bab i pendahuluan a. latar belakang...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Perkembangan pasar modal di Indonesia berdampak pada peningkatan
permintaan akan audit laporan keuangan. Setiap perusahaan yang go public
diwajibkan untuk menyampaikan laporan keuangan yang disusun sesuai dengan
standar akuntansi keuangan dan telah diaudit oleh akuntan publik yang terdaftar di
Badan Pengawas Pasar Modal (Subekti dan Widiyanti, 2004). Laporan keuangan
merupakan suatu sumber informasi yang berperan penting dalam pengambilan
keputusan dan bertujuan sebagai media bagi perusahaan untuk mengkomunikasikan
berbagai informasi dan pengukuran secara ekonomis mengenai kinerja keuangan,
perubahan posisi keuangan, arus kas, serta sumber daya yang dimiliki perusahaan
kepada berbagai pihak yang mempunyai kepentingan atas informasi tersebut
(Wicaksono, 2009:3). Informasi ini bermanfaat untuk pengambilan keputusan,
karena banyak pihak yang berkepentingan terhadap laporan keuangan. Investor
membutuhkan informasi laporan keuangan untuk mendukung keputusan agar
dapat memaksimalkan utilitas investasinya (Wirakusuma, 2004).
Informasi yang diperlukan oleh pihak-pihak yang berkepentingan dapat
bermanfaat bilamana disajikan secara akurat dan tepat pada saat dibutuhkan oleh
pemakai laporan keuangan, namun informasi tidak lagi bermanfaat bila tidak
disajikan secara akurat dan tepat waktu (Rachmawati, 2008). Salah satu
kewajiban perusahaan manufaktur yang sudah go public adalah mempublikasikan
laporan keuangan yang telah disusun dengan standar akuntansi keuangan dan telah
2
diaudit oleh akuntan publik yang terdaftar dalam BadanPengawas Pasar Modal
(Bapepam). Auditor memiliki tanggung jawab yang besar dan tentunya hal ini
membuat auditor untuk bekerja secara lebih profesional. Salah satu kriteria
profesionalisme auditor tampak dalam ketepatan waktu penyampaian laporan
auditannya (Subekti dan Widiyanti, 2004). Hal ini mencerminkan betapa
pentingnya ketepatwaktuan (timeliness) penyajian laporan keuangan kepada
publik dan perusahaan diharapkan untuk tidak menunda penyajian laporan
keuangannya yang dapat menyebabkan manfaat informasi yang disajikan
menjadi berkurang. Semakin lama waktu tertunda dalam penyajian laporan
keuangan suatu perusahaan ke publik, maka semakin banyak kemungkinan
berkembangnya rumor-rumor maupun kemungkinan terdapatnya informasi yang
menyesatkan mengenai perusahaan tersebut. Apabila hal ini sering terjadi maka
akan mengarahkan pasar tidak lagi bekerja dengan baik. Untuk itu, regulator
memandang perlu menentukan suatu regulasi yang mengatur batas waktu
penerbitan laporan keuangan yang harus dipenuhi oleh setiap emiten.
(Wirakusuma, 2004).
Ketepatan waktu penyampaian laporan keuangan telah diatur dalam pasar
modal. Undang-undang no. 8 tahun 1995 tentang peraturan pasar modal
menyatakan bahwa semua perusahaan yang terdaftar dalam pasar modal wajib
menyampaikan laporan keuangan secara berkala kepada Bapepam dan
mengumumkan kepada masyarakat. Apabila perusahaan-perusahaan tersebut
terlambat menyampaikan laporan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan
oleh Bapepam maka dikenakan sanksi administrasi sesuai dengan ketentuan yang
telah ditetapkan dalam undang-undang.
3
Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) dari Ikatan Akuntan
Indonesia (IAI, 2001), khususnya tentang standar pekerjaan lapangan mengatur
tentang prosedur dalam penyelesaian pekerjaan lapangan seperti perlu adanya
perencanaan atas aktivitas yang akan dilakukan, pemahaman yang memadai atas
struktur pengendalian intern dan pengumpulan bukti-bukti kompeten yang
diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, pengetahuan, pertanyaan dan
konfirmasi sebagai dasar untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan.
Pemenuhan standar audit oleh auditor dapat berdampak lamanya penyelesaian
laporan audit, tetapi juga berdampak peningkatan kualitas auditnya.
Pelaksanaan audit semakin sesuai dengan standar pekerjaan audit semakin
pendek waktu yang diperlukan. Kondisi ini dapat menimbulkan suatu dilema bagi
auditor.
Perbedaan waktu antara tanggal laporan keuangan dengan tanggal opini
audit dalam laporan keuangan mengindikasikan tentang lamanya waktu
penyelesaian pekerjaan auditnya. Hal yang penting adalah bagaimana agar dalam
penyajian laporan keuangan itu bisa tepat waktu atau tidak terlambat dan
kerahasiaan informasi terhadap laporan keuangan tidak bocor kepada pihak lain
yang bukan kompetensinya untuk ikut mempengaruhinya. Tetapi apabila terjadi
hal sebaliknya yaitu terjadi keterlambatan maka akan menyebabkan manfaat
informasi yang disajikan menjadi berkurang dan tidak akurat (Kartika, 2009).
Menurut Generally Accepted Auditing Standard (GAAS) khususnya
standar umum ketiga menyatakan bahwa audit harus dilaksanakan dengan
penuh kecermatan dan ketelitian. Selain itu, standar pekerjaan lapangan
menyatakan bahwa audit harus dilaksanakan dengan perencanaan yang matang
dan pengumpulan alat-alat pembuktian yang cukup memadai (Boynton dan Kell,
4
2001). Karena adanya standar inilah memungkinkan akuntan publik untuk
menunda publikasi laporan audit atau laporan keuangan auditan apabila
dirasakan perlu memperpanjang masa audit.
Lamanya waktu penyelesaian audit ini dapat mempengaruhi ketepatan
waktu informasi tersebut dipublikasikan, sehingga berdampak pada reaksi pasar
terhadap keterlambatan informasi tersebut dan mempengaruhi tingkat
ketidakpastian keputusan yang didasarkan pada informasi yang dipublikasikan
(Halim, 2000). Kondisi ini sering disebut juga audit delay. Audit Delay adalah
lamanya waktu penyelesaian audit yang diukur dari tanggal penutupan tahun buku
hingga tanggal diselesaikannya laporan audit independen (Wiwik Utami, 2006).
Semakin panjang audit delay maka semakin lama auditor dalam
menyelesaikan pekerjaan auditnya (Subekti dan Widiyanti, 2004).
Berdasarkan peraturan Pasar Modal No. KEP 80/ PM/ 1996 mengenai
penyampaian laporan keuangan menyatakan bahwa: perusahaan yang terdaftar
dalam pasar modal wajib menyampaikan laporan keuangan tahunan yang telah
diaudit kepada Bapepam selambat-lambatnya 120 hari terhitung sejak tanggal
berakhirnya tahun buku. Peraturan tersebut kemudian diperbaharui dengan
dikeluarkannya keputusan No. KEP 17/ PM/ 2002 oleh Ketua Bapepam tentang
kewajiban penyampaian laporan keuangan secara berkala yang mulai berlaku
untuk laporan keuangan yang berakhir pada 31 Desember. Dalam keputusan
tersebut disebutkan bahwa laporan keuangan tahunan harus disertai dengan
laporan akuntan dengan pendapat yang lazim dan disampaikan kepada Bapepam
selambat-lambatnya pada akhir bulan ketiga setelah tanggal laporan keuangan
tahunan.
5
Pembaharuan keputusan tersebut mendorong manajemen dan akuntan
publik untuk bekerja lebih cepat, sehingga memberikan informasi laporan
keuangan dapat segera dimanfaatkan dan akurat kepada investor mengenai
kondisi emiten atau perusahaan publik serta dalam rangka mengikuti
perkembangan pasar modal global.
Halim (2000) melakukan penelitian tentang audit delay dengan
menggunakan sampel 287 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta pada
tahun 1997 menunjukkan bahwa audit delay rata-rata 84.45 hari. Rustiana (2007)
melakukan penelitian tentang audit delay dengan menggunakan semua
perusahaan dalam industri keuangan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta periode
tahun 2002-2004, menunjukkan bahwa audit delay rata-rata 71.62 hari.
Ubaidillah (2008) melakukan penelitian tentang audit delay dengan
menggunakan sampel 337 perusahaan di Bursa Efek Jakarta pada tahun 2005,
menunjukkan bahwa audit delay rata-rata 88 hari. Rachmawati (2008)
melakukan penelitian tentang audit delay pada perusahaan yang terdaftar di
Bursa Efek Jakarta pada tahun 2003-2005, menunjukkan bahwa audit delay
rata-rata 76 hari. Kartika (2009) dalam penelitian ini yang menjadi sampel
adalah perusahaan-perusahaan LQ 45 yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta
periode 2001–2005 menunjukkan audit delay rata-rata 69 hari. Subekti dan
Widiyanti (2004) melakukan penelitian tentang audit delay yang terjadi di
Indonesia pada tahun 2001 adalah 98,38 hari, dan Wirakusuma (2004)
melakukan penelitian tentang audit delay dengan menggunakan perusahaan-
perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta pada tahun 1999-2001,
menunjukkan bahwa audit delay rata-rata 99,92 hari, ini merupakan sebagai
6
permasalahan yang serius jika dibandingkan dengan rata-rata audit delay
hanya 84-88 hari.
Penelitian ini mengacu pada penelitian sebelumnya yang telah dilakukan
Ubaidillah (2008). Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan penelitian
sebelumnya. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah
pertama, penulis akan menambahkan variabel independen yaitu variabel
reputasi auditor dan variabel laba/rugi perusahaan.
Kedua, perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak
pada perbedaan tahun penelitiannya, dimana pada penelitian sebelumnya
tahun 2005 sedangkan pada penelitian ini akan diperluas tahun penelitiannya
yaitu pada tahun 2008-2010 dan dibatasi pada perusahaan manufaktur. Alasan
dipilihnya perusahaan manufaktur adalah karena jenis perusahaan ini
mendominasi perusahaan-perusahaan yang listing di Bursa Efek Indonesia.
Mengingat begitu pentingnya ketepatan waktu pelaporan keuangan
tersebut maka penulis tertarik untuk mengambil topik penelitian di bidang
akuntansi khususnya auditing dengan judul "Analisis Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Audit Delay (Studi pada Perusahaan Manufaktur yang
Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2008 s.d. 2010).
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah ukuran perusahaan berpengaruh secara signifikan terhadap audit delay?
2. Apakah opini audit berpengaruh secara signifikan terhadap audit delay?
3. Apakah raputasi auditor berpengaruh secara signifikan terhadap audit delay?
7
4. Apakah leverage berpengaruh secara signifikan terhadap audit delay?
5. Apakah laba/rugi perusahaan berpengaruh secara signifikan berpengaruh
terhadap audit delay ?
6. Apakah ukuran perusahaan, opini audit, reputasi auditor, leverage, dan
laba/rugi perusahaan berpengaruh secara simultan dan signifikan terhadap audit
delay?
C. Tujuan
Berdasarkan perumusan masalah, penelitian ini bertujuan untuk
menentukan bukti atas hal-hal sebagai berikut:
1. Menguji pengaruh ukuran perusahaan terhadap audit delay
2. Menguji pengaruh opini audit terhadap audit delay
3. Menguji pengaruh reputasi auditor terhadap audit delay
4. Menguji pengaruh leverage terhadap audit delay
5. Menguji pengaruh laba/rugi perusahaan terhadap audit delay
6. Menguji pengaruh ukuran perusahaan, opini audit, auditor, lamanya menjadi
klien KAP, leverage, dan laba/rugi perusahaan terhadap audit delay.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Kantor Akuntan Publik ( KAP)
Membantu profesi auditing dan KAP dalam upaya meningkatkan efisiensi dan
efektivitas proses audit dengan mengendalikan faktor-faktor dominan yang
dapat mempengaruhi audit delay. Selain itu bagi auditor dapat membantu
dalam mengidentifikasikan faktor-faktor yang mempengaruhi audit delay,
sehingga audit delay dapat ditekan seminimal mungkin dalam usaha
8
memperbaiki ketepatan waktu (timeliness) atau mempercepat penerbitan
laporan keuangan kepada publik.
2. Bagi Investor
Dapat dijadikan sebagai informasi yang bermanfaat sebagai bahan
pertimbangan dalam berinvestasi.
3. Bagi Auditor
Sebagai motivator dalam melaksanakan audit pada perusahaan supaya laporan
yang dihasilkan dapat segera di laporkan ke BAPEPAM sesuai dengan
peraturan yang dikeluarkan BAPEPAM.
4. Bagi Akademik
Memberi masukan dan menambah wawasan mengenai ketepatan waktu
pelaporan keuangan.
5. Bagi Penulis
Menambah pengetahuan gambaran data dan bukti-bukti empiris tentang
pengaruh ukuran perusahaan, opini audit, reputasi auditor, leverage, dan
laba/rugi perusahaan terhadap audit delay pada perusahaan publik di
Indonesia, terutama untuk perusahaan manufaktur dan sebagai referensi
untuk penelitian dimasa yang akan datang.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Laporan Keuangan
1. Pengertian Laporan Keuangan
Pengertian laporan keuangan menurut Hery (2009) adalah hasil dari
proses akuntansi yang dapat digunakan sebagai alat untuk mengkomunikasikan
data keuangan atau aktivitas perusahaan kepada pihak-pihak yang
berkepentingan. Dengan kata lain, laporan keuangan ini berfungsi sebagai alat
informasi yang menghubungkan perusahaan dengan pihak-pihak yang
berkepentingan, yang menunjukkan kondisi kesehatan keuangan perusahaan
dan kinerja perusahaan.
Sedangkan menurut Kartika (2009):
“Laporan keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan.
Pelaporan keuangan salah satu sumber informasi yang mengkomunikasikan
keadaan keuangan dari hasil operasi perusahaan dalam periode tertentu kepada
pihak-pihak yang berkepentingan, sehingga manajemen mendapatkan
informasi yang bermanfaat”.
Menurut Halim (2001:47) Laporan keuangan merupakan hasil akhir
dari proses akuntansi yang menyajikan informasi yang berguna untuk
pengambilan keputusan oleh berbagai pihak. Laporan keuangan yang utama
terdiri dari atas neraca, laporan laba/rugi, dan laporan aliran kas. Laporan
keuangan tersebut disajikan oleh manajemen perusahaan.
Menurut Ikatan Akuntan Publik Indonesia (IAPI, 2007) dalam
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Indonesia, laporan keuangan
merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan. Laporan keuangan yang
lengkap meliputi: neraca, laporan rugi laba, laporan perubahan posisi keuangan
(yang dapat disajikan dalam berbagai cara seperti: laporan arus kas), catatan dan
10
laporan lain serta materi penjelasan yang merupakan bagian integral dari
laporan keuangan. Disamping itu juga termasuk skedul dan informasi tambahan
yang berkaitan dengan laporan tersebut, misalnya informasi keuangan sebagai
segmen dan geografis serta pengaruh pengungkapan perubahan harga.
Laporan keuangan menurut Harahap (2007:201) merupakan output dan
hasil akhir dari proses akuntansi. Laporan keuangan inilah yang menjadi bahan
informasi bagi para pemakainya sebagai salah satu bahan dalam proses
pengambilan keputusan. Di samping sebagai informasi, laporan keuangan juga
sebagai pertanggungjawaban atau accountability. Sekaligus menggambarkan
indikator kesuksesan suatu perusahaan dalam mencapai tujuannya.
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa laporan
keuangan merupakan hasil dari proses pencatatan yang merupakan suatu
ringkasan dari transaksi keuangan yang terjadi selama tahun buku
bersangkutan, yang berguna bagi pemakai laporan keuangan dalam
pengambilan keputusan. Laporan keuangan ini dibuat oleh manajemen
dengan tujuan untuk mempertanggungjawabkan tugas-tugas yang dibebankan
kepadanya oleh para pemilik perusahaan. Disamping itu laporan keuangan
dapat juga digunakan untuk memenuhi tujuan-tujuan lain yaitu sebagai
laporan kepada pihak-pihak luar perusahaan yang membutuhkannya,
diantaranya kreditur, investor, serta pihak lainnya yang digunakan sebagai
dasar pertimbangan sebelum memutuskan untuk melakukan investasi di
perusahaan tersebut.
11
2. Tujuan Laporan Keuangan
Laporan keuangan bertujuan untuk memberikan informasi keuangan
kepada para pemakainya untuk dipakai dalam proses pengambilan keputusan
(Harahap, 2007:66).
Sedangkan menurut Heri dan Imelda (2007) laporan keuangan
bertujuan untuk menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan,
kinerja, serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat
bagi para pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi.
Tujuan umum laporan keuangan menurut Rudianto (2009;18) adalah
sebagai berikut:
a. Untuk memberikan informasi keuangan yang dapat dipercaya mengenai
sumber-sumber ekonomi dan kewajiban serta modal suatu perusahaan.
b. Untuk memberikan informasi yang dapat dipercaya mengenai perubahan
dalam sumber-sumber ekonomi suatu perusahaan yang timbul dalam
aktivitas usaha dalam rangka memperoleh laba.
c. Untuk memberikan informasi keuangan yang membantu para pemakai
laporan keuangan mengestimasi potensi perusahaan guna menghasilkan
laba di masa mendatang.
d. Untuk memberikan informasi keuangan yang membantu para pemakai
laporan keuangan dalam mengestimasi potensi perusahaan guna
menghasilkan laba.
e. Untuk memberikan informasi penting lainnya mengenai perubahan dalam
sumber-sumber ekonomi dan kewajiban, seperti informasi mengenai aktiva
pembelanjaan dan investasi
12
f. Untuk mengungkapkan sejauh mungkin informasi yang berhubungan
dengan laporan keuangan yang relevan untuk kebutuhan pengguna laporan,
seperti informasi mengenai kebijaksanaan akuntansi yang dianut
perusahaan.
Menurut Standar Akuntansi Keuangan (SAK) No. 1, tujuan laporan
keuangan adalah sebagai berikut:
a. Tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang menyangkut
posisi keuangan, kinerja, serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan
yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan
keputusan ekonomi.
b. Laporan keuangan yang disusun untuk tujuan ini memenuhi kebutuhan
bersama sebagian besar pemakai. Namun demikian, laporan keuangan tidak
menyediakan semua informasi yang mungkin dibutuhkan pemakai dalam
pengambilan keputusan ekonomi karena secara umum menggambarkan
pengaruh keuangan dari kejadian di masa lalu, dan tidak diwajibkan untuk
menyediakan informasi nonkeuangan.
c. Laporan keuangan juga menunjukkan apa yang telah dilakukan manajemen,
atau pertanggungjawaban manajemen atau sumber daya yang dipercayakan
kepadanya. Pemakai yang ingin menilai apa yang telah dilakukan atau
pertanggungjawaban manajemen berbuat demikian agar mereka dapat
membuat keputusan ekonomi, keputusan ini mungkin mencakup misalnya,
keputusan untuk menahan atau menjual investasi mereka dalam perusahaan
atau keputusan untuk mengangkat kembali atau mengganti manajemen.
Tujuan keseluruhan dari pelaporan keuangan adalah untuk
memberikan informasi yang berguna bagi investor dan kreditor dalam
13
pengambilan keputusan investasi dan kredit. Jenis keputusan yang dibuat oleh
pengambil keputusan sangatlah beragam, begitu juga dengan metode
pengambilan keputusan yang mereka gunakan dan kemampuan mereka untuk
memproses informasi. Pengguna informasi akuntansi harus dapat memperoleh
pemahaman mengenai kondisi keuangan dan hasil operasional perusahaan
lewat pelaporan keuangan. Investor sangat berkepentingan terhadap laporan
keuangan yang disusun investee terutama dalam hal pembagian deviden,
sedangkan kreditor berkepentingan dalam hal pengambilan jumlah pokok
pinjaman berikut bunganya. Investor dan kreditor terutama sangat tertarik
terhadap arus kas investee/debitur di masa mendatang (Hery, 2009:39).
3. Karakteristik Laporan Keuangan
Menurut Rudianto (2009:19) setiap perusahaan memiliki bidang usaha
dan karakteristik yang berbeda satu sama lain sehingga rincian laporan
keuangan satu perusahaan dengan perusahaan lainnya dapat berbeda, tetapi
setiap laporan keuangan yang dihasilkan oleh setiap institusi harus memenuhi
beberapa standar kualitas berikut ini agar bermanfaat:
a. Relevan
Setiap jenis laporan keuangan yang dihasilkan oleh perusahaan harus sesuai
dengan maksud penggunaannya sehingga dapat bermanfaat. Karena itu,
dalam proses penyusunan laporan keuangan akuntan harus memfokuskan
kepada tujuan umum pemakai laporan keuangan.
b. Dapat dimengerti
Laporan keuangan harus disusun dengan istilah dan bahasa yang
sesederhana mungkin sehigga dapat dimengerti oleh pihak yang
14
membutuhkannya. Laporan keuangan yang tidak dapat dimengerti tidak
akan ada manfaatnya sama sekali.
c. Daya uji
Informasi keuangan yang dihasilkan suatu perusahaan harus dapat diuji
kebenarannya oleh seseorang pengukur yang independen dengan
menggunakan metode pengukuran yang sama.
d. Netral
Informasi keuangan harus ditunjukkan kepada tujuan umum pengguna,
bukan ditunjukkan kepada pihak tertentu saja. Laporan keuangan tidak
boleh berpihak pada salah satu pengguna laporan keuangan tersebut.
e. Tepat waktu
Informasi keuangan harus disajikan sedini mungkin agar dapat digunakan
sebagai dasar pengambilan keputusan perusahaan. Laporan keuangan yang
terlambat penyajiannya akan membuat pengambilan keputusan perusahaan
menjadi tertunda dan tidak relevan lagi dengan waktu dibutuhkannya
informasi tersebut.
f. Daya banding
Laporan keuangan suatu perusahaan harus dapat dibandingkan dengan
laporan keuangan perusahaan itu sendiri ada periode-periode sebelumnya,
atau dengan perusahaan lain yang sejenis pada periode yang sama.
g. Lengkap
Informasi keuangan harus menyajikan semua fakta keuangan yang penting
sekaligus menyajikan fakta-fakta tersebut sedemikian rupa, sehingga tidak
akan menyesatkan pembacanya. Maka harus terdapat klasifikasi, susunan
serta istilah yang layak dalam laporan keuangan. Demikian pula fakta atau
15
informasi tambahan yang dapat mempengaruhi perilaku dalam pengambilan
keputusan, harus diungkapkan dengan jelas.
