bab i pendahuluan 1.1 gambaran umum objek penelitian · kemerdekaan no. 1 kota bandung, jawa barat....
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian
Kereta api adalah bentuk transportasi rel yang terdiri dari serangkaian
kendaraan yang ditarik sepanjang jalur kereta api untuk mengangkut kargo atau
penumpang. Ada berbagai jenis kereta api yang dirancang untuk tujuan tertentu. Kereta
api bisa terdiri dari kombinasi satu atau lebih dari lokomotif dan gerbong kereta
terpasang, atau beberapa unit yang digerakkan sendiri. Perusahaan kereta api di
Indonesia adalah PT Kereta Api Indonesia (Persero).
PT Kereta Api Indonesia (Persero) yang selanjutnya disingkat sebagai KAI atau
mengatur, dan
mengurus jasa angkutan kereta api di Indonesia. Layanan PT KAI meliputi angkutan
penumpang dan barang. Alamat kantor pusat PT KAI berada di Jalan Pemrintis
Kemerdekaan No. 1 Kota Bandung, Jawa Barat.
Kereta Api pertama di Indonesia lahir pada tanggal 17 Juni 1864 yang
dipelopori oleh Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij (NIS) dengan rute
Semarang-Tanggung. Setelah diambil alih kedudukannya oleh Jepang sepur di Jawa
yang semula lebarnya hanya 1.435 mm menjadi 1.067 mm. Pada tanggal 17 Agustus
1945 saat proklamasi kemerdekaan Indonesia dikumandangkan karyawan perusahaan
Kereta Api yaitu Angkatan Moeda Kereta Api (AMKA) sukses mengambil alih
kekuasaan perkeretaapian dari Jepang, sehingga pada tanggal 28 September 1945
dilaksanakan pembacaan sikap oleh Ismangil dan sejumlah anggota AMKA bahwa
mulai hari itu kekuasaan perkeretaapian berada di tangan bangsa Indonesia, dan
akhirnya tanggal 28 September 2018 ditetapkan sebagai hari Kereta Api serta
dibentuknya Djawatan Kereta Api Repoeblik Indonesia (DKARI).
Nama DKA diubah menjadi Perusahaan Negara Kereta Api (PKNA) semasa
orde lama. Lalu pada tanggal 15 September 1971 diubah menjadi Perusahaan Jawatan
Kereta Api (PJKA) dan hingga pada tanggal 1 Juni 1999, diubah menjadi PT Kereta
Api (Persero) yang menunjukkan keterbukaannya, akhirnya pada bulan Mei 2010 nama
PT KA diubah kembali menjadi PT Kereta Api Indonesia (Persero) (PT KAI).
PT Kereta Api Indonesia (Persero) menjalankan 2 bisnis angkutan
menggunakan kereta api, yaitu kereta api penumpang dan kereta api barang. Kereta api
penumpang dibagi menjadi 3 kelas yaitu eksekutif (K1), bisnis (K2), dan ekonomi
(K3). Kereta api barang atau kereta bagasi adalah kereta api yang digunakan untuk
mengangkut barang (kargo) dalam skala kecil atau skala besar. Angkutan barang
dengan kereta api dilakukan dengan menggunakan gerbong berupa barang umum,
barang khusus, bahan berbahaya dan beracun, limbah bahan berbahaya dan beracun
(Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007). Kereta api barang terbagi menjadi dua, yaitu
angkutan retail dan angkutan korporasi. Fasilitas yang disediakan untuk angkutan
barang yaitu:
1. Angkutan CPO, PKO & Lateks
2. Angkutan Peti Kemas
3. Angkutan General Cargo
4. Angkutan Pulp
5. Angkutan Semen
6. Angkutan Bahan Bakar Minyak (BBM)
7. Angkutan Batubara
8. Angkutan Pupuk
9. Angkutan Multikomoditi (Baja Coil, Galon Air Mineral)
10. Pengembangan Angkutan (Mobil)
Gambar 1. 1 Angkutan Petikemas
(Sumber: cargo.kai.id, 2018)
PT Kereta Api Indonesia beroperasi di wilayah provinsi Jawa, Sumatera Utara,
Sumatera Selatan, Sumatera Barat, Lampung, dan Aceh. Panjang keseluruhan jalur
