bab i pendahuluan a. latar belakang masalahscholar.unand.ac.id/29927/2/bab i.pdf · 2017. 10....
TRANSCRIPT
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perekonomian di suatu negara tidak terlepas dari industri jasa
perbankan yang merupakan salah satu leading indicator dalam artian sebagai
alat ukur sejauh mana tingkat kestabilan perekonomian suatu negara. Bank
merupakan lembaga intermediasi antara masyarakat yang mempunyai
kelebihan dana dengan masyarakat yang membutuhkan modal finansial.1 Bank
adalah suatu badan yang tugas utamanya sebagai perantara untuk menyalurkan
penawaran dan permintaan kredit pada waktu yang ditentukan.2 Melalui
kegiatan perkreditan dan berbagai jasa yang diberikan, bank melayani
kebutuhan pembiayaan serta melancarkan mekanisme sistem pembayaran bagi
semua sektor perekonomian.
Penyaluran kredit merupakan kegiatan usaha yang mendominasi
pengalokasian dana bank. Ini bisa dilihat dalam Loan to Deposit Ratio
(LDR)3. Oleh karena itu sumber utama bank berasal dari kegiatan penyaluran
kredit hasil bunga4. Terkonsentrasinya usaha bank dalam penyaluran kredit
tersebut disebabkan oleh beberapa alasan yaitu5 :
1 Perbarindo Riau, 2008, Edisi Khusus Riau Expo, hlm.3.
2 Thomas Suyatno, dkk, 2003, Kelembagaan Perbankan, PT. Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta, hlm.1. 3 Loan to Deposit Ratio (LDR) adalah rasio antara besarnya seluruh volume kredit
yang disalurkan oleh bank dan jumlah penerimaan dana dari berbagai sumber. 4 Media Mikro Banking, 2004, Jakarta, hlm.11.
5 Ibid, hlm.12.
-
2
1. Sifat usaha bank yang berfungsi sebagai lembaga intermediasi antara unit surplus dan unit defisit.
2. Penyaluran kredit memberikan spread (selisih) yang pasti sehingga besarnya pendapatan bunga dapat diperkirakan.
3. Melihat posisinya dalam bidang pelaksanaan kebijaksanaan moneter, perbankan merupakan sektor yang kegiatannya sangat
diatur oleh pemerintah.
4. Sumber utama dana bank berasal dari masyarakat sehingga secara moral mereka harus menyalurkan kembali kepada
masyarakat dalam bentuk penyaluran kredit (menggerakkan
modal perekonomian).
Kredit, dengan berbagai bentuknya, baik itu konsumtif, modal
kerja/produktif maupun investasi merupakan sumber pendapatan bagi bank.
Pasal 1 angka 11 UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan (selanjutnya disingkat UU
Perbankan) memberikan pengertian bahwa kredit adalah penyediaan uang atau
tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau
kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang
mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu
tertentu dengan pemberian bunga.
Bank mengharapkan agar kredit yang diberikan kepada debiturnya
berjalan lancar sampai dengan kredit dilunasi. Kredit bermasalah tidak
mungkin dapat dihindari oleh bank, hanya saja bank selaku kreditur harus
berusaha dapat menekan seminimal mungkin besarnya kredit bermasalah agar
tidak melampaui apa yang telah diatur dalam Peraturan Bank Indonesia
Nomor 14/15/PBI/2012 tentang Kualitas Aset Bank Umum. Berdasarkan
-
3
peraturan tersebut kualitas kredit dapat ditentukan berdasarkan 3 parameter
berikut:
1. Prospek Usaha Penilaian terhadap prospek usaha meliputi penilaian terhadap
komponen-komponen:
a. Potensi pertumbuhan usaha; b. Kondisi pasar dan posisi debitur dalam persaingan; c. Kualitas manajemen dan permasalahan tenaga kerja; d. Dukungan dari grup atau afiliasi; e. Upaya yang dilakukan debitur dalam rangka memelihara
lingkungan hidup.
2. Kinerja Debitur Penilaian terhadap kinerja (performance) debitur meliputi
penilaian terhadap komponen-komponen:
a. Perolehan laba; b. Struktur permodalan; c. Arus kas; d. Sensitivitas terhadap resiko pasar.
3. Kemampuan Membayar Penilaian terhadap kemampuan membayar meliputi penilaian
terhadap komponen-komponen:
a. Ketepatan pembayaran pokok dan bunga; b. Ketersediaan dan keakuratan informasi keuangan debitur; c. Kelengkapan dokumentasi kredit’ d. Kepatuhan terhadap perjanjian kredit; e. Kesesuaian penggunaan dana; f. Kewajaran sumber pembayaran kewajiban.
Berdasarkan parameter tersebut di atas, kualitas kredit ditetapkan menjadi
lancar, dalam perhatian khusus, kurang lancar, diragukan dan macet.
Penetapan kualitas kredit tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan
materialitas dan signifikansi dari faktor penilaian dan komponen tersebut
terhadap karakteristik debitur yang bersangkutan.
