bab i pendahuluan 1.1 latar belakang masalah 1.1.1...

26
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH 1.1.1 Konteks Global Isu paling berkaitan dengan kapitalisme adalah bentukan dunia global yang sangat mudah untuk diakses. Konsekuensi yang paling mendekati dari struktur kapitalisme adalah globalisasi dunia (Isfandiar, 2005: 163). Mitos yang hidup selama ini tentang globalisasi adalah bahwa proses globalisasi akan membuat dunia seragam. Proses globalisasi akan menghapus identitas dan jati diri. Kebudayaan lokal atau etnis akan ditelan oleh kekuatan budaya besar atau kekuatan budaya global. Mobilitas manusia akan sangat tinggi. Keterkaitan ekonomi antar negara dan antar kawasan menjadi suatu keniscayaan. Kenichi Ohmae (1990,1995; dalam Iskandar, 2008: 61) bahkan menyatakan bahwa dalam konteks ekonomi, batas-batas negara akan lenyap dan entitas negara-bangsa akan berakhir. Globalisasi seringkali dilihat sebagai sumber penyebab munculnya rasionalisasi, konsumerisme, dan komersialisasi budaya-budaya lokal yang kemudian mengakibatkan hancur dan hilangnya identitas budaya nasional (Trijono, 1996: 136). Dalam proses globalisasi ini masyarakat industri yang modern adalah model yang menjadi acuan bagi masyarakat-masyarakat setempat dalam mengantisipasi perubahan-perubahan yang terjadi (Suparlan, 1996: 234). Yang dimaksud dengan masyarakat industri di sini adalah masyarakat yang mengagungkan industrialisasi, modernisasi, tolok ukur perhitungan ekonomi yang didasarkan atas pilihan-pilihan rasional untung rugi, dan mengutamakan modal (kapital).

Upload: lamdat

Post on 08-Mar-2019

215 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH 1.1.1 …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66596/potongan/S2-2013... · fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijakan penataan,

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

1.1.1 Konteks Global

Isu paling berkaitan dengan kapitalisme adalah bentukan dunia global yang

sangat mudah untuk diakses. Konsekuensi yang paling mendekati dari struktur

kapitalisme adalah globalisasi dunia (Isfandiar, 2005: 163). Mitos yang hidup selama

ini tentang globalisasi adalah bahwa proses globalisasi akan membuat dunia seragam.

Proses globalisasi akan menghapus identitas dan jati diri. Kebudayaan lokal atau etnis

akan ditelan oleh kekuatan budaya besar atau kekuatan budaya global. Mobilitas

manusia akan sangat tinggi. Keterkaitan ekonomi antar negara dan antar kawasan

menjadi suatu keniscayaan. Kenichi Ohmae (1990,1995; dalam Iskandar, 2008: 61)

bahkan menyatakan bahwa dalam konteks ekonomi, batas-batas negara akan lenyap

dan entitas negara-bangsa akan berakhir.

Globalisasi seringkali dilihat sebagai sumber penyebab munculnya

rasionalisasi, konsumerisme, dan komersialisasi budaya-budaya lokal yang kemudian

mengakibatkan hancur dan hilangnya identitas budaya nasional (Trijono, 1996: 136).

Dalam proses globalisasi ini masyarakat industri yang modern adalah model yang

menjadi acuan bagi masyarakat-masyarakat setempat dalam mengantisipasi

perubahan-perubahan yang terjadi (Suparlan, 1996: 234). Yang dimaksud dengan

masyarakat industri di sini adalah masyarakat yang mengagungkan industrialisasi,

modernisasi, tolok ukur perhitungan ekonomi yang didasarkan atas pilihan-pilihan

rasional untung rugi, dan mengutamakan modal (kapital).

Page 2: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH 1.1.1 …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66596/potongan/S2-2013... · fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijakan penataan,

2

Mencermati realita perekonomian Indonesia dalam konteks ekonomi global,

Bangsa Indonesia perlu melakukan prioritas dalam memulihkan ekonomi. Jika hal itu

tidak segera dilakukan, maka akan menimbulkan berbagai konsekuensi serius, antara

lain (Sjahrir, 2001, dalam Buchari, 2006: 30): (a) tingkat inflasi yang tinggi, (b)

pengangguran semakin membengkak (termasuk pengangguran pada kaum

intelektual), (c) kemiskinan struktural yang semakin memilukan, (d) utang dalam

negeri dan luar negeri yang semakin menggunung, dan (e) pertumbuhan ekonomi

yang rendah.

Kesemuanya itu pada gilirannya akan mempengaruhi kondisi sosial politik

dan akan membuat semakin rawannya disintegrasi bangsa. Jika hal-hal tersebut tidak

segera diatasi, peluang terjadinya permasalahan yang lebih parah akan semakin besar

seperti semakin terbukanya potensi konflik atau kerusuhan yang terjadi di tingkat

masyarakat lapisan bawah (grassroot).

Boleh dibilang keterlibatan negara dalam pembangunan ekonomi Indonesia

selama ini memiliki dua dimensi. Pertama, negara berperan aktif sebagai agen

pembangunan itu sendiri. Negara membangun infrastruktur, menjalankan kegiatan

produksi dan perdagangan dan juga menyiapkan kerangka regulasi yang memadai

bagi proses akumulasi kapital. Hanya saja negara Indonesia tidak tergolong negara

rasional yang bertindak efisien. Sebaliknya negara Indonesia adalah aktor yang

mempunyai kepentingannya sendiri dan tidak netral. Kedua, negara juga secara sadar

melindungi dan menghidupi kelas pemilik modal. Negara di antaranya menyediakan

proyek pembangunan sebagai lahan kegiatan usaha, memberikan lisensi dan monopoli

perdagangan, menggelontorkan kredit dan membuat kebijakan yang menguntungkan

(Hiariej, 2006: 92). Pemihakan kepada kaum pemilik modal ini adalah salah satu ciri

dari kapitalisme.

Page 3: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH 1.1.1 …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66596/potongan/S2-2013... · fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijakan penataan,

3

Kapitalisme merupakan suatu sistem ekonomi yang menerapkan prinsip

kebebasan (sebagaimana diperjuangkan oleh liberalisme) di bidang ekonomi. Dengan

perkataan lain kapitalisme adalah liberalisme di bidang ekonomi, bebas untuk

memiliki dan mengembangkan modal (baik modal finansial, modal fisik, maupun

modal manusiawi) demi manfaat yang paling besar dan bagi sebanyak mungkin orang.

Dengan demikian kapitalisme dicirikan oleh hak atas milik pribadi, hak atas

akumulasi modal lewat usaha mencari keuntungan yang maksimal dan hak untuk

bersaing.

Realisasi ketiga hak tersebut menjadi sangat problematis mengingat sumber

daya yang ada bersifat terbatas/langka, selain itu kemampuan setiap orang juga tidak

sama. Bila proses realisasi ketiga hak tersebut tidak diatur dengan adil, maka akhirnya

akan terjadi dominasi dari mereka yang memiliki kemampuan terhadap mereka yang

kurang atau yang tidak memiliki kemampuan (Nugroho, 2008: 90). Sistem yang

digerakkan oleh kumpulan modal (kapitalisme) ini dinilai sebagai sistem ekonomi

yang tidak demokratis sebab berdampak penyisihan (exclutionary effect) partisipasi

sebagian besar masyarakat (Masjaya, 2005: 156).