kereta Api Indonesia adalah 7.777,40 kilometer dikarenakan 3.708 kilometer jalur
sudah diberhentikan operasinya. PT Kereta Api Indonesia memiliki kantor cabang
sebanyak 14 kantor yang tersebar di berbagai wilayah di Indonesia, yang terdiri dari:
1. A010 Kantor Pusat
2. B010 Daerah Operasi I Jakarta (angkutan semen, petikemas, BBM,
Batubara, BHP)
3. B020 Daerah Operasi II Bandung (angkutan semen, petikemas, BHP)
4. B030 Daerah Operasi III Cirebon (angkutan semen, BHP)
5. B040 Daerah Operasi IV Semarang (angkutan semen, petikemas, BBM,
BHP)
6. B050 Daerah Operasi V Purwokerto (angkutan semen, BBM, pupuk, BHP)
7. B060 Daerah Operasi VI Yogyakarta (angkutan semen, BBM, pupuk, BHP)
8. B070 Daerah Operasi VII Madiun (angkutan semen, BBM, BHP)
9. B080 Daerah Operasi VIII Surabaya (angkutan semen, petikemas, BBM,
BHP)
10. B090 Daerah Operasi IX Jember (angkutan semen, BHP)
11. C010 Divisi Regional 1 Sumatra Utara (angkutan petikemas, BHP, CPO)
12. C020 Divisi Regional 2 Sumatra Barat (angkutan semen)
13. C031 Divisi Regional 3 Sumatra Selatan (angkutan semen, BBM, Batubara,
Pulp, Pupuk)
14. C032 Divisi Regional 4 Tanjungkarang (angkutan semen, BBM, Batubara)
Daerah Operasi III Cirebon atau disingkat dengan Daop 3 Cirebon atau Daop
III CN adalah salah satu daerah operasi perkeretaapian Indonesia, di bawah lingkungan
PT Kereta Api Indonesia (Persero) yang berada di bawah Direksi PT Kereta Api
Indonesia dipimpin oleh seorang Vice President (VP) yang berada dibawah dan
bertanggung jawab kepada Direksi PT Kereta Api Indonesia. Tugas pokok Daerah
Operasi adalah menyelenggarakan pengusahaan angkutan kereta api, merumuskan dan
menyusun program pembinaan angkutan penumpang dan barang, serta pengendalian
pelaksanaan angkutan penumpang dan barang di wilayah Daerah Operasi.
Moda kereta api (KA) merupakan salah satu moda transportasi yang
mempunyai layanan angkutan penumpang dan barang. Pada hakikatnya KA
merupakan salah satu moda transportasi darat yang murah, khususnya untuk
pergerakan barang jarak jauh. Moda ini sesuai untuk mengangkut komoditas bahan
mentah dengan volume muatan yang besar atau produk akhir yang nilai per unitnya
rendah dan tidak sensitif waktu (Lestari, 2017).
Kereta api sebagai pilihan moda lebih banyak ditinjau dari sisi shipper.
Sebagaimana disebutkan diatas, ada dua pertimbangan utama untuk memilih moda
transportasi; harga dan waktu transit. Biaya transportasi merupakan biaya total yang
harus dikeluarkan oleh shipper untuk memindahkan barangnya dari gudang asal sampai
ke gudang tujuan akhir. Untuk pengiriman komoditas yang nilai per unitnya rendah
dan dalam volume besar, kereta api menjadi pilihan karena kapasitas angkutnya yang
sangat besar. Sebuah gerbong datar atau gerbong barang dapat berkapasitas dua kali
lipat kapasitas truk (Yunani, 2015).
Disamping itu, untuk angkutan hi-volume, kelebihan lainnya antara lain waktu
tempuh yang lebih pasti (saat ini volume angkutan jalan raya sudah sangat padat dan
kondisi infrastruktur jalan juga buruk sehingga waktu tempuh moda jalan darat menjadi
sulit diprediksi), lebih aman, tanpa pungutan lain-lain, mengurangi polusi
(diperkirakan emisi gas buangan mencapai 1/8 sampai 1/10 dari angkutan dengan truk),
penghematan BBM (diperkirakan bisa mencapai 1 juta liter atau setara 3000 ton CO2
per tahun), dan tentu saja mengurangi kepadatan dan kemacetan jalan raya (Yunani,
2015).