Kredit bermasalah apabila dibiarkan akan berakibat kerugian bagi bank
sebagai pemberi kredit. Oleh karena itu untuk mengantisipasi kerugian
-
4
tersebut bank harus mengoptimalkan peranan satuan hukumnya, baik
menyangkut perjanjian kredit maupun segala aspek yang berkaitan
dengan barang agunan (jaminan) beserta cara-cara pengikatannya.6
Jaminan merupakan sarana pengaman (backup) atas resiko yang
mungkin terjadi atas wanprestasinya debitur dikemudian hari.. Jaminan adalah
sumber pengembalian kredit terakhir apabila debitur tidak mampu untuk
menyelesaikan kewajiban utangnya. Berdasarkan Pasal 8 ayat (1) UU
Perbankan bahwa dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan
prinsip syariah, bank umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis
yang mendalam atas iktikad baik dan kemampuan serta kesanggupan nasabah
debitor untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud
sesuai dengan yang diperjanjikan. Kemudian diperkuat lagi dalam penjelasan
Pasal 8 ayat (1) UU Perbankan bahwa untuk memperoleh keyakinan tersebut,
sebelum memberikan kredit, bank harus melakukan penilaian yang seksama
terhadap watak, kemampuan, modal, agunan, dan prospek usaha dari nasabah
debitor.
Jika kita melihat ketentuan Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata (selanjutnya disingkat KUHPerdata) yang menentukan bahwa segala
kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik
yang sudah ada maupun yang baru akan ada dikemudian hari, menjadi
tanggungan untuk segala perikatan perseorangan. Jaminan seperti ini
6 H.R.Daeng Naja, 2005, Hukum Kredit dan Bank Garansi, PT. Citra Aditya Bakti,
Bandung, hlm 205.
-
5
diberikan kepada kreditur tanpa kecuali, dengan tidak membedakan berapa
besar piutang dan kapan terjadinya piutang. Piutang yang lebih besar atau
lebih dulu tidak diberi preferensi dari yang lebih kecil atau lebih kemudian.7
Jaminan seperti itu dalam praktek perkreditan jelas kurang menimbulkan rasa
aman dan terjamin bagi kredit yang diberikan.
Berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku di negara
kita, pada dasarnya jenis-jenis jaminan kredit terdiri dari jaminan perorangan
(persoonlijkkezakerheids) dan jaminan kebendaan (zakelijkkezakerheids)8
Menurut sifatnya, jaminan kebendaan terbagi menjadi 2 (dua), yaitu :
1. Jaminan dengan benda berwujud (materiil); dan
2. Jaminan dengan benda tak berwujud (immateriil).
Dalam praktek perbankan, jaminan yang sering digunakan adalah jaminan
yang bersifat materiil, dapat berupa benda bergerak maupun benda tidak
bergerak.
Untuk kepentingan kreditur, haruslah dilakukan pengikatan atas
jaminan/agunan kredit yang diserahkan debitur kepada Bank, tentunya melalui
lembaga jaminan yang diatur oleh ketentuan undang-undang yang berlaku.9
Adapun undang-undang yang berlaku dalam hubungannya dengan lembaga
jaminan tersebut antara lain:
1. KUHPerdata untuk Gadai.
7 Effendi Perangin, 1989, Hukum Agraria di Indonesia, Suatu Telaah Dari Sudut
Pandang Praktisi Hukum, Rajawali Press, Jakarta, hlm.59 8 Ibid, hlm 209.
9 H.R.Daeng Naja, Op.Cit, hlm 146.
-
6
2. Undang-undang Nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas
tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah (UUHT).
3. Undang-undang Nomor 42 tahun 1999 tentang jaminan fidusia (UUJF).
Salah satu lembaga jaminan yang umumnya dipergunakan guna menjamin
pembayaran kembali kredit yang telah diberikan oleh bank kepada debitur
adalah lembaga jaminan hak tanggungan.
Hak tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas
tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960
tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA), berikut atau tidak
berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu,
untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang
diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur yang lain.
Definisi tersebut sesuai ketentuan Pasal 1 ayat (1) UUHT.
Dengan melihat definisi hak tanggungan tersebut, tampak bahwa hak
tanggungan terdiri dari unsur-unsur sebagai berikut:
1. Hak tanggungan adalah hak jaminan untuk pelunasan utang;
2. Objek hak tanggungan adalah hak atas tanah sesuai UUPA;
3. Hak tanggungan dapat dibebankan atas tanah tanahnya (hak atas tanah)
saja, tetapi dapat pula dibebankan berikut benda-benda lain yang
merupakan satu kesatuan dengan tanah itu;
4. Utang yang dijamin harus suatu utang tertentu;
-
7
5. Memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu
terhadap kreditur lain;
Hak tanggungan memberikan kedudukan yang diutamakan kepada
kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lain. Kreditur tertentu yang
dimaksud adalah yang memperoleh atau yang menjadi pemegang hak
tanggungan tersebut berdasarkan urut-urutan peringkatnya. Kedudukan yang
diutamakan bagi kreditur pemegang hak tanggungan dijelaskan di dalam
Penjelasan Umum UUHT. Dalam penjelasan umum UUHT itu dikatakan
bahwa yang dimaksud dengan “memberikan kedudukan diutamakan kepada
kreditor tertentu terhadap kreditur-kreditur lain” adalah bahwa jika debitur
cidera janji maka kreditur pemegang hak tanggungan berhak menjual melalui
pelelangan umum objek hak tanggungan yang di jadikan sebagai jaminan
menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan hak
mendahulu daripada kreditur-kreditur yang lain. Kedudukan yang diutamakan
tersebut sudah barang tentu tidak mengurangi preferensi piutang-piutang
negara menurut ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku.
Hak tanggungan bersifat accessoir (ikutan) pada suatu piutang yang
dijamin. Oleh sebab itu, kelahiran, peralihan, eksekusi dan hapusnya hak
tanggungan ditentukan oleh adanya, peralihannya, dan hapusnya piutang yang
dijamin. Untuk kemudahan dan kepastian pelaksanaanya eksekusi obyek hak
tanggungan, pelaksanaan pembebanan hak tanggungan hendaknya memenuhi
-
8
prosedur asas spesialitas10
dan asas publisitas11
agar keberadaan lembaga
jaminan hak tanggungan tersebut dapat secara efektif mengakomodasi
kebutuhan kreditur di dalam mengamankan kredit yang disalurkan kepada
masyarakat.
