bab i pendahuluan a. latar belakang masalahrepository.iainpare.ac.id/2480/2/17.2300.001 bab...
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Islam merupakan agama yang menjadi rahmah bagi semesta alam. Semua sisi
dari kehidupan ini telah diatur menurut hukum Allah, sehingga tepat jika dikatakan
bahwa Islam bersifat komprehensif dan universal dalam hal hukum-hukumnya. Pada
dasarnya lingkup kehidupan di dunia ini bersandar pada dua macam yakni hubungan
vertikal yakni hubungan dengan rabbnya yang terwujud didalam melaksanakan
amaliah ibadah, dan hubungan horisontal dengan sesama manusia dan alam
sekitarnya, hubungan manusia dengan manusia lainnya, dalam bentuk muamalah dan
atau fiqih muamalah.1
Proses muamalah manusia tak akan dapat kebutuhannya tanpa berhubungan
dengan orang lain, maka diperlukan kerjasama. Salah satu di antara sekian banyak
bentuk kerjasama yang sangat penting untuk kesejahteraan hidup manusia adalah jual
beli. Sepanjang sejarah manusia jual beli akan terjadi di belahan bumi manapun. Hal
itu dapat dipahami karena manusia selalu ingin memenuhi kebutuhan hidupnya,
khususnya dibidang materi. Manusia termasuk makhluk yang serba ingin memiliki,
semua yang dilihat dan dimiliki oleh orang lain ingin dimilikinya. Namun dalam
kenyataannya, ternyata tidak semua dapat dimiliki dengan berbuat sendiri.
Ada juga benda yang bisa dimiliki setelah barter, atau setelah diminta, boleh
juga orang lain dengan kerelaanya memberikan. Namun tidak sedikit juga untuk
memiliki dengan cara memaksa orang lain. Dengan cara memaksa untuk memiliki
tentu akan melahirkan keresahan dalam kehidupan. Di sini perlu aturan dalam
1 Siswadi, ‘Jual Beli dalam Perspektif Islam’. Jurnal Ummul Qura, 3.2 (2018). h.59 .
memiliki sesuatu yang diinginkan, karenanya Islam mengatur kehidupan sosial
(muamalah) manusia, agar satu dengan yang lain terjalin keharmonisan, termasuk di
dalamnya cara memiliki, yakni jual beli. Pada awalnya jual beli dilakukan dengan
barter, seiring dengan perkembangan peradaban dan kebudayaan manusia, jual beli
pun ikut berubah. Manusia berusaha menciptakan alat yang disepakati dan sah
digunakan untuk jual beli. Jual beli itulah yang kemudian disebut sebagai
perdagangan.2
Aktivitas perdagangan tersebut tidak bisa dipisahkan dari kehidupan
masyarakat, setiap aspek kehidupannya memerlukan aktivitas jual beli tersebut
memenuhi kebutuhan mereka yang berbeda-beda. Perdagangan/jual beli diisyaratkan
berdasarkan firman Allah Q.S. Al-Jumu’ah/62:10.
Terjemahnya:
Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dancarilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.
3
Ayat tersebut berisi anjuran kepada umat Islam untuk mencari rezeki untuk
memenuhi kebutuhan mereka, tentunya dengan cara yang halal dan keuntungan yang
halal agar mendapatkan keberkahan dari Allah. Tak lupa mereka juga selalu
mengingat Allah dengan melakukan amalan-amalan kebaikan agar mereka
memperoleh kebaikan dunia akhirat. Dengan demikian, perdagangan jual beli
2 Rahmat Syafi’i, Fiqh Muamalah, (Bandung: Pustaka Setia, 2006). h. 51.
3KementrianAgama Republik Indonesia, Alquran dan Terjemahnya, (Surabaya: Halim,
2014),h.45 .
menurut Islam pada hakekatnya tidak hanya bersifat mencari keuntungan mereka,
tetapi juga untuk pemenuhan kebutuhan hidup di dunia melainkan untuk memperoleh
keuntungan hakiki di akhirat.
Jual beli merupakan proses bertemunya antara penjual dan pembeli, dan
dalam jual beli terdapat barang yang diperdagangkan melalui akad (ijab-kabul).
Dengan demikian, sahnya jual beli secara umum dapat dilihat dari beberapa aspek.
Yaitu keadaan barang yang dijual, tentang tanggungan pada barang yang dijual, serta
sesuatu yang menyertai barang saat terjadi jual beli. Selain itu, akad jual beli, objek,
serta orang yang melakukan akad juga merupakan hal penting yang harus
diperhitungkan dalam jual beli.4
Menurut ulama Malikiyah jual beli ada dua macam, yaitu jual beli yang
bersifat umum dan jual beli yang bersifat khusus. Jual beli dalam arti umum ialah
suatu perikatan tukar menukar sesuatu yang bukan kemanfaatan dan kenikmatan.
Sedangkan jual beli dalam arti khusus ialah ikatan tukar menukar sesuatu yang bukan
manfaatan dan bukan pula kelezatan yang mempunyai daya tarik, penukarannya
bukan emas dan bukan pula perak, bendanya dapat direalisasi, bukan merupakan
utang piutang (baik barang itu ada dihadapan si pembeli maupun tidak), barang yang
sudah diketahui sifat-sifatnya atau sudah diketahui terlebih dahulu.
Bentuk-bentuk akad jual beli yang telah dibahas para ulama dalam fiqih
muamalah terbilang sangat banyak. Salah satunya adalah jual beli dengan cara salam,
yaitu akad pemesanan suatu barang dengan kriteria yang telah disepakati dan dengan
pembayaran tunai pada saat akad dilaksanakan sedangkan barangnya diserahkan
kemudian sampai batas waktu tertentu . Dengan menggunakan akad ini kedua belah
4Ari Kurniawan, ‘Muamalah Bisnis Perdagangan Syariah’. Jurnal Hukum, 1.1 (2017). h. 32.
pihak mendapatkan keuntungan tanpa ada unsur tipu-menipu atau gharar (untung-
untungan).5 Para alama fiqih, termasuk Imam asy-Syafi’i mengemukakannya
pendapat tentang akad ba’i salam ini.
