bab i pendahuluan a. latar belakang …thesis.umy.ac.id/datapublik/t17124.pdf3 bantul merupakan kota...

81
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perkembangan zaman sekarang ini semakin pesat dengan adanya pembangunan yang semakin modern. Oleh sebab itu manusia dituntut agar lebih bijaksana. Menanggapi adanya perkembangan zaman saat ini maka pemerintah harus lebih serius terhadap penaganannya agar pembangunan tersebut dapat memberikan manfaat bagi kehidupan manusia di segala bidang. Pembangunan Indonesia bertujuan terbinanya manusia Indonesia seutuhnya. Manusia selalu berusaha memenuhi kebutuhan biologis, sosial, ekonomi, budaya, kesehatan yang pada kenyataannya merupakan hubungan dinamis satu dengan lainnya. Karenanya terjadi hubungan saling ketergantungan sangat akrab dan membentuk sistem yang kompak. Permasalahan pembangunan berwawasan lingkungan pun dikumandangkan, dengan maksud agar pembangunan itu sendiri dilakukan dengan usaha jalinan kemitraan antara proses sampai hasil yang diharapkan dalam pembangunan itu sendiri. Berbagai peraturan perundangan pusat sampai kepada Peraturan Daerah diupayakan untuk mencapai kemitraan tersebut. Namun semuanya kembali pada masing-

Upload: ngokhue

Post on 06-Mar-2019

216 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1  

 

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Perkembangan zaman sekarang ini semakin pesat dengan adanya

pembangunan yang semakin modern. Oleh sebab itu manusia dituntut

agar lebih bijaksana. Menanggapi adanya perkembangan zaman saat ini

maka pemerintah harus lebih serius terhadap penaganannya agar

pembangunan tersebut dapat memberikan manfaat bagi kehidupan

manusia di segala bidang.

Pembangunan Indonesia bertujuan terbinanya manusia Indonesia

seutuhnya. Manusia selalu berusaha memenuhi kebutuhan biologis,

sosial, ekonomi, budaya, kesehatan yang pada kenyataannya merupakan

hubungan dinamis satu dengan lainnya. Karenanya terjadi hubungan

saling ketergantungan sangat akrab dan membentuk sistem yang

kompak.

Permasalahan pembangunan berwawasan lingkungan pun

dikumandangkan, dengan maksud agar pembangunan itu sendiri

dilakukan dengan usaha jalinan kemitraan antara proses sampai hasil

yang diharapkan dalam pembangunan itu sendiri. Berbagai peraturan

perundangan pusat sampai kepada Peraturan Daerah diupayakan untuk

mencapai kemitraan tersebut. Namun semuanya kembali pada masing-

2  

 

masing orangnya bagaimana melaksanakan peraturan yang ada untuk

mencapai hasil yang diharapkan.

Mendukung uraian diatas, Kelestarian fungsi lingkungan hidup

merupakan tanggung jawab setiap manusia. Menurut Leenen yang

dikutip oleh Koesnadi Hardjasoemantri1, bahwa ancaman terhadap alam

tidak dipertanggungjawabkan terhadap pihak lain, akan tetapi pada sikap

manusia itu sendiri, baik sebagai pribadi secara mandiri maupun sebagai

anggota masyarakat. Jadi dengan demikian, untuk melindungi dan

meminta pertanggungjawaban atas sikap manusia diperlukan adanya

aturan hukum yang mengatur mengenai lingkungan hidup.

Seiring dengan berjalannya pembangunan, permasalahan yang

muncul berkaitan dengan pencemaran lingkungan sebagai dampak dari

adanya pembangunan itu sendiri. Salah satu masalah yang berkaitan

dengan pencemaran lingkungan itu adalah menumpuknya sampah padat

(solid), yang selanjutnya akan berhubungan dengan masalah kesehatan

lingkungan.

Sampah menjadi masalah umum yang pelik dan sangat

mengkhawatirkan, baik bagi masyarakat yang ada di lingkungannya

maupun bagi Pemerintah yang membawahi daerah tersebut. Hal ini juga

dirasakan oleh Pemerintah Kabupaten Bantul.

                                                            1 Koesnadi Hardjasoemantri , 2005 , Hukum Tata Lingkungan ,Edisi Kedelapan , Cetakan

Kedelapan belas , Gadjah Mada University Press , Yogyakarta , hlm 5 .

3  

 

Bantul merupakan kota yang sudah memiliki kompleksitas,

dengan kemajuan pembangunannya yang sangat pesat. Pembangunan

baik sarana atau prasarana pemerintah maupun masyarakat telah

dilakukan, yang tentunya memberikan dampak positif maupun dampak

negatif, seperti kota-kota lain di Indonesia.

Penanganan dan upaya pengelolaan sampah itu sendiri di kota

Bantul tampak dengan jelas dilakukan oleh instansi yang dibentuk, yang

berkaitan dengan penanganan lingkungan. Wujud kepedulian tampak

jelas, salah satunya dengan diterimanya penghargaan Adipura tahun

1994. Namun demikian permasalahan sampah sampai saat ini masih

menjadi permasalahan yang harus diberi perhatian khusus, dikarenakan

produk yang satu ini tidak akan habis selama ada kehidupan.

Menurut Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 10 tahun

2000 tentang Ketertiban, Keindahan, Kesehatan Lingkungan dan

Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan, dan tinjauan sampah

menurut Rancangan Undang-undang Pengelolaan Sampah menyatakan

bahwa yang disebut dengan sampah adalah semua jenis buangan/kotoran

padat yang berasal dari kegiatan kehidupan masyarakat, termasuk puing-

puing sisa bangunan, limbah rumah tangga, limbah pertanian, limbah

industri, dan limbah lain yang sejenis.

Berdasarkan latar belakang diatas maka judul yang akan kami

ambil adalah tentang pengelolaan sampah padat di daerah Kabupaten

Bantul, maka disini kami membatasi penelitian hanya pada wilayah

4  

 

Kabupaten Bantul sebagai obyek. Hal ini dikarenakan secara umum

wilayah pedesaan yang ada di Kabupaten Bantul masih bisa di tangani

secara tradisional. Ini bisa dilakukan dengan cara mengumpulkan

sampah di halaman yang kemudian dibakar atau ditimbun apabila sudah

penuh. Karena sampah merupakan masalah yang tidak dapat

diselesaikan oleh masyarakat dan sampah masih akan menjadi masalah

besar di setiap daerah, apabila sampah tidak dikelola dengan baik maka

dengan ini sampah merupakan masalah yang tidak dapat diselesaikan,

karena pesatnya pembangunan dan sempitnya lahan penampungan.

Berdasarkan permasalahan diatas kami tertarik untuk mengambil

judul “PELAKSANAAN PENGELOLAAN SAMPAH PADAT DI

KABUPATEN BANTUL”.

1. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka dapat di-

rumuskan permasalahan sebagai berikut:

a. Bagaimanakah Pelaksanaan Pengelolaan Sampah Padat di

Kabupaten Bantul?

b. Hambatan–hambatan apa saja yang dihadapi oleh Pemerintah

Kabupaten Bantul dalam menangani masalah sampah padat?

5  

 

2. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian yang disampaikan dalam penelitian ini ada

2 (dua ) yaitu:

a. Tujuan obyektif:

1) Untuk mengetahui pengelolaan sampah padat oleh

Pemerintah Bantul memadai atau tidak memadai.

2) Untuk Mengetahui hambatan–hambatan dan penanganan

masalah sampah padat oleh Pemerintah Kabupaten Bantul.

b. Tujuan Subyektif:

1) Agar memperoleh data yang akurat dan kongkret tentang

masalah yang berhubungan sampah padat oleh Pemerintah

Kabupaten Bantul dan instansi yang terkait.

2) Syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada

Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

3. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Akademis: Menambah pengetahuan serta wawasan

di bidang ilmu hukum khususnya Hukum Administrasi Negara

(HAN).

b. Manfaat Praktis: Untuk memberikan pemikiran bagi

masyarakat dan pemerintah supaya lebih serius dalam

menangani sampah padat agar tidak semakin menumpuk dan

menimbulkan berbagai penyakit.

6  

 

BAB II

TINJAUAN PERATURAN HUKUM YANG BERKAITAN DENGAN

SAMPAH

A. Pengertian Sampah

Sampah secara umum dibedakan menjadi 2 (dua) jenis, yaitu

sampah organik (biasa disebut sampah basah) dan sampah anorganik

(sampah kering). Sampah basah adalah sampah yang berasal dari

makhluk hidup seperti daun-daunan, sampah dapur, dan lain–lain.

Sampah jenis ini dapat tergradasi (membusuk/hancur) secara alami.2

Menurut Juli Soemirat, sampah adalah segala sesuatu yang tidak

lagi dikehendaki oleh yang punya dan bersifat padat. Sampah ini ada

yang membusuk dan ada pula yang tidak membusuk. Sampah yang

mudah membusuk terutama terdiri dari atas zat- zat organik seperti sisa

sayuran, daging,daun dan lainnya. Sampah yang tidak mudah membusuk

berupa plastik, karet, kertas logam maupun debu, bahan bangunan bekas

dan lainnya. Kotoran manusia tidak termasuk kedalam definisi sampah

ini, demikian pula dengan bangkai hewan yang besar.3

                                                            2 Nur Hidayati, 2005, Mengelola Sampah Mengelola Gaya Hidup, Artikel, Wahana

Lingkungan Hidup Indonesia, Website :www.Walhi.com 3 Juli Soemirat Slamet, 2002, Kesehatan Lingkungan,Gadjah Mada Press, Yogyakarta,152.

7  

 

Atas dasar definisi diatas, maka sampah dapat dibedakan atas

dasar sifat-sifat biologis dan kimianya, sehingga akan lebih

memudahkan dalam pengelolaannya, sebagai berikut4:

1. Sampah yang dapat membusuk, seperti sisa makanan, daun, sampah

kebun dan sisa sampah lainnya. Sampah ini dalam pengelolaannya

menghendaki kecepatan baik pengumpulan maupun dalam

pembuangannya. Pembusukan sampah ini akan menghasilkan antara

lain gas metan, gas H2s yang bersifat racun bagi tubuh. Selain

beracun, gas H2s juga berbau busuk sehingga secara estetis tidak

dapat, jadi penumpukan sampah yang membusuk tidak dapat

dibenarkan. Di Negara yang sedang berkembang seperti Indonesia,

sampah kebanyakan terdiri atas sampah jenis ini. Tetapi bagi

lingkungan, sampah jenis ini relative kurang bahaya karena dapat

terurai dengan sempurna menjadi zat-zat anorganik yang yang

berguna bagi fotosintesa tumbuhan. Hanya saja orang harus

mengangkut dan membuangnya di tempat yang aman, dengan

kecepatan yang lebih daripada kecepatan membusuknya.

2. Sampah yang tidak dapat membusuk seperti kertas, plastik, karet,

gelas, logam dan lainnya. Sampah jenis ini apabila memungkinkan

sebaiknya didaur ulang sehingga dapat bermanfaat kembali baik

melalui proses ataupun secara langsung. Apabila tidak dapat didaur

                                                            4 Ibid hlm. 153.

8  

 

ulang, maka diperlukan proses seperti pembakaran, tetapi hasil ini

masih memerlukan penanganan lebih lanjut.

3. Sampah yang berupa debu/abu. Sampah jenis ini biasanya berupa

debu/abu hasil pembakaran, misalnya pembakaran bahan bakar

kendaraan bermotor. Sampah ini tentunya tidak membusuk, tetapi

dapat dimanfaatkan untuk mendatarkan tanah atau penimbunan

selama tidak mengandung zat beracun, maka abu tersebut tidak

terlalu berbahya bagi lingkungan dan masyarakat. Namun demikian

ukuran debu atau abu yang relative kecil (< 10 mikron) dapat

memasuki saluran pernafasan.

4. Sampah yang berbahaya bagi kesehatan, seperti sampah-sampah

yang berasal dari kegiatan industri yang mengandung zat-zat kimia

maupun zat fisis berbahaya. Sampah bahan berbahaya beracun (B3)

adalah sampah yang karena jumlahnya, atau konsentrasinya atau

karena sifat kimiawi, fisika, dan mikrobiologinya dapat

menyebabkan:

a. Meningkatkan mortalitas dan morbiditas secara bermakna, atau

menyebabkan penyakit yang tidak reversible ataupun sakit berat

yang pulih atau reversible.

b. Berpotensi menimbulkan bahaya di masa kini maupun masa yang

akan datang terhadap kesehatan atau lingkungan apabila tidak

diolah, ditransport, disimpan dan dibuang dengan baik.

9  

 

Secara kualitas maupun kuantitas sampah sangat dipengaruhi

oleh berbagai kegiatan dan taraf hidup masyarakat. Beberapa yang

penting adalah sebagai berikut:5

1) Jumlah Penduduk

Dapat dipahami bahwa semakin banyak penduduk semakin banyak

pula sampah yang dihasilkan. Pengelolaan sampah tersebut berpacu

dengan laju pertumbuhan penduduk.

2) Keadaan Sosial Ekonomi

Semakin tingi keadaan sosial ekonomi masyarakat, semakin banyak

pula jumlah perkapita sampah yang dibuang. Kualitas sampahnya

juga semakin banyak dan bersifat tidak dapat membusuk. Perubahan

kualitas sampah ini tergantung pada bahan yang tersedia, peraturan

yang berlaku serta kesadaran masyarakat akan persoalan sampah.

Kenaikan kesejahteraan hidup meningkatkan kegiatan konstruksi dan

pembaharuan bangunan-bangunan, transportasi akan bertambah,

produk pertanian, industri, dan lain sebagainnya.

