bab i pendahuluan 1.1 latar belakang masalah i.pdf · mengalami banyak perubahan dan sangat...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Perkembangan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Indonesia
mengalami banyak perubahan dan sangat bergantung pada Rezim Pemerintahan
yang berkuasa.Pada awalnya, BUMN ditujukan untuk mewadahi bisnis dan aset
asing yang dinasionalisasi, khususnya di era tahun 1950-an dimana banyak
perusahaan asing berdiri.
Sebagai salah satu pilar perekonomian di Indonesia, keberadaan BUMN
didasarkan kepada penggarisan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
tahun 1945, disamping keberadaan usaha swasta dan koperasi.Keterlibatan Negara
dalam kegiatan tersebut pada dasarnya merupakan pencerminan dari substansi Pasal
33 UUD 1945, Ayat 2 yang menyatakan bahwa “Cabang-cabang produksi yang
penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh
Negara”. Serta Ayat 3 yang menyatakan bahwa “Bumi air dan kekayaan alam yang
terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya
untuk kemakmuran rakyat”.
Untuk mewujudkan amanat dari UUD 1945 tersebut tersebut, Negara
melalui satuan atau unit-unit usahanya yaitu BUMN, melakukan kegiatan usaha
yang menghasilkan barang atau jasa serta mengelola sumber-sumber alam untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat luas. Dengan demikian, karena menyangkut
kepentingan masyarakat luas, BUMN mempunyai peran yang menentukan dalam
1
2
menunjang pelaksanaan pembangunan nasional, khususnya dibidang
perekonomian.
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) merupakan perusahaan publik yang
memberi sumbangan bagi perkembangan ekonomi/pendapatan negara, perintis
kegiatan usaha dan penunjang kebijakan pemerintah di bidang ekonomi dan
pembangunan.Selain itu, BUMN juga merupakan alat untuk memupuk keuntungan.
BUMN dalam hal ini terdiri dari beberapa bentuk seperti Persero, Perjan dan
Perum. Dengan demikian fungsi dan peranan BUMN ini sangat besar dalam
menjaga stabilitas ekonomi negara dan dapat mempengaruhi kebijakan pemerintah
termasuk lingkungan politik negara.
Sebelum era reformasi bergulir, pengelolaan dari BUMN belum berjalan
dengan baik.BUMN mengalami banyak kerugian, karena pengelolaan dan
manajemen yang tidak profesional, dan sumber daya manusia yang korup.Hal ini
disebabkan oleh banyaknya celah yang dapat diterobos oleh oknum yang ingin
memperoleh keuntungan untuk kelompoknya saja.BUMN pada masa ini
dimanfaatkan sebagai Badan Usaha yang digunakan sebagai sumber untuk
memperkaya dan memakmurkan kepentingan kelompok-kelompok tertentu.Hal ini
juga disebabkan oleh tertutupnya informasi dan data pengelolaan dari BUMN itu
sendiri.Parahnya, situasi yang terlihat di masyarakat saat ini hanya sebagian kecil
saja dari kasus-kasus yang sebenarnya terjadi.1
1 http://www.beritasatu.com/hukum/60396-laporan-soal-bumn-korup-hanya-pucuk-
gunung –es.html diunduh tanggal 26 januari 2015 jam 13.40 WITA
3
Setelah Reformasi bergulir, usaha untuk mewujudkan pengelolaan BUMN
yang baik telah mulai diupayakan. Melalui Kementerian BUMN, Pemerintah
melakukan upaya memperkuat good governance di setiap BUMN dalam rangka
mengimbangi perkembangan jaman misalnya pada industri strategis dan industri
pertahanan, agar bisa bersaing tentunya harus diimbangi dengan kekuatan
pemerintahan sehingga dapat berjalan sesuai dengan perencanaan tahunan.
Dimulai dengan menerapkan sistem rekrutmen yang baik untuk merekrut
sumber daya manusia yang handal dan memiliki kompetensi yang memadai, dengan
tujuan untuk menjamin kinerja serta profesionalisme dalam proses kegiatan usaha
dan pelayanan yang diselenggarakan oleh BUMN.Berangkat dari persiapan sumber
daya manusia yang handal dan memiliki kompetensi sesuai dengan bidangnya,
maka BUMN dapat memulai menerapkan target kerja yang bisa bersaing dengan
perusahaan swasta yang ada di Indonesia maupun perusahaan yang berbasis
internasional. Dalam rangka mewujudkan dan meningkatkan kinerja BUMN untuk
menjadi perusahaan yang memiliki predikat kelas dunia maka BUMN tersebut
harus melakukan proses transformasi diantaranya dengan melalui transformasi
budaya kerja, kebijakan privatisasi dan juga dengan menyesuaikan dengan cara
kerja yang biasa diterapkan oleh perusahaan internasional yang maju.
