bab i pendahuluan 1.1 latar belakang

26
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Metabolit sekunder yang diproduksi oleh berbagai organisme memang tidak memiliki peran yang cukup signifikan terhadap keberlangsungan hidup dari organisme penghasilnya. Namun, metabolit sekunder tersebut diketahui memiliki berbagai aktivitas biologi yang dapat dimanfaatkan oleh manusia. Berbagai aktivitas biologis dari metabolit sekunder antara lain antikanker, antibakteri, antioksidan dan antifungi. Pemanfaatan metabolit sekunder yang terdapat dalam tanaman dapat dilakukan dengan mengkonsumsi langsung tanaman penghasil metabolit sekunder atau melakukan isolasi terhadap metabolit sekunder yang memiliki aktivitas biologis. Teknik mengisolasi senyawa metabolit sekunder dari suatu bahan alam dikenal sebagai ekstraksi. Ekstraksi merupakan salah satu proses pemisahan zat yang diinginkan dari suatu material tanaman. Metode ekstraksi mengandalkan sifat kelarutan dari senyawa yang akan diekstrasi terhadap pelarut yang digunakan. Keberhasilan ekstraksi juga dipengaruhi oleh beberapa faktor sehingga perlu adanya ketelitian dalam memilih metode ekstraksi yang digunakan untuk mengekstrak senyawa metabolit sekunder yang diinginkan. 1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimana cara mengekstraksi senyawa metabolit sekunder? 2. Apa faktor yang mempengaruhi proses ekstraksi? 1.3 Tujuan 1. Mengetahui cara mengekstraksi senyawa metabolit sekunder. 2. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi proses ekstraksi.

Upload: bayu-d-scyzor

Post on 04-Dec-2015

18 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

ekstraksi dan kerjanya

TRANSCRIPT

Page 1: Bab i Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Metabolit sekunder yang diproduksi oleh berbagai organisme memang

tidak memiliki peran yang cukup signifikan terhadap keberlangsungan hidup dari

organisme penghasilnya. Namun, metabolit sekunder tersebut diketahui memiliki

berbagai aktivitas biologi yang dapat dimanfaatkan oleh manusia. Berbagai

aktivitas biologis dari metabolit sekunder antara lain antikanker, antibakteri,

antioksidan dan antifungi.

Pemanfaatan metabolit sekunder yang terdapat dalam tanaman dapat

dilakukan dengan mengkonsumsi langsung tanaman penghasil metabolit sekunder

atau melakukan isolasi terhadap metabolit sekunder yang memiliki aktivitas

biologis. Teknik mengisolasi senyawa metabolit sekunder dari suatu bahan alam

dikenal sebagai ekstraksi. Ekstraksi merupakan salah satu proses pemisahan zat

yang diinginkan dari suatu material tanaman.

Metode ekstraksi mengandalkan sifat kelarutan dari senyawa yang akan

diekstrasi terhadap pelarut yang digunakan. Keberhasilan ekstraksi juga

dipengaruhi oleh beberapa faktor sehingga perlu adanya ketelitian dalam memilih

metode ekstraksi yang digunakan untuk mengekstrak senyawa metabolit sekunder

yang diinginkan.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana cara mengekstraksi senyawa metabolit sekunder?

2. Apa faktor yang mempengaruhi proses ekstraksi?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui cara mengekstraksi senyawa metabolit sekunder.

2. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi proses ekstraksi.

Page 2: Bab i Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

2

BAB II

PEMBAHASAN

Komponen-komponen kimia yang terkandung di dalam bahan organik

seperti yang terdapat di dalam tumbuh-tumbuhan sangat dibutuhkan oleh

keperluan hidup manusia, baik komponen senyawa tersebut digunakan untuk

keperluan industri maupun untuk bahan obat-obatan. Komponen tersebut dapat

diperoleh dengan metode ekstraksi dimana ekstraksi merupakan proses pelarutan

komponen kimia yang sering digunakan dalam senyawa organik untuk melarutkan

senyawa tersebut dengan menggunakan suatu pelarut (Anonim, 2013).

Menurut Mc Cabe (1999) dalam Muhiedin (2008), ekstraksi dapat

dibedakan menjadi dua cara berdasarkan wujud bahannya yaitu:

1. Ekstraksi padat cair, digunakan untuk melarutkan zat yang dapat larut dari

campurannya dengan zat padat yang tidak dapat larut.

2. Ekstraksi cair-cair, digunakan untuk memisahkan dua zat cair yang saling

bercampur, dengan menggunakan pelarut dapat melarutkan salah satu zat

Ekstraksi padat cair secara umum terdiri dari maserasi, refluktasi,

sokhletasi, dan perkolasi. Metoda yang digunakan tergantung dengan jenis

senyawa yang kita gunakan. Jika senyawa yang kita ingin sari rentan terhadap

pemanasan maka metoda maserasi dan perkolasi yang kita pilih, jika tahan

terhadap pemanasan maka metoda refluktasi dan sokletasi yang digunakan

(Safrizal,2010).

Pada ekstraksi cair-cair, bahan yang menjadi analit berbentuk cair dengan

pemisahannya menggunakan dua pelarut yang tidak saling bercampur sehingga

terjadi distribusi sampel di antara kedua pelarut tersebut. Pendistribusian sampel

dalam kedua pelarut tersebut dapat ditentukan dengan perhitungan KD/koefisien

distribusi (Faradillah:2011)

2.1 Ekstraksi Padat-Cair

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut

sehingga terpisah dari bahan yang tidak larut dengan pelarut cair. Senyawa aktif

yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan ke dalam golongan

Page 3: Bab i Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

3

minyak atsiri, alkaloid, flavonoid, dan lain-lain. Dengan diketahuinya senyawa

aktif yang dikandung simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut dan cara

ekstraksi yang tepat (Wilda, 2013).

2.1.1 Cara dingin

2.1.1.1 Maserasi

a) Pengertian Maserasi

Maserasi istilah aslinya adalah macerare (bahasa Latin, artinya

merendam). Cara ini merupakan salah satu cara ekstraksi, dimana sediaan cair

yang dibuat dengan cara mengekstraksi bahan nabati yaitu direndam

menggunakan pelarut bukan air (pelarut nonpolar) atau setengah air, misalnya

etanol encer, selama periode waktu tertentu sesuai dengan aturan dalam buku

resmi kefarmasian (Anonim, 2014).

Maserasi adalah salah satu jenis metoda ekstraksi dengan sistem tanpa

pemanasan atau dikenal dengan istilah ekstraksi dingin, jadi pada metoda ini

pelarut dan sampel tidak mengalami pemanasan sama sekali. Sehingga maserasi

merupakan teknik ekstraksi yang dapat digunakan untuk senyawa yang tidak

tahan panas ataupun tahan panas (Hamdani, 2014). Maserasi merupakan cara

penyarian yang sederhana. Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk

simplisia dalam cairan penyari (Afifah,2012).

