bab i pendahuluan 1.1. latar belakang - repository usm
Embed Size (px)
TRANSCRIPT
Tugas akhir merupakan hasil tertulis dari pelaksanan suatu laporan,
yang
dibuat untuk pemecahan masalah tertentu dengan menggunkan kaidah-kaidah yang
berlaku dalam bidang ilmu tersebut. Universitas Semarang (USM) memberlakukan
tugas akhir kepada mahasiswa setingkat strata satu (S1) jurusan Teknik Sipil Fakultas
Teknis untuk memperoleh gelar sarjana. Laporan tugas akhir ini sebagai perwujudan
dari metode pembelajaran melalui bangku kuliah pada semester-semester sebelumnya
diharapkan mahsiswa dapat menerapkan untuk memecahkan suatu masalah
berdasarkan langkah-langkah berfikir sistematis, logis dan data yang akurat serta
analisis yang tepat. Sehingga laporan yang telah disetujui dapat dipertanggung
jawabkan kepada masyarakat dalam bidang perencanaan dan usaha jasa konstruksi.
Peran kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan lembaga negara yang
berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan
hukum, serta memberikan perlindungan, pengeyoman, dan pelayanan kepada
masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam Negri. Kepolisaian daerah
(Polda) merupakan satuan pelaksana utama kewilayahan yang dibawah kekuasaan
kopolri. Polda bertugas menyelenggarakan tugas Polri pada tingkat kewilayahan
tingkat satu seperti Provinsi atau daerah istimewa. Polda dipimpin oleh kepala
kepolisian Negara Republik Indonesia daerah (Kapolda), sedangkan kapolda dibantu
oleh wakil Kapolda (wakapolda). Sebagai lembaga pemerintah daerah di Kota
Semarang perlu adanya perbaikan infrastruktur gedung untuk memudahkan akses
masyarakat terhadap kepolisian daerah. Perencanaan gedung perkantoran Mapolda
lima lantai bertujuan untuk penunjang kinerja Kepolisian Replublik indonesia serta
pelayanan masyarakat di Provinsi Jawa Tengah, Semarang.
Perencanaan dalam susunan Laporan Tugas Akhir berisi pembahasan
perencanaan konstruksi gedung dengan ilmu penunjang yang dimulai dari tahap
pradesain, perencanaan, konstruksi (analisa dan perhitungan struktur), operasional
hingga memasuki tahap pembiayaan proyek yang siap untuk ditenderkan.
2
maslah dapat dirumuskan seperti dibawah ini :
a. Bagaimana merencanakan suatu gedung yang dapat memenuhi standar yang
nantinya digunakan sebagai sarana kegiatan yang memadai ?
b. Apakah perencanaan konstruksi tersebut layak di pergunakan ?
1.3. Maksud dan Tujuan Perencanaan
Perencanaan Struktur Gedung Perkantoran Mapolda Lima Lantai Kota
Semarang ini bermaksud untuk mempermudah Kepolisian Republik Indonesia di Kota
Semarang dan mempermudah masyarakat untuk mengakses nya. Sehingga dengan
berdirinya gedung ini diharapkan keamanan dan ketertiban masyarakat dapat tercapai.
Sedangkan tujuan perencanaan Struktur Gedung Perkantoran Mapolda di Kota
Semarang adalah :
a. Dapat merencanakan Konstruksi Lima Lantai Perkantoran Mapolda Kota Semarang
sehingga dapat di pergunakan untuk mempermudah masyarkat dalam fasilitas
keamanan dan ketertiban di Kota Semarang.
b. Merencanakan konstruksi gedung dengan referensi / acuan Standar Nasional
Indonesia (SNI).
Perencanaan Pembangunan Gedung Lima Lantai Kantor Polda Jawa Tengah
berada di Jalan Purwosari Raya RT 05 RW 02 Kelurahan Rejosari Kecamatan
Semarang Timur.
harus dipenuhi, antara lain :
tujuan penulisan, pokok bahasan, dan batasan masalah, metodologi
penelitian serta sistematika penulisan.
BAB II Tinjauan Pustaka
Perencanaan Gedung Perkantoran Mapolda Lima Lantai tahap pradesain,
perencanaan, konstruksi (analisa dan perhitungan struktur), operasional
hingga memasuki tahap anggaran pembiayaan proyek.
BAB III Metodologi
digunakan dalam analisis studi, dan metodologi yang digunakan dalam
mengerjakan tugas akhir. Metodologi yang digunakan meliputi
pengumpulan data dan metode analisis.
Lokasi
4
pondasi serta struktur atas, meliputi : struktur kolom, balok dan pelat
dengan pehitungan gempa.
administrasi dan syarat-syarat teknis.
Berisikan tentang anggaran biaya sesuai dengan daftar analisa
satuan pekerjaan, volume pekerjaan dan pembuatan time schedule
langkah kerja yang telah direncanakan.
BAB VII Penutup
Pada bab ini berisi kesimpulan dan saran yang bisa diberikan dari
hasil Perencanaan Struktur Gedung Lima Lantai Kantor Polda Jawa
Tengah
5
Bangunan gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu
dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas dan/atau
didalam tanah dan/atau air, yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan
kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan
usaha, kegiatan social, budaya, maupu kegiatan khusus (UU No.28/2002).
Dalam tahapan perencanaan struktur gedung lima lantai kantor Polda Jawa
Tengah ini perlu dilakukan pendekatan ilmu perencanaan dan konstruksi bangunan.
Dimana konstuksi tersebut harus memenuhi persyaratan – persyaratan yang telah
ditetapkan antara lain pesyaratan keamanan, bahaya kebakaran dan persyaratan
kesehatan. Dalam perencanaan juga harus di utamakan kekuatan struktur harus kuat
menahan beban yang ada di atasnya, beban horizontal seperti beban angin dan juga
dengan mengeluarkan biaya yang ekonomis.
Pada bab ini akan dijelaskan langkah – langkah dalam perhitungan struktur
mulai dari perhitungan rangka atap, pelat, balok, kolom dan tangga sampai dengan
perhitungan struktur pondasi. Perhitungan ini diperlukan agar dalam pelaksanaan
pembangunannya tidak mengalami kegagalan konstruksi.
2.2. Pedoman Yang Dipakai
Dalam perencanaan struktur gedung bertingkat harus mengacu pada syarat –
syarat dan ketentuan yang berlaku dalam SNI perencanaan gedung. Adapun syarat –
syarat dan ketentuan serta rumus yang berlaku terdapat pada buku pedoman sebagai
berikut :
1. Pedoman Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Rumah dan Gedung (SNI 03-1726-
2012).
2. Tata Cara Perencanaan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung (SNI T-15-03-
2002).
3. Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung (SNI 03-2847-
2013).
1
6
4. Tata Cara Perencanaan Struktur Baja Untuk Bangunan Gedung (SNI 03 – 1729 –
2002)
5. Pedoman Perencanaan Pembangunan untuk Rumah dan Gedung (PPURG 1987).
2.3. Mutu Bahan
digunakan bahan/ material dengan spesifikasi seperti dibawah ini :
Beton : (Fc) = 30 Mpa
Ec = 4700 Fc
2
2.4. Konsep Perencanaan Struktur
konsep desain untuk pemilihan elemen baik secara struktural maupun fungsional.
Dalam perencanaan kali ini ditinjau perencanaan struktur gedung berdasarkan beban
lateral dan beban gempa.
Hal penting pada struktur bangunan tinggi adalah stabilitas dan
kemampuannya untuk menahan gaya lateral, baik yang disebabkan oleh angin
maupun gempa bumi (Juwana, 2005). Beban angin lebih terkait pada dimensi
ketinggian bangunan, sedangkan beban gempa lebih terkait pada masa
bangunan. Kolom pada bangunan tinggi perlu diperkokoh dengan system
pengaku untuk dapat menahan gaya lateral, agar deformasi yang terjadi akibat
gaya horizontal tidak melampaui ketentuan yang disyaratkan. Pengaku gaya
lateral yang lazim digunakan adalah portal penahan momen, dinding geser atau
rangka pengaku.
Setiap struktur harus dianalisis untuk pengaruh gaya lateral static dan
gaya dinamis yang diaplikasikan secara independent di kedua arah orthogonal.
Pada setiap arah yang ditinjau, gaya lateral harus diaplikasikan secara simultan
di tiap lantai. Untuk tujuan analisis, gaya lateral tiap lantai dihitung sebagai
berikut (SNI 1726 : 2012) :
Fx = gaya lateral rencana yang dipalikasikan pada lantai x
Wx = bagian beban mati total seluruh struktur yang bekerja pada lantai x.
2.4.2. Analisis Struktur Terhadap Gempa
Pada Perencanaan Struktur Gedung Lima Lantai Kantor Polda Jateng
menggunakan Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK). Struktur
bangunan gedung harus diklasifikasikan sebagai beraturan atau tidak beraturan.
Struktur yang tidak memenuhi ketentuan di atas ditetapkan sebagai gedung
tidakberaturan horizontal dan vertikal bangunan gedung.
Untuk struktur gedung beraturan, pengaruh gempa rencana dapat ditinjau
sebagai pengaruh beban gempa ekuivalen, sehingga analisisnya dilakukan
berdasarkan analisis statik ekuivalen. Sedangkan untuk gedung yang tidak
memenuhi kriteria tersebut, ditetapkan sebagai gedung tidakberaturan dengan
pengaruh beban rencana ditinjau sebagai pengaruh pembebanan dinamik dan
analisisnya dilakukan berdasarkan analisis respons dinamik.
2.4.2.1. Perencanaan Struktur Gedung Simetris
Struktur gedung beraturan dapat direncakan terhadap
pembebanan gempa nominal akibat pengaruh gempa rencana dalam
arah masing-masing sumbu utama denah tersebut.
Pembebanan gempa nominal akibat pengaruh gempa rencana
pada struktur gedung beraturan ditampilkan sebagai beban-beban
gempa nominal statik ekuivalen yang menagkap pada pusat masa
lantai-lantai bertingkat.
a. Beban Geser Dasar Nominal Statik Ekuivalen (V) yang terjadi
ditingkat dasar dapat dihitung menurut persamaan :
1
8
C = nilai faktor respon gempa yang didapat dari respon
spektrum gempa rencana untuk waktu getar alami
fundamental T.
b. Beban Geser Dasar Nominal V harus dibagikan sepanjang tinggi
struktur gedung menjadi beban gempa nominal statik ekuivalen (Fi)
yang menangkap pada pusat massa lantai tingkat ke-I, menurut
persamaan :
Dimana :
sesusai.
lateral
c. Rasio perbandingan antara tinggi struktur gedung dan ukuran
denahnya dalam arah pembebanan gempa sama dengan atau
melebihi 3, maka nilai 0,1 V harus dianggap sebagai beban
horizontal terpusat yang meangkap pada pusat massa lantai tingkat
paling atas, sedangkan 0,9 V sisanya dibagikan sepanjang tinggi
struktur gedung menjadi beban-beban gempa nominal statik
ekuivalen.
arah masing-masing sumbu utama dapat ditentukan dengan rumus
Reyleigh sebagai berikut :
= ²
Dimana :
mm.
e. Apabila aktu getar alami fundamental Ti struktur gedung untuk
penentuan faktor respon gempa C ditentukan dengan rumus
empirik atau didapat dari hasil analisis fibrasi bebas 3 dimensi,
nilainya tidak boleh menyimpang melebihi 20% dari yang dihitung
menurut rumus Rayleigh.
Perencanaan struktur gedung tidak beraturan dianalisis dengan
analisis dinamik. Untuk analisis terhadap beban gempa dinamik,
lantai-lantai dari bangunan dianggap sebagai diafragma kaku. Dengan
model ini, massa-massa dari setiap bangunan dipusatkan pada titik
berat lantai (model massa terpusat / lumped mass model).
1. Ketidakberaturan Horizontal
tipe ketidakberaturan harus dianggap mempunyai ketidakberaturan
struktur horizontal.
Tipe dan penjelasan ketidakberaturan Pasal
referensi
Penerapan
lantai tingkat maksimum, torsi yang dihitung termasuk tak
terduga, di sebuah ujung struktur melintang terhadap sumbu
lebih dari 1,2 kali simpangan antar lantai tingkat rata-rata
dikedua ujung struktur. Persyaratan ketidakberaturan torsi
dalam pasal-pasal referensi berlaku hanya untuk struktur
dimana diafragmanya kaku atau setengah kaku.
7.3.3.4
7.7.3
7.8.4.3
7.12.1
C, D, E, dan F
C, D, E, dan F
D, E, dan F
1b.
simpangan antar lantai tingkat maksimum, torsi yang dihitung
termasuk tak terduga, disebuah ujung struktur melintang
terhadap sumbu lebih dari 1,4 kali simpangan antar lantai
tingkat rata-rata dikedua ujung struktur. Persyaratan
ketidakberaturan torsi berlebihan dalam pasal-pasal referensi
berlaku hanya untuk struktur dimana diafragmanya kaku atau
setengah kaku
proyeksi denah struktur dari sudut dalam lebih besar dari 15
persen dimensi denah struktur dalam arah yang ditentukan
7.3.3.4
jika terdapat difragma dengan diskontinuitas atau variasi
kekakuan mendadak, termasuk yang mempunyai daerah
terpotong atau terbuka lebih besar dari 50 persen daerah
difragma bruto yang melingkupinya, atau perubahan
7.3.3.4
tingkat ke tingkat selanjutnya
didefinisikan ada jika terdapat diskontuinitas dalam lintasan
tahanan gaya lateral, seperti pergeseran melintang terhadap
bidang elemen vertical
D, E, dan F
D, E, dan F
5.
elemen penahan gaya lateral vertikal tidak paralel atau
simetris terhadap sumbu-sumbu ortogonal utama sistem
penahan gaya gempa
B, C, D, E, dan F
D, E, dan F
2. Ketidakberaturan Vertikal
seismik.
Tipe dan penjelasan ketidakberaturan Pasal
referensi
Penerapan
persen kekakuan lateral tingkat di atasnya atau
Tabel 13 D, E, dan F
1
12
tingkat di atasnya
60 persen kekakuan lateral tingkat di atasnya
atau kurang dari 70 persen kekakuan rata-rata
tiga tingkat di atasnya
150 persen massa efektif tingkat didekatnya.
Atap yang lebih ringan dari lantai di bawahnya
tidak perlu ditinjau
3
penahan gaya gempa di semua tingkat lebih dari
130 persen dimensi horizontal sistem penahan
gaya gempa tingkat didekatnya
(Sumber : Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur
Bangunan Gedung SNI 1726 : 2012 )
2.5. Perencanaan Struktur Bangunan
Secara umum, beban luar yang bekerja pada struktur dapat dibedakan
menjadi beban statis dan beban dinamis.
2.5.1.1. Beban Statis
1
13
maka beban tersebut dapat dikelompokkan sebagai beban statik (static
load). Deformasi dari struktur akibat beban statik akan mencapai
puncaknya jika beban ini mencapai nilainya yang maksimum. Beban
statik pada umumnya dapat dibedakan menjadi beban mati dan beban
hidup.
seluruh bahan konstruksi bangunan yang terpasang, termasuk
dinding, lantai, atap, plafond, tangga, dinding partisi tetap,
finishing, klading gedung dan komponen arsitektural dan struktal
lainnya serta perlatan layan yang terpasang termasuk berat keran..
Semua metode untuk menghitung beban mati sebuah elemen adalah
berdasarkan atas tinjauan berat satuan material yang terlihat dan
berdasarkan volume elemen tersebut.
dan Gedung tahun 1987 beban mati pada struktur terbagi menjadi
2, yaitu beban mati akibat bahan bangunan dan beban mati akibat
komponen gedung.
Material Berat
Rumah dan Gedung 1987)
Material Berat
Dinding pasangan bata merah
(Sumber : Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan
Gedung 1987)
pekerja, peralatan lain yang tidak teramasuk beban konstruksi dan
beban lingkungan, seperti beban angin, beban hujan, beban gempa,
beban banjir atau beban mati.
Tabel 2.5. Beban Hidup pada Lantai Gedung
No. Penggunaan Berat Keterangan
tinggal
disebut pada no.
tinggal sederhana
- Kantor
ruang pertemuan
ruang
pagelaran/rapat,
tidak tetap /
penonton yang
gang
gang
500 kg/m² (no. 4, 5, 6, 7)
10 ruang pelengkap 250 kg/m² (no. 3, 4, 5, 6, 7)
11 - pabrik, bengkel, gudang 400 kg/m² (minimum)
- perpustakan, ruang arsip,
- lantai tingkat lainnya 400 kg/m²
13 balkon yang menjorok
Gedung 1987)
No. Bagian atap Berat Keterangan
1 atap / bagiannya yang
2 atap / bagiannya yang tak dapat dicapai orang (diambil minimum) :
- beban hujan (40 -
perlu ditinjau bila s > 50° )
- beban terpusat 100 kg/m²
3 balok / gording tepi
1
16
pada struktur. Pada umumnya beban ini tidak bersifat tetap (unsteady-
state) serta mempunyai karakteristik besaran dan arah yang berubah
dengan cepat. Deforamsi pada struktur akibat beban dinamik ini uga
akan berubah – ubah secara cepat. Beban dinamis seperti beban akibat
getaran gempa atau angin.
kejutan pada kerak bumi. Pada saat bangunan bergetar, maka
timbul gaya – gaya pada struktur bangunan karena adanya
kecendrungan massa bangunan untuk mempertahankan dirinya dari
gerakan. Gaya yang timbul disebut gaya inersia.
Menurut PPPURG 1987, beban gempa adalah semua beban
statik ekuivalen yang bekerja pada gedung atau bagian gedung
yang menirukan pengaruh dari getaran tanah akibat gempa itu.
Dalam hal pengaruh gempa pada struktur gedung ditentukan
berdasarkan suatu analisa dinamik, maka yang diartikan dengan
beban gempa disini adalah gaya-gaya di dalam struktur tersebut
yang terjadi oleh gerakan tanah akibat gempa itu.
Dalam menentukan factor respon gempa (C) dapat ditentukan
dari diagram spectrum gempa rencana sesuai dengan wilayah
gempa dan kondisi jenis tanahnya untuk waktu getar alami
fundamental.
Besar kecilnya beban gempa yang diterima suatu
strukturtergantung pada lokasi dimana struktur bangunan
tersebut akan dibangun seperti terlihat pada Gambar Peta
Wilayah Gempa berikut.
Sumber : Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk struktur Bangunan Gedung(SNI1726-2012)
Harga dari faktor respon gempa (C) dapat ditentukan dari
Diagram Spektrum Gempa Rencana, sesuai dengan wilayah
gempa dan kondisi jenis tanahnya untuk waktu getar alami
fundamental.
struktur Bangunan Gedung(SNI 03-1726-2002)
Sumber : Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk
struktur Bangunan Gedung(SNI 03-1726-2002)
b) Faktor Keutamaan Gedung
struktur – struktur gedung yang relatif lebih utama, untuk
menanamkan modal yang relatif besar pada gedung itu. Waktu
ulang dari kerusakan struktur gedung akibat gempa akan
diperpanjang dengan pemakaian suatu faktor keutamaan. Faktor
keutamaan I menurut persamaan :
=
gempa berkaitan dengan penyesuaian probabilitas
terjadinya gempa selama umur gedung,
2 = faktor keutamaan untuk menyesuaikan umur gedung
tersebut.
Wilayah
Gempa
1
2
3
4
5
6
0,10
0,30
0,45
0,60
0,70
0,83
0,05
0,15
0,23
0,30
0,35
0,42
0,13
0,38
0,55
0,70
0,83
0,90
0,08
0,23
0,33
0,42
0,50
0,54
0,20
0,50
0,75
0,85
0,90
0,95
0,20
0,50
0,75
0,85
0,90
0,95
1
19
Bangunan
Gedung penting pasca gempa seperti
rumah sakit, instalasi air bersih,
pembangkit tenaga listrik, pusat
penyelamatan dalam keadaan darurat,
fasilitas radio dan televise
bumi, asam, bahan beracun
Sumber : Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk
Struktur Bangunan Gedung(SNI 03-1726-2002)
c) Daktilitas Struktur Gedung
simpangan maksimum struktur gedung akibat pengaruh gempa
rencana pada saat mencapai kondisi diambang keruntuhan δm
dan simpangan struktur gedung pada saat terjadinya pelelehan
pertama δy, yaitu :
gedung yang berperilaku elastik penuh.
μm = nilai faktor daktilitas maksimum yang dapat dikerahkan
oleh sistem struktur bangunan gedung yang
bersangkutan.
Sistem dan subsistem struktur
2. Dinding penumpu dengan
tarik
b. Beton bertulang (tidak
untuk Wilayah 5 & 6)
(RBE)
3. Rangka bresing biasa
b. Beton bertulang (tidak
untuk Wilayah 5 & 6)
berangkai daktail
kantilever daktail penuh
3,6 6,0 2,8
kantilever daktail parsial
3,3 5,5 2,8
(Sistem struktur yang pada
dasarnya memiliki rangka ruang
pemikul beban gravitasi secara
lengkap. Beban lateral dipikul
rangka pemikul momen terutama
(SRPMK)
b. Beton bertulang 5,2 8,5 2,8
2. Rangka pemikul momen
(SRPMB)
b. Beton bertulang 2,1 3,5 2,8
4. Rangka batang baja pemikul
momen khusus (SRPMK)
4,0 6,5 2,8
4. Sistem ganda
memikul seluruh beban gravitasi;
1. Dinding geser
1
22
direncakan untuk memikul secara
3. Rangka bresing biasa
a. Baja dengan SRPMK
kantilever : (Sistem struktur yang
1
23
dengan rangka
Wilayah 5 & 6)
3,4 5,5 2,8
7. Subsistem tunggal
2. Rangka terbuka beton
berangkai daktail penuh
4,0 6,5 2,8
kantilever parsial
struktur Bangunan Gedung(SNI 03-1726-2002)
d) Pembatasang Waktu Getar
fleksibel, nilai waktu getar struktur fundamental harus dibatasi.
Dalam SNI 03-1726-2002 Kota Semarang masuk dalam wilayah
gempa 2 diberikan batasan sebagai berikut :
<
n = jumlah tingkat gedung
1 0,20
2 0,19
3 0,18
4 0,17
5 0,16
6 0,15
struktur Bangunan Gedung (SNI 03-1726-2002)
e) Jenis tanah
batuan dasar.
bawah permukaan tanah dari kedalaman batuan dasar ini
gelombang gempa merambat ke permukaan tanah sambil
mengalami pembesaran atau amplifikasi bergantung pada jenis
lapisan tanah yang berada jenis lapisan tanah yang berada di atas
batuan dasar tersebut. Ada 3 kriteria yang dipakai untuk
mendefinisikan batuan dasar yaitu standar penetrasi test (N),
kecepatan rambat gelombang dgeser (Vs) dan kekuatan geser
tanah (Su).
Jenis tanah ditetapkan sebagai tanah keras, tanah sedang
dan tanah lunak, apabila untuk lapisan setebal 30 m paling atas
dipenuhi syarat-syarat yang terdapat dalam tabel.
1
25
Sedang 175 ≤ Vs < 350 15 ≤ N < 50 50 ≤ Su < 100
Lunak Vs < 175 N <15 Su < 50
Khusus Diperlukan evaluasi khusus ditiap lokasi
Sumber : Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk struktur
Bangunan Gedung (SNI 03-1726-2002)
=
Ni = nilai hasil test penetrasi standar lapisan tanah ke – i
M = jumlah lapisan tanah yang ada di atas batuan dasa
2. Beban angin
udara (PPPURG 1987),. Beban angin yang berdasarkan PPPURG
1987 ditentukan dengan menganggap adanya tekanan positif dan
negatif yang bekerja tegak lurus pada bidang-bidang yang ditinjau.
2.5.2. Perencanaan Pembebanan
kombinasi pembebanan (Load Combination) dan beberapa kasus beban yang
dapat bekerja secara bersamaan selama umur rencana. Kombinasi pembebanan
ini disebabkan oleh bekerjanya beban mati, beban hidup dan beban gempa.
Nilai-nilai tersebut dikalikan dengan suatu faktor beban, dengan tujuan agar
1
26
terhadap berbagai kombinasi pembebanan.
berdasarkan “Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung
“(SNI 03 – 2847 – 2002) sebagai berikut :
Kombinasi pembebanan :
U = 1,2 D + 1,0 L ± 1,0 E
Dimana : D = beban mati
minimalnya harus direduksi dengan factor reduksi keuatan sesuai dengan sifat
beban, hal ini dikarenakan adanya ketidakpastian kekuatan bahan terhadap
pembebanan.
Faktor reduksi kekuatan bahan adalah suatu bilangan yang bersifat
mereduksi kekuatan bahan, dengan tujuan untuk mendapatkan kondisi paling
buruk jika pada saat pelaksanaan nanti terdapat perbedaan mutu bahan yang
ditetapkan sesuai standar bahan yang ditetapkan dalam perencanaan
sebelumnya. Besarnya faktor reduksi kekuatan bahan yang digunakan
tergantung dari pengaruh gaya yang bekerja pada suatu elemen struktur sesuai
SNI 03-2847-2002 pasal 11.3.2.
Nomor Kondisi Pembebanan Faktor
2.
a. Gaya aksial tarik, dan aksial tarik dengan lentur 0,8
b. Gaya aksial tekan dan aksial tekan dengan lentur
Komponen struktur dengan tulangan spiral 0,7
Komponen struktur lainnya 0,65
kuat
0,55
diagonal
0,8
4.
pengangkuran pasca tarik
6.
komponen struktur pratarik dimana panjang
penanaman strand-nya kurang dari panjang
penyaluran yang ditetapkan
polos structural
Sumber : Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung SNI
03-2847-2002 pasal 11.3
2.6.1.1. Rangka Atap
penutup seluruh ruangan yang ada dibawahnya terhadap pengaruh
panas, debu, hujan, angina tau untuk keperluang perlindungan.
