bab i pendahuluan 1.1 latar belakang -...

92
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian berlanjut merupakan sistem pertanian yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat tani melalui peningkatan produksi yang mana dilakukan secara seimbang dengan memperhatikan daya dukung ekosistem sehingga berkelanjutan dan dapat dipertahankan dalam jangka panjang serta meminimalkan kerusakan lingkungan (Fadlina, 2013). Pertanian berkelanjutan mengintegrasikan berbagai aspek sehingga seluruh aspek baik ekonomi, sosial maupun lingkungan harus berkesinambungan. Dalam hal ini fokus utama pembangunan pertanian untuk jangka panjang, tidak hanya berfokus untuk memenuhi kebutuhan pada masa sekarang. Ketika masyarakat hanya berfokus pada pemenuhan kebutuhan masa sekarang maka alam tidak akan berlanjut, kepedulian terhadap lingkungan tidak akan diperhatikan. Indikator keberhasilan pelaksanaan sistem berkelanjutan pada skala lanskap yaitu apabila ketiga aspek baik ekonomi, sosial maupun lingkungan (biofisik) terpenuhi. Ekonomi menjadi aspek yang penting bagi masyarakat, terkait dengan pemenuhan kebutuhan. Dalam pembangunan pertanian, peningkatan produksi menjadi hal yang penting. Akan tetapi, hal tersebut akan berdampak buruk bagi ekosistem (lingkungan) ketika tidak diterapkan prinsip-prinsip berkelanjutan. Pertimbangan ekonomi terkait pengelolaan sumberdaya alam harus disertai dengan pertimbangan dari berbagai aspek lainnya. Aspek ekologi ialah terkait air, biodiversitas dan cadangan karbon. Air menjadi sumber kehidupan bagi masyarakat ketika kualitas air menurun maka akan berdampak bagi keberlangsungan hidup manusia. Selanjutnya biodiversitas dinilai dari aspek agronomi dan hama penyakit. Berkelanjutan tidak hanya berfokus pada satu aspek akan tetapi tetap memperhatikan lingkungan dan pemberdayaan petani untuk pemenuhan kebutuhan baik masa sekarang maupun yang akan datang. Biodiversitas merupakan hal yang sangat penting dalam pertanian berkelanjutan. Oleh karena itu, pertanian berkelanjutan menekankan bagaimana menciptakan sistem pemenuhan kebutuhan dengan tetap memperhatikan prinsip-prinsip berkelanjutan. Penggunaan sumberdaya alam harus mengutamakan aspek ekologi, ekonomi maupun sosial. Masyarakat selalu dihadapkan pada pemenuhan kebutuhan yang akan ada setiap waktu, sehingga apabila tidak diperhatikan lingkungan sebagai penunjang kehidupan maka sumberdaya alam akan habis dan tidak berkelanjutan.

Upload: dodieu

Post on 06-Mar-2019

231 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pertanian berlanjut merupakan sistem pertanian yang bertujuan untuk

meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat tani melalui

peningkatan produksi yang mana dilakukan secara seimbang dengan

memperhatikan daya dukung ekosistem sehingga berkelanjutan dan dapat

dipertahankan dalam jangka panjang serta meminimalkan kerusakan

lingkungan (Fadlina, 2013). Pertanian berkelanjutan mengintegrasikan

berbagai aspek sehingga seluruh aspek baik ekonomi, sosial maupun

lingkungan harus berkesinambungan. Dalam hal ini fokus utama

pembangunan pertanian untuk jangka panjang, tidak hanya berfokus untuk

memenuhi kebutuhan pada masa sekarang. Ketika masyarakat hanya

berfokus pada pemenuhan kebutuhan masa sekarang maka alam tidak akan

berlanjut, kepedulian terhadap lingkungan tidak akan diperhatikan.

Indikator keberhasilan pelaksanaan sistem berkelanjutan pada skala

lanskap yaitu apabila ketiga aspek baik ekonomi, sosial maupun lingkungan

(biofisik) terpenuhi. Ekonomi menjadi aspek yang penting bagi masyarakat,

terkait dengan pemenuhan kebutuhan. Dalam pembangunan pertanian,

peningkatan produksi menjadi hal yang penting. Akan tetapi, hal tersebut

akan berdampak buruk bagi ekosistem (lingkungan) ketika tidak diterapkan

prinsip-prinsip berkelanjutan. Pertimbangan ekonomi terkait pengelolaan

sumberdaya alam harus disertai dengan pertimbangan dari berbagai aspek

lainnya.

Aspek ekologi ialah terkait air, biodiversitas dan cadangan karbon. Air

menjadi sumber kehidupan bagi masyarakat ketika kualitas air menurun maka

akan berdampak bagi keberlangsungan hidup manusia. Selanjutnya

biodiversitas dinilai dari aspek agronomi dan hama penyakit. Berkelanjutan

tidak hanya berfokus pada satu aspek akan tetapi tetap memperhatikan

lingkungan dan pemberdayaan petani untuk pemenuhan kebutuhan baik

masa sekarang maupun yang akan datang. Biodiversitas merupakan hal yang

sangat penting dalam pertanian berkelanjutan.

Oleh karena itu, pertanian berkelanjutan menekankan bagaimana

menciptakan sistem pemenuhan kebutuhan dengan tetap memperhatikan

prinsip-prinsip berkelanjutan. Penggunaan sumberdaya alam harus

mengutamakan aspek ekologi, ekonomi maupun sosial. Masyarakat selalu

dihadapkan pada pemenuhan kebutuhan yang akan ada setiap waktu,

sehingga apabila tidak diperhatikan lingkungan sebagai penunjang kehidupan

maka sumberdaya alam akan habis dan tidak berkelanjutan.

2

1.2 Maksud dan Tujuan

Maksud dan tujuan dari kegiatan fieldtrip Pertanian Berlanjut ini antara lain:

1. Mengetahui karakteristik lanskap

2. Mengetahui indikator pertanian berkelanjutan dilihat dari kualitas air

3. Mengetahui indikator pertanian berkelanjutan dilihat dari biodiversitas

yang meliputi aspek agronomi serta hama dan penyakit tumbuhan

4. Mengetahui indikator pertanian berkelanjutan dilihat dari pendugaan

cadangan karbon

5. Mengetahui indikator pertanian berkelanjutan dilihat dari aspek sosial

ekonomi pertanian

1.3 Manfaat

Manfaat yang bisa didapatkan adalah dapat mengidentifikasi aspek-

aspek yang mempengaruhi keberlanjutan pertanian mulai dari karakteristik

lanskap, kualitas air, biodiversitas (dari aspek agronomi dan hama penyakit),

pendugaan cadangan karbon dan sosial ekonomi di Desa Tulungrejo

Kecamatan Ngantang.

3

BAB II

METODOLOGI

2.1 Tempat Dan Waktu Pelaksanaan

Tempat pelaksanaan Fieldtrip Pertanian Berlanjut adalah di Desa

Tulungrejo, Kecamatan Ngantang, Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur.

Waktu Pelaksanaan Fieldtrip Pertanian Berlanjut yaitu pada hari Sabtu, 8

Oktober 2016.

2.2 Metode Pelaksanaan

2.2.1 Pemahaman Karakteristik Lanskap

a. Alat dan Bahan

Tabel 1. Alat dan Bahan Pemahaman Karakteristik Lanskap

No. Alat dan Bahan Fungsi

1 Alat tulis Mencatat hasil pengamatan

2 Kamera Mendokumentasikan pengamatan lanskap

b. Langkah Kerja

Mengisikan hasil pengamatan ke dalam form pengamatan untuk setiap titik

Melakukan pengamatan mengenai tingkat tutupan, yaitu kanopi dan seresahnya

Mengidentifikasi jenis vegetasi dan menghitung jumlahnya

Melakukan pengamatan secara menyeluruh terhadap berbagai bentuk penggunaan lahan yang ada. Lalu mengisikannya pada kolom penggunaan

lahan dan mendokumentasikan dengan kamera

Menentukan lokasi yang representatif sehingga dapat melihat lanskap secara keseluruhan

Menyiapkan alat dan bahan

4

2.2.2 Pengukuran Air

a. Alat dan Bahan

Tabel 2. Alat dan Bahan Pengukuran Air

No. Alat dan Bahan Fungsi

1. Botol 600 ml Wadah penyimpanan sampel air

2. Tabung/botol

dengan ketinggian 40

cm

Wadah pengukuran kekeruhan air

3. Secchi disc Alat mengukur kekeruhan air

4. Meteran Alat mengukur kedalaman secchi disc

5. Termometer Alat mengukur suhu air

6. Multi Water Quality

Checker

Alat mengukur pH dan DO air

7. Air Bahan yang akan diamati

b. Langkah Kerja

Pengambilan Sampel Air

Menyimpan baik-baik sampel air dan segera bawa ke laboratorium untuk di analisa

Memberi label berisi tempat pengambilan sampel

dan nama pengambil sampel

Mengambil sampel air menggunakan botol ukuran 600 ml,

dan tutup rapat-rapat

Mengambil sampel air dan tidak boleh terkontaminasi

(tidak ada orang yang masuk dalam sungai)

Menyiapkan alat dan bahan

5

Pengamatan secchi disc

Pengamatan Suhu

Membaca berapa centimeter kedalaman Secchi disc yang ditunjukan

Mengamati secara tegak lurus sampai warna hitam-putih pada secchi disc tidak dapat dibedakan

Memasukkan secchi disc ke dalam tabung yang berisi air secara perlahan-lahan

Mengaduk air secara merata

Mengambil sampel air dan tuangkan ke dalam tabung/botol air mineral sampai ketinggian 40 cm

Menyiapkan alat dan bahan

Mengamati suhu pada termometer, dan catat pada form pengamatan

Membiarkan selama 1-2 menit

Memasukkan termometer kedalam botol namun tidak sampai menyentuh dasar botol

Mengaduk air secara merata

Mengambil sampel air dan tuangkan ke dalam tabung/botol air mineral sampai ketinggian 40 cm

Menyiapkan alat dan bahan

6

Pengamatan di laboratorium

Menekan tombol light 1 x untuk memperjelas layar monitor dan tekan 1 x lagi untuk kembali kesemula

Mencatat informasi mengenai pH air dan DO air

Menekan tombol Meas 1 x, tunggu sesaat angka pada monitor akan berkedip-kedip, sebagai tanda bahwa alat sensor sedang bekerja dan berhenti setelah

semua sendor berfungsi

Untuk memprogram semua parameter tekan tombol Esc 1 x

Menekan tombol panah ke arah (atas,bawah, kiri dan kanan) sesuai kebutuhan dan bila ingin kembali kesemua tekan enter

Menekan enter 1 x untuk melihat semua parameter dan enter 2 x untuk melihat per-parameter

Menekan tombol power selama 3 detik untuk menghidupkan

Memasukkan sensor kedalam sampel air

Memasang baterai di data loger

Multi Water Quality Checker telah di program secara otomatis

Merangkaikan semua komponen multi water quality checker yang terdiri dari : data longer, kabel, sensor probe & baterai

7

2.2.3 Pengukuran Biodiversitas

2.2.3.1 Aspek Agronomi

2.2.3.1.1 Biodiversitas Tanaman

a. Alat dan Bahan

Tabel 3. Alat dan Bahan Biodiversitas Tanaman

b. Langkah Kerja

No. Alat dan bahan Fungsi

1. Meteran Mengukur jarak tanam, tanaman satu dengan tanaman lainnya

2. Alat tullis Mencatat hasil pengamatan ke dalam tabel pengamatan

3. Kamera Mendokumentasi objek pengamatan

Menggambar sketsa tutupan lahan lanskap dan didokumentasikan

Menentukan titik pengamatan yang dapat melihat seluruh hahamparan lanskap

Hasil pengamatan disajikan dalam bentuk tabel

Mencatat karakteristik tanaman budidaya di setiap tutupan lahan yang telah ditentukan

Menentukan titik pada jalur transek yang mewakili masing-masing tutupan lahan dalam hamparan lanskap

Membuat jalur transek pada hamparan yang akan dianalisis

Menyiapkan alat dan bahan

8

2.2.3.1.2 Keragaman dan Analisa Vegetasi

a. Alat dan Bahan

Tabel 4. Alat dan Bahan Keragaman dan Analisa Vegetasi

b. Langkah kerja

No Alat dan Bahan Fungsi

1. Petak kuadrat ukuran

50 cm x 50 cm

Sampel plot

2. Pisau Memotong gulma

3. Kamera Mendokumentasi

4. Buku flora Sebagai panduan mengidentifikasi

gulma

5. Kantong plastik Sebagai tempat gulma

6. Kalkulator analitik Alat untuk menghitung

7. Alat tulis Mencatat data

8. Alkohol 75 % Mengawetkan gulma

9. Kapas Sebagai media alkohol

Mengidentifikasi gulma yang belum teridentifikasi

Mencatat hasil pengamatan dan melakukan dokumentasi

Menghitung jumlah, D1 dan D2 tiap-taip spesies

Melakukan identifikasi gulma yang terdapat pada tiap plot, masukkan gulma ke dalam kantong plastik jika tidak diketahui namanya

Meletakkan frame 50 cm x 50 cm pada tiap plot pengamatan

Memilih 3 plot pengamatan pada setiap jenis penggunaan lahan

Menyiapkan alat dan bahan

9

2.2.3.2 Aspek Hama Penyakit

2.2.3.2.1 Biodiversitas Arthropoda

a. Alat dan Bahan

Tabel 5. Alat dan Bahan Biodiversitas Arthropoda

b. Langkah Kerja

Sweep net

No. Alat dan Bahan Fungsi

1. Alat tullis Mencatat hasil pengamatan ke dalam

tabel pengamatan

2. Kamera Mendokumentasi objek pengamatan

3. Kapas Sebagai media alkohol

4. Alkohol Mengawetkan serangga

5. Plastik 1 kg Sebagai media meletakkan serangga

6. Kertas label Menamai plastik wadah serangga

Mengindentifikasi serangga, peranannya, dan jumlahnya

Mendokumentasikan serangga yang tertangkap pada sweepnet

Serangga yang tertangkap dimasukkan ke dalam plastik yang berisikan

kapas yang diberi alkohol

Menangkap serangga dengan mengayunkan sweepnet

(satu langkah sama dengan tiga kali ayunan)

Menyiapkan alat dan bahan

10

Pit fall

Yellow Trap

Mengindentifikasi serangga, peranannya, dan jumlahnya

Mendokumentasikan serangga yang tertangkap pada pit fall

Memasukkan serangga ke dalam plastik yang sudah berisikan kapas yang diberi alkohol

Mengambil serangga yang sudah tertangkap di dalam pit fall

Mengambil pitfall yang sudah disediakan pada plot tersebut

Menyiapkan alat dan bahan

Mengindentifikasi serangga, peranannya, dan jumlahnya

Mendokumentasikan serangga yang tertangkap pada yellow trap

Mengambil yellow trap yang sudah terpasang di tengah plot

Menyiapkan alat dan bahan

11

2.2.3.2.2 Biodiversitas Penyakit

a. Alat dan Bahan

Tabel 6. Alat dan Bahan Biodiversitas Penyakit

b. Langkah Kerja

2.2.4 Pendugaan Cadangan Karbon

a. Alat dan Bahan

Tabel 7. Alat dan Bahan Pendugaan Cadangan Karbon

No. Alat dan Bahan Fungsi

1. Alat tulis Mencatat hasil pengamatan

2. Kamera Mendokumentasikan hasil dari pengamatan

b. Langkah Kerja

No. Alat dan Bahan Fungsi

1. Alat tullis Mencata hasil pengamatan ke dalam

tabel pengamatan

2. Kamera Mendokumentasi objen pengamatan

Mengidentifikasi penyakit yang terdapat pada tanaman dan mencatat hasil identifikasi

Mendokumentasikan tanaman yang memiliki gejala dan tanda

indikasi terserang penyakit

Mengamati gejala dan tanda pada tanaman yang ada di lokasi pengamatan

Mencatat ke dalam hasil pengamatan

Menghitung jumlah spesies yang ada di tempat pengamatan

Mengamati vegetasi yang ada pada tempat pengamatan

12

2.2.5 Identifikasi Keberlanjutan Lahan dari Aspek Sosial Ekonomi

Metode ini berguna untuk mengetahui keberlanjutan lahan yang

ditinjau dari 4 aspek, yaitu economically viable (keberlangsungan secara

ekonomi), ecologically sound (ramah lingkungan), socially just (berkeadilan)

dan culturally acceptable (berakar pada budaya setempat). Indikator-

indikator yang diperhatikan antara lain:

1. Macam/jenis komoditas yang ditanam

2. Akses terhadap sumber daya pertanian

3. Penguasaan lahan

4. Sarana produksi

5. Faktor-faktor produksi

6. Akses pasar

7. Ramah lingkungan

8. Diversifikasi sumber pendapatan

9. Kepemilikan ternak

10. Kearifan lokal

11. Kelembagaan

a. Alat dan Bahan

Tabel 8. Alat dan Bahan Identifikasi Keberlanjutan Lahan dari Aspek

Sosial Ekonomi

No. Alat dan Bahan Fungsi

1. Alat tulis Mencatat hasil pengamatan

2. Kamera Mendokumentasikan hasil pengamatan

b. Langkah Kerja

Melakukan wawancara kepada petani

Menemui petani (narasumber) pada plot 3 (tanaman semusim)

13

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil

3.1.1 Kondisi Umum Wilayah

Kegiatan Fieldtrip Pertanian Berlanjut 2016 ini dilakukan di Desa

Tulungrejo, Kecamatan Ngantang, Kabupaten Malang. Desa Tulungrejo

merupakan salah satu desa di Kecamatan Ngantang yang masuk dalam

kawasan Sub Daerah Aliran Sungai (DAS) Kali Konto yang merupakan salah

satu bagian dari hulu sungai Brantas. Kali Konto secara administratif

membentang mulai dari kecamatan Ngantang hingga kecamatan Pujon

yang meliputi 20 desa dengan luas 23.804 ha. Bagian bawah DAS Kali Konto

hulu terletak di sebelah barat yang termasuk wilayah kecamatan

Ngantang, pada ketinggian antara 600-1.400 mdpl, meliputi luasan sekitar

9.044 ha. (Hairiah et, al., 2010)

Pada lokasi pengamatan, terbagi dalam 4 macam penggunaan

lahan mulai dari plot 1 sampai plot 4. Plot 1 terletak di lereng bagian atas.

Pada plot ini, jenis penggunaan lahannya (land use) adalah hutan, dengan

dominasi tutupan lahan (land cover) monokultur pinus. Selain itu, ada

juga tanaman lain seperti sengon, jati, durian dan pisang namun

populasinya hanya sedikit. Kerapatan vegetasi di plot 1 ini tergolong

sedang.

Plot 2 berada di lereng bagian tengah, dimana jenis penggunaan

lahannya (land use) adalah agroforestri dengan berbagai tutupan lahan

(land cover) yaitu kopi, kakao, pisang, durian, sengon, nangka, talas, dan

cabai. Pada plot 2 ini, kerapatan vegetasinya tinggi karena banyaknya

tanaman yang ada di lokasi. Selanjutnya, plot 3 berada di lereng bagian

tengah dan bawah, dan jenis penggunaan lahannya (land use) adalah

tanaman semusim dengan berbagai tutupan lahan (land cover) yaitu

kubis, wortel, terong, jagung, pisang, pohon waru, kelapa dan bambu.

Sama dengan plot 2, pada plot 3 kerapatan vegetasinya juga tergolong

tinggi. Dan yang terakhir adalah plot 4, dimana plot ini terletak pada

lereng bagian bawah, jenis penggunaan lahannya (land use) adalah

campuran antara tanaman semusim dengan pemukiman warga. Tutupan

lahan (land cover) di plot 4 antara lain jagung, pisang, sengon, kelapa, dan

jati. Berikut adalah foto penggunaan lahan pada masing-masing plot.