BUMN harus bisa menerapkan Pengelolaan Perusahaan yang baikatau
Good Coorporate Governance(pengelolaan perusahaan yang baik) jauh lebih baik
agar dapat berkompetisi dengan perusahaan-perusahaan lain baik nasional maupun
internasional. Dalam memperkuat prinsip good governance renumerasi harus
diperbaiki, disiplin harus ditegakkan, reward and punishment harus diterapkan,
4
misalnya: stimulasi dan renumerasi harus ditingkatkan, gaji karyawan dinaikkan
sesuai kemampuan perusahaan masing - masing, sistem dan budaya perusahaannya
harus diperbaiki, transformasi penerapan hukumnya harus ditegakkan dan juga
harus melaksanakan pelayanan publik yang baik.
Terkonsentrasinya kepemilikan negara di dalam BUMN ini bisa
menimbulkan agency problem dalam pengelolaannya.2 Sebagian besar BUMN di
negara berkembang memiliki kelemahan tata kelola, antara lain masalah agency
problem yang menyebabkan intervensi pemerintah dalam pengelolaan BUMN
cukup tinggi. Selain itu, hak manajemen BUMN untuk mengelola perusahaan
dengan bebas sering disalahgunakan karena kebanyakan pimpinan BUMN dipilih
berdasarkan kedekatan politik sehingga tidak bisa tampil mandiri.Di samping itu,
terdapat masalah terkait dengan minimnya alat untuk memberikan insentif dan
mendisiplinkan manajemen BUMN.Kelemahan dari sisi tata kelola ini membuat
kinerja BUMN menjadi tidak kompetitif.
Masalah transparansi dan keterbukaan sangat memungkinkan untuk
muncul akibat dari adanya agency problem tersebut.Agency problem yang muncul
bahwa terjadi asimetri informasi di mana manajemen (dalam hal ini pengelola
BUMN) secara umum memiliki lebih banyak informasi mengenai posisi keuangan
yang sebenarnya dan posisi operasi entitas (BUMN) daripada pemilik (dalam hal
2 http://lib.ui.ac.id/file=digital/128068-t%2026527-analisis%20hubungan-tinjauan%-
20literatur.pdf diunduh tanggal 26 januari 2015 jam 14.00 WITA
5
ini masyarakat sebagai pemilik sumberdayayang diwakili oleh penyelenggara
negara). Masalah lain yang muncul adalah terjadinya konflik.
kepentingan akibat ketidaksamaan tujuan, di mana manajemen tidak selalu
bertindak sesuai dengan kepentingan pemilik. Untuk menyelesaikan masalah
keagenan ini, perusahaan harus menanggung biaya keagenan (agency cost).
Merunut dari hal tersebut, terkonsentrasinya kepemilikan tentu akan menimbulkan
biaya agensi yang lebih besar.
Tujuan pendirian BUMN seharusnya adalah untuk memberikan sumbangan
bagi perkembangan perekonomian pada umumnya dan penerimaan negara pada
khususnya. Terlebih lagi, BUMN memiliki lingkup kerja yang menguasai hajat
hidup orang banyak yang tentu memiliki posisi strategis bagi peningkatan
kesejahteraan rakyat namun dengan kinerja dan pengelolaan yang masih belum
optimal, ada potensi bagi BUMN untuk membebani fiskal yang dapat
mempengaruhi upaya mempertahankan kesinambungan fiskal. Dalam hal ini,
kinerja BUMN memiliki pengaruh ke dalam pendapatan dan pengeluaran negara.Di
sisi pendapatan, BUMN menyumbang pada penerimaan negara baik penerimaan
pajak maupun bukan pajak. Sementara dari sisi pengeluaran, apabila BUMN
memiliki kinerja yang kurang baik, pada akhirnya akan membebani pengeluaran
negara.
Hubungan BUMN dengan masyarakat juga berubah, dimana BUMN pada
masa reformasi ini diwajibkan untuk mulai terbuka dan transparan dalam
melaksanakan pengelolaannya.Baik dalam pengelolaan dan usaha produksinya
maupun juga dalam laporan keuangannya. Sehingga masyarakat selain dapat
6
menikmati pelayanan yang baik dari BUMN tersebut, masyarakat juga dapat
menikmati keterbukaan akses informasi pengelolaan, serta informasi akan laba atau
ruginya BUMN itu sendiri.
