bab i dan ii
DESCRIPTION
komunikasi terapeutik perawatTRANSCRIPT
BAB 1PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Saat ini perkembangan keperawatan di Indonesia telah mengalami perubahan
yang sangat pesat menuju perkembangan keperawatan sebagai profesi. Proses ini
merupakan proses perubahan yang sangat mendasar dan konsepsional, yang
mencakup seluruh aspek keperawatan baik aspek pendidikan, pengembangan dan
pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta kehidupan keprofesian dalam
keperawatan.
Perkembangan keperawatan menuju keperawatan profesi dipengaruhi oleh
sebagai perkembangan keperawatan profesional seperti: adanya tekanan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi keperawatan. Oleh sebab itu
jaminan pelayanan keperawatan yang berkualitas hanya dapat diperoleh dari
tenaga keperawatan yang profesional. Dalam konsep profesi terkait erat tiga nilai
sosial yaitu: pengetahuan yang mendalam dan sistematis, keterampilan teknis dan
kiat yang diperoleh melalui latihan yang lama dan teliti, dan pelayanan/angsuran
kepada yang memerlukan berdasarkan ilmu pengetahuan dan keterampilan teknis
tersebut dengan berpedoman pada filsafat moral yangdiyakini, yaitu etika profesi
serta konsep-konsep dalam berkomunikasi. Kata komunikasi berasal dari bahasa
latin “Coomunicare” yang berarti berpartisipasi atau memberitahukan.
Komunikasi dapat dipahami sebagai suatu konsep serba makna tergantung pada
konteks penggunaan kalimatnya.
Komunikasi merupakan proses yang sangat khusus dan berarti dalam
hubungan antar manusia. Pada profesi keperawatan komunikasi menjadi lebih
1
bermakna karena merupakan metoda utama dalam mengimplementasikan proses
keperawatan. Dalam tulisan ini akan dibahas tentang pengertian komunikasi
termasuk “therapeutic use of self” dan “helping relationship” untuk praktek
keperawatan, sikap dan tehnik serta dimensi hubungan dari komunikasi
terapeutik.
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar,
bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien (Indrawati,
2011). Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi interpersonal dengan titik
tolak saling memberikan pengertian antar perawat dengan pasien. Persoalan
mendasar dan komunikasi ini adalah saling membutuhan antara perawat dan
pasien, sehingga dapat dikategorikan ke dalam komunikasi pribadi di antara
perawat dan pasien, perawat membantu dan pasien menerima bantuan (Indrawati,
2011). Komunikasi terapeutik bukan pekerjaan yang bisa dikesampingkan, namun
harus direncanakan, disengaja, dan merupakan tindakan profesional. Akan tetapi,
jangan sampai karena terlalu asyik bekerja, kemudian melupakan pasien sebagai
manusia dengan beragam latar belakang dan masalahnya (Arwani, 2013 ).
Komunikasi tidak bisa dipisahkan dari setiap individu yang hidup.
Komunikasi juga merupakan hal yang sangat penting bagi individu dalam
melakukan interaksi. Kadangkala individu merasakan komunikasi menjadi tidak
efektif karena kesalahan dalam menafsirkan pesan yang diterimanya. Hal ini
disebabkan karena setiap manusia mempunyai keterbatasan dalam menelaah
komunikasi yang disampaikan. Kesalahan dalam menafsirkan pesan bisa
disebabkan karena persepsi yang berbeda-beda.
2
Hal ini juga sering terjadi pada institusi pelayanan kesehatan, misalnya pasien
sering komplain karena tenaga kesehatan tidak mengerti maksud pesan yang
disampaikan pasien, sehingga pasien tersebut menjadi marah dan tidak datang lagi
mengunjungi pelayanan kesehatan tersebut. Atau contoh lain adalah selisih faham
atau pendapat antara tenaga kesalahan karena salah mempersepsikan informasi
yang diterima yang berakibat terjadinya konflik antara tenaga kesehatan tersebut.
Jika kesalahan penerimaan pesan terus menerus berlanjut dapat berakibat pada
ketidak puasan baik dari pasien maupun tenaga kesehatan. Kondisi ketidak puasan
tersebut akan berdampak pada rendahnya mutu pelayanan yang diberikan tenaga
kesehatan, dan larinya pasien kepada institusi pelayanan kesehatan lainnya yang
dapat memberikan kepuasan.
Untuk menghindari rendahnya mutu pelayanan yang diberikan tenaga
kesehatan (perawat) dan hilangnya pasien atau pelanggan ke tempat lain maka
alangkah sangat bijaksana dan tepat, jika suatu institusi pelayanan kesehatan dapat
meningkatkan kualitas pelayanannya. Salah satu bentuknya adalah dengan
meningkatkan kemampuan komunikasi yang baik dan tepat bagi perawat.
Kepuasan pasien rawat inap adalah tingkat perasaan seseorang pasien setelah
membandingkan kinerja pelayanan atau hasil yang dirasakan dengan harapan yang
diinginkan oleh pasien setelah menjalani rawat inap. Perawat dalam memberikan
asuhan keperawatan tidak terlepas dari (sikap dan perilaku) dalam berkomunikasi
dengan pasien yang dapat mempengaruhi kepuasan pasien, meskipun sarana dan
prasarana pelayanan sering dijadikan ukuran mutu oleh pelanggan namun ukuran
utama penilaian tetap sikap dan perilaku pelayanan yang ditampilkan oleh
3
petugas. Sikap dan perilaku yang baik oleh perawat sering dapat menutupi
kekurangan dalam hal sarana dan prasarana.