14

3.1.2 Indikator PB dari Aspek Biofisik

3.1.2.1 Kualitas Air (Hasil dan Pembahasan)

Tabel 9. Hasil Pengamatan Kualitas Air

Plot Ulangan

Jenis Pengamatan

Kedalaman secchi

disc Suhu pH DO

1

1 40 cm 22 5,65 0,01

2 40 cm 23 5,17 0,00

3 40 cm 22 5,56 0,01

2

1 40 cm 23 5,75 0,01

2 40 cm 23 5,86 0,01

3 40 cm 23 5,89 0,01

3

1 40 cm 24 5,67 0,01

2 40 cm 23 5,60 0,01

3 40 cm 23 5,61 0,01

4

1 40 cm 23 5,87 0,01

2 40 cm 23 5,89 0,01

3 40 cm 23 5,87 0,00

Gambar 1. Penggunaan Lahan

Plot 1 (Hutan)

Gambar 2. Penggunaan Lahan

Plot 2 (Agroforestri)

Gambar 3. Penggunaan Lahan

Plot 3 (Tanaman

Semusim)

Gambar 4. Penggunaan Lahan Plot

4 (Tanaman Semusim dan

Pemukiman)

15

Berdasarkan tabel 9, didapatkan hasil untuk kedalaman secchi disc pada

setiap ulangan di semua plot adalah sebesar 40 cm. Suhu yang terdapat pada

setiap plot adalah berkisar antara 22 ̊- 23 ̊C. pH yang terdapat disetiap ulangan

di semua plot berkisar antara 5,17 – 5,89. DO yang diperoleh dari setiap ulangan

di semua plot berkisar antara 0,00 – 0,01

Jika dilihat dari data kedalaman secchi disc maka dapat diketahui bahwa air

pada daerah tersebut belum mengalami banyak sedimentasi. Kedalaman secchi

disk juga dapat menjadi salah satu alat untuk menunjukan indikator kekeruhan.

Kekeruhan dapat menyebabkan terhambatnya penetrasi cahaya ke dalam air

sehingga akan menurunkan nilai kecerahan perairan (Nybakken, 1988).

Kedalaman secchi disc menunjukan kedalaman 40 cm hal ini juga menunjukan

bahwa dengan kecerahan air tersebut memiliki tingkat kesuburan yang sangat

tinggi atau hypertrofik. Menurut henderson dkk (1987) perairan dengan

kecerahan dibawah 300 cm tergolong perairan yutropik, sedangkan OECD ()

menggolongkan perairan dengan kecerahan maksimum ≤ 70 cm sebagai

perairan yang hipertrofik. Oleh karena itu air di daerah tersebut masih baik jika

dilihat dari kekeruhannya dan kecerahan secchi disc, karena tidak menjadi

penghambat untuk masuknya cahaya kedalam air serta tergolong kepada

perairan dengan tingkat kesuburan tinggi. Berdasarkan data suhu pada tabel

maka dengan suhu 22̊ C – 24 ̊C maka air di daerah tersebut masih mendukung

dalam hal pertumbuhan bagi mikroba. Suhu sangat berperan mengendalikan

kondisi ekosistem perairan. Peningkatan suhu juga dapat menyebabkan

terjadinya peningkatan dekomposisi bahan organik oleh mikroba. Kisaran suhu

optimum bagi pertumbuhan fitoplankton di perairan adalah 20̊ C - 30̊ C

(Effendi,2003).

Jika dilihat dari data pH maka kualitas air tersebut tidak memenuhi syarat

untuk kehidupan organisme air. Karena data menunjukan bahwa pH yang

ditemukan berkisar 5,17-5,89. Air normal yang memenuhi syarat untuk suatu

kehidupan mempunyai pH kisaran 6,5-7,5 (Wardhana, 2004). Nilai pH air yang

tidak tercemar biasanya mendekati netral (pH 7) dan memenuhi kehidupan

hampir semua organisme air (Syofyan dkk, 2011). Oleh karena itu dengan pH

5,17-5,89 tidak memenuhi syarat untuk kehidupan organisme air. Berdasarkan

data DO maka kualitas air di daerah tersebut adalah buruk karena DO yang

terdapat pada sungai itu adalah kisaran 0,00 – 0,01 mg/l. Perairan dapat

dikategorikan sebagai perairan yang baik dan tingkat pencemarannya rendah,

jika kadar oksigen terlarutnya > 5 mg/l (Salmin, 2005). Oleh karena itu

berdasarkan parameter oksigen terlarutnya air di daerah tersebut minim akan

oksigen.

16

3.1.2.2. Biodiversitas Tanaman

Tabel 10. Pengamatan Biodiversitas Tanaman di Hutan (Plot 1)

Berdasarkan tabel 10, dapat diketahui bahwa pada lahan hutan banyak

ditemui tanaman pinus karena pada lahan tersebut termasuk perkebunan

pinus dengan sebaran rata. Ada tanaman jati dengan sebaran kelompok dan

ada tanaman mahoni, sengon, pisang, dan durian dengan sebaran plot. Hutan

berfungsi secara alami sebagai dasar kehidupan di atas permukaan bumi ini.

Selain menghasilkan kayu, ada juga hasil hutan non kayu dan jasa lingkungan.

Hasil hutan non kayu berupa damar, rotan, bahan obat-obatan, dalan lainnya,

sedangkan jasa lingkungan seperti menampung air, menahan banjir,

mengurangi erosi dan sedimentasi, sumber keanekaragaman hayati dan

menyerap karbon sehingga mengurangi pencemaran udara, serta sebagai

tempat dan sumber kehidupan satwa dan makhluk hidup lainnya (Uluk et al.,

2001). Sesuai dengan lahan hutan yang kita amati bahwa di lahan tersebut ada

tanaman pinus, jati, mahoni, dan sengon adalah tanaman kayu sedangkan

tanaman pisang dan durian adalah tanaman non kayu.

Tutupan Lahan

Spesies Tanaman

Informasi tutupan Lahan & Tanaman dalam lanskap

Luas Jarak

tanam (m)

Populasi Sebaran

Plot 1 (Hutan)

Mahoni

1 Ha

- 21 Plot

Sengon - 17 Plot

Pisang - 10 Plot

Durian - 5 Plot

Jati - 30 Kelompok

Pinus 3 x 4 833 Rata

17

Tabel 11. Pengamatan Biodiversitas Tanaman di Agroforestri (Plot 2)

Tutupan Lahan

Spesies Tanaman

Informasi Tutupan Lahan & Tanaman dalam Lanskap

Luas (ha)

Jarak Tanam

(m) Populasi Sebaran

Plot 2 (Agroforestri)

Kopi

1

1,9 x 2,25

2.339 Merat

a

Pisang - 11 Plot

Durian - 2 Plot

Sengon 2,7 x 2,54

217 Merat

a

Nanka - 6 Plot

Talas - 17 Plot

Cabai 0,9 x 2,65

4.192 Merat

a

Berdasarkan tabel 10, dapat diketahui bahwa pada lahan agroforestri, jenis

tanamannya antara lain kopi, sengon, dan cabai dengan sebaran yaitu merata.

Untuk tanaman pisang, durian, nangka, dan talas ditanami dengan sebaran

plot. Menurut Pujiono,dkk (2013) keragaman jenis tanaman pada agroforestri

merupakan salah satu upaya untuk menghindari kegagalan produksi berbasis

komoditi tunggal sekaligus menciptakan keseimbangan lingkungan dan

keamanan pangan (security foods). Oleh karena itu pada lahan tersebut banyak

ditemui keragaman jenis tanaman yang berupaya untuk menghindari

kegagalan produksi berbasis komoditi tunggal.

Tabel 12. Pengamatan Biodiversitas di Tanaman Semusim (Plot 3)

Tutupan Lahan

Spesies Tanaman

Informasi Tutupan Lahan & Tanaman dalam Lanskap

Luas (ha)

Jarak Tanam (m)

Populasi Sebaran

Plot 3 (Tanaman Semusim)

Kubis

1

0,5 x 0,5

4.000 Rata

Wortel 0,2 x 0,2

25.000 Rata

Terong 0,75 173 Sedang

Jagung 0,7 x 0,3

4.762 Rapat

Pisang - 20 Plot

Waru - 49 Plot

Kelapa - 25 Plot

Bambu - 30 Kelompok

18

Berdasarkan tabel 11, dapat diketahui bahwa pada lahan tanaman

semusim, petani menggunakan sistem tanam polikultur dengan tanaman

utamanya yaitu tanaman kubis, wortel, dan jagung yang mempunyai sebaran

merata. Tanaman lainnya adalah terong, waru, pisang, kelapa, dan bambu.

Menurut Noordwijk et al. (2004) menyatakan tutupan lahan oleh pohon

(tutupan pohon) dengan segala bentuknya dapat mempengaruhi aliran air.

Peningkatan jumlah penduduk selalu diikuti oleh peningkatan kebutuhan

lahan. Oleh karena itu, pada lahan tersebut banyak ditanami sayur-sayuran

yang hasil produksinya sebagian besar dijual di pasar dan untuk dikonsumsi

oleh penduduk sekitar.

Tabel 13. Pengamatan Biodiversitas pada Tanaman Semusim dan Pemukiman

(Plot 4)

Tutupan Lahan Spesies Tanaman

Informasi Tutupan Lahan & Tanaman dalam Lanskap

Luas (ha)

Jarak Tanam

Populasi Sebaran

Plot 4 (Tanaman Semusim+Pemukiman)

Jagung

1

70 cm x 30 cm

47.619

Rata

Pisang - 22 Plot

Sengon - 50 Plot

Kelapa - 29 Plot

Jati - 40 Plot

Berdasarkan tabel 13, dapat diketahui bahwa pada lahan tanaman

semusim dan pemukiman banyak ditanami tanaman jagung dengan sebaran

merata. Untuk tanaman pisang, kelapa, sengon, dan jati ditanami dengan

sebaran plot. Karena pada lahan tersebut petani mengutamakan jagung

sebagai tanaman semusim yang banyak ditanam pada lahan tersebut. Menurut

de la Cretaz dan Barten (2007) perubahan penggunaan lahan dari lahan terbuka

(hutan, kebun atau tegalan) menjadi lahan untuk pemukiman menyebabkanin

filtrasi air permukaan berkurang, meningkatkan aliran permukaan, dan

pengisian kembali air tanah menjadi berkurang. Lebih lanjut As- syakur et al.

(2008) menegaskan semakin banyak area terbangun di DAS maka proses

peresapan air permukaan menjadi air tanah akan terganggu, tingginya debit

sungai pada saat musim hujan yang dapat menyebabkan terjadinya banjir,

sehingga dengan adanya tanaman pisang, kelapa, sengon dan jati bisa

mengurangi terjadinya bahaya banjir pada lahan tersebut.

19

0

0.2

0.4

0.6

0.8

1

1.2

1.4

1.6

1.8

H' C

Perhitungan Analisa Vegetasi Gulma

Perkebunan Pinus

Agroforestri

Semusim

Semusim dan Pemukiman

Tabel 14. Perhitungan Analisa Vegetasi Gulma

No Lokasi Koefisien Komunitas (C)

Indeks Keragaman (H’)

Indeks Dominansi (C)

1. Hutan

45,61

1,60 0,24

2. Agroforestri 1,54 0,25

3. Tanaman Semusim 1,52 0,23

4. Tanaman Semusim dan Pemukiman

1,31 0,29

Gambar 5. Grafik Perhitungan Analisa Vegetasi Gulma

Berdasarkan hasil analisa vegetasi gulma pada plot 1 (hutan), plot 2

(agroforestri), plot 3 (tanaman semusim), dan plot 4 (tanaman semusim dan

pemukiman), didapat hasil koefisien komunitasnya (C) yaitu sebesar 45,61

(kurang dari 75) yang artinya komunitas gulma di keempat plot tersebut

komposisinya berbeda, sehingga cara pengendalian gulma di keempat plot juga

berbeda (Palijima, W., J. Riry dan A. Y. Wattimena, 2012). Kemudian untuk

indeks keragaman (H’) pada lansekap ialah sebesar 5,96 artinya

keanekaragaman dalam lanskap tinggi, stabilitas ekosistem mantap, dan

produktivitas tinggi. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Fitiana, 2006 dalam

Mardiyanti, D. E., Kurniawan P. J., dan Medha Baskara (2013), bahwa hasil nilai

indeks keragaman (H’) lebih besar dari 3,322 maka dikatakan memiliki

keanekaragaman tinggi, stabilitas ekosistem mantap, produktivitas tinggi dan

tahan terhadap tekanan ekologis. Untuk masing-masing penggunaan lahan, H’

baik pada penggunaan lahan hutan, agroforestri, semusim serta semusim dan

pemukiman rata-rata mempunyai nilai lebih dari 1. H’ terbesar ialah pada hutan

yaitu sebesar 1,60, sedangkan H’ terendah ialah sebesar 1,31 yaitu pada

20

penggunaan lahan semusim dan pemukiman. Oleh karena itu dapat dikatakan

bahwa keanekaragaman gulma diseluruh penggunaan lahan ialah sedang yang

mana produktivitas cukup dengan kondisi ekosistem yang cukup seimbang dan

tekanan ekologisnya sedang. Hal tersebut terjadi karena H’ lebih besar dari 1

dan kurang dari 3,3. Untuk nilai indeks dominasi simpson (C) pada lanskap yaitu

1,02 atau D = 1, artinya terdapat spesies yang mendominasi spesies lainnya

atau struktur komunitas labil karena terjadi tekanan ekologis (Odum, 1971

dalam Mardiyanti, D. E., Kurniawan P. J., dan Medha Baskara, 2013). Sedangkan

untuk indeks dominasi simpson (C) pada masing-masing penggunaan lahan

ialah bahwa C terbesar ada pada penggunaan lahan semusim dan perkebunan

yaitu sebesar 0,29, sedangkan C terendah ada pada penggunaan lahan semusim

yaitu sebesar 0,23. C menunjukkan indeks dominasi yang mana C berkisar

antara 0-1 atau D = 0 berarti tidak terdapat spesies yang mendominasi spesies

lainnya atau struktur komunitas dalam keadaan stabil.

21

3.1.2.3 Biodiversitas Hama Penyakit

Tabel 15. Pengamatan Biodiversitas Arthropoda pada Masing-Masing Plot

Lokasi Pengambilan

Sampel Nama Lokal Nama Ilmiah Jumlah

Fungsi (H,MA,SL)

Plot 1 Perkebunan

(Pinus)

Anggang-anggang

Gerris marginatus 2 Serangga

lain

Belalang kayu

Valanga nigricornis 1 Serangga

lain

Semut hitam Dolichoderus thoracicus 12 Serangga

lain

Jangkrik Gryllus assimilis 1 Serangga

lain

Laba-laba ayah kaki panjang

Pholcus phalangiodes 3 Musuh alami

Penggerek kulit/batang

cabang Dyorictia sp 1 Hama

Plot 2 Agroforestri

(Kopi)

Semut Rangrang

Oecophylla smaragdina 5 Musuh Alami

Laba-laba lompat

Salticidae phidippus audax

1 Musuh Alami

Semut hitam Dolichoderus thoracicus 3 Musuh Alami

Lalat apung/lalat

bunga Episyrphus balteatus 4

Musuh Alami

Belalang sembah

Atractomorpha crenulata

3 Musuh Alami

Kumbang kubah spot

Epilachna sparsa 2 Musuh Alami

Lalat tachinid Tachininae leskinii 3 Hama

Penggerek buah kopi

Hypothenemus hampei 1 Hama

Kupu-kupu Evening Brown

Melanitis leda 1 Serangga

Lain

Dung beetle Onitis aygulus 1 Serangga

Lain

Plot 3 Semusim (Kubis)

Semut hitam Dolichoderus thoracicus 3 Serangga

Lain

Kutu jagung Sitophilus zeamais 1 Serangga

Lain

22

Dari tabel pengamatan biodiversitas arthropoda pada masing-

masing Plot diatas dapat diketahui bahwa Plot 1 merupakan perkebunan

pinus, plot 2 merupakan agroforestri dengan komoditas kopi, plot 3

merupakan tanaman semusim dengan komoditas kubis, serta plot 4

merupakan tanaman semusim dan pemukiman dengan komoditas jagung.

Didapatkan biodiversitas arthropoda dari satu plot ke plot yang lain tidak

sama biodiversitasnya, yaitu pada plot 1 ditemukan 20 arthropoda yang

masing-masih tergolong hama berjumlah 1, musuh alami berjumlah 3, dan

serangga lain berjumlah 16. Selanjutnya pada plot 2 ditemukan 24

arthropoda yang tergolong hama sejumlah 4 , musuh alami sejumlah 18

dan serangga lain sejumlah 2. Selanjutnya pada plot 3 ditemukan 47

arthropoda yang tergolong hama sejumlah 3 , musuh alami sejumlah 40

dan serangga lain sejumlah 4. Kemudian pada plot 4 ditemukan 15

arthropoda yang tergolong hama sejumlah 4 , musuh alami sejumlah 6 dan

serangga lain sejumlah 5.

Kumbang Kubah Spot

Epilachna sparsa 2 Musuh Alami

Belalang Kayu

Valanga Nigricornis 2 Hama

Jangkrik Gryllus sp 1 Hama

Tomcat Paederus fuscipes 2 Musuh Alami

Diadegma Diadegma semiclausum 36 Musuh Alami

Plot 4 Pemukiman

dan Semusim (Jagung)

Kumbang Kubah Spot

M

Menochillus sexmaculatus

2 Musuh Alami

Tomcat Paederus fuscipes 1 Musuh Alami

Laba-laba Araneus diadematus 3 Musuh Alami

Belalang Hijau

Oxya chinensis 1 Hama

Semut Monomorium pharaonis 4 Serangga

Lain

Semut Hitam Dolichoderus thoracicus 1 Serangga

Lain

Lalat Bibit Atherigona exigua 2 Hama

Kumbang Bubuk

Sitophilus zeamais motsch

1 Hama

23

Tabel 16. Manfaat Peranan Layanan Lingkungan dalam Lanskap Agroekosistem

Plot Jenis Serangga yang ditemukan Peranan

(Polinator/Musuh alami)

Jumlah

1 Laba-laba ayah kaki panjang Musuh alami 3

2

Semut Rangrang Musuh alami 5

Laba-laba lompat Musuh alami 1

Semut hitam Musuh alami 3

Lalat apung/lalat bunga Musuh alami 4

Belalang sembah Musuh alami 3

Kumbang kubah spot Musuh alami 2

Kupu-kupu Evening Brown Polinator 1

3

Tomcat Musuh Alami 2

Kumbang Kubah Spot Musuh Alami 2

Diadegma Musuh Alami 36

4

Kumbang Kubah Spot M Musuh Alami 2

Tomcat Musuh Alami 1

Laba-laba Musuh Alami 3

Dari tabel diatas dapat diketahui dari plot 1 hingga plot 4 memiliki

peranan arthropoda sebagai polinator dan musuh alami yang tidak sama

jenis serangga yang ditemukan. Pada plot 1 terdapat musuh alami

sejumlah 3, pada plot 2 terdapat musuh alami sejumlah 21 dan polinator

sejumlah 1. Selanjutnya pada plot 3 terdapat musuh alami sejumlah 40.

Serta pada plot 4 terdapat musuh alami sejumlah 6. Data tersebut beragam

jenis serangga atau arthropoda karena dari tanaman yang dibudidayakan

juga berbeda.