Konstruksi rangka atap yang digunakan adalah rangka atap kuda –
kuda dan pelat atap. Rangka atap atau kuda – kuda adalah suatu
susunan rangka batang yang berfungsi untuk mendukung beban atap
termasuk juga berat sendiri dan sekaligus memberikan bentuk pada
atap.
1
28
Perencanaan Pembebanan untuk Gedung. Sedangkan analisis gaya
batang kuda-kuda dengan analisis tak tentu menggunakan program
SAP2000.
tumpuan. Desain gording berdsasarkan peraturan SNI 03 -1729 –
2002 adalah sebagai berikut :
Beban mati (L) = beban pekerja (p)
Tekanan Angin (w)
Akibat beban mati
Akibat beban hidup
Akibat beban angin
a) Angin tekan
(, − , )
b) Angin hisap
Mu ≤ Mn
= factor reduksi kekuatan
)
My = momen terhadap sumbu x-x
My = momen terhadap sumbu y-y
x = tegangan arah sumbu x-x
y = tegangan aah sumbu y-y
fx = lendutan arah sumbu x-x
fy = lendutan arah sumbu y-y
q = beban merata
l = bentang gording
1
30
batasan – batasan sebagai berikut :
memenuhi ketentuan sebagai berikut :
c) Angka kelangsingan () = Lk / imin dimana :
Lk = panjang tekuk ((m)
imin = 1
diijinkan (ijin)
2
Ru ≤ ∅ Rn
SNI 03-1729-2002, hal 99)
b. Baut dalam geser
Vd = ∅ fVn= ∅fr1fu^b Ab
(Tata cara perencanaan struktur baja untuk bangunan gedung ,
SNI 03-1729-2002, hal 100)
Kuat tarik rencana satu baut dihitung sebagai berikut :
Td = ∅ fTn= ∅f 0,75 fu^b Ab
(Tata cara perencanaan struktur baja untuk bangunan gedung ,
SNI 03-1729-2002, hal 100)
Apabila jarak lubang tepi terdekat dengan sisi pelat dalam arah
kerja gaya > 1,5 kali diameter lubang, jarak antar lubang > 3 kali
diameter lubang, dan ada lebih dari satu baut dalam arah kerja
gaya, maka kuat rencana tumpu dapat dihitung sebagai berikut :
Rd = ∅ f Rn=2,4 ∅f.db.tp .fu
(Tata cara perencanaan struktur baja untuk bangunan gedung ,
SNI 03-1729-2002, hal 101)
e. Pelat pengisi pada sambungan yang tebal antara 6 mm-20 mm,
kuat geser nominal satu baut yang ditetapkan harus dikurangi
15%.
yang slip nya dibatasi , satu baut yang hanya memikul gaya
geser terfaktor , Vu dalam bidang permukaan friksi harus
memenuhi :
SNI 03-1729-2002, hal 102)
g. Tata letak baut
Jarak antar pusat lubang pengencang tidak boleh kurang dari 3
kali diameter nominal pengencang. Jarak antara pusat
pengencang tidak boleh melebihi 15 tp.
(Tata cara perencanaan struktur baja untuk bangunan gedung ,
SNI 03-1729-2002, hal 102)
Pelat beton bertulang dalam suatu struktur dipakai pada lantai
dan atap. Pelat lantai dirancang dapat menahan beban mati dan beban
hidup secara bersamaan sesuai kombinasi pembebanan yang bekerja
di atasnya.
Jenis / tipe-tipe plat :
a. Plat Slab
- Plat tanpa balok, beban ringan / tidak besar, bentangan
kecil
bentang 4,5 – 7 m
- Plat ini tebal sama, tanpa drop panel, tanpa cavital, plat
sebagai plafon langsung untuk keperluan estetika.
- Tebal 12 – 15 cm, bentang 4,5 – 7 m
c. Plat Lantai Grid 2 Arah
- Plat ini dengan balok grid / bersilang rapat pada 2 arah
dengan plat tipis, mengurangi berat sendiri plat.
- Bentang 9 – 12 m.
d. Plat Sistem Lajur
- Dengan sistem balok lajur (band beam) dengan balok lurus
menyambung pada klom dan balok dibuat lebih lebar ke
arah lebarnya ( b > h )
- Plat jenis ini, plat ditumpu pada balok ( monolit ) dengan
bentang balok 3 – 6 m.
- Tebal plat dihitung sesuai fungsi plat, sesuai
keamanannya.
1
33
- Plat ini banyak dipakai, kokoh, bawah plat bisa di plafon /
tidak di plafon.
beraturan, untuk fungsi estetika.
Gambar 2.4 Metode Pelat dan Balok
- Beban luar ditahan momen arah x dan arah y,
- Tidak menghitung efek torsi / puntir,
- Defeksi pada titik silang lendutan sama,
Sehingga didapat dengan persamaan :
= 5
, = beban luar plat / beban yang bekerja pada plat.
, = bentang plat
ly ).
pendek.
c. Gaya plat yang bekerja menentukan aksi 1 arah ( one slab
way ) dan dua arah ( two slab way ).
3. Rasio / Perbandingan Bentang Plat
yaitu dengan mengidentifikasi rasio bentang pelat :
rasio ly/lx>2 ( desain pelat 1 arah / one way slab )
rasio ly/lx= 1 s⁄d 2 ( desain pelat 2 arah / two way slab )
Dimana :
Suatu pelat dikatakan pelat satu arah apabila
> 2 , dimana Ly
Gambar 2.5. Pelat yang ditumpu pada 2 sisinya
Ly
L
x
1
35
adalah sebagai berikut :
beban atau momen lentur yang bekerja, defleksi yang terjadi
dan kebutuhan kuat geser yang dituntut (Istimawan , 56).
Untuk pelat satu arah tanpa memperhitungkan lendutan dapat
menggunakan tabel 8 pada SNI 03-2847-2002 : 63)
Tabel 2.13. Minimum Pelat Satu Arah bila Lendutan Tidak
Dihitung
b. Menghitung beban mati plat termasuk beban sendiri pelat dan
beban hidup serta menghitung Momen Rencana (Wu).
Wu = 1,2 WD+1,6 WL
= Jumlah Beban Mati Pelat (KN/m)
= Jumlah Beban Hidup Pelat (KN/m)
c. Menghitung Momen Rencana (Mu) baik dengan cara
Koefisien atau Analisis.
perencanaan balok menerus dan pelat satu arah , yaitu pelat
beton bertulang dimana tulangannya hanya direncanakan
untuk memikul gaya-gaya dalam satu arah, selama :
a) Jumlah minimum bentang yang ada haruslah minimum
dua.
dengan rasio panjang bentang terbesar terhadap panjang
bentang terpendek dari dua bentang yang bersebelahan
tidak lebih dari 1,2.
d) Beban hidup per satuan panjang tidak melebihi tiga kali
beban mati per satuan panjang, dan
e) Komponen struktur adalah prismatis.
Koefisien momen menurut SNI 03-2847-2002 Pasal 10.3.3
:52
1
37
Tinggi efektif merupakan hasil pengurangan dari tinggi
total dikurang selimut beton dan dikurang setengah diameter
tulangan. Untuk beton bertulang, tebal selimut beton
minimum yang harus disediakan untuk tulangan harus
memenuhi ketentuan sebagai berikut :
K = Mu/(∅ b d^2 )
K = koefisien tahanan (Mpa)
B = lebar penampang (mm) diambil 1 m
D = tinggi efektif pelat (mm)
-∅ = faktor reduksi kekuatan lentur tanpa beban aksial =
0,8
1
39
Jika < maka menggunakan
Jika > maka pelat dibuat lebih tebal
g. Hitung As yang diperlukan
As = ρ b d
= rasio penulangan
B = lebar efektif
i. Memilih tulangan susut dan suhu dengan menggunakan tabel.
Untuk tulangan susut dan suhu dihitung berdasarkan
peraturan SNI 03-2847-2002 : 48 yaitu :
a) Tulangan susut dan suhu harus paling sedikit memiliki
rasio luas tulangan terhadap luas bruto penampang beton
sebagai berikut , tetapi tidak kurang dari 0,0014 :
- Pelat yang menggunakan batang tulangan ulir mutu
300......0,0020
jaring kawat las ( polos atau ulir) mutu 400......0.0018
- Pelat yang menggunakan tulangan dengan tegangan
lebih melebihi 400 Mpa yang diukur pada regangan
leleh sebesar 0,35% ........ 0,0018 x 400/f
b) Tulangan susut dan suhu harus dipasang dengan jarak
tidak lebih dari lima kali tebal pelat, atau 450 mm.
1
40
5. Desain dua arah (Two Way Slab)
a. Menentukan tebal pelat dimisalkan dengan suatu ketebalan
ln/36 (panel dalam) menurut SNI 03-2847-2002 : 66
b. Kontrol ketebalan plat dimisalkan dengan :
a) Untuk lebih besar dari 0,2 tapi tidak lebih besar dari
2,0 ketebalan plat minimum harus memenuhi
Tidak boleh kurang dari 120 mm
b) Untuk lebih besar dari 0,2 ketebalan plat minimum
harus memenuhi :
1
41
dan beban hidup). Kemudian hasil perhitungan akibat
beban mati dan beban hidup dikali dengan faktor beban
untuk mendapatkan nilai beban terfaktor.
Wu = 1,2 DL + 1,6 LL
d. Mencari momen
Mencari momen yang bekerja pada arah x dan y , dengan
cara penyaluran “metode koefisien momen plat”.
e. Mencari tebal efektif pelat
Untuk menentukan tinggi efektif pelat ditinjau dari 2
arah yaitu :
Arah y → dy = h – p - ∅x – ½ ∅ tul arah y
f. Mencari nilai koefisien tahanan (k)
Faktor reduksi ∅ = 0,80 ; K =
∅
Rasio penulangan ini didapat berdasarkan koefisien
tahanan (k) yang telah didapat sebelumnya. Dengan
menggunakan tabel A-11 (Dipohusodo I, Struktur Beton
Bertulang)
Sebelum menentukan luas tulangan terlebih dahulu
meninjau nilai yang didapat.
a) Jika <min , maka menggunakan maka As
yang digunakan As min.
sehingga dilakukan perhitungan ulang.
S =
j. Mengontrol jarak tulangan
perhitungan s perlu dikontrol kembali terhadap .
Tulangan yang dipasang jaraknya tidak memenuhi jarak
maksimum perlu dikontrol kembali.
Terbentuknya retak pada beton sudah mengeras
dapat menyebabkan air merembes dan menjadi korosi
pada tulangan. Retak didalam beton biasanya disebabkan
oleh :
tetap, tegangan akibat suhu dan perbedaan unsur
kimia antara bagian beton.
bertukar, dan lendutan jangka panjang.
c) Tegangan akibat beban lentur.
2.6.1.3. Balok
bangunan gedung (Asroni, 2010). Beban yang bekerja pada balok
biasanya berupa beban lentur beban geser dan torsi (momen puntir).
1. Konsep Desain Balok
b. Balok T balok induk tengah
c. Balok L balok tepi gedung
1
43
a. Balok anak atau balok segi empat
Semua tulangan belum diketahui, sehingga isi tulangan
yang harus dihitung :
Semua tulangan belum diketahui, sehingga isi tulangan
yang harus dihitung :
Isi tulangan yang harus dihitung sama balok T
- Tulangan tarik (+)
- Tulangan tekan (-)
- Tulangan geser
d d '
pembulatan.
= 0,4 0,6
4. Desain balok segiempat tulangan tunggal
a. Data :
b. = . . . 2 (1 − 0,59 .
′ )
=
d. = . (1 − 0,59 .
′ )
→
0,5 . 2 =
diameter tulangan.
=
n = jumlah tulangan
. → <
= .
b = hasil hitungan
2 )
digunakan
Sudah dihitung mu dan Mneg,
b. b, d didesain dengan syarat b : d = 0,4 s/d 0,6
c. hitung sebagai balok tulangan tunggal
= 0,85 ′
1
1
46
= .
b = hitungan desain
2 )
→
menuhi M ( + ) pada tulangan tunggal
= +
=
f. Periksa kapasitas penampang ( kuat rencana )
= ′ . 600 . − 0,85 . ′
Solusi :
= 0,85 . ′ . −
6. Balok T dan L
bc = 6 h t + bw bc = 16 h t + bw h f
bw ln bw
(Sumber : L. Wahyudi, Struktur beton Bertulang, 1997)
Balok T lebar efektif
≤ 16 . +
a. ≤ → =
≤ ≤ 1 .
bc
= .
= .
2 )
<
<
0,003 . +
b. qn pada badan balok didesain sebagai balok T dan L
> > 1 .
Gambar 2.10. Ukuran Penampang, Distribusi Regangan dan Gaya Internal
(Sumber : L. Wahyudi, Struktur beton Bertulang, 1997)
1
49
(Sumber : L. Wahyudi, Struktur beton Bertulang, 1997)
Bagian flens :
= 0,85 . ′ . ( − )
Keseimbangan internal :
1 =
2
2 = −
Keseimbangan internal :
2 =
2 = − . −
2
2
Gambar 2.11 Keseimbangan Gaya Internal pada Balok T
Sumber : L. Wahyudi, Struktur beton Bertulang, 1997
=
. = 0,85 . 1 . ′ . . + 0,85 . ′
−
. = 0,85 . 1 . ′ . . + .
Definisi :
= 0,75 +
→ ( )
Catatan :
langkah-langkah perencanaan penampang terhadap gaya
geser adalah :
kritis di sepanjang batang / elemen.
b. Untuk suatu penampang kritis, hitung kekuatan geser beton
.
c. Cara mendimensi :
- Bila − > 0,67 . . ′ , ukuran balok
diperbesar.
- Bila − < 0,67 . . ′ , tentukan
jumlah tulangan geser untuk menahan kelebihan tegangan.
- Bila > 0,5 . , gunakan tulangan geser
minimum.
yang ditinjau
= +
Vs = kekuatan geser nominal yang diberikan oleh
tulangan badan.
- Untuk kombinasi geser dan lentur :
= 1
.
sering digunakan persamaan :
- Untuk kombinasi geser dan aksial tekan :
= 1
.
→
= 0,17 1 − 0,3
′ . . →
Dengan :
e. Untuk kondisi tersebut diatas, berlaku ketentuan sebagai
berikut :
gaya yang harus ditahan oleh sengkang sebesar :
=
−
Khusus untuk tulangan miring, harga harus
<0,25 ′ . .
Dengan :
<0,67 ′ . .
- Jika < , dan jika ≥ 1
2 , secara teoritis tidak
perlu tulangan badan, tetapi hanya disarankan sengkang
minimum.
9. Tulangan Geser Minimum
geser yang nilainya lebih kecil dari kekuatan geser beton Vc,
tetapi > 0,5 Vc, maka harus dipasang tulangan minimum :
= 50 .
struktur beton rusak, dan untuk balok yang memiliki tinggi total
tidak lebih dari nilai terbesar antara 250mm, 2,5 x tebal flens, 0,5
x lebar badan.
atau smaks = 600 mm
utamanya menyangga beban aksial tekan vertical dengan bagian tinggi
yang tidak ditopang paling tidak tiga kali dimensi lateral terkecil.
Sedangkan komponen struktur yang menahan beban aksial vertikal,
dengan rasio bagian tinggi dan dimensi lateral terkecil kurang dari tiga
dinamakan pedestal (Dipohusodo, 1994).
kombinasi Pu dan Mu. Untuk satu batang kolom dan dua
kombinasi pembebanan yaitu pada ujung atas dan ujung bawah
pada setiap freebody, masing-masing dihitung tulangannya dan
diambil yang terbesar.
U = 1,2D + 1,6 L
3. Momen desain kolom maksimum untuk ujung atas dan ujung
bawah.
4. Nilai Kontribusi tetap terhadap deformasi (W.C Vis dan Gideon
Kusuma, 1993)
5. Modulus elastisitas
= ′
′ =
6. Nilai Kekakuan Kolom dan Balok (W.C Vis dan Gideon Kusuma,
1993)
1
55
. = .
Gambar 2.12 Diagram Nomogram Tekuk Kolom
(Sumber : Grafik dan tabel Perhitungan Beton Bertulang , W.C Vis dan
Gideon Kusuma, hal 112)
Dari hasil grafik di atas, maka dapat kita cari panjang
efektifitas kolom dengan rumus :
klu = k x Lu
=
1
56
=
=
a. Rangka tanpa pengaku lateral < 22
b. Rangka dengan pengaku lateral < 34 -22 1−
2− > 22
a. Untuk semua komponen struktur tekan dengan < 100 harus
digunakan analisa pada tata cara perhitungan struktur beton
bertulang gedung.
menggunakan metode perbesaran momen
=
=
−
≥ , kolom dengan pengaku
= , kolom tanpa pengaku
Keterangan :
pengaku.
1
57
pengaku.
pengaku.
struktur rangka tanpa pengaku
Dalam mendesain tulangan kolom, dapat menggunakan grafik
berikut ini
Grafik
dan Gideon Kusuma, 1993)
Untuk koefisien sumbu horizontal digunakan rumus :
1
58
= r x
Ast = x Ag
Berdasarkan tata cara perhitungan struktur beton untuk
bangunan gedung, perencanaan penampang terhadap geser harus
didasarkan pada :
Vs = Gaya geser nominal yang disumbangkan olehtulangan
geser (N)
Vn =
2847-2002 pasal 13.3.2.2) yaitu:
Ø = faktor reduksi
b = lebar penampang kolom (mm)
d = tinggi efektif penampang kolom (mm)
Nu = gaya aksial yang terjadi (N)
Agr = luas penampang kolom (mm 2 )
Jika :
1
59
Vu < Ø Vc , maka tidak perlu tulangan geser
Vu ≥ Ø Vc , maka perlu tulangan geser
Jika tidak dibutuhkan tulangan geser, maka digunakan
tulangan geser minimum (Av) permeter. Luas tulangan geser
minimum untuk komponen struktur non prategang dihitung
dengan :
<Av =
dibatasi sebesar 5
lantai pada gedung yang mempunyai tingkat lebih dari satu. Tangga
merupakan komponen yang harus ada pada bangunan yang berlantai
banyak. Walaupun sudah ada peralatan transportasi vertikal di gedung,
tangga tetap diperlukan karena tidak memerlukan tenaga mesin,
1. Antrede yaitu bagian anak tangga bidang horizontal yang
merupakan bidang pijak telapak kaki.
2. Optrede yaitu bagian anak tangga vertikal yang merupakan selisih
tinggi antara dua anak tangga yang berurut.
Syarat umum tangga :
1. Mudah dilewati
4. Aterial yang digunakan harus baik
5. Letak tangga harus strategis
6. Sudut kemiringan tidak boleh lebih dari 45º
Syarat khusus tangga :
1
60
- Antrede = 25 cm (minimum)
- Optrede = 17 cm (maksimum)
- Lebar tangga = 120-200 cm
a = antrede
o = optrede
In = a+2O
4. Lebar tangga dipengaruhi oleh fungsi tangga pada jenis bangunan
tertentu. Misalnya lebar tangga untuk gedung bioskop atau pasar
swalayan akan berbeda dengan lebar rumah tangga biasa. Lebar
tangga dibedakan menjadi dua yaitu :
a. lebar tangga efektif adalah lebar yang dihitung mulai dari sisi
dalam rimbat tangan (pegangan) yang satu sampai dengan
sisi dalam rimbat tangan yang lainnya.
b. lebar tangga total adalah lebar efektif tangga ditambah dua kali
tebal rimbat tangan (t), ditambah lagi dua kali pijakan (s)
diluar rimbat tangan.
Keterangan :
NO Digunakan Untuk Lebar Efektif (cm) Lebar Total
1 1 orang ±65 ±85
2 1 orang + anak ±100 ±120
3 1 orang + bagasi ±85 ±105
4 2 orang 120-130 140-150
5 3 orang 180-190 200-210
6 > 3 orang >190 >210
Sumber: Konstruksi Bangunan Gedung : 17
c. Sudut kemiringan maksimum 45º
d. tinggi bebas diatas anak tangga 2,00 m
Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan dalam perencanaan tangga :
1. Menentukan ukuran antrede dan optrede setelah diketahui tinggi
ruangan yang akan dibuatkan tangga.
2. Menentukan jumlah antrede dan optrede.
3. Menentukan panjang tangga.
4. Menghitung pembebanan tangga :
c. Mengontrol tulangan
1
62
Kusuma hal 45)
a) Tulangan pembagi
ditinjau. (Tata cara perhitungan struktur beton bertulang
gedung, SNI 03-2847-2002 hal 245)
2.6.2. Struktur Bawah (Substructure)
2.6.2.1. Daya Dukung Tanah
daya dukung tanah. Daya dukung (Bearing Capacity) adalah
kemampuan tanah untuk mendukung beban gedung dari struktur
pondasi maupun bangunan diatasnya tanpa terjadikeruntuhan geser.
Sedangkan daya dukung batas (Ultimate Bearing Capacity) adalah
daya dukung terbesar dari tanah, daya dukung ini merupakan
kemampuan tanah mendukung beban dan diasumsikan tanah mulai
terjadi keruntuhan, besarnya daya dukung dibagi dengan angka
keamanan. (Wesley, 1997). Untuk rumusnya adalah :
=
1
63
FK = angka keamanan
digunakan rumus terzaghi untuk menghitung daya dukung tanah.
= , . + . . + , . . .
Dimana :
C = kohesi tanah
Df = kedalaman dasar pondasi
B = lebar pondasi dianggap 1,00 meter
N = faktor daya dukung terzaghi
2.6.2.2. Tegangan Kontak
(Contact Pressure).
1
64
=
tepat pada titik beratnya maka digunakan rumus :
=
A = luas bidang pondasi (m 2 )
Mx, My = Momen total sejajar respektif terhadap sumbu x dan
sumbu y (tm)
x,y = jarak dari titik berat pondasi ke titik dimana tegangan
kontak dihitung sepanjang respektif sumbu x an sumbu y
(m)
Ix, Iy = momen inersia respektif terhadap sumbu x dan sumbu y
(m 4 )
berdasarkan sifat – sifat tanah dan dimensi pondasi. Sedangkan
tegangan kontak dihitung berdasarkan beban struktur di atas pondasi.
Secara umum factor keamanan didefinisakan sebagai berikut :
=
kontak dalam bentuk faktor keamanan adalah
a. SF = 1, artinya tegangan kontak sama dengan kapasitas daya
dukung. Lapis tanah dalam keadaan seimbang menerima
beban.
b. SF > 1, artinya tegangan kontak lebih dari mobilisasi kapasitas
daya dukung. Lapis tanah dapat menerima beban.
1
65
c. Sf < 1, artinya tegangan kontak lebih besar dari mobilisasi
kapasitas daya dukung. Lapis tanah tidak dapat menerima
beban.
daya dukung yang digunakan aalah kapasitas daya dukung ijin.
2.6.2.3. Kapasitas Daya Dukung Pondasi Tiang
Kapasitas daya dukung pondasi tiang dapat dianalisis dengan
metode berdasarkan hasil sondir. Tes sondir atau cone penetration test
(CPT) pada dasarnya adalh untuk memperoleh tahanan ujung (q) dan
tahanan selimut (c) sepanjang tiang. Tes sondir ini biasanya dilakukan
pada tanah – tanah kohesif dan tidak dianjurkan pada tanah berkerikil
dan lemping keras (Wesley, 1997).
Berdasarkan faktor pendukungnya, daya dukung tiang pancang
dapat digolongkan sebagai berikut (Subianto, 1999) :
1. End Bearing Pile
berdasarkan tahanan ujung dan memindahkanbeban yang diterima
ke lapisan tanah keras. Rumus yang digunakan adalah :
=
dilaksanakan karena letaknya sangat dalam, maka dapat digunakan
tiang pancang yang daya dukungnya berdasarkan perletakan antara
tiang dengan tanah. Rumus daya dukung yang diijinkan terhadap
tiang adalah :
1
66
End Bearing Pile And Friction Pile adalah Perhitungan tiang
pancang didasarkan pada tahanan ujung dan hambatan pelekat.
Rumusnya daya dukung yang diijinkannya adalah sebagai berikut :
=
Pada saat pelaksanaan jarang dijumpai pondasi yang hanya
terdiri dari satu tiang pancang saja, tetapi terdiri dari beberapa tiang.
Teori membuktikan daya dukung kelompok tiang pancang tidak sama
dengan daya dukung tiang secara individu dikalikan dengan jumlah
tiang kelompok, melainkan lebih kecil karena adanya faktor effisiensi.
(Sarjono, 1998).
pancang. Untuk bekerja sebagai grup tiang ini biasanya harus
mematuhi peraturan bangunan pada daerah masing – masing. Oleh
karenanya penentuan jarak antar tiang (pile spacing) dibedakan
berdasarkan :
a) Jarak minimum, S = 2d
b) Jarak maksimum, S = 6d
b. Fungsi tiang, fungsi tiang juga dapat mempengaruhi penentuan
jarak antar tiang, antara lain :
a) Sebagai friction pile, minimum S = 3d
b) Sebagai end bearing pile, minimum S = 3d
c. Klasifikasi tanah, penentuan pile spacing berdasasrkan klasifikasi
tanah yaitu :
a) Jika terletak pada lapisan tanah liat keras, minimal S = 3,5d
b) Jika didaerah lapis padat, minim S = 2d
1
67
sehingga kemampuan tiang dalam kelompok sama dengan
kemampuan tiang tunggal dikalikan banyaknya tiang.
