bab i dme dari kelapa sawit
DESCRIPTION
pembuatan dimethyl ethanol dari tkks(tandan kosong kelapa sawit)TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sektor pertanian dan perkebunan memiliki peranan yang penting dalam
pembangunan ekonomi nasional. Dalam keadaan perekonomian Indonesia saat ini,
akibat nilai tukar dolar yang meningkat dan tidak menentu, maka harga kebutuhan
impor maupun bahan baku industri semakin mahal. Untuk mengatasi hal tersebut kita
perlu mengadakan penelitian yang berdasarkan pada pemanfaatan sumber daya alam
secara lebih produktif serta memperhatikan aspek kelestarian lingkungan.
Menurut data yang dikeluarkan oleh departemen pertanian tahun 2010 di
Indonesia terdapat produksi kelapa sawit sebesar 21,58,120 ton/tahun kemudian pada
tahun 2011 meningkat sebesar 23,064,636 ton/tahun. Dengan produksi kelapa sawit
yang meningkat maka pabrik pengolahan kelapa sawit mempunyai potensi besar
selain menghasilkan crude palm oil (CPO) juga menghasilkan limbah padat yang
jumlahnya berlimpah. Limbah padat ini berupa tandan kosong, cangkang dan serabut.
Rata-rata limbah padat yang dihasilkan tiap tahunnya adalah 42,5 % ton/tahun dari
jumlah produksi kelapa sawit di Indonesia.
Tabel 1.1 Produksi Limbah Kelapa sawit di Sumatera dan kalimantan
Jumlah Limbah Kelapa Sawit
3113106,725
3574583,625
3868058,45
3957921,725
4245561,725
6299695,1
6433480,425
6531201,95
7116584,625
7756515,625
8195618,4
Limbah kelapa sawit yang digunakan sebagai pengganti gas alam adalah
limbah kelapa sawit berkualitas rendah yang sudah tidak digunakan dan harganya
relatif murah. Komponen yang dikandung limbah kelapa sawit memungkinkan
limbah kelapa sawit untuk dapat digunakan sebagai bahan baku industri metanol
menggantikan gas alam. Pemanfaatan limbah kelapa sawit ini diharapkan dapat
membantu meningkatkan nilai jual dari limbah kelapa sawit itu sendiri.
Dimethyl ether adalah bahan bakar multi-source (dapat didapatkan dari
banyak sumber), diantaranya dari gas alam, fuel oil, batubara, dan biomassa.
Kebutuhan dimethyl ether di indonesia sebagian besar masih diperoleh dari impor
dari negara jepang, china, taiwan dan sebagian eropa.
Dimethyl ether merupakan salah satu produk kimia yang berguna sebagai
bahan bakar alternatif pengganti energi fosil. Dimethyl ether tergolong bahan
alternatif yang dapat diperbaharui dan dapat digunakan untuk mesin diesel serta untuk
kompor gas sebagai bahan bakar rumah tangga. Dimethyl ether memiliki
monostruktur kimia yang sederhana (CH3-O-CH3), berbentuk gas pada ambient
temperature (suhu lingkungan) dan dapat dicairkan seperti halnya Liquefied
Petroleum Gas (LPG) sehinggga infrastruktur untuk LPG dapat juga digunakan untuk
dimethyl ether. Saat ini, dimethyl ether diproduksi dari gas alam melalui reaksi
dehidrasi metanol. Namun, gas alam merupakan sumber daya alam yang tidak dapat
diperbaharui, sehingga akhir-akhir ini muncul alternatif bahan baku yang bersifat
diperbaharui salah satunya adalah biomassa. Pada pra rancangan pabrik ini biomassa
yang digunakan adalah tandan kosong kelapa sawit (TKKS).
1.2. Penetapan Kapasitas ProduksiDalam pendirian pabrik dimethyl ether di Indonesia ada beberapa
pertimbangan-pertimbangan yang harus dilkaukan, yaitu :a. Proyeksi kebutuhan pasarb. Ketersediaan bahan bakuc. Kapasitas minimal1.2.1. Proyeksi kebutuhan pasar
Sumber energi di Indonesia terus berkurang seadangkan kebutuhan akan bahan bakar terus meningkat, meningkatnya kebutuhan akan bahan bakar tidak diimbangi oleh produksi yang cukup ini dapat d lihat dari jumlah impor LPG maupun solar yang dari tahun ketahun terus meningkat sebagaimana yang terlihat pada table berikut :
Tabel 1.2.1.1. Produksi dan kebutuhan LPG dan Solar di Indonesia
TahunLPG Solar
Produksi (Ton) Kebutuhan (Ton) Produksi (Ton) Kebutuhan (Ton)
2009 2,185,950
3,014,621
13,278,720
20,019,117
2010 2,478,371
4,100,330
15,184,820
23,070,310
2011 2,285,439
4,277,213
15,221,780
25,796,287
2012 2,492,609
4,994,271
16,932,160
25,195,054
(sumber : departemen Perindustrian dan Perdagangan)
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa pemenuhan kebutuhan bahan bakar di Indonesia setiap tahunnya masih belum mencukupi sehingga tetap dilakukan impor untuk memenuhi kekurangan produksi dalam negeri.