Rumah sakit adalah suatu bagian menyeluruh dari organisasi dan medis,
berfungsi memberikan pelayanan kesehatan lengkap kepada masyarakat baik
promosi, pencegahan, pengobatan maupun pemulihan, dimana hasil layanannya
menjangkau pelayanan keluarga dan lingkungan (Menurut WHO 1957 dikutip
pada http://indonetasia.com/definisionline/ 17/10/2015). Motivasi dalam suatu
rumah sakit dimaksudkan sebagai kemauan untuk berjuang atau berusaha ke
tingkat yang lebih tinggi menuju tercapainya tujuan rumah sakit, dengan syarat
tidak mengabaikan kemampuan seseorang untuk memperoleh kepuasan dalam
pemenuhan kebutuhan–kebutuhan pribadi.
Rumah sakit sering kali mengalami permasalahan yang menyangkut tentang
ketidak puasan masyarakat terhadap mutu pelayanan rumah sakit yang dianggap
kurang memuaskan. Upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan secara
menyeluruh tidak bisa lepas dari upaya peningkatan mutu keperawatan. Perawat
merupakan profesi profesional yang perannya tidak dapat dikesampingkan dari
semua bentuk pelayanan rumah sakit. Peran ini disebabkan karena dibanding
tenaga kesehatan lain, jumlah perawat memang relatif besar, sekitar 60 % pegawai
rumah sakit adalah perawat. Tugas perawat mengharuskan kontak paling lama
dengan pasien (asuhan keperawatan berlangsung selama 24 jam). Di rumah sakit,
dokter tidak harus mengobati pasien sepanjang hari, sedang perawat harus tetap
ada untuk melakukan berbagai hal berkaitan dengan perawatan pasien.
(http://blogs.unpad.ac.id). Oleh karena itu kinerja perawat akan mempengaruhi
4
kinerja dan kualitas pelayanan di rumah sakit. Sekarang ini perawat di Indonesia
telah mengalami pergeseran persepsi yang sebelumnya sebagai tenaga vokasional
berubah persepsi sebagai tenaga yang profesional.
Dengan perbedaan budaya ini banyak pasien yang mengeluh cara perawat
menyampaikan informasi terlalu kasar dan pasien mengeluh tidak mendapatkan
informasi yang pasien inginkan. Steiber and Krowinski (1995) menjelaskan
bahwa keluhan yang sering disampaikan oleh pasien yang tidak puas adalah
kurangnya komunikasi dari perawat dan ketidak jelasan akan proses perawatan,
sehingga pasien akan mengeluhkan lamanya waktu menunggu perawat setelah
proses masuk ruangan perawatan, lamanya perawat menjawab panggilan pasien,
sikap perawat yang tidak bersahabat, kurang memberikan pendidikan kesehatan
untuk perawatan dirumah, perawat kurang perhatian, perawat tidak menjelaskan
tentang program pengobatan dan proses penyakit. Atas dasar uraian yang
disampaikan di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai
pengaruh komunikasi terapeutik perawat terhadap kepuasan pasien di ruang rawat
inap Rumah Sakit Umum Permata Madina Panyabungan.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah maka penulis mengangkat
penelitian : pengaruh komunikasi terapeutik perawat terhadap tingkat kepuasan
pasien di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Permata Madina Panyabungan.
1.2.1 Tujuan Penelitian
a. Tujuan Umum
Mengetahui pengaruh pelaksanaan komunikasi terapeutik perawat
5
terhadap kepuasan pasien di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum
Permata Madina Panyabungan.
b.Tujuan Khusus
1. Mendapatkan gambaran pelaksanaan komunikasi terapeutik yang
dilakukan perawat.
2. Mengidentifikasi faktor-faktor kepuasan pasien.
3. Menganalisa pengaruh pelaksanaan komunikasi terapeutik perawat
terhada kepuasan pasien diruang rawat inap Rumah Sakit Umum Permata
Madina Panyabungan.
1.2.2 Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang, identifikasi masalah dan keterbatasan waktu
sehingga penulis membatasi penelitian ini hanya pada masalah pengaruh
komunikasi terapeutik perawat terhadap kepuasan pasien di ruang rawat inap
Rumah Sakit Umum Permata Madina Panyabungan.
1.3 Manfaat Peneliti
1. Bagi Institusi Pendidikan
Dapat menambah referensi kepustakaan yang ada.
2. Bagi Institusi Rumah Sakit
Meningkatkan mutu layanan keperawatan dalam meningkatkan kepuasan
pasien
6
BAB 2TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Komunikasi terapeutik
2.1.1 Pengertian
Komunikasi merupakan proses pertukaran informasi, gagasan dan perasaan.
Proses itu meliputi informasi yang disampaikan tidak hanya secara lisan dan
tulisan, tetapi juga dengan bahasa tubuh, gaya maupun penampilan diri, atau
menggunakan alat bantu di sekeliling kita untuk memperkaya sebuah pesan
(Hybels and Weafer II, 1992). Menurut Tamsuri (2006), komunikasi juga adalah
pertukaran informasi antara dua atau lebih manusia. Komunikasi adalah elemen
dasar dari interaksi manusia yang memungkinkan seseorang untuk menetapkan,
mempertahankan, dan meningkatkan kontak dengan orang lain (Potter dan Perry,
2001).
Komunikasi adalah proses penyampaian suatu pesan oleh seseorang kepada
orang lain untuk memberi tahu atau untuk mengubah sikap, pendapat, atau
perilaku, baik langsung secara lisan, maupun tak langsung melalui media. Dalam
definisi tersebut tersimpul tujuan, yakni memberi tahu atau mengubah sikap
(attitude), pendapat (opinion), atau perilaku (behavior). Jadi ditinjau dari segi si
penyampai pernyataan, komunikasi yang bertujuan bersifat informative dan
persuasif. Komunikasi persuasif (persuasive communication) lebih sulit dari pada
komunikasi informatif (informative communicattion), karena memang tidak
mudah untuk mengubah sikap, pendapat, atau prilaku seseorang atau sejumlah
orang. Demikian pengertian komunikasi secara umum dan secara paradigmatis
7
yang penting untuk dipahami sebagai landasan bagi penguasaan teknik
berkomunikasi. Adalah komunikasi secara paradigmatis yang dipelajari dan
diteliti ilmu Komunikasi.