3) Kemajuan Teknologi

Kemajuan teknologi akan menambah jumlah maupun kualitas

sampah, karena pemakaian bahan baku yang semakin beragam, cara

pengepakan dan produk manufaktur yang semakin beragam pula.

Lingkungan yang bersih, nyaman dan bebas dari sampah

merupakan hal yang sangat penting bagi masyarakat karena dengan

                                                            5 Ibid hlm.154 

10  

 

lingkungan yang bersih, nyaman dan bebas dari sampah masyarakat

akan terhindar dari suatu gangguan kesehatan. Disini Pemerintah

memerlukan dukungan dari semua lapisan masyarakat, baik masyarakat

desa maupun masyarakat kota. Eko Budiharjo menyebutkan bahwa

meliputi pengelolaan sampah padat termasuk penangannanya dan

pembuangannya. Pencegahan yang diperlukan untuk menjamin

lingkungan umum bebas dari resiko terhadap kesehatan.6

Dalam Undang–undang tentang ketentuan pengelolaan

lingkungan hidup memiliki ciri sebagai berikut:

a. Sederhana tetapi tidak dapat mencakup kemungkinan perkembangan

di masa depan sesuai dengan keeadaan, waktu dan tempat.

b. Mengandung ketentuan–ketentuan pokok sebagai dasar

pelaksanaanya lebih lanjut.

c. Mencakup semua segi di bidang lingkungan hidup agar dapat

menjadi dasar bagi pengaturan lebih lanjut segi masing–masing yang

akan dituangkan dalam bentuk peraturan tersendiri.7

Undang–undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan

Lingkungan Hidup yang disingkat UUPLH, Pasal 1 butir 1

menyebutkan bahwa lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan

semua benda, daya keadaan dan makhluk hidup, termasuk manusia dan

                                                            6 Eko Budiharjo, 2004, Sejumlah Masalah Pemukiman Kota, Edisi Pertama, Cetakan

keempat ,P.T.Alumni, Jakarta hlm 66 .

7 Daud Silalahi, Hukum Lingkungan Dalam Sistem Penegakkan Hukum Lingkungan

Indonesia ,Alumni,1992, Bandung, hlm 241.

11  

 

perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan peri kehidupan

dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya. Manusia disini

jelas terungkap hanya menjadi satu unsur dari lingkungan hidup. Disisi

lain manusia merupakan faktor utama dalam hal merusak, mencemari,

serta menguras lingkungan. Pada kenyataannnya manusia sangat

tergantung pada alam lingkungannya untuk melangsungkan hidupnya.

Kenyataan sebaliknya bahwa makhluk hidup lain dapat hidup

bergantung pada manusia (misalnya hewan dialam bebas dan tumbuhan).

Jadi causa prima dari kerusakan lingkungan dapat di pastikan karena

ulah atau aktivitas manusia untuk kelangsungan melestarikan lingkungan

sendiri sangatlah perlu penanganan yang serius, sehubungan dengan

kegiatan manusia yang menginginkan adanya kemajuan melalui

pembangunan.

Pembangunan lingkungan hidup bertujuan meningkatkan mutu,

memanfaatkan sumber daya alam secara berkelanjutan, merehabilitasi

kerusakan lingkungan, mengendalikan pencemaran dan meningkatkan

kualitas hidup.

Untuk mengatasi masalah ini sikap dan kelakuan masyarakat,

termasuk para birokrat, haruslah di ubah menjadi Ramah Lingkungan.

Ramah Lingkungan disini haruslah juga bersifat Pembangunan Ekonomi.

12  

 

B. Pengelolaan Sampah Menurut Undang–Undang Nomor 23 Tahun

1997

1. Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPLH)

Sampah apabila dibiarkan atau tidak dikelola dapat menjadi

ancaman yang serius bagi lingkungan dan kelangsungan hidup

manusia. Sampah yang membusuk merupakan sarang bakteri, lalat,

nyamuk, lipas, serangga dan lainnya. Selain itu timbunan sampah

dapat menimbulkan bahaya kebakaran dan keracunan. Contoh–

contoh di atas merupakan bentuk ancaman sampah yang tidak

dikelola dengan baik oleh masyarakat. Menurut pasal 1 butir 16

UUPLH menyatakan bahwa limbah adalah sisa suatu usaha atau

kegiatan. Dalam hal ini sampah merupakan salah satu sisa suatu

usaha dan atau kegiatan dari rumah tangga.

Di setiap desa yang ada di Bantul dalam menangani

kebersihan atau keindahan di setiap kelurahannya bertolak pada

Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 10 tahun 2000 tentang

Ketertiban, Keindahan, Kesehatan Lingkungan dan Retribusi

Pelayanan Persampahan/Kebersihan. Namun apabila didalam

prakteknya masyarakat melanggar Peraturan Daerah Nomor 10

Tahun 2000, maka Pemerintah mengantisipasinya tertuang dalam

Bab VII yang berisi tentang berbagai larangan terhadap masyarakat

dan berbagai larangan terhadap masyarakat dan berbagai mengenai

ketertiban, kebersihan, dan kesehatan lingkungan.

13  

 

Menurut Pasal 1 butir 12 UUPLH, Pencemaran lingkungan

hidup adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat,

energi dan atau komponen lainnya kedalam lingkungan hidup oleh

kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat

tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi

sesuai dengan peruntukannya.

Selanjutnya pada Pasal 1 butir 20 UUPLH menyebutkan

bahwa dampak lingkungan hidup adalah pengaruh perubahan pada

lingkungan hidup adalah pengaruh perubahan pada lingkungan yang

diakibatkan oleh suatu usaha dan atau kegiatan, oleh karena itu

pengelolaan sampah yang kurang baik dapat menimbulkan dampak

negatif bagi lingkungan dampak negatif yang timbul akibat

pengelolaan sampah yang buruk dapat menimbulkan pengaruh secara

langsung terhadap lingkungan hidup, berupa pencemaran

lingkungan.

Lingkungan hidup seharusnya dikelola dengan baik agar

dapat memberikan kehidupan dan kesejahteraan bagi manusia

adapun tujuan pengelolaan lingkungan adalah sebagai berikut:

a) Tercapainya keselarasan hubungan antara manusia dengan

lingkungan hidup sebagai tujuan membangun manusia

seutuhnya.

b) Terkendalinya pemanfataan sumber daya secara bijaksana.

c) Terwujudnya manusia sebagai pembina lingkungan hidup.

14  

 

d) Terlaksananya pembangunan berwawasan lingkungan untuk

generasi sekarang dan mendatang.

e) Terlindunginya Negara terhadap dampak kegiatan luar wilayah

Negara yang menyebabkan kerusakan dan pencemaran

lingkungan.

Kelestarian alam sangat dibutuhkan untuk menopang

kebutuhan hidup manusia. Ironisnya, justru kerusakan alam dan

penurunan daya dukung lingkungan sebagian besar berkibatkan oleh

kekesadargiatan manusia dengan berbagai kegiatannya. Dengan

demikian, terdapat berbagi kesenjangan pada manusia tentang

dengan belum dimilikinya kesadaran dan kepedulian. Untuk itu

maka kesenjangan tersebut harus segera diambil tindakan agar

manusia memahami pentingnya mengelola lingkungan hidup melalui

pendidikan, pelatihan, informasi, dan sebagainya.

Terwujudnya manusia sebagai pengelola lingkungan hidup

menjadi harapan kita semua agar kelestarian lingkungan dapat serasi

dan seimbang sesuai dengan peruntukannya. Disinilah dibutuhkan

peran semua pihak dan seluruh lapisan masyarakat agar berperan dan

berpatisipasi untuk mengelola lingkungan hidup. Peran strategis

untuk mengelola lingkungan hidup terutama pada pihak pemerintah

yang memiliki kewenangan seperti eksplorasi sumber-sumber lain.

Unsur penting bagi tercapainya pembangunan berwawasan

lingkungan adalah terwujudnya manusia sebagai Pembina

15  

 

lingkungan hidup dimanapun berada. Pemerintah mempunyai peran

yang sangat penting atau startegis yaitu mengeluarkan kebijakan dan

mengawasinya. Mereka yang bergerak di sektor dunia usaha industri,

jasa berperan langsung untuk mencemari atau tidak mencemari

lingkungan hidup. Manusia yang bergerak di sektor pendidikan

mempunyai peran penting untuk jangka panjang, karena akan

membentuk manusia yang seutuhnya agar mempunyai wawasan dan

kepedulian terhadap lingkungan hidup. Masyarakat umum juga

mempunyai peran yang penting dimanapun berada untuk secara aktif

menjaga dan melindungi lingkungan agar terhindar dari kerusakan.

Dampak dari pembangunan yang tidak berwawasan

lingkungan, pada umumnya mengakibatkan lingkungan dan

penurunan daya dukung lingkungan. Kondisi tersebut merupakan

konstribusi dari pemerintah sebagai pengambil dan pengawas

kebijakan serta dunia usaha sebagai pihak yang berperan langsung di

sektor pembangunan. Akibat dari pembangunan yang tidak

bertanggung jawab lingkungan akan rusak dan masyarakatlah yang

akan menanggung dampaknya.

Kegiatan pembangunan seharusnya berkelanjutan dan

mengacu pada kondisi alam dan pemanfaatannya berwawasan

lingkungan. Adapun ciri-ciri pembangunan yang berwawasan

lingkungan adalah:

16  

 

1) Menjaga kelangsungan hidup manusia dengan cara melestarikan

fungsi dan keampuan ekosistem yang mendukungnya, baik secara

langsung maupun tidak langsung.

2) Memanfaatkan sumber daya alam secara optimal dala arti

memanfaatkan sumber daya alam sebanyak alam dan teknologi

pengelolaan mampu menghasilkannnya secara lestari.

3) Memberi kesempatan kepada sektor dan kegiatan lainnya di daerah

untuk berkembang bersama-sama baik dalam kurun waktu berbeda

secara berkelanjutan.

4) Meningkatakan dan melestarikan kemampuan dan fungsi

ekosistem untuk memasok sumber daya alam, melindungi serta

mendukung kehidupan secara terus-menerus.

5) Menggunakan prosedur dan tata cara yang memperhatikan

kelestarian fungsi dan kemampuan ekosistem untuk mendukung

kehidupan baik sekarang maupun yang akan datang.

Dalam upaya mendukung tujuan pembangunan yang

berkelanjutan telah dilakukan upaya-upaya memasukkan unsur

lingkungan dalam memperhitungkan kelayakan suatu pembangunan.

Unsur-unsur lingkungan yang menjadi satu paket dengan kegiatan

pembangunan yang bekelanjutan akan lebih menjamin kelestarian

lingkungan hidup dan mempertahankan dan/atau memperbaiki daya

dukung lingkungannya. Dengan dimasukkannya unsur-unsur

17  

 

lingkungan menjadi satu paket dengan pembangunan berkelanjutan

seharusnya sekaligus memperhitungkan kelayakan ekonominya.

Dalam Bab II pada Pasal 3 butir 1 menyebutkan bahwa

pengelolaan lingkungan hidup yang diselenggarakan dengan asas

tanggung jawab negara, asas berkelanjutan, dan asas manfaat

bertujuan untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang

berwawasan lingkungan hidup dalam rangka pembangunan manusia

Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia

seluruhnya yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha

Esa.

Untuk menjamin pelestarian, setiap usaha dan atau kegiatan,

dilarang melanggar baku mutu dan kriteria baku kerusakan

lingkungan, maka dari itu Undang–undang Lingkungan Hidup

memuat asas dan prinsip bagi pengelolaan lingkungan hidup

sehingga berfungsi sebagai “payung” bagi penyusun peraturan

perundang–undangan lainnya yang berkaitan dengan lingkungan

hidup bagi dan bagi penyesuaian peraturan perundangan- undangan

yang telah ada.8

                                                            8  SF Marbun, dkk, Dimensi–Dimensi Hukum Administrasi Negara, UII Press,

Yogyakarta, November 2002, Hal.298.

18  

 

Dalam Pasal 4 Undang–undang Nomor 23 Tahun 1997

disebutkan bahwa sasaran pengelolaan lingkungan hidup adalah:

a. Tercapainya keselarasan, kelestarian dan keseimbangan antara

manusia dan lingkungan hidup.

b. Terwujudnya manusia Indonesia sebagai insan lingkungan hidup

yang memiliki sikap dan melindungi dan membina lingkungan

hidup.

c. Terjadinya kepentingan, generasi masa kini dan generasi masa

depan.

d. Terciptanya kelestarian fungsi lingkungan hidup.

e. Terkendalinya pemanfaataan sumber daya secara bijaksana.

f. Terlindunginya Negara Kesatuan Republik Indonesia terhadap

dampak usaha dan/atau kegiatan di luar wilayah negara yang

menyebabkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.

Menurut Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang

Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan hidup yang

selanjutnya disingkat UULH, landasan hukum ganti kerugian apabila

ada pencemaran atau perusakan lingkungan menurut UULH diatur

dalam Pasal 20. Dalam pasal tersebut dinyatakan bahwa pelaku

usaha yang merusak atau mencemarkan lingkungan hidup memikul

tanggung jawab dengan membayar ganti rugi kepada penderita yang

yang telah dilanggar haknya atas lingkungan hidup yang baik dan

19  

 

sehat. Dengan digantikannya UULH dengan UUPLH maka Pasal 20

itu diakomodasikan ke dalam Pasal 34 tentang ganti kerugian.