1.1.2 Konteks Permasalahan

Pengelolaan Sumber Daya Alam adalah upaya terpadu untuk melestarikan

fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijakan penataan, pemanfaatan,

pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan dan pengendalian lingkungan

hidup, sedangkan yang dimaksud lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan

semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup termasuk manusia dan perilakunya

yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta

makhluk hidup lain. Kondisi lingkungan hidup dari waktu ke waktu ada

Page 4: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH 1.1.1 …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66596/potongan/S2-2013... · fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijakan penataan,

4

kecenderungan terjadi penurunan kualitasnya, penyebab utamanya yaitu karena pada

tingkat pengambilan keputusan, kepentingan pelestarian sering diabaikan sehingga

menimbulkan adanya pencemaran dan kerusakan lingkungan. Dengan terjadinya

pencemaran dan kerusakan lingkungan ternyata juga menimbulkan konflik sosial.

Sebagai negara berkembang, Indonesia terus aktif mengembangkan diri di

segala bidang, di antaranya pengembangan pada sektor pariwisata. Walaupun

penyusunan kebijakan sektor ini sudah sering dirumuskan, namun dalam prakteknya

masih banyak mengalami kendala. Sektor pariwisata dikembangkan tidak semata-

mata untuk pariwisata itu sendiri, namun diselaraskan dan disesuaikan dengan tujuan

pembangunan nasional. Untuk memudahkan pengembangan pariwisata nasional,

maka pemerintah mengambil langkah strategis dengan menyerahkan pembinaannya

kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Hal ini dianggap akan lebih

memudahkan pengembangan dan koordinasi pembangunan daerah (Binarwan, 2008:

129).

Pariwisata dikembangkan oleh Pemerintah sebagai suatu program unggulan

dalam pilihan ekonomi realistik untuk dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Karena itu segala faktor produksi, usaha kepariwisataan serta pemasaran diupayakan

pemberdayaannya agar mampu mencapai tujuan kepariwisataan itu sendiri

(Marpaung, 2008: 230).

Pembangunan wilayah pesisir memiliki kecenderungan menimbulkan dampak

dan ancaman terhadap kapasitas keberkelanjutan pesisir dalam menunjang

kesinambungan fungsi pemanfaatannya. Seperti halnya permasalahan pencemaran

laut, over fishing; degradasi kawasan pantai merupakan fenomena umum yang terjadi

di wilayah pesisir. Fenomena ini terutama berlangsung di kawasan pesisir yang padat

Page 5: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH 1.1.1 …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66596/potongan/S2-2013... · fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijakan penataan,

5

penduduknya dan tinggi tingkat pembangunannya, seperti Selat Malaka, Pantai Utara

Jawa, Sulawesi Selatan dan Yogyakarta (Dahuri, et. al., 2004: 3).

Dalam upaya mewujudkan obyek wisata yang baik, maka Pemerintah Daerah

Kabupaten Bantul melakukan program penataan kawasan obyek wisata Parangtritis,

sebagai pelaksanaan daripada Perda Kabupaten Bantul No. 03 Tahun 2004 tentang

Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah Kabupaten Bantul. Perda tersebut

sebagai acuan untuk pengaturan yang mampu mewujudkan keterpaduan, keserasian

dalam kegiatan penyelenggaraan kepariwisataan yang berwawasan lingkungan. Pada

bagian penjelasan Perda tersebut dijelaskan bahwa pembangunan pariwisata

mencakup 2 (dua) dimensi yaitu dimensi ekonomi dan sosial budaya. Dimensi

ekonomi merupakan bagian dari upaya untuk meningkatkan daya saing dan sekaligus

meningkatkan pendapatan daerah. Selanjutnya dari aspek sosial budaya merupakan

upaya pendekatan yang utuh dalam melestarikan nilai-nilai budaya masyarakat di

daerah, melestarikan alam, melestarikan lingkungan serta menumbuhkan rasa

kebanggaan nasional, dalam rangka mengantisipasi pengaruh budaya global yang

bertentangan dengan budaya bangsa. Sejalan dengan perkembangan kondisi negara

secara nasional yang disebabkan oleh situasi politik dan keamanan dalam negeri,

maka pembangunan pariwisata harus mampu memulihkan citra pariwisata bagi daerah

maupun nasional sebagai daerah tujuan wisata yang aman dan nyaman untuk

dikunjungi.

Industri pariwisata pantai di Yogyakarta di antaranya terpusat di daerah

Selatan Kabupaten Bantul yang meliputi pantai Parangtritis di Desa Parangtritis,

Kecamatan Kretek; pantai Parangkusumo di Desa Parangtritis, Kecamatan Kretek;

pantai Depok di Desa Parangtritis, Kecamatan Kretek; pantai Samas di Desa

Srigading, Kecamatan Sanden; pantai Patehan di Desa Gadingharjo, Kecamatan

Page 6: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH 1.1.1 …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66596/potongan/S2-2013... · fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijakan penataan,

6

Sanden; pantai Pandansimo dan Pantai Kwaru di Desa Poncosari, Kecamatan

Srandakan.

Obyek Wisata Pantai Parangtritis merupakan primadona wisata karena paling

banyak dikunjungi oleh wisatawan. Data pada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata

Kabupaten Bantul menunjukkan bahwa jumlah kunjungan wisatawan ke Pantai

Parangtritis masih menduduki peringkat pertama dibandingkan kunjungan wisatawan

ke objek wisata lainnya di Kabupaten Bantul yakni selama tahun 2011 menduduki

peringkat pertama dengan jumlah kunjungan 1.338.112 wisatawan, disusul Pantai

Kwaru sebanyak 270.823 wisatawan, Pantai Pandansimo 54.628 wisatawan, Pantai

Samas 36.456 wisatawan dan Pantai Goa Cemara 11.267 wisatawan. Sekitar 70

persen lebih PAD (pendapatan asli daerah) dari sektor pariwisata di Kabupaten Bantul

diperoleh dari retribusi Pantai Parangtritis sebesar Rp 1,255 milyar. Disusul kemudian

retribusi obyek wisata Pantai Samas, Pantai Pandansimo, Kolam Renang

Tirtotamansari, Gua Selarong dan obyek wisata lain yang ada di Kabupaten Bantul.

Melihat potensi wisata Pantai Parangtritis yang sangat besar maka sudah sejak

tahun 2004 Pemerintah Kabupaten Bantul melakukan berbagai upaya penataan,

pengawasan dan pengendalian secara komprehensif, agar kawasan obyek wisata

Parangtritis tetap mempunyai daya tarik bagi wisatawan. Langkah pertama yang

dilakukan Pemerintah Kabupaten Bantul adalah menerbitkan Keputusan Bupati

Bantul No 127 Tahun 2004 tentang Rencana Teknik Obyek Wisata Parangtritis yang

di dalamnya disebutkan bahwa tujuan penataan kawasan obyek wisata Parangtritis

adalah untuk: (1) Meningkatkan kualitas fisik dan lingkungan kawasan obyek wisata

Parangtritis; (2) Mendorong pelestarian dan konservasi lingkungan terhadap

sumberdaya yang ada di kawasan obyek wisata Parangtritis; (3) Meningkatkan iklim

investasi dan pemberdayaan masyarakat; (4) Mengembangkan potensi kepariwisataan

Page 7: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH 1.1.1 …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66596/potongan/S2-2013... · fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijakan penataan,

7

kawasan obyek wisata Parangtritis sehingga mampu tumbuh dan berkembang sebagai

tujuan wisata yang mempunyai daya tarik khusus dan memiliki peran serta yang

strategis bagi pengembangan pariwisata di Kabupaten Bantul dan Daerah Istimewa

Yogyakarta.