= .
n = banyaknya tiang pancang
Efisiensi daya dukung kelompok tiang dihitung berdasarkan clef
dan conus (Sarjono, 1998).. Rumus yang digunakan adalah :
= .
= −
( + )
m = jumlah baris
= tan -1
Dimana :
= keliling tiang pancang (m)
L = panjang tiang yang dimasukan ke dalam tanah (m)
C = harga cleep rata – rata (KN/m2)
3, 5 = faktor keamanan.
dan kuantitatif melalui beberapa metode sebagai tahapan dalam melakukan proses
analisa terhadap permasalahan tugas akhir.
Dalam mengerjakan tugas akhir, digunakan analisis kualitatif dan analisis
kuantitatif yang bertujuan untuk saling melengkapi dan saling mengoreksi sejauh
mana ketepatan analisisnya. Metode analisis merupakan sebuah proses berkelanjutan
dalam menjalankan laporan perencanaan, dengan analisis awal menginformasikan data
yang kemudian dikumpulkan. Ketika perencana sudah selesai dalam mengumpulkan
data, maka langkah selanjutnya ialah menganalisis data yang telah diperoleh.
3.2. Pengumpulan Data
Data yang dijadikan bahan acuan penyusunan Laporan Tugas Akhir adalah data
sekunder.
Plat, Tangga )
b. Baja
Modulus elastisitas baja (Es) = 2,1 x 10 5 Mpa
2. Data tanah
Mekanika Tanah UNDIP, antara lain :
a. Peta situasi titik sondir dan boring
69
c. Consolidation test
i. Liquid limit and plastic limit test
Dari berbagai macam data tanah diatas dapat diketahui karakteristik
tanah bagi perencanaan desain struktur bagian bawah dari bangunan yang
direncanakan. Data yang digunakan dalam perhitungan pondasi tiang
pancang adalah graph of sonding untuk mengetahui kedalaman tanah
keras.
dengan ketentuan – ketentuan yang berlaku pada peraturan pembebanan
Indonesia untuk gedung 1983 untuk dijadikan acuan bagi perhitungan
selanjutnya.
Berat adukan (t = 2 cm) = 42 Kg/m 2
Berat lantai keramik = 24 Kg/m 2
Pasangan batu bata = 1700 Kg/m 3
b. Beban hidup
Beban hujan = (40 – 0,8 s) Kg/m 2
c. Beban gempa
70
kondisi dan letak lokasi proyek
a. Fungsi bangunan : Gedung Lima Lantai Kantor Polda Jateng.
b. Jumlah lantai : 5 lantai
c. Lokasi : Jalan Imam Bonjol – Semarang
d. Penyelidika tanah : Laboratorium Mekanika Tanah Undip
3.3. Langkah – Langkah Perencanaan Struktur
3.3.1. Tahapan Perencanaan Atap
berikut ini :
b. Estimesi dimensi elemen strukturnya.
c. Tentukan beban yang bekerja pada struktur.
d. Analisis struktur bangunan atap.
e. Desain elemen struktur termasuk detail jont dan perletakan serta alat
sambungnya.
balok dan kolom adalah sebagai berikut ini :
1. Kumpulkan data perencanaan.
2. Kumpulkan data beban
a. Tentukan tabel pelat (dengan bantuan syarat lendutan )
b. Hitung beban-beban
d. Hitung tulangan ρmin ≤ ρ ≤ ρmaks
e. Pilih tulangan
f. Periksa lebar retak secara memeriksa lebar jaringan S ≤ Smaks
g. Tebal plat dan tulangan memadai
71
a. Tentukan syarat-syarat batas
b. Tentukan panjang bentang
c. Tentukan ukuran balok
g. Pilih tulangan dan hitung tulangan tekan
h. Periksa lebar retak dengan memeriksa Smaks
i. Tentukan Besarnya Gaya Lintang
j. Tentukan tulangan penahan gaya lintang
k. Pilih tulangan
5. Untuk perencanaan kolom tanpa pengaku digunakan perhitungan seperti
berikut ini :
b. Tentukan Et dan hitung EIk dan EIb
c. Hitung distribusi gaya orde satu tanpa dan dengan goyangan
d. tentukan EIk
f. Tentukan K dengan diagram nomogram 2.12
g. Hitung Cm dengan rumus CM = 0,6+0,4 (
) ≥0,4
1−
1−
k. Tentukan tulangan kolom dengan grafik 2.13
72
tahapan seperti dibawah ini:
a. Tentukan data perencanaan.
c. Analisis struktur tangga.
Dalam menghitung perencanaan struktur pondasi suatu bangunan dapat
dilakukan dengan langkah – langkah seperti berikut ini :
a. Analisis dan penentuan parameter tanah.
b. Pemilihan jenis pondasi.
d. Estimasi daya dukung pondasi.
e. Desain pondasi
Penyusunan Tugas Akhir “Perencanaan Struktur Gedung Lima Lantai Kantor
Polda Jawa tengah.” dibatasi dalam waktu 6 bulan. Oleh karena itu, untuk dapat
menyelesaikan Laporan Tugas Akhir ini tepat pada waktunya diperlukan perencanaan
kerja yang tepat.
menurut bidang ilmu masing – masing. Ppada langkah ini, hal yang
perlu dilakukan adalah permohonan soal tugas yang diberikan oleh
pembimbing utama.
balok, pelat dan atap.
dibutuhkan untuk melengkapi laporan. Data tersebut adalah data yang
siap untuk dianalisis.
3.4.1.4. Analisis data
mengetahui apakah perencanaan bangunan tersebut telah sesuai atau
tidak.
disimpulkan dan dibuat laporan tugas akhir.
3.4.2. Diagram Alir
diinginkan dan selesai tepat pada waktunya. Secara sistematis rencana
penyusunannya dapat dilihat seperti pada gambar dibawah ini :
74
Gambar 3.2. Diagram Alir untuk Menghitung Tulangan pada Pelat
(sumber : Dasar – dasar perencanaan beton bertulang, W.C Vis dan Gideon Kusuma, Hal.
76)
75
Gambar 3.3. Diagram Alir untuk Perencanaan Balok
(sumber: Dasar – dasar perencanaan beton bertulang W.C Vis dan Gideon Kusuma, Hal.
133)
76
Gambar 3.4. Diagram Alir Perencanaan Kolom tanpa Penahan
Sumber : Grafik dan tabel Perhitungan Beton Bertulang , W.C Vis dan Gideon Kusuma.
Hal. 109)
78
Kegiatan ini akan dilakukan dalam kurun waktu 3 bulan.
Tabel 3.1. Schedule Penyusunan Tugas Akhir
No Kegiatan Bulan ke -1 Bulan ke -2 Bulan ke -3
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1. Pengajuan denah gambar gedung
2. Pembuatan proposal TA
5. Pembuatan RKS
6. Pembuatan RAB
Dalam perhitungan atap, digunakan data teknis sebagai berikut :
Bentang kuda – kuda (L) : 13 m
Jarak antar kuda – kuda (I) : 4 m
Kemiringan atap () : 30
Sambungan konstrukti : Baut (BJ37)
Gambar 4.1. Denah Kuda – Kuda
80
Gambar 4.3. Kuda – kuda Tipe 1
Gambar 4.4. Kuda – kuda Tipe 2
81
q = 18,8 Kg/m
Beban penutup atap = 50 Kg/m 2 x 2,89 = 144,50 Kg/m
Berat gording = 18,80 Kg/m +
q = D = 163,30 Kg/m
Koefisien angin
Angin hisap = –0,40
d. Beban air hujan
= 46,24 Kg/m
Mx1 = 1
b. Beban hidup
Mx2 = 1
c. Beban angin
Mx3 hisap = 1
1
1
d. Beban air hujan
Mx4 = 1
3. Kombinasi Pembebanan
a. Kombinasi primer
b. Kombinasi sekunder
Mx = 182,84 + (–57,80 )+ 80,10 My = 163,30 + 50 + 28,90
Mx = 305,13 Kg.m My = 242,20 Kg.m
4. Kontrol Terhadap Tegangan
2 OK
2 OK
beban direduksi 75%.
qx = 75%.q.sin = 0,75 x 163,30 x sin30 = 61,24 Kg/m
qy = 75%.q.cos = 0,75 x 163,30 x cos30 = 106,07 Kg/m
Px = 75%.P.sin = 0,75 x 100 x sin 30 = 37,5 Kg/m
Py = 75%.P.cos = 0,75 x 100 x cos 30 = 64,95 Kg/m
fmax = 1
84
fx = 5 4
384 +
384 2 106 85,3 +
0,375 4003
= 1,20 cm < fmax = 1,60 cm OK
b. Penurunan terhadap sumbu y
fy = 5 4
384 +
384 2 106 925 +
0,6495 4003
= 0,19 cm < fmax = 1,60 cm OK
c. Total lendutan yang terjadi
f = 2 + 2
= 1,20 2 + 0,192
= 1,21 cm < fmax = 1,60 cm OK
Jadi lendutan yang terjad lebih kecil dari lendutan yang di ijinkan,
sehingga gording aman dari bahaya lendutan.
4.1.3. Perencanaan Kuda - Kuda
Beban – beban yang terjadi pada atap diantaranya adalah beban mati,
beban hidup dan beban angin.
1. Beban mati
Untuk perhitungan beban berat sendiri kuda – kuda diperhitungan
dengan menggunakan bantuan Software SAP2000.
b. Beban Penutup Atap
= 50 x 4 x 2,89
= 578 Kg
menggunakan bantuan software SAP2000.
85
2. Beban hidup
Beban hidup yang terjadi pada atap adalah beban dari pekerja.
PL = Ppekerja = 100 Kg
3. Beban Angin
a. Angin Tekan
= 28,90 Kg/m2 ()
= 0,2 (4 x 2,89 ) x 25 x cos 30
= 50,06 Kg/m2 ()
= -57,80 Kg/m2 ()
= -0,4 (4 x 2,89 ) x 25 x cos 30
= -100,11 Kg/m2 ()
4. Kombinasi Pembebanan
sebagai berikut :
87
d. Comb 4 = 1,2 D + 1,3 W + 0,5 La
e. Comb 5 = 0,9 D 1,3 W
Gambar 4.9. Kombinasi Pembebanan pada Kuda – kuda
4.1.4. Perhitungan Profil Kuda – Kuda
1. Tegangan dan Lendutan pada Kuda – kuda
Dari hasil perhitungan SAP di dapat gaya batang maksimum dan lendutan
yang terjadi pada rangka kuda – kuda :
Tabel 4.1. Tegangan Kuda - Kuda
Frame DesignSect Ratio Frame DesignSect Ratio
Text Text Unitless Text Text Unitless
131 2L.60.60.6 0.91 145 2L.40.40.4 0.00
132 2L.60.60.6 0.74 146 2L.50.50.5 0.38
133 2L.40.40.4 0.24 147 2L.40.40.4 0.05
134 2L.60.60.6 0.05 148 2L.50.50.5 0.03
135 2L.60.60.6 0.05 149 2L.50.50.5 0.03
136 2L.40.40.4 0.24 151 2L.40.40.4 0.11
137 2L.60.60.6 0.73 152 2L.50.50.5 0.04
138 2L.60.60.6 0.91 153 2L.50.50.5 0.03
139 2L.40.40.4 0.51 154 2L.40.40.4 0.05
140 2L.40.40.4 0.50 155 2L.50.50.5 0.38
141 2L.40.40.4 0.38 156 2L.40.40.4 0.00
142 2L.40.40.4 0.39 325 2L.50.50.5 0.57
143 2L.40.40.4 0.50 326 2L.50.50.5 0.56
144 2L.40.40.4 0.50
Joint text = 80
U1 = 0,05 mm
U2 = 2,92 mm
U3 = 8,76 mm
Cek lendutan rangka
4.1.5. Perhitungan Sambungan Baut
1. Tinjauan Kekuatan Baut
Pada sambungan baut digunakan :
Tebal plat = 10 mm
tahanan baut digunakan baut diameter ½” (d = 12,70 mm) tipe A325.
a. Tahanan geser
= 39170,79 N
= 3,92 ton
= 8,458 ton
2. perhitungan jarak baut d ½” (12,70 mm)
a. Jarak antar baut
89
38,1 < S < 150 atau 200 mm
S = 50 mm
1,5db < S < (4tp + 100 mm) atau 200 mm
1,5 . 12,70 < S < (4 . 10 + 100) atau 200 mm
19,05 < S < 140 atau 200 mm
S = 25 mm
menggunakan rumus :
n =
Rn = Tahanan baut (Kg)
Gambar 4.10. Gaya Aksial Kuda – kuda tipe 1
90
Frame P Maks (ton) tahanan
baut (ton)
Jumlah Baut
Perhitu- ngan
91
Tabel 4.3. Perhitungan Jumlah Baut Kuda – Kuda Tipe 2
Frame P Maks
4.1.6. Perhitungan Pelat Landasan dan Baut angkur
Tegangan tumpu pelat landasan
Mutu beton (fc’) = 30Mpa
PV = 4,16 ton (Joint No. 14)
P horizontal maks pada tumpuan
PH = 3,41 ton (Joint No. 123)
Menghitung lebar pelat landasan efektif
92
Lebar efektif pelat landasan
σ beton = σ pelat landasan
9 =
t
a
b
= 39170,79 N
= 3,92 ton
Jumlah baut
=
4.2. Perhitungan Portal
1. Tekanan angin yang diperhitungkan
2. Koefisien angin dinding vertikal
Di pihak angi (angin tekan) = + 0,9
Di belakang angin (angin hisap) = -0,4
94
W = P. C. L
C = Koefisien angin
Tabel 4.4. Perhitungan Angin Tekan pada Portal
No P
1 25 0.9 6.19 139.19
2 25 0.9 12.37 278.38
3 25 0.9 13.26 298.27
4 25 0.9 10.56 237.63
5 25 0.9 21.12 475.26
6 25 0.9 22.63 509.20
7 25 0.9 4.38 98.44
8 25 0.9 8.75 196.88
9 25 0.9 9.38 210.94
10 25 0.9 3.50 78.75
11 25 0.9 14.00 315.00
12 25 0.9 15.00 337.50
Tabel 4.5. Perhitungan Angin Hisap pada Portal
No P
1 25 -0.4 6.19 -61.86
2 25 -0.4 12.37 -123.73
3 25 -0.4 13.26 -132.56
4 25 -0.4 10.56 -105.61
5 25 -0.4 21.12 -211.23
6 25 -0.4 22.63 -226.31
7 25 -0.4 4.38 -43.75
8 25 -0.4 8.75 -87.50
9 25 -0.4 9.38 -93.75
10 25 -0.4 3.50 -35.00
11 25 -0.4 14.00 -140.00
12 25 -0.4 15.00 -150.00
95
Berdasarkan peta pada google maps, gedung kantor polda jawa tengah
terletak pada lintang -6.9802186 dan bujur 110.4105230.
Gambar 4.15. Koordinat Lokasi Gedung Kantor Polda Jawa Tengah
(sumber : Google Maps, 2017)
Berdasarkan kategori resiko bangunna pada SNI 03-1726-2012. Gedung
lima lantai kantor polda jateng termasuk dalam kategori I dan II.
96
Tabel 4.6. Kategori Resiko Gedung Lima Lantai Kantor Polda Jateng
Pemanfaatan
Kategori
Resiko
dibatasi untuk, antara lain :
- Fasilitas sementara
- Gudang penyimpanan
I
kategori risiko I,II,II,IV, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk :
- Perumahan
- Pasar
Gedung dan non gedung yang dimiliki risiko ini tinggi terhadap
jiwa manusia pada saat terjadi kegagalan, termasuk, tapi tidak
dibatasi untuk :
gawat darurat
IV, yang memiliki potensi untuk menyebabkan dampak eonomi
yang besar dan / atau gangguan massal terhadap kehidupan
masyarakat sehari-hari bila terjadi kegagalan, termasuk, tapi
tidak dibatasi untuk :
risiko IV, ( termasuk tetapi tidak dibatasi untuk fasilitas
manufaktur, proses, penanganan, penyimpanan, penggunaan,
atau tempat pembuangan bahan bakar berbahaya, bahan kimia
berbahaya, limbah berbahaya, atau bahan yang mudah meledak)
yang mengandung bahan beracun atau peledak di mana jumlah
III
97
masyarakat jika terjadi kebocoran.
penting, termasuk tetapi tidak dibatasi untuk :
- Bangunan-bangunan monumental
- Rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya yang memiliki
fassilitas bedah dan unit gawat darurat
- Fasilitas pemadam kebakaran, ambulans, dan kantor polisi,
serta garasi kendaraan darurat
tempat perlindungan darurat lainnya
fasilitas lainnya untuk tanggap darurat
- Pusat pembangkit energi dan fasilitas publik lainnya yang
dibutuhkan saat keadaan darurat
stasiun listrik, tangki air pemadam kebakaran atau struktur
rumah atau struktur pendukung air mineral atau peralatan
pemadam kebakaran) yang disyaratkan untuk beroperasi
pada saat keadaan darurat
mempertahankan fungsi struktur bangunan lain yang masuk ke
dalam kategori risiko IV.
(Sumber: Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung SNI 1726:2012)
3. Menentukan Faktor Keutamaan Gempa (Ie)
Berdasarkan hasil dari kategori resiko struktur bangunan, diperoleh faktor
keutamaan gempa (Ie) sebesar 1,0
Tabel 4.7. Faktor Keutamaan Gempa (Ie)
Kategori resiko Faktor keutamaan gempa, Ie
I atau II 1,0
IV 1,5 (Sumber: Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung SNI
1726:2012)
Untuk menentukan klasifikasi kelas situs tanah local, maka dapat
dilakukan dengan menguji nilai penetrasi standar rata-rata. N profil tanah
yang mengandung beberapa lapisan tanah dan/atau batuan yang nyata
98
berbeda, harus dibagi menjadi lapisan – lapisan yang diberi nomor ke 1
sampai ke –n dari atas ke bawah, sehingga ada total N lapisan tanah yang
berbeda pada lapisan 40 m paling atas tersebut. Nilai N untuk lapisan
tanah 40 m paling atas ditentukan sesuai dengan perumusan berikut :
N = ti
n i
ti = tebal setiap lapisan antara kedalaman 0 sampai 40 meter;
Ni = tahanan penetrasi standar 60 persen energi (N60) yang terukur langsung
di lapangan tanpa koreksi.
Tabel 4.8. Nilai Tes Penetrasi Standar Rata – Rata (N) Log
No. BH.1
1 0,00 - 2,00 = -2,00 8 0,250
2 2,00 - 4,00 = -2,00 9 0,222
3 4,00 - 6,00 = -2,00 17 0,118
4 6,00 - 8,00 = -2,00 3 0,667
5 8,00 - 10,00 = -2,00 2 1,000
6 10,00 - 12,00 = -2,00 3 0,667
7 12,00 - 14,00 = -2,00 3 0,667
8 14,00 - 16,00 = -2,00 7 0,286
9 16,00 - 18,00 = -2,00 20 0,100
10 18,00 - 20,00 = -2,00 18 0,111
11 20,00 - 22,00 = -2,00 22 0,091
12 22,00 - 24,00 = -2,00 24 0,083
13 24,00 - 26,00 = -2,00 44 0,045
14 26,00 - 28,00 = -2,00 59 0,024
15 28,00 - 30,00 = -2,00 56 0,036
16 30,00 - 32,00 = -2,00 60 0,033
17 32,00 - 34,00 = -2,00 60 0,033
18 34,00 - 36,00 = -2,00 60 0,033
19 36,00 - 38,00 = -2,00 56 0,036
20 38,00 - 40,00 = -2,00 60 0,033
Σ -40,00 4,545
Tabel 4.9. Nilai Tes Penetrasi Standar Rata – Rata (N) Log
No. BH.2
1 0,00 - 2,00 = -2,00 10 0,200
2 2,00 - 4,00 = -2,00 8 0,250
3 4,00 - 6,00 = -2,00 18 0,111
4 6,00 - 8,00 = -2,00 2 1,000
5 8,00 - 10,00 = -2,00 2 1,000
6 10,00 - 12,00 = -2,00 3 0,667
7 12,00 - 14,00 = -2,00 2 1,000
8 14,00 - 16,00 = -2,00 22 0,091
9 16,00 - 18,00 = -2,00 24 0,083
10 18,00 - 20,00 = -2,00 21 0,095
11 20,00 - 22,00 = -2,00 18 0,111
12 22,00 - 24,00 = -2,00 28 0,071
13 24,00 - 26,00 = -2,00 55 0,036
14 26,00 - 28,00 = -2,00 60 0,033
15 28,00 - 30,00 = -2,00 60 0,033
16 30,00 - 32,00 = -2,00 57 0,035
17 32,00 - 34,00 = -2,00 60 0,033
18 34,00 - 36,00 = -2,00 60 0,033
19 36,00 - 38,00 = -2,00 60 0,033
20 38,00 - 40,00 = -2,00 60 0,033
Σ -40,00
SA (Batuan Keras) >1500 N/A N/A
SB (Batuan) 750 – 1500 N/A N/A
SC (Tanah keras, sangat padat dan batuan lunak)
350 – 750 >50 >100
SE (tanah lunak) <175 <15 <50
Atau setiap profil tanah yang mengandung lebih dari 3 m tanah dengan karateristik sebagai berikut : 1. Indeks plastisitas, PI > 20, 2. Kadar air, w > 40% 3. Kuat geser niralir su < 25 kPa
SF (Tanah khusus, yang membutuhkan investigasi geoteknik spesifik dan analisis respons spesifik situs)
Setiap profil lapisan tanah yang memiliki salah satu atau lebih dari karakteristik berikut: - Rawan dan berpotensi gagal atau runtuh akibat
beban gempa seperti mudah likuifaksi, lempung sangat sensitif, tanah tersementasi lemah
- Lempung sangat organik dan/atau gambut (ketebalan H > 3 m)
- Lempung berplastisitas sangat tinggi (ketebalan H > 7,5 m dengan Indeks Plasitisitas PI > 75) Lapisan lempung lunak/setengah teguh dengan ketebalan H > 35 m dengan su < kPa
Berdasarkan klafisikasi situs diatas, untuk kedalaman 40 meter dengan
nilai test penetrasi standar rata – rata log no. BH.1 ( N ) = 8,80 dan log no.
BH.2 ( N ) = 8,079 berada pada nilai N = < 15, maka tanah dilokasi
tersebut termasuk kelas situs SE (Tanah Lunak).
5. Menentukan Parameter percepatan Gempa (SS Dan S1)
Berdasarkan kelas situs dan lokasi wilayah gedung kantor Polda
Jawa Tengah didapat nilai parameter Ss dan S1 dimana parameter SS
(prcepatan batuan dasar pada periode pendek) dan parameter S1
(Percepatan batuan dasar pada periode 1 detik) Ss= 0,998 g dan S1 =
0,334 g
(Sumber: http://www.puskim.pu.go.id/desain_spektra_indonesia_2011)
(Sumber: http://www.puskim.pu.go.id/desain_spektra_indonesia_2011)
tanah, diperlukan suatu faktor amplifikasi seismik pada perioda 0,2 detik
dan perioda 1 detik. Faktor amplifikasi meliputi faktor amplifikasi getaran
terkait percepatan pada getaran perioda pendek (01) dan faktor amplifikasi
terkait percepatan yang mewakili getaran perioda 1 detik (02):
SMS = Fa SS
SM1 = Fv S1
mencari harga SDS , SD1menggunakan rumus empiris sebagai berikut:
SDS = 2/3 SMS
Kelas Situs
T = 0,2 detik)
Ss < 0,25 Ss = 0,5 Ss = 0,75 Ss = 1 Ss > 1,25
SA 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8
SB 1 1 1 1 1
SC 1,2 1,2 1,1 1 1
SD 1,6 1,4 1,2 1,1 1
SE 2,5 1,7 1,2 0,9 0,9
SF SS
Kelas Situs
T = 1 detik)
S1 < 0,1 S1 = 0,2 S1 = 0,3 S1 = 0,4 S1 > 0,5
SA 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8
SB 1 1 1 1 1
SC 1,7 1,6 1,5 1,4 1,3
SD 2,4 2 1,8 1,6 1,5
SE 3,5 3,2 2,6 2,4 2,4
SF SS (Sumber: Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung
SNI 1726:2012)
Maka untuk SS = 0,998 g dan S1 = 0,334 g, diperoleh nilai Fa dan Fv
(interpolasi):
SMS = Fa SS
SM1 = Fv S1
Maka, selanjutnya menghitung SDS dan SD1:
SDS = 2/3 SMS
SD1 = 2/3 SM1
7. Menentukan Spektrum Respon Desain (Sa)
Bila sprektrum respons desain diperlukan oleh tata cara ini dan
prosedur gerak tanah dari spesifik situs tidak digunakan, maka kurva
sprektrum respons desain harus dikembangkan dengan mengacu pada
gambar sprektrum respon gempa desain dan ketentuan dibawah ini:
T0 = 0,2 SD1
Dalam menentukan periode fundamental struktur T dapat diperoleh
dari hasil analisis struktur yang akan ditinjau. Namun SNI Gempa 2012
memberi persyaratan bahwa periode fundamental yang akan dipakai
sebagai perhitungan tidak boleh melebihi dari batas atas periode
fundamental pendekatan yang mana nilainya adalah perkalian dari
koefisien periode batas atas (Cu) dengan periode pendekatan (Ta). Untuk
memudahkan pelaksanaan, periode alami fundamental T ini boleh
langsung digunakan periode pendekatan Ta.
