bab i pendahuluan 1.1 latar...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pariwisata merupakan salah satu sektor industri terbesar di dunia,
berkembangnya industri pariwisata di sebuah negara akan memberikan dampak
yang cukup signifikan terhadap perekonomian negara tersebut.1 Indonesia adalah
salah satu negara kepulauan terbesar di dunia.2 Berdasarkan penghitungan Badan
Pusat Statistik tahun 2015, Indonesia memiliki kurang lebih 17.504 pulau.3
Sebagai negara kepulauan, Indonesia tentunya memiliki banyak pantai-pantai
yang mampu menarik wisatawan berkunjung. Selain menyimpan potensi alam
yang melimpah, Indonesia juga memiliki keanekaragaman flora dan fauna,
peninggalan purbakala, peninggalan sejarah, seni dan budaya. Semua potensi-
potensi tersebut merupakan modal besar bagi pemerintah dalam usahanya
mengembangkan dan meningkatan kepariwisataan di Indonesia.
1 Sesuai dengan pemberitaan di Jakarta.go.id. ______, “Industri Pariwisata”, jakarta.go.id,
http://www.jakarta.go.id/v2/news/2014/06/industri-pariwisata, diakses pada tanggal 18 April 2017
pukul 10.24 WIB. 2 Sesuai dengan pemberitaan di Detik Finance. ______, “Cicip Sutardjo: Dunia Akui Indonesia
Negara Kepulauan Terbesar”, detikFinance, https://finance.detik.com/ekonomi-
bisnis/2009877/cicip-sutardjo-dunia-akui-indonesia-negara-kepulauan-terbesar, diakses pada
tanggal 18 April 2017 pukul 11.13 WIB. 3 Sesuai dengan data sensus di website resmi Badan Pusat Statistik. Direktorat Jenderal
Pemerintahan Umum, Kementerian Dalam Negeri, “Luas Daerah dan Jumlah Pulau Menurut
Provinsi, 2002-2015”, Badan Pusat Statistik, https://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1366,
diakses pada tanggal 18 April 2017 pukul 13.56 WIB.
2
Menurut Media Keuangan Kementerian Keuangan Indonesia, Indonesia
memiliki panjang garis pantai sekitar 95.181 km.4 Ukuran tersebut merupakan
urutan kedua setelah Kanada sebagai negara yang memiliki garis pantai
terpanjang kedua di dunia.5 Pantai memiliki potensi keindahan maupun kekayaan
alam yang sangat besar untuk dikembangkan. Potensi tersebut harus dimanfaatkan
secara optimal melalui penyelenggaraan kepariwisataan yang secara umum
bertujuan untuk meningkatkan pendapatan nasional. Dengan meningkatnya
pendapatan nasional diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Indonesia. Sektor pariwisata merupakan salah satu sektor ekonomi penting dan
menjanjikan bagi perekonomian nasional di masa depan sebagai pengganti sektor
migas di masa ini (Kalangi dkk, 2016: 324).
Selama ini Yogyakata dikenal sebagai kota pelajar. Selain itu, Yogyakarta
juga dikenal sebagai kota seni dan budaya. Hal ini tentunya akan menarik minat
wisatawan untuk berkunjung. Melihat kearifan lokal yang ada dan ditambah
dengan masyarakat Yogyakarta yang terkenal dengan keramahannya membuat
wisatawan semakin nyaman berada di Yogyakarta. Hal ini pula yang membuat
Yogyakarta dikenal sebagai kota yang membuat siapapun yang datang pernah
datang selalu rindu ingin kembali. Beberapa tempat yang selalu ramai dengan
wisatawan misalnya, Malioboro, Benteng Vredeburg, Keraton Yogyakarta, Pantai
Parangtritis, dan lain sebagainya. Yogyakarta dipandang sebagai tempat yang
4 Sesuai dengan data di majalah Media Keuangan Kementerian Keuangan Indonesia. Kurniati, Iin
dan Kesuma, Irma. 2015. “Menyoal Fiskal Negeri Bahari”. Media Keuangan. April. Vol. 10 (91):
18-20. https://www.kemenkeu.go.id/emagz/media-keuangan-april-2015, diakses pada tanggal 18
April 2017 pukul 14.23 WIB. 5 Sesuai dengan pemberitaan di DW.COM. ______, “10 Negara dengan Garis Pantai Terpanjang
di Du.nia”, DW.COM, http://www.dw.com/id/10-negara-dengan-garis-pantai-terpanjang-di-
dunia/g-18951508, diakses pada tanggal 18 April 2017 pukul 14.45 WIB.