Untuk merealisasikan keinginan tersebut maka Bupati Bantul mengeluarkan

Instruksi Bupati Bantul No. 3 tahun 2004, tanggal 22 Juni 2004 tentang Penataan,

Pengawasan dan Pengendalian Kawasan Obyek Wisata Parangtritis yang berisi (1)

larangan bagi masyarakat untuk mendirikan bangunan pada kawasan obyek wisata

Parangtritis yang dinyatakan harus bebas/terlarang untuk mendirikan bangunan; (2)

masyarakat dilarang melakukan kegiatan pembangunan di kawasan obyek wisata

Parangtritis, apabila tidak dilengkapi dengan perizinan sesuai peraturan perundang-

undangan yang berlaku; (3) masyarakat dilarang bertempat tinggal di kawasan obyek

wisata Parangtritis, apabila tidak dilengkapi dengan dokumen kependudukan sesuai

peraturan perundang-undangan yang berlaku; (4) masyarakat penduduk Desa

Parangtritis agar turut serta melakukan pengawasan terhadap kegiatan pembangunan

dan mobilitas penduduk pendatang di kawasan obyek wisata Parangtritis, serta

melaporkannya kepada Lurah Desa Parangtritis atau Camat Kretek untuk

mendapatkan tindak lanjut.

Instruksi Bupati Bantul tersebut merupakan acuan dasar dilakukannya

penataan obyek wisata Parangtritis oleh Pemkab Bantul yang implementasinya adalah

melakukan relokasi rumah dan tempat usaha yang berada di kawasan Pantai

Parangtritis. Instruksi Bupati Bantul tersebut selanjutnya ditindaklanjuti dengan

dikeluarkannya Peraturan Bupati Bantul No. 24 tahun 2006, tanggal 16 September

2006 tentang Penataan Kegiatan Usaha di Kawasan Pantai Parangendog sampai

dengan Pantai Parangkusumo Desa Parangritis Kecamatan Kretek Kabupaten Bantul,

Page 8: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH 1.1.1 …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66596/potongan/S2-2013... · fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijakan penataan,

8

yang selanjutnya diperbaharui dengan Peraturan Bupati Bantul No 26 Tahun 2006,

tanggal 4 Oktober 2006 tentang Perubahan Peraturan Bupati Bantul Nomor 24 Tahun

2006 Tentang Penataan Kegiatan Usaha di Kawasan Pantai Parangendog sampai

dengan Pantai Parangkusumo Desa Parangtritis Kecamatan Kretek Kabupaten Bantul.

Peraturan Bupati tersebut berisi ketentuan tentang zonasi dan pemanfaatannya,

di mana disebutkan bahwa Zona Preservasi Alam Pantai yang untuk selanjutnya

disebut Zona Preservasi adalah kawasan tepi Pantai Parangtritis dengan batas utara

berupa jalan lingkungan yang ditetapkan pemerintah yang harus bersih dari bangunan

kecuali dengan izin Pemerintah Daerah apabila untuk kepentingan yang lebih besar.

Dalam pasal 5 Peraturan Bupati tersebut disebutkan bahwa kegiatan usaha ekonomi

di areal Pantai Parangendog sampai dengan Pantai Parangkusumo hanya bisa

dilakukan di luar Zona Preservasi dengan tetap mengindahkan peraturan yang berlaku.

Tempat tinggal, warung atau kios dan mandi, cuci, kakus yang sudah terlanjur berada

di Zona Preservasi alam pantai di areal Pantai Parangendog sampai Pantai

Parangkusumo akan segera direlokasi ke kawasan baru di sebelah selatan

Parangwedang yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah.

Kemudian pada pasal 51 tentang Kawasan Rawan Bencana disebutkan bahwa

kawasan rawan gelombang pasang di Kabupaten Bantul terdapat di Kecamatan

Kretek, Kecamatan Srandakan, dan Kecamatan Sanden, sebagian Kecamatan Pandak,

sebagian Kecamatan Pundong, sebagian Kecamatan Imogiri, sebagian Kecamatan

Jetis, dan sebagian Kecamatan Bambanglipuro. Disamping itu kawasan Parangtritis,

Parangkusumo dan Depok dimasukkan sebagai kawasan peruntukan pariwisata alam

sebagaimana disebutkan pada pasal 59 Perda RTRW Kabupaten Bantul. Pasal 65

disebutkan Kawasan Strategis Gumuk Pasir Parangtritis yang berfungsi untuk

pengembangan ilmu pengetahuan dan penelitian. Pasal 73 Peraturan Zonasi untuk

Page 9: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH 1.1.1 …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66596/potongan/S2-2013... · fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijakan penataan,

9

kawasan lindung setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c berupa

kawasan sempadan pantai, disusun dengan memperhatikan larangan bagi semua

kegiatan dan bangunan hunian, tempat usaha pada kawasan sempadan pantai; dilarang

semua kegiatan dan bangunan yang mengancam kerusakan pantai.

Sejak awal (2004), rencana penataan obyek wisata Parangtritis oleh Pemkab

Bantul tersebut mendapatkan reaksi pro dan kontra dari warga masyarakat yang

selama ini bermukim dan melakukan usaha ekonomi di kawasan tersebut. Sebagian

warga ada yang bisa memahami dan dapat menerima program penataan, namun

sebagian warga masyarakat yang lain menolak dengan keras karena dianggap akan

merugikan warga setempat baik secara ekonomi maupun sosial.

Menghadapi reaksi penolakan oleh warga setempat, pemerintah Kabupaten

Bantul terus melakukan pendekatan dan sosialisasi dalam rangka memberikan

pemahaman dan penyadaran terhadap masyarakat setempat tentang perlunya penataan

kawasan obyek wisata pantai selatan Kabupaten Bantul demi kesejahteraan warga

setempat, termasuk membangun terminal, 39 kios dan 274 los yang disiapkan bagi

pengganti tempat usaha warga. Namun demikian, sikap warga masyarakat tetap

terbelah menjadi dua, yakni sebagian setuju penataan dan sebagian besar lainnya

melakukan penolakan. Dalam kondisi seperti itu, Pemerintah Kabupaten Bantul tetap

bersikeras melakukan penataan yakni dengan membersihkan kawasan Pantai dari

bangunan tempat tinggal dan tempat usaha.