Selain keterbukaan informasi dan pelayanan yang baik, BUMN juga
diharapkan mampu melibatkan peran yang besar dari masyarakat dalam proses
usahanya. Selain dalam usaha mendekatkan BUMN dengan Masyarakatnya, juga
untuk membantu menggerakkan perekonomian di masyarakat.
Terlibatnya masyarakat dalam proses kerja BUMN ini salah satunya terlihat
dalam proses pengadaan barang dan jasa pada BUMN. Selama ini proses ini begitu
tertutup, serta rentan dengan skandal kerja sama antara oiknum-oknum direksi
dengan orang-orang yang berada dekat dengan mereka. Pelaksanaan proses
pengadaan barang dan jasa pada BUMN ini sering terjadi permasalahan yang terkait
dengan perjanjian dalam proses pengadaan barang dan jasanya. Hal ini tentunya
menimbulkan pertanyaan sensitive terhadap kemampuan dari sumber daya manusia
yang bertugas untuk ini, atau bisa juga dapat dipertanyakan tentang pengaturan
terhadap proses perjanjian ini yang masih kurang jelas.
Keterlibatan masyarakat yang semakin banyak dalam proses kerja BUMN
memberikan angin segar dalam perubahan budaya perusahaan menuju ke arah yang
lebih baik. Selain disambut positif oleh masyarakat, usaha Pemerintah dalam
perbaikan sistem pengelolaan BUMN ini. Hal ini juga menimbulkan keraguan dari
masyarakat akan proses yang melibatkan mereka.
Permasalahan yang terjadi dalam proses pengadaan barang dan jasa pada
BUMN ini dan keraguan masyarakat terhadap pengelolaan pengadaan barang dan
7
jasa pada BUMN ini, Penulis tertarik mengangkat skripsi dengan judul
“Implementasi Peraturan Menteri dan Keputusan Direksi Dalam Pengadaan
Barang dan Jasa Pada Badan Usaha Milik Negara PT Pengembangan
Pariwisata Bali (Persero)”.
1.2 Rumusan Masalah
Bertitik tolak dari latar belakang masalah di atas, penulis menemukan
beberapa permasalahan berkaitan dengan judul di atas perlu dikemukakan
rumusan masalah sebagi berikut :
1. Bagaimanakah pelaksanaan pengadaan barang dan jasa padapada BUMN
PT Pengembangan Pariwisata Bali (Persero)?
2. Bagaimanakah faktor penyebab tidak efektifnya pelaksanaan pengadaan
barang dan jasa pada BUMN PT Pengembangan Pariwisata Bali (Persero)?
1.3 Ruang Lingkup Masalah
Dalam penulisan suatu karya tulis seperti skripsi ini perlu ada rambu-
rambu untuk membatasi atau mengarahkan ke mana fokus pembahasan dari
permasalahan yang tentukan, agar nantinya tidak menyimpang dari topik
tersebut.
Oleh karena itu dalam skripsi ini membatasi masalah dan pembahasannya
yang terbatas pada bagaimana pelaksanaan pengadaan barang dan jasa pada
BUMN PT Pengembangan Pariwisata Bali (Persero) dan faktor penyebab tidak
8
efektifnya pelaksanaan pengadaan barang dan jasa pada BUMN PT
Pengembangan Pariwisata Bali (Persero).
1.4 Orisinalitas Penelitian
Dalam rangka menumbuhkan semangat anti plagiat didalam dunia
pendidikan di Indonesia, maka mahasiswa diwajibkan untuk mampu
menunjukan orisinalitas dari penelitian yang tengah dibuat dengan
menampilkan, beberapa judul penelitian tesis atau disertasi terdahulu sebagai
pembanding. Adapun dalam penelitian kali ini, peneliti akan menampilkan 2
Skripsi terdahulu yang pembahasannya berkaitan dengan perjanjian dan
berhubungan dengan BUMN dan Pengaturan pengadaan barang dan jasa.
No. Nama Judul Penelitian Rumusan Masalah
1. Sri Endrayani
(UIN Sunan
Ampel
Surabaya,
2009)
Tinjauan Hukum
Islam Terhadap
Implementasi
Privatisasi BUMN
di Indonesia
1. Bagaimanapenerapan
hukum islam dalam proses
privatisasi BUMN di
Indonesia?
2. Bagaimana konsekuensi
dari penerapan hukum
islam dalam proses
privatisasi BUMN di
Indonesia?
9
2. David
Fransiskus
Mangiring B.