Menurut As Hornby (1974) terapeutik merupakan kata sifat yang
dihubungkan dengan seni dari penyembuhan. Mampu terapeutik berarti seseorang
mampu melakukan atau mengkomunikasikan perkataan, perbuatan, atau ekspresi
yang memfasilitasi proses penyembuhan.
Menurut Purwanto (1994) komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang
direncanakan secara sadar, kegiatannya mempunyai tujuan untuk kesembuhan
klien. Menurut Roger, 1961 dikutif Arwani (2003) komunikasi terapeutik bukan
merupakan apa yang dilakukan seseorang, tetapi bagaimana seseorang melakukan
komunikasi itu dalam berhubungan dengan orang lain. Sedangkan menurut
Mundakir (2006) komunikasi terapeutik adalah suatu pengalaman bersama antara
perawat-klien yang bertujuan untuk menyelesaikan masalah klien.
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar,
bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien (Indrawati,
2011). Dalam pengertian lain mengatakan bahwa komunikasi terapeutik adalah
proses yang digunakan oleh terapis memakai pendekatan yang direncanakan
secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan pada klien. Stuart G.W (1998)
menyatakan bahwa komunikasi
2.1.2 Tahapan Komunikasi Terapeutik
Stuart G.W, 1998 menjelaskan bahwa dalam prosesnya komunikasi terapeutik
terbagi menjadi empat tahapan yaitu:
8
a. Tahap Persiapan/Pra-interaksi
Dalam tahapan ini perawat menggali perasaannya dengan cara
mengidentifikasi kelebihan dan kekurangannya. Pada tahap ini juga perawat
mencari informasi tentang klien sebagai lawan bicaranya. Setelah hal ini
dilakukan perawat merancang strategi untuk pertemuan pertama dengan klien.
Tahapan ini dilakukan oleh perawat dengan tujuan mengurangi rasa cemas
atau kecemasan yang mungkin dirasakan oleh perawat sebelum melakukan
komunikasi terapeutik dengan klien. Kecemasan yang dialami seseorang
dapat sangat mempengaruhi interaksinya dengan orang lain (Ellis, Gates dan
Kenworthy, 2000 dalam Suryani, 2005). Hal ini disebabkan oleh adanya
kesalahan dalam menginterpretasikan apa yang diucapkan oleh lawan bicara.
Pada saat perawat merasa cemas, dia tidak akan mampu mendengarkan apa
yang dikatakan oleh klien dengan baik (Brammer, 1993 dalam Suryani, 2005)
sehingga tidak mampu melakukan active listening (mendengarkan
dengan aktif dan penuh perhatian). Tugas perawat dalam tahapan ini adalah:
Mengeksplorasi perasaan, mendefinisikan harapan dan mengidentifikasi
kecemasan. Menganalisis kekuatan dan kelemahan diri, Mengumpulkan data
tentang klien, Merencanakan pertemuan pertama dengan klien.
b. Tahap Perkenalan/Orientasi
Tahap perkenalan dilaksanakan setiap kali pertemuan dengan klien dilakukan.
Tujuan dalam tahap ini adalah memvalidasi keakuratan data dan rencana yang
telah dibuat sesuai dengan keadaan klien saat ini, serta mengevaluasi hasil
tindakan yang telah lalu (Stuart.G.W, 1998). Tugas perawat dalam tahapan ini
9
adalah: Membina rasa saling percaya, menunjukkan penerimaan dan
komunikasi terbuka, Merumuskan kontrak (waktu, tempat pertemuan, dan
topik pembicaraan) bersama-sama dengan klien dan menjelaskan atau
mengklarifikasi kembali kontrak yang telah disepakati bersama, Menggali
pikiran dan perasaan serta mengidentifikasi masalah klien yang umumnya
dilakukan dengan menggunakan teknik komunikasi pertanyaan terbuka,
Merumuskan tujuan interaksi dengan klien.Sangat penting bagi perawat untuk
melaksanakan tahapan ini dengan baik karena tahapan ini merupakan dasar
bagi hubungan terapeutik antara perawat dan klien.
c. Tahap Kerja
Tahap kerja merupakan inti dari keseluruhan proses komunikasi terapeutik
(Stuart,G.W,1998). Tahap kerja merupakan tahap yang terpanjang dalam
komunikasi terapeutik karena didalamnya perawat dituntut untuk membantu
dan mendukung klien untuk menyampaikan perasaan dan pikirannya dan
kemudian menganalisa respons ataupun pesan komunikasi verbal dan non
verbal yang disampaikan oleh klien. Dalam tahap ini pula perawat
mendengarkan secara aktif dan dengan penuh perhatian sehingga mampu
membantu klien untuk mendefinisikan masalah yang sedang dihadapi oleh
klien, mencari penyelesaian masalah dan mengevaluasinya. Dibagian akhir
tahap ini, perawat diharapkan mampu menyimpulkan percakapannya dengan
klien. Teknik menyimpulkan ini merupakan usaha untuk memadukan dan
menegaskan hal-hal penting dalam percakapan, dan membantu perawat dan
klien memiliki pikiran dan ide yang sama (Murray,B. & Judith,P,1997 dalam
10
Suryani,2005). Dengan dilakukannya penarikan kesimpulan oleh perawat
maka klien dapat merasakan bahwa keseluruhan pesan atau perasaan yang
telah disampaikannya diterima dengan baik dan benar-benar dipahami oleh
perawat.