Adanya penolakan terkait rencana penataan obyek wisata Parangtritis oleh

Pemkab Bantul yang dianggap akan merugikan warga setempat tersebut telah

menimbulkan konflik, baik yang berupa konflik vertikal yaitu antara warga

masyarakat yang menolak penataan obyek wisata Parangtritis dengan pemerintah

maupun konflik horisontal antara warga masyarakat yang menolak keras penataan

Page 10: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH 1.1.1 …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66596/potongan/S2-2013... · fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijakan penataan,

10

dengan warga masyarakat yang setuju penataan obyek wisata Parangtritis. Konflik-

konflik yang terjadi semakin nyata ketika Pemerintah Daerah Kabupaten Bantul mulai

melakukan penataan obyek wisata Parangtritis.

Penataan tahap pertama dilakukan oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Sat Pol

PP) Bantul pada tanggal 31 Oktober 2006, dengan melakukan penggusuran rumah dan

bangunan tempat usaha yang mendapat perlawanan dari para pemilik rumah dan

bangunan tempat usaha sehingga hanya 3 unit rumah yang berhasil dirobohkan dari

91 rumah dan bangunan yang direncanakan, yaitu rumah yang terletak di Dusun

Mancingan 11 Kalurahan Parangtritis Kecamatan Kretek (Lihat Peta Lokasi

Penelitian pada hal. 65).

Selain melakukan aksi menghalangi proses penggusuran, bentuk perlawanan

warga terhadap pemerintah Kabupaten Bantul adalah mengadukan persoalan

penggusuran tersebut kepada DPRD Kabupaten Bantul dan DPRD Propinsi DIY.

Sekitar 200 warga dari 91 KK di Parangtritis yang tergabung dalam Paguyuban Ngudi

Makmur melakukan aksi pendudukan di kantor DPRD DIY selama 7 hari mulai

tanggal 7 sampai dengan 13 Nopember 2006. Upaya ini membuahkan hasil, yakni

diselenggarakannya dialog antara warga Parangtritis dengan Gubernur DIY Sri Sultan

Hamengku Buwono X di Gedung DPRD DIY yang dimediasi oleh DPRD Propinsi

DIY. Dalam kesempatan tersebut, Gubernur DIY menjanjikan kepada warga

Parangtritis bahwa mereka tidak akan digusur dan bahkan warga akan diberikan ganti

rugi berupa tempat tinggal baru bagi warga, yakni di dusun Magersari yang lokasinya

tidak jauh dari Pantai Parangtritis. Meskipun sudah ada janji dari Gubernur DIY yang

tidak akan melakukan penggusuran, namun faktanya penggusuran di kawasan

Parangtritis tetap dilanjutkan sehingga seluruh bangunan rumah tempat tinggal dan

usaha dibersihkan.

Page 11: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH 1.1.1 …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66596/potongan/S2-2013... · fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijakan penataan,

11

Penataan pada tahap kedua, dilakukan pada tanggal 26 Januari 2008, dan

berhasil membongkar 51 rumah dan bangunan tempat usaha milik warga. Penataan

pada tahap kedua ini relatif mulus dan lancar sebab sebagian besar warga yang

tergabung dalam Paguyuban Kawulo Alit bersedia digusur karena telah dijanjikan

mendapatkan kios baru sebagi tempat usaha pengganti yang lokasinya tidak jauh dari

rumah dan tempat usaha sebelumnya. Lokasi penataan ulang ini terletak di Dusun

Parang Bolong Kalurahan Parangtritis Kecamatan Kretek (Lihat Peta Lokasi

Penelitian pada hal.65).

Penataan tahap ketiga dengan melakukan penggusuran terhadap 31 KK di

Parangkusumo, Kelurahan Parangtritis Kecamatan Kretek Kabupaten Bantul (Lihat

Peta Lokasi Penelitian pada hal. 65).

Menurut rencana awal, penggusuran akan dilakukan tanggal 11 Maret 2010,

namun mendapat penolakan dan perlawanan keras dari warga yang tergabung dalam

Aliansi Rakyat Menolak Penggusuran (ARMP) dalam bentuk aksi-aksi

penghadangan, aksi unjukrasa dan pengaduan ke Pemerintah Propinsi DIY. Aksi

unjukrasa yang pertama dilakukan di Kantor Gubernur DIY tanggal 21 Januari 2010

dengan meminta Pemprop DIY turun tangan menyelesaikan masalah ganti rugi

penggusuran di Parangtritis. Aksi unjukrasa ARMP yang kedua dilakukan tanggal 10

Maret 2010 di Kantor Gubernur DIY dan menghasilkan dua kesepakatan yaitu

Pemerintah Propinsi DIY akan memediasi pertemuan segitiga antara warga,

Pemerintah Propinsi DIY dan juga Pemerintahan Kabupten Bantul, kemudian

Pemprov DIY akan mendesak Bupati Bantul agar menghentikan penggusuran pada

tanggal 11 Maret 2010 dan Tanggal 15 Maret 2010 sesuai surat Satpol PP Bantul No

300/204 tanggal 27 Februari 2010.

Page 12: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH 1.1.1 …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66596/potongan/S2-2013... · fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijakan penataan,

12

Perlawanan ARMP untuk sementara waktu mampu menunda pelaksanaan

penggusuran, namun tidak bertahan lama, sebab pada tanggal 21 Juni 2010 Satpol PP

Kabupaten Bantul dengan menggunakan alat berat di bawah pengamanan Polisi

berada di lokasi untuk melakukan penggusuran. Langkah Pemkab Bantul ini kembali

dilawan oleh warga Parangtritis yang tergabung dalam wadah ARMP, yang di

dalamnya banyak terdapat unsur-unsur dari luar warga setempat yakni kalangan

mahasiswa dan LSM. Akibat dari perlawanan yang keras dari ARMP, pelaksanaan

penggusuran kembali ditangguhkan. Namun demikian pada saat yang sama justru

terjadi insiden lain berupa intimidasi dan perusakan sekretariat/posko ARMP di

Parangkusumo yang dilakukan oleh Satgas PDIP. Kasus perusakan Posko tersebut

dilaporkan kepada Polisi dan berlanjut sampai pada proses hukum di Pengadilan

Negeri Bantul dan pelaku dinyatakan terbukti bersalah melanggar pasal 406 KUHP

mengenai pengrusakan barang milik orang lain sehingga divonis dengan hukuman

penjara selama 1 tahun.

Penataan kawasan obyek wisata pantai Parangtritis pada tahap ke empat

diarahkan untuk menertibkan rumah dan bangunan liar di sepanjang pantai

Parangkusumo sampai dengan Pantai Depok yang meliputi 106 bangunan yakni 31

rumah tempat tinggal, 8 unit bangunan warung, 50 unit bangunan tempat tinggal dan

warung, 12 unit kandang, 1 unit gudang rosok dan 4 unit lain-lain meliputi pondasi

dan posko. Lokasi penertiban ini adalah di sepanjang wilayah antara Kalimati sampai

selatan Pantai Depok. (Lihat Peta Lokasi Penelitian pada hal. 65).

Dari 106 pemilik bangunan tersebut, ternyata 26 di antaranya merupakan

pendatang dari luar Kabupaten Bantul. Dalam hal ini Pemerintah Kabupaten Bantul

melalui Kantor Satpol PP Kabupaten Bantul telah menyampaikan surat peringatan

kepada para pemilik bangunan tersebut agar segera mengosongkan bangunan.