3
mempunyai keunikan tersendiri dibanding dengan daerah lain, mulai dari wisata
alam hingga wisata religi. Wisata alam yang disuguhkan Yogyakarta meliputi
pegunungan, hutan, embung, dan pantai. Jika dilihat dari satuan fisiografis dan
geologisnya Yogyakarta memang memiliki keadaan geomorfologis dan bentang
lahan yang beragam, mulai dari Gunung Merapi, Pegunungan Selatan,
Pegunungan Kulon Progo, dan Pantai. Dengan panjang garis pantai yang
mencapai 113.000 km,6 Yogyakarta menyimpan banyak pantai surga dunia yang
tersembunyi. Dimulai dari ujung timur Yogyakarta terdapat deretan pantai-pantai
Wonosari dengan daya tariknya berupa pantai pasir putih hingga barat Yogyakarta
yaitu Kulon Progo yang mempunyai data tariknya masing-masing. Namun, di
antara pantai yang terbentang dari Wonosari hingga Kulon Progo tersebut juga
terdapat barisan pantai yang sejuk, teduh tetapi tetap dengan ombaknya yang
besar sebagai kekhasan pantai selatan, yaitu barisan pantai di daerah Bantul.
Barisan pantai di Bantul mempunyai daya tarik yang berbeda dibandingkan
dengan pantai-pantai di daerah lain, yaitu terdapatnya pohon cemara udang yang
rimbun. Hal ini membuat suasana yang teduh dan sejuk, sehingga dapat
memanjakan wisatawan yang berkunjung. Para wisatawan yang datang dapat
bermain dan menikmati keindahan pantai sepanjang hari tanpa khawatir dengan
teriknya matahari.
Pantai Kuwaru adalah salah satu pantai yang menjadi pelopor penanaman
pohon cemara udang di bibir pantai yang telah terbukti mampu mendatangkan
6 Sesuai dengan data di website resmi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, “Aplikasi
Dataku Daerah Istimewa Yogyakarta: Luas Wilayah Panjang Garis Pantai”, Badan Pusat
Statistik, http://bappeda.jogjaprov.go.id/dataku/si/data_profil/html2print/441/0/2/2012-2016,
diakses pada tanggal 18 April 2017 pukul 14.14 WIB.
4
banyak wisatawan. Hingga akhirnya cara tersebut diikuti dan dilakukan pada
pantai-pantai yang lain. Ide tentang menanam pohon cemara udang ini timbul dari
para nelayan yang diinisasi oleh Sudaljo yang penasaran dan ingin mencoba
menanam cemara udang di daerah pantai, bibit cemara udang tersebut diperoleh
dari hibah PT Indokor Bangun Desa. Bibit cemara udang yang ditanam tersebut
ternyata mampu tumbuh dengan subur, sehingga para nelayan yang diwakilkan
oleh Punijo mengajukan tambahan bantuan bibit cemara udang kepada
pemerintah. Pengajuan bantuan ini berujung pada diadakannya program
penanaman cemara udang secara massal oleh pemerintah dan masyarakat di
Pantai Kuwaru. Seiring dengan tumbuhnya pohon cemara udang membuat Pantai
Kuwaru semakin ramai dikunjungi oleh wisatawan karena kenyamanannya.
Menurut hasil wawancara dengan seorang tokoh masyarakat, Sudaljo,
menjelaskan bahwa pohon cemara udang yang semakin tumbuh lebat ternyata
menimbulkan adanya dampak negatif bagi Pantai Kuwaru. Kencangnya angin laut
menuju daratan tidak mampu menembus cemara udang yang semakin lebat dan
berbelok hingga mengakibatkan abrasi. Jumlah pohon cemara udang semakin hari
semakin berkurang. Jalan membatasi antara pantai dan warung/tempat makan
lambat laun mulai menghilang dan rumah makan yang dibangun di Pantai Kuwaru
mulai hancur terkena abrasi.