Perjanjian pemberian dan/atau pengikatan jaminan dalam suatu
kegiatan pemberian kredit bersifat accessoir. Perjanjian pemberian dan/atau
pengikatan jaminan merupakan perjanjian accessoir atau perjanjian tambahan
dari perjanjian kredit yang merupakan perjanjian pokok. Perjanjian tambahan
itu dibuat oleh para pihak dengan maksud untuk mendukung secara khusus
perjanjian pokok yang telah disepakati oleh para pihak. Dengan demikian
maka sifat perjanjian pemberian dan/atau pengikatan jaminan adalah
mengikuti perjanjian pokok.
Lahirnya perjanjian pemberian dan/atau pengikatan jaminan tergantung
dengan perjanjian pokok yang melatarbelakanginya. Oleh sebab itu, hapusnya
perjanjian pemberian dan/atau pengikatan jaminan adalah juga tergantung dari
hapusnya perjanjian pokok. Apabila perjanjian pokok batal maka perjanjian
pemberian dan/atau pengikatan jaminan juga batal, dan jika perjanjian pokok
beralih maka perjanjian pemberian dan/atau pengikatan jaminan juga beralih.
Keadaan likuiditas tiap bank tidak selalu sama. Perkembangan yang
terjadi di sektor sosial dan ekonomi, baik dalam skala nasional maupun
10 Asas spesialitas adalah bahwa untuk sahnya Akta Pembebanan Hak Tanggungan, akta tersebut harus
mencantumkan secara lengkap hal-hal yang disebutkan di dalam Pasal 11 ayat (1) UUHT, yaitu baik mengenai
subjek, objek, maupun hutang yang dijamin haruslah dicantumkan secara jelas. 11 Asas publisitas adalah bahwa agar Hak Tanggungan memberikan kedudukan diutamakan kepada kreditur
maka harus ada catatan mengenai Hak Tanggungan tersebut pada buku tanah dan sertipikat hak atas tanah yang
dibebaninya sehingga setiap orang dapat mengetahuinya.
-
9
internasional, secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi
keadaan likuiditas serta kebijakan penyaluran kredit pada bank selaku
kreditur. Akibatnya, tidak jarang dalam kurun waktu berlakunya perjanjian
kredit, bank selaku kreditur berkeinginan untuk mengundurkan diri dari
partisipasinya. Pengunduran diri kreditur tentu saja akan dapat mempengaruhi
kegiatan usaha yang dilakukan oleh debitur apabila dana yang dipergunakan
untuk melakukan kegiatan usaha tersebut berasal dari fasilitas kredit bank.
Agar kegiatan pendanaan yang diterima oleh debitur tidak terhenti begitu saja,
maka dikenal lembaga pengalihan piutang yang dilakukan dengan cara cessie.
Adapun pertimbangan bank untuk melakukan pengalihan piutang
yaitu12
:
1. Bank bermaksud untuk meningkatkan Capital Adequacy Ratio (CAR);
2. Bank hendak meningkatkan rasio profitabilitasnya (Return on Asset);
3. Pemberian fasilitas kredit yang dilakukan oleh Bank telah melampaui Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) bagi
debitur yang bersangkutan.
4. Bank mengalami kekurangan likuiditas akibat dari terlalu besarnya loan portfolio (portepel kredit) Bank.
5. Bank menilai, berdasarkan pertimbangan baiknya, bahwa loan portfolionya disektor industri tertentu atau di suatu wilayah tertentu terlalu besar sehingga Bank bermaksud untuk menguranginya;
6. Bank bermaksud untuk melakukan restrukturisasi terhadap loan portfolionya.
Dalam hal pengalihan piutang dilakukan secara cessie, tidaklah
mengakibatkan berakhirnya perjanjian kredit yang telah dibuatnya dengan
debitur. Perjanjian Kredit yang telah dibuat diantara debitur dan kreditur yang
12
Puteri Nataliasari, 2010, Pengalihan Piutang Secara Cessie dan Akibatnya
Terhadap Jaminan Hak Tanggungan dan Jaminan Fidusia, Tesis, Fakultas Hukum Program
Magister Kenotariatan Universitas Indonesia, Depok, hlm.20-21.
-
10
mengakibatkan timbulnya piutang yang dialihkan itu tetap berlaku dan
mengikat bagi debitur dan bagi pihak ketiga selaku kreditur yang baru.
Pada dasarnya hak tanggungan dapat dialihkan pada pihak lainnya.
Peralihan hak tanggungan diatur di dalam ketentuan Pasal 16 UUHT.
Peralihan hak tanggungan dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu :
1. Cessie yaitu perbuatan hukum yang mengalihkan piutang oleh kreditur
pemegang hak tanggungan pada pihak lainnya.
2. Subrogasi, yaitu penggantian kreditur oleh pihak ketiga yang melunasi
utang debitur.
3. Pewarisan, yaitu pengalihan hak tanggungan pada ahli warisnya sesuai
dengan ketentuan di dalam hukum waris yang dianut pemegang hak
tanggungan.
4. Sebab-sebab lain, yaitu hal-hal lain selain yang telah disebutkan di
dalam UUHT. Contohnya di dalam hal terjadinya pengambilalihan atau
penggabungan perusahaan, sehingga menyebabkan beralihnya piutang
dari perusahaan semula kepada perusahaan baru.