Periode pendekatan ditentukan berdasarkan Persamaan berikut ini:
Ta = Ct . hn x
Tabel 4.13. Koefisien Batas Atas Periode Kantor Polda Jawa tengah
SD1 Koefisien Cu
< 0.1 1.7 (Sumber: Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung
SNI 1726:2012)
Tabel 4.14. Nilai Parameter Periode Pendekatan Ct Dan x Kantor
Polda Jawa Tengah
Tipe Struktur Ct x
Sistem rangka pemikul momen di mana rangka memikul 100 persen gaya
gempa yang disyaratkan dan tidak dilingkupi atau dihubungkan dengan
komponen yang lebih kaku dan akan mencegah rangka dari defleksi jika
dikenai gaya gempa:
Rangka baja dengan bresing eksentris 0.0731 0.75
Rangka baja dengan bresing terkekang
terhadap tekuk 0.0731 0.75
Semua sistem struktur lainnya 0.0488 0.75 (Sumber: Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung SNI
1726:2012)
Dengan nilai SD1 = 0.561 g, maka didapat koefisien Cu = 1,4
T maks = Cu . Ta
(Sumber: Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung SNI
1726:2012)
105
a. Untuk perioda yang lebih kecil dari T0, spektrum respons percepatan desain,
Sa harus diambil dari persamaan:
Sa = SDS (0,4 + 0,6
)
b. Untuk perioda lebih besar dari atau sama dengan T0; dan lebih kecil dari
atau sama dengan Ts, spektrum respons percepatan desain, Sa, sama dengan
SDS
c. Untuk perioda lebih besar dari Ts. Maka, spektrum respons percepatan
desain, Sa , diambil berdasarkan persamaan:
Sa = 1
T T Sa T T Sa
(Detik) (Detik) (g) (Detik) (Detik) (g)
0 0 0.240 TS + 1.5 2.439 0.231157
T0 0.188 0.600 TS + 1.6 2.539 0.222053
Ts 0.939 0.600 TS + 1.7 2.639 0.213638
TS + 0.1 1.039 0.543 TS + 1.8 2.739 0.205839
TS + 0.2 1.139 0.495 TS + 1.9 2.839 0.198588
TS + 0.3 1.239 0.455 TS + 2.0 2.939 0.191831
TS + 0.4 1.339 0.421 TS + 2.1 3.039 0.185519
TS + 0.5 1.439 0.392 TS + 2.2 3.139 0.179609
TS + 0.6 1.539 0.366 TS + 2.3 3.239 0.174064
TS + 0.7 1.639 0.344 TS + 2.4 3.339 0.168851
TS + 0.8 1.739 0.324 TS + 2.5 3.439 0.163941
TS + 0.9 1.839 0.307 TS + 2.6 3.539 0.159308
TS + 1.0 1.939 0.291 TS + 2.7 3.639 0.15493
TS + 1.1 2.039 0.277 TS + 2.8 3.739 0.150787
TS + 1.2 2.139 0.264 TS + 2.9 3.839 0.146859
TS + 1.3 2.239 0.252 3 3.939 0.143131
TS + 1.4 2.339 0.241 4 4 0.140948
106
(Sumber: http://www.puskim.pu.go.id/desain_spektra_indonesia_2011)
Struktur harus ditetapkan memiliki suatu Kategori Desain Seismik (KDS)
yang mengikuti ketentuan seperti berikut:
1. Struktur dengan kategori resiko I, II, atau III dengan nilai S1 > 0,75
harus ditetapkan sebagi struktur dengan Kategori Desain Seismik E.
2. Struktur dengan kategori resiko IV dengan nilai S1 > 0,75 harus
ditetapkan sebagi struktur dengan Kategori Desain Seismik F.
Struktur yang memiliki ketentuan diluar ketentuan tersebut, jenis
Kategori Desain Seismiknya ditetapkan berdasarkan hubungan nilai SDS
dan SD1 terhadap Kategori Resiko Gedung.
Tabel 4.16. Kategori Desain Seismik berdasarkan Parameter
Respons Percepatan pada Periode Pendek, Kantor Polda Jawa
Tengah
0,167< SDS < 0,33 B B B C
0,33 < SDS < 0,5 C C C D
SDS > 0,5 D D D D
107
(Sumber: Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung SNI
1726:2012)
Polda Jawa Tengah
0,067< SD1 < 0,133 B B B C
0,133 < SD1 < 0,2 C C C D
SD1 > 0,2 D D D D (Sumber: Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung SNI
1726:2012)
SDS = 0.600 (SDS > 0,5) = Kategori Desain Seismik D (KDS D)
SD1 = 0.564 (SD1 > 0,2) = Kategori Desain Seismik D (KDS D)
9. Pemilihan Sistem struktur dan parameter sistem (R, Cd, 0)
Sistem penahan gaya gempa adalah Sistem Rangka Pemikul Momen
Khusus (SRPMK), dari parameter dan pemilihan sistem gedung didapat:
- R = 8
- Ω0 = 3
- Cd = 5,5
Tabel 4.18. Faktor R, Ω0, Dan Cd untuk Sistem Penahan Gaya
Gedung Kantor Polda Jawa Tengah
Sistem struktur beton
A Sistem dinding penumpu
1 Dinding geser beton
bertulang khusus 5 2.5 5 TB TB 48 48 30
2 Dinding geser beton
bertulang biasa 4 2.5 4 TB TB TI TI TI
3 Dinding geser beton
polos didetail 2 2.5 2 TB TI TI TI TI
4 Dinding geser beton
polos biasa 1.5 2.5 1.5 TB TI TI TI TI
108
pracetak menengah 4 2.5 4 TB TB 12 12 12
6 Dinding geser
pracetak biasa 3 2.5 3 TB TI TI TI TI
B Sistem Rangka
bertulang khusus 6 2.5 5 TB TB 48 48 30
2 Dinding geser beton
bertulang biasa 5 2.5 4.5 TB TB TI TI TI
3 Dinding geser beton
polos detail 2 2.5 2 TB TI TI TI TI
4 Dinding geser beton
polos biasa 1.5 2.5 1.5 TB TI TI TI TI
5 Dinding geser
pracetak menengah 5 2.5 4.5 TB TB 12 12 12
6 Dinding geser
pracetak biasa 4 2.5 4 TB TI TI TI TI
C Sistem rangka pemikul momen
1
2
3
1 Dinding geser beton
bertulang khusus 7 2.5 5.5 TB TB TB TB TB
2 Dinding geser beton
bertulang biasa 6 2.5 5 TB TB TI TI TI
E Sistem ganda dengan rangka pemikul momen menengah
1 Dinding geser beton
bertulang khusus 6.5 2.5 5 TB TB 48 30 30
2 Dinding geser beton
bertulang biasa 5.5 2.5 4.5 TB TB TI TI TI
F Sistem interaktif dinding geser rangka dengan rangka pemikul
momen beton bertulang biasa dan dinding geser beton bertulang biasa
4.5 2.5 4 TB TI TI TI TI
G Sistem kolom kantilever didetail untuk memenuhi persyaratan :
1
2
1.5 1.25 1.5 10 10 TI TI TI
3 Rangka beton 1 1.25 1 10 TI TI TI TI
109
momen biasa (Sumber: Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung SNI
1726:2012)
Base Shear
Gaya geser dasar (Base Shear) dinamik yang diisyaratkan SI 1726 – 2012
yaitu sebesar 85% dari gaya geser static.
Gambar 4.20. Tabel Output Base Reaction Beban Mati dan Beban Hidup
Pada Kolom GlobalFZ menunjukan nilai :
W Beban Mati Total = 33843184,41 Kg
W beban Hidup Total = 584372,32 Kg
W Total = W mati total + 30% W hidup Total
= 33843184,41 + 0,3 x 584372,32
V = Cs x W
Maka didapat
Arah X
85% V Statik = 0,85 x 2551387,208 = 2168679,127 Kg
4.2.3. Perhitungan Pelat
Bentang pendek Lx = 2,50 m
Bentang panjang Ly = 5,00 m
β =
111
Berat sendiri pelat = 2400 x 0,10 = 240 Kg/m 2
Berat Spesi = 21 Kg/m 2 x 2 = 42 Kg/m
2
Total = 300 Kg /m 2
Beban mati pada pelat lantai
Berat sendiri pelat = 2400 x 0,12 = 288 Kg/m 2
Berat Spesi = 21 Kg/m 2 x 2 = 42 Kg/m
2
Berat Plafond + Penggantung = 18 Kg/m 2 +
Total = 372 Kg /m 2
b. Beban Hidup (WL)
c. Kombinasi Pembebanan (Wu)
= 1,2 (300) + 1,6 (100)
2
= 1,2 (372) + 1,6 (250)
2
112
berikut ini :
Pelat Lx Ly β Wu Perhitungan Momen (KNm)
(Cm) (Cm) (Ly/Lx) (KN/m2) x Mlx x Mly x Mtx x Mty
S1 250 500 2.00 8.46 58 3.07 15 0.79 82 -4.34 53 -2.80
S2 300 500 1.67 8.46 50 3.81 15 1.14 79 -6.02 54 -4.11
S3 300 400 1.33 8.46 39 2.97 19 1.45 69 -5.25 55 -4.19
S4 250 400 1.60 8.46 49 2.59 15 0.79 78 -4.12 54 -2.86
S5 200 400 2.00 5.20 58 1.21 15 0.31 82 -1.71 53 -1.10
S6 250 500 2.00 5.20 58 1.89 15 0.49 82 -2.67 53 -1.72
4. Perhitungan Tulangan
Mutu Beton = 30 Mpa 300 Kg/cm2
Mutu Baja = 240 Mpa 2400 Kg/cm2
min = 1,4
Diameter tul. x = 10
Diameter tul. y = 10
Tinggi efektif arah x
= 100 – 20 – ½ 10
= 120 – 20 – ½ 10
113
= 65 mm
- Pelat lantai
= 120 – 20 –10 – ½ 10
= 85 mm
MLX = 3,07 KN/m2
Dari tabel 5.1i
= 553,85 mm 2
)
As
(mm 2 )
S1 95 3.07 339.81 0.0058 0.0015 0.0058 553.85 10 125 628.00
S2 95 3.81 421.83 0.0058 0.0018 0.0058 553.85 10 125 628.00
S3 95 2.97 329.03 0.0058 0.0014 0.0058 553.85 10 125 628.00
S4 95 2.59 287.08 0.0058 0.0012 0.0058 553.85 10 125 628.00
S5 75 1.21 214.47 0.0058 0.0009 0.0058 437.25 10 150 523.33
S6 75 1.89 335.11 0.0058 0.0014 0.0058 437.25 10 150 523.33
114
MLY = 0,79 KN/m2
Dari tabel 5.1i
= 495,55m 2
)
As
(mm 2 )
S1 85 0.79 109.78 0.0058 0.0004 0.0058 495.55 10 150 523.33
S2 85 1.14 158.08 0.0058 0.0006 0.0058 495.55 10 150 523.33
S3 85 1.45 200.23 0.0058 0.0008 0.0058 495.55 10 150 523.33
S4 85 0.79 109.78 0.0058 0.0004 0.0058 495.55 10 150 523.33
S6 65 0.31 73.85 0.0058 0.0004 0.0058 378.95 10 200 392.50
S7 65 0.49 115.38 0.0058 0.0005 0.0058 378.95 10 200 392.50
c. Perhitungan Tulangan Tumpuan Arah X
MTX = -4,34 KN/m2
115
= 553,85 mm 2
)
As
(mm2)
Dipakai
Ø
(mm)
Jarak
(mm)
As
(mm2)
S1 95 -4.34 480.42 0.0058 0.0020 0.0058 553.85 10 125 628.00
S2 95 -6.02 666.49 0.0058 0.0028 0.0058 553.85 10 125 628.00
S3 95 -5.25 582.12 0.0058 0.0024 0.0058 553.85 10 125 628.00
S4 95 -4.12 456.98 0.0058 0.0019 0.0058 553.85 10 125 628.00
S5 75 -1.71 303.22 0.0058 0.0013 0.0058 437.25 10 150 523.33
S6 75 -2.67 473.78 0.0058 0.0020 0.0058 437.25 10 150 523.33
d. Perhitungan Tulangan Tumpuan Arah Y
F MLY = -2,80 KN/m2
Dari tabel 5.1i
= 495,55 mm 2
)
Pelat dy Mty Mu/bd^2 min digunakan As
(mm2)
Dipakai
Ø
(mm)
Jarak
(mm)
As
(mm2)
S1 85 -2.80 387.87 0.0058 0.0017 0.0058 495.55 10 150 523.33
S2 85 -4.11 569.07 0.0058 0.0024 0.0058 495.55 10 150 523.33
S3 85 -4.19 579.61 0.0058 0.0024 0.0058 495.55 10 150 523.33
S4 85 -2.86 395.19 0.0058 0.0017 0.0058 495.55 10 150 523.33
S5 65 -1.10 260.92 0.0058 0.0011 0.0058 378.95 10 200 392.50
S6 65 -1.72 407.69 0.0058 0.0017 0.0058 378.95 10 200 392.50
e. Rekapitulasi Tulangan Pelat
Pelat Tebal Pelat (Cm)
Lx Ly Lapangan Arah
Tul. Jarak (mm)
Tul. Jarak (mm)
Tul. Jarak (mm)
S1 12 250 500 10 125 10 150 10 125 10 150
S2 12 300 500 10 125 10 150 10 125 10 150
S3 12 300 400 10 125 10 150 10 125 10 150
S4 12 250 400 10 125 10 150 10 125 10 150
S5 10 200 400 10 150 10 200 10 150 10 200
S6 10 250 500 10 150 10 200 10 150 10 200
117
1 = 0.85
min = 1,4
d = h – p – Øs - 1 2 Øp
= 600 – 40 – 10 – ½ x 16
= 542 mm
= 40 + 10 + ½ x 16
= 58 mm
Tipe Balok
mm mm mm mm mm mm mm
B1 300 600 16 10 40 542 58 0.11
B2 300 500 16 10 40 442 58 0.13
B3 250 400 16 10 40 342 58 0.17
B4 200 300 16 10 40 242 58 0.24
B5 200 350 16 10 40 292 58 0.20
B6 200 300 16 10 40 242 58 0.24
Tabel 4.26. Analisa Gaya Struktur Balok
Tipe Balok b h Vu Tu Mut Mul
mm mm KN KNm KNm KNm
B1 300 600 59.57 1.63 78.16 37.21
B2 300 500 78.26 2.67 83.99 71.26
B3 250 400 31.84 2.89 28.55 10.05
B4 200 300 21.09 0.16 14.58 3.76
B5 200 350 3.62 0.22 3.29 1.93
B6 150 300 3.55 0.08 4.54 1.34
2. Perhitungan Tulangan Tumpuan
= 1108,58 KN/m2
= 0,85
0,85 30
119
Tipe Balok
B1 300 542 78.16 1,108.58 0.00472 0.00583 0.00583
B2 300 442 83.99 1,791.41 0.00775 0.00583 0.00775
B3 250 342 28.55 1,220.45 0.00521 0.00583 0.00583
B4 200 242 14.58 1,556.34 0.00670 0.00583 0.00670
B5 200 292 3.29 240.96 0.00101 0.00583 0.00583
B6 200 242 4.54 483.99 0.00204 0.00583 0.00583
Setelah diketahui rasio tulangan yang dibutuhkan, kemudian
dihitung luas tulangan perlu.
= 948,50 mm 2
As’ = 0,5x As
= 0,5 x 948,50
= 474,25 mm 2
ntarik =
120
Tipe
Balok
mm mm perlu tarik tekan tarik tekan
B1 300 542 0.00583 948.50 474.25 4.72 ~ 5D16 (1004.8
mm 2 )
mm 2 )
mm 2 )
mm 2 )
mm 2 )
mm 2 )
= 527,79 KN/m2
= 0,85
0,85 30
Tabel 4.29. Rasio Tulangan Lapangan Balok
Tipe Balok
B1 300 542 37.21 527.79 0.00222 0.0058 0.00583
B2 300 442 71.26 1,519.80 0.00653 0.0058 0.00653
B3 250 342 10.05 429.67 0.00181 0.0058 0.00583
B4 200 242 3.76 401.49 0.00169 0.0058 0.00583
B5 200 292 1.93 141.54 0.00059 0.0058 0.00583
B6 200 242 1.34 143.22 0.00060 0.0058 0.00583
121
dihitung luas tulangan perlu.
= 948,50 mm 2
As’ = 0,5x As
= 0,5 x 948,50
= 474,25 mm 2
ntarik =
Tabel 4.30. Tulangan Lapangan Balok
Tipe Balok
B1 300 542 0.00583 948.50 474.25 4.72 5D16 (1004.8 mm2)
2.36 ~ 3D16 (602.88 mm2)
B2 300 442 0.00653 866.33 433.16 4.31 ~ 5D16 (1004.8 mm2)
2.16 ~ 3D16 (602.88 mm2)
B3 250 342 0.00583 498.75 249.38 2.48 ~ 3D16 (602.88 mm2)
1.24 ~ 2D16 (401.92 mm2)
B4 200 242 0.00583 282.33 141.17 1.40 ~ 2D16 (401.92 mm2)
0.70 ~ 2D16 (401.92 mm2)
B5 200 292 0.00583 340.67 170.33 1.70 ~ 2D16 (401.92 mm2)
0.85 ~ 2D16 (401.92 mm2)
B6 200 242 0.00583 282.33 141.17 1.40 ~ 2D16 (401.92 mm2)
0.70 ~ 2D16 (401.92 mm2)
= 1 6 30 300 .542
= 148430 N
= 148,43 KN
= 55,66
Karena 0,5Vc < Vu < Vc, maka digunakan tulangan geser minimum.
Tabel 4.31. Perhitungan Kuat Geser Beton
Tipe Balok
Keterangan mm mm KN KN KN
B1 300 542 59.57 148.43 111.32 55.66 Tul. Geser Minimum
B2 300 442 78.26 121.05 90.79 45.39 Tul. Geser Minimum
B3 250 342 31.84 78.05 58.54 29.27 Tul. Geser Minimum
B4 200 242 21.09 44.18 33.14 16.57 Tul. Geser Minimum
B5 200 292 3.62 53.31 39.98 19.99 Tidak Perlu Tul.
Geser
B6 200 242 3.55 44.18 33.14 16.57 Tidak Perlu Tul.
Geser
1200.
1200 x 240
= 427,91 mm 2
Av,u = .
Spasi Begel, s = 1
4 .2 .
427,91
s ≤ 600 mm
Tabel 4.32. Tulangan Geser Balok
Tipe Balok
tulangan Terpasang Av
terpasang (mm2) mm mm 1 2 mm mm
B1 300 542 427.91 416.67 10 183.45 271.00 10 - 150 523
B2 300 442 427.91 416.67 10 183.45 221.00 10 - 150 523
B3 250 342 356.59 347.22 10 220.14 171.00 10 - 150 523
B4 200 242 285.27 277.78 10 275.18 121.00 10 - 120 654
Untuk Balok B5 dipakai tul. begel 6 mm
d/2 = 292/2
=146 mm
Maka digunakan tulangan geser 6 – 120 (Av = 236 mm 2 )
Untuk Balok B6 dipakai 6 mm
d/2 = 242/2
= 121 mm
Maka digunakan tulangan geser 6 – 120 (Av = 236 mm 2 )
5. Perhitungan Tulangan Torsi
Pcp = 2 (300+600) = 1800 mm
Fc
124
Tipe Balok
12
B1 300 600 1,625,563.43 2,167,417.91 180000 1800 6,161,878.77 Tidak Perlu
Tul Torsi
B2 300 500 2,672,993.97 3,563,991.96 150000 1600 4,813,967.79 Tidak Perlu
Tul Torsi
B3 250 400 2,888,484.23 3,851,312.31 100000 1300 2,633,281.53 Perlu Tul
Torsi
B4 200 300 161,433.65 215,244.87 60000 1000 1,232,375.75 Tidak Perlu
Tul Torsi
Untuk balok B3 karena memerlukan tulangan torsi maka dihitung dengan
rumus :
A0h = (250 – 2 x 40) x (400 – 2 x 40)
= 54400 mm 2
A0 = 0,85 A0h
= 0,85 x 54400
= 46240 mm 2
Luas Begel Torsi
= 0.174 mm 2
= 174 mm 2
Avs = 523 mm2
Luas total begel = Avs + Avt
= 523 + 174
= 697 mm2
75
1200 .
Avs + Avt
698
8
Tulangan Lentur torsi
= 1205,76 mm 2
At + Ast = 170,52 + 1205,76
240
240
126
12 −
= 170,52
= 0,85 2
4.2.5. Perhitungan Kolom
Pu = 1428,68 KN (Frame 191)
Vu = 2,50 KN (Frame 191)
Mu = 27,29 KNm (Frame 184)
Agr = 500 x 500
min = 1,4
127
= 59,5 mm
= 520833,33 cm 4
= 312500 cm 4
Ec = 4700
2.5
Kolom K1a
r = 0,5 x P sisi Kolom
= 0,5 x 50
Menghitung kapasitas kolom
Kgcm
1,45 x 400 2 = 1047802 Kg = 1047,80 ton
Menghitung momen yang diperbesar akibat goyangan
= . =
eamin = 15 + 0,03h
1428680
= 0,35
Didapa r = 0
= r x
Luas tulangan yang diperlukan
Ast = min x Ag
n =
= 8,82 12
Tulangan sengkang
Vn =
Faktor reduksi untuk geser dan puntir = 0,75
= 0,75 x 283,13 = 212,34 KN
< → aman
2. Kolom 30 x 30 Lantai 1
Pu = 89,94 KN (Frame 952)
Vu = 0,95 KN (Frame 163)
Mu = 2,33 KNm (Frame 163)
Agr = 300 x 300
min = 1,4
= 240,5 mm
= 59,5 mm
= 67500 cm 4
= 133333,33 cm 4
Ec = 4700
EI balok =
5
A =
Gambar 4.22. Nomogram Tekuk Kolom tanpa Pengaku pada Kolom K2
Berdasarkan nomogram Gideon 4, didapatkan nilai k = 1,15
r = 0,5 h
= 0,5 x 30
133
Pc = 2 .
. 2 =
Menghitung momen yang diperbesar akibat goyangan
= . =
emin = 15 + 0,03h
89940
= 0,06
Didapa r = 0
= r x
Luas tulangan yang diperlukan
Ast = min x Ag
n =
= 3,1 4
Tulangan sengkang
Vn =
Faktor reduksi untuk geser dan puntir = 0,75
= 0,75 x 70,57 = 52,93 KN
< → aman
Pu = 1098,83 KN (Frame 920)
Vu = 21,61 KN (Frame 927)
Mu = 37,75 KNm (Frame 903)
Agr = 500 x 500
min = 1,4
= 440,5 mm
= 59,5 mm
= 520833,33 cm 4
= 312500 cm 4
Ec = 4700
2.5
Gambar 4.23. Nomogram Tekuk Kolom tanpa Pengaku pada Kolom K1b
Berdasarkan nomogram Gideon 4, didapatkan nilai k = 2,15
r = 0,5h
Menghitung kapasitas kolom
Kgcm
Menghitung momen yang diperbesar akibat goyangan
= . =
emin = 15 + 0,03h
1098830
= 0,27
Didapa r = 0
= r x
Luas tulangan yang diperlukan
Ast = min x Ag
n =
= 8,82 12
Tulangan sengkang
Vn =
Faktor reduksi untuk geser dan puntir = 0,75
= 0,75 x 264,18 = 198,14 KN
< → aman
4.3. Perhitungan Tangga
Lebar Tangga = 400 Cm
Lebar Bordes = 215 Cm
O = Optrede (langkah tegak) = 20 cm
A = Antrede (Langkah datar) = 28 cm
Pengecekan Kenyamanan :
tan = O
2. Perhitungan Pembebanan Tangga
a. Pembebanan Pelat Bordes
Beban mati :
+
b. Pembebanan Pelat Tangga
Beban mati :
+
Dalam perhitungan analis struktur tangga, dilakukan dengan
menggunakan bantuan program SAP 2000. Beban yang dimasukan adalah
beban merata (Unifom Shell) dalam program SAP 2000. Kombinasi
pembebanan yang digunakan adalah sebagai berikut :
1,2 DL + 1,6 LL
Tabel 4.34. Hasil Output Tangga Lantai 1
Jenis Pelat
Area
Text
Jenis Pelat
Area
Text
4. Perhitungan Tulangan Pelat Tangga
Tebal pelat = 120 mm
a. Perhitungan tulangan tumpuan arah x
Mtx = 4,00 KNm
= 95 mm = 0,095 m
As = 0,00583 x 1000 x 95
= 553,85 mm 2
142
Mlx = 4,00 KNm
= 95 mm = 0,095 m
As = 0,00583 x 1000 x 95
= 553,85 mm 2
c. Perhitungan tulangan tumpuan arah y
Mty = 2,63 KNm
= 85 mm = 0,085 m
143
= 495,55 mm 2
d. Perhitungan tulangan lapangan arah y
Mly = 0,60KNm
= 85 mm = 0,085 m
As = 0,00583 x 1000 x 85
= 495,55 mm 2
5. Perhitungan Tulangan Bordes
Tebal pelat = 150 mm
a. Perhitungan tulangan tumpuan arah x
Mtx = 9,79 KNm
= 125 mm = 0,125 m
As = 0,00583 x 1000 x 125
= 728,75 mm 2
b. Perhitungan tulangan lapangan arah x
Mlx = 2,71 KNm
= 125 mm = 0,125 m
As = 0,00583 x 1000 x 125
= 728,75 mm 2
c. Perhitungan tulangan tumpuan arah y
Mty = 7,72 KNm
= 115 mm = 0,115 m
As = 0,00583 x 1000 x 115
= 670,46 mm 2
d. Perhitungan tulangan lap
dibuat untuk pemecahan masalah tertentu dengan menggunkan kaidah-kaidah yang
berlaku dalam bidang ilmu tersebut. Universitas Semarang (USM) memberlakukan
tugas akhir kepada mahasiswa setingkat strata satu (S1) jurusan Teknik Sipil Fakultas
Teknis untuk memperoleh gelar sarjana. Laporan tugas akhir ini sebagai perwujudan
dari metode pembelajaran melalui bangku kuliah pada semester-semester sebelumnya
diharapkan mahsiswa dapat menerapkan untuk memecahkan suatu masalah
berdasarkan langkah-langkah berfikir sistematis, logis dan data yang akurat serta
analisis yang tepat. Sehingga laporan yang telah disetujui dapat dipertanggung
jawabkan kepada masyarakat dalam bidang perencanaan dan usaha jasa konstruksi.