B. Audit
1. Pengertian Audit
Menurut Halim (2001:1) definisi yang sangat terkenal adalah definisi
yang berasal dari ASOBAC (A Statement of Basic Auditing Concepts) yang
mendefinisikan sebagai berikut:
“Auditing adalah suatu proses sistematik untuk menghimpun dan mengevaluasi
bukti-bukti secara objektif mengenai asersi-asersi tentang berbagai tindakan
dan kejadian ekonomi untuk menentukan tingkat kesesuaian antara asersi-
asersi tersebut dengan kriteria yang telah ditentukan dan menyampaikan
hasilnya kepada para pemakai yang berkepentingan.”
Dari definisi tersebut dapat diuraikan 7 elemen yang harus
diperhatikan dalam melaksanakan audit, yaitu:
a. Proses sistematik
Auditing merupakan rangkaian proses dan prosedur yang bersifat logis,
struktur dan terorganisir.
b. Menghimpun dan mengevaluasi bukti secara obyektif
Proses sistematik yang dilakukan tersebut merupakan proses untuk
menghimpun bukti yang mendasari asersi yang dibuat oleh individu
maupun entitas.
c. Asersi tentang berbagai tindakan dan kejadian ekonomi
Asersi merupakan suatu pernyataan, atau suatu rangkaian pernyataan secara
keseluruhan, oleh pihak yang bertanggung jawab atas pernyataan tersebut.
d. Menentukan tingkat kesesuaian (degree of correspondence)
16
Hal ini berarti menghimpun dan mengevaluasi bukti dimaksudkan untuk
menentukan dekat tidaknya atau sesuai tidaknya asersi dengan kriteria yang
telah ditetapkan.
e. Kriteria yang ditentukan
Kriteria yang ditentukan merupakan standar pengukur untuk
mempertimbangkan asersi atau representasi.
f. Menyampaikan hasil-hasilnya
Hal ini berarti hasil audit dikomunikasikan melalui laporan tertulis yang
mengindikasikan tingkat kesesuaian antara asersi dan kriteria yang telah
ditentukan.
g. Para pemakai yang berkepentingan
Para pemakai yang berkepentingan merupakan para pengambil keputusan
yang menggunakan dan mengandalkan temuan yang diinformasikan melalui
laporan audit, dan laporan lainnya.
Dari definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa ada tiga elemen
fundamental dalam auditing, yaitu:
1) Seseorang auditor harus independen
2) Auditor bekerja mengumpulkan bukti (evidence) untuk mendukung
pendapatnya
3) Hasil pekerjaan auditor adalah laporan (report)
Menurut American Accounting Association (AAA) dalam (Rahayu, 2010:1)
“Auditing merupakan suatu proses yang sistematis untuk memperoleh
dan mengevaluasi bukti secara objektif yang berhubungan dengan
asersi-asersi tentang tindakan-tindakan dan peristiwa-peristiwa
ekonomi untuk menentukan tingkat kesesuaian antara asersi-asersi
tersebut dan kriteria yang ditetapkan”.
17
Auditing menurut Arens, Alder, dan Beasley (2010:4) adalah sebagai berikut:
“Auditing is the accumulation an evaluation of evidence about
information to determine and report on the degree of correspondence
between the information and estabilished criteria. Auditing should be
done by a competent, independent person”.
Artinya auditing adalah pengumpulan dan penilaian bukti mengenai informasi
untuk menentukan dan melaporkan tingkat kesuksesan antara informasi tersebut
dan kriteria yang ditetapkan. Auditing harus dilakukan oleh orang yang
kompeten dan independen.
Sedangkan menurut Mulyadi (2002:9) pengertian auditing sebagai berikut:
“Auditing adalah proses yang sistematis dalam memperoleh dan
mengevaluasi bukti secara objektif yang berhubungan dengan
pernyataan-pernyataan tentang tindakan-tindakan dan kejadian-
kejadian ekonomi untuk menentukan tingkat hubungan antara
pernyatan-pernyataan tersebut dengan kriteria yang ditetapkan dan
mengkomunikasikan hasilnya dengan pihak-pihak yang
berkepentingan”.
Dari ketiga definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa auditing
adalah suatu proses yang sistematis untuk memperoleh dan mengevaluasi
bukti secara objektif mengenai informasi tingkat kesesuaian antara tindakan
atau peristiwa ekonomi dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta
melaporkan hasilnya kepada pihak yang membutuhkan, dimana audit harus
dilakukan oleh orang yang kompeten dan independen.
2. Jenis Audit
Jenis audit terbagi atas tiga, yaitu audit laporan keuangan, audit
operasional, dan audit ketaatan (Arens, Elder, dan Beasley, 2010:13):
a. Audit Laporan Keuangan
Audit laporan keuangan menentukan apakah laporan keuangan secara
keseluruhan telah disajikan sesuai dengan kriteria-kriteria tertentu.
18
Umumnya, kriteria itu adalah Prinsip Akuntansi yang Berlaku Umum.
Prinsip Akuntansi yang Berlaku Umum di Indonesia dimuat dalam
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK).
Asumsi dasar dari suatu audit laporan keuangan adalah bahwa laporan
tersebut yang berbeda. Oleh karena itu, jauh lebih efisien mempekerjakan
satu auditor untuk melaksanakan audit dan membuat kesimpulan yang dapat
diandalkan oleh semua pihak daripada membiarkan masing-masing pihak
melakukan audit sendiri-sendiri.
b. Audit Operasional
Audit operasional merupakan penelaahan atas bagian manapun dari
prosedur dan metode operasi suatu organisasi untuk menilai efisiensi dan
efektivitasnya. Umumnya, pada saat selesainya audit operasional, auditor
akan membiarkan sejumlah saran kepada manajemen untuk memperbaiki
jalannya operasi perusahaan. Karena lingkup evaluasi efektivitas operasi
begitu luas, maka tidak mungkin untuk menentukan ciri pelaksanaan audit
operaisonal dengan pasti. Di dalam suatu organisasi, bisa jadi auditor
mengevaluasi apakah manajemen telah menggunakan informasi yang tepat
dan mencukupi dalam pengambilan keputusan pembelian aktiva tetap yang
baru, sedangkan dalam organisasi yang berbeda mungkin akan
mengevaluasi efisiensi administrasi penjualan. Dalam audit professional,
tinjauan yang dilakukan tidak terbatas pada masalah-masalah akuntansi,
tetapi juga meliputi evaluasi terhadap struktur organisasi, pemanfaatan
komputer, metode produksi, pemasaran, dan bidang-bidang lain yang sesuai
dengan keahlian auditor.
19
Pelaksanaan audit operasional dan hasil yang dilaporkan lebih sulit untuk
didefinisikan daripada jenis audit lainnya. Efisiensi dan efektivitas operasi
suatu organisasi jauh lebih sulit pengevaluasiannya secara objektif
dibandingkan penerapan dan penyajian laporan sesuai dengan Prinsip
Akuntansi yang Berlaku Umum. Kriteria yang digunakan untuk evaluasi
informasi terukur dalam audit operasional cenderung subyektif. Pada
praktiknya, auditor operasional cenderung memberikan saran perbaikan
prestasi kerja dibandingkan melaporkan keberhasilan prestasi kerja yang
sekarang. Auditor operasional merupakan konsultasi manajemen daripada
audit.
c. Audit Ketaatan
Audit ketaatan memepertimbangkan apakah audit (klien) telah mengikuti
prosedur atau aturan yang telah ditetapkan pihak yang memiliki otoritas
lebih tinggi. Suatu audit ketaatan pada perusahaan swasta, dapat termasuk
penentuan apakah para pelaksana akuntansi telah mengikuti prosedur yang
telah ditetapkan oleh perusahaan, peninjauan tingkat upah untuk
menentukan kesesuaian dengan peraturan upah minimum, atau pemeriksaan
surat perjanjian dengan bank atau kreditor lain untuk memastikan bahwa
perusahaan tersebut telah memenuhi ketentuan hukum yang berlaku. Dalam
audit atas badan-badan pemerintah makin banyak audit ketaatan yang
dilakukan oleh karena banyaknya aturan yang dibuat oleh pihak yang
berwenang. Di hampir semua organisasi swasta dan nirlaba, selalu terdapat
kebijakan, dan kewajiban hukum yang membutuhkan suatu audit ketaatan.
Hasil audit biasanya tidak dilaporkan kepada pihak luar, tetapi kepada pihak
tertentu dalam organisasi. Pimpinan perusahaan adalah pihak yang paling
20
berkepentingan atas dipatuhinya prosedur dan aturan yang telah ditetapkan.
Oleh sebab itu, mereka sering memperkerjakan auditor untuk melakukan
tugas itu. Tetapi terdapat beberapa pengecualian, misalnya dalam hal
perjanjian yang melibatkan dua pihak atau lebih. Apabila suatu pihak
hendak memastikan apakah pihak lain benar-benar menaati perjanjian
sesuai ketentuan yang berlaku, maka auditor akan dipekerjakan oleh
organisasi yang mengeluarkan ketentuan. Contoh dalam kasus ini adalah
audit atas seorang wajib pajak untuk memastikan apakah dia telah
mematuhi undang-undang perpajakan yang beralaku.
3. Jenis Auditor
Auditor merujuk pada seseorang yang melakukan audit. Dalam
praktiknya, sekarang terdapat beberapa tipe auditor. Tipe yang umum adalah
akuntan publik terdaftar, auditor pemerintah, auditor pajak, serta auditor
internal (Arens, Elder, dan Beasley, 2010:15)
a. Akuntan Publik Terdaftar
Kantor akuntan publik sebagai auditor independen bertanggung jawab atas
audit laporan keuangan historis dari seluruh perusahaan publik dan
perusahaan besar lainnya. Penggunaan laporan keuangan yang diaudit di
Indonesia dunia usaha dan pasar modal. Umumnya masyarakat menyebut
kantor akuntan publik sebagai auditor atau auditor independen, meskipun
masih terdapat auditor-auditor lain diluar akuntan publik terdaftar. Di
Indonesia, penggunaan gelar akuntan terdaftar diatur oleh undang-undang
No. 34 tahun 1954. Persyaratan menjadi seorang akuntan publik terdaftar di
atur oleh Menteri keuangan, terakhir dengan keputusan No. 763 tahun 1986.
21
b. Auditor Pemerintah
Di Indonesia terdapat beberapa lembaga atau badan yang bertanggung
jawab secara fungsional atas pengawasan terhadap kekayaan atau keuangan
Negara. Pada tingkat tertinggi terhadap Badan Pemeriksa Keuangan (BPK),
kemudian terdapat Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan
(BPKP) dan Inspektorat Jendral (Itjen) pada departemen-departemen
pemerintah. Di Amerika Serikat sendiri terdapat General Office (GAO).
Sebagai tugas-tugas BPKP tidak berbeda dengan tugas kantor akuntan
publik. Sebagian besar informasi keuangan yang dibuat oleh berbagai badan
pemerintah telah dianut oleh BPKP. Disamping audit atas laporan
keuangan, pada masa sekarang BPKP seringkali melakukan evaluasi efisien
dan efektivitas operasi berbagai pelaksanaan komputerisasi suatu badan
pemerintah. Dalam hal ini para auditor dapat meninjau dan menganalisis
segala aspek sistem komputerisasi tersebut, tetapi penekanan utamanya
adalah pada penilaian terhadap kelayakan peralatan, efisiensi operasi,
kecukupan dan kegunaan keluaran, serta hal-hal lainnya guna melihat
kemungkinan perolehan layanan yang sama dengan biaya yang lebih
rendah.
c. Auditor Pajak
Direktorat Jendral Pajak (DJP) yang berada dibawah Departemen Keuangan
RI, bertanggung jawab atas penerimaan negara dari sektor perpajakan dan
penegakan hukum dalam pelaksanaan ketentuan perpajakan. Aparat
pelaksanaan DJP di lapangan adalah KPP (Kantor Pelayanan Pajak) dan
kantor pemeriksaan dan penyidikan pajak (Karikpa). Karikpa mempunyai
auditor-auditor khusus. Tanggung jawab Karikpa adalah melakukan audit
22
terhadap para wajib pajak tertentu untuk menilai apakah telah memenuhi
ketentuan perundangan perpajakan. Audit semacam ini sesungguhnya
adalah ketaatan.
Pekerjaan audit untuk menilai ketaatan terhadap undang-undang perpajakan
sepertinya merupakan hal yang mudah, tetapi pada kenyataannya tidak
demikian. Undang-undang perpajakan merupakan hal yang rumit dan
seringkali ditafsirkan dengan berbagai cara. Demikian juga dengan surat
pemberitahuan pajak yang dapat berwujud laporan yang sederhana dari
seorang wajib pajak perorangan dan dapat berupa laporan yang rumit dari
sebuah perusahaan multinasional. Selain itu , terdapat masalah yang
berkaitan dengan pajak penghasilan, pajak bumi dan bangunan, pajak
pertambahan nilai (PPN), dan pajak pertambahan nilai atas barang mewah
(PPnBM). Auditor yang melibatkan diri dalam audit ini harus memiliki
pengetahuan yang mencukupi mengenai hal-hal tersebut.
d. Auditor Internal
Auditor intern bekerja di suatu perusahaan untuk melakukan audit bagi
kepentingan manajemen perusahaan, seperti halnya auditor pemerintah bagi
pemerintah. Bagian audit dari suatu perusahaan bisa beranggotakan lebih
dari seratus orang dan biasanya bertanggung jawab langsung kepada
presiden direktur, direktur eksekutif, atau kepada komite audit dari dewan
atau komisaris. Pada BUMN, auditor intern berada dibawah SPI (Satuan
Pengawas Intern). Tugas auditor intern tergantung pada atasannya. Ada
bagian audit yang hanya terdiri dari satu atau dua orang, yang sebagian
besar tugasnya melakukan audit ketaatan secara rutin. Bagian audit lainnya
barangkali berjumlah beberapa staf yang mempunyai tugas yang berbeda-
23
beda, termasuk juga hal-hal di luar akuntansi. Pada tahun-tahun terakhir,
banyak auditor intern yang terlibat dalam kegiatan audit operasional.
Untuk menjalankan tugas dengan baik, auditor intern harus berada di luar
fungsi lini suatu organisasi, tetapi tidak terlepas dari hubungan bawahan
atasan seperti lainnya. Auditor intern wajib memberikan informasi yang
berharga bagi manajemen untuk pengambilan keputusan yang berkaitan
dengan operasi perusahaan. Biasanya pihak-pihak ekstern enggan
memanfaatkan informasi dari auditor intern karena independennya yang
terbatas. Keterbatasan independensi ini merupakan perbedaan utama antara
auditor intern dengan akuntan publik.
4. Perlunya Laporan Keuangan di Audit
Di dalam laporan keuangan dapat terjadi kemungkinan adanya
”information risk”, risiko ini menunjukkan kemungkinan informasi yang
digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan usaha yang tidak tepat.
Risiko informasi tersebut disebabkan karena adanya kemungkinan ketidak
akuratnya laporan keuangan organisasi yang besangkutan. Selain itu kondisi
masyarakat yang kompleks menjadi penyebab terdapatnya kemungkinan
pengambil keputusan memperoleh informasi yang tidak dapat dipercaya dan
tidak dapat diandalkan (Rahayu, 2010:5).
Menurut Rahayu (2010:5) penyebab information risk adalah jauhnya
sumber informasi, motif penyedia informasi, banyaknya data, kompleksitas
transaksi dan perbedaan kepentingan.
24
a. Jauhnya sumber informasi
Informasi yang diperoleh pengambil keputusan sulit untuk didapatkan
secara langsung dari partner usaha, biasanya diperoleh dari pihak lain, hal
ini akan menimbulkan ketidaktepatan informasi.
b. Motif penyedia informasi
Adanya motif tertentu pihak penyedia informasi yang bertujuan untuk
mendapatkan keuntungan dari penyajian informasi. Penyebab dari hal ini
adalah karena adanya kepercayaan yang sangat tinggi mengenai harapan
masa depan dan juga karena adanya unsur kesengajaan memberi kesan baik
pada pihak lain.
c. Banyaknya data
d. Luasnya usaha organisasi membuat semakin kompleks dan banyaknya
transaksi usaha. Jika setiap departemen yang ada dalam organisasi tersebut
tidak memiliki prosedur yang tepat dalam menjalankan usahanya,
kemungkinan kesalahan baik kecil, maupun besar tidak dapat terdeteksi
sehingga menyebabkan menumpuknya kesalahan yang akan berefek pada
ketidaktepatan pencatatan iformasi dan laporan keuangan.
e. Kompleksitas transaksi
Perkembangan perusahaan yang pesat membuat transaksi keuangan
semakin kompleks dan semakin sulit untuk dicatat dengan baik. Peraturan
akuntansi yang bersinggungan dengan entitas lain membuat masalah
menjadi penting dan sulit.
f. Perbedaan kepentingan
Manajemen akan berusaha agar laporan keuangan memperlihatkan kinerja
yang baik dengan meningkatkan laba dan merubah perlakuan akuntansi.
25
Menurut Halim (2001:48) ada empat alasan kapan audit atas laporan
keuangan diperlukan. Keempat alasan tersebut adalah:
a. Perbedaan kepentingan
Ada perbedaan kepentingan yang dapat menimbulkan konflik antara
manajemen sebagai pembuat dan penyaji laporan keuangan dengan para
pemakai laporan keuangan. Manajemen mempunyai kepentingan untuk
mempertahankan jabatannya. Untuk itu manajemen akan berusaha agar
laporan keuangan perusahaan yang dipimpinnya memperlihatkan kinerja
yang baik, misalnya dengan mengubah metode perlakuan akuntansi
sehingga menjadi lebih besar. Di pihak lain, antara para pemakai laporan
keuangan sendiri pun mempunyai berbagai kepentingan yang berbeda
terhadap laporan keuangan perusahaan. Pemegang saham lebih senang
kebijakan dividen yang liberal yang memberi dividen lebih besar. Kreditor
seperti bank lebih senang bila tidak ada dividen.
Para pemakai mengharapkan kepastian dari auditor independen bahwa
laporan keuangan bebas dari pengaruh konflik kepentingan terutama
kepentingan manajemen. Laporan keuangan perlu diaudit untuk
menentukan kewajaran dan kenetralan laporan keuangan. Auditor
independen juga diharapkan mempertimbangkan setiap kebutuhan dari
berbagai kelompok pemakai laporan keuangan. Dengan demikian, audit
laporan keuangan diperlukan untuk meningkatkan keyakinan pemakai
laporan keuangan bahwa laporan keuangan bersifat netral, sehingga tingkat
reliabilitasnya dapat ditingkatkan.
26
b. Konsekuensi
Laporan keuangan merupakan informasi yang sangat penting bagi pemakai,
investor, kreditor, dan para pembuat keputusan ekonomi lainnya sangat
mengandalkan laporan keuangan yang dipublikasikan. Mereka
meningkatkan agar laporan keuangan berisi sebanyak mungkin informasi
yang relevan untuk mengambil keputusan. Mereka menginginkan adanya
pengungkapan (disclosure) yang memadai. Para pemakai lapora keuangan
mengandalkan auditor independen untuk memastikan bahwa laporan
keuangan disusun sesuai prinsip akuntansi yang berlaku umum, dan berisi
pengungkapan yang diperlukan bagi para pemakai yang berkepengetahuan
dan mengerti tentang laporan keuangan.
c. Kompleksitas
Dunia bisnis yang selalu berkembang pesat mengakibatkan permasalahan
akuntansi dan proses penyajian laporan keuangan semakin kompleks.
Peningkatan kompleksitas ini mengakibatkan semakin tingginya risiko
kesalahan interprestasi dan penyajian laporan keuangan. Hal ini
menyulitkan para pemakai keuangan dalam mengevaluasi kualitas laporan
keuangan. Oleh karena itu, mereka mengandalkan laporan auditor
independen atas laporan keuangan yang diaudit untuk memastikan kualitas
laporan keuangan yang bersangkutan.
d. Keterbatasan akses
Pemakai laporan keuangan pada umumnya mempunyai keterbatasan akses
terhadap data akuntansi. Ada jarak antara pemakai dengan aktivitas
perusahaan yang mengeluarkan laporan keuangan. Jika para pemakai ingin
mengakses data secara langsung, maka mereka akan menghadapi kendala
27
waktu, biaya, ketelitian, dan tenaga. Oleh karena itu, mereka
mempercayakan pemeriksaan kepada pihak ketiga yaitu auditor independen.
Sedangkan menurut Harahap (1991) dikutip oleh Halim (2001:49) di
Indonesia umumnya audit dilaksanakan hanya karena terpaksa dengan keadaan
seperti:
a. Ketentuan Bank dalam pemberian kredit.
b. Ketentuan Badan Pengawas Pasar Modal bagi perusahaan yang go public.
c. Ketentuan-ketentuan tender, penawaran, pendaftaran rekanan.
d. Keadaan terpaksa karena terjadinya kecurangan .
e. Ketentuan Organisasi yang diatur dalam anggaran dasar.
Bagi perusahaan, audit masih merupakan komoditi mahal yang tidak perlu
dilaksanakan, sehingga pelaksanaan audit dilapangan terkadang dipersulit.
Perusahaan menganggap kompetensi auditor hanya untuk menemukan kecurangan
yang dianggap dapat merugikan perusahaan, bahkan perusahaan menganggap
auditor sebagai kaki tangan pemerintah untuk menemukan kecurangan dibidang
perpajakan.
5. Tujuan Audit
Tujuan umum audit adalah untuk menyatakan pendapat atas
kewajaran, dalam semua hal yang material, posisi keuangan dan hasil usaha
serta kas sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Untuk mencapai
tujuan ini, auditor perlu menghimpun bukti kompeten yang cukup. Untuk
menghimpun bukti kompeten yang cukup, auditor perlu mengidentifikasikan
dan menyusun sejumlah tujuan audit spesifik untuk setiap akun laporan
keuangan. Dengan melihat tujuan spesifik tersebut, auditor akan dapat
28
mengidentifikasikan bukti apa yang dapat dihimpun, dan bagaimana cara
menghimpun bukti tersebut (Halim, 2001:135).
Sedangkan menurut (Rahayu, 2010:93) tujuan umum audit terhadap
laporan keuangan adalah untuk memberikan pernyataan pendapat apakah
laporan keuangan yang diperiksa tidak menyajikan secara wajar, dalam segala
hal yang bersifat materil, sesuai dengan prinsip-prinsip akutansi yang lazim.