Pabrik Dimethyl Ether ini akan dididirikan pada tahun 2020 maka untuk
mengetahui data proyeksi Impor, Ekspor, produksi dan kebutuhan lokal Dimethyl
Ether pada tahun 2020 dapat dihitung dengan menggunakan metode Least Square
Time.
Metode Least Square Time:
Y = ax + b
Maka,
a =
(nΣ xy−Σx . Σy )(n . Σx2−( Σx )2
b =
Σy−a. Σxn
Dimana : y = variable terikat x = variable bebas
a = slope of regration b = axis intersep
n = jumlah data
Dari teori perkiraan least square maka didapat kebutuhan DME sebagai berikut:
Tabel 1.2.1.2. Proyeksi produksi LPG pada tahun 2020
TahunTahun ke-
(X) Produksi (Y)
2004 1 2,02
6,935
2005 2 1,82
7,814
2006 3 1,42
8,490
2007 4 1,40
9,430
2008 5 1,69
0,766
2009 6 2,18
5,950
2010 7 2,47
8,371
2011 8 2,28
5,439
2012 9 2,49
2,609
Maka didapatkan persamaan least square untuk produksi sebagai berikut :
Y=89292x + 1000000
Dalam bentuk grafik, yaitu :
f(x) = 89291.72 x + 1484579.78R² = 0.473129620641042
Tahun ke-
prod
uksi
(Ton
)
Gambar 1.1 Perkembangan produksi LPG
Pada tahun ke-17 (2020) maka produksi LPG sebayak :
Y=89292x + 1000000
Y=89292(20) + 1000000
Y=2785840 Ton
Tabel 1.2.1.3. Proyeksi kebutuhan impor LPG pada tahun 2020
TahunTahun ke-
(X) Impor (Y)
2004 1 3
2,994
2005 2 2
2,166
2006 3 6
8,997
2007 4 137
,760
2008 5 418
,139
2009 6 917
,171
2010 7 1,621
,959
2011 8 1,991
,774
2012 9 2,501
,662
Maka didapatkan persamaan least square untuk impor sebagai berikut :
Y=277720x - 68593
Dalam bentuk grafik, yaitu :
f(x) = 277719.88 x − 685930.24R² = 0.870128003237362
tahun ke-
impo
r (To
n)
Gambar 1.2 Perkembangan impor LPG
Pada tahun ke-17 (2020) maka impor LPG sebayak :
Y= 277720x – 68593
Y= 277720(17) – 68593
Y= 5485807 Ton
Tabel 1.2.1.4. Proyeksi kebutuhan LPG padadalam negeri tahun 2020
TahunTahun ke-
(X) Kebutuhan (Y)
2004 1 1,078
,149
2005 2 834
,614
2006 3 1,207
,789
2007 4 1,278
,679
2008 5 2,008
,405
2009 6 3,014
,6212010 7 4,100
,330
2011 8 4,277
,213
2012 9 4,994
,271
Maka didapatkan persamaan least square untuk kebutuhan sebagai berikut :
Y= 477300x – 11900
Dalam bentuk grafik, yaitu :
f(x) = 477301.33 x − 118999.51R² = 0.918465822112307
tahun ke-
Kebu
tuha
n (
Ton)
Gambar 1.3 Perkembangan kebutuhan LPG
Pada tahun ke-17 (2020) maka kebutuhan LPG sebayak :
Y= 477300x - 11900
Y= 477300(17) - 11900
Y= 8102200 Ton
Tabel 1.2.1.5. Proyeksi produksi solar pada tahun 2020
TahunTahun ke-
(X) Produksi (Y)
2009 1 13,278,720
2010 2 15,184,820
2011 3 15,221,780
2012 4 16,932,160
Maka didapatkan persamaan least square untuk produksi sebagai berikut :
Y= 1000000x + 10000000
Dalam bentuk grafik, yaitu :
f(x) = 1099728 x + 12405050R² = 0.904689358029659
tahun ke-
Prod
uksi
(Ton
)
Gambar 1.4 Perkembangan produksi solar
Pada tahun ke-12 (2020) maka produksi solar sebayak :
Y= 1000000x + 10000000
Y= 1000000(12) + 10000000
Y= 22000000 Ton
Tabel 1.2.1.6. Proyeksi impor solar pada tahun 2020
Tahun Tahun ke- impor (Y)
(X)
2009 1 6,918,152
2010 2 8,497,025
2011 3 10,895,268
2012 4 8,326,926
Maka didapatkan persamaan least square untuk impor sebagai berikut :
Y= 66245x + 7000000
Dalam bentuk grafik, yaitu :
f(x) = 662456.31 x + 7003202.01R² = 0.268640363776908
tahun ke-
Impo
r (To
n)
Gambar 1.5 Perkembangan impor solar
Pada tahun ke-12 (2020) maka produksi solar sebayak :
Y= 66245x + 700000
Y= 66245(12) + 700000
Y= 7794940 Ton
Tabel 1.2.1.7. Proyeksi kebutuhan solar pada tahun 2020
TahunTahun ke-
(X) kebutuhan (Y)
2009 1 20,019,117
2010 2 23,070,310
2011 3 25,796,287
2012 4 25,195,054