Perkembangan teknologi informasi dimasa sekarang ini berkembang sangat
pesat. Hal itu tentu berdampak dalam kehidupan, dimana manusia dituntut agar
selalu mengikuti segala perkembangan- perkembangan tersebut agar tidak
ketinggalan dalam dunia teknologi dan informasi. Saat ini teknologi internet menjadi
sangat populer karena telah digunakan oleh seluruh manusia di berbagai belahan
bumi. Internet juga memberi kemudahan untuk mencari dan mengakses berbagai
macam informasi seperti penelitian, keilmuan, dan keorganisasian. Daya tarik
lainnya yang membuat internet sangat popular adalah sebagai media komunikasi,
hiburan, dan bisnis adalah aspek-aspek yang berkaitan dengan keunggulan internet,
diantaranya dalam hal kenyamanan, konektivitas, dan jangkauan global, efesiensi,
interaktivitas, isibilitas, alternatif ruang maupun pilihan yang relatif "tidak terbatas",
personalisasi, sumber informasi, potensial, dan lain-lain.6
Saat ini internet juga populer dalam dunia bisnis, dimana didalam jaringan
internet ini dilakukan proses jual beli (online). Jual beli tersebut yang kemudian
disebut dengan istilah e-commerce. Melalui suatu situs web pembeli hanya tinggal
memilih produk/barang yang ditawarkan oleh penjual (merchant) yang biasanya
berupa foto dan deskripsi dari barang tersebut. Konsumen hanya tinggal akan
memasukkan barang tersebut kedata belanjaannya lalu mengisi data-data yang
5Saprida, ‘Akad Salam Dalam Transaksi Jual Beli (Akad Salam In The Sale And Purchase
Transactions)’. MIZAN: Jurnal Ilmu Syariah, 12. 2 ( 2018). h.144.
6Diana dan Anastasa. Mengenal E-Business (Yogyakarta: Andi, 2017), h.13.
diperlukan untuk pengiriman barang, lalu kemudian melakukan pembayaran melalui
kartu ATM dengan nomor briva ataupun dengan metode pembayaran lainnya dengan
kode pembayaran yang diberikan oleh perusahaan. Biasanya sekarang perusahaan
sudah menyediakan berbagai jenis metode pembayaran yang bisa dipilih oleh
konsumen, kemudian setelah konsumen melakukan pembayaran maka barangnya
akan dikirimkan dan sampai pada waktu yang telah ditentukan oleh jasa pengiriman
barang.
Dua uraian diatas tentang akad salam dan e-commerce, maka dapat diketahui
bahwa antara akad ba’i salam dan e-commerce mempunyai karakteristik yang sama,
yaitu memperjualbelikan barang dengan pembayaran dimuka dan komoditi
diserahkan kemudian sampai batas waktu tertentu. Namun secara substansial berbeda,
Dimana pada akad ba’i salam penjual dan pembeli akan bertemu secara langsung
sedangkan pada transaksi e-commerce, proses jual beli dilakukan melalui perantara
media sosial, dimana kedua belah pihak tidak bertemu secara langsung. Oleh sebab
itu penyusun bemaksud mengangkat persoalan e-commerce dalam penelitian ini
untuk memperjelas kedudukan hukumnya, terutama dalam bentuk transaksinya,
menurut pemikiran Imam Syafi’i.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang persoalan di atas, maka penulis merumuskan
masalah, antara lain :
1. Bagaimana persamaan dan perbedaan antara e-commerce dan akad ba’i salam
2. Bagaimana ketentuan hukum e-commerce dalam perspektif akad ba’i salam
menurut interpretasi Imam Syafi’i
C. Tujuan Penelitian
Sehubungan dengan permasalahan penelitian diatas, maka tujuan yang ingin
dicapai dari penelitian ini adalah :
1. Mendeskripsikan persamaan dan perbedaan e-commerece dan akad ba’i salam
2. Menjelaskan ketentuan hukum e-commerce dalam perspektif akad ba’i salam
menurut interpretasi Imam Syafi’i
D. Kegunaan Penelitian
Sedangkan manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Dari Segi Teoritis
a. Diharapkan berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan dalam arti
membangun dan menyempurnakan teori yang ada.
b. Memberikan sumbangan pemikiran bagi Studi perbankan Islam bagi mahasiswa
Fakultas Ekonomi dan Hukum Islam pada umumnya dan mahasiswa perbankan
syariah pada khususnya.
2. Dari Segi Praktis
Dapat digunakan sebagai perbandingan bagi peneliti berikutnya untuk membuat
skripsi yang lebih sempurna.
E. Definisi Istilah/Pengertian Judul
Judul skripsi ini adalah “Perbandingan antara e-commerce dengan akad ba’i
salam perspektif fikih muamalah (studi interpretasi Imam Syafi’i)”, Judul tersebut
mengandung unsur-unsur pokok yang perlu dibatasi pengertiannya agar pembahasan
dalam proposal skripsi yang lebih fokus dan lebih spesifik. Disamping itu tinjauan
konseptual memiliki pembatasan serta dapat menghindari kesalahpahaman. Oleh
karena itu, dibawah ini akan diuraikan tentang pembahasan makna dari judul tersebut.
1. E-commerce
E-commerce merupakan pembelian, penjualan, atau pertukaran barang, jasa dan
informasi melalui jaringan komputer termasuk internet.7
2. Akad
Akad (ikatan, keputusan, atau penguatan) atau perjannjian atau kesepakatan
atau transaksi dapat diartikan sebagai komitmen yang terbingkai dengan nilai-nilai
syariah. Dalam istilah fiqih, secara umum akad berarti sesuatu yang menjadi tekad
seseorang untuk melaksanakan, baik yang muncul dari satu pihak, seperti wakaf,
talak, dan sumpah, maupun yang muncul dari dua pihak, seperti jual beli, sewa,
wakalah, dan gadai.