Tabel 17. Komposisi Peranan Arthropoda dalam Hamparan Plot 1

Titik

pengambilan

sampel

Jumlah individu Prosentase (%)

Hama MA SL Total Hama MA SL

Titik 1 - - 3 3 - - 15

Titik 2 - - 7 7 - - 35

Titik 3 - 1 5 6 - 5 25

Titik 4 1 2 1 4 5 10 5

Total 1 3 16 20 5 15 80

24

Dari data komposisi peranan arthropoda dalam hamparan plot 1

yang didapatkan pada 4 titik dapat diketahui arthropoda yang sangat

dominan yaitu serangga lain dengan prosentase 80%. Yang kedua yaitu

musuh alami dengan prosentase 15%, serta hama dengan prosentase 5%

Tabel 18. Kompoisi Peranan Arthropoda dalam Hamparan Plot 2

Titik Pengambilan

Sampel

Jumlah Individu Prosentase(%)

Hama MA SL Total Hama MA SL

Titik 1 - 9 - 9 - 37,5 -

Titik 2 3 8 - 11 12,5 33,3 -

Titik 3 1 - 1 2 4,17 - 4,17

Titik 4 - 1 1 2 - 4,17 4,17

Total 4 18 2 24 16,67 74,97 8,34

Dari data komposisi peranan arthropoda dalam hamparan plot 2

yang didapatkan pada 4 titik dapat diketahui arthropoda yang sangat

dominan yaitu musuh alami dengan prosentase 74,97%. Yang kedua yaitu

serangga lain dengan prosentase 8,34%, serta hama dengan prosentase

16,67%.

Tabel 19. Komposisi Peranan Arthropoda dalam Hamparan Plot 3

Titik Pengambilan

Sampel

Jumlah Individu Prosentase (%)

Hama MA SL Total Hama MA SL

Titik 1 - 1 4 5 - 2,13 8,51

Titik 2 - 36 - 36 - 76,60 -

Titik 3 2 1 - 3 4,25 2,13 -

Titik 4 1 2 - 3 2,13 4,25 -

Total 3 40 4 47 6,38 85,11 8,51

Dari data komposisi peranan arthropoda dalam hamparan plot 3

yang didapatkan pada 4 titik dapat diketahui arthropoda yang sangat

dominan yaitu musuh alami dengan prosentase 85,11%. Yang kedua yaitu

serangga lain dengan prosentase 8,51%, serta hama dengan prosentase

6,38%.

25

Tabel 20. Komposisi Peranan Arthropoda dalam Hamparan Plot 4

Titik Pengambilan

Sampel

Jumlah Individu Prosentase (%)

Hama MA SL Total Hama MA SL

Titik 1 1 2 - 3 6,67 13,33 -

Titik 2 - 3 - 3 - 20 -

Titik 3 1 1 5 7 6,67 6,67 33,33

Titik 4 2 - - 2 13,33 - -

Total 4 6 5 15 26,67 40 33,33

Dari data komposisi peranan arthropoda dalam hamparan plot 1

yang didapatkan pada 4 titik dapat diketahui arthropoda yang sangat

dominan yaitu musuh alami dengan prosentase 40%. Yang kedua yaitu

serangga lain dengan prosentase 33,33%, serta hama dengan prosentase

26,67%.

Tabel 21. Segitiga Fiktorial Hama, Musuh Alami, dan Serangga Lain pada

Masing-Masing Plot

Plot Segitiga fiktorial

Plot 1

SL

100

H

100

MA

100

26

Plot 2

Plot 3

Dari tabel segitiga fiktorial pada masing-masing plot dapat

diketahui untuk plot 1 yang paling dominan yaitu serangga lain, pada plot

2 yaitu musuh alami, dan pada plot 3 yaitu musuh alami, serta pada plot 4

yaitu musuh alami.

27

Gambar 6. Grafik Perbandingan Hama, Musuh Alami, dan Serangga Lain antar

plot

Dari grafik perbandingan antara plot 1 hingga plot 4 memiliberbeda,

diketahui dari plot 1 denga arthropoda yang sangat dominan yaitu serangga lain,

selanjutnya plot 2 hingga plot 4 arthropoda yang paling dominan sama yaitu

arthropoda yang berperan sebagai musuh alami. Pada ke empat plot diatas

arthropoda yang berperan sebagai musuh alami paling banyak yaitu pada plot 3

sejumlah 40, kemudian arthropoda yang berperan sebagai hama yaitu paling

banyak pada plot 2 dan 4 yaitu sejumlah 4, serta arthropoda yang berperan

sebagai serangga lain paling banyak pada titik 1 sebanyak 16.

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

Plot 1 Plot 2 Plot 3 Plot 4

Hama

Musuh alami

Serangga Lain

28

Tabel 22. Biodiversitas Arthropoda dan Dokumentasi serta Penyakit pada

Tanaman

Lokasi Pengambilan

Sampel Nama Lokal Nama Ilmiah Dokumentasi

Plot 1 Perkebunan

(Pinus)

Anggang-anggang

Gerris marginatus

Belalang kayu Valanga nigricornis

Semut hitam Dolichoderus thoracicus

Jangkrik Gryllus assimilis

Laba-laba ayah kaki panjang

Pholcus phalangiodes

Penggerek kulit/batang cabang

Dyorictia sp

Plot 2 Agroforestri

(Kopi)

Semut Rangrang

Oecophylla smaragdina

Laba-laba lompat

Salticidae phidippus audax

Semut hitam Dolichoderus thoracicus

Lalat apung/lalat bunga

Episyrphus balteatus

29

Belalang sembah

Atractomorpha crenulata

Kumbang kubah spot

Epilachna sparsa

Lalat tachinid Tachininae leskinii

Penggerek buah kopi

Hypothenemus hampei

Kupu-kupu Evening Brown

Melanitis leda

Dung beetle Onitis aygulus

Plot 3 Semusim (Kubis)

Semut hitam Dolichoderus thoracicus

Kutu jagung Sitophilus zeamais

Kumbang Kubah Spot

Epilachna sparsa

Belalang Kayu Valanga Nigricornis

Jangkrik Gryllus sp

Tomcat Paederus fuscipes

Diadegma Diadegma semiclausum

Plot 4 Pemukiman

dan Semusim (Jagung)

Kumbang Kubah Spot M

Menochillus sexmaculatus

Tomcat Paederus fuscipes

30

Tabel 23. Penyakit pada Masing-Masing Plot

Plot Nama Lokal Nama Ilmiah Dokumentasi

1 Tidak terdapat penyakit

2

Layu kopi Coffee wilt disease

Jamur upas Corticium

salmonicolor

Karat daun kopi Hemileia vastatrix

3 Busuk hitam Xanthomonas

campestris sp

4 Hawar daun

Helmithosporium

turcicum

Dari data arthropoda yang terdapat di plot 1 hingga plot 4 diatas

serta dikaitkan dengan penyakit pada masing-masing plot. Maka dapat

diketahui untuk plot 1 arthropoda yang mendominasi yaitu serangga lain

dengan komoditas pinus dan tidak terdapat atau ditemukannya penyakit

pada tanaman tersebut, maka dapat dikatakan pada plot ini dapat

berkelanjutan karena tanaman tidak banyak didominasi oleh hama yang

Laba-laba Araneus diadematus

Belalang Hijau Oxya chinensis

Semut Monomorium pharaonis

Semut Hitam Dolichoderus thoracicus

Lalat Bibit Atherigona exigua

Kumbang Bubuk

Sitophilus zeamais motsch

31

dapat merusak tanaman. Untuk plot 2 hingga plot 4 arthropoda yang

mendominasi yaitu musuh alami. Menurut Kartohardjono (2011) Peran

dan manfaat musuh alami sangat nyata dalam memusnahkan hama pada

tanaman, sehingga keberadaannya perlu dipertahankan dengan

merencanakan pola tanam dan waktu tanam yang tepat, untuk

pengembangan musuh alami dapat dilakukan dengan membiakannya

secara massal kemudian dilepas didaerah endemis serangan hama

tersebut, serta cara meningkatkan manfaat musuh alami yaitu secara

inundasi augmentasi dan konservasi.

Kemudian penyakit yang di temukan pada plot 2 yaitu layu kopi,

jamur upas, karat daun kopi. Menurut Alemu (2012) penyakit layu kopi

merupakan penyakit utama yang menyerang tanaman kopi, penyakit ini

disebabkan oleh jamur Fusarium xylariode, penyakit ini menyebabkan

kualitas biji kopi dan menurunkan harga jual. Selanjutnya Menurut Umiati

(2015) jamur upas merupakan penyebab penyakit yang merugikan pada

kopi, serangan dimulai adanya benang-benang jamur halus yang tipis

seperti sutera, terbentuk sarang laba-laba, serta kerugian yang

ditimbulkan dari serangan jamur upas yaitu tanaman tidak dapat

berproduksi hingga kematian pada pohon kopi yang terserang. Kemudian

penyakit karat daun kopi disebabkan oleh jamur H. Vastatrix B.et Br yang

tergolong parasit obligat yaitu hanya berkembang pada sel hidup, gejala

penyakit ini yaitu pada awalnya bercak kuning muda pada permukaan daun

yang berubah menjadi kuning tua, bercak mulanya berbentuk bulat kecil

dan pada akhirnya menyatu menjadi ukuran besar, serangan ini

menyebabkan daun rontok, cabang mati dan akhirnya tanaman mati. Serta

kerugian hasil serangan penyakit ini menyebabkan kehilangan hasil

mencapai 70%, hal ini dapat dikendalikan dengan pengaturan naungan

melalui pemangkasan, pemupukan berimbang, penggunaan varietas

resisten, serta pengendalian secara kimia jika mencapai ambang toleransi

20% daun kopu terserang (Direktorat Jenderal Perkebunan Kementrian

Pertanian RI, 2016)

Selanjutnya penyakit yang ditemukan pada plot 3 yaitu busuk hitam

pada kubis. Menurut (Djatnika, 1993 dalam Wahyuni, 2006) Penyakit

busuk hitam dikenal dengan nama black rot, busuk coklat atau bakteri

hawar daun. Penyakit busuk hitam pada kubis diawali dengan serangan

pada pori air yang terdapat pada tepi daun yang dapat menyebabkan

tanaman menjadi kuning pucat, pengendalian penyakit ini dilakukan

dengan mencabut tanaman yang terserang, serta menjaga kebersihan

kebun kubis dari gulma dan mengatur sistem drainase yang baik (Wahyuni,

2006).

32

Kemudian penyakit pada plot 4 yang ditemukan yaitu hawar daun

pada tanaman jagung. Menurut (Ou, 1985 dalam Silitonga, 2007) penyakit

hawar daun menyebabkan penurunan hasil 2-75%. Penyakit ini dapat

menyerang tanaman pada fase pertumbuhan, serangan biasanya dapat

bermula dari ujung daun atau pinggir dan memanjang sampai kebawah

yang menyebabkan kelayuan dan kematian tanaman (Machmud, 1991

dalam Silitonga, 2007)

Jika penyakit yang terdapat pada Plot 2 hingga plot 4 dapat diatasi

dan diminimumkan dapat dikatakan berlanjut karena pada umumnya yang

mendominasi musuh alami yang dapat mengendalikan hama, karena pada

plot 2 hingga 4 ini juga diketahui tidak banyak hama yang berada pada plot

dan mengganggu tanaman yang dibudidayakan. Dalam praktik pertanian

berlanjut, menurut Rukmana (2012) banyak perbaikan yang dilakukan,

serta perbaikan ini dianggap telah meningkatkan produksi secara signifikan

yaitu kontrol hama, gumla, dan penyakit dengan penekanan pada

keanekaragaman hayati di pertanaman dan pengurangan penggunaan

pestisida melalui teknik pengelolaan hama terpadu atau teknik lainnya.

Keberlanjutan suatu kegiatan pertanian dapat dilihat dari keberlanjutan

ekonomi, lingkungan dan sosial. Dari data hama dan penyakit dapat

menunjang keberlanjutan lingkungan yaitu pada kegiatan ini secara

ekologis tidak atau sedikit memberikan dampak negatif pada ekosistem

atau bahkan memperbaiki kualitas lingkungan, jika menggunakan bahan

kimia untuk mengendalikan organisme penganggu dapat dihindari atau

dikurangi sampai minimum.

3.1.2.4 Cadangan Karbon

Tingkat penyimpanan karbon antar lahan berbeda-beda, tergantung

pada keragaman jenis dan kerapatan tumbuhan yang ada, jenis tanahnya

serta pengelolaannya (Hairiah et al., 2010). Selain itu simpanan karbon juga

tergantung pada kandungan biomasanya, semakin tinggi biomasa maka akan

semakin besar nilai karbonnya dan semakin kecil nilai biomasa semakin kecil

nilai kandungan kar-bonnnya (Brown 1997). Berdasarkan penggunaan lahan

yang ada, didapatkan hasil cadangan karbon untuk masing-masing plot seperti

gambar di bawah ini

33

Gambar 7. Hasil Cadangan Karbon untuk Masing-Masing Plot

Kanopi Seresah

1 Hutan Pinus Kayu Atas Tinggi Tinggi Sedang Sedang 150

Kopi Buah Tengah Sedang Sedang Tinggi Tinggi

Nangka Buah,Daun,Kayu Tengah Rendah Rendah Rendah Rendah

Pisang Buah,Daun,Batang Tengah Rendah Rendah Sedang Sedang

Sengon Kayu Tengah Sedang Sedang Tinggi Tinggi

Talas Umbi,Batang Tengah Rendah Rendah Sedang Sedang

Durian Buah,Kayu Tengah Rendah Rendah Rendah RendahPisang Buah Tengah Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi

Rumput Gajah Daun Tengah Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi

Jagung Buah Bawah Sedang Sedang Tinggi Tinggi

Rumput Gajah Daun Bawah Sedang Sedang Tinggi TinggiPemukiman Bawah 0

232TOTAL

1

Agroforestri 2

3

4Tanaman Semusim

Tanaman Semusim

Plot

80

1

Penggunaan Lahan Tutupan Lahan Manfaat Posisi Lereng Jumlah spesies Kerapatan C-Stock (ton/ha)Tingkat Tutupan

a. Plot 1

Pada plot 1, nilai total cadangan karbonnya paling tinggi jika

dibandingkan dengan plot yang yang lain, yaitu sebesar 150 ton/ha. Hal ini

dikarenakan penggunaan lahan pada plot 1 tersebut adalah hutan dengan

kerapatan vegetasi yang tinggi. Menurut Monde (2009), hutan merupakan

penyimpanan C tertinggi bila dibandingkan dengan lahan pertanian. Selain

itu, cadangan karbon (C) yang tersimpan pada hutan, jauh lebih besar dari

tata guna lahan yang lainnya. Oleh karena itu, hutan dengan keragaman

jenis pepohonan berumur panjang dan seresah yang banyak merupakan

gudang penyimpan C tertinggi. Bila hutan diubah fungsinya menjadi lahan-

lahan pertanian, perkebunan atau pemukiman, maka jumlah C tersimpan

akan menurun (Hairiah dan Rahayu 2007).

b. Plot 2

Pada plot 2 (agroforestri), nilai total cadangan karbonnya sebesar

80 ton/ha. Nilai tersebut tergolong tinggi untuk kategori cadangan karbon

pada penggunaan lahan agroforestri. Hal tersebut dikarenakan vegetasi

yang ada pada plot 2 cukup banyak, sehingga kerapatan vegetasinya tinggi.

Hal ini sejalan dengan pendapat dari Setiawan dkk (2016) bahwa

penggunaan lahan dengan kerapatan vegetasi yang lebih tinggi,

mengindikasikan besarnya nilai cadangan karbon dari penggunaan lahan

tersebut. Selain itu, menurut Widianto et al. (2003), bila ditinjau dari

cadangan karbon, sistem agroforestri lebih menguntungkan daripada

sistem pertanian berbasis tanaman semusim. Hal ini disebabkan oleh

34

adanya pepohonan yang memiliki biomassa tinggi dan masukan seresah

yang bermacam-macam kualitasnya serta terjadi secara terus-menerus.

c. Plot 3

Pada plot 3 (tanaman semusim), nilai cadangan karbonnya rendah,

karena mayoritas tutupan lahan pada kedua plot tersebut adalah tanaman

semusim seperti jagung, kubis, wortel dan terong. Pada plot ini sudah

terjadi campur tangan manusia untuk mengelola sistem pertanian. Hal ini

sesuai dengan pendapat dari Murdiyarso dan Wasrin (2012), bahwa lahan

pertanian tanaman semusim memiliki cadangan karbon yang rendah, yaitu

berkisar 1-3 ton/ha.

d. Plot 4

Nilai cadangan karbon pada plot 4 sama seperti pada plot 3 yaitu

hanya 1 ton/ha. Akan tetapi yang membedakan adalah pada plot 4 ini

penggunaan lahannya campuran antara tanaman semusim dan

pemukiman warga, sehingga tetap saja nilai cadangan karbonnya rendah.

Menurut Kaswanto (2010), kondisi kerapatan vegetasi di pemukiman itu

nilainya rendah sehingga akan berdampak pada rendahnya nilai karbon.

3.1.3 Indikator Pertanian Berlanjut dari Sosial Ekonomi

3.1.3.1 Economically viable (keberlangsungan secara ekonomi)

a) Plot 1 (Hutan)

Tabel 24.Tenaga Kerja (Komoditas Jagung)

HOK Jumlah Jenis

kelamin Upah Jam Hari HOK Total

Penyiapan Lahan 3 L 50.000 3 1

1.125 56.250

Penanaman 2 P 40.000 4 1 1 40.000

Penyiangan 1 L 50.000 2 1 0.25 12.500

Pemanenan dan

Pengangkutan 2 L 80.000 3 1 0.75 60.000

Total 168.750

35

Tabel 25. Biaya dan Penerimaan (Komoditas Jagung)

Uraian Satuan Harga/satuan

(Rp) Jumlah

Nilai (Rp)

A. Penerimaan Usahatani (TR)

Penerimaan tunai Kg 20.000 250 5.000.000

B. Biaya Usahatani

B.1 Biaya Variabel (TVC)

1. Urea 75.000 1 75.000

2. SP36 115.000 1 115.000

3. Phonska 118.000 1 118.000

4. Pupuk kandang 10.000 5 50.000

5. Benih bisi 18 62.000 5 310.000

6. Sewa lahan Bulan 108.333,3 4 433.333,3

7. Biaya tenaga kerja 168.750

Total Biaya Variabel 1.270.083

Biaya tetap 0

C. Total Biaya Usahatani (TC) = (TFC+TVC)

1.270.083

C. Pendapatan (TR-TC) 20.000 250 kg 3.729.917

a. Hasil perhitungan RC Ratio

Ratio (R) = 𝑇𝑅

𝑇𝐶

= 5.000.000/ 1.270.083

= 3,9

Dari hasil perhitungan tersebut, diketahui bahwa nilai RC Rasio usaha

tani Jagung adalah sebesar 3,9. Dengan hasil perhitungan yang demikian

dapat dikatakan bahwa usahatani tersebut layak untuk diusahakan karena

memiliki nilai RC Rasio > 1, yang berarti bahwa setiap Rp 1 biaya yang

dikeluarkan selama usahatani Jagung akan mendapatkan penerimaan

sebesar Rp 3,9.

b. Hasil perhitungan BEP (Break Event Point)

1) BEP unit = 𝑇𝐶

𝑃𝑗𝑢𝑎𝑙

= 1.270.083

20.000

= 63,5 kg

36

Dari hasil perhitungan tersebut, menunjukkan bahwa untuk

mencapai plot BEP maka jumlah produksi minimal yang harus dicapai

adalah 63,5 kg, dimana pada keadaan tersebut merupakan keadaan

tidak untung dan tidak rugi. Sedangkan usahatani Jagung yang

dijalankan menghasilkan Jagung sebesar 250 kg, sehingga usahatani

tersebut dapat dikatakan menguntungkan karena hasil produksi

melebihi BEP unit.