d. Tahap Terminasi
Terminasi merupakan akhir dari pertemuan perawat dan klien. Tahap
terminasi dibagi dua yaitu terminasi sementara dan terminasi akhir
(Stuart,G.W,1998). Terminasi sementara adalah akhir dari tiap pertemuan
perawat dan klien, setelah hal ini dilakukan perawat dan klien masih akan
bertemu kembali pada waktu yang berbeda sesuai dengan kontrak waktu yang
telah disepakati bersama. Sedangkan terminasi akhir dilakukan oleh perawat
setelah menyelesaikan seluruh proses keperawatan, Tugas perawat dalam
tahap ini adalah: Mengevaluasi pencapaian tujuan dari interaksi yang telah
dilaksanakan (evaluasi objektif). Brammer dan McDonald (1996) menyatakan
bahwa meminta klien untuk menyimpulkan tentang apa yang telah
didiskusikan merupakan sesuatu yang sangat berguna pada tahap ini.
Melakukan evaluasi subjektif dengan cara menanyakan perasaan klien setelah
berinteraksi dengan perawat. Menyepakati tindak lanjut terhadap interaksi
yang telah dilakukan. Tindak lanjut yang disepakati harus relevan dengan
interaksi yang baru saja dilakukan atau dengan interaksi yang akan dilakukan
selanjutnya. Tindak lanjut dievaluasi dalam tahap orientasi pada pertemuan
berikutnya.
11
2.1.3 Unsur Komunikasi Terapeutik
Unsur komunikasi menurut Anas Tamsuri (2006): komunikator dinilai dari
penampilan yang baik, sopan, menarik, sangat berpengaruh dalam proses
komunikasi. Komunikator sebelum melakukan komunikasi perlu menguasai
masalah dan penguasaan bahasa dengan tujuan komunikator dapat meningkatkan
kepercayaan diri komunikan. Pesan yang disampaikan dalam proses komunikasi
dapat secara langsung, tatap muka, dan media, sedangkan pesan yang disampaikan
oleh komunikator dapat berupa pengetahuan tentang kesehatan, perasaan. Dari
unsure komunikasi ini maka komunikasi dapat tercapai dengan baik dan pesan
yang disampaikan dapat diterima.
Unsur-unsur dalam komunikasi terapeutik adalah terdiri dari komunikator,
komunikan, pesan yang disampaikan dan lingkungan waktu komunikasi
berlangsung. Sumber proses komunikasi yaitu pengirim dan penerima pesan.
Prakarsa berkomunikasi dilakukan oleh sumber ini dan sumber juga menerima
pesan sebagai tolak ukur keberhasilan dalam mengirim. Pesan-pesan yang
disampaikan dengan menggunakan penyandian baik yang berupa bahasa verbal
maupun non verbal. Penerima yaitu orang yang menerima pengiriman pesan dan
membalas pesan yang disampaikan oleh sumber, sehingga dapat diketahui
mengerti tidaknya suatu pesan. Lingkungan waktu komunikasi
berlangsung, dalam hal ini meliputi saluran penyampaian dan penerimaan pesan
serta lingkungan alamiah saat pesan disampaikan. Salura penyampaian pesan
melalui indra manusia yaitu pendengaran, penglihatan, pengecap dan perabaan.
12
2.1.4 Tehnik Komunikasi Terapeutik
Ada dua persyaratan dasar untuk komunikasi yang efektif (Stuart dan Sundeen,
1998) yaitu :
1. Semua komunikasi harus ditujukan untuk menjaga harga diri pemberi
maupun penerima pesan.
2. Komunikasi yang menciptakan saling pengertian harus dilakukan lebih
dahulu sebelum memberikan saran, informasi maupun masukan.
Stuart dan Sundeen, (1998) mengidentifikasi teknik komunikasi terapeutik
sebagai berikut: Mendengarkan dengan penuh perhatian. Dalam hal ini perawat
berusaha mengerti klien dengan cara mendengarkan apa yang disampaikan klien.
Mendengar merupakan dasar utama dalam komunikasi. Dengan mendengar
perawat mengetahui perasaan klien. Beri kesempatan lebih banyak pada klien
untuk berbicara. Perawat harus menjadi pendengar yang aktif. Menunjukkan
penerimaan. Menerima tidak berarti menyetujui, menerima berarti bersedia untuk
mendengarkan orang lain tanpa menunjukkan keraguan atau ketidaksetujuan.
Menanyakan pertanyaan yang berkaitan. Tujuan perawat bertanya adalah untuk
mendapatkan informasi yang spesifik mengenai apa yang disampaikan oleh klien.
Mengulangi ucapan klien dengan menggunakan kata-kata sendiri.
Melalui pengulangan kembali kata-kata klien, perawat memberikan umpan
balik bahwa perawat mengerti pesan klien dan berharap komunikasi dilanjutkan.
Mengklasifikasi : Klasifikasi terjadi saat perawat berusaha untuk menjelaskan
dalam kata-kata ide atau pikiran yang tidak jelas dikatakan oleh klien.
Memfokuskan. Metode ini bertujuan untuk membatasi bahan pembicaraan
13
sehingga percakapan menjadi lebih spesifik dan dimengerti. Menyatakan hasil
observasi. Dalam hal ini perawat menguraikan kesan yang ditimbulkan oleh
isyarat non verbal klien.
Menawarkan informasi. Memberikan tambahan informasi merupakan
tindakan penyuluhan kesehatan untuk klien yang bertujuan memfasilitasi klien
untuk mengambil keputusan.
Diam. Diam akan memberikan kesempatan kepada perawat dan klien untuk
mengorganisir. Diam memungkinkan klien untuk berkomunikasi dengan dirinya
sendiri, mengorganisir pikiran dan memproses informasi.