(Universitas
Sumatera
Utara, 2010)
Praktek
Persekongkolan
Tidak Sehat Dalam
Pengadaan Barang
dan Jasa oleh
Pemerintah
Dikaitkan dengan
Undang-Undang
Nomor 21 tahun
2000 tentang
Pemberantasan
tindak Pidana
Korupsi
1. Apakahyang
melatarbelakangi akibat
terjadinya praktek
persekongkolan tidak sehat
dalam pengadaan barang
oleh instansi pemerintah?
2. Bagaimana dampak yang
ditimbulkan dari adanya
persekongkolan tidak sehat
Dalam Pengadaan Barang
dan Jasa Pemerintah
Dikaitkan dengan Undang-
Undang Nomor 21 tahun
2000tentang
Pemberantasan tindak
Pidana Korupsi?
Dari kedua penelitian di atas dapat diketahui bahwa skripsi ini memiliki
perbedaan mendasar dengan penelitian sebelumnya, karena yang diteliti dalam
skripsi ini adalah bagaimana pelaksanaan pengadaan barang dan jasa pada BUMN
dilihat dari perspektif hukum pemerintahan serta bagaimana faktor penyebab tidak
efektifnya pelaksanaan pengadaan barang dan jasa pada BUMN PT Pengembangan
Pariwisata Bali (Persero)dilihat dari perspektif hukum bisnis dan perusahaan.
10
1.5 Tujuan Penelitian
a. Tujuan umum
1. Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui hukum perusahaan terutama
tentang pelaksanaan pengadaan barang dan jasa pada BUMN.
2. Dengan penyusunan skripsi ini dapat diketahui tentang pelaksanaan
pengadaan barang dan jasa pada BUMN.
b. Tujuan khusus
1. Untuk mendalami tentang peraturan yang melandasi pelaksanaan
pengadaan barang dan jasa pada BUMN.
2. Untuk memahami lebih mendalam tentang faktor penyebab tidak
efektifnya pelaksanaan pengadaan barang dan jasa pada BUMN PT
Pengembangan Pariwisata Bali (Persero).
1.6 Manfaat Penulisan
Manfaat penelitian dari skripsi ini dibedakan atas manfaat teriotis dan
manfaat praktis, yaitu sebagai berikut
a. Manfaat teoritis
Peneliti memperoleh daya nalar dan mampu mengasah intelektualitas
terkait dengan materi yang diteliti dalam penelitian ini.Juga sebagai
bukti dan implementasi dari ilmu yang diterima di bangku kuliah,
sekaligus untuk memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar
sarjana strata satu (S1).
11
b. Manfaat praktis
Memperluas pengetahuan dalam hal hukum perusahaan, khususnya
dalam pelaksanaan pengadaan barang dan jasa pada BUMN PT
Pengembangan Pariwisata Bali (Persero) dan faktor penyebab tidak
efektifnya pelaksanaan pengadaan barang dan jasa pada BUMN PT
Pengembangan Pariwisata Bali (Persero).
1.7 Landasan Teoritis
Sehubungan dengan permasalahan yang diajukan maka dipandang
perlu untuk membahas atau mengajukan kerangka teoritis. Kerangka toritis
dimaksudkan tiada lain untuk dapat memberikan landasan-landasan teori
terhadap pembahasan atas permasalahan yang diajukan.
Menurut Neuman, “teoriadalah suatu sistem yang tersusun oleh
hubungan abstraksi yang berinteraksi satu sama lainnya atau sebagai ide yang
memadatkan dan mengorganisasikan pengetahuan tentang dunia itu
bekerja. 3 Adapun Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teori
perjanjian, Teori Kewenangan, dan Asas Good Corporate Governance. Teori
Perjanjian digunakan untuk membahas tentang perjanjian pengadaan barang
dan jasa pada BUMN dengan pihak ketiga, selanjutnya untuk teori kewenangan
digunakan untuk membahas tentang bagaimana kewenangan BUMN untuk
3 Otje Salman dan Anton F. Susanto, 2005, Teori Hukum, Replika Aditama, Bandung,
hal.19-22
12
mengadakan dan mengatur proses pengadaan barang dan jasa, sedangkan Asas
Good Corporate Governance digunakan untuk melihat apakah proses
pengadaan barang dan jasa ini sudah memenuhi asas ini atau belum.