Pariwisata merupakan salah satu sektor yang dinilai efektif dalam
perkembangannya meningkatkan perekonomian masyarakat. Hal tersebut tidak
terlepas dari perkembangan kebutuhan pariwisata. Masyarakat yang dalam hal ini
dapat dikatakan sebagai seorang pemilik, tentunya masyarakat mempunyai hak
5
dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan produknya. Selain juga
berkewajiban untuk merawat dan menjaganya. Masyarakat harus terlibat langsung
dalam setiap proses pengambilan keputusan terkait kebijakan pengembangan dan
pengelolaan wisata agar terbentuk pariwisata yang berbasis masyarakat.
Suansri (2003: 14) menjelaskan bahwa Community Based Tourism merupakan
pariwisata yang mempertimbangkan aspek keberlanjutan lingkungan, sosial daan
budaya.
Masyarakat Dusun Kuwaru terus diposisikan sebagai objek sekaligus
subjek daya tarik wisata. Pengelola Pantai Kuwaru, dalam hal ini masyarakat
Pantai Kuwaru tidak mengijinkan adanya investor yang masuk untuk berinvestasi
atau ikut campur dalam pengelolaan Pantai Kuwaru. Dengan demikian, berbagai
tempat usaha yang dibangun di Pantai Kuwaru baik rumah makan atau fasilitas
pendukung yang lain hanya bisa didirikan oleh masyarakat Desa Kuwaru. Hal ini
sesuai dengan konsep community based tourism. Pariwisata berbasis masyarakat
(community based tourism) merupakan konsep pengembangan kepariwisataan
yang sesuai dengan pariwisata berkelanjutan. Community based tourism
merupakan alat pembangunan komunitas dan konservasi lingkungan. Konsep
tersebut mengedepankan peran aktif masyarakat yang bertujuan memberikan
kesejahteraan dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan, di samping juga
melindungi kehidupan sosial dan budaya. Suansri (2003: 22) menyebutkan
bahwa ada lima dimensi yang merupakan aspek utama pengembangan community
based tourism, yaitu sebagai berikut.
6
1. Dimensi ekonomi, dengan indikator adanya aliran dana yang masuk untuk
pengembangan komunitas, terciptanya lapangan pekerjaan yang mampu
meningkatkan pendapatan masyarakat lokal.
2. Dimensi sosial dengan tolok ukur meningkatnya kualitas hidup, pembagian
peran yang adil dan penguatan komunitas.
3. Dimensi budaya dengan indikator adanya dorongan masyarakat untuk saling
menghormati dan menghargai budaya yang berbeda-beda.
4. Dimensi lingkungan, dengan tolok ukur pengelolaan sampah dan menjaga
kebersihan, serta kepedulian terhadap konservasi tempat wisata.
5. Dimensi politik dengan indikator meningkatnya peran serta aktif masyarakat
lokal, peningkatan kekuasaan komunitas dan menjamin hak-hak dalam
pengelolaan sumber daya alam.
Pariwisata berbasis masyarakat merupakan konsep yang fleksibel.
Penerapan pariwisata berbasis masyarakat bisa disesuaikan dengan karakteristik
dan kondisi dari suatu destinasi wisata, baik secara fisik, politik maupun ekonomi.
Pertimbangan tersebut dilakukan mengingat tiap destinasi wisata selalu memiliki
keunikan tersendiri dibandingkan dengan yang lain. Seperti halnya yang terjadi
dengan salah satu pantai yang ada di Yogyakarta, yaitu Pantai Kuwaru. Pantai
Kuwaru merupakan pantai yang awal mulanya dibangun dan dikembangkan oleh
masyarakat. Seiring dengan berjalannya waktu, mulailah muncul berbagai konflik
dalam pengelolaan pantai. Konflik ini mengakibatkan pengembangan pantai yang
kurang maksimal, sehingga menyebabkan penurunan tingkat kunjungan
wisatawan. Hal ini berbeda dengan pantai Bantul lainnya, yang pengelolaannya
7
relatif lebih tertata dan terorganisir, sehingga pengembangan pantai dapat
dilakukan dengan maksimal. Inilah alasan yang membuat peneliti tertarik untuk
meneliti permasalahan yang ada di Pantai Kuwaru.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, maka rumusan masalah yang
akan diangkat dalam penelitian ini yaitu bagaimana partisipasi masyarakat lokal
dalam pengembangan Pantai Kuwaru dan kontribusi Pantai Kuwaru terhadap
masyarakat lokal.