1.2 Latar Belakang Penelitian
Penelitian ini adalah tentang bagaimana transportasi kereta api barang di
Indonesia terutama di Daerah Oprasional III dapat meningkatkan daya saing ekonomi.
Daerah Operasi III Cirebon atau disingkat dengan Daop 3 Cirebon atau Daop III CN
adalah salah satu daerah operasi perkeretaapian Indonesia, di bawah lingkungan PT
Kereta Api Indonesia (Persero) yang berada di bawah Direksi PT Kereta Api Indonesia
dipimpin oleh seorang Vice President (VP) yang berada dibawah dan bertanggung
jawab kepada Direksi PT Kereta Api Indonesia. Tugas pokok Daerah Operasi adalah
menyelenggarakan pengusahaan angkutan kereta api, merumuskan dan menyusun
program pembinaan angkutan penumpang dan barang, serta pengendalian pelaksanaan
angkutan penumpang dan barang di wilayah Daerah Operasi. Saat ini angkutan
barang/kargo yang dilayani kereta api di Daerah Oprasional III hanya kereta angkutan
semen. Yang harus dipertimbangkan adalah sistem pengiriman dan pelayanan yang
saat ini di bawah ekspektasi pelanggan karena dinilai inefisiensi dan kurang dapat
diandalkan.
Saing, menurut Atkinson (2013), adalah konsep ekspresif terkait dengan tingkat
nasional produktivitas. The International Institute for Management Development
(IMD) World Competitiveness Yearbook mendefinisikan daya saing sebagai
bagaimana sebuah perekonomian mengelola totalitas sumber daya dan kemampuan
untuk meningkatkan kesejahteraan penduduknya (Atkinson, 2013 dalam Mathabatha,
2015).
Menurut Woroniuk (2014) dominansi angkutan barang jalan raya dapat
menyebabkan dampak yang negatif antara lain tingginya jumlah kendaraan di jalan
raya dan tingginya emisi atau polutan. Hal ini dapat menyebabkan rusaknya
infrastruktur sehingga nantinya malah menambah biaya perbaikan infrastruktur yang
tidak terduga. Komoditi barang di pulau jawa yang biasa diangkut dengan angkutan
barang dijalan raya antara lain pasir, semen dan bahan kimia dimana apabila muatannya
berlebih atau overload dapat menyebabkan kerusakan infrastruktur maka dari itu
angkutan barang dengan kereta api dianggap lebih baik dari segi ekonomi dan
lingkungan.
Penggunaan angkutan kereta barang, akan memberikan keuntungan yang lebih
baik terhadap produsen, konsumen dan lain-lain. Salah satu keuntungannya adalah
biaya logistik dapat ditekan sehingga harga penjualan akan lebih murah. Beberapa
tujuan yang akan dicapai, yakni menurunkan biaya dan memperlancar arus barang,
hingga meningkatkan pelayanan logistik. Setidaknya, dapat meningkatkan daya saing
antar produk nasional di pasar global dan pasar domestic (Ramadhan, 2017).
Berdasarkan data dari Rencana Induk Perkeretaapian Nasional (2011), dapat
dilihat prakiraan jumlah perjalanan barang menggunakan moda kereta api adalah untuk
perjalanan barang menggunakan moda kereta api pada tahun 2030 diperkirakan
mencapai 995,5 juta ton/tahun. Perjalanan barang dominan terjadi di Pulau Jawa-Bali
yaitu sebesar 534 juta ton/tahun (53,6%) dan di Pulau Sumatera sebesar 403 juta
ton/tahun (40,5%) sehingga total perjalanan barang di Pulau Jawa-Bali dan Pulau
Sumatera mencapai 937 juta ton/tahun (94,1%). Sehingga dapat diketahui bahwa
jumlah perjalanan barang menggunakan moda kereta api paling besar adalah di Pulau
Jawa-Bali seperti yang dapat dilihat pada tabel dibawah ini,
Tabel 1.1 Prakiraan Jumlah Perjalanan Barang Menggunakan Moda Kereta Api
Tahun 2030
Pulau
Perjalanan
Barang
(ton/tahun)
Total Barang
Jawa -Bali 534.000.000
Sumatera 403.000.000
Kalimantan 25.000.000
Sulawesi 27.000.000
Papua 6.500.000
Total 995.500.000
Sumber : (RIPNAS KAI, 2011)
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa daerah Jawa-Bali melakukan perjalanan
barang menggunakan moda kereta api paling besar dibandingkan pulau lain. Dimana
di Pulau Jawa-Bali sendiri menurut Rencana Induk Perkeretaapian Nasional (2011)
akan adanya pengembangan jaringan dan layanan kereta api yang akan dikembangkan
di tahun 2030 dimana antara lain adalah pengembangan jalur double track Cirebon-
Semarang, revitalisasi jalur kereta api Cirebon-Kadipaten lalu pengembangan Stasiun
Waruduwur Cirebon diakibatkan pergerakan logistik di Kota Cirebon semakin
meningkat dan Cirebon menjadi kawasan industri yang menjadikan peneliti
menjadikan DAOP 3 Cirebon menjadi objek didalam penelitian ini. Selain itu juga
komoditas yang diangkut dari DAOP 3 tidak sebanyak dari daerah operasi lain, yaitu
hanya kereta api angkutan semen.