2) BEP rupiah

a) BEP Penerimaan = BEP unit x P

= 63,5x 20.000

= 1.270.083,3

Dari perhitungan diatas menunjukkan bahwa untuk

mencapai plot BEP agar tidak terjadi kerugian, maka penerimaan

minimal yang seharusnya didapat adalah sebesar Rp 1.270.083,3

dimana pada keadaan tersebut merupakan keadaan tidak untung

dan tidak rugi. Sedangkan usahatani Jagung yang dijalankan

mendapatkan penerimaan sebesar Rp 5.000.000, sehingga usaha

tani tersebut dikatakan menguntungkan karena penerimaan yang

diperoleh lebih tinggi dari nilai BEP penerimaan.

b) BEP harga = TC/ƹ unit

= 1.270.083/250

= 5.080

Hasil perhitungan tersebut menunjukkan bahwa untuk

mencapai plot BEP supaya tidak terjadi kerugian, maka harga jual

minimal cabai perkilo yang seharusnya ditetapkan adalah sebesar

Rp 5.080, dimana pada keadaan tersebut merupakan keadaan tidak

untung dan tidak rugi. Sedangkan usahatani Jagung yang dijalankan

dijual dengan harga Rp 20.000 perkilogramnya, sehingga usahatani

tersebut dapat dikatakan menguntungkan karena harga jual cabai

lebih tinggi dari nilai BEP harga.

37

Tabel 26. Tenaga Kerja (Komoditas Kopi)

Kegiatan Jumlah

orang Upah Jumlah

hari Jumlah

jam HOK Total

Penyiapan Lahan

2 50.000 1 3 0,75 37.500

Pemupukan (perempuan

)

2 40.00

0 1 2 0,5 20.000

Laki-laki (panen)

5 50.000 7 2 8,75 437.500

Perempuan (panen)

2

40.000 7 2 3,5 140.000

Tenaga angkut

2 80.000 7 4 7 560.000

Total upah tenaga kerja 1.195.000

Keterangan: Standar kerja per hari adalah pukul 07.00 – 15.00 (8 jam)

Tabel 27. Biaya dan Penerimaan (Komoditas Kopi)

Uraian Satuan Harga/satuan

(Rp) Jumlah

Nilai (Rp)

A. Penerimaan Usahatani (TR)

Penerimaan tunai kg 23.000 750 17.250.000

Penerimaan untuk petani 12.075.000

Penerimaan untuk perhutani 5.175.000

B. Biaya Usahatani

B.1 Biaya Tetap (TFC)

B.2 Biaya Variable (TVC)

1. Bibit pohon 2.000 185 370.000

2. Pupuk kandang kg 10.000 20 200.000

3. ZA Sak 75.000 2 150.000

4. Ponska sak 118.000 2 236.000

5. Total biaya tenaga kerja

1.195.000

Total Biaya Variable 2.151.000

38

C. Total Biaya Usahatani (TC) = (TFC+TVC)

2.151.000

D. Pendapatan (TR-TC) 3.024.000

Tabel 28. Usahatani Komoditas Kopi selama 5 tahun (Rp)

Tahun Biaya

Penerimaan

Keuntungan

Diskon Factor

Pv Biaya

Pv Penerimaan

(Rp)

1 1.013.5

00 0

-1.013.50

0 0.91 921.36

3.6 0

2 1.013.5

00 0

-1.013.50

0 0.83 837.60

3.3 0

3 1.581.0

00 12.075.0

00 10.494.0

00 0.75 1.187.8

29 9.072.126

4 1.581.0

00 12.075.0

00 10.494.0

00 0.68 1.079.8

44 8.247.387

5 1.581.0

00 12.075.0

00 10.494.0

00 0.62 981.67

6.6 7.497.625

Total 5.008.3

17 24.817.139

Tabel 29. Suku Bunga, NPV, IRR, dan Net B/C

Suku Bunga 10.00%

NPV Rp. 19,808,822.14

IRR 233%

NET B/C 4.95

Tabel 30. Payback Period (PP)

Tahun Biaya Penerimaan Keuntungan Kumulatif

1 1.013.500 0 -1.013.500 -1.013.500

2 1.013.500 0 -1.013.500 -2.027.000

3 1.581.000 12.075.000 10.494.000 8.467.000

4 1.581.000 12.075.000 10.494.000 18.961.000

5 1.581.000 12.075.000 10.494.000 29.455000

Diketahui N 2

a 1013500

b -

2027000

c 8467000

39

b) Plot 2 (Agroforestri)

Tabel 31. Tenaga Kerja (Komoditas Cabai)

Laki-laki Jumlah orang

Jumlah Hari

Jumlah jam/hari (jam)

HOK Upah/ HOK (Rp)

Total (Rp)

a. Penyiapan lahan dan penanaman

1 1 4 0,5 70.000 35.000

b. Pemanenan 1 1 4 0,5 70.000 35.000

Total Biaya Tenaga Kerja

70.000

Keterangan: Standar kerja per hari adalah pukul 07.00 – 15.00 (8 jam)

Tabel 32. Biaya Penyusutan (Komoditas Cabai)

Tabel 33. Usahatani Komoditas Cabai

Uraian Satuan Harga/satuan

(Rp) Jumlah

Nilai (Rp)

D. Penerimaan Usahatani (TR)

Penerimaan tunai kg 20.000 10 200.000

E. Biaya Usahatani

B.1 Biaya Tetap (TFC)

3. Penyusutan cangkul unit - 1 1.100

4. Penyusutan sabit unit - 1 1.400

3. Sewa Lahan m2 600 5 3000

Total Biaya Tetap 5.500

PP 1.903421

tahun 1

bulan 10.8

hari 24

Keterangan Jumlah unit

Harga awal (Rp)

Harga Akhir (Rp)

Tahun ekonomis

Total (Rp)

Cangkul 1 40.000 35.600 0,25 1100

Sabit 1 25.600 20.000 0,25 1400

Total Penyusutan 7688

40

B.2 Biaya Variable (TVC)

1. Benih gram 20 300 6.000

2. Pupuk Organik kg 500 100 50.000

3. Tenaga kerja

a. Penyiapan lahan Orang (L) - 2 35.000

b. Pemanenan Orang (L) - 2 35.000

Total Biaya Variable 126.000

D. Total Biaya Usahatani (TC) = (TFC+TVC)

131.500

F. Pendapatan (TR-TC) 68.500

Berdasarkan tabel 31, dapat diketahui bahwa penerimaan yang didapat

dalam usahatani cabai milik Bapak Mulyono sebesar Rp 200.000. Dimana

usahatani tersebut menghabiskan biaya sebesar Rp 131.500, yang terdiri dari

biaya tetap sebesar Rp 5.500 dan biaya variabel sebesar Rp 126.000. Sehingga

pendapatan yang diterima Bapak Jadi dari usahatani cabai tersebut adalah Rp

68.500.

Dari hasil usahatani cabai milik Bapak Mulyono didapatkan perhitungan

terhadap kelayakan usahatani sebagai berikut:

a. Hasil perhitungan RC Ratio

Ratio (R) = 𝑇𝑅

𝑇𝐶

= 200.000/ 131.500

= 1,52

Dari hasil perhitungan tersebut, diketahui bahwa nilai RC Rasio usaha

tani cabai milik Bapak Mulyono adalah sebesar 1,52. Dengan hasil

perhitungan yang demikian dapat dikatakan bahwa usahatani tersebut layak

untuk diusahakan karena memiliki nilai RC Rasio > 1, yang berarti bahwa

setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan selama usahatani cabai yang

dilakukan Bapak Mulyono akan mendapatkan penerimaan sebesar 1,52

rupiah.

b. Hasil perhitungan BEP (Break Event Point)

- BEP unit = 𝑇𝐶

𝑃𝑗𝑢𝑎𝑙

= 131.500

20.000

= 6,58

Dari hasil perhitungan tersebut, menunjukkan bahwa untuk

mencapai plot BEP maka jumlah produksi minimal yang harus dicapai

adalah 6,58 kg, dimana pada keadaan tersebut merupakan keadaan

tidak untung dan tidak rugi. Sedangkan usahatani cabai yang dijalankan

41

Bapak Mulyono menghasilkan cabai sebesar 10 kg, sehingga usahatani

tersebut dapat dikatakan menguntungkan karena hasil produksi

melebihi BEP unit.

- BEP rupiah

BEP Penerimaan = BEP unit x P

= 6,58 x 20.000

= 131.600

Dari perhitungan diatas menunjukkan bahwa untuk mencapai

plot BEP agar tidak terjadi kerugian, maka penerimaan minimal yang

seharusnya didapat adalah sebesar Rp 131.600, dimana pada keadaan

tersebut merupakan keadaan tidak untung dan tidak rugi. Sedangkan

usahatani cabai yang dijalankan Bapak Mulyono mendapatkan

penerimaan sebesar Rp 200.000, sehingga usaha tani tersebut

dikatakan menguntungkan karena penerimaan yang diperoleh lebih

tinggi dari nilai BEP penerimaan.

- BEP harga = TC/ƹ unit

= 131.500/10

= 13.500

Hasil perhitungan tersebut menunjukkan bahwa untuk

mencapai plot BEP supaya tidak terjadi kerugian, maka harga jual

minimal cabai perkilo yang seharusnya ditetapkan adalah sebesar Rp

13.500, dimana pada keadaan tersebut merupakan keadaan tidak

untung dan tidak rugi. Sedangkan usahatani cabai yang dijalankan Bapak

Mulyono dijual dengan harga Rp 20.000 perkilogramnya, sehingga

usahatani tersebut dapat dikatakan menguntungkan karena harga jual

cabai lebih tinggi dari nilai BEP harga.

Tabel 34. Tenaga Kerja (Komoditas Kopi)

Laki-laki Jumlah orang

Jumlah Hari

Jumlah jam/hari (jam)

HOK Upah/ HOK (Rp)

Total (Rp)

- Penyiapan lahan

2 1 8 0,5 70.000 35.000

- Penanaman 2 1 8 2 70.000 140.000

- Pemupukan 2 1 8 2 70.000 140.000

- Pemanenan 2 7 8 14 70.000 980.000

Total Biaya Tenaga Kerja

1.295.000

42

Perempuan Jumlah orang

Jumlah Hari

Jumlah jam/hari

HOK Upah/ HOK (Rp)

Total (Rp)

a. Penanaman 3 1 8 3 50.000 150.000

b. Pemupukan 3 1 8 3 50.000 150.000

c. Pemanenan 3 7 8 21 50.000 1.050.000

Total Biaya Tenaga Kerja (P)

1.350.000

Keterangan: Standar kerja per hari adalah pukul 07.00 – 15.00 (8 jam)

Tabel 35.Biaya Penyusutan (Komoditas Kopi)

Tabel 36. Usahatani Komoditas Kopi

Uraian Satuan Harga/satuan

(Rp) Jumlah

Nilai (Rp)

A. Penerimaan Usahatani (TR)

Penerimaan tunai kg 12.000 4.000 48.000.000

B. Biaya Usahatani

B.1 Biaya Tetap (TFC)

1. Penyusutan cangkul unit - 1 6.600

2. Penyusutan sabit unit - 1 8.400

3. Lahan m2 600 9995 1.499.250

Total Biaya Tetap 1.521.750

B.2 Biaya Variable (TVC)

6. Bibit pohon 2.000 150 300.000

7. Pupuk Organik kg 500 400 200.000

8. Tenaga kerja

- Penyiapan lahan orang (L) - 2 140.000

- Penanaman orang (L) - 2 140.000

Keterangan Jumlah unit

Harga awal (Rp)

Harga Akhir (Rp)

Tahun ekonomis

Total (Rp)

Cangkul 2 40.000 35.600 1 6.600

Sabit 2 25.600 20.000 1 8.400

Total Penyusutan 15.000

43

orang (P)

- 3 150.000

- Pemupukan orang (L) - 2 140.000

orang (P)

- 3 150.000

- Pemanenan orang (L) - 14 980.000

orang (P)

- 21 1.050.000

4. Biaya Operasional (transportasi)

- - 100.000 100.000

Total Biaya Variable 3.350.000

C. Total Biaya Usahatani (TC) = (TFC+TVC)

4.871.750

D. Pendapatan (TR-TC) 43.128.250

Tabel 37. Usahatani Komoditas Kopi selama 5 tahun

Tahun

Biaya Penerima

an Keuntung

an Discount

Factor PV

Biaya

PV Penerima

an

1 2.741.75

0 0

-2.741.750

0,91 2.492.5

00 -

2 490.000 0 -490.000 0,83 404.959 -

3 2.620.00

0 48.000.00

0 45.380.00

0 0,75

1.968.445

36.063.110

4 2.620.00

0 48.000.00

0 45.380.00

0 0,68

1.789.495

32.784.646

5 2.620.00

0 48.000.00

0 45.380.00

0 0,62

1.626.814

29.804.224

Total

11.091.750

144.000.000

132.908.250

4 8.282

.213 98.651.980

Tabel 38. Suku bunga, NPV, IRR, dan Net B/C

Suku Bunga Kredit 10,00%

NPV Rp 90.369.767,23

IRR 349,93%

NET B/C 11,911

Dari hasil usahatani kopi milik Bapak Mulyono didapatkan perhitungan

terhadap kelayakan usahatani sebagai berikut:

a. NPV

NPV yang dihasilkan dari usahatani kopi milik Bapak Mulyono sebesar Rp

90.369.767,23yang berarti bahwa nilai NPV > 0, jadi penanaman investasi pada

44

usahatani tersebut akan memberikan keuntungan sebesar Rp 90.369.767,23

setelah terdapat suku bunga kredit sebesar 10%.

b. IRR

Analisa IRR yang dihasilkan dari usahatani kopi milik Bapak Mulyono yaitu

sebesar 349,93%. Hal ini menunjukkan bahwa investasi pada usahatani

tersebut layak untuk diusahakan karena lebih besar dari tingkat suku bunga

kredit yang berlaku yaitu 10%.

c. Net B/C

Analisa Net B/C pada usahatani kopi milik Bapak Mulyono menghasilkan

Net B/C sebesar Rp 11,911. Hal ini menunjukkan bahwa investasi pada

usahatani tersebut untuk setiap nilai pengeluaran sekarang sebesar Rp 1 akan

memberikan tambahan nilai pada pendapatan bersih sekarang sebesar Rp

11,911

Tabel 39. payback period (PP)

Tahun Biaya Penerimaan Keuntungan

Kumulatif Keuntungan

1 2.741.750 0 -2.741.750 -2.741.750

2 490.000 0 -490.000 -3.231750

3 2.620.000 48.000.000 45.380.000 42.148.250

4 2.620.000 48.000.000 45.380.000 87.528.250

5 2.620.000 48.000.000 45.380.000 132.908.250

Total 11.091.75

0 144.000.00

0 132.908.25

0 265.816.500

Berdasarkan tabel 39, diketahui bahwa (n) atau tahun terakhir di mana

arus kas masih belum bisa menutupi initial investment (biaya tahun 1) pada

tahun kedua (n=2) dengan jumlah initial investment atau modal (a) yang sudah

dikeluarkan sebesar Rp 2.741.750. Sedangkan jumlah kumulatif arus kas (b)

pada tahun ke-n yaitu tahun kedua sebesar Rp (-3.231.750) dan jumlah

kumulatif arus kas pada tahun ke (n+1) (c) yaitu tahun ketiga sebesar Rp

42.148.250. Sehingga didapatkan payback period sebesar 1,99 dengan cara:

PP = n + [(a+b)/(c-b)] x 1

= 2 + [(2.741.750+(-3.231.750))/( 42.148.250-(-3.231.750))] x 1

= 1,99

Analisa PP (Payback Period) pada usahatani kopi milik Bapak Mulyono

menghasilkan nilai sebesar 1,99 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah

modal yang digunakan dalam usahatani kopi akan kembali setelah 1,99 tahun.

45

Tabel 40. Tenaga Kerja (Komoditas Cengkeh)

Laki-laki Jumlah orang

Jumlah Hari

Jumlah jam/hari (jam)

HOK Upah/ HOK (Rp)

Total (Rp)

Penyiapan lahan 2 1 8 0,5 70.000 35.000

Penanaman 2 1 8 2 70.000 140.000

Pemupukan 2 1 8 2 70.000 140.000

Pemanenan 2 7 8 14 70.000 980.000

Total Biaya Tenaga Kerja (L)

1.295.000

Perempuan Jumlah orang

Jumlah Hari

Jumlah jam/hari

HOK Upah/ HOK (Rp)

Total (Rp)

Penanaman 3 1 8 3 50.000 150.000

Pemupukan 3 1 8 3 50.000 150.000

Pemanenan 3 7 8 21 50.000 1.050.000

Total Biaya Tenaga Kerja (P)

1.350.000

Tabel 41. Biaya Penyusutan (Komoditas Cengkeh)

Tabel 42. Usahatani Bapak Mulyono (Komoditas Cengkeh)

Uraian Satuan Harga/satuan (Rp)

Jumlah Nilai (Rp)

A. Penerimaan Usahatani (TR)

Penerimaan tunai Kg (cengkeh basah)

30.000 10.500 315.000.000

B. Biaya Usahatani

B.1 Biaya Tetap (TFC)

1. Penyusutan cangkul

unit - 2 6.600

2. Penyusutan sabit unit - 2 8.400

3. Lahan m2 600 9995 1.499.250

Total Biaya Tetap 1.521.750

B.2 Biaya Variable (TVC)

Keterangan Jumlah unit

Harga awal (Rp)

Harga Akhir (Rp)

Tahun ekonomis

Total (Rp)

Cangkul 2 40.000 35.600 1 6.600

Sabit 2 25.600 20.000 1 8.400

Total Penyusutan 15.000

46

1. Bibit batang 2.000 150 300.000

2. Pupuk Organik kg 500 400 200.000

3. Tenaga kerja

- Penyiapan lahan

orang (L) - 2 140.000

- Penanaman orang (L) - 2 140.000

orang (P) - 3 150.000

- Pemupukan orang (L) - 2 140.000

orang (P) - 3 150.000

- Pemanenan orang (L) - 14 980.000

orang (P) - 21 1.050.000

4. Biaya Operasional (transportasi)

- - 100.000 100.000

Total Biaya Variable 3.350.000

C. Total Biaya Usahatani (TC) = (TFC+TVC)

4.871.750

D. Pendapatan (TR-TC) 310.128.250

Tabel 43. Usahatani Bapak Mulyono (Komoditas Cengkeh) selama 6 tahun

Tahun

Biaya Penerimaan

Keuntungan

Discount Factor

PV Biaya

PV Penerimaan

1 2.741.750

0 -2.741.750

0,91 2.492.500

-

2 490.000 0 -490.000 0,83 404.959 -

3 490.000 0 -490.000 0,75 368.144 -

4 490.000 0 -490.000 0,68 334.677 -

5 2.620.000

315.000.000

312.380.000

0,62 1.626.814

195.590.217

6 2.620.000

315.000.000

312.380.000

0,56 1.478.922

177.809.288

Total 9.451

.750 630.00

0.000 620.54

8.250 4

6.706.015

373.399.505

Tabel 44. Suku bunga, NPV, IRR, dan Net B/C

Suku Bunga Kredit 10,00%

NPV Rp 366.693.489,64

IRR 242,33%

NET B/C 55,681

47

Dari hasil usahatani cengkeh milik Bapak Mulyono didapatkan

perhitungan terhadap kelayakan usahatani sebagai berikut:

a. NPV

NPV yang dihasilkan dari usahatani cengkeh milik Bapak Mulyono sebesar

Rp 366.693.489,64 yang berarti bahwa nilai NPV > 0, jadi penanaman investasi

pada usahatani tersebut akan memberikan keuntungan sebesar Rp

366.693.489,64 setelah terdapat suku bunga kredit sebesar 10%.

b. IRR

Analisa IRR yang dihasilkan dari usahatani cengkeh milik Bapak Mulyono

yaitu sebesar 242,33%. Hal ini menunjukkan bahwa investasi pada usahatani

tersebut layak untuk diusahakan karena lebih besar dari tingkat suku bunga

kredit yang berlaku yaitu 10%.

c. Net B/C

Analisa Net B/C pada usahatani cengkeh milik Bapak Mulyono

menghasilkan Net B/C sebesar Rp 55,681. Hal ini menunjukkan bahwa investasi

pada usahatani tersebut untuk setiap nilai pengeluaran sekarang sebesar Rp 1

akan memberikan tambahan nilai pada pendapatan bersih sekarang sebesar Rp

55,681.