Peralihan hak tanggungan wajib didaftarkan oleh kreditur baru pada
Kantor Pertanahan. Hal-hal yang dilakukan oleh Kantor Pertanahan berkaitan
dengan pendaftaran peralihan hak tanggungan yaitu dengan melakukan :
1. Pencatatan pada buku tanah hak tanggungan.
2. Buku-buku hak atas tanah yang menjadi objek hak tanggungan.
-
11
3. Menyalin catatan tersebut pada sertifikat hak tanggungan dan sertifikat
hak atas tanah yang bersangkutan.
Berkenaan dengan hal-hal tersebut diatas, penulis menemukan dalam praktek
perbankan yakni pada PT. Bank Sahabat Sampoerna yang mengalihkan
piutang kepada kreditur baru secara cessie yaitu Koperasi Mitra Sejati Sahabat
UKM Cabang Kandis dimana atas hak tanggungan yang terpasang tidak
didaftarkan peralihannya ke Kantor Pertanahan dimana hal ini tidak sesuai
ketentuan Pasal 16 UUHT. Selain itu Koperasi Mitra Sejati Sahabat UKM
meminta Surat Pengantar Roya Hak Tanggungan kepada PT.Bank Sahabat
Sampoerna jika debitur memperoleh penambahan fasilitas kredit.
Berdasarkan deskripsi tersebut di atas, penulis tertarik untuk meneliti
lebih lanjut mengenai pengalihan piutang secara cessie dari PT. Bank Sahabat
Sampoerna Cabang Pekanbaru kepada Koperasi Simpan Pinjam Sahabat Mitra
Sejati Cabang Kandis dan menuangkannya dalam suatu karya ilmiah yang
berbentuk tesis dengan judul:
“Pengalihan Piutang Secara Cessie Dari PT.Bank Sahabat Sampoerna
Cabang Pekanbaru Kepada Koperasi Simpan Pinjam Sahabat Mitra
Sejati Cabang Kandis Yang Diikat Hak Tanggungan.’’
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis merumuskan pokok masalah
yang akan dibahas dan dikembangkan lebih lanjut dalam penelitian ini yaitu
sebagai berikut:
-
12
1. Apakah alasan dilakukannya pengalihan piutang secara cessie PT. Bank
Sahabat Sampoerna Cabang Pekanbaru kepada Koperasi Simpan
Pinjam Sahabat Mitra Sejati Cabang Kandis?
2. Bagaimanakah tanggung jawab PT.Bank Sahabat Sampoerna selaku
kreditur lama terhadap pengalihan piutang dengan jaminan yang
terpasang hak tanggungan yang tidak didaftarkan?
3. Bagaimanakah akibat hukum tidak dilakukannya pendaftaran peralihan
hak tanggungan atas jaminan dari debitur PT. Bank Sahabat Sampoerna
yang beralih ke Koperasi Simpan Pinjam Sahabat Mitra Sejati Kandis
terhadap eksekusi jika debitur wanprestasi?
C. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui alasan dilakukannya pengalihan piutang secara
cessie PT. Bank Sahabat Sampoerna Cabang Pekanbaru kepada
Koperasi Simpan Pinjam Sahabat Mitra Sejati Cabang Kandis.
2. Untuk mengetahui tanggung jawab PT.Bank Sahabat Sampoerna selaku
kreditur lama terhadap pengalihan piutang dengan jaminan yang
terpasang hak tanggungan yang tidak didaftarkan.
3. Untuk mengetahui akibat hukum tidak dilakukannya pendaftaran
peralihan hak tanggungan atas jaminan dari debitur PT. Bank Sahabat
-
13
Sampoerna yang beralih ke Koperasi Simpan Pinjam Sahabat Mitra
Sejati Cabang Kandis terhadap eksekusi jika debitur wanprestasi.
D. Manfaat penelitian
Manfaat penelitian yang penulis harapkan dalam penulisan ini adalah
sebagai berikut:
1. Secara Teoritis
a. Menerapkan ilmu teoritis yang diperoleh penulis selama
menempuhkan pendidikan pada Program Magister Kenotariatan
dan menghubungkannya dengan fenomena yang ada dalam
masyarakat.
b. Bentuk kontribusi akademik bagi pengembangan Ilmu Hukum
khususnya tentang khususnya hukum perbankan, hukum
perjanjian dan hukum jaminan.
2. Secara Praktis
a. Memberikan pengetahuan mengenai pengalihan piutang secara
cessie dari PT.Bank Sahabat Sampoerna Cabang Pekanbaru
kepada Koperasi Simpan Pinjam Sahabat Mitra Sejati dengan
jaminan yang terpasang hak tanggungan.
b. Agar penelitian yang dilakukan dapat bermanfaat bagi
masyarakat khususnya praktisi di bidang kenotariatan serta dapat
digunakan sebagai informasi bagi rekan-rekan penulis lain yang
-
14
ingin mengadakan penelitian yang berkaitan dengan
permasalahan dalam penelitian ini.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan penelusuran kepustakaan, penelitian mengenai pengalihan
piutang secara cessie dari PT.Bank Sahabat Sampoerna Cabang Pekanbaru
kepada Koperasi Simpan Pinjam Sahabat Mitra Sejati dengan jaminan yang
terpasang hak tanggungan belum pernah dilakukan oleh peneliti lain
sebelumnya. Dengan demikian penelitian ini asli adanya, meskipun ada
peneliti-peneliti pendahulu yang pernah melakukan penelitian mengenai tema
permasalahan judul di atas, namun secara judul dan substansi pokok
permasalahan yang dibahas berbeda dengan penelitian ini.