Maka didapatkan persamaan least square untuk kebutuhan sebagai berikut :
Y= 908667x + 20000000
Dalam bentuk grafik, yaitu :
f(x) = 1825378.64 x + 18956745.56R² = 0.81484343861566
tahun ke-
Impo
r (To
n)
Gambar 1.6 Perkembangan kebutuhan solar
Pada tahun ke-12 (2020) maka produksi solar sebayak :
Y= 908667x + 20000000
Y= 908667(12) + 20000000
Y= 30904000 Ton
Berdasarkan pada data kebutuhan, produksi serta impor bahna bakar LPG maupun solar di Indonesia, maka pada tahun 2020 diperkirakan DME yang dapat dikonsumsi sebagai pengganti bahan bakar diatas sebesar 13.280.474 Ton dan ini merupakan peluang pasar yang sangat baik terutama untuk menutupi kebutuhan impor bahan bakar yang akhirnya dapat menghemat devisa Negara.
1.2.2. Ketrsediaan bahan baku
Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan DME Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS). TKKS dapat diperoleh dari PT. Raja Garuda Mas dan Wilmar International Group di Medan, Sumatera Utara dan Propinsi Sumatera merupakan produsen terbesar di Indonesia dengan kapasitas produksi 17 juta ton di tahun 2012. Dengan setiap pengolahan 1 ton tandan buah segar kelapa sawit akan menghasilkan sebanyak 22-23 % TKKS atau sebanyak 220 – 230 kg TKKS. Berikut ini adalah data produksi kelapa sawit di Indonesia pada tahun 2008 – 2012.
Tabel 1.4 Produksi Kelapa sawit di Indonesia 2008-2012 (ton)
1.2.3. Kapasitas minimalDari hasil seminar international DME association tahun 2006
diperolah informasi produksi paling besar yang telah dibuat untuk
memproduksi DME sebesar 800000 Ton/Tahun. Proses ini dilakukan dengan motoda dehidrasi methanol dan memiliki kemurnian sampai 99%. Dengan melihat peluang pasar yang besar akan DME di dalam negeri serta mudahnya memperoleh bahan baku maka penetapan kapasitas pabrik yang akan didirikan sebesar kebutuhan impor LPG dan solar tahun 2020 yaitu sebesar 13.280.474 Ton pertahun.Dari beberapa hal tersebut di atas, maka dalam perancangan pabrik DME menggunakan metoda indirect synthesis dengan pertimbangan :
1. produksi DME sebbesar 13.280.474 Ton pertahun mampu memenuhi kebutuhan bahan bakar dalam negeri dan juga menghilangkan impor bahan bakar dari luar negeri.
2. Dapat memacu perkembangan industri lain di dalam negeri yang menggunakan DME sebagai bahan bakunya.
3. Dapat menghemat cadangan sumber daya mineral yang tak dapat diperbaharui, sehingga harga bahan bakar lebih stabil.
4. bahan baku biomassa dapat dipenuhi dari dalam negeri ,dan dapat diperbaharui yang otomatis lebih mensejahterakan para petani karena sekam padi menjadi barang bernilai ekonomis.
1.3. Bahan Baku dan Produk
1.3.1 Spesifikasi bahan baku dan produk
1.3.1.1 Bahan baku
A. Limbah kelapa sawit
Analisa Proximet
(% berat)
Tandan Kosong
Kelapa Sawit
Serabut Tempurung
(cangkang)
Moisture 58.60 31.84 12
Volatile 30.44 48.61 68.20
Fixed karbon 8.04 13.20 16.30
Ash 2.92 6.35 3.50
Analisa Elemental
(%)
Tandan Kosong
Kelapa Sawit
Serabut Tempurung
(cangkang)
C 15.11 31.35 44.44
H 1.51 4.57 5.01
N 2.57 0.02 0.28
O 1.13 25.63 34.70
1.3.1.2 Bahan pembantu
A. Hidrogen
Sifat fisik :
Rumus Molekul : H2
Berat molekul : 1.016
Densitas : (0 °C, 101.325 kPa)0.08988 g/L Liquid dan
0.07 (0.0763 solid)
Titik Didih (760 mmHg) : -252,87 oC
Titik Beku : -259,14 oC
Tekanan kritis (pc) : 1,293MPa
Temperatur Kritis (tc) : 32,97 K
Kapasitas panas : (25 °C) (H2) 28.836 J·mol−1·K−1
Sifat kimia:
suhu dan tekanan standar, hidrogen tidak berwarna, tidak berbau, bukan
logam, hambar,.
