bab i - directory umm : universitas …directory.umm.ac.id/data elmu/doc/bab_i-iii_sudah_di... ·...

92
Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Malang SKRIPSI PENILAIAN KINERJA KEUANGAN PERUSAHAAN DENGAN METODE ECONOMIC VALUE ADDED (EVA) DAN MARKET VALUE ADDED (MVA) (Studi pada Perusahaan Otomotif dan Komponennya yang Terdaftar di BEJ) Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mencapai Derajat Strata 1 (S1) Gelar Sarjana Ekonomi Oleh Agus Ariffudin 02.610.273 0

Upload: lytu

Post on 25-Apr-2019

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Fakultas EkonomiUniversitas Muhammadiyah Malang

SKRIPSI

PENILAIAN KINERJA KEUANGAN PERUSAHAAN DENGAN METODE

ECONOMIC VALUE ADDED (EVA) DAN MARKET VALUE ADDED (MVA)

(Studi pada Perusahaan Otomotif dan Komponennya yang Terdaftar di BEJ)

Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mencapai

Derajat Strata 1 (S1) Gelar Sarjana Ekonomi

Oleh

Agus Ariffudin

02.610.273

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANGFAKULTAS EKONOMI

Juni 2007

0

Fakultas EkonomiUniversitas Muhammadiyah Malang

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan Bursa efek Jakarta yang semakin marak akan memberi

peluang investasi yang semakin besar kepada para investor yang menganggap

bahwa pasar modal mampu memberikan manfaat sebagai sarana

pengalokasian dana yang produktif untuk jangka panjang, dan ini

diperlihatkan dengan kinerja perdagangan bursa efek Jakarta yang juga

menujukkan hasil yang positif. Bursa efek Jakarta sebagai cikal bakal pasar

modal di Indonesia mengalami pertumbuhan yang sangat pesat, hal ini juga

dilihat dari jumlah perusahaan yang go pablik tercatat disana, dari sekian

banyak perusahaan yang terdaftar tersebut ada perusahaan yang bergerak

dibidang Otomotif dan Komponennya. misalnya di bidang produksi,

perdagangan dan investasi, maupun konsumsi. Hal itu mengakibatkan lalu

lintas barang dan jasa, serta faktor-faktor produksi seperti barang modal dan

tenaga kerja bergerak semakin cepat antar negara dan antar kawasan. Tatanan

perdagangan dunia yang lebih terbuka, transparan dan mempunyai aturan

disiplin yang efektif, akan membuka peluang bagi negara-negara berkembang

untuk meningkatkan akses pasar ke negara maju yang selama ini dirasakan

protektif. Secara tidak langsung keadaan tersebut memunculkan konflik dari

persaingan yang sangat ketat bagi perusahaan-perusahaan didalam negeri

maupun diluar negeri. Begitu juga pada perusahaan yang bergerak di bidang

1

Fakultas EkonomiUniversitas Muhammadiyah Malang

industri otomotif perkembangan drastis pada industri otomotif. Selain

komposisi pasar berubah, kompetisi terjadi secara terbuka dengan masuknya

merek-merek asing ke Indonesia. Sejumlah prinsipal mulai melirik Indonesia

sebagai tempat berinvestasi.

Pertumbuhan penjualan produk otomotif baik roda dua dan roda empat

juga terus melonjak. Berdasarkan data Gabungan Industri Kendaraan

Indonesia (Gaikindo) tahun 2004 penjualan roda empat diperkirakan mencapai

400.000 – 420.000 unit yang sudah direvisi dari angka sebelumnya 385.000

unit. Pada 2003 penjualan mencapai 354.208 unit naik dari tahun 2002

sebanyak 317.780. Sedangkan penjualan roda dua di Indonesia jumlahnya

jauh lebih tinggi dari roda empat, yakni 2,28 juta unit tahun 2002 dan melejit

lagi menjadi 2,7 juta unit tahun 2003. Pertumbuhan yang fantastik ini bukan

berarti pasar kendaraan bermotor menjadi jenuh. Diprediksikan angka

penjualan dua jenis kendaraan bermotor di tahun 2005 ini akan naik 10% dari

total penjualan tahun 2004.

Pasar otomotif di dalam negeri memang menunjukkan perkembangan

yang siginifikan. jumlah industri komponen baru mencapai 250 perusahaan

dengan komposisi perusahaan 80 persen bergerak di komponen roda dua dan

40 persen komponen roda empat. Bandingkan dengan Thailand yang

merupakan pesaing Indonesia dalam sektor otomotif. Negara itu mempunyai

sekitar 1.709 perusahaan komponen dengan 709 perusahaan sebagai pemasok

komponen original untuk perusahaan perakitan atau OEM (Original

Equipment Manufacturine) dengan perincian 386 sebagai pemasok untuk

2

Fakultas EkonomiUniversitas Muhammadiyah Malang

kendaraan roda empat, 201 perusahaan untuk roda dua dan 122 perusahaan

memasok sekaligus untuk keduanya. Pertumbuhan otomotif roda dua maupun

empat semakin marak, seiring dengan strategi baru pemain otomotif dunia

untuk menjadikan Asia sebagai basis industri mereka. Indonesia menargetkan

sebagai pemasok utama komponen di ASEAN bahkan mampu bersaing di

pasar dunia. Hal ini ditegaskan oleh Dirjen Industri Logam, Mesin,

Elektronika dan Aneka Depperindag Subagyo.

Untuk menghadapi paradigma tersebut, sudah selaknya manajer

keuangan melakukan pengukuran atas kinerja perusahaan yang dikelolanya.

Pengukuran tersebut dilakukan untuk dapat melihat kondisi sehat atau

tidaknya perusahaan. Pengukuran kinerja keuangan dapat menilai sampai

sejauh mana perusahaan menggunakan sumber daya yang ada di perusahaan

secara efektif dan efisien , namun tidak mudah melakukan penguruan kinerja

perusahaan yang benar-benar riel dan adil serta mampu mempertimbangkan

harapan dari penyandang dana yaitu para kreditur dan pemegang saham.

Secara internal perusahaan, terutama manajer keuangan perusahaan

melakukan pengukuran kinerja agar dapat merencanakan dan mengevaluasi

berbagai kesempatan yang berhubungan terhadap posisi keuangan sehingga

dapat memberikan expected rate bagi pihak perusahaan dan penyadang dana.

Kinerja keuangan suatu perusahaan merupakan salah satu cara yang

dilakukan yaitu dengan analisis terhadap laporan keuangan. Dengan

menggunakan laporan keuangan yang merupakan hasil dari serangkaian

proses akuntansi, juga perhitungan modal akan dapat dinilai kemampuan

3

Fakultas EkonomiUniversitas Muhammadiyah Malang

untuk memenuhi kewajiban-kewajiban jangka pendek, struktur modal, hasil

usaha yang dicapai, beban tetap yang harus dibayar, distribusi aktiva serta

efektifitas penggunaannya dan niali buku setiap lembar saham yang

bersangkutan. Untuk mengukur kinerja perusahaan para pemegang saham atau

investor memerlukan informasi yang relevan dan juga memerlukan alat

pengukur kinerja yang tepat.

Alat ukur yang sering digunakan dalam menilai kinerja perusahaan

adalah ratio keuangan, rasio metode radar,dan balanced scorecard. Pada

pengukuran kinerja dengan menggunakan rasio keuangan tolak ukur yang

digunakan yaitu: pertama, rasio profitabilitas, yang mengukur kemampuan

perusahaan untuk memperoleh laba. Kedua, rasio aktivitas, yang mengikuti

kemampuan kegiatan opearsional yang ada diperusahaan dalam menghasilkan

produk. Ketiga, rasio leverage yang mengukur kemampuan perusahan dalam

menggunakan sumber dana (struktur modal). Keempat, rasio litkuiditas yang

mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kemapuan jangka

pendeknya. Namun penggunaan konsep tersebut belum dapat memuaskan

keingginan pihak manajemn khususnya bagi para penyandag dana (investor).

Pihak manajemn dengan analisis rasio finansial tersebut belum cukup untuk

mengetahui apakah telah terjadi nilai tambah ekonomis pada perusahaan,

sedangkan bagi penyandang dana belum yakin apakah modal yang ditanamkan

dimasa yang akan datang dapat memberikan hasil yang diharapkan.

Pengukuran kinerja keuangan dengan menggunakan rasio metode radar

tolak ukur yang digunakan ada 5 (lima) prespektif yaitu: rasio profitabilitas,

4

Fakultas EkonomiUniversitas Muhammadiyah Malang

rasio produktifitas, rasio utilitas Aktiva, rasio stabilitas dan rasio pontensi

pertumbuhan. Namun rasio metode radar sering membingungkan investor

karena perannya banyak sehingga kurang memenuhi tuntutan dunia bisnis

dalam kompentisi.

Selain metode radar dan analisis rasio, metode yang digunakan dalam

melakukan pengukuran terhadap kinerja keuangan perusahaan adalah metode

Econimis Value Added (EVA), di Indonesia dikenal dengan nilai tambah

ekonomi (NITAMI). Kriteria yang digunakan meliputi biaya modal utang,

Biaya modal saham, Biaya modal rata-rata tertimbang.

EVA merupakan metode yang digunakan untuk mengukur kinerja

keuangan perusahan yang relevan. EVA meruapakan salah satu ukuran untuk

kinerja operasional yang dicetuskan pertama kali oleh Streward dan Stern

(1997). Analsis keuangan dari perusahaan konsultan stren streward and Co,

sebagai jawaban terhadap metode penilaian yang baik. Penilaian kinerja

keuangan dengan metode EVA menyadarkan eksekutif perusahaan dengan

kepentingan shareholders atau pemegang saham. Mereka akan berfikir dan

bertindak seperti yang dilakukan shareholders, yakni memilih investasi yang

mampu memaksimalkan tingkat retrun dan meninggalkan cos of capital

sehingga nilai perusahaan dapat dimaksimalkan.

Widayanto ( 1993 :51 ) menyatakan bahwa konsep Economic Value

added merupakan pendekatan baru dalam menilai kenerja perusahan secara

adil, maksud kata adil disini adalah dalam konsep EVA ini para investor

5

Fakultas EkonomiUniversitas Muhammadiyah Malang

diperhatikan sepenuhnya kepentingan, harapan, dan derajad keadilannya yang

diukur dengan menggunakan ukuran tertimbang dari struktur modal yang ada.