Ada lima tipe pokok laporan audit yang diterbitkan auditor
menurut Standar Professional Akuntan Publik:
a. Laporan yang berisi pendapat wajar tanpa pengecualian (unqualified
opinion report).
b. Laporan yang berisi pendapat wajar tanpa pengecualian dengan bahasa
penjelasan (unqualified opinion report with explanatory language).
c. Laporan yang berisi pendapat wajar dengan pengecualian (qualified
opinion report).
d. Laporan yang berisi pendapat tidak wajar (adverse opinion report).
e. Laporan yang didalamnya auditor tidak menyatakan pendapat (disclaimer
of opinion report).
6. Standar Audit
Merupakan pedoman untuk membantu auditor dalam memenuhi
tanggung jawab profesinya untuk melakukan audit atas laporan keuangan.
Standar audit mencerminkan ukuran mutu pekerjaan audit laporan keuangan.
Menurut Rahayu (2010:41) standar audit terbagi atas sepuluh
standar, dan terbagi dalam tiga kelompok yaitu:
a. Standar umum
1) Keahlian dan kompetensi teknis yang memadai
29
2) Sikap mental yang independen
3) Kemahiran profesional dengan cermat dan seksama
b. Standar pekerjaan lapangan
Merupakan pedoman auditor dalam melaksanakan prosedur audit. Standar
pekerjaan lapangan antara lain:
1) Perencanaan dan supervisi audit.
Perencanaan merupakan pengembangan strategi menyeluruh
pelaksanaan dan lingkup audit yang diharapkan, yang meliputi
penentuan: (i) Sifat, luas, dan pelaksanaan audit, (ii) Program audit.
Supervisi mencakup pengarahan usaha asisten dalam mencapai tujuan
audit atau penentuan apakah tujuan tersebut tercapai. Unsur supervisi
adalah: (i) memberikan instruksi kepada asisten, (ii) menjaga informasi
masalah-masalah penting yang dijumpai dalam audit, (iii) mereview
pekerjaan yang dilaksanakan, (iv) menyelesaikan perbedaan pendapat
diantara staf audit kantor akuntan, (v) pemahaman memadai atas
pengendalian intern
Auditor harus memperoleh pemahaman tentang pengendalian intern
yang memadai untuk merencanakan audit, menentukan sifat, saat dan
ruang lingkup pengujian dengan melaksanakan prosedur untuk
memahami desain pengendalian yang relevan dengan audit atas
laporan keuangan, dan apakah pengendalian intern tersebut
dioperasikan.
30
2) Bukti kompeten yang cukup
Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi,
pengamatan, permintaan keterangan dan konfirmasi sebagai dasar
memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan.
c. Standar Pelaporan
Merupakan pedoman auditor yang membuat laporan audit. Standar
pelaporan terdiri dari 4 jenis antara lain:
1) Pernyataan kesesuaian laporan keuangan dengan prinsip akuntansi
yang berlaku umum Standar pelaporan pertama berbunyi: ”Laporan
audit harus menyatakan apakah laporan keuangan telah disusun sesuai
dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia”.
2) Pernyataan ketidakkonsistenan penerapan prisip akuntansi yang
berlaku umum. Standar pelaporan kedua berbunyi:
”laporan auditor harus menunjukkan, jika ada ketidakkonsistennan
penerapan prisnip akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan
periode berjalan dibandingkan dengan penerapan prinsip akuntansi
tersebut dalam periode sebelumnya”.
3) Pengungkapan informasi dalam laporan keuangan. Standar pelaporan
ketiga berbunyi: ”pengungkapan informatif dalam laporan keuangan
harus dipandang memadai, kecuali dinyatakan lapin dalam laporan
auditor”.
4) Pernyataan pendapat atas laporan keuangan secara keseluruhan.
Standar pelaporan keempat berbunyi sebagai berikut:
”laporan auditor harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai
laporan keuangan secara keseluruhan atau suatu asersi bahwa
31
pernyataan demikian tidak dapat diberikan. Jika pendapat secara
keseluruhan tidak dapat diberikan maka alasannya harus dinyatakan.
Dalam hal nama auditor dikaitkan dengan laporan keuangan maka
laporan auditor harus memuat petunjuk yang jelas mengenai sifat
pekerjaan audit yang dilaksanakan, jika ada dan tingkat tanggung
jawab yang dipikul auditor”.
C. Audit Delay
Menurut Halim (2002), Kartika (2009) dan Utami (2006) pengertian audit
delay adalah lamanya waktu penyelesaian audit yang diukur dari tanggal
penutupan tahun buku hingga tanggal diterbitkannya laporan audit.
Sedangkan menurut Newton and Ashton (1989) pengertian audit delay
adalah: “The number of calendar days the from the financial statement date to the
audit report date”.
Menurut Lawrence dan Briyan (1988) dalam Yugo Trianto (2006) Audit
Delay adalah lamanya hari yang dibutuhkan auditor untuk menyelesaikan
pekerjaan auditnya, yang diukur dari tanggal penutupan tahun buku hingga tanggal
diterbitkannya laporan keuangan audit.
Berdasarkan pengertian-pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa audit
delay adalah lamanya waktu penyelesaian audit terhitung mulai dari tanggal
penutupan tahun buku sampai dengan tanggal diterbitkannya laporan audit.
Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan rata-rata audit delay yang
berbeda-beda pada setiap negara. Perbedaan ini dapat dimaklumi karena adanya
peraturan dan kebijakan pasar modal yang berbeda antar negara. Penelitian yang
dilakukan Andi Kartika (2009) di indonesia yang terdaftar di Bursa Efek
Jakarta periode 2001–2005 menunjukkan audit delay rata-rata 69 hari.
32
Sedangkan hasil penelitian Hossain dan Taylor (1998) di Pakistan menunjukkan
rata-rata audit delay yang lebih panjang yaitu 143 hari.
Kartika (2009) melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi audit delay di Indonesia dengan menggunakan sampel perusahaan
LQ 45 yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta periode 2001-2005. Variabel
independen yang digunakan dalam penelitian ini antara lain ukuran perusahaan,
laba/rugi perusahaan, opini auditor dan tingkat profitabilitas. Dari hasil penelitian
dapat diambil kesimpulan faktor ukuran perusahaan, lab/rugi operasi, mempunyai
pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap audit delay. Opini auditor
mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap audit delay. Faktor
profitabilitas tidak mempunyai pengaruh terhadap audit delay.
Halim (2000), melakukan penelitian dengan menggunakan sampel 287
perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta pada tahun 1997 menunjukkan
bahwa audit delay rata-rata 84.45 hari. Variabel yang digunakan antara lain total
revenue, jenis industri, bulan penutupan buku tahunan, lamanya menjadi klien
KAP, rugi/laba operasi, tingkat profitabilitas dan jenis opini. Hasil penelitian
multivariate menunjukkan bahwa ke tujuh faktor tersebut secara serentak sangat
berpengaruh terhadap audit delay, namun yang konsisten berpengaruh adalah
tahun buku dan pelaporan kerugian.
Rachmawaty (2008) melakukan penelitian tentang faktor internal dan
eksternal yang mempengaruhi audit delay dan timeliness di Indonesia dengan
menggunakan sampel 287 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta pada
tahun 2003-2005. Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini
antara lain profitabilitas, solvabilitas, internal auditor, ukuran perusahaan dan
ukuran kantor akuntan publik. Dari hasil penelitian, faktor internal yang
33
mempengaruhi audit delay adalah ukuran perusahaan dan faktor eksternal ukuran
akuntan publik. Sedangkan variabel profitabilitas, solvabilitas, internal auditor
tidak mempunyai pengaruh terhadap audit delay. Faktor internal yang
mempunyai pengaruh terhadap timeliness adalah ukuran perusahaan, solvabilitas
dan faktor eksternal ukuran akuntan publik, sedangkan profitabilitas dan internal
auditor tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap timeliness. Faktor
internal dan eksternal perusahaan seperti profitabilitas, solvabilitas, internal
auditor, ukuran perusahaan dan ukuran akuntan publik secara bersama-sama
memiliki pengaruh yang signifikan baik terhadap audit delay maupun timeliness.
Ubaidillah (2008) melakukan penelitian beberapa faktor yang berdampak
pada perbedaan audit delay, dengan menggunakan sampel 337 perusahaan yang
terdaftar di Bursa Efek Jakarta periode tahun 2005 menunjukkan bahwa audit
delay rata-rata 88 hari. Variabel yang digunakan adalah opini audit, tingkat
profitabilitas, leverage, dan ukuran perusahaan. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa variabel tingkat leverage dan opini audit berpengaruh terhadap audit delay
dan mempunyai hubungan tanda yang positif, sedangkan variabel ukuran
perusahaan dan tingkat profitabilitas tidak berpengaruh terhadap audit delay pada
perusahaan manufaktur.
Utami (2006) melakukan penelitian tentang analisis determinan audit
delay di Bursa Efek Jakarta. Variabel yang digunakan adalah ukuran perusahaan,
jenis industri, lamanya perusahaan menjadi klien sebuah kantor akuntan publik,
jenis opini audit, laba/rugi, dan rasio hutang terhadap ekuitas. Sampel yang
digunakan berjumlah 90 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa secara empiris determinan audit delay meliputi
faktor lamanya emiten menjadi klien sebuah kantor akuntan publik, emiten
34
mengalami kerugian tahun berjalan, dan laporan keuangan mendapat opini selain
unqualified dari akuntan publik. Sedangkan secara simultan seluruh variabel
berpengaruh terhadap audit delay.
Carslaw dan Kaplan (1991), melakukan penelitian mengenai audit delay
pada perusahaan publik di New Zealand. Variabel yang digunakan adalah ukuran
perusahaan, jenis opini akuntan publik, auditor, tahun buku perusahaan,
kepemilikan total asset. Variabel yang berpengaruh terhadap audit delay adalah
ukuran perusahaan dan perusahaan melaporkan kerugian.
D. Ukuran Perusahaan
Beberapa hasil penelitian mengungkapkan bahwa ukuran perusahaan
berpengaruh terhadap ketepatan waktu pelaporan keuangan (Schwartz dan
Soo:1996; Owusu dan Ansah:2000). Hasil penelitian kontradiksi ditemukan pada
penelitian di Indonesia dimana ukuran perusahaan tidak berpengaruh kuat
terhadap ketepatan waktu pelaporan keuangan (Naim: 1998; Budi: 2000).
Halim (2000) di Indonesia tidak berhasil membuktikan ukuran perusahaan
yang menggunakan proksi yang sama yaitu total revenue mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap audit delay. Hasil penelitian Halim (2000) sejalan dengan
penelitian Na’im (1998) seperti yang dikutip dari Halim (2000) yang menyatakan
bahwa ukuran perusahaan tidak berpegaruh kuat terhadap audit delay, namun arah
hubungannya positif.
Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Carslaw dan Kaplan (1991) di New
Zealand yang menggunakan total asset sebagai proksi ukuran perusahaan
menunjukkan bahwa audit delay mempunyai hubungan yang berkebalikan dengan
ukuran perusahaan. Hal ini terjadi karena perusahaan yang lebih besar mempunyai
pengendalian internal yang lebih kuat yang akan mengurangi kecenderungan
35
kesalahan pelaporan keuangan yang mungkin terjadi dan memampukan auditor untuk
mengendalikan pengendalian yang lebih luas dan untuk melakukan pekerjaan intern.
Selain itu juga berkaitan dengan pelayanan yang lebih baik, untuk klien yang lebih
besar oleh firma untuk memastikan kepuasan dari klien.
Selain itu penelitian-penelitian yang telah dilakukan seperti Courtis (1976),
Gilling (1977), Ashton dan Elliot (1987) yang dikutip oleh Halim (2000) menyatakan
bahwa faktor ukuran perusahaan dengan indikator total aktiva memiliki pengaruh yang
besar terhadap audit delay. Pengaruh ini ditunjukkan dengan semakin besar nilai
aktiva perusahaan maka semakin pendek audit delay dan sebaliknya. Menurut Dyer
dan McHugh (1975) seperti yang dikutip oleh Halim (2000) bahwa perusahaan besar
diduga akan menyelesaikan proses auditnya lebih cepat dibandingkan perusahaan
kecil. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu manajemen perusahaan yang
berskala besar cenderung diberikan insentif untuk mengurangi audit delay,
dikarenakan perusahaan-perusahaan tersebut dimonitor secara ketat oleh investor,
pengawas permodalan dan pemerintah. Pihak-pihak ini sangat berkepentingan
terhadap informasi yang termuat dalam laporan keuangan. Oleh karena itu,
perusahaan-perusahaan berskala besar cenderung menghadapi tekanan eksternal yang
lebih tinggi untuk mengumumkan audit lebih awal.
E. Opini Audit
Auditor sebagai pihak yang independen di dalam pemeriksaan laporan
keuangan suatu perusahaan, akan memberikan pendapat atas kewajaran laporan
keuangan yang diauditnya. Ada lima kemungkinan pernyataan pendapat
independen (Mulyadi, 2002:19) yaitu:
36
1. Pendapat wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion)
Laporan keuangan dianggap menyajikan secara wajar posisi keuangan dan hasil
usaha suatu organisasi, sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di
Indonesia jika memenuhi kondisi berikut ini:
a. Prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia digunakan untuk
menyusun laporan keuangan.
b. Perubahan penerapan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
c. Informasi dalam catatan-catatan yang mendukungnya telah digambarkan
dan dijelaskan dengan cukup dalam laporan keuangan, sesuai dengan
akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
2. Pendapat wajar tanpa pengecualian dengan tambahan bahasa penjelasan
(unqualified opinion report with explanatory language).
Jika terdapat hal-hal yang memerlukan bahasa penjelasan, namun
laporan keuangan menyajikan secara wajar posisi keuangan dan hasil usaha
perusahaan klien, auditor dapat menambahkan laporan hasil auditnya dengan
bahasa penjelas.
Berbagai penyebab paling penting adanya tambahan bahasa penjelas:
a. Adanya ketidakpastian yang material.
b. Adanya keraguan atas kelangsungan hidup perusahaan.
c. Auditor setuju dengan penyimpangan terhadap prinsip akuntansi yang
berlaku umum di Indonesia.
3. Pendapat wajar dengan pengecualian (qualified opinion)
Pendapat wajar dengan pengecualian akan diberikan oleh auditor jika
dijumpai hal-hal sebagai berikut:
a. Lingkup audit dibatasi oleh klien.
37
b. Auditor tidak dapat melaksanakan prosedur audit penting atau tidak dapat
memperoleh informasi penting karena kondisi-kondisi yang berada di luar
kekuasaan klien maupun auditor.
c. Laporan keuangan tidak disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang
berlaku umum di Indonesia.
d. Prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia yang digunakan dalam
penyusunan laporan keuangan tidak diterapkan secara konsisten.
e. Pendapat tidak wajar (adverse opinion)
Auditor akan memberikan pendapat tidak wajar jika laporan keuangan
klien tidak disusun berdasarkan prinsip akuntansi yang berlaku umum di
Indonesia sehingga tidak menyajikan secara wajar posisi keuangan, hasil usaha,
perubahan ekuitas dan arus kas perusahaan klien. Selain auditor memberikan
pendapat tidak wajar jika ia tidak dibatasi lingkup auditnya, sehingga auditor
dapat mengumpulkan bukti kompeten yang cukup untuk mendukung
pendapatnya.
Jika laporan keuangan diberi pendapat tidak wajar, maka informasi
yang disajikan oleh klien dalam laporan keuangan sama sekali tidak dapat
dipercaya, sehingga tidak dapat dipakai oleh pemakai informasi untuk
pengambilan keputusan.
4. Pernyataan tidak memberikan pendapat (disclaimer opinion)
Jika auditor tidak menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang
diaudit, maka laporan audit ini disebut dengan laporan tanpa pendapat (no
opinion report). Kondisi yang menyebabkan auditor tidak memberikan
pendapat adalah:
a. Pembatasan yang luar biasa sifatnya terhadap lingkup audit.
38
b. Auditor tidak independen dalam hubungannya dengan kliennya.
Perbedaan antara pernyataan tidak memberikan pendapat dengan
pendapat tidak wajar adalah pendapat tidak wajar diberikan dalam keadaan
auditor mengetahui adanya ketidakwajaran laporan keuangan pendapat karena ia
tidak cukup memperoleh bukti mengenai kewajaran laporan keuangan yang
diaudit.
F. Reputasi Auditor
Auditor Empat Besar (The Big Four Auditors) adalah kelompok empat firma
jasa profesional dan akuntansi internasional terbesar, yang menangani mayoritas
pekerjaan audit untuk perusahaan publik maupun perusahaan tertutup.
Menurut Yuliana dan Aloysia (2004) Kantor Akuntan Publik di Indonesia dibagi
menjadi KAP the big four dan Kantor Akuntan Publik non the big four. Kantor Akuntan
Publik yang masuk kategori KAP the big four di Indonesia adalah:
1. Kantor Akuntan Publik Price Water House Cooper, yang bekerja sama dengan
Kantor Akuntan Publik Drs. Hadi Susanto dan rekan.
2. Kantor Akuntan Publik KPMG (Klynfeld Peat Marwick Goedelar), yang
bekerjasama dengan Kantor Akuntan Publik Sidharta dan Wijaya.
3. Kantor Akuntan Publik Ernst dan Young, yang bekerja sama dengan Kantor
Akuntan Publik Drs. Sarwoko dan Sanjoyo.
4. Kantor Akuntan Publik Delloite Tauche Thomatshu, yang bekerja sama dengan
Kantor Akuntan Publik Drs. Hans Tuanokata.
Menurut Supriyati Yuliastri Rolinda (2007) Kantor Akuntan Publik
internasional atau yang di kenal dengan the Big Four dianggap dapat melaksanakan
auditnya secara efisien dan memiliki jadwal waktu yang lebih tinggi untuk
39
menyelesaikan audit tepat pada waktunya. Kantor Akuntan Publik yang besar
memperoleh insentif yang tinggi untuk menyelesaikan pekerjaan auditnya lebih cepat
dibandingkan Kantor Akuntan Publik lainnya. Waktu audit yang lebih cepat adalah cara
bagi Kantor Akuntan Publik besar untuk mempertahankan reputasinya, karena jika tidak
menyelesaikan audit dengan cepat maka untuk tahun yang akan datang mereka akan
kehilangan kliennya.
Pemilihan kantor akuntan publik yang berkompeten kemungkinan dapat
membantu waktu penyelesaian audit menjadi lebih segera atau tepat waktu.
Penyelesaian waktu audit secara tepat waktu kemungkinan dapat meningkatkan reputasi
kantor akuntan publik dan menjaga kepercayaan klien untuk memakai jasanya kembali
untuk waktu yang akan datang. Dengan demikian besar kecilnya Ukuran Kantor
Akuntan Publik kemungkinan dapat mempengaruhi waktu penyelesaian audit laporan
keuangan.
G. Leverage
Setiap perusahaan dalam menjalankan kegiatan operasionalnya sehari-hari
pasti membutuhkan modal. Modal tersebut berasal dari modal sendiri maupun
modal yang berasal dari pinjaman. Perusahaan yang menggunakan sumber dana
dari luar untuk membiayai operasional perusahaan baik yang merupakan sumber
pembiayaan jangka pendek maupun jangka panjang merupakan penerapan dari
kebijakan leverage.
Arti leverage menurut Sularto dan Sudarmadji (2007) sacara harfiah adalah
pengungkit. Pengungkit biasanya digunakan untuk membantu mengangkat beban
yang berat. Dalam keuangan leverage juga mempunyai maksud yang serupa, yaitu
leverage bisa digunakan untuk meningkatkan tingkat keuntungan yang
40
diharapkan. Istilah leverage biasanya dipergunakan untuk menggambarkan
kemampuan perusahaan untuk menggunakan aktiva atau dana yang mempunyai
beban tetap (fixed cost assets or funds) untuk memperbesar tingkat penghasilan
(return) bagi pemilik perusahaan.
Pengertian leverage menurut Ria (2008) adalah usaha untuk menggunakan
sesuatu yang akan membawa konsekuensi beban tetap. Terdapat 2 macam leverage
yaitu :
1. Operating Leverage
Operating leverage adalah penggunaan suatu kekayaan atau aktiva tertentu
yang akan mengakibatkan beban tetap bagi perusahaan seperti mesin-mesin,
gedung dan sebagainya. Dalam hal ini beban tetapnya akan berupa biaya
depresiasi.
2. Financial Leverage
Financial leverage adalah peggunaan sumber dana tertentu yang akan
mengakibatkan beban tetap yang berupa biaya bunga. Sumber dana ini dapat
berupa utang obligasi, kredit dari bank dan sebagainya.
Dengan memperbesar tingkat leverage maka hal ini akan berarti bahwa
tingkat ketidakpastian (Uncertainty) dari return yang akan diperoleh akan semakin
tinggi pula, tetapi pada saat yang sama hal tersebut juga akan memperbesar
jumlah return yang akan diperoleh. Tingkat leverage ini bisa saja berbeda-beda
antara perusahaan yang satu dengan yang lainnya, atau dari satu periode ke periode
lainnya di dalam satu perusahaan, tetapi yang jelas semakin tinggi tingkat leverage
akan semakin tinggi tingkat resiko yang di hadapi serta semakin besar
tingkat return atau penghasilan yang diharapkan. Istilah resiko (risk) disini
dimaksudkan dengan ketidakpastian (Uncertainty) dalam hubungannya dengan
41
kemampuan perusahaan membayar kewajiban-kewajiban tetapnya (fixed payment
obligation) (Sularto dan Sudarmadji, 2007).
Menurut Ubaidillah (2008) leverage yang tinggi memberikan arti bahwa
perusahaan tersebut sangat tergantung dari pinjaman dari luar, sebaliknya bila
tingkat leverage rendah maka permodalan tersebut lebih banyak didanai oleh
pemilik perusahaan tersebut. Tingkat leverage yang dihasilkan sebuah perusahaan
dapat dijadikan informasi sekaligus sebagai sinyal kepada publik untuk
mendapatkan gambaran mengenai kondisi perusahaan. Sinyal tersebut bisa berupa
good news ataupun bad news.
H. Laba/Rugi Perusahaan
Laba menunjukkan keberhasilan perusahaan dalam menghasilkan
keuntungan. Sehingga dapat dikatakan bahwa laba merupakan berita baik.
Perusahaan tidak akan menunda penyampaian informasi yang berisi berita baik.