Untuk mengurangi tingkat pencemaran lingkungan maka

pertama kali yang harus kita lakukan adalah efisiensi pengolahan

bahan dalam setiap kegiatan pembangunan dan mengembangkan

teknologi daur ulang dalam kegiatan–kegiatan tersebut, sehingga

limbah yang akan terjadi semakin berkurang. Disamping itu akan

dikembangkan juga pengaturan nilai ambang batas–batas limbah

maksimal yang masih boleh dibuang kedalam lingkungan hidup yaitu

tidak melebihi kemampuan lingkungan alam untuk mencerna

limbah–limbah tersebut, hal ini akan tetap dan dilaksanakan secara

kontinyu.9

Kerusakan dan pencemaran yang terjadi akibat ulah manusia

secara pasti telah ditetapkan Allah SWT melalui firman-Nya dalam

Al-quran Surah Ar-Rum ayat 41 yang berbunyi “Telah tampak

kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan

manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari

(akibat) perbuatan mereka,agar mereka kembali (kejalan yang

benar)”.

Disini disebutkan bahwa pencemaran dapat dicegah yaitu

dengan cara dengan diadakannya pengendalian pencemaran

lingkungan hidup. Program ini bertujuan untuk mengurangi

                                                            9 Hardjosumantri, Koesnadi,Hukum Tata Lingkungan ,ke -9, Edisi ke -5, hlm 73.

20  

 

penurunan kualitas lingkungan hidup, seperti lingkungan perairan

dan udara, sebagai akibat dari kegiatan manusia yang menimbulkan

pencemaran. Pihak-pihak yang memberikan konstribusi mencemari

lingkungan hidup seharusnya melakukan identifikasi sehingga

pencemaran yang timbul bukan dalam bentuk perkiraan tetapi dalam

bentuk data yang akurat.Untuk mendapatkan data yang akurat,

dilakukan pengujian sesuai standar atau peraturan yang berlaku. Ini

dilakukan untuk mengetahui hasil pengujian melanggar peraturan

atau tidak, maka hasil pengujian tersebut diperbandingkan dengan

peraturan yang ada.

Apabila sudah diketahui terdapat pencemaran, maka harus

dilakukan tindakan pengendalian agar tidak mempunyai dampak

negatif terhadap lingkungan hidup. Pengendalian yang dilakukan

pada dasarnya terdapat dua langkah. Langkah pertama yaitu dengan

mengurangi sumber pencemaran dengan melakukan pengendalian

yang diperlukan, sehingga dapat memperkecil jumlah pencemaran.

Langkah kedua, yaitu dengan menggunakan peralatan keselamatan

bagi operator yang berada di sekitar sumber pencemaran.

Sampah yang menimbun dan tidak segera diangkut

merupakan salah satu penyebab pencemaran lingkungan. Akibat dari

pencemaran lingkungan selain merusak lingkungan sekitar, juga

dapat menimbulkan penyakit bagi manusia. Sampah merupakan

masalah bersama yang sampai saat ini tidak bisa diatasi dengan baik.

21  

 

Oleh karena itu, perlu dicari upaya agar masyarakat dapat ikut

berperan serta dalam menangani sampah.

Dalam Pasal 9 butir ke 2 menyebutkan bahwa pengelolaan

lingkungan hidup, dilaksanakan secara terpadu oleh instansi

pemerintah sesuai dengan tugas dan tanggungjawab masing-masing,

masyarakat, serta pelaku pembangunan yang lain dengan

memperhatikan keterpaduan keterpaduan perencanaan dan

pelaksanaan kebijaksanaan pengelolaan lingkungan hidup.

Namun disini disebutkan bahwa dalam rangka pengelolaan

lingkungan hidup pemerintah berkewajiban, antara lain:

a) Mewujudkan, menumbuhkan, mengembangkan, dan

meningkatkan kesadaran dan tanggung jawab para pengambil

keputusan dalam pengelolaan lingkungan hidup.

b) Mewujudkan, menumbuhkan, mengembangkan dan

meningkatkan kesadaran akan hak dan tanggung jawab

masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup.

c) Mewujudkan, menumbuhkan, mengembangkan dan

meningkatkan kemitraan antara masyarakat, dunia usaha dan

pemerintah dalam upaya pelestarian daya dukung dan daya

tamping lingkunga hidup.

d) Mengembangkan dan menerapkan perangkat yang bersifat

preventif, dan proaktif dalam upaya pencegahan penurunan daya

dukung dan daya tamping lingkungan.

22  

 

e) Memanfatkan dan mengembangkan teknologi yang akrab dengan

lingkungan hidup.

Wujud peran serta masyarakat telah diatur dalam Bab III

UUPLH tentang Hak, Kewajiban dan Peran serta Masyarakat.

Masyarakat sebagi produsen sampah mempunyai kewajiban-

kewajiban untuk memelihara lingkungan, seperti yang telah diatur

dalam Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2) UUPLH sebagai berikut:

1. Setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi

lingkungan hidup serta mencegah dan menanggulangi

pencemaran dan perusakkan lingkungan hidup.

2. Setiap orang yang melakukan usaha dan atau kegiatan

berkewajiban memberikan informasi yang benar dan akurat

mengenai pengelolaan lingkungan hidup.

Pada penjelasan Pasal 6 ayat (1) UUPLH diterangkan

bahwa kewajiban-kewajiban mengandung makna setiap orang turut

berperan serta dalam upaya memelihara lingkungan hidup. Misalnya

peran serta dalam mengembangkan budaya bersih lingkungan hidup,

kegiatan penyuluhan dan bimbingan di bidang lingkungan hidup.

Selanjutnya pada penjelasan Pasal 6 ayat (2) UUPLH

diterangkan bahwa informasi yang benar dan akurat itu dimaksudkan

untuk menilai ketaatan penanggung jawab usaha dan atau kegiatan

terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan.

23  

 

Selain kewajiban-kewajiban diatas, masyarakat sebagai

makhluk individu dan sosial yang dapat terkena dampak secara

langsung akibat pengelolaan sampah yang kurang baik, juga

mempunyai hak-hak atas lingkungan yang sehat dan baik. Hak-hak

masyarakat UUPLH diatur dalam Pasal 5 ayat (1), ayat (2) dan ayat

(3) sebagai berikut:

1. Setiap orang mempunyai hak yang sama atas lingkungan hidup

yang baik dan sehat.

2. Setiap orang mempunyai hak atas informasi lingkungan hidup

yang berkaitan dengan peran dalam pengelolaan lingkungan

hidup.

3. Setiap orang mempunyai hak untuk berperan dalam rangka

pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

Hak atas informasi lingkungan hidup merupakan suatu

konskuensi logis dari hak berperan dan hak berperan dalam

pengelolaan lingkungan hidup yang berlandaskan pada asas

keterbukaan. Hak atas informasi lingkungan hidup akan

meningkatkan nilai dan efektivitas peran serta dalam pengelolaan

lingkungan hidup, disamping akan membuka peluang bagi

masyarakat untk mengaktualisasikan haknya atas lingkungan hidup

yang baik dan sehat.

24  

 

Informasi lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 5 ayat (2) UUPLH diatas dapat berupa data, keterangan,

atau informasi lain yang berkenaan dengan pengelolaan lingkungan

hidup yang menurut sifat dan tujuannya memang terbuka untuk

masyarakat, seperti dokumen analisis mengenai dampak lingkungan

hidup, laporan evaluasi hasil pemantauan lingkungan hidup, baik

pemantauan penataan maupun perubahan kualitas lingkungan hidup,

dan rencana tata ruang.

Masyarakat, seperti yang telah diatur dalam Pasal 7 ayat (1)

UUPLH mempunyai kesempatan yang sama dan seluas-luasnya

untuk berperan dalam pengelolaan lingkungan hidup, agar berfungsi

dengan baik. Pelaksanaan peran serta masyarakat dalam

pengelolaan lingkungan hidup diatur dalam Pasal 7 ayat (2)

UUPLH.

Selanjutnya dalam Bab IV tentang Wewenang Pengelolaan

Lingkungan Hidup UUPLH menyebutkan bahwa wewenang

pengelolaan lingkungan hidup ini menjadi tanggung jawab Negara.

Menurut Pasal 8 ayat (1), Sumber daya alam yang dikuasai Negara

digunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat, serta

pengaturannya ditentukan oleh Pemerintah.

Sebagai konskuensi dari penguasaan sumber daya alam yang

sebesar-besarnya, Pemerintah bertanggung jawab terhadap

pengelolaan lingkungan hidup, agar dapat berfungsi dengan baik.

25  

 

Salah satu wujud dari pengelolaan lingkungan hidup adalah dengan

mengelola sampah.

Wujud dari tanggung jawab pemerintah dalam mengelola

sampah, misalnya dalam menyediakan dan mengoperasionalkan

alat-alat pengangkut sampah, menyediakan bak-bak sampah, dan

memilih Lokasi Pembuangan Akhir. Hal ini sesuai dengan

ketentuan Pasal 8 ayat (2) UUPLH, yang mengatur tentang bentuk

tanggung jawab pemerintah dalam pengelolaan lingkungan hidup,

sebagai berikut:

a) Mengatur dan mengembangkan kebijaksanaan dalam rangka

pengelolaan lingkungan hidup.

b) Mengatur penyediaan, peruntukan, penggunaan, pengelolaan

lingkungan hidup, dan pemanfaatan kembali sumber daya alam,

termasuk sumber daya genetika.

c) Mengatur perbuatan hukum dan hubungan hukum antara

orangdan/atau subjek hukum lainnya serta perbuatan hukum

terhadap sumber daya alam dan sumber daya buatan, termasuk

sumber daya genetika.

d) Mengendalikan kegiatan yang mempunyai dampak sosial.

e) Mengembangkan pendanaan bagi upaya pelestarian fungsi

lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan

yang berlaku.

26  

 

Pengelolaan lingkungan hidup, dilaksanakan sesuai secara

terpadu oleh instansi pemerintah sesuai dengan bidang tugas dan

tanggung jawab masing-masing, masyarakat, serta pelaku

pembangunan dengan memperhatikan keterpaduan perencanaan dan

pelaksanaan kebijaksanaan nasional dengan pengelolaan lingkungan

hidup. Hal ini sesuai dengan ketentuan pada Pasal 9 ayat (2)

UUPLH. Dengan memperhatikan pasal diatas, jelas peran

masyarakat sangat dibutuhkan dalam pengelolaan lingkungan hidup.

Dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup, seperti yang diatur

dalam Pasal 10 UUPLH, Pemerintah mempunyai kewajiban sebagai

berikut:

1) mewujudkan, menumbuhkan, mengembangkan dan

meningkatkan kesadaran dan tanggung jawab para pengambil

keputusan dalam pengelolaan lingkungan hidup.

2) mewujudkan, menumbuhkan, mengembangkan dan

meningkatkan kesadaran akan hak dan tanggung jawab

masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup.

3) mewujudkan, menumbuhkan, mengembangkan dan

meningkatkan kemitraan antara masyarakat, dunia usaha dan

Pemerintah dalam upaya pelestarian daya dukung dan daya

tampung lingkungan hidup.

27  

 

4) mengembangkan dan menerapkan kebijaksanaan nasional

pengelolaan lingkungan hidup yang menjamin terpeliharanya

daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup.

5) mengembangkan dan menerapkan perangkat yang bersifat

preemtif, preventif, dan proaktif dalam upaya pencegahan

penurunan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup.

6) memanfaatkan dan mengembangkan teknologi yang akrab

lingkungan hidup.

7) menyelenggarakan penelitian dan pengembangan di bidang

lingkungan hidup.

8) menyediakan informasi lingkungan hidup dan

menyebarluaskannya kepada masyarakat.

9) memberikan penghargaan kepada orang atau lembaga yang

berjasa dibidang lingkungan hidup.

Selanjutnya dalam Pasal 12 ayat (1) diatur, bahwa untuk

mewujudkan keterpaduan dan keserasian pelaksanaan kebijaksanaan

nasional tentang Pengelolaan lingkungan hidup, pemerintah

berdasarkan peraturan perundang-undangan dapat:

a. Melimpahkan wewenang tertentu pengelolaan lingkungan hidup

kepada perangkat di wilayah. Pada penjelasan ketentuan ini

diterangkan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia kaya

akan keanekaragaman potensi sumber daya alam hayati dan non

hayati, karakteristik kebhinekaan budaya masyarakat dan aspirasi

28  

 

dapat menjadi modal utama pembangunan nasional. Untuk itu

guna mencapai keterpaduan dan kesatuan pola pikir, dan gerak

langkah yang menjamin terwujudnya pengelolaan lingkungan

hidup secara berdaya guna dan berhasil guna yang berlandaskan

Wawasan Nusantara, maka Pemerintah Pusat dapat menetapkan

wewenang tertentu dengan kondisi daerah baik potensi alam

maupun kemampuan daerah, kepada perangkat instansi pusat

yang ada di daerah dalam rangka pelaksanaan asas dekonsentrasi.

b. Mengikutsertakan peran Pemerintah Daerah untuk membantu

Pemerintah Pusat dalam pelaksanaan pengelolaan lingkungan

hidup di daerah. Pemerntah pusat atau Pemerintah Daerah

Propinsi dapat menugaskan kepada Pemerintah Daerah

Kabupaten untuk berperan dalam pelaksanaan kebijaksanaan

pengelolaan lingkungan hidup sebagai tugas pembantuan.

Melalui tugas pembantuan ini maka wewenang, pembiayaan,

peralatan dan tanggung jawab tetap berada pada pemerintah yang

menugaskannya.

Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 10 Tahun 2000

tentang Ketertiban, Keindahan, Kesehatan Lingkungan dan Retribusi

Pelayanan Persampahan/Kebersihan menyebutkan bahwa peran serta

masyarakat dalam mengelola persampahan cukup besar hal ini dapat

dilihat pada kegiatan-kegiatan sebagai berikut:

29  

 

1) Kegiatan pengelolaan sampah mandiri

2) Kegiatan pewadahan dan pengumpulan

3) Penyediaan sarana kebersihan

4) Gerakan kebersihan lingkungan

5) Aktif membyar retribusi

6) Pengawasan dan monitoring

7) Sebagai penyedia jasa layanan sampah

8) Melapor dan mencegah terjadinya pembuangan sampah liar

Akan tetapi mengenai tempat pengumpulan, penumpukan dan

kebersihan: jalan, sungai dan saluran, tempat-tempat umum

masyarakat belum terlihat menanganinya secara baik10.

Pelaku pembangunan juga turut serta berperan serta dalam

pengelolaan lingkungan hidup, sesuai dengan ketentuan Pasal 9 ayat

(2) seperti yang telah disebutkan diatas. Tidak ditemukan penjelasan

lebih lanjut mengenai siapakah yang dimaksud dengan pelaku

pembangunan tersebut namun pada penjelasan Pasal 10 huruf c

disebutkan mengenai para pelaku pengelolaan lingkungan hidup

yaitu pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat termasuk antara lain

lembaga swadaya masyarakat dan organisasi profesi keilmuan dari

penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa pelaku pembangunan

adalah Dunia usaha.

                                                            10 Dokumen Dinas Pekerjaan Umum Tentang Satuan Kerja Pengembangan Kinerja

Pengelolaan Persampahan dan Drainase DIY.

30  

 

Untuk mencapai hal tersebut, asumsi “membuang” dalam

pengelolaan sampah yang harus diganti dengan tiga prinsip–prinsip

baru sebagai berikut :

Pertama, Sampah yang dibuang harus dipilah, sehingga tiap

bagian dapat dikomposkan atau didaur-ulang secara optimal, daripada

dibuang ke sistem pembuangan yang tercampur seperti yang ada saat

ini.

Kedua, pemerintah Kabupaten Bantul harus mau mendesak

industri-industri yang memasarkan produknya ke wilayah Kabupaten

Bantul agar mendesain ulang produk-produk berdasarkan prinsip

reduce, reuse, recyle serta mensosialisasikan kepada konsumennya

prinsip memilah sampah untuk memudahkan proses daur-ulang

produk tersebut. Prinsip ini berlaku untuk semua jenis dan alur

sampah. Pembuangan sampah yang tercampur merusak dan

mengurangi nilai dari material yang mungkin masih bisa

dimanfaatkan lagi.

Ketiga, program pengelolaan sampah di Kabupaten Bantul

harus disesuaikan dengan kondisi setempat agar berhasil, dan tidak

mungkin dibuat sama dengan kota lainnya. Program pengelolaan

sampah seharusnya tidak begitu saja mengikuti pola program yang

telah berhasil dilakukan di negara-negara maju, mengingat perbedaan

kondisi-kondisi fisik, ekonomi, hukum dan budaya. Khususnya sektor

informal di Kabupaten Bantul khususnya tukang sampah atau

31  

 

pemulung merupakan suatu komponen penting dalam sistem

penanganan sampah yang ada saat ini, dan peningkatan kinerja

mereka harus menjadi komponen utama dalam sistem penanganan

sampah.

Berkaitan dengan sampah berbahaya (B3) dibutuhkan

penanganan khusus. Pemilahan sampah di sumber merupakan hal

yang paling tepat dilakukan agar potensi penularan penyakit dan

berbahaya dari sampah yang umum. Sampah yang secara potensial

menularkan penyakit memerlukan penanganan dan pembuangan, dan

beberapa teknologi non-insinerator mampu mendisinfeksi sampah

medis ini. Teknologi-teknologi ini biasanya lebih murah secara

teknis, tidak rumit, dan rendah pencemarannya bila dibandingkan

dengan insenator.

Selanjutnya diatur dalam Pasal 15 ayat (1) UUPLH, bahwa

setiap rencana usaha dan/atau kegiatan yang kemungkinan dapat

menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup,

wajib memiliki analisis mengenai dampak lingkungan hidup.

Pada Pasal 1 butir 21 UUPLH diatur, bahwa yang dimaksud

dengan AMDAL adalah analisi mengenai dampak lingkungan hidup

yaitu kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha

dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang

diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang

penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. Penjelasan Pasal 15 ayat

32  

 

(1) UUPLH menyebutkan bahwa analisis mengenai dampak

lingkungan disatu sisi merupakan bagian studi kelayakan untuk

melaksanakan suatu rencana usaha dan/atau kegiatan, di sisi lain

merupakan syarat yang harus dipenuhi untuk mendapatkan izin

melakukan usaha dan/atau kegiatan.

Dalam setiap usaha atau kegiatan yang menimbulkan dampak

besar dan penting terhadap lingkungan hidup wajib memeliki analisis

mengenai dampak lingkungan hidup untuk memperoleh izin

melakukan suatu usaha dan atau kegiatan. Dalam hal ini undang-

undang tidak membedakan antara instansi pemerinth, orang perorang

atau masyarakat. Maka setiap kegiatan harus dengan syarat analisis

dampak lingkungan (AMDAL) yang diatur oleh Peraturan

pemerintah Pasal (7) ayat 1 Nomor 27 Tahun 1999 tentang AMDAL:

"Analisis mengenai dampak lingkungan hidup merupakan

syarat yang harus dipenuhi untuk mendapatkan izin melakukan usaha

dan/atau kegiatan yang diterbitkan oleh penjabat yang berwenang”.

Pasal ini diharapkan menjadi perhatian bagi setiap usaha yang

ingin mengajukan permohonan izin dan dapat mengawasi setiap jenis

kegiatan yang dilakukan sehingga tidak menimbulkan kerugian bagi

lingkungan dan masyarakat. Dalam menerbitkan izin melakukan

usaha dan atau kegiatan wajib memperhatikan:

a) Rencana tata ruang

b) Pendapat masyarakat

33  

 

c) Pertimbangan dan rekomendasi penjabat yang berwenang, yang

berkaitan dengan usaha dan atau kegiatan tersebut.

Tanpa suatu keputusan izin, setiap orang dilarang melakukan

pembuangan limbah ke media lingkungan hidup. Hal ini sesuai

dengan ketentuan pada Pasal 20 ayat (1) UUPLH yang menyebutkan

bahwa tanpa suatu keputusan izin, setiap orang dilarang melakukan

pembuangan limbah ke media lingkungan hidup.

Menurut ketentuan Pasal 1 butir 16 UUPLH, limbah adalah

sisa suatu usaha atau kegiatan. Pembuangan limbah ke media

lingkungan hidup sebagaimana dimaksudkan di atas hanya dapat

dilakukan di lokasi pembuangan yang ditetapkan oleh Menteri. Hal

ini sesuai dengan ketentuan pada Pasal 20 ayat (4) UUPLH.

Kemudian pada penjelasan Pasal 20 ayat (4) UUPLH diterangkan,

bahwa suatu usaha dan/atau kegiatan akan menghasilkan limbah.

Pada umumnya limbah tersebut harus diolah terlebih dahulu sebelum

dibuang ke media lingkungan hidup sehingga tidak menimbulkan

pencemaran atau perusakan lingkungan hidup.

Pembuangan (dumping) adalah pembuangan limbah sebagai

residu suatu usaha dan/atau kegiatan dan/atau bahan lain yang tidak

terpakai atau kadaluwarsa kedalam media lingkungan hidup, baik

tanah, air, maupun udara. Pembuangan limbah dan/atau bahan

tersebut ke media lingkungan hidup akan menimbulkan dampak

terhadap ekosistem. Pembuangan limbah ke media lingkungan hidup

34  

 

merupakan hal yang dilarang, kecuali ke media lingkungan hidup

tertentu yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

Permohonan pencabutan izin usaha dan/atau kegiatan dapat

diajukan oleh Kepala Daerah setempat dan pihak lain yang

berkepentingan. Hal ini sesuai dengan ketentuan pada Pasal 27 ayat

(2) menyebutkan bahwa Kepala Daerah mengajukan usul untuk

mencabut izin dan /atau kegiatan kepada penjabat yang berwenang.

Menurut ketentuan Pasal 27 ayat (3) juga menyebutkan,

bahwa Pihak yang berkepentingan dapat mengajukan permohonan

kepada penjabat yang berwenang untuk mencabut izin usaha dan

atau/ kegiatan karena merugikan kepentingannya.

Apabila ada warga masyarakat yang terganggu kesehatannya

dengan adanya pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup

sebagai akibat pembuangan (dumping) yang dilakukan oleh suatu

usaha dan/atau kegiatan, masyarakat berhak mengajukan gugatan

perwakilan ke pengadilan dan/atau melaporkan ke penegak hukum

mengenai berbagai masalah lingkungan hidup yang merugikan

kehidupan masyarakat. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 37 ayat

(1) UUPLH, kemudian pada penjelasan ayat ini diterangkan bahwa

yang dimaksudkan hak mengajukan gugatan perwakilan pada ayat ini

adalah sekelompok kecil masayarakat untuk bertindak mewakili

masyarakat dalam jumlah besar yang dirugikan atas dasar kesamaan

35  

 

permasalahan, fakta hukum, dan tuntutan yang ditimbulkan karena

pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.

C. Pengelolaan Sampah menurut Undang-undang Nomor 18 Tahun

2008 Tentang Pengelolaan Sampah.

Beberapa pengelolaan sampah yang telah dilaksanakan antara lain

adalah:

1. Teknologi Komposting

Pengomposan adalah salah satu cara pengolahan sampah,

merupakan proses dekomposisi dan stabilisasi bahan secara biologis

dengan produk akhir yang cukup stabil untuk digunakan di lahan

pertanian tanpa pengaruh yang merugikan (Haug, 1980). Penelitian

yang dilakukan oleh Wahyu (2008) menemukan bahwa pengomposan

dengan menggunakan metode yang lebih modern (aerasi) mampu

menghasilkan kompos yang memiliki butiran lebih halus, kandungan

C, N, P, K lebih tinggi dan pH, C/N rasio, dan kandungan Colform

yang lebih rendah dibandingkan dengan pengomposan secara

konvensional.

2. Pengelolaan sampah mandiri

Pengelolaan sampah mandiri adalah pengelolaan sampah yang

dilakukan oleh masyarakat di lokasi sumber sampah seperti di rumah-

rumah tangga. Masyarakat perdesaan yang umumnya memiliki ruang

pekarangan lebih luas memiliki peluang yang cukup besar untuk

melakukan pengolahan sampah secara mandiri. Model pengelolaan

36  

 

sampah mandiri akan memberikan manfaat lebih baik terhadap

lingkungan serta dapat mengurangi beban TPA.

3 . Pengelolaan sampah berbasis masyarakat

1) Berbagai masalah yang dihadapi masyarakat dalam pengelolaan

sampah pemukiman kota yaitu: masalah pengadaan lahan untuk lokasi

devo, terbatasnya peralatan teknologi dan perawatannnya, terbatasnya

dana untuk perekrutan tenaga kerja baru yang memadai, produksi

kompos yang masih rendah, sulit dan terbatasnya pemasaran kompos

sehingga secara ekonomi pengelola cendrung mengalami defisit.

2) Model pengelolaan sampah pemukiman kota yang berbasis sosial

kemasyarakatan dapat dilakukan secara adaptif dengan memperhatikan

aspek karakteristik sosial dan budaya masyarakat, aspek ruang

(lingkungan), volume, dan jenis sampah yang dihasilkan.

Pola pengelolaan sampah berbasis masyarakat sebaiknya

dilakukan secara sinergis (terpadu) dari berbagai elemen (Desa,

pemerintah, LSM, pengusaha/swasta, sekolah, dan komponen lain

yang terkait) dengan menjadikan komunitas lokal sebagai objek dan

subjek pembangunan, khususnya dalam pengelolaan sampah untuk

menciptakan lingkungan bersih, aman, sehat, asri, dan lestari

37  

 

STRUKTUR ORGANISASI

TPA SAMPAH PIYUNGAN KABUPATEN BANTUL

KEPALA ADMIN UMUM

Sunarto S.H.

KEPALA SEKSI OPERASIONAL

Soeroto

KEPALA SEKSI PEMELIHARAAN

Sumito

KEPALA SEKSI PERENCANAAN

Sudaryono ST.

STAF ADMIN UMUM

Sudarmanto SE. Ibnu

Zulkarnanto.S.Psi.

STAF OPERASIONAL

Sugiyanto SE

PETUGAS OPERASIONAL

1. Rustamto 2. Yulianto 3. Santoso 4.Widayatin Heri

Purnomo 5.Yudha Nur

yuswanto 6. Wahyu

Sarjunadi 7. Tukijo 8. Kismadi

Pengemudi Dalwanto Sugiran

Operator Timbangan 1. Mujinar 2. Endi Fatoni

Anwar 3. Beny Surya

Aditya 4. Rohadi 5. Anang

Christanto

Penjaga Samto Giyono Wukir

STAF PEMELIHARAAN

Tohari

PETUGAS PEMELIHARAAN 1. Ponidi 2. Heru Purnama 3.Purwanta 4. Eko widodo 5.. Suprapriyadi

OPERATOR ALAT BERAT 1. Suryanto 2. Suwandi 3. Narjo 4. Suyono 5. Iksanudin

STAF PERENCANAAN Ariyanto Wibowo S.H.

KEPALA UNIT Muh.Zainudin ST.MT.

38  

 

C. Pengelolaan Sampah menurut Peraturan Daerah Kabupaten Bantul

Nomor 10 Tahun 2000 Tentang Ketertiban, Keindahan, Kesehatan

Lingkungan dan Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan.