1.7.1 Teori perjanjian
Perjanjian merupakan kesepakatan antara dua orang atau dua pihak,
mengenai hal-hal pokok yang menjadi objek dari perjanjian. Kesepakatan itu
timbul karena adanya kepentingan dari masing-masing pihak yang saling
membutuhkan. Perjanjian juga dapat disebut sebagai persetujuan, karena dua
pihak tersebut setuju untuk melakukan sesuatu. Menurut Subekti, kata sepakat
berarti suatu persesuaian paham dan kehendak antara dua pihak. Berdasarkan
pengertian kata sepakat tersebut berarti apa yang dikehendaki oleh pihak yang
satu, juga dikehendaki oleh pihak yang lain, meskipun tidak sejurusan tetapi
secara timbal balik kedua kehendak itu bertemu satu sama lain.4
Pengertian perjanjian menurut ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata diatur dalam Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang
berbunyi “Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih
dengan mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”. Rumusan yang
diberikan dalam Pasal 1313 KUH Perdata tersebut merupakan pengertian yang
tidak sempurna dan kurang memuaskan, karena terdapat beberapa kelemahan.
4Subekti, 1990 Aneka Perjanjian ,PT Citra Aditya Bakti Bandung, hal. 26.
13
Menurut Abdulkadir perjanjian adalah suatu persetujuan dengan mana
dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal
dalam lapangan harta kekayaan. Uraian tersebut memberikan makna bahwa
perjanjian selalu merupakan perbuatan hukum persegi dua atau jamak, untuk
itu diperlukan kata sepakat para pihak. Ada beberapa pakar atau ahli hukum
lain yang memberikan definisi yang berbeda pada perjanjian.
Pengertian perjanjian menurut Handri Raharjo, Suatu hubungan hukum
dibidang harta kekayaan yang didasari kata sepakat antara subjek hukum yang
satu dengan yang lain, dan diantara mereka (para pihak/subjek hukum) saling
mengikatkan dirinya sehingga subjek hukum yang satu berhak atas prestasi dan
subjek hukum yang lain berkewajiban melaksanakan prestasinya sesuai dengan
kesepakatan yang telah disepakati para pihak tersebut serta menimbulkan
akibat hukum5
Dalam perjanjian khususnya perjanjian Jual Beli dalam hal ini khususnya
pengadaaan barang dan jasa pada BUMN juga memiliki kebijakan tentang
kebijakan ganda dalam pasar dimana pembeli yang berbeda didalam resikonya.
Dalam penyelidikan ciri khas dari keseimbangan perjanjian dapat
menunjukkan bahwa pembeli tidak berbeda dengan pembeliyang lain
meskipun pembeli lainnya memilih penjual yang paling dominan. Serta,
pembayaran kembali menjadi salah satu pertimbangan jika terjadi
permasalahan dalam proses transaksinya atau barang dan jasa yang disediakan
tidak sesuai dengan yang ditawarkan sebelumnya.
Perjanjian yang sah adalah perjanjian yang memenuhi syarat-syarat
yangtelah ditentukan oleh undang-undang, sehingga mempunyai kekuatan
5Handri Raharjo, 2009 Hukum Perjanjian di Indonesia,Pustaka Yustisia, Yogyakarta hal. 42
14
hukum yang mengikat. Syarat sahnya perjanjian diatur dalam Pasal 1320 Kitab
Undang- Undang Hukum Perdata, yang terdiri dari empat syarat yaitu:
a. Adanya kata sepakat mereka yang mengikat diri;
b. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian;
c. Suatu hal tertentu;
d. Suatu sebab yang halal.
Sepakat yaitu kesesuaian, kecocokan, pertemuan kehendak dari yang
mengadakan perjanjian atau pernyataan kehendak yang disetujui antara
pihakpihak. Jadi kesepakatan itu penting diketahui karena merupakan awal
terjadinya perjanjian.
Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian adalah kewenangan untuk
melakukan perbuatanperbuatan hukum sendiri. Perbedaan antara kewenangan
hukum dengan kecakapan berbuat adalah bila kewenangan hukum maka
subyek hukum dalam hal sedanga pada kecakapan berbuat subjek hukumnya
aktif, dan yang termasuk cakap di sini adalah orang dewasa, sehat akal pikrnya,
tidak dilarang oleh Undang-undang.
Suatu hal tertentu di sini berbicara tentang objek perjanjian. Objek
perjanjian yang dapat dikategorikan dalam Pasal 1332 s/d 1334 KUH Perdata,
yaitu yang pertama objek yang akanada (kecuali warisan), asalkan dapat
ditentukan jenis dan dapat dihitung. Yang kedua adalah objek yang dapat
15
diperdagangkan (barang-barang yang dipergunakan untuk kepentingan umum
tidak dapat menjadi objek perjanjian).
Suatu sebab yang halal yang memiliki maksud antara lain, sebab adalah
isiperjanjian itu sendiri atau tujuan dari para pihak mengadakan perjanjian dan
halaladalah tidak bertentangan dengan Undang-undang, kesusilaan, dan
ketertibanumum.