Dengan demikian perusahaan yang meraih laba cenderung akan lebih tepat
waktu dalam pelaporan keuangannya dibandingkan dengan perusahaan yang
mengalami kerugian (Hassanudin, 2002).
Menurut Carslaw dan Kalpan (1991) apabila perusahaan rugi maka
perusahaan akan meminta auditornya untuk menjadualkan pengauditan lebih
lambat dari biasanya, sehingga menunda untuk mengumumkan “bad news” kepada
publik. Auditor akan bertindak lebih berhati-hati dan cermat selama proses audit
dalam memberikan jawaban apakah peningkatan kerugian yang dialami oleh
perusahaan diakibatkan oleh kegagalan atau disebabkan oleh kecurangan
manajemen. Sementara pada perusahaan yang memiliki profitabilitas tinggi
cenderung mengharapkan penyelesaian audit secepat mungkin, sehingga mampu
42
mengumumkan laporan keuangan auditan ke publik lebih awal. Wirakusuma
(2004) mengutip temuan Dye dan Sridhar (1995) bahwa perusahaan yang memiliki
good news akan melaporakan lebih tepat waktu dibandingkan dengan perusahaan
yang operasionalnya gagal (bad news).
Penelitian Halim (2000), membuktikan audit delay dipengaruhi secara
positif oleh adanya pengumuman rugi/laba usaha. Perusahaan yang mengumumkan
rugi cenderung mengalami audit delay yang lama dibandingkan dengan perusahaan
yang mengumumkan laba. Menurut Na’im (1998) tingkat profitabilitas yang
rendah memacu kemunduran publikasi laporan keuangan.
I. Keterkaitan Antar Variabel
1. Ukuran Perusahaan dengan Audit Delay
Penelitian yang dilakukan oleh Carslaw dan Kaplan (1991) di New
Zelland yang menggunakan total asset sebagai proksi ukuran perusahaan
menunjukkan bahwa audit delay mempunyai hubungan yang berkebalikan
dengan ukuran perusahaan. Hal ini terjadi karena perusahaan yang lebih besar
mempunyai pengendalian internal yang lebih kuat yang akan mengurangi
kecenderungan kesalahan pelaporan keuangan yang mungkin terjadi dan
membuat auditor lebih mampu untuk mengendalikan pengendalian yang lebih
luas dan untuk melakukan pekerjaan intern. Selain itu juga berkaitan dengan
pelayanan yang lebih baik, untuk klien yang lebih besar oleh firma untuk
memastikan kepuasan dari klien.
Hasil penelitian Kartika (2009) di Indonesia menunjukkan bahwa
total asset mempunyai pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap audit
delay perusahaan. Semakin besar total asset yang dimiliki oleh suatu
43
perusahaan maka semakin kecil audit delay-nya. Hasil penelitian ini sesuai
dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Dyer dan Mc Hugh dalam
penelitian Subekti dan Widiyanti (2004). Manajemen dengan skala besar
cenderung diberikan insentif untuk mempercepat penerbitan laporan keuangan
auditan disebabkan perusahaan berskala besar dimonitor secara ketat oleh
investor, pengawas permodalan dan pemerintah sehingga cenderung
menghadapi tekanan eksternal yang lebih tinggi untuk mengumumkan laporan
auditan lebih awal. Namun, hasil ini tidak sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Halim (2000) yang menunjukkan bahwa semakin besar
ukuran perusahaan yang diaudit maka audit delay-nya akan semakin lama.
Ini berkaitan dengan semakin banyaknya sampel yang harus diambil dan
semakin luas prosedur audit yang harus ditempuh. Jadi, ukuran perusahaan
tidak berpegaruh kuat terhadap audit delay, namun arah hubungannya positif.
Selain itu menurut Dyer dan Mc Hugh (1975) seperti yang dikutip oleh
Halim (2000) menyatakan bahwa manajemen dari perusahaan yang berskala besar
cenderung diberikan insentif untuk mengurangi audit delay dikarenakan
perusahaan-perusahaan tersebut dimonitor secara ketat oleh investor, pengawas
permodalan dan pemerintah. Dengan demikian perusahaan berskala cenderung
menghadapi tekanan eksternal yang lebih tinggi untuk mengumumkan laporan
audit lebih awal.
Berdasarkan penelitian-penelitian diatas penulis menduga bahwa
terdapat pengaruh ukuran perusahaan terhadap audit delay. Oleh karena itu
dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
Ha1 : Ukuran perusahaan secara parsial berpengaruh signifikan terhadap audit
delay
44
2. Opini Audit dengan Audit Delay
Penelitian yang dilakukan oleh Ubaidillah (2005) di Indonesia
menunjukkan bahwa opini auditor secara parsial berpengaruh terhadap lamanya
pelaporan keuangan setelah audit (audit delay). Sama halnya dengan hasil
penelitian ini, hasil penelitian Whitteredpun (1980) yang terdapat pada
penelitian Subekti dan Widiyanti (2003) ternyata membuktikan bahwa audit
delay akan lebih panjang dialami oleh perusahaan yang menerima opini wajar
dengan pengecualian.
Penelitian yang dilakukan oleh Kartika (2009) menunjukkan bahwa
opini auditor independen mempunyai pengaruh yang negatif dan signifikan
terhadap audit delay perusahaan. Perusahaan yang menerima opini wajar tanpa
pengecualian (unqualified opinion) mempunyai waktu audit yang lebih cepat
dibandingkan perusahaan yang menerima opini wajar dengan pengecualian
(qualified opinion). Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Soetedjo (2006). Perusahaan yang tidak menerima opini audit
standar unqualified opinion diperkirakan mengalami audit delay yang lebih
panjang. Hal ini dikarenakan perusahaan tersebut memandang sebagai bad
news dan akan memperlambat proses audit. Namun penelitian ini tidak
konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Na’im (1998) yang
menemukan bahwa opini audit tidak berpengaruh terhadap ketidaktepatan
pelaporan keuangan. Hal ini dikarenakan perusahaan yang tidak memenuhi
ketepatan pelaporan keuangan umumnya memperoleh unqualified opinion dari
auditor, tidak berbeda dengan perusahaan yang memenuhi ketepatan pelaporan
keuangan.
45
Berdasarkan penelitian-penelitian diatas penulis menduga bahwa
terdapat pengaruh opini audit terhadap audit delay. Oleh karena itu dapat
drumuskan hipotesis sebagai berikut:
Ha2 : Opini audit perusahaan secara parsial berpengaruh signifikan terhadap
audit delay
3. Reputasi Auditor dengan Audit Delay
Penelitian yang dilakukan Heri dan Imelda (2007) menemukan
bahwa perusahaan yang diaudit oleh KAP The Big Four akan mempunyai
audit delay yang lebih pendek dari pada perusahaan yang diaudit oleh KAP
Non Big Four. Hasil ini mendukung penelitian Subekti dan Widiyanti (2004).
Hal ini disebabkan karena kantor akuntan publik yang besar akan
menyelesaikan auditnya dengan tepat waktu, karena pengalaman mereka dan
dapat melaksanakan audit secara lebih efisien dari pada kantor akuntan publik
yang kecil. Di samping itu, kantor akuntan publik yang besar memperoleh
insentif yang lebih tinggi untuk menyelesaikan pekerjaan auditnya lebih cepat
dibandingkan dengan kantor akuntan publik lainnya. Waktu audit yang lebih
cepat juga merupakan cara kantor akuntan publik besar untuk
mempertahankan reputasi mereka, jika tidak untuk tahun yang akan datang
mereka akan kehilangan kliennya.
Tetapi hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Kartika (2009) dengan hasil bahwa reputasi auditor mempunyai
pengaruh yang negatif, tetapi pengaruh ini tidak signifikan.
Berdasarkan penelitian-penelitian diatas penulis menduga bahwa
terdapat pengaruh reputasi auditor terhadap audit delay. Oleh karena itu dapat
drumuskan hipotesis sebagai berikut:
46
Ha3 : Reputasi auditor secara parsial berpengaruh signifikan terhadap audit
delay
4. Leverage dengan Audit Delay
Penelitian yang dilakukan Meiden dan Wenny (2007) menemukan
bahwa leverage mempunyai pengaruh yang signifikan dengan audit delay.
Semakin tingginya tingakat leverage, semakin tinggi pula resiko perusahaan,
karena masih banyak kewajiban kepada kreditur yang harus dilunasi.
Perusahaan yang memiliki banyak hutang pada struktur keuangannya, maka
perusahaan tersebut memiliki resiko yang cukup besar, sehingga bias menunda
publikasi laporan keuangan tahunan.
Penelitian yang dilakukan oleh Ubaidillah (2008) menemukan bahwa
leverage mempunyai hubungan yang positif dengan audit delay. Tingkat
leverage yang rendah memberikan arti bahwa permodalan perusahaan lebih
banyak didanai oleh pemilik perusahaan tersebut, sebalikanya bila tingkat
leverage yang tinggi maka perusahaan tersebut sangat tergantung dari pinjaman
dari luar perusahaan dan akan menghadapi tingginya tingkat resiko. Hal ini
mempengaruhi tingkat resiko yang diaudit maka audit delay-nya akan
semakin lama. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian Weston dan
Copelan (1995) yang terdapat dalam penelitian Halim (2000), hasil penelitian
ini sekali lagi memberikan tambahan bukti di Indonesia mengenai variabel lain
yang mempengaruhi audit delay, dimana variabel ini belum diteliti oleh Subekti
dan Widiyanti (2004).
Berdasarkan penelitian-penelitian diatas penulis menduga bahwa
terdapat pengaruh Leverage terhadap audit delay. Oleh karena itu dapat
drumuskan hipotesis sebagai berikut:
47
Ha4 : Leverage secara parsial berpengaruh signifikan terhadap audit delay.
5. Laba/Rugi dengan Audit Delay
Penelitian yang dilakukan oleh Caslaw dan Kaplan (1991)
menemukan bahwa rugi perusahaan mempunyai hubungan yang positif dengan
audit delay. Hasil dari penelitian ini konsisten dengan penelitian Ashton (1987).
Penelitian di Indonesia yang dilakukan oleh Halim (2000) juga
memberikan hasil yang sama bahwa perusahaan yang mengalami rugi akan
mengalami audit delay yang lebih panjang.
Penelitian yang dilakukan oleh Utami (2006) dan Sejati (2007) juga
memberikan hasil yang sama bahwa perusahaan yang mengalami rugi akan
mengalami audit delay yang lebih besar. Beberapa faktor yang mengkaitkan
pelaporan rugi dengan audit delay adalah : pertama, ketika rugi terjadi
perusahaan akan cenderung menunda berita buruk. Sebuah perusahaan yang
mengalami rugi akan meminta auditor untuk menjadual audit lebih dari
biasanya misalnya terlambat memulai proses audit atau memperlama proses
audit. Kedua, seorang auditor akan lebih berhati-hati dalam melakukan proses
audit pada perusahaan yang rugi jika auditor meyakini bahwa kerugian
perusahaan kemungkinan disebabkan karena kegagalan keuangan atau
kecurangan manajemen.
Penelitian yang dilakukan oleh Kartika (2009) menunjukkan bahwa
laba rugi operasi mempunyai pengaruh yang negatif dan signifikan berpengaruh
terhadap audit delay. Ini berkaitan dengan ketidakstabilan kondisi ekonomi saat
ini, dimana kebanyakan perusahaan yang mengalami kerugian diabaikan dalam
pelaporan keuangannya karena kerugian dianggap sebagai hal yang biasa.
48
Berdasarkan penelitian-penelitian diatas penulis menduga bahwa
terdapat pengaruh laba/rugi perusahaan terhadap audit delay. Oleh karena itu
dapat drumuskan hipotesis sebagai berikut:
Ha5 : Laba/rugi perusahaan secara parsial berpengaruh signifikan terhadap
audit delay
Ha6 : Ukuran perusahaan, opini audit, reputasi auditor, leverage, dan
laba/rugi perusahaan berpengaruh signifikan secara simultan
terhadap audit delay.
J. Kerangka Pemikiran
Menurut Hamid (2007:26) mendefinisikan kerangka karangan berfikir
sebagai berikut:
“Kerangka pemikiran adalah merupakan sintesa dari serangkaian teori yang
sistematis dari kinerja teori dalam memberikan solusi atau alternative dari
serangkaian masalah yang ditetapkan”.
Informasi sebagai bukti yang mempunyai potensi untuk mempengaruhi
keputusan individual. Namun demikian, informasi baru akan bermanfaat bagi
pemakainya apabila informasi tersebut disampaikan sedini mungkin agar dapat
digunakan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan ekonomi dan untuk
menghindari tertundanya pengambilan keputusan tersebut dalam (Scott, 2003)
yang dikutip oleh (Rachmawati, 2008).
Ketepatwaktuan tidak menjamin relevansi, tetapi relevansi informasi tidak
mungkin tanpa ketepatwaktuan informasi mengenai kondisi dan proses perusahaan
harus cepat dan tepat sampai kepada pengguna laporan keuangan (Rachmawati,
2008).
49
Ada dua logika yang mendasari hubungan antara ukuran perusahaan
dengan audit delay. Pertama, perusahaan besar akan menyelesaikan proses
auditnya lebih cepat dibandingkan dengan perusahaan kecil. Hal ini disebabkan
oleh beberapa faktor yaitu manajeman yang berskala besar cenderung diberikan
insentif untuk mengurangi audit delay dikarenakan perusahaan besar dimonitor
secara ketat oleh investor, pengawas permodalan dan pemerintah. Oleh karena
itu, perusahaan-perusahaan berskala besar cenderung menghadapi tekanan
eksternal yang lebih tinggi untuk mengumumkan audit lebih awal. Disamping
itu perusahaan besar pada umumnya memiliki sistem pengendalian internal
yang lebih baik sehingga memudahkan auditor menyelesaikan pekerjaannya.
Kedua, bahwa semakin besar perusahaan maka waktu yang dibutuhkan untuk
menyelesaikan audit lebih lama. Hal ini berkaitan dengan semakin banyaknya
sampel yang harus diambil dan semakin luas prosedur audit yang harus
ditempuh. Sehingga ukuran perusahaan dengan indikator total asset memiliki
pengaruh positif terhadap audit delay.
Perusahaan yang tidak menerima opini audit standar unqualified opinion
diperkirakan mengalami audit delay yang lebih panjang, hal ini dikarenakan
perusahaan tersebut memandang sebagai bad news dan akan meperlambat
peroses audit. Opini selain wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion)
merupakan opini yang tidak diharapkan oleh semua manajemen. Semakin tidak
baik opini yang diterima oleh perusahaan maka semakin lama laporan keuangan
auditan dipublikasikan. Laporan keuangan yang disampaikan tidak tepat waktu
mencerminkan ketidakpatuhan perusahaan terhadap peraturan yang.
Kualitas audit diukur dengan Ukuran Kantor Akuntan Publik yang
dibedakan menjadi kantor akuntan publik yang masuk empat besar, dalam hal ini
50
the big four dan kantor akuntan publik non the Big Four. Dimana Kantor akuntan
publik empat besar cenderung untuk lebih cepat menyelesaikan tugas audit yang
mereka terima dan mengeluarkan pendapat yang going concern. Kantor akuntan
publik the big four lebih menginginkan untuk mengambil sikap yang tepat dan
mengeluarkan pendapat yang sesuai standar dan memiliki kemampuan teknis untuk
mendeteksi going concern perusahaan, kantor akuntan publik besar cenderung
menyajikan audit yang lebih cepat dibandingkan dengan kantor akuntan publik non
the big four karena mereka memiliki nama baik yang dipertaruhkan (Prabandi dan
Rustiana, 2007:31).
Kantor akuntan publik the big four umumnya mempunyai sumber daya
yang lebih besar sehingga dapat melakukan audit lebih cepat dan efisien. Hal ini
membuktikan pendapat bahwa perusahaan yang diaudit oleh kantor akuntan publik
the big four cenderung lebih cepat menyelesaikan auditnya bila dibandingkan
dengan perusahaan yang diaudit oleh kantor akuntan publik non the big four.
Supriyati Yuliasri Rolinda (2007:123) telah membuktikan bahwa Ukuran Kantor
Akuntan Publik berpengaruh terhadap Audit Delay studi empiris pada perusahaan
manufaktur dan finansial di Indonesia pada tahun 2004-2005 hal ini dikarenakan
sebagian besar perusahaan sudah menggunakan jasa audit Kantor Akuntan Publik
the big four yang dapat melakukan auditnya dengan cepat dan efisien.
Semakin tingginya tingakat leverage, semakin tinggi pula resiko
perusahaan, karena masih banyak kewajiban kepada kreditur yang harus dilunasi
(Meiden dan Weni, 2007).
Perusahaan yang melaporkan kerugian akan meminta auditor untuk
mengatur waktu auditnya lebih lama dibandingkan biasanya. Sebaliknya jika
perusahaan melaporkan laba yang tinggi maka perusahaan akan mempercepat
51
auditnya, sehingga good news tersebut segera dapat disampaikan kapada para
investor dan pihak-pihak lainnya yang berkepentingan. Sehingga laporan
laba/rugi perusahaan memiliki pengaruh positif terhadap audit delay. Kerangka
pemikiran dapat digambarkan dengan bagan sebagai berikut:
Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran
K. Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran diatas maka hipotesis penelitian ini adalah :
Ha1 : Ukuran perusahaan secara parsial berpengaruh signifikan terhadap audit
delay
Ha2 : Opini audit perusahaan secara parsial berpengaruh signifikan terhadap
audit delay
Ukuran Perusahaan
(Utami, 2006)
Opini Auditor
(Ubaidillah, 2008)
Audit Delay
Laba/Rugi Perusahaan
(Utami, 2006)
Reputasi Auditor
(Subekti dan Widiyanti, 2004)
Leverage
(Ubaidillah, 2008)
52
Ha3 : Reputasi auditor secara parsial berpengaruh signifikan terhadap audit
delay
Ha4 : Leverage secara parsial berpengaruh signifikan terhadap audit delay
Ha5 : Laba/rugi perusahaan secara parsial berpengaruh signifikan terhadap
audit delay
Ha6 : Ukuran perusahaan, opini auditor, lamanya menjadi klien KAP, leverage,
dan laporan laba/rugi perusahaan secara simultan berpengaruh signifikan
terhadap audit delay
53
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini meliputi audit delay pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia baik perusahaan berskala kecil maupun besar pada tahun 2008
sampai dengan tahun 2010. Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Uji
Hipotesis untuk mengetahui pengaruh Ukuran Perusahaan, Opini Audit, reputasi
auditor, Leverage, dan Laba/Rugi Perusahaan terhadap Audit Delay. Jenis penelitian ini
adalah penelitian Kausalitas yaitu bentuk penelitian yang dilakukan untuk mengetahui
pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen.
B. Metode Penentuan Sampel
Dalam penelitian ini populasi yang digunakan adalah seluruh perusahaan
manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI), Metode penentuan
sampel yang digunakan adalah purposive sampling, yaitu pengambilan sampel
berdasarkan penilaian subjektif peneliti dengan karakteristik tertentu yang
dianggap mempunyai sangkut paut dengan karakteistik populasi yang sudah
diketahui sebelumnya dengan pertimbangan tertentu (Iskandar, 2009:76). Kriteria
yang diperlukan adalah:
1. Perusahaan yang mengeluarkan laporan keuangan selama tahun 2008- 2010.
2. Perusahaan tersebut mempunyai data yang lengkap.
3. Laporann Opini Auditor.
54
C. Metode Pengumpulan Data
Menurut Hamid (2007:33) metode pengumpulan data dapat dilakukan
dengan berbagai cara, salah satunya dilakukan melalui studi pustaka, terutama
yang berhubungan dengan data-data sekunder. Sementara itu data primer dapat
dilakukan melalui studi lapangan, berupa eksperimen, observasi dan wawancara
dengan metode kuesioner.
Data pada penelitian ini bersumber dari data sekunder. Sumber data
sekunder merupakan sumber yang tidak langsung memberikan data kepada
pengumpul, misalnya melalui orang lain atau melihat dokumen. Data diperoleh
dari:
1. Laporan keuangan tahunan perusahaan publik tahun 2008-2010
2. IDX Fact Books Desember tahun 2008-2010 atau akses di website BEI
(www.idx.co.id).
D. Metode Analisis
1. Metode Analisis
Statistik deskriftif digunakan untuk menggambarkan data dalam
bentuk kuantitatif dengan tidak menyertakan pengambilan keputusan melalui
Kriteria Jumlah
Perusahaan manufaktur
Perusahaan yang datanya tidak
lengkap
Tidak ada opini audit
*Total perusahaan yang dijadikan
sampel
221
(33)
(29)
159
55
hipotesis. Data dipresentasikan ke dalam bentuk deskriftif tanpa diolah dengan
tekhnik-tekhnik analisis statistik lainnya. (Sarwono, 2009:35).
Menurut Sugiyono (2005:144) Statistik parametris digunakan untuk
menguji parameter populasi melalui statistik, atau menguji ukuran populasi
melalui data sampel. Dalam statistik, pengujian parameter melalui statistik
(data sampel) tersebut dinamakan uji hipotesis statistik.
Penggunaan statistik parametris dan non-parametris tergantung pada
asumsi dan jenis data yang akan dianalisis. Statistik parametris memerlukan
terpenuhinya banyak asumsi. Asumsi yang utama adalah data yang akan
dianalisis harus berdistribusi normal. Selanjutnya dalam penggunaan salah satu
test mengharuskan dan homogeny, dalam regresi harus terpenuhi asumsi
liniaritas.
2. Uji Asumsi Klasik
Menurut Sunyoto (2009:79) Uji asumsi klasik digunakan untuk
mengukur tingkat asosiasi atau keeratan hubungan dan pengaruh antar
variabel bebas melalui besaran koefisien korelasi. Uji asumsi klasik yang
digunakan antara lain uji normalitas, uji heteroskedastisitas, uji
multikolinieritas dan uji autokorelasi.
a. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi
variabel dependen dan variabel independen keduanya mempunyai
distribusi normal atau tidak. Model regresi yang sahih (valid) adalah
distribusi data normal atau mendekati normal (Santoso, 2000:12).
Normalitas dapat dideteksi dengan melihat penyebaran data (titik) pada
sumbu diagonal dari grafik. Jika data (titik) menyebar di sekitar garis
56
diagonal, maka menunjukkan pola distribusi normal yang
mengindikasikan bahwa model regresi memenuhi asumsi normalitas.