EVA merupakan alat analisis finasial untuk mengukur tingkat

profitabilitas yang direlaitis dari operasi perusahaan. EVA meruapakan sistem

yang disesuaikan dengan manajemen keuangan karena bertitik berat pada nilai

bagi investor sistem ini berfokus pada jumlah modal dan arus kas dalam

perusahaan. Mirza ( 1997:68 ) menyatakan berapa kelebihan EVA antara lain:

EVA memfokuskan penilaiannya pada nilai tambah dengan memperhitungkan

beban biaya modal sebagai konsekuensi investasi, EVA relatif mudah

dilakukan, hanya menjadi persoalannya adalah perhitungan biaya modal yang

memerlukan data yang lebih banyak dan analisa yang lebih mendalam, EVA

dapat digunakan secara mandiri tanpa memerlukan data pembantu seperti

standar industri atau data perusahaan yang lain. Kelebihan tesebut diimbangi

dengan adanya kelemahan yaitu: EVA hanya mengukur hasil akhir, EVA

terlalu bertumpuk pada kenyakinan bahwa investor sangat mengandalkan

pendekatan fundamental dalam mengkaji dan menggambil keputusan untuk

menjual atau membeli saham tertentu padahal pada faktor-faktor lain

terkadang justru lebih dominan, EVA sangat tergantung pada transparansi

internal dalam perhitungan EVA secara akurat.

Penggunaan metode EVA dapat di jadikan acuan investor, kreditur, dan

para pemegang saham dalam menentukan pilihan investasi dengan tingkat

pengembalian maksimum tetapi dengan risiko tertentu, dengan risiko

minimum tetap, dengan tingkat pengembalian tertentu.

6

Fakultas EkonomiUniversitas Muhammadiyah Malang

Konsep lain yang dapat digunakan untuk menilai kinerja keuangan

perusahaan adalah metode Market Value Added (MVA). Metode ini bertujuan

untuk menggambarkan perbedaan antara nilai pasar ekuitas dan jumlah modal

ekuitas yang diinvestasikan investor (Brigham and Houston), dalam metode

ini seorang investor akan mudah menilai keadaan suatu perusahaan dengan

mengidentifikasi nilai tambah pasar yang diciptakan oleh perusahaan.

Investor menyerahkan modal kedalam perusahaan dengan harapan

manajer akan menginvestasikannya dengan produktif. Nilai pasar

mencerminkan keputusan pasar mengenai bagaimana manajer yang sukses

telah menginvestasikan modal yang sudah dipercayakan kepadanya menjadi

lebih besar, tetapi sebelum menginvestasikan dananya, seorang investor perlu

mengetahui kinerja perusahaantersebut. Atas pertimbangan tersebut peneliti

tertarik untuk memilih perusahaan otomotif yang tercatat di bursa efek jakarta

sebagai objek penelitian.

Perusahaan otomotif yang listing pada bursa efek Jakarta ada 15

perusahaan tapi disini peneliti hanya meneliti 3 perusahaan otomotif,

perusahaan tersebut antara lain adalah: PT. Astra Otoparts Tbk, PT. Goodyear

Indonesia Tbk, PT. Indospring Tbk. Karena dilihat dari laporan keuangannya

paling lengkap dan sahamnya masih aktif diperdagangkan di BEJ.

Perusahaan otomotif di Indonesia mempunyai potensi yang besar untuk

memasuki industri otomotif ASEAN, ini ditandai dengan perkembangan yang

baik produsen komponen otomotif dalam negeri yang sudah memiliki akses

pasar dan termasuk dalam pemasok global (Bisnis Indonesia, kamis, 26

7

Fakultas EkonomiUniversitas Muhammadiyah Malang

januari 2004). Tren pertumbuhan otomotif dalam negeri sangat

menggembirakan, ini terlihat dari nilai eksport industri komponen otomotif

dalam negeri yang mencapai 600 juta dollar (AS) pada tahun 2000 dan

mengalami peningkatan menjadi 650 juta dollar (AS) pada tahun 2001.

Peningkatan akan diprediksi akan terus terjadi.

Seiring dengan strategi baru pemain industri otomotif dunia untuk

menjadikan Asia sebagai basis industri mereka. Hal ini mendorong permintaan

akan jenis komponen yang beragam juga semakin meningkat sehingga

membuka peluang yang tidak kecil bagi industri otomotif di Indonesia untuk

bersaing (kompas, jumat, 19 oktober 2003), sehingga peneliti ingin

mengetahui apakah perusahaan otomotif yang sehat dan apakah perusahaan

tersebut memberikan nilai tambah ekonomis.

Berdasarkan penjelasan diatas, maka mengingat pentingnya kinerja

keuangan perusahaan yang baik untuk memenuhi kepentingan dan keinginan

pihak-pihak yang terkait dengan perusahaan dan agar tujuan tercapai maka

penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul. Penilaian Kinerja

Keuangan Perusahaan dengan Metode Economic Value Added (EVA) dan

Market Value Added (MVA) (Studi pada Perusahaan Otomotif dan

Komponennya yang Terdaftar di BEJ).

8

Fakultas EkonomiUniversitas Muhammadiyah Malang

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka untuk mempermudah

pembahasan, penulis merumuskan masalah sebagai berkut:

1. Apakah Kinerja Keuangan Perusahaan Otomotif dan Komponennya yang

terdaftar di BEJ selama periode 2003 sampai 2005 jika diukur dengan

menggunakan EVA dan MVA?

2. Diantara perusahaan yang termasuk dalam sektor otomotif yang tercatat di

BEJ selama periode 2003 sampai 2005, perusahaan manakah yang

mempunyai kinerja yang paling baik?

C. Batasan Penelitian

Untuk memudahkan penganalisaan permasalahan dan pemecahan

masalah, maka diperlukan batasan penelitian. Adapun pembatasan penelitian

pada penulisan skripsi ini adalah:

1. Periode penelitian pada tahun 2003-2005.

2. COC yang digunakan dalam penelitian ini adalah WACC (biaya modal

rata-rata tertimbang).

D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui apakah kinerja keuangan perusahaan otomotif yang

tercatat di BEJ selama periode 2003 sampai 2005 dalam keadaan sehat

9

Fakultas EkonomiUniversitas Muhammadiyah Malang

dan memberikan nilai tambah ekonomis jika diukur dengan

menggunakan EVA dan MVA.

b. Untuk mengetahui kinerja yang paling baik dari perusahaan otomotif

yang tercatat di BEJ.

2. Kegunaan Penelitian

a. Bagi Investor

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai masukan

untuk kepentingan investasi.

b. Bagi Emiten

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu

dasar pertimbangan dalam pengambilan keputusan di bidang

keuangan, terutama dalam rangka untuk mencapai tujuan manajemen

keuangan yaitu memaksimumkan nilai kekayaan pemegang saham.

c. Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan acuan

atau referensi untuk penelitian lebih lanjut, terutama pada penelitian

yang berkaitan dengan penilaian kinerja keuangan berdasarkan metode

EVA dan MVA pada perusahaan, khususnya sektor Otomotif.

10

Fakultas EkonomiUniversitas Muhammadiyah Malang

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Penelitian Terdahulu

Landasan penelitian terdahulu yang diambil sebagai acuan dalam

penelitian ini dilakukan oleh oleh Rosyidiana (2003) yang berjudul Penerapan

Market value added (MVA) dan Economi Value added (EVA) dalam

Penilaian Kinerja Keuangan Perusahaan pada PT. Mandom Indonesia, Tbk

dan PT. Mustika Ratu, Tbk (2003). Kesimpulan dari penelitiannya adalah

kinerja PT. Mandom Indonesia, Tbk jika dinilai dengan metode MVA, pada

tahun 1999 sehat, sedangkan pada tahun 2000 dan 2001 kinerjanya tidak

sehat. Apabila dinilai metode EVA pada tahun 1999 dan 2001 kinerjanya

sehat, sedangkan tahun 2000 kinerjanya tidak sehat. Kinerjanya PT. Mustika

Ratu, Tbk, jika dinilai dengan metode MVA selama tiga tahun tidak sehat.

Apabila dinilai dengan metode EVA, kinerjanya juga tidak sehat. Diantara

kedua perusahaan tersebut yang kinerjanya lebih sehat adalah PT. Mandom

Indonesia, Tbk karena nilai MVA tahun 1999 positif dan EVA tahun 1999 dan

2001 positif sedangkan PT. Mustika Ratu, Tbk selama tiga tahun nilai MVA

dan EVA negatif.

Persamaan dari landasan peneliti terdahulu dengan penelitian yang akan

dibuat adalah sama-sama menilai kinerja perusahaan menggunakan metode

economi value added (EVA) dan Market value added (MVA), sedangkan

perbedaan antara peneliti terdahulu dan peneliti sekarang adalah peneliti

11

Fakultas EkonomiUniversitas Muhammadiyah Malang

terdahulu melakukan studi kasus perusahaan pada PT. Mondom Indonesia,

Tbk dan PT. Mustika Ratu, Tbk. Data yang digunakan antara periode 1999-

2001. peneliti sekarang melakukan studi kasus pada perusahaan Otomotif dan

komponenya yang terdaftar di BEJ, menggunakan data periode tahun 2003-

2005

B. Tinjauan Teori

Sehubungan dengan teori yang diperlukan untuk menganalisa masalah

yang timbul maka, dikemukakan teori yang sekiranya dapat dipergunakan

dalam pemecahan masalah.

1. Penilaian Kinerja

a. Pengertian Penilaian Kinerja

Sebelum memahami masalah penilaian kinerja lebih jauh,

terlebih dahulu harus dipahami apa yang dimaksud dengan penilaian

kinerja itu sendiri. Menurut Mulyadi (2001: 415): “Penilaian kinerja

adalah penilaian secara periodik efektifitas operasional suatu

organisasi, bagian organisasi dan karyawannya berdasarkan sasaran,

standar dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya”.

b. Tujuan Pengukuran Kinerja

Menurut Munawir (2000: 31), tujuan pengukuran kinerja adalah:

1) Untuk mengetahui tingkat likuiditas, adalah menunjukan

kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban

keuangannya yang harus segera dipenuhi, atau kemampuan

12

Fakultas EkonomiUniversitas Muhammadiyah Malang

perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangan pada saat

ditagih.