Page 13: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH 1.1.1 …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66596/potongan/S2-2013... · fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijakan penataan,

13

Adapun data selengkapnya berbagai aksi untuk rasa untuk menentang berbagai

penggusuran yang telah dilakukan warga seperti tersaji dalam Tabel 1.1.

Tabel 1.1 Aksi Unjuk Rasa Terkait Dengan Penolakan Penataan Kawasan Obyek Wisata Parangtritis Kabupaten Bantul

No Pelaku Waktu Tempat Tuntutan Keterangan 1 2 3 4 5 6 1 Warga

Mancingan Parang Bolong

31 Oktober 2006

Dusun Mancingan Parang Bolong Parangtritis

Tolak Penggusuran

Bentrok antara Warga dengan Satpol PP Bantul Dialog antara warga dengan Bupati Bantul Penggusuran di Tunda

2 100 Warga Mancingan Parang Bolong yang didampingi LSM Pataka

01-Nopember- 2006

Gedung DPRD DIY

Tolak Penggusuran dan meminta dilakukan Mediasi

DPRD DIY minta dilakukan pertemuan yang melibatkan semua komponen termasuk Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X.

3 100 Warga Mancingan Parang Bolong

07-Nopember-2006

Kraton Yogyakarta dan DPRD DIY

Tolak Penggusuran dan Minta Pengayoman dari Kraton

Massa aksi diterima oleh Anggota DPRD DIY, dan aspirasinya akan ditampung dan disampaikan kepada Bupati Bantul.

4 Solidaritas masyarakat Parangtritis

09 Nopember 2006

DPRD DIY Tolak Penggusuran di Pantai Parang Bolong Parangtritis

Tidak direspon anggota DPRD DIY

5 Solidaritas Masyarakat Parangtritis Tolak Penggusuran

13 Nopember 2006

DPRD DIY Tolak Penggusuran di Pantai Parang Bolong Parangtritis

Aksi Tertib

6 Solidaritas Masyarakat Parangtritis Tolak Penggusuran

14-Nopember-2006

DPRD DIY Tolak Penggusuran di Pantai Parang Bolong Parangtritis

Gubernur DIY menemui warga Mancingan dan berjanji untuk tidak ada penggusuran di Parangtritis

7 ARMP 21 Januari 2010

Kantor Gubernur DIY

Ganti rugi penggusuran di Parangtritis

Aksi tertib

8 ARMP 17 Pebruari 2010

Pemkab Bantul

Tolak Penggusuran

Tidak diterima oleh Bupati Bantul karena 11 orang diantaranya bukan warga Bantul (tidak memiliki KTP Bantul)

9 ARMP 08 Maret 2010

Pemprov DIY

Tolak Penggusuran P. Parangtritis

Kabid. Pemerintahan dan Kepala PU Prov. DIY membuat surat

Page 14: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH 1.1.1 …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66596/potongan/S2-2013... · fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijakan penataan,

14

No Pelaku Waktu Tempat Tuntutan Keterangan 1 2 3 4 5 6

pernyataan yang meminta PemKab. Bantul menunda penggusuran

10 ARMP 11 Maret 2010

DPRD Bantul Pemkab Bantul

Tolak Penggusuran Parangtritis

Aksi Tertib

11 ARMP Perhimpunan Solidaritas Buruh, SP-Kinasih, Jogo Sengsoro, ATPLP, RTND

23 Maret 2010

Pemprov DIY

Tagih Janji Sultan HB X

Aksi Tertib Hasil Audiensi a.l.: Berkait pemberitahuan pembongkaran antara tanggal 12-15/3/2010 maka akan dilakukan rapat koordinasi internal menyikapi tidak dihiraukannya surat Gubernur DIY tentang penundaan pembongkaran sampai akhir pelaksaan Pemilukada Bantul.

12 ARMP 07 April 2010

Pemprov DIY

Tolak Penggusuran Parangtritis

Anarkhis, Bakar Ban, Rusak/Robohkan Gerbang dan gerobak sampah

13 ARMP dan SEBUMI

22 April 2010

Titik Nol Perempatan Kantor Pos Yogyakarta

Tolak Penggusuran dan Tolak Mega Proyek di Parangtritis

Terjadi Bentrok antara Pengunjukrasa dengan Aparat Keamanan, merusak pagar Permprov DIY dan memecah kaca depan mobil water canon

14 ARMP 03 Mei 2010

Titik Nol Perempatan Kantor Pos Yogyakarta

Tolak Penggusuran di Parangtritis

Bakar Patung Babi, Blokir Jalan

15 ARMP 21 Juni 2010

Mancingan Parangtritis

Tolak Pelaksanaan Penggusuran

Satpol PP dengan alat berat siap melakukan penggusuran. Akibat situasi yang memanas maka penggusuran ditangguhkan

16 ARMP 20 Juli 2010

Pantai Parangtritis

Aksi Panggung Rakyat Menolak Penggusuran

Berlangsung pembakaran foto Presiden RI, Gubernur DIY dan Bupati Bantul

Page 15: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH 1.1.1 …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66596/potongan/S2-2013... · fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijakan penataan,

15

No Pelaku Waktu Tempat Tuntutan Keterangan 1 2 3 4 5 6

Aksi ini memicu kemarahan Satgas PDIP Bantul

17 ARMP dan SUP

21 Juli 2010

Titik Nol Perempatan Kantor Pos Besar Yogyakarta

Tolak Penggusuran di Parangtritis

Aksi gabungan antara ARMP dan Mahasiswa Papua di Yogyakarta

18 Satgas PDIP 21 Juli 2010

Posko ARMP di Parangkusumo

Penyerangan dan Perusakan Posko ARMP

Satgas PDIP merusak atribut-atribut di Posko ARMP

19 ARMP dan SEBUMI

21 Juli 2010

Kantor Polres Bantul

Pelaporan atas perusakan Posko ARMP

Laporan diterima oleh Kasat Intel Polres Bantul dan akan ditindaklanjuti

20 ARMP dan Perempuan Mahardika

07 Januari 2011

Pantai Parangkusumo

Labuhan Laut ARMP melabuh foto Presiden SBY-Budiono, dan menolak penggusuran

21 ARMP 20 Januari 2011

DPRD DIY dan Pemprov DIY

Tolak Penggusuran Parangtritis

Diterima Asisten Gubernur Bidang Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Pemprov DIY, Tavip Agus Rayanto, yang ditemani staf dari Dinas Pariwisata, dan BiroTata Pemerintahan PU. Pertemuan berlangsung di Gedung Wiyata Praja.