Secara khusus akad berarti keterkaitan antara ijab (pernyataan
penawaran/pemindahan kepemilikan) dan qabul (pernyataan penerimaan
kepemilikan) dalam lingkup yang disyariatkan dan berpengaruh pada sesuatu. Akad
yang dimaksud dalam penelitian ini adalah akad pada jual beli Salam. 8
3. Ba’i Salam
Secara bahasa Salam bermakna pemberian. Ada pula yang mengartikan tunduk
dan patuh. Sedangkan secara istilah salam adalah menyerahkan pembayaran tunai
untuk barang dengan ciri-ciri tertentu dalam tanggungan sampai jatuh tempo, dimana
syarat- syarat dalam jual beli tersebut juga dipertimbangkan. Akad salam merupakan
istilah dalam literasi arab yang secara etimologi mengandung makna memberikan,
7Rose Rahmidani, ”Penggunaan E-Commerce Dalam Bisnis Sebagai Sumber Keunggulan
Bersaing Perusahaan” (Skripsi Sarjana; Fakultas Ekonomi Universitas Negeri: Padang, 2015). h. 9.
8Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, (Jakarta: PT.Raja grafindo Persada, 2007). h. 35.
meninggalkan, dan mendahulukan. Artinya, mempercepat (penyerahan) modal atau
mendahulukannya secara sederhana. Secara istilah, salam berarti menjual suatu
barang yang penyerahannya ditunda atau menjual barang yang ciri-cirinya jelas
dengan pembayaran modal lebih awal, sedangkan barangnya diserahkan dikemudian
hari setelah adanya pemesanan. Dalam kajian fikih muamalah, transaksi dengan
bentuk pesanan dikenal dengan salam.9
4. Interpretasi
Interpretasi diartikan sebagai pemberian kesan, pendapat, tafsiran, atau
pandangan teoritis terhadap sesuatu. Secara definisi, interpretasi hanya digunakan
sebagai suatu metode apabila dibutuhkan saja. Apabila suatu objek, misal karya seni,
ujaran dan sebagainya cukup jelas maknanya, maka tidak akan mengandung unsur
interpretasi lagi. Istilah interpretasi bisa merujuk pada proses penafsiran yang sedang
berlangsung atau hasil dari proses tersebut. Suatu interpretasi bisa menjadi bagian
dari presentasi atau penggambaran informasi yang diubah, dengan tujuan
menyesuaikan kumpulan simbol spesifik.
5. Imam Syafi’i
Nama lengkap Imam Syafi’I adalah Abu Abdullah Muhammad ibn Idris al
Syafi’i. Ia sering juga dipanggil dengan nama Abdullah, karena salah seorang
putranya bernama Abdulah. Ayahnya bernama Idris bin Abbas ibn Usman ibn Syafi’I
ibn al-Saib ibn Abdul Manaf, sedangkan ibunya bernama Fatimah binti Abdullah ibn
9Yuni Tri Hastuti, ”Hukum Akad Salam Dalam Katering Perspektif Mazhab Syafi’i” (Skripsi
Sarjana; Fakultas Syariah Institut Agama Islam: Purwokerto, 2019). h. 18.
al-Hasan ibn Husain ibn ali ibn Abi Thalib. Beliau merupakan sala satu tokoh pemikir
Islam yang mengemukakan pendapatnya tentang akad ba’i salam10
F. Tinjauan Penelitian Relevan
Penelitian terdahulu bertujuan untuk mendapatkan bahan perbandingan dan
acuan. Selain itu untuk menghindari anggapan kesamaan dengan penelitian ini. Maka
peneliti mencantumkan peneniti terdahulu, sebagai berikut:
Penelitian dari Miftakhur Rohmah, dengan judul penelitian “Analisis terhadap
pendapat Imam Syafi’i tentang Bai‘ Salaf”. Penelitian ini menghasilkan bai‘ salaf
menurut Imam Syafi’i yaitu akad jual beli barang yang dipertangguhkan dengan
kriteria tertentu sebagai persyaratan jual beli barang dengan pelunasan modal terlebih
dahulu, mengenai pendapat tentang bai‘ salaf halan menurut Imam Syafi’i itu boleh,
dengan alasan apabila bai‘ salaf mu’ajjalan boleh dilakukan dimana jual beli pesanan
yang ditangguhan disertai ketidakjelasan karena pedagang belum tentu bisa
memenuhi pesanan, maka bai‘ salaf lebih diperbolehkan. Sementara, pendapat Imam
Syafi’i tentang kebolehan bai‘ salaf halan tidak terlepas dari norma hukum Islam
adalah hukum taklifi, yaitu mubah. Metode istinbat hukum yang digunakan Imam
Syafi’i yaitu Al- Qur’an dan hadis tersebut adalah surat at-Taubah ayat 91 dan as-
sunnah atau hadis dengan menggunakan pendekatan lafzi tekstual.11
Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Yuni Tri Hastuti, dengan judul “Hukum
Akad Salam dalam Katering Perspektif Mazhab Syafi’i”. Hasil dari penelitian
menunjukan bahwa hukum melaksanakan akad salam dengan adanya proses
10
Abdul aziz Asy-Syinawi.Biografi Empat Imam Madzhab, (Jakarta: Beirut Publishing,
2013).h.95.
11Miftakhur Rohmah, “Analisis terhadap pendapat Imam Syafi’i tentang Bai‘ Salaf” (Skripsi
Sarjana; Fakultas Syari’ah Dan Hukum Universitas Negeri Walisongo: Semarang, 2018). h. 17.
pengapian dan pencampuran berbagai macam jenis bahan diperbolehkan menurut
mazhab syafi‟i. walaupun memang syarat-syaratnya tidak terpenuhi seluruhnya.
Namun semua itu dibolehkan dengan dasar kemaslahatan dan telah menjadi adat
dimana adat tersebut dapat digunakan menjadi hukum dari kebiasaan masyarakat
tersebut.12
Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Umul Muhimah, yang berjudul
“Akad As-Salam dalam Jual Beli Online Ditinjau dari Persepektif Ekonomi Islam”.
