bab i pendahuluan 1.1 latar belakangeprints.umm.ac.id/47772/2/bab 1.pdfpendahuluan 1.1 latar...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hakikat manusia sebagai makhluk hidup telah dibekali potensi untuk
saling berkomunikasi. Manusia juga pada dasarnya memiliki dua kedudukan
dalam hidup yaitu sebagai makhluk pribadi dan sosial. Sebagai makhluk pribadi,
manusia mempunyai beberapa tujuan dan cita-cita yang ingin dicapai, dimana
masing-masing individu memiliki tujuan dan kebutuhan yang berbeda dengan
individual lainnya. Sedangkan manusia sebagai makhluk sosial yang selalu ingin
berinteraksi dan hidup dinamis bersama orang lain. Menurut Soekanto dan
Sulistyowati (2014:101) manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial, memiliki
naluri untuk hidup dengan orang lain baik di tempat umum, di sekolah, di rumah,
maupun di lingkungan yang lebih besar sekalipun, maka dari itu manusia tidak
lepas dari pengaruh manusia lainnya.
Hubungan sosial merupakan hal yang sangat penting dalam berkehidupan
dengan orang lain. Menurut Suprapto (2006:20) hubungan sosial mencoba
menekankan pentingnya variabel hubungan antar pribadi sebagai sumber
informasi maupun sebagai pengaruh media komunikasi. Pertukaran pesan yang
dilakukan dengan orang lain merupakan jembatan untuk mempersatukan manusia-
manusia yang tanpa berkomunikasi akan terasingkan.
Dalam kehidupan bermasyarakat, komunikasi antar manusia telah
dilakukan sejak dulu dan saling membutuhkan informasi antara satu dengan yang
lainnya. komunikasi merupakan kegiatan utama manusia sebagai mahluk sosial
baik berupa kelompok besar ataupun kelompok kecil, komunikasi dapat dilakukan
2
dengan siapat saja, kapan saja, dan dimana saja. Komunikasi mengacu pada
tindakan, oleh satu orang atau lebih, yang mengirim dan menerima pesan yang
terdistorsi oleh gangguan (noise), terjadi dalam suatu konteks tertentu,
mempunyai pengaruh tertentu, dan ada kesempatan untuk melakukan umpan balik
(Devito, 2011:24).
Komunikasi yang paling efektif untuk mengetahui apakah pesan yang
disampaikan berhasil atau tidaknya adalah dengan komunikasi interpersonal.
Komunikasi jenis ini dianggap paling efektif dalam mengupayakan perubahan
sikap, pendapat atau perilaku seseorang, karena sifatnya dialogis, berupa
percakapan (Effendy, 2015:8). Sedangkan menurut Mulyana (2013:81)
komunikasi interpersonal adalah komunikasi antar orang-orang melalui proses
tatap muka, yang dimana setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara
langsung, baik secara verbal ataupun nonverbal.
Maka dari itu komunikasi merupakan salah satu hal yang sangat
dibutuhkan dalam hidup bermasyarakat, baik itu secara verbal maupun non-
verbal. Menurut Mulyana (2013:260) bahasa disebut juga system kode verbal,
didefinisikan sebagai seperangkat simbol dengan mengkombinasikannya, agar
dipahami dan digunakan oleh suatu komunitas untuk menyatakan pikiran,
perasaan dan maksud kita. Sedangkan untuk pesan non-verbal dimaknai sebagai
bentuk pesan yang dikomunikasikan tanpa terdapat kata-kata dan
mempertimbangkan beberapa aspek seperti komunikasi tubuh, wajah, dan mata
serta komunikasi menurut sentuhan, parabahasa, ruang, dan waktu (Devito,
2011:9).
3
Bahasa salah satu unsur kebudayaan yang pasti ada dalam suatu daerah.
Seperti yang dikemukakan oleh Maran (2007:44) bahasa adalah sarana utama
untuk menangkap, mengkomunikasikan, mendiskusikan, mengubah, dan
mewariskan arti-arti ini kepada generasi baru.