Dengan semakin tingginya pertambahan penduduk dan

meningkatnya aktivitas kehidupan masyarakat di Kabupaten Bantul,

berakibat semakin banyak pula volume sampah yang dihasilkan yang

jika tidak dikelola secara baik dan teratur bisa menimbulkan berbagai

masalah, bukan saja bagi pemerintah Daerah tetapi juga bagi seluruh

masyarakat. Penumpukan sampah dapat menyebabkan turunnya estetika

lingkungan karena akan merusak Keindahan, yang pada akhirnya dapat

menimbulkan keraturan perusakan lingkungan.

Pasal 1 butir 10 Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 10

Tahun 2000 tentang Ketertiban, Keindahan, Kesehatan Lingkungan dan

Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan menyatakan bahwa

sampah yang disebut sampah adalah semua jenis buangan/kotoran padat

yang berasal dari kegiatan kehidupan masyarakat, termasuk puing-puing

sisa bangunan, limbah rumah tangga, limbah pertanian, limbah industri

dan limbah lain yang sejenis. Sumber pembawa/penghasil sampah

didaerah Kabupaten Bantul menyangkut masalah pelayanan terhadap

persampahan atau kebersihan sesuai Ketentuan Umum Peraturan Daerah

Pasal 1 butir 5 menunjuk Dinas Pekerjaan Umum sebagai pengelola.

Yang dimaksud dengan Dinas Pekerjaan Umum disini adalah unsur

Pelaksana Pemerintah daerah di bidang Pekerjaan Umum.

39  

 

Bab V Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2000 tentang tempat

Penampungan dan Pembuangan Sampah menurut Pasal 12 butir 3

mengatur dan menunjuk Lokasi Pembuangan Sampah Sementara. Lokasi

Pembuangan Akhir dan Lokasi Pemusnahan sampah yang selanjutnya

masing- masing disebut LPS, LPA, dan LP.

Sampah yang ditimbulkan dari suatu lokasi timbunan sampah,

membutuhkan suatu upaya penyingkiran untuk memperkecil peluang

kontak yang ditimbulkan oleh sampah tersebut dengan produsen sampah,

khususnya masyarakat. Sampah-sampah yang dibuang masyarakat

seharusnya melalui prosedur yang benar dengan salah satunya adalah

dengan disediakannya gerobak sampah dan truk sampah sebagai

penyediaan Lokasi Pembuangan Sementara.

Masalah sampah sebenarnya tidak melulu terkait dengan TPA,

seperti yang terjadi selama ini karena sistem manajemen sampah

merupakan sistem yang terkait dengan dengan banyak pihak mulai dari

penghasil sampah (seperti rumah tangga, pasar, institusi, industri, dan

lain-lain), pengelola (dan kontraktor), pembuat peraturan, sektor

informal, maupun masyarakat yang terkena dampak pengelolaan sampah

tersebut sehingga penyelesaiannya pun membutuhkan keterlibatan semua

pihak terkait dan beragam pendekatan. Oleh karena itu menurut Pasal 13

butir 1 disebutkan bahwa pelaksanaan pembersihan dan pengelolaan

sampah di daerah menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah dan

masyarakat, seperti yang dimaksudkan di atas.

40  

 

Tidak hanya sampah rumah tangga tetapi sampah yang berada di

pasar pun harus melalui prosedur yang ada dan ini menjadi tanggung

jawab semua pihak termasuk Pemerintah. Menurut Pasal 13 butir ke 2

Pengelolaan Sampah dalam pasar dan pengangkutannya ke tempat

Lokasi Pembuangan Sementara menjadi tanggung jawab Dinas

Pendapatan Daerah. Di daerah Kabupaten Bantul besarnya pemungutan

retribusi sampah didasarkan kepada Peraturan Daerah Kabupaten Bantul

Nomor 10 tahun 2000, pelaksanaan penarikan retribusinya dilaksanakan

secara langsung dari pelanggan, melalui masing-masing RT/RW untuk

selanjutnya disetorkan ke UPTD Kebersihan dan Pertamanan untuk

daerah permukiman, tetapi untuk daerah komersial dan lainnya dengan

cara langsung dibayarkan ke UPTD Kebersihan dan Pertamanan. Berikut

ini adalah Struktur Organisasi Tempat Pembuangan Akhir Sampah

Piyungan.

41  

 

BAB III

METODE PENELITIAN

1. Tipe penelitian

Penelitian hukum ini merupakan gabungan penelitian hukum

normatif dan penelitian hukum empiris adalah penelitian hukum yang

menggunakan sumber data sekunder dan data primer yaitu data yang

diperoleh melalui bahan–bahan kepustakaan serta hasil studi lapangan.

2. Bahan dan Data Penelitian

Penelitian ini akan menggunakan data primer dan data sekunder

dengan uraian sebagai berikut :

a. Data sekunder merupakan bahan penelitian yang diambil dari studi

kepustakaan yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum

sekunder dan bahan hukum tersier.

1) Bahan Hukum Primer, merupakan bahan pustaka yang berisikan

peraturan perundangan yang terdiri dari :

a) Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang

Pengelolaan Lingkungan.

b) Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-

ketentuan Pokok Pengelolaan Hidup.

c) Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2000 tentang

Ketertiban, Keindahan, Kesehatan Lingkungan, dan tentang

Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan.

42  

 

d) Keputusan Bupati Bantul Nomor 158 Tahun 2001 tentang

Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten

Bantul.

2) Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan–bahan yang erat kaitannya

dengan bahan hukum primer dan dapat membantu untuk

memproses analisis yaitu :

a) Buku–buku ilmiah yang terkait

b) Dokumen–dokumen yang terkait

c) Makalah–makalah yang terkait

d) Jurnal–jurnal dan literatur yang terkait.

3) Bahan Hukum Tersier, yaitu berupa bahan-bahan pelengkap

atau tambahan seperti kamus-kamus yang terkait dengan

permasalahan yang diteliti, yaitu Kamus Umum Bahasa

Indonesia.

b. Data primer merupakan bahan penelitian yang akan diambil dari studi

lapangan.

1) Lokasi Penelitian

Lokasi Penelitian adalah Lingkup Wilayah Kabupaten Bantul,

sesuai dengan judul yang ditetapkan, untuk obyek

penelitiannya dipilih yaitu instansi pemerintah yang diwilayah

Kabupaten Bantul.

43  

 

2) Nara Sumber Penelitian

Nara Sumber dalam penelitian meliputi :

(1) Pemerintah Kabupaten Bantul

(2) Kepala Dinas Pekerjaan Umum Bantul.

(3) Instansi Lingkungan di Wilayah Kabupaten Bantul dalam

hal ini Badan Pengendalian Dampak Lingkungan atau

biasa disebut BAPEDAL.

(4) Aparat pemerintah di Kecamatan Bantul yaitu Kepala

Bagian Pemerintahan, Kepala Bagian Umum Aparat

Pemerintah di Kecamatan Piyungan untuk Kelurahan

Siitimulyo yaitu Kepala Dusun Banyakan.

3) Responden dalam penelitian

Adalah Instansi yang berkaitan dengan Pelaksanaan

Pengelolaan Sampah padat di Kabupaten Bantul.

3. Alat Pengumpulan Data

Adapun data yang akan dikumpulkan oleh peneliti adalah dengan

cara wawancara yaitu tanya jawab secara langsung kepada responden

tentang hal-hal yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti

baik yang terstruktur maupun yang tidak terstruktur. Wawancara

terstruktur yaitu dengan mengadakan tanya jawab langsung dengan

responden, jenisnya dengan menggunakan pedoman wawancara.

44  

 

4. Teknik Analisis Data

Di dalam melakukan analisis data, penulis menggunakan jenis

analisis deskriptif-kualitatif. Deskriptif merupakan penelitian yang

bertujuan untuk menguraikan dan menggambarkan data secara

sistematis, faktual dan akurat terhadap suatu populasi atau daerah

tertentu mengenai sifat–sifat, karakteristik atau faktor–faktor tertentu.

Sedangkan kualitatif adalah jenis analisis data yang didasarkan pada

kualitas dari data, yaitu data–data baik perpustakaan maupun lapangan

yang paling berkaitan dengan perumusan masalah serta tujuan

penelitian.

45  

 

BAB IV

PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Profil Kabupaten Bantul

Jumlah penduduk Kabupaten Bantul terdiri atas 809.971 jiwa yang

tersebar di 75 desa dan 17 kecamatan. Kabupaten Bantul terletak di

Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta bagian Selatan yang merupakan

salah satu kabupaten dari 5 kabupaten/kota di Wilayah Provinsi Daerah

Istimewa Yogyakarta dengan luas sekitar 50.658 Ha dan terletak antara

110°.12’34”- 110°.31’08” Bujur Timur dan 7°44‘04”-8°00’27” Lintang

Selatan.

Batas-batas wilayah Kabupaten Bantul adalah sebagai berikut:

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kota Yogyakarta dan Kabupaten

Sleman.

b. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten GunungKidul.

c. Sebelah Barat berbatsan dengan Kabupaten Kulonprogo.

d. Sebelah Selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia

Disini Kabupaten Bantul mempunyai 17 kecamatan yang terdiri

dari kecamatan: Srandakan, Sanden, Kretek, Pundong, Bambangplipuro,

Pandak, Bantul, Jetis, Imogori, Dlingo, Pleret, Piyungan, Banguntapan,

Sewon, Kasihan, Panjangan dan Sedayu.

Sarana prasarana yang ada di wilayah Kabupaten Bantul, yang

banyak memerlukan penanganan masalah sampah adalah berupa

46  

 

perkantoran, sekolah, rumah sakit, dan sarana umum lainnya. Tempat

inilah yang secara langsung penangananya dilakukan oleh Dinas Pekerjaan

Umum. Selain itu banyak ditemukan tempat-tempat yang memasang

semacam plakat, bertuliskan “Menerima Urug” tetapi pada kenyataannya

masyarakat menyalahgunakan untuk membuang sampah padat hingga

menggunung di beberapa tempat, sehingga dapat menimbulkan berbagai

bentuk pencemaran. Sehingga peneliti akan mengupas tentang pelaksanaan

pengelolaan sampah padat di Kabupaten Bantul.

B. Tinjauan Lapangan tentang Persampahan/Kebersihan oleh Unit

Pelaksana Tekhnis Dinas (UPTD) Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten

Bantul

Sebagai akibat dari pertambahan jumlah penduduk yang pesat,

berbagai prasarana di daerah dapat disediakan oleh pemerintah,

masyarakat dan pihak swasta guna memenuhi berbagai kebutuhan

masyarakat. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk

mengantisipasi keperluan diatas, diantaranya melalui kebijakan

pemerintah yang dituangkan ke dalam Program Pembangunan Prasarana

Kota Terpadu (P3KT). Salah satu kegiatan yang dilaksanakan melalui

program ini diwilayah YUPD (Yogyakarta Urban Development Project)

adalah penyusunan Program Jangka Menengah (PJM). Pengelolaan

sampah padat bertujuan untuk meningkatkan atau memperbaiki kualitas

lingkungan hidup yang menurun karena pengelolaan sampah padat yang

47  

 

tidak benar.11 Sampah merupakan masalah yang sangat komplek dan

terus menerus ada sepanjang kehidupan, sehingga diperlukan kesadaran

dan kebersamaannya dari semua unsur baik pemerintah maupun

masyarakat dalam menanganinya. Landasan pengelolaan lingkungan dari

kegiatan pengolahan sampah ini mengacu pada peraturan menganai

lingkungan hidup yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Republik

Indonesia antara lain Undang-undang No.4 Tahun 1982 dan Peraturan

Pemerintah No.51 Tahun 1993. Sebagaimana telah diamanatkan dalam

Undang-undang No.23 tahun 1997 Pasal 9 ayat (2) bahwa pengelolaan

hidup dilaksanakan secara tanggungjawab masing-masing, masyarakat,

serta pelaku pembangunan lain dengan memperhatikan keterpaduan

perencanaan dan pelaksanaan kebijakan pengelolaan lingkungan hidup.12

Berdasarkan hasil pengamatan dilapangan, peneliti menemukan banyak

jenis sampah yang dibuang, maupun proses pengumpulannya hingga

akhirnya smpai ke Lokasi Pembuangan Akhir untuk dimusnahkan.

Sampah-sampah tersebut berupa daun basah maupun kering, plastik,

kertas, dan kaleng. Disini juga menjelaskan tentang jumlah produksi

sampah yang dihasilkan oleh per orang adalah rata-rata 2,5 liter per hari.

Besarnya timbulan sampah sesuai dengan ketentuan pada

pengembangan spesifikasi tekhnis program bidang perkotaan TA 2005,

untuk kota-kota besar lainnya ditetapkan3,25-3,75/per orang.