gas diatomik yang sangat mudah terbakar dengan rumus molekul H2
B. Karbon dioksida
Sifat fisik :
Rumus Molekul : CO2
Berat molekul : 44.01
Densitas : 1562 kg/m3 (solid at 1 atm and −78.5 °C)
Titik Didih (760 mmHg) : -78.5 oC
Titik Beku : -56.6 oC
Tekanan kritis (pc) : 73.825 bar
Temperatur Kritis (tc) : 31.01 K
Kapasitas panas : (25 °C) 37.135 J/K mol
C. Karbon monoksida
Sifat fisik :
Rumus Molekul : CO
Berat molekul : 28.01
Densitas : 1.25 g/L (at 1 atm and 0 °C)
Titik Didih (760 mmHg) : -191.5 oC
Titik Beku : -205 oC
Tekanan kritis (pc) : 35 bar
Temperatur Kritis (tc) : -140.3 oC
Kapasitas panas : (1.013 bar and 15.6 °C): 0.029 kJ/(mol.K)
D. Katalis Cu/Al2O3
Sifat fisik :
Rumus Molekul : Cu/Al2O3
Berat molekul : 101.96
Bentuk fisik : padat
Titik Didih (760 mmHg) : 2980 oC
Spesific grafity : 4
1.3.1.3 Produk
A. Dimethyl Eter
Rumus Molekul : CH3OCH3
Berat molekul : 46.08
Densitas gas : 0.1222 (lb/ft3)
Titik Didih (760 mmHg) : -23.7 oC
Titik Beku : -138.5 oC
Tekanan kritis (pc) : 73.825 bar
Temperatur Kritis (tc) : 126.9 oC
Kapasitas panas : (25 °C) 65.57 J K−1 mol−1
1.4. Lokasi dan Letak Pabrik1.5. Lokasi Pabrik
Lokasi pabrik merupakan salah satu faktor penting dalam proses pendirian
sebuah industri. Pemilihan lokasi pabrik secara geografis dapat memberikan pengaruh
yang besar terhadap lancarnya kegiatan industri karena memilih lokasi pabrik yang
tepat dapat menaikan daya guna dan menghemat biaya produksinya. Beberapa faktor
yang dijadikan pertimbangan dalam menentukan lokasi pabrik antara lain adalah
ketersediaan bahan baku, daerah pemasaran, transportasi, utilitas, tenaga kerja, dan
lain-lain. Lokasi pabrik dimethyl ether direncanakan didirikan di Kawasan Industri
Medan merupakan sebuah kawasan industri yang terletak di Sumatera Utara, Medan.
Lokasi Kawasan Industri Medan sangat strategis:
Dihubungkan oleh jalan tol menuju pusat kota dan pelabuhan laut
Jarak menuju ke pelabuhan laut 15 km
Jarak menuju ke Balai kota 10 km
Jarak menuju ke pelabuhan udara 20 km
60 km menuju ke Berastagi
Jarak menuju ke Danau Toba 170 km
Gambar 1.3 Lokasi Pendirian Pabrik DME di Provinsi Sumatera Utara
Dipilihnya lokasi Kawasan Industri Medan dengan pertimbangan sebagai
berikut :
1. Penyediaan Bahan Baku
Tandan kosong kelapa sawit (TKKS) dapat diperoleh dari PT. Raja Garuda
Mas dan Wilmar International Group di Medan, Sumatera Utara dan Propinsi
Sumatera merupakan produsen terbesar di Indonesia dengan kapasitas produksi 17
juta ton di tahun 2012.
2. Pemasaran
Pabrik Dimethyl Ether terutama ditujukan untuk memenuhi kebutuhan dalam
negeri. Target pemasaran ialah pengolahan LPG maupun solar milik PERTAMINA.
Karena produksi migas di daerah kalimatan telah mengalami penurunan, sehingga
pabrik ini didirikan di kwasan kalimantan bertujuan untuk meningkatkan
perekonomian dan pemerataan pembangunan.
3. Transportasi
Sarana dan prasarana transportasi sangat diperlukan sebagai penunjang utama
penyediaan bahan baku maupun pemasaran produk. Dengan adanya fasilitas
transportasi berupa jalan raya, pelabuhan udara dan pelabuhan laut yang memadai,
maka pemilihan lokasi pabrik dimethyl ether di kawasan Kaltim Industrial Estate,
Bontang.