2) Untuk mengetahui tingkat solvabilitas, adalah menunjukan

kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban

keuangannya apabila perusahaan tersebut terlikuidasi, baik

kewajiban keuangan jangka pendek maupun jangka panjang.

3) Untuk mengetahui tingkat rentabilitas atau profitabilitas,

adalah menunjukan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan

laba selama periode tertentu.

4) Untuk mengetahui tingkat stabilitas usaha, adalah

menunjukan kemampuan perusahaan untuk melakukan usaha

dengan stabil, yang diukur dengan mempertimbangkan

kemampuan perusahaan untuk membayar beban bunga atas

hutang-hutangnya dan akhirnya membayar kembali hutang-

hutang tersebut tepat pada waktunya, serta kemampuan

perusahaan untuk membayar dividen secara teratur kepada para

pemegang saham tanpa mengalami hambatan atau krisis

keuangan.

Manfaat dari penilaian kinerja, diantaranya adalah sebagai berikut :

a. Memberikan suatu kontribusi kepada suatu bagian (divisi) dalam

pencapaian tujuan perusahaan secara keseluruhan

13

Fakultas EkonomiUniversitas Muhammadiyah Malang

b. Digunakan untuk mengukur suatu prestasi yang dicapai oleh

suatu organisasi dalam suatu periode tertentu yang

mencerminkan tingkat hasil pelaksanaan kegiatannya

c. Memberi petunjuk dalam pembuatan keputusan dan untuk

mengevaluasi kinerja manajemen dari divisi-divisi dibawahnya.

d. Dapat digunakan sebagai dasar penentuan kebijaksanaan

penanaman modalnya agar dapat meningkatkan efisiensi dan

produktifitas perusahaan.

Selain itu untuk melihat kinerja keuangan dengan ukuran rasio

diperlukan data pembanding dari perusahaan lain yang sering kali sulit

untuk didapatkan. Juga ukuran pembanding dari rasio sering diperlukan

sebuah analisis trend dari setiap rasio dalam periode beberapa tahun

sebelumnya. Untuk memberikan alternatif lain dengan

mempertimbangkan berbagai keterbatasan rasio maka muncullah EVA

dan MVA sebagai suatu ukuran tunggal kinerja keuangan perusahaan.

(Purwanti, Susanto, Salim, 1999: 47).

2. Konsep Economic Vallue Added (EVA)

a. Pengertian EVA

Menurut Young dan O’Byrne (2001:17), pengertian EVA adalah

didasarkan pada gagasan keuntungan ekonomis, yang menyatakan

bahwa kekayaan hanya diciptakan ketika sebuah perusahaan meliputi

biaya operasional dan modal. Dalam arti sempit ini, EVA benar-benar

hanya merupakan cara alternatif untuk menilai kinerja perusahaan.

14

Fakultas EkonomiUniversitas Muhammadiyah Malang

Ide dasar dari Eva adalah pengemasan ulang dari manajemen

perusahaan yang dapat dipercaya dan prinsip keuangan yang pernah

ada. Namun EVA merupakan inovasi terpenting karena ia membuat

teori keuntungan moderen. Implikasi manajerial dari teori ini adalah

mudah diakses oleh manejer perusahaan yang tidak terlatih dengan

baik dalam keuangan atau tidak pernah memikirkan nya. EVA

membantu para manejer untuk lebih memahami tujuan keuangan, dan

dengan demikian membantu mereka untuk mencapai tujuan.

EVA tidak memerlukan adanya sesuatu perbandingan dengan

perusahaan sejenis dalam industri dan tidak pula membuat suatu

analisa kecenderungan dengan tahun-tahun sebelumnya. Konsep ini

lebih menekankan pada penentuan besarnya cost of capital.

Diperhitungkannya biaya modal atas ekuitas merupakan keunggulan

pendekatan EVA dibandingkan pendekatan akuntansi tradisional

dalam mengukur kinerja perusahaan.

Economic value added (EVA) atau disebut juga dengan nilai

tambah ekonomis (NITAMI) diartikan sebagai suatu konsep yang

dilandasi oleh pemikiran bahwa dalam pengukuran laba operasi

perusahaan harus dengan adil mempertimbangkan harapan-harapan

setiap penyedia dana (kreditur dan pemegang saham). Derajat

keadilannya dinyatakan dengan ukuran tertimbang dan struktur modal

yang ada (Widayanto, 1993;51).

15

Fakultas EkonomiUniversitas Muhammadiyah Malang

Economic value added (EVA) adalah keuntungan operasi setelah

pajak dikurangi dengan biaya modal dari seluruh modal untuk

menghasilkan laba. Laba operasional setelah pajak menggambarkan

hasil penciptaan nilai (value) didalam perusahaan, sedangkan biaya

modal dapat diartikan sebagai pengorbanan yang dikeluarkan dalam

penciptaan nilai tersebut (Steward, 1997:10).

Berdasarkan pendapat-pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa

pengertian economic value added (EVA) adalah keuntungan operasi

setelah pajak, dikurangi biaya modal yang yang di gunakan untuk

menilai kinerja perusahaan dengan memperhatikan secara adil

harapan-harapan para pemegang saham dan krditur. Economic value

added (EVA) merupakan merupakan perangkat finansial untuk

mengukur keuntungan nyata perusahaan. Hal ini membuat perhitungan

economic value added (EVA) lain dengan perhitungan analisis rasio

keuangan lainya. Perbedaan tersebut dikarenakan pada perhitungan

dengan menggunakan pendekatan economic value added (EVA) di

libatkannya biaya modal operasi setelah laba bersih, dimana hal

tersebut tidak dilakukan dalam perhitungan konvensional.

Setiap perusahaan tentunya menginginkan nilai economic value

added (EVA) akan naik terus menerus, karena economic value added

(EVA) adalah tolak ukur fundamental dari tingkat pengembalian

modal (return of capital). Ada beberapa cara untuk meningkatkan nilai

16

Fakultas EkonomiUniversitas Muhammadiyah Malang

economic value added (EVA) perusahaan yaitu (Widayanto, 1993:32-

33):

1) Meningkatkan keuntungan (profit) tanpa menambah modal

2) Menurangi pemakaian modal.

3) Melakukan investasi pada proyek-proyek dengan tingkat

pengembalian tinggi.

Konsep ini tidak memerlukan adanya suatu perbandingan

dengan perusahaan sejenis dalam industri dan tidak perlu membuat

analisis kecenderungan dengan tahin-tahun sebelumnya. Konsep ini

lebih menekankan pada seberapa besar laba yang dihasilkan setelah

dikurangi dengan biaya modal rata-rata tertimbang.

Metode economic value added (EVA) sebagai alat ukur kinerja

perusahaan konsep economic value added (EVA) ini tidaklah

dimaksudkan untuk mengganti laporan rugi laba yang telah ada.

Namun pendekatan ini hanyalah alat analisis yang digunakan sebagai

tambahan informasi keuangan yang sangat berguna bagi pihak kreditur

dan penyediaan dana dalam menentukan hubungannya dengan

perusahaan. Bagi eksekutif hasil pengukuran kinerja dengan dengan

metode economic value added (EVA) seringkali digunakan untuk

pengendalian serta sebagai alat yang sangat berguna didalam

pengambilan keputusan-keputusan strategi.

EVA dilandasi pada konsep bahwa dalam pengukuran laba suatu

perusahaan harus adil dengan mempertimbangkan harapan-harapan

17

Fakultas EkonomiUniversitas Muhammadiyah Malang

setiap penyandang dana (kreditur dan pemegang saham). Young dan

O’Bryne (2001:32) memformulasikan EVA sebagai berikut:

EVA = Laba operasi bersih setelah pajak (NOPAT) – Biaya

modal

NOPAT = Laba operasi + Penghasilan bunga – Pajak

penghasilan – Pembebasan pajak atas bunga

Biaya Modal = Modal yang diinvestasikan x Biaya modal rata-rata

tertimbang

Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa EVA

merupakan sisa laba setelah penyedia modal memberikan kompensasi

sesuai tingkat pengembalian yang dibutuhkan atau setelah semua

biaya modal yang digunakan untuk menghasilkan laba. Laba yang

dimaksud disini adalah Net Operating Profit After Tax (NOPAT).

Biaya modal adalah biaya bunga pinjaman dari biaya ekuitas yang

digunakan untuk menghasilkan NOPAT yang dihitung secara rata-rata

tertimbang (Weighted Average Cost of Capital = WACC).

EVA yang positif menunjukkan bahwa perusahaan berhasil

menciptakan nilai (create value) bagi pemilik modal, konsisten dengan

tujuan memaksimumkan nilai perusahaan. Sebaliknya EVA yang

negatif menandakan nilai perusahaan berkurang sebagai akibat

penurunan dari tingkat pengembalian investasi.

b. Manfaat EVA

Manfaat dari penerapan EVA antara lain (Utama, 1997; 12) :

18

Fakultas EkonomiUniversitas Muhammadiyah Malang

1) Dapat digunakan sebagai penilai kinerja perusahaan yang

berfokus pada penciptaan nilai (value creation).

2) Dapat meningkatkan kesadaran manajer bahwa tugas mereka

adalah untuk memaksimumkan nilai perusahaan serta nilai

pemegang saham.

3) Dapat membuat para manajer berfikir dan juga bertindak seperti

halnya pemegang saham yaitu memilih investasi yang

memaksimumkan tingkat pengembalian dan meminimumkan

tingkat biaya modal sehingga nilai perusahaan dapat

dimaksimumkan.

4) EVA membuat para manajer agar memfokuskan perhatian pada

kegiatan yang menciptakan nilai dan memungkinkan mereka

untuk mengevaluasi kinerja berdasarkan kriteria maksimum nilai

perusahaan.

5) EVA menyebabkan perusahan untuk lebih memperhatikan

struktur modalnya.