Jadi, Maserasi merupakan cara ekstraksi yang paling sederhana dengan

cara merendam serbuk simplisia menggunakan pelarut yang sesuai dan tanpa

pemanasan

b) Prinsip Maserasi

Prinsip maserasi adalah pengikatan/pelarutan zat aktif berdasarkan sifat

kelarutannya dalam suatu pelarut (like dissolved like). Langkah kerjanya adalah

merendam simplisia dalam suatu wadah menggunakan pelarut penyari tertentu

selama beberapa hari sambil sesekali diaduk, lalu disaring dan diambil

beningannya. Selama ini dikenal ada beberapa cara untuk mengekstraksi zat aktif

dari suatu tanaman ataupun hewan menggunakan pelarut yang cocok. Pelarut-

pelarut tersebut ada yang bersifat “bisa campur air” (contohnya air sendiri, disebut

Page 4: Bab i Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

4

pelarut polar) ada juga pelarut yang bersifat “tidak campur air” (contohnya aseton,

etil asetat, disebut pelarut non polar atau pelarut organik).

Metode Maserasi umumnya menggunakan pelarut non air atau pelarut

non-polar. Teorinya, ketika simplisia yang akan di maserasi direndam dalam

pelarut yang dipilih, maka ketika direndam, cairan penyari akan menembus

dinding sel dan masuk ke dalam sel yang penuh dengan zat aktif dan karena ada

pertemuan antara zat aktif dan penyari itu terjadi proses pelarutan (zat aktifnya

larut dalam penyari) sehingga penyari yang masuk ke dalam sel tersebut akhirnya

akan mengandung zat aktif, katakan 100%, sementara penyari yang berada di luar

sel belum terisi zat aktif (0 %) akibat adanya perbedaan konsentrasi zat aktif di

dalam dan di luar sel ini akan muncul gaya difusi, larutan yang terpekat akan

didesak menuju keluar berusaha mencapai keseimbangan konsentrasi antara zat

aktif di dalam dan di luar sel. Proses keseimbangan ini akan berhenti, setelah

terjadi keseimbangan konsentrasi (istilahnya “jenuh”).

Dalam kondisi ini, proses ekstraksi dinyatakan selesai, maka zat aktif di

dalam dan di luar sel akan memiliki konsentrasi yang sama, yaitu masing-masing

50%. Alat maserasi ditunjukkan pada gambar No. 1

(a) (b)

Gambar 1. (a) maserasi sederhana (b) maserasi yang dilengkapi pengaduk

Page 5: Bab i Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

5

c) Kelebihan dan Kekurangan Metode Maserasi

Kelebihan dari ekstraksi dengan metode maserasi adalah:

a) Unit alat yang dipakai sederhana, hanya dibutuhkan bejana perendam

b) Biaya operasionalnya relatif rendah

c) Prosesnya relatif hemat penyari dan tanpa pemanasan

Kelemahan dari ekstraksi dengan metode maserasi adalah:

a) Proses penyariannya tidak sempurna, karena zat aktif hanya mampu

terekstraksi sebesar 50% saja

b) Prosesnya lama, butuh waktu beberapa hari.

Maserasi dapat dilakukan modifikasi misalnya:

1. Digesti

Digesti adalah cara maserasi dengan menggunakan pemanasan lemah,

yaitu pada suhu 40–50°C. Cara maserasi ini hanya dapat dilakukan untuk

simplisia yang zat aktifnya tahan terhadap pemanasan. Dengan pemanasan

diperoleh keuntungan antara lain:

a) Kekentalan pelarut berkurang, yang dapat mengakibatkan berkurangnya

lapisan-lapisan batas.

b) Daya melarutkan cairan penyari akan meningkat, sehingga pemanasan

tersebut mempunyai pengaruh yang sama dengan pengadukan.

c) Koefisien difusi berbanding lurus dengan suhu absolute dan berbanding

terbalik dengan kekentalan, sehingga kenaikan suhu akan

berpengaruhpada kecepatan difusi. Umumnya kelarutan zat aktif akan

meningkat bila suhu dinaikkan.

d) Jika cairan penyari mudah menguap pada suhu yang digunakan, maka

perlu dilengkapi dengan pendingin balik, sehingga cairan akan menguap

kembali ke dalam bejana.

2. Maserasi dengan Mesin Pengaduk

Penggunaan mesin pengaduk yang berputar terus-menerus, waktu proses

maserasi dapat dipersingkat menjadi 6 sampai 24 jam.

Page 6: Bab i Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

6

3. Remaserasi

Cairan penyari dibagi menjadi, Seluruh serbuk simplisia di maserasi

dengan cairan penyari pertama, sesudah diendapkan, tuangkan dan diperas, ampas

dimaserasi lagi dengan cairan penyari yang kedua.

4. Maserasi Melingkar

Maserasi dapat diperbaiki dengan mengusahakan agar cairan penyari

selalu bergerak dan menyebar. Dengan cara ini penyari selalu mengalir kembali

secara berkesinambungan melalui sebuk simplisia dan melarutkan zat aktifnya.

5. Maserasi Melingkar Bertingkat

Pada maserasi melingkar, penyarian tidak dapat dilaksanakan secara

sempurna, karena pemindahan massa akan berhenti bila keseimbangan telah

terjadi masalah ini dapat diatasi dengan maserasi melingkar bertingkat (M.M.B),

yang akan didapatkan :

a) Serbuk simplisia mengalami proses penyarian beberapa kali, sesuai

dengan bejana penampung. Pada contoh di atas dilakukan 3 kali, jumlah

tersebut dapat diperbanyak sesuai dengan keperluan.

b) Serbuk simplisia sebelum dikeluarkan dari bejana penyari, dilakukan

penyarian dengan cairan penyari baru. Dengan ini diharapkan agar

memberikan hasil penyarian yang maksimal.

c) Hasil penyarian sebelum diuapkan digunakan dulu untuk menyari serbuk

simplisia yang baru, hingga memberikan sari dengan kepekatan yang

maksimal.

d) Penyarian yang dilakukan berulang-ulang akan mendapatkan hasil yang

lebih baik daripada yang dilakukan sekali dengan jumlah pelarut yang

sama (Anonim. 2011).

1.1.1.2 Perkolasi

a) Pengertian Perkolasi

Menurut Guenther dalam Irawan (2010) Perkolasi adalah cara penyarian

dengan mengalirkan penyari melalui bahan yang telah dibasahi. Perkolasi

adalah metoda ekstraksi cara dingin yang menggunakan pelarut mengalir yang

Page 7: Bab i Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

7

selalu baru. Perkolasi banyak digunakan untuk ekstraksi metabolit sekunder dari

bahan alam, terutama untuk senyawa yang tidak tahan panas (Agutina, 2013).