4. Tenaga Kerja
Kawasan industri terletak di daerah Kalimantan yang sarat dengan pendidikan
formal maupun non formal dimana banyak dihasilkan tenaga kerja ahli maupun non
ahli, sehingga tenaga kerja mudah didapatkan. Berdirinya pabrik dimethyl ether di
kawasan Kalimantan juga bertujuan untuk pemerataan pembangunan sehingga
pembangunan tidak hanya berpusat di Pulau Jawa.
5. Utilitas
Kaltim Industrial Estate merupakan daerah industri yang sudah maju maka
penyediaan utilitas tidak mengalami kesulitan. Utilitas yang dibutuhkan adalah steam,
air, dan listrik. Pelabuhan dan sungai tersedia untuk memenuhi kebutuhan air
sedangkan listrik disuplai dari PT.PLN Kalimantan Timur.
6. Kemungkinan Perluasan Pabrik
Dengan didirikannya pabrik di Kaltim Industri Estate diharapkan dapat
diadakan perluasan ditahun mendatang mengingat lahan yang tersedia masih
memungkinkan.
1.6. Pemilihan Proses
Seiring dengan perkembangan jaman dan teknologi maka berbagai macam
teknologi terus dikembangkan untuk menghasilkan Dimethyl ether dengan upaya
peningkatan kualitas maupun secara ekonomis. Dimethyl ether diproduksi dalam
skala industri terutama berdasarkan konversi dari gas sintesa atau syngas. Syngas
diperoleh dari proses gasifikasi biomassa. Gasifikasi adalah suatu proses mengubah
bahan padatan yang mengandung karbon menjadi gas yang mudah terbakar atau
syngas ( CO, H2, CH4) dan gas-gas lain yang terjadi didalam gasifier.
Teknologi gasifikasi yang terus berkembang mengarahkan klasifikasi
teknologi yang sesuai dengan sifat fisik maupun sistem yang berlangsung dalam
menciptakan proses gasifikasi. Beberapa kategori alat gasifikasi berdasarkan mode
fluidisasi dibagi menjadi tiga antara lain :
1. Fixed atau Moving Bed Gasifier
2. Fluidized Bed Gasification
3. Entrained Flow Reaktor
Tabel 1.6 Tipe-Tipe Gasifier
Parameter Fixed/Moving
Bed
Fluidized
Bed
Entrained
Bed
Ukuran feed
(mm)
< 51 < 6 < 0.15
Kekasaran
Partikel
Sangat baik baik Buruk
Jenis feed Bahan
berkualitas
rendah
Bahan
berkuaitas
rendah
Semua jenis
batubara dan
tidak cook untuk
biomassa
Temperatur (oC) 1090 800-100 >1990
Temperatur gas
(oC)
450-600 800-1000 >1260
Kebutuhan
oksidan
Rendah Menengah Tinggi
Dengan membandingkan beberapa tipe gasifier diatas maka digunakan
gasifier fixed atau moving bed dengan pertimbangan :
1. Temperatur gas lebih rendah
2. Temperatur operasi lebih rendah dibandingkan dengan tipe gasifier lain
3. Kekasaran ukuran feed sangat baik jadi cocok untuk limbah kelapa sawit
4. Kebutuhan oksidan lebih rendah
Setelah proses gasifikasi kemudian syngas akan dikonversi pada reaktor
sintesa metanol. Proses sintesa metanol dibagi menjadi 2, yaitu :
1. Prose Tekanan Rendah
2. Proses Tekanan Tinggi
Proses-proses sintesa metanol dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Proses Tekanan Rendah
Pada proses ini tekanan yang digunakan adalah 50-150 bar dan suhu 200-500 oC. Jenis katalis yang digunakan adalah dasar tembaga (copper based catalyst).
Keunggulan dari proses ini biaya investasi yang lebih rendah , biaya produksi lebih
rendah, kemampuan operasi yang lebih baik dan lebih fleksibel dalam penentuan
ukuran pabrik.
b. Proses Tekanan Tinggi
Pada proses ini pembuatan methanol dioperasikan pada tekanan 300 bar,
menggunakan katalis krom osida-seng untuk perubahan katalitik dari CO, CO2 dan H2
menjadi methanol pada suhu 320-400 oC. Kekurangan proses ini adalah mahalnya
komponen yang diperlukan untuk tekanan tinggi, biaya energi yang lebih tinggi ,
serta biaya peralatan yang relatif cukup tinggi.