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah meneliti dan mengkaji partisipasi
masyarakat lokal dalam memberikan kontribusi untuk pengembangan Pantai
Kuwaru.
1.4 Manfaat Penelitian
Peneliti berharap penelitian ini mampu memberikan manfaat teoritis dan
praktis sebagai berikut.
1. Manfaat teoritis.
Sebagai bahan tambahan referensi dan wawasan dalam pengembangan
destinasi wisata, khususnya wisata alam yang sangat banyak dan berpotensi
untuk dijual serta bertujuan untuk memberdayakan dan mensejahterakan
masyarakat di lingkungan objek wisata.
2. Manfaat Praktis.
8
Manfaat praktis yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai
berikut.
a. Bagi Dinas Pariwisata Kabupaten Bantul, penelitian ini di harapkan
mampu memberikan informasi dan gambaran mengenai Pantai Kuwaru,
sehingga bisa lebih diperhatikan dan tepat sasaran dalam pegambilan
kebijakan.
b. Bagi masyarakat Pantai Kuwaru, dapat dijadikan sebagai pedoman
dalam pengelolaan Pantai Kuwaru dan perencanaan dalam usaha
meningkatkan keterlibatan masyarakat di lingkungan Pantai Kuwaru.
1.5 Tinjauan Pustaka
Penelitian ini tidak terlepas dari penelitian-penelitian yang telah dilakukan
sebelumnya sebagai referensi tambahan maupun perbandingan dan kajian.
Penelitian mengenai partisipasi masyarakat berbasis community based tourism
telah banyak dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat
partisipasi masyarakat lokal dalam kontribusinya pada pengembangan suatu
destinasi wisata.
Penelitian tentang partisipasi masyarakat berbasis community based
tourism pernah dilakukan Syafi’i dan Suwandoko pada tahun 2015. Syafi’i dan
Suwandoko (2015: 59) dalam penelitiannya tentang perencanaan desa wisata
dengan pendekatan konsep community based tourism (CBT) di Desa Bedono,
Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak menyatakan bahwa perlu adanya
komitmen yang tinggi dari pemerintah desa dan masyarakat untuk pembentukan
desa wisata terhadap desa yang memiliki potensi wisata yang dapat dikembangkan
9
menjadi desa wisata. Keterlibatan masyarakat sebagai pengelola merupakan poin
terpenting dalam pengembangan pariwisata, ditilik dari tujuan adanya pariwisata
adalah untuk memberdayakan dan mensejahterakan masyarakat. Oleh karena itu,
perlu adanya pelatihan dan pembinaan SDM secara intensif oleh instansi terkait
kepada masyarakat desa, khususnya dalam bidang kepariwisataan.
Damasdino (2015: 155) dalam penelitiannya tentang studi karakteristik
wisatawan dan upaya pengembangan produk wisata tematik di Pantai Goa
Cemara, Pantai Kuwaru, dan Pantai Pandansimo Baru Kabupaten Bantul
menyatakan bahwa wisatawan yang datang ke Pantai Kuwaru di dominasi oleh
pelajar/mahasiswa berumur di bawah 22 tahun. Damasdino (2015: 156)
mengatakan bahwa Pantai Kuwaru lebih fokus terhadap wisata berbasis kuliner
selain daya tarik utamanya yang berupa pantai. Selain itu dalam penelitiannya
juga disebutkan bahwa motivasi utama wisatawan berkunjung ke pantai Kuwaru
banyak dipengaruhi oleh motivasi fisik yang menitikberatkan pada aktivitas yang
menyegarkan jiwa, kegiatan rekreasi/senang-senang, berbelanja, dan beraktifitas
olahraga.
