bab i pendahuluan 1.1 latar belakang -...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pertanian berlanjut merupakan sistem pertanian yang bertujuan untuk
meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat tani melalui
peningkatan produksi yang mana dilakukan secara seimbang dengan
memperhatikan daya dukung ekosistem sehingga berkelanjutan dan dapat
dipertahankan dalam jangka panjang serta meminimalkan kerusakan
lingkungan (Fadlina, 2013). Pertanian berkelanjutan mengintegrasikan
berbagai aspek sehingga seluruh aspek baik ekonomi, sosial maupun
lingkungan harus berkesinambungan. Dalam hal ini fokus utama
pembangunan pertanian untuk jangka panjang, tidak hanya berfokus untuk
memenuhi kebutuhan pada masa sekarang. Ketika masyarakat hanya
berfokus pada pemenuhan kebutuhan masa sekarang maka alam tidak akan
berlanjut, kepedulian terhadap lingkungan tidak akan diperhatikan.
Indikator keberhasilan pelaksanaan sistem berkelanjutan pada skala
lanskap yaitu apabila ketiga aspek baik ekonomi, sosial maupun lingkungan
(biofisik) terpenuhi. Ekonomi menjadi aspek yang penting bagi masyarakat,
terkait dengan pemenuhan kebutuhan. Dalam pembangunan pertanian,
peningkatan produksi menjadi hal yang penting. Akan tetapi, hal tersebut
akan berdampak buruk bagi ekosistem (lingkungan) ketika tidak diterapkan
prinsip-prinsip berkelanjutan. Pertimbangan ekonomi terkait pengelolaan
sumberdaya alam harus disertai dengan pertimbangan dari berbagai aspek
lainnya.
Aspek ekologi ialah terkait air, biodiversitas dan cadangan karbon. Air
menjadi sumber kehidupan bagi masyarakat ketika kualitas air menurun maka
akan berdampak bagi keberlangsungan hidup manusia. Selanjutnya
biodiversitas dinilai dari aspek agronomi dan hama penyakit. Berkelanjutan
tidak hanya berfokus pada satu aspek akan tetapi tetap memperhatikan
lingkungan dan pemberdayaan petani untuk pemenuhan kebutuhan baik
masa sekarang maupun yang akan datang. Biodiversitas merupakan hal yang
sangat penting dalam pertanian berkelanjutan.
Oleh karena itu, pertanian berkelanjutan menekankan bagaimana
menciptakan sistem pemenuhan kebutuhan dengan tetap memperhatikan
prinsip-prinsip berkelanjutan. Penggunaan sumberdaya alam harus
mengutamakan aspek ekologi, ekonomi maupun sosial. Masyarakat selalu
dihadapkan pada pemenuhan kebutuhan yang akan ada setiap waktu,
sehingga apabila tidak diperhatikan lingkungan sebagai penunjang kehidupan
maka sumberdaya alam akan habis dan tidak berkelanjutan.
2
1.2 Maksud dan Tujuan
Maksud dan tujuan dari kegiatan fieldtrip Pertanian Berlanjut ini antara lain:
1. Mengetahui karakteristik lanskap
2. Mengetahui indikator pertanian berkelanjutan dilihat dari kualitas air
3. Mengetahui indikator pertanian berkelanjutan dilihat dari biodiversitas
yang meliputi aspek agronomi serta hama dan penyakit tumbuhan
4. Mengetahui indikator pertanian berkelanjutan dilihat dari pendugaan
cadangan karbon
5. Mengetahui indikator pertanian berkelanjutan dilihat dari aspek sosial
ekonomi pertanian
1.3 Manfaat
Manfaat yang bisa didapatkan adalah dapat mengidentifikasi aspek-
aspek yang mempengaruhi keberlanjutan pertanian mulai dari karakteristik
lanskap, kualitas air, biodiversitas (dari aspek agronomi dan hama penyakit),
pendugaan cadangan karbon dan sosial ekonomi di Desa Tulungrejo
Kecamatan Ngantang.
3
BAB II
METODOLOGI
2.1 Tempat Dan Waktu Pelaksanaan
Tempat pelaksanaan Fieldtrip Pertanian Berlanjut adalah di Desa
Tulungrejo, Kecamatan Ngantang, Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur.
Waktu Pelaksanaan Fieldtrip Pertanian Berlanjut yaitu pada hari Sabtu, 8
Oktober 2016.
2.2 Metode Pelaksanaan
2.2.1 Pemahaman Karakteristik Lanskap
a. Alat dan Bahan
Tabel 1. Alat dan Bahan Pemahaman Karakteristik Lanskap
No. Alat dan Bahan Fungsi
1 Alat tulis Mencatat hasil pengamatan
2 Kamera Mendokumentasikan pengamatan lanskap
b. Langkah Kerja
Mengisikan hasil pengamatan ke dalam form pengamatan untuk setiap titik
Melakukan pengamatan mengenai tingkat tutupan, yaitu kanopi dan seresahnya
Mengidentifikasi jenis vegetasi dan menghitung jumlahnya
Melakukan pengamatan secara menyeluruh terhadap berbagai bentuk penggunaan lahan yang ada. Lalu mengisikannya pada kolom penggunaan
lahan dan mendokumentasikan dengan kamera
Menentukan lokasi yang representatif sehingga dapat melihat lanskap secara keseluruhan
Menyiapkan alat dan bahan
4
2.2.2 Pengukuran Air
a. Alat dan Bahan
Tabel 2. Alat dan Bahan Pengukuran Air
No. Alat dan Bahan Fungsi
1. Botol 600 ml Wadah penyimpanan sampel air
2. Tabung/botol
dengan ketinggian 40
cm
Wadah pengukuran kekeruhan air
3. Secchi disc Alat mengukur kekeruhan air
4. Meteran Alat mengukur kedalaman secchi disc
5. Termometer Alat mengukur suhu air
6. Multi Water Quality
Checker
Alat mengukur pH dan DO air
7. Air Bahan yang akan diamati
b. Langkah Kerja
Pengambilan Sampel Air
Menyimpan baik-baik sampel air dan segera bawa ke laboratorium untuk di analisa
Memberi label berisi tempat pengambilan sampel
dan nama pengambil sampel
Mengambil sampel air menggunakan botol ukuran 600 ml,
dan tutup rapat-rapat
Mengambil sampel air dan tidak boleh terkontaminasi
(tidak ada orang yang masuk dalam sungai)
Menyiapkan alat dan bahan
5
Pengamatan secchi disc
Pengamatan Suhu
Membaca berapa centimeter kedalaman Secchi disc yang ditunjukan
Mengamati secara tegak lurus sampai warna hitam-putih pada secchi disc tidak dapat dibedakan
Memasukkan secchi disc ke dalam tabung yang berisi air secara perlahan-lahan
Mengaduk air secara merata
Mengambil sampel air dan tuangkan ke dalam tabung/botol air mineral sampai ketinggian 40 cm
Menyiapkan alat dan bahan
Mengamati suhu pada termometer, dan catat pada form pengamatan
Membiarkan selama 1-2 menit
Memasukkan termometer kedalam botol namun tidak sampai menyentuh dasar botol
Mengaduk air secara merata
Mengambil sampel air dan tuangkan ke dalam tabung/botol air mineral sampai ketinggian 40 cm
Menyiapkan alat dan bahan
6
Pengamatan di laboratorium
Menekan tombol light 1 x untuk memperjelas layar monitor dan tekan 1 x lagi untuk kembali kesemula
Mencatat informasi mengenai pH air dan DO air
Menekan tombol Meas 1 x, tunggu sesaat angka pada monitor akan berkedip-kedip, sebagai tanda bahwa alat sensor sedang bekerja dan berhenti setelah
semua sendor berfungsi
Untuk memprogram semua parameter tekan tombol Esc 1 x
Menekan tombol panah ke arah (atas,bawah, kiri dan kanan) sesuai kebutuhan dan bila ingin kembali kesemua tekan enter
Menekan enter 1 x untuk melihat semua parameter dan enter 2 x untuk melihat per-parameter
Menekan tombol power selama 3 detik untuk menghidupkan
Memasukkan sensor kedalam sampel air
Memasang baterai di data loger
Multi Water Quality Checker telah di program secara otomatis
Merangkaikan semua komponen multi water quality checker yang terdiri dari : data longer, kabel, sensor probe & baterai
7
2.2.3 Pengukuran Biodiversitas
2.2.3.1 Aspek Agronomi
2.2.3.1.1 Biodiversitas Tanaman
a. Alat dan Bahan
Tabel 3. Alat dan Bahan Biodiversitas Tanaman
b. Langkah Kerja
No. Alat dan bahan Fungsi
1. Meteran Mengukur jarak tanam, tanaman satu dengan tanaman lainnya
2. Alat tullis Mencatat hasil pengamatan ke dalam tabel pengamatan
3. Kamera Mendokumentasi objek pengamatan
Menggambar sketsa tutupan lahan lanskap dan didokumentasikan
Menentukan titik pengamatan yang dapat melihat seluruh hahamparan lanskap
Hasil pengamatan disajikan dalam bentuk tabel
Mencatat karakteristik tanaman budidaya di setiap tutupan lahan yang telah ditentukan
Menentukan titik pada jalur transek yang mewakili masing-masing tutupan lahan dalam hamparan lanskap
Membuat jalur transek pada hamparan yang akan dianalisis
Menyiapkan alat dan bahan
8
2.2.3.1.2 Keragaman dan Analisa Vegetasi
a. Alat dan Bahan
Tabel 4. Alat dan Bahan Keragaman dan Analisa Vegetasi
b. Langkah kerja
No Alat dan Bahan Fungsi
1. Petak kuadrat ukuran
50 cm x 50 cm
Sampel plot
2. Pisau Memotong gulma
3. Kamera Mendokumentasi
4. Buku flora Sebagai panduan mengidentifikasi
gulma
5. Kantong plastik Sebagai tempat gulma
6. Kalkulator analitik Alat untuk menghitung
7. Alat tulis Mencatat data
8. Alkohol 75 % Mengawetkan gulma
9. Kapas Sebagai media alkohol
Mengidentifikasi gulma yang belum teridentifikasi
Mencatat hasil pengamatan dan melakukan dokumentasi
Menghitung jumlah, D1 dan D2 tiap-taip spesies
Melakukan identifikasi gulma yang terdapat pada tiap plot, masukkan gulma ke dalam kantong plastik jika tidak diketahui namanya
Meletakkan frame 50 cm x 50 cm pada tiap plot pengamatan
Memilih 3 plot pengamatan pada setiap jenis penggunaan lahan
Menyiapkan alat dan bahan
9
2.2.3.2 Aspek Hama Penyakit
2.2.3.2.1 Biodiversitas Arthropoda
a. Alat dan Bahan
Tabel 5. Alat dan Bahan Biodiversitas Arthropoda
b. Langkah Kerja
Sweep net
No. Alat dan Bahan Fungsi
1. Alat tullis Mencatat hasil pengamatan ke dalam
tabel pengamatan
2. Kamera Mendokumentasi objek pengamatan
3. Kapas Sebagai media alkohol
4. Alkohol Mengawetkan serangga
5. Plastik 1 kg Sebagai media meletakkan serangga
6. Kertas label Menamai plastik wadah serangga
Mengindentifikasi serangga, peranannya, dan jumlahnya
Mendokumentasikan serangga yang tertangkap pada sweepnet
Serangga yang tertangkap dimasukkan ke dalam plastik yang berisikan
kapas yang diberi alkohol
Menangkap serangga dengan mengayunkan sweepnet
(satu langkah sama dengan tiga kali ayunan)
Menyiapkan alat dan bahan
10
Pit fall
Yellow Trap
Mengindentifikasi serangga, peranannya, dan jumlahnya
Mendokumentasikan serangga yang tertangkap pada pit fall
Memasukkan serangga ke dalam plastik yang sudah berisikan kapas yang diberi alkohol
Mengambil serangga yang sudah tertangkap di dalam pit fall
Mengambil pitfall yang sudah disediakan pada plot tersebut
Menyiapkan alat dan bahan
Mengindentifikasi serangga, peranannya, dan jumlahnya
Mendokumentasikan serangga yang tertangkap pada yellow trap
Mengambil yellow trap yang sudah terpasang di tengah plot
Menyiapkan alat dan bahan
11
2.2.3.2.2 Biodiversitas Penyakit
a. Alat dan Bahan
Tabel 6. Alat dan Bahan Biodiversitas Penyakit
b. Langkah Kerja
2.2.4 Pendugaan Cadangan Karbon
a. Alat dan Bahan
Tabel 7. Alat dan Bahan Pendugaan Cadangan Karbon
No. Alat dan Bahan Fungsi
1. Alat tulis Mencatat hasil pengamatan
2. Kamera Mendokumentasikan hasil dari pengamatan
b. Langkah Kerja
No. Alat dan Bahan Fungsi
1. Alat tullis Mencata hasil pengamatan ke dalam
tabel pengamatan
2. Kamera Mendokumentasi objen pengamatan
Mengidentifikasi penyakit yang terdapat pada tanaman dan mencatat hasil identifikasi
Mendokumentasikan tanaman yang memiliki gejala dan tanda
indikasi terserang penyakit
Mengamati gejala dan tanda pada tanaman yang ada di lokasi pengamatan
Mencatat ke dalam hasil pengamatan
Menghitung jumlah spesies yang ada di tempat pengamatan
Mengamati vegetasi yang ada pada tempat pengamatan
12
2.2.5 Identifikasi Keberlanjutan Lahan dari Aspek Sosial Ekonomi
Metode ini berguna untuk mengetahui keberlanjutan lahan yang
ditinjau dari 4 aspek, yaitu economically viable (keberlangsungan secara
ekonomi), ecologically sound (ramah lingkungan), socially just (berkeadilan)
dan culturally acceptable (berakar pada budaya setempat). Indikator-
indikator yang diperhatikan antara lain:
1. Macam/jenis komoditas yang ditanam
2. Akses terhadap sumber daya pertanian
3. Penguasaan lahan
4. Sarana produksi
5. Faktor-faktor produksi
6. Akses pasar
7. Ramah lingkungan
8. Diversifikasi sumber pendapatan
9. Kepemilikan ternak
10. Kearifan lokal
11. Kelembagaan
a. Alat dan Bahan
Tabel 8. Alat dan Bahan Identifikasi Keberlanjutan Lahan dari Aspek
Sosial Ekonomi
No. Alat dan Bahan Fungsi
1. Alat tulis Mencatat hasil pengamatan
2. Kamera Mendokumentasikan hasil pengamatan
b. Langkah Kerja
Melakukan wawancara kepada petani
Menemui petani (narasumber) pada plot 3 (tanaman semusim)
13
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
3.1.1 Kondisi Umum Wilayah
Kegiatan Fieldtrip Pertanian Berlanjut 2016 ini dilakukan di Desa
Tulungrejo, Kecamatan Ngantang, Kabupaten Malang. Desa Tulungrejo
merupakan salah satu desa di Kecamatan Ngantang yang masuk dalam
kawasan Sub Daerah Aliran Sungai (DAS) Kali Konto yang merupakan salah
satu bagian dari hulu sungai Brantas. Kali Konto secara administratif
membentang mulai dari kecamatan Ngantang hingga kecamatan Pujon
yang meliputi 20 desa dengan luas 23.804 ha. Bagian bawah DAS Kali Konto
hulu terletak di sebelah barat yang termasuk wilayah kecamatan
Ngantang, pada ketinggian antara 600-1.400 mdpl, meliputi luasan sekitar
9.044 ha. (Hairiah et, al., 2010)
Pada lokasi pengamatan, terbagi dalam 4 macam penggunaan
lahan mulai dari plot 1 sampai plot 4. Plot 1 terletak di lereng bagian atas.
Pada plot ini, jenis penggunaan lahannya (land use) adalah hutan, dengan
dominasi tutupan lahan (land cover) monokultur pinus. Selain itu, ada
juga tanaman lain seperti sengon, jati, durian dan pisang namun
populasinya hanya sedikit. Kerapatan vegetasi di plot 1 ini tergolong
sedang.
Plot 2 berada di lereng bagian tengah, dimana jenis penggunaan
lahannya (land use) adalah agroforestri dengan berbagai tutupan lahan
(land cover) yaitu kopi, kakao, pisang, durian, sengon, nangka, talas, dan
cabai. Pada plot 2 ini, kerapatan vegetasinya tinggi karena banyaknya
tanaman yang ada di lokasi. Selanjutnya, plot 3 berada di lereng bagian
tengah dan bawah, dan jenis penggunaan lahannya (land use) adalah
tanaman semusim dengan berbagai tutupan lahan (land cover) yaitu
kubis, wortel, terong, jagung, pisang, pohon waru, kelapa dan bambu.
Sama dengan plot 2, pada plot 3 kerapatan vegetasinya juga tergolong
tinggi. Dan yang terakhir adalah plot 4, dimana plot ini terletak pada
lereng bagian bawah, jenis penggunaan lahannya (land use) adalah
campuran antara tanaman semusim dengan pemukiman warga. Tutupan
lahan (land cover) di plot 4 antara lain jagung, pisang, sengon, kelapa, dan
jati. Berikut adalah foto penggunaan lahan pada masing-masing plot.
14
3.1.2 Indikator PB dari Aspek Biofisik
3.1.2.1 Kualitas Air (Hasil dan Pembahasan)
Tabel 9. Hasil Pengamatan Kualitas Air
Plot Ulangan
Jenis Pengamatan
Kedalaman secchi
disc Suhu pH DO
1
1 40 cm 22 5,65 0,01
2 40 cm 23 5,17 0,00
3 40 cm 22 5,56 0,01
2
1 40 cm 23 5,75 0,01
2 40 cm 23 5,86 0,01
3 40 cm 23 5,89 0,01
3
1 40 cm 24 5,67 0,01
2 40 cm 23 5,60 0,01
3 40 cm 23 5,61 0,01
4
1 40 cm 23 5,87 0,01
2 40 cm 23 5,89 0,01
3 40 cm 23 5,87 0,00
Gambar 1. Penggunaan Lahan
Plot 1 (Hutan)
Gambar 2. Penggunaan Lahan
Plot 2 (Agroforestri)
Gambar 3. Penggunaan Lahan
Plot 3 (Tanaman
Semusim)
Gambar 4. Penggunaan Lahan Plot
4 (Tanaman Semusim dan
Pemukiman)
15
Berdasarkan tabel 9, didapatkan hasil untuk kedalaman secchi disc pada
setiap ulangan di semua plot adalah sebesar 40 cm. Suhu yang terdapat pada
setiap plot adalah berkisar antara 22 ̊- 23 ̊C. pH yang terdapat disetiap ulangan
di semua plot berkisar antara 5,17 – 5,89. DO yang diperoleh dari setiap ulangan
di semua plot berkisar antara 0,00 – 0,01
Jika dilihat dari data kedalaman secchi disc maka dapat diketahui bahwa air
pada daerah tersebut belum mengalami banyak sedimentasi. Kedalaman secchi
disk juga dapat menjadi salah satu alat untuk menunjukan indikator kekeruhan.
Kekeruhan dapat menyebabkan terhambatnya penetrasi cahaya ke dalam air
sehingga akan menurunkan nilai kecerahan perairan (Nybakken, 1988).