Berdasarkan perbandingan dua proses diatas maka dipilihlah proses tekanan
rendah dengan pertimbangan sebagai berikut :
Biaya investasi yang lebih rendah
Biaya produksi yang lebih murah
Kemampuan operasi yang lebih baik
Lebih fleksibel dalam penentuan ukuran pabrik
Proses-proses yang menggunakan tekanan rendah antara lain adalah sebagai
berikut :
1. Proses Lurgi
Proses ini patennya dimiliki oleh Lurgi Oel Gas Chemie Gmbh. Pada proses
ini gas alam dilewatkan daam proses desulfurisasi untuk menghilangkan kontaminan
sulfur. Proses ini berlangsung pada suhu 350-380 oC dalam reaktor desulfurisasi.
Kemudian gas dikompresidan dialirkan ke dalam unit reformer, dalam hal ini LURGI
reformer dan autothermalreformer. Dalam unit reformer gas dicampur dengan uap
panas dan diubah menjadi gas H2, CO2, dan CO dengan tiga macam langkah
pembentukan. Gas hasil kemudian didinginkan dengan serangkaian alat penukar
panas. Panas yang dimiliki oleh gas hasil digunakan untuk membuat uap panas.
Pemanas awal gas alam, pemanas air umpan masuk boiler dan alat reboiler di kolom
distilasi. Gas hasil tersebut kembali dikompresi hingga 80-90 bar tergantung pada
optimasi proses yang ingin dicapai. Setelah dikompresi gas hasil kemudian dikirim ke
dalam reaktor pembentukan metanol. Reaktor yang digunakan adalah LURGI tubular
reaktor (proses isotermal) yang mengubah gas hasil menjadi crude methanol. Crude
methanol hasil kemudian dikirim ke dalam unit kolom distilasi untuk menghasilkan
kemurnian metanol yang dihasilkan.
2. The ICI Low Pressure Methanol (LPM) Process
Proses ini merupakan proses yang paling umum digunakan dalam proses
pembuatan metanol. Paten dari proses ini dimiliki oleh Imperial Chemical Industri
(ICI) dan sekarang lisensinya dipegang oleh anak perusahaannya yaitu Synetik.
Pada proses ini umpan gas alam dipanaskan dan dikompresi lalu kemudian
didesulfurisasi sebelum dimasukan ke dalam saturator. Setelah didesulfurisasi,
didalam saturator gas dikontakkan dengan uap panas. Pada proses ini sekitar 90%
kebutuhan steam untuk proses dapat dicapai. Selanjutnya gas alam kemudian
dipanaskan ulang, campuran gas alam dengan uap panas ini kemudian dikirim ke
dalam methanol synthesys reformer (MSR). Didalam MSR ini gas alam dirubah
menjadi H2, CO2, CO. Gas hasil ini kemudian didinginkan dengan serangkaian alat
penukar panas. Panas yang dihasilkan digunakan untuk memanaskan air umpan
masuk boiler, menghasilkan uap panas untuk kebutuhan yang lain. Gas hasil ini
dikirim ke dalam methanol converter (ICI tube cooled reactor). Reaksi yang
berlangsung dengan bantuan katalis dalam reaktor ini menghasilkan crude methanol
dan bahan lain, hasil dari reaktor kemudian dipisahkan dengan separator, gas yang
masih belum terkonversi dipakai sebagai bahan bakar MSR. Crude methanol yang
sudah dipisahkan dari bahan lain kemudian dikirim ke unit distilasi fraksionasi untuk
menghasilkan methanol yang lebih murni.
3. The ICI Leading Concept Methanol (LCM) Process
Proses ini merupakan perbaikan dari proses ICI LPM, terutama dalam hal unit
reformer. Prosesnya adalah umpan gas alam pertama-tama didesulfurisasi sebelum
memasuki saturator. Dalam saturator gas alam dikontakkan dengan uap panas yang
dipanaskan oleh gas hasil yang keluar dari advanced gas heated reformer (AGHR).
Pengaturan saturator ini memungkinkan untuk mendapatkan sebagian uap panas yang
dibutuhkan untuk proses dan mengurangi sistem uap panas dari boiler. Tetapi
berbagai macam modifikasi proses dapat dilakukan tergantung dari pemilihan sistem
reformer dan converter.
Campuran gas alam dan uap panas ini kemudian dipanaskan sebelum
memasuki AGHR, dalam AGHR gas campuran memasuki tabung-tabung yang berisi
katalis yang dipanaskan oleh gas hasil dari reformer kedua. Sekitar 25% gas alam
terkonversi dalam AGHR menjadi CO2. Setelah keluar dari AGHR gas alam
memasuki reformer kedua kemudian ditambahkan semburan oksigen yang merubah
gas alam dengan bantuan katalis menjadi gas hasil yaitu H2, CO2, dan CO. Gas ini
memiliki suhu berkisar 1000 oC dan mengandung CH4 yang relatif sedikit. Aliran gas
hasil lalu dilewatkan melalui shell side dari AGHR dan serangkaian alat penukar
panas untuk memaksimalkan penggunaan panas kemudian gas dikompresi hingga 80
bar. Gas yang telah dikompresi kemudian dikirim ke methanol converter untuk
dikonversi menjadi metanol dan air. Metanol kemudian dikirim ke unit distilasi
fraksionasi untuk memurnikannya.