Peran kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan lembaga negara yang
berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan
hukum, serta memberikan perlindungan, pengeyoman, dan pelayanan kepada
masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam Negri. Kepolisaian daerah
(Polda) merupakan satuan pelaksana utama kewilayahan yang dibawah kekuasaan
kopolri. Polda bertugas menyelenggarakan tugas Polri pada tingkat kewilayahan
tingkat satu seperti Provinsi atau daerah istimewa. Polda dipimpin oleh kepala
kepolisian Negara Republik Indonesia daerah (Kapolda), sedangkan kapolda dibantu
oleh wakil Kapolda (wakapolda). Sebagai lembaga pemerintah daerah di Kota
Semarang perlu adanya perbaikan infrastruktur gedung untuk memudahkan akses
masyarakat terhadap kepolisian daerah. Perencanaan gedung perkantoran Mapolda
lima lantai bertujuan untuk penunjang kinerja Kepolisian Replublik indonesia serta
pelayanan masyarakat di Provinsi Jawa Tengah, Semarang.
Perencanaan dalam susunan Laporan Tugas Akhir berisi pembahasan
perencanaan konstruksi gedung dengan ilmu penunjang yang dimulai dari tahap
pradesain, perencanaan, konstruksi (analisa dan perhitungan struktur), operasional
hingga memasuki tahap pembiayaan proyek yang siap untuk ditenderkan.
2
maslah dapat dirumuskan seperti dibawah ini :
a. Bagaimana merencanakan suatu gedung yang dapat memenuhi standar yang
nantinya digunakan sebagai sarana kegiatan yang memadai ?
b. Apakah perencanaan konstruksi tersebut layak di pergunakan ?
1.3. Maksud dan Tujuan Perencanaan
Perencanaan Struktur Gedung Perkantoran Mapolda Lima Lantai Kota
Semarang ini bermaksud untuk mempermudah Kepolisian Republik Indonesia di Kota
Semarang dan mempermudah masyarakat untuk mengakses nya. Sehingga dengan
berdirinya gedung ini diharapkan keamanan dan ketertiban masyarakat dapat tercapai.
Sedangkan tujuan perencanaan Struktur Gedung Perkantoran Mapolda di Kota
Semarang adalah :
a. Dapat merencanakan Konstruksi Lima Lantai Perkantoran Mapolda Kota Semarang
sehingga dapat di pergunakan untuk mempermudah masyarkat dalam fasilitas
keamanan dan ketertiban di Kota Semarang.
b. Merencanakan konstruksi gedung dengan referensi / acuan Standar Nasional
Indonesia (SNI).
Perencanaan Pembangunan Gedung Lima Lantai Kantor Polda Jawa Tengah
berada di Jalan Purwosari Raya RT 05 RW 02 Kelurahan Rejosari Kecamatan
Semarang Timur.
harus dipenuhi, antara lain :
tujuan penulisan, pokok bahasan, dan batasan masalah, metodologi
penelitian serta sistematika penulisan.
BAB II Tinjauan Pustaka
Perencanaan Gedung Perkantoran Mapolda Lima Lantai tahap pradesain,
perencanaan, konstruksi (analisa dan perhitungan struktur), operasional
hingga memasuki tahap anggaran pembiayaan proyek.
BAB III Metodologi
digunakan dalam analisis studi, dan metodologi yang digunakan dalam
mengerjakan tugas akhir. Metodologi yang digunakan meliputi
pengumpulan data dan metode analisis.
Lokasi
4
pondasi serta struktur atas, meliputi : struktur kolom, balok dan pelat
dengan pehitungan gempa.
administrasi dan syarat-syarat teknis.
Berisikan tentang anggaran biaya sesuai dengan daftar analisa
satuan pekerjaan, volume pekerjaan dan pembuatan time schedule
langkah kerja yang telah direncanakan.
BAB VII Penutup
Pada bab ini berisi kesimpulan dan saran yang bisa diberikan dari
hasil Perencanaan Struktur Gedung Lima Lantai Kantor Polda Jawa
Tengah
5
Bangunan gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu
dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas dan/atau
didalam tanah dan/atau air, yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan
kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan
usaha, kegiatan social, budaya, maupu kegiatan khusus (UU No.28/2002).
Dalam tahapan perencanaan struktur gedung lima lantai kantor Polda Jawa
Tengah ini perlu dilakukan pendekatan ilmu perencanaan dan konstruksi bangunan.
Dimana konstuksi tersebut harus memenuhi persyaratan – persyaratan yang telah
ditetapkan antara lain pesyaratan keamanan, bahaya kebakaran dan persyaratan
kesehatan. Dalam perencanaan juga harus di utamakan kekuatan struktur harus kuat
menahan beban yang ada di atasnya, beban horizontal seperti beban angin dan juga
dengan mengeluarkan biaya yang ekonomis.
Pada bab ini akan dijelaskan langkah – langkah dalam perhitungan struktur
mulai dari perhitungan rangka atap, pelat, balok, kolom dan tangga sampai dengan
perhitungan struktur pondasi. Perhitungan ini diperlukan agar dalam pelaksanaan
pembangunannya tidak mengalami kegagalan konstruksi.
2.2. Pedoman Yang Dipakai
Dalam perencanaan struktur gedung bertingkat harus mengacu pada syarat –
syarat dan ketentuan yang berlaku dalam SNI perencanaan gedung. Adapun syarat –
syarat dan ketentuan serta rumus yang berlaku terdapat pada buku pedoman sebagai
berikut :
1. Pedoman Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Rumah dan Gedung (SNI 03-1726-
2012).
2. Tata Cara Perencanaan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung (SNI T-15-03-
2002).
3. Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung (SNI 03-2847-
2013).
1
6
4. Tata Cara Perencanaan Struktur Baja Untuk Bangunan Gedung (SNI 03 – 1729 –
2002)
5. Pedoman Perencanaan Pembangunan untuk Rumah dan Gedung (PPURG 1987).
2.3. Mutu Bahan
digunakan bahan/ material dengan spesifikasi seperti dibawah ini :
Beton : (Fc) = 30 Mpa
Ec = 4700 Fc
2
2.4. Konsep Perencanaan Struktur
konsep desain untuk pemilihan elemen baik secara struktural maupun fungsional.
Dalam perencanaan kali ini ditinjau perencanaan struktur gedung berdasarkan beban
lateral dan beban gempa.
Hal penting pada struktur bangunan tinggi adalah stabilitas dan
kemampuannya untuk menahan gaya lateral, baik yang disebabkan oleh angin
maupun gempa bumi (Juwana, 2005). Beban angin lebih terkait pada dimensi
ketinggian bangunan, sedangkan beban gempa lebih terkait pada masa
bangunan. Kolom pada bangunan tinggi perlu diperkokoh dengan system
pengaku untuk dapat menahan gaya lateral, agar deformasi yang terjadi akibat
gaya horizontal tidak melampaui ketentuan yang disyaratkan. Pengaku gaya
lateral yang lazim digunakan adalah portal penahan momen, dinding geser atau
rangka pengaku.
Setiap struktur harus dianalisis untuk pengaruh gaya lateral static dan
gaya dinamis yang diaplikasikan secara independent di kedua arah orthogonal.
Pada setiap arah yang ditinjau, gaya lateral harus diaplikasikan secara simultan
di tiap lantai. Untuk tujuan analisis, gaya lateral tiap lantai dihitung sebagai
berikut (SNI 1726 : 2012) :
Fx = gaya lateral rencana yang dipalikasikan pada lantai x
Wx = bagian beban mati total seluruh struktur yang bekerja pada lantai x.
2.4.2. Analisis Struktur Terhadap Gempa
Pada Perencanaan Struktur Gedung Lima Lantai Kantor Polda Jateng
menggunakan Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK). Struktur
bangunan gedung harus diklasifikasikan sebagai beraturan atau tidak beraturan.
Struktur yang tidak memenuhi ketentuan di atas ditetapkan sebagai gedung
tidakberaturan horizontal dan vertikal bangunan gedung.
Untuk struktur gedung beraturan, pengaruh gempa rencana dapat ditinjau
sebagai pengaruh beban gempa ekuivalen, sehingga analisisnya dilakukan
berdasarkan analisis statik ekuivalen. Sedangkan untuk gedung yang tidak
memenuhi kriteria tersebut, ditetapkan sebagai gedung tidakberaturan dengan
pengaruh beban rencana ditinjau sebagai pengaruh pembebanan dinamik dan
analisisnya dilakukan berdasarkan analisis respons dinamik.
2.4.2.1. Perencanaan Struktur Gedung Simetris
Struktur gedung beraturan dapat direncakan terhadap
pembebanan gempa nominal akibat pengaruh gempa rencana dalam
arah masing-masing sumbu utama denah tersebut.
Pembebanan gempa nominal akibat pengaruh gempa rencana
pada struktur gedung beraturan ditampilkan sebagai beban-beban
gempa nominal statik ekuivalen yang menagkap pada pusat masa
lantai-lantai bertingkat.
a. Beban Geser Dasar Nominal Statik Ekuivalen (V) yang terjadi
ditingkat dasar dapat dihitung menurut persamaan :
1
8
C = nilai faktor respon gempa yang didapat dari respon
spektrum gempa rencana untuk waktu getar alami
fundamental T.
b. Beban Geser Dasar Nominal V harus dibagikan sepanjang tinggi
struktur gedung menjadi beban gempa nominal statik ekuivalen (Fi)
yang menangkap pada pusat massa lantai tingkat ke-I, menurut
persamaan :
Dimana :
sesusai.
lateral
c. Rasio perbandingan antara tinggi struktur gedung dan ukuran
denahnya dalam arah pembebanan gempa sama dengan atau
melebihi 3, maka nilai 0,1 V harus dianggap sebagai beban
horizontal terpusat yang meangkap pada pusat massa lantai tingkat
paling atas, sedangkan 0,9 V sisanya dibagikan sepanjang tinggi
struktur gedung menjadi beban-beban gempa nominal statik
ekuivalen.
arah masing-masing sumbu utama dapat ditentukan dengan rumus
Reyleigh sebagai berikut :
= ²
Dimana :
mm.
e. Apabila aktu getar alami fundamental Ti struktur gedung untuk
penentuan faktor respon gempa C ditentukan dengan rumus
empirik atau didapat dari hasil analisis fibrasi bebas 3 dimensi,
nilainya tidak boleh menyimpang melebihi 20% dari yang dihitung
menurut rumus Rayleigh.
Perencanaan struktur gedung tidak beraturan dianalisis dengan
analisis dinamik. Untuk analisis terhadap beban gempa dinamik,
lantai-lantai dari bangunan dianggap sebagai diafragma kaku. Dengan
model ini, massa-massa dari setiap bangunan dipusatkan pada titik
berat lantai (model massa terpusat / lumped mass model).
1. Ketidakberaturan Horizontal
tipe ketidakberaturan harus dianggap mempunyai ketidakberaturan
struktur horizontal.
Tipe dan penjelasan ketidakberaturan Pasal
referensi
Penerapan
lantai tingkat maksimum, torsi yang dihitung termasuk tak
terduga, di sebuah ujung struktur melintang terhadap sumbu
lebih dari 1,2 kali simpangan antar lantai tingkat rata-rata
dikedua ujung struktur. Persyaratan ketidakberaturan torsi
dalam pasal-pasal referensi berlaku hanya untuk struktur
dimana diafragmanya kaku atau setengah kaku.
7.3.3.4
7.7.3
7.8.4.3
7.12.1
C, D, E, dan F
C, D, E, dan F
D, E, dan F
1b.
simpangan antar lantai tingkat maksimum, torsi yang dihitung
termasuk tak terduga, disebuah ujung struktur melintang
terhadap sumbu lebih dari 1,4 kali simpangan antar lantai
tingkat rata-rata dikedua ujung struktur. Persyaratan
ketidakberaturan torsi berlebihan dalam pasal-pasal referensi
berlaku hanya untuk struktur dimana diafragmanya kaku atau
setengah kaku
proyeksi denah struktur dari sudut dalam lebih besar dari 15
persen dimensi denah struktur dalam arah yang ditentukan
7.3.3.4
jika terdapat difragma dengan diskontinuitas atau variasi
kekakuan mendadak, termasuk yang mempunyai daerah
terpotong atau terbuka lebih besar dari 50 persen daerah
difragma bruto yang melingkupinya, atau perubahan
7.3.3.4
tingkat ke tingkat selanjutnya
didefinisikan ada jika terdapat diskontuinitas dalam lintasan
tahanan gaya lateral, seperti pergeseran melintang terhadap
bidang elemen vertical
D, E, dan F
D, E, dan F
5.
elemen penahan gaya lateral vertikal tidak paralel atau
simetris terhadap sumbu-sumbu ortogonal utama sistem
penahan gaya gempa
B, C, D, E, dan F
D, E, dan F
2. Ketidakberaturan Vertikal
seismik.
Tipe dan penjelasan ketidakberaturan Pasal
referensi
Penerapan
persen kekakuan lateral tingkat di atasnya atau
Tabel 13 D, E, dan F
1
12
tingkat di atasnya
60 persen kekakuan lateral tingkat di atasnya
atau kurang dari 70 persen kekakuan rata-rata
tiga tingkat di atasnya
150 persen massa efektif tingkat didekatnya.
Atap yang lebih ringan dari lantai di bawahnya
tidak perlu ditinjau
3
penahan gaya gempa di semua tingkat lebih dari
130 persen dimensi horizontal sistem penahan
gaya gempa tingkat didekatnya
(Sumber : Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur
Bangunan Gedung SNI 1726 : 2012 )
2.5. Perencanaan Struktur Bangunan
Secara umum, beban luar yang bekerja pada struktur dapat dibedakan
menjadi beban statis dan beban dinamis.
2.5.1.1. Beban Statis
1
13
maka beban tersebut dapat dikelompokkan sebagai beban statik (static
load). Deformasi dari struktur akibat beban statik akan mencapai
puncaknya jika beban ini mencapai nilainya yang maksimum. Beban
statik pada umumnya dapat dibedakan menjadi beban mati dan beban
hidup.
seluruh bahan konstruksi bangunan yang terpasang, termasuk
dinding, lantai, atap, plafond, tangga, dinding partisi tetap,
finishing, klading gedung dan komponen arsitektural dan struktal
lainnya serta perlatan layan yang terpasang termasuk berat keran..
Semua metode untuk menghitung beban mati sebuah elemen adalah
berdasarkan atas tinjauan berat satuan material yang terlihat dan
berdasarkan volume elemen tersebut.
dan Gedung tahun 1987 beban mati pada struktur terbagi menjadi
2, yaitu beban mati akibat bahan bangunan dan beban mati akibat
komponen gedung.
Material Berat
Rumah dan Gedung 1987)
Material Berat
Dinding pasangan bata merah
(Sumber : Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan
Gedung 1987)
pekerja, peralatan lain yang tidak teramasuk beban konstruksi dan
beban lingkungan, seperti beban angin, beban hujan, beban gempa,
beban banjir atau beban mati.
Tabel 2.5. Beban Hidup pada Lantai Gedung
No. Penggunaan Berat Keterangan
tinggal
disebut pada no.
tinggal sederhana
- Kantor
ruang pertemuan
ruang
pagelaran/rapat,
tidak tetap /
penonton yang
gang
gang
500 kg/m² (no. 4, 5, 6, 7)
10 ruang pelengkap 250 kg/m² (no. 3, 4, 5, 6, 7)
11 - pabrik, bengkel, gudang 400 kg/m² (minimum)
- perpustakan, ruang arsip,
- lantai tingkat lainnya 400 kg/m²
13 balkon yang menjorok
Gedung 1987)
No. Bagian atap Berat Keterangan
1 atap / bagiannya yang
2 atap / bagiannya yang tak dapat dicapai orang (diambil minimum) :
- beban hujan (40 -
perlu ditinjau bila s > 50° )
- beban terpusat 100 kg/m²
3 balok / gording tepi
1
16
pada struktur. Pada umumnya beban ini tidak bersifat tetap (unsteady-
state) serta mempunyai karakteristik besaran dan arah yang berubah
dengan cepat. Deforamsi pada struktur akibat beban dinamik ini uga
akan berubah – ubah secara cepat. Beban dinamis seperti beban akibat
getaran gempa atau angin.
kejutan pada kerak bumi. Pada saat bangunan bergetar, maka
timbul gaya – gaya pada struktur bangunan karena adanya
kecendrungan massa bangunan untuk mempertahankan dirinya dari
gerakan. Gaya yang timbul disebut gaya inersia.
Menurut PPPURG 1987, beban gempa adalah semua beban
statik ekuivalen yang bekerja pada gedung atau bagian gedung
yang menirukan pengaruh dari getaran tanah akibat gempa itu.
Dalam hal pengaruh gempa pada struktur gedung ditentukan
berdasarkan suatu analisa dinamik, maka yang diartikan dengan
beban gempa disini adalah gaya-gaya di dalam struktur tersebut
yang terjadi oleh gerakan tanah akibat gempa itu.
Dalam menentukan factor respon gempa (C) dapat ditentukan
dari diagram spectrum gempa rencana sesuai dengan wilayah
gempa dan kondisi jenis tanahnya untuk waktu getar alami
fundamental.
Besar kecilnya beban gempa yang diterima suatu
strukturtergantung pada lokasi dimana struktur bangunan
tersebut akan dibangun seperti terlihat pada Gambar Peta
Wilayah Gempa berikut.
Sumber : Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk struktur Bangunan Gedung(SNI1726-2012)
Harga dari faktor respon gempa (C) dapat ditentukan dari
Diagram Spektrum Gempa Rencana, sesuai dengan wilayah
gempa dan kondisi jenis tanahnya untuk waktu getar alami
fundamental.
struktur Bangunan Gedung(SNI 03-1726-2002)
Sumber : Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk
struktur Bangunan Gedung(SNI 03-1726-2002)
b) Faktor Keutamaan Gedung
struktur – struktur gedung yang relatif lebih utama, untuk
menanamkan modal yang relatif besar pada gedung itu. Waktu
ulang dari kerusakan struktur gedung akibat gempa akan
diperpanjang dengan pemakaian suatu faktor keutamaan. Faktor
keutamaan I menurut persamaan :
=
gempa berkaitan dengan penyesuaian probabilitas
terjadinya gempa selama umur gedung,
2 = faktor keutamaan untuk menyesuaikan umur gedung
tersebut.
Wilayah
Gempa
1
2
3
4
5
6
0,10
0,30
0,45
0,60
0,70
0,83
0,05
0,15
0,23
0,30
0,35
0,42
0,13
0,38
0,55
0,70
0,83
0,90
0,08
0,23
0,33
0,42
0,50
0,54
0,20
0,50
0,75
0,85
0,90
0,95
0,20
0,50
0,75
0,85
0,90
0,95
1
19
Bangunan
Gedung penting pasca gempa seperti
rumah sakit, instalasi air bersih,
pembangkit tenaga listrik, pusat
penyelamatan dalam keadaan darurat,
fasilitas radio dan televise
bumi, asam, bahan beracun
Sumber : Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk
Struktur Bangunan Gedung(SNI 03-1726-2002)
c) Daktilitas Struktur Gedung
simpangan maksimum struktur gedung akibat pengaruh gempa
rencana pada saat mencapai kondisi diambang keruntuhan δm
dan simpangan struktur gedung pada saat terjadinya pelelehan
pertama δy, yaitu :
gedung yang berperilaku elastik penuh.
μm = nilai faktor daktilitas maksimum yang dapat dikerahkan
oleh sistem struktur bangunan gedung yang
bersangkutan.
Sistem dan subsistem struktur
2. Dinding penumpu dengan
tarik
b. Beton bertulang (tidak
untuk Wilayah 5 & 6)
(RBE)
3. Rangka bresing biasa
b. Beton bertulang (tidak
untuk Wilayah 5 & 6)
berangkai daktail
kantilever daktail penuh
3,6 6,0 2,8
kantilever daktail parsial
3,3 5,5 2,8
(Sistem struktur yang pada
dasarnya memiliki rangka ruang
pemikul beban gravitasi secara
lengkap. Beban lateral dipikul
rangka pemikul momen terutama
(SRPMK)
b. Beton bertulang 5,2 8,5 2,8
2. Rangka pemikul momen
(SRPMB)
b. Beton bertulang 2,1 3,5 2,8
4. Rangka batang baja pemikul
momen khusus (SRPMK)
4,0 6,5 2,8
4. Sistem ganda
memikul seluruh beban gravitasi;
1. Dinding geser
1
22
direncakan untuk memikul secara
3. Rangka bresing biasa
a. Baja dengan SRPMK
kantilever : (Sistem struktur yang
1
23
dengan rangka
Wilayah 5 & 6)
3,4 5,5 2,8
7. Subsistem tunggal
2. Rangka terbuka beton
berangkai daktail penuh
4,0 6,5 2,8
kantilever parsial
struktur Bangunan Gedung(SNI 03-1726-2002)
d) Pembatasang Waktu Getar
fleksibel, nilai waktu getar struktur fundamental harus dibatasi.
Dalam SNI 03-1726-2002 Kota Semarang masuk dalam wilayah
gempa 2 diberikan batasan sebagai berikut :
<
n = jumlah tingkat gedung
1 0,20
2 0,19
3 0,18
4 0,17
5 0,16
6 0,15
struktur Bangunan Gedung (SNI 03-1726-2002)
e) Jenis tanah
batuan dasar.
bawah permukaan tanah dari kedalaman batuan dasar ini
gelombang gempa merambat ke permukaan tanah sambil
mengalami pembesaran atau amplifikasi bergantung pada jenis
lapisan tanah yang berada jenis lapisan tanah yang berada di atas
batuan dasar tersebut. Ada 3 kriteria yang dipakai untuk
mendefinisikan batuan dasar yaitu standar penetrasi test (N),
kecepatan rambat gelombang dgeser (Vs) dan kekuatan geser
tanah (Su).
Jenis tanah ditetapkan sebagai tanah keras, tanah sedang
dan tanah lunak, apabila untuk lapisan setebal 30 m paling atas
dipenuhi syarat-syarat yang terdapat dalam tabel.
1
25
Sedang 175 ≤ Vs < 350 15 ≤ N < 50 50 ≤ Su < 100
Lunak Vs < 175 N <15 Su < 50
Khusus Diperlukan evaluasi khusus ditiap lokasi
Sumber : Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk struktur
Bangunan Gedung (SNI 03-1726-2002)
=
Ni = nilai hasil test penetrasi standar lapisan tanah ke – i
M = jumlah lapisan tanah yang ada di atas batuan dasa
2. Beban angin
udara (PPPURG 1987),. Beban angin yang berdasarkan PPPURG
1987 ditentukan dengan menganggap adanya tekanan positif dan
negatif yang bekerja tegak lurus pada bidang-bidang yang ditinjau.
2.5.2. Perencanaan Pembebanan
kombinasi pembebanan (Load Combination) dan beberapa kasus beban yang
dapat bekerja secara bersamaan selama umur rencana. Kombinasi pembebanan
ini disebabkan oleh bekerjanya beban mati, beban hidup dan beban gempa.
Nilai-nilai tersebut dikalikan dengan suatu faktor beban, dengan tujuan agar
1
26
terhadap berbagai kombinasi pembebanan.
berdasarkan “Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung
“(SNI 03 – 2847 – 2002) sebagai berikut :
Kombinasi pembebanan :
U = 1,2 D + 1,0 L ± 1,0 E
Dimana : D = beban mati
minimalnya harus direduksi dengan factor reduksi keuatan sesuai dengan sifat
beban, hal ini dikarenakan adanya ketidakpastian kekuatan bahan terhadap
pembebanan.
Faktor reduksi kekuatan bahan adalah suatu bilangan yang bersifat
mereduksi kekuatan bahan, dengan tujuan untuk mendapatkan kondisi paling
buruk jika pada saat pelaksanaan nanti terdapat perbedaan mutu bahan yang
ditetapkan sesuai standar bahan yang ditetapkan dalam perencanaan
sebelumnya. Besarnya faktor reduksi kekuatan bahan yang digunakan
tergantung dari pengaruh gaya yang bekerja pada suatu elemen struktur sesuai
SNI 03-2847-2002 pasal 11.3.2.
Nomor Kondisi Pembebanan Faktor
2.
a. Gaya aksial tarik, dan aksial tarik dengan lentur 0,8
b. Gaya aksial tekan dan aksial tekan dengan lentur
Komponen struktur dengan tulangan spiral 0,7
Komponen struktur lainnya 0,65
kuat
0,55
diagonal
0,8
4.
pengangkuran pasca tarik
6.
komponen struktur pratarik dimana panjang
penanaman strand-nya kurang dari panjang
penyaluran yang ditetapkan
polos structural
Sumber : Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung SNI
03-2847-2002 pasal 11.3
2.6.1.1. Rangka Atap
penutup seluruh ruangan yang ada dibawahnya terhadap pengaruh
panas, debu, hujan, angina tau untuk keperluang perlindungan.