Jadi, perkolasi adalah suatu metode estraksi dengan mengalirkan penyari

melalui bahan yang telah dibasahi sehingga pelarut yang digunakan selalu baru.

b) Prinsip Perkolasi

Prinsip perkolasi adalah sebagai berikut: Serbuk simplisia ditempatkan

dalam suatu bejana silinder, yang bagian bawahnya diberi sekat berpori. Cairan

penyari dialirkan dari atas ke bawah melalui serbuk tersebut, cairan penyari akan

melarutkan zat aktif sel-sel yang dilalui sampai mencapai keadaan jenuh. Gerak

ke bawah disebabkan oleh kekuatan gaya beratnya sendiri dan cairan di atasnya.,

dikurangi dengan daya kapiler yang cenderung untuk menahan.

Kekuatan yang berperan pada perkolasi antara lain: gaya berat,

kekentalan, daya larut, tegangan permukaan, difusi, osmosa, adesi, daya kapiler

dan daya geseran (friksi).

Cara perkolasi lebih baik dibandingkan dengan cara maserasi karena:

a. Aliran cairan penyari menyebabkan adanya pergantian larutan yang terjadi

dengan larutan yang konsentrasinya lebih rendah, sehingga meningkatkan

derajat perbedaan konsentrasi.

b. Ruangan diantara butir-butir serbuk simplisia membentuk saluran tempat

mengalir cairan penyari. Karena kecilnya saluran kapiler tersebut, maka

kecepatan pelarut cukup untuk mengurangi lapisan batas, sehingga dapat

meningkatkan perbedaan konsentrasi.

c) Alat Perkolasi

Alat yang digunakan untuk perkolasi disebut percolator, cairan yang

digunakan untuk menyari disebut cairan penyari atau menstrum, larutan zat aktif

yang keluar dari percolator disebut sari atau perkolat, sedangkan sisa setelah

dilakukanya penyarian disebuat ampas atau sisa perkolasi.

Bentuk percolator ada 3 macam yaitu percolator berbentuk tabung,

percolator berbentuk paruh, dan percolator berbentuk corong. Pemilihan

percolator tergantung pada jenis serbuk simplisia yang akan di sari. Serbuk kina

Page 8: Bab i Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

8

yang mengandung sejumlah besar zat aktif yang larut, tidak baik jika diperkolasi

dengan alat perkolasi yang sempit, sebab perkolat akan segera menjadi pekat dan

berhenti mengalir. Pada pembuatan tingtur dan ekstrak cair, jumlah cairan penyari

yang tersedia lebih besar dibandingkan dengan jumlah cairan penyari yang

diperlukan untuk melarutkan zat aktif. Pada keadaan tersebut, pembuatan sediaan

digunakan percolator lebar untuk mempercepat proses perkolasi.

Percolator berbentuk tabung biasanya digunakan untuk pembuatan ekstrak

cair, percolator berbentuk paruh biasanya digunakan untuk pembuatan ekstrak

atau tingtur dengan kadar tinggi, percolator berbentuk corong biasanya digunakan

untuk pembuatan ekstrak atau tingtur dengan kadar rendah.

Ukuran percolator yang digunakan harus dipilih sesuai dengan jumlah

bahan yang disari. Jumlah bahan yang disari tidak lebih dari 2/3 tinggi percolator.

Percolator dibuat dari gelas, baja tahan karat atau bahan lain yang tidak saling

mempengaruhi dengan obat atau cairan penyari.

Percolator dilengkapi dengan tutup dari karet atau bahan lain, yang

berfungsi untuk mencegah penguapan. Tutup karet dilengkapi dengan lubang

bertutup yang dapat dibuka atau ditutup dengan menggesernya. Pada beberapa

percolator sering dilengkapi dengan botol yang berisi cairan penyari yang

dihubungkan ke percolator melalui pipa yang dilengkapi dengan keran. Aliran

percolator diatur oleh keran. Pada bagian bawah, pada leher percolator tepat di

atas keran diberi kapas yang di atur di atas sarangan yang dibuat dari porselin atau

di atas gabus bertoreh yang telah dibalut kertas tapis

Kapas yang digunakan adalah yang tidak terlalu banyak mengandung

lemak. Untuk menampung perkkolat digunakan botol perkolat, yang bermulut

tidak terlalu lebar tetapi mudah dibersihkan. Di bawah ini adalah gambar alat

perkolasi.

Page 9: Bab i Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

9

Gambar 2. Alat perkolasi

Reperkolasi

Untuk menghindari kehilangan minyak atsiri pada pembuatan sari, maka

cara perkolasi diganti dengan cara reperkolasi. Pada perkolasi dilakukan

pemekatan sari dengan pemanasan. Pada perkolasi tidak dilakukan pemekatan.

Reperkolasi dilakukan dengan cara : simplisia dibagi dalam beberapa percolator,

hasil percolator pertama dipekatkan menjadi perkolat I dan sari selanjutnya

disebut susulan II. Susulan II digunakan untuk menjadi perkolat II. Hasil

perkolator II dipisahkan menjadi perkolat II dan sari selanjutnya disebut susulan

III. Pekerjaan tersebut diulang sampai menjadi perkolat yang diinginkan.

Perkolasi bertingkat

Dalam proses perkolasi biasa, perkolat yang dihasilkan tidak dalam kadar

yang maksimal. Selama cairan penyari melakukan penyarian serbuk simplisia,

maka terjadi aliran melalui lapisan serbuk dari atas sampai ke bawah disertai

pelarutan zat aktifnya. Proses penyarian tersebut akan menghasilkan perkolat yang

pekat pada tetesan pertama dan tetesan terakhir akan diperoleh perkolat yang

encer. Untuk memperbaiki cara perkolasi tersebut dilakukan cara perkolasi

bertingkat.serbuk simplisia yang hampir tersari sempurna, sebelum dibuang, disari

dengan penyari yang baru, diharapkan agar serbuk simplisia tersebut dapat tersari

sempurna. Sebaliknya serbuk simplisia yang baru, disari dengan perkolat yang

hampir jenuh dengan demikian akan diperoleh perkolat akhir yang jenuh. Perkolat

dipisahkan dan dipekatkan.

Page 10: Bab i Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

10

Cara ini cocok jika digunakan untuk perusahaan obat tradisional,termasuk

perusahaan yang memproduksi sediaan galenik. Agar diperoleh cara yang tepat,

perlu dilakukan percobaan pendahuluan. Dengan percobaan tersebut dapat

ditetapkan:

1. Jumlah perkolator yang diperlukan

2. Bobot serbuk simplisia untuk tiapa perkolasi

3. Jenis cairan penyari

4. Jumlah cairan penyari untuk tiap kali perkolasi

5. Besarnya tetesan dan lain-lain

d) Kelebihan dan Kekurangan Perkolasi

Kelebihan dari metode perkolasi adalah:

1. Tidak terjadi kejenuhan

2. Pengaliran meningkatkan difusi (dengan dialiri cairan penyari sehingga zat

seperti terdorong untuk keluar dari sel)

Kekurangan dari metode perkolasi adalah

1. Cairan penyari lebih banyak

2. Resiko cemaran mikroba untuk penyari air karena dilakukan secara

terbuka (Sulaiman, 2011).