Jadi dapat diartikan bahwa komunikasi merupakan suatu proses berbudaya
dan bahasa menjadi suatu alat verbal yang digunakan manusia untuk
berkomunikasi atau menghasilkan sebuah makna untuk di pahami antara anggota
masyarakat melalui simbol bunyi oleh alat ucap manusia. Sedangkan budaya
merupakan kata jamak dari kata budi dan daya yang berarti cipta, karsa, dan rasa.
Menurut Hebding dan Glick (dalam Liliweri,2013:107) kebudayaan dapat dilihat
menjadi dua yaitu secara material dan non material, kebudayaan material yang
dimaksud yaitu objek material yang dihasilkan kemudian digunakan oleh manusia
sedangkan budaya non material yaitu unsur-unsur yang dimaksudkan dalam
konsep norma-norma, nilai-nilai, kepercayaan serta bahasa.
Kebudayaan yang ada di Indonesia memiliki bahasa yang berbeda-beda
dan beragam. Data Bahasa di Indonesia yang dilaksanakan oleh Badan
Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (BP2B), Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan (Kemendikbud) yang dilakukan sejak tahun 1991 hingga 2017
menunjukkan bahwa bahasa daerah (tidak termasuk dialek dan subdialek) yang
teridentifikasi dan tervalidasi sebanayak 652 bahasa dari 2.452 daerah
pengamatan. Jika berdasarkan akumulasi persebaran bahasa daerah per provinsi,
bahasa di Indonesia berjumlah 733.
Dapat diasumsikan bahwa bahasa merupakan salah satu identitas budaya
dari suatu daerah, artinya bahasa merupakan ciri khas yang menjadi pembeda
4
antara daerah yang satu dengan yang lainnya. Bahasa daerah juga didalamnya
memiliki berbagai macam dialek dan subdialek menurut wilayah, contohnya
penduduk pulau Lombok (terutama suku Sasak) menggunakan bahasa Sasak
sebagai bahasa utama dalam percakapan sehari-hari. Bahasa Sasak (jumlah
penutur + 2,5 juta orang) adalah bahasa dengan sejumlah dialek. Dialek yang
berbeda-beda tersebut dapat dijumpai di tiap kampung, desa, atau wilayah
kecamatan (Wilian, 2010:24). Terutama dialek di kawasan Lombok Timur, kerap
sukar dipahami oleh para penutur Sasak lainnya. Perbedaan dan berbagai macam
dialek dalam bahasa inilah yang menjadikan Indonesia dijuluki sebagai negara
yang multikultural. Salah satu daerah di Indonesia yang memiliki ciri khas baik
nilai, norma, budaya, dan berbagai macam dialek dalam satu suku bahasa yakni
daerah kampung Pedalaman Desa Masbagik Utara Kecamatan Masbagik
Kabupaten Lombok Timur Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB).
Indonesia sebagai negara multikultural ini yang akhirnya menghasilkan
banyak cerita rakyat lisan atau hikayat dan menjadi kebiasaan berkomunikasi pada
lingkungan kebudayaan di setiap daerah. Hidup bermasyarakat memaksa manusia
untuk berkomunikasi baik dengan sejumlah orang dan anggota kelompok. Seiring
berjalannya waktu, perubahan cara berkomunikasi memberikan dampak terhadap
budaya bahasa dikalangan masyarakat temasuk masyarakat yang memiliki tingkat
sosial tinggi. Dari kisah yang ada sejak nenek moyang terdahulu, munculnya
perbedaan bahasa atau strata dalam masyarakat Lombok ternyata tidak bisa
dilepaskan dari aspek sejarah munculnya kerajaan-kerajaan suku sasak di
Lombok. Kemunculan kerajaan-kerajaan di Lombok yang menyisakan keturunan
para raja pada gilirannya memunculkan komunitas-komunitas baru dan
5
membentuk kesepakatan baru, yang menempatkan dirinya sebagai golongan yang
berbeda dengan golongan yang lainnya. Kesepakatan antar komunitas yang
mengklaim dirinya sebagai golongan yang berdarah biru inilah yang pada
akhirnya tertuang dalam kesepakatan adat. Dengan kesepakatan adat inilah secara
turun temurun atau diterima sejak lahir harus tetap dilestarikan dan memasyarakat
pada suku Sasak.