Adapun penelitian yang berkaitan meliputi:
1. Puteri Nataliasari, 2010, Pengalihan Piutang Secara Cessie Dan
Akibatnya Terhadap Jaminan Hak Tanggungan Dan Jaminan Fidusia,
Tesis, Fakultas Hukum Program Magister Kenotariatan, Universitas
Indonesia, dengan rumusan masalah:
a. Bagaimana keterkaitan pengalihan piutang secara cessie terhadap
perjanjian kredit bank?
b. Bagaimana akibat pengalihan piutang secara cessie terhadap
jaminan Hak Tanggungan?
c. Bagaimana akibat pengalihan piutang secara cessie dengan
jaminan Fidusia?
-
15
2. Rahmat Setiadi, 2011, Resiko Hukum Atas Cessie Tagihan Piutang
Sebagai Jaminan Kredit Pada Perusahaan Pembiayaan (Studi Pada
PT. Permodalan Nasional Madani (Persero) Cabang Medan), Tesis,
Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Utara, dengan rumusan
masalah:
a. Bagaimana prosedur pemberian kredit dengan cessie tagihan
piutang sebagai jaminan pada PT. Permodalan Nasional Madani
(Persero) Cabang Medan?
b. Resiko apa yang ditimbulkan atas cessie tagihan piutang sebagai
jaminan kredit pada PT. Permodalan Nasional Madani (Persero)
Cabang Medan?
F. Kerangka Teoritis Dan Konseptual
1. Kerangka Teoritis
Kerangka teori merupakan teori yang dibuat untuk memberikan
gambaran yang sistematis mengenai masalah yang akan diteliti.13
Teori yang
biasa digunakan untuk menganalisis permasalahan-permasalahan tersebut.
Teori-teori ini sesungguhnya dibangun berdasarkan teori yang dihubungkan
dengan kondisi sosial di mana hukum dalam arti sistem norma itu
ditetapkan.14
Dalam hal ini teori dan asas yang dapat digunakan adalah
sebagai berikut :
a. Teori Tanggung Jawab Hukum
13 Soerjono Soekanto, 1996, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, hlm.127.
14 Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, 2010, Dualisme Penelitian Hukum lrktrmatif
dan Empiris, Pustaka Pelajar, Bandung, hlm. 140.
-
16
Tanggung jawab memiliki arti yaitu keadaan yang wajib menanggung
segala sesuatunya (kalau terjadi apa-apa boleh dituntut, dipersilahkan,
diperkarakan dan sebagainya).15
Dalam kamus hukum, tanggung jawab adalah
suatu keharusan bagi seseorang untuk melaksanakan apa yang telah
diwajibkan kepadanya.16
Tanggung jawab hukum memiliki beberapa pengertian. Ridwan Halim
mendefinisikan tanggung jawab hukum sebagai suatu akibat lebih lanjut dari
pelaksanaan peranan, baik peranan itu merupakan hak dan kewajiban ataupun
kekuasaan. Secara umum tanggung jawab hukum diartikan sebagai kewajiban
untuk melakukan sesuatu atau berperilaku menurut cara tertentu tidak
menyimpang dari peraturan yang telah ada.17
Konsep tanggung jawab hukum berhubungan dengan pertanggung
jawaban secara hukum atas tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau
kelompok yang bertentangan dengan undang-undang.
Menurut Hans Kelsen bahwa “seseorang bertanggung jawab secara
hukum atas perbuatan tertentu atau bahwa dia bertanggung jawab atas
suatu sanksi bila perbuatannya bertentangan. Biasanya bila sanksi
ditujukan kepada pelaku langsung, seseorang bertanggung jawab atas
perbuatannya sendiri. Subjek dari tanggung jawab hukum identik
dengan subjek dari kewajiban hukum. 18
15
Daryanto, 1997, Kamus Bahasa Indonesia Lengkap, Apollo, Surabaya, hlm.576. 16
Andi Hamzah, 2005, Kamus Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta 17
Ridwan Halim dalam Khairunnisa, 2008, Kedudukan, Peran dan Tanggung Jawab
Hukum Direksi, Pasca Sarjana, Medan, hlm.4. 18
Hans Kelsen dalam Jimly Asshiddiqie, Ali Safa’at, 2006, Teori Hans Kelsen
Tentang Hukum, Konstitusi Press, hlm.61
-
17
Menurut teori hukum umum bahwa setiap orang termasuk pemerintah
harus mempertanggung jawabkan setiap tindakannya baik karena kesalahan
atau tanpa kesalahan. Dari teori hukum umum munculah tanggung jawab
hukum berupa tanggung jawab pidana, tanggung jawab perdata dan tanggung
jawab administrasi.
Dalam ranah hukum perdata, tanggung jawab terhadap kerusakan atau
kerugian yang disebabkan oleh seseorang lain, dengan mengandaikan bahwa
tiada sanksi yang ditujukan kepada orang yang menyebabkan kerugian, maka
deliknya tidak terpenuhinya kewajiban untuk mengganti kerugian tetapi
kewajiban ini pada orang yang dikenai sanksi19
. Disini orang yang
bertanggung jawab terhadap sanksi mampu menghindari sanksi melalui
perbuatan yang semestinya, yakni dengan memberikan ganti rugi atas
kerugian yang disebabkan oleh orang lain.
b. Teori Efektivitas Hukum
Teori efektivitas hukum dikemukakan oleh Bronislaw Malinowski dan
Soerjono Soekanto. Bronislaw Malinowski menyajikan teori efektivitas
pengendalian sosial atau hukum. Bronislaw Malinowski menyajikan teori
efektivitas hukum dengan menganalisis tiga masalah yang meliputi .