2.1.2 Cara Panas

2.1.2.1 Refluks

a) Pengertian Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya,

selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan

adanya pendingin balik.

Refluks adalah teknik yang melibatkan kondensasi uap dan kembali

kondensat ini ke sistem dari mana ia berasal. Hal ini digunakan dalam industri dan

laboratorium distilasi. Hal ini juga digunakan dalam kimia untuk memasok energi

untuk reaksi-reaksi selama jangka waktu yang panjang. Campuran reaksi cair

ditempatkan dalam sebuah wadah terbuka hanya di bagian atas. Kapal ini

Page 11: Bab i Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

11

terhubung ke kondensor Liebig, seperti bahwa setiap uap yang dilepaskan kembali

ke didinginkan cair, dan jatuh kembali ke dalam bejana reaksi. Kapal kemudian

dipanaskan keras untuk kursus reaksi. Alat refluks dapat dilihat pada gambar 3.

Gambar 3. Alat refluks

b) Prinsip Metode Refluks

Prinsip kerja pada metode refluks yaitu penarikan komponen kimia yang

dilakukan dengan cara sampel dimasukkan ke dalam labu alas bulat bersama-sama

dengan cairan penyari lalu dipanaskan, uap-uap cairan penyari terkondensasi pada

kondensor bola menjadi molekul-molekul cairan penyari yang akan turun kembali

menuju labu alas bulat, akan menyari kembali sampel yang berada pada labu alas

bulat, demikian seterusnya berlangsung secara berkesinambungan sampai

penyarian sempurna, penggantian pelarut dilakukan sebanyak 3 kali setiap 3-4

jam. Filtrat yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan (Akhyar,2010).

c) Kelebihan dan Kekurangan Metode Refuks

Kelebihan dari metode refluks adalah digunakan untuk mengekstraksi

sampel-sampel yang mempunyai tekstur kasar, dan tahan pemanasan langsung.

(Anonim, 2011).

Kekurangan dari metode refluks adalah membutuhkan volume total pelarut

yang besar,dan Sejumlah manipulasi dari operator (Mandiri, 2013).

2.1.2.2 Soxhletasi .

a) Pengertian Soxhletasi

Soxhletasi adalah suatu metode pemisahan suatu komponen yang terdapat

dalam sampel padat dengan cara penyarian berulang–ulang dengan pelarut yang

Page 12: Bab i Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

12

sama, sehingga semua komponen yang diinginkan dalam sampel terisolasi dengan

sempurna. Pelarut yang digunakan ada 2 jenis, yaitu heksana (C6H14) untuk

sampel kering dan metanol (CH3OH) untuk sampel basah. Jadi, pelarut yang

dugunakan tergantung dari sampel alam yang digunakan. Nama lain yang

digunakan sebagai pengganti sokletasi adalah pengekstrakan berulang–ulang

(continous extraction) dari sampel pelarut (Rahman: 2012).

Soxhletasi merupakan penyarian simplisia secara berkesinambungan,

cairan penyari dipanaskan sehingga menguap, uap cairan penyari terkondensasi

menjadi molekul-molekul air oleh pendingin balik dan turun menyari simplisia

dalam klonsong dan selanjutnya masuk kembali ke dalam labu alas bulat setelah

melewati pipa sifon ( Rene,2011).

b) Prinsip Kerja Soxhletasi

Bahan yang akan diekstraksi diletakkan dalam sebuah kantung ekstraksi

(kertas, karton, dan sebagainya) dibagian dalam alat ekstraksi dari gelas yang

bekerja kontinyu. Wadah gelas yang mengandung kantung diletakkan antara labu

penyulingan dengan labu pendingin aliran balik dan dihubungkan dengan labu

melalui pipa. Labu tersebut berisi bahan pelarut, yang menguap dan mencapai ke

dalam pendingin aliran balik melalui pipet, berkondensasi di dalamnya, menetes

ke atas bahan yang diekstraksi dan menarik keluar bahan yang diekstraksi.

Larutan berkumpul di dalam wadah gelas dan setelah mencapai tinggi

maksimalnya, secara otomatis dipindahkan ke dalam labu. Dengan demikian zat

yang terekstraksi terakumulasi melalui penguapan bahan pelarut murni

berikutnya. Pada cara ini diperlukan bahan pelarut dalam jumlah kecil, juga

simplisia selalu baru artinya suplai bahan pelarut bebas bahan aktif berlangsung

secara terus-menerus (pembaharuan pendekatan konsentrasi secara kontinyu).

Keburukannya adalah waktu yang dibutuhkan untuk ekstraksi cukup lama (sampai

beberapa jam) sehingga kebutuhan energinya tinggi (listrik, gas). Selanjutnya,

simplisia di bagian tengah alat pemanas langsung berhubungan dengan labu,

dimana pelarut menguap. Pemanasan bergantung pada lama ekstraksi, khususnya

titik didih bahan pelarut yang digunakan, dapat berpengaruh negatif terhadap

Page 13: Bab i Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

13

bahan tumbuhan yang peka suhu (glikosida, alkaloida). Demikian pula bahan

terekstraksi yang terakumulasi dalam labu mengalami beban panas dalam waktu

lama. Meskipun cara soxhlet sering digunakan pada laboratorium penelitian untuk

pengekstraksi tumbuhan, namun peranannya dalam pembuatan sediaan tumbuhan

kecil artinya (Anonim: 2011).

c) Alat ekstraksi Soxhletasi

Gambar 4. Alat Soxhletasi

Nama-nama instrumen dan fungsinya adalah: 1) Kondensor berfungsi

sebagai pendingin, dan juga untuk mempercepat proses pengembunan, 2)

Timbal/klonsong berfungsi sebagai wadah untuk sampel yang ingin diambil

zatnya, 3) Pipa F/vapor berfungsi sebagai jalannya uap, bagi pelarut yang

menguap dari proses penguapan, 4) Sifon berfungsi sebagai perhitungan siklus,

bila pada sifon larutannya penuh kemudian jatuh ke labu alas bulat maka hal ini

dinamakan 1 siklus, 5) Labu alas bulat berfungsi sebagai wadah bagi ekstrak dan

pelarutnya, 6) Hot plate atau penangas berfungsi sebagai pemanas larutan, 7)

Water in sebagai tempat air masuk, dan 8) Water out sebagai tempat air keluar

(Azam Khan: 2012).

d) Kelebihan dan Kekurangan Soxhletasi

Metode soxhletasi memiliki kelebihan dan kekurangan pada proses

ekstraksi.