Tabel 45. Payback Period (Pp)

Tahun Biaya Penerimaan Keuntungan

Kumulatif Keuntungan

1 2.741.750 0 -2.741.750 -2.741.750

2 490.000 0 -490.000 -3.231.750

3 490.000 0 -490.000 -3.721.750

4 490.000 0 -490.000 -4.211.750

5 2.620.000 315.000.000 312.380.000 308.168.250

6 2.620.000

315.000.000 308.168.25

0 616.336.500

Total 9.451.75

0 630.000.00

0 619.078.25

0 1.235.414.750

Berdasarkan tabel 45, diketahui bahwa (n) atau tahun terakhir di mana

arus kas masih belum bisa menutupi initial investment (biaya tahun 1) yaitu

pada tahun keempat (n = 4) dengan jumlah initial investment atau modal (a)

yang sudah dikeluarkan sebesar Rp 2.741.750. Sedangkan jumlah kumulatif

arus kas (b) pada tahun ke-n yaitu tahun kelima sebesar Rp (-4.211.750) dan

jumlah kumulatif arus kas pada tahun ke (n+1) (c) yaitu tahun kelima sebesar

Rp 308.168.250. Sehingga didapatkan payback period sebesar 4,00 dengan

cara:

48

PP = n + [(a+b)/(c-b)] x 1

= 2 + [(2.741.750+(-4.211.750))/( 308.168.250-(-4.211.750))] x 1

= 4,00

Analisa PP (Payback Period) pada usahatani cengkeh milik Bapak Mulyono

menghasilkan nilai sebesar 4,00 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah

modal yang digunakan dalam usahatani cengkeh akan kembali setelah 4,00

tahun.

Tabel 46. Tenaga Kerja (Komoditas Pisang)

Laki-laki Jumlah orang

Jumlah Hari

Jumlah jam/hari (jam)

HOK Upah/ HOK (Rp)

Total (Rp)

a. Penyiapan lahan

2 1 8 2 70.000 70.000

b. Penanaman 2 1 8 2 70.000 70.000

c. Pemanenan 2 3 8 6 70.000 420.000

Total Biaya Tenaga Kerja (L)

560.000

Perempuan Jumlah orang

Jumlah Hari

Jumlah jam/hari

HOK Upah/ HOK (Rp)

Total (Rp)

Pemanenan 3 3 8 9 50.000 450.000

Total Biaya Tenaga Kerja (P)

450.000

Keterangan: Standar kerja per hari adalah pukul 07.00 – 15.00 (8 jam)

Tabel 47. Biaya Penyusutan (Komoditas Pisang)

Keterangan Jumlah unit

Harga awal (Rp)

Harga Akhir (Rp)

Tahun ekonomis

Total (Rp)

Cangkul 2 40.000 35.600 1 6.600

Sabit 2 25.600 20.000 1 8.400

Total Penyusutan

15.000

49

Tabel 48. Usahatani Bapak Mulyono (Komoditas Pisang)

Uraian Satuan Harga/satuan (Rp)

Jumlah Nilai (Rp)

A. Penerimaan Usahatani (TR)

Penerimaan tunai tandan 50.000 100 5.000.000

B. Biaya Usahatani

B.1 Biaya Tetap (TFC)

1. Penyusutan cangkul

unit - 1 3.300

2. Penyusutan sabit unit - 1 4.300

3. Lahan m2 600 9995 1.499.250

Total Biaya Tetap 1.499.150

B.2 Biaya Variable (TVC)

2. Bibit batang 1000 100 100.000

3. Pupuk Organik kg 500 100 50.000

4. Tenaga kerja

a. Penyiapan lahan

Orang (L)

- 1 70.000

b. penanaman Orang (L)

- 1 70.000

c. Pemanenan Orang (L)

- 6 420.000

Orang (P)

- 9 450.000

Total Biaya Variable 1.160.000

C. Total Biaya Usahatani (TC) = (TFC+TVC)

2.659.150

D. Pendapatan (TR-TC) 2.340.850

Berdasarkan tabel 48, dapat diketahui bahwa penerimaan yang didapat

dalam usahatani pisang milik Bapak Mulyono sebesar Rp 5.000.000. Dimana

usahatani tersebut menghabiskan biaya sebesar Rp 2.659.150, yang terdiri dari

biaya tetap sebesar Rp 1.499.150 dan biaya variabel sebesar Rp 1.160.000.

Sehingga pendapatan yang diperoleh Bapak Mulyono dari usahatani pisang

tersebut adalah Rp 2.340.850.

Dari hasil usahatani cabai milik Bapak Mulyono didapatkan perhitungan

terhadap kelayakan usahatani sebagai berikut:

50

c. Hasil perhitungan RC Ratio

Ratio (R) = 𝑇𝑅

𝑇𝐶

= 5.000.000/ 2.659.150

= 1,88

Dari hasil perhitungan tersebut, diketahui bahwa nilai RC Rasio usaha tani

pisang milik Bapak Mulyono adalah sebesar 1,88. Dengan hasil perhitungan yang

demikian dapat dikatakan bahwa usahatani tersebut layak untuk diusahakan

karena memiliki nilai RC Rasio > 1, yang berarti bahwa setiap satu rupiah biaya

yang dikeluarkan selama usahatani pisang yang dijalankan Bapak Mulyono akan

mendapatkan penerimaan sebesar 1,88 rupiah.

d. Hasil perhitungan BEP (Break Event Point)

3) BEP unit = 𝑇𝐶

𝑃𝑗𝑢𝑎𝑙

= 2.659.150

50.000

= 53,18

Dari hasil perhitungan tersebut, menunjukkan bahwa untuk mencapai plot

BEP maka jumlah produksi minimal yang harus dicapai adalah 53,18 tandan

pisang, dimana pada keadaan tersebut merupakan keadaan tidak untung dan

tidak rugi. Sedangkan usahatani pisang yang dijalankan Bapak Mulyono

menghasilkan pisang sebesar 100 tandan, sehingga usahatani tersebut dapat

dikatakan menguntungkan karena hasil produksi melebihi BEP unit.

4) BEP rupiah

a) BEP Penerimaan = BEP unit x P

= 53,18 x 50.000

= 2.659.000

Dari perhitungan diatas menunjukkan bahwa untuk mencapai plot BEP agar

tidak terjadi kerugian, maka penerimaan minimal yang seharusnya didapat

adalah sebesar Rp 2.659.000, dimana pada keadaan tersebut merupakan

keadaan tidak untung dan tidak rugi. Sedangkan usahatani pisang yang

dijalankan Bapak Mulyono mendapatkan penerimaan sebesar Rp 5.000.000,

sehingga usaha tani tersebut dikatakan menguntungkan karena penerimaan

yang diperoleh lebih tinggi dari nilai BEP penerimaan.

b) BEP harga = TC/ƹ unit

= 2.659.150/100

= 26.591,5

Hasil perhitungan tersebut menunjukkan bahwa untuk mencapai plot BEP

supaya tidak terjadi kerugian, maka harga jual minimal pisang pertandan yang

seharusnya ditetapkan adalah sebesar Rp 26.591,5, dimana pada keadaan

51

tersebut merupakan keadaan tidak untung dan tidak rugi. Sedangkan usahatani

pisang yang dijalankan Bapak Mulyono dijual dengan harga Rp 50.000

perkilogramnya, sehingga usahatani tersebut dapat dikatakan menguntungkan

karena harga jual pisang lebih tinggi dari nilai BEP harga.

Tabel 49. Tenaga Kerja (Komoditas Durian)

Laki-laki Jumlah orang

Jumlah Hari

Jumlah jam/hari (jam)

HOK Upah/ HOK (Rp)

Total (Rp)

a. Penyiapan lahan

2 1 8 2 70.000 140.000

b. penanaman

2 1 8 2 70.000 140.000

c. pemupukan 2 1 8 2 70.000 140.000

Total Biaya Tenaga Kerja (L)

420.000

Perempuan Jumlah orang

Jumlah Hari

Jumlah jam/hari

HOK Upah/ HOK (Rp)

Total (Rp)

a. Penanaman 3 1 8 3 50.000 150.000

b. pemupukan

3 1 8 3 50.000 150.000

Total Biaya Tenaga Kerja (P)

300.000

Keterangan: Standar kerja per hari adalah pukul 07.00 – 15.00 (8 jam)

Tabel 50. Biaya Penyusutan (Komoditas Durian)

Keterangan Jumlah

unit Harga

awal (Rp) Harga

Akhir (Rp) Tahun

ekonomis Total (Rp)

Cangkul 2 40.000 35.600 1 6.600

Sabit 2 25.600 20.000 1 8.400

Total Penyusutan

15.000

52

Tabel 51. Usahatani Bapak Mulyono (Komoditas Durian)

Uraian Satuan Harga/satuan (Rp)

Jumlah Nilai (Rp)

A. Penerimaan Usahatani (TR)

Penerimaan tunai buah 10.000 9000 90.000.000

B. Biaya Usahatani

B.1 Biaya Tetap (TFC)

1. Penyusutan cangkul unit - 2 6.600

2. Penyusutan sabit unit - 2 8.400

3. Lahan m2 600 9995 1.499.250

Total Biaya Tetap

1.514.250

B.2 Biaya Variable (TVC)

1. Bibit batang 2.000 50 100.000

2. Pupuk Organik kg 500 400 200.000

3. Pupuk Phonska kg 2000 50 100.000

4. Pupuk TSP kg 1500 50 75.000

5. Regent botol 100.000 1 100.000

6. Tenaga kerja

a. Penyiapan lahan Orang (L) 2 140.000

b. Penanaman Orang (L) 2 140.000

Orang (P)

3 150.000

c. Pemupukan Orang (L) 2 140.000

Orang (P)

3 150.000

Total Biaya Variable 1.295.000

C. Total Biaya Usahatani (TC) = (TFC+TVC)

2.809.250

D. Pendapatan (TR-TC) 87.190.750

53

Tabel 52. Usahatani Bapak Mulyono (Komoditas Durian) selama 10 tahun

Tahun

Biaya Penerim

aan Keuntun

gan Discount

Factor PV

Biaya

PV Penerimaa

n

1 2.534.25

0 0

-2.534.25

0 0,91

2.303.864

-

2 2.086.750

0 -

2.086.750

0,83 1.724.5

87 -

3 2.086.750

0 -

2.086.750

0,75 1.567.8

06 -

4 2.086.750

0 -

2.086.750

0,68 1.425.2

78 -

5 2.086.750

0 -

2.086.750

0,62 1.295.7

08 -

6 2.086.750

0 -

2.086.750

0,56 1.177.9

16 -

7 2.086.750

0 -

2.086.750

0,51 1.070.8

33 -

8 2.361.750

90.000.000

87.638.250

0,47 1.101.7

74 41.985.664

9 2.361.750

90.000.000

87.638.250

0,42 1.001.6

13 38.168.786

10 2.361.750

90.000.000

87.638.250

0,39 910.557 34.698.896

TOTAL

22.140.000

270.000.000

247.860.000

6,14 135.79.

934 114.853.34

5

Tabel 53. Suku Bunga, NPV, IRR, DAN NET B/C

Suku Bunga Kredit 10,00%

NPV Rp 101.273.411,55

IRR 63,15%

NET B/C 8,458

54

Dari hasil usahatani durian milik Bapak Mulyono didapatkan perhitungan

terhadap kelayakan usahatani sebagai berikut:

a. NPV

NPV yang dihasilkan dari usahatani durian milik Bapak Mulyono sebesar

Rp 101.273.411,55 yang berarti bahwa nilai NPV > 0, jadi penanaman investasi

pada usahatani tersebut akan memberikan keuntungan sebesar Rp

101.273.411,55 setelah terdapat suku bunga kredit sebesar 10%.

b. IRR

Analisa IRR yang dihasilkan dari usahatani durian milik Bapak Mulyono

yaitu sebesar 63,15 %. Hal ini menunjukkan bahwa investasi pada usahatani

tersebut layak untuk diusahakan karena lebih besar dari tingkat suku bunga

kredit yang berlaku yaitu 10%.

c. Net B/C

Analisa Net B/C pada usahatani durian milik Bapak Mulyono

menghasilkan Net B/C sebesar Rp 8,458. Hal ini menunjukkan bahwa investasi

pada usahatani tersebut untuk setiap nilai pengeluaran sekarang sebesar Rp 1

akan memberikan tambahan nilai pada pendapatan bersih sekarang sebesar Rp

8,458.

Tabel 54. Payback Period (PP)

Tahun Biaya Penerimaan Keuntungan Kumulatif Keuntungan

1 2.534.250 0 -2.534.250 -2.534.250

2 2.086.750 0 -2.086.750 -4.621.000

3 2.086.750 0 -2.086.750 -6.707.750

4 2.086.750 0 -2.086.750 -8.794.500

5 2.086.750 0 -2.086.750 -10.881.250

6 2.086.750 0 -2.086.750 -12.968.000

7 2.086.750 0 -2.086.750 -15.054.750

8 2.361.750 90.000.000 87.638.250 72.583.500

9 2.361.750 90.000.000 87.638.250 160.221.750

10 2.361.750 90.000.000 87.638.250 247.860.000

TOTAL 22.140.000 270.000.000 247.860.000 419.103.750

Berdasarkan tabel 54, diketahui bahwa n atau tahun terakhir di mana

arus kas masih belum bisa menutupi initial investment (biaya tahun 1) pada

tahun ketujuh (n=7) dengan jumlah initial investment atau modal (a) yang sudah

dikeluarkan sebesar Rp 2.534.250. Sedangkan jumlah kumulatif arus kas (b) pada

tahun ke-n yaitu tahun ketujuh sebesar Rp (-15.054.750) dan jumlah kumulatif

arus kas pada tahun ke (n+1) (c) yaitu tahun kedelapan sebesar Rp 72.583.500.

sehingga didapatkan payback period sebesar 6,86 dengan cara:

55

PP = n + [(a+b)/(c-b)] x 1

= 2 + [(2.534.250+(-15.054.750))/(72.583.500-(-15.054.750))] x 1

= 6,86

Analisa PP (Payback Period) pada usahatani durian milik Bapak Mulyono

menghasilkan nilai sebesar 6,86 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah

modal yang digunakan dalam usahatani durian akan kembali setelah 6,86 tahun.

c) Plot 3 (Tanaman Semusim)

Tabel 55. Produksi dan Nilai Produksi

Jenis Tanaman

Luas Tanam (ha)

Jumlah Produksi (kg)

Harga/unit (Rp)

Nilai Produksi (Rp)

Kubis 1 Ha 35.000 1.000 35.000.000

Pak Sugiyanto adalah petani kubis. Beliau menggarap lahan tersebut

bersama 2 orang temannya. Sumber pendapatan hanya berasal dari kegiatan

usahatani pada lahan tersebut dalam sekali masa panen yang berlangsung

selama 90 hari. Hasil penjualan kubis dibagi rata tiap orang.

TR = P x Q

= Rp 1.000 x 35.000

= Rp 35.000.000

Tabel 56. Penggunaan Input dan Biaya Usahatani

Keterangan Unit Harga/unit (Rp)

Jumlah Biaya (Rp)

Luas Lahan (ha) 1 - -

Bibit 35.000 100 3.500.000

Pupuk : - Urea - TSP/SP 36 - KCl - Phonska

4 Kwintal 2 Kwintal ¼ Kwintal 4 Kwintal

180.000 210.000 210.000 240.000

720.000 420.000 52.500

960.000

Pestisida Kimia : - Prevaton - Endur - Antracol

1 Liter 1 Liter 1 Kg

680.000 600.000 120.000

680.000 600.000 120.000

Tenaga Kerja - Luar Keluarga

Pengolahan Tanah (dilakukan selama 10 hari

5 orang 30.000 937.500

56

dan 5 jam perhari)

Jumlah Biaya 7.990.000

Biaya input yang dikeluarkan oleh Pak Sugiyanto dan 2 orang rekannya

adalah sebesar Rp 7.990.000 berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan.

Sehingga, bisa dilakukan penghitungan keuntungan dan kelayakan usahatani

yang dijalankan Pak Sugiyanto dan rekannya.

Keuntungan = TR – TC

= Rp 35.000.000 – Rp 7.990.000

= Rp 27.010.000

Keuntungan yang diperoleh dibagi 3 orang, karena lahan yang

dibudidayakan merupakan usaha dari 3 orang.

Pendapatan per orang = Rp 27.010.000 / 3 orang

= Rp 9.003.333

Setelah didapat total penghitungan biaya tetap dan biaya variabel, kelayakan

usahatani yang dijalankan bisa dihitung dengan menggunakan RC ratio.

RC Ratio = TR / TC

= Rp 35.000.000 / Rp 7.990.000

= 4,38

Usahatani yang dijalankan karena nilai RC Ratio lebih dari 1 yang artinya bahwa

setiap Rp 1 modal yang dikeluarkan, akan memperoleh penerimaan sebesar Rp

4,38.

d) Plot 4 (Semusim + Pemukiman)

Petani yang diwawancarai yaitu pak Winarto (40 tahun). Sumber

pendapatan beliau berasal dari usaha tani jagung manis. Selain jagung manis,

saat ini beliau sedang menanam jagung hibrida. Jagung hibrida baru sekali ini

beliau menanamnya sehingga belum diketahui berapa jumlah hasil panennya.

Selain usaha tani jagung, beliau juga memelihara sapi. Namun, sapi tersebut

belum ada yang dijual, misalpun dijual saat hari-hari tertentu atau ketika ada

kebutuhan mendadak.

a. Kepemilikan Lahan

Lahan yang sedang dikelola pak winarto yaitu lahan sawah seluas 1 ha.

Lahan sawah tersebut merupakan lahan sewa. Uang sewa yang dikeluarkan pak

winarto yaitu sebesar Rp 3.000.000/th. Apabila dikonversi setiap musim tanam

57

(satu tahun 4 kali), maka biaya sewa lahan yang dikeluarkan sebesar Rp 750.000

per musim tanam.

b. Rincian Biaya

1. Produksi

Tabel 57. Hasil Produksi Pak Winarto di Plot 4

Komoditas Luas Tanam

(Ha) Jumlah

Produksi (Kg) Harga

(Rp/Kg) Total (Rp)

Jagung Manis

1 2,5 3500 8750000

Komoditas yang diusahakan Pak Winarto yaitu jagung manis. Jagung manis

yang diusahakan dalam sekali musim tanam dapat menghasilkan kurang lebih 2,5

ton jagung dari lahan seluas kurang lebih 1 ha. Jagung manis tersebut dijualnya

seharga Rp 3500/kg, sehingga penerimaan yang beliau dapat kurang lebih

sebesar Rp 8.750.000.