Azizi (2014: 121) dalam penelitiannya tentang konsep, penerapan, dan
kendala penataan ruang kawasan pesisir Pantai Kuwaru Kabupaten Bantul,
Yogyakarta menyatakan bahwa penggunaan ruang kawasan pesisir Pantai Kuwaru
masih kurang terorganisir. Ruang lindung dan ruang budidaya yang ada di Pantai
Kuwaru menjadi satu dan tidak terbagi. Hal ini dikarenakan pengurangan lahan
oleh aktivitas alam dan manusia. Kondisi ini diperparah dengan penggunaan
ruang yang digunakan bukan pada fungsi ruangnya, sehingga menjadikan
10
pelaksanaan penataan ruang menjadi buruk. Sedangkan tujuan dari penataan ruang
adalah untuk mencapai keseimbangan alam antara pemanfaatan ruang dan
pengendalian pemanfaatan ruang agar menjadikan lingkungan yang nyaman, asri
dan seimbang. Azizi (2014: 123) menemukan bahwa terdapat permasalahan dalam
perencanaan pemanfaatan ruang kawasan pesisir Pantai Kuwaru. Permasalahan
tersebut, yaitu belum terlaksananya pemanfaatan ruang yang sesuai dengan
perencanaan ruang dalam RTRW daerah maupun dalam konsep DED Pantai
Kuwaru; pengurangan luas daratan dikarenakan pengikisan daratan oleh ombak
atau abrasi pantai yang cukup tinggi; banyaknya penambak udang air payau tanpa
izin; banyaknya pohon cemara udang yang hancur karena tidak kuat menahan
abrasi; hilangnya tempat konservasi penyu karena aktivitas abrasi pantai yang
tinggi; dan buruknya penataan JLS (Jalur Lintas Selatan) yang dekat dengan bibir
pantai disebabkan kemunduran lahan pesisir akibat aktivitas abrasi Pantai
Kuwaru.
Setyawati (2014: 143) dalam penelitiannya yang berjudul Pemberdayaan
Masyarakat sebagai Upaya Peningkatan Perekonomian Masyarakat Pesisir
Berdasarkan Kearifan Lokal (Studi Pemberdayaan Masyarakat Pesisir di Kawasan
Pantai Kuwaru dan Pandansimo, Bantul untuk Mendukung Pengembangan Sektor
Pariwisata) menyatakan bahwa pemberdayaan masyarakat dalam meningkatkan
perekonomian masyarakat pesisir melalui Program Pemberdayaan Ekonomi
Masyarakat Pesisir (PEMP) di Pantai Kuwaru memiliki manfaat bagi masyarakat
setempat. Hal ini dibuktikan dengan hasil penelitian yang mengatakan bahwa
lebih dari 60% responden setuju bahwa program PEMP mempunyai manfaat bagi
11
masyarakat setempat. Manfaat yang dapat dirasakan oleh masyarakat dari
program PEMP ini, antara lain terjadi diversifikasi usaha ekonomi masyarakat
pesisir, tingkat pendapatan masyarakat meningkat dan masyarakat memperoleh
tempat pengembangan diri.
1.6 Landasan Teori
1.6.1 Pariwisata
Pariwisata merupakan perjalanan sementara waktu yang dilakukan dari
suatu tempat ke tempat lain, dengan tujuan untuk menikmati perjalanan tamasya
atau rekreasi dan menutupi kebutuhan yang beraneka ragam (Yoeti, 2010: 41).
Pendit (2003), mengemukakan bahwa kepariwisataan dapat memberikan
dorongan langsung terhadap kemajuan pembangunan atau perbaikan sarana
prasarana transportasi, kebersihan, kesehatan, kelestarian lingkungan dan budaya
dan sebagainya. Pada akhirnya kegiatan pariwisata akan mampu mendatangkan
manfaat bagi masyarakat sekitar, khususnya dalam menumbuhkan perekonomian
dan meningkatkan kesejahteraan sosial.
Menurut Undang-Undang No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan,
pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas
serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah dan
pemerintah daerah. Sedangkan yang dimaksud dengan wisata adalah kegiatan
perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan
mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau
mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu
sementara.
12
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa
yang dimaksud dengan pariwisata adalah suatu kegiatan perjalanan yang
dilakukan oleh satu orang atau lebih dari suatu tempat ke tempat lain dalam
jangka pendek dengan tujuan untuk bertamasya atau rekreasi. Hal ini terhitung
sejak pergi dari tempat asal ke tempat tujuan hingga kembali lagi ke tempat asal.