                                                            11 Dokumen AMDAL TPA Piyungan, Propinsi DIY, 2002, hlm.1 12 Dokumen AMDAL TPA Piyungan, Kabupaten Bantul, 2002,hlm 3.

48  

 

ALUR KEGIATAN PENGELOLAAN PERSAMPAHAN DARI SUMBER SAMPAH SAMPAI TPA PIYUNGAN

Sumber Sampah

• RT/ RW • Wilayah

Pengumpulan• Penyapu 

• Pengumpulan 

• Gerobak 

• Angkut ke TPS sampah 

• Tanggung Jawab 

• Masyarakat 

Pemindahan

 

 

 

• TPS  

• Transfer Depo 

• Pemindahan 

• Tanggung Jawab Pemda  

49  

 

Pengolahan

• Pemadatan • Pemilahan • Exavator • Tanggung Jawab

              Pemda

Pengangkutan

• Dump Truk • Armoll Truck • Tanggung Jawab

Pemda • Masyarakat

TPA Sampah Piyungan

• Truck leader • Bouldozer • Exavator • Santry landfill/Control

landfill

50  

 

Penjelasan Alur Kegiatan dari Sumber Sampah Padat Masyarakat

hingga menuju Tempat Pembuangan Akhir Sampah Piyungan:

1. Pengumpulan/Pewadahan

Sistem Pengumpulan sampah dari sumber sampah sampai ke

Tempat Pembuangan Sampah Sementara (TPSS) dilaksanakan oleh

masyarakat dan oleh institusi pengelola dengan cara sebagai berikut:

a. Untuk daerah permukiman yang padat dan tidak teratur, masing-masing

masyarakat membawa sampahnya ke Tempat Pembuangan Sampah

Sementara (TPSS) yang disiapkan oleh institusi pengelola.

b. Untuk daerah permukiman yang teratur, sampah dari rumah-rumah

dikumpulkan di masing-masing rumah lalu diangkut dengan gerobak

sampah ke Tempat Pembuangan Sampah Sementara (TPSS) yang

disiapkan oleh institusi pengelola.

c. Untuk rumah-rumah yang berlokasi di sepanjang jalan protokol dan

tempat-tempat komersial, sampah dari rumah-rumah/bangunan-

bangunan komersial dikumpulkan dimasing-masing rumah lalu

diangkut dengan truk sampah ke Tempat Pembuangan Akhir Sampah

(TPA) yang disiapkan oleh institusi pengelola.

d. Untuk sampah pasar, sampah dari sumbernya (pedagang) dikumpulkan

oleh petugas pasar lalu dibuang ke Tempat Pembuangan Sampah

Sementara (TPSS) yang disiapkan oleh institusi pengelola dan

berlokasi di daerah pasar.

51  

 

Pada umumnya sarana pewadahan yang digunakan adalah sebagai

berikut:

a. Kantong plastik bekas, dengan kapasitas 3 - 5 liter digunakan didaerah

permukiman

b. Kantong plastik bekas, dengan kapasitas 30–50 liter digunakan didaerah

perumahan dan perkantoran

c. Tong plastik tidak permanen

d. Tempat sampah permanen

e. Bak sampah permanen

Penampungan atau pewadahan sampah disediakan oleh masyarakat,

kecuali tempat sampah permanen yang berlokasi di sepanjang jalan

(trotoar), fasilitas umum disediakan oleh Bagian Kebersihan.

Pengumpulan sampah dilakukan secara individu oleh masing-

masing produsen sampah, maupun secara komunal yang diangkut oleh

petugas RT/RW dengan menggunakan gerobaksampah ketempat

pembuangan sampah sementara yang berupa container, atau berupa transfer

depo, ada transfer depo permanen ada juga hanya sebagai tempat

pertemuan antara gerobak sampah dengan truk sampah, setelah pemindahan

sampah dari gerobak ke truk sampah selesai dilakukan, tempat tersebut

digunakan untuk keperluan lainnya.

52  

 

Sarana Pengangkutan untuk mengangkut sampah dari sumber

sampah ketempat pembuangan sampah sementara (TPSS) adalah Gerobak.

Gambar 1.1 Gerobak Sampah

Untuk menunjang program pemerintah di dalam pengelolaan

persampahan bahwa sampah perlu direduksi dari sumbernya, maka

disarankan untuk disosialisasikan kepada masyarakat untuk memilah-milah

sampah dengan cara memisahkan antara sampah organik dan sampah non

organik, serta B3 (Bahan Buangan Beracun). Oleh karena itu pihak institusi

pengelola perlu menyiapkan sarana pengangkutan sampah yang sudah

dipilah-pilah. Demikian pun dengan gerobak sampah, harus direncanakan

sedemikian rupa agar sampah yang sudah sudah dipilah-pilah tidak

tercampur lagi.

53  

 

2. Pemindahan

Untuk pemindahan sampah ke alat pengangkutan (alat angkut untuk

mengangkat sampah dari Tempat Pembuangan Sampah Semantara ke

Tempat Pembuangan Akhir sampah) dilaksanakan dengan cara sebagai

berikut:

a. Menggunakan Transfer Depo

b. Container

c. TPSS tetap (berupa bak terbuat dari pasangan batu)

Untuk pemindahan sampah ke depan disarankan sebagai berikut:

Menggunakan Transfer Depo atau Station transfer dengan berbagai tipe:

a. Station Transfer tipe I : tempat pertemuan peralatan pengumpul

(gerobak) dengan peralatan pengangkutan dan dapat merupakan

tempat penyimpanan alat kebersihan, bengkel sederhana dan kantor

wilayah/pengendali . Dengan luas lahan 200 m²

b. Station Transfer tipe II : tempat pertemuan peralatan pengumpul

(gerobak) atau peralatan pengangkutan dan hanya merupakan tempat

parker gerobak-gerobak saja dengan luas lahan 50 m²

c. Menggunakan Container : tempat pertemuan peralatan pengumpul

(gerobak) dengan container besar (6 -10) m³, atau lokasi penempatan

container komunal (1-10) m³. Dengan luas (2-10) m²

d. TPSS tetap (berupa bak terbuat dari pasangan batu), tidak disarankan.

54  

 

3. Pengangkutan sampah

Sampah yang berada di Kabupaten Bantul berupa sampah padat

bersal dari masyarakat, perkantoran, perbankan, sekolah, pasar, maupun

rumah sakit.

Cara lain pengumpulan sampah dilakukan oleh seseorang atau

kumpulan orang yang digaji dari jasanya mengangkut sampah yang ada

dimasyarakat menuju lokasi Pembuangan Sementara yang tempatnya

berbentuk Armoll truck yang telah disediakan Pemerintah Kabupaten

Bantul Pemerintah memberikan bantuan kepada suatu lingkungan

masyarakat yang melaksankn cara ini untuk lebih memudahkan proses

pelayanan Persampahan dan Kebersihan. Kenyataan yang ada

mengungkapkan banyak didapatkan anggota masyarakat. Yang kurang

sadar akan bahaya sampah seperti menimbun sampah di tempat yang

bukan semestinya, ada pula yang membuang sampah di dekat selokan

pemukiman.

Sistem pengangkutan yaitu dimulai dari Transfer Depo baik yang

permanen maupun tidak permanen dan dari sumber sampah langsung

(system door to door) menggunakan : Pick up, dump truck, dan arm roll

truck, tetapi kondisi alat tersebut umumnya sudah sangat tua berumur

lebih dari 7 tahun. Oleh karena itu disarankan peremajaan alat angkut

tersebut.

55  

 

Alat angkut yang disarankan diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Arm roll truck dengan container serta berkapasitas : 6m³, 8m³, dan

10m³.

b. Dump truck dengan jaring pengaman/penutup sampah dengan

kapasitas : 6m³, 8m³, dan 10m³.

c. Compactor truck dengan kapasitas : 6m³, 8m³, dan 10m³.

Pengangkutan sampah sumbernya dari perkantoran, sekolah,

perbankan dan kantor Kecamatan Bantul yang berada di wilayah

Kabupaten Bantul menju lokasi Pembuangan Akhir Piyungan sebagian

besar dilakukan menggunakan kendaraan sampah milik pemerintah yang

berjumlah sedikit dan hanya sebagian kecil sampah yang diangkut

menggunakan kendaraan pribadi/swasta.

Jumlah kendaraan yang dipakai untuk mengangkut sampah setiap

harinya di Kabupaten Bantul dan berada di Dinas Pekerjaan Umum

antara lain: Dump Truck 8 buah, Armoll truck 6 buah dan pick up 3 unit.

Jumlah volume sampah setiap harinya mencapai 350-400 ton yang

berasal dari Kota Yogyakarta, Sleman serta Kabupaten Bantul. Akan

tetapi jumlah sampah yang berada diKabupaten Bantul 183m³ setiap

harinya. Petugas yang menangani ada sekitar empat puluh lima orang

dengan ketua regu tujuh orang. Masing-masing Ketua regu membawahi

sejumlah petugas enam sampai tujuh orang. Petugas2 tersebut bekerja

dari pagi dengan memulai jam kerja atau beraktivitas mulai 6 pagi.

Petugas langsung mendatangi masing-masing Lokasi Pembuangan

56  

 

Sementara tersebut yaitu di Pasar Bantul sebanyak dua Lokasi

Pembuangan Sementara , di Palbapang,di Rumah Sakit Umum daerah

Penambahan Senopati, di Daerah Bantul Timur, di depan Bank Rakyat

Indonesia dan di Lapangan Trirenggo. Sampah yang diambil petugas

tersebut adalah sampah padat non B3 ( bahan berbahaya dan beracun).

Gambar.1.2 Armoll Truck

Penyediaan Lokasi Pembuangan sementara mutlak diperlukan

untuk lebih memudahkan dalam pengumpulan sampah, sebagai bagian

dari system pengelolaan dan pengangkutan/transportasi sampah, sebelum

di bawa ke Lokasi Pembuangan Akhir. Menurut Pasal 13 Peraturan

Daerah Kabupaten Bantul No.10 Tahun 2000, Pengelolaan pembersihan

sampah menuju Lokasi Pembuangan sementara menjadi tanggung jawab

Dinas Pendapatan Daerah sedangkan pembersihan, pengambilan dan

pengangkutan sampah dari Lokasi Pembuangan Sementara ke Lokasi

Pembuangan Akhir menjadi Tanggung Jawab Dinas Pekerjaan Umum.

57  

 

MEKANISME PENGELOLAAN

PERSAMPAHAN

DI KABUPATEN BANTUL

BERDASARKAN UU NO 18 TAHUN 2008

Penjelasan Mekanisme Pengelolaan Persampahan

58  

 

Penjelasan Mekanisme Pengelolaan Sampah di Kabupaten Bantul

adalah sebagai berikut :

a. Sampah dari sumber sampah ditampung pada pewadahan individu,

setiap individu membuang sampah ke transfer depo tidak permanen,

untuk selanjutnya diangkut oleh truk sampah ke lokasi tempat

pembuangan akhir sampah (TPA).

b. Sampah dari sumber sampah ditampung pada pewadahan individu,

lalu dibuang oleh masing-masing penghasil sampah ketempat

transfer depo permanen (yang berupa unit transfer depo permanen

atau kontener), untuk selanjutnya diangkut oleh truk sampah kelokasi

tempat pembuangan akhir sampah (TPA).

c. Sampah dari sumber sampah ditampung pada pewadahan individu,

lalu dibuang oleh perseorangan individual ke transfer depo tidak

permanen, untuk selanjutnya diangkut oleh truk sampai kelokasi

tempat pembuangan akhir (TPA).

d. Sampah dari sumber sampah ditampung pada pewadahan individu,

dan setiap sampah dibuang oleh setiap individu ke transfer depo

tidak permanen(Container), untuk selanjutnya di angkut oleh truk

sampah ke lokasi tempat pembuangan akhir sampah (TPA).

59  

 

4. Pengolahan Sampah

Sistem pengolahan Sampah disini dari sumbernya dibuang ke

tempat pembuangan akhir (TPA) tidak melalui pengolahan terlebih

dahulu, misalnya melalui proses pemadatan (balling). Proses pemadatan

sampah di TPA ini biasanya dilakukan dalam kurun waktu 1 bulan sekali.

Pengelolaan Sampah Padat di Kabupaten Bantul, menggunakan sistem

Sanitary Renfill ( Pengurugan 3 hari)/Control landfill (Pengurugan tidak

rutin) disini di jelaskan bahwa pelaksanaan ini biasanya dilakukan apabila

sampah sudah mencapai ketebalan 3 meter baru dilakukan pengurugan.

Pengurugan dilakukan oleh pihak ke 3 (tiga) jadi disini bukan semua

tugas di TPA menjadi tugas atau tanggungjawab karyawan TPA.

Gambar. 1.3 Dump Truck

60  

 

5. Pembuangan Akhir

Disini baik sampah organik maupun anorganik, bahkan sampah

B3 (bahan buangan beracun) proses pembuangannya melalui pemilihan

sampah, harus dilakukan sejak dari sumbernya sekurang-kurangnya

dipisahkan antara sampah organik dan anorganik dan lebih baik jika B3

pun diwadahi secara tersendiri. Hal ini perlu ditekankan mengigat bahwa

pemilihan dalam jumlah yang akan merepotkan para petugas

pengelola/pengolahan sampah.

Pembuangan akhir sampah (TPA) yang berlokasi di wilayah

piyungan, tepatnya di Desa Sitimulyo yang berjarak 15 km dari pusat

Kabupaten Bantul kearah Timur. Tempat Pembuangan Akhir Sampah

Piyungan ini sudah dikelola dengan baik oleh Pemerintah Kabupaten

Bantul adapun masing-masing dari Kota Yogyakarta maupun Sleman

juga mempunyai perwakilan dari kantor Dinas Kebersihan.

Gambar 1.4 Tempat Pembuangan Akhir Sampah Piyungan

Sampah yang dihasilkan masyarakat semakin hari semakin

bertambah karena banyaknya aktivitas yang dilakukan masyarakat serta

banyaknya hasil buangan yang dihasilkan masyarakat juga. Di

61  

 

Kabupaten Bantul pun juga semakin tahun jumlah sampah semakin

banyak karena jumlah penduduknya juga semakin bertambah.

C. Lembaga Pemerintah Pengelola Persampahan/Kebersihan di

Kabupaten Bantul

Sampah adalah semua jenis buangan/kotoran padat yang berasal

dari kegiatan kehidupan masyarakat termasuk puing-puing sisa bangunan,

limbah rumah tangga, limbah pertanian, limbah industri dan limbah yang

lain yang sejenis13. Kabupaten Bantul merupakan bagian Daerah

Istimewa Yogyakarta yang terletak di Selatan dan paling rendah

daerahnya, sehingga merupakan daerah limpasan limbah daerah yang

lebih tinggi. Untuk itulah disusun Peraturan Daerah tentang Persampahan

dan Kebersihan.