Konstruksi rangka atap yang digunakan adalah rangka atap kuda –
kuda dan pelat atap. Rangka atap atau kuda – kuda adalah suatu
susunan rangka batang yang berfungsi untuk mendukung beban atap
termasuk juga berat sendiri dan sekaligus memberikan bentuk pada
atap.
1
28
Perencanaan Pembebanan untuk Gedung. Sedangkan analisis gaya
batang kuda-kuda dengan analisis tak tentu menggunakan program
SAP2000.
tumpuan. Desain gording berdsasarkan peraturan SNI 03 -1729 –
2002 adalah sebagai berikut :
Beban mati (L) = beban pekerja (p)
Tekanan Angin (w)
Akibat beban mati
Akibat beban hidup
Akibat beban angin
a) Angin tekan
(, − , )
b) Angin hisap
Mu ≤ Mn
= factor reduksi kekuatan
)
My = momen terhadap sumbu x-x
My = momen terhadap sumbu y-y
x = tegangan arah sumbu x-x
y = tegangan aah sumbu y-y
fx = lendutan arah sumbu x-x
fy = lendutan arah sumbu y-y
q = beban merata
l = bentang gording
1
30
batasan – batasan sebagai berikut :
memenuhi ketentuan sebagai berikut :
c) Angka kelangsingan () = Lk / imin dimana :
Lk = panjang tekuk ((m)
imin = 1
diijinkan (ijin)
2
Ru ≤ ∅ Rn
SNI 03-1729-2002, hal 99)
b. Baut dalam geser
Vd = ∅ fVn= ∅fr1fu^b Ab
(Tata cara perencanaan struktur baja untuk bangunan gedung ,
SNI 03-1729-2002, hal 100)
Kuat tarik rencana satu baut dihitung sebagai berikut :
Td = ∅ fTn= ∅f 0,75 fu^b Ab
(Tata cara perencanaan struktur baja untuk bangunan gedung ,
SNI 03-1729-2002, hal 100)
Apabila jarak lubang tepi terdekat dengan sisi pelat dalam arah
kerja gaya > 1,5 kali diameter lubang, jarak antar lubang > 3 kali
diameter lubang, dan ada lebih dari satu baut dalam arah kerja
gaya, maka kuat rencana tumpu dapat dihitung sebagai berikut :
Rd = ∅ f Rn=2,4 ∅f.db.tp .fu
(Tata cara perencanaan struktur baja untuk bangunan gedung ,
SNI 03-1729-2002, hal 101)
e. Pelat pengisi pada sambungan yang tebal antara 6 mm-20 mm,
kuat geser nominal satu baut yang ditetapkan harus dikurangi
15%.
yang slip nya dibatasi , satu baut yang hanya memikul gaya
geser terfaktor , Vu dalam bidang permukaan friksi harus
memenuhi :
SNI 03-1729-2002, hal 102)
g. Tata letak baut
Jarak antar pusat lubang pengencang tidak boleh kurang dari 3
kali diameter nominal pengencang. Jarak antara pusat
pengencang tidak boleh melebihi 15 tp.
(Tata cara perencanaan struktur baja untuk bangunan gedung ,
SNI 03-1729-2002, hal 102)
Pelat beton bertulang dalam suatu struktur dipakai pada lantai
dan atap. Pelat lantai dirancang dapat menahan beban mati dan beban
hidup secara bersamaan sesuai kombinasi pembebanan yang bekerja
di atasnya.
Jenis / tipe-tipe plat :
a. Plat Slab
- Plat tanpa balok, beban ringan / tidak besar, bentangan
kecil
bentang 4,5 – 7 m
- Plat ini tebal sama, tanpa drop panel, tanpa cavital, plat
sebagai plafon langsung untuk keperluan estetika.
- Tebal 12 – 15 cm, bentang 4,5 – 7 m
c. Plat Lantai Grid 2 Arah
- Plat ini dengan balok grid / bersilang rapat pada 2 arah
dengan plat tipis, mengurangi berat sendiri plat.
- Bentang 9 – 12 m.
d. Plat Sistem Lajur
- Dengan sistem balok lajur (band beam) dengan balok lurus
menyambung pada klom dan balok dibuat lebih lebar ke
arah lebarnya ( b > h )
- Plat jenis ini, plat ditumpu pada balok ( monolit ) dengan
bentang balok 3 – 6 m.
- Tebal plat dihitung sesuai fungsi plat, sesuai
keamanannya.
1
33
- Plat ini banyak dipakai, kokoh, bawah plat bisa di plafon /
tidak di plafon.
beraturan, untuk fungsi estetika.
Gambar 2.4 Metode Pelat dan Balok
- Beban luar ditahan momen arah x dan arah y,
- Tidak menghitung efek torsi / puntir,
- Defeksi pada titik silang lendutan sama,
Sehingga didapat dengan persamaan :
= 5
, = beban luar plat / beban yang bekerja pada plat.
, = bentang plat
ly ).
pendek.
c. Gaya plat yang bekerja menentukan aksi 1 arah ( one slab
way ) dan dua arah ( two slab way ).
3. Rasio / Perbandingan Bentang Plat
yaitu dengan mengidentifikasi rasio bentang pelat :
rasio ly/lx>2 ( desain pelat 1 arah / one way slab )
rasio ly/lx= 1 s⁄d 2 ( desain pelat 2 arah / two way slab )
Dimana :
Suatu pelat dikatakan pelat satu arah apabila
> 2 , dimana Ly
Gambar 2.5. Pelat yang ditumpu pada 2 sisinya
Ly
L
x
1
35
adalah sebagai berikut :
beban atau momen lentur yang bekerja, defleksi yang terjadi
dan kebutuhan kuat geser yang dituntut (Istimawan , 56).
Untuk pelat satu arah tanpa memperhitungkan lendutan dapat
menggunakan tabel 8 pada SNI 03-2847-2002 : 63)
Tabel 2.13. Minimum Pelat Satu Arah bila Lendutan Tidak
Dihitung
b. Menghitung beban mati plat termasuk beban sendiri pelat dan
beban hidup serta menghitung Momen Rencana (Wu).
Wu = 1,2 WD+1,6 WL
= Jumlah Beban Mati Pelat (KN/m)
= Jumlah Beban Hidup Pelat (KN/m)
c. Menghitung Momen Rencana (Mu) baik dengan cara
Koefisien atau Analisis.
perencanaan balok menerus dan pelat satu arah , yaitu pelat
beton bertulang dimana tulangannya hanya direncanakan
untuk memikul gaya-gaya dalam satu arah, selama :
a) Jumlah minimum bentang yang ada haruslah minimum
dua.
dengan rasio panjang bentang terbesar terhadap panjang
bentang terpendek dari dua bentang yang bersebelahan
tidak lebih dari 1,2.
d) Beban hidup per satuan panjang tidak melebihi tiga kali
beban mati per satuan panjang, dan
e) Komponen struktur adalah prismatis.
Koefisien momen menurut SNI 03-2847-2002 Pasal 10.3.3
:52
1
37
Tinggi efektif merupakan hasil pengurangan dari tinggi
total dikurang selimut beton dan dikurang setengah diameter
tulangan. Untuk beton bertulang, tebal selimut beton
minimum yang harus disediakan untuk tulangan harus
memenuhi ketentuan sebagai berikut :
K = Mu/(∅ b d^2 )
K = koefisien tahanan (Mpa)
B = lebar penampang (mm) diambil 1 m
D = tinggi efektif pelat (mm)
-∅ = faktor reduksi kekuatan lentur tanpa beban aksial =
0,8
1
39
Jika < maka menggunakan
Jika > maka pelat dibuat lebih tebal
g. Hitung As yang diperlukan
As = ρ b d
= rasio penulangan
B = lebar efektif
i. Memilih tulangan susut dan suhu dengan menggunakan tabel.
Untuk tulangan susut dan suhu dihitung berdasarkan
peraturan SNI 03-2847-2002 : 48 yaitu :
a) Tulangan susut dan suhu harus paling sedikit memiliki
rasio luas tulangan terhadap luas bruto penampang beton
sebagai berikut , tetapi tidak kurang dari 0,0014 :
- Pelat yang menggunakan batang tulangan ulir mutu
300......0,0020
jaring kawat las ( polos atau ulir) mutu 400......0.0018
- Pelat yang menggunakan tulangan dengan tegangan
lebih melebihi 400 Mpa yang diukur pada regangan
leleh sebesar 0,35% ........ 0,0018 x 400/f
b) Tulangan susut dan suhu harus dipasang dengan jarak
tidak lebih dari lima kali tebal pelat, atau 450 mm.
1
40
5. Desain dua arah (Two Way Slab)
a. Menentukan tebal pelat dimisalkan dengan suatu ketebalan
ln/36 (panel dalam) menurut SNI 03-2847-2002 : 66
b. Kontrol ketebalan plat dimisalkan dengan :
a) Untuk lebih besar dari 0,2 tapi tidak lebih besar dari
2,0 ketebalan plat minimum harus memenuhi
Tidak boleh kurang dari 120 mm
b) Untuk lebih besar dari 0,2 ketebalan plat minimum
harus memenuhi :
1
41
dan beban hidup). Kemudian hasil perhitungan akibat
beban mati dan beban hidup dikali dengan faktor beban
untuk mendapatkan nilai beban terfaktor.
Wu = 1,2 DL + 1,6 LL
d. Mencari momen
Mencari momen yang bekerja pada arah x dan y , dengan
cara penyaluran “metode koefisien momen plat”.
e. Mencari tebal efektif pelat
Untuk menentukan tinggi efektif pelat ditinjau dari 2
arah yaitu :
Arah y → dy = h – p - ∅x – ½ ∅ tul arah y
f. Mencari nilai koefisien tahanan (k)
Faktor reduksi ∅ = 0,80 ; K =
∅
Rasio penulangan ini didapat berdasarkan koefisien
tahanan (k) yang telah didapat sebelumnya. Dengan
menggunakan tabel A-11 (Dipohusodo I, Struktur Beton
Bertulang)
Sebelum menentukan luas tulangan terlebih dahulu
meninjau nilai yang didapat.
a) Jika <min , maka menggunakan maka As
yang digunakan As min.
sehingga dilakukan perhitungan ulang.
S =
j. Mengontrol jarak tulangan
perhitungan s perlu dikontrol kembali terhadap .
Tulangan yang dipasang jaraknya tidak memenuhi jarak
maksimum perlu dikontrol kembali.
Terbentuknya retak pada beton sudah mengeras
dapat menyebabkan air merembes dan menjadi korosi
pada tulangan. Retak didalam beton biasanya disebabkan
oleh :
tetap, tegangan akibat suhu dan perbedaan unsur
kimia antara bagian beton.
bertukar, dan lendutan jangka panjang.
c) Tegangan akibat beban lentur.
2.6.1.3. Balok
bangunan gedung (Asroni, 2010). Beban yang bekerja pada balok
biasanya berupa beban lentur beban geser dan torsi (momen puntir).
1. Konsep Desain Balok
b. Balok T balok induk tengah
c. Balok L balok tepi gedung
1
43
a. Balok anak atau balok segi empat
Semua tulangan belum diketahui, sehingga isi tulangan
yang harus dihitung :
Semua tulangan belum diketahui, sehingga isi tulangan
yang harus dihitung :
Isi tulangan yang harus dihitung sama balok T
- Tulangan tarik (+)
- Tulangan tekan (-)
- Tulangan geser
d d '
pembulatan.
= 0,4 0,6
4. Desain balok segiempat tulangan tunggal
a. Data :
b. = . . . 2 (1 − 0,59 .
′ )
=
d. = . (1 − 0,59 .
′ )
→
0,5 . 2 =
diameter tulangan.
=
n = jumlah tulangan
. → <
= .
b = hasil hitungan
2 )
digunakan
Sudah dihitung mu dan Mneg,
b. b, d didesain dengan syarat b : d = 0,4 s/d 0,6
c. hitung sebagai balok tulangan tunggal
= 0,85 ′
1
1
46
= .
b = hitungan desain
2 )
→
menuhi M ( + ) pada tulangan tunggal
= +
=
f. Periksa kapasitas penampang ( kuat rencana )
= ′ . 600 . − 0,85 . ′
Solusi :
= 0,85 . ′ . −
6. Balok T dan L
bc = 6 h t + bw bc = 16 h t + bw h f
bw ln bw
(Sumber : L. Wahyudi, Struktur beton Bertulang, 1997)
Balok T lebar efektif
≤ 16 . +
a. ≤ → =
≤ ≤ 1 .
bc
= .
= .
2 )
<
<
0,003 . +
b. qn pada badan balok didesain sebagai balok T dan L
> > 1 .
Gambar 2.10. Ukuran Penampang, Distribusi Regangan dan Gaya Internal
(Sumber : L. Wahyudi, Struktur beton Bertulang, 1997)
1
49
(Sumber : L. Wahyudi, Struktur beton Bertulang, 1997)
Bagian flens :
= 0,85 . ′ . ( − )
Keseimbangan internal :
1 =
2
2 = −
Keseimbangan internal :
2 =
2 = − . −
2
2
Gambar 2.11 Keseimbangan Gaya Internal pada Balok T
Sumber : L. Wahyudi, Struktur beton Bertulang, 1997
=
. = 0,85 . 1 . ′ . . + 0,85 . ′
−
. = 0,85 . 1 . ′ . . + .
Definisi :
= 0,75 +
→ ( )
Catatan :
langkah-langkah perencanaan penampang terhadap gaya
geser adalah :
kritis di sepanjang batang / elemen.
b. Untuk suatu penampang kritis, hitung kekuatan geser beton
.
c. Cara mendimensi :
- Bila − > 0,67 . . ′ , ukuran balok
diperbesar.
- Bila − < 0,67 . . ′ , tentukan
jumlah tulangan geser untuk menahan kelebihan tegangan.
- Bila > 0,5 . , gunakan tulangan geser
minimum.
yang ditinjau
= +
Vs = kekuatan geser nominal yang diberikan oleh
tulangan badan.
- Untuk kombinasi geser dan lentur :
= 1
.
sering digunakan persamaan :
- Untuk kombinasi geser dan aksial tekan :
= 1
.
→
= 0,17 1 − 0,3
′ . . →
Dengan :
e. Untuk kondisi tersebut diatas, berlaku ketentuan sebagai
berikut :
gaya yang harus ditahan oleh sengkang sebesar :
=
−
Khusus untuk tulangan miring, harga harus
<0,25 ′ . .
Dengan :
<0,67 ′ . .
- Jika < , dan jika ≥ 1
2 , secara teoritis tidak
perlu tulangan badan, tetapi hanya disarankan sengkang
minimum.
9. Tulangan Geser Minimum
geser yang nilainya lebih kecil dari kekuatan geser beton Vc,
tetapi > 0,5 Vc, maka harus dipasang tulangan minimum :
= 50 .
struktur beton rusak, dan untuk balok yang memiliki tinggi total
tidak lebih dari nilai terbesar antara 250mm, 2,5 x tebal flens, 0,5
x lebar badan.
atau smaks = 600 mm
utamanya menyangga beban aksial tekan vertical dengan bagian tinggi
yang tidak ditopang paling tidak tiga kali dimensi lateral terkecil.
Sedangkan komponen struktur yang menahan beban aksial vertikal,
dengan rasio bagian tinggi dan dimensi lateral terkecil kurang dari tiga
dinamakan pedestal (Dipohusodo, 1994).
kombinasi Pu dan Mu. Untuk satu batang kolom dan dua
kombinasi pembebanan yaitu pada ujung atas dan ujung bawah
pada setiap freebody, masing-masing dihitung tulangannya dan
diambil yang terbesar.
U = 1,2D + 1,6 L
3. Momen desain kolom maksimum untuk ujung atas dan ujung
bawah.
4. Nilai Kontribusi tetap terhadap deformasi (W.C Vis dan Gideon
Kusuma, 1993)
5. Modulus elastisitas
= ′
′ =
6. Nilai Kekakuan Kolom dan Balok (W.C Vis dan Gideon Kusuma,
1993)
1
55
. = .
Gambar 2.12 Diagram Nomogram Tekuk Kolom
(Sumber : Grafik dan tabel Perhitungan Beton Bertulang , W.C Vis dan
Gideon Kusuma, hal 112)
Dari hasil grafik di atas, maka dapat kita cari panjang
efektifitas kolom dengan rumus :
klu = k x Lu
=
1
56
=
=
a. Rangka tanpa pengaku lateral < 22
b. Rangka dengan pengaku lateral < 34 -22 1−
2− > 22
a. Untuk semua komponen struktur tekan dengan < 100 harus
digunakan analisa pada tata cara perhitungan struktur beton
bertulang gedung.
menggunakan metode perbesaran momen
=
=
−
≥ , kolom dengan pengaku
= , kolom tanpa pengaku
Keterangan :
pengaku.
1
57
pengaku.
pengaku.
struktur rangka tanpa pengaku
Dalam mendesain tulangan kolom, dapat menggunakan grafik
berikut ini
Grafik
dan Gideon Kusuma, 1993)
Untuk koefisien sumbu horizontal digunakan rumus :
1
58
= r x
Ast = x Ag
Berdasarkan tata cara perhitungan struktur beton untuk
bangunan gedung, perencanaan penampang terhadap geser harus
didasarkan pada :
Vs = Gaya geser nominal yang disumbangkan olehtulangan
geser (N)
Vn =
2847-2002 pasal 13.3.2.2) yaitu:
Ø = faktor reduksi
b = lebar penampang kolom (mm)
d = tinggi efektif penampang kolom (mm)
Nu = gaya aksial yang terjadi (N)
Agr = luas penampang kolom (mm 2 )
Jika :
1
59
Vu < Ø Vc , maka tidak perlu tulangan geser
Vu ≥ Ø Vc , maka perlu tulangan geser
Jika tidak dibutuhkan tulangan geser, maka digunakan
tulangan geser minimum (Av) permeter. Luas tulangan geser
minimum untuk komponen struktur non prategang dihitung
dengan :
<Av =
dibatasi sebesar 5
lantai pada gedung yang mempunyai tingkat lebih dari satu. Tangga
merupakan komponen yang harus ada pada bangunan yang berlantai
banyak. Walaupun sudah ada peralatan transportasi vertikal di gedung,
tangga tetap diperlukan karena tidak memerlukan tenaga mesin,
1. Antrede yaitu bagian anak tangga bidang horizontal yang
merupakan bidang pijak telapak kaki.
2. Optrede yaitu bagian anak tangga vertikal yang merupakan selisih
tinggi antara dua anak tangga yang berurut.
Syarat umum tangga :
1. Mudah dilewati
4. Aterial yang digunakan harus baik
5. Letak tangga harus strategis
6. Sudut kemiringan tidak boleh lebih dari 45º
Syarat khusus tangga :
1
60
- Antrede = 25 cm (minimum)
- Optrede = 17 cm (maksimum)
- Lebar tangga = 120-200 cm
a = antrede
o = optrede
In = a+2O
4. Lebar tangga dipengaruhi oleh fungsi tangga pada jenis bangunan
tertentu. Misalnya lebar tangga untuk gedung bioskop atau pasar
swalayan akan berbeda dengan lebar rumah tangga biasa. Lebar
tangga dibedakan menjadi dua yaitu :
a. lebar tangga efektif adalah lebar yang dihitung mulai dari sisi
dalam rimbat tangan (pegangan) yang satu sampai dengan
sisi dalam rimbat tangan yang lainnya.
b. lebar tangga total adalah lebar efektif tangga ditambah dua kali
tebal rimbat tangan (t), ditambah lagi dua kali pijakan (s)
diluar rimbat tangan.
Keterangan :
NO Digunakan Untuk Lebar Efektif (cm) Lebar Total
1 1 orang ±65 ±85
2 1 orang + anak ±100 ±120
3 1 orang + bagasi ±85 ±105
4 2 orang 120-130 140-150
5 3 orang 180-190 200-210
6 > 3 orang >190 >210
Sumber: Konstruksi Bangunan Gedung : 17
c. Sudut kemiringan maksimum 45º
d. tinggi bebas diatas anak tangga 2,00 m
Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan dalam perencanaan tangga :
1. Menentukan ukuran antrede dan optrede setelah diketahui tinggi
ruangan yang akan dibuatkan tangga.
2. Menentukan jumlah antrede dan optrede.
3. Menentukan panjang tangga.
4. Menghitung pembebanan tangga :
c. Mengontrol tulangan
1
62
Kusuma hal 45)
a) Tulangan pembagi
ditinjau. (Tata cara perhitungan struktur beton bertulang
gedung, SNI 03-2847-2002 hal 245)
2.6.2. Struktur Bawah (Substructure)
2.6.2.1. Daya Dukung Tanah
daya dukung tanah. Daya dukung (Bearing Capacity) adalah
kemampuan tanah untuk mendukung beban gedung dari struktur
pondasi maupun bangunan diatasnya tanpa terjadikeruntuhan geser.
Sedangkan daya dukung batas (Ultimate Bearing Capacity) adalah
daya dukung terbesar dari tanah, daya dukung ini merupakan
kemampuan tanah mendukung beban dan diasumsikan tanah mulai
terjadi keruntuhan, besarnya daya dukung dibagi dengan angka
keamanan. (Wesley, 1997). Untuk rumusnya adalah :
=
1
63
FK = angka keamanan
digunakan rumus terzaghi untuk menghitung daya dukung tanah.
= , . + . . + , . . .
Dimana :
C = kohesi tanah
Df = kedalaman dasar pondasi
B = lebar pondasi dianggap 1,00 meter
N = faktor daya dukung terzaghi
2.6.2.2. Tegangan Kontak
(Contact Pressure).
1
64
=
tepat pada titik beratnya maka digunakan rumus :
=
A = luas bidang pondasi (m 2 )
Mx, My = Momen total sejajar respektif terhadap sumbu x dan
sumbu y (tm)
x,y = jarak dari titik berat pondasi ke titik dimana tegangan
kontak dihitung sepanjang respektif sumbu x an sumbu y
(m)
Ix, Iy = momen inersia respektif terhadap sumbu x dan sumbu y
(m 4 )
berdasarkan sifat – sifat tanah dan dimensi pondasi. Sedangkan
tegangan kontak dihitung berdasarkan beban struktur di atas pondasi.
Secara umum factor keamanan didefinisakan sebagai berikut :
=
kontak dalam bentuk faktor keamanan adalah
a. SF = 1, artinya tegangan kontak sama dengan kapasitas daya
dukung. Lapis tanah dalam keadaan seimbang menerima
beban.
b. SF > 1, artinya tegangan kontak lebih dari mobilisasi kapasitas
daya dukung. Lapis tanah dapat menerima beban.
1
65
c. Sf < 1, artinya tegangan kontak lebih besar dari mobilisasi
kapasitas daya dukung. Lapis tanah tidak dapat menerima
beban.
daya dukung yang digunakan aalah kapasitas daya dukung ijin.
2.6.2.3. Kapasitas Daya Dukung Pondasi Tiang
Kapasitas daya dukung pondasi tiang dapat dianalisis dengan
metode berdasarkan hasil sondir. Tes sondir atau cone penetration test
(CPT) pada dasarnya adalh untuk memperoleh tahanan ujung (q) dan
tahanan selimut (c) sepanjang tiang. Tes sondir ini biasanya dilakukan
pada tanah – tanah kohesif dan tidak dianjurkan pada tanah berkerikil
dan lemping keras (Wesley, 1997).
Berdasarkan faktor pendukungnya, daya dukung tiang pancang
dapat digolongkan sebagai berikut (Subianto, 1999) :
1. End Bearing Pile
berdasarkan tahanan ujung dan memindahkanbeban yang diterima
ke lapisan tanah keras. Rumus yang digunakan adalah :
=
dilaksanakan karena letaknya sangat dalam, maka dapat digunakan
tiang pancang yang daya dukungnya berdasarkan perletakan antara
tiang dengan tanah. Rumus daya dukung yang diijinkan terhadap
tiang adalah :
1
66
End Bearing Pile And Friction Pile adalah Perhitungan tiang
pancang didasarkan pada tahanan ujung dan hambatan pelekat.
Rumusnya daya dukung yang diijinkannya adalah sebagai berikut :
=
Pada saat pelaksanaan jarang dijumpai pondasi yang hanya
terdiri dari satu tiang pancang saja, tetapi terdiri dari beberapa tiang.
Teori membuktikan daya dukung kelompok tiang pancang tidak sama
dengan daya dukung tiang secara individu dikalikan dengan jumlah
tiang kelompok, melainkan lebih kecil karena adanya faktor effisiensi.
(Sarjono, 1998).
pancang. Untuk bekerja sebagai grup tiang ini biasanya harus
mematuhi peraturan bangunan pada daerah masing – masing. Oleh
karenanya penentuan jarak antar tiang (pile spacing) dibedakan
berdasarkan :
a) Jarak minimum, S = 2d
b) Jarak maksimum, S = 6d
b. Fungsi tiang, fungsi tiang juga dapat mempengaruhi penentuan
jarak antar tiang, antara lain :
a) Sebagai friction pile, minimum S = 3d
b) Sebagai end bearing pile, minimum S = 3d
c. Klasifikasi tanah, penentuan pile spacing berdasasrkan klasifikasi
tanah yaitu :
a) Jika terletak pada lapisan tanah liat keras, minimal S = 3,5d
b) Jika didaerah lapis padat, minim S = 2d
1
67
sehingga kemampuan tiang dalam kelompok sama dengan
kemampuan tiang tunggal dikalikan banyaknya tiang.