Jika data (titik) menyebar menjauhi garis diagonal, maka tidak
menunjukkan pola distribusi normal yang mengindikasikan bahwa
model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas (Ghozali, 2005:10).
b. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model
regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke
pengamatan lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke
pengamatan lain tetap maka disebut homoskedatisitas dan jika berbeda
disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang
homoskedatisitas atau tidak terjadi heteroskedasitas(Ghozali, 2005:105).
Dalam penelitian ini pengujian heteroskedasitas dilakukan dengan
melihat Grafik Plot antara nilai prediksi variabel terikat (dependen)
yaitu ZPRED dengan residualnya SRESID. Deteksi ada tidaknya
heteroskedatis dapat dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola
tertentu pada grafik scatterplot antara SRESID dan ZPRED dimana
sumbu Y adalah residual (Y prediksi-Y sesungguhnya) yang telah di-
studentized. Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada
membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar
kemudian menyempit), maka mengindikasikan telah terjadi
heteroskedastisitas. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik
menyebar di atas dan dibawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi
heteroskedastisitas.
57
c. Uji Multikoliniearitas
Pengujian ini bertujuan untuk meneliti apakah pada model regresi
ditentukan adanya korelasi antar variabel independen. Model regresi
yang sahih (valid) adalah model regresi yang bebas dari multikolinearitas.
Multikolinearitas terjadi ketika variabel independen yang ada dalam
metode berkorelasi satu sama lain, ketika korelasi antar variabel
independen sangat tinggi maka sulit untuk memisahkan pengaruh
masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen.
Dalam melakukan pengujian terhadap multikolinearitas dapat dideteksi
dengan menggunakan tolerance value dan variance inflation faktor (VIF),
jika nilai tolerance value >0.10 dan VIF < 10 maka tidak terjadi
multikolinearitas (Ghozali, 2005 : 91).
d. Uji Autokorelasi
Dilakukan dengan uji Durbin Watson. Pengujian ini bertujuan untuk
meneliti apakah sebuah model regresi linier ada korelasi antara kesalahan
pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1
(sebelumnya). Model regresi yang sahih (valid) adalah model regresi
yang bebas dari autokorelasi (Sunyoto,2009:91). Suatu jenis pengujian
yang umumnya digunakan untuk mengetahui adanya autokorelasi yang
dikembangkan oleh J. Durbin dan G. Watson yang disebut sebagai
statistik Durbin-Watson. Pengujian ini dilakukan dengan
membandingkan nilai d dari hasil perhitungan dengan nilai d1 dan dU
dari tabel Durbin-Watson.
58
3. Uji Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini diuji dengan menggunakan model
regresi berganda. Model regresi berganda bertujuan untuk memprediksi besar
variabel dependen dengan menggunakan data variabel independen yang sudah
diketahui besarnya (Santoso, 2000:163). Model regresi berganda umumnya
digunakan untuk menguji pengaruh dua atau lebih variabel independen
terhadap variabel dependen dengan skala pengukuran interval atau rasio
dalam suatu persamaan linier (Sunyoto, 2009:11). Variabel independen terdiri
dari ukuran perusahaan, opini audit, lamanya menjadi klien KAP, leverage,
dan laba/rugi perusahaan sedangkan variabel dependennya adalah audit delay.
Untuk menguji hipotesis tersebut, maka rumus persamaan regresi
yang digunakan adalah sebagai berikut:
Dimana:
Y : lamanya hari penyelesaian audit (audit delay).
a : konstanta
b1-5 : koefesien regresi
X1 : ukuran perusahaan (UK)
X2 : opini audit (OA)
X3 : reputasi auditor (REP)
X4 : leverage (LEV)
X5 : laba/rugi perusahaan (LR)
E : error
Y = a + b1X1+b2X2+b3X3+b4X4+b5X5+e
59
Pengujian ini dilakukan melaui:
a. Koefesien Determinasi (R2)
Koefesien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh
kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel independen. Nilai
koefesien determinasi adalah antara 0 (nol) dan 1(satu). Nilai R2 yang kecil
berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi
variabel dependen amat terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel-
variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan
untuk memprediksi variasi variabel dependen (Ghozali, 2005:83).
b. Uji Statistik t
Uji statistik t menunjukkan seberapa jauh pengaruh suatu variabel penjelas
atau independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel
dependen dan digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh
masing-masing variabel independen secara individual terhadap variabel
dependen yang diuji pada tingkat signifikasi 0,05 (Ghozali, 2005:84).
Menurut Santoso (2000:168) dasar pengambilan keputusan adalah sebagai
berikut:
1) Jika nilai probabilitas lebih besar dari 0,05 , maka H0 diterima atau Ha
ditolak, ini berarti menyatakan bahwa variabel independen atau bebas
tidak mempunyai pengaruh individual terhadap variabel dependen atau
terikat.
2) Jika nilai probabilitas lebih kecil dari 0,05, maka H0 ditolak dan Ha
diterima, ini berarti menyatakan bahwa variabel independen atau bebas
60
mempunyai pengaruh secara individual terhadap variabel dependen atau
terikat.
c. Uji Statistik F
Uji statistik F menunjukkan apakah semua variabel independen atau bebas
yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama
terhadap variabel dependen atau terikat. Uji statistik F digunakan untuk
mengetahui pengaruh semua variabel independen yang dimasukkan dalam
model regresi secara bersama-sama terhadap variabel dependen yang diuji
pada tingkat signifikasi 0,05 (Ghozali, 2005:84).
Menurut Santoso (2000:120) dasar pengambilan keputusan adalah sebagai
berikut:
1) Jika nilai probabilitas lebih besar dari 0,05 , maka H0 diterima dan Ha
ditolak, ini berarti menyatakan bahwa semua variabel independen atau
bebas tidak mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap
variabel dependen atau terikat.
2) Jika nilai probabilitas lebih kecil dari 0,05 , maka H0 ditolak dan Ha
diterima, ini berarti menyatakan bahwa semua variabel independen atau
bebas mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel
dependen atau terikat.
E. Operasionalisasi Variabel
Abdul Hamid (2007:3) menyatakan bahwa:
“Batasan operasional variabel merupakan pendefinisian dari serangkaian variabel
yang digunakan dalam penulisan. Variabel penelitian ini merupakan suatu atribut
61
atau sifat atau nilai dan orang, objek atau kegiatan yang mempunyai variasi
tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya.”
1. Variabel Dependen (Y)
Variabel Dependen yaitu variabel yang dipengaruhi oleh variabel lain.
Dalam penelitian ini adalah Audit delay yaitu lama waktu penyelesaian audit
diukur dari tanggal penutupan tahun buku hingga diterbitkannya laporan
keuangan (Rustiana, 2007)
2. Variabel Independen (X)
Variabel Independen adalah variabel yang mempengaruhi variabel lain.
Dalam penelitian ini adalah:
a. Ukuran perusahaan, variabel ukuran perusahaan dapat diukur dengan total
aktiva yang dimiliki perusahaan pada tahun pelaporan. Total aktiva
menunjukkan total sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan yang akan
memberikan manfaat ekonomi dimasa yang akan datang. Ukuran
perusahaan diukur dengan menggunakan skala rasio dan ukuran perusahaan
dilambangkan dengan UK (Utami, 2006).
b. Opini audit (OA), diukur dengan dummy yaitu untuk opini wajar tanpa
pengecualian (unqualified opinion) diberi kode 0, untuk opini wajar
dengan pengecualian (qualified opinion) diberi kode 1 dan opini tidak
wajar (Adverse Opinion) diberi kode 2 (Ubaidillah, 2008).
c. Reputasi auditor (REP), diukur dengan menggunakan dummy dengan
mengelompokkan auditor-auditor yang berasal dari KAP Big Four dan Non
Big Four. Kelompok KAP Big Four diberi kode 0 dan kelompok KAP Non
Big Four diberi kode 1 (Subekti dan Widiyanti, 2004).
62
d. Leverage (LEV), diukur berdasarkan total utang yang terdiri dari kewajiban
jangka panjang dibagi dengan total aktiva akhir tahun buku setiap
perusahaan (Ubaidillah, 2008).
e. Laba/rugi perusahaan (LR), diukur dengan menggunakan skala
nominal, maka perusahaan yang mengalami rugi diberi kode 1,
sedangkan laba diberi kode 0 ( Utami, 2006).
Tabel 3.1
Tabel Operasionalisasi Variabel
Variabel Sub
Variabel Indikator
Skala
Pengukuran
Ukuran Perusahaan
(X2)
(Sumber: Carslaw
dan Kaplan (1991),
Utami (2006),
Kartika (2009),
Wirakusuma (2004),
dan Rachmawaty
(2008))
Ukuran
Perusahaan
Total aset perusahaan Skala Rasio
Opini Audit (X3)
(Sumber: Kartika
(2009), Ubaidillah
(2008), Subekti dan
Widiyanti (2004),
dan
Carslaw dan Kaplan
(1991))
Opini Audit Dummy Variabel
unqualified opinion
diberi kode (0),
qualified opinión diberi
kode (1) dan opini tidak
wajar (Adverse
Opinion) diberi kode 2
Skala
Nominal
Reputasi Auditor
(X4) (Sumber:
Kartika (2009),
Subekti dan widiyanti
(2004) dan Utami
(2006))
Reputasi
Auditor
Dummy Variabel
Big Four = (0)
Non Big Four = (1)
Skala
Nominal
63
Leverage (X5)
(Sumber: Ubaidillah
(2008))
Leverage total utang yang terdiri
dari kewajiban jangka
panjang dibagi dengan
total aktiva akhir tahun
buku setiap perusahaan
Skala Rasio
Laba/Rugi
Perusahaan (X6)
(Sumber: Halim
(2000), Ashton
(1978), Carslaw dan
Kaplan (1991),
Rustiana (2007),
Utami (2006) dan
Kartika (2009))
Laba/Rugi
Perusahaan
Dummy Variabel
Laba diberi kode (0) dan
Rugi diberi kode (1)
Skala
Nominal
Audit Delay (Y)
(Sumber: Kartika
(2009), Ubaidillah
(2008), Utami (2006)
dan Rachmawaty
(2008))
Audit delay Jumlah hari terhitung
dari tanggal laporan
keuangan sampai
dengan tanggal laporan
audit.
Skala Rasio
64
BAB IV
ANALISA DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penenlitian
1. Gambar Objek Penelitian
Pasar modal merupakan pasar untuk berbagai instumen keuangan
jangka panjang yang bisa diperjualbelikan baik dalam bentuk hutang maupun
modal sendiri yang diterbitkan pemerintah, publik maupun swasta.
Perkembangan perusahaan yang go public dipasar modal semakin tahun
semakin bertambah yang diklasifikasikan dalam beberapa kelompok
berdasarkan industri dan bidang usahanya. Seiring dengan aktifnya
kembali pasar modal Indonesia yaitu tahun 1997 dalam hal ini adalah Bursa
Efek Jakarta (BEJ) yang kemudian menjadi Bursa Efek Indonesia (BEI) pada
tahun 2007, maka semenjak itu pula industri-industri yang ada di Indonesia
mulai diperdagangkan kembali dijantung bursa.
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh
perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia sejumlah 221
perusahaan per tahunnya, sehingga jumlah populasi dalam penelitian ini
adalah 663 per tiga tahun dan sampel yang digunakan di penelitian ini
dipilih secara purposive sampling. Perusahaan yang dijadikan objek dalam
penelitian ini adalah perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia selama
tahun 2008-2010 dan perusahaan yang mempunyai data lengkap. Dengan
jumlah sampel awal 221 perusahaan per tahun, setelah dilakukan seleksi
pemilihan sampel sesuai kriteria yang telah ditentukan diperoleh 159
perusahaan setiap tahunnya yang memenuhi kriteria. Sehingga total
65
perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia tahun 2008-2010 yang
dijadikan sampel adalah 477 perusahaan.
2. Deskripsi Variabel Penelitian
Data yang digunakan dan dianalisis dalam penelitian ini adalah data
informasi keuangan berupa laporan audit dan laporan keuangan perusahaan
manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2008-2010.
Variabel dependen yang digunakan adalah lamanya proses audit yang
dihitung dari tanggal tutup buku hingga diterbitkannya laporan audit (audit
delay). Variabel independen yang digunakan adalah ukuran perusahaan
(UK) yang dinyatakan dalam total asset yang dimiliki perusahaan, Opini
Audit (OA) untuk unqualified opinion diberi kode (0), qualified opinión
diberi kode (1) dan opini tidak wajar (Adverse Opinion) diberi kode 2,
Reputasi Audit (REP) untuk The Big Four diberi kode (0) dan Non Big Four
diberi kode (1), Leverage (LEV) yang diukur berdasarkan total utang
yang terdiri dari kewajiban jangka panjang dibagi dengan total aktiva akhir
tahun buku setiap perusahaan sampel, sedangkan laba dan rugi perusahaan
(LR) untuk perusahaan yang mengalami rugi diberi kode (1) dan perusahaan
yang mengalami laba diberi kode (0).
Tabel 4.1
Deskripsi Data Audit Delay Tahun 2008-2010
Sumber : Data diolah 2011
Berdasarkan deskripsi data yang dihasilkan lamanya audit yang
terjadi pada perusahaan publik di Indonesia tahun 2008-2010 rata-rata
N Rata-rata Maximum Minimum Standar
Deviasi 477 75.73 hari 167 hari 12 hari 8.10 hari
66
adalah 75.73 hari, dengan nilai maximum 167 hari, nilai minimum 12 hari
dan standar deviasi 8.10 hari.
Tabel 4.2
Deskripsi Data Ukuran Perusahaan (UK) tahun 2008-2010
N Rata-rata Max Min Standar
Deviasi 477 RP 4,222,679,850,714 Rp 112,857,000,000,000 Rp 901,048,232
Rp 643,430,996
Sumber : Data diolah 2011
Frekuensi Ukuran Perusahaan (UK)
Sumber : Data diolah 2011
Berdasarkan tabel deskripsi data dan tabel ferkuensi yang dihasilkan
rata-rata total asset (dalam jutaan rupiah) tahun 2008-2010 adalah sebesar
4.222.679 dengan nilai minimum 901 dan nilai maksimumnya sebesar
112.857.000. Rata-rata total asset berada pada interval pertama yaitu 901-
500.000 dengan frekuensi 163 perusahaan, 500.001-4.222.679 dengan
frekuensi 232 perusahaan, 4.222.681-10.000.000 dengan frekuensi 37
perusahaan dan 45 perusahaan total assetnya berada pada interval
10.000.001-112.857.000.
Tabel 4.3
Frekuensi Opini Audit (OA) tahun 2008-2010
Sumber : Data diolah 2011
Interval dalam jutaan rupiah Frekuensi 901-500.000 163
500.001-4.222.679 232
4.222.680-10.000.000 37
10.000.001-112.857.000 45
*Total 477
No. Kategori Opini Audit Frekuensi Persentase (%)
1 Unqualified opinion 360 75.47
2 Qualified opinión 98 20,54
3 Adverse Opinion 19 03.99
4 *Jumlah 477 100
67
Berdasarkan tabel frekuensi opini auditor dapat diketahui unqualified
opinion sebesar 75,47% atau 360 perusahaan dari data laporan keuangan pada
perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dari tahun 2008-
2010. Sedangkan yang termasuk qualified opinion adalah sebesar 20,54% atau 98
perusahaan dan adverse opinion sebesar 3.99% atau 19 perusahaan.
Tabel 4.4
Frekuensi Reputasi Audit (REP) tahun 2008-2010
No. Kategori Opini Audit Frekuensi Persentase (%)
1 The Big Four 250 52.41
2 Non Big Four 227 47.59
3 *Jumlah 477 100 Sumber : Data diolah 2011
Ukuran Kantor Akuntan Publik (KAP) dibedakan kategori the Big Four
dan non the Big Four. Berdasarkan data yang diperoleh ternyata Kantor Akuntan
Publik yang masuk the Big Four terdapat 52,41% atau sebanyak 250 perusahaan,
sedangkan yang tidak masuk dalam the Big four ada 47,59% atau sebanyak 227
perusahaan. Hal ini menandakan bahwa KAP di BEI untuk perusahaan manufaktur
adalah sebagian besar masuk kategori Kantor Akuntan Publik the Big four.
Tabel 4.5
Deskripsi data Leverage (LEV) tahun 2008-2010
N Rata-rata Max Min Standar Deviasi
477 1.09549896585552 163.229776127012 0.00110705857221561 1.93183461307941
Sumber : Data diolah 2011
Nilai rata-rata tingkat leverage sebesar 1.09549896585552, dengan nilai
max 163.229776127012, minimum 0.00110705857221561 dan standar deviasi
1.93183461307941. Dilihat dari karakteristik data tersebut diketahui bahwa rata-
rata perubahan leverage positif. Semakin besar rasio ini, semakin buruk
perusahaan tersebut. Hal ini mengindikasikan bahwa kemampuan perusahaan
dalam memenuhi kewajiban hutang jangka panjang adalah kurang baik.
68
Tabel 4.6
Frekuensi Laba Rugi Perusahaan (LR) tahun 2008-2010
Laba/rugi
perusahaan
Frekuensi Persentase (%)
Laba 403 84,48
Rugi 74 15,52
*Total 477 100 Sumber : Data diolah 2011
Berdasarkan tabel frekuensi laba rugi perusahaan dapat diketahui
bahwa tahun 2008-2010 perusahaan yang mengalami rugi sebesar
15.52% dan perusahaan yang mengalami laba sebesar 84.48%.
B. Hasil Analisis Data
1. Uji Asumsi Klasik
a. Hasil Uji Normalitas
Pengujian normalitas dilakukan untuk menguji apakah dalam sebuah
model regresi, variabel dependen dan variabel independen atau keduanya
mempunyai distribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah
distribusi data normal atau mendekati normal.
69
Gambar 4.1
Hasil Uji Normalitas Menggunakan Grafik Histogram
Gambar 4.2
Hasil Uji Normalitas Menggunakan Grafik P-P Plot
Berdasarkan gambar 4.1 dan 4.2 dapat disimpulkan bahwa titik
penyebaran data mendekat mengikuti arah garis horizontal. Hal ini berarti
bahwa model ini dianggap linier atau memenuhi asumsi normalitas.
b. Hasil Uji Heterokedastisitas
70
Pengujian heteroskedastisitas dilakukan untuk menguji apakah dalam
sebuah model regresi, terjadi ketidaksamaan varians dari residual dari satu
pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varians dari residual dari suatu
pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut
homoskedastisitas.
Gambar 4.3
Grafik Scatterplot
Gambar 4.3 menunjukkan titik-titik menyebar secara acak dan tidak
membentuk pola tertentu serta tersebar diatas dan dibawah angka 0 (nol)
pada sumbu Y. Ini berarti tidak terjadi heteroskedastisitas sehingga model
regresi layak digunakan untuk memprediksi audit delay berdasarkan
masukan atas variabel ukuran perusahaan, opini audit, reputasi audit,
leverage dan laba/rugi perusahaan.
c. Hasil Uji Multikolinieritas
Pengujian multikolonieritas dilakukan untuk menguji apakah pada
model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Untuk
71
mendeteksi adanya problem multikol, maka dapat dilakukan dengan melihat
nilai Tolerance dan Variance Inflation Factor (VIF) serta besaran korelasi
antar variabel independen. Nilai VIF (variance inflation faktor) tidak lebih
dari 10 dan nilai Tolerance tidak kurang dari 0,1.
Tabel 4.7
Hasil Uji Multikolinearitas
Berdasarkan tabel 4.7 dapat disimpulkan sbb:
1) Nilai VIF variabel Ukuran Perusahaan adalah 1,066 < 10 dan nilai
Tolerance adalah 0,938 > 0,1, maka model regresi linier berganda ini
tidak mengandung multikolinieritas.
2) Nilai VIF variabel Opini Audit adalah 2,039 < 10 dan nilai Tolerance
adalah 0,490 > 0,1, maka model regresi linier berganda ini tidak
mengandung multikolinieritas.
3) Nilai VIF variabel Reputasi Audit adalah 1,074 < 10 dan nilai Tolerance
adalah 0,931 > 0,1, maka model regresi linier berganda ini tidak
mengandung multikolinieritas.
4) Nilai VIF variabel Leverage adalah 1,030 < 10 dan nilai Tolerance adalah
0,971 > 0,1, maka model regresi linier berganda ini tidak mengandung
multikolinieritas.
Model Collinearity Statistics
Tolerance VIF
1 (Constant)
UK .938 1.066
OP .490 2.039
REP .931 1.074
LEV .971 1.030
LR .494 2.024
Sumber : Data diolah 2011
72
5) Nilai VIF Variabel Laba/Rugi adalah 2,024 < 10 dan nilai Tolerance
adalah 0,494 > 0,1 maka model regresi linier berganda ini tidak
mengandung multikolinieritas.
d. Hasil Uji Autokorelasi
Uji Autokorelasi bertujuan untuk mengetahui adanya tidak korelasi
variabel pengganggu e1 pada periode tertentu dengan variabel pengganggu
periode sebelumnya (e1-1). Untuk mengetahui ada tidaknya autokorelasi
dapat dilihat dari nilai Durbin Watson. Jika Durbin Watson berada di daerah
no Autoccorelasi dengan acuan nilai Durbin Watson hitung mendekati
angka 2, maka model regresi terbebas dari autokorelasi.
Tabel 4.8
Hasil Uji Autokorelasi
Model Summaryb
Model R R Square Adjusted R Square Durbin-Watson
1 .514a .264 .256 2.024
Sumber : Data diolah tahun 2011
Berdasarkan hasil analisis dengan program SPSS 16 diperoleh
besarnya nilai statistik Durbin Watson, d=2.024. Sedangkan untuk jumlah
sampel n=477, k'=5 dan tingkat signifikansi 5% dari Tabel d diperoleh nilai
dL= 1.832 dan dU=1.866. Nilai d atau DW=2.024 dan dU=1.866, jika
dibandingkan ternyata nilai d>dU maka keputusannya adalah tidak menolak
Ho, dengan demikian Ho yang menyatakan tidak terjadi autokorelasi tidak
ditolak. Berdasarkan hasil pengujian ini, ternyata pada tingkat signifikansi
5% data yang diolah tersebut tidak menunjukkan adanya gejala autokorelasi,
sehingga asumsi klasik mengenai tidak terjadinya gejala autokorelasi dapat
terpenuhi oleh model yang diperoleh.
73
2. Hasil Uji Hipotesis
Pengujian hipotesis dalam penelitian ini dengan menggunakan model
analisis regresi berganda (multiple regression analysis), yaitu:
a. Hasil Uji Koefisien Determinasi
Uji Koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui seberapa besar
kemampuan variabel dependen dapat dijelaskan oleh variabel independen.