Meringkas: Meringkas pengulangan ide utama yang telah dikomunikasikan
secara singkat. Memberi penghargaan. Penghargaan janganlah sampai menjadi
beban untuk klien dalam arti jangan sampai klien berusaha keras dan melakukan
segalanya demi untuk mendapatkan pujian dan persetujuan atas perbuatannya.
Memberi kesempatan kepada klien untuk memulai pembicaraan. Memberi
kesempatan kepada klien untuk berinisiatif dalam memilih topik pembicaraan.
Menganjurkan untuk meneruskan pembicaraan. Teknik ini memberikan
kesempatan kepada klien untuk mengarahkan hampir seluruh pembicaraan.
Menempatkan kejadian secara berurutan. Mengurutkan kejadian secara teratur
akan membantu perawat dan klien untuk melihatnya dalam suatu perspektif.
Memberikan kesempatan kepada klien untuk menguraikan persepsinya. Apabila
perawat ingin mengerti klien, maka perawat harus melihat segala sesuatunya dari
perspektif klien.
Refleksi: Refleksi memberikan kesempatan kepada klien untuk mengemukakan
14
dan menerima ide dan perasaannya sebagai bagian dari dirinya sendiri.
2.1.5 Prinsip – Prinsip Komunikasi Terapeutik
Untuk mengetahui apakah komunikasi yang dilakukan tersebut bersifat
terapeutik atau tidak, maka dapat dilihat apakah komunikasi itu sesuai dengan
prinsip–prinsip berikut ini : perawat harus mengenal dirinya sendiri yang berarti
menghayati, memahami dirinya sendiri serta nilai yang dianut. Komunikasi harus
ditandai dengan sikap saling menerima, saling percaya dan saling menghargai.
Perawat harus memahami, menghayati nilai yang dianut oleh pasien. Perawat
harus menyadari pentingnya kebutuhan pasien baik fisik maupun mental. Perawat
harus menciptakan suasana yang memungkinkan pasien memiliki motivasi untuk
mengubah dirinya baik sikap, tingkah lakunya sehingga tumbuh makin matang
dan dapat memecahkan masalah yang dihadapi. Perawat harus mampu menguasai
perasaan sendiri secara bertahap untuk mengetahui dan mengatasi perasaan
gembira, sedih, marah, keberhasilan maupun frustasi.
Mampu menentukan batas waktu yang sesuai dan dapat mempertahankan
konsistensinya. Memahami betul arti empati sebagai tindakan yang terapeutik dan
sebaliknya simpati bukan tindakan yang terapeutik. Kejujuran dan komunikasi
terbuka merupakan dasar dari hubungan terapeutik. Mampu berperan sebagai role
model agar dapat menunjukkan dan meyakinkan orang lain tentang kesehatan,
oleh karena itu petugas perlu mempertahankan suatu keadaan sehat fisik mental,
spiritual dan gaya hidup. Disarankan untuk mengekspresikan perasaan bila
dianggap mengganggu. Altruisme, yaitu mendapatkan kepuasan dengan menolong
orang lain secara manusiawi. Berpegang pada etika dengan cara berusaha sedapat
15
mungkin mengambil keputusan berdasarkan prinsip kesejahteraan manusia.
Bertanggung jawab dalam dua dimensi yaitu tanggung jawab terhadap diri
sendiri atas tindakan yang dilakukan dan tanggung jawab terhadap orang lain.
Selain prinsip-prinsip komunikasi terapeutik tersebut diatas, perlu diperhatikan
ada Lima sikap atau cara untuk menghadirkan diri secara fisik yang dapat
memfasilitasi komunikasi yang terapeutik menurut Egan, yaitu : Berhadapan.
Artinya dari posisi ini adalah “Saya siap untuk anda”. Mempertahankan kontak
mata. Kontak mata pada level yang sama berarti menghargai klien dan
menyatakan keinginan untuk tetap berkomunikasi. Membungkuk ke arah klien.
Posisi ini menunjukkan keinginan untuk mengatakan atau mendengar sesuatu.
Mempertahankan sikap terbuka, tidak melipat kaki atau tangan menunjukkan
keterbukaan untuk berkomunikasi. Tetap rileks. Tetap dapat mengontrol
keseimbangan antara ketegangan dan relaksasi dalam memberi respon kepada
klien. Selain hal-hal di atas sikap terapeutik juga dapat teridentifikasi melalui
perilaku non verbal.
Stuart dan Sundeen (1998) mengatakan ada lima kategori komunikasi non
verbal, yaitu : Isyarat vokal, yaitu isyarat paralingustik termasuk semua kualitas
bicara non verbal misalnya tekanan suara, kualitas suara, tertawa, irama dan
kecepatan bicara. Isyarat tindakan, yaitu semua gerakan tubuh termasuk ekspresi
wajah dan sikap tubuh.
Isyarat obyek, yaitu obyek yang digunakan secara sengaja atau tidak sengaja
oleh seseorang seperti pakaian dan benda pribadi lainnya. Ruang memberikan
isyarat tentang kedekatan hubungan antara dua orang. Hal ini didasarkan pada
16
norma-norma social budaya yang dimiliki.
Sentuhan, yaitu fisik antara dua orang dan merupakan komunikasi non verbal
yang paling personal. Respon seseorang terhadap tindakan ini sangat dipengaruhi
oleh tatanan dan latar belakang budaya,jenis hubungan, jenis kelamin, usia dan
harapan.
2.1.6 Hambatan Dalam Berkomunikasi Terapeutik
Secara umum hambatan dalam proses komunikasi yang tepat, kurangnya
perencanaan dalam berkomunikasi, penampilan, sikap dan kecakapan yang kurang
tepat selama berkomunikasi. Kurang pengetahuan, perbedaan persepsi, perbedaan
harapan, pesan yang tidak jelas, prasangka yang buruk, tidak ada kepercayaan, ada
ancaman perbedaan status dan bahasa, kesalahan informasi merupakan hambatan
dalam berkomunikasi.