1.7.2 Teori kewenangan
Dalam konsep hukum public, wewenang merupakan konsep inti dari
hukum tata negara dan hukum administrasi negara.6Tanpa adanya kewenangan
yang dimiliki, Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tidak dapat
melaksanakan suatu perbuatan atau tindakan pemerintahan.
Teori atau konsep kewenangan, selalu digunakan dalam konsep hukum
publik. Sebagai konsep hukum publik, wewenang terdiri atas sekurang-
kurangnya tiga komponen, yaitu : pengaruh dasar hukum dan konformitas
hukum. Komponen pengaruh, ialah bahwa penggunaan wewenang
dimaksudkan untuk mengendalikan perilaku subyek hukum.7Komponen dasar
hukum bahwa wewenang itu harus ditunjuk dasar hukumnya, dan komponen
komoditas hukum mengandung adanya standar wewenang, yaitu standar umum
(semua jenis wewenang tertentu).Dalam kaitan dengan wewenang sesuai
6 Jimly Asshiddiqie, 2006, Pengantar Hukum Tata Negara, jilid 1, Sekretariat Jenderal dan
Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta, hal.335
7Ibid. hal.336
16
konteks penelitian ini, standar wewenang yang dimaksud adalah pemerintahan
dalam menetapkan kebijakan.Suatu kewenangan haras dilandasi oleh suatu
ketentuan hukum yang ada, sehingga kewenangan merupakan kewenangan
yang sah.Dengan demikian bagi pejabat dalam mengeluarkan suatu keputusan
didukung kewenangan yang memadai dari hukum administrasi.Dalam
penelitian ini Teori kewenangan ini digunakan untuk meneliti kewenangan
pemerintah dalam mengatur BUMN, serta kewenangan dari BUMN itu sendiri
dalam melaksanakan pengaturan intern di dalam perusahaannya.
1.7.3 Asas Good Corporate Governance
Good governance sering diterjemahkan sebagai tata pemerintahan yang
baik atau disebut juga dengan istilah civil society. Good governance bisa juga
didefinisikan sebagai suatu penyelenggaraan manajemen pembangunan,
pemberdayaan, dan pelayanan yang sejalan dengan demokrasi (pemerintahan
dari, oleh, dan untuk rakyat). Tuntutan untuk mewujudkan good governance
sudah menjadi salah satu isu penting di Indonesia sejak terjadinya krisis
finansial yang terjadi pada tahun 1997 sampai. 1998. Krisis tersebut kemudian
meluas menjadi krisis multidimensi dan telah mendorong arus balik yang
menuntut reformasi dalam penyelenggaraan negara termasuk
pemerintahannya. Salah satu penyebab terjadinya krisis multidimensi tersebut
adalah karena buruknya manajemen dalam penyelenggaraan tata pemerintahan
(poor governance).
17
Pihak-pihak yang dituntut untuk melakukan reformasi tidak hanya
negara saja, aka tetapi juga dunia usaha (corporate) dan masyarakat luas (civil
society). Secara umum, tuntutan reformasi berupa penciptaan good corporate
governance di sektor swasta, good public governance dalam penyelenggaraan
pemerintahan negara, dan pembentukan good civil society atau masyarakat luas
yang mampu mendukung terwujudnya good governance, dalam governance
terdapat tiga pilar yang terlibat, yaitu:
1. Public governance yang merujuk pada lembaga pemerintahan, sehingga
dapat diartikan sebagai tata kepemerintahan yang baik di lembaga-
lembaga pemerintahan;
2. Corporate governance yang merujuk pada dunia usaha, sehingga dapat
diartikan sebagai tata kelola perusahaan yang baik;
3. Civil society atau masyarakat luas.
Ketiga pilar tersebut tidak dapat dipisahkan, akan tetapi terintegrasi
utuh. Sebab, perubahan itu adalah tugas semua elemen yang membutuhkan
koordinasi serta konsolidasi yang baik.
Dari uraian tersebut di atas, diharapkan mendapatkan masukan,
diantaranya bahwa good governance tidak mungkin tercapai apabila ketiga pilar
(pemerintah, swasta, dan masyarakat) enggan untuk bekerja sama, apalagi jika
saling menyalahkan. Semua aspek saling terintegrasi dan tidak bisa dipisahkan,
karena good governance merupakan sistem yang akan tegak jika elemen-
elemennya bekerja harmonis dan koordinatif sesuai dengan aturan/mekanisme
yang berlaku.