Tabel 4.9
Hasil Uji Koefisien Determinasi
Model Summaryb
Model R R Square Adjusted R
Square Std. Error of the Estimate
1 .514a .264 .256 13.60170
Sumber : olah data tahun 2011
Berdasarakan table 4.9 dapat disimpulkan bahwa :
1) Nilai koefisien korelasi kekuatan hubungan antara variabel Ukuran
Perusahaan (X1), variabel Opini Audit (X2), variabel Reputasi Audit
(X3), variabel Leverage (X4), dan variabel Laba/Rugi (X5) terhadap
variabel Audit Delay (Y) adalah sebesar 0,264 Hal ini berarti bahwa
kekuatan hubungan antara variabel Ukuran Perusahaan (X1), variabel
Opini Audit (X2), variabel Reputasi Audit (X3), variabel Leverage
(X4), dan variabel Laba/Rugi (X5) terhadap variabel Audit Delay (Y)
adalah lemah.
b. Nilai koefisien determinasi atau nilai Adjusted R square digunakan untuk
melihat seberapa besar kontribusi variabel independen terhadap variabel
dependen. Besarnya nilai koefisien determinasi antara variabel Ukuran
Perusahaan (X1), variabel variabel Opini Audit (X2), variabel Reputasi
Audit (X3), variabel Leverage (X4), dan variabel Laba/Rugi (X5) terhadap
variabel Audit Delay (Y) adalah sebesar adalah sebesar 0,256 atau 25,6%.
74
Hal ini berarti bahwa variabel Audit Delay (Y) dapat dijelaskan oleh
variabel Ukuran Perusahaan (X1), variabel Opini Audit (X2), variabel
Reputasi Audit (X3), variabel Leverage (X4), dan variabel Laba/Rugi (X5)
adalah sebesar 25,6% selebihnya 74,4% (100% - 25,6%= 74,4%) berasal
dari variabel lain atau faktor lain yang tidak diteliti dalam model regresi
ini, seperti jenis industri, lamanya menjadi KAP, profitabilitas,
solvabilitas, komite audit, audit internal, umur KAP.
c. Hasil Uji Statistik t
Hasil uji statistik t dapat dilihat pada tabel 4.10, jika nilai probability t lebih
kecil dari 0,05 maka Ha diterima dan menolak H0, sedangkan jika nilai
probability t lebih besar dari 0,05 maka H0 diterima dan menolak Ha.
Tabel 4.10
Hasil Uji Statistik t
Berdasarkan hasil pengolahan regresi linier berganda, maka persamaan
regresipun dapat dirumuskan sebagai berikut:
Y = 74,036 + 000 X1 + 19,105 X2 – 2,848 X3 – 0,082 X4 – 9,587 X5
Hipotesis 1: Pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap Audit Delay
Hasil uji hipotesis 1 dapat dilihat pada tabel 4.10, variabel Ukuran
Perusahaan mempunyai tingkat signifikansi sebesar 0,003. Hal ini berarti
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
T Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 74.036 1.009 73.356 .000
UK .000 .000 -.120 -2.936 .003
OP 19.105 1.712 .630 11.162 .000
REP -2.848 1.291 -.090 -2.206 .028
LEV -.082 .078 -.042 -1.056 .291
LR -9.587 2.384 -.226 -4.022 .000
Sumber : Data diolah tahun 2011
75
menerima Ha1 sehingga dapat dikatakan bahwa Ukuran Perusahaan
berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku auditor eksternal karena
tingkat signifikansi yang dimiliki variabel Ukuran Perusahaan kurang dari
0,05. Hal ini dapat disebabkan oleh adanya sistem pengendalian intern
perusahaan yang kuat dan baik, sehingga penyampaian laporan keuangan
auditan sudah ditentukan waktunya.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Kartika (2009), Halim (2000) dan Subekti dan Widiyanti (2004).
yang berhasil membuktikan pengaruh secara signifikan antar audit delay
dengan ukuran perusahaan. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan hasil
penelitian Seperti yang dikutip dari Ahmad dan Kamarudin (2003) lebih
singkatnya audit delay pada perusahaan yang lebih besar disebabkan
beberapa faktor, yaitu adanya pengendalian intern yang kuat sehingga
memudahkan auditor menyelesaikan pekerjaannya dan adanya
kemampuan untuk menekan auditor untuk menyelesaikan pekerjaan
auditnya secara tepat waktu. Selain itu, perusahaan besar mempunyai
sumber daya yang lebih banyak untuk membayar audit fees yang lebih
tinggi dan dapat menyelesaikan biaya tersebut segera setelah
berakhirnya tahun buku.
Dyer dan McHugh (1975) berargumen bahwa manajemen
perusahaan yang berskala besar cenderung diberikan insentif untuk
mengurangi audit delay, karena perusahaan-perusahaan tersebut
dimonitor secara ketat oleh investor, pengawas permodalan, dan
pemerintah. Oleh karena itu, perusahaan-perusahaan berskala besar
76
cenderung menghadapi tekanan eksternal yang lebih tinggi untuk
mengumumkan laporan keuangan mereka lebih awal.
Hipotesis 2: Pengaruh Opini Audit terhadap Audit Delay
Hasil uji hipotesis 2 dapat dilihat pada tabel 4.10, variabel Opini
Audit mempunyai tingkat signifikansi sebesar 0,000. Hal ini berarti
menerima Ha2 sehingga dapat dikatakan bahwa opini audit berpengaruh
secara signifikan terhadap audit delay karena tingkat signifikansi yang
dimiliki variabel opini audit lebih kecil dari 0,05. Hal ini dapat disebabkan
untuk perusahaan yang menerima wajar tanpa pengecualian (unqualified
opinion) mempunyai waktu audit yang lebih cepat 17 (17,442) hari
dibandingkan perusahaan yang menerima opini wajar dengan
pengecualian (qualified opinion).
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Subekti dan Widiyanti (2004) yang membuktikan bahwa audit delay
akan lebih panjang dialami oleh perusahaan yang menerima opini tidak
wajar. Hal ini terjadi karena opini audit selaian opini wajar tanpa
pengecualian mampunyai berita buruk. Penelitian ini sesuai dengan hasil
penelitian Utami (2006), Kartika (2009), Ubaidillah (2008) dan
Wirakusuma (2004) yang dimana penelitian mereka membuktikan
bahwa opini audit memiliki pengaruh terhadap audit delay di Indonesia.
Hipotesis 3: Pengaruh Reputasi Auditor terhadap Audit Delay
Hasil uji hipotesis 3 dapat dilihat pada tabel 4.10, variabel Reputasi
Auditor mempunyai tingkat signifikansi sebesar 0.028. Hal ini berarti
menerima Ha3 sehingga dapat dikatakan bahwa reputasi auditor
77
berpengaruh secara signifikan terhadap audit delay karena tingkat
signifikansi yang dimiliki variabel reputasi auditor lebih kecil dari 0,05.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Heri dan Imelda
(2007) dan Subekti dan Widiyanti (2004). Hal ini disebabkan karena
kantor akuntan publik yang besar akan menyelesaikan auditnya dengan
tepat waktu, karena pengalaman mereka dan dapat melaksanakan audit
secara lebih efisien dari pada kantor akuntan publik yang kecil. Di
samping itu, kantor akuntan publik yang besar memperoleh insentif yang
lebih tinggi untuk menyelesaikan pekerjaan auditnya lebih cepat
dibandingkan dengan kantor akuntan publik lainnya. Waktu audit yang
lebih cepat juga merupakan cara kantor akuntan publik besar untuk
mempertahankan reputasi mereka.jika tidak untuk tahun yang akan
datang mereka akan kehilangan kliennya.
Hipotesis 4: Pengaruh Leverage terhadap Audit Delay
Hasil uji hipotesis 4 dapat dilihat pada tabel 4.10, variabel leverage
mempunyai tingkat signifikansi sebesar 0,291. Hal ini berarti menerima H0
sehingga dapat dikatakan bahwa leverage tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap audit delay karena tingkat signifikansi yang dimiliki
variabel leverage lebih besar dari 0,05.
Penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Meiden dan Wenny
(2007) yang membuktikan adanya hubungan yang tidak signifikan antara
leverage dengan audit delay. Semakin tingginya tingkat leverage, semakin
tinggi pula resiko perusahaan, karena masih banyak kewajiban kepada
kreditur yang harus dilunasi. Perusahaan yang memiliki banyak hutang
pada struktur keuangannya, maka perusahaan tersebut memiliki resiko
78
yang cukup besar, sehingga bisa menunda publikasi laporan keuangan
tahunan. Hasil ini juga konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh
Novita (2004) yang menunjukkan bahwa variabel debt to equity ratio tidak
berpengaruh signifikan terhadap ketepatan waktu pelaporan keuangan
perusahaan. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian yang
dialakukan oleh Ubaidillah (2008) yang membuktikan terdapat pengaruh
secara signifikan antara leverage dengan audit delay.
Hipotesis 5: Pengaruh Laba/Rugi Perusahaan terhadap Audit Delay
Hasil uji hipotesis 5 dapat dilihat pada tabel 4.10, variabel laba/rugi
perusahaan mempunyai tingkat signifikansi sebesar 0,000. Hal ini berarti
menerima Ha5 sehingga dapat dikatakan bahwa laba/rugi perusahaan
berpengaruh secara signifikan terhadap Audit Delay karena tingkat
signifikansi yang dimiliki variabel laba/rugi perusahaan lebih kecil dari
0,05.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Halim (2000),
Carslaw dan Kaplan (1991), Utami (2006), dan Kartika (2009). Hal ini
disebabkan karena pelaporan rugi dapat dikatakan sebagai berita buruk
(bad news) yang akan menimbulkan reaksi pasar terhadap pengumuman
tersebut. Oleh sebab itu akuntan publik cenderung berhati-hati dalam
prosedur-prosedur audit yang dapat memastikan nilai kerugian sehingga
dengan demikian proses audit akan menjadi lebih panjang.
d. Hasil Uji Statistik F
Hasil uji statistik F dapat dilihat pada tabel 4.11, jika nilai probabilitas
lebih kecil dari 0,05 maka Ha diterima dan menolak H0, sedangkan jika
nilai probabilitas lebih besar dari 0,05 maka H0 diterima dan menolak Ha.
79
Tabel 4.11
Hasil Uji Statistik F
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 31209.703 5 6241.941 33.739 .000a
Residual 87137.949 471 185.006
Total 118347.652 476
Sumber : Data diolah tahun 2011
Hipotesis 6: Pengaruh Ukuran Perusahaan, Opini Audit, Reputasi
Auditor, Leverage dan Laba/rugi Perusahaan terhadap Audit delay
Hasil uji hipotesis 6 dapat dilihat pada tabel 4.11 nilai F diperoleh
sebesar 33.739 dengan tingkat signifikansi 0,000. Karena tingkat
signifikansi lebih kecil dari 0,05 maka Ha6 diterima, sehingga dapat
dikatakan bahwa Ukuran Perusahaan, Opini Audit, Reputasi Auditor,
Leverage dan Laba/rugi Perusahaan berpengaruh secara signifikan
terhadap Audit delay. Hasil penelitian ini konsisten dengan hasil
penelitian Meiden dan Wenny (2007) yang menunjukkan adanya
pengaruh signifikan antara tingkat opini audit dan leverage tidak
berpengaruh signifikan terhadap audit delay, Subekti dan Widiyanti
(2004) yang menunjukkan adanya pengaruh signifikan antara jenis
industri, opini audit, reputasi audit dan profitabilitas terhadap audit
delay dan Utami (2006) yang menunjukkan adanya pengaruh signifikan
antara jenis opini auditor, laba/rugi emiten, ukuran perusahaan, rasio
hutang terhadap ekuitas, dan jenis industri terhadap audit delay.
80
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ukuran perusahaan,
opini audit, reputasi auditor, leverage dan laba/rugi perusahaan terhadap audit
delay. Data perusahaan yang digunakan sebagai sampel dalam penelitian ini
berjumlah 447 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun
2008-2010.
1. Berdasarkan hasil uji regresi dengan dummy, maka dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut:
a. Ukuran perusahaan secara parsial berpengaruh secara signifikan
terhadap audit delay. Sesuai dengan penelitian Kartika (2009), Halim (2000)
dan Subekti dan Widiyanti (2004).
b. Opini Audit secara parsial berpengaruh secara signifikan terhadap audit
delay. Sesuai dengan penelitian Subekti dan Widiyanti (2004), Utami (2006),
Kartika (2009), Ubaidillah (2008) dan Wirakusuma (2004).
c. Reputasi Auditor secara parsial berpengaruh secara signifikan terhadap audit
delay. Sesuai dengan penelitian Heri dan Imelda (2007) dan Subekti dan
Widiyanti (2004).
d. Leverage secara parsial tidak berpengaruh secara signifikan terhadap audit
delay. Sesuai dengan penelitian Meiden dan Wenny (2007).
e. Laba/rugi perusahaan secara parsial berpengaruh signifikan terhadap audit
delay. Sesuai dengan penelitian Halim (2000), Carslaw dan Kaplan (1991),
Utami (2006), dan Kartika (2009).
81
2. Diantara variabel ukuran perusahaan, opini audit, reputasi auditor dan laba/rugi
perusahaan yang memiliki pengaruh paling dominan adalah opini audit. Hasil
penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Kartika (2009), Subekti
dan Widiyanti (2004).
B. Implikasi
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa opini audit, reputasi
auditor dan laba/rugi perusahaan berpengaruh secara signifikan terhadap audit
delay. Hal ini mengindikasikan adanya kecenderungan pada aset perusahaan
besar, dimana semakin besar aset yang dimiliki perusahaan maka semakin
kecil audit delay, karena dengan skala besar cenderung diberikan insentif
untuk mempercepat penerbitan laporan keuangan auditan. Perusahaan yang
menerima opini wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion) mempunyai waktu
audit yang lebih cepat dibandingkan perusahaan yang menerima opini wajar
dengan pengecualian (qualified opinion). Kantor akuntan publik the big four
umumnya mempunyai sumber daya yang lebih besar sehingga dapat melakukan
audit lebih cepat dan efisien. Hal ini membuktikan pendapat bahwa perusahaan
yang diaudit oleh kantor akuntan publik the big four cenderung lebih cepat
menyelesaikan auditnya bila dibandingkan dengan perusahaan yang diaudit oleh
kantor akuntan publik non big four. Hal ini juga mengindikasikan adanya
kecenderungan pada perusahaan yang memiliki banyak hutang pada struktur
keuangannya, maka perusahaan tersebut memiliki resiko yang cukup besar,
sehingga bisa menunda publikasi laporan keuangan tahunan dan perusahaan yang
mengalami kerugian untuk memperlambat proses auditnya karena mereka
menganggap bahwa rugi perusahaan tersebut sebagai sebuah bad news yang dapat
82
mempengaruhi keputusan investor. Dalam hal ini seharusnya Badan Pengawas
Pasar Modal (BAPEPAM) lebih memperketat peraturan mengenai penyampaian
laporan keuangan karena keterlambatan penyampaian laporan keuangan akan
menyebabkan dampak yang merugikan bagi investor dan para pengguna laporan
keuangan lainnya.
C. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka beberapa saran yang dapat
diajukan adalah sebagai berikut:
1. Kepada para auditor disarankan untuk melakukan pekerjaan lapangan dengan
sebaik-baiknya sehingga pekerjaan dapat dilakukan secara efektif dan efesien dan
auditor dapat mengeluarkan laporan hasil audit yang sesuai dengan prosedur dan
standar auditing yang ditetapkan Institut Akuntan Publik Indonesia.
2. Para peneliti dapat menggunakan lebih banyak variasi varibel lain seperti
klasifikasi industri, internal audit, komite audit dan lainnya yang dapat digunakan
untuk menguji Audit Delay.
3. Penelitian lain yang serupa juga dapat dilakukan untuk mengkonfirmasi hasil
penelitian ini dengan menggunakan pendekatan uji beda dan atau menambahkan
variabel lain yang dirasa dapat mempengaruhi Audit Delay.
83
DAFTAR PUSTAKA
Arens, A. A., M. S. Beasley dan R. J. Elder. “Auditing and Assurance Services”.
Pearson. 2010.
Ashton R. H. “An Empirical Analysis of Audit Delay”, Journal of Accounting
Research Autumn, 1987.
Ashton, Graul dan Newton. “Audit Delay and the Timeliness of Corporate
Reporting”, Vol.5 No. 2, 1989.
Boynton, dan Walter G. Kell. “Modern Auditing”, New York, 1996
Carslaw, Charles dan Kaplan. “An Examination of Audit Delay: Further Evidence
from New Zealand”. Vol. 22, No. 85. 1991.
Courtis, J. K. “Relationship Between Timeliness in Corporate Reporting and
Corporate attributes”, 1976.
Dyer, dan McHugh. “The Timeliness of the Australian Annual Report”, 1975.
Elliot. “Subject to Audit Opinion and Abnormal Security Returns: Outcomes and
Ambiguities”, Journal of Accounting Research Autumn, 1982.
Frildawati, Devi. “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Audit Delay”, Skripsi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2009.
Ghozali, Imam. “Aplikasi Analisis Multivariante dengan Program SPSS”, Badan
Penerbit UNDIP, Semarang, 2005.
Gilling. “Timeliness in Corporate Reporting: Some Further Comment”, Accounting
and Bussniss Research, 1977.
Halim, Abdul. “Dasar-dasar Audit Laporan Keuangan”, Edisi kedua, Unit Penerbit
dan Percetakan, Yogyakarta, 2001.
Halim, Varianada. “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Audit Delay”, Vol. 2, No. 1,
April 2000.
Hamid, Abdul. “Buku Panduan Penulisan Skripsi”, FEIS UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, 2007.
84
Harahap, Sofyan Syafri. “Teori Akuntansi”, PT. Raja Grafindo, Jakarta, 2007.
Hassanudin. “Ketepatan Waktu Pelaporan Keuangan (Suatu Tinjauan Faktor-faktor
yang Mempengaruhi)”, Jurnal Indonesia Membangun, Juli 2002.
Heri dan Imelda “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Audit Delay”, Jurnal
Akuntansi/ Tahun XI No. 2, Mei 2007.
Hery. “Teori Akuntansi”, Edisi Pertama, Cetakan ke 1, Kencana Jakarta, 2009.
Hossain, Monirul dan Tayrol. “An Examination of Audit Delay: Evidence from
Pakistan”, 1998.
Ikatan Akuntansi Indonesia. “Standar Akuntansi Keuangan”, Salemba Empat,
Jakarta, 2002.
Ikatan Akuntan Indonesia. “Standar Profesional Akuntan Publik”, Cetakan Pertama,
Salemba Empat, Jakarta 2001.
Imam, Mulyadi dan Subekti. “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Audit Delay di
Indonesia”, SNA VII Denpasar Bali. 2-3 Desember 2004.
Kartika, Andi. “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Audit Delay di Indonesia”, Vol.
16 No. 1, Maret 2009.
Kosasi, Ahmad. “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Audit Delay”, Skripsi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010.
Meiden, Carmel dan Wenny. “Variabel Total lag Laporan Keuangan Perusahaan
Manufaktur di BEJ”. Vol. 1, No. 1, Juni 2007.
Mulyadi. “Auditing”, Universitas Gajah Mada, Penerbit : Graha Ilmu, 2002.
Owusu, S dan Ansah. “Timeliness of Corporate Financial Reporting in Emerging
Capital Market: Empirical Evidence from The Zimbamwe Stock Exchange”,
Accounting and Bussiness Research, 1976.
Prabandari, J.D.M & Rustiana. Beberapa Faktor yang Berdampak pada Perbedaan
Audit Delay (Studi empiris pada perusahaan-perusahaan keuangan yang
terdaftar di BEJ). Jurnal Kinerja, Volume 11, No.1, Hal. 27-39, 2007.
85
Rachmawati, Sistya. “Pengaruh Faktor Internal dan Eksternal Perusahaan
terhadap Audit Delay dan Timeliness”, Vol. 13, No. 2, November 2008.
Rahayu. “Auditing (Konsep Dasar dan Pedoman Pemeriksaan Akuntan Publik)”,
Penerbit : Graha Ilmu, 2010.
Ria. “Fungsi Keuangan”, 2008. Diakses tanggal 11 Mei 2011.
http://qeyty.blogspot.com/2008/10/bab-vii-fungsi-keuangan.html
Rudianto. “Pengantar Akuntansi”, Penerbit Erlangga, Jakarta, 2009.
Rustiana. “Beberapa Faktor yang Berdampak pada Perbedaan Audit Delay”, Vol.
11, No. 1, 2007.
Sarwono, Jonathan. “Statistik itu Mudah (Panduan Lengkap untuk Belajar
Komputasi Statistik Menggunakan SPSS 16)”, Gajah Mada, Salemba Empat,
Jakarta, 2008.
Schwartz dan Soo. “Evidence of Regulator Non-Compliance With SEC Disclosure
Rules on Auditor Changes”, 1996.
Sejati, Anggit Wasis. “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Audit Delay pada
Perusahaan Go Publik di Bursa Efek Jakarta”, Skripsi Universitas Negeri
Semarang, 2007.
Sudarmadji dan Sularto. “Leverage” Vol. 2, 21-22 Agustus 2007. Diakses tanggal
11 Mei 2011.
http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:oskHHsPUpeEJ:elib
.unikom.ac.id/download.php%3Fid%3D17295+pengertian+leverage&cd=2&
hl=id&ct=clnk&gl=id&source=www.google.co.id
Suetedjo, Soegeng. “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Audit Delay Log (ARL)”.
Vol. 9, No. 2. Agustus 2006.
Sugiono, “Statistik untuk Penelitian”, Alfabeta, Bandung, 2005.
Sunyoto, Danang. “Analisis Regresi dan Uji Hipotesis”, Media Pressindo,
Yogyakarta, 2009.
Supriyati Yuliasri Rolinda. (2007). Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Audit Delay (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur dan Finansial di
Indonesia). Jurnal Ekonomi Bisnis dan Akuntansi. Vol . 10 No. 3, hal 109-
126.
86
Trianto, Yugo. Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Audit Delay (Studi
Empiris pada Perusahaan-Perusahaan Go Public di Bursa Efek Indonesia),
Skripsi, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta, 2006.
Ubaidillah. “Audit Delay pada Perusahaan Manufaktur”, Vol. 2, No. 2, Juli 2008.