Selanjutnya diketahui berdasarkan data dari Rencana Induk Perkeretaapian
Nasional atau RIPNAS (2011) bahwa akan adanya peningkatan kebutuhan layanan
perkeretaapian hingga tahun 2030 mendatang dimana pada tahun 2009 permintaan
kebutuhan layanan angkutan barang hanya sebesar 18.95 juta ton/tahun dan
diperkirakan pada tahun 2030 nanti sebesar 995.5 juta ton/tahun seperti pada grafik
dibawah ini,
Gambar 1.2 Kebutuhan Layanan Barang Menggunakan Moda Kereta Api
Sumber : (RIPNAS KAI, 2011)
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (2017), jumlah angkutan barang
yang menggunakan kereta api dari tahun 2013 hingga tahum 2017 meningkat. Tercatat
pada tahun 2013 jumlah barang yang diangkut sebanyak 26,7 juta ton dan pada tahun
2017 sebanyak 43,3 juta ton. Berikut jumlah barang yang diangkut melalui kereta api
berdasarkan pulau pada tahun 2013 sampai 2017:
Tabel 1. 1 Jumlah Barang Angkutan Kereta Api Pulau Jawa dan Sumatra 2013-2017 (Ribu-ton)
(Sumber: bps.go.id, 2018)
PT Kereta Api Indonesia (KAI) mengungkapkan alasan kurang berminatnya
pelaku usaha untuk mengangkut barang menggunakan kereta api. Direktur Komersial
Kuncoro Wibowo (2017) mengatakan, saat ini hampir 90 persen pelaku usaha masih
menggunakan truk untuk mengangkut barangnya, sedangkan pengguna jasa angkutan
barang lewat kereta api hanya 1 persen (Fauzi, 2017).
Gambar 1. 2 Distribusi Moda Transportasi Barang
(Sumber: Indonesia Infrastructure Initiative, 2015-2016)
Menurut Senior Consultant at Supply Chain Akhmad Yunani (2015)
Kelemahan angkutan jalan raya menimbulkan lonjakan permintaan angkutan KA.
Namun kenaikan ini tentu saja tidak bisa seluruhnya dipenuhi sehingga pada akhirnya
juga berdampak pada kualitas pelayanan KA. Disain infrastruktur KA (stasiun, gudang,
CY, dan juga rel) besifat fixed dan pada umumnya dedicated untuk komoditas tertentu
sehingga tidak mudah untuk digunakan multi komoditas. Gudang untuk semen tidak
mungkin digunakan secara bersama dengan consumer goods. Stockpile untuk batu bara
juga hanya digunakan untuk batu bara. Jalur rel tidak bisa dirubah (Yunani, 2015).
Disamping itu, KA kurang fleksibel karena hanya mampu mengangkut dari
stasiun ke stasiun. Angkutan dengan KA masih harus melibatkan moda lain, terutama
truk, sebagai feeder untuk pick-up dari gudang shipper maupun forwarder untuk
delivery ke gudang receiver. Kegiatan cross-docking antar moda tersebut juga
bertambah, dan pada akhirnya dapat menimbulkan biaya yang meningkatkan biaya
transportasi secara keseluruhan (Yunani, 2015).