6) Dapat digunakan untuk mengidentifikasi kegiatan atau proyek

yang memberikan pengembalian lebih tinggi, daripada biaya

modalnya.

c. Kelebihan dan Kelemahan Economic Value Added (EVA)

Kegunaan model EVA membuat perusahaan lebih memfokuskan

perhatian ke upaya penciptaan nilai perushaan, sebab inilah salah satu

19

Fakultas EkonomiUniversitas Muhammadiyah Malang

fungsi penggunaan EVA. Kelebihan lain dari EVA yang diungkapkan

oleh Mirza (1997) (dalam Mulia 2002: 134):

1) EVA memfokuskan penilaian pada nilai tambah dengan

memperhitungkan beban biaya modal sebagai risiko investasi.

2) EVA dapat diterapkan secara mandiri tanpa memerlukan data

pembanding dari perusahaan lain maupun standar industri

sebagaimana konsep analisis rasio keuangan.

3) Konsep EVA sebagai pengukur kinerja perusahaan

memperhatikan harapan penyedia dana secara adil dimana

derajat keadilannya dinyatakan dengan ukuran tertimbang

(weighted) struktur modal yang ada dan berpedoman pada nilai

pasar bukan pada nilai buku.

4) Penerapan konsep EVA yang praktis merupakan salah satu

bahan pertimbangan bagi pebisnis untuk mengambil keputusan

dan kebijaksanaan permodalan.

5) EVA dapat digunakan sebagai tolak ukur pemberian bonus pada

karyawan

6) Konsep EVA mempengaruhi keputusan organisasi untuk keluar

dari unit usaha yang mempunyai negative value added.

Sehingga dapat dikatakan bahwa EVA merupakan suatu metode

penilaian yang akurat dan komperhensif mampu memberikan

penilaian secara wajar atas kondisi suatu perusahaan. Melihat berbagai

20

Fakultas EkonomiUniversitas Muhammadiyah Malang

kelebihan EVA, ternyata juga mempunyai kelemahan-kelemahan yang

diungkapkan Mirza (1997) (dalam Mulia 2002: 134) sebagai berikut:

1) EVA hanya mengukur hasil akhir (result), konsep ini tidak

megukur aktivitas penentu seperti loyalitas dan referensi

konsumen tidak diperhatikan.

2) EVA terlalu bertumpu pada keyakinan bahwa investor

mengandalkan pendekatan fundamental dalam mengkaji dan

mengambil keputusan untuk menjual atau membeli saham

tertentu.

3) Konsep ini sangat tergantung pada transnparansi internal dalam

perhitungan EVA secara akurat.

Walaupun terdapat kelemahan, EVA tetap berguna untuk

dijadikan acuan. Mengingat EVA memberikan pertimbangan atas

harapan investor terhadap investasi mereka. Pengambilan dari suatu

investasi baru akan berarti apabila besarnya pengembalian tersebut

melebihi biaya modal yang dikeluarkan untuk mewujudkan investasi

tersebut.

d. Strategi Meningkatkan EVA

Menurut Amrullah yang dikutip oleh Sofiarini (2004: 14) ada

beberapa strategi untuk meningkatkan EVA:

1) Strategi penciptaan nilai dengan mencapai pertumbuhan

keuntungan (Profitable Growth). Hal ini bisa dicapai dengan

21

Fakultas EkonomiUniversitas Muhammadiyah Malang

menambah modal yang diinvestasikan pada proyek dengan

tingkat pengembalian tinggi.

2) Strategi penciptaan nilai dengan meningkatkan efisiensi operasi

dalam hal ini menaikkan keuntungan tanpa menggunakan

tambahan modal.

3) Strategi penciptaan nilai dengan rasionalisasi dan keluar dari

bisnis yang tidak menjanjikan (rationalize and exit unrewording

business).Hal ini berarti menarik modal yang tidak produktif dan

menarik modal dari aktivitas yang menghasilkan tingkat

pengembalian yang rendah dan menghapus unit bisnis yang

tidak menjanjikan hasil.

e. Langkah-langkah Menentukan EVA

Langkah-langkah yang dilakukan untuk menentukan EVA

menurut (Rousana, dikutip oleh sofiarini 2004: 17):

1) Menghitung biaya utang (Cost of Debt)

2) Menghitung biaya laba ditahan (Cost of Equity)

3) Menghitung struktur permodalan dari neraca.

Struktur modal biasanya terdiri dari utang dan ekuitas,sehingga

dicari:

Komposisi utang = rasio utang terhadap jumlah modal

Komposisi ekuitas = rasio modal saham terhadap jumlah modal

4) Menghitung biaya modal rata-rata tertimbang (Weighted

Average Cost of Capital)

22

Fakultas EkonomiUniversitas Muhammadiyah Malang

5) Menghitung EVA

EVA = laba operasi bersih sesudah pajak – Biaya modal.

f. Ukuran Penilaian Kinerja Keuangan dalam EVA

Dalam EVA, penilaian kinerja keuangan diukur dengan

ketentuan:

1) Jika EVA > 0, maka kinerja keuangan perusahaan dapat

dikatakan baik, sehingga terjadi proses perubahan nilai

ekonomisnya.

2) Jika EVA = 0, maka kinerja keuangan perusahaan secara

ekonomis dalam keadaan impas,

3) Jika EVA < 0, maka kinerja keuangan Perusahaan tersebut

dikatakan kurang bagus karena laba yang diperoleh tidak

memenuhi harapan penyandang dana, sehingga tidak terjadi

penambahan nilai ekonomis pada perusahaan.

g. Biaya Modal

Konsep EVA merupakan suatu konsep yang berangkat dari

konsep lama yaitu biaya modal (cost of capital). Konsep ini

merupakan suatu konsep yang digunakan untuk mengetahui berapa

besarnya dana yang harus dikeluarkan oleh perusahaan karena adanya

penggunaan dan untuk aktivitas usaha baik dana itu berasal dari dalam

maupun dari luar perusahaan.

Warsono (2003: 136) Biaya Modal adalah sebagai biaya peluang

atas penggunaan dana investasi untuk diinvestasikan dalam proyek-

23

Fakultas EkonomiUniversitas Muhammadiyah Malang

proyek baru. Definisi biaya modal diatas merupakan suatu yang tepat,

karena biaya modal merupakan tingkat hasil atas investasi total

perusahaan yang menghasilkan tingkat pengembalian yang

disyaratkan dari semua sumber pembelanjaannya

Menurut Utama yang dikutip oleh Sofiarini (2004;16) bahwa

biaya modal menunjukkan besarnya kompensasi atau pengembalian

yang dituntut oleh investor atas modal yang diinvestasikan di

perusahaan. Besarnya kompensasi tergantung pada tingkat resiko

perusahaan. Dengan asumsi bahwa investor tidak suka dengan resiko.

Semakin tinggi resiko, maka semakin tinggi tuntutan investor.

Berdasarkan definisi tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa

biaya modal merupakan tingkat pengembalian yang diinginkan oleh

investor dengan risiko tertentu untuk menanamkan dananya kedalam

perusahaan.

1) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Biaya Modal

Menurut Warsono (2003: 137) besar kecilnya biaya modal,

baik untuk perusahaan maupun proyek khusus dipengaruhi

empat macam faktor yaitu:

a) Keadaan ekonomi umum (general economic condition).

Variabel ekonomi makro, sepeti tingkat pertumbuhan

ekonomi dan inflasi, akan menentukan besarnya tingkat

pengembalian bebas risiko (risk -free atau riskless rate of

return). Tingkat pengembalian bebas risiko banyak

24

Fakultas EkonomiUniversitas Muhammadiyah Malang

digunakan sebagai patokan (benchmark) tingkat

pengembalian investasi.

b) Kondisi pasar (market condition). Kemampuan untuk di

pasarkan (marketability) suatu sekuritas yang meningkat,

tingkat pengembalian yang disyaratkan para investor akan

menurun, yang berarti biaya modal perusahaan akan

mengecil.

c) Keputusan operasi dan pembelanjaan (operating and

financing decisions). Suatu perusahaan yang

menginvestasikan dananya pada investasi yang berisiko

tinggi dan banyak yang menggunakan sumber dana dari

utang dan saham preferen, maka akan menanggung risiko

yang tinggi, karena sifatnya yang berpenghasilan tetap.

Akibatnya, pemilik dana akan menuntut tingkat

pengembalian disyaratkan tinggi. Ini berarti biaya modal

yang ditanggung perusahaan akan semakin tinggi.

d) Jumlah pembelanjaan (amount of financing). Permintaan

terhadap jumlah dana yang meningkat cepat, akan membawa

konsekuensi semakin meningkatnya biaya modal.

2) Komponen Biaya Modal

Biaya modal yang digunakan, baik untuk perusahaan

maupun proyek khusus, adalah biaya modal rata-rata tertimbang.

Biaya rata-rata tertimbang ini mempunyai beberapa komponen,

25

Fakultas EkonomiUniversitas Muhammadiyah Malang

yaitu biaya utang (cost of debt), biaya saham preferen (cost of

preferend stock) dan biaya ekuitas (cost of common equity).