Kelebihan:

a) Dapat digunakan untuk sampel dengan tekstur yang lunak dan tidak

tahan terhadap pemanasan secara langsung.

Page 14: Bab i Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

14

b) Digunakan pelarut yang lebih sedikit

c) pemanasannya dapat diatur

kekurangan:

a) Karena pelarut didaur ulang, ekstrak yang terkumpul pada wadah di

sebelah bawah terus-menerus dipanaskan sehingga dapat menyebabkan

reaksi peruraian oleh panas.

b) Jumlah total senyawa-senyawa yang diekstraksi akan melampaui

kelarutannya dalam pelarut tertentu sehingga dapat mengendap dalam

wadah dan membutuhkan volume pelarut yang lebih banyak untuk

melarutkannya.

c) Bila dilakukan dalam skala besar, mungkin tidak cocok untuk

menggunakan pelarut dengan titik didih yang terlalu tinggi (Keloko,

2013).

2.2 Ekstraksi Cair-Cair

2.2.1 Pengertian ekstraksi pelarut (Ekstraksi Cair-Cair)

Dalam laboratorium ekstraksi dapat digunakan untuk mengambil zat

terlarut dalam air dengan menggunakan pelarut-pelarut organik yang tidak

bercampur dengan air. Dalam industri, ekstraksi dipakai menghilangkan zat-zat

yang tidak disukai yang terkait dalam produk. (Team Teaching, 2013).

Ekstraksi pelarut atau disebut juga ekstraksi air adalah metode pemisahan

yang paling baik dan populer. Alasan utamanya adalah pemisahan ini dapat

dilakukan baik dalam tingkat makro ataupun mikro. Prinsip metode ini didasarkan

pada distribusi zat pelarut dengan perbandingan tertentu antara dua pelarut yang

tidak saling bercampur, seperti benzena, karbon tetraklorida atau kloroform.

Batasannya adalah zat terlarut dapat ditransfer pada jumlah yang berbeda dalam

kedua fase pelarut.

Ekstraksi pelarut terutama digunakan, bila pemisahan campuran dengan

cara destilasi tidak mungkin dilakukan (misalnya karena pembentukan aseotrop

atau karena kepekaannya terhadap panas) atau tidak ekonomis. Seperti ekstraksi

padat-cair, ekstraksi cair-cair selalu terdiri atas sedikitnya dua tahap, yaltu

Page 15: Bab i Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

15

pencampuran secara intensif bahan ekstraksi dengan pelarut, dan pemisahan

kedua fasa cair itu sesempurna mungkin.

Ekstraksi cair-cair dengan pengkelat logam adalah salah satu aplikasi

utama ekstraksi cair-cair yaitu ekstraksi selektif ion logam menggunakan agen

pengkelat. Pada umumnya ion-ion logam tidak larut dalam pelarut organik non

polar. Ion logam harus diubah menjadi bentuk molekul yang tidak bermuatan

dengan pembentukan kompleks agar ion logam tersebut dapat terekstrak ke dalam

pelarut organik non polar. Senyawa kompleks adalah suatu senyawa dimana ion

logam bersenyawa dengan ion atau molekul netral yang mempunyai sepasang

atau lebih elektron bebas yang berikatan secara kovalen koordinasi (Anonim:

2011).

Pembagian solut antara dua cairan yang tak saling campur memberikan

banyak kemungkinan yang menarik bagi pemisahan-pemisahan analitik juga

untuk keadaan yang tujuan utamanya bukanlah analitik melainkan preparatif,

maka ekstraksi solven dapat merupakan suatu langkah penting dalam urutan yang

memberikan hasil murni di dalam laboratorium organik, anorganik atau biokimia.

Meskipun kadang-kadang digunakan alat yang sukar, seringkali diperlukan hanya

sebuah corong pemisah (gambar 5). Sering pemisahan secara ekstraksi solvent

dapat dilakukan dalam beberapa menit. Tekniknya dapat diterapkan untuk suatu

batas-batas konsentrasi yang luas, dan telah digunakan secara ekstensif untuk

isotop-isotop bebas pembawa dalam jumlah-jumlah yang sangat sedikit yang

diperoleh baik dari transmutasi nuklir maupun dari material-material industri yang

dalam jumlah ion (Underwood,1988).

Gambar 5. Corong pisah

Page 16: Bab i Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

16

Bila senyawa organik tidak larut sama sekali dalam air, pemisahannya

akan lengkap. Namun, nyatanya, banyak senyawa organik, khususnya asam dan

basa organik dalam derajat tertentu larut juga dalam air. Hal ini merupakan

masalah dalam ekstraksi. Untuk memperkecil kehilangan yang disebabkan gejala

pelarutan ini, disarankan untuk dilakukan ekstraksi berulang. Anggap anda

diizinkan untuk menggunakan sejumlah tertentu pelarut. Daripada anda

menggunakan keseluruhan pelarut itu untuk satu kali ekstraksi, lebih baik Anda

menggunakan sebagian-sebagian pelarut untuk beberapa kali ekstraksi. Kemudian

akhirnya menggabungkan bagian-bagian pelarut tadi. Dengan cara ini senyawa

akan terekstraksi dengan lebih baik (Yashito takeuchi, 2006).

2.2.2 Koefisien Distribusi

Menurut Hukum Distrbusi Nernst, bila ke dalam dua pelarut yang tidak

saling bercampur dimasukkan solut yang dapat larut dalam kedua pelarut tersebut,

maka akan teradi pembagian solut dengan perbandingan tertentu. Kedua pelarut

tersebut umumnya pelarut organik dan air. Dalam praktek, solut akan terdistribusi

dengan sendirinya ke dalam dua pelarut tersebut setelah dikocok dan dibiarkan

terpisah. Perbandingan konsentrasi solut di dalam kedua pelarut tersebut tetap,

tetapaan tersebut disebut tetapan distribusi atau koefisien distribusi yang

dinyatakan dengan berbagai rumus : Kd = 𝐶2

𝐶1 atau Kd =

𝐶𝑜

𝐶𝑎

Dengan Kd = koefisien distribusi dan C1, C2, C0 dan Ca masing-masing

adalah konsentrasi solut pada pelarut 1, 2 organik dan air. Sesuai dengan

kesepakatan, konsentrasi solut dalam pelarut organik dituliskan di atas dan

konsentrasi solut dalam pelarut air dituliskan di bawah. Dari rumus di atas jika Kd

besar, solut secara kuantitatif akan cenderung terdistribusi lebih banyak ke dalam

pelarut organik begitu pula terjadi sebaliknya. Rumus tersebut di atas hanya

berlaku bila:

1) Solut tidak terionisasi dalam salah satu pelarut saja.

2) Solut tidak berasosiasi dalam salah satu pelarut.