18
Jadi dalam usaha untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang
baik, asas good governance mutlak diperlukan, dan fungsi asas ini dalam
penelitian ini adalah untuk meneliti kebijakan pemerintah dalam pengaturan
BUMN apakah sudah sesuai dengan good governance dan good corporate
governance.
Dalam rangka penerapan tata kelola perusahaan yang baik atau Good
Coorporate governance maka pemerintah menetapkan Peraturan Menteri Negara
BUMN Nomor : PER-01/MBU/2011 Tentang tata kelola Perusahaan yang baik
(good corporate governance) pada BUMN.Tujuan dari ditetapkannya peraturan
ini adalah untuk memberikan panduan dan pedoman bagi setiap BUMN untuk
dapat menerapkan konsep Good Coorporate Governance ini, serta memberikan
suatu standarisasi yang baik dalam usaha menciptakan BUMN yang mampu
bersaing dalam memberikan pelayanan kepada public.Program penerapan konsep
Good Coorporate governance pada BUMN ini diperkuat dengan adanya
penetapan Keputusan Sekretaris Kementrian BUMN Nomor: SK-
16/S.MBU/2012 Tentang indikator atau parameter penilaian dan evaluasiatas
penerapan Good Coorporate Governance pada BUMN.
Dengan adanya surat keputusan tersebut maka pemerintah memiliki
pedoman dalam melakukan penilaian dan evaluasi terhadap kinerja dari BUMN
apakah sudah memenuhi standarisasi yang diperintahkan dalam Peraturan Menteri
Negara BUMN sebelumnya. Ini semakin memperkuat usaha yang telah dilakukan
sebelumnya sehingga selain BUMN dituntut untuk dapat memenuhi standarisasi
19
good corporate governance, BUMN juga dihadapkan kepada penilaian dan
evaluasi langsung dari tim yang dibentuk oleh Kementerian BUMN.
1.8 Metode penelitian
Dalam penulisan suatu karya ilmiah, terdapat satu komponen penentu
sebagai syarat yang dipergunakan untuk pencarian data dari hasil karya ilmiah
tersebut, dalam hal ini adalah metode penelitian.
Menururt Sutrisno Hadi yang dimaksud dengan metodelogi ialah suatu cara/
metode untuk memberikan garis- garis yang cermat dan mengajukan syarat- syarat
yang keras, yang maksudnya adalah menjaga ilmu pengetahuan yang dicapai dari
suatu research dapat mempunyai harga ilmiah yang setinggi- tingginya.8
1.8.1.Jenis penelitian
Jenis Penelitian dalam skripsi ini dipakai jenis penelitian hukum yang
bersifat empiris. Penelitian hukum empiris merupakan penelitian yang membahas
bagaimana hukum beroperasi dalam masyarakat.9Dalam penelitian ini yang diteliti
adalah bagaimana pengaturan pengadaan barang dan jasa pada PT Pengembangan
Pariwisata Bali (Persero) apakah sudah sesuai dengan Peraturan Perundang-
undangan yang berlaku serta dengan prinsip Good Coorporates Governance.
8Sutrisno Hadi, 1979, Metodelogi Reserch, Yayasan Penerbit Fakultas Psikologi Universitas
Gajah Mada, Yogyakarta, hal.4. 9 http://dalyerni.multiply.com/journal/item/19/MPPH_1_Pembukaan_pengertian_tipe_data_d
an_alat_pengumpulan_datadi unduh tanggal 24 Januari 2015 jam 10.00 WITA
20
1.8.2.Lokasi penelitian
Terdapat beberapa lokasi yang akan dijadikan tempat penelitian, antara lain
: Badan Usaha Milik Negara PT Pengembangan Pariwisata Bali serta perusahaan
rekanan yang berhubungan dalam proses pengadaan barang dan jasa di BUMN
tersebut.
1.8.3. Sifat penelitian
Seperti telah dijelaskan bahwa jenis penelitian yang dipakai adalah
penelitian empiris.Sifat penelitiannya adalah penelitian empiris
deskriptif.Penelitian empiris deskriptif adalah suatu bentuk penelitian yang
ditujukan untuk mendeskripsikan fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena
alamiah maupun fenomena buatan manusia.Fenomena itu bisa berupa bentuk,
aktivitas, karakteristik, perubahan, hubungan, kesamaan, dan perbedaan antara
fenomena yang satu dengan fenomena lainnya.10
1.8.4. Sumber data
Dalam penelitian pada umumnya dibedakan antara data yang diperoleh
secara langsung dari masyarakat yang dinamakan data primer dan data yang
diperoleh dari bahan- bahan pustaka dinamakan data sekunder.11 Adapun data yang
dipergunakan dalam penelitian ini diperoleh dari 2 (dua) sumber data, yaitu:
1. Data primer
10 http://initialdastroboy.wordpress. com/2010/02/27/penelitian-deskriptif/Diunduh pada
tanggal 27 Januari 2015 jam 18.00 WITA
11Alimudin Tuwu, 1993, Pengantar Metode Penelitian, Universiats Indonesia, Jakarta. hal.