Berikut akan dijelaskan lebih lanjut:

a) Biaya Utang (cost of debt)

Konsep biaya utang suatu perusahaan atau proyek dapat

dibagi enjadi dua macam: yaitu biaya utang sebelum pajak

(before tax cost debt) dan biaya utang setelah pajak (after tax

cost debt). Biaya utang menunjukkan seberapa besar biaya

yang harus ditanggung perusahaan sebagai akibat

penggunaan dana yang berasal dari pinjaman.

i. Biaya Utang Sebelum Pajak (before tax cost of ebt)

Besarnya biaya utang sebelum pajak dapat ditentukan

dengan menghitung kd. Dalam Weston dan Brigham

(1990:104) Kd diformulasikan sebagai berikut:

Kd =

Keterangan:

Kd = Biaya utang sebelum pajak

ii. Biaya Utang Setelah Pajak (after tax cost debt)

Perusahaan yang menggunakan sebagian sumber

dananya dari utang akan terkena kewajiban membayar

bunga. Adanya beban bunga ini akan menyebabkan

besarnya penghasilan pembayaran pajak penghasilan

26

Fakultas EkonomiUniversitas Muhammadiyah Malang

menjadi berkurang. Biaya utang setelah pajak dapat

dicari sebagi berikut:

Ki = Kd (1 - T)

( Sumber Weston dan Brigham, 1990:106)

Keterangan:

Ki = Biaya utang setelah pajak

Kd = Biaya utang sebelum pajak

T = Tingkat bunga marginal

b) Biaya Saham Preferen (cost of prefernt stock)

Saham preferen merupakan kombinasi antara utang dengan

modal sendiri. Salah satu ciri saham preferen yang

menyerupai hutang adalah adanya penghasilan tetap bagi

pemiliknya dan saham preferen tidak mempunyai masa jatuh

tempo, sehingga dalam penilaiannya menyerupai obligasi

abadi. Menurut Warsono (2002:141) biaya modal dari saham

preferen dapat ditentukan sebagai berikut:

V =

Keterangan:

V = Harga saham preferen

D = Dividen saham preferen

K = Tingkat pengembalian minimum yang disayaratkan

para pemegang saham preferen

27

Fakultas EkonomiUniversitas Muhammadiyah Malang

Dalam menerbitkan atau mengemisi saham preferen

diperlukan adanya biaya pengambangan (floasi), maka

formula di atas dapat dimodifikasi menjadi:

NV = V - F atau NV = V (1 - F)

Keterangan:

NV = Harga bersih saham preferen

F = Biaya pengembangan ( floatation cost )

F = Tingkat biaya pengembangan (floatation cost rate)

c) Biaya Ekuitas (cost of equity)

Dalam mendanai sumber pendanaan perusahaan, disamping

diperoleh dari penerbitan sekuritas utang, perusahaan dapat

memperoleh dana dari pemegang saham biasa (ekuitas).

Biaya ekuitas diartikan sebagai tingkat pengembalian

minimum yang harus dihasilkan oleh perusahaan atas dana

yang diinvestasikan dalam suatu proyek yang bersumber dari

modal sendiri, agar harga saham perusahaan dipasar saham

tidak berubah (warsono, 2002: 143).

Pembiayaan sumber dana dari pemegang saham biasa

menurut Warsono (2002: 142) dapat dilakukan dengan dua

cara yaitu menggunakan dana dari laba ditahan (retained

earning) dan emisi saham biasa baru (new common stock).

28

Fakultas EkonomiUniversitas Muhammadiyah Malang

i. Biaya Laba Ditahan

Laba ditahan adalah bagian dari laba tahunan yang

diinvestasikan kembali dalam usaha selain dibayarkan

dalam kas sebagai dividen, dan bukan merupakan

akumulasi surplus suatu neraca Warsono (2002; 144).

Apabila kita akan menggunakan dana yang berasal dari

laba yang ditahan, kita harus menyadari bahwa

penggunaan dana tersebut pun ada biayanya. Riyanto

(2001:252) berpendapat bahwa besarnya biaya

penggunaan dana yang berasal dari laba ditahan adalah

sebesar tingkat pendapatan investasi, atau dengan kata

lain biasanya dianggap sama dengan biaya penggunaan

dana yang berasal dari saham biasa.

Menurut Warsono (2002: 144), untuk menentukan

besarnya biaya laba ditahan dapat dilakukan melalui tiga

pendekatan model.

a. Pendekatan CAPM (Capital Asset Pricing Model)

Pendekatan ini didasarkan pada besarnya tingkat

pengembalian yang disyaratkan oleh para pemegang

saham biasa yang mengaitkannya dengan tingkat

pengembalian bebas risiko dan premi risiko atas

sahamnya. Menurut Warsono (2002: 147) biaya modal

29

Fakultas EkonomiUniversitas Muhammadiyah Malang

saham dengan pendekatan CAPM dapat dirumuskan

sebagai berikut :

Ks = Rf + β ( Rm - Rf )

Keterangan:

Ks = biaya laba ditahan

Rf = tingkat pengembalian atas suatu aktiva bebas risiko

β = beta, pengukur risiko sistematis saham

Rm = tingkat pengembalian pasar

β diperoleh dengan cara menetukan besarnya

koefisien regresi antara tingkat pengembalian saham

biasa yang menghasilkan laba ditahan tersebut dengan

tingkat pengembalian pasar saham. menurut Husnan

(2001: 115), beta dirumuskan sebagai berikut:

keterangan:

n = banyaknya periode pengamatan

x = tingkat pengembalian dari portofolio pasar (Rm)

y = tingkat pengembalian saham individu (Ri)

Dari rumus diatas diperoleh dua komponen beta

yaitu, tingkat pengembalian saham biasa (Ri) dan tingkat

pengembalian pasar saham (Rm). Tingkat pengembalian

pasar (Rm), menurut Jogiyanto (2000; 60) dirumuskan

sebagai berikut:

30

Fakultas EkonomiUniversitas Muhammadiyah Malang

Rm =

keterangan:

Rm = tingkat pengembalian pasar

IHSGt = indeks harga saham gabungan periode ke-t

IHSGt-1 = indeks harga saham gabungan sebelum

periode ke-t

Besarnya tingkat pengembalian bebas risiko (Rf)

yang digunakan dalam penilaian biaya laba ditahan

dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan rata-rat

suku bunga sertifikat bank Indonesia (SBI).

Untuk menghitung tingkat pengembalian saham

individu (Ri), menurut Jogiyanto (2000; 109)

dirumuskan sebagai berikut:

Ri =

keterangan:

Ri = tingkat pengembalian saham individu

Pit = harga saham pada periode ke-t

Pit-1 = harga saham pada periode sebelum t

Dit = dividen pada periode ke-t

CAPM adalah model pengharapan (expectational

model). Model ini berdasarkan apa yang diharapkan

investor akan terjadi, bukan pada apa yang sudah terjadi.

31

Fakultas EkonomiUniversitas Muhammadiyah Malang

Warsono (2002:147) mengemukakan bahwa metode

CAPM ini mempunyai kelebihan dan kelemahan.

Kelebihan dari pendekatan CAPM ini memberikan

perkiraan Ks yang akurat. Pernyataan ini didukung oleh

Young dan O’Bryne (2001:153) bahwa koefisien beta

dalam CAPM ini adalah suatu pengukuran dari suatu

risiko sistematis.

Hal ini dikarenakan beta mengukur perubahan dari

harga saham berkenaan dengan pasar saham

keseluruhan. Dengan kata lain beta mencerminkan risiko

pasar (risiko sistematis) sebagai lawan risiko spesifik

(risiko tidak sistematis), dimana risiko tersebut dapat

dihilangkan melalui diversifikasi.

Kelemahan metode CAPM sebagai pengukur biaya

ekuitas meliputi dua hal:

1) Bila diversifikasi pemegang saham suatu perusahaan

tidak luas, maka mereka akan lebih tertarik pada

masalah total risiko dan bukan hanya risiko pasar

saja.

2) Adanya perubahan tingkat risiko saham, sehingga

premi risiko pasar menjadi tidak stabil.

b. Pendekatan Premi Risiko

32

Fakultas EkonomiUniversitas Muhammadiyah Malang

Pendekatan ini didasarkan pada besarnya tingkat

pengembalian yang disyaratkan oleh para pemegang

saham biasa. Selisih ini disebabkan oleh perbedaan

risiko yang harus ditanggung oleh pemilik dana.

Pemegang saham biasa menanggung risiko yang lebih

besar dibandingkan dengan pemegang obligasi.

Untuk itu premi harus diberikan kepada pemegang

saham biasa agar bersedia menanamkan dananya

(termasuk laba ditahan) pada perusahaan. Biaya saham

biasa menurut pendekatan premi risiko dapat dihitung

dengan rumus sebagai berikut:

Ks= Ki+ RP

(sumber Warsono, 2002:148)

Keterangan:

Ks = biaya laba ditahan

Ki = biaya utang setelah pajak

RP = premi risiko

c. Pendekatan Model Pertumbuhan Deviden

Pendekatan ini mengacu pada model penilaian

saham biasa dengan pertumbuhan konstan atau normal.

Untuk menentukan tingkat hasil pengembalian minimum

dengan pendekatan ini dapat dirumuskan sebagai

berikut:

33

Fakultas EkonomiUniversitas Muhammadiyah Malang

ks =

(Sumber Warsono, 2002:145)

keterangan:

Ks = biaya laba ditahan

D1 = dividen yang diharapkan pada tahun pertama

Po = harga pasar saham biasa perusahaan

g = tingkat pertumbuhan dividen tahunan

Warsono juga menjelaskan bahwa kelemahan dari

pendekatan ini adalah bahwa untuk menentukan tingkat

pengembalian yang disyaratkan investor, perhitungan

masing-masing saham pesaing harus dilakukan sendiri-

sendiri. Ada kemungkinan salah satu atau beberapa

saham pesaing salah dalam pengukurannya pada saat

diadakan analisis. Kelemahan yang lain adalah bahwa

tingkat pertumbuhan deviden konstan, ini dalam

kenyataannya mungkin tidak selalu tepat.

ii. Biaya Emisi Saham Biasa Baru

Dalam melaksanakan suatu proyek, terkadang

dibutuhkan dana yang besar, sehingga dana yang

bersumber dari utang, saham preferen dan laba ditahan

tidak mencukupi. Untuk mengatasi hal ini, emisi saham

baru dapat dijadikan sebgai pembelanjaan alternatif

tambahan.

34

Fakultas EkonomiUniversitas Muhammadiyah Malang

Biaya penggunaan dana yang berasal emisi saham

biasa baru atau disingkat “ biaya saham biasa baru” (cost

of new common stock) adalah lebih tinggi daripada

penggunaan dana yang berasal laba yang ditahan (cost of

retained earning). Hal ini Riyanto (2001:253)

menyatakan bahwa tingginya biaya tersebut dikarenakan

dalam emisi saham dibebani biaya emisi ( flotation/

floating cost).