Dengan adanya pariwisata, akan memunculkan adanya potensi-potensi
pembangunan yang dapat dirasakan manfaatnya bagi masyarakat sekitar. Potensi
yang dimaksud dapat berupa potensi internal maupun potensi eksternal. Potensi
internal meliputi kondisi fisik objek, kualitas objek dan dukungan bagi
pengembangan. Sedangkan potensi eksternal berupa pengembangan suatu objek
wisata yang terdiri dari aksesibilitas, fasilitas penunjang dan fasilitas pelengkap.
Selain itu, pariwisata juga memiliki potensi dalam memberikan kontribusi
terhadap pendapatan asli daerah atau PAD (Sujali, 1989: 52).
1.6.2 4A (Attraction, Accessibility, Amenity, dan Ancilliary)
Daya tarik wisata menurut Cooper dkk (1995: 81), harus memiliki 4
(empat) komponen, yaitu : attraction, accessibility, amenity, dan ancilliary.
1. Attraction (Atraksi)
Attraction merupakan komponen yang dapat menarik kunjungan
wisatawan. Suatu daerah dapat menjadi tujuan wisata jika memiliki
potensi yang mendukung untuk dikembangkan menjadi sebuah atraksi
wisata atau yang lebih dikenal sebagai daya tarik wisata. Potensi yang
dapat dikembangkan menjadi atraksi wisata inilah yang menjadi modal
atau sumber kepariwisataan suatu destinasi wisata. Modal atau sumber
13
kepariwisataan yang dapat menarik kunjungan wisatawan, misalnya
natural resources (atraksi wisata alam), atraksi wisata budaya, dan atraksi
buatan. Keberadaan atraksi inilah yang kemudian menjadi alasan dan
motivasi wisatawan untuk mengunjungi suatu destinasi wisata.
2. Accessibility (Aksesbilitas)
Accessibility merupakan hal yang sangat penting dalam kegiatan
pariwisata karena berkaitan dengan akses menuju destinasi wisata.
Accessibility identik kaitannya dengan transferabilitas, yaitu kemudahan
untuk bergerak dari suatu daerah ke daerah lain. Jika suatu daerah tidak
tersedia aksesibilitas yang baik, seperti bandara, pelabuhan dan jalan raya,
maka tidak akan ada wisatawan yang mempengaruhi perkembangan
aksesibilitas di daerah tersebut. Oleh karena itu, jika suatu daerah memiliki
potensi pariwisata, maka harus disediakan aksesibilitas yang memadai
agar daerah tersebut dapat dikunjungi dengan mudah.
3. Amenity (Fasilitas)
Amenity adalah segala bentuk sarana dan prasarana yang
dibutuhkan wisatawan selama berada di daerah tujuan wisata. Sarana dan
prasarana yang dimaksud, misalnya penginapan, rumah makan,
transportasi, dan sebagainya.
4. Ancilliary (Pelayanan Tambahan)
Ancilliary merupakan pelayanan tambahan yang mendukung
adanya kepariwisatawan, seperti lembaga pengelolaan, tourist information,
travel agent dan stakeholder yang berperan dalam kepariwisataan.
14
1.6.3 Prinsip – prinsip Community Based Tourism
Suansri (2003: 11) mengatakan bahwa community based tourism
merupakan konsep yang terfokus pada dampak pariwisata terhadap masyarakat
dan sumber daya lingkungannya. CBT merupakan strategi pengembangan
masyarakat dengan menggunakan pariwisata sebagai alat untuk memperkuat
kemampuan masyarakat desa dalam berorganisasi mengelola sumber daya
pariwisata. Dalam penerapannya terdapat prinsip-prinsip community based
tourism yang perlu diperhatikan.
a. Mengenali, mendukung, dan mempromosikan kepemilikan masyarakat dalam
pariwisata.
b. Melibatkan anggota masyarakat dari setiap tahap pengembangan pariwisata
dalam berbagai aspeknya.
c. Mempromosikan kebanggaan terhadap komunitas yang bersangkutan.
d. Meningkatkan kualitas kehidupan.
e. Menjamin keberlanjutan lingkungan.
f. Melindungi ciri khas (keunikan) dan budaya masyarakat lokal.
g. Mengembangkan pembelajaran lintas budaya.
h. Menghormati perbedaan budaya dan martabat manusia.
i. Mendistribusikan keuntungan dan manfaat yang diperoleh secara
proporsional kepada anggota masyarakat.
j. Memberikan kontribusi dengan persentase tertentu dari pendapatan yang
diperoleh untuk proyek pengembangan masyarakat.
k. Menonjolkan keaslian hubungan masyarakat dengan lingkungan.