22 ARMP 19 Mei 2011

Kantor Satpol PP Kab. Bantul

Tolak Razia PSK di Parangkusumo

Terjadi ketegangan antara massa ARMP dengan warga setempat

23 ARMP 5 Juli 2011 DPRD DIY Tolak Penggusuran dan Mega Proyek Rp. 6 T di Pantai Parangtritis

Membakar ban bekas dan memblokir jalan

24 ARMP dan Perempuan Mahardika

7 Juli 2011 DPRD DIY Tolak Penggusuran Parangtritis dan Cabut Perda Kab. Bantul No. 5 tahun 2007

Diterima oleh Sukedi/Wakil Ketua DPRD DIY

Sumber: Polres Bantul dan Polres Kota Yogyakarta

Masalah identitas diri warga kawasan Parangtritis ternyata menimbulkan

masalah tersendiri, sebab faktanya banyak warga pendatang dari luar Desa

Page 16: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH 1.1.1 …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66596/potongan/S2-2013... · fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijakan penataan,

16

Parangtritis yang tinggal dan melakukan usaha di tempat tesebut, bahkan sudah dalam

waktu yang lama (>25 tahun), namun tidak memiliki kartu identitas (KTP). Kondisi

ini menyulitkan warga sebab Pemerintah Kabupaten Bantul mengambil kebijakan

hanya akan melayani warga masyarakat yang memiliki KTP Bantul terkait dengan

masalah penataan kawasan Obyek Wisata Pantai Parangtritis.

Pada Pasal 2 dari Undang-Undang No. 23 tahun 2006 tentang Adminsitrasi

Kependudukan dengan jelas disebutkan bahwa setiap penduduk mempunyai hak

untuk memperoleh dokumen kependudukan, pelayanan yang sama dalam Pendaftaran

Penduduk dan Pencatatan Sipil; perlindungan atas Data Pribadi; dan kepastian hukum

atas kepemilikan dokumen.

Selanjutnya pada Pasal 7 Perpres No. 26 tahun 2009 tentang Penerapan Kartu

Tanda Penduduk Berbasis Nomor Induk Kependudukan Secara Nasional, disebutkan

bahwa Setiap penduduk wajib KTP berhak memperoleh KTP berbasis NIK yang

diterbitkan oleh Instansi Pelaksana sesuai domisili penduduk yang bersangkutan.

Menurut data pada Badan Pertanahan Nasional (BPN) Bantul, riwayat lokasi

penataan Parangtritis berasal dari peta pasir persil 45 tahun 1928. Pada Perda DIY

Nomor 5 Tahun 1954 Pasal 3 diterangkan, persil tersebut merupakan tanah

pemerintah. Dalam perkembangannya, setelah Pemkab Bantul pada 2002 melakukan

inventarisasi, tanah itu menjadi lahan pasir dengan status Sultan ground. Perubahan

ini terjadi karena setelah ditelusuri asal-usulnya, memang tanah tersebut dulunya

berada dalam kekuasaan Pemerintah Ngayogyakarta Hadiningrat. Meski demikian,

pemerintah setempat memiliki wewenang mengelolanya karena area tepi pantai

tersebut termasuk kawasan lindung, seperti tercantum dalam Keputusan Presiden

Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung. Ihwal tindakan

penggusuran yang dilakukan Pemkab Bantul, menurut BPN, diatur dalam Undang-

Page 17: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH 1.1.1 …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66596/potongan/S2-2013... · fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijakan penataan,

17

Undang Nomor 51 PRP Tahun 1960 soal larangan penggunaan tanah tanpa izin yang

berhak atau kuasanya. Dalam aturan tersebut, Pemkab juga memiliki wewenang

mengambil tindakan untuk mengambil tanah sewaktu-waktu. Dalam surat

kekancingan tersebut tercantum syarat, bahwa pemegang Magersari dilarang

mendirikan bangunan permanen dan bersedia mengembalikan tanah bila sewaktu-

waktu diminta.

Menurut pandangan hukum Pemkab Bantul, sejak Pemerintah Ngayogyakarta

Hadiningrat bergabung ke Republik Indonesia dan menjadi Provinsi DIY, tanah milik

Sultan tak lagi dikuasai secara perorangan tetapi menjadi milik Keraton Yogyakarta,

sehingga urusan menyangkut tanah Sultan ground diatur oleh ”Paniti Kismo”, sebuah

lembaga di dalam keraton. Lembaga ini menjadi satu-satunya pihak yang berhak

mengeluarkan izin pemakaian tanah Sultan. Atas dasar itu, Pemkab Bantul tidak

mengakui Surat Kekancingan Magersari yang dimiliki warga Mancingan lantaran

diterbitkan Yayasan Sultan HB VII, bukan oleh Paniti Kismo.

Keinginan Pemerintah Kabupaten Bantul untuk menata kawasan obyek wisata

Pantai Parangtritis menjadi lebih baik ternyata masih dipahami berbeda oleh sebagian

warga setempat, dan telah memicu munculnya konflik baik yang bersifat konflik

horisontal maupun konflik vertikal. Konflik telah muncul bersamaan dengan

dimulainya kegiatan penataan yakni 2004, dan sampai saat dilakukan penelitian ini

(tahun 2013) belum juga tuntas, bahkan cenderung meningkat eskalasinya. Oleh

karena itu penyelesaian konflik dalam kasus penataan obyek wisata pantai Parangtritis

Kabupaten Bantul tersebut perlu segera dicarikan solusi secara arif dan bijaksana.

Terkait dengan konflik yang terjadi mengenai penataan objek wisata Pantai

Parangtritis, sebelumnya sudah terjadi kontroversi yang berlarut-larut ketika Pemda

Bantul berniat untuk melaksanakan mega proyek pembangunan Pantai Parangtritis

Page 18: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH 1.1.1 …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66596/potongan/S2-2013... · fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijakan penataan,

18

bekerja sama dengan investor swasta yakni PT. Arwani Modern Indonesai (PT. AMI)

pada tahun 1995. Pada saat itu, rencana mega proyek senilai 100 milyar tersebut

meliputi pembangunan area golf, villa dan hotel, danau/laguna, dan fasilitas

akomodasi termasuk pasar wisata, dan infrastruktur jalan. Kontroversi mega proyek

Parangtritis tersebut merebak setelah diberitakan oleh wartawan Bernas Fuad

Muhammad Syafruddin alias Udin, yang kemudian tewas akibat dianiaya orang tak

dikenal pada bulan Agustus 1996. Kontroversi mega proyek mereda setelah Gubernur

DIY pada waktu itu, yaitu Sri Paku Alam VIII membatalkan Amdal mega proyek

tersebut pada bulan Pebruari 1997.

Terkait dengan konflik penataan objek wisata berdasar Peraturan Bupati

Bantul No. 24 tahun 2006, Pemerintah Daerah Kabupaten Bantul telah berupaya untuk

menyelesaikan konflik tersebut sehingga dapat melaksanakan program penataan

kawasan obyek wisata pantai Parangtritis dengan baik. Namun demikian upaya keras

dari Pemerintah Kabupaten Bantul tersebut sampai saat ini belum dapat meredam

aksi-aksi penolakan dari warga yang menempati areal pesisir pantai selatan tersebut.

Dalam upaya penyelesaian konflik sosial dikenal dua cara yakni secara konvensional

melalui politik, administrasi maupun judisial dan melalui mekanisme alternatif

penyelesaian konflik yang meliputi Negoisasi, Mediasi dan Arbitrase.

Pendekatan alternatif dalam penyelesaian konflik tersebut adalah yang disebut

negosiasi, mediasi dan arbitrasi. Keunggulan pendekatan alternatif ini dibandingkan

dengan pendekatan-pendekatan konvensional melalui politik, administrasi maupun

judisial adalah sifat-sifatnya yang persuasif, fleksibel, lebih efektif, dapat mencapai

komitmen yang lebih baik untuk penyelesaian jangka panjang dan sangat potensial

memfasilitasi terbentuknya saling kesepahaman antar pihak yang bertikai. (Baiquni dan

Rijanta, 2006).