Persampahan di Kabupten Bantul dikelola oleh Unit Pelaksana

Teknis Daerah Kebersihan dan Pertamanan (UPTD K&P) Dinas Pekerjaan

Umum Kabupaten Bantul dengan dasar hukum Peraturan Daerah

Kabupaten Bantul Nomor 53 Tahun 2000 tentang Pembentukan dan

Organisasi Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Bantul dan Keputusan

Bupati Bantul Nomor 158 Tahun 2001 tentang Tugas Pokok dan Fungsi

Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Bantul.

Unit Pelaksana Teknis Daerah Kebersihan dan Pertamanan

mempunyai tugas merencanakan dan melaksanakan usaha kebersihan dan

pertamanan yang meliputi penampungan, pengangkutan, pembuangan, dan

                                                            13 Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 10Tahun 2000.

62  

 

pemusnahan segala macam dan jenis sampah, mengelola lokasi

pembuangan sampah akhir dan melaksanakan pengadaan taman,

perawatan taman, memungut retribusi serta melaksankan tugas-tugas lain

yang diberikan oleh Kepala Dinas sesuai dengan bidang tugasnya.

UPTD K&P mempunyai visi dan misi serta tujuan dalam

melaksanakan tugasnya sehingga perlu menentukan strategi dalam rangka

pencapaian sasaran dengan masyarakat dalam pengelolaan kebersihan,

peningkatan kesadaran masyarakat dalam menangani kebutuhan retribusi

kebersihan dengan mencari pelanggan-pelanggan baru serta efisiensi

penggunaan peralatan.14

Proses pengambilan sampah yang dibuang pada tempat sampah

umum, rumah sakit, hotel, toko, dan pasar ke Lokasi Pembuangan

Sementara menurut Bab VI Pasal 15 ayat (3) Peraturan Daerah Kabupaten

Bantul Nomor 10 Tahun 2000 mengatur, bahwa pengambilan sampah dari

tempat-tempat umum sampai di lokasi pembuangan sementara

dilaksanakan oleh petugas sampah di lingkungan yang bersangkutan.

Pengambilan sampah dari pasar dilaksanakan oleh masing-masing

penghasil sampah secara terkoordinir di bawah tanggungjawab Dinas

Pendapatan Daerah. Hal ini telah diatur dalam Pasal 13 ayat (2) Peraturan

Daerah Kabupaten Bantul Nomor 10 Tahun 2000.

Sampah-sampah yang terkumpul di lokasi Pembuangan Sementara,

selanjutnya akan diangkut ke lokasi Pembuangan Akhir. Proses

                                                            14 Keputusan Bupati Bantul Nomor 158 Tahun 2001, Website : www.bantul.go.id

63  

 

pengangkutan sampah dari Lokasi Pembuangan Sampah Sementara ke

Lokasi Pembuangan Akhir sepenuhnya menjadi tanggungjawab

Pemerintah Daerah, dalam hal ini adalah Dinas Pekerjaan Umum. Hal ini

sesuai dengan ketentuan pada Pasal 13 ayat 3 Peraturan Daerah Kabupaten

Bantul Nomor 10 Tahun 2000 pada dasarnya, setiap orang dapat

memproleh pelayanan Ketertiban, Keindahan, Kesehatan Lingkungan dan

kebersihan yang menjadi tugas dan kewajiban pemerintah. Hal ini sesuai

dengan ketentuan Pasal 2 Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 10

Tahun 2000.

Masyarakat dapat dipungut retribusi oleh pemerintah daerah karena

masyarakat telah mendaptkan pelyanan umum yang berkaitan dengan

pengendalian kebersihan dengan menyediakan saran dan prasarana

persampahan.Tetapi diaturnya retribusi dalam Peraturan Daerah

Kabupaten Bantul Nomor 10 Tahun 2000 bukan dimaksudkan untuk

membebani, tetapi semata-mata harus dipandang sebagai salah satu wujud

sikap kepedulian, tanggungjawab dan peran serta masyarakat terhadap

pengelolaan persampahan/kebersihan.

Retribusi kepada setiap orang atau badan yang mendapatkan

pelayanan persampahan/kebersihan. Hal ini sesuai dengan Ketentuan Pasal

10 Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 10 Tahun 2000. Pada Pasal

1 butir 15 Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 10 Tahun 2000

disebutkan bahwa retribusi persampahan/kebersihan yang selanjutnya

64  

 

disingkat retribusi adalah pungutan daerah sebagai imbalan atas pelayanan

persampahan/kebersihan yang diberikan oleh Pemerintah Daerah.

Retribusi dipungutkan kepada setiap orang atau badan yang

menghasilkan sampah yang memperoleh pelayanan persampahan/

kebersihan dari Pemerintah Daerah. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal

27 Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 10 Tahun 2000

Retribusi yang terutang dipungut di wilayah daerah, dalam hal ini

adalah wilayah Kabupaten Bantul, hal ini sesuai dengan ketentuan pada

Pasal 35 Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 10 Tahun 2000,

komponen biaya retribusi, menurut ketentuan Pasal 32 ayat 2 Peraturan

Daerah Kabupaten Bantul Nomor 10 Tahun 2000 meliputi:

1. Biaya Pengumpulan sampah.

2. Biaya Pengangkutan sampah.

3. Biaya Penampungan sampah.

4. Biaya Pemusnahan sampah/pengolahan sampah.

5. Biaya Penyediaan lokasi tempat.

6. Biaya Operasional pemeliharaan.

Selanjutnya pada Pasal 33 Peraturan Daerah Kabupaten Bantul

Nomor 10 Tahun 2000 ditentukan tarif retribusi. Daftar retribusi

(terlampir) penetapan berdasarkan SPTRD (Surat Penerbitan Tarif

Retribusi Daerah) dengan menerbitkan SKRD (Surat Keputusan Retribusi

Daerah) atau dokumen hal lain yang dipersamakannya. Hal ini sesuai

dengan ketentuan Pasal 37 ayat (2) Peraturan Daerah Kabupaten Bantul

65  

 

Nomor 10 Tahun 2000 dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan dokumen

lain yang dipersamakan antara lain adalah semua jenis surat yang berisi

penetapan besarnya retribusi terutang.

Setelah SKRD diterima oleh wajib retribusi, maka wajib retribusi

dapat membayar retribusi terutangnya. Dengan kata lain, retribusi

dipungut dengan menggunakan SKRD atau dokumen lain yang

dipersamakan hal ini sesuai dengan ketentuan pada Pasal 38 Peraturan

Daerah Kabupaten Bantul Nomor 10 Tahun 2000.

Untuk retribusi persampahan yang di tentukan berdasarkan Peraturan

Daerah Kabupaten Bantul Nomor 10 Tahun 2000 tentang ketertiban,

keindahan, kesehatan lingkungan dan retribusi pelayanan persampahan

dikelompokkan dalam 7 (tujuh) kelompok. Kelompok-kelompok tersebut

tersebut yaitu :

I. Kelompok Pasar

II. Industri, Pabrik, dan Perusahaan

III. Usaha dan Jasa

IV. Perdagangan

V. Faslitas Umum

VI. Rumah Tangga

VII. Lain-lain

Setiap kelompok diatas masih di bagi-bagi lagi menjadi beberapa

jenis pelayanan persampahan/kebersihan yang dilakukan oleh Dinas

66  

 

Pekerjaan Umum Kabupaten Bantul diwilayah Kabupaten Bantul tidak

semuanya diberlakukan bagi jenis-jenis yang ada berdasarkan

kelompoknya. Pengklasifikasian atau pembagian jenis-jenis kelompok

diterapkan oleh Bupati langsung berikut pengklasifikasiannya :

1. Klasifikasi pasar diterapkan oleh Bupati

2. Kelompok II, III, IV, V diterapkan oleh Bupati berdasarkan lokasi,

jenis, dan jumlah tenaga yang dipergunakan serta volume sampah.

3. Kelompok VI klasifikasi ditentukan oleh bupati berdasarkan perkiraan

jenis kegiatan, keadaan sosial, dan volume sampah.

4. Kelompok VII klasifikasi ditentukan oleh bupati berdasarkan jenis

jangkauan dari pool ke obyek.

Pembayaran retribusi dilakukan tiap hari untuk kelompok

(kelompok pasar), pembayaran retribusi dilakukan tiap kali izin

diperbarui utuk kelompok VII (lain-lain), dan retribusi dilakukan tiap

bulan, untuk kelompok IV (perdagangan), Kelompok V (fasilitas

Umum), dan terakhir untuk kelompok VI (rumah tangga).

Besarnya retribusi perkelompok masih dapat dibagi lagi menurut

kelasnya. Setiap kelompok besarnya retribusi dapat dibagi ke dalam 4

(empat kelas), yaitu kelas I, kelas II, kelas III, dan kelas IV dengan besar

tarif dimulai dari Rp 200,00 (dua ratus rupiah) sampai dengan Rp

160.000,00 (seratus enam puluh ribu rupiah).

Untuk keterangan lebih lanjut dapat dilihat dalam lampiran.

67  

 

D. Analisa Yuridis Tentang Ketertiban, Keindahan, Kesehatan

Lingkungan Dan Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan

Dalam penegakan hukum lingkungan telah diatur segala

pelanggaran maupun kejahatan, bagi pelaku baik yang dilakukan

perseorangan maupun badan dengan upaya pencegahan (preventif)

maupun penindakannya (represif). Instrumen bagi penegakan hukum

preventif adalah penyuluhan, pemantauan, dan penggunaan wewenang

yang sifatnya pengawasan. Untuk tindakan represif ada beberapa jenis

instrumen yang dapat diterapkan dan penerapannya tergantung dari

keperluannya dengan melihat dampak yang ditimbulkan. Dengan

demikian, penegakan hukum lingkungan hidup merupakan upaya untuk

mencapai ketaatan terhadap peraturan dan persyaratan dalam ketentuan

hukum yang berlaku secara umum dan individual, melalui pengawasan

dan penerapan (atau ancaman) secara admistrasi, keperdataan, dan

kepidanaan, untuk menghindari penindakan pidana secara berulang-ulang

pelaku pencemaran dan/atau perusak sendirilah yang harus menghentikan

keadaan itu15.

Siti Sundari Rangkuti berpendapat, bahwa penegakan hukum

lingkungan merupakan upaya untuk mencapai ketaatan terhadap peraturan

dan persyaratan dalam ketentuan yang berlaku secara umum dan

                                                            15 Nanik Suparni, op cit, 1994. Hlm 160

68  

 

individual, melalui pengawasan dan penerapan (ancaman) tindakan

administratif, keperdataan, dan kepidanaan16.

Tindakan administratif, keperdataan, dan kepidanaan sebagai

suatu pengawasan dan ancaman dapat diuraikan secara rinci yaitu :

1. Tindakan Administratif

Tindakan dengan sanksi administratif dapat berupa :

a. Penutupan Usaha

b. Pencabutan izin

c. Membayar Dwangsom

d. Membayar uang denda

Dalam UUPLH, mengenai sanksi administratif diatur dalam

Pasal 25, Pasal 26 dan Pasal 27.

2. Tindakan Perdata

Tindakan dengan Perdata dapat berupa :

a. Pemulihan

b. Membayar ganti rugi

Dalam UUPLH, ketentuan mengenai sanksi perdata diatur

dalam Pasal 34 sampai dengan Pasal 39 UUPLH.

                                                            16 Siti Sundari Rangkuti, Hukum Lingkungan Dan Kebijakan Lingkungan Nasional,

Airlangga University Press, Surabaya, Hlm 190.

69  

 

3. Tindakan Pidana

Apabila telah ditempuh proses pidana, maka yang diperlukan

adalah perencanaan dan terlaksananya investigasi yang detail dan

akurat dalam hal :

a. Pengambilan sampel

b. Pembuatan foto

c. Bantuan saksi ahli

Mengenai sanksi pidana, dapat berupa ;

a. Penjara

b. Denda

c. Penutupan perusahaan

d. Membyar ganti rugi

e. Perampasan keuntungan yang diperoleh

Ketentuan mengenai sanksi pidana diatur dalam Pasal 41

sampai dengan Pasal 48 UUPLH.

Dengan adanya berbagai macam sanksi tersebut diatas,

diharapkan dapat menumbuhkan kesadaran hukum dimasyarakat.

Membina kesadaran hukum adalah suatu tuntutan pembaharuan

sosial yang ada pada saat ini, yaitu dalam rangka mendorong

terwujudnya hukum nasional maupun penerapan hukum. Oleh

karena itu dalam memupuk kesadaran hukum serta membina

kesadaran hukum aparat penegak hukum mempunyai peranan yang

amat besar. Hukum merupakan sarana penting untuk memelihara

70  

 

ketertiban dan kedamaian, itulah tujuan dari ditegakannya hukum

yang harus ditaati oleh semua warga masyarakat.

Selain Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997, Undang-

undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Persampahan

juga menjelaskan tentang sanksi administratif, sanksi administratif

ini dapat berupa :

(1) Bupati/walikota dapat menerapkan sanksi administratif kepada

pengelola sampah yang melanggar ketentuan persyaratan yang

ditetapakan dalam perizinan.