15
1.6.4 Kedudukan masyarakat lokal
Masyarakat sebagai pemilik dari suatu destinasi wisata memiliki tanggung
jawab dalam menjaga dan mengelola tempat wisata, sehingga terjaga kelestarian
dan keberlanjutannya. Damanik (2006: 23) menjelaskan bahwa masyarakat lokal
memiliki kedudukan yang penting dalam pengelolaannya. Penduduk asli yang
bermukim di kawasan wisata merupakan pemain kunci dalam pariwisata karena
sebagian besar atraksi disajikan oleh penduduk asli dan sebagai penentu kualitas
produk wisata. Oleh karena itu, perlu adanya kerjasama yang berkelanjutan agar
masyarakat dapat berpartisipasi secara aktif demi terwujudnya masyarakat yang
memiliki perhatian dan kepedulian pada kegiatan ekowisata.
Damanik (2006: 106) menyatakan bahwa terdapat beberapa langkah dasar
untuk memfasilitasi partisipasi masyarakat. Pertama, masyarakat harus diberikan
pemahaman tentang peran mereka terhadap pariwisata. Kedua, masyarakat harus
diberikan dorongan untuk berpartisipasi dengan mengajak pemimpin lokal,
asosiasi lokal, gagasan-gagasan dan harapan masyarakat setempat. Ketiga,
pembentukan kelompok pemangku kepentingan lokal, sehingga masyarakat dapat
terlibat intensif. Keempat, memadukan manfaat keuntungan dengan kegiatan
konservasi secara langsung dalam peningkatan pendapatan maupun perluasan
kesempatan kerja. Kelima, memastikan keuntungan dinikmati oleh masyarakat
setempat, baik secara perorangan maupun kolektif. Keenam, memastikan
pemimpin informal dan formal masyarakat terlibat di dalam perencanaan dan
pengelolaan pariwisata. Ketujuh, menciptakan perubahan dengan mengajak
organisasi-organisasi lokal untuk meningkatkan kesejahteraan sosial melalui
16
aktivitas ekonomi, misalnya: koperasi, asosiasi perajin, peternak, dan sebagainya.
Kedelapan, memahami bahwa setiap kawasan memiliki situasi yang khusus.
Struktur otoritas lokal sangat berbeda antara satu daerah dengan daerah lain,
sehingga kesepakatan tercapai, tetapi tidak mengakomodasi kepentingan
kelompok marjinal, seperti perempuan atau kelompok lanjut usia (lansia).
Kesembilan, melakukan pengawasan dan evaluasi dan evaluasi secara berlannjut.
Kontrol tidak terbatas pada pencapaian target-target ekonomi, tetapi juga pada
dampak–dampak non-ekonomi.
1.7 Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
penelitian deskriptif kualitatif. Menurut Coalter (1999) dalam Rindrasih (2004)
dalam Damanik dkk (2015: 22), metode kuantitatif telah menuai bannyak kritik
dari berbagai pihak karena berbagai kajian yang menggunakan metode penelitian
pendekatan nominal, angka dan kategorisasi data pada ilmu pariwisata hanya
mengulang-ulang data tanpa memberikan pengetahuan baru, sehingga metode
kualitatif dinilai lebih efektif karena mampu memberikan pemahaman yang
mendalam terhadap penelitian. Metode ini bertujuan untuk memperoleh semua
informasi yang berkaitan dengan partisipasi dan keterlibatan masyarakat terhadap
pengelolan Pantai Kuwaru.
1.7.1 Lokasi penelitian
Tempat penelitian adalah Pantai Kuwaru yang terletak di barisan pantai
Bantul, Desa Poncasari, Kecamatan Srandakan, Bantul.