Yang menghasilkan kesimpulan Pihak dalam perjanjian akad as-salam dalam jual
beli online sama saja dengan perjanjian akad as-salam. Namun akad as-salam dalam
jual beli online tidak ada temu muka diantara pembeli dan penjual, hanya saja pelaku
akad dipertemukan dalam satu situs jaringan internet, oleh karena itu pelaksanaan
akad as-salam adalah peran yang penting dalam jual beli online. Tinjauan ekonomi
Islam terhadap akad as-salam dalam jual beli online dapat disimpulkan bahwa akad
as-salam dalam jual beli online diperbolehkan selama tidak mengandung unsur-unsur
yang dapat merusaknya seperti riba, kedzaliman, penipuan, dan sejenisnya serta
memenuhi rukun-rukun dan syarat-syarat didalam jual beli.13
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu pertama adalah terletak
pada fokus penelitiannya, pada penelitin terdahulu yang pertama membahas tentang
pendapat Imam Syafi’i tentamg akad salaf (salam) saja, sedangkan pada penelitian ini
Selain membahas pemikiran Imam Syafi’i tentang akad ba’i salam, penulis juga
menghubungkannya dengan e-commerce dan menginterpretsikan pendapatnya dalam
12
Yuni Tri Hastuti,” Hukum Akad Salam Dalam Katering Perspektif Mazhab Syafi’i” h. 20.
13Umul Muhimah, ”Akad As-Salam dalam Jual Beli Online Ditinjau dari Persepektif
Ekonomi Islam” (Skripsi Sarjana; Fakultas Ekonomi Islam dan Bisnis Institut Agama Islam: Metro
Lampung, 2017). h. 15.
transaski e-commerce. Pada penelitian terdahulu kedua membahas tentang hukum
akad salam dalam katering menurut mazhab syafi’i, sedangkan pada penelitian ini
akan membahas hukum akad ba’i salam dalam transaksi e-commerce menurut Imam
syafi i, pada penelitian ketiga hanya memfokuskan penelitiannya dalam tinjuan
hukum Islam saja.
G. Landasan Teori
1. Ba’i salam
a. Pengertian Ba’iSalam
Secara terminologis, salam adalah menjual suatu barang yang penyerahannya
ditunda atau menjual suatu barang yang ciri-cirinya disebutkan dengan jelas dengan
pembayaran modal terlebih dahulu, sedangkan barangnya diserahkan kemudian hari.
Menurut Sayyid Sabiq as-salam dinamakan juga as-salaf (pendahuluan) yaitu
penjualan sesuatu dengan kriteria tertentu (yang masih berada) dalam tanggungan
dengan pembayaran segera atau disegerakan. Sedangkan para fuqaha’ menyebutnya
dengan al-Mahawij (barang-barang mendesak) karena ia sejenis jual beli barang yang
tidak ada di tempat akad, dalam kondisi yang mendesak bagi dua pihak yang
melakukan akad.
Ulama Syafi’iyah dan Hanabilah mendefinisikan bahwa as-salam sebagai akad
yang disepakati dengan cara tertentu dan membayar terlebih dahulu, sedangkan
barangnya diserahkan di kemudian hari.
Jual beli pesanan dalam fiqih Islam disebut as-salam menurut bahasa penduduk
hijaz, sedangkan bahasa penduduk Iraq disebut as-salaf. Kedua kata ini mempunyai
makna yang sama, sebagaimana dua kata tersebut digunakan oleh Nabi, sebagaimana
diriwayatkan bahwa Rasulullah ketika membicarakan akad ba’i salam, beliau
menggunakan kata as-salaf disamping as-salam, sehingga dua kata tersebut
merupakan kata yang sinonim.
Secara terminologi Ulama fiqh mendefinisikannya :
لبع اجلأ وب ب وصوففيعا ج ةأ يأ نهىيعش يئم يالدم الو أسالم رالمئت ق دمفيهر نل مثت أ خ
ل ج
Artinya:
Menjual suatu barang yang penyerahannya ditunda, atau menjual suatu barang yang ciri-cirinya jelas dengan pembayaran modal di awal, sedangkan barangnya diserahkan kemudian hari.
14
Sedangkan ulama Syafi’iyah dan Hanabilah mendefinisikannya sebagai berikut:
قبوضبع قد ةم وصوفبذم جلسع قدمع ل ىم
Artinya:
Akad yang disepakati dengan menentukan ciri-ciri tertentu dengan membayar harganya terlebih dulu, sedangkan barangnya diserahkan (kepada pembeli) kemudian hari.
Akad salam menurut Peraturan Bank Indonesia adalah jual beli barang dengan
cara pemesanan dengan syarat-syarat tertentu dan pembayaran tunai terlebih dahulu
secara penuh. Sedangkan menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional akad salam
sebagai akad jual beli barang dengan cara pemesanan dan pembayaran harga lebih
dahulu dengan syarat dan kriteria yang jelas.15
Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah Pasal 20 disebutkan bahwa salam adalah
jasa pembiayaan yang berkaitan dengan jual beli yang pembayarannya dilakukan
bersamaan dengan pemesanan barang.16
14
Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007), h.147.
15Fatwa DSN No. 05/DSN-MUI/VI/2000
16PPHIM, Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, (Jakarta: Prenada Media Group, 2009), h.14.
b. Dasar hukum Ba’i Salam
Landasan syariah transaksi bai’ Salam terdapat dalam Al-Qur’an dan al-Hadist.
1) Al-Qur’an surah Al-Baqarah/2:282
....
Terjemahnya:
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya...