3) Zat terlarut tidak bereaksi dengan salah satu pelarut atau adanya reaksi-

reaksi lain.

Page 17: Bab i Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

17

2.2.3 Angka Banding Distribusi (D)

Bagaimana jika peristiwa-peristiwa yang disebut di atas terjadi? Dalam

kondisi demikian harga harga Kd tidak dapat lagi menggambarkan distribusi solut

diantara kedua fasa pelarut, karena solut solut tidak berada dalam rumus molekul

yang sama di dalam kedua fasa pelarut. Oleh karena itu perlu didefiinisikan suatu

besaran baru, yang dinamakan angka banding distribusi (D).

Angka banding ditribusi menyatakan perbandingan konsentrasi total zat

terlarut dalam pelarut organik (fasa organik) dan pelarut air (fasa air). Jika zat

terlarut itu adalah senyawa X maka rumus angka banding distribusi dapat ditulis:

D= 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑋 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑓𝑎𝑠𝑎 𝑜𝑟𝑔𝑎𝑛𝑖𝑘

𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑋 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑓𝑎𝑠𝑎 𝑎𝑖𝑟

Angka banding distribusi (D) pada keperluan analisis kimia lebih

bermakna daripada koefisien distribusi (Kd). Pada kondisi ideal dan tidak teradi

asosiasi, disosiasi, atau polimerisasi, maka harga Kd sama dengan D. Harga D

tidak konstan, karena tergantung kondisi reaksi, antara lain PH fasa air,

konsentrasi pengompleks.

2.2.4 Hubungan D dengan Kd

Untuk melihat hubungan D dengan Kd secara sederhana dapat dipelajari

asam lemah berbasa satu [HA] dalam fasa air dan fasa organik. Dalam fasa air,

HA terionisasi menjadi H+ dan A

-. Anion sisa asam [A

-] tidak larut dalam fasa

organik. Besaran-besaraan kesetimbangan yang berpengaruh setelah

kesetimbangan tercapai adalah (1) Ka (tetapan ionisasi asam lemah HA); (2) DHA

(angka banding distribusi); (3) KDHA (koefisien distribusi asam lemah HA).

Selanjutnya hubungan D dengan Kd dapat divari sebagai berikut:

HA H+ +

A

-

D= 𝐻𝐴 0

𝐻𝐴 𝑎+ [𝐻+]𝑎 ...................................................................(1)

KDHA= 𝐻𝐴 𝑜

𝐻𝐴 𝑎 ...................................................................(2)

Ka = 𝐻+ 𝐴− 𝑎

𝐻𝐴 𝑎 ...................................................................(3)

[A-] =

𝐾𝑎 [𝐻𝐴]

𝐻+ 𝑎 ...................................................................(4)

Bila persaman (4) diditribusi ke dalam persamaan (1) akan diperoleh:

Page 18: Bab i Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

18

D = [𝐻𝐴]

𝐻𝐴 𝑎+𝐾𝑎 [𝐻𝐴 ]

𝐻+ 𝑎

atau D = [𝐻𝐴]

𝐻𝐴 𝑎 {1+ 𝐾𝑎

𝐻+ } ...............................(5)

Bila persamaan (2) disubtitusikan ke dalam persamaan (5) akan diperoleh

persamaan (6) sebagai berikut:

D = 𝐾𝐷𝐻𝐴

1+ 𝐾𝑎

[𝐻+]

...................................................................(6)

Arti dari persamaan (6) adalah bahwa harga D dipengaruhi oleh harga Kd,

Ka dan PH air.

Misalkan, 1 gram asam benzoat dilarutkan dalam100 mL air kemudian

dimasukkan 100 mL eter. Koefisien distribusi asam benzoat = 100, Ka =6,5 x 10-5

dan lapisan air mempunyai pH 3, 5, dan 7 maka koefisien distribusi (D) dapat

dihitung sebagai berikut.

Rumus D = 𝐾𝐷𝐻𝐴

1+ 𝐾𝑎

[𝐻+]

Pada pH 3,5 dan 7, maka [H+] = 10

-3, 10

-5 dan 10

-7

a) Pada pH = 3

D = 𝐾𝐷𝐻𝐴

1+ 𝐾𝑎

[𝐻+]

= 100

1+ 6,5 𝑥 10−5

[10−3]

= 93,89

b) Analog dengan cara a, didapat D= 13,33

c) Analog dengan cara a, didapat D= 0,1536

Dari perhitungan di atas dapat dilihat bahwa harga D semakin kecil

dengan berkurangnya keasaman larutan. Berdasarkan definisi harga D di atas,

maka dapat disimpulkan bahwa jumlah total solut dalam pelarut organik semakin

berkurang dengan berkurangnya keasaman larutan.

2.2.5 Persen Terekstraksi (% E)

Persen terekstraksi adalah banyaknya mol zat yang terekstraksi ke dalam

fasa organik dibagi dengan banyaknya mol total dalam fasa organik dan fasa air

dikalikan dengan 100. Pernyataan ini dapat ditulis dengan rumus:

Page 19: Bab i Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

19

%𝐸 = 𝑚𝑜𝑙 𝑧𝑎𝑡 𝑎 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑓𝑎𝑠𝑎 𝑜𝑟𝑔𝑎𝑛𝑖𝑘

𝑚𝑜𝑙 𝑧𝑎𝑡 𝐴 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑓𝑎𝑠𝑎 𝑜𝑟𝑔𝑎𝑛𝑖𝑘 + 𝑚𝑜𝑙 𝑧𝑎𝑡 𝑎 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑓𝑎𝑠𝑎 𝑎𝑖𝑟 𝑋 100

%𝐸 = 100 𝐴 𝑜 .𝑉𝑜

𝐴 𝑜 .𝑉𝑎 + 𝐴 𝑎 .𝑉𝑎 ...................................................................(7)

Bila kedua penyebut dan pembilang dibagi dengan [A]a dan kemudian dibagi

dengan Vo serta karena 𝐴 𝑜

𝐴 𝑎 = D, maka penyelesaian persamaan di atas

menghasilkan rumus:

% 𝐸 = 100 𝐷

𝐷+ 𝑉𝑎𝑉𝑜

...................................................................(8)

Va = volume fasa air

V0 = volume fasa organik

Persamaan di atas akan menjadi lebih sederhana bila Va = Vo sehingga diperoleh:

% 𝐸 =100 𝐷

𝐷+1 ...................................................................(9)

Dalam kasus volume kedua fasa pelarut sama (Va=Vo), maka dapat

dibuktikan bahwa solut sama sekali tidak akan terekstrak, jika D lebih kecil 0,001

dan akan terekstrak secara kuantitatif jika D lebih besar dari 1000 persen

terekstraksi akan berubah dari 99,5 sampai 99,9 % jika harga D diduakalikan,

misalnya dari 500 menjadi 1000.