Utami, Wiwik. “Analisis Determinan Audit Delay Kajian Empiris di Bursa Efek
Jakarta”, Pusat Penelitian dan Dosen FE, Universitas Mercu Buana, Bulletin
Penelitian N0. 9, 2006.
Wicaksono, Arif. Analisis Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Audit Delay di
Indonesia. Skripsi, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta,
2009.
Widiyanti, Novi Wulandari dan Subekti, Imam. “Faktor-faktor yang Berpengaruh
terhadap Audit Delay Di Indonesia”. Jurnal SNA VII Denpasar Bali, 2-3
Desember 2004.
Wirakusuma, Mede Gede. “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Rentang Waktu
Penyajian Laporan Keuangan ke Publik”, SNA VII Denpasar Bali, 2-3
Desember 2004.
Yuliana dan Aloysia Yanti Ardianti. (2004). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Audit
Delay di Indonesia. Modus, Vol 16 (2): 135-146.
87
LAMPIRAN A
DAFTAR SAMPEL PERUSAHAAN MANUFAKTUR
DI BURSA EFEK INDONESIA TAHUN 2008-2010
No. Nama Perusahaan
Kode No. Nama Perusahaan Kode
1 PT Ace Hard Ware Indonesia Tbk ACES 81 PT Mayora Indah MYOR
2 PT Agis Tbk TMPI 82 PT Merck Tbk MERK
3 PT Akasha Wira International Tbk
ADES 83 PT Metrodata Elektronics Tbk MTDL
4 PT AKR corporindo Tbk AKRA 84 PT Millennium Pharmacon
International Tbk
SDPC
5 PT Allbond Makmur Usaha Tbk SQMI 85 PT Mitra Adiperkasa Tbk MAPI
6 PT Alfa Retalindo Tbk ALFA 86 PT Mobile-8 Telecom Tbk FREN
7 PT Ancora Indonesia Resources
Tbk
OKAS 87 PT Modern Internasional Tbk MDRN
8 PT Aneka Kemasindo Tbk ANTM 88 PT Mulia Industrindo Tbk MLTA
9 PT Aqua Golden Mississippi Tbk
AQUA 89 PT Multi Bintang Indonesia Tbk MLBI
10 PT Argo Pantes Tbk ARGO 90 PT Multi Indocitra Tbk MICE
11 PT Arpeni Utama Ocean Line
Tbk
APOL 91 PT Multi Prima Sejahtera Tbk LPIN
12 PT Arwana Citramulia Tbk ARNA 92 PT Multipolar Tbk MLPL
13 PT Asiaplast Industries Tbk APLI 93 PT Multistrada Arah Sarana Tbk MASA
14 PT Astra Graphia Tbk ASGR 94 PT Mustika Ratu Tbk MRAT
15 PT Astra International Tbk ASII 95 PT Myoh Technology Tbk MYOH
16 PT Astra Otopart Tbk AUTO 96 PT Nipress Tbk NIPS
17 PT Bakrie Telcom Tbk BTEL 97 PT Nusantara Infrastructure Tbk META
18 PT Barito Pacific Tbk BRPT 98 PT Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk PKTK
19 PT Bentoel International
Investama Tbk
RMBA 99 PT Pan Brothers Tex Tbk PBRX
20 PT Berlian Laju Tanker Tbk BLTA 100 PT Panasia Filament Inti Tbk PAFI
21 PT Berlina Tbk BRNA 101 PT Pelayaran tempuran Emas Tbk TMAS
22 PT Betonjaya Manunggal Tbk BTON 102 PT Perdana Bangun Pusaka Tbk KONI
23 PT Budi Acid Jaya Tbk BUDI 103 PT Pioneerindo Gourment International Tbk
PTSP
24 PT Cahaya Calbar Tbk CEKA 104 PT Polychem Indonesia Tbk ADMG
25 PT Catur Sentosa Adiprana Tbk CSAP 105 PT Prasidha Aneka Niaga Tbk PSDN
26 PT Centris Multi Persada Pratama
Tbk
CMPP 106 PT Primarindo Asia Infrastructure
Tbk
PRAI
27 PT Century Textile Industry Tbk CNTX 107 PT Pyridam Farma Tbk PYFA
28 PT Citra Tubindo Tbk CTBN 108 PT Ramayana Lestari Sentosa
Tbk
RALS
29 PT Colorpak Indonesia Tbk CLPI 109 PT Resources Alam Indonesia Tbk
KKGI
30 PT Darya Varia Laboratoria Tbk DVLA 110 PT Ricky Putra Globalindo Tbk RICY
31 PT Davomas Abadi Tbk DAVO 111 PT Rig Tenders Indonesia Tbk RIGS
32 PT Delta Djakarta Tbk DLTA 112 PT Rimo Catur Lestari Tbk RIMO
33 PT Delta Dunia Petroindo Tbk DOID 113 PT Roda Vivatex Tbk RDTX
34 PT Destinasi Tirta Nusantara Tbk PDES 114 PT Samudera Indonesia Tbk SMDR
88
35 PT Duta Pertiwi Nusantara Tbk DPNAS 115 PT Sat Nusapersada Tbk PTSN
36 PT Dynaplast Tbk DYNA 116 PT Schering Plough Indonesia
Tbk
SCPI
37 PT Ekadharma International Tbk EKAD 117 PT Sekar Laut Tbk SKLT
38 PT Enseval Putera Megatradiang
Tbk
EPMT 118 PT Sekawan Inti Pratama Tbk SIAP
39 PT Ever Shine Textile Industry Tbk
ESTI 119 PT Selamat Sempurna Tbk SMSM
40 PT Excelcomindo Pratama Tbk EXCL 120 PT Semen Gresik (Persero) Tbk SMGR
41 PT Fajar Surya Wisesa Tbk FASW 121 PT Sepatu Bata Tbk BATA
42 PT Fast Food Indonesia Tbk FAST 122 PT Siantar Top Tbk STTP
43 PT Fortune Mate Indonesia Tbk FMII 123 PT Sierad Produce Tbk SIPD
44 PT Gajah Tunggal Tbk GITL 124 PT SMART Tbk SMAR
45 PT Goodyear Indonesia Tbk GDYR 125 PT Sorini Agro Asia Corporindo SOBI
46 PT Gudang Garam Tbk GGRM 126 PT Sugi Samapersada Tbk SUGI
47 PT Hanson International Tbk NYRX 127 PT Sumalindo Lestari Jaya Tbk SULI
48 PT Hero Supermarket Tbk HERO 128 PT Sumber Alfaria Triwijaya
Tbk
AMRT
49 PT Holcim Indonesia Tbk SMCB 129 PT Sumi Indo Kabel Tbk IKBI
50 PT HM Sampoerna Tbk HMSP 130 PT Suparma Tbk SPMA
51 PT Humpuss Intermoda
Transportasi Tbk
HITS 131 PT Surabaya Industry Pulp &
Kertas Tbk
SAIP
52 PT Indal Aluminium Industry Tbk INAI 132 PT Surya Intrindo Makmur Tbk SIMM
53 PT Indo Acidatama Tbk SRSN 133 PT Surya Toto Indonesia Tbk TOTO
54 PT Indo Kordsa Tbk BRAM 134 PT Steady Safe Tbk SAFE
55 PT Indocement Tunggal Prakarsa
Tbk
INTP 135 PT Taisho Pharmaceutical
Indonesia Tbk
SQBI
56 PT Indofarma Tbk INDF 136 PT Telekomunikasi Indonesia
Tbk
TLKM
57 PT Indofood Sukses Makmur Tbk INDF 137 PT Tembaga Mulia Semanan
Tbk
TBMS
58 PT Indonesia Air Trnsport Tbk IATA 138 PT Tempo Scan Pacific TSPC
59 PT Indorama Syntetics Tbk INDR 139 PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk
AISA
60 PT Indosat Tbk ISAT 140 PT Tigaraksa Satria Tbk TGKA
61 PT Inter Delta Tbk INTD 141 PT Tira Austenite Tbk TIRA
62 PT Intraco Penta Tbk INTA 142 PT Tirta Mahakam Resources Tbk
TIRT
63 PT Jakarta Kyoei Steel Works JKSW 143 PT Titan Kimia Nusantara Tbk FPNI
64 PT Jaya Pari Steel Tbk JPRS 144 PT Toba Pulp Lestari Tbk INRU
65 PT Jembo cable Company Tbk JECC 145 PT Toko Gunung Agung Tbk TKGA
66 PT Kabelindo Murni Tbk KBLM 146 PT Trada Maritime Tbk TRAM
67 PT Kageo Igar Jaya Tbk IGAR 147 PT Tri Polyta Indonesia Tbk TPIA
68 PT Karwell Indonesia Tbk KARW 148 PT Trias Sentosa Tbk TRST
69 PT Kedaung Indah Can Tbk KICI 149 PT Tunas Baru Lampung Tbk TBLA
70 PT Kedawung Setia Industrial Tbk
KDSI 150 PT Tunas Ridean Tbk TURI
71 PT Keramik Indonesi Assosiasi
Tbk
KIAS 151 PT Ultra Jaya Milk Tbk ULTJ
72 PT Kimia Farma (Persero) Tbk KAEF 152 PT Unggul Indah Cahaya Tbk UNIC
73 PT KMI Wire and Cable Tbk KBRI 153 pt Unilever Indonesia Tbk UNVR
74 PT Kokoh Inti Arebama Tbk KOIN 154 PT United Tractor Tbk UNTR
75 PT Langgeng Makmur Industry LMPI 155 PT Unitex Tbk UNTX
89
Tbk
90
Lampiran B
DATA VARIABEL PENELITIAN
No. Kode Tahun Audelay UK OP REP LEV LR
1
ACES
2008 48 790.28 0 1 0.142758 0
2 TMPI 2008 167 1538.37 2 1 0.289157 0
3 ADES 2008 84 185.02 1 1 0.719493 1
4 AKRA 2008 84 4874.85 0 0 0.598626 0
5 SQMI 2008 56 26.17 0 1 0.403719 0
6 ALFA 2008 147 603.47 1 0 0.356644 0
7 OKAS 2008 159 642.78 2 1 0.521912 1
8 ANTM 2008 82 42.86 1 0 0.383392 1
9 AQUA 2008 90 1003.49 1 0 0.411033 0
10 ARGO 2008 75 1888.36 0 1 0.847566 0
11 APOL 2008 96 7294.28 1 0 0.775460 0
12 ARNA 2008 58 738.09 0 0 0.607264 0
13 APLI 2008 83 276.08 1 1 0.545490 1
14 ASGR 2008 51 841.05 0 1 0.604216 0
15 ASII 2008 50 80740.00 0 0 0.497436 0
16 AUTO 2008 51 3981.32 0 1 0.299119 0
17 BTEL 2008 74 8545.93 0 1 0.405328 0
18 BRPT 2008 81 16375.29 0 0 0.462526 0
19 RMBA 2008 38 4455.53 0 0 0.611449 0
20 BLTA 2008 92 2497.92 1 0 0.752477 0
21 BRNA 2008 71 432.64 0 1 0.533112 0
22 BTON 2008 75 70.51 0 1 0.216577 0
23 BUDI 2008 84 1698.75 0 1 0.618136 0
24 CEKA 2008 30 604.64 0 0 0.591651 0
25 CSAP 2008 76 1226.64 0 0 0.613691 0
26 CMPP 2008 89 68.24 1 1 0.546735 0
27 CNTX 2008 86 232.83 2 0 0.996907 1
28 CTBN 2008 71 1907.63 0 0 0.510057 0
29 CLPI 2008 79 258.90 0 1 0.650813 0
30 DVLA 2008 49 637.66 0 0 0.203575 0
31 DAVO 2008 64 2806.02 0 1 0.840719 0
32 DLTA 2008 79 698.30 0 0 0.211707 0
33 DOID 2008 66 420.00 0 1 0.156581 0
34 PDES 2008 97 173.22 2 1 0.382367 0
35 DPNAS 2008 90 142.63 2 0 0.237947 1
36 DYNA 2008 86 1235.00 0 0 0.581295 0
37 EKAD 2008 57 140.76 0 1 0.432388 0
38 EPMT 2008 71 2513.34 0 0 0.467655 0
39 ESTI 2008 76 530.25 1 0 0.530262 1
40 EXCL 2008 54 28911.71 1 0 0.850998 1
41 FASW 2008 78 3718.55 0 0 0.648288 0
42 FAST 2008 89 784.76 1 0 0.385104 0
43 FMII 2008 75 306.91 1 1 0.404475 1
44 GITL 2008 86 8713.56 2 0 0.810706 1
45 GDYR 2008 71 1022.33 0 0 0.709753 0
91
46 GGRM 2008 68 24072.96 0 0 0.355323 0
47 NYRX 2008 90 2.23 2 1 0.727317 1
48 HERO 2008 77 2127.69 1 0 0.645210 0
49 SMCB 2008 40 7674.98 1 0 0.669325 0
50 HMSP 2008 79 16133.82 0 0 0.501034 0
51 HITS 2008 84 2967.70 1 0 0.445414 1
52 INAI 2008 82 622.41 0 1 0.876921 0
53 SRSN 2008 73 392.94 1 1 0.508722 1
54 BRAM 2008 86 1349.63 0 0 0.166618 0
55 INTP 2008 63 11286.71 0 0 0.244976 0
56 INDM 2008 79 966.81 0 1 0.691155 0
57 INDF 2008 78 39594.26 0 0 0.667581 0
58 IATA 2008 90 603.91 2 1 0.686045 1
59 INDR 2008 72 609.67 0 0 0.585239 0
60 ISAT 2008 47 51693.32 0 0 0.657624 0
61 INTD 2008 66 37.67 2 1 1.961961 1
62 INTA 2008 69 1137.22 0 1 0.711029 0
63 JKSW 2008 85 300.34 2 0 2.393463 1
64 JPRS 2008 82 339.34 0 1 0.381832 0
65 JECC 2008 59 673.40 0 1 0.870517 0
66 KBLM 2008 84 459.11 0 1 0.509483 0
67 IGAR 2008 64 305.78 0 1 0.237787 0
68 KARW 2008 89 152.43 2 0 1.535537 1
69 KICI 2008 62 86.22 0 1 0.235710 0
70 KDSI 2008 76 485.72 0 1 0.530312 0
71 KIAS 2008 80 830.75 0 1 0.852951 0
72 KAEF 2008 72 1445.67 0 1 0.344411 0
73 KBRI 2008 78 607.23 0 0 0.657240 0
74 KOIN 2008 84 431.95 0 1 0.738666 0
75 LMPI 2008 33 560.08 0 1 0.298473 0
76 LTLS 2008 79 3494.85 0 0 0.726946 0
77 LION 2008 75 253.14 0 1 0.205157 0
78 LMSH 2008 70 61.99 0 1 0.388610 0
79 TCID 2008 51 910.79 0 0 0.103892 0
80 MPPA 2008 86 9741.37 1 1 0.675278 0
81 MYOR 2008 79 2923.00 0 0 0.563231 0
82 MERK 2008 80 375.06 0 0 0.127287 0
83 MTDL 2008 84 1288.80 1 0 0.674301 0
84 SDPC 2008 43 308.66 0 1 0.741605 0
85 MAPI 2008 86 3760.97 1 0 0.700190 1
86 FREN 2008 86 4797.89 1 1 0.850076 1
87 MDRN 2008 128 790.84 2 0 0.598560 0
88 MLTA 2008 85 3733.02 2 0 2.329226 1
89 MLBI 2008 85 941.39 0 0 0.634300 0
90 MICE 2008 90 268.63 1 1 0.651421 0
91 LPIN 2008 69 182.94 0 1 0.548196 0
92 MLPL 2008 86 11402.50 0 1 0.724953 0
93 MASA 2008 90 2379.02 0 0 0.459948 0
94 MRAT 2008 70 354.78 0 1 0.144162 0
95 MYOH 2008 82 7.55 1 1 0.805062 1
96 NIPS 2008 90 325.01 1 1 0.620596 0
97 META 2008 56 1560.94 0 1 0.741770 0
98 PKTK 2008 90 2357.78 0 1 0.754885 0
92
99 PBRX 2008 84 952.74 1 1 0.896453 1
100 PAFI 2008 85 581.54 1 1 1.041783 1
101 TMAS 2008 70 1292.02 0 1 0.617225 0
102 KONI 2008 90 53.56 2 0 0.686890 1
103 PTSP 2008 75 81.78 0 1 0.898906 0
104 ADMG 2008 84 3855.93 1 0 0.737585 1
105 PSDN 2008 65 286.99 0 0 0.525487 0
106 PRAI 2008 84 107.47 1 1 2.994712 1
107 PYFA 2008 57 98.66 0 1 0.298030 0
108 RALS 2008 85 3004.06 0 0 0.225219 0
109 KKGI 2008 38 225.16 0 1 0.450110 0
110 RICY 2008 80 645.76 1 1 0.498128 1
111 RIGS 2008 80 1054.84 0 0 0.402365 0
112 RIMO 2008 86 71.15 1 1 0.787138 0
113 RDTX 2008 70 580.93 0 1 0.257597 0
114 SMDR 2008 65 5928.07 0 0 0.517716 0
115 PTSN 2008 79 964.59 1 1 0.465483 1
116 SCPI 2008 59 199.53 0 0 0.958158 0
117 SKLT 2008 78 201.00 0 1 0.499170 0
118 SIAP 2008 64 142.22 0 1 0.372447 0
119 SMSM 2008 70 929.75 0 1 0.367075 0
120 SMGR 2008 81 10602.96 0 0 0.229110 0
121 BATA 2008 86 401.90 0 0 0.320433 0
122 STTP 2008 33 626.75 0 1 0.499238 0
123 SIPD 2008 79 1384.71 0 1 0.253785 0
124 SMAR 2008 40 10025.92 0 1 0.523392 0
125 SOBI 2008 59 1111.10 0 0 0.465050 0
126 SUGI 2008 75 44.19 0 1 0.105307 0
127 SULI 2008 75 2169.94 0 0 0.827633 0
128 AMRT 2008 78 2306.63 0 0 0.737322 0
129 IKBI 2008 71 636.41 0 0 0.203128 0
130 SPMA 2008 80 1564.90 1 1 0.577077 1
131 SAIP 2008 85 2523.43 1 1 1.454343 1
132 SIMM 2008 90 60.64 2 1 1.631132 1
133 TOTO 2008 79 1031.13 0 0 0.647775 0
134 SAFE 2008 80 131.34 0 1 0.146000 0
135 SQBI 2008 79 294.72 0 0 0.272049 0
136 TLKM 2008 85 91256.25 1 0 0.517843 0
137 TBMS 2008 79 1173.32 0 0 0.935918 0
138 TSPC 2008 84 2967.06 0 1 0.218038 0
139 AISA 2008 73 1016.96 1 1 0.615476 0
140 TGKA 2008 76 1525.75 0 0 0.744499 0
141 TIRA 2008 74 228.58 0 1 0.649838 0
142 TIRT 2008 87 567.23 1 1 0.769300 1
143 FPNI 2008 58 3515.54 0 0 0.597238 0
144 INRU 2008 51 311.92 0 1 0.572970 0
145 TKGA 2008 76 96.60 0 1 0.959260 0
146 TRAM 2008 80 1377.53 1 1 0.267336 0
147 TPIA 2008 50 2374.67 1 0 0.405396 1
148 TRST 2008 76 2158.87 0 0 0.519476 0
149 TBLA 2008 84 2802.50 0 1 0.681152 0
150 TURI 2008 90 3583.33 1 0 0.714056 0
151 ULTJ 2008 84 1740.65 0 1 0.346995 0
93
152 UNIC 2008 48 2837.70 0 0 0.554592 0
153 UNVR 2008 84 6504.74 0 0 0.522376 0
154 UNTR 2008 60 22847.72 0 0 0.508362 0
155 UNTX 2008 87 153.15 1 0 2.103197 1
156 VOKS 2008 78 1165.13 0 1 0.729347 0
157 WICO 2008 86 227.56 1 0 0.716073 1
158 YPAS 2008 65 180.55 0 1 0.343731 0
159 ZBRA 2008 90 76.73 1 1 0.408678 1
160 ACES 2009 47 970.56 0 1 0.105905 0
161 TMPI 2009 109 1378.73 2 1 0.225585 1
162 ADES 2009 84 178.29 0 1 0.622973 0
163 AKRA 2009 84 6059.07 0 0 0.632482 0
164 SQMI 2009 74 26.57 0 1 0.517637 0
165 ALFA 2009 84 673.29 1 0 0.535930 1
166 OKAS 2009 76 1005.87 0 0 0.590871 0
167 ANTM 2009 85 32.50 1 0 0.399573 1
168 AQUA 2009 88 1147.21 1 0 0.419185 0
169 ARGO 2009 89 1461.06 1 1 0.974866 1
170 APOL 2009 90 6771.97 1 0 0.880001 1
171 ARNA 2009 74 822.69 0 0 0.576601 0
172 APLI 2009 77 302.38 0 1 0.485335 0
173 ASGR 2009 69 774.86 0 1 0.508373 0
174 ASII 2009 75 88938.00 0 0 0.449819 0
175 AUTO 2009 78 4644.94 0 1 0.271756 0
176 BTEL 2009 76 11436.28 0 1 0.559565 0
177 BRPT 2009 89 16015.19 1 0 0.508625 1
178 RMBA 2009 81 4302.66 0 0 0.592028 0
179 BLTA 2009 102 2497.92 2 0 0.752477 0
180 BRNA 2009 67 507.23 0 1 0.603227 0
181 BTON 2009 64 69.78 0 1 0.073906 0
182 BUDI 2009 80 1598.82 0 1 0.510145 0
183 CEKA 2009 84 568.36 0 0 0.469523 0
184 CSAP 2009 79 1385.59 0 0 0.652127 0
185 CMPP 2009 84 68.24 1 1 0.546735 1
186 CNTX 2009 96 381.42 1 0 0.911482 1
187 CTBN 2009 86 1982.97 0 0 0.456339 0
188 CLPI 2009 70 219.20 0 1 0.473953 0
189 DVLA 2009 68 783.61 0 0 0.291842 0
190 DAVO 2009 64 2806.02 0 1 0.840719 0
191 DLTA 2009 82 760.43 0 0 0.211471 0
192 DOID 2009 64 361.05 0 1 0.019008 0
193 PDES 2009 71 171.20 0 1 0.357444 0
194 DPNAS 2009 84 142.55 0 0 0.192935 0
195 DYNA 2009 81 1290.59 0 0 0.562144 0