1) Dalam masyarakat modern, tata tertib kemasyarakatan dijaga antara lain oleh suatu sistem pengendalian sosial yang bersifat
memaksa, yaitu hukum, untuk melaksanakannya hukum
didukung oleh suatu sistem alat-alat kekuasaan (kepolisian,
pengadilan dan sebagainya) yang diorganisasi oleh suatu negara.
19
Ibid, hlm.102
-
18
2) Dalam masyarakat primitif alat-alat kekuasaan serupa itu kadang-kadang tidak ada.
3) Dengan demikian apakah dalam masyarakat primitif tidak ada hukum.
20
Soerjono Soekanto mengatakan bahwa efektif adalah taraf sejauh mana
suatu kelompok dapat mencapai tujuannya. Hukum dapat dikatakan efektif
jika terdapat dampak hukum yang positif, pada saat itu hukum mencapai
sasarannya dalam membimbing ataupun merubah perilaku manusia sehingga
menjadi perilaku hukum. Sehubungan dengan persoalan efektivitas hukum,
pengidentikkan hukum tidak hanya dengan unsur paksaan eksternal namun
juga dengan proses pengadilan. Ancaman paksaan pun merupakan unsur yang
mutlak ada agar suatu kaidah dapat dikategorikan sebagai hukum, maka tentu
saja unsur paksaan inipun erat kaitannya dengan efektif atau tidaknya suatu
ketentuan atau aturan hukum.21
Teori efektivitas hukum menurut Soerjono Soekanto adalah bahwa
efektif atau tidaknya suatu hukum ditentukan oleh 5 (lima) faktor, yaitu :
1) Faktor hukumnya sendiri (undang-undang). 2) Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk
maupun menerapkan hukum.
3) Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum. 4) Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut
berlaku atau diterapkan.
5) Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.
22
20
Bronislaw Malinowski dalam H. Salim HS dan Erlies Septiana Nurbani, 2014,
Penerapan Teori Hukum pada Penelitian Tesis dan Disertasi, Raja Grafindo Persada, Jakarta,
hlm. 305. 21
Soerjono Soekanto, 1998, Efektivitas Hukum dan Penerapan Sanksi, CV. Ramadja
Karya Bandung, hlm. 80. 22
Soerjono Soekanto, 2008, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum,
PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm. 8.
-
19
Teori efektivitas hukum yang dikemukakan Soerjono Soekanto tersebut
relevan dengan teori yang dikemukakan oleh Romli Atmasasmita yaitu bahwa
faktor-faktor yang menghambat efektivitas penegakan hukum tidak hanya
terletak pada sikap mental aparatur penegak hukum (hakim, jaksa, polisi dan
penasihat hukum) akan tetapi juga terletak pada faktor sosialisasi hukum yang
sering diabaikan.23
Menurut Soerjono Soekanto ukuran efektivitas pada elemen pertama
adalah :
1) Peraturan yang ada mengenai bidang-bidang kehidupan tertentu sudah cukup sistematis.
2) Peraturan yang ada mengenai bidang-bidang kehidupan tertentu sudah cukup sinkron, secara hierarki dan horizontal tidak ada
pertentangan.
3) Secara kualitatif dan kuantitatif peraturan-peraturan yang mengatur bidang-bidang kehidupan tertentu sudah mencukupi.
4) Penerbitan peraturan-peraturan tertentu sudah sesuai dengan persyaratan yuridis yang ada.
24
Kemudian Soerjono Soekanto juga mengemukakan bahwa masalah
yang berpengaruh terhadap efektivitas hukum tertulis ditinjau dari segi aparat
akan tergantung pada hal berikut :
1) Sampai sejauh mana petugas terikat oleh peraturan-peraturan yang ada.
2) Sampai mana petugas diperkenankan memberikan kebijaksanaan. 3) Teladan macam apa yang sebaiknya diberikan oleh petugas
kepada masyarakat.
4) Sampai sejauh mana derajat sinkronisasi penugasan-penugasan yang diberikan kepada petugas sehingga memberikan batas-batas
yang tegas pada wewenangnya.25
23
Romli Atmasasmita, 2001, Reformasi Hukum, Hak Asasi Manusia & Penegakan
Hukum, Maju, Bandung, hlm. 55. 24
Soerjono Soekanto, 1993, Penegakan Hukum, Bina Cipta, Bandung, hlm. 80.
-
20
c. Teori Kepastian Hukum
Menurut J.C.T Simorangkir, hukum adalah peraturan yang bersifat
memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan
masyarakat yang dibuat oleh badan resmi yang berwajib, pelanggaran
terhadap peraturan berakibatkan diambilnya tindakan, dengan hukuman
tertentu.26
Roeslan Saleh menyatakan, bahwa :
“Cita hukum bangsa dan negara Indonesia adalah pokok-pokok pikiran
yang terkandung dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, untuk
membangun negara yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Cita hukum itulah Pancasila”27
dan “Segala warga negara bersamaan
kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib
menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada
kecualinya”.28
Menurut Lawrence M. Friedman, penegakan hukum bergantung pada,
subtansi hukum, struktur hukum, pranata hukum dan budaya hukum.29
Jimmy
Asshiddiqie, penegakan hukum adalah proses dilakukan upaya untuk
tegaknya atau berfungsinya norrna hukum secara nyata sebagai pedoman
perilaku dalam lalu lintas atau hubungan hukum dalam kehidupan
bermasyarakat dan bernegara.30
Menurut Gastav Radbruch unsur utama dalam penegakan hukum, yaitu:
1) Keadilan (Gerechtigkeit);
25
Ibid., hlm.82. 26
J.B Daliyo, Pengantar llmu Hukam, Frentralindo, Jakarta, 2007, hlm. 30. 27
Roeslan Saleh, Pembinaan Cita Hukum dan Asas-Asas Hukum Nasional, Karya
Dunia Fikir, Jakarta, 1996, hlm. 15. 28
Pasal 27 ayat (1), Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 29
http://ashibly.blogspot.com/2011/07/teori-hukum.html, Diunduh Pada Tanggal 21
Februari 2017 30
Jimly Asshiddiqie, Makalah Penegakan Hukum, diakses dari google.com, Diunduh
Pada Tanggal 21 Februari 2017.