17
Secara umum utang meliputi utang-piutang dalam jual beli salam, dan utang-
piutang dalam jual beli lainnya. Ibnu Abbas telah menafsirkan tentang utang-piutang
dalam jual beli salam. Kaitan ayat di atas Ibnu Abbas menjelaskan keterkaitan ayat
tersebut dengan transaksi bai’ as-Salam, hal ini tampak jelas dari ungkapan beliau:
“Saya bersaksi bahwa salam (salaf) yang dijamin untuk jangka waktu tertentu telah
dihalalkan oleh Allah pada kitab-Nya dan diizinkan-Nya.” Ia lalu membaca ayat
tersebut.18
2) Al- Hadis
هميسل و دين ة س لم :الم لىااللهع ل يهو ص النبى مق دم ابون سولااللهلتمرالسنت ينوا لثلا ث ر ف ق ال
ف نأ سل ف س لم :م لىااللهع ل يهو علومىش ىءف فىك يلص لم علومإل ىأ ج زنم و علومو م
Artinya:
Rasulullah SAW datang ke Madinah, dan pada saat itu orang banyak sedang mengadakan salam pada tamar untuk jangka waktu dua dan tiga tahun. Maka Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa menghutangkan, hendaklah ia menghutangkan dalam harga yang diketahui dan timbangan yang diketahui, hingga masa yang diketahui.(HR. Bukhari dan Muslim)
17
Kementerian Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Surabaya:
Halim,2014), h.20 .
18Umul Muhimah, “Akad As-Salam Dalam Jual Beli Online Ditinjau Dari Persepektif
Ekonomi Islam” h. 31.
Sabda Rasulullah SAW ini muncul ketika beliau pertama kali hijrah ke
Madinah, dan mendapati para penduduk Madinah melakukan transaksi jual beli
salam. Jadi Rasulullah SAW membolehkan jual beli salam asal akad yang
dipergunakan jelas, ciri-ciri barang yang dipesan jelas, dan ditentukan waktunya.19
3) Ijma
Mengutip dari perkataan Ibnu Mundzir yang mengatakan bahwa: “semua ahli ilmu (ulama) telah sepakat bahwa jual beli salam diperbolehkan, karena terdapat kebutuhan dan keperluan untuk memudahkan urusan manusia.”
Berbagai landasan di atas, jelaslah bahwa akad salam diperbolehkan sebagai
kegiatan bemuamalah sesama manusia.20
c. Rukun dan syarat ba’i salam
Praktik ba’i salam harus memenuhi rukun dan syarat. Adapun rukun akad ba’i
salam adalah sebagai berikut:
1) Muslam (pembeli atau pemesan)
2) Muslam ilaih (penjual atau penerima pesanan)
3) Muslam fih (barang yang dipesan atau yang akan diserahkan)
4) Ra’s al-mal (harga pesanan atau modal yang dibayarkan)
5) Sighat (ijab dan kabul atau ucapan serah terima):
d. Syarat orang yang berakad (muslam dan muslam ilaih)
Ulama Malikiyah dan Hanafiyah mensyaratkan orang yang berakad harus
berakal, yakni mummayiz, anak yang agak besar yang pembicaraan dan jawaban yang
dilontarkannya dapat dipahami, serta minimal berumur tujuh tahun. Oleh karena itu,
19
Burhanuddin S, Hukum Kontrak Syariah, (Yogyakarta: BPFE, 2009), h. 213.
20Umul Muhimah,” Akad As-Salam Dalam Jual Beli Online Ditinjau Dari Perspektif
Ekonomi Islam” h. 32.
anak kecil, orang gila dan orang bodoh tidak boleh menjual harta yang sekalipun
miliknya.
Adapun Ulama Syafi’iyah dan Hanabilah mensyaratkan orang yang berakad
harus baligh (terkena perintah syarak), berakal, telah mampu memelihara agama dan
hartanya. Dengan demikian, ulama Hanabilah membolehkan seorang anak kecil
membeli barang yang sederhana atas seizin walinya.
e. Syarat barang pesanan (muslam fih)
Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah Pasal 101 disebutkan syarat barang
pesanan (muslam fih) yaitu:
1) Kuantitas dan kualitas barang sudah jelas
2) Kuantitas barang dapat diukur dengan takaran atau timbangan dan atau meteran
3) Spesifikasi barang yang dipesan harus diketahui secara sempurna oleh para pihak
f. Syarat modal (ra’s mal)
Syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam modal ba’i salam adalah sebagai
berikut:
1) Modal harus diketahui
Barang yang akan disuplai harus diketahui jenis, kuantitas, dan jumlahnya.
Hukum awal mengenai pembayaran adalah bahwa ia harus dalam bentuk uang
tunai.
2) Penerimaan pembayaran salam
Kebanyakan ulama mengharuskan pembayaran salam di tempat kontrak. Hal
tersebut dimaksudkan agar pembayaran yang dilakukan oleh al-muslam
(pembeli) tidak dijadikan sebagai utang penjual. Lebih khusus lagi pembayaran
salam tidak bisa dalam bentuk pembebasan utang yang harus dibayar dari
muslam ilaih (penjual). Hal ini adalah untuk mencegah praktik riba melalui
mekanisme salam.
g. Syarat sighat (ijab dan kabul)
1) Tujuan yang terkandung di dalam pernyataan ijab dan kabul harus jelas dan
terdapat kesesuaian, sehingga dapat dipahami oleh masing-masing pihak.
2) Pelaksanaan ijab dan kabul harus berhubungan langsung dalam satu majlis,
Apabila kedua pihak hadir dan saling bertemu dalam satu tempat untuk
melaksanakan transaksi, maka tempat tersebut adalah majlis akad. Adapun jika
masing-masing pihak saling berjauhan maka majlis akad tempat terjadinya qabul.
Pernyataan ijab dan kabul dapat dilakukan dengan cara lisan, tulisan atau surat
menyurat, atau isyarat yang memberikan pengertian dengan jelas tentang adanya
ijab dan kabul, dan dapat juga berupa perbuatan yang telah menjadi kebiasaan
dalam ijab kabul.21
h. Etika dalam jual beli salam
Diantara etika dalam jual beli salam, ialah: Masing-masing hendaklah bersikap
jujur dan tulus ikhlas serta hendaklah amanah dalam perjanjian-perjanjian yang telah
dibuat, Penjual hendaklah berusaha memenuhkan syarat-syarat yang telah ditetapkan
itu, Pembeli janganlah coba menolak barang-barang yang telah dijanjikan itu dengan
membuat berbagai-bagai alasan palsu, serta Sekiranya barang yang dibawa itu
terkurang sedikit dari pada syarat-syarat yang telah dibuat, masing-masing hendaklah
bertolak dan mencari keputusan yang sebaik-baiknya.22
21
Rahmat Syafi’i, Fiqih Muamalah, (Bandung: Pustaka Setia, 2006), h. 54.