Untuk mengatasi hambatan tersebut dapat ditanggulangi dengan cara
mengecek arti, umpan balik dari pesan itu sendiri. Meningkatkan kasadaran diri
juga merupakan salah satu cara untuk mengatasi hambatan komunikasi. Faktor-
faktor pribadi perawat yang harus disadari adalah tentang sikap, nilai-nilai
kepercayaan, perasaan dan prilaku. Menurut Roger (1967) yang dikutip dari
Mundakir (2006) menekankan bahwa untuk memahami orang lain dalam proses
komunikasi kesadaran atau pemahaman terhadap diri sendiri adalah prasarat yang
penting. Seorang perawat dapat berkomunikasi secara baik dengan klien bila
mempunyai kesadaran diri yang baik.
17
2.1.7 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Komunikasi Terapeutik
Komunikasi dapat dipengaruhi beberapa faktor, menurut Perry dan Potter
(1987), yang dikutip dari mundakir (2006) antara lain: Persepsi dimana persepsi
akan sangat mempengaruhi jalannya komunikasi karena proses komunikasi harus
ada persepsi dan pengertian yang sama tentang pesan yang disampaikan dan
diterima oleh kedua belah pihak. Nilai merupakan yang mempengaruhi
komunikasi oleh sebab itu komunikasi yang terjadi antara perawat dalam konteks
kesehatan tentunya beda dengan nilai yang dimiliki klien. Sedangkan komunikasi
dengan klien hendaknya lebih mengarah pada member support dan dukungan
nasehat dalam rangka mengatasi masalah klien. Emosi juga mempengaruhi cara
seseorang berkomunikasi dan akan berjalan lancar dan efektif apabila dapat
mengelola emosinya. Sebagai pelayan kesehatan kita harus mampu
mengendalikan emosi. Dan tidak mencampurkan permasalahan pribadi sewaktu
memberikan pelayanan tetapi tetaplah dalam konteks bekerja.
Pengetahuan dalam proses komunikasi dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan
yang berbeda. Perawat berkomunikasi dengan klien yang memiliki tingkat
pengetahuan yang berbeda, sehingga perawat harus mengkaji pengetahuan klien
itu sendiri. Peran dan hubungan memiliki pengaruh dalam berkomunikasi karena
peran dan hubungan memiliki keterkaitan yang erat sehingga dalam
berkomunikasi akan tercipta rasa memiliki dan percaya diri dalam proses
komunikasi. Faktor lain yang mempengaruhi komunikasi adalah lingkungan,
setiap orangcenderung dapatberkomunikasi dengan lebih baik bila lingkungannya
juga nyaman dan mendukung. Latar belakang sosial budaya juga mempengaruhi
18
jalannya komunikasi. Komunikasi antar budaya mempengaruhi cara klien dan
perawat melakukan hubungan satu sama lain. Perbedaan budaya tidak menjadi
halangan untuk menjalin hubungan satu sama lain. Kunci utama dalam pergaulan
antar budaya adalah tidak menilai orang lain yang berbeda budaya dengan
menggunakan penilaian budaya kita.
19
2.1 8 Fungsi Komunikasi Terapeutik
Fungsi komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan mengajarkan
kerja sama antara perawat dan pasien melalui hubungan perawat dan pasien.
Perawat berusaha mengungkap perasaan, mengidentifikasi dan mengkaji masalah
serta mengevaluasi tindakan yang dilakukan dalam perawatan (Purwanto, 1994).
Proses komunikasi yang baik dapat memberikan pengertian tingkah laku pasien
dan membantu pasien untuk dalam rangka mengatasi persoalan yang dihadapi
pada tahap perawatan. Sedangkan pada tahap preventif kegunaannya adalah
mencegah adanya tindakan yang negatif terhadap pertahanan diri pasien.
Fungsi komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan menganjurkan
kerja sama antara perawat dan pasien melalui hubungan perawat dan pasien.
Mengidentifikasi. mengungkap perasaan dan mengkaji masalah dan evaluasi
tindakan yang dilakukan oleh perawat (Indrawati, 2011).
Menurut Roger fungsi komunikasi terapeutik adalah:
1. Mendorong dan menganjurkan kerjasama antara bidan-pasien.
2. Mengidentifikasi, mengungkap perasaan dan mengkaji masalah serta
mengevaluasi tindakan yang dilakukan bidan.
3. Memberikan pengertian tingkah laku pasien dan membantu pasien
mengatasi masalah yang dihadapi.
4. Mencegah tindakan yang negatif terhadap pertahanan diri pasien.
2.2 Kepuasan Klien
2.2.1 Pengertian Kepuasan
Kepuasan menurut Kamus Bahasa Indonesia adalah puas; merasa senang;
20
perihal (hal yang bersifat puas, kesenangan, kelegaan dan sebagainya). Kepuasan
dapat diartikan sebagai perasaan puas, rasa senang dan kelegaan seseorang
dikarenakan mengkonsumsi suatu produk atau jasa untuk mendapatkan pelayanan
suatu jasa. Menurut Oliver (dalam Supranto, 2001) mendefinisikan kepuasan
sebagai tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja atau
hasil yang dirasakannya dengan harapannya. Tingkat kepuasan merupakan
fungsi dari perbedaan antara kinerja yang dirasakan dengan harapan. Apabila
kinerja dibawah harapan, maka pelanggan akan sangat kecewa. Bila kinerja sesuai
harapan, maka pelanggan akan sangat puas. Sedangkan bila kinerja melebihi
harapan pelanggan akan sangat puas harapan pelanggan dapat dibentuk oleh
pengalaman masa lampau, komentar dari kerabatnya serta janji dan informasi dari
berbagai media. Pelanggan yang puas akan setia lebih lama, kurang sensitive
terhadap harga dan memberi komentar yang baik tentang perusahaan tersebut.