1.5.1 Perbandingan Teknologi
Dari berbagai penjelasan yang telah dipaparkan diatas dapat dilihat beberapa
hal pada masing-masing teknologi. Berdasarkan ke-3 teknologi yang digunakan untuk
proses Syntesis Methanol, maka dapat dibandingkan teknologi proses Syntesis
Methanol seperti pada table 1.7 berikut.
Tabel 1.7 Perbandingan Teknologi Sintesa Metanol
Parameter/
Teknologi
LURGI Integrated
Low Pressure
ICI LPM Pressure ICI LCM Process
Bahan Baku
(untuk 1 ton
metanol)
34,49 MMBTU
120 M3
33,5 MMBTU
60 M3
29,5 MMBTU
60 M3
Gas alam
Produk
methanol
Kemurnian tinggi
(2-3 tingkat
distilasi)
Kemurnian tinggi
(2-3 tingkat
distilasi)
Kemurnian sangat
tinggi (1-2 tingkat
distilasi)
ReformerSangat besar perlu
tempat yang luas
Investasi besar
Sulit perawatan
Pessure drop tinggi
Besar
Perlu tempat luas
Investasi besar
Sulit perawatan
Pessure drop
tinggi
Kecil
Tidak perlu tempat
yang luas
Investasi cukup
kecil
Mudah perawatan
Pressure drop
rendah
Converter
LURGI tubular
converter
(proses isothermal)
ICI tube cooled
converter (proses
adiabatis)
Cocok untuk segala
jenis converter
Recovery
energySedang sedang Cukup tinggi
LimbahEmisivitas gas Nox
dan SOx cukup
tinggi
Emisivitas gas
Nox dan SOx
cukup tinggi
Emisivitas gas Nox
dan SOx cukup
rendah
Berdasarkan teknologi proses Syntesis Methanol diatas, maka dapat
disimpulkan bahwa proses yang dipilih adalah proses tekanan rendah dengan faktor
pertimbangan sebagai berikut:
1. Ketersediaan bahan baku yang tidak sulit dicari.
2. Tidak menghasilkan limbah yang dapat mencemari lingkungan.
3. Menghasilkan persen perolehan atau yield yang cukup tinggi (> 85%).
4. Konversi yang besar, mencapai lebih dari 90%
1.6 Deskripsi Proses
Teknologi yang digunakan pada proses pembuatan Dimethyl Ether ini yakni
dengan menggunakan indirect syntesis. Proses umum dalam proses pembuataan
Dimethyl Ether, yaitu :
1. Persiapan Awal Bahan Baku
2. Proses Gasifikasi
3. Proses Autothermal Reforming (ATR)
4. Proses Pemurnian Gas
5. Proses Sintesa Methanol
6. Proses Dehidrasi Methanol
7. Proses Pemrosesan Produk
1.6.1 Persiapan Awal Bahan Baku
Sebelum memasuki proses gasifikasi, biomassa harus melalui proses
perlakuan awal (pre treatment) seperti pengeringan dan pencacahan. Semakin kering
umpan biomassa, efisiensi gasifikasi akan meningkat tetapi kandungan hidrogen
dalam produk gas sintesis akan berkurang. Hal tersebut menyebabkan produk gas
sintesis menjadi kurang bagus untuk digunakan dalam sintesis Fischer Tropsch serta
meningkatkan biaya produksi akibat proses pengeringan biomassa. kadar air optimum
untuk aplikasi gasifikasi biomassa yang akan dilanjutkan dengan siklus kombinasi
berkisar antara 10-15%. Pengeringan dapat dilakukan menggunakan gas buang
ataupun kukus.
1.6.2 Proses Gasifikasi
Gasifikasi adalah proses pengubahan materi yang mengandung karbon seperti
batubara, minyak bumi, maupun biomassa ke dalam bentuk karbon monoksida (CO)
dan hidrogen (H2), dengan mereaksikan bahan baku yang digunakan pada temperatur
tinggi dengan jumlah oksigen yang diatur menjadi syngas (CO, H2, CH4) melalui
proses pembakaran.