22 Chairuman pasaribu, Hukum Perjanjian dalam Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2004), h. 48.
i. Fatwa Jual Beli Salam
Ketentuan fatwa DSN MUI Nomor 05/DSN MUI/IV/2000 menetapkan enam
hal:
1) Ketentuan pembayaran
a) Alat bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya, baik berupa uang, barang,
atau manfaat.
b) Dilakukan saat kontrak disepakati (inadvance).
c) Pembayaran tidak boleh dalam bentuk ibra’ (pembebasan utang).
2) Ketentuan barang
a) Harus jelas ciri-cirinya/spesifikasi dan dapat diakui sebagai utang.
b) Penyerahan dilakukan kemudian.
c) Waktu dan tempat penyerahan barang harus ditetapkan berdasarkan
kesepakatan.
d) Pembeli tidak boleh menjual barang sebelum barang tersebut diterimanya
(qabadh).
e) Tidak boleh menukar barang, kecuali dengan barang sejenis sesuai
kesepakatan.
3) Penyerahan barang
a) Penjual harus menyerahkan barang tepat pada waktunya dengan kualitas dan
kuantitas sesuai kesepakatan.
b) Jika penjual menyerahkan barang dengan kualitas yang lebih tinggi, maka
penjual tidak boleh meminta tambahan harga sebagai ganti kualitas yang lebih
baik tersebut.
c) Jika penjual menyerahkan barang dengan kualitas lebih rendah, pembeli
mempunyai pilihan untuk menolak atau menerimanya, apabila pembeli rela
menerimanya, maka pembeli tidak boleh meminta pengurangan harga
(diskon). Para ulama berbeda pendapat tentang boleh tidaknya muslam ilaih
menyerahkan muslam fiih yang berbeda dari yang telah disepakati.
d) Penjual dapat menyerahkan barang lebih cepat dari yang telah disepakati,
dengan beberapa syarat:
(1) Kualitas dan kuantitas barang sesuai dengan kesepakatan, tidak boleh lebih
tinggi ataupun lebih rendah.
(2) Tidak boleh menuntut tambahan harga
e) Jika semua/sebagian barang tidak tersedia tepat pada waktu penyerahan atau
kualitasnya lebih rendah dan pembeli tidak rela menerimanya, maka pembeli
memiliki dua pilihan:
(1) Membatalkan kontrak dan meminta kembali uang pembatalan kontrak
dengan pengembalian uang pembelian. Menurut jumhur ulama,
dimungkinkan dalam kontrak salam. Pembatalan penuh pengiriman
muslam fiqh dapat dilakukan sebagai ganti pembayaran kembali seluruh
modal salam yang telah dibayarkan.
(2) Menunggu sampai barang tersedia.
4) Pembatalan kontrak
Pembatalan salam boleh dilakukan, selama tidak merugikan kedua belah pihak.
5) Perselisihan
Jika terjadi perselisihan di antara kedua belah pihak, persoalannya diselesaikan
melalui Badan Arbitrase Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui
musyawarah.
j. Implikasi hukum akad salam
Sahnya akad salam, muslam ilaih berhak mendapatkan modal (ra’sul mal) dan
berkewajiban untuk mengirimkan muslam fiih kepada muslam. Bagi muslam, ia
berhak memiliki muslam fiih sesuai dengan spesifikasi yang telah disepakati, dan
berkewajiban membayarkan ra’sul mal kepada muslam ilaih. Sebenarnya, akad salam
ini identik dengan bai’ ma’dum, akan tetapi ia dikecualikan dan mendapatkan
rukhshah untuk dilakukan, karena adanya tuntutan kebutuhan dalam kehidupan
masyarakat, namun harus tetap memperhatikan syarat-syarat khusus sebagaimana
telah disebutkan.
k. Perbedaan antara jual beli salam dan jual beli biasa
Semua syarat-syarat dasar suatu akad jual beli biasa masih tetap ada pada jual
beli salam. Namun ada beberapa perbedaan antara keduanya. Misalnya :
1) Pada jual beli salam, perlu ditetapkan periode pengiriman barang, yang dalam
jual beli biasa tidak perlu.
2) Dalam jual beli salam, komoditas yang tidak dimiliki oleh penjual dapat dijual
yang dalam jual beli biasa tidak dapat dijual.
3) Pada jual beli salam, hanya komoditas yang secara tepat dapat ditentukan
kualitas dan kuantitasnya dapat dijual, yang dalam jual beli biasa, segala
komoditas yang dapat dimiliki bisa dijual, kecuali yang dilarang oleh Al-Qur’an
dan hadits.
4) Pada jual beli salam, pembayaran harus dilakukan ketika membuat kontrak yang
dalam jual beli biasa, pembayaran dapat ditunda atau dapat dilakukan ketika
pengiriman barang berlangsung. 23
l. Keuntungan dan manfaat akad salam
Akad salam ini dibolehkan dalam syariah Islam karena punya hikmah dan
manfaat yang besar, dimana kebutuhan manusia dalam bermuamalat seringkali tidak
bisa dipisahkan dari kebutuhan atas akad ini. Kedua belah pihak, yaitu penjual dan
pembeli bisa sama-sama mendapatkan keuntungan dan manfaat dengan menggunakan
akad salam. Pembeli (biasanya) mendapatkan keuntungan berupa:
1) Jaminan untuk mendapatkan barang sesuai dengan yang ia butuhkan dan pada
waktu yang ia inginkan. Sebagaimana ia juga mendapatkan barang dengan harga
yang lebih murah bila dibandingkan dengan pembelian pada saat ia
membutuhkan kepada barang tersebut. Sedangkan penjual juga mendapatkan
keuntungan yang tidak kalah besar dibanding pembeli.