67.
21
Untuk mendapatkan data primer dilakukan penelitian lapangan (field
research), yaitu dengan cara melakukan penelitian langsung ke lapangan yakni
diperoleh secara langsung dari Badan Usaha Milik Negara Bali Tourism
Development Corporation serta perusahaan rekanan yang berhubungan dalam
proses pengadaan barang dan jasa di BUMN tersebut
2. Data sekunder
Untuk mendapatkan data sekunder dilakukan melalui penelitian
kepustakaan (library research), yaitu pemngumpulan berbagai data yang diperoleh
dari menelaah literatur, majalah di bidang hukum guna menemukan teori yang
relevan dengan permasalahan yang akan dibahas. Mengenai data sekunder ini
berdasarkan kekuatan mengikat dari isinya dapat dibagi menjadi 3, yaitu :
a. Sumber bahan hukumprimer, yaitu bahan yang isinya mengikat, karena
dikeluarkan oleh pemerintah, seperti peraturan perundang- undangan.
b. Sumber bahan hukum sekunder, yaitu bahan- bahan yang isinya membahas
bahan primer, seperti buku, majalah dan artikel.
c. Sumber bahan hukum tertier, yaitu bahan– bahan yang bersifat menunjang
bahan- bahan primer dan sekunder.12
Berkaitan dengan jenis- jenis data sekunder di atas, maka dalam penulisan
laporan ini akan digunakan :
a. Sumber bahan hukumprimer, yaitu segala Peratuan Perundangan yang
terkait langsung dengan penelitian ini.
12Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2001, Penelitian Hukum Normatif, PT. Raja Grafindo
Persada, Jakarta, hal.12.
22
b. Sumber bahan hukum sekunder, yaitu buku- buku, majalah, artikel tentang
yang menunjang informasi yang sesuai dengan penelitian ini..
1.8.5. Teknik pengumpulan data
Dalam penelitian ini menggunakan beberapa teknik pengumpulan data,
antara lain :
a. Teknik studi dokumen atau kepustakaan
Studi dokumen atau kepustakaan adalah kegiatan mengumpulkan
dan memeriksa atau menelusuri dokumen-dokumen dan memeriksa atau
menelusuri dokumen-dokumen atau kepustakaan yang dapat memberikan
informasi atau keterangan yang dibutuhkan oleh peneliti.13 Dalam penulisan
laporan ini, teknik studi dokumen dilakukan dengan cara mencatat info dan
data serta meneliti dokumen dokumen yang terkait dengan pengadaan
barang dan jasa
b. Teknik wawancara
Wawancara adalah proses interaksi dan komunikasi serta cara untuk
memperoleh informasi dengan bertanya langsung pada narasumber yang
akan diwawancara.14 Wawancara ini dilakukan dengan pihak pegawai atau
atasan pada Badan Usaha Milik Negara PT Pengembangan Pariwisata Bali
13 Syamsudin, 2007, Operasionalisasi Penelitian Hukum, PT Raja Grafindo Persada,
Jakarta, hal. 101.
14Ronny Hanitijo, 1988, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia,
Jakarta, hal. 57.
23
(Persero).serta perusahaan rekanan yang berhubungan dalam proses
pengadaan barang dan jasa di BUMN tersebut.
1.8.6. Teknik penentuan sampel penelitian
Teknik penentuan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
teknik non probablility sampling yaitu purposive sampling. Sampel dalam
penelitian ini adalah pihak- pihak yang terlibat langsung dan terkait dalam
pengadaan barang dan jasa pada BUMN PT Pengembangan Pariwisata Bali
(Persero).
1.8.7. Teknik pengolahan dan analisis data
Apabila keseluruhan data sudah diperoleh dan sudah terkumpul, kemudian
data diolah dan dianalisis dengan menghubungkan antara data yang ada yang
berkaitan dengan pembahasan yang selanjutnya disajikan secara deskriptif analisis.
Maksudnya data yang telah rampung tadi dipaparkan dengan disertai analisis sesuai
dengan teori yang didapat pada buku- buku literatur dan peraturan perundang-
undangan yang berlaku, guna mendapatkan kesimpulan.