2. Sarana Produksi

Tabel 58. Total Biaya Sarana Produksi Pak Winarto di Plot 4

No Input Unit Harga (Rp) Total Biaya (Rp)

1 Benih 6 kg 67.000 400.000

2 Pupuk Urea 1,5 Kw 180.000 270.000

3 Pupuk Ponska 1 Kw 250.000 250.000

4 Pestisida Kimia 2 Botol 35.000 70.000

Total 990.000

Berdasarkan tabel 58, maka dapat diketahui sarana produksi yang

diperlukan pak Winarto dalam berusahatani yaitu bibit, pupuk urea, pupuk

ponska, dan pestisida kimia. Biaya benih yang digunakan sebanyak 6 kg dengan

biaya sebesar Rp 400.000. Pupuk urea yang dibutuhkan sebesar 1,5 kwintal

dengan biaya Rp 270.000, sedangkan pupuk ponska yang dibutuhkan sejumlah

1 kwintal dengan biaya sebesar Rp 250.000. Pak Winarto diketahui

menggunakan pestisida kimia dengan biaya sebesar Rp 35.000 per botol.

3. Biaya Tenaga Kerja dalam Keluarga

Tabel 59. Total Biaya Tenaga Kerja dalam Keluarga Pak Winarto

No Uraian Jumlah Orang

Hari Jam HOK Upah (Rp)

Total (Rp)

1. Penyiapan Lahan

1 1 3 0,375 75.000 28.125

2. Penanaman 3 1 4 1,5 60.000 90.000

4. Pemupukan 2 3 2 1,5 60.000 90.000

58

5. Penyiangan 3 2 2 1,5 60.000 90.000

6. Pengendalian hama

1 2 2 0,5 75.000 37.500

Total 298.125

Berdasarkan tabel 59, dapat diketahui bahwa Pak Winarto tidak

mengeluarkan biaya tenaga kerja, karena tenaga kerja berasal dari dalam

keluarga. Namun, biaya tenaga kerja tetap dihitung karena terdapat waktu dan

tenaga yang dikeluarkan dalam proses usahatani di mana biaya tenaga kerja

sebesar Rp 298.125 dengan asumsi jam kerja standar per hari adalah 8 jam.

4. Biaya Lain-lain

Pak Winarto diketahui mengeluarkan biaya untuk bahan bakar traktor

yang digunakannya untuk mengolahlahan pertanian beliau. Biaya bahan bakar

untuk traktor yang dikeluarkan beliau yaitu sebesar Rp 400.000. Biaya tersebut

merupakan biaya dalam pengolahan lahan penyiapan masa tanam (sekali

dalam masa tanam).

Analisis RC Rasio (Revenue Cost Ratio)

1. Biaya Total

Tabel 60. Total Biaya Pak Winarto

Total Biaya Tetap (TFC) Rp 750.000

Total Biaya Variabel (TVC) Rp 1.688.125

Total Biaya (TC) Rp 2.438.125

Berdasarkan data di atas maka dapat diketahui biaya total (TC) yang

dikeluarkan Pak Winarto yaitu sebesar Rp 2.438.125.

2. Total Penerimaan

Tabel 61. Total Penerimaan Pak Winarto

Komoditas Luas Tanam (Ha)

Jumlah (Kg) Harga (Rp/Kg)

Total (Rp)

Jagung Manis

1 2,5 3.500 8.750.000

Berdasarkan tabel 61, maka dapat diketahui total penerimaan yang

didapatkan pak Winarto dari usahatani jagung manis yaitu sebesar Rp

8.750.000.

3. Keuntungan

Π = TR - TC

= Rp 8.750.000 - Rp 2.438.125

= Rp 6.311.875

59

BEP

BEP Unit = 𝑇𝐹𝐶

𝑃−𝑇𝑉𝐶

𝑄

= 750000

3500−675,25

= 265,51

= 266

Total unit yang harus dihasilkan oleh Pak Winarto dalam budidaya jagung

manis yaitu sebesar 266 unit, namun apabila ingin menguntungkan hasil yang

dibudidayakan harus lebih dari 266 unit.

4. RC Ratio

𝑅𝐶𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 =8750000

2.438.125

= 3,58 (layak)

Dari perhitungan RC Ratio diatas dapat diketahui sebesar 3,58 yang artinya

usahatani jagung manis Pak Winarto layak diusahakan atau menguntungkan.

3.1.3.2 Ecologically sound (ramah llingkungan)

Pak Sugiyanto dalam mengelola lahannya hanya menggunakan satu

komoditas saja yaitu kubis dengan kata lain menggunakan sistem monokultur.

Sekali proses produksi dari penanaman hingga pemanenan akan memakan

waktu sekitar 90 hari. Pada usahatani yang dijalankan tidak terdapat praktik

daur ulang oleh petani, tanaman kubis yang siap panen langsung diambil dan

lahan langsung dibersihkan sehingga tidak ada sisa tanaman untuk keperluan

daur ulang lahan. Usahatani yang dijalankan oleh petani menggunakan

kombinasi dari 2 pupuk, yaitu pupuk organik yang berasal dari kotoran kambing

dan pupuk kimia. Menurut Pak Sugiyanto, persentase penggunaan pupuknya

sebesar 75% pupuk organik dan 25% pupuk kimia, pestisida yang digunakan

juga berupa pestisida kimia.

3.1.3.3 Socially Just (berkeadilan)

Berikut merupakan hasil wawancara petani pada setiap plot

mengenai keberlanjutan pertanian pada usaha budidayanya berdasarkan

asas Socially Just (berkeadilan).

A. Plot 1 (Hutan)

a) Kebutuhan dasar sebagai pengelolaan pertanian

1) Penggunaan fungsi lahan pertanian

Pada plot 1, kegiatan budidaya menerapkan sistem

monokultur dan tumpangsari. Sistem monokultur pada komoditi

kopi, dan sistem tumpang sari pada komoditi jagung dan buncis.

60

2) Keanekaragaman, kepemilikan dan pelestarian keanekaragaman

hayati

Keadaaan pada lahan ini cukup beragam, karena terdapat

lebih dari 1 jenis tanaman. Pada kepemilikan lahan, beliau

memiliki lahan tegal seluas 1200m2 untuk budidaya jagung.

Selain itu beliau juga menggarap lahan hutan milik Perhutani

dengan sistem bagi hasil 3:7.

3) Pemuliaan dan pengembangan

Dalam usaha taninya, beliau tidak melakukan pemuliaan

dan pengembangan, dikarenakan beliau masih menggunakan

input kimia sehingga masih belum adanya pengembangan untuk

jenis tanaman yang benar-benar organik.

4) Saling menukar dan menjual benih di masyarakat

Petani di desa Telungrejo, tidak melakukan kegiatan tukar-

menukar benih, petani menggunaakan benih masing-masing

hasil budidaya sebelumnya untuk ditanam pada musim tanam

berikutnya. Selain itu, petani juga dapat membeli benih pada

toko pertanian atau pada koperasi pertanian di kelompok tani

Wonoasri.

5) Memperoleh informasi pasar

Menurut petani pada plot 1, beliau tidak mendapat

informasi mengenai harga pasar dengan mudah. Beliau hanya

mendapatkan informasi harga melalui tengkulak. Sehingga hal

ini juga berpengaruh terhadap pendapatan beliau.

b) Memiliki karakteristik humanistic

Pada kegiatan usahataninya, beliau cukup memiliki

karakteristik humanistic, beliau menggunakan pupuk organik dan

pupuk kimia. Kedua pupuk ini dikombinasikan. Untuk penggunaan

pestisida, beliau jarang sekali menggunakannya karena serangan

hama dan penyakit jarang sekali ditemukan, khususnya pada kopi.

Beliau belum pernah menggunakan pestisida pada budidaya kopi.

Meskipun masih belum dapat dikatakan ramah lingkungan, tetapi

hewan, tumbuhan manusia sudah dihargai secara proporsional.

B. Plot 2 (Agroforestri)

a) Kebutuhan dasar sebagai pengelolaan pertanian

1) Penggunaan fungsi lahan pertanian

Petani pada plot 2 memiliki lahan pribadi seluas 1 Ha.

Disana tidak terdapat peraturan mengenai jenis komoditas yang

harus ditaman setiap musimnya. Petani dapat dengan bebas

memilih komoditas yang akan dibudidayakan. Namun terkadang

61

para petani sawah melakukan musyawarah dlam menentukan

jenis kmoditas yang akan ditanam, sedangkan untuk petani

ladang, tidak terdapat kelompok tani maupun gapoktan.

2) Keanekaragaman, kepemilikan dan melestarikan

keanekaragaman hayati

Keanekaragaman pada plot 2 cukup tinggi. Hal ini dapat

dilihat dari banyaknya ragam komoditas yang ditanam petani,

seperti cengkeh, kopi, pisang, durian dan cabai. Selain itu, dalam

menjaga biodiversitas dan lingkungan, beliau menuruti

peraturan Perhutani yang melarang penebangan pohon

sehingga dapat menjaga keanekaragaman hayati.

3) Pemuliaan dan pengembangan

Pada usahataninya, Bapak Mulyono melakukan upaya

pemuliaan dengan penggunaan pupuk organik dengan dosis

yang lebih besar dibanding pupuk kimia. Pupuk organik dapat

diperoleh dari kotoran hewan ternaknya maupun dibeli dari toko

pupuk. Sedangkan pengembangan yang beliau lakukan adalah

pemanfaatan kotoran ternak sebagai biogas rumah tangga, dan

ampas biogas beliau gunakan kembali sebagai pupuk.

4) Saling menukar dan menjual benih di masyarakat

Dalam kegiatan usahataninya, Pak Mulyono membeli bibit

dari pasar. Selain itu, terkadang beliau membuat bibit sendiri

dari tanaman sebelumnya.

5) Memperoleh informasi pasar

Menurut Pak Mulyono, akses mengenai informasi pasar

terkait harga masih mudah didapatkan, sehingga harga jual pada

tiap-tiap komoditas masih dalam harga yang tidak merugikan

para petani dan dapat menutup biaya-biaya yang dikeluarkan

serta masih bisa mendapatkan keuntungan.

b) Memiliki karakter yang humanistik (manusiawi)

Pada usahatani Pak Mulyono, sudah terdapat karakter yang

humanistik. Beliau turut serta dalam menjaga keanekaragman

hayati dengan menanam berbagai jenis komoditas yang beragam

dengan menggunakan pupuk organik, selain itu beliau juga

menghormati aturan Perhutani untuk tidak menebang pohon.

Makhluk hidup dihargai dengan proporsional.

c) Martabat dasar semua makhluk hidup dihormati

Beliau melakukan usahatani dengan wajar dan tidak terdapat

adanya indikasi pengrusakan martabat makhlup hidup. Hal ini dapat

dilihat dari tindakan beliau yang melakukan pemuliaan tanaman,

62

dan penghormatan atas peraturan Perhutani yang melarang

penebangan pohon.

C. Plot 3 (Tanaman Semusim)

a) Kebutuhan dasar sebagai pengelolaan pertanian

1) Penggunaan fungsi lahan pertanian

Pada desa Tulungrejo, petani bebas menanami lahannya

sesuai dengan keinginan petani. Disini tidak ditetapkan

peraturan-peraturan yang mewajibkan petani untuk menanam

jenis tanaman tertentu.

Dalam melakukan usahatani, Pak Sugiyanto melakukan

sistem kerja sama dengan kedua rekan beliau. Jadi lahan seluas

1 ha, digarap oleh tiga orang petani. Sehingga, Pak Sugiyanto

menentukan jenis tanaman yang akan ditanam dengan cara

musyawarah dengan kedua rekan beliau.

2) Keanekaragaman, kepemilikan dan melestarikan

keanekaragaman hayati

Dalam kegiatan usahatani, Pak Sugiyanto menerapkan

sistem monokultur dengan komoditas kubis. Sehingga

biodiversitas didalamnya sangat rendah. Perlu dilakukan upaya

peningkatan keanekaragaman hayati dengan cara menggunakan

sistem tumpang sari. Selain itu perlu dilakukan rotasi tanaman

untuk memutus siklus hidup hama.

3) Pemuliaan dan pengembangan

Pada usahatani yang dijalankan tidak terdapat praktik daur

ulang oleh Pak Sugiyanto. Tanaman kubis dipanen habis, dan

lahan langsung dibersihkan sehingga tidak ada sisa tanaman

untuk daur ulang. Pada usahataninya, beliau menggunakan

pupuk organik sebesar 75% dan pupuk kimia sebesar 25%.

Pestisida yang digunakan murni berupa pestisida kimia, namun

aplikasi pestisida tidak dilakukan dalam waktu yang sering.

4) Saling menukar dan menjual benih di masyarakat

Dalam usahataninya, beliau memperoleh bibit dengan

membelinya di pasar. Jadi tidak terdapat kegiatan tukar menukar

benih.

5) Memperoleh informasi pasar (Harga dan kualitas Demand –

Supply)

Mengenai informasi pasar, Pak Sugiyanto, petani plot 3

dapat mengetahui informasi harga dengan mudah. Bisa melalui

rekan sesama petani, melalui pasar, dan melalui tengkulak.

Biasanya, ketika harga kubis melambung, maka tengkulak akan

63

datang ke lahan dan langsung membeli kubis. Ketika harga kubis

turun, maka Pak Sugiyanto mencari tengkulak yang mau

membeli kubis beliau. Harga kubis saat ini berkisar sekitar Rp

700-1000/kg, sedangkan ketika harga melambung, harga kubis

dapat mencapai Rp 2000.

b) Memiliki karakter yang humanistik (manusiawi)

Pada usahatani Pak Sugiyanto semua bentuk kehidupan baik

tanaman, hewan, dan manusia, dihargai secara proporsional.

Dalam melakukan usahatani, Pak Sugiyanto melakukan sistem kerja

sama dengan kedua rekan beliau. Jadi lahan seluas 1 ha, digarap

oleh tiga orang petani.

Sistem penggarapan lahan bersama ini menyebabkan

terjalinnya hubungan kekerabatan yang erat diantara ketiganya.

Mereka pun menerapkan sistem bagi hasil yang berkeadilan dengan

cara membagi rata hasil panen. Selain itu, biaya yang diperlukan

untuk menjalankan usahatani juga dibagi rata dantara mereka

bertiga, sehingga beban biaya terasa ringan. Jadi sistem ini

menguntungkan seluruh pihak, dan tidak ada pihak yang dirugikan.

c) Martabat dasar semua makhluk hidup dihormati

Beliau melakukan usahatani dengan wajar dan tidak terdapat

adanya indikasi pengrusakan martabat makhlup hidup. Beliau tidak

melakukan kegiatan yang merugikan antar makhluk hidup.

D. Plot 4 (Tanaman Semusim dan Pemukiman)

a) Kebutuhan dasar sebagai pengelolaan pertanian (hak-hak)

1) Penggunaan fungsi lahan pertanian

Dalam usahataninya, Pak Winarto melakukan budidaya di

lahan sewa yang ditanami komoditas jagung manis.

2) Keanekaragaman, kepemilikan dan melestarikan

keanekaragaman hayati

Keanekaragaman hayati tanaman sangat rendah, karena

beliau anya menanam jagung manis dengan sistem monokultur.

3) Memperoleh informasi pasar (Harga dan kualitas Demand –

Supply)

Menurut Pak Winarto, informasi pasar terkait harga jagung

manis masih dikatakan baik karena petani masih mendapatkan

keuntungan dari hasil budidayanya.

b) Memiliki karakter yang humanistik (manusiawi)

Kegiatan usahatani di Desa Tulungrejo mempertimbangkan

aspek lingkungan, sehingga lingkungan tetap terjaga. Selain

hubungan manusia dengan lingkungan, hubungan antar sesama

64

manusia juga berjalan dengan baik. Sehingga terciptalah

masyarakat yang kondusif.

3.1.3.4 Culturally acceptable (berakar pada budaya setempat)

A. Plot 1 (Hutan)

Masyarakat desa Tulungrejo masih mempercayai adat istiadat

yang ada, seperti slametan. Mereka mempercayai bahwa jika tidak

melakukan slametan, hasil panen tidak akan berhasil atau terdapat

kendala pada saat kegiatan usahatani. Selain itu, terdapat

perkembangan teknologi yang membantu para petani dalam

melakukan usahatani dan terdapat kelompok tani sebagai wadah

penyampaian informasi-informasi di bidang pertanian.

B. Plot 2 ( Agroforestri)

Sistem gotong royong masih melekat pada manyarakat Desa

Tulungrejo. Hal ini dapat dibuktikan dengan Pak Mulyono sendiri yang

masih membutuhkan bantuan orang lain diluar anggota keluarga,

seperti tetangga di lingkungan sekitar rumahnya untuk membantu

kegiatan pemanenan. Kegiatan tersebut nantinya akan diberi upah

tenaga kerja, untuk perempuan sebesar Rp.50.000/hari dan laki-laki

sebesar Rp.70.000/hari, untuk pemanenan seluas 1 ha dibutuhkan 5

orang terdiri dari 3 wanita dan 2 laki-laki selama satu minggu untuk

panen kopi kemudian diangkut menggunakan pick-up milik sendiri dan

di antar ke pabrik dalam keadaan kering.

Sistem kepercayaan adat masih dilakukan pada saat musim

panen. Hasil panen tersebut dibawa ke ladang untuk slametan. Adat

tersebut sudah ada sejak nenek moyang. Namun, tidak semua

masyarakat percaya akan hal tersebut, sehingga acara slametan

tersebut sudah jarang dilakukan oleh petani. Selain itu, terdapat

tempat keramat yaitu punden, dan sumber air yang airnya tidak

pernah kering. Sumber tersebut tidak boleh dimasuki orang karena

dianggap sebagai tembusan ke pantai selatan, Yogyakarta.

C. Plot 3 (Tanaman Semusim)

Pada desa Tulungrejo, terdapat sebuah tempat yang dilindungi

masyarakat. Tempat tersebut disebut Punden. Punden dianggap

sebagai tempat yang keramat oleh masyarakat sekitar. Hal ini

dikarenakan Punden adalah makam sesepuh yang dianggap sebagai

orang pertama yang membuka lahan di Desa tersebut. Masyarakat

menghormati beliau dengan merawat dan membersihkan makam

tersebut setiap hari sabtu. Perawatan makam dilakukan oleh

sukarelawan, tidak terdapat jadwal khusus.

65

Tradisi ini merupakan suatu kearifan lokal yang berhubungan

dengan pertanian dan masih dijaga sampai saat ini. Walaupun kegiatan

ini berbasis sejarah tradisional, namun hal ini merupakan kegiatan

yang positif. Dengan adanya tradisi ini masyarakat diingatkan akan

pentingnya menjaga lahan pertanian untuk tidak dialih fungsikan

menjadi lahan non pertanian. Menurut Suhartini (2009), alih fungsi

lahan pertanian untuk penggunaan di luar sektor pertanian

menyebabkan flora yang hidup di sana, termasuk varietas padi lokal

maupun liar, kehilangan tempat tumbuh. Hal tersebut tentu

bertentangan dengan pertanian berlanjut. Dengan adanya tradisi ini,

secara tidak langsung masyarakat mendukung keberlangsungan

pertanian berlanjut.

D. Plot 4 (Tanaman Semusim dan Pemukiman)

Desa Tulungrejo masih mempercayai adat istiadat dari zaman

dahulu hingga sekarang. Mereka mempercayai bahwa ritual atau

slametan berpengaruh pada hasil usahataninya. Dengan dilakukannya

slametan, diharapkan mulai kegiatan penanaman hingga pemanenan

tidak terdapat kendala apapun, sehingga hasil yang mereka dapatkan

akan maksimal.

Selain itu, hubungan antar masyarakat berjalan dengan baik.

Seperti dalam kegiatan pemanenan, mereka menyewa orang untuk

mengambil hasil pertaniannya dan kebudian diberi upah yang sesuai.