Menurut Kotler (1988) kepuasan adalah tingkat kepuasan seseorang setelah
membandingkan kinerja atau hasil yang dirasakan dibandingkan dengan
harapannya. Jadi kepuasan atau ketidakpuasan adalah kesimpulan dari interaksi
antara harapan dan pengalaman sesudah memakai jasa atau pelayanan yang
diberikan. Upaya untuk mewujudkan kepuasan pelanggan total bukanlah hal yang
mudah, Mudie dan Cottom menyatakan bahwa kepuasan pelanggan total tidak
mungkin tercapai, sekalipun hanya untuk sementara waktu (Tjiptono,1997).
Berdasarkan uraian dari beberapa ahli tersebut diatas, maka dapat disimpulkan
bahwa kepuasan adalah perasaan senang, puas individu karena antara harapan dan
kenyataan dalam memakai dan pelayanan yang diberikan terpenuhi. Kepuasan
adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang berasal dari perbandingan
21
antara kesannya terhadap kinerja atau hasil suatu produk dengan harapan-
harapannya.
Kepuasan pasien adalah Memahami kebutuhan dan keinginan konsumen
dalam hal ini pasien adalah hal penting yang mempengaruhi kepuasan pasien.
Pasien yang puas merupakan aset yang sangat berharga karena apabila pasien puas
mereka akan terus melakukan pemakaian terhadap jasa pilihannya, tetapi jika
pasien merasa tidak puas mereka akan memberitahukan dua kali lebih hebat
kepada orang lain tentang pengalaman buruknya. Untuk menciptakan kepuasan
pasien suatu perusahaan atau rumah sakit harus menciptakan dan mengelola suatu
system untuk memperoleh pasien yang lebih banyak dan kemampuan untuk
mempertahankan pasiennya. Namun upaya untuk perbaikan atau kesempurnaan
kepuasan dapat dilakukan dengan berbagai strategi oleh perusahaan untuk dapat
merebut pelanggan. Junaidi (2002) berpendapat bahwa kepuasan konsumen atas
suatu produk dengan kinerja yang dirasakan konsumen atas poduk tersebut. Jika
kinerja produk lebih tinggi dari harapan konsumen maka konsumen akan
mengalami kepuasan. Hal yang hampir serupa dikemukakan oleh Indarjati (2001)
yang menyebutkan adanya tiga macam kondisi kepuasan yang bisa dirasakan oleh
konsumen berkaitan dengan perbandingan antara harapan dan kenyataan, yaitu
jika harapan atau kebutuhan sama dengan layanan yang diberikan maka konsumen
akan merasa puas. Jika layanan yang diberikan pada konsumen kurang atau tidak
sesuai dengan kebutuhan atau harapan konsumen maka konsumen menjadi tidak
puas.
Kepuasan konsumen merupakan perbandingan antara harapan yang dimiliki
oleh konsumen dengan kenyataan yang diterima oleh konsumen dengan kenyataan
22
yang diterima oleh konsumen dengan kenyataan yang diterima oleh konsumen
pada saat mengkonsumsi produk atau jasa. Konsumen yang mengalami kepuasan
terhadap suatu produk atau jasa dapat dikategorikan ke dalam konsumen
masyarakat, konsumen instansi dan konsumen individu. Dalam penelitian ini
peneliti menitikberatkan pada kepuasan pasien. Pasien adalah orang yang karena
kelemahan fisik atau mentalnya menyerahkan pengawasan dan perawatannya,
menerima dan mengikuti pengobatan yang ditetapkan oleh tenaga kesehatan
(Prabowo, 1999). Sedangkan Aditama (2002) berpendapat bahwa pasien adalah
mereka yang di obati dirumah sakit. Berdasarkan uraian dari beberapa ahli
tersebut diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kepuasan pasien adalah perasaan
senang, puas individu karena terpenuhinya harapan atau keinginan dalam
menerima jasa pelayanan kesehatan.
Kepuasan pasien adalah respon terhadap evaluasi ketidak seimbangan antara
harapan sebelumnya dan kinerja aktual produk yang dirasakan setelah
pemakaiannya. (Laveridge, 1996). Kepuasan pelanggan adalah hasil yang dicapai
pada saat keistimewaan produk merespon kebutuhan pelanggan. Kepuasan
pelanggan rumah sakit atau institusi pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh banyak
faktor, antara lain yang berhubungan dengan pendekatan atau perilaku petugas,
perasaan pasien terutama saat pertama kali datang, mutu informasi apa yang
diterima, seperti apa yang dikerjakan, apa yang dapat diharapkan, dan brosur
perjanjian. Djoko Wijoyo (1999) menjelaskan kualitas atau mutu pelayanan,
khususnya dibidang kesehatan yang ditinjau dari berbagai aspek, antara lain dari
sudut pandang pasien, petugas kesehatan dan manajer. Dari sudut pandang pasien,
mutu pelayanan berarti suatu empati, respek, dan tanggapan akan kebutuhannya.
23
Menurut Teori Kotler (1997) dalam bukunya sevice quality, kepuasan pelanggan
merupakan kondisi terpenuhi harapan pelanggan atas service atau pelayanan yang
diberikan. Apabila pelayanan yang diberikan sesuai atau melebihi harapan atau
ekspektasi pelanggan, mereka akan puas. Sebaliknya apabila pelayanan yang
diberikan ternyata dibawah ekspektasi pelanggan, mereka akan puas. Sebaliknya
apabila pelayanan yang diberikan ternyata dibawah ekspektasi, mereka cenderung
tidak puas. Oleh karena itu, mengetahui ekspektasi pelanggan sangat penting
dipahami.