Page 19: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH 1.1.1 …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66596/potongan/S2-2013... · fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijakan penataan,

19

Kesepakatan yang memuaskan ini sangat penting bagi keberlanjutan hubungan

baik di antara para pihak, khususnya dengan resistensi masyarakat dengan

adanya/masuknya kegiatan yang bersinggungan dengan kegiatan mereka. Seperti

halnya pada konflik kegiatan penanganan penataan kawasan obyek wisata Pantai

Parangtritis yang bersinggungan dengan kegiatan pariwisata yang menjadi tumpuan

hidup masyarakat di wilayah Parangtritis.

1.1.3 Latar Belakang Formal

Konflik vertikal dan horizontal terkait penataan lahan objek wisata Pantai

Parangtritis termasuk ke dalam kategori konflik lingkungan (environmental dispute).

Konflik lingkungan (environmental dispute) dalam kasus ini adalah berkaitan dengan

perebutan akses sumber daya alam. Pada peradaban modern, konflik lingkungan ini

tidak hanya berujud perebutan akses sumber daya alam saja, tetapi juga dapat berupa

pencemaran air atau polusi atmosfir. Konflik lingkungan yang terjadi memiliki

dimensi yang kompleks dan melibatkan berbagai kepentingan antar sektor dan aktor

pembangunan (Baiquni & Susilawardani, 2002: 190).

Konflik horisontal dan vertikal yang terjadi terkait dengan penataan kawasan

obyek wisata Pantai Parangtritis Kabupaten Bantul tersebut akan dilihat dan dikaji

khususnya dari sudut pandang kajian ilmu geografi dan kependudukan. Keilmuan

geografi yang sangat diperlukan memahami peristiwa dan masalah krusial seperti

ketimpangan sosial, kemiskinan, migrasi dan kondisi politik. Harvey dan Holly (1991)

menyatakan bahwa geografi sangat penting untuk memahami (1) ketimpangan

distribusi sumber daya alam; (2) meluruskan pandangan tentang pengetahuan yang

sifatnya pragmatis; (3) berguna bagi memahami masalah-masalah kemanusiaan.

Page 20: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH 1.1.1 …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66596/potongan/S2-2013... · fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijakan penataan,

20

1.1.4 Latar Belakang Material

Tujuan penataan kawasan obyek wisata Pantai Parangtritis oleh Pemerintah

Daerah Kabupaten Bantul adalah dalam rangka untuk meningkatkan kualitas/daya

tarik obyek wisata sehingga meningkatkan pengunjung yang pada akhirnya

meningkatkan kesejahteraan warga sekitar Pantai Parangtritis. Namun demikian

sebagian warga setempat yang mendiami tanah di wilayah Pantai Parangtritis justru

menolak program pembangunan tersebut dengan alasan khawatir digusur dan tidak

dilakukan relokasi serta tidak mendapatkan kompensasi sehingga kualitas hidupnya

menurun.

Penolakan tersebut memunculkan konflik yang berkepanjangan dengan

intensitas konflik yang semakin meningkat, baik horisontal yakni antara warga yang

mendukung penataan dan yang menolak penataan serta konflik vertikal antara warga

yang menolak dengan pemerintah daerah. Konflik tersebut sudah muncul sejak tahun

2004 ketika wacana penataan kawasan obyek wisata Pantai Parangtritis dimunculkan

oleh Pemerintah Daerah dan sampai saat ini konflik tersebut belum dapat diselesaikan

meskipun berbagai upaya pendekatan telah dilakukan, bahkan cenderung semakin

berkembang dan melibatkan banyak pihak.

Konflik horisontal dan vertikal yang terjadi pada penataan kawasan obyek

wisata Pantai Parangtritis tersebut menarik untuk diteliti sebab program pembangunan

pemerintah yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat seharusnya

didukung oleh seluruh elemen masyarakat, tetapi faktanya sebagian warga yang

tinggal dan menjalankan usaha di kawasan obyek wisata Pantai Parangtrisis justru

menolaknya dengan berbagai alasan sehingga menimbulkan konflik yang berdampak

langsung pada penurunan kualitas hidup.

Page 21: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH 1.1.1 …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66596/potongan/S2-2013... · fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijakan penataan,

21

Berbagai upaya telah dilakukan untuk menyelesaikan masalah tersebut,

namun sampai saat ini belum juga tuntas, bahkan cenderung eskalasinya semakin

meningkat. Berdasarkan uraian tersebut di atas maka peneliti memilih obyek

penelitian konflik horisontal dan vertikal yang terjadi pada penataan kawasan obyek

wisata Pantai Parangtritis ini.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Program penataan kawasan obyek wisata Pantai Parangtritis Kabupaten

Bantul oleh Pemerintah Kabupaten Bantul telah memunculkan konflik horisontal dan

vertikal yang sudah berlangsung relatif lama sejak tahun 2006, oleh karenanya dalam

upaya penyelesaiannya perlu mengadopsi mekanisme alternatif penyelesaian konflik.

Berdasarkan pada latar belakang penelitian baik latar belakang formal maupun

material, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah “Bagaimana upaya

penyelesaian konflik melalui mekanisme alternatif penyelesaian konflik dalam

program penataan kawasan obyek wisata di Pantai Parangtritis Kabupaten

Bantul ?”

Penekanan dalam penelitian ini adalah:

1. Faktor-faktor apa yang menyebabkan terjadinya konflik dan faktor pemicu

membesarnya konflik dalam program penataan obyek wisata Pantai

Parangtritis Kabupaten Bantul;

2. Bagaimana proses penyelesaian konflik melalui mekanisme alternatif

penyelesaian konflik dalam program penataan obyek wisata Pantai

Parangtritis Kabupaten Bantul.

Page 22: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH 1.1.1 …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66596/potongan/S2-2013... · fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijakan penataan,

22

1.3 BATASAN MASALAH

Untuk membatasi ruang lingkup penelitian agar tidak terlalu luas sehingga

memperjelas fokus pembahasan, maka penulis perlu merumuskan terlebih dahulu

batasan masalah dalam penelitian ini. Adapun permasalahan dalam penelitian ini

dibatasi pada konflik yang timbul sebagai akibat dari kebijakan Peraturan Bupati

Bantul No. 24 tahun 2006, tanggal 16 September 2006 tentang Penataan Kegiatan

Usaha di Kawasan Pantai Parangendog sampai dengan Pantai Parangkusumo Desa

Parangritis Kecamatan Kretek Kabupaten Bantul, yang selanjutnya diperbaharui

dengan Peraturan Bupati Bantul No 26 Tahun 2006, tanggal 4 Oktober 2006 tentang

Perubahan Peraturan Bupati Bantul Nomor 24 Tahun 2006 Tentang Penataan

Kegiatan Usaha di Kawasan Pantai Parangendog sampai dengan Pantai

Parangkusumo Desa Parangtritis Kecamatan Kretek Kabupaten Bantul.