2) Penjual mendapatkan modal untuk menjalankan usahanya dengan cara-cara yang
halal, sehingga ia dapat menjalankan dan mengembangkan usahanya tanpa harus
membayar bunga. Dengan demikian selama belum jatuh tempo, penjual dapat
menggunakan uang pembayaran tersebut untuk menjalankan usahanya dan
mencari keuntungan sebanyak-banyaknya tanpa ada kewajiban apapun.
3) Penjual memiliki keleluasaan dalam memenuhi permintaan pembeli, karena
biasanya tenggang waktu antara transaksi dan penyerahan barang pesanan
berjarak cukup lama.24
23
Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam (Fiqh Muamalat),(Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2003), h.146-147.
2. Jual beli Online
Transaksi jual beli di dunia maya atau e-commerce merupakan salah satu
produk internet yang merupakan sebuah jaringan komputer yang saling terhubung
antara satu dengan yang lainnya. Dalam satu jaringan tersebut terdapat satu rangkaian
banyak terminal komputer yang bekerja dalam satu sistem komunikasi elektronik.
Jual beli online disebut juga e-commerce. E-commerce adalah satu set teknologi
dinamis, aplikasi, dan proses bisnis yang mengubungkan perusahaan, konsumen serta
komunitas tertentu melalui transaksi elektronik berupa perdagangan jasa maupun
informasi yang dilakukan melalui media elektronik.25
Secara umum perdagangan secara Islam menjelaskan adanya transaksi yang
bersifat fisik, dengan menghadirkan benda tersebut sewaktu transaksi sedangkan e-
commerce tidak seperti itu. E-commerce merupakan model perjanjian jual beli dengan
karakteristik yang berbeda dengan model transaksi jual beli biasa, apalagi dengan
daya jangkau yang tidak hanya lokal tapi juga bersifat global. Dari perkembangan
bentuk transaksi jual beli dan pemasaran itulah kemudian sekarang kita mengenal
istilah online shop. Pengertian online shop adalah suatu proses pembelian barang atau
jasa dari mereka yang menjual melalui internet. Dalam online shop tersebut penjual
dan pembeli melakukan transaksi jual beli tidak secara langsung, alias dipisahkan
oleh jarak, mereka hanya bertemu di dunia maya. baik itu melalui chat atau pembeli
hanya akan mengklik gambar dan spesifikasi barang yang dijual terjadilah akad jual
beli. Online shop biasanya menawarkan barangnya dengan menyebutkan spesifikasi
24
Saprida, “Akad Salam Dalam Transaksi Jual Beli (Akad Salam In The Sale And Purchase
Transactions)” h.125-129.
25Onno w Purbo dan Anang Arief Wahyudi, Mengenal e-Commerce, (Jakarta: Alex Media
computendo, 2018), h. 13.
barang, harga, dan gambar. Pembeli memilih dan kemudian memesan barang yang
biasanya akan dikirim setelah pembeli mentransfer uang.
Bentuk baru kegiatan jual beli ini tentu mempunyai banyak nilai positif, di
antaranya kemudahan dalam melakukan transaksi (karena penjual dan pembeli tidak
perlu repot bertemu untuk melakukan transaksi). Namun, disamping transaksi e-
commerce ini juga tidak lepas dari berbagai tindak kejahatan penipuan transaksi e-
commerce dapat dimanfaatkan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab
untuk melaksanakan aksinya seperti barang yang diterima konsumen tidak sama atau
tidak sesuai dengan deskripsi barang yang tercantum dalam web jual e-commerce,
bahkan barang yang dipesan tidak dikirim. Serta berbagai bentuk kejahatan lainnya.
Perlu adanya suatu yang mengatur jalannya transaksi e-commerse ini. Dengan
demikian penulis akan membahas bagaimana hukum jual beli online melalui akad
ba’i salam menurut interpretasi Imam Syafi’i ini, dengan terlebih dahulu mengulas
bagaimana pandangannya tentang akad ba’i salam ini, terutama yang berkaitan
dengan syarat sahnya akad ba’i salam.
3. Teori Perbandingan
a. Defenisi Perbandingan
Menurut Nazir (2005: 58) perbandingan adalah mencari jawaban secara
mendasar tentang sebab akibat, dengan menganalisis faktor-faktor penyebab
terjadinya ataupun munculnya suatu fenomena tertentu. Bersifat membandingkan
antara dua kelompok atau lebih.
Menurut Hudson (2007: 3) perbandingan dilakukan untuk membandingkan pe
rsamaan dan perbedaan dua atau lebih fakta-fakta dan sifat-sifat objek yang mendasar
pada sebab akibat dalam menganalsis faktor-faktor penyebab atau terjadinya
fenomena tertentu. 26
Menurut H.C Gutteridge, pada hakikatnya perbandingan salah satu
pengetahuan yang sangat penting, karena perbandingan dapat dikatakan sebagai
suatu teknik, disiplin,pelaksanaan dan metode di mana nilai-nilai kehidupan manusia,
hubungan dan aktifitasnya dikenal dan dievaluasi. 27
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, perbandingan adalah perbedaan
(selisih) kesamaan. Berdasarkan pengertian tersebut maka perbandingan adalah
adanya perbedaan baik dalam hal persamaan dan kekurangan.28
b. Metode Perbandingan
Metode perbandingan atau metode komparatif adalah sebuah teknik untuk
mempelajari perkembangan bahasa-bahasa melalui perbandingan ciri demi ciri dari
dua atau lebih bahasa berkerabat yang berasal dari satu bahasa leluhur yang sama.
Ciri-ciri ini kemudian diekstrapolasikan ke masa lalu untuk memperoleh gambaran
mengenai bahasa leluhur tersebut. Metode perbandingan dapat dikontraskan dengan
metode rekonstruksi intenal, yang berusaha mencari tahu mengenai perkembangan
internal dari sebuah bahasa melalui analisis ciri-ciri yang terdapat dalam bahasa
tersebut.
c. Konsep Fiqh Perbandingan
Fiqh Perbandingan dalam bahasa Arab dikenal dengan Istilah Fiqh muamalah
(fiqh perbandingan). Istilah ini sering dikaitkan dengan ilmu fiqh yang menggunakan
26
Mokhammad Najih, Pengantar Hukum Indonesia, ( Malang: Setara Press, 2012), h. 23.