Dari sisi pengelola moda, biaya investasi untuk mengoperasikan KA juga
sangat besar. Biaya ini mencakup biaya investasi (pengadaan alat operasi dan
pemeliharaan sarana prasarana baik moda maupun pendukungnya) dan biaya operasi.
Untuk itu, skala ekonomis sangat menentukan kelayakan pengoperasian moda KA
(Yunani, 2015).
Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) Kyatmaja
Lookman (2018) mengaku saat ini biaya angkut barang malui kereta api lebih mahal
10-15 persen. Selama harga angkutan kereta lebih mahal dari truk itu tidak akan dipilih.
Jadi kereta api butuh dukungan pemerintah supaya bisa membuat harga bersaing
dengan truk (Praditya, 2018).
1.3 Perumusan Masalah
Cris Kuntadi (2018) mengatakan bahwa transportasi barang (logistik) di
Indonesia masih didominasi oleh angkutan jalan, khususnya dengan menggunakan
truk. Pemilihan pengiriman barang ekspedisi menggunakan moda truk banyak dipilih
oleh perusahaan jasa pengiriman ekspedisi, karena tidak terikat oleh waktu mengingat
pengiriman barang dapat dilakukan kapan saja. Dengan demikian angkutan truk
menjadi pilihan utama untuk pengiriman barang (Praditya, 2018).
Besarnya volume penggunaan truk untuk angkutan barang menyebabkan
tingginya beban jalan. Ditambah lagi dengan jumlah muatan yang diangkut truk yang
melebihi kapasitas yang ditentukan. Kondisi ini pada akhirnya menimbulkan kerusakan
jalan, kemacetan, serta dampak lainnya seperti pemborosan bahan bakar, pungutan liar
(pungli), kemacetan, dan polusi yang dapat meningkatkan emisi gas buang, dan
bertambahnya biaya pemeliharaan jalan (Kuntadi, 2018).
Berdasarkan data Rencana Induk Perkeretaapian Nasional (RIPNas 2030)
jaringan prasarana perkeretaapian di Indonesia saat ini hanya terdapat di Pulau Jawa
dan Pulau Sumatera. Pada Pulau Jawa, konsentrasi pelayanan yang terbesar adalah
untuk angkutan penumpang dan hanya sedikit melayani angkutan barang. Sebaliknya,
di Pulau Sumatera, angkutan barang lebih dominan. Keterbatasan jaringan prasarana
perkeretaapian di Indonesia menyebabkan pengembangan jaringan pelayanan
perkeretaapian belum dapat memenuhi kebutuhan pelayanan angkutan penumpang dan
barang di Indonesia (RIPNas 2030, 2011)
Selain itu, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mengakui angkutan kereta
api barang belum kompetitif dibandingkan truk. Beberapa penyebab di antaranya
distribusi menggunakan kereta api barang belum bisa dilakukan secara door to door,
dan beban Pajak Pertambahan Nilai (PPN) senilai 10 persen membuat tarif angkut
kereta api barang menjadi lebih mahal (Abdul, 2018)
Direktur PT Kereta Api Indonesia Edi Sukmoro (2018) menyebutkan masalah
tarif memang menjadi pertimbangan khusus terlebih para pengusaha logistik juga harus
memikirkan biaya lanjutan setelah barang selesai dikirimkan dengan kereta. Tentunya
tarif harus menjadi pertimbangan karena jangan sampai pemilik barang ini merasa
begitu dipindahkan ke KAI malah dia mendapat beban (biaya) yang lebih berat (Public
Relations KAI, 2018).
Di Daerah Operasi III saat ini hanya memiliki 2 angkutan kereta api barang
skala besar existing yaitu kereta api semen dari PT Holcim dan PT Indocement. Hal ini
berbeda dengan daerah operasi lain yang memiliki angkutan lebih dari satu komoditas
untuk skala besar. Maka penelitian ini akan meninjau daya saing ekonomi kereta
barang di Daerah Operasi III dari pertimbangan pemilihan angkutan oleh customer,
dampak lingkungan, infrastruktur, dan pengembangan kereta api barang, untuk
menyusun langkah strategis agar kereta api barang di Daerah Operasi III bisa lebih
ditingkatkan.