Kedalaman secchi disc menunjukan kedalaman 40 cm hal ini juga menunjukan
bahwa dengan kecerahan air tersebut memiliki tingkat kesuburan yang sangat
tinggi atau hypertrofik. Menurut henderson dkk (1987) perairan dengan
kecerahan dibawah 300 cm tergolong perairan yutropik, sedangkan OECD ()
menggolongkan perairan dengan kecerahan maksimum ≤ 70 cm sebagai
perairan yang hipertrofik. Oleh karena itu air di daerah tersebut masih baik jika
dilihat dari kekeruhannya dan kecerahan secchi disc, karena tidak menjadi
penghambat untuk masuknya cahaya kedalam air serta tergolong kepada
perairan dengan tingkat kesuburan tinggi. Berdasarkan data suhu pada tabel
maka dengan suhu 22̊ C – 24 ̊C maka air di daerah tersebut masih mendukung
dalam hal pertumbuhan bagi mikroba. Suhu sangat berperan mengendalikan
kondisi ekosistem perairan. Peningkatan suhu juga dapat menyebabkan
terjadinya peningkatan dekomposisi bahan organik oleh mikroba. Kisaran suhu
optimum bagi pertumbuhan fitoplankton di perairan adalah 20̊ C - 30̊ C
(Effendi,2003).
Jika dilihat dari data pH maka kualitas air tersebut tidak memenuhi syarat
untuk kehidupan organisme air. Karena data menunjukan bahwa pH yang
ditemukan berkisar 5,17-5,89. Air normal yang memenuhi syarat untuk suatu
kehidupan mempunyai pH kisaran 6,5-7,5 (Wardhana, 2004). Nilai pH air yang
tidak tercemar biasanya mendekati netral (pH 7) dan memenuhi kehidupan
hampir semua organisme air (Syofyan dkk, 2011). Oleh karena itu dengan pH
5,17-5,89 tidak memenuhi syarat untuk kehidupan organisme air. Berdasarkan
data DO maka kualitas air di daerah tersebut adalah buruk karena DO yang
terdapat pada sungai itu adalah kisaran 0,00 – 0,01 mg/l. Perairan dapat
dikategorikan sebagai perairan yang baik dan tingkat pencemarannya rendah,
jika kadar oksigen terlarutnya > 5 mg/l (Salmin, 2005). Oleh karena itu
berdasarkan parameter oksigen terlarutnya air di daerah tersebut minim akan
oksigen.
16
3.1.2.2. Biodiversitas Tanaman
Tabel 10. Pengamatan Biodiversitas Tanaman di Hutan (Plot 1)
Berdasarkan tabel 10, dapat diketahui bahwa pada lahan hutan banyak
ditemui tanaman pinus karena pada lahan tersebut termasuk perkebunan
pinus dengan sebaran rata. Ada tanaman jati dengan sebaran kelompok dan
ada tanaman mahoni, sengon, pisang, dan durian dengan sebaran plot. Hutan
berfungsi secara alami sebagai dasar kehidupan di atas permukaan bumi ini.
Selain menghasilkan kayu, ada juga hasil hutan non kayu dan jasa lingkungan.
Hasil hutan non kayu berupa damar, rotan, bahan obat-obatan, dalan lainnya,
sedangkan jasa lingkungan seperti menampung air, menahan banjir,
mengurangi erosi dan sedimentasi, sumber keanekaragaman hayati dan
menyerap karbon sehingga mengurangi pencemaran udara, serta sebagai
tempat dan sumber kehidupan satwa dan makhluk hidup lainnya (Uluk et al.,
2001). Sesuai dengan lahan hutan yang kita amati bahwa di lahan tersebut ada
tanaman pinus, jati, mahoni, dan sengon adalah tanaman kayu sedangkan
tanaman pisang dan durian adalah tanaman non kayu.
Tutupan Lahan
Spesies Tanaman
Informasi tutupan Lahan & Tanaman dalam lanskap
Luas Jarak
tanam (m)
Populasi Sebaran
Plot 1 (Hutan)
Mahoni
1 Ha
- 21 Plot
Sengon - 17 Plot
Pisang - 10 Plot
Durian - 5 Plot
Jati - 30 Kelompok
Pinus 3 x 4 833 Rata
17
Tabel 11. Pengamatan Biodiversitas Tanaman di Agroforestri (Plot 2)
Tutupan Lahan
Spesies Tanaman
Informasi Tutupan Lahan & Tanaman dalam Lanskap
Luas (ha)
Jarak Tanam
(m) Populasi Sebaran
Plot 2 (Agroforestri)
Kopi
1
1,9 x 2,25
2.339 Merat
a
Pisang - 11 Plot
Durian - 2 Plot
Sengon 2,7 x 2,54
217 Merat
a
Nanka - 6 Plot
Talas - 17 Plot
Cabai 0,9 x 2,65
4.192 Merat
a
Berdasarkan tabel 10, dapat diketahui bahwa pada lahan agroforestri, jenis
tanamannya antara lain kopi, sengon, dan cabai dengan sebaran yaitu merata.
Untuk tanaman pisang, durian, nangka, dan talas ditanami dengan sebaran
plot. Menurut Pujiono,dkk (2013) keragaman jenis tanaman pada agroforestri
merupakan salah satu upaya untuk menghindari kegagalan produksi berbasis
komoditi tunggal sekaligus menciptakan keseimbangan lingkungan dan
keamanan pangan (security foods). Oleh karena itu pada lahan tersebut banyak
ditemui keragaman jenis tanaman yang berupaya untuk menghindari
kegagalan produksi berbasis komoditi tunggal.
Tabel 12. Pengamatan Biodiversitas di Tanaman Semusim (Plot 3)
Tutupan Lahan
Spesies Tanaman
Informasi Tutupan Lahan & Tanaman dalam Lanskap
Luas (ha)
Jarak Tanam (m)
Populasi Sebaran
Plot 3 (Tanaman Semusim)
Kubis
1
0,5 x 0,5
4.000 Rata
Wortel 0,2 x 0,2
25.000 Rata
Terong 0,75 173 Sedang
Jagung 0,7 x 0,3
4.762 Rapat
Pisang - 20 Plot
Waru - 49 Plot
Kelapa - 25 Plot
Bambu - 30 Kelompok
18
Berdasarkan tabel 11, dapat diketahui bahwa pada lahan tanaman
semusim, petani menggunakan sistem tanam polikultur dengan tanaman
utamanya yaitu tanaman kubis, wortel, dan jagung yang mempunyai sebaran
merata. Tanaman lainnya adalah terong, waru, pisang, kelapa, dan bambu.
Menurut Noordwijk et al. (2004) menyatakan tutupan lahan oleh pohon
(tutupan pohon) dengan segala bentuknya dapat mempengaruhi aliran air.
Peningkatan jumlah penduduk selalu diikuti oleh peningkatan kebutuhan
lahan. Oleh karena itu, pada lahan tersebut banyak ditanami sayur-sayuran
yang hasil produksinya sebagian besar dijual di pasar dan untuk dikonsumsi
oleh penduduk sekitar.
Tabel 13. Pengamatan Biodiversitas pada Tanaman Semusim dan Pemukiman
(Plot 4)
Tutupan Lahan Spesies Tanaman
Informasi Tutupan Lahan & Tanaman dalam Lanskap
Luas (ha)
Jarak Tanam
Populasi Sebaran
Plot 4 (Tanaman Semusim+Pemukiman)
Jagung
1
70 cm x 30 cm
47.619
Rata
Pisang - 22 Plot
Sengon - 50 Plot
Kelapa - 29 Plot
Jati - 40 Plot
Berdasarkan tabel 13, dapat diketahui bahwa pada lahan tanaman
semusim dan pemukiman banyak ditanami tanaman jagung dengan sebaran
merata. Untuk tanaman pisang, kelapa, sengon, dan jati ditanami dengan
sebaran plot. Karena pada lahan tersebut petani mengutamakan jagung
sebagai tanaman semusim yang banyak ditanam pada lahan tersebut. Menurut
de la Cretaz dan Barten (2007) perubahan penggunaan lahan dari lahan terbuka
(hutan, kebun atau tegalan) menjadi lahan untuk pemukiman menyebabkanin
filtrasi air permukaan berkurang, meningkatkan aliran permukaan, dan
pengisian kembali air tanah menjadi berkurang. Lebih lanjut As- syakur et al.
(2008) menegaskan semakin banyak area terbangun di DAS maka proses
peresapan air permukaan menjadi air tanah akan terganggu, tingginya debit
sungai pada saat musim hujan yang dapat menyebabkan terjadinya banjir,
sehingga dengan adanya tanaman pisang, kelapa, sengon dan jati bisa
mengurangi terjadinya bahaya banjir pada lahan tersebut.
19
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
1.4
1.6
1.8
H' C
Perhitungan Analisa Vegetasi Gulma
Perkebunan Pinus
Agroforestri
Semusim
Semusim dan Pemukiman
Tabel 14. Perhitungan Analisa Vegetasi Gulma
No Lokasi Koefisien Komunitas (C)
Indeks Keragaman (H’)
Indeks Dominansi (C)
1. Hutan
45,61
1,60 0,24
2. Agroforestri 1,54 0,25
3. Tanaman Semusim 1,52 0,23
4. Tanaman Semusim dan Pemukiman
1,31 0,29
Gambar 5. Grafik Perhitungan Analisa Vegetasi Gulma
Berdasarkan hasil analisa vegetasi gulma pada plot 1 (hutan), plot 2
(agroforestri), plot 3 (tanaman semusim), dan plot 4 (tanaman semusim dan
pemukiman), didapat hasil koefisien komunitasnya (C) yaitu sebesar 45,61
(kurang dari 75) yang artinya komunitas gulma di keempat plot tersebut
komposisinya berbeda, sehingga cara pengendalian gulma di keempat plot juga
berbeda (Palijima, W., J. Riry dan A. Y. Wattimena, 2012). Kemudian untuk
indeks keragaman (H’) pada lansekap ialah sebesar 5,96 artinya
keanekaragaman dalam lanskap tinggi, stabilitas ekosistem mantap, dan
produktivitas tinggi. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Fitiana, 2006 dalam
Mardiyanti, D. E., Kurniawan P. J., dan Medha Baskara (2013), bahwa hasil nilai
indeks keragaman (H’) lebih besar dari 3,322 maka dikatakan memiliki
keanekaragaman tinggi, stabilitas ekosistem mantap, produktivitas tinggi dan
tahan terhadap tekanan ekologis. Untuk masing-masing penggunaan lahan, H’
baik pada penggunaan lahan hutan, agroforestri, semusim serta semusim dan
pemukiman rata-rata mempunyai nilai lebih dari 1. H’ terbesar ialah pada hutan
yaitu sebesar 1,60, sedangkan H’ terendah ialah sebesar 1,31 yaitu pada
20
penggunaan lahan semusim dan pemukiman. Oleh karena itu dapat dikatakan
bahwa keanekaragaman gulma diseluruh penggunaan lahan ialah sedang yang
mana produktivitas cukup dengan kondisi ekosistem yang cukup seimbang dan
tekanan ekologisnya sedang. Hal tersebut terjadi karena H’ lebih besar dari 1
dan kurang dari 3,3. Untuk nilai indeks dominasi simpson (C) pada lanskap yaitu
1,02 atau D = 1, artinya terdapat spesies yang mendominasi spesies lainnya
atau struktur komunitas labil karena terjadi tekanan ekologis (Odum, 1971
dalam Mardiyanti, D. E., Kurniawan P. J., dan Medha Baskara, 2013). Sedangkan
untuk indeks dominasi simpson (C) pada masing-masing penggunaan lahan
ialah bahwa C terbesar ada pada penggunaan lahan semusim dan perkebunan
yaitu sebesar 0,29, sedangkan C terendah ada pada penggunaan lahan semusim
yaitu sebesar 0,23. C menunjukkan indeks dominasi yang mana C berkisar
antara 0-1 atau D = 0 berarti tidak terdapat spesies yang mendominasi spesies
lainnya atau struktur komunitas dalam keadaan stabil.
21
3.1.2.3 Biodiversitas Hama Penyakit
Tabel 15. Pengamatan Biodiversitas Arthropoda pada Masing-Masing Plot
Lokasi Pengambilan
Sampel Nama Lokal Nama Ilmiah Jumlah
Fungsi (H,MA,SL)
Plot 1 Perkebunan
(Pinus)
Anggang-anggang
Gerris marginatus 2 Serangga
lain
Belalang kayu
Valanga nigricornis 1 Serangga
lain
Semut hitam Dolichoderus thoracicus 12 Serangga
lain
Jangkrik Gryllus assimilis 1 Serangga
lain
Laba-laba ayah kaki panjang
Pholcus phalangiodes 3 Musuh alami
Penggerek kulit/batang
cabang Dyorictia sp 1 Hama
Plot 2 Agroforestri
(Kopi)
Semut Rangrang
Oecophylla smaragdina 5 Musuh Alami
Laba-laba lompat
Salticidae phidippus audax
1 Musuh Alami
Semut hitam Dolichoderus thoracicus 3 Musuh Alami
Lalat apung/lalat
bunga Episyrphus balteatus 4
Musuh Alami
Belalang sembah
Atractomorpha crenulata
3 Musuh Alami
Kumbang kubah spot
Epilachna sparsa 2 Musuh Alami
Lalat tachinid Tachininae leskinii 3 Hama
Penggerek buah kopi
Hypothenemus hampei 1 Hama
Kupu-kupu Evening Brown
Melanitis leda 1 Serangga
Lain
Dung beetle Onitis aygulus 1 Serangga
Lain
Plot 3 Semusim (Kubis)
Semut hitam Dolichoderus thoracicus 3 Serangga
Lain
Kutu jagung Sitophilus zeamais 1 Serangga
Lain
22
Dari tabel pengamatan biodiversitas arthropoda pada masing-
masing Plot diatas dapat diketahui bahwa Plot 1 merupakan perkebunan
pinus, plot 2 merupakan agroforestri dengan komoditas kopi, plot 3
merupakan tanaman semusim dengan komoditas kubis, serta plot 4
merupakan tanaman semusim dan pemukiman dengan komoditas jagung.
Didapatkan biodiversitas arthropoda dari satu plot ke plot yang lain tidak
sama biodiversitasnya, yaitu pada plot 1 ditemukan 20 arthropoda yang
masing-masih tergolong hama berjumlah 1, musuh alami berjumlah 3, dan
serangga lain berjumlah 16. Selanjutnya pada plot 2 ditemukan 24
arthropoda yang tergolong hama sejumlah 4 , musuh alami sejumlah 18
dan serangga lain sejumlah 2. Selanjutnya pada plot 3 ditemukan 47
arthropoda yang tergolong hama sejumlah 3 , musuh alami sejumlah 40
dan serangga lain sejumlah 4. Kemudian pada plot 4 ditemukan 15
arthropoda yang tergolong hama sejumlah 4 , musuh alami sejumlah 6 dan
serangga lain sejumlah 5.
Kumbang Kubah Spot
Epilachna sparsa 2 Musuh Alami
Belalang Kayu
Valanga Nigricornis 2 Hama
Jangkrik Gryllus sp 1 Hama
Tomcat Paederus fuscipes 2 Musuh Alami
Diadegma Diadegma semiclausum 36 Musuh Alami
Plot 4 Pemukiman
dan Semusim (Jagung)
Kumbang Kubah Spot
M
Menochillus sexmaculatus
2 Musuh Alami
Tomcat Paederus fuscipes 1 Musuh Alami
Laba-laba Araneus diadematus 3 Musuh Alami
Belalang Hijau
Oxya chinensis 1 Hama
Semut Monomorium pharaonis 4 Serangga
Lain
Semut Hitam Dolichoderus thoracicus 1 Serangga
Lain
Lalat Bibit Atherigona exigua 2 Hama
Kumbang Bubuk
Sitophilus zeamais motsch
1 Hama
23
Tabel 16. Manfaat Peranan Layanan Lingkungan dalam Lanskap Agroekosistem
Plot Jenis Serangga yang ditemukan Peranan
(Polinator/Musuh alami)
Jumlah
1 Laba-laba ayah kaki panjang Musuh alami 3
2
Semut Rangrang Musuh alami 5
Laba-laba lompat Musuh alami 1
Semut hitam Musuh alami 3
Lalat apung/lalat bunga Musuh alami 4
Belalang sembah Musuh alami 3
Kumbang kubah spot Musuh alami 2
Kupu-kupu Evening Brown Polinator 1
3
Tomcat Musuh Alami 2
Kumbang Kubah Spot Musuh Alami 2
Diadegma Musuh Alami 36
4
Kumbang Kubah Spot M Musuh Alami 2
Tomcat Musuh Alami 1
Laba-laba Musuh Alami 3
Dari tabel diatas dapat diketahui dari plot 1 hingga plot 4 memiliki
peranan arthropoda sebagai polinator dan musuh alami yang tidak sama
jenis serangga yang ditemukan. Pada plot 1 terdapat musuh alami
sejumlah 3, pada plot 2 terdapat musuh alami sejumlah 21 dan polinator
sejumlah 1. Selanjutnya pada plot 3 terdapat musuh alami sejumlah 40.
Serta pada plot 4 terdapat musuh alami sejumlah 6. Data tersebut beragam
jenis serangga atau arthropoda karena dari tanaman yang dibudidayakan
juga berbeda.
Tabel 17. Komposisi Peranan Arthropoda dalam Hamparan Plot 1
Titik
pengambilan
sampel
Jumlah individu Prosentase (%)
Hama MA SL Total Hama MA SL
Titik 1 - - 3 3 - - 15
Titik 2 - - 7 7 - - 35
Titik 3 - 1 5 6 - 5 25
Titik 4 1 2 1 4 5 10 5
Total 1 3 16 20 5 15 80
24
Dari data komposisi peranan arthropoda dalam hamparan plot 1
yang didapatkan pada 4 titik dapat diketahui arthropoda yang sangat
dominan yaitu serangga lain dengan prosentase 80%. Yang kedua yaitu
musuh alami dengan prosentase 15%, serta hama dengan prosentase 5%
Tabel 18. Kompoisi Peranan Arthropoda dalam Hamparan Plot 2
Titik Pengambilan
Sampel
Jumlah Individu Prosentase(%)
Hama MA SL Total Hama MA SL
Titik 1 - 9 - 9 - 37,5 -
Titik 2 3 8 - 11 12,5 33,3 -
Titik 3 1 - 1 2 4,17 - 4,17
Titik 4 - 1 1 2 - 4,17 4,17
Total 4 18 2 24 16,67 74,97 8,34
Dari data komposisi peranan arthropoda dalam hamparan plot 2
yang didapatkan pada 4 titik dapat diketahui arthropoda yang sangat
dominan yaitu musuh alami dengan prosentase 74,97%. Yang kedua yaitu
serangga lain dengan prosentase 8,34%, serta hama dengan prosentase
16,67%.
Tabel 19. Komposisi Peranan Arthropoda dalam Hamparan Plot 3
Titik Pengambilan
Sampel
Jumlah Individu Prosentase (%)
Hama MA SL Total Hama MA SL
Titik 1 - 1 4 5 - 2,13 8,51
Titik 2 - 36 - 36 - 76,60 -
Titik 3 2 1 - 3 4,25 2,13 -
Titik 4 1 2 - 3 2,13 4,25 -
Total 3 40 4 47 6,38 85,11 8,51
Dari data komposisi peranan arthropoda dalam hamparan plot 3
yang didapatkan pada 4 titik dapat diketahui arthropoda yang sangat
dominan yaitu musuh alami dengan prosentase 85,11%. Yang kedua yaitu
serangga lain dengan prosentase 8,51%, serta hama dengan prosentase
6,38%.