Biaya penggunaan dana yang berasal dari emisi

dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai

berikut:

Ke =

( Sumber Warsono, 2002:149)

Keterangan:

Ke = Biaya ekuitas eksternal

D1 = Dividen yang diharapkan pada tahun pertama

Po = Harga saham biasa

Ft = Biaya pengembangan

F = Tingkat biaya pengembangan

3) Struktur Modal

Struktur Modal adalah Pembelanjaan permanen dimana

mencerminkan perimbangan antara hutang jangka panjang

35

Fakultas EkonomiUniversitas Muhammadiyah Malang

dengan modal sendiri (Riyanto, 2001:22). Struktur modal dan

struktur keuangan mempunyai pengertian yang berbeda. Struktur

finansial mencerminkan cara bagaimana aktiva-aktiva

perusahaan dibelanjai, dengan demikian struktur finansial

tercermin pada keseluruhan pasiva dalam neraca. Struktur modal

hanya tercermin pada utang jangka panjang dan unsur-unsur

modal sendiri. Dengan demikian struktur modal hanya

merupakan sebagian saja dari struktur finansialnya.

Struktur modal merupakan bauran dari segenap sumber

pendanaan jangka panjang yang digunakan oleh perusahaan.

Manajemen struktur modal bertujuan untuk menciptakan suatu

bauran atau kombinasi sumber dana permanen yang sedemikian

rupa, sehingga mampu meminimumkan biaya modal dan

berupaya untuk memaksimumkan harga saham perusahaan.

Struktur modal perusahaan secara umum terdiri atas tiga

komponen yaitu: hutang jangka panjang, saham preferen dan

saham biasa (Warsono, 2002; 236).

Teori struktur modal menjelaskan bagaimana pengaruh

pembelanjaan terhadap nilai perusahaan atau biaya modal

perusahaan. Struktur modal yang optimal akan tercapai pada saat

nilai total perusahaan adalah yang tertinggi dengan biaya modal

yang terendah. Pada struktur modal yang optimal tersebut harga

pasar saham akan mencapai tingkat maksimumnya. Suatu

36

Fakultas EkonomiUniversitas Muhammadiyah Malang

perusahaan dapat menurunkan biaya modalnya dan pada saat

bersamaan meningkat nilainya melalui pemakaian sumber dana

hutang, dengan asumsi investor tidak memandang risiko.

Dalam keadaaan ada pajak, menunjukkan bahwa

penggunaan hutang akan memberikan manfaat, yaitu

meningkatkan nilai perusahaan, atau menurunkan biaya modal

perusahaan karena beban bunga bisa dikurangkan dari

perhitungan pajak penghasilan. Hal ini bukan berarti bahwa

perusahaan harus menggunakan hutang sebanyak-banyaknya,

karena adanya ketidaksempurnaan pasar modal, adanya biaya

kebangkrutan dan perubahan biaya hutang, jika proporsi hutang

semakin besar, maka penggunaan hutang yang sebesar-besarnya

mungkin tidak akan menghasilkan struktur modal yang optimal.

Struktur modal yang optimal adalah struktur modal yang

memaksimumkan nilai perusahaan atau meminimumkan biaya

modal (Riyanto, 2001: 294).

Faktor-faktor yang mempengaruhi struktur modal, antara

lain (Warsono, 2002; 234):

a) Laju pertumbuhan dan kemantapan dimasa yang akan

datang. Semakin tinggi pertumbuhan dan semakin stabil

penjualan di masa yang akan datang, kecenderungan

meleverage semakin besar.

37

Fakultas EkonomiUniversitas Muhammadiyah Malang

b) Struktur kompetitif dalam industri. Semakin kompetitif

persaingan dalam industrinya, semakin kecil kecenderungan

perusahaan untuk menggunakan hutang jangka panjang

dalam struktur modalnya.

c) Susunan asset dari perusahaan sendiri. Perusahaan yang

sebagian besar asetnya berupa asset tetap biasanya lebih

banyak menggunakan modal sendiri dalam struktur

modalnya.

d) Risiko bisnis yang dihadapi perusahaan. Semakin tinggi

risiko bisnis yang dihadapi perusahaan, semakin rendah

kecenderungan untuk mengadakan leverage.

e) Status kendali dari para pemilik dan manajemen. Dengan

bertambahnya saham biasa yang beredar, kendali para

pemilik (sebelumnya) semakin berkurang. Untuk

mengantisipasi hal ini, biasanya untuk menambah modal

perusahaan dilakukan dengan leverage.

f) Sikap para kreditur modal terhadap industri dan perusahaan.

Semakin baik persepsi para kreditur terhadap industri dan

perusahaan, maka semakin mudah perusahaan untuk

mendapatkan hutang.

g) Posisi pajak perusahaan. Alasan utama penggunaan hutang

adalah bahwa bunga mengurangi pengeluaran pajak,

sehingga semakin besar tarif pajak yang diberlakukan

38

Fakultas EkonomiUniversitas Muhammadiyah Malang

terhadap perusahaan, maka biaya hutang efektif menjadi

semakin rendah.

h) Fleksibilitas keuangan atau kemampuan untuk menerbitkan

modal dalam kondisi yang tidak baik. Dalam kondisi utang

ketat dalam perekonomian, atau jika perusahaan mengalami

kesulitan operasi, pemasok modal lebih menyukai untuk

menyediakan dana bagi perusahaan dengan kondisi

keuangan baik.

i) Konsevatisme atau agresivisme manajerial. Beberapa

manajer perusahaan yang agresif cenderung untuk

menggunakan hutang dalam usaha untuk mendorong laba.

Faktor ini berpengaruh terhadap struktur modal yang

optimal.

4) Biaya Modal Rata-Rata Tertimbang (WACC)

Biaya modal tertimbang merupakan gabungan biaya

individu dari pembiayaan tertimbang dengan persentase

pembiayaan yang disediakan oleh setiap sumber Arthur dikutip

oleh Sofiarini (2004:22). Penetapan biaya modal

Rata-rata tertimbang didasarkan pada struktur modal di

neraca yang biasanya dalam prosentase. Perhitungan biaya

modal suatu perusahaan tidak hanya bergantung pada biaya

utang dan pembiayaan ekuitas tetapi juga seberapa banyak dari

masing-masing itu dimiliki dalam struktur modal.

39

Fakultas EkonomiUniversitas Muhammadiyah Malang

Menurut Young dan O’Bryne (2001; 149) rumus biaya

modal rata-rata tertimbang dapat dihitung sebagai berikut:

Keterangan:

WACC = biaya modal rata rata tertimbang

3. Pengukuran Market Value Added (MVA)

Menurut Warsono (2003: 47) tujuan utama manajemen keuangan

perusahaan adalah memaksimumkan kemakmuran bagi para pemegang

sahamnya. Tujuan ini jelas bermanfaat bagi para pegang saham biasa, dan

itu juga menjamin bahwa sumberdaya yang terbatas dialokasikan secara

efesien. Kemakmuran bagi para pemegang saham dapat dimaksimumkan

dengan memaksimumkan perbedaan antara nilai pasar ekuitas dengan

jumlah modal ekuitas yang dipasok oleh para investor kepada perusahaan.

Perbedaan ini disebut sebagai nilai tambah pasar (market value

added/MVA).

Sedangkan menurut Sartono (2001: 103) tujuan utama perusahaan

adalah memaksimalkan kemakmuran pemegang saham. Selain memberi

manfaat bagi pemegang saham, tujuan ini juga menjamin sumber daya

perusahaan yang langka dialokasikan secara efesien dan memberi manfaat

ekonomi. Kemakmuran pemegang saham di maksimalkan dengan

memaksimalkan kenaikan nilai pasar dari modal perusahaan di atas nilai

40

Fakultas EkonomiUniversitas Muhammadiyah Malang

modal yang disetor pemegang saham. Kenaikan ini disebut Market Value

Added (MVA).

Ruky (1999: 350) menyatakan bahwa MVA adalah hasil kumulatif

kinerja perusahaan yang dihasilkan oleh berbagai investasi yang telah

dilakukan maupun yang akan dilakukan. MVA mencerminkan seberapa

sukses investasi baru di masa datang.

Manfaat dari Market Value Added yang dapat diaplikasikan pada

perusahaan, antara lain:

a) Sebagai alat mengukur nilai tambah dari perusahaan guna

meningkatkan kesejahteraan bagi pemegang saham.

b) Dengan MVA investor dapat melakukan tindakan antisipasi sebelum

mengambil keputusan investasi.

c) MVA dapat dijadikan sebagai alat pengukur atau penilaian

peningkatan kekayaan para pemegang saham perusahaan.

Secara sederhana, perhitungan MVA ditulis menurut Purwanti,

Susanto, Salim (1999: 52) sebagai berikut:

Market Value Added (MVA) = EMV – EBV

dimana EMV = Equity Market Value

EMV = Number Share x Price/Share

EBV = Equity Book Value

EBV = Number Share x Nominal Value/Share

Adapun kriterianya yaitu:

41

Fakultas EkonomiUniversitas Muhammadiyah Malang

a) MVA positif (>0) yang berarti pihak manajemen telah mampu

meningkatkan kekayaan perusahaan dan kekayaan para pemegang

saham pun bertambah atau bisa dikatakan kinerja perusahaan tersebut

sehat.

b) MVA negatif (<0) yang berarti pihak manajemen telah menurunkan

kekayaan perusahaan dan kekayaan pemegang saham pun berkurang

atau bisa dikatakan bahwa kinerja perusahaan tidak sehat.

C. Karangka Pikir

42

Fakultas EkonomiUniversitas Muhammadiyah Malang

Berdasarkan teori yang dikemukan diatas, maka dapat disusun kerangka

pikir sebagai berikut:

Gambar 1

Kerangka teoritis Pengukuran Kinerja

Dengan Konsep EVA dan MVA

43

Laporan R/L, Neraca, IHSG, Bunga Obligasi, SBI, Harga Penutupan

Saham.

Analisis EVA

Biaya modal hutangBiaya modal sahamWACCPerhitungan EVA

Analisis MVA

MVA = Nilai pasar ekuitas – modal ekui-tas yang diinvesta-sikan investor.

Perusahaan Otomotif

EVA > 0 ? MVA > 0 ?