17
1.7.2 Teknik pengumpulan data
Menurut Jusuf (2012: 145), data atau dalam bentuk jamaknya disebut
datum merupakan keterangan atau gambaran yang berisi suatu hal atau fakta.
Menurut subjek perolehannya, data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut.
1. Data primer.
Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari sumber
atau objek yang diteliti tanpa melalui perantara. Teknik yang digunakan
dalam mengumpulkan data primer pada penelitian ini adalah sebagai berikut.
a. Observasi.
Pengumpulan data melalui teknik observasi adalah dengan
mengamati objek yang diteliti secara langsung. Tujuan dari pengumpulan
data dengan observasi yaitu untuk membuat deskripsi atas kondisi Pantai
Kuwaru dan keadaan masyarakat serta partisipasi masyarakatnya. Jenis
observasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah observasi non-
partisipasi (non-participant observation). Jenis observasi ini dipilih agar
mampu memperoleh data atau informasi yang nyata dan benar, sehingga
tidak menimbulkan bias yang dapat mempengaruhi hasil penelitian.
b. Wawancara.
Pengumpulan data melalui teknik wawancara merupakan cara
untuk mendapatkan data atau informasi dari narasumber dengan
wawancara secara langsung (face to face). Jenis wawancara yang
dilakukan adalah wawancara tak berstruktur. Wawancara tak berstruktur
18
dipilih dengan alasan wawancara ini lebih terbuka dan bebas dengan
hanya mendasarkan pada pedoman-pedoman atas pertanyaan terhadap
infomasi yang diinginkan. Dalam melakukan wawancara, ada beberapa
kriteria narasumber yang harus dipenuhi antara lain adalah sebagai
berikut.
1) Memiliki wewenang dan bertanggung jawab dalam pengelolaan
Pantai Kuwaru, dan/atau
2) Mempunyai posisi yang penting di dalam masyarakat, dan/atau
3) Masyarakat yang terlibat langsung dengan Pantai Kuwaru.
Berdasarkan kriteria tersebut, maka narasumber yang dipilih
adalah sebagai berikut.
1) Kepala Dusun Kuwaru;
2) POKGIAT;
3) Pengelola Pantai Kuwaru;
4) Tokoh masyarakat;
5) Pedagang;
6) Wisatawan; dan
7) Masyarakat.
2. Data sekunder.
Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui perantara atau
bahan kepustakaan seperti dokumen atau publikasi. Data sekunder yang
digunakan dalam penelitian ini adalah studi pustaka. Pengumpulan data
dengan studi pustaka bertujuan untuk memperoleh data, buku, artikel, brosur
19
ataupun sumber-sumber lainnya yang berhubungan dengan partisipasi
masyarakat dalam pengembangan destinasi wisata.
1.7.3 Analisis data
Data primer yang telah diperoleh selanjutnya akan diolah agar menjadi
informasi yang mendukung penelitian. Segala Informasi yang berkaitan baik
berupa data masa lalu dan keadaan saat ini selanjutnya akan dianalisis secara
deskriptif kualitatif. Teknik penyajian data yang digunakan adalah pengkategorian
data, penyajian foto dan penjelasan secara deskriptif tentang hasil wawancara dan
temuan data lainnya. Tujuan dilakukannya penyajian data adalah untuk
melaporkan tingkat partisipasi masyarakat.
1.8 Sistematika Penulisan
Sistematika yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini merupakan bab awal yang berisi Latar Belakang Masalah,
Rumusan masalah, Tujuan penelitian, Manfaat Penelitian, Tinjauan Pustaka,
Landasan Teori, Metode penelitian dan Sistematika penulisan.
BAB II GAMBARAN UMUM PANTAI KUWARU
Bab ini menjelaskan gambaran umum tentang deskripsi lokasi penelitian di
Pantai Kuwaru.
BAB III ANALISIS PARTISIPASI MASYARAKAT BERBASIS
COMMUNITY BASED TOURISM
Bab ini menjelaskan pengembangan Pantai Kuwaru berbasis communtiy
based turism di masyarakat dan penguraian segala aktifitas yang ada di Pantai