Misalkan suatu larutan asam butirat dalam air sebanyak 20 mL 0,10 M di

kocok dengan 10 mL eter, setelah lapisan terpisah, kadar asam butirat yang

tertinggal dalam fasa air ditentukan dengan cara titrasi. Hasil titrasi menunjukkan

0,50 mmol asam butirat tertinggal dalam fasa air. Maka angka banding distribusi

dan persen terekstrak dari sistem tersebut dapat dihitung sebagai berikut.

a) D = [𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑏𝑢𝑡𝑖𝑟𝑎𝑡 ]𝑒

[𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑏𝑢𝑡𝑖𝑟𝑎𝑡 ]𝑎 dengan e adalah eter dan a adalah air

D =

1,5𝑚𝑚𝑜𝑙

10 𝑚𝐿0,5𝑚𝑚𝑜𝑙

20 𝑚𝐿

= 0,15

0,025

= 6,00

Page 20: Bab i Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

20

b) % 𝐸 = 100 𝐷

𝐷+ 𝑉𝑎𝑉𝑜

= 100 𝑥 6,00

6,00+ 20

10

= 75 % (Soebagio,2005).

2.3 Faktor-Faktor yang Harus Diperhatikan dalam Ekstraksi

Dalam proses ekstraksi, ada beberapa hal yang harus diperhatikan antara

lain:

1. Ukuran partikel

Ukuran partikel mempengaruhi laju ekstraksi dalam beberapa hal.

Semakin kecil ukurannya, semakin besar luas permukaan antara padat dan cair;

sehingga laju perpindahannya menjadi semakin besar. Dengan kata lain, jarak

untuk berdifusi yang dialami oleh zat terlarut dalam padatan adalah kecil.

2. Zat pelarut

Larutan yang akan dipakai sebagai zat pelarut seharusnya merupakan

pelarut pilihan yang terbaik dan viskositasnya harus cukup rendah agar dapat

dapat bersikulasi dengan mudah. Biasanya, zat pelarut murni akan diapaki pada

awalnya, tetapi setelah proses ekstraksi berakhir, konsentrasi zat terlarut akan naik

dan laju ekstraksinya turun, pertama karena gradien konsentrasi akan berkurang

dan kedua zat terlarutnya menjadi lebih kental.

3. Temperatur

Dalam banyak hal, kelarutan zat terlarut (pada partikel yang diekstraksi) di

dalam pelarut akan naik bersamaan dengan kenaikan temperatur untuk

memberikan laju ekstraksi yang lebih tinggi.

4. Pengadukan fluida

Pengadukan pada zat pelarut adalah penting karena akan menaikkan proses

difusi, sehingga menaikkan perpindahan material dari permukaan partikel ke zat

pelarut.

Pemilihan juga diperlukan tahap-tahap lainnya. pada ektraksi padat-cair

misalnya, dapat dilakukan pra-pengolahan (pengecilan) bahan ekstraksi atau

Page 21: Bab i Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

21

pengolahan lanjut dari rafinat (dengan tujuan mendapatkan kembali sisa-sisa

pelarut).

Pemilihan pelarut pada umumnya dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut

ini :

1. Selektivitas

Pelarut hanya boleh melarutkan ekstrak yang diinginkan, bukan

komponen-komponen lain dari bahan ekstraksi. Dalam praktek, terutama pada

ekstraksi bahan-bahan alami, sering juga bahan lain (misalnya lemak, resin) ikut

dibebaskan bersama-sama dengan ekstrak yang diinginkan. Dalam hal itu larutan

ekstrak tercemar yang diperoleh harus dibersihkan, yaitu misalnya di ekstraksi

lagi dengan menggunakan pelarut kedua.

2. Kelarutan

Pelarut sedapat mungkin memiliki kemampuan melarutkan ekstrak yang

besar (kebutuhan pelarut lebih sedikit).

3. Kemampuan tidak saling bercampur

Pada ekstraksi cair-cair pelarut tidak boleh (atau hanya secara terbatas)

larut dalam bahan ekstraksi.

4. Kerapatan

Terutama pada ekstraksi cair-cair, sedapat mungkin terdapat perbedaaan

kerapatan yaitu besar amtara pelarut dan bahan ekstraksi. Hal ini dimaksudkan

agar kedua fasa dapat dengan mudah dipisahkan kembali setelah pencampuran

(pemisahan dengan gaya berat). Bila beda kerapatan kecil, seringkali pemisahan

harus dilakukan dengan menggunakan gaya sentrifugal (misalnya dalam

ekstraktor sentrifugal).

5. Reaktifitas

Pada umumnya pelarut tidak boleh menyebabkan perubahan secara kimia

pada komponen-komponen bahan ekstraksi. Sebaliknya dalam hal-hal tertentu

diperlukan adanya reaksi kimia (misalnya pembentukan garam) untuk

mendapatkan selektivitas yang tinggi. Seringkali ekstraksi juga disertai dengan

reaksi kimia. Dalam hal ini bahan yang akan dipisahkan mutlak harus berada

dalam bentuk larutan.

Page 22: Bab i Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

22

6. Titik didih

Ekstrak dan pelarut biasanya harus dipisahkan dengan cara penguapan,

destilasi atau rektifikasi, maka titik didih kedua bahan it tidak boleh terlalu dekat,

dan keduanya tidak membentuk aseotrop. ditinjau dari segi ekonomi, akan

menguntungkan jika pada proses ekstraksi titik didih pelarut tidak terlalu tinggi

(seperti juga halnya dengan panas penguapan yang rendah).

7. Kriteria yang lain

Pelarut sedapat mungkin harus:

1. Murah

2. Tersedia dalam jumlah besar

3. Tidak beracun

4. Tidak dapat terbakar

5. Tidak eksplosif bila bercampur dengan udara

6. Tidak korosif

7. Tidak menyebabkan terbentuknya emulsi

8. Memilliki viskositas yang rendah

9. Stabil secara kimia dan termis.

Karena hampir tidak ada pelarut yang memenuhi syarat di atas, maka

untuk setiap proses ekstraksi harus dicari pelarut yang paling sesuai. Beberapa

pelarut yang terpenting adalah : air, asam-asam organik dan anorganik,

hidrokarbon jenuh, toluen, karbon disulfit, eter, aseton, hidrokarbon yang

mengandung khlor, isopropanol, etanol (Nurul, 2013).