Tidak Ada Nilai Tambah

Terdapat Nilai Tambah

Tidak Ya

Tidak Ada Nilai Tambah

Terdapat Nilai Tambah

Tidak Ya

Fakultas EkonomiUniversitas Muhammadiyah Malang

Berdasarkan gambar 1, kerangka pikir pada penelitian ini menjelaskan

bahwa untuk mengetahui kondisi kinerja keuangan perusahaan otomotif.

Sampel yang di gunakan dalam penelitian ini yaitu PT Astra Otoparts, PT

Goodyear, PT Indospring. Dengan menggunakan 2 alat analisis yaitu EVA

dan MVA pertama economic value added (EVA) merupakan suatu teknik

analisis yang memperhitungkan keuntungan operasi seteleh pajak dikurangi

dengan biaya modal dari seleruh miodal untuk menghasilkan laba yang

digunakan untuk menilai kinerja perusahaan dengan memperhatikan secara

adil harapan-harapan para pemegang saham dan kreditur. Kedua Market Value

Added (MVA) adalah hasil kumulatif kinerja perusahaan yang dihasilkan oleh

berbagai investasi yang telah dilakukan maupun yang akan dilakukan untuk

kemakmuran pemegang saham, dengan memaksimalkan kenaikan nilai pasar

dari modal perusahaan di atas nilai modal yang disetor pemegang saham.

Dengan memperhitungkan dua alat analisis tersebut akan dapat disimpulkan,

bagaimana kondisi kinerja keuangan perusahaan otomotif jika diukur dengan

alat analisis EVA dan MVA, apakah kondisi kinerja keuangan sudah sehat dan

sudah sesuai dengan yang diharapkan oleh perusahaan pemegang saham dan

kreditur.

D. Hipotesis

Hipotesis dapat diartikan sebagai dugaan sementara dan masih harus

diuji secara empiris kebenarannya. Berdasarkan latar belakang, rumusan

44

Fakultas EkonomiUniversitas Muhammadiyah Malang

masalah dan tinjaun teori yang ada, peneliti memberikan hipotesis sebagai

berikut:

1. Diduga kinerja keuangan perusahaan otomotif yang tercatat di BEJ selama

periode 2003-2005 sehat dan memberikan nilai tambah ekonomis.

2. Diduga diantara tiga perusahaan otomotif yang tercatat di BEJ, maka

perusahaan PT. Goodyear Indonesia Tbk mempunyai kinerja yang paling

baik.

45

Fakultas EkonomiUniversitas Muhammadiyah Malang

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah Deskriptif yaitu penelitian yang

bertujuan untuk menyusun gambaran atau potret suatu permasalahan secara

detail dan sistematis (Poerwanti, 2000: 24).

B. Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data sekunder yaitu data

yang sudah tersedia dan dikumpulkan oleh pihak lain. Dalam hal ini peneliti

tinggal memanfaatkan data tersebut menurut kebutuhannya. (Sanusi, 2003: 88)

Adapun data-data yang di butuhkan adalah:

1) Laporan Keuangan Tahunan Perusahaan yang meliputi Neraca dan Laba

Rugi tahun 2003 - 2005.

2) Daftar Index Harga Saham Gabungan (IHSG) tahun 2003 - 2005.

3) Tingkat Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) tahun 2003- 2005.

4) Harga Saham Perusahaan tahun 2003-2005.

5) Nilai Nominal Saham Perusahaan tahun 2003 – 2005

6) Jumlah Saham yang dikeluarkan Perusahaan Pada tahun 2003-2005

7) Dividen Perusahaan tahun 2003-2005

46

Fakultas EkonomiUniversitas Muhammadiyah Malang

C. Teknik Pengumpulan Data

Pada penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan adalah

dengan menggunakan teknik dokumentasi, yaitu proses memperoleh data

dengan jalan mengumpulkan dan mencatat data-data yang telah dipublikasikan

oleh lembaga atau instansi terkait.

D. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah keselurahan dari kumpulan elemen-elemen yang

memiliki sejumlah karekteristik umum yang terdiri dari bidang-bidang

yang diteliti. Penelitian ini mengambil populasi pada perusahaan yang

tercatat di Bursa efek jakarta yang termasuk dalam kategori sektor

otomotif selama periode 2003 sampai dengan 2005 sebanyak 15

perusahaan.

2. Sampel

Sampel adalah suatu sub kelompok dari populasi yang dipilih dalam

penelitian. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive

sampling (pengambilan sampel secara tidak acak) yaitu teknik

pengambilan sampel yang didasarkan atas adanya tujuan tertentu. Dimana

dalam penelitian ini sampel yang diambil adalah 3 perusahaan karena

dilihat dari laporan keuanganya paling lengkap dan sahamnya masih aktif

diperdagangkan di BEJ. Sehingga sampel yang digunakan dalam

47

Fakultas EkonomiUniversitas Muhammadiyah Malang

penelitian ini adalah perusahaan otomotif tersebut adalah: PT.Astra

Otoparts, PT. Goodyear Indonesia, PT. Indospring.

E. Definisi Operasional Variabel

Variabel sebagai gejala sesuatu yang akan dijadikan objek penelitian

dan faktor yang berperan dalam peristiwa atau gejala yang akan diteliti,

variabel penelitianya adalah:

Kinerja keuangan adalah suatu prestasi yang dicapai perusahaan

perusahaan pada periode tertentu yang mencerminkan tingkat kesehatan

industri atau perusahaan dalam hal ini kondisi keuangan perusahaan dan

satuan pengukuranya menggunakan rupiah. Dalam mengukur kinerja

keuangan menggunakan metode economic value added (EVA).

1. EVA adalah pengukuran kinerja keuangan perusahaan yang memfokuskan

penilaianya pada nilai tambah dengan memperhitungkan beban biaya

modal sebagai konsekuensi investasi. Economic value added diukur

dengan satuan rupiah dan diberi simbul EVA. Perhitungan EVA dapat

digunakan dengan rumus sebagai berikut:

EVA = NOPAT – COC

2. Biaya modal adalah Biaya modal merupakan biaya yang diperoleh dari

biaya modal rata-rata tertimbang (WACC) dengan penggunaan modal

secara keseluruhan. Biaya modal diukur dengan satuan rupiah. Biaya

modal rata-rata tertimbang merupakan penjumlahan dari dua komponen

yaitu, dari proporsi utang dalam struktur modalnya dikalikan dengan biaya

48

Fakultas EkonomiUniversitas Muhammadiyah Malang

utang setelah pajak dan proporsi ekuitas dalam struktur modalnya

dikalikan dengan biaya ekuitas/laba ditahan. WACC sendiri diukur

dengan prosentase. Dalam penelitian ini biaya modal berasal dari:

a. Menghitung Biaya Modal Hutang

Biaya modal hutang merupakan rate yang harus dibayar oleh

perusahaan, sebagai akibat penggunaan dana yang berasal dari

pinjaman.

1) Biaya Hutang Sebelum Pajak

2) Biaya Hutang Setelah Pajak

Biaya hutang setelah pajak dicari dengan mengalikan tingkat

bunga sebelum pajak dengan (1-tarif pajak). Diformulasikan

seagai berikut:

Ki = Kd (1 - T)

Keterangan:

Ki = Biaya Hutang Setelah Pajak

Kd = Biaya Hutang Sebelum Pajak

T = Tarif Pajak

b. Biaya Saham Preferen (cost of prefernt stock)

Saham preferen merupakan kombinasi antara utang dengan

modal sendiri. Salah satu ciri saham preferen yang menyerupai hutang

adalah adanya penghasilan tetap bagi pemiliknya dan saham preferen

tidak mempunyai masa jatuh tempo, sehingga dalam penilaiannya

49

Fakultas EkonomiUniversitas Muhammadiyah Malang

menyerupai obligasi abadi. Penilaian saham preferen dapat

diformulakan sebagai berikut:

Keterangan:

Kp = Biaya saham preferen

Dp = Deviden saham preferen

Pn = Harga bersih saham preferen pada saat emisi

c. Menghitung Biaya Modal Sendiri (cost of equity).

Dalam mendanai sumber pendanaan perusahaan, disamping

diperoleh dari penerbitan sekuritas utang, perusahaan dapat

memperoleh dana dari pemegang saham biasa (ekuitas). Biaya ekuitas

diartikan sebagai tingkat pengembalian minimum yang harus

dihasilkan oleh perusahaan atas dana yang diinvestasikan dalam suatu

proyek yang bersumber dari modal sendiri, agar harga saham

perusahaan dipasar saham tidak berubah (warsono, 2002: 143).

Pembiayaan sumber dana dari pemegang saham biasa menurut

Warsono (2002: 142) dapat dilakukan dengan dua cara yaitu

menggunakan dana dari laba ditahan (retained earning) dan emisi

saham biasa baru (new common stock).

1) Biaya laba ditahan

Laba ditahan adalah bagian dari laba tahunan yang

diinvestasikan kembali dalam usaha selain dibayarkan dalam kas

sebagai dividen, dan bukan merupakan akumulasi surplus suatu

50

Fakultas EkonomiUniversitas Muhammadiyah Malang

neraca Warsono (2002; 144). Apabila kita akan menggunakan

dana yang berasal dari laba yang ditahan, kita harus menyadari

bahwa penggunaan dana tersebut pun ada biayanya. Riyanto

(2001:252) berpendapat bahwa besarnya biaya penggunaan dana

yang berasal dari laba ditahan adalah sebesar tingkat pendapatan

investasi, atau dengan kata lain biasanya dianggap sama dengan

biaya penggunaan dana yang berasal dari saham biasa.