http://ashibly.blogspot.com/2011/07/teori-hukum.html
-
21
2) Kepastian hukum (Rechtssicherheit); dan
3) Kemanfaatan hukum (Zweckmabigkeit).31
Penegakan hukum dan keadilan harus menggunakan jalur pemikiran
yang tepat dengan alat bukti dan barang bukti untuk merealisasikan keadilan
hukum dan isi hukum harus ditentukan oleh keyakinan etis, adil tidaknya
suatu perkara.32
Hukum untuk manusia, maka pelaksanaan hukum atau
penegakan hokum harus memberi manfaat atau kegunaan bagi masyarakat.
Kepastian hukum sangat identik dengan pemahaman positivisme hukum.
Positivisme hukum adalah satu-satunya sumber hukum adalah undang-
undang.33
Kepastian hukum secara normatif adalah suatu peraturan dibuat dan
diundangkan secara pasti karena mengatur secara jelas dan logis.34
Undang-
undang dan hukum diidentikkan.35
Hakim positivis dapat dikatakan sebagai
corong undang-undang. Montesquieu menyatakan, yaitu :
“Dalam suatu negara yang berbentuk Republik, sudah sewajarnya
bahwa undang-undang dasar para hakim menjalankan tugas sesuai
dengan apa yang tertulis dalam undang-undang. Para hakim dari negara
tersebut adalah tak lain hanya merupakan mulut yang mengucapkan
perkataan undang-undang, makhluk yang tidak berjiwa dan tidak dapat
mengubah, baik mengenai daya berlakunya maupun kekerasannya”.36
31
Gustav Radbruch, 2010, Gerechtigkeit, Rechtssicherheit, Zweckmaigkeit, dikutip oleh Shidarta dalam tulisan Putusan Hakim: Antara Keadilan, Kepastian Hukum, dan
Kemanfaatan, dari buku Reformasi Peradilan dan Tanggung Jawab Negara, Komisi
Yudisial, Jakarta, hlm. 3. 32
Ibid., hlm. 44. 33
Ibid., hlm.43. 34
Ibid., hlm. I59-160. 35
Pontang Moerad, 2005, Pembentukan Hukum Melalui Putusan Pengadilan Dalam
Perkara Pidana, Alumni, Bandung, hlm. 120. 36
Andi Hamzah, 1996, Hukum Acara Pidana Indonesia, Sapta Artha Jaya, Jakarta,
hlm. 114.
-
22
Roscue Pound dalam teorinya menyatakan bahwa :
“Hukum adalah alat untuk memperbarui (merekayasa) masyarakat (law
as a tool of social engineering).”37
Indonesia memiliki kultur masyarakat yang beragam dan memiliki nilai
yang luhur, tentunya sangat mengharapkan keadilan dan kemanfaatan yang
dikedepankan dibandingkan unsur kepastian hukum. Keadilan merupakan
hakekat dari hukum, sehingga penegakan hukum pun harus mewujudkan
kemanfaatan.38
2. Konseptual
Pengalihan adalah proses, cara, perbuatan mengalihkan, pemindahan,
penggantian, penukaran atau pengubahan.
Piutang adalah semua tuntutan atau tagihan kepada pihak lain dalam
bentuk uang atau barang yang timbul dari adanya penjualan secara kredit.
Cessie adalah cara pengalihan dan/atau penyerahan piutang atas nama
sebagaimana yang dimaksud di dalam Pasal 613 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata (KUHPerdata).39
Namun demikian, kata cessie tidak terdapat
di dalam undang-undang yang berlaku di Indonesia. Di Indonesia, cessie
hanya dikenal dari doktrin-doktrin hukum dan juga yurisprudensi.
Menurut ketentuan Pasal 1 angka 2 UU Perbankan, bank adalah badan
usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan
37
Darji Darmodiharjo dan Shidarta, Pokok-pokok Filsafat Hukum, Apa dan Bagaimana Filsafat
Hukum Indonesia, Gramedia, Jakarta, 1995, hlm. 113. 38
Syaiful Bakhri, Pidana Denda Dan Korupsi, Total Media, Yogvakarta, 2009, hlm. 129. 39
Soeharnoko dan Endah Hartati, 2008, Doktrin Subrogasi, Novasi dan Cessie, cet.3,
Kencana, Jakarta, hlm. 101.
-
23
menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-
bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
PT. Bank Sahabat Sampoerna Cabang Pekanbaru adalah suatu badan
usaha yang bergerak di bidang perbankan, didirikan berdasarkan hukum
Negara Republik Indonesia. Bank ini berkedudukan dan berkantor pusat di
Jakarta dan mempunyai cabang salah satunya di Kota Pekanbaru. Bank ini
merupakan bagian dari Sampoerna Strategic Group.