1.4 Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
pertanyaan penelitiannya adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana persepsi pegawai PT Kereta Api Indonesia (Persero) terhadap
preferensi angkutan barang, dampak lingkungan, perbaikan infrastruktur, dan
pengembangan transportasi?
2. Bagaimana persepsi konsumen dibandingkan dengan persepsi pegawai PT
Kereta Api Indonesia (Persero) terhadap preferensi angkutan barang, dampak
lingkungan, perbaikan infrastruktur, dan pengembangan transportasi?
3. Apa saja strategi pengembangan daya saing angkutan barang PT Kereta Api
Indonesia (Persero) Daerah Operasi III yang harus dilakukan?
1.5 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui persepsi pegawai PT Kereta Api Indonesia (Persero) terhadap
preferensi angkutan barang, dampak lingkungan, perbaikan infrastruktur, dan
pengembangan transportasi
2. Mengetahui persepsi konsumen dibandingkan dengan persepsi pegawai PT
Kereta Api Indonesia (Persero) terhadap preferensi angkutan barang, dampak
lingkungan, perbaikan infrastruktur, dan pengembangan transportasi
3. Merumuskan strategi pengembangan daya saing angkutan barang PT Kereta
Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi III yang harus dilakukan
1.6 Manfaat Penelitian
1.6.1 Aspek Teoritis
Manfaat dari penelitian ini dilihat dari aspek teoritis adala dapat menjadi
referensi dan bahan untuk melakukan penelitian penelitian dimasa yang akan datang
khususnya penelitian yang berkaitan dengan strategi transportasi kereta api pada daya
saing ekonomi Indonesia.
1.6.2 Aspek Praktis
Manfaat dari penelitian ini apabila dilihat dari aspek praktis adalah sebagai
bahan evaluasi untuk Pemerintah dan Perusahaan penyedia jasa angkutan kereta api
agar melakukan upaya strategis untuk mengedepankan transportasi logistik di darat
menggunakan kereta api sehingga dapat meningkatkan daya saing ekonomi kereta api
barang di Daerah Operasi III dan keseluruhan di Indonesia
1.7 Ruang Lingkup Penelitian
Untuk mencegah adanya penyimpangan jalur pembahasan didalam penelitian,
maka perlu adanya batasan batasan dan ruang lingkup yang jelas dalam penelitian.
Ruang lingkup di dalam penelitian ini meliputi transportasi kereta api di Indonesia
dalam hal daya saing Transportasi. Penelitian ini difokuskan pada penyedia sistem
kereta api, yaitu PT Kereta Api Indonesia (Persero) yang beroprasi, dimana perusahaan
dapat meningkatkan pelayanan angkutan dan sistem angkutan barang dan mengarahkan
beban angkutan di jalan raya yang saat ini untuk menggunakan kereta api, dan
perusahaan pengguna kereta api barang di Daerah Operasi III. Perusahaan-perusahaan
tersebut merupakan sampel dari penelitian ini. Secara umum, penelitian ini menguji
efisiensi sistem transportasi kereta api barang di Indonesia dan bisa lebih kompetitif.
1.8 Sistematika Penulisan Tugas Akhir
BAB I PENDAHULUAN
Pendahuluan disajikan pada bab pertama isi penelitian ini yang didalamnya terdapat
uraian dari gambaran objek penelitian, latar belakang masalah, perumusan masalah
penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, ruang lingkup penelitian dan
sistematika penulisan tugas akhir.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab kedua ini, disajikan mengenai teori teori terkait penelitian dan penelitian
terdahulu, lalu kerangka pemikiran penelitian serta hipotesis penelitian.
BAB III METODE PENELITIAN
Didalam bab metode penelitian menegaskan karakteristik penelitian, lalu alat untuk
pengumpulan data, tahapan penelitian, populasi dan sampel, uji validitas dan
reliabilitas serta teknik analisis data dan pengujian hipotesis.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Di bab inilah dibahas mengenai karakteristik responden (sampel) serta hasil penelitian
dan pembahasan hasil penelitian.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Didalam bab terakhir ini dijelaskan mengenai kesimpulan dan saran berdasarkan
keempat bab diatas dan penelitian yang telah dilakukan.
(halaman ini sengaja dikosongkan)