27 Sajipto Rhardjo, Ilmu hukum, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2010), h. 65.
28 Wartiningsih, Perbandingan Hukum, (Surabaya: Scopindo Media Pustaka, 2019), h. 26.
metode perbandingan dan berusaha membandingkan satu atau beberapa aspek hukum
Islam. Fiqh perbandingan sering dikaitkan dengan produk pemkiran ulama mazhab
ataupun ulama-ulama kontemporer.
Mazhab merupakan kata tunggal, yang jamaknya adalah mazhahib¸
maksudnya sistem pemikiran atau sebuah pendekatan intelektual. Lafazh mazhab
sering digunakan dalam pengertian khusus yng berkaitan dengn aliran-aliran dalam
hukum Islam.
Mazhab merpakan kata tunggal, yang jamaknya adalah mazhahib, maksudnya
sistem pemikiran atau sebuah pendekatan intelektual. Lafazh mazhab sering
digunakan dalam pengertian khusus yang berkaitan dengan aliran-aliran dalam
hukum Islam.
d. Tujuan Fiqh Perbandingan
Fiqh merupakan produk pemikiran ulama dalam bidang hukum Islam, yang
merupakan kreasi luar bisa melalui pendekatan intelektual pada waktu dan kondisi
sosial tertentu, juga merupakan faktor penentu untuk menghasilkan kreasi di bidang
hukum Islam. Melalui metode perbandingan, dapat diketahui langkah-langkah
metodologis yang djjadikan tolak ukur bagi ulama fiqh mengangkat persoalan sosial
yang berkaitan dengan hukum Islam dan dapat mengetahui faktor-faktor yang
melatarbelakangi munculnya kreasi intelektual di bidang hukum Islam sesuai dengan
zamannya yang selalu mengalami perubahan.29
29
Siah Khosyi’ah, Fiqh Muamalah Perbandingan, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2014), h. 13-
14.
H. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini merujuk pada Pedoman
Penulisan Karya Tulis Ilmiah (Makalah dan Skripsi) yang diterbitkan IAIN Parepare,
tanpa mengabaikan buku-buku metodologi lainnya. Metode penelitian dalam buku
tersebut, mencakup beberapa bagian, yakni jenis penelitian, jenis dan sumber data
yang digunakan, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data.30
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini dapat dikategorikan ke dalam jenis penelitian library research
(penelitian kepustakaan), karena objek penelitian yang digunakan adalah kitab-kitab
tafsir atau buku-buku.
Penelitian ini bersifat deskriptif-analitis, yaitu dengan menguraikan secara
sistematis pembahasan materi seperti akad ba’i Salam, E-commerce serta pemikiran
Imam Syafi’i tentang akad ba’i salam tersebut yang berasal dari sumber (kitab, buku,
majalah, internet). Kemudian dianalisis secara cermat guna memperoleh hasil
penelitian yang valid.
2. Pendekatan Penelitian
Penelitian dan pembahasan dalam skripsi ini mempergunakan pendekatan
normatif, yaitu pendekatan yang didasarkan pada dalil-dalil yang dijadikan istinbat
oleh Imam Syafi’i dalam menentukan akad ba’i salam, terutama dari segi syarat
sahnya, kemudian ditransformasikan ke dalam e-commerce.
30
Tim Penyusun, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Makalah dan Skripsi), Edisi Revisi
(Parepare: IAIN Parepare, 2021), h. 30-36.
3. Jenis dan Sumber
Sebagai penelitian kepustakaan, maka sumber data ada dua macam yang akan
dipaparkan sebagai berikut:
a. Data Primer
Data primer yaitu sumber data yang diperoleh secara langsung dari objek yang
akan diteliti. Adapun objek yang menjadi sumber data primer dari penelitian ini
adalah buku-buku yang merupakan sumber pustaka ilmiah yang secara resmi telah
menjadi pegangan seperti Al-Qur’an, hadis dan rujukan kitab fiqih Asy Syafi’i.
Adapun kitab yang dijadikan rujukan dalam penelitian ini adalah terjemahan kitab Al-
Umm yakni salah satu dari karya Imam Syafi’i.
b. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang tidak diperoleh langsung dari pihak yang
diperlukan datanya. Adapun yang menjadi sumber data sekunder dari penelitian ini
adalah data-data yang diperoleh dari buku-buku, jurnal, skripsi, dan artikel yang
berhubungan dengan objek penelitian yaitu mengenai akad ba’i salam, e-commerce,
serta pemikiran Imam Syafi’i tentang akad ba’i salam dan data-data lainnya. Data
sekunder ini dapat menjadi bahan pelengkap bagi penelitian untuk membuktikan
peneitiannya menjadi lebih valid, sehingga membantu peneliti untuk memecahkan
masalah dan menyelesaikan dengan baik.
4. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penyusunan skripsi ini dilakukan melalui langkah
langkah sebagai berikut:
a. Inventarisasi Data
Yaitu pendataan dan pengumpulan sumber pustaka yang relevan dengan pokok
bahasan.
b. Klarifikasi dan Sistematika Data
Data dan informasi yang telah terkumpul, dikelompokkan kedalam satuan-
satuan pembahasan dan diformulasikan sesuai dengan sitematika penyusunan skripsi.
5. Teknik Analisa Data
Dalam menganalisa data pada skripsi ini, penyusun menggunakan analisis
deduktif, yaitu suatu analisa dengan menggunakan data yang bersifat umum yaitu
menguraikan aturan tentang akad ba’i salam secara umum, serta menguraikan aturan
tentang akad ba’i salam menurut pandangan Imam Syafi’i yang sekaligus akan
dijadikan pijakan dalam menganalis mekanisme jual beli e-commerce, yang akan
melahirkan kesimpulan tentang boleh tidaknya transaksi e-commerce tersebut secara
khusus dari sisi mekanismenya.