Menurut Pasal 1 angka 1, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992
Tentang Perkoperasian, Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan
orang-seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya
berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang
berdasar atas azas kekeluargaan.
Pengertian Koperasi Simpan Pinjam menurut Pasal 1 angka 15,
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian adalah
koperasi yang menjalankan usaha simpan pinjam sebagai satu-satunya usaha.
Koperasi Simpan Pinjam Sahabat Mitra Sejati yang lebih dikenal
dengan Sahabat UKM adalah koperasi koperasi simpan pinjam yang bergerak
di bidang keuangan, persewaan dan jasa perusahaan. Koperasi ini
berkedudukan dan berkantor pusat di Jakarta. Koperasi ini juga merupakan
bagian dari Sampoerna Strategic Group.
Hak Tanggungan menurut UUHT adalah hak jaminan yang dibebankan
pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang nomor 5
-
24
Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak
berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu,
untuk pelunasan hutang tertentu, yang memberikan kedudukan yang
diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lain.
G. Metode Penelitian
Metode penelitian dilakukan agar tujuan dan manfaat dari penelitian
dapat tercapai sebagaimana yang diharapkan, untuk itu diperlukan suatu
metode yang berfungsi sebagai pedoman dalam melaksanakan penelitian.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridis empiris,
yaitu dengan pendekatan masalah melalui peraturan dan teori yang ada,
kemudian dihubungkan dengan praktek di lapangan atau fakta yang terjadi
dalam masyarakat.
Pendekatan ini dilakukan dengan menganalisis peraturan-peraturan
mengenai peralihan piutang secara cessie dan konsekuensinya terhadap
jaminan yang terpasang hak tanggungan.
Di dalam melakukan metode penelitian ini diperlukan langkah-langkah
sebagai berikut:
1. Sifat Penelitian
Sifat penelitian ini adalah deskriptif analisis yaitu dengan cara
menggambarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku
dikaitkan dengan teori-teori hukum dan praktek pelaksanaan hukum
positip yang menyangkut permasalahan penelitian ini, karena
-
25
penelitian bertujuan untuk memperoleh hasil yang dapat memberikan
gambaran secara rinci, sistematis dan menyeluruh.
2. Data dan Sumber Data
a. Data Primer
Data Primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari
sumbernya atau melalui penelitian lapangan (field research)
dengan melakukan wawancara atau tanya jawab secara
langsung dengan pimpinan cabang PT. Bank Sahabat
Sampoerna Cabang Pekanbaru, Area Finance Manager
Koperasi Simpan Pinjam Sahabat Mitra Sejati Cabang Kandis
dan Kepala Seksi Pelayanan Lelang KPKNL Pekanbaru.
b. Data Sekunder
Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh untuk mendukung
penelitian berupa penelitian kepustakaan (library research)
guna mendapatkan teori-teori dan pendapat ahli atau tulisan-
tulisan dari buku dan literatur serta peraturan perundang-
undangan mengenai hukum perdata khusunya hukum
perbankan, hukum perjanjian, dan hukum jaminan.
3. Alat Pengumpulan Data
Guna mempermudah dalam pengumpulan data dari penelitian ini,
maka alat pengumpulan data yang dipergunakan adalah sebagai
berikut:
-
26
a. Wawancara, yaitu pengumpulan data dengan cara teknik
wawancara secara langsung dengan respoden. Wawancara ini
penulis lakukan kepada Bapak Medi Andreas selaku Pimpinan
Cabang dan Ibu Cut Sri Wulandari selaku Staf Administrasi
Kredit PT. Bank Sahabat Sampoerna Cabang Pekanbaru,
Bapak Ridhwan selaku Area Finance Manager Koperasi
Simpan Pinjam Sahabat Mitra Sejati Cabang Kandis dan Bapak
Iwan Darma Setiawan selaku Kepala Seksi Pelayanan Lelang
KPKNL Pekanbaru.
b. Studi Dokumen, teknik ini dipakai untuk mengumpulkan data
sekunder dengan cara mempelajari bahan-bahan kepustakaan
terutama yang berkaitan dengan masalah yang diteliti,
peraturan-peraturan yang sesuai dengan materi atau objek
penelitian, surat pemberitahuan pengalihan piutang kepada
debitur dan perjanjian cessie antara PT.Bank Sahabat
Sampoerna Cabang Pekanbaru dengan Koperasi Simpan
Pinjam Sahabat Mitra Sejati Cabang Kandis.
4. Pengolahan dan Analisis Data
a. Pengolahan Data
Setelah data yang terkumpul, kemudian data tersebut
dikelompokkan menurut jenisnya berdasarkan masalah pokok
penelitian.
-
27
b. Analisis Data
Terhadap data dari hasil wawancara disajikan dengan
menggunakan analisis data deskiriptif kualitatif yaitu suatu cara
pemecahan masalah yang diselidiki dengan menuturkan dan
menggambarkan keadaan objek penelitian yakni penulis
melakukan penelitian pada PT. Bank Sahabat Sampoerna
Cabang Pekanbaru, pada saat ini berdasarkan fakta-fakta yang
tampak atau sebagaimana mestinya, kemudian dikaitkan
dengan pendapat para ahli atau peraturan peundang-undangan
dalam pengambilan kesimpulan, akhirnya dengan data tersebut
kemudian akan didapat suatu kesimpulan yang menyeluruh.
Dari hasil tersebut kemudian ditarik suatu kesimpulan yang
merupakan jawaban atas permasalahan yang diangkat dalam
penulisan ini.