= .
n = banyaknya tiang pancang
Efisiensi daya dukung kelompok tiang dihitung berdasarkan clef
dan conus (Sarjono, 1998).. Rumus yang digunakan adalah :
= .
= −
( + )
m = jumlah baris
= tan -1
Dimana :
= keliling tiang pancang (m)
L = panjang tiang yang dimasukan ke dalam tanah (m)
C = harga cleep rata – rata (KN/m2)
3, 5 = faktor keamanan.
dan kuantitatif melalui beberapa metode sebagai tahapan dalam melakukan proses
analisa terhadap permasalahan tugas akhir.
Dalam mengerjakan tugas akhir, digunakan analisis kualitatif dan analisis
kuantitatif yang bertujuan untuk saling melengkapi dan saling mengoreksi sejauh
mana ketepatan analisisnya. Metode analisis merupakan sebuah proses berkelanjutan
dalam menjalankan laporan perencanaan, dengan analisis awal menginformasikan data
yang kemudian dikumpulkan. Ketika perencana sudah selesai dalam mengumpulkan
data, maka langkah selanjutnya ialah menganalisis data yang telah diperoleh.
3.2. Pengumpulan Data
Data yang dijadikan bahan acuan penyusunan Laporan Tugas Akhir adalah data
sekunder.
Plat, Tangga )
b. Baja
Modulus elastisitas baja (Es) = 2,1 x 10 5 Mpa
2. Data tanah
Mekanika Tanah UNDIP, antara lain :
a. Peta situasi titik sondir dan boring
69
c. Consolidation test
i. Liquid limit and plastic limit test
Dari berbagai macam data tanah diatas dapat diketahui karakteristik
tanah bagi perencanaan desain struktur bagian bawah dari bangunan yang
direncanakan. Data yang digunakan dalam perhitungan pondasi tiang
pancang adalah graph of sonding untuk mengetahui kedalaman tanah
keras.
dengan ketentuan – ketentuan yang berlaku pada peraturan pembebanan
Indonesia untuk gedung 1983 untuk dijadikan acuan bagi perhitungan
selanjutnya.
Berat adukan (t = 2 cm) = 42 Kg/m 2
Berat lantai keramik = 24 Kg/m 2
Pasangan batu bata = 1700 Kg/m 3
b. Beban hidup
Beban hujan = (40 – 0,8 s) Kg/m 2
c. Beban gempa
70
kondisi dan letak lokasi proyek
a. Fungsi bangunan : Gedung Lima Lantai Kantor Polda Jateng.
b. Jumlah lantai : 5 lantai
c. Lokasi : Jalan Imam Bonjol – Semarang
d. Penyelidika tanah : Laboratorium Mekanika Tanah Undip
3.3. Langkah – Langkah Perencanaan Struktur
3.3.1. Tahapan Perencanaan Atap
berikut ini :
b. Estimesi dimensi elemen strukturnya.
c. Tentukan beban yang bekerja pada struktur.
d. Analisis struktur bangunan atap.
e. Desain elemen struktur termasuk detail jont dan perletakan serta alat
sambungnya.
balok dan kolom adalah sebagai berikut ini :
1. Kumpulkan data perencanaan.
2. Kumpulkan data beban
a. Tentukan tabel pelat (dengan bantuan syarat lendutan )
b. Hitung beban-beban
d. Hitung tulangan ρmin ≤ ρ ≤ ρmaks
e. Pilih tulangan
f. Periksa lebar retak secara memeriksa lebar jaringan S ≤ Smaks
g. Tebal plat dan tulangan memadai
71
a. Tentukan syarat-syarat batas
b. Tentukan panjang bentang
c. Tentukan ukuran balok
g. Pilih tulangan dan hitung tulangan tekan
h. Periksa lebar retak dengan memeriksa Smaks
i. Tentukan Besarnya Gaya Lintang
j. Tentukan tulangan penahan gaya lintang
k. Pilih tulangan
5. Untuk perencanaan kolom tanpa pengaku digunakan perhitungan seperti
berikut ini :
b. Tentukan Et dan hitung EIk dan EIb
c. Hitung distribusi gaya orde satu tanpa dan dengan goyangan
d. tentukan EIk
f. Tentukan K dengan diagram nomogram 2.12
g. Hitung Cm dengan rumus CM = 0,6+0,4 (
) ≥0,4
1−
1−
k. Tentukan tulangan kolom dengan grafik 2.13
72
tahapan seperti dibawah ini:
a. Tentukan data perencanaan.
c. Analisis struktur tangga.
Dalam menghitung perencanaan struktur pondasi suatu bangunan dapat
dilakukan dengan langkah – langkah seperti berikut ini :
a. Analisis dan penentuan parameter tanah.
b. Pemilihan jenis pondasi.
d. Estimasi daya dukung pondasi.
e. Desain pondasi
Penyusunan Tugas Akhir “Perencanaan Struktur Gedung Lima Lantai Kantor
Polda Jawa tengah.” dibatasi dalam waktu 6 bulan. Oleh karena itu, untuk dapat
menyelesaikan Laporan Tugas Akhir ini tepat pada waktunya diperlukan perencanaan
kerja yang tepat.
menurut bidang ilmu masing – masing. Ppada langkah ini, hal yang
perlu dilakukan adalah permohonan soal tugas yang diberikan oleh
pembimbing utama.
balok, pelat dan atap.
dibutuhkan untuk melengkapi laporan. Data tersebut adalah data yang
siap untuk dianalisis.
3.4.1.4. Analisis data
mengetahui apakah perencanaan bangunan tersebut telah sesuai atau
tidak.
disimpulkan dan dibuat laporan tugas akhir.
3.4.2. Diagram Alir
diinginkan dan selesai tepat pada waktunya. Secara sistematis rencana
penyusunannya dapat dilihat seperti pada gambar dibawah ini :
74
Gambar 3.2. Diagram Alir untuk Menghitung Tulangan pada Pelat
(sumber : Dasar – dasar perencanaan beton bertulang, W.C Vis dan Gideon Kusuma, Hal.
76)
75
Gambar 3.3. Diagram Alir untuk Perencanaan Balok
(sumber: Dasar – dasar perencanaan beton bertulang W.C Vis dan Gideon Kusuma, Hal.
133)
76
Gambar 3.4. Diagram Alir Perencanaan Kolom tanpa Penahan
Sumber : Grafik dan tabel Perhitungan Beton Bertulang , W.C Vis dan Gideon Kusuma.
Hal. 109)
78
Kegiatan ini akan dilakukan dalam kurun waktu 3 bulan.
Tabel 3.1. Schedule Penyusunan Tugas Akhir
No Kegiatan Bulan ke -1 Bulan ke -2 Bulan ke -3
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1. Pengajuan denah gambar gedung
2. Pembuatan proposal TA
5. Pembuatan RKS
6. Pembuatan RAB
Dalam perhitungan atap, digunakan data teknis sebagai berikut :
Bentang kuda – kuda (L) : 13 m
Jarak antar kuda – kuda (I) : 4 m
Kemiringan atap () : 30
Sambungan konstrukti : Baut (BJ37)
Gambar 4.1. Denah Kuda – Kuda
80
Gambar 4.3. Kuda – kuda Tipe 1
Gambar 4.4. Kuda – kuda Tipe 2
81
q = 18,8 Kg/m
Beban penutup atap = 50 Kg/m 2 x 2,89 = 144,50 Kg/m
Berat gording = 18,80 Kg/m +
q = D = 163,30 Kg/m
Koefisien angin
Angin hisap = –0,40
d. Beban air hujan
= 46,24 Kg/m
Mx1 = 1
b. Beban hidup
Mx2 = 1
c. Beban angin
Mx3 hisap = 1
1
1
d. Beban air hujan
Mx4 = 1
3. Kombinasi Pembebanan
a. Kombinasi primer
b. Kombinasi sekunder
Mx = 182,84 + (–57,80 )+ 80,10 My = 163,30 + 50 + 28,90
Mx = 305,13 Kg.m My = 242,20 Kg.m
4. Kontrol Terhadap Tegangan
2 OK
2 OK
beban direduksi 75%.
qx = 75%.q.sin = 0,75 x 163,30 x sin30 = 61,24 Kg/m
qy = 75%.q.cos = 0,75 x 163,30 x cos30 = 106,07 Kg/m
Px = 75%.P.sin = 0,75 x 100 x sin 30 = 37,5 Kg/m
Py = 75%.P.cos = 0,75 x 100 x cos 30 = 64,95 Kg/m
fmax = 1
84
fx = 5 4
384 +
384 2 106 85,3 +
0,375 4003
= 1,20 cm < fmax = 1,60 cm OK
b. Penurunan terhadap sumbu y
fy = 5 4
384 +
384 2 106 925 +
0,6495 4003
= 0,19 cm < fmax = 1,60 cm OK
c. Total lendutan yang terjadi
f = 2 + 2
= 1,20 2 + 0,192
= 1,21 cm < fmax = 1,60 cm OK
Jadi lendutan yang terjad lebih kecil dari lendutan yang di ijinkan,
sehingga gording aman dari bahaya lendutan.
4.1.3. Perencanaan Kuda - Kuda
Beban – beban yang terjadi pada atap diantaranya adalah beban mati,
beban hidup dan beban angin.
1. Beban mati
Untuk perhitungan beban berat sendiri kuda – kuda diperhitungan
dengan menggunakan bantuan Software SAP2000.
b. Beban Penutup Atap
= 50 x 4 x 2,89
= 578 Kg
menggunakan bantuan software SAP2000.
85
2. Beban hidup
Beban hidup yang terjadi pada atap adalah beban dari pekerja.
PL = Ppekerja = 100 Kg
3. Beban Angin
a. Angin Tekan
= 28,90 Kg/m2 ()
= 0,2 (4 x 2,89 ) x 25 x cos 30
= 50,06 Kg/m2 ()
= -57,80 Kg/m2 ()
= -0,4 (4 x 2,89 ) x 25 x cos 30
= -100,11 Kg/m2 ()
4. Kombinasi Pembebanan
sebagai berikut :
87
d. Comb 4 = 1,2 D + 1,3 W + 0,5 La
e. Comb 5 = 0,9 D 1,3 W
Gambar 4.9. Kombinasi Pembebanan pada Kuda – kuda
4.1.4. Perhitungan Profil Kuda – Kuda
1. Tegangan dan Lendutan pada Kuda – kuda
Dari hasil perhitungan SAP di dapat gaya batang maksimum dan lendutan
yang terjadi pada rangka kuda – kuda :
Tabel 4.1. Tegangan Kuda - Kuda
Frame DesignSect Ratio Frame DesignSect Ratio
Text Text Unitless Text Text Unitless
131 2L.60.60.6 0.91 145 2L.40.40.4 0.00
132 2L.60.60.6 0.74 146 2L.50.50.5 0.38
133 2L.40.40.4 0.24 147 2L.40.40.4 0.05
134 2L.60.60.6 0.05 148 2L.50.50.5 0.03
135 2L.60.60.6 0.05 149 2L.50.50.5 0.03
136 2L.40.40.4 0.24 151 2L.40.40.4 0.11
137 2L.60.60.6 0.73 152 2L.50.50.5 0.04
138 2L.60.60.6 0.91 153 2L.50.50.5 0.03
139 2L.40.40.4 0.51 154 2L.40.40.4 0.05
140 2L.40.40.4 0.50 155 2L.50.50.5 0.38
141 2L.40.40.4 0.38 156 2L.40.40.4 0.00
142 2L.40.40.4 0.39 325 2L.50.50.5 0.57
143 2L.40.40.4 0.50 326 2L.50.50.5 0.56
144 2L.40.40.4 0.50
Joint text = 80
U1 = 0,05 mm
U2 = 2,92 mm
U3 = 8,76 mm
Cek lendutan rangka
4.1.5. Perhitungan Sambungan Baut
1. Tinjauan Kekuatan Baut
Pada sambungan baut digunakan :
Tebal plat = 10 mm
tahanan baut digunakan baut diameter ½” (d = 12,70 mm) tipe A325.
a. Tahanan geser
= 39170,79 N
= 3,92 ton
= 8,458 ton
2. perhitungan jarak baut d ½” (12,70 mm)
a. Jarak antar baut
89
38,1 < S < 150 atau 200 mm
S = 50 mm
1,5db < S < (4tp + 100 mm) atau 200 mm
1,5 . 12,70 < S < (4 . 10 + 100) atau 200 mm
19,05 < S < 140 atau 200 mm
S = 25 mm
menggunakan rumus :
n =
Rn = Tahanan baut (Kg)
Gambar 4.10. Gaya Aksial Kuda – kuda tipe 1
90
Frame P Maks (ton) tahanan
baut (ton)
Jumlah Baut
Perhitu- ngan
91
Tabel 4.3. Perhitungan Jumlah Baut Kuda – Kuda Tipe 2
Frame P Maks
4.1.6. Perhitungan Pelat Landasan dan Baut angkur
Tegangan tumpu pelat landasan
Mutu beton (fc’) = 30Mpa
PV = 4,16 ton (Joint No. 14)
P horizontal maks pada tumpuan
PH = 3,41 ton (Joint No. 123)
Menghitung lebar pelat landasan efektif
92
Lebar efektif pelat landasan
σ beton = σ pelat landasan
9 =
t
a
b
= 39170,79 N
= 3,92 ton
Jumlah baut
=
4.2. Perhitungan Portal
1. Tekanan angin yang diperhitungkan
2. Koefisien angin dinding vertikal
Di pihak angi (angin tekan) = + 0,9
Di belakang angin (angin hisap) = -0,4
94
W = P. C. L
C = Koefisien angin
Tabel 4.4. Perhitungan Angin Tekan pada Portal
No P
1 25 0.9 6.19 139.19
2 25 0.9 12.37 278.38
3 25 0.9 13.26 298.27
4 25 0.9 10.56 237.63
5 25 0.9 21.12 475.26
6 25 0.9 22.63 509.20
7 25 0.9 4.38 98.44
8 25 0.9 8.75 196.88
9 25 0.9 9.38 210.94
10 25 0.9 3.50 78.75
11 25 0.9 14.00 315.00
12 25 0.9 15.00 337.50
Tabel 4.5. Perhitungan Angin Hisap pada Portal
No P
1 25 -0.4 6.19 -61.86
2 25 -0.4 12.37 -123.73
3 25 -0.4 13.26 -132.56
4 25 -0.4 10.56 -105.61
5 25 -0.4 21.12 -211.23
6 25 -0.4 22.63 -226.31
7 25 -0.4 4.38 -43.75
8 25 -0.4 8.75 -87.50
9 25 -0.4 9.38 -93.75
10 25 -0.4 3.50 -35.00
11 25 -0.4 14.00 -140.00
12 25 -0.4 15.00 -150.00
95
Berdasarkan peta pada google maps, gedung kantor polda jawa tengah
terletak pada lintang -6.9802186 dan bujur 110.4105230.
Gambar 4.15. Koordinat Lokasi Gedung Kantor Polda Jawa Tengah
(sumber : Google Maps, 2017)
Berdasarkan kategori resiko bangunna pada SNI 03-1726-2012. Gedung
lima lantai kantor polda jateng termasuk dalam kategori I dan II.
96
Tabel 4.6. Kategori Resiko Gedung Lima Lantai Kantor Polda Jateng
Pemanfaatan
Kategori
Resiko
dibatasi untuk, antara lain :
- Fasilitas sementara
- Gudang penyimpanan
I
kategori risiko I,II,II,IV, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk :
- Perumahan
- Pasar
Gedung dan non gedung yang dimiliki risiko ini tinggi terhadap
jiwa manusia pada saat terjadi kegagalan, termasuk, tapi tidak
dibatasi untuk :
gawat darurat
IV, yang memiliki potensi untuk menyebabkan dampak eonomi
yang besar dan / atau gangguan massal terhadap kehidupan
masyarakat sehari-hari bila terjadi kegagalan, termasuk, tapi
tidak dibatasi untuk :
risiko IV, ( termasuk tetapi tidak dibatasi untuk fasilitas
manufaktur, proses, penanganan, penyimpanan, penggunaan,
atau tempat pembuangan bahan bakar berbahaya, bahan kimia
berbahaya, limbah berbahaya, atau bahan yang mudah meledak)
yang mengandung bahan beracun atau peledak di mana jumlah
III
97
masyarakat jika terjadi kebocoran.
penting, termasuk tetapi tidak dibatasi untuk :
- Bangunan-bangunan monumental
- Rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya yang memiliki
fassilitas bedah dan unit gawat darurat
- Fasilitas pemadam kebakaran, ambulans, dan kantor polisi,
serta garasi kendaraan darurat
tempat perlindungan darurat lainnya
fasilitas lainnya untuk tanggap darurat
- Pusat pembangkit energi dan fasilitas publik lainnya yang
dibutuhkan saat keadaan darurat
stasiun listrik, tangki air pemadam kebakaran atau struktur
rumah atau struktur pendukung air mineral atau peralatan
pemadam kebakaran) yang disyaratkan untuk beroperasi
pada saat keadaan darurat
mempertahankan fungsi struktur bangunan lain yang masuk ke
dalam kategori risiko IV.
(Sumber: Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung SNI 1726:2012)
3. Menentukan Faktor Keutamaan Gempa (Ie)
Berdasarkan hasil dari kategori resiko struktur bangunan, diperoleh faktor
keutamaan gempa (Ie) sebesar 1,0
Tabel 4.7. Faktor Keutamaan Gempa (Ie)
Kategori resiko Faktor keutamaan gempa, Ie
I atau II 1,0
IV 1,5 (Sumber: Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung SNI
1726:2012)
Untuk menentukan klasifikasi kelas situs tanah local, maka dapat
dilakukan dengan menguji nilai penetrasi standar rata-rata. N profil tanah
yang mengandung beberapa lapisan tanah dan/atau batuan yang nyata
98
berbeda, harus dibagi menjadi lapisan – lapisan yang diberi nomor ke 1
sampai ke –n dari atas ke bawah, sehingga ada total N lapisan tanah yang
berbeda pada lapisan 40 m paling atas tersebut. Nilai N untuk lapisan
tanah 40 m paling atas ditentukan sesuai dengan perumusan berikut :
N = ti
n i
ti = tebal setiap lapisan antara kedalaman 0 sampai 40 meter;
Ni = tahanan penetrasi standar 60 persen energi (N60) yang terukur langsung
di lapangan tanpa koreksi.
Tabel 4.8. Nilai Tes Penetrasi Standar Rata – Rata (N) Log
No. BH.1
1 0,00 - 2,00 = -2,00 8 0,250
2 2,00 - 4,00 = -2,00 9 0,222
3 4,00 - 6,00 = -2,00 17 0,118
4 6,00 - 8,00 = -2,00 3 0,667
5 8,00 - 10,00 = -2,00 2 1,000
6 10,00 - 12,00 = -2,00 3 0,667
7 12,00 - 14,00 = -2,00 3 0,667
8 14,00 - 16,00 = -2,00 7 0,286
9 16,00 - 18,00 = -2,00 20 0,100
10 18,00 - 20,00 = -2,00 18 0,111
11 20,00 - 22,00 = -2,00 22 0,091
12 22,00 - 24,00 = -2,00 24 0,083
13 24,00 - 26,00 = -2,00 44 0,045
14 26,00 - 28,00 = -2,00 59 0,024
15 28,00 - 30,00 = -2,00 56 0,036
16 30,00 - 32,00 = -2,00 60 0,033
17 32,00 - 34,00 = -2,00 60 0,033
18 34,00 - 36,00 = -2,00 60 0,033
19 36,00 - 38,00 = -2,00 56 0,036
20 38,00 - 40,00 = -2,00 60 0,033
Σ -40,00 4,545
Tabel 4.9. Nilai Tes Penetrasi Standar Rata – Rata (N) Log
No. BH.2
1 0,00 - 2,00 = -2,00 10 0,200
2 2,00 - 4,00 = -2,00 8 0,250
3 4,00 - 6,00 = -2,00 18 0,111
4 6,00 - 8,00 = -2,00 2 1,000
5 8,00 - 10,00 = -2,00 2 1,000
6 10,00 - 12,00 = -2,00 3 0,667
7 12,00 - 14,00 = -2,00 2 1,000
8 14,00 - 16,00 = -2,00 22 0,091
9 16,00 - 18,00 = -2,00 24 0,083
10 18,00 - 20,00 = -2,00 21 0,095
11 20,00 - 22,00 = -2,00 18 0,111
12 22,00 - 24,00 = -2,00 28 0,071
13 24,00 - 26,00 = -2,00 55 0,036
14 26,00 - 28,00 = -2,00 60 0,033
15 28,00 - 30,00 = -2,00 60 0,033
16 30,00 - 32,00 = -2,00 57 0,035
17 32,00 - 34,00 = -2,00 60 0,033
18 34,00 - 36,00 = -2,00 60 0,033
19 36,00 - 38,00 = -2,00 60 0,033
20 38,00 - 40,00 = -2,00 60 0,033
Σ -40,00
SA (Batuan Keras) >1500 N/A N/A
SB (Batuan) 750 – 1500 N/A N/A
SC (Tanah keras, sangat padat dan batuan lunak)
350 – 750 >50 >100
SE (tanah lunak) <175 <15 <50
Atau setiap profil tanah yang mengandung lebih dari 3 m tanah dengan karateristik sebagai berikut : 1. Indeks plastisitas, PI > 20, 2. Kadar air, w > 40% 3. Kuat geser niralir su < 25 kPa
SF (Tanah khusus, yang membutuhkan investigasi geoteknik spesifik dan analisis respons spesifik situs)
Setiap profil lapisan tanah yang memiliki salah satu atau lebih dari karakteristik berikut: - Rawan dan berpotensi gagal atau runtuh akibat
beban gempa seperti mudah likuifaksi, lempung sangat sensitif, tanah tersementasi lemah
- Lempung sangat organik dan/atau gambut (ketebalan H > 3 m)
- Lempung berplastisitas sangat tinggi (ketebalan H > 7,5 m dengan Indeks Plasitisitas PI > 75) Lapisan lempung lunak/setengah teguh dengan ketebalan H > 35 m dengan su < kPa
Berdasarkan klafisikasi situs diatas, untuk kedalaman 40 meter dengan
nilai test penetrasi standar rata – rata log no. BH.1 ( N ) = 8,80 dan log no.
BH.2 ( N ) = 8,079 berada pada nilai N = < 15, maka tanah dilokasi
tersebut termasuk kelas situs SE (Tanah Lunak).
5. Menentukan Parameter percepatan Gempa (SS Dan S1)
Berdasarkan kelas situs dan lokasi wilayah gedung kantor Polda
Jawa Tengah didapat nilai parameter Ss dan S1 dimana parameter SS
(prcepatan batuan dasar pada periode pendek) dan parameter S1
(Percepatan batuan dasar pada periode 1 detik) Ss= 0,998 g dan S1 =
0,334 g
(Sumber: http://www.puskim.pu.go.id/desain_spektra_indonesia_2011)
(Sumber: http://www.puskim.pu.go.id/desain_spektra_indonesia_2011)
tanah, diperlukan suatu faktor amplifikasi seismik pada perioda 0,2 detik
dan perioda 1 detik. Faktor amplifikasi meliputi faktor amplifikasi getaran
terkait percepatan pada getaran perioda pendek (01) dan faktor amplifikasi
terkait percepatan yang mewakili getaran perioda 1 detik (02):
SMS = Fa SS
SM1 = Fv S1
mencari harga SDS , SD1menggunakan rumus empiris sebagai berikut:
SDS = 2/3 SMS
Kelas Situs
T = 0,2 detik)
Ss < 0,25 Ss = 0,5 Ss = 0,75 Ss = 1 Ss > 1,25
SA 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8
SB 1 1 1 1 1
SC 1,2 1,2 1,1 1 1
SD 1,6 1,4 1,2 1,1 1
SE 2,5 1,7 1,2 0,9 0,9
SF SS
Kelas Situs
T = 1 detik)
S1 < 0,1 S1 = 0,2 S1 = 0,3 S1 = 0,4 S1 > 0,5
SA 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8
SB 1 1 1 1 1
SC 1,7 1,6 1,5 1,4 1,3
SD 2,4 2 1,8 1,6 1,5
SE 3,5 3,2 2,6 2,4 2,4
SF SS (Sumber: Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung
SNI 1726:2012)
Maka untuk SS = 0,998 g dan S1 = 0,334 g, diperoleh nilai Fa dan Fv
(interpolasi):
SMS = Fa SS
SM1 = Fv S1
Maka, selanjutnya menghitung SDS dan SD1:
SDS = 2/3 SMS
SD1 = 2/3 SM1
7. Menentukan Spektrum Respon Desain (Sa)
Bila sprektrum respons desain diperlukan oleh tata cara ini dan
prosedur gerak tanah dari spesifik situs tidak digunakan, maka kurva
sprektrum respons desain harus dikembangkan dengan mengacu pada
gambar sprektrum respon gempa desain dan ketentuan dibawah ini:
T0 = 0,2 SD1
Dalam menentukan periode fundamental struktur T dapat diperoleh
dari hasil analisis struktur yang akan ditinjau. Namun SNI Gempa 2012
memberi persyaratan bahwa periode fundamental yang akan dipakai
sebagai perhitungan tidak boleh melebihi dari batas atas periode
fundamental pendekatan yang mana nilainya adalah perkalian dari
koefisien periode batas atas (Cu) dengan periode pendekatan (Ta). Untuk
memudahkan pelaksanaan, periode alami fundamental T ini boleh
langsung digunakan periode pendekatan Ta.