196 EKAD 2009 76 518.86 0 1 0.461544 0
197 EPMT 2009 79 2986.18 0 0 0.536867 0
198 ESTI 2009 76 518.86 0 0 0.505071 0
199 EXCL 2009 75 27380.10 0 0 0.678485 0
200 FASW 2009 80 3671.23 0 0 0.568377 0
201 FAST 2009 109 1041.41 1 0 0.386307 0
202 FMII 2009 71 307.23 1 1 0.073495 1
203 GITL 2009 76 8877.15 0 0 0.699153 0
204 GDYR 2009 71 1127.63 0 0 0.631657 0
94
205 GGRM 2009 80 24263.14 0 0 0.328209 0
206 NYRX 2009 78 0.90 1 1 1.632298 0
207 HERO 2009 70 2830.29 0 0 0.672581 0
208 SMCB 2009 63 7265.37 0 0 0.543563 0
209 HMSP 2009 83 17716.45 0 0 0.409254 0
210 HITS 2009 90 2164.50 0 0 0.386875 0
211 INAI 2009 73 470.42 1 1 0.864416 1
212 SRSN 2009 67 412.78 0 1 0.473268 0
213 BRAM 2009 81 1598.24 0 0 0.223903 0
214 INTP 2009 62 13276.27 0 0 0.193735 0
215 INDM 2009 80 728.03 0 1 0.589688 0
216 INDF 2009 77 40382.95 0 0 0.616269 0
217 IATA 2009 78 562.17 1 1 0.668180 1
218 INDR 2009 85 545.03 0 0 0.531676 0
219 ISAT 2009 49 55041.49 0 0 0.667736 0
220 INTD 2009 74 35.07 1 1 2.054343 1
221 INTA 2009 56 1039.51 0 1 0.656130 0
222 JKSW 2009 90 270.97 0 0 2.519737 0
223 JPRS 2009 82 353.95 0 1 0.232412 0
224 JECC 2009 60 562.00 0 1 0.824352 0
225 KBLM 2009 84 354.78 0 1 0.369426 0
226 IGAR 2009 61 317.81 0 1 0.191140 0
227 KARW 2009 84 101.93 1 0 1.870170 1
228 KICI 2009 62 84.28 1 1 0.279978 1
229 KDSI 2009 71 550.69 0 1 0.566639 0
230 KIAS 2009 78 1320.52 0 1 0.836697 0
231 KAEF 2009 72 1562.62 0 1 0.363049 0
232 KBRI 2009 69 594.56 0 0 0.511115 0
233 KOIN 2009 82 534.87 0 1 0.777880 0
234 LMPI 2009 46 540.51 0 1 0.261996 0
235 LTLS 2009 80 3081.13 0 0 0.689773 0
236 LION 2009 69 271.37 0 1 0.160547 0
237 LMSH 2009 64 72.83 0 1 0.454589 0
238 TCID 2009 61 994.62 0 0 0.114439 0
239 MPPA 2009 85 10560.11 1 1 0.662788 0
240 MYOR 2009 78 3246.50 0 0 0.499914 0
241 MERK 2009 82 433.97 0 0 0.183853 0
242 MTDL 2009 85 1059.05 0 0 0.617320 0
243 SDPC 2009 41 268.01 0 1 0.666928 0
244 MAPI 2009 85 3379.39 0 0 0.618849 0
245 FREN 2009 90 4756.93 2 1 0.833394 1
246 MDRN 2009 81 773.05 0 0 0.573766 0
247 MLTA 2009 74 3238.59 0 0 2.086893 0
248 MLBI 2009 72 993.47 0 0 0.893964 0
249 MICE 2009 88 291.31 1 1 0.131594 0
250 LPIN 2009 79 137.91 0 1 0.319744 0
251 MLPL 2009 85 11868.38 0 1 0.709936 0
252 MASA 2009 81 2536.05 0 0 0.555699 0
253 MRAT 2009 82 386.35 0 1 0.126384 0
254 MYOH 2009 59 6.93 1 1 0.862079 1
255 NIPS 2009 113 314.45 1 1 0.596202 0
256 META 2009 67 1232.53 0 1 0.709052 0
257 PKTK 2009 80 2329.75 0 1 0.706245 0
95
258 PBRX 2009 71 819.57 0 1 0.838870 0
259 PAFI 2009 83 463.57 0 1 1.081226 1
260 TMAS 2009 56 1608.98 1 1 0.795522 1
261 KONI 2009 87 93.12 1 0 0.761374 0
262 PTSP 2009 76 90.67 0 1 0.764765 0
263 ADMG 2009 84 3719.87 0 0 0.706889 0
264 PSDN 2009 64 353.63 0 0 0.508614 0
265 PRAI 2009 87 94.85 1 1 3.130306 1
266 PYFA 2009 63 105.20 0 1 0.310182 0
267 RALS 2009 60 3209.21 0 0 0.229524 0
268 KKGI 2009 67 272.94 0 1 0.447430 0
269 RICY 2009 84 599.72 0 1 0.454226 0
270 RIGS 2009 88 1020.97 0 0 0.353957 0
271 RIMO 2009 85 16.69 1 1 1.808601 1
272 RDTX 2009 67 651.18 0 1 0.180323 0
273 SMDR 2009 84 5778.20 0 0 0.575558 0
274 PTSN 2009 65 899.69 1 1 0.480727 1
275 SCPI 2009 90 206.26 1 0 0.773736 0
276 SKLT 2009 64 196.19 0 1 0.421614 0
277 SIAP 2009 76 147.43 0 1 0.363975 0
278 SMSM 2009 76 941.65 0 1 0.422022 0
279 SMGR 2009 76 12951.31 0 0 0.203316 0
280 BATA 2009 80 416.68 0 0 0.276796 0
281 STTP 2009 85 548.72 0 1 0.262814 0
282 SIPD 2009 67 1641.30 0 1 0.281760 0
283 SMAR 2009 40 10210.55 0 1 0.515169 0
284 SOBI 2009 70 948.76 0 0 0.319618 0
285 SUGI 2009 83 37.76 1 1 0.014404 1
286 SULI 2009 69 2062.76 0 0 0.876994 0
287 AMRT 2009 56 2860.48 0 0 0.688481 0
288 IKBI 2009 73 561.95 0 0 0.124361 0
289 SPMA 2009 79 1432.64 0 1 0.519233 0
290 SAIP 2009 71 2413.70 0 1 1.335974 0
291 SIMM 2009 78 60.04 0 1 0.783909 0
292 TOTO 2009 81 1010.89 0 0 0.477023 0
293 SAFE 2009 88 86.63 1 1 1.798047 0
294 SQBI 2009 81 318.93 0 0 0.173972 0
295 TLKM 2009 98 97559.61 1 0 0.488281 0
296 TBMS 2009 70 996.06 0 0 0.870474 0
297 TSPC 2009 80 3263.10 0 1 0.250880 0
298 AISA 2009 79 1347.04 1 1 0.681622 0
299 TGKA 2009 82 1741.98 0 0 0.732179 0
300 TIRA 2009 76 201.79 0 1 0.589040 0
301 TIRT 2009 88 522.36 1 1 0.795145 1
302 FPNI 2009 54 3595.73 0 0 0.559861 0
303 INRU 2009 60 306.14 0 1 0.604340 0
304 TKGA 2009 83 101.75 0 1 0.959177 0
305 TRAM 2009 85 1614.88 0 1 0.275463 0
306 TPIA 2009 49 2747.92 0 0 0.350103 0
307 TRST 2009 77 1921.66 0 0 0.404302 0
308 TBLA 2009 81 2858.07 0 1 0.605502 0
309 TURI 2009 80 1770.69 0 0 0.435126 0
310 ULTJ 2009 83 1732.70 0 1 0.310592 0
96
311 UNIC 2009 51 2506.83 0 0 0.493171 0
312 UNVR 2009 82 7484.99 0 0 0.504532 0
313 UNTR 2009 50 24404.83 0 0 0.428348 0
314 UNTX 2009 81 147.66 1 0 1.909295 0
315 VOKS 2009 80 1151.52 0 1 0.747229 0
316 WICO 2009 85 218.44 0 0 0.666419 0
317 YPAS 2009 76 191.14 0 1 0.352975 0
318 ZBRA 2009 90 70.59 1 1 0.465484 1
319 ACES 2010 70 1191.33 0 1 0.123179 0
320 TMPI 2010 123 1407.38 1 1 0.321219 0
321 ADES 2010 69 324.49 0 1 0.692203 0
322 AKRA 2010 85 7665.59 0 0 0.627056 0
323 SQMI 2010 84 22.04 0 1 0.112279 0
324 ALFA 2010 85 673.05 0 0 0.596826 0
325 OKAS 2010 76 1287.12 0 0 0.646059 0
326 ANTM 2010 88 28.38 1 0 0.477516 1
327 AQUA 2010 85 1229.71 0 0 0.432529 0
328 ARGO 2010 74 1428.23 0 1 0.851632 0
329 APOL 2010 95 5505.20 1 0 1.152645 0
330 ARNA 2010 74 837.15 0 0 0.547204 0
331 APLI 2010 77 334.95 0 1 0.314944 0
332 ASGR 2010 77 982.48 0 1 0.524688 0
333 ASII 2010 75 112857.00 0 0 0.479970 0
334 AUTO 2010 77 5585.85 0 1 0.265439 0
335 BTEL 2010 76 12352.89 0 1 0.579464 0
336 BRPT 2010 84 16015.19 1 0 0.508625 1
337 RMBA 2010 81 1229.71 0 0 0.432529 0
338 BLTA 2010 90 2680.92 1 0 0.737170 0
339 BRNA 2010 75 550.91 0 1 0.593464 0
340 BTON 2010 68 89.82 0 1 0.185143 0
341 BUDI 2010 80 1967.63 0 1 0.592126 0
342 CEKA 2010 83 850.47 0 0 0.636962 0
343 CSAP 2010 77 1704.91 0 0 0.693263 0
344 CMPP 2010 84 65.28 0 1 0.529856 0
345 CNTX 2010 90 350.70 1 0 0.937055 1
346 CTBN 2010 48 2736.75 0 0 0.586570 0
347 CLPI 2010 70 275.39 0 1 0.511563 0
348 DVLA 2010 79 854.11 0 0 0.249977 0
349 DAVO 2010 54 2857.20 0 1 0.662093 0
350 DLTA 2010 82 708.58 0 0 0.162613 0
351 DOID 2010 84 7637.44 0 1 0.982588 0
352 PDES 2010 84 200.55 0 1 0.440280 0
353 DPNAS 2010 84 175.68 0 0 0.275168 0
354 DYNA 2010 80 1552.29 0 0 0.624228 0
355 EKAD 2010 80 204.47 0 1 0.387690 0
356 EPMT 2010 62 3254.77 0 0 0.447331 0
357 ESTI 2010 88 583.25 0 0 0.560764 0
358 EXCL 2010 28 27251.28 0 0 0.570109 0
389 FASW 2010 84 4495.02 0 0 0.597199 0
360 FAST 2010 84 1236.04 0 0 0.351427 0
361 FMII 2010 87 347.82 0 1 0.198245 0
362 GITL 2010 81 10371.57 0 0 0.659975 0
363 GDYR 2010 73 1276.85 0 0 0.637633 0
97
364 GGRM 2010 87 30741.68 0 0 0.306470 0
365 NYRX 2010 89 133.22 0 1 1.839193 0
366 HERO 2010 55 3125.37 0 0 0.632491 0
367 SMCB 2010 31 10437.25 0 0 0.345996 0
368 HMSP 2010 85 20525.12 0 0 0.502295 0
369 HITS 2010 119 1159.23 2 0 0.987372 1
370 INAI 2010 83 389.01 0 1 0.795104 0
371 SRSN 2010 80 364.00 0 1 0.372941 0
372 BRAM 2010 80 1492.73 0 0 0.190156 0
373 INTP 2010 59 15346.15 0 0 0.146326 0
374 INDM 2010 84 733.96 0 1 0.575905 0
375 INDF 2010 70 47275.96 0 0 0.474303 0
376 IATA 2010 88 593.41 1 1 0.695042 1
377 INDR 2010 70 565.67 0 0 0.489853 0
378 ISAT 2010 41 52818.19 0 0 0.654731 0
379 INTD 2010 66 42.59 0 1 0.785961 0
380 INTA 2010 59 1634.90 0 1 0.732816 0
381 JKSW 2010 83 289.99 0 0 2.311151 0
382 JPRS 2010 82 411.28 0 1 0.270246 0
383 JECC 2010 73 562.00 0 1 0.824352 0
384 KBLM 2010 84 403.19 0 1 0.435506 0
385 IGAR 2010 61 317.81 0 1 0.191140 0
386 KARW 2010 80 73.65 1 0 2.341518 1
387 KICI 2010 70 85.94 0 1 0.244378 0
388 KDSI 2010 70 557.72 0 1 0.541816 0
389 KIAS 2010 74 1266.12 0 1 0.794103 0
390 KAEF 2010 74 1657.29 0 1 0.327798 0
391 KBRI 2010 69 594.56 0 0 0.511115 0
392 KOIN 2010 88 510.96 0 1 0.755244 0
393 LMPI 2010 74 608.92 0 1 0.340315 0
394 LTLS 2010 82 3591.14 0 0 0.715843 0
395 LION 2010 74 303.90 0 1 0.144691 0
396 LMSH 2010 63 78.20 0 1 0.388935 0
397 TCID 2010 61 1047.24 0 0 0.094303 0
398 MPPA 2010 12 11420.60 0 1 0.374686 0
399 MYOR 2010 80 4399.19 0 0 0.536165 0
400 MERK 2010 82 434.77 0 0 0.165035 0
401 MTDL 2010 89 945.24 1 0 0.618430 0
402 SDPC 2010 38 276.52 0 1 0.671718 0
403 MAPI 2010 77 3670.50 0 0 0.599744 0
404 FREN 2010 81 4483.61 1 1 1.026649 1
405 MDRN 2010 84 793.66 0 0 0.535710 0
406 MLTA 2010 84 4532.30 0 0 0.001107 0
407 MLBI 2010 33 1137.08 0 0 0.585458 0
408 MICE 2010 77 371.83 1 1 0.231627 0
409 LPIN 2010 69 150.94 0 1 0.291517 0
410 MLPL 2010 12 14016.69 0 1 0.393541 0
411 MASA 2010 56 3038.41 0 0 0.463820 0
412 MRAT 2010 80 386.33 0 1 0.126393 0
413 MYOH 2010 84 3.06 0 1 1.293579 0
414 NIPS 2010 84 337.31 0 1 0.558659 0
415 META 2010 70 1909.04 0 1 0.466453 0
416 PKTK 2010 80 2329.75 0 1 0.710108 0
98
417 PBRX 2010 81 887.28 0 1 0.811145 0
418 PAFI 2010 81 352.37 0 1 1.365013 1
419 TMAS 2010 89 1287.71 1 1 0.829664 1
420 KONI 2010 69 84.84 1 0 0.722220 0
421 PTSP 2010 83 109.01 0 1 0.621703 0
422 ADMG 2010 77 3766.14 0 0 0.668268 0
423 PSDN 2010 68 414.61 0 0 0.533257 0
424 PRAI 2010 76 87.88 1 1 0.188082 1
425 PYFA 2010 50 99.94 0 1 0.269282 0
426 RALS 2010 61 3485.98 0 0 0.231082 0
427 KKGI 2010 67 527.25 0 1 0.416127 0
428 RICY 2010 80 613.32 0 1 0.448935 0
429 RIGS 2010 89 979.25 1 0 0.318034 0
430 RIMO 2010 84 17.74 1 1 2.382586 1
431 RDTX 2010 69 852.45 0 1 0.161881 0
432 SMDR 2010 80 5673.22 0 1 0.569352 0
433 PTSN 2010 61 825.57 1 1 0.432719 1
434 SCPI 2010 90 233.76 1 1 0.948138 1
435 SKLT 2010 66 199.38 0 1 0.409817 0
436 SIAP 2010 77 150.91 0 1 0.343041 0
437 SMSM 2010 80 1067.10 0 1 0.467272 0
438 SMGR 2010 67 15563.00 0 0 0.219961 0
439 BATA 2010 83 484.26 0 0 0.315418 0
440 STTP 2010 96 649.27 1 1 0.311015 0
441 SIPD 2010 77 2055.74 0 1 0.400211 0
442 SMAR 2010 39 12475.63 0 1 0.520924 0
443 SOBI 2010 80 1656.57 0 0 0.542882 0
444 SUGI 2010 83 40.82 0 1 0.277702 0
445 SULI 2010 99 2087.77 1 0 0.815327 1
446 AMRT 2010 59 4262.93 0 0 0.745455 0
447 IKBI 2010 62 600.82 0 0 0.180415 0
448 SPMA 2010 76 1490.03 0 1 0.517873 0
449 SAIP 2010 73 2211.70 0 1 1.393902 1
450 SIMM 2010 71 70.64 0 1 0.641599 0
451 TOTO 2010 87 1091.58 0 0 0.421957 0
452 SAFE 2010 88 86.83 1 1 1.793790 0
453 SQBI 2010 88 320.02 0 0 0.159277 0
454 TLKM 2010 89 99758.45 1 0 0.434486 0
455 TBMS 2010 67 1239.04 0 0 0.903646 0
456 TSPC 2010 82 3589.54 0 1 0.263227 0
457 AISA 2010 119 1936.95 1 1 0.695367 0
458 TGKA 2010 77 1466.08 0 0 0.728283 0
459 TIRA 2010 77 217.84 0 1 0.560420 0
460 TIRT 2010 80 577.18 0 1 0.768950 0
461 FPNI 2010 56 3266.54 0 0 0.564282 0
462 INRU 2010 67 291.21 0 1 0.567043 0
463 TKGA 2010 84 104.62 1 1 1.025536 1
464 TRAM 2010 83 2184.54 0 1 0.415108 0
465 TPIA 2010 45 3003.09 0 0 0.317325 0
466 TRST 2010 80 2029.56 0 0 0.390024 0
467 TBLA 2010 82 3651.11 0 1 0.659941 0
468 TURI 2010 89 2100.15 0 0 0.422208 0
469 ULTJ 2010 80 2006.60 0 1 0.351577 0
99
470 UNIC 2010 49 2536.12 0 0 0.454835 0
471 UNVR 2010 82 8701.26 0 0 0.534682 0
472 UNTR 2010 55 29700.91 0 0 0.455727 0
473 UNTX 2010 84 153.90 1 0 2.062751 1
474 VOKS 2010 77 1126.48 0 1 0.657318 0
475 WICO 2010 87 213.29 1 0 0.650715 1
476 YPAS 2010 66 200.86 0 1 0.345323 0
477 ZBRA 2010 68 62.20 0 1 0.546988 1
100
LAMPIRAN C
1. HASIL UJI NORMALITAS
101
2. HASIL UJI HETEROSKEDASTISITAS
3. HASIL UJI MULTIKOLINEARITAS
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig.
Collinearity Statistics
B Std. Error Beta Tolerance VIF
1 (Constant) 74.036 1.009 73.356 .000
UK .000 .000 -.120 -2.936 .003 .938 1.066
OP 19.105 1.712 .630 11.162 .000 .490 2.039
REP -2.848 1.291 -.090 -2.206 .028 .931 1.074
LEV -.082 .078 -.042 -1.056 .291 .971 1.030
LR -9.587 2.384 -.226 -4.022 .000 .494 2.024
Sumber : Data diolah 2011
102
4. HASIL UJI AUTOKORELASI
Model Summaryb
Model R R Square Adjusted R
Square Std. Error of the Estimate
Durbin-Watson
1 .514a .264 .256 13.60170 2.024
Sumber : Data diolah 2011
103
LAMPIRAN D
MULTIPLE REGRESSION
Variables Entered/Removedb
Model Variables Entered
Variables Removed Method
1 LR, REP, UK, LEV, OP
a
. Enter
Sumber : Data diolah 2011
Model Summaryb
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
Durbin-
Watson
1 .514
a .264 .256 13.60170 2.024
Sumber : Data diolah 2011
Anova
Model Sum of Squares df Mean
Square F Sig.
1 Regression
31209.703 5 6241.941 33.739 .000a
Residual 87137.949 471 185.006
Total 118347.652 476
Sumber : Data diolah 2011
104
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients
t Sig.
Collinearity Statistics
B Std. Error Beta Tolerance VIF
1
(Constant)
74.036 1.009
73.356 .000
UK .000 .000 -.120 -2.936 .003 .938 1.066
OP 19.105 1.712 .630 11.162 .000 .490 2.039
REP -2.848 1.291 -.090 -2.206 .028 .931 1.074
LEV -.082 .078 -.042 -1.056 .291 .971 1.030
LR -9.587 2.384 -.226 -4.022 .000 .494 2.024
Sumber : Data diolah 2011
105
LAMPIRAN E
STATISTIK d-DURBIN WATSON
Taraf nyata untuk dL dan dU : 5%
N K dl du
460. 21. 1.75680 1.93800
470. 2. 1.84429 1.85282
470. 3. 1.84002 1.85711
470. 4. 1.83572 1.86141
470. 5. 1.83142 1.86574
470. 6. 1.82709 1.87009
470. 7. 1.82275 1.87445
470. 8. 1.81840 1.87883
470. 9. 1.81403 1.88324
470. 10. 1.80964 1.88767
470. 11. 1.80524 1.89211
470. 12. 1.80083 1.89657
470. 13. 1.79640 1.90105
470. 14. 1.79195 1.90556
470. 15. 1.78749 1.91008
470. 16. 1.78301 1.91461
470. 17. 1.77852 1.91918
470. 18. 1.77401 1.92376
470. 19. 1.76949 1.92835
470. 20. 1.76496 1.93296
470. 21. 1.76041 1.93760
480. 2. 1.84596 1.85431
480. 3. 1.84177 1.85851
480. 4. 1.83757 1.86272
480. 5. 1.83336 1.86695
480. 6. 1.82912 1.87121
480. 7. 1.82488 1.87548
480. 8. 1.82061 1.87977
480. 9. 1.81634 1.88408
480. 10. 1.81205 1.88841
480. 11. 1.80774 1.89276
480. 12. 1.80341 1.89712
480. 13. 1.79908 1.90151
480. 14. 1.79473 1.90591
480. 15. 1.79036 1.91034
480. 16. 1.78599 1.91477
480. 17. 1.78159 1.91923
480. 18. 1.77719 1.92371
480. 19. 1.77276 1.92820
480. 20. 1.76833 1.93271
480. 21. 1.76388 1.93725
490. 2. 1.84758 1.85576