Menurut Warsono (2002: 144), untuk menentukan besarnya

biaya laba ditahan dapat dilakukan melalui tiga pendekatan model.

a) Pendekatan CAPM (Capital Asset Pricing Model)

Pendekatan ini didasarkan pada besarnya tingkat

pengembalian yang disyaratkan oleh para pemegang saham

biasa yang mengaitkannya dengan tingkat pengembalian bebas

risiko dan premi risiko atas sahamnya. Menurut Warsono

(2002: 147) biaya modal saham dengan pendekatan CAPM

dapat dirumuskan sebagai berikut :

Keterangan :

= Biaya laba ditahan

= Tingkat suku bunga investasi yang bebas resiko

= Tingkat pengembalian pasar

= Beta, pengukur resiko sistematis saham

51

Fakultas EkonomiUniversitas Muhammadiyah Malang

β diperoleh dengan cara menetukan besarnya koefisien

regresi antara tingkat pengembalian saham biasa yang

menghasilkan laba ditahan tersebut dengan tingkat

pengembalian pasar saham. menurut Husnan ( 2001: 115), beta

dirumuskan sebagai berikut:

keterangan:

n = banyaknya periode pengamatan

x = tingkat pengembalian dari portofolio pasar (Rm)

y = tingkat pengembalian saham individu (Ri)

Dari rumus diatas diperoleh dua komponen beta yaitu,

tingkat pengembalian saham biasa (Ri) dan tingkat

pengembalian pasar saham (Rm). Tingkat pengembalian pasar

(Rm), menurut Jogiyanto (2000; 60) dirumuskan sebagai

berikut:

Rm =

keterangan:

Rm = tingkat pengembalian pasar

IHSGt = indeks harga saham gabungan periode ke-t

IHSGt-1 = indeks harga saham gabungan sebelum periode ke-t

52

Fakultas EkonomiUniversitas Muhammadiyah Malang

Besarnya tingkat pengembalian bebas risiko (Rf) yang

digunakan dalam penilaian biaya laba ditahan dalam penelitian

ini adalah dengan menggunakan rata-rat suku bunga sertifikat

bank Indonesia (SBI).

Untuk menghitung tingkat pengembalian saham individu

(Ri), menurut Jogiyanto (2000; 109) dirumuskan sebagai

berikut:

Ri =

keterangan:

Ri = tingkat pengembalian saham individu

Pit = harga saham pada periode ke-t

Pit-1= harga saham pada periode sebelum t

Dit = dividen pada periode ke-t

CAPM adalah model pengharapan (expectational

model). Model ini berdasarkan apa yang diharapkan investor

akan terjadi, bukan pada apa yang sudah terjadi. Warsono

(2002:147) mengemukakan bahwa metode CAPM ini

mempunyai kelebihan dan kelemahan. Kelebihan dari

pendekatan CAPM ini memberikan perkiraan Ks yang akurat.

Pernyataan ini didukung oleh Young dan O’Bryne (2001:153)

bahwa koefisien beta dalam CAPM ini adalah suatu

pengukuran dari suatu risiko sistematis.

53

Fakultas EkonomiUniversitas Muhammadiyah Malang

Hal ini dikarenakan beta mengukur perubahan dari harga

saham berkenaan dengan pasar saham keseluruhan. Dengan

kata lain beta mencerminkan risiko pasar (risiko sistematis)

sebagai lawan risiko spesifik (risiko tidak sistematis), dimana

risiko tersebut dapat dihilangkan melalui diversifikasi.

Kelemahan metode CAPM sebagai pengukur biaya

ekuitas meliputi dua hal:

i. Bila diversifikasi pemegang saham suatu perusahaan tidak

luas, maka mereka akan lebih tertarik pada masalah total

risiko dan bukan hanya risiko pasar saja.

ii. Adanya perubahan tingkat risiko saham, sehingga premi

risiko pasar menjadi tidak stabil.

b) Pendekatan Premi Risiko

Pendekatan ini didasarkan pada besarnya tingkat

pengembalian yang disyaratkan oleh para pemegang saham

biasa. Selisih ini disebabkan oleh perbedaan risiko yang harus

ditanggung oleh pemilik dana. Pemegang saham biasa

menanggung risiko yang lebih besar dibandingkan dengan

pemegang obligasi.

Untuk itu premi harus diberikan kepada pemegang

saham biasa agar bersedia menanamkan dananya (termasuk

laba ditahan) pada perusahaan. Biaya saham biasa menurut

54

Fakultas EkonomiUniversitas Muhammadiyah Malang

pendekatan premi risiko dapat dihitung dengan rumus sebagai

berikut:

Ks= Ki+ RP

(sumber Warsono, 2002:148)

Keterangan:

Ks = biaya laba ditahan

Ki = biaya utang setelah pajak

RP = premi risiko

c) Pendekatan Model Pertumbuhan Deviden

Penghasilan deviden plus tingkat pertumbuhan atau arus

kas yang didiskonto (discounted cash flow) Pendekatan ini

mengacu pada model penilaian saham biasa dengan

pertumbuhan konstan atau normal. Untuk menentukan tingkat

hasil pengembalian minimum dengan pendekatan ini dapat

dirumuskan sebagai berikut:

ks =

(Sumber Warsono, 2002:145)

keterangan:

Ks = biaya laba ditahan

D1 = dividen yang diharapkan pada tahun pertama

Po = harga pasar saham biasa perusahaan

g = tingkat pertumbuhan dividen tahunan

55

Fakultas EkonomiUniversitas Muhammadiyah Malang

Warsono juga menjelaskan bahwa kelemahan dari

pendekatan ini adalah bahwa untuk menentukan tingkat

pengembalian yang disyaratkan investor, perhitungan masing-

masing saham pesaing harus dilakukan sendiri-sendiri. Ada

kemungkinan salah satu atau beberapa saham pesaing salah

dalam pengukurannya pada saat diadakan analisis. Kelemahan

yang lain adalah bahwa tingkat pertumbuhan deviden konstan,

ini dalam kenyataannya mungkin tidak selalu tepat.

2) Biaya Emisi Saham Biasa Baru

Dalam melaksanakan suatu proyek, terkadang dibutuhkan

dana yang besar, sehingga dana yang bersumber dari utang, saham

preferen dan laba ditahan tidak mencukupi. Untuk mengatasi hal

ini, emisi saham baru dapat dijadikan sebgai pembelanjaan

alternatif tambahan.

Biaya penggunaan dana yang berasal emisi saham biasa baru

atau disingkat “biaya saham biasa baru” (cost of new common

stock) adalah lebih tinggi daripada penggunaan dana yang berasal

laba yang ditahan (cost of retained earning). Hal ini Riyanto

(2001:253) menyatakan bahwa tingginya biaya tersebut

dikarenakan dalam emisi saham dibebani biaya emisi ( flotation/

floating cost).

Biaya penggunaan dana yang berasal dari emisi dapat

dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

56

Fakultas EkonomiUniversitas Muhammadiyah Malang

Ke =

( Sumber Warsono, 2002:149)

Keterangan:

Ke = Biaya ekuitas eksternal

D1 = Dividen yang diharapkan pada tahun pertama

Po = Harga saham biasa

Ft = Biaya pengembangan

F = Tingkat biaya pengembangan

d. Biaya Modal Rata-rata Tertimbang (WACC)

Menurut Young dan O’Bryne (2001;149) rumus biaya modal

rata-rata tertimbang dapat dihitung sebagai berikut:

Menghitung Market Value Added (MVA)

Adapun langkah – langkah menghitung MVA adalah

Secara sederhana, perhitungan MVA ditulis Purwanti, Susanto,

Salim (1999: 52) sebagai berikut:

MVA = EMV - EBV

Keterangan :

EMV = Equity Market Value

EMV = Number Share x Price/Share

EBV = Equity Book Value

EBV = Number Share x Nominal Value/Share

57

Fakultas EkonomiUniversitas Muhammadiyah Malang

Menilai kinerja perusahaan berdasarkan EVA dan MVA

F. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini ada empat cara yang dilakukan di dalam

membandingkan ratio financial perusahaan.

1. EVA adalah pengukuran kinerja keuangan perusahaan yang

memfokuskan penilaianya pada nilai tambah dengan memperhitungkan

beban biaya modal sebagai konsekuensi investasi. Perhitungan EVA dapat

digunakan dengan rumus sebagai berikut:

EVA = NOPAT – COC

2. Nilai pasar dapat didefinisikan sebagai perbedaan antara nilai

pasar ekuitas perusahaan dengan nilai ekuitas yang dipasok para

investornya. Besarnya nilai tambah ekonomis suatu perusahaan dapat

dihitung dengan formula sebagai berikut:

MVA = EMV - EBV

3. Time Series Analysis dengan menggunakan uji analisis data

angka indeks.

Time series analysis adalah suatu cara mengevaluasi unsur-unsur

netaca dan laba rugi dengan jalan membandingkan rasio-rasio perusahaan

dari satu periode ke periode lainya. Pembandingan antara ratio yang

dicapai saat ini dengan rasio-rasio pada masa lalu akan memperlihatkan

apakah perusahaan mengalami kemajuan atau kemunduran, dimana

perkembangan perusahaan dapat dilihat dari trend tahun ke tahun sehingga

58

Fakultas EkonomiUniversitas Muhammadiyah Malang

dengan melihat perkembangan ini perusahaan dapat membuat rencana-

rencana untuk masa depannya.

4. Cross Sectional Approach dengan menggunakan uji analisis

data perbedaan rata-rata.

Cross sectional approach merupakan suatu cara mengevaluasi

unsur-unsur neraca dan laporan laba rugi dengan jalan membandingkan

rasio-rasio keuangan perusahaan yang satu dengan perusahaan yang

lainnya yang sejenis pada saat yang bersamaan atau dengan rasio rata-rata

industri. Jadi, pendekatan ini dimaksudkan untuk mengetahui seberapa

baik atau buruk suatu perusahaan dibandingkan dengan perusahaan sejenis

atau dengan rata-rata industrinya (Syamsuddin, 2002:39).

G. Uji Hipotesis

Adapun uji hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. EVA (EconomicValue Added)

Jika EVA > 0, maka hipotesis diterima

Jika EVA = 0, maka hipotesis tidak ada pengaruh

Jika EVA < 0, maka hipotesis ditolak

2. MVA (Market Value Added )

Jika MVA (Positif) > 0, maka hipotesis diterima

Jika MVA (Negatif) < 0, maka hipotesis ditolak

59

Fakultas EkonomiUniversitas Muhammadiyah Malang

3. Time Series Analysis

EVA 2003 < EVA 2004 < EVA 2005 < EVA 2006 = Maka Baik

MVA 2003 < MVA 2004 < MVA 2005 < MVA 2006 = Maka Baik

4. Cross Sectional Approach

EVA t > Rata-rata EVA = Maka Baik

MVA t > Rata-rata MVA = Maka Baik

60