Hal lainnya yaitu, salah satu petani yaitu Pak Suwono, membina

hubungan dengan antar kelompok tani. Tujuannya adalah untuk

mendapatkan informasi-informasi di bidang pertanian. Tetapi, masih

banyak petani yang belum bergabung dengan kelompok tani, karena

kelompok tani dianggap kurang berperan dalam menunjang kegiatan

usahatani para petani.

3.2 Pembahasan Umum

3.2.1 Keberlanjutan Sistem Pertanian di Lokasi Pengamatan

Tabel 62. Hasil Pengamatan Indikator Keberhasilan di Semua Plot

Indikator Keberhasilan Plot 1 Plot 2 Plot 3 Plot 4

Produksi Vvvv vvvv vvvv Vvvv

Air V v v V

Karbon Vv vvv v V

Anthropoda dan Penyakit Vv v v Vv

Gulma vvv vvv vvv Vvv

Note: v = kurang; vv = sedang; vvv = baik; vvvv = sangat baik

66

Plot 1 = Perkebunan Pinus, Plot 2 = Agroforestri, Plot 3 = Tanaman Semusim,

Plot 4 = Tanaman Semusim dan Pemukiman

Produksi

Pada plot 1 (hutan dengan perkebunan pinus) didapatkan hasil

bahwa untuk produksi terkatagori menjadi sangat baik karena pada plot ini

terdapat 2 komoditas yang memiliki tingkat produksi yang sangat baik. 2

komoditas tersebut adalah jagung dan kopi, untuk komoditas jagung

memiliki produksi sebesar 250 Kg dengan total pendapatan sebesar Rp

3.729.917. dan untuk komoditas kopi memiliki produksi sebesar 750 Kg

dengan total pendapatan sebesar Rp 3.024.000.

Pada plot 2 (Agroforestri) didapatkan hasil bahwa untuk produksi

terkatagori menjadi sangat baik karena pada plot ini terdapat 5 komoditas

yang menandakan produksi yang sangat baik. 5 komoditas tersebut adalah

cabai, kopi, cengkeh, pisang, durian. Untuk komoditas cabai memiliki

produksi 10 Kg dan pendapatan sebesar Rp 68.500 . Untuk komoditas kopi

memiliki produksi 4000 Kg dan pendapatan sebesar Rp 43.128.250 . Untuk

komoditas cengkeh memiliki produksi 10.500 Kg dan pendapatan sebesar

Rp 310.128.250. Untuk komoditas pisang memiliki produksi 100 tandan

dan pendapatan sebesar Rp 2.340.850. Untuk komoditas durian memiliki

produksi 9000 buah dan pendapatan sebesar Rp 87.190.750.

Pada plot 3 (tanaman semusim) didapatkan hasil bahwa untuk

produksi terkatagori menjadi sangat baik karena pada plot ini dengan

tanaman kubis memiliki produksi sebesar 35.000 kg dengan pendapatan

sebesar Rp 27.010.000.

Pada plot 4 (tanaman semusim) didapatkan hasil bahwa untuk

produksi terkatagori menjadi sangat baik karena pada plot ini dengan

tanaman jagung manis memiliki produksi sebesar 3.500 Kg dengan

pendapatan sebesar Rp. 6.311.875.

Berdasarkan keempat plot diatas dapat diketahui bahwa para

petani mendapatkan untung yang baik untuk pengeolaan lahannya. Hal ini

merupakan salah satu aspek yang mendukung keberlanjutan suatu

pertanian di bidang sosial ekonomi dimana petani mendapatkan

keuntungan secara finansial.

Air

Berdasarkan indikator air di semua plot dikategorikan kurang baik

karena pada setiap plot memiliki DO 0,00 – 0,01 dan pH antara 5,17 – 5,89.

Hal ini menunjukan kualitas air pada semua plot berada pada kelas IV.

Dimana air hanya dapat diperuntukan untuk mengairi pertanaman dan

atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan

67

kegunaan (Panduan Fieldtrip Pertanian Berlanjut, 2016). Oksigen terlarut

juga diperlukan untuk mendekomposisi limbah organik dalam perairan

(Rustam, 2010). DO yang sangat minim sulit untuk mendekomposisi limbah

organik di perarian tersebut dan dapat mengancam keberlanjutan

pertanian tersebut. Oleh karena itu secara lingkungan kualitas air disemua

plot kurang baik untuk pertanian berlanjut

Karbon

Pada data indikator karbon untuk plot 1 penggunaan lahan hutan

dengan cadangan karbon sebesar 150 ton/ha termasuk kepada kategori

sedang. Chave et al. (2005) mengemukakan bahwa kerapatan kayu

merupakan parameter penting untuk mendapatkan nilai dugaan yang

akurat dalam pendugaan biomassa setelah diameter bahkan lebih penting

dibandingkan tinggi. Jenis tanaman berkayu keras dengan nilai kerapatan

kayu yang tinggi cenderung memiliki nilai cadangan karbon yang tinggi

karena kayu tersusun oleh serat selulosa yang merupakan rangkaian dari

rantai karbon. Namun berdasarkan pengamatan di hutan produksi

kerapatan kayu di plot 4 masih terlihat sedang oleh karenanya cadangan

karbon dari plot 4 juga termasuk sedang. Plot 2 penggunaan lahan

agroforestri dengan cadangan karbon sebesar 80 ton/ha termasuk kepada

kategori baik. Untuk plot 3 dan 4 penggunaan lahan tanaman semusim

dengan cadangan karbon sebesar 1 ton/ha dikategorikan kurang baik.

Hairiah dan Rahayu (2007) juga mengemukakan bahwa pada lahan

pertanian semusim mempunyai cadangan karbon yang kecil yaitu 3 ton/ha.

Oleh karena itu dengan cadangan karbon 1 ton/ha masi tergolong kurang

baik.

Anthropoda dan penyakit

Pada indikator anthropoda dan penyakit di plot 2 dan plot 3

dikategorikan menjadi kurang baik karena tingkat musuh alami lebih besar

daripada hama yang ada. Dan pada plot 1 dan plot 4 dikategorikan baik,

karena tingkat musuh alami dan hama hampir seimbang. Hal ini sesuai

dengan pernyataan Sastrosiswojo (1997), bahwa bagian terpenting pada

suatu ekosistem adalah adanya musuh alami yang berperan

mengendalikan hama yang menjadi plot penting dalam budidaya tanaman.

Namun, apabila tingkat musuh alami lebih tinggi daripada hama, maka

musuh alami lama kelamaan akan berpindah dari lokasi tersebut. Apabila

musuh alami telah melakukan migrasi maka akan berpotensi

menyebabkan peledakan hama pada lokasi tersebut. oleh karena itu

dengan kejadian tersebut dapat mengancam keberkanjutan pertanian di

daerah tersebut.

68

Gulma

Pada indikator gulma di semua plot dikategorikan menjadi kategori

baik karena dilihat dari semua plot berdasarkan H’ semua plot memiliki H’

antara 1,31 – 1,60. Dimana untuk keanekaragaman gulma secara

menyeluruh pada keempat lahan tergolong sedang. Dan juga, karena pada

semua plot tidak ada gulma yang mendominasi. Hal ini dilihat dari indeks

dominansi di semua plot yaitu D=0 (Odum, 1971 dalam Mardiyanti, D. E.,

Kurniawan P. J., dan Medha Baskara, 2013). Dengan kategori baik dapat

menunjukan bahwa lahan tersebut akan memiliki produktivitas cukup

dengan kondisi ekosistem yang cukup seimbang dan tekanan ekologisnya

baik.

Berdasarkan penilaian indikator keberhasilan, dapat dikatakan plot 1

(hutan dengan perkebunan pinus), plot 2 (agroforestri), plot 3 (Tanaman

Semusim), dan plot 4 (Tanaman Semusim dan Pemukiman) belum termasuk ke

dalam pertanian berlanjut. Hal ini dikarenakan terdapat beberapa indikator

pada masing-masing plot masih kurang. Menurut Munasinghe, 1993 dalam

Rivai, R. S., dan Iwan S. A., 2011, suatu sistem pertanian dapat dikatakan

berlanjut apabila ketiga dimensi berkelanjutan, yaitu keberlanjutan usaha

ekonomi, keberlanjutan kehidupan sosial manusia, dan keberlanjutan ekologi

alam.

69

BAB IV

PENUTUP

4.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dari berbagai indikator yang

meliputi indikator biofisik yaitu indikator kualitas air, indikator agronomi,

indikator hama penyakit, serta indikator sosial ekonomi maka dapat

disimpulkan bahwa pengelolaan lahan pada skala lansekap di ketiga wilayah

pengamatan tersebut belum termasuk dalam kategori pertanian berlanjut.

Hal ini disebabkan karena ada beberapa faktor atau aspek yang belum

terpenuhi. Pada dasarnya konsep pertanian berlanjut berprinsip pada

pemenuhan kondisi biofisik (ekologi), ekonomi dan sosial dengan baik. Hal

inilah yang menjadi landasan suatu praktik pengelolaan lahan dapat

dikategorikan sebagai pertanian berlanjut, yaitu kondisi lingkungan yang

lestari (seimbang) serta produktivitas menunjang kehidupan masyarakat

secara ekonomi dan sosial.

4.2. Saran

Sebaiknya, agar praktik pengelolaan lahan bisa berlanjut baik secara

ekologi, ekonomi maupun sosial, perlu adanya integrasi antara ketiga aspek

tersebut. Perbaikan pengelolaan ditingkat plot akan menjadi awal

terbentuknya lanskap pertanian yang berlanjut. Pada konteks ini, perbaikan

diarahkan pada pengupayaan kondisi biofisik (ekologi) yang baik yaitu melalui

pengelolaan hama, gulma serta perbaikan pada area penyerapan karbon.

Sehingga dengan demikian pengelolaan lahan diharapkan mampu menunjang

produktivitas yang optimal dan berlanjut.

70

DAFTAR PUSTAKA

Alemu, Tesfaye. 2012. A Review of Coffee Wilt Disease, Gibberella xylarioides

(Fusarium xylarioides) in Africa with Special Reference to Ethiopia.

Ethiopian Journal of Biological Sciences. Ethiopia

As-syakur AR, Suarna IW, Sandi Adnyana IW, Rusna IW, Alit Laksmiwati IA, Diara I

W. 2008. Studi Perubahan Penggunaan Lahan di DAS Badung. Jurnal Bumi

Lestari. 10;2: 200-208

Brown S, 1997. Estimating Biomass and Biomass Change of Tropical Forests a

Primer. FAO Forestry paper No. 134. FAO, Rome, 55 pp.

De la Cretaz AL, Barten PK. 2007. Land Use Effects on Streamflow and Water

Quality in the Northeastern United States. CRC Press. Florida.

Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian RI. 2015. Deteksi Dini

Serangan Penyakit Jamur Upas Pada Tanaman Kopi.

http://ditjenbun.pertanian.go.id/bbpptpsurabaya. Diakses pada tanggal

12 Desember 2016

Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian RI. 2016. Karat Daun Kopi

(Hemileia vastatrix B.et Br.).

http://ditjenbun.pertanian.go.id/sinta/karat-daun-kopi-hemileia-

vastatrix-b-et-br/. Diakses pada 12 Desember 2016

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air: Bagi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan

Lingkungan Perairan. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

Fadlina, Inneke Meilia dkk. 2013. Perencanaan Pembangunan Pertanian

Berkelanjutan (Kajian tentang Pengembangan Pertanian Organik di Kota

Batu). Sustainable Development of Agrocultural (Studies on Organic

Agricultural Development in Batu City), J-PAL, Vol. 4, No. 1.

Hairiah, Kurniatun et, al. 2010. Studi Biodiversitas: Apakah agroforestri mampu

mengkonservasi keanekaragaman hayati di DAS KONTO RABA (Rapid Agro-

Biodiversity Appraisal). World Agroforestry Centre. ICRAF Southeast Asia

Regional Office. PO BOX 161. Bogor 16001. Indonesia

Hairiah, K., Rahayu S. 2007. Pengukuran “Karbon Tersimpan” di Berbagai Macam

Penggunaan Lahan. Bogor. World Agroforestry Centre - ICRAF, SEA

Regional Office, University of Brawijaya, Indonesia. 77p.

Henderson B, dan Markland. 1987. Decaying lakes-The origins and control of

Cultural Eutrofication. Jhon & Willey Sons Ltd. New York. Brisbane,

Toronto, Singapura.

Kartohardjono, Arifin. 2011. Penggunaan Musuh Alami sebagai Komponen

Pengendalian Hama Padi Berbasis Ekologi. Jurnal Pengembangan Inovasi

Pertanian, Volume 4 Nomor 1

Kaswanto RL, Nakagoshi N, Arifin HS. 2010. Impact of Land Use Changes on Spatial

Pattern of Landscape

71

Mardiyanti, D. E., Kurniawan P. J., dan Medha Baskara. 2013. Dinamika

Keanekaragaman Spesies Tumbuhan Pasca Pertanaman Padi. Jurnal

Produksi Tanaman. Vol. 1(1).

Monde, Anthon. 2009. Degradasi Stok Karbon (C) Akibat Alih Guna Lahan Hutan

Menjadi Lahan Kakao Di Das Nopu, Sulawesi Tengah. Jurnal Agroland.

Volume 16 (2) : hlm 110 – 117

Noordwijk Van M, Agus F, Suprayogo D, Hairiah K, Pasya G, Verbist B, Farida.

2004. Peranan Agroforestri dalam Mempertahankan Fungsi Hidrologi

Daerah Aliran Sungai (DAS). Agrivita 26 (1): 1-8.

Nybakken, J. W. 1988. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. Diterjemahkan

oleh H. M. Eidman Koesbiono, D. G. Bengen, M. Hutomo dan S. Sukardjo.

P. T. Gramedia. Jakarta.

Palijima, W., J. Riry dan A. Y. Wattimena. 2012. Komunitas Gulma pada

Pertanaman Pala (Myristica fragans H) belum Menghasilkan dan

Menghasilkan di Desa Hutumuri Kota Ambon. Jurnal Agrologia. Vol. 1(2):

134-142.

Pujiono, dkk. 2013. Kajian Aspek Ekologi, Ekonomi dan Sosial Model-Model

Agroforestri Di Nusa Tenggara Timur. NTT: Balai Penelitian Kehutanan

Kupang.

Rivai, R. S, dan Iwan, S. A. 2011. Konsep dan Implementasi Pembangunan

Pertanian Berkelanjutan di Indonesia. Jurnal Forum Penelitian Agro

Ekonomi. Vol. 29 (1): 13-25.

Rukmana, Didi. 2012. Pertanian Berkelanjutan: Mengapa, Apa dan Pelajaran

Penting dari Negara Lain. Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin.

Rustam. 2010. dalam Tinjauan Pustaka.

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/39843/4/Chapter%20II.

pdf. Diakses pada 08 Desember 2016

Salmin. 2005. “Oksigen Terlarut (DO) dan Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD)

sebagai Salah Satu Indikator Untuk Menentukan Kualitas Perairan”. Jurnal

Oseana, 30. 21-26.

Sastrosiswojo. 1997. dalam Leny Mulyani. 2010. Implementasi Sistem Pertanaman

Kubis: Kajian terhadap Keragaman Hama dan Musuh Alami. UNS:

Surakarta

Setiawan, Gatot, Lailan Syaufina, dan Nining Puspaningsih. 2016. Pendugaan

Hilangnya Cadangan Karbon dari Perubahan Penggunaan Lahan di

Kabupaten Bogor. Jurnal Silvikultur Tropika Vol. 07 No. 2, Agustus 2016, Hal

79-85

Silitonga, Tiur, et.al. 2012. Evaluasi Ketahanan Plasma Nutfah Padi Terhadap

Penyakit Hawar Daun Bakteri dan Blas, dan Jagung terhadap Bulai. Balai

Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian

72

Syofyan, I., Usman, dan P. Nasution. 2011. Studi Kualitas Air Untuk Kesehatan

Ikan Dalam Budidaya Perikanan Pada Aliran Sungai Kampar Kiri. Jurnal

Perikanan dan Kelautan, 16. 64-70.

Uluk, A., M, Sudana., dan L, Wollenberg. 2001. Ketergantungan Masyarakat Dayak

Terhadap Hutan di Sekitar Taman Nasional Kayan Mentarang. Bogor:

Unpublished report. CIFOR.

Wahyuni, Sri. 2006. Perkembangan Hama dan Penyakit Kubis dan Tomat pada

Tiga Sistem Budidaya Pertanian di Desa Sukagalih Kecamatan

Megamendung Kabupaten Bogor. Program Studi Proteksi Tanaman

Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor

Wardhana, W.A. 2004. Dampak Pencemaran Lingkungan. Penerbit Andi,

Yogyakarta.

Widianto, et.al. 2003. Fungsi dan Peran Agroforestri. World Agroforestry Centre

(ICRAF), Southeast Asia Regional Office. Bogor

73

LAMPIRAN

Lampiran 1. Penggunaan Lahan

1) Plot 1. Hutan

2) Plot 2. Agroforestri

3) Plot 3 Tanaman Semusim

74

4) Plot 4. Tanaman Semusim dan Pemukiman

Lampiran 2. Transek

1. Transek Aspek Tanah

1) Plot 1. Hutan

2) Plot 2. Agroforestri

75

3) Plot 3. Tanaman Semusim

4) Plot 4. Tanaman Semusim dan Pemukiman

2. Transek Aspek BP

1) Plot 1 Hutan

76

2) Plot 2 Agroforestri

3) Plot 3 Tanaman Semusim

4) Plot 4 Tanaman Semusim + Pemukiman

77

Lampiran 3. Data-Data Lapangan Lain

A. Pengamatan Aspek Agronomi (Perhitungan SDR)

Tabel 63. Hasil Perhitungan SDR di Plot 1 (Hutan)

No

Spesies KM KN FM FN LBA DM DN IV SDR

1.

Semanggi (Oxalis cornicula L.)

3 15,79%

0,33 12,5%

10745,87

1,43 0,35%

28,64%

9,55%

2.

Rumput Kerbau (Paspalum conjugatum)

8 42,11%

0,67 25% 510,45

0,07 0,02%

67,12%

22,37%

3.

Rumput Malela (Brachiarsa mutica)

1 5,26%

0,33 12,5%

3085290,41

411,37

99,55&

117,31%

39,10%

4.

Bandotan (Ageratum conyzoides L.)

2,67 14,04%

0,67 25% 379,94

0,05 0,01&

39,05%

13,02%

5.

Sambiloto (Andrographis paniculata)

2,33 12,28%

0,33 12,5%

854,87

0,11 0,03&

24,81%

8,27%

6.

Dandang Gendis (Clinacantusnutans Lindau)

2 10,53%

0,33 12,5%

1417,91

0,19 0,05%

23,07%

7,69%

Total 19 100%

2,67 100%

3.099.199,43

413,23

100%

300%

100%

78

Tabel 64. Hasil Perhitungan SDR di Plot 2 (Agroforestri)

No Spesies KM KN FM FN LBA DM DN IV SDR

1.

Sintrong

(Crassoce

phalum

crepidioid

es

(Benth))

6,33

13,

38

%

0,6

7

22,

22

%

47.11

9,63

6,2

8

65,

15

%

100

,76

%

33,59

%

2.

Suruhan

(Peperomi

a

pellucida

(L))

34,3

3

72,

54

%

0,6

7

22,

22

%

1.625,

15

0,2

2

2,2

5%

97

%

32,33

%

3.

Rumput

Teki

(Cyperus

rotundus

L.)

2,33 4,9

3%

0,3

3

11,

11

%

20.66

5,17

2,7

6

28,

57

%

44,

61

%

14,87

%

4.

Paku-

pakuan

(Davallia

denticulat

a )

2 4,2

3%

0,6

7

22,

22

%

135,2

3

0,0

2

0,1

9%

26,

63

%

8,88%

5.