2.2.2 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Pasien
Yang mempengaruhi kepuasan pasien antara lain, pendekatan dan perilaku
petugas. Perasaan pasien terutama saat pertama kali datang, mutu informasi yang
diterima, setiap apa yang dikerjakan dan apa yang diharapkan, prosedur
perjanjian, waktu tunggu, fasilitas umum yang tersedia, fasilitas seperti mutu
makanan, privasi dan pengaturan kunjungan.
Menurut pendapat Budiastuti (2002) mengemukakan bahwa pasien dalam
mengevaluasi kepuasan terhadap jasa pelayanan yang diterima mengacu pada
beberapa faktor, antara lain : Kualitas produk atau jasa. Pasien akan merasa puas
bila hasil evaluasi mereka menunjukkan bahwa produk atau jasa yang digunakan
berkualitas. Persepsi konsumen terhadap kualitas poduk atau jasa dipengaruhi
oleh dua hal yaitu kenyataan kualitas poduk atau jasa yang sesungguhnya dan
komunikasi perusahaan terutama iklan dalam mempromosikan rumah sakitnya.
Kualitas pelayanan. Memegang peranan penting dalam industri jasa. Pelanggan
dalam hal ini pasien akan merasa puas jika mereka memperoleh pelayanan yang
baik atau sesuai dengan yang diharapkan. Faktor emosional. Pasien yang merasa
24
bangga dan yakin bahwa orang lain kagum terhadap konsumen bila dalam hal ini
pasien memilih rumah sakit yang sudah mempunyai pandangan “rumah sakit
mahal”, cenderung memiliki tingkat kepuasan yang lebih tinggi. Harga. Harga
merupakan aspek penting, namun yang terpenting dalam penentuan kualitas guna
mencapai kepuasan pasien. Meskipun demikian elemen ini mempengaruhi pasien
dari segi biaya yang dikeluarkan, biasanya semakin mahal harga perawatan maka
pasien mempunyai harapan yang lebih besar. Sedangkan rumah sakit yang
berkualitas sama tetapi berharga murah, memberi nilai yang lebih tinggi pada
pasien. Biaya. Mendapatkan produk atau jasa, pasien yang tidak perlu
mengeluarkan biaya tambahan atau tidak perlu membuang waktu untuk
mendapatkan jasa pelayanan, cenderung puas terhadap jasa pelayanan tersebut.
Tjiptono (1997) kepuasan pasien ditentukan oleh beberapa fakor antara lain,
yaitu :
a. Kinerja (performance), berpendapat pasien terhadap karakteristik operasi
dari pelayanan inti yang telah diterima sangat berpengaruh pada kepuasan
yang dirasakan. Wujud dari kinerja ini misalnya : kecepatan, kemudahan, dan
kenyamanan bagaimana perawat dalam memberikan jasa pengobatan
terutama keperawatan pada waktu penyembuhan yang relatif cepat,
kemudahan dalam memenuhi kebutuhan pasien dan kenyamanan yang
diberikan yaitu dengan memperhatikan kebersihan, keramahan dan
kelengkapan peralatan rumah sakit.
b. Ciri-ciri atau keistimewaan tambahan (features), merupakan karakteristik
sekunder atau karakteristik pelengkap yang dimiliki oleh jasa pelayanan,
misalnya : kelengkapan interior dan eksterior seperti televisi, AC, sound
25
system, dan sebagainya.
c. Keandalan (reliability), sejauhmana kemungkinan kecil akan mengalami
ketidakpuasan atau ketidaksesuaian dengan harapan atas pelayanan yang
diberikan. Hal ini dipengaruhi oleh kemampuan yang dimiliki oleh perawat
didalam memberikan jasa keperawatannya yaitu dengan kemampuan dan
pengalaman yang baik terhadap memberikan pelayanan keperawatan dirumah
sakit.
d. Kesesuaian dengan spesifikasi (conformance to spesification), yaitu sejauh
mana karakteristik pelayanan memenuhi standart-standart yang telah
ditetapkan sebelumnya. Misalnya : standar keamanan dan emisi terpenuhi
seperti peralatan pengobatan.
e. Daya tahan (durability), berkaitan dengan beberapa lama produk
tersebut digunakan. Dimensi ini mencakup umur teknis maupun umur
ekonomis dalam penggunaan peralatan rumah sakit, misalnya : peralatan
bedah, alat transportasi, dan sebagainya.
f. Service ability, meliputi kecepatan, kompetensi, serta penanganan keluhan
yang memuaskan. Pelayanan yang diberikan oleh perawat dengan
memberikan penanganan yang cepat dan kompetensi yang tinggi terhadap
keluhan pasien sewaktu-waktu.
g. Estetika, merupakan daya tarik rumah sakit yang dapat ditangkap oleh
panca indera. Misalnya : keramahan perawat, peralatan rumah sakit yang
lengkap dan modern, desain arsitektur rumah sakit, dekorasi kamar,
kenyamanan ruang tunggu, taman yang indah dan sejuk, dan sebagainya.
h. Kualitas yang dipersepsikan (perceived quality), citra dan reputasi rumah
26
sakit serta tanggung jawab rumah sakit. Bagaimana kesan yang diterima
pasien terhadap rumah sakit tersebut terhadap prestasi dan keunggulan rumah
sakit daripada rumah sakit lainnya dan tangggung jawab rumah sakit selama
proses penyembuhan baik dari pasien masuk sampai pasien keluar rumah
sakit dalam keadaan sehat.
Sementara itu ahli lain Moison, Walter dan White (dalam Haryanti, 