Dengan demikian, konflik yang terjadi sebelum itu atau yang berkenaan

dengan permasalahan lain selain kebijakan penataan kawasan wisata Pantai

Parangtritis tidak termasuk dalam lingkup pembahasan penelitian ini.

1.4 TUJUAN PENELITIAN

Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor

penyebab munculnya konflik serta mekanisme alternatif penyelesaian konflik dalam

program penataan kawasan obyek wisata Pantai Parangtritis Kabupaten Bantul.

Adapun tujuan penelitian secara lebih spesifik adalah sebagai berikut:

1. Mengkaji faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya konflik dan pemicu

membesarnya konflik dalam program penataan obyek wisata Pantai

Parangtritis Kabupaten Bantul;

Page 23: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH 1.1.1 …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66596/potongan/S2-2013... · fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijakan penataan,

23

2. Mengkaji proses penyelesaian konflik melalui mekanisme alternatif

penyelesaian konflik dalam program penataan obyek wisata Pantai

Parangtritis Kabupaten Bantul.

1.5 MANFAAT PENELITIAN

Penelitian ini pada dasarnya merupakan upaya untuk pembelajaran yang

diharapkan dapat menambah khasanah ilmu khususnya ilmu kependudukan, yang

menyangkut penyelesaian konflik kaitannya penataan kawasan obyek wisata pantai

dan mewujudkan pembangunan lingkungan pantai yang berkelanjutan. Secara khusus

hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat:

1.5.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pengembangan ilmu

pengetahuan dalam hal:

1. Faktor-faktor penyebab munculnya konflik dan pemicu membesarnya konflik

dalam program penataan kawasan obyek wisata pantai Parangtritis Kabupaten

Bantul;

2. Mengetahui proses penyelesian konflik melalui mekanisme alternatif

penyelesaian konflik dalam program penataan obyek wisata pantai Parangtritis

Kabupaten Bantul.

3. Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi bagi

peneliti-peneliti lain yang akan mengadakan penelitian lebih lanjut mengenai

bidang yang sama, atau yang akan mengadakan penelitian sejenis.

Page 24: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH 1.1.1 …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66596/potongan/S2-2013... · fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijakan penataan,

24

1.5.2 Manfaat Praktis

Diharapkan hasil penelitian ini nantinya dapat digunakan sebagai acuan bagi

pemerintah daerah dalam upaya penyelesaian konflik dalam kasus penataan obyek

wisata Pantai Parangtritis.

1.6 KEASLIAN PENELITIAN

Studi mengenai penyelesaian konflik, terutama yang terkait dengan

pengelolaan sumber daya alam, telah banyak dilakukan. Penelitian ini mengacu pada

penelitian-penelitian yang telah dilakukan selama ini seperti terlihat pada Tabel 1.1.

Berdasarkan uraian-uraian yang terdapat dalam tabel tersebut, jelas bahwa penelitian

ini yaitu alternatif penyelesaian konflik dalam kasus penataan kawasan obyek wisata

pantai Parangtritis Kabupaten Bantul adalah berbeda dengan penelitian-penelitian

yang telah dilakukan selama ini. Dengan demikian, menurut pengetahuan penulis

sejauh ini belum ada penelitian-penelitian lain yang sama baik dalam ruang lingkup,

waktu pengamatan, pendekatan serta obyek penelitiannya.

Page 25: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH 1.1.1 …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66596/potongan/S2-2013... · fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijakan penataan,

25

No Peneliti (Tahun)

Judul Tujuan Metode Kesimpulan Perbedaan

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) 1 Hensel, et al.

(2006). Conflict Management of Riparian Disputes,

Menggali hubungan antara kelangkaan sumber daya air dan konflik antar negara bagian

Penelitian deskriptif bersifat kualitatif

Kelangkaan sumber daya air yang lebih besar akan meningkatkan kemungkinan konflik dan upaya pihak ketiga penyelesaian damai, sementara institusi mengurangi konflik militer dan meningkatkan efektivitas upaya penyelesaian damai.

Variabel dalam penelitian ini adalah kelangkaan sumber daya air dan institusi negara-negara bagian, sementara konflik yang terjadi adalah konflik militer.

2 Putut Handoko, 2007

Mediasi Konflik Penanganan Kerusakan Pantai (Studi Kasus Penanganan Abrasi Pantai Kuta Bali),

Studi ini dilakukan untuk menelusuri dinamika konflik dan aspek-aspek lingkungan dapat diakomodasikan dalam mediasi.

Penelitian deskriptif bersifat kualitatif

Konflik disebabkan perbedaan kepentingan, nilai serta pemahaman abrasi dan pola penanganannya. Mediasi dilakukan melalui serangkaian pertemuan informal dan formal, melibatkan mediator Kesepakatan final menetapkan penanganan abrasi menggunakan revetment dan sand nourishment yang bersifat ramah lingkungan/tidak berdampak buruk pada pantai.

Ruang lingkup penelitian ini adalah permasalahan abrasi di pantai Kuta, dengan fokus penelitian pada rekonstruksi proses mediasi konflik yang terjadi.

3 Goltsman, M., Horner, J., Pavlov, G., Squintani, F., 2008

Mediation, Arbitration and Negotiation

Membandingkan tiga proses penyelesaian konflik yaitu negosiasi, mediasi, dan arbitrase.

Metode kualitatif dan kuantitatif

Dalam negosiasi, kedua belah pihak terlibat dalam tatap muka dan berkomunikasi, mediasi , para pihak berkomunikasi dengan pihak ketiga yang netral yang membuat rekomendasi yang tidak mengikat. Dalam arbitrase, kedua pihak berkomitmen untuk sesuai dengan rekomendasi pihak ketiga. Kami menemukan bahwa negosiasi unmediated melakukan serta mediasi jika dan hanya jika tingkat konflik antara pihak-pihak dalam skala yang rendah.

Titik berat penelitian ini adalah studi perbandingan tiga proses penyelesaian konflik yaitu mediasi, arbitrase, dan negosiasi.

25

Page 26: BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH 1.1.1 …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66596/potongan/S2-2013... · fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijakan penataan,

26

4 Kuncaraningrum, 2006

Diskresi Dalam Mekanisme Konflik (Studi Kasus Konflik Batas Wilayah di Blok Sekip UGM, Antara Pemerintah Desa Caturtunggal, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman dan Pemerintah Desa Sinduadi, Kecamatan Mlati, Kabupaten Sleman

Mengetahui bagaimana diskresi dalam manajemen konflik batas wilayah antara desa Caturtunggal, Kecmatan Depok dan desa Sinduadi, Kecamatan Mlati Kabupaten Sleman

Metode Kualitatif

Diskresi sangat menentukan dalam proses penyelesaian konflik di Blok Sekip UGM antara pemerintah desa Caturtunggal dan pemerintah desa Sinduadi, dan ketiadaan aturan formal yang tegas mengatur tentang cara penanganan konflik ternyata tidak menjadi kendala dalam proses penyelesaian jika ada pejabat birokrasi berani mengambil diskresi dan lebih beroreintasi kepada kepentingan public

Objek penelitian ini adalah diskresi, sementara sifat konflik adalah konflik tata administrasi pemerintahan yang relatif lebih mudah ditangani