Periode pendekatan ditentukan berdasarkan Persamaan berikut ini:
Ta = Ct . hn x
Tabel 4.13. Koefisien Batas Atas Periode Kantor Polda Jawa tengah
SD1 Koefisien Cu
< 0.1 1.7 (Sumber: Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung
SNI 1726:2012)
Tabel 4.14. Nilai Parameter Periode Pendekatan Ct Dan x Kantor
Polda Jawa Tengah
Tipe Struktur Ct x
Sistem rangka pemikul momen di mana rangka memikul 100 persen gaya
gempa yang disyaratkan dan tidak dilingkupi atau dihubungkan dengan
komponen yang lebih kaku dan akan mencegah rangka dari defleksi jika
dikenai gaya gempa:
Rangka baja dengan bresing eksentris 0.0731 0.75
Rangka baja dengan bresing terkekang
terhadap tekuk 0.0731 0.75
Semua sistem struktur lainnya 0.0488 0.75 (Sumber: Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung SNI
1726:2012)
Dengan nilai SD1 = 0.561 g, maka didapat koefisien Cu = 1,4
T maks = Cu . Ta
(Sumber: Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung SNI
1726:2012)
105
a. Untuk perioda yang lebih kecil dari T0, spektrum respons percepatan desain,
Sa harus diambil dari persamaan:
Sa = SDS (0,4 + 0,6
)
b. Untuk perioda lebih besar dari atau sama dengan T0; dan lebih kecil dari
atau sama dengan Ts, spektrum respons percepatan desain, Sa, sama dengan
SDS
c. Untuk perioda lebih besar dari Ts. Maka, spektrum respons percepatan
desain, Sa , diambil berdasarkan persamaan:
Sa = 1
T T Sa T T Sa
(Detik) (Detik) (g) (Detik) (Detik) (g)
0 0 0.240 TS + 1.5 2.439 0.231157
T0 0.188 0.600 TS + 1.6 2.539 0.222053
Ts 0.939 0.600 TS + 1.7 2.639 0.213638
TS + 0.1 1.039 0.543 TS + 1.8 2.739 0.205839
TS + 0.2 1.139 0.495 TS + 1.9 2.839 0.198588
TS + 0.3 1.239 0.455 TS + 2.0 2.939 0.191831
TS + 0.4 1.339 0.421 TS + 2.1 3.039 0.185519
TS + 0.5 1.439 0.392 TS + 2.2 3.139 0.179609
TS + 0.6 1.539 0.366 TS + 2.3 3.239 0.174064
TS + 0.7 1.639 0.344 TS + 2.4 3.339 0.168851
TS + 0.8 1.739 0.324 TS + 2.5 3.439 0.163941
TS + 0.9 1.839 0.307 TS + 2.6 3.539 0.159308
TS + 1.0 1.939 0.291 TS + 2.7 3.639 0.15493
TS + 1.1 2.039 0.277 TS + 2.8 3.739 0.150787
TS + 1.2 2.139 0.264 TS + 2.9 3.839 0.146859
TS + 1.3 2.239 0.252 3 3.939 0.143131
TS + 1.4 2.339 0.241 4 4 0.140948
106
(Sumber: http://www.puskim.pu.go.id/desain_spektra_indonesia_2011)
Struktur harus ditetapkan memiliki suatu Kategori Desain Seismik (KDS)
yang mengikuti ketentuan seperti berikut:
1. Struktur dengan kategori resiko I, II, atau III dengan nilai S1 > 0,75
harus ditetapkan sebagi struktur dengan Kategori Desain Seismik E.
2. Struktur dengan kategori resiko IV dengan nilai S1 > 0,75 harus
ditetapkan sebagi struktur dengan Kategori Desain Seismik F.
Struktur yang memiliki ketentuan diluar ketentuan tersebut, jenis
Kategori Desain Seismiknya ditetapkan berdasarkan hubungan nilai SDS
dan SD1 terhadap Kategori Resiko Gedung.
Tabel 4.16. Kategori Desain Seismik berdasarkan Parameter
Respons Percepatan pada Periode Pendek, Kantor Polda Jawa
Tengah
0,167< SDS < 0,33 B B B C
0,33 < SDS < 0,5 C C C D
SDS > 0,5 D D D D
107
(Sumber: Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung SNI
1726:2012)
Polda Jawa Tengah
0,067< SD1 < 0,133 B B B C
0,133 < SD1 < 0,2 C C C D
SD1 > 0,2 D D D D (Sumber: Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung SNI
1726:2012)
SDS = 0.600 (SDS > 0,5) = Kategori Desain Seismik D (KDS D)
SD1 = 0.564 (SD1 > 0,2) = Kategori Desain Seismik D (KDS D)
9. Pemilihan Sistem struktur dan parameter sistem (R, Cd, 0)
Sistem penahan gaya gempa adalah Sistem Rangka Pemikul Momen
Khusus (SRPMK), dari parameter dan pemilihan sistem gedung didapat:
- R = 8
- Ω0 = 3
- Cd = 5,5
Tabel 4.18. Faktor R, Ω0, Dan Cd untuk Sistem Penahan Gaya
Gedung Kantor Polda Jawa Tengah
Sistem struktur beton
A Sistem dinding penumpu
1 Dinding geser beton
bertulang khusus 5 2.5 5 TB TB 48 48 30
2 Dinding geser beton
bertulang biasa 4 2.5 4 TB TB TI TI TI
3 Dinding geser beton
polos didetail 2 2.5 2 TB TI TI TI TI
4 Dinding geser beton
polos biasa 1.5 2.5 1.5 TB TI TI TI TI
108
pracetak menengah 4 2.5 4 TB TB 12 12 12
6 Dinding geser
pracetak biasa 3 2.5 3 TB TI TI TI TI
B Sistem Rangka
bertulang khusus 6 2.5 5 TB TB 48 48 30
2 Dinding geser beton
bertulang biasa 5 2.5 4.5 TB TB TI TI TI
3 Dinding geser beton
polos detail 2 2.5 2 TB TI TI TI TI
4 Dinding geser beton
polos biasa 1.5 2.5 1.5 TB TI TI TI TI
5 Dinding geser
pracetak menengah 5 2.5 4.5 TB TB 12 12 12
6 Dinding geser
pracetak biasa 4 2.5 4 TB TI TI TI TI
C Sistem rangka pemikul momen
1
2
3
1 Dinding geser beton
bertulang khusus 7 2.5 5.5 TB TB TB TB TB
2 Dinding geser beton
bertulang biasa 6 2.5 5 TB TB TI TI TI
E Sistem ganda dengan rangka pemikul momen menengah
1 Dinding geser beton
bertulang khusus 6.5 2.5 5 TB TB 48 30 30
2 Dinding geser beton
bertulang biasa 5.5 2.5 4.5 TB TB TI TI TI
F Sistem interaktif dinding geser rangka dengan rangka pemikul
momen beton bertulang biasa dan dinding geser beton bertulang biasa
4.5 2.5 4 TB TI TI TI TI
G Sistem kolom kantilever didetail untuk memenuhi persyaratan :
1
2
1.5 1.25 1.5 10 10 TI TI TI
3 Rangka beton 1 1.25 1 10 TI TI TI TI
109
momen biasa (Sumber: Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung SNI
1726:2012)
Base Shear
Gaya geser dasar (Base Shear) dinamik yang diisyaratkan SI 1726 – 2012
yaitu sebesar 85% dari gaya geser static.
Gambar 4.20. Tabel Output Base Reaction Beban Mati dan Beban Hidup
Pada Kolom GlobalFZ menunjukan nilai :
W Beban Mati Total = 33843184,41 Kg
W beban Hidup Total = 584372,32 Kg
W Total = W mati total + 30% W hidup Total
= 33843184,41 + 0,3 x 584372,32
V = Cs x W
Maka didapat
Arah X
85% V Statik = 0,85 x 2551387,208 = 2168679,127 Kg
4.2.3. Perhitungan Pelat
Bentang pendek Lx = 2,50 m
Bentang panjang Ly = 5,00 m
β =
111
Berat sendiri pelat = 2400 x 0,10 = 240 Kg/m 2
Berat Spesi = 21 Kg/m 2 x 2 = 42 Kg/m
2
Total = 300 Kg /m 2
Beban mati pada pelat lantai
Berat sendiri pelat = 2400 x 0,12 = 288 Kg/m 2
Berat Spesi = 21 Kg/m 2 x 2 = 42 Kg/m
2
Berat Plafond + Penggantung = 18 Kg/m 2 +
Total = 372 Kg /m 2
b. Beban Hidup (WL)
c. Kombinasi Pembebanan (Wu)
= 1,2 (300) + 1,6 (100)
2
= 1,2 (372) + 1,6 (250)
2
112
berikut ini :
Pelat Lx Ly β Wu Perhitungan Momen (KNm)
(Cm) (Cm) (Ly/Lx) (KN/m2) x Mlx x Mly x Mtx x Mty
S1 250 500 2.00 8.46 58 3.07 15 0.79 82 -4.34 53 -2.80
S2 300 500 1.67 8.46 50 3.81 15 1.14 79 -6.02 54 -4.11
S3 300 400 1.33 8.46 39 2.97 19 1.45 69 -5.25 55 -4.19
S4 250 400 1.60 8.46 49 2.59 15 0.79 78 -4.12 54 -2.86
S5 200 400 2.00 5.20 58 1.21 15 0.31 82 -1.71 53 -1.10
S6 250 500 2.00 5.20 58 1.89 15 0.49 82 -2.67 53 -1.72
4. Perhitungan Tulangan
Mutu Beton = 30 Mpa 300 Kg/cm2
Mutu Baja = 240 Mpa 2400 Kg/cm2
min = 1,4
Diameter tul. x = 10
Diameter tul. y = 10
Tinggi efektif arah x
= 100 – 20 – ½ 10
= 120 – 20 – ½ 10
113
= 65 mm
- Pelat lantai
= 120 – 20 –10 – ½ 10
= 85 mm
MLX = 3,07 KN/m2
Dari tabel 5.1i
= 553,85 mm 2
)
As
(mm 2 )
S1 95 3.07 339.81 0.0058 0.0015 0.0058 553.85 10 125 628.00
S2 95 3.81 421.83 0.0058 0.0018 0.0058 553.85 10 125 628.00
S3 95 2.97 329.03 0.0058 0.0014 0.0058 553.85 10 125 628.00
S4 95 2.59 287.08 0.0058 0.0012 0.0058 553.85 10 125 628.00
S5 75 1.21 214.47 0.0058 0.0009 0.0058 437.25 10 150 523.33
S6 75 1.89 335.11 0.0058 0.0014 0.0058 437.25 10 150 523.33
114
MLY = 0,79 KN/m2
Dari tabel 5.1i
= 495,55m 2
)
As
(mm 2 )
S1 85 0.79 109.78 0.0058 0.0004 0.0058 495.55 10 150 523.33
S2 85 1.14 158.08 0.0058 0.0006 0.0058 495.55 10 150 523.33
S3 85 1.45 200.23 0.0058 0.0008 0.0058 495.55 10 150 523.33
S4 85 0.79 109.78 0.0058 0.0004 0.0058 495.55 10 150 523.33
S6 65 0.31 73.85 0.0058 0.0004 0.0058 378.95 10 200 392.50
S7 65 0.49 115.38 0.0058 0.0005 0.0058 378.95 10 200 392.50
c. Perhitungan Tulangan Tumpuan Arah X
MTX = -4,34 KN/m2
115
= 553,85 mm 2
)
As
(mm2)
Dipakai
Ø
(mm)
Jarak
(mm)
As
(mm2)
S1 95 -4.34 480.42 0.0058 0.0020 0.0058 553.85 10 125 628.00
S2 95 -6.02 666.49 0.0058 0.0028 0.0058 553.85 10 125 628.00
S3 95 -5.25 582.12 0.0058 0.0024 0.0058 553.85 10 125 628.00
S4 95 -4.12 456.98 0.0058 0.0019 0.0058 553.85 10 125 628.00
S5 75 -1.71 303.22 0.0058 0.0013 0.0058 437.25 10 150 523.33
S6 75 -2.67 473.78 0.0058 0.0020 0.0058 437.25 10 150 523.33
d. Perhitungan Tulangan Tumpuan Arah Y
F MLY = -2,80 KN/m2
Dari tabel 5.1i
= 495,55 mm 2
)
Pelat dy Mty Mu/bd^2 min digunakan As
(mm2)
Dipakai
Ø
(mm)
Jarak
(mm)
As
(mm2)
S1 85 -2.80 387.87 0.0058 0.0017 0.0058 495.55 10 150 523.33
S2 85 -4.11 569.07 0.0058 0.0024 0.0058 495.55 10 150 523.33
S3 85 -4.19 579.61 0.0058 0.0024 0.0058 495.55 10 150 523.33
S4 85 -2.86 395.19 0.0058 0.0017 0.0058 495.55 10 150 523.33
S5 65 -1.10 260.92 0.0058 0.0011 0.0058 378.95 10 200 392.50
S6 65 -1.72 407.69 0.0058 0.0017 0.0058 378.95 10 200 392.50
e. Rekapitulasi Tulangan Pelat
Pelat Tebal Pelat (Cm)
Lx Ly Lapangan Arah
Tul. Jarak (mm)
Tul. Jarak (mm)
Tul. Jarak (mm)
S1 12 250 500 10 125 10 150 10 125 10 150
S2 12 300 500 10 125 10 150 10 125 10 150
S3 12 300 400 10 125 10 150 10 125 10 150
S4 12 250 400 10 125 10 150 10 125 10 150
S5 10 200 400 10 150 10 200 10 150 10 200
S6 10 250 500 10 150 10 200 10 150 10 200
117
1 = 0.85
min = 1,4
d = h – p – Øs - 1 2 Øp
= 600 – 40 – 10 – ½ x 16
= 542 mm
= 40 + 10 + ½ x 16
= 58 mm
Tipe Balok
mm mm mm mm mm mm mm
B1 300 600 16 10 40 542 58 0.11
B2 300 500 16 10 40 442 58 0.13
B3 250 400 16 10 40 342 58 0.17
B4 200 300 16 10 40 242 58 0.24
B5 200 350 16 10 40 292 58 0.20
B6 200 300 16 10 40 242 58 0.24
Tabel 4.26. Analisa Gaya Struktur Balok
Tipe Balok b h Vu Tu Mut Mul
mm mm KN KNm KNm KNm
B1 300 600 59.57 1.63 78.16 37.21
B2 300 500 78.26 2.67 83.99 71.26
B3 250 400 31.84 2.89 28.55 10.05
B4 200 300 21.09 0.16 14.58 3.76
B5 200 350 3.62 0.22 3.29 1.93
B6 150 300 3.55 0.08 4.54 1.34
2. Perhitungan Tulangan Tumpuan
= 1108,58 KN/m2
= 0,85
0,85 30
119
Tipe Balok
B1 300 542 78.16 1,108.58 0.00472 0.00583 0.00583
B2 300 442 83.99 1,791.41 0.00775 0.00583 0.00775
B3 250 342 28.55 1,220.45 0.00521 0.00583 0.00583
B4 200 242 14.58 1,556.34 0.00670 0.00583 0.00670
B5 200 292 3.29 240.96 0.00101 0.00583 0.00583
B6 200 242 4.54 483.99 0.00204 0.00583 0.00583
Setelah diketahui rasio tulangan yang dibutuhkan, kemudian
dihitung luas tulangan perlu.
= 948,50 mm 2
As’ = 0,5x As
= 0,5 x 948,50
= 474,25 mm 2
ntarik =
120
Tipe
Balok
mm mm perlu tarik tekan tarik tekan
B1 300 542 0.00583 948.50 474.25 4.72 ~ 5D16 (1004.8
mm 2 )
mm 2 )
mm 2 )
mm 2 )
mm 2 )
mm 2 )
= 527,79 KN/m2
= 0,85
0,85 30
Tabel 4.29. Rasio Tulangan Lapangan Balok
Tipe Balok
B1 300 542 37.21 527.79 0.00222 0.0058 0.00583
B2 300 442 71.26 1,519.80 0.00653 0.0058 0.00653
B3 250 342 10.05 429.67 0.00181 0.0058 0.00583
B4 200 242 3.76 401.49 0.00169 0.0058 0.00583
B5 200 292 1.93 141.54 0.00059 0.0058 0.00583
B6 200 242 1.34 143.22 0.00060 0.0058 0.00583
121
dihitung luas tulangan perlu.
= 948,50 mm 2
As’ = 0,5x As
= 0,5 x 948,50
= 474,25 mm 2
ntarik =
Tabel 4.30. Tulangan Lapangan Balok
Tipe Balok
B1 300 542 0.00583 948.50 474.25 4.72 5D16 (1004.8 mm2)
2.36 ~ 3D16 (602.88 mm2)
B2 300 442 0.00653 866.33 433.16 4.31 ~ 5D16 (1004.8 mm2)
2.16 ~ 3D16 (602.88 mm2)
B3 250 342 0.00583 498.75 249.38 2.48 ~ 3D16 (602.88 mm2)
1.24 ~ 2D16 (401.92 mm2)
B4 200 242 0.00583 282.33 141.17 1.40 ~ 2D16 (401.92 mm2)
0.70 ~ 2D16 (401.92 mm2)
B5 200 292 0.00583 340.67 170.33 1.70 ~ 2D16 (401.92 mm2)
0.85 ~ 2D16 (401.92 mm2)
B6 200 242 0.00583 282.33 141.17 1.40 ~ 2D16 (401.92 mm2)
0.70 ~ 2D16 (401.92 mm2)
= 1 6 30 300 .542
= 148430 N
= 148,43 KN
= 55,66
Karena 0,5Vc < Vu < Vc, maka digunakan tulangan geser minimum.
Tabel 4.31. Perhitungan Kuat Geser Beton
Tipe Balok
Keterangan mm mm KN KN KN
B1 300 542 59.57 148.43 111.32 55.66 Tul. Geser Minimum
B2 300 442 78.26 121.05 90.79 45.39 Tul. Geser Minimum
B3 250 342 31.84 78.05 58.54 29.27 Tul. Geser Minimum
B4 200 242 21.09 44.18 33.14 16.57 Tul. Geser Minimum
B5 200 292 3.62 53.31 39.98 19.99 Tidak Perlu Tul.
Geser
B6 200 242 3.55 44.18 33.14 16.57 Tidak Perlu Tul.
Geser
1200.
1200 x 240
= 427,91 mm 2
Av,u = .
Spasi Begel, s = 1
4 .2 .
427,91
s ≤ 600 mm
Tabel 4.32. Tulangan Geser Balok
Tipe Balok
tulangan Terpasang Av
terpasang (mm2) mm mm 1 2 mm mm
B1 300 542 427.91 416.67 10 183.45 271.00 10 - 150 523
B2 300 442 427.91 416.67 10 183.45 221.00 10 - 150 523
B3 250 342 356.59 347.22 10 220.14 171.00 10 - 150 523
B4 200 242 285.27 277.78 10 275.18 121.00 10 - 120 654
Untuk Balok B5 dipakai tul. begel 6 mm
d/2 = 292/2
=146 mm
Maka digunakan tulangan geser 6 – 120 (Av = 236 mm 2 )
Untuk Balok B6 dipakai 6 mm
d/2 = 242/2
= 121 mm
Maka digunakan tulangan geser 6 – 120 (Av = 236 mm 2 )
5. Perhitungan Tulangan Torsi
Pcp = 2 (300+600) = 1800 mm
Fc
124
Tipe Balok
12
B1 300 600 1,625,563.43 2,167,417.91 180000 1800 6,161,878.77 Tidak Perlu
Tul Torsi
B2 300 500 2,672,993.97 3,563,991.96 150000 1600 4,813,967.79 Tidak Perlu
Tul Torsi
B3 250 400 2,888,484.23 3,851,312.31 100000 1300 2,633,281.53 Perlu Tul
Torsi
B4 200 300 161,433.65 215,244.87 60000 1000 1,232,375.75 Tidak Perlu
Tul Torsi
Untuk balok B3 karena memerlukan tulangan torsi maka dihitung dengan
rumus :
A0h = (250 – 2 x 40) x (400 – 2 x 40)
= 54400 mm 2
A0 = 0,85 A0h
= 0,85 x 54400
= 46240 mm 2
Luas Begel Torsi
= 0.174 mm 2
= 174 mm 2
Avs = 523 mm2
Luas total begel = Avs + Avt
= 523 + 174
= 697 mm2
75
1200 .
Avs + Avt
698
8
Tulangan Lentur torsi
= 1205,76 mm 2
At + Ast = 170,52 + 1205,76
240
240
126
12 −
= 170,52
= 0,85 2
4.2.5. Perhitungan Kolom
Pu = 1428,68 KN (Frame 191)
Vu = 2,50 KN (Frame 191)
Mu = 27,29 KNm (Frame 184)
Agr = 500 x 500
min = 1,4
127
= 59,5 mm
= 520833,33 cm 4
= 312500 cm 4
Ec = 4700
2.5
Kolom K1a
r = 0,5 x P sisi Kolom
= 0,5 x 50
Menghitung kapasitas kolom
Kgcm
1,45 x 400 2 = 1047802 Kg = 1047,80 ton
Menghitung momen yang diperbesar akibat goyangan
= . =
eamin = 15 + 0,03h
1428680
= 0,35
Didapa r = 0
= r x
Luas tulangan yang diperlukan
Ast = min x Ag
n =
= 8,82 12
Tulangan sengkang
Vn =
Faktor reduksi untuk geser dan puntir = 0,75
= 0,75 x 283,13 = 212,34 KN
< → aman
2. Kolom 30 x 30 Lantai 1
Pu = 89,94 KN (Frame 952)
Vu = 0,95 KN (Frame 163)
Mu = 2,33 KNm (Frame 163)
Agr = 300 x 300
min = 1,4
= 240,5 mm
= 59,5 mm
= 67500 cm 4
= 133333,33 cm 4
Ec = 4700
EI balok =
5
A =
Gambar 4.22. Nomogram Tekuk Kolom tanpa Pengaku pada Kolom K2
Berdasarkan nomogram Gideon 4, didapatkan nilai k = 1,15
r = 0,5 h
= 0,5 x 30
133
Pc = 2 .
. 2 =
Menghitung momen yang diperbesar akibat goyangan
= . =
emin = 15 + 0,03h
89940
= 0,06
Didapa r = 0
= r x
Luas tulangan yang diperlukan
Ast = min x Ag
n =
= 3,1 4
Tulangan sengkang
Vn =
Faktor reduksi untuk geser dan puntir = 0,75
= 0,75 x 70,57 = 52,93 KN
< → aman
Pu = 1098,83 KN (Frame 920)
Vu = 21,61 KN (Frame 927)
Mu = 37,75 KNm (Frame 903)
Agr = 500 x 500
min = 1,4
= 440,5 mm
= 59,5 mm
= 520833,33 cm 4
= 312500 cm 4
Ec = 4700
2.5
Gambar 4.23. Nomogram Tekuk Kolom tanpa Pengaku pada Kolom K1b
Berdasarkan nomogram Gideon 4, didapatkan nilai k = 2,15
r = 0,5h
Menghitung kapasitas kolom
Kgcm
Menghitung momen yang diperbesar akibat goyangan
= . =
emin = 15 + 0,03h
1098830
= 0,27
Didapa r = 0
= r x
Luas tulangan yang diperlukan
Ast = min x Ag
n =
= 8,82 12
Tulangan sengkang
Vn =
Faktor reduksi untuk geser dan puntir = 0,75
= 0,75 x 264,18 = 198,14 KN
< → aman
4.3. Perhitungan Tangga
Lebar Tangga = 400 Cm
Lebar Bordes = 215 Cm
O = Optrede (langkah tegak) = 20 cm
A = Antrede (Langkah datar) = 28 cm
Pengecekan Kenyamanan :
tan = O
2. Perhitungan Pembebanan Tangga
a. Pembebanan Pelat Bordes
Beban mati :
+
b. Pembebanan Pelat Tangga
Beban mati :
+
Dalam perhitungan analis struktur tangga, dilakukan dengan
menggunakan bantuan program SAP 2000. Beban yang dimasukan adalah
beban merata (Unifom Shell) dalam program SAP 2000. Kombinasi
pembebanan yang digunakan adalah sebagai berikut :
1,2 DL + 1,6 LL
Tabel 4.34. Hasil Output Tangga Lantai 1
Jenis Pelat
Area
Text
Jenis Pelat
Area
Text
4. Perhitungan Tulangan Pelat Tangga
Tebal pelat = 120 mm
a. Perhitungan tulangan tumpuan arah x
Mtx = 4,00 KNm
= 95 mm = 0,095 m
As = 0,00583 x 1000 x 95
= 553,85 mm 2
142
Mlx = 4,00 KNm
= 95 mm = 0,095 m
As = 0,00583 x 1000 x 95
= 553,85 mm 2
c. Perhitungan tulangan tumpuan arah y
Mty = 2,63 KNm
= 85 mm = 0,085 m
143
= 495,55 mm 2
d. Perhitungan tulangan lapangan arah y
Mly = 0,60KNm
= 85 mm = 0,085 m
As = 0,00583 x 1000 x 85
= 495,55 mm 2
5. Perhitungan Tulangan Bordes
Tebal pelat = 150 mm
a. Perhitungan tulangan tumpuan arah x
Mtx = 9,79 KNm
= 125 mm = 0,125 m
As = 0,00583 x 1000 x 125
= 728,75 mm 2
b. Perhitungan tulangan lapangan arah x
Mlx = 2,71 KNm
= 125 mm = 0,125 m
As = 0,00583 x 1000 x 125
= 728,75 mm 2
c. Perhitungan tulangan tumpuan arah y
Mty = 7,72 KNm
= 115 mm = 0,115 m
As = 0,00583 x 1000 x 115
= 670,46 mm 2
d. Perhitungan tulangan lap