Strata sosial yang terbentuk di masyarakat tersebut menjadi sebuah
hambatan dalam komunikasi. Seperti yang terjadi di kampung Pedalaman desa
Masbagik Utara Kecamatan Masbagik Kabupaten Lombok Timur Provinsi NTB
memiliki perbedaan kedudukan status strata sosial Ascribed status. Menurut
Soekanto (2014 : 208-209) Ascribed status yaitu kedudukan seseorang yang
dimiliki tanpa memperhatikan perbedaan-perbedaan rohaniah dan kemampuan,
tetapi kedudukan yang diperoleh sejak lahir contohnya kedudukan anak seorang
bangsawan maka akan bangsawan pula. Sama halnya yang terjadi di kampung
Pedalaman desa Masbagik Utara Kecamatan Masbagik Kabupaten Lombok Timur
Provinsi NTB dibagi menjadi golongan darah biru dan golongan masyarakat biasa
yang dimana golongan tersebut didapat sejak lahir.
Perbedaan golongan inilah yang menjadi salah satu hambatan seseorang
saat berkomunikasi, golongan darah biru yaitu orang-orang yang memiliki gelar
nama Lalu (laki-laki), Baiq (perempuan) dan golongan masyarakat biasa Loq
(laki-laki), Laq (perempuan).
Kedua golongan tersebut mempunyai perbedaan cara berkomunikasi dari
segi dialek bahasa. Karena di Lombok memiliki banyak dialek Bahasa daerah
contohnya bahasa halus digunakan oleh golongan darah biru (bangsawan) dan
6
bangsawan menggunakan bahasa sasak biasa. Kekurangan pemahaman non-
bangsawan akan bahasa halus menyebabkan adanya konflik yang dikarenakan
penggunaan bahasa yang kurang tepat seperti ketika non-bangsawan berbicara
dengan bangsawan menggunakan bahasa yang dianggap kurang sopan oleh
bangsawan tetapi dianggap sopan oleh non-bangsawan.
Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis meneliti mengenai
“Hambatan Komunikasi Interpersonal Pada Masyarakat Pendatang Non-
Bangsawan Dengan Masyarakat Asli Bangsawan.”
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang sudah dijelaskan sebelumnya, peneliti
merumuskan masalah dari penelitian ini adalah :
Bagaimana hambatan komunikasi interpersonal pada masyarakat
pendatang non-bangsawan dengan masyarakat asli bangsawan di Kampung
Pedalaman Desa Masbagik Utara Kecamatan Masbagik Kabupaten Lombok
Timur?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari adanya penelitian ini berdasarkan rumusan masalah tersebut
adalah :
Untuk menjelaskan hambatan komunikasi interpersonal pada masyarakat
pendatang non-bangsawan dengan masyarakat asli bangsawan di Kampung
Pedalaman Desa Masbagik Utara Kecamatan Masbagik Kabupaten Lombok
Timur.
7
1.4 Manfaat penelitian
1. Manfaat Akademis
Hasil penelitian ini diharapkan menambah wawasan bagi peneliti
khususnya dalam konteks kajian tentang Komunikasi Interpersonal dan
mengenai masyarakat multikultural. Bagi program studi ilmu komunikasi
diharapkan dapat menjadi rujukan atau referensi bagi penelitian yang
sejenis dimasa yang akan datang.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini dapat digunakan Untuk meningkatkan
pengetahuan dan wawasan tentang hambatan komunikasi intrepersonal
yang terjadi pada masyarakat keturunan bangsawan dan non-bangsawan di
Kampung Pedalaman Desa Masbagik Utara Kecamatan Masbagik
Kabupaten Lombok Timur dan sebagai masukan bagi para orang tua
dalam mempertahankan komunikasi interpersonal di lingkungan budaya,
terutama dalam konteks mempertahankan Bahasa daerah dikalangan
masyarakat keturunan bangsawan.