C + CO2 ↔ 2 CO +172,58 kj/mol (Boudouard reaction)
CO2 + H2 ↔ CO + H2O +41 kj/mol (Reverse water shift)
C + H2O ↔ CO + H2O +131,4 kj/mol (Steam gasification)
C + 2H2 ↔ CH4 -74,9 kj/mol (Hydrogenation)
1.6.3 Proses Pemisahan Tar
Proses pemisahan tar yang paling umum dilakukan saat ini adalah melalui
pendinginan produk gas sehingga tar dapat terkondensasi pada permukaan tetesan
aerosol dan kemudian tetesan tersebut dipisahkan menggunakan teknologi yang mirip
dengan pemisahan partikulat. Teknologi tersebut antara lain wet scrubber,
electrostatic precipitator, atau siklon. Partikulat dihilangkan secara terpisah dengan
tar.
Wet scrubber akan mengumpulkan tar dengan cara melewatkan material
tersebut ke dalam tetesan air. Tar dan cairan mengalir ke dalam demister atau
decanter untuk kemudian dipisahkan. Penggunaan air di dalam scrubber ini
menyebabkan aliran gas harus berada pada temperatur 35-60 oC. Berbagai penelitian
telah dilakukan untuk mencari pengganti air seperti berbagai jenis minyak, namun
penelitian-penelitian tersebut masih dalam tahap eksperimen.
1.6.4 Proses Autothermal Reforming (ATR)
Syngas yang dihasilkan dari proses gasifikasi biomassa memiliki kandungan
utama H2, CO, CO2, dan CH4. Untuk mendapatkan konversi gas H2 yang lebih
tinggi maka dilakukan proses reformasi metana (mengkonversikan CH4
menggunakan steam menjadi CO dan H2), dan menurunkan gas CO dengan reaksi
pergeseran (menyesuaikan rasio H/CO dengan mengkonversikan CO menggunakan
steam menjadi H2 dan CO2), dan penghilangan CO yang dapat mengurangi
komposisi gas-gas inert yang akan masuk ke dalam proses. Reaksi reformasi metana
dijalankan di dalam autothermal reformer (ATR), sedangkan penghilangan CO
dilakukan menggunakan proses amine treating.
1.6.5 Pemurnian Gas
Syngas yang dihasilkan dari proses gasifikasi mengandung berbagai
kontaminan seperti partikulat, tar yang mudah terkondensasi, senyawa alkali, H2S,
HCl, NH, dan HCN. Kontaminan-kontaminan tersebut dapat menurunkan proses
sintesis FT akibat peracunan katalis. Sulfur merupakan racun katalis CO dan Fe (juga
merupakan racun bagi katalis reaksi pergeseran dan reformasi), karena dapat
menutupi area aktif katalis. Toleransi terhadap kontaminan tersebut sangat rendah,
sehingga diperlukan proses pembersihan yang lebih mendalam dengan menggunakan
pelarut organik monoetil amin (MEA).
1.6.6 Proses Sintesa Metanol
Gas yang sudah dimurnikan kemudian dialirkan ke dalam reaktor konversi
metanol untuk mengkonversi gas menjadi metanol. Kenaikan tekanan operasi akan
menyebabkan bertambahnya gas terlarut dalam cairan. Untuk itu, dilakukan
penurunan tekanan agar gas-gas terlarut menguap dan volatile impurities serta gas
inert dipisahkan dari metanol mentah. Kemudian dilakukan proses distilasi dimana
produk bawah merupakan liquid metanol sedangkan produk atasnya berupa uap yang
masih mengandung metanol. Uap tersebut akan dikondensasi untuk direcycle. Liquid
metanol yang dihasilkan masih memiliki temperatur yang tinggi maka diperlukan
proses pendinginan untuk mendapatkan metanol yang diinginkan.
1.6.7 Proses Dehidrasi Metanol
Reaksi yang terjadi adalah :
2CH3 OH(g) ---------> (CH3)2O(g) + H2O(l)
Dengan kondisi operasi :
Suhu : 250°C – 370°C
Tekanan : 12 atm
Katalis : Al2O3.SiO2
Fase : Gas
Bahan baku yang digunakan adalah metanol cair hasil produk dari sintesa
metanol yang diuapkan dengan vaporizer, kemudian diumpankan kedalam heat
exchanger, setelah itu dimasukkan kedalam reaktor yang berisi katalis Al2O3.SiO2.
Reaksi berlangsung dalam fase gas, menggunakan reactor fixedbed adiabatis karena
panas reaksinya tidak terlalu besar, hanya – 11,770 kJ/kmol pada 2600C. Dari reaktor,
dimetil eter, metanol dan air didistilasi dengan menara distilasi. Hasil atas distilasi
pertama merupakan produk yang diharapkan langsung disimpan ke alat penyimpan,
sedang hasil bawahnya adalah metanol dan air didistilasi kembali dalam menara
distilasi kedua. Hasil atas distilasi kedua adalah metanol yang kemudian di recycle
ke vaporizer dan hasil bawah adalah air buangan. Proses dehidrasi metanol,
merupakan proses yang dipakai secara luas sebab sederhana dan kemurnian
produknya tinggi. ( mg engineering.lurgi,2002 )