(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat

berupa :

a. Paksaan pemerintah

b. Uang paksa dan/atau

c. Pencabutan izin.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penerapan sanksi administratif

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan

sesuai dengan peraturan perundang-undangan

Disini pemerintah dalam menangani sampah di Indonesia

khususnya daerah perkotaan kurang serius ini dapat dilihat dari

kehidupan sehari-hari contohnya saja banyaknya sampah yang

berserakan dimana-mana terutama di jalan-jalan raya atau ditempat-

tempat umum. Ini membuat pemandangan di sekitarnya tidak

nyaman terutama para pejalan kaki maka dari itu masing-masing

71  

 

Pemerintah tiap daerah pun akhirnya membuat Peraturan tentang

Kebersihan daerah setempat, disini khususnya daerah Kabupaten

Bantul membuat Peraturan tentang Ketertiban, Keindahan,

Kesehatan Lingkungan dan Retribusi Pelayanan/Kebersihan yaitu

dengann dibuatnya Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 10

Tahun 2000, Pemerintah Kabupaten Bantul membuat Peraturan ini

karena sudah banyaknya keluhan dari masyarakat tentang sampah

yang berserakan dimana-mana khususnya tempat-tempat umum

seperti sampah pasar. Di dalam Peraturan Daerah Kabupaten Bantul

Nomor 10 Tahun 2000 disebutkan bahwa bagi siapa yang tidak

mengikuti Ketentuan Peraturan Daerah Kabupaten Nomor 10 Tahun

2000 Pasal 40 butir 28 menyebutkan bahwa:

(1) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud

pasal 2 sampai dengan 25 Peraturan Daerah ini diancam pidana

paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp.

5000.000,00 (lima juta rupiah).

(2) Wajib retribusi yang tidak melaksanakan kewajibannya

sehingga merugikan keuangan daerah diancam pidana kurungan

paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak 4 (empat) kali

jumlah retribusi yang terhutang.

(3) Tindak pidana yang sebagaimana dimaksud ayat (1) dan

ayat (2) adalah pelanggaran.

72  

 

Sanksi pidana tersebut dapat diberikan apabila masyarakat

sekitar telah melanggar apa yang telah ditentukan oleh Peraturan

Daerah Kabupaten Bantul Nomor 10 Tahun 2000. Pemerintah

Kabupaten Bantul dalam menangani tentang

Persampahan/Kebersihan berpegang pada Peraturan Daerah

Kabupaten Bantul Nomor 10 Tahun 2000.

E. Hambatan-hambatan yang dihadapai oleh Pemerintah Kabupaten

Bantul dalam menangani Masalah Sampah Padat.

Dalam mewujudkan pembangunan berwawasan lingkungan,

budaya hidup bersih dan sehat memberikan motivasi dan partisipasi

masyarakat dalam mewujudkan Bantul yang bersih dan sehat. Disini

Unit Pelaksana Teknis Daerah mempunyai tugas merencanakan dan

melaksanakan usaha kebersihan dan pertamanan yang meliputi

penampungan, pengangkutan, pembuangan dan pemusnahan segala

macam dan jenis sampah, mengelola lokasi pembuangan akhir dan

melaksanakan pengadaan taman, perawatan taman dan lapangan olah

raga, memungut retribusi serta melaksanakan tugas-tugas lain yang

diberikan oleh Kepala Dinas sesuai dengan tugasnya. Dalam

menjelaskan tugas tersebut tidak menutup kemungkinan adanya

hambatan yang dihadapi dalam rangka pelaksanaan pengelolaan

sampah padat yaitu sebagai berikut:

73  

 

1. Peralatan atau piranti keras sudah tua (lebih dari 7 tahun)

dilain sisi beban sampah semakin bertambah sehingga perlu

penambahan peralatan ataupun pembaharuan.

2. Biaya operasional dan pemeliharaan minim.

3. Kurangnya kesadaran masyarakat dalam membuang sampah

yang dihasilkannya di tempat yang telah disediakan oleh

Pemerintah ataupun di tempat sementara ditempat tinggal

sekitar mereka.

4. Kesadaran masyarakat dalam membayar retribusi masih

kurang.

F. Pengaruh Pembangunan Tempat Pembuangan Akhir Sampah di

Piyungan terhadap Masyarakat Sekitar

Lokasi Pembuangan Akhir sampah Piyungan ini

beroperasional tahun 1995, lokasi Tempat Pembuangan Akhir

Sampah ini terletak didusun Ngablak, Sitimulyo, Piyungan, Bantul.

Jarak Tempat Pembuangan Akhir Sampah ini dengan area pelayanan

Kabupaten Bantul sejauh 10,5 km. Tempat Pembuangan Akhir

Sampah berupa lembah dengan kemiringan bervariasi, curam dan

mendatar membentuk tanah berkelok dengan jurang sedalam 40 m

dan dikelilingi bukit.

Salah satu kebutuhan yang mendesak dari saran permukiman

yang harus dipenuhi untuk memenuhi kualitas lingkungan hidup

adalah Tempat Pembuangan Akhir Sampah yang layak secara

74  

 

ekologi maksudnya adalah bahwa pembangunan Tempat

Pembuangan Akhir Sampah Piyungan mempunyai tujuan untuk

memenuhi masyarakat sekitar, akan pelayanan persampahan demi

terwujudnya kebersihan permukiman dan tetap melestarikan

lingkungan hidup. Setiap pembangunan pasti mempunyai dampak

yang menguntungkan maupun dampak yang merugikan begitu juga

dengan pembangunan Tempat Pembuangan Akhir Sampah Piyungan.

1. Berikut adalah dampak menguntungkan dengan adanya

pembangunan Tempat Pembuangan Akhir Sampah Piyungan :

a. Lingkungan disekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah

Piyungan meliputi hutan dan tegalan. Setelah adanya

Pembangunan TPASP mata pencaharian mereka menjadi

bertambah yaitu sebagai pemulung, saat menanti masa panen tiba

dan menunggu musim penghujan untuk menggarap sawah tadah

hujan mereka. Lapangan pekerjaan baru sebagai pemulung

(tenaga pemisah sampah di Tempat Pembuangan Akhir Sampah

Piyungan). Merupakan sumber mata pencaharian bagi penduduk

sekitar yang meningkatkan sumber pendapatan mereka

perbulannya, yang dapat dikatakan sebagai Peningkatan tarif

ekonomi bagi masyarakat sekitar Tempat Pembuangan Akhir

Sampah Piyungan.

b. Adanya kegiatan pengurukan membutuhkan banyak pekerja yang

guna mengambil tanah untuk pengurukan yang melibatkan

75  

 

pekerja dari penduduk sekitar. Hal ini menjadikan penduduk

sekitar yang semula sebagai penganggur menjadi tenaga formal.

c. Tidak terjadi peningkatan gangguan kesehatan yang sangat

signifikan ataupun sangat serius bagi masyarakat sekitar maupun

terjadinya gangguan kriminalitas setelah adanya pembangunan

Tempat Pembuangan Akhir Sampah Piyungan.

2. Dampak-dampak merugikan setelah adanya pembangunan Tempat

Pembuangan Akhir Sampah Piyungan adalah:

a. Menimbulkan bau tidak sedap saat truk pengangkut sampah

melintas menuju Tempat Pembuangan Akhir Sampah Piyungan.

b. Timbul kebisingan yang diakibatkan oleh truk pembawa sampah

sudah mulai beraktivitas dari pukul 09.00-16.00

c. Sering berjatuhannya sampah di jalan menuju TPASP

mengakibatkan jalanan menjadi kotor.

d. Timbulnya polusi udara yang disebabkan oleh asap truk

pengangkut sampah .

3. Mengahadapi adanya hambatan yang ditemui saat melaksanakan tugas

perlu diupayakan :

a. Sarana prasarana penanganan pengelolaan persampahan, adalah

mutlak, diakibatkan sampah tidak semakin berkurang tetapi

semakin bertambah. Dengan sarana yang memadai setidaknya

masalah persampahan, kebersihan masalah dapat dikurangi

akibatnya bagi masyarakat.

76  

 

b. Pengelolaan retribusi yang baik dianggarkannya dana untuk

mencukupi kebutuhan saran atau prasarana piranti keras.

c. Perlunya sosialisasi mengenai dampak dari pengelolaan sampah

yang buruk bagi lingkungan, dengan tujuan memacu peran serta

masyarakat dalam menangani sampah. Masih adanya masyarakat

yang bersikap masa bodoh, harus mendapatkan perhatian khusus

dari Pemerintah Daerah. Dengan demikian hak setiap warga

masyarakat untuk mendapatkan lingkungan yang bersih terpenuhi.

77  

 

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Bahwa Pelaksanaan Pengelolaan Sampah Padat di

Kabupaten Bantul sudah memadai, karena Pengelolaan

persampahan di Tempat Pembuangan Akhir Sampah Piyungan

pelaksanaannya menggunakan sistem Sanitary Renfill

(Pengurukan 3 hari)/Control landfill (Pengurukan tidak rutin)

disini di jelaskan bahwa pelaksanaan ini biasanya dilakukan

apabila sampah sudah mencapai ketebalan 3 meter baru

dilakukan pengurugan, pengurugan dilakukan oleh pihak ke

3(tiga).

2. Hambatan-hambatan yang dihadapi oleh Pemerintah

Kabupaten Bantul dalam menangani masalah sampah padat yaitu

sebagai berikut :

a. Peralatan atau piranti keras sudah tua (lebih dari 7 tahun) dilain

sisi beban sampah semakin bertambah sehingga perlu

penambahan peralatan ataupun pembaharuan.

b. Biaya operasional dan pemeliharaan minim.

c. Kurangnya kesadaran masyarakat dalam membuang sampah

yang dihasilkannya di tempat yang telah disediakan oleh

Pemerintah ataupun di tempat sementara ditempat tinggal

sekitar mereka.

78  

 

d. Kesadaran masyarakat dalam membayar retribusi masih kurang.

B. Saran

1. Untuk mengurangi dampak negatif dari pembangunan Tempat

Pembuangan Akhir Sampah Piyungan diajukan saran sebagai

berikut :

a.. Untuk truk pembawa sampah dengan bak terbuka harus

dilengkapi dengan terpal yang lebar sesuai dengan ukuran

bak pengangkut sampah tersebut agar bau tidak sedap

tidak terlalu menyengat dan menganggu saat truk

melintas menuju Tempat Pembuangan Akhir Sampah

Piyungan.

b. Truk atau pengangkut sampah agar tidak menimbulkan

kebisingan seharusnya dilakukan peremajaan dengan cara

mengganti yang sudah tua dengan yang baru.

c. Dilakukan penghijauan disekitar jalan menuju Tempat

Pembuangan Akhir Sampah Piyungan untuk mengurangi

polusi udara yang diakibatkan oleh truk pengangkut

sampah.

2. Mengahadapi adanya hambatan yang ditemui saat

melaksanakan tugas perlu diupayakan:

a. Sarana prasarana penanganan pengelolaan persampahan,

adalah mutlak, diakibatkan sampah tidak semakin

berkurang tetapi semakin bertambah. Dengan sarana yang

79  

 

memadai setidaknya masalah persampahan, kebersihan

masalah dapat dikurangi akibatnya bagi masyarakat.

b. Pengelolaan retribusi yang baik dianggarkannya dana

untuk mencukupi kebutuhan saran atau prasarana piranti

keras.

c. Perlunya sosialisasi mengenai dampak dari pengelolaan

sampah yang buruk bagi lingkungan, dengan tujuan

memacu peran serta masyarakat dalam menangani sampah.

Masih adanya masyarakat yang bersikap masa bodoh,

harus mendapatkan perhatian khusus dari Pemerintah

Daerah. Dengan demikian hak setiap warga masyarakat

untuk mendapatkan lingkungan yang bersih terpenuhi.

DAFTAR PUSTAKA

Daud Silalahi, 1992, Hukum Lingkungan Dalam Sistem Penegakkan Hukum

Lingkungan Indonesia ,Alumni, Bandung.

80  

 

Dokumen Dinas Pekerjaan Umum, 2010, Tentang Satuan Kerja

Pengembangan Kinerja Pengelolaan Persampahan dan Drainase

DIY.

Dokumen Amdal TPA Piyungan, Kabupaten Bantul, 2002. 

Emil Salim, Lingkungan Hidup dan Pembangunan, Percetakan Mutiara

sumber widya.

Hardjosumantri, Koesnadi, Hukum Tata Lingkungan

Hasil Penelitian Airmas Engineering and manajemen Consultan,

Yogyakarta, 2005.

Juli Soemirat Slamet, 2002, Kesehatan Lingkungan, Percetakan Gadjah

Mada Press.

Koesnadi Hardjasoemantri, 2005, Hukum Tata Lingkungan, Yogyakarta,

Gadjah Mada University Press.

Nur Hidayati, 2005, Mengelola Sampah Mengelola Gaya Hidup, Artikel

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia, Website :www.Walhi.com

SF Marbun, Deno Kamelus, Saut P.Panjaitan, Gede Pantja Astawa ,

Zainal Muttaqin, Dimensi–Dimensi Hukum Administrasi Negara, UII

Press, Yogyakarta.

Siti Sundari Rangkuti, Hukum Lingkungan Dan Kebijakan Lingkungan

Nasional, Airlangga University Press, Surabaya.

Pramudya Sunu, 2001, Melindungi Lingkungan Dengan Menerapkan

ISO14001, Yogyakarta, PT Gramedia Widiawarsana Indonesia.

Daftar Peraturan Perundang-undangan :

RI, Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.

81  

 

RI, Undang-undang Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah.

RI, Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan- ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan hidup.

RI, Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 10 Tahun 2000 Tentang Ketertiban, Keindahan, Kesehatan Lingkungan dan Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan.

RI, Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 53 Tahun 2000 tentang Pembentukan dan Organisasi Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Bantu.

RI, Keputusan Bupati Bantul Nomor 158 Tahun 2001 tentang Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Bantul.

RI, Undang-undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Persampahan.