25
Tabel 20. Komposisi Peranan Arthropoda dalam Hamparan Plot 4
Titik Pengambilan
Sampel
Jumlah Individu Prosentase (%)
Hama MA SL Total Hama MA SL
Titik 1 1 2 - 3 6,67 13,33 -
Titik 2 - 3 - 3 - 20 -
Titik 3 1 1 5 7 6,67 6,67 33,33
Titik 4 2 - - 2 13,33 - -
Total 4 6 5 15 26,67 40 33,33
Dari data komposisi peranan arthropoda dalam hamparan plot 1
yang didapatkan pada 4 titik dapat diketahui arthropoda yang sangat
dominan yaitu musuh alami dengan prosentase 40%. Yang kedua yaitu
serangga lain dengan prosentase 33,33%, serta hama dengan prosentase
26,67%.
Tabel 21. Segitiga Fiktorial Hama, Musuh Alami, dan Serangga Lain pada
Masing-Masing Plot
Plot Segitiga fiktorial
Plot 1
SL
100
H
100
MA
100
26
Plot 2
Plot 3
Dari tabel segitiga fiktorial pada masing-masing plot dapat
diketahui untuk plot 1 yang paling dominan yaitu serangga lain, pada plot
2 yaitu musuh alami, dan pada plot 3 yaitu musuh alami, serta pada plot 4
yaitu musuh alami.
27
Gambar 6. Grafik Perbandingan Hama, Musuh Alami, dan Serangga Lain antar
plot
Dari grafik perbandingan antara plot 1 hingga plot 4 memiliberbeda,
diketahui dari plot 1 denga arthropoda yang sangat dominan yaitu serangga lain,
selanjutnya plot 2 hingga plot 4 arthropoda yang paling dominan sama yaitu
arthropoda yang berperan sebagai musuh alami. Pada ke empat plot diatas
arthropoda yang berperan sebagai musuh alami paling banyak yaitu pada plot 3
sejumlah 40, kemudian arthropoda yang berperan sebagai hama yaitu paling
banyak pada plot 2 dan 4 yaitu sejumlah 4, serta arthropoda yang berperan
sebagai serangga lain paling banyak pada titik 1 sebanyak 16.
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
Plot 1 Plot 2 Plot 3 Plot 4
Hama
Musuh alami
Serangga Lain
28
Tabel 22. Biodiversitas Arthropoda dan Dokumentasi serta Penyakit pada
Tanaman
Lokasi Pengambilan
Sampel Nama Lokal Nama Ilmiah Dokumentasi
Plot 1 Perkebunan
(Pinus)
Anggang-anggang
Gerris marginatus
Belalang kayu Valanga nigricornis
Semut hitam Dolichoderus thoracicus
Jangkrik Gryllus assimilis
Laba-laba ayah kaki panjang
Pholcus phalangiodes
Penggerek kulit/batang cabang
Dyorictia sp
Plot 2 Agroforestri
(Kopi)
Semut Rangrang
Oecophylla smaragdina
Laba-laba lompat
Salticidae phidippus audax
Semut hitam Dolichoderus thoracicus
Lalat apung/lalat bunga
Episyrphus balteatus
29
Belalang sembah
Atractomorpha crenulata
Kumbang kubah spot
Epilachna sparsa
Lalat tachinid Tachininae leskinii
Penggerek buah kopi
Hypothenemus hampei
Kupu-kupu Evening Brown
Melanitis leda
Dung beetle Onitis aygulus
Plot 3 Semusim (Kubis)
Semut hitam Dolichoderus thoracicus
Kutu jagung Sitophilus zeamais
Kumbang Kubah Spot
Epilachna sparsa
Belalang Kayu Valanga Nigricornis
Jangkrik Gryllus sp
Tomcat Paederus fuscipes
Diadegma Diadegma semiclausum
Plot 4 Pemukiman
dan Semusim (Jagung)
Kumbang Kubah Spot M
Menochillus sexmaculatus
Tomcat Paederus fuscipes
30
Tabel 23. Penyakit pada Masing-Masing Plot
Plot Nama Lokal Nama Ilmiah Dokumentasi
1 Tidak terdapat penyakit
2
Layu kopi Coffee wilt disease
Jamur upas Corticium
salmonicolor
Karat daun kopi Hemileia vastatrix
3 Busuk hitam Xanthomonas
campestris sp
4 Hawar daun
Helmithosporium
turcicum
Dari data arthropoda yang terdapat di plot 1 hingga plot 4 diatas
serta dikaitkan dengan penyakit pada masing-masing plot. Maka dapat
diketahui untuk plot 1 arthropoda yang mendominasi yaitu serangga lain
dengan komoditas pinus dan tidak terdapat atau ditemukannya penyakit
pada tanaman tersebut, maka dapat dikatakan pada plot ini dapat
berkelanjutan karena tanaman tidak banyak didominasi oleh hama yang
Laba-laba Araneus diadematus
Belalang Hijau Oxya chinensis
Semut Monomorium pharaonis
Semut Hitam Dolichoderus thoracicus
Lalat Bibit Atherigona exigua
Kumbang Bubuk
Sitophilus zeamais motsch
31
dapat merusak tanaman. Untuk plot 2 hingga plot 4 arthropoda yang
mendominasi yaitu musuh alami. Menurut Kartohardjono (2011) Peran
dan manfaat musuh alami sangat nyata dalam memusnahkan hama pada
tanaman, sehingga keberadaannya perlu dipertahankan dengan
merencanakan pola tanam dan waktu tanam yang tepat, untuk
pengembangan musuh alami dapat dilakukan dengan membiakannya
secara massal kemudian dilepas didaerah endemis serangan hama
tersebut, serta cara meningkatkan manfaat musuh alami yaitu secara
inundasi augmentasi dan konservasi.
Kemudian penyakit yang di temukan pada plot 2 yaitu layu kopi,
jamur upas, karat daun kopi. Menurut Alemu (2012) penyakit layu kopi
merupakan penyakit utama yang menyerang tanaman kopi, penyakit ini
disebabkan oleh jamur Fusarium xylariode, penyakit ini menyebabkan
kualitas biji kopi dan menurunkan harga jual. Selanjutnya Menurut Umiati
(2015) jamur upas merupakan penyebab penyakit yang merugikan pada
kopi, serangan dimulai adanya benang-benang jamur halus yang tipis
seperti sutera, terbentuk sarang laba-laba, serta kerugian yang
ditimbulkan dari serangan jamur upas yaitu tanaman tidak dapat
berproduksi hingga kematian pada pohon kopi yang terserang. Kemudian
penyakit karat daun kopi disebabkan oleh jamur H. Vastatrix B.et Br yang
tergolong parasit obligat yaitu hanya berkembang pada sel hidup, gejala
penyakit ini yaitu pada awalnya bercak kuning muda pada permukaan daun
yang berubah menjadi kuning tua, bercak mulanya berbentuk bulat kecil
dan pada akhirnya menyatu menjadi ukuran besar, serangan ini
menyebabkan daun rontok, cabang mati dan akhirnya tanaman mati. Serta
kerugian hasil serangan penyakit ini menyebabkan kehilangan hasil
mencapai 70%, hal ini dapat dikendalikan dengan pengaturan naungan
melalui pemangkasan, pemupukan berimbang, penggunaan varietas
resisten, serta pengendalian secara kimia jika mencapai ambang toleransi
20% daun kopu terserang (Direktorat Jenderal Perkebunan Kementrian
Pertanian RI, 2016)
Selanjutnya penyakit yang ditemukan pada plot 3 yaitu busuk hitam
pada kubis. Menurut (Djatnika, 1993 dalam Wahyuni, 2006) Penyakit
busuk hitam dikenal dengan nama black rot, busuk coklat atau bakteri
hawar daun. Penyakit busuk hitam pada kubis diawali dengan serangan
pada pori air yang terdapat pada tepi daun yang dapat menyebabkan
tanaman menjadi kuning pucat, pengendalian penyakit ini dilakukan
dengan mencabut tanaman yang terserang, serta menjaga kebersihan
kebun kubis dari gulma dan mengatur sistem drainase yang baik (Wahyuni,
2006).
32
Kemudian penyakit pada plot 4 yang ditemukan yaitu hawar daun
pada tanaman jagung. Menurut (Ou, 1985 dalam Silitonga, 2007) penyakit
hawar daun menyebabkan penurunan hasil 2-75%. Penyakit ini dapat
menyerang tanaman pada fase pertumbuhan, serangan biasanya dapat
bermula dari ujung daun atau pinggir dan memanjang sampai kebawah
yang menyebabkan kelayuan dan kematian tanaman (Machmud, 1991
dalam Silitonga, 2007)
Jika penyakit yang terdapat pada Plot 2 hingga plot 4 dapat diatasi
dan diminimumkan dapat dikatakan berlanjut karena pada umumnya yang
mendominasi musuh alami yang dapat mengendalikan hama, karena pada
plot 2 hingga 4 ini juga diketahui tidak banyak hama yang berada pada plot
dan mengganggu tanaman yang dibudidayakan. Dalam praktik pertanian
berlanjut, menurut Rukmana (2012) banyak perbaikan yang dilakukan,
serta perbaikan ini dianggap telah meningkatkan produksi secara signifikan
yaitu kontrol hama, gumla, dan penyakit dengan penekanan pada
keanekaragaman hayati di pertanaman dan pengurangan penggunaan
pestisida melalui teknik pengelolaan hama terpadu atau teknik lainnya.
Keberlanjutan suatu kegiatan pertanian dapat dilihat dari keberlanjutan
ekonomi, lingkungan dan sosial. Dari data hama dan penyakit dapat
menunjang keberlanjutan lingkungan yaitu pada kegiatan ini secara
ekologis tidak atau sedikit memberikan dampak negatif pada ekosistem
atau bahkan memperbaiki kualitas lingkungan, jika menggunakan bahan
kimia untuk mengendalikan organisme penganggu dapat dihindari atau
dikurangi sampai minimum.
3.1.2.4 Cadangan Karbon
Tingkat penyimpanan karbon antar lahan berbeda-beda, tergantung
pada keragaman jenis dan kerapatan tumbuhan yang ada, jenis tanahnya
serta pengelolaannya (Hairiah et al., 2010). Selain itu simpanan karbon juga
tergantung pada kandungan biomasanya, semakin tinggi biomasa maka akan
semakin besar nilai karbonnya dan semakin kecil nilai biomasa semakin kecil
nilai kandungan kar-bonnnya (Brown 1997). Berdasarkan penggunaan lahan
yang ada, didapatkan hasil cadangan karbon untuk masing-masing plot seperti
gambar di bawah ini
33
Gambar 7. Hasil Cadangan Karbon untuk Masing-Masing Plot
Kanopi Seresah
1 Hutan Pinus Kayu Atas Tinggi Tinggi Sedang Sedang 150
Kopi Buah Tengah Sedang Sedang Tinggi Tinggi
Nangka Buah,Daun,Kayu Tengah Rendah Rendah Rendah Rendah
Pisang Buah,Daun,Batang Tengah Rendah Rendah Sedang Sedang
Sengon Kayu Tengah Sedang Sedang Tinggi Tinggi
Talas Umbi,Batang Tengah Rendah Rendah Sedang Sedang
Durian Buah,Kayu Tengah Rendah Rendah Rendah RendahPisang Buah Tengah Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi
Rumput Gajah Daun Tengah Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi
Jagung Buah Bawah Sedang Sedang Tinggi Tinggi
Rumput Gajah Daun Bawah Sedang Sedang Tinggi TinggiPemukiman Bawah 0
232TOTAL
1
Agroforestri 2
3
4Tanaman Semusim
Tanaman Semusim
Plot
80
1
Penggunaan Lahan Tutupan Lahan Manfaat Posisi Lereng Jumlah spesies Kerapatan C-Stock (ton/ha)Tingkat Tutupan
a. Plot 1
Pada plot 1, nilai total cadangan karbonnya paling tinggi jika
dibandingkan dengan plot yang yang lain, yaitu sebesar 150 ton/ha. Hal ini
dikarenakan penggunaan lahan pada plot 1 tersebut adalah hutan dengan
kerapatan vegetasi yang tinggi. Menurut Monde (2009), hutan merupakan
penyimpanan C tertinggi bila dibandingkan dengan lahan pertanian. Selain
itu, cadangan karbon (C) yang tersimpan pada hutan, jauh lebih besar dari
tata guna lahan yang lainnya. Oleh karena itu, hutan dengan keragaman
jenis pepohonan berumur panjang dan seresah yang banyak merupakan
gudang penyimpan C tertinggi. Bila hutan diubah fungsinya menjadi lahan-
lahan pertanian, perkebunan atau pemukiman, maka jumlah C tersimpan
akan menurun (Hairiah dan Rahayu 2007).
b. Plot 2
Pada plot 2 (agroforestri), nilai total cadangan karbonnya sebesar
80 ton/ha. Nilai tersebut tergolong tinggi untuk kategori cadangan karbon
pada penggunaan lahan agroforestri. Hal tersebut dikarenakan vegetasi
yang ada pada plot 2 cukup banyak, sehingga kerapatan vegetasinya tinggi.
Hal ini sejalan dengan pendapat dari Setiawan dkk (2016) bahwa
penggunaan lahan dengan kerapatan vegetasi yang lebih tinggi,
mengindikasikan besarnya nilai cadangan karbon dari penggunaan lahan
tersebut. Selain itu, menurut Widianto et al. (2003), bila ditinjau dari
cadangan karbon, sistem agroforestri lebih menguntungkan daripada
sistem pertanian berbasis tanaman semusim. Hal ini disebabkan oleh
34
adanya pepohonan yang memiliki biomassa tinggi dan masukan seresah
yang bermacam-macam kualitasnya serta terjadi secara terus-menerus.
c. Plot 3
Pada plot 3 (tanaman semusim), nilai cadangan karbonnya rendah,
karena mayoritas tutupan lahan pada kedua plot tersebut adalah tanaman
semusim seperti jagung, kubis, wortel dan terong. Pada plot ini sudah
terjadi campur tangan manusia untuk mengelola sistem pertanian. Hal ini
sesuai dengan pendapat dari Murdiyarso dan Wasrin (2012), bahwa lahan
pertanian tanaman semusim memiliki cadangan karbon yang rendah, yaitu
berkisar 1-3 ton/ha.
d. Plot 4
Nilai cadangan karbon pada plot 4 sama seperti pada plot 3 yaitu
hanya 1 ton/ha. Akan tetapi yang membedakan adalah pada plot 4 ini
penggunaan lahannya campuran antara tanaman semusim dan
pemukiman warga, sehingga tetap saja nilai cadangan karbonnya rendah.
Menurut Kaswanto (2010), kondisi kerapatan vegetasi di pemukiman itu
nilainya rendah sehingga akan berdampak pada rendahnya nilai karbon.
3.1.3 Indikator Pertanian Berlanjut dari Sosial Ekonomi
3.1.3.1 Economically viable (keberlangsungan secara ekonomi)
a) Plot 1 (Hutan)
Tabel 24.Tenaga Kerja (Komoditas Jagung)
HOK Jumlah Jenis
kelamin Upah Jam Hari HOK Total
Penyiapan Lahan 3 L 50.000 3 1
1.125 56.250
Penanaman 2 P 40.000 4 1 1 40.000
Penyiangan 1 L 50.000 2 1 0.25 12.500
Pemanenan dan
Pengangkutan 2 L 80.000 3 1 0.75 60.000
Total 168.750
35
Tabel 25. Biaya dan Penerimaan (Komoditas Jagung)
Uraian Satuan Harga/satuan
(Rp) Jumlah
Nilai (Rp)
A. Penerimaan Usahatani (TR)
Penerimaan tunai Kg 20.000 250 5.000.000
B. Biaya Usahatani
B.1 Biaya Variabel (TVC)
1. Urea 75.000 1 75.000
2. SP36 115.000 1 115.000
3. Phonska 118.000 1 118.000
4. Pupuk kandang 10.000 5 50.000
5. Benih bisi 18 62.000 5 310.000
6. Sewa lahan Bulan 108.333,3 4 433.333,3
7. Biaya tenaga kerja 168.750
Total Biaya Variabel 1.270.083
Biaya tetap 0
C. Total Biaya Usahatani (TC) = (TFC+TVC)
1.270.083
C. Pendapatan (TR-TC) 20.000 250 kg 3.729.917
a. Hasil perhitungan RC Ratio
Ratio (R) = 𝑇𝑅
𝑇𝐶
= 5.000.000/ 1.270.083
= 3,9
Dari hasil perhitungan tersebut, diketahui bahwa nilai RC Rasio usaha
tani Jagung adalah sebesar 3,9. Dengan hasil perhitungan yang demikian
dapat dikatakan bahwa usahatani tersebut layak untuk diusahakan karena
memiliki nilai RC Rasio > 1, yang berarti bahwa setiap Rp 1 biaya yang
dikeluarkan selama usahatani Jagung akan mendapatkan penerimaan
sebesar Rp 3,9.
b. Hasil perhitungan BEP (Break Event Point)
1) BEP unit = 𝑇𝐶
𝑃𝑗𝑢𝑎𝑙
= 1.270.083
20.000
= 63,5 kg
36
Dari hasil perhitungan tersebut, menunjukkan bahwa untuk
mencapai plot BEP maka jumlah produksi minimal yang harus dicapai
adalah 63,5 kg, dimana pada keadaan tersebut merupakan keadaan
tidak untung dan tidak rugi. Sedangkan usahatani Jagung yang
dijalankan menghasilkan Jagung sebesar 250 kg, sehingga usahatani
tersebut dapat dikatakan menguntungkan karena hasil produksi
melebihi BEP unit.
2) BEP rupiah
a) BEP Penerimaan = BEP unit x P
= 63,5x 20.000
= 1.270.083,3
Dari perhitungan diatas menunjukkan bahwa untuk
mencapai plot BEP agar tidak terjadi kerugian, maka penerimaan
minimal yang seharusnya didapat adalah sebesar Rp 1.270.083,3
dimana pada keadaan tersebut merupakan keadaan tidak untung
dan tidak rugi. Sedangkan usahatani Jagung yang dijalankan
mendapatkan penerimaan sebesar Rp 5.000.000, sehingga usaha
tani tersebut dikatakan menguntungkan karena penerimaan yang
diperoleh lebih tinggi dari nilai BEP penerimaan.
b) BEP harga = TC/ƹ unit
= 1.270.083/250
= 5.080
Hasil perhitungan tersebut menunjukkan bahwa untuk
mencapai plot BEP supaya tidak terjadi kerugian, maka harga jual
minimal cabai perkilo yang seharusnya ditetapkan adalah sebesar
Rp 5.080, dimana pada keadaan tersebut merupakan keadaan tidak
untung dan tidak rugi. Sedangkan usahatani Jagung yang dijalankan
dijual dengan harga Rp 20.000 perkilogramnya, sehingga usahatani
tersebut dapat dikatakan menguntungkan karena harga jual cabai
lebih tinggi dari nilai BEP harga.
37
Tabel 26. Tenaga Kerja (Komoditas Kopi)
Kegiatan Jumlah
orang Upah Jumlah
hari Jumlah
jam HOK Total
Penyiapan Lahan
2 50.000 1 3 0,75 37.500
Pemupukan (perempuan
)
2 40.00
0 1 2 0,5 20.000
Laki-laki (panen)
5 50.000 7 2 8,75 437.500
Perempuan (panen)
2
40.000 7 2 3,5 140.000
Tenaga angkut
2 80.000 7 4 7 560.000
Total upah tenaga kerja 1.195.000
Keterangan: Standar kerja per hari adalah pukul 07.00 – 15.00 (8 jam)
Tabel 27. Biaya dan Penerimaan (Komoditas Kopi)
Uraian Satuan Harga/satuan
(Rp) Jumlah
Nilai (Rp)
A. Penerimaan Usahatani (TR)
Penerimaan tunai kg 23.000 750 17.250.000
Penerimaan untuk petani 12.075.000
Penerimaan untuk perhutani 5.175.000
B. Biaya Usahatani
B.1 Biaya Tetap (TFC)
B.2 Biaya Variable (TVC)
1. Bibit pohon 2.000 185 370.000
2. Pupuk kandang kg 10.000 20 200.000
3. ZA Sak 75.000 2 150.000
4. Ponska sak 118.000 2 236.000
5. Total biaya tenaga kerja
1.195.000
Total Biaya Variable 2.151.000
38
C. Total Biaya Usahatani (TC) = (TFC+TVC)
2.151.000
D. Pendapatan (TR-TC) 3.024.000
Tabel 28. Usahatani Komoditas Kopi selama 5 tahun (Rp)
Tahun Biaya
Penerimaan
Keuntungan
Diskon Factor
Pv Biaya
Pv Penerimaan
(Rp)
1 1.013.5
00 0
-1.013.50
0 0.91 921.36
3.6 0
2 1.013.5
00 0
-1.013.50
0 0.83 837.60
3.3 0
3 1.581.0
00 12.075.0
00 10.494.0
00 0.75 1.187.8
29 9.072.126
4 1.581.0
00 12.075.0
00 10.494.0
00 0.68 1.079.8
44 8.247.387
5 1.581.0
00 12.075.0
00 10.494.0
00 0.62 981.67
6.6 7.497.625
Total 5.008.3
17 24.817.139
Tabel 29. Suku Bunga, NPV, IRR, dan Net B/C
Suku Bunga 10.00%
NPV Rp. 19,808,822.14
IRR 233%
NET B/C 4.95
Tabel 30. Payback Period (PP)
Tahun Biaya Penerimaan Keuntungan Kumulatif
1 1.013.500 0 -1.013.500 -1.013.500
2 1.013.500 0 -1.013.500 -2.027.000
3 1.581.000 12.075.000 10.494.000 8.467.000
4 1.581.000 12.075.000 10.494.000 18.961.000
5 1.581.000 12.075.000 10.494.000 29.455000
Diketahui N 2
a 1013500
b -
2027000
c 8467000
39
b) Plot 2 (Agroforestri)
Tabel 31. Tenaga Kerja (Komoditas Cabai)
Laki-laki Jumlah orang
Jumlah Hari
Jumlah jam/hari (jam)
HOK Upah/ HOK (Rp)
Total (Rp)
a. Penyiapan lahan dan penanaman
1 1 4 0,5 70.000 35.000
b. Pemanenan 1 1 4 0,5 70.000 35.000
Total Biaya Tenaga Kerja
70.000
Keterangan: Standar kerja per hari adalah pukul 07.00 – 15.00 (8 jam)
Tabel 32. Biaya Penyusutan (Komoditas Cabai)
Tabel 33. Usahatani Komoditas Cabai
Uraian Satuan Harga/satuan
(Rp) Jumlah
Nilai (Rp)
D. Penerimaan Usahatani (TR)
Penerimaan tunai kg 20.000 10 200.000
E. Biaya Usahatani
B.1 Biaya Tetap (TFC)
3. Penyusutan cangkul unit - 1 1.100
4. Penyusutan sabit unit - 1 1.400
3. Sewa Lahan m2 600 5 3000
Total Biaya Tetap 5.500
PP 1.903421
tahun 1
bulan 10.8
hari 24
Keterangan Jumlah unit
Harga awal (Rp)
Harga Akhir (Rp)
Tahun ekonomis
Total (Rp)
Cangkul 1 40.000 35.600 0,25 1100
Sabit 1 25.600 20.000 0,25 1400
Total Penyusutan 7688
40
B.2 Biaya Variable (TVC)
1. Benih gram 20 300 6.000
2. Pupuk Organik kg 500 100 50.000
3. Tenaga kerja
a. Penyiapan lahan Orang (L) - 2 35.000
b. Pemanenan Orang (L) - 2 35.000
Total Biaya Variable 126.000
D. Total Biaya Usahatani (TC) = (TFC+TVC)
131.500
F. Pendapatan (TR-TC) 68.500
Berdasarkan tabel 31, dapat diketahui bahwa penerimaan yang didapat
dalam usahatani cabai milik Bapak Mulyono sebesar Rp 200.000. Dimana
usahatani tersebut menghabiskan biaya sebesar Rp 131.500, yang terdiri dari
biaya tetap sebesar Rp 5.500 dan biaya variabel sebesar Rp 126.000. Sehingga
pendapatan yang diterima Bapak Jadi dari usahatani cabai tersebut adalah Rp
68.500.
Dari hasil usahatani cabai milik Bapak Mulyono didapatkan perhitungan
terhadap kelayakan usahatani sebagai berikut:
a. Hasil perhitungan RC Ratio
Ratio (R) = 𝑇𝑅
𝑇𝐶
= 200.000/ 131.500
= 1,52
Dari hasil perhitungan tersebut, diketahui bahwa nilai RC Rasio usaha
tani cabai milik Bapak Mulyono adalah sebesar 1,52. Dengan hasil
perhitungan yang demikian dapat dikatakan bahwa usahatani tersebut layak
untuk diusahakan karena memiliki nilai RC Rasio > 1, yang berarti bahwa
setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan selama usahatani cabai yang
dilakukan Bapak Mulyono akan mendapatkan penerimaan sebesar 1,52
rupiah.
b. Hasil perhitungan BEP (Break Event Point)
- BEP unit = 𝑇𝐶
𝑃𝑗𝑢𝑎𝑙
= 131.500
20.000
= 6,58
Dari hasil perhitungan tersebut, menunjukkan bahwa untuk
mencapai plot BEP maka jumlah produksi minimal yang harus dicapai
adalah 6,58 kg, dimana pada keadaan tersebut merupakan keadaan
tidak untung dan tidak rugi. Sedangkan usahatani cabai yang dijalankan
41
Bapak Mulyono menghasilkan cabai sebesar 10 kg, sehingga usahatani
tersebut dapat dikatakan menguntungkan karena hasil produksi
melebihi BEP unit.
- BEP rupiah
BEP Penerimaan = BEP unit x P
= 6,58 x 20.000
= 131.600
Dari perhitungan diatas menunjukkan bahwa untuk mencapai
plot BEP agar tidak terjadi kerugian, maka penerimaan minimal yang
seharusnya didapat adalah sebesar Rp 131.600, dimana pada keadaan
tersebut merupakan keadaan tidak untung dan tidak rugi. Sedangkan
usahatani cabai yang dijalankan Bapak Mulyono mendapatkan
penerimaan sebesar Rp 200.000, sehingga usaha tani tersebut
dikatakan menguntungkan karena penerimaan yang diperoleh lebih
tinggi dari nilai BEP penerimaan.
- BEP harga = TC/ƹ unit
= 131.500/10
= 13.500
Hasil perhitungan tersebut menunjukkan bahwa untuk
mencapai plot BEP supaya tidak terjadi kerugian, maka harga jual
minimal cabai perkilo yang seharusnya ditetapkan adalah sebesar Rp
13.500, dimana pada keadaan tersebut merupakan keadaan tidak
untung dan tidak rugi. Sedangkan usahatani cabai yang dijalankan Bapak
Mulyono dijual dengan harga Rp 20.000 perkilogramnya, sehingga
usahatani tersebut dapat dikatakan menguntungkan karena harga jual
cabai lebih tinggi dari nilai BEP harga.
Tabel 34. Tenaga Kerja (Komoditas Kopi)
Laki-laki Jumlah orang
Jumlah Hari
Jumlah jam/hari (jam)
HOK Upah/ HOK (Rp)
Total (Rp)
- Penyiapan lahan
2 1 8 0,5 70.000 35.000
- Penanaman 2 1 8 2 70.000 140.000
- Pemupukan 2 1 8 2 70.000 140.000
- Pemanenan 2 7 8 14 70.000 980.000
Total Biaya Tenaga Kerja
1.295.000
42
Perempuan Jumlah orang
Jumlah Hari
Jumlah jam/hari
HOK Upah/ HOK (Rp)
Total (Rp)
a. Penanaman 3 1 8 3 50.000 150.000
b. Pemupukan 3 1 8 3 50.000 150.000
c. Pemanenan 3 7 8 21 50.000 1.050.000
Total Biaya Tenaga Kerja (P)
1.350.000
Keterangan: Standar kerja per hari adalah pukul 07.00 – 15.00 (8 jam)
Tabel 35.Biaya Penyusutan (Komoditas Kopi)
Tabel 36. Usahatani Komoditas Kopi
Uraian Satuan Harga/satuan
(Rp) Jumlah
Nilai (Rp)
A. Penerimaan Usahatani (TR)
Penerimaan tunai kg 12.000 4.000 48.000.000
B. Biaya Usahatani
B.1 Biaya Tetap (TFC)
1. Penyusutan cangkul unit - 1 6.600
2. Penyusutan sabit unit - 1 8.400
3. Lahan m2 600 9995 1.499.250
Total Biaya Tetap 1.521.750
B.2 Biaya Variable (TVC)
6. Bibit pohon 2.000 150 300.000
7. Pupuk Organik kg 500 400 200.000
8. Tenaga kerja
- Penyiapan lahan orang (L) - 2 140.000
- Penanaman orang (L) - 2 140.000
Keterangan Jumlah unit
Harga awal (Rp)
Harga Akhir (Rp)
Tahun ekonomis
Total (Rp)
Cangkul 2 40.000 35.600 1 6.600
Sabit 2 25.600 20.000 1 8.400
Total Penyusutan 15.000
43
orang (P)
- 3 150.000
- Pemupukan orang (L) - 2 140.000
orang (P)
- 3 150.000
- Pemanenan orang (L) - 14 980.000
orang (P)
- 21 1.050.000
4. Biaya Operasional (transportasi)
- - 100.000 100.000
Total Biaya Variable 3.350.000
C. Total Biaya Usahatani (TC) = (TFC+TVC)
4.871.750
D. Pendapatan (TR-TC) 43.128.250
Tabel 37. Usahatani Komoditas Kopi selama 5 tahun
Tahun
Biaya Penerima
an Keuntung
an Discount
Factor PV
Biaya
PV Penerima
an
1 2.741.75
0 0
-2.741.750
0,91 2.492.5
00 -
2 490.000 0 -490.000 0,83 404.959 -
3 2.620.00
0 48.000.00
0 45.380.00
0 0,75
1.968.445
36.063.110
4 2.620.00
0 48.000.00
0 45.380.00
0 0,68
1.789.495
32.784.646
5 2.620.00
0 48.000.00
0 45.380.00
0 0,62
1.626.814
29.804.224
Total
11.091.750
144.000.000
132.908.250
4 8.282
.213 98.651.980
Tabel 38. Suku bunga, NPV, IRR, dan Net B/C
Suku Bunga Kredit 10,00%
NPV Rp 90.369.767,23
IRR 349,93%
NET B/C 11,911
Dari hasil usahatani kopi milik Bapak Mulyono didapatkan perhitungan
terhadap kelayakan usahatani sebagai berikut:
a. NPV
NPV yang dihasilkan dari usahatani kopi milik Bapak Mulyono sebesar Rp
90.369.767,23yang berarti bahwa nilai NPV > 0, jadi penanaman investasi pada
44
usahatani tersebut akan memberikan keuntungan sebesar Rp 90.369.767,23
setelah terdapat suku bunga kredit sebesar 10%.
b. IRR
Analisa IRR yang dihasilkan dari usahatani kopi milik Bapak Mulyono yaitu
sebesar 349,93%. Hal ini menunjukkan bahwa investasi pada usahatani
tersebut layak untuk diusahakan karena lebih besar dari tingkat suku bunga
kredit yang berlaku yaitu 10%.
c. Net B/C
Analisa Net B/C pada usahatani kopi milik Bapak Mulyono menghasilkan
Net B/C sebesar Rp 11,911. Hal ini menunjukkan bahwa investasi pada
usahatani tersebut untuk setiap nilai pengeluaran sekarang sebesar Rp 1 akan
memberikan tambahan nilai pada pendapatan bersih sekarang sebesar Rp
11,911
Tabel 39. payback period (PP)
Tahun Biaya Penerimaan Keuntungan
Kumulatif Keuntungan
1 2.741.750 0 -2.741.750 -2.741.750
2 490.000 0 -490.000 -3.231750
3 2.620.000 48.000.000 45.380.000 42.148.250
4 2.620.000 48.000.000 45.380.000 87.528.250
5 2.620.000 48.000.000 45.380.000 132.908.250
Total 11.091.75
0 144.000.00
0 132.908.25
0 265.816.500
Berdasarkan tabel 39, diketahui bahwa (n) atau tahun terakhir di mana
arus kas masih belum bisa menutupi initial investment (biaya tahun 1) pada
tahun kedua (n=2) dengan jumlah initial investment atau modal (a) yang sudah
dikeluarkan sebesar Rp 2.741.750. Sedangkan jumlah kumulatif arus kas (b)
pada tahun ke-n yaitu tahun kedua sebesar Rp (-3.231.750) dan jumlah
kumulatif arus kas pada tahun ke (n+1) (c) yaitu tahun ketiga sebesar Rp
42.148.250. Sehingga didapatkan payback period sebesar 1,99 dengan cara:
PP = n + [(a+b)/(c-b)] x 1
= 2 + [(2.741.750+(-3.231.750))/( 42.148.250-(-3.231.750))] x 1
= 1,99
Analisa PP (Payback Period) pada usahatani kopi milik Bapak Mulyono
menghasilkan nilai sebesar 1,99 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah
modal yang digunakan dalam usahatani kopi akan kembali setelah 1,99 tahun.
45
Tabel 40. Tenaga Kerja (Komoditas Cengkeh)
Laki-laki Jumlah orang
Jumlah Hari
Jumlah jam/hari (jam)
HOK Upah/ HOK (Rp)
Total (Rp)
Penyiapan lahan 2 1 8 0,5 70.000 35.000
Penanaman 2 1 8 2 70.000 140.000
Pemupukan 2 1 8 2 70.000 140.000
Pemanenan 2 7 8 14 70.000 980.000
Total Biaya Tenaga Kerja (L)
1.295.000
Perempuan Jumlah orang
Jumlah Hari
Jumlah jam/hari
HOK Upah/ HOK (Rp)
Total (Rp)
Penanaman 3 1 8 3 50.000 150.000
Pemupukan 3 1 8 3 50.000 150.000
Pemanenan 3 7 8 21 50.000 1.050.000
Total Biaya Tenaga Kerja (P)
1.350.000
Tabel 41. Biaya Penyusutan (Komoditas Cengkeh)
Tabel 42. Usahatani Bapak Mulyono (Komoditas Cengkeh)
Uraian Satuan Harga/satuan (Rp)
Jumlah Nilai (Rp)
A. Penerimaan Usahatani (TR)
Penerimaan tunai Kg (cengkeh basah)
30.000 10.500 315.000.000
B. Biaya Usahatani
B.1 Biaya Tetap (TFC)
1. Penyusutan cangkul
unit - 2 6.600
2. Penyusutan sabit unit - 2 8.400
3. Lahan m2 600 9995 1.499.250
Total Biaya Tetap 1.521.750
B.2 Biaya Variable (TVC)
Keterangan Jumlah unit
Harga awal (Rp)
Harga Akhir (Rp)
Tahun ekonomis
Total (Rp)
Cangkul 2 40.000 35.600 1 6.600
Sabit 2 25.600 20.000 1 8.400
Total Penyusutan 15.000
46
1. Bibit batang 2.000 150 300.000
2. Pupuk Organik kg 500 400 200.000
3. Tenaga kerja
- Penyiapan lahan
orang (L) - 2 140.000
- Penanaman orang (L) - 2 140.000
orang (P) - 3 150.000
- Pemupukan orang (L) - 2 140.000
orang (P) - 3 150.000
- Pemanenan orang (L) - 14 980.000
orang (P) - 21 1.050.000
4. Biaya Operasional (transportasi)
- - 100.000 100.000
Total Biaya Variable 3.350.000
C. Total Biaya Usahatani (TC) = (TFC+TVC)
4.871.750
D. Pendapatan (TR-TC) 310.128.250
Tabel 43. Usahatani Bapak Mulyono (Komoditas Cengkeh) selama 6 tahun
Tahun
Biaya Penerimaan
Keuntungan
Discount Factor
PV Biaya
PV Penerimaan
1 2.741.750
0 -2.741.750
0,91 2.492.500
-
2 490.000 0 -490.000 0,83 404.959 -
3 490.000 0 -490.000 0,75 368.144 -
4 490.000 0 -490.000 0,68 334.677 -
5 2.620.000
315.000.000
312.380.000
0,62 1.626.814
195.590.217
6 2.620.000
315.000.000
312.380.000
0,56 1.478.922
177.809.288
Total 9.451
.750 630.00
0.000 620.54
8.250 4
6.706.015
373.399.505
Tabel 44. Suku bunga, NPV, IRR, dan Net B/C
Suku Bunga Kredit 10,00%
NPV Rp 366.693.489,64
IRR 242,33%
NET B/C 55,681
47
Dari hasil usahatani cengkeh milik Bapak Mulyono didapatkan
perhitungan terhadap kelayakan usahatani sebagai berikut:
a. NPV
NPV yang dihasilkan dari usahatani cengkeh milik Bapak Mulyono sebesar
Rp 366.693.489,64 yang berarti bahwa nilai NPV > 0, jadi penanaman investasi
pada usahatani tersebut akan memberikan keuntungan sebesar Rp
366.693.489,64 setelah terdapat suku bunga kredit sebesar 10%.
b. IRR
Analisa IRR yang dihasilkan dari usahatani cengkeh milik Bapak Mulyono
yaitu sebesar 242,33%. Hal ini menunjukkan bahwa investasi pada usahatani
tersebut layak untuk diusahakan karena lebih besar dari tingkat suku bunga
kredit yang berlaku yaitu 10%.
c. Net B/C
Analisa Net B/C pada usahatani cengkeh milik Bapak Mulyono
menghasilkan Net B/C sebesar Rp 55,681. Hal ini menunjukkan bahwa investasi
pada usahatani tersebut untuk setiap nilai pengeluaran sekarang sebesar Rp 1
akan memberikan tambahan nilai pada pendapatan bersih sekarang sebesar Rp
55,681.
Tabel 45. Payback Period (Pp)
Tahun Biaya Penerimaan Keuntungan
Kumulatif Keuntungan
1 2.741.750 0 -2.741.750 -2.741.750
2 490.000 0 -490.000 -3.231.750
3 490.000 0 -490.000 -3.721.750
4 490.000 0 -490.000 -4.211.750
5 2.620.000 315.000.000 312.380.000 308.168.250
6 2.620.000
315.000.000 308.168.25
0 616.336.500
Total 9.451.75
0 630.000.00
0 619.078.25
0 1.235.414.750
Berdasarkan tabel 45, diketahui bahwa (n) atau tahun terakhir di mana
arus kas masih belum bisa menutupi initial investment (biaya tahun 1) yaitu
pada tahun keempat (n = 4) dengan jumlah initial investment atau modal (a)
yang sudah dikeluarkan sebesar Rp 2.741.750. Sedangkan jumlah kumulatif
arus kas (b) pada tahun ke-n yaitu tahun kelima sebesar Rp (-4.211.750) dan
jumlah kumulatif arus kas pada tahun ke (n+1) (c) yaitu tahun kelima sebesar
Rp 308.168.250. Sehingga didapatkan payback period sebesar 4,00 dengan
cara:
48
PP = n + [(a+b)/(c-b)] x 1
= 2 + [(2.741.750+(-4.211.750))/( 308.168.250-(-4.211.750))] x 1
= 4,00
Analisa PP (Payback Period) pada usahatani cengkeh milik Bapak Mulyono
menghasilkan nilai sebesar 4,00 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah
modal yang digunakan dalam usahatani cengkeh akan kembali setelah 4,00
tahun.
Tabel 46. Tenaga Kerja (Komoditas Pisang)
Laki-laki Jumlah orang
Jumlah Hari
Jumlah jam/hari (jam)
HOK Upah/ HOK (Rp)
Total (Rp)
a. Penyiapan lahan
2 1 8 2 70.000 70.000
b. Penanaman 2 1 8 2 70.000 70.000
c. Pemanenan 2 3 8 6 70.000 420.000
Total Biaya Tenaga Kerja (L)
560.000
Perempuan Jumlah orang
Jumlah Hari
Jumlah jam/hari
HOK Upah/ HOK (Rp)
Total (Rp)
Pemanenan 3 3 8 9 50.000 450.000
Total Biaya Tenaga Kerja (P)
450.000
Keterangan: Standar kerja per hari adalah pukul 07.00 – 15.00 (8 jam)
Tabel 47. Biaya Penyusutan (Komoditas Pisang)
Keterangan Jumlah unit
Harga awal (Rp)
Harga Akhir (Rp)
Tahun ekonomis
Total (Rp)
Cangkul 2 40.000 35.600 1 6.600
Sabit 2 25.600 20.000 1 8.400
Total Penyusutan
15.000
49
Tabel 48. Usahatani Bapak Mulyono (Komoditas Pisang)
Uraian Satuan Harga/satuan (Rp)
Jumlah Nilai (Rp)
A. Penerimaan Usahatani (TR)
Penerimaan tunai tandan 50.000 100 5.000.000
B. Biaya Usahatani
B.1 Biaya Tetap (TFC)
1. Penyusutan cangkul
unit - 1 3.300
2. Penyusutan sabit unit - 1 4.300
3. Lahan m2 600 9995 1.499.250
Total Biaya Tetap 1.499.150
B.2 Biaya Variable (TVC)
2. Bibit batang 1000 100 100.000
3. Pupuk Organik kg 500 100 50.000
4. Tenaga kerja
a. Penyiapan lahan
Orang (L)
- 1 70.000
b. penanaman Orang (L)
- 1 70.000
c. Pemanenan Orang (L)
- 6 420.000
Orang (P)
- 9 450.000
Total Biaya Variable 1.160.000
C. Total Biaya Usahatani (TC) = (TFC+TVC)
2.659.150
D. Pendapatan (TR-TC) 2.340.850
Berdasarkan tabel 48, dapat diketahui bahwa penerimaan yang didapat
dalam usahatani pisang milik Bapak Mulyono sebesar Rp 5.000.000. Dimana
usahatani tersebut menghabiskan biaya sebesar Rp 2.659.150, yang terdiri dari
biaya tetap sebesar Rp 1.499.150 dan biaya variabel sebesar Rp 1.160.000.
Sehingga pendapatan yang diperoleh Bapak Mulyono dari usahatani pisang
tersebut adalah Rp 2.340.850.
Dari hasil usahatani cabai milik Bapak Mulyono didapatkan perhitungan
terhadap kelayakan usahatani sebagai berikut:
50
c. Hasil perhitungan RC Ratio
Ratio (R) = 𝑇𝑅
𝑇𝐶
= 5.000.000/ 2.659.150
= 1,88
Dari hasil perhitungan tersebut, diketahui bahwa nilai RC Rasio usaha tani
pisang milik Bapak Mulyono adalah sebesar 1,88. Dengan hasil perhitungan yang
demikian dapat dikatakan bahwa usahatani tersebut layak untuk diusahakan
karena memiliki nilai RC Rasio > 1, yang berarti bahwa setiap satu rupiah biaya
yang dikeluarkan selama usahatani pisang yang dijalankan Bapak Mulyono akan
mendapatkan penerimaan sebesar 1,88 rupiah.
d. Hasil perhitungan BEP (Break Event Point)
3) BEP unit = 𝑇𝐶
𝑃𝑗𝑢𝑎𝑙
= 2.659.150
50.000
= 53,18
Dari hasil perhitungan tersebut, menunjukkan bahwa untuk mencapai plot
BEP maka jumlah produksi minimal yang harus dicapai adalah 53,18 tandan
pisang, dimana pada keadaan tersebut merupakan keadaan tidak untung dan
tidak rugi. Sedangkan usahatani pisang yang dijalankan Bapak Mulyono
menghasilkan pisang sebesar 100 tandan, sehingga usahatani tersebut dapat
dikatakan menguntungkan karena hasil produksi melebihi BEP unit.
4) BEP rupiah
a) BEP Penerimaan = BEP unit x P
= 53,18 x 50.000
= 2.659.000
Dari perhitungan diatas menunjukkan bahwa untuk mencapai plot BEP agar
tidak terjadi kerugian, maka penerimaan minimal yang seharusnya didapat
adalah sebesar Rp 2.659.000, dimana pada keadaan tersebut merupakan
keadaan tidak untung dan tidak rugi. Sedangkan usahatani pisang yang
dijalankan Bapak Mulyono mendapatkan penerimaan sebesar Rp 5.000.000,
sehingga usaha tani tersebut dikatakan menguntungkan karena penerimaan
yang diperoleh lebih tinggi dari nilai BEP penerimaan.
b) BEP harga = TC/ƹ unit
= 2.659.150/100
= 26.591,5
Hasil perhitungan tersebut menunjukkan bahwa untuk mencapai plot BEP
supaya tidak terjadi kerugian, maka harga jual minimal pisang pertandan yang
seharusnya ditetapkan adalah sebesar Rp 26.591,5, dimana pada keadaan
51
tersebut merupakan keadaan tidak untung dan tidak rugi. Sedangkan usahatani
pisang yang dijalankan Bapak Mulyono dijual dengan harga Rp 50.000
perkilogramnya, sehingga usahatani tersebut dapat dikatakan menguntungkan
karena harga jual pisang lebih tinggi dari nilai BEP harga.
Tabel 49. Tenaga Kerja (Komoditas Durian)
Laki-laki Jumlah orang
Jumlah Hari
Jumlah jam/hari (jam)
HOK Upah/ HOK (Rp)
Total (Rp)
a. Penyiapan lahan
2 1 8 2 70.000 140.000
b. penanaman
2 1 8 2 70.000 140.000
c. pemupukan 2 1 8 2 70.000 140.000
Total Biaya Tenaga Kerja (L)
420.000
Perempuan Jumlah orang
Jumlah Hari
Jumlah jam/hari
HOK Upah/ HOK (Rp)
Total (Rp)
a. Penanaman 3 1 8 3 50.000 150.000
b. pemupukan
3 1 8 3 50.000 150.000
Total Biaya Tenaga Kerja (P)
300.000
Keterangan: Standar kerja per hari adalah pukul 07.00 – 15.00 (8 jam)
Tabel 50. Biaya Penyusutan (Komoditas Durian)
Keterangan Jumlah
unit Harga
awal (Rp) Harga
Akhir (Rp) Tahun
ekonomis Total (Rp)
Cangkul 2 40.000 35.600 1 6.600
Sabit 2 25.600 20.000 1 8.400
Total Penyusutan
15.000
52
Tabel 51. Usahatani Bapak Mulyono (Komoditas Durian)
Uraian Satuan Harga/satuan (Rp)
Jumlah Nilai (Rp)
A. Penerimaan Usahatani (TR)
Penerimaan tunai buah 10.000 9000 90.000.000
B. Biaya Usahatani
B.1 Biaya Tetap (TFC)
1. Penyusutan cangkul unit - 2 6.600
2. Penyusutan sabit unit - 2 8.400
3. Lahan m2 600 9995 1.499.250
Total Biaya Tetap
1.514.250
B.2 Biaya Variable (TVC)
1. Bibit batang 2.000 50 100.000
2. Pupuk Organik kg 500 400 200.000
3. Pupuk Phonska kg 2000 50 100.000
4. Pupuk TSP kg 1500 50 75.000
5. Regent botol 100.000 1 100.000
6. Tenaga kerja
a. Penyiapan lahan Orang (L) 2 140.000
b. Penanaman Orang (L) 2 140.000
Orang (P)
3 150.000
c. Pemupukan Orang (L) 2 140.000
Orang (P)
3 150.000
Total Biaya Variable 1.295.000
C. Total Biaya Usahatani (TC) = (TFC+TVC)
2.809.250
D. Pendapatan (TR-TC) 87.190.750
53
Tabel 52. Usahatani Bapak Mulyono (Komoditas Durian) selama 10 tahun
Tahun
Biaya Penerim
aan Keuntun
gan Discount
Factor PV
Biaya
PV Penerimaa
n
1 2.534.25
0 0
-2.534.25
0 0,91
2.303.864
-
2 2.086.750
0 -
2.086.750
0,83 1.724.5
87 -
3 2.086.750
0 -
2.086.750
0,75 1.567.8
06 -
4 2.086.750
0 -
2.086.750
0,68 1.425.2
78 -
5 2.086.750
0 -
2.086.750
0,62 1.295.7
08 -
6 2.086.750
0 -
2.086.750
0,56 1.177.9
16 -
7 2.086.750
0 -
2.086.750
0,51 1.070.8
33 -
8 2.361.750
90.000.000
87.638.250
0,47 1.101.7
74 41.985.664
9 2.361.750
90.000.000
87.638.250
0,42 1.001.6
13 38.168.786
10 2.361.750
90.000.000
87.638.250
0,39 910.557 34.698.896
TOTAL
22.140.000
270.000.000
247.860.000
6,14 135.79.
934 114.853.34
5
Tabel 53. Suku Bunga, NPV, IRR, DAN NET B/C
Suku Bunga Kredit 10,00%
NPV Rp 101.273.411,55
IRR 63,15%
NET B/C 8,458
54
Dari hasil usahatani durian milik Bapak Mulyono didapatkan perhitungan
terhadap kelayakan usahatani sebagai berikut:
a. NPV
NPV yang dihasilkan dari usahatani durian milik Bapak Mulyono sebesar
Rp 101.273.411,55 yang berarti bahwa nilai NPV > 0, jadi penanaman investasi
pada usahatani tersebut akan memberikan keuntungan sebesar Rp
101.273.411,55 setelah terdapat suku bunga kredit sebesar 10%.
b. IRR
Analisa IRR yang dihasilkan dari usahatani durian milik Bapak Mulyono
yaitu sebesar 63,15 %. Hal ini menunjukkan bahwa investasi pada usahatani
tersebut layak untuk diusahakan karena lebih besar dari tingkat suku bunga
kredit yang berlaku yaitu 10%.
c. Net B/C
Analisa Net B/C pada usahatani durian milik Bapak Mulyono
menghasilkan Net B/C sebesar Rp 8,458. Hal ini menunjukkan bahwa investasi
pada usahatani tersebut untuk setiap nilai pengeluaran sekarang sebesar Rp 1
akan memberikan tambahan nilai pada pendapatan bersih sekarang sebesar Rp
8,458.
Tabel 54. Payback Period (PP)
Tahun Biaya Penerimaan Keuntungan Kumulatif Keuntungan
1 2.534.250 0 -2.534.250 -2.534.250
2 2.086.750 0 -2.086.750 -4.621.000
3 2.086.750 0 -2.086.750 -6.707.750
4 2.086.750 0 -2.086.750 -8.794.500
5 2.086.750 0 -2.086.750 -10.881.250
6 2.086.750 0 -2.086.750 -12.968.000
7 2.086.750 0 -2.086.750 -15.054.750
8 2.361.750 90.000.000 87.638.250 72.583.500
9 2.361.750 90.000.000 87.638.250 160.221.750
10 2.361.750 90.000.000 87.638.250 247.860.000
TOTAL 22.140.000 270.000.000 247.860.000 419.103.750
Berdasarkan tabel 54, diketahui bahwa n atau tahun terakhir di mana
arus kas masih belum bisa menutupi initial investment (biaya tahun 1) pada
tahun ketujuh (n=7) dengan jumlah initial investment atau modal (a) yang sudah
dikeluarkan sebesar Rp 2.534.250. Sedangkan jumlah kumulatif arus kas (b) pada
tahun ke-n yaitu tahun ketujuh sebesar Rp (-15.054.750) dan jumlah kumulatif
arus kas pada tahun ke (n+1) (c) yaitu tahun kedelapan sebesar Rp 72.583.500.
sehingga didapatkan payback period sebesar 6,86 dengan cara:
55
PP = n + [(a+b)/(c-b)] x 1
= 2 + [(2.534.250+(-15.054.750))/(72.583.500-(-15.054.750))] x 1
= 6,86
Analisa PP (Payback Period) pada usahatani durian milik Bapak Mulyono
menghasilkan nilai sebesar 6,86 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah
modal yang digunakan dalam usahatani durian akan kembali setelah 6,86 tahun.
c) Plot 3 (Tanaman Semusim)
Tabel 55. Produksi dan Nilai Produksi
Jenis Tanaman
Luas Tanam (ha)
Jumlah Produksi (kg)
Harga/unit (Rp)
Nilai Produksi (Rp)
Kubis 1 Ha 35.000 1.000 35.000.000
Pak Sugiyanto adalah petani kubis. Beliau menggarap lahan tersebut
bersama 2 orang temannya. Sumber pendapatan hanya berasal dari kegiatan
usahatani pada lahan tersebut dalam sekali masa panen yang berlangsung
selama 90 hari. Hasil penjualan kubis dibagi rata tiap orang.
TR = P x Q
= Rp 1.000 x 35.000
= Rp 35.000.000
Tabel 56. Penggunaan Input dan Biaya Usahatani
Keterangan Unit Harga/unit (Rp)
Jumlah Biaya (Rp)
Luas Lahan (ha) 1 - -
Bibit 35.000 100 3.500.000
Pupuk : - Urea - TSP/SP 36 - KCl - Phonska
4 Kwintal 2 Kwintal ¼ Kwintal 4 Kwintal
180.000 210.000 210.000 240.000
720.000 420.000 52.500
960.000
Pestisida Kimia : - Prevaton - Endur - Antracol
1 Liter 1 Liter 1 Kg
680.000 600.000 120.000
680.000 600.000 120.000
Tenaga Kerja - Luar Keluarga
Pengolahan Tanah (dilakukan selama 10 hari
5 orang 30.000 937.500
56
dan 5 jam perhari)
Jumlah Biaya 7.990.000
Biaya input yang dikeluarkan oleh Pak Sugiyanto dan 2 orang rekannya
adalah sebesar Rp 7.990.000 berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan.
Sehingga, bisa dilakukan penghitungan keuntungan dan kelayakan usahatani
yang dijalankan Pak Sugiyanto dan rekannya.
Keuntungan = TR – TC
= Rp 35.000.000 – Rp 7.990.000
= Rp 27.010.000
Keuntungan yang diperoleh dibagi 3 orang, karena lahan yang
dibudidayakan merupakan usaha dari 3 orang.
Pendapatan per orang = Rp 27.010.000 / 3 orang
= Rp 9.003.333
Setelah didapat total penghitungan biaya tetap dan biaya variabel, kelayakan
usahatani yang dijalankan bisa dihitung dengan menggunakan RC ratio.
RC Ratio = TR / TC
= Rp 35.000.000 / Rp 7.990.000
= 4,38
Usahatani yang dijalankan karena nilai RC Ratio lebih dari 1 yang artinya bahwa
setiap Rp 1 modal yang dikeluarkan, akan memperoleh penerimaan sebesar Rp
4,38.
d) Plot 4 (Semusim + Pemukiman)
Petani yang diwawancarai yaitu pak Winarto (40 tahun). Sumber
pendapatan beliau berasal dari usaha tani jagung manis. Selain jagung manis,
saat ini beliau sedang menanam jagung hibrida. Jagung hibrida baru sekali ini
beliau menanamnya sehingga belum diketahui berapa jumlah hasil panennya.
Selain usaha tani jagung, beliau juga memelihara sapi. Namun, sapi tersebut
belum ada yang dijual, misalpun dijual saat hari-hari tertentu atau ketika ada
kebutuhan mendadak.
a. Kepemilikan Lahan
Lahan yang sedang dikelola pak winarto yaitu lahan sawah seluas 1 ha.
Lahan sawah tersebut merupakan lahan sewa. Uang sewa yang dikeluarkan pak
winarto yaitu sebesar Rp 3.000.000/th. Apabila dikonversi setiap musim tanam
57
(satu tahun 4 kali), maka biaya sewa lahan yang dikeluarkan sebesar Rp 750.000
per musim tanam.
b. Rincian Biaya
1. Produksi
Tabel 57. Hasil Produksi Pak Winarto di Plot 4
Komoditas Luas Tanam
(Ha) Jumlah
Produksi (Kg) Harga
(Rp/Kg) Total (Rp)
Jagung Manis
1 2,5 3500 8750000
Komoditas yang diusahakan Pak Winarto yaitu jagung manis. Jagung manis
yang diusahakan dalam sekali musim tanam dapat menghasilkan kurang lebih 2,5
ton jagung dari lahan seluas kurang lebih 1 ha. Jagung manis tersebut dijualnya
seharga Rp 3500/kg, sehingga penerimaan yang beliau dapat kurang lebih
sebesar Rp 8.750.000.
2. Sarana Produksi
Tabel 58. Total Biaya Sarana Produksi Pak Winarto di Plot 4
No Input Unit Harga (Rp) Total Biaya (Rp)
1 Benih 6 kg 67.000 400.000
2 Pupuk Urea 1,5 Kw 180.000 270.000
3 Pupuk Ponska 1 Kw 250.000 250.000
4 Pestisida Kimia 2 Botol 35.000 70.000
Total 990.000
Berdasarkan tabel 58, maka dapat diketahui sarana produksi yang
diperlukan pak Winarto dalam berusahatani yaitu bibit, pupuk urea, pupuk
ponska, dan pestisida kimia. Biaya benih yang digunakan sebanyak 6 kg dengan
biaya sebesar Rp 400.000. Pupuk urea yang dibutuhkan sebesar 1,5 kwintal
dengan biaya Rp 270.000, sedangkan pupuk ponska yang dibutuhkan sejumlah
1 kwintal dengan biaya sebesar Rp 250.000. Pak Winarto diketahui
menggunakan pestisida kimia dengan biaya sebesar Rp 35.000 per botol.
3. Biaya Tenaga Kerja dalam Keluarga
Tabel 59. Total Biaya Tenaga Kerja dalam Keluarga Pak Winarto
No Uraian Jumlah Orang
Hari Jam HOK Upah (Rp)
Total (Rp)
1. Penyiapan Lahan
1 1 3 0,375 75.000 28.125
2. Penanaman 3 1 4 1,5 60.000 90.000
4. Pemupukan 2 3 2 1,5 60.000 90.000
58
5. Penyiangan 3 2 2 1,5 60.000 90.000
6. Pengendalian hama
1 2 2 0,5 75.000 37.500
Total 298.125
Berdasarkan tabel 59, dapat diketahui bahwa Pak Winarto tidak
mengeluarkan biaya tenaga kerja, karena tenaga kerja berasal dari dalam
keluarga. Namun, biaya tenaga kerja tetap dihitung karena terdapat waktu dan
tenaga yang dikeluarkan dalam proses usahatani di mana biaya tenaga kerja
sebesar Rp 298.125 dengan asumsi jam kerja standar per hari adalah 8 jam.
4. Biaya Lain-lain
Pak Winarto diketahui mengeluarkan biaya untuk bahan bakar traktor
yang digunakannya untuk mengolahlahan pertanian beliau. Biaya bahan bakar
untuk traktor yang dikeluarkan beliau yaitu sebesar Rp 400.000. Biaya tersebut
merupakan biaya dalam pengolahan lahan penyiapan masa tanam (sekali
dalam masa tanam).
Analisis RC Rasio (Revenue Cost Ratio)
1. Biaya Total
Tabel 60. Total Biaya Pak Winarto
Total Biaya Tetap (TFC) Rp 750.000
Total Biaya Variabel (TVC) Rp 1.688.125
Total Biaya (TC) Rp 2.438.125
Berdasarkan data di atas maka dapat diketahui biaya total (TC) yang
dikeluarkan Pak Winarto yaitu sebesar Rp 2.438.125.
2. Total Penerimaan
Tabel 61. Total Penerimaan Pak Winarto
Komoditas Luas Tanam (Ha)
Jumlah (Kg) Harga (Rp/Kg)
Total (Rp)
Jagung Manis
1 2,5 3.500 8.750.000
Berdasarkan tabel 61, maka dapat diketahui total penerimaan yang
didapatkan pak Winarto dari usahatani jagung manis yaitu sebesar Rp
8.750.000.
3. Keuntungan
Π = TR - TC
= Rp 8.750.000 - Rp 2.438.125
= Rp 6.311.875
59
BEP
BEP Unit = 𝑇𝐹𝐶
𝑃−𝑇𝑉𝐶
𝑄
= 750000
3500−675,25
= 265,51
= 266
Total unit yang harus dihasilkan oleh Pak Winarto dalam budidaya jagung
manis yaitu sebesar 266 unit, namun apabila ingin menguntungkan hasil yang
dibudidayakan harus lebih dari 266 unit.
4. RC Ratio
𝑅𝐶𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 =8750000
2.438.125
= 3,58 (layak)
Dari perhitungan RC Ratio diatas dapat diketahui sebesar 3,58 yang artinya
usahatani jagung manis Pak Winarto layak diusahakan atau menguntungkan.
3.1.3.2 Ecologically sound (ramah llingkungan)
Pak Sugiyanto dalam mengelola lahannya hanya menggunakan satu
komoditas saja yaitu kubis dengan kata lain menggunakan sistem monokultur.
Sekali proses produksi dari penanaman hingga pemanenan akan memakan
waktu sekitar 90 hari. Pada usahatani yang dijalankan tidak terdapat praktik
daur ulang oleh petani, tanaman kubis yang siap panen langsung diambil dan
lahan langsung dibersihkan sehingga tidak ada sisa tanaman untuk keperluan
daur ulang lahan. Usahatani yang dijalankan oleh petani menggunakan
kombinasi dari 2 pupuk, yaitu pupuk organik yang berasal dari kotoran kambing
dan pupuk kimia. Menurut Pak Sugiyanto, persentase penggunaan pupuknya
sebesar 75% pupuk organik dan 25% pupuk kimia, pestisida yang digunakan
juga berupa pestisida kimia.
3.1.3.3 Socially Just (berkeadilan)
Berikut merupakan hasil wawancara petani pada setiap plot
mengenai keberlanjutan pertanian pada usaha budidayanya berdasarkan
asas Socially Just (berkeadilan).
A. Plot 1 (Hutan)
a) Kebutuhan dasar sebagai pengelolaan pertanian
1) Penggunaan fungsi lahan pertanian
Pada plot 1, kegiatan budidaya menerapkan sistem
monokultur dan tumpangsari. Sistem monokultur pada komoditi
kopi, dan sistem tumpang sari pada komoditi jagung dan buncis.
60
2) Keanekaragaman, kepemilikan dan pelestarian keanekaragaman
hayati
Keadaaan pada lahan ini cukup beragam, karena terdapat
lebih dari 1 jenis tanaman. Pada kepemilikan lahan, beliau
memiliki lahan tegal seluas 1200m2 untuk budidaya jagung.
Selain itu beliau juga menggarap lahan hutan milik Perhutani
dengan sistem bagi hasil 3:7.
3) Pemuliaan dan pengembangan
Dalam usaha taninya, beliau tidak melakukan pemuliaan
dan pengembangan, dikarenakan beliau masih menggunakan
input kimia sehingga masih belum adanya pengembangan untuk
jenis tanaman yang benar-benar organik.
4) Saling menukar dan menjual benih di masyarakat
Petani di desa Telungrejo, tidak melakukan kegiatan tukar-
menukar benih, petani menggunaakan benih masing-masing
hasil budidaya sebelumnya untuk ditanam pada musim tanam
berikutnya. Selain itu, petani juga dapat membeli benih pada
toko pertanian atau pada koperasi pertanian di kelompok tani
Wonoasri.
5) Memperoleh informasi pasar
Menurut petani pada plot 1, beliau tidak mendapat
informasi mengenai harga pasar dengan mudah. Beliau hanya
mendapatkan informasi harga melalui tengkulak. Sehingga hal
ini juga berpengaruh terhadap pendapatan beliau.
b) Memiliki karakteristik humanistic
Pada kegiatan usahataninya, beliau cukup memiliki
karakteristik humanistic, beliau menggunakan pupuk organik dan
pupuk kimia. Kedua pupuk ini dikombinasikan. Untuk penggunaan
pestisida, beliau jarang sekali menggunakannya karena serangan
hama dan penyakit jarang sekali ditemukan, khususnya pada kopi.
Beliau belum pernah menggunakan pestisida pada budidaya kopi.
Meskipun masih belum dapat dikatakan ramah lingkungan, tetapi
hewan, tumbuhan manusia sudah dihargai secara proporsional.
B. Plot 2 (Agroforestri)
a) Kebutuhan dasar sebagai pengelolaan pertanian
1) Penggunaan fungsi lahan pertanian
Petani pada plot 2 memiliki lahan pribadi seluas 1 Ha.
Disana tidak terdapat peraturan mengenai jenis komoditas yang
harus ditaman setiap musimnya. Petani dapat dengan bebas
memilih komoditas yang akan dibudidayakan. Namun terkadang
61
para petani sawah melakukan musyawarah dlam menentukan
jenis kmoditas yang akan ditanam, sedangkan untuk petani
ladang, tidak terdapat kelompok tani maupun gapoktan.
2) Keanekaragaman, kepemilikan dan melestarikan
keanekaragaman hayati
Keanekaragaman pada plot 2 cukup tinggi. Hal ini dapat
dilihat dari banyaknya ragam komoditas yang ditanam petani,
seperti cengkeh, kopi, pisang, durian dan cabai. Selain itu, dalam
menjaga biodiversitas dan lingkungan, beliau menuruti
peraturan Perhutani yang melarang penebangan pohon
sehingga dapat menjaga keanekaragaman hayati.
3) Pemuliaan dan pengembangan
Pada usahataninya, Bapak Mulyono melakukan upaya
pemuliaan dengan penggunaan pupuk organik dengan dosis
yang lebih besar dibanding pupuk kimia. Pupuk organik dapat
diperoleh dari kotoran hewan ternaknya maupun dibeli dari toko
pupuk. Sedangkan pengembangan yang beliau lakukan adalah
pemanfaatan kotoran ternak sebagai biogas rumah tangga, dan
ampas biogas beliau gunakan kembali sebagai pupuk.
4) Saling menukar dan menjual benih di masyarakat
Dalam kegiatan usahataninya, Pak Mulyono membeli bibit
dari pasar. Selain itu, terkadang beliau membuat bibit sendiri
dari tanaman sebelumnya.
5) Memperoleh informasi pasar
Menurut Pak Mulyono, akses mengenai informasi pasar
terkait harga masih mudah didapatkan, sehingga harga jual pada
tiap-tiap komoditas masih dalam harga yang tidak merugikan
para petani dan dapat menutup biaya-biaya yang dikeluarkan
serta masih bisa mendapatkan keuntungan.
b) Memiliki karakter yang humanistik (manusiawi)
Pada usahatani Pak Mulyono, sudah terdapat karakter yang
humanistik. Beliau turut serta dalam menjaga keanekaragman
hayati dengan menanam berbagai jenis komoditas yang beragam
dengan menggunakan pupuk organik, selain itu beliau juga
menghormati aturan Perhutani untuk tidak menebang pohon.
Makhluk hidup dihargai dengan proporsional.
c) Martabat dasar semua makhluk hidup dihormati
Beliau melakukan usahatani dengan wajar dan tidak terdapat
adanya indikasi pengrusakan martabat makhlup hidup. Hal ini dapat
dilihat dari tindakan beliau yang melakukan pemuliaan tanaman,
62
dan penghormatan atas peraturan Perhutani yang melarang
penebangan pohon.
C. Plot 3 (Tanaman Semusim)
a) Kebutuhan dasar sebagai pengelolaan pertanian
1) Penggunaan fungsi lahan pertanian
Pada desa Tulungrejo, petani bebas menanami lahannya
sesuai dengan keinginan petani. Disini tidak ditetapkan
peraturan-peraturan yang mewajibkan petani untuk menanam
jenis tanaman tertentu.
Dalam melakukan usahatani, Pak Sugiyanto melakukan
sistem kerja sama dengan kedua rekan beliau. Jadi lahan seluas
1 ha, digarap oleh tiga orang petani. Sehingga, Pak Sugiyanto
menentukan jenis tanaman yang akan ditanam dengan cara
musyawarah dengan kedua rekan beliau.
2) Keanekaragaman, kepemilikan dan melestarikan
keanekaragaman hayati
Dalam kegiatan usahatani, Pak Sugiyanto menerapkan
sistem monokultur dengan komoditas kubis. Sehingga
biodiversitas didalamnya sangat rendah. Perlu dilakukan upaya
peningkatan keanekaragaman hayati dengan cara menggunakan
sistem tumpang sari. Selain itu perlu dilakukan rotasi tanaman
untuk memutus siklus hidup hama.
3) Pemuliaan dan pengembangan
Pada usahatani yang dijalankan tidak terdapat praktik daur
ulang oleh Pak Sugiyanto. Tanaman kubis dipanen habis, dan
lahan langsung dibersihkan sehingga tidak ada sisa tanaman
untuk daur ulang. Pada usahataninya, beliau menggunakan
pupuk organik sebesar 75% dan pupuk kimia sebesar 25%.
Pestisida yang digunakan murni berupa pestisida kimia, namun
aplikasi pestisida tidak dilakukan dalam waktu yang sering.
4) Saling menukar dan menjual benih di masyarakat
Dalam usahataninya, beliau memperoleh bibit dengan
membelinya di pasar. Jadi tidak terdapat kegiatan tukar menukar
benih.
5) Memperoleh informasi pasar (Harga dan kualitas Demand –
Supply)
Mengenai informasi pasar, Pak Sugiyanto, petani plot 3
dapat mengetahui informasi harga dengan mudah. Bisa melalui
rekan sesama petani, melalui pasar, dan melalui tengkulak.
Biasanya, ketika harga kubis melambung, maka tengkulak akan
63
datang ke lahan dan langsung membeli kubis. Ketika harga kubis
turun, maka Pak Sugiyanto mencari tengkulak yang mau
membeli kubis beliau. Harga kubis saat ini berkisar sekitar Rp
700-1000/kg, sedangkan ketika harga melambung, harga kubis
dapat mencapai Rp 2000.
b) Memiliki karakter yang humanistik (manusiawi)
Pada usahatani Pak Sugiyanto semua bentuk kehidupan baik
tanaman, hewan, dan manusia, dihargai secara proporsional.
Dalam melakukan usahatani, Pak Sugiyanto melakukan sistem kerja
sama dengan kedua rekan beliau. Jadi lahan seluas 1 ha, digarap
oleh tiga orang petani.
Sistem penggarapan lahan bersama ini menyebabkan
terjalinnya hubungan kekerabatan yang erat diantara ketiganya.
Mereka pun menerapkan sistem bagi hasil yang berkeadilan dengan
cara membagi rata hasil panen. Selain itu, biaya yang diperlukan
untuk menjalankan usahatani juga dibagi rata dantara mereka
bertiga, sehingga beban biaya terasa ringan. Jadi sistem ini
menguntungkan seluruh pihak, dan tidak ada pihak yang dirugikan.
c) Martabat dasar semua makhluk hidup dihormati
Beliau melakukan usahatani dengan wajar dan tidak terdapat
adanya indikasi pengrusakan martabat makhlup hidup. Beliau tidak
melakukan kegiatan yang merugikan antar makhluk hidup.
D. Plot 4 (Tanaman Semusim dan Pemukiman)
a) Kebutuhan dasar sebagai pengelolaan pertanian (hak-hak)
1) Penggunaan fungsi lahan pertanian
Dalam usahataninya, Pak Winarto melakukan budidaya di
lahan sewa yang ditanami komoditas jagung manis.
2) Keanekaragaman, kepemilikan dan melestarikan
keanekaragaman hayati
Keanekaragaman hayati tanaman sangat rendah, karena
beliau anya menanam jagung manis dengan sistem monokultur.
3) Memperoleh informasi pasar (Harga dan kualitas Demand –
Supply)
Menurut Pak Winarto, informasi pasar terkait harga jagung
manis masih dikatakan baik karena petani masih mendapatkan
keuntungan dari hasil budidayanya.
b) Memiliki karakter yang humanistik (manusiawi)
Kegiatan usahatani di Desa Tulungrejo mempertimbangkan
aspek lingkungan, sehingga lingkungan tetap terjaga. Selain
hubungan manusia dengan lingkungan, hubungan antar sesama
64
manusia juga berjalan dengan baik. Sehingga terciptalah
masyarakat yang kondusif.
3.1.3.4 Culturally acceptable (berakar pada budaya setempat)
A. Plot 1 (Hutan)
Masyarakat desa Tulungrejo masih mempercayai adat istiadat
yang ada, seperti slametan. Mereka mempercayai bahwa jika tidak
melakukan slametan, hasil panen tidak akan berhasil atau terdapat
kendala pada saat kegiatan usahatani. Selain itu, terdapat
perkembangan teknologi yang membantu para petani dalam
melakukan usahatani dan terdapat kelompok tani sebagai wadah
penyampaian informasi-informasi di bidang pertanian.
B. Plot 2 ( Agroforestri)
Sistem gotong royong masih melekat pada manyarakat Desa
Tulungrejo. Hal ini dapat dibuktikan dengan Pak Mulyono sendiri yang
masih membutuhkan bantuan orang lain diluar anggota keluarga,
seperti tetangga di lingkungan sekitar rumahnya untuk membantu
kegiatan pemanenan. Kegiatan tersebut nantinya akan diberi upah
tenaga kerja, untuk perempuan sebesar Rp.50.000/hari dan laki-laki
sebesar Rp.70.000/hari, untuk pemanenan seluas 1 ha dibutuhkan 5
orang terdiri dari 3 wanita dan 2 laki-laki selama satu minggu untuk
panen kopi kemudian diangkut menggunakan pick-up milik sendiri dan
di antar ke pabrik dalam keadaan kering.
Sistem kepercayaan adat masih dilakukan pada saat musim
panen. Hasil panen tersebut dibawa ke ladang untuk slametan. Adat
tersebut sudah ada sejak nenek moyang. Namun, tidak semua
masyarakat percaya akan hal tersebut, sehingga acara slametan
tersebut sudah jarang dilakukan oleh petani. Selain itu, terdapat
tempat keramat yaitu punden, dan sumber air yang airnya tidak
pernah kering. Sumber tersebut tidak boleh dimasuki orang karena
dianggap sebagai tembusan ke pantai selatan, Yogyakarta.
C. Plot 3 (Tanaman Semusim)
Pada desa Tulungrejo, terdapat sebuah tempat yang dilindungi
masyarakat. Tempat tersebut disebut Punden. Punden dianggap
sebagai tempat yang keramat oleh masyarakat sekitar. Hal ini
dikarenakan Punden adalah makam sesepuh yang dianggap sebagai
orang pertama yang membuka lahan di Desa tersebut. Masyarakat
menghormati beliau dengan merawat dan membersihkan makam
tersebut setiap hari sabtu. Perawatan makam dilakukan oleh
sukarelawan, tidak terdapat jadwal khusus.
65
Tradisi ini merupakan suatu kearifan lokal yang berhubungan
dengan pertanian dan masih dijaga sampai saat ini. Walaupun kegiatan
ini berbasis sejarah tradisional, namun hal ini merupakan kegiatan
yang positif. Dengan adanya tradisi ini masyarakat diingatkan akan
pentingnya menjaga lahan pertanian untuk tidak dialih fungsikan
menjadi lahan non pertanian. Menurut Suhartini (2009), alih fungsi
lahan pertanian untuk penggunaan di luar sektor pertanian
menyebabkan flora yang hidup di sana, termasuk varietas padi lokal
maupun liar, kehilangan tempat tumbuh. Hal tersebut tentu
bertentangan dengan pertanian berlanjut. Dengan adanya tradisi ini,
secara tidak langsung masyarakat mendukung keberlangsungan
pertanian berlanjut.
D. Plot 4 (Tanaman Semusim dan Pemukiman)
Desa Tulungrejo masih mempercayai adat istiadat dari zaman
dahulu hingga sekarang. Mereka mempercayai bahwa ritual atau
slametan berpengaruh pada hasil usahataninya. Dengan dilakukannya
slametan, diharapkan mulai kegiatan penanaman hingga pemanenan
tidak terdapat kendala apapun, sehingga hasil yang mereka dapatkan
akan maksimal.
Selain itu, hubungan antar masyarakat berjalan dengan baik.
Seperti dalam kegiatan pemanenan, mereka menyewa orang untuk
mengambil hasil pertaniannya dan kebudian diberi upah yang sesuai.
Hal lainnya yaitu, salah satu petani yaitu Pak Suwono, membina
hubungan dengan antar kelompok tani. Tujuannya adalah untuk
mendapatkan informasi-informasi di bidang pertanian. Tetapi, masih
banyak petani yang belum bergabung dengan kelompok tani, karena
kelompok tani dianggap kurang berperan dalam menunjang kegiatan
usahatani para petani.
3.2 Pembahasan Umum
3.2.1 Keberlanjutan Sistem Pertanian di Lokasi Pengamatan
Tabel 62. Hasil Pengamatan Indikator Keberhasilan di Semua Plot
Indikator Keberhasilan Plot 1 Plot 2 Plot 3 Plot 4
Produksi Vvvv vvvv vvvv Vvvv
Air V v v V
Karbon Vv vvv v V
Anthropoda dan Penyakit Vv v v Vv
Gulma vvv vvv vvv Vvv
Note: v = kurang; vv = sedang; vvv = baik; vvvv = sangat baik
66
Plot 1 = Perkebunan Pinus, Plot 2 = Agroforestri, Plot 3 = Tanaman Semusim,
Plot 4 = Tanaman Semusim dan Pemukiman
Produksi
Pada plot 1 (hutan dengan perkebunan pinus) didapatkan hasil
bahwa untuk produksi terkatagori menjadi sangat baik karena pada plot ini
terdapat 2 komoditas yang memiliki tingkat produksi yang sangat baik. 2
komoditas tersebut adalah jagung dan kopi, untuk komoditas jagung
memiliki produksi sebesar 250 Kg dengan total pendapatan sebesar Rp
3.729.917. dan untuk komoditas kopi memiliki produksi sebesar 750 Kg
dengan total pendapatan sebesar Rp 3.024.000.
Pada plot 2 (Agroforestri) didapatkan hasil bahwa untuk produksi
terkatagori menjadi sangat baik karena pada plot ini terdapat 5 komoditas
yang menandakan produksi yang sangat baik. 5 komoditas tersebut adalah
cabai, kopi, cengkeh, pisang, durian. Untuk komoditas cabai memiliki
produksi 10 Kg dan pendapatan sebesar Rp 68.500 . Untuk komoditas kopi
memiliki produksi 4000 Kg dan pendapatan sebesar Rp 43.128.250 . Untuk
komoditas cengkeh memiliki produksi 10.500 Kg dan pendapatan sebesar
Rp 310.128.250. Untuk komoditas pisang memiliki produksi 100 tandan
dan pendapatan sebesar Rp 2.340.850. Untuk komoditas durian memiliki
produksi 9000 buah dan pendapatan sebesar Rp 87.190.750.
Pada plot 3 (tanaman semusim) didapatkan hasil bahwa untuk
produksi terkatagori menjadi sangat baik karena pada plot ini dengan
tanaman kubis memiliki produksi sebesar 35.000 kg dengan pendapatan
sebesar Rp 27.010.000.
Pada plot 4 (tanaman semusim) didapatkan hasil bahwa untuk
produksi terkatagori menjadi sangat baik karena pada plot ini dengan
tanaman jagung manis memiliki produksi sebesar 3.500 Kg dengan
pendapatan sebesar Rp. 6.311.875.
Berdasarkan keempat plot diatas dapat diketahui bahwa para
petani mendapatkan untung yang baik untuk pengeolaan lahannya. Hal ini
merupakan salah satu aspek yang mendukung keberlanjutan suatu
pertanian di bidang sosial ekonomi dimana petani mendapatkan
keuntungan secara finansial.
Air
Berdasarkan indikator air di semua plot dikategorikan kurang baik
karena pada setiap plot memiliki DO 0,00 – 0,01 dan pH antara 5,17 – 5,89.
Hal ini menunjukan kualitas air pada semua plot berada pada kelas IV.
Dimana air hanya dapat diperuntukan untuk mengairi pertanaman dan
atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan
67
kegunaan (Panduan Fieldtrip Pertanian Berlanjut, 2016). Oksigen terlarut
juga diperlukan untuk mendekomposisi limbah organik dalam perairan
(Rustam, 2010). DO yang sangat minim sulit untuk mendekomposisi limbah
organik di perarian tersebut dan dapat mengancam keberlanjutan
pertanian tersebut. Oleh karena itu secara lingkungan kualitas air disemua
plot kurang baik untuk pertanian berlanjut
Karbon
Pada data indikator karbon untuk plot 1 penggunaan lahan hutan
dengan cadangan karbon sebesar 150 ton/ha termasuk kepada kategori
sedang. Chave et al. (2005) mengemukakan bahwa kerapatan kayu
merupakan parameter penting untuk mendapatkan nilai dugaan yang
akurat dalam pendugaan biomassa setelah diameter bahkan lebih penting
dibandingkan tinggi. Jenis tanaman berkayu keras dengan nilai kerapatan
kayu yang tinggi cenderung memiliki nilai cadangan karbon yang tinggi
karena kayu tersusun oleh serat selulosa yang merupakan rangkaian dari
rantai karbon. Namun berdasarkan pengamatan di hutan produksi
kerapatan kayu di plot 4 masih terlihat sedang oleh karenanya cadangan
karbon dari plot 4 juga termasuk sedang. Plot 2 penggunaan lahan
agroforestri dengan cadangan karbon sebesar 80 ton/ha termasuk kepada
kategori baik. Untuk plot 3 dan 4 penggunaan lahan tanaman semusim
dengan cadangan karbon sebesar 1 ton/ha dikategorikan kurang baik.
Hairiah dan Rahayu (2007) juga mengemukakan bahwa pada lahan
pertanian semusim mempunyai cadangan karbon yang kecil yaitu 3 ton/ha.
Oleh karena itu dengan cadangan karbon 1 ton/ha masi tergolong kurang
baik.
Anthropoda dan penyakit
Pada indikator anthropoda dan penyakit di plot 2 dan plot 3
dikategorikan menjadi kurang baik karena tingkat musuh alami lebih besar
daripada hama yang ada. Dan pada plot 1 dan plot 4 dikategorikan baik,
karena tingkat musuh alami dan hama hampir seimbang. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Sastrosiswojo (1997), bahwa bagian terpenting pada
suatu ekosistem adalah adanya musuh alami yang berperan
mengendalikan hama yang menjadi plot penting dalam budidaya tanaman.
Namun, apabila tingkat musuh alami lebih tinggi daripada hama, maka
musuh alami lama kelamaan akan berpindah dari lokasi tersebut. Apabila
musuh alami telah melakukan migrasi maka akan berpotensi
menyebabkan peledakan hama pada lokasi tersebut. oleh karena itu
dengan kejadian tersebut dapat mengancam keberkanjutan pertanian di
daerah tersebut.
68
Gulma
Pada indikator gulma di semua plot dikategorikan menjadi kategori
baik karena dilihat dari semua plot berdasarkan H’ semua plot memiliki H’
antara 1,31 – 1,60. Dimana untuk keanekaragaman gulma secara
menyeluruh pada keempat lahan tergolong sedang. Dan juga, karena pada
semua plot tidak ada gulma yang mendominasi. Hal ini dilihat dari indeks
dominansi di semua plot yaitu D=0 (Odum, 1971 dalam Mardiyanti, D. E.,
Kurniawan P. J., dan Medha Baskara, 2013). Dengan kategori baik dapat
menunjukan bahwa lahan tersebut akan memiliki produktivitas cukup
dengan kondisi ekosistem yang cukup seimbang dan tekanan ekologisnya
baik.
Berdasarkan penilaian indikator keberhasilan, dapat dikatakan plot 1
(hutan dengan perkebunan pinus), plot 2 (agroforestri), plot 3 (Tanaman
Semusim), dan plot 4 (Tanaman Semusim dan Pemukiman) belum termasuk ke
dalam pertanian berlanjut. Hal ini dikarenakan terdapat beberapa indikator
pada masing-masing plot masih kurang. Menurut Munasinghe, 1993 dalam
Rivai, R. S., dan Iwan S. A., 2011, suatu sistem pertanian dapat dikatakan
berlanjut apabila ketiga dimensi berkelanjutan, yaitu keberlanjutan usaha
ekonomi, keberlanjutan kehidupan sosial manusia, dan keberlanjutan ekologi
alam.
69
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dari berbagai indikator yang
meliputi indikator biofisik yaitu indikator kualitas air, indikator agronomi,
indikator hama penyakit, serta indikator sosial ekonomi maka dapat
disimpulkan bahwa pengelolaan lahan pada skala lansekap di ketiga wilayah
pengamatan tersebut belum termasuk dalam kategori pertanian berlanjut.
Hal ini disebabkan karena ada beberapa faktor atau aspek yang belum
terpenuhi. Pada dasarnya konsep pertanian berlanjut berprinsip pada
pemenuhan kondisi biofisik (ekologi), ekonomi dan sosial dengan baik. Hal
inilah yang menjadi landasan suatu praktik pengelolaan lahan dapat
dikategorikan sebagai pertanian berlanjut, yaitu kondisi lingkungan yang
lestari (seimbang) serta produktivitas menunjang kehidupan masyarakat
secara ekonomi dan sosial.
4.2. Saran
Sebaiknya, agar praktik pengelolaan lahan bisa berlanjut baik secara
ekologi, ekonomi maupun sosial, perlu adanya integrasi antara ketiga aspek
tersebut. Perbaikan pengelolaan ditingkat plot akan menjadi awal
terbentuknya lanskap pertanian yang berlanjut. Pada konteks ini, perbaikan
diarahkan pada pengupayaan kondisi biofisik (ekologi) yang baik yaitu melalui
pengelolaan hama, gulma serta perbaikan pada area penyerapan karbon.
Sehingga dengan demikian pengelolaan lahan diharapkan mampu menunjang
produktivitas yang optimal dan berlanjut.
70
DAFTAR PUSTAKA
Alemu, Tesfaye. 2012. A Review of Coffee Wilt Disease, Gibberella xylarioides
(Fusarium xylarioides) in Africa with Special Reference to Ethiopia.
Ethiopian Journal of Biological Sciences. Ethiopia
As-syakur AR, Suarna IW, Sandi Adnyana IW, Rusna IW, Alit Laksmiwati IA, Diara I
W. 2008. Studi Perubahan Penggunaan Lahan di DAS Badung. Jurnal Bumi
Lestari. 10;2: 200-208
Brown S, 1997. Estimating Biomass and Biomass Change of Tropical Forests a
Primer. FAO Forestry paper No. 134. FAO, Rome, 55 pp.
De la Cretaz AL, Barten PK. 2007. Land Use Effects on Streamflow and Water
Quality in the Northeastern United States. CRC Press. Florida.
Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian RI. 2015. Deteksi Dini
Serangan Penyakit Jamur Upas Pada Tanaman Kopi.
http://ditjenbun.pertanian.go.id/bbpptpsurabaya. Diakses pada tanggal
12 Desember 2016
Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian RI. 2016. Karat Daun Kopi
(Hemileia vastatrix B.et Br.).
http://ditjenbun.pertanian.go.id/sinta/karat-daun-kopi-hemileia-
vastatrix-b-et-br/. Diakses pada 12 Desember 2016
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air: Bagi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan
Lingkungan Perairan. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Fadlina, Inneke Meilia dkk. 2013. Perencanaan Pembangunan Pertanian
Berkelanjutan (Kajian tentang Pengembangan Pertanian Organik di Kota
Batu). Sustainable Development of Agrocultural (Studies on Organic
Agricultural Development in Batu City), J-PAL, Vol. 4, No. 1.
Hairiah, Kurniatun et, al. 2010. Studi Biodiversitas: Apakah agroforestri mampu
mengkonservasi keanekaragaman hayati di DAS KONTO RABA (Rapid Agro-
Biodiversity Appraisal). World Agroforestry Centre. ICRAF Southeast Asia
Regional Office. PO BOX 161. Bogor 16001. Indonesia
Hairiah, K., Rahayu S. 2007. Pengukuran “Karbon Tersimpan” di Berbagai Macam
Penggunaan Lahan. Bogor. World Agroforestry Centre - ICRAF, SEA
Regional Office, University of Brawijaya, Indonesia. 77p.
Henderson B, dan Markland. 1987. Decaying lakes-The origins and control of
Cultural Eutrofication. Jhon & Willey Sons Ltd. New York. Brisbane,
Toronto, Singapura.
Kartohardjono, Arifin. 2011. Penggunaan Musuh Alami sebagai Komponen
Pengendalian Hama Padi Berbasis Ekologi. Jurnal Pengembangan Inovasi
Pertanian, Volume 4 Nomor 1
Kaswanto RL, Nakagoshi N, Arifin HS. 2010. Impact of Land Use Changes on Spatial
Pattern of Landscape
71
Mardiyanti, D. E., Kurniawan P. J., dan Medha Baskara. 2013. Dinamika
Keanekaragaman Spesies Tumbuhan Pasca Pertanaman Padi. Jurnal
Produksi Tanaman. Vol. 1(1).
Monde, Anthon. 2009. Degradasi Stok Karbon (C) Akibat Alih Guna Lahan Hutan
Menjadi Lahan Kakao Di Das Nopu, Sulawesi Tengah. Jurnal Agroland.
Volume 16 (2) : hlm 110 – 117
Noordwijk Van M, Agus F, Suprayogo D, Hairiah K, Pasya G, Verbist B, Farida.
2004. Peranan Agroforestri dalam Mempertahankan Fungsi Hidrologi
Daerah Aliran Sungai (DAS). Agrivita 26 (1): 1-8.
Nybakken, J. W. 1988. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. Diterjemahkan
oleh H. M. Eidman Koesbiono, D. G. Bengen, M. Hutomo dan S. Sukardjo.
P. T. Gramedia. Jakarta.
Palijima, W., J. Riry dan A. Y. Wattimena. 2012. Komunitas Gulma pada
Pertanaman Pala (Myristica fragans H) belum Menghasilkan dan
Menghasilkan di Desa Hutumuri Kota Ambon. Jurnal Agrologia. Vol. 1(2):
134-142.
Pujiono, dkk. 2013. Kajian Aspek Ekologi, Ekonomi dan Sosial Model-Model
Agroforestri Di Nusa Tenggara Timur. NTT: Balai Penelitian Kehutanan
Kupang.
Rivai, R. S, dan Iwan, S. A. 2011. Konsep dan Implementasi Pembangunan
Pertanian Berkelanjutan di Indonesia. Jurnal Forum Penelitian Agro
Ekonomi. Vol. 29 (1): 13-25.
Rukmana, Didi. 2012. Pertanian Berkelanjutan: Mengapa, Apa dan Pelajaran
Penting dari Negara Lain. Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin.
Rustam. 2010. dalam Tinjauan Pustaka.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/39843/4/Chapter%20II.
pdf. Diakses pada 08 Desember 2016
Salmin. 2005. “Oksigen Terlarut (DO) dan Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD)
sebagai Salah Satu Indikator Untuk Menentukan Kualitas Perairan”. Jurnal
Oseana, 30. 21-26.
Sastrosiswojo. 1997. dalam Leny Mulyani. 2010. Implementasi Sistem Pertanaman
Kubis: Kajian terhadap Keragaman Hama dan Musuh Alami. UNS:
Surakarta
Setiawan, Gatot, Lailan Syaufina, dan Nining Puspaningsih. 2016. Pendugaan
Hilangnya Cadangan Karbon dari Perubahan Penggunaan Lahan di
Kabupaten Bogor. Jurnal Silvikultur Tropika Vol. 07 No. 2, Agustus 2016, Hal
79-85
Silitonga, Tiur, et.al. 2012. Evaluasi Ketahanan Plasma Nutfah Padi Terhadap
Penyakit Hawar Daun Bakteri dan Blas, dan Jagung terhadap Bulai. Balai
Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian
72
Syofyan, I., Usman, dan P. Nasution. 2011. Studi Kualitas Air Untuk Kesehatan
Ikan Dalam Budidaya Perikanan Pada Aliran Sungai Kampar Kiri. Jurnal
Perikanan dan Kelautan, 16. 64-70.
Uluk, A., M, Sudana., dan L, Wollenberg. 2001. Ketergantungan Masyarakat Dayak
Terhadap Hutan di Sekitar Taman Nasional Kayan Mentarang. Bogor:
Unpublished report. CIFOR.
Wahyuni, Sri. 2006. Perkembangan Hama dan Penyakit Kubis dan Tomat pada
Tiga Sistem Budidaya Pertanian di Desa Sukagalih Kecamatan
Megamendung Kabupaten Bogor. Program Studi Proteksi Tanaman
Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor
Wardhana, W.A. 2004. Dampak Pencemaran Lingkungan. Penerbit Andi,
Yogyakarta.
Widianto, et.al. 2003. Fungsi dan Peran Agroforestri. World Agroforestry Centre
(ICRAF), Southeast Asia Regional Office. Bogor
73
LAMPIRAN
Lampiran 1. Penggunaan Lahan
1) Plot 1. Hutan
2) Plot 2. Agroforestri
3) Plot 3 Tanaman Semusim
74
4) Plot 4. Tanaman Semusim dan Pemukiman
Lampiran 2. Transek
1. Transek Aspek Tanah
1) Plot 1. Hutan
2) Plot 2. Agroforestri
75
3) Plot 3. Tanaman Semusim
4) Plot 4. Tanaman Semusim dan Pemukiman
2. Transek Aspek BP
1) Plot 1 Hutan
77
Lampiran 3. Data-Data Lapangan Lain
A. Pengamatan Aspek Agronomi (Perhitungan SDR)
Tabel 63. Hasil Perhitungan SDR di Plot 1 (Hutan)
No
Spesies KM KN FM FN LBA DM DN IV SDR
1.
Semanggi (Oxalis cornicula L.)
3 15,79%
0,33 12,5%
10745,87
1,43 0,35%
28,64%
9,55%
2.
Rumput Kerbau (Paspalum conjugatum)
8 42,11%
0,67 25% 510,45
0,07 0,02%
67,12%
22,37%
3.
Rumput Malela (Brachiarsa mutica)
1 5,26%
0,33 12,5%
3085290,41
411,37
99,55&
117,31%
39,10%
4.
Bandotan (Ageratum conyzoides L.)
2,67 14,04%
0,67 25% 379,94
0,05 0,01&
39,05%
13,02%
5.
Sambiloto (Andrographis paniculata)
2,33 12,28%
0,33 12,5%
854,87
0,11 0,03&
24,81%
8,27%
6.
Dandang Gendis (Clinacantusnutans Lindau)
2 10,53%
0,33 12,5%
1417,91
0,19 0,05%
23,07%
7,69%
Total 19 100%
2,67 100%
3.099.199,43
413,23
100%
300%
100%
78
Tabel 64. Hasil Perhitungan SDR di Plot 2 (Agroforestri)
No Spesies KM KN FM FN LBA DM DN IV SDR
1.
Sintrong
(Crassoce
phalum
crepidioid
es
(Benth))
6,33
13,
38
%
0,6
7
22,
22
%
47.11
9,63
6,2
8
65,
15
%
100
,76
%
33,59
%
2.
Suruhan
(Peperomi
a
pellucida
(L))
34,3
3
72,
54
%
0,6
7
22,
22
%
1.625,
15
0,2
2
2,2
5%
97
%
32,33
%
3.
Rumput
Teki
(Cyperus
rotundus
L.)
2,33 4,9
3%
0,3
3
11,
11
%
20.66
5,17
2,7
6
28,
57
%
44,
61
%
14,87
%
4.
Paku-
pakuan
(Davallia
denticulat
a )
2 4,2
3%
0,6
7
22,
22
%
135,2
3
0,0
2
0,1
9%
26,
63
%
8,88%
5.
Kejibeling
(
Strobilant
hes
crispus L )
1 2,1
1%
0,3
3
11,
11
%
1.256 0,1
7
1,7
4%
14,
96
%
4,99%
6.
Legetan (
Synedrella
Nodiflora )
1,33 2,8
2%
0,3
3
11,
11
%
1.519,
76
0,2
0
2,1
0%
16,
03
%
5,34%
Total 47
100
% 3
100
%
72.32
1
9,6
4
100
%
300
% 100%
79
Tabel 65. Hasil Perhitungan SDR di Plot 3 (Tanaman Semusim)
No Spesies KM KN FM FN LBA DM DN IV SDR
1.
Rumput
Teki (
Cyperus
rotundus
L.)
6,33 23,7
5% 1
33,3
3%
74.22
6,66 9,90
28,6
5%
85,7
4%
28,5
8%
2.
Krokot (
Portulaca
oleracea)
13 48,7
5% 1
33,3
3%
25.43
4 3,39
9,82
%
91,9
0%
30,6
3%
3.
Rumput
Belulang (
Eleusine
indica)
5 18,7
5% 0,33
11,1
1%
113,0
4 0,02
0,04
%
29,9
0%
9,97
%
4.
Bandotan
(
Ageratum
conyzoide
s L.)
0,33 1,25
% 0,33
11,1
1%
70.65
0 9,42
27,2
7%
39,6
3%
13,2
1%
5.
Rumput
Kerbau
(Paspalum
conjugatu
m )
2 7,50
% 0,33
11,1
1%
88.62
3,36
11,8
2
34,2
1%
52,8
2%
17,6
1%
Total
26,6
7
100
% 3
100
%
259.0
47,06
34,5
4
100
%
300
%
100
%
80
Tabel 66. Hasil Perhitungan SDR plot 4 (Tanaman Semusim dan Pemukiman)
No Spesies KM KN FM FN LBA DM DN IV SDR
1 Rumput Malela (Brachiarsa mutica)
10,67
50,79%
1 30% 14.306,63
1,91 35,68%
116,48%
38,83%
2 Songgolangit ( Tridax procumbens L.)
4,33 20,63%
1 30% 2.826 0,38 7,05%
57,68%
19,23%
3 Bandotan ( Ageratum conyzoides L.)
1 4,76%
1 30% 21.371,63
2,85 55,30%
88,07%
29,36%
4 Jukut Pahit ( Axonopus compressus (Swartz) Beauv)
5 23,81%
0,33 10% 1.589,63
0,21 3,96%
37,77%
12,59%
Total 21
100%
3,33 100%
40.093,88
5,35 100%
300%
100%
81
Lampiran 4. Pengamatan Aspek Agronomi (Katalog Gulma yang Ditemukan di
Lokasi Praktikum)
Nama Ilmiah Dokumentasi
Rumput Malela
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Gramineae
Famili : Graminales
Genus : Brachiaria
Spesies : Brachiaria mutica
Songgolangit
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliopyta
Kelas : Magnoliopsida
Sub Kelas : Asteridae
Ordo : Asterales
Famili : Asteraceae
Genus : Tridax
Spesies : Tridax procumbens L.
Bandotan
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Sub Kelas : Asteridae
Ordo : Asterales
Famili : Asteraceae
Genus : Ageratum
Spesies : Ageratum conyzoides L.
Jukut pahit
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub Divisi : Angiospremae
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Poales
Famili : Poaceae
Genus : Axonopus
Spesies : Axonopus compressus L.
82
Rumput Kerbau
5K ingdom : Plantae (Tumbuhan)
Divisi : Spermatophyta
K elas : Monocotyledoneae
Ordo : Poales
Famili : Poaceae
Genus : Paspalum
Spesies : Paspalum conjugatum
Sambiloto
K ingdom : Plantae (Tumbuhan)
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Scrophulariales
Familia : Acanthaceae
Genus : Andrographis
Spesies : Andrographis paniculata
Dandang Gendis
K ingdom : Plantae (Tumbuhan)
Divisio : Magnoliophyta
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Scrophulariales
Familia : Acanthaceae
Genus : Clinachantus
Spesies : Clinachantus nutans Lindau Semanggi
K ingdom : Plantae (Tumbuhan)
Divisi : Magnoliophyta
K elas : Magnoliopsida
Ordo : Geraniales
Famili : Oxalidaceae
Genus : Oxalis
Spesies : Oxalis corniculata Linn Sintrong
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Asterales
Famili : Asteraceae
Genus : Crasocephalum
83
Spesies : Crassocephalum crepidioides
(Benth)
Suruhan
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Piperales
Famili : Piperaceae
Genus : Paperomia
Spesies : Paperomia pellucida (L)
Rumput teki
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Lilopsida
Ordo : Cyperales
Famili : Cyperaceae
Genus : Cyperus
Spesies : Cyperus rotundus L.
Paku
Kingdom : Plantae
Divisi : Pterydophyta
Kelas : Filicenae
Ordo : Davalliales
Family : Polypodiceae
Genus : Davallia
Spesies : Davallia denticulata
Legetan
Kingdom : Plantae
Divisi : Tracheobionta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Asterales
Family : Asteraceae
Genus : Synedrella
Spesies : Synedrella nodiflora
84
Kejibeling
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Scrophulariales
Famili : Acanthaceae
Genus : Strobilanthes
Spesies : Strobilanthes crispus L
Krokot
Kingdom: Plantae
Divisi : Angiosperms
Kelas : Eudicots
Ordo : Caryophillales
Famili : Portulacaceas
Genus : Portulaca
Spesies : Portulaca oleracea L.
Rumput Belulang
Kingdom: Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Cyperales
Famili : Poaceae
Genus : Eleusin
Spesies : Eleusine indica L.
85
Lampiran 5. Pengamatan Aspek Agronomi (Perhitungan Koefisien Komunitas (C),
Indeks Keragaman (H’) dan Indeks Dominansi (C))
1. Perhitungan Koefisien Komunitas (C)
𝐶 = 4 𝑥∑𝑊
𝐴 + 𝐵 + 𝐶 + 𝐷 𝑥 100
= 4 𝑥(3 + 2,33 + 2,33 + 5,33)
19 + 47 + 26,67 + 21 𝑥 100
= 45,61
2. Perhitungan Indeks Keragaman (H’) Lokasi Hutan
𝐻′ = − ∑(𝑛𝑖
𝑁)ln (
𝑛𝑖
𝑁)
= − (((28,64
300) ln (
28,64
300)) + ((
67,12
300) ln (
67,12
300))
+ ((117,31
300) ln (
117,31
300)) + ((
39,05
300) ln (
39,05
300))
+ ((24,81
300) ln (
24,81
300)) + ((
23,07
300) ln (
23,07
300)))
= 1,60
3. Perhitungan Indeks Keragaman (H’) Lokasi Agroforestri
𝐻′ = − ∑(𝑛𝑖
𝑁)ln (
𝑛𝑖
𝑁)
= − (((100,76
300) ln (
100,76
300)) + ((
97
300) ln (
97
300))
+ ((44,61
300) ln (
44,61
300)) + ((
26,63
300) ln (
26,63
300))
+ ((14,96
300) ln (
14,96
300)) + ((
16,03
300) ln (
16,03
300)))
= 1,54
4. Perhitungan Indeks Keragaman (H’) Lokasi Semusim
𝐻′ = − ∑(𝑛𝑖
𝑁)ln (
𝑛𝑖
𝑁)
= − ((85,74
300) 𝑙𝑛 (
85,74
300) + (
91,9
300) 𝑙𝑛 (
91,9
300) + (
29,9
300) 𝑙𝑛 (
29,9
300)
+ (39,63
300) 𝑙𝑛 (
39,63
300) + (
52,82
300) 𝑙𝑛 (
52,82
300))
= 1,52
5. Perhitungan Indeks Keragaman (H’) Lokasi Semusim dan Pemukiman
86
𝐻′ = − ∑(𝑛𝑖
𝑁)ln (
𝑛𝑖
𝑁)
= − ((116,48
300) 𝑙𝑛 (
116,48
300) + (
57,68
300) 𝑙𝑛 (
57,68
300) + (
88,07
300) 𝑙𝑛 (
88,07
300)
+ (37,77
300) 𝑙𝑛 (
37,77
300))
= 1,3
6. Perhitungan Indeks Dominansi (C’) Lokasi Hutan
𝐶′ = Σ (𝑛𝑖
𝑁)
2
= ((28,64
300)
2
+ (67,12
300)
2
+ (117,31
300)
2
+ (39,05
300)
2
+ (24,81
300)
2
+ (23,07
300)
2
) = 0,24
7. Perhitungan Indeks Dominansi (C’) Lokasi Agroforestri
𝐶′ = Σ (𝑛𝑖
𝑁)
2
= ((100,76
300)
2
+ (97
300)
2
+ (44,61
300)
2
+ (26,63
300)
2
+ (14,96
300)
2
+ (16,03
300)
2
)
= 0,25
8. Perhitungan Indeks Dominansi (C’) Lokasi Semusim
𝐶′ = Σ (𝑛𝑖
𝑁)
2
= ((85,74
300)
2
+ (91,9
300)
2
+ (29,9
300)
2
+ (39,63
300)
2
+ (52,82
300)
2
)
= 0,23
9. Perhitungan Indeks Dominansi (C’) Lokasi Semusim dan Pemukiman
𝐶′ = Σ (𝑛𝑖
𝑁)
2
= ((116,48
300)
2
+ (57,68
300)
2
+ (88,07
300)
2
+ (37,77
300)
2
) = 0,28
87
Lampiran 6. Hasil Wawancara Petani pada Plot 3 (Tanaman Semusim)
Dalam mengevaluasi keberlanjutan dari aspek sosial ekonomi dilakukan
dengan menggunakan indikator-indikator sebagai berikut (dengan melakukan
wawancara terhadap petani).
1. Macam / jenis komoditas yang ditanam (semakin beragam jenis tanaman,
semakin berkelanjutan). Tanaman apa saja yang Bapak/Ibu budidayakan?
Lahan : sawah
Jenis tanaman : Kubis
Selanjutnya lakukan penilaian jenis tanaman tersebut dengan skor dibawah ini.
Jenis tanaman untuk lahan sawah:
5 jenis atau lebih : Skor 5
4 jenis : Skor 4
3 jenis : Skor 3
2 jenis : Skor 2
1 jenis : Skor 1 (√)
2. Akses terhadap sumber daya pertanian:
Berapakah luas lahan yang Bapak/ibu kuasai?
Tabel 67. Luas Penguasaan Lahan Petani
Jenis Lahan Tanah Milik Sewa Sakap (bagi hasil)
Jumlah (ha)
Sawah (ha) 1 ha 1 ha
Tegal (ha)
Pekarangan (ha)
Jumlah (ha)
Selanjutnya lakukan penilaian penguasaan lahan tersebut dengan skor di
bawah ini (lingkari yang sesuai).
1) Penguasaan lahan sawah :
Milik sendiri 100% Skor : 5
Milik sendiri sebagian Skor : 4
Sewa > 50% Skor : 3 (√)
Sakap > 50% Skor : 2
Buruh tani (tanpa lahan) Skor : 1
Bibit untuk tanaman di lahan sawah: membuat sendiri atau membeli,
berapa persen? :
100 % membuat sendiri Skor : 5 (√)
75% membuat sendiri Skor : 4
50% membuat sendiri Skor : 3
25% membuat sendiri Skor : 2
0% membuat sendiri Skor : 1
2) Pupuk: membuat sendiri/ membeli, berapa persen?
88
100 % membuat sendiri Skor : 5
75% membuat sendiri Skor : 4 (√)
50% membuat sendiri Skor : 3
25% membuat sendiri Skor : 2
0% membuat sendiri Skor : 1
3) Modal:
100 % milik sendiri Skor : 5 (√)
75% milik sendiri Skor : 4
50% milik sendiri Skor : 3
25% milik sendiri Skor : 2
0% milik sendiri Skor : 1
3. Apakah produksi pertanian (tanaman semusim: padi / jagung / sayuran) dapat
memenuhi kebutuhan konsumsi?
100 % terpenuhi Skor : 5
75% terpenuhi Skor : 4
50% terpenuhi Skor : 3
25% terpenuhi Skor : 2
0% terpenuhi Skor : 1 (√)
4. Akses pasar: tersedia pasar apa tidak akan komoditas yang Bapak/Ibu
budidayakan?
a) Jenis tanaman : ……………………………………………
Tersedia dengan harga wajar Skor : 5
Tersedia harga dibawah standar Skor : 3 (√)
Tidak tersedia Skor : 1
5. Apakah petani mengetahui usahatani yang dilakukan ramah terhadap
lingkungan apa tidak. Pertanyaan: Bagaimanakah menurut Bapak/Ibu
usahatani yang Bapak/Ibu lakukan apakah sudah memperhatikan aspek
lingkungan (ramah lingkungan)?
Sebutkan alasannya.
Jawab:
(a) Tidak, alasannya:
Karena menggunakan pestisida dan pupuk kimia
6. Diversifikasi sumber-sumber pendapatan (semakin banyak sumber pendapatan
semakin berkelanjutan).
Apa saja sumber-sumber penghasilan keluarga Bapak/Ibu:
Pertanian : ( ya (√) / tidak)
Peternakan: (ya / tidak (√))
89
Lakukan penilaian dengan skor dibawah ini.
3 jenis sumber penghasilan atau lebih Skor : 5
2 jenis sumber penghasilan Skor : 3
1 jenis sumber penghasilan Skor : 1 (√)
7. Kepemilikan ternak:
Memiliki ternak (sapi/kambing) Skor : 5
Menggaduh ternak (sapi/kambing) Skor : 3 (√)
Tidak punya ternak Skor : 1
8. Pengelolaan produk sampingan: kotoran ternak
Kotoran ternak yang dihasilkan, digunakan untuk apa dan bagaimana cara
pengelolaannya : Pupuk
Kotoran ternak dikelola terlebih dahulu sebelum diaplikasikan di lahan
(diproses menjadi kompos) Skor : 5
Kotoran ternak langsung diaplikasikan untuk pupuk Skor : 3 (√)
Kotoran ternak dibuang Skor : 1
9. Kearifan lokal:
Identifikasi kearifan lokal yang ada di masyarakat
a) Kepercayaan/adat istiadat:
Ada
b) Pranoto mongso (menggunakan tanda-tanda alam untuk melakukan
aktivitas pertanian):
Pakai perhitungan bulan
c) Penggunaan bahan-bahan alami setempat untuk pupuk atau
pengendalian hama/penyakit
Ada
d) Apakah ada kegiatan-kegiatan pertanian yang menciptakan keguyuban,
kebersamaan, kerjasama (misalkan gotong royong, tolong ,menolong,
dsb). Sebutkan dan jelaskan.
Ada
10. Kelembagaan Sebutkan kelembagaan apa saja yang ada di masyarakat
(yang terkait dengan pertanian), misalkan: kelompok tani, koperasi, lembaga
keuangan dsb.
Ada kelompok tani
11. Tokoh masyarakat: ada / tidak tokoh panutan dalam pengelolaan
usahatani, sebutkan.
----
90
12. Analisis usahatani dan kelayakan usaha
a) Lakukan wawancara kepada petani tentang komoditas yang ditanam,
berapa jumlah produksi dan harga jualnya, penggunaan input dan harga
masing-masing input. Hasil wawancara tersebut isikan dalam Tabel 8.
Jika dalam satu lahan ditanami lebih dari satu macam komoditas
(tumpang sari), tanyakan semua produksi tanaman dan penggunaan
inputnya. Hindari perhitungan ganda;
b) Hitung berapa nilai produksi dan biayanya;
c) Hitung pendapatan kotor usahatani (Gross Farm Family Income);
d) Hitung kelayakan usaha dengan rumus R/C rasio.
Apabila usahatani tersebut layak secara finansial maka akan lebih
berkelanjutan dari aspek finansial. Dalam arti usahatani tersebut mampu
membiaya biaya-biaya yang harus dikeluarkan sehingga akan lebih berlanjut
jika dibandingkan dengan usahatani yang tidak layak secara finansial.
Tabel 68. Penggunaan Input dan Biaya Usahatani
Keterangan Unit Harga/unit (Rp)
Jumlah Biaya (Rp)
Luas Lahan (ha) 1 - -
Bibit 35.000 100 3.500.000
Pupuk : - Urea - TSP/SP 36 - KCl - Phonska
4 Kwintal 2 Kwintal ¼ Kwintal 4 Kwintal
180.000 210.000 210.000 240.000
720.000 420.000 52.500 960.000
Pestisida Kimia : - Prevaton - Endur - Antracol
1 Liter 1 Liter 1 Kg
680.000 600.000 120.000
680.000 600.000 120.000
Tenaga Kerja - Luar Keluarga
Pengolahan Tanah (dilakukan selama 10 hari dan 5 jam perhari)
5 orang 30.000 937.500
Jumlah Biaya 7.990.000
91
Pendapatan kotor usahatani (Gross Farm Family Income = GFFI) merupakan
selisih antara penerimaan total dengan biaya yang dibayarkan atau explisit cost.
Explicit cost tidak menghitung biaya tenaga kerja dalam keluarga, sewa lahan
milik sendiri, bunga modal sendiri dan penyusutan (Herdt, 1978).
GFFI = penerimaan total – biaya yang dibayarkan
GFFI = 𝑌. 𝑃𝑦 −∑𝑟𝑖𝑋𝑖𝑛𝑖=1
Keterangan:
Y = jumlah produksi yang diperoleh dari usahatani (unit)
Py = harga produksi (Rp/unit)
ri = harga input ke-i
Xi = jumlah penggunaan input ke-i
Kelayakan usaha secara finansial dihitung dengan menggunakan R/C rasio
denga rumus sebagai berikut:
R/C Rasio = R / C
Jika R/C > 1, maka usahatani tersebut layak secara finansial
Jika R/C = 1, maka usahatani tersebut impas
Jika R/C < 1, maka usahatani tersebut tidak layak secara finansial
Kuisioner Sejarah Lahan Pada Lansekap Pertanian
1. Sejak kapan desa dibuka untuk pemukiman? Dari mana saja asal para penduduk
desa?
Tidak ingat tanggal pasti, sudah campur dengan pendatang
2. Apakah ada rencana untuk pengalihan fungsi lahan pertanian di desa ini?
1) Bila tidak, apa alasannya?
Mata Pencahariannya
3. Apakah ada pembukaan areal hutan untuk pertanian 2 tahun terakhir ini? Bila
ya, digunakan untuk apa dan siapa yang membuka (penduduk desa setempat/
dari luar desa)
Tidak ingat
4. Apakah ada perubahan luasan hutan yang dikelola Perhutani yang
dimanfaatkan masyarakat di desa?
1) Bertambah, digunakan untuk apa?
----
2) Berkurang digunakan untuk apa?
----
3) Tidak ada perubahan
Rebutan air saat musim kemarau
92
5. Apakah ada peraturan di desa tentang pemanfaatan lahan?
1) Bila ada sebutkan! Siapa yang membuat peraturan tersebut?
Tidak Ada
2) Apa ada sangsi bila tidak mematuhi peraturan tersebut? Bila ya, sebutkan
sangsinya dan siapa yang akan memberi sangsi
----
6. Apa ada tempat tertentu yang secara adat atau kesepakatan masyarakat
dilindungi?
Bila ya, apa saja dan dimana tempatnya?
Ada, Punden
7. Mengapa tempat tersebut dilindungi?
Disakralkan karena orang pertama yang membuka Desa untuk pertanian