

    Pendekatan ini dilakukan dengan menganalisis peraturan-peraturan

    mengenai peralihan piutang secara cessie dan konsekuensinya terhadap

    jaminan yang terpasang hak tanggungan.

    Di dalam melakukan metode penelitian ini diperlukan langkah-langkah

    sebagai berikut:

    1. Sifat Penelitian

    Sifat penelitian ini adalah deskriptif analisis yaitu dengan cara

    menggambarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku

    dikaitkan dengan teori-teori hukum dan praktek pelaksanaan hukum

    positip yang menyangkut permasalahan penelitian ini, karena

  • 25

    penelitian bertujuan untuk memperoleh hasil yang dapat memberikan

    gambaran secara rinci, sistematis dan menyeluruh.

    2. Data dan Sumber Data

    a. Data Primer

    Data Primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari

    sumbernya atau melalui penelitian lapangan (field research)

    dengan melakukan wawancara atau tanya jawab secara

    langsung dengan pimpinan cabang PT. Bank Sahabat

    Sampoerna Cabang Pekanbaru, Area Finance Manager

    Koperasi Simpan Pinjam Sahabat Mitra Sejati Cabang Kandis

    dan Kepala Seksi Pelayanan Lelang KPKNL Pekanbaru.

    b. Data Sekunder

    Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh untuk mendukung

    penelitian berupa penelitian kepustakaan (library research)

    guna mendapatkan teori-teori dan pendapat ahli atau tulisan-

    tulisan dari buku dan literatur serta peraturan perundang-

    undangan mengenai hukum perdata khusunya hukum

    perbankan, hukum perjanjian, dan hukum jaminan.

    3. Alat Pengumpulan Data

    Guna mempermudah dalam pengumpulan data dari penelitian ini,

    maka alat pengumpulan data yang dipergunakan adalah sebagai

    berikut:

  • 26

    a. Wawancara, yaitu pengumpulan data dengan cara teknik

    wawancara secara langsung dengan respoden. Wawancara ini

    penulis lakukan kepada Bapak Medi Andreas selaku Pimpinan

    Cabang dan Ibu Cut Sri Wulandari selaku Staf Administrasi

    Kredit PT. Bank Sahabat Sampoerna Cabang Pekanbaru,

    Bapak Ridhwan selaku Area Finance Manager Koperasi

    Simpan Pinjam Sahabat Mitra Sejati Cabang Kandis dan Bapak

    Iwan Darma Setiawan selaku Kepala Seksi Pelayanan Lelang

    KPKNL Pekanbaru.

    b. Studi Dokumen, teknik ini dipakai untuk mengumpulkan data

    sekunder dengan cara mempelajari bahan-bahan kepustakaan

    terutama yang berkaitan dengan masalah yang diteliti,

    peraturan-peraturan yang sesuai dengan materi atau objek

    penelitian, surat pemberitahuan pengalihan piutang kepada

    debitur dan perjanjian cessie antara PT.Bank Sahabat

    Sampoerna Cabang Pekanbaru dengan Koperasi Simpan

    Pinjam Sahabat Mitra Sejati Cabang Kandis.

    4. Pengolahan dan Analisis Data

    a. Pengolahan Data

    Setelah data yang terkumpul, kemudian data tersebut

    dikelompokkan menurut jenisnya berdasarkan masalah pokok

    penelitian.

  • 27

    b. Analisis Data

    Terhadap data dari hasil wawancara disajikan dengan

    menggunakan analisis data deskiriptif kualitatif yaitu suatu cara

    pemecahan masalah yang diselidiki dengan menuturkan dan

    menggambarkan keadaan objek penelitian yakni penulis

    melakukan penelitian pada PT. Bank Sahabat Sampoerna

    Cabang Pekanbaru, pada saat ini berdasarkan fakta-fakta yang

    tampak atau sebagaimana mestinya, kemudian dikaitkan

    dengan pendapat para ahli atau peraturan peundang-undangan

    dalam pengambilan kesimpulan, akhirnya dengan data tersebut

    kemudian akan didapat suatu kesimpulan yang menyeluruh.

    Dari hasil tersebut kemudian ditarik suatu kesimpulan yang

    merupakan jawaban atas permasalahan yang diangkat dalam

    penulisan ini.