Kejibeling

(

Strobilant

hes

crispus L )

1 2,1

1%

0,3

3

11,

11

%

1.256 0,1

7

1,7

4%

14,

96

%

4,99%

6.

Legetan (

Synedrella

Nodiflora )

1,33 2,8

2%

0,3

3

11,

11

%

1.519,

76

0,2

0

2,1

0%

16,

03

%

5,34%

Total 47

100

% 3

100

%

72.32

1

9,6

4

100

%

300

% 100%

79

Tabel 65. Hasil Perhitungan SDR di Plot 3 (Tanaman Semusim)

No Spesies KM KN FM FN LBA DM DN IV SDR

1.

Rumput

Teki (

Cyperus

rotundus

L.)

6,33 23,7

5% 1

33,3

3%

74.22

6,66 9,90

28,6

5%

85,7

4%

28,5

8%

2.

Krokot (

Portulaca

oleracea)

13 48,7

5% 1

33,3

3%

25.43

4 3,39

9,82

%

91,9

0%

30,6

3%

3.

Rumput

Belulang (

Eleusine

indica)

5 18,7

5% 0,33

11,1

1%

113,0

4 0,02

0,04

%

29,9

0%

9,97

%

4.

Bandotan

(

Ageratum

conyzoide

s L.)

0,33 1,25

% 0,33

11,1

1%

70.65

0 9,42

27,2

7%

39,6

3%

13,2

1%

5.

Rumput

Kerbau

(Paspalum

conjugatu

m )

2 7,50

% 0,33

11,1

1%

88.62

3,36

11,8

2

34,2

1%

52,8

2%

17,6

1%

Total

26,6

7

100

% 3

100

%

259.0

47,06

34,5

4

100

%

300

%

100

%

80

Tabel 66. Hasil Perhitungan SDR plot 4 (Tanaman Semusim dan Pemukiman)

No Spesies KM KN FM FN LBA DM DN IV SDR

1 Rumput Malela (Brachiarsa mutica)

10,67

50,79%

1 30% 14.306,63

1,91 35,68%

116,48%

38,83%

2 Songgolangit ( Tridax procumbens L.)

4,33 20,63%

1 30% 2.826 0,38 7,05%

57,68%

19,23%

3 Bandotan ( Ageratum conyzoides L.)

1 4,76%

1 30% 21.371,63

2,85 55,30%

88,07%

29,36%

4 Jukut Pahit ( Axonopus compressus (Swartz) Beauv)

5 23,81%

0,33 10% 1.589,63

0,21 3,96%

37,77%

12,59%

Total 21

100%

3,33 100%

40.093,88

5,35 100%

300%

100%

81

Lampiran 4. Pengamatan Aspek Agronomi (Katalog Gulma yang Ditemukan di

Lokasi Praktikum)

Nama Ilmiah Dokumentasi

Rumput Malela

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Monocotyledoneae

Ordo : Gramineae

Famili : Graminales

Genus : Brachiaria

Spesies : Brachiaria mutica

Songgolangit

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliopyta

Kelas : Magnoliopsida

Sub Kelas : Asteridae

Ordo : Asterales

Famili : Asteraceae

Genus : Tridax

Spesies : Tridax procumbens L.

Bandotan

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Sub Kelas : Asteridae

Ordo : Asterales

Famili : Asteraceae

Genus : Ageratum

Spesies : Ageratum conyzoides L.

Jukut pahit

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Sub Divisi : Angiospremae

Kelas : Dicotyledoneae

Ordo : Poales

Famili : Poaceae

Genus : Axonopus

Spesies : Axonopus compressus L.

82

Rumput Kerbau

5K ingdom : Plantae (Tumbuhan)

Divisi : Spermatophyta

K elas : Monocotyledoneae

Ordo : Poales

Famili : Poaceae

Genus : Paspalum

Spesies : Paspalum conjugatum

Sambiloto

K ingdom : Plantae (Tumbuhan)

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Scrophulariales

Familia : Acanthaceae

Genus : Andrographis

Spesies : Andrographis paniculata

Dandang Gendis

K ingdom : Plantae (Tumbuhan)

Divisio : Magnoliophyta

Kelas : Dicotyledoneae

Ordo : Scrophulariales

Familia : Acanthaceae

Genus : Clinachantus

Spesies : Clinachantus nutans Lindau Semanggi

K ingdom : Plantae (Tumbuhan)

Divisi : Magnoliophyta

K elas : Magnoliopsida

Ordo : Geraniales

Famili : Oxalidaceae

Genus : Oxalis

Spesies : Oxalis corniculata Linn Sintrong

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Asterales

Famili : Asteraceae

Genus : Crasocephalum

83

Spesies : Crassocephalum crepidioides

(Benth)

Suruhan

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Piperales

Famili : Piperaceae

Genus : Paperomia

Spesies : Paperomia pellucida (L)

Rumput teki

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Lilopsida

Ordo : Cyperales

Famili : Cyperaceae

Genus : Cyperus

Spesies : Cyperus rotundus L.

Paku

Kingdom : Plantae

Divisi : Pterydophyta

Kelas : Filicenae

Ordo : Davalliales

Family : Polypodiceae

Genus : Davallia

Spesies : Davallia denticulata

Legetan

Kingdom : Plantae

Divisi : Tracheobionta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Asterales

Family : Asteraceae

Genus : Synedrella

Spesies : Synedrella nodiflora

84

Kejibeling

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Scrophulariales

Famili : Acanthaceae

Genus : Strobilanthes

Spesies : Strobilanthes crispus L

Krokot

Kingdom: Plantae

Divisi : Angiosperms

Kelas : Eudicots

Ordo : Caryophillales

Famili : Portulacaceas

Genus : Portulaca

Spesies : Portulaca oleracea L.

Rumput Belulang

Kingdom: Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Liliopsida

Ordo : Cyperales

Famili : Poaceae

Genus : Eleusin

Spesies : Eleusine indica L.

85

Lampiran 5. Pengamatan Aspek Agronomi (Perhitungan Koefisien Komunitas (C),

Indeks Keragaman (H’) dan Indeks Dominansi (C))

1. Perhitungan Koefisien Komunitas (C)

𝐶 = 4 𝑥∑𝑊

𝐴 + 𝐵 + 𝐶 + 𝐷 𝑥 100

= 4 𝑥(3 + 2,33 + 2,33 + 5,33)

19 + 47 + 26,67 + 21 𝑥 100

= 45,61

2. Perhitungan Indeks Keragaman (H’) Lokasi Hutan

𝐻′ = − ∑(𝑛𝑖

𝑁)ln (

𝑛𝑖

𝑁)

= − (((28,64

300) ln (

28,64

300)) + ((

67,12

300) ln (

67,12

300))

+ ((117,31

300) ln (

117,31

300)) + ((

39,05

300) ln (

39,05

300))

+ ((24,81

300) ln (

24,81

300)) + ((

23,07

300) ln (

23,07

300)))

= 1,60

3. Perhitungan Indeks Keragaman (H’) Lokasi Agroforestri

𝐻′ = − ∑(𝑛𝑖

𝑁)ln (

𝑛𝑖

𝑁)

= − (((100,76

300) ln (

100,76

300)) + ((

97

300) ln (

97

300))

+ ((44,61

300) ln (

44,61

300)) + ((

26,63

300) ln (

26,63

300))

+ ((14,96

300) ln (

14,96

300)) + ((

16,03

300) ln (

16,03

300)))

= 1,54

4. Perhitungan Indeks Keragaman (H’) Lokasi Semusim

𝐻′ = − ∑(𝑛𝑖

𝑁)ln (

𝑛𝑖

𝑁)

= − ((85,74

300) 𝑙𝑛 (

85,74

300) + (

91,9

300) 𝑙𝑛 (

91,9

300) + (

29,9

300) 𝑙𝑛 (

29,9

300)

+ (39,63

300) 𝑙𝑛 (

39,63

300) + (

52,82

300) 𝑙𝑛 (

52,82

300))

= 1,52

5. Perhitungan Indeks Keragaman (H’) Lokasi Semusim dan Pemukiman

86

𝐻′ = − ∑(𝑛𝑖

𝑁)ln (

𝑛𝑖

𝑁)

= − ((116,48

300) 𝑙𝑛 (

116,48

300) + (

57,68

300) 𝑙𝑛 (

57,68

300) + (

88,07

300) 𝑙𝑛 (

88,07

300)

+ (37,77

300) 𝑙𝑛 (

37,77

300))

= 1,3

6. Perhitungan Indeks Dominansi (C’) Lokasi Hutan

𝐶′ = Σ (𝑛𝑖

𝑁)

2

= ((28,64

300)

2

+ (67,12

300)

2

+ (117,31

300)

2

+ (39,05

300)

2

+ (24,81

300)

2

+ (23,07

300)

2

) = 0,24

7. Perhitungan Indeks Dominansi (C’) Lokasi Agroforestri

𝐶′ = Σ (𝑛𝑖

𝑁)

2

= ((100,76

300)

2

+ (97

300)

2

+ (44,61

300)

2

+ (26,63

300)

2

+ (14,96

300)

2

+ (16,03

300)

2

)

= 0,25

8. Perhitungan Indeks Dominansi (C’) Lokasi Semusim

𝐶′ = Σ (𝑛𝑖

𝑁)

2

= ((85,74

300)

2

+ (91,9

300)

2

+ (29,9

300)

2

+ (39,63

300)

2

+ (52,82

300)

2

)

= 0,23

9. Perhitungan Indeks Dominansi (C’) Lokasi Semusim dan Pemukiman

𝐶′ = Σ (𝑛𝑖

𝑁)

2

= ((116,48

300)

2

+ (57,68

300)

2

+ (88,07

300)

2

+ (37,77

300)

2

) = 0,28

87

Lampiran 6. Hasil Wawancara Petani pada Plot 3 (Tanaman Semusim)

Dalam mengevaluasi keberlanjutan dari aspek sosial ekonomi dilakukan

dengan menggunakan indikator-indikator sebagai berikut (dengan melakukan

wawancara terhadap petani).

1. Macam / jenis komoditas yang ditanam (semakin beragam jenis tanaman,

semakin berkelanjutan). Tanaman apa saja yang Bapak/Ibu budidayakan?

Lahan : sawah

Jenis tanaman : Kubis

Selanjutnya lakukan penilaian jenis tanaman tersebut dengan skor dibawah ini.

Jenis tanaman untuk lahan sawah:

5 jenis atau lebih : Skor 5

4 jenis : Skor 4

3 jenis : Skor 3

2 jenis : Skor 2

1 jenis : Skor 1 (√)

2. Akses terhadap sumber daya pertanian:

Berapakah luas lahan yang Bapak/ibu kuasai?

Tabel 67. Luas Penguasaan Lahan Petani

Jenis Lahan Tanah Milik Sewa Sakap (bagi hasil)

Jumlah (ha)

Sawah (ha) 1 ha 1 ha

Tegal (ha)

Pekarangan (ha)

Jumlah (ha)

Selanjutnya lakukan penilaian penguasaan lahan tersebut dengan skor di

bawah ini (lingkari yang sesuai).

1) Penguasaan lahan sawah :

Milik sendiri 100% Skor : 5

Milik sendiri sebagian Skor : 4

Sewa > 50% Skor : 3 (√)

Sakap > 50% Skor : 2

Buruh tani (tanpa lahan) Skor : 1

Bibit untuk tanaman di lahan sawah: membuat sendiri atau membeli,

berapa persen? :

100 % membuat sendiri Skor : 5 (√)

75% membuat sendiri Skor : 4

50% membuat sendiri Skor : 3

25% membuat sendiri Skor : 2

0% membuat sendiri Skor : 1

2) Pupuk: membuat sendiri/ membeli, berapa persen?

88

100 % membuat sendiri Skor : 5

75% membuat sendiri Skor : 4 (√)

50% membuat sendiri Skor : 3

25% membuat sendiri Skor : 2

0% membuat sendiri Skor : 1

3) Modal:

100 % milik sendiri Skor : 5 (√)

75% milik sendiri Skor : 4

50% milik sendiri Skor : 3

25% milik sendiri Skor : 2

0% milik sendiri Skor : 1

3. Apakah produksi pertanian (tanaman semusim: padi / jagung / sayuran) dapat

memenuhi kebutuhan konsumsi?

100 % terpenuhi Skor : 5

75% terpenuhi Skor : 4

50% terpenuhi Skor : 3

25% terpenuhi Skor : 2

0% terpenuhi Skor : 1 (√)

4. Akses pasar: tersedia pasar apa tidak akan komoditas yang Bapak/Ibu

budidayakan?

a) Jenis tanaman : ……………………………………………

Tersedia dengan harga wajar Skor : 5

Tersedia harga dibawah standar Skor : 3 (√)

Tidak tersedia Skor : 1

5. Apakah petani mengetahui usahatani yang dilakukan ramah terhadap

lingkungan apa tidak. Pertanyaan: Bagaimanakah menurut Bapak/Ibu

usahatani yang Bapak/Ibu lakukan apakah sudah memperhatikan aspek

lingkungan (ramah lingkungan)?

Sebutkan alasannya.

Jawab:

(a) Tidak, alasannya:

Karena menggunakan pestisida dan pupuk kimia

6. Diversifikasi sumber-sumber pendapatan (semakin banyak sumber pendapatan

semakin berkelanjutan).

Apa saja sumber-sumber penghasilan keluarga Bapak/Ibu:

Pertanian : ( ya (√) / tidak)

Peternakan: (ya / tidak (√))

89

Lakukan penilaian dengan skor dibawah ini.

3 jenis sumber penghasilan atau lebih Skor : 5

2 jenis sumber penghasilan Skor : 3

1 jenis sumber penghasilan Skor : 1 (√)

7. Kepemilikan ternak:

Memiliki ternak (sapi/kambing) Skor : 5

Menggaduh ternak (sapi/kambing) Skor : 3 (√)

Tidak punya ternak Skor : 1

8. Pengelolaan produk sampingan: kotoran ternak

Kotoran ternak yang dihasilkan, digunakan untuk apa dan bagaimana cara

pengelolaannya : Pupuk

Kotoran ternak dikelola terlebih dahulu sebelum diaplikasikan di lahan

(diproses menjadi kompos) Skor : 5

Kotoran ternak langsung diaplikasikan untuk pupuk Skor : 3 (√)

Kotoran ternak dibuang Skor : 1

9. Kearifan lokal:

Identifikasi kearifan lokal yang ada di masyarakat

a) Kepercayaan/adat istiadat:

Ada

b) Pranoto mongso (menggunakan tanda-tanda alam untuk melakukan

aktivitas pertanian):

Pakai perhitungan bulan

c) Penggunaan bahan-bahan alami setempat untuk pupuk atau

pengendalian hama/penyakit

Ada

d) Apakah ada kegiatan-kegiatan pertanian yang menciptakan keguyuban,

kebersamaan, kerjasama (misalkan gotong royong, tolong ,menolong,

dsb). Sebutkan dan jelaskan.

Ada

10. Kelembagaan Sebutkan kelembagaan apa saja yang ada di masyarakat

(yang terkait dengan pertanian), misalkan: kelompok tani, koperasi, lembaga

keuangan dsb.

Ada kelompok tani

11. Tokoh masyarakat: ada / tidak tokoh panutan dalam pengelolaan

usahatani, sebutkan.

----

90

12. Analisis usahatani dan kelayakan usaha

a) Lakukan wawancara kepada petani tentang komoditas yang ditanam,

berapa jumlah produksi dan harga jualnya, penggunaan input dan harga

masing-masing input. Hasil wawancara tersebut isikan dalam Tabel 8.

Jika dalam satu lahan ditanami lebih dari satu macam komoditas

(tumpang sari), tanyakan semua produksi tanaman dan penggunaan

inputnya. Hindari perhitungan ganda;

b) Hitung berapa nilai produksi dan biayanya;

c) Hitung pendapatan kotor usahatani (Gross Farm Family Income);

d) Hitung kelayakan usaha dengan rumus R/C rasio.

Apabila usahatani tersebut layak secara finansial maka akan lebih

berkelanjutan dari aspek finansial. Dalam arti usahatani tersebut mampu

membiaya biaya-biaya yang harus dikeluarkan sehingga akan lebih berlanjut

jika dibandingkan dengan usahatani yang tidak layak secara finansial.

Tabel 68. Penggunaan Input dan Biaya Usahatani

Keterangan Unit Harga/unit (Rp)

Jumlah Biaya (Rp)

Luas Lahan (ha) 1 - -

Bibit 35.000 100 3.500.000

Pupuk : - Urea - TSP/SP 36 - KCl - Phonska

4 Kwintal 2 Kwintal ¼ Kwintal 4 Kwintal

180.000 210.000 210.000 240.000

720.000 420.000 52.500 960.000

Pestisida Kimia : - Prevaton - Endur - Antracol

1 Liter 1 Liter 1 Kg

680.000 600.000 120.000

680.000 600.000 120.000

Tenaga Kerja - Luar Keluarga

Pengolahan Tanah (dilakukan selama 10 hari dan 5 jam perhari)

5 orang 30.000 937.500

Jumlah Biaya 7.990.000

91

Pendapatan kotor usahatani (Gross Farm Family Income = GFFI) merupakan

selisih antara penerimaan total dengan biaya yang dibayarkan atau explisit cost.

Explicit cost tidak menghitung biaya tenaga kerja dalam keluarga, sewa lahan

milik sendiri, bunga modal sendiri dan penyusutan (Herdt, 1978).

GFFI = penerimaan total – biaya yang dibayarkan

GFFI = 𝑌. 𝑃𝑦 −∑𝑟𝑖𝑋𝑖𝑛𝑖=1

Keterangan:

Y = jumlah produksi yang diperoleh dari usahatani (unit)

Py = harga produksi (Rp/unit)

ri = harga input ke-i

Xi = jumlah penggunaan input ke-i

Kelayakan usaha secara finansial dihitung dengan menggunakan R/C rasio

denga rumus sebagai berikut:

R/C Rasio = R / C

Jika R/C > 1, maka usahatani tersebut layak secara finansial

Jika R/C = 1, maka usahatani tersebut impas

Jika R/C < 1, maka usahatani tersebut tidak layak secara finansial

Kuisioner Sejarah Lahan Pada Lansekap Pertanian

1. Sejak kapan desa dibuka untuk pemukiman? Dari mana saja asal para penduduk

desa?

Tidak ingat tanggal pasti, sudah campur dengan pendatang

2. Apakah ada rencana untuk pengalihan fungsi lahan pertanian di desa ini?

1) Bila tidak, apa alasannya?

Mata Pencahariannya

3. Apakah ada pembukaan areal hutan untuk pertanian 2 tahun terakhir ini? Bila

ya, digunakan untuk apa dan siapa yang membuka (penduduk desa setempat/

dari luar desa)

Tidak ingat

4. Apakah ada perubahan luasan hutan yang dikelola Perhutani yang

dimanfaatkan masyarakat di desa?

1) Bertambah, digunakan untuk apa?

----

2) Berkurang digunakan untuk apa?

----

3) Tidak ada perubahan

Rebutan air saat musim kemarau

92

5. Apakah ada peraturan di desa tentang pemanfaatan lahan?

1) Bila ada sebutkan! Siapa yang membuat peraturan tersebut?

Tidak Ada

2) Apa ada sangsi bila tidak mematuhi peraturan tersebut? Bila ya, sebutkan

sangsinya dan siapa yang akan memberi sangsi

----

6. Apa ada tempat tertentu yang secara adat atau kesepakatan masyarakat

dilindungi?

Bila ya, apa saja dan dimana tempatnya?

Ada, Punden

7. Mengapa tempat tersebut dilindungi?

Disakralkan karena orang pertama yang membuka Desa untuk pertanian