Page 23: Bab i Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

23

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Secara umum, ekstraksi metabolit sekunder dibedakan atas dua yaitu

ekstraksi padat cair dan ekstraki cair-cair. Ekstraksi padat cair, digunakan untuk

melarutkan zat yang dapat larut dari campurannya dengan zat padat yang tidak

dapat larut yang terdiri dari cara dingin (maserasi, perkolasi) dan cara panas

(soxhletasi, refluks) sedangkan ekstraksi cair-cair, digunakan untuk memisahkan

dua zat cair yang saling bercampur, dengan menggunakan pelarut dapat

melarutkan salah satu zat. Dalam melakukan ekstraksi padat cair, ada beberapa

faktor yang mempengaruhi yaitu temperatur, zat pelarut, ukuran partikel dan

pengadukan fluida sedangkan pada ektraksi cair-cair, hal yang harus diperhatikan

adalah selektivitas, kelarutan, kemampuan untuk saling tidak bercampur,

kerapatan, selektivitas dan titik didih.

1.2 Saran

Makalah mengenai ekstraksi metabolit sekunder telah dibuat semaksimal

mungkin, namun masih banyak kekurangan yang memerlukan kritik dan saran

dari pembaca sebagai perbaikan dalam pembuatan makalah selanjutnya. Demi

untuk menambah wawasan kita dalam ekstraksi metabolit sekunder, diharapkan

ada tulisan selanjutnya mengenai cara fraksinasi snyawa metabolit sekunder.

Page 24: Bab i Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

24

DAFTAR PUSTAKA

Akhyar.2010. Uji Daya Hambat dan Analisis Klt Bioautografi Ekstrak Akar dan

Buah Bakau (rhizophora stylosa griff.) terhadap vibrio harveyi. Makassar:

Program Studi Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin

Afifah, Riski. 2012. Metode Maserasi. (Online).

http://ekstraksitanamanobat.blogspot.com. Diakses tanggal 18 April 2014

Pukul 16.32 WITA

Anonim.2011. Perkolasi. (Online). http://mayapusmpuspuspita.files.wordpress.co

m. Diakses tanggal 8 April 2014 Pukul 12.40 WITA

Anonim. 2009. Ekstraski Pelarut. (Online). http://bersamafebri.blogspot.com/20

09/04/ekstraksi-pelarut.html. Diakses pada 18 Februari 2013 pukul 10.25

WITA

Anonim. 2011. Laporan Ekstraksi Pelarut. (Online). http://meitaisme.wordpress.c

om/tuu-gaasss/kimia-analitik/laporan-ooh-laporan/. Diakses pada 4 April

2013 pukul 18:34 WITA

Anonim.2011. Laporan Praktikum Ekstraksi Pelarut. (online). http://yellikeroppy

.blogspot.com/2011/0sss5/laporan-praktikum-ekstraksi-pelarut.html.Diakses

pada 4 Maret 2013 pukul 18.20 WITA

Anonim. 2011. Ekstraksi dengan Maserasi. (Online). http://mayapusmpuspuspita.

wordpress.com. Diakses tanggal 11 April 2014 pukul 11.02 WITA

Anonim. 2011. Refluks. (Online). http://zilazulaiha.blogspot.com. Diakses tanggal

11 April 2014 Pukul 12.08 WITA

Anonim. 2012. Prinsip Ekstraksi dengan Cara Soxhletasi. (Online).

http://nurfaisyah.web.id. Diakses tanggal 26 April 2013 Pukul 14.10 WITA

Ardiyan, Agusta . 2012. Ekstraksi Pelarut. (Online). http://clickardiyan.blogspot.c

om/2012/06/makalah-ekstraksi-pelarut.html. Diakses pada 4 Maret 2013

pukul 18:18 WITA

Anonim. 2013. Laporan Praktikum Teknik Kimia. (Online).

http://alexkimia.wordpress.com. Diakses tanggal 15 April 2013 Pukul 15.24

WITA

Anonim. 2014. Obat Diabetes Paling Ampuh. (Online).

http://pamitra.blogspot.com. Diakses tanggal 18 April Pukul 15.42 WITA

Page 25: Bab i Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

25

Azam Khan. 2012. Prinsip Kerja Ekstraktor Soxhlet. (online). http://khoirulazam8

9.blogspot.com/2012/01/prinsip-kerja-ekstraktor-soxhlet.html (diakses

tanggal 26 April pukul 14.31 WITA)

Day. Jr, R.A., dan A.L. Underwood. 1988. Analisa Kimia Kuantitatif. Jakarta:

Erlangga

Faradillah.2011. Laporan Ekstraksi Pelarut (Cair-Cair dan Padat Cair). (Online).

http://faradillahchemistry09.blogspot.com/. Diakses tanggal 1 April 2014

Pukul 11.35 WITA

Hamdani.2014. Maserasi. (Online). http://catatankimia.com. Diakses tanggal 18

April 2014 Pukul 16.09 WITA

Irawan, Bambang. 2010. Peningkatan Mutu Minyak Nilam dengan Ekstraksi dan

Destilasi Pada Berbagai Komposisi Pelarut. Semarang: Universitas

Negeri Gorontalo

Keloko, raju S.P. 2013. Ekstraksi. (Online). http://rajukeloko.blogspot.com.

Diakses tanggal 11 April 2014 Pukul 11.43 WITA

Khopkar, S. M. Penerjemah A. Saptorahardjo. 2010. Konsep Dasar Kimia

Analitik. Jakarta: UI-Press

Mandiri, Rizky. 2013. Ekstraksi Metode Refluks. (Online). http://mandiriii.blogsp

ot.com. Diakses tanggal 11 April 2014 pukul 12.29 WITA

Muhiedin, Fuad. 2008. Efisiensi Proses Ekstraksi Oleoresin Lada Hitam dengan

Metode Ekstraksi Multi Tahap. Malang: Universitas Brawijaya

Nurul. 2013. Concept With Image. (Online). http://nurul.kimia.upi.edu Diakses

tanggal 18 April 2014 Pukul 08.32 WITA

Rahman dunggio. 2012. Soxhletasi. (online). Http://rdunggiochm.blogspot.com/.

Diakses tanggal 26 April 2013 Pukul 14.12 WITA

Rene Nursaerah M. L. 2011. Mempelajari Ekstraksi Pigmen Antosianin dari Kulit

Manggis dengan Berbagai Jenis Pelarut. Bandung: Universitas Pasundan

Soebagio, dkk. 2005. Kimia Analitik. Malang: Universitas Negeri Malang

Sulaiman, Sepha Diadara. 2011. Maserasi. (Online). http://sephadiadaralife.blogs

pot.com. Diakses tanggal 11 April 2014 pukul 11.10 WITA

Team Teaching. 2013. Dasar-Dasar Pemisahan Analitik bagi Mahasiswa.

Gorontalo: Laboratorium Kimia, FMIPA UNG

Page 26: Bab i Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

26

Yashito takeuchi, 2006. Buku Teks Pengantar Kimia Diterjemahkan dari Versi

Bahasa Inggrisnya oleh Ismunandar. Iwanani shoten: Tokyo

Wilda, Ulfa. 2013. Makalah kimia analisis. (online). http://ulfa-wilda-sii-

pharmachy.blogspot.com. Diakses tanggal 15 April 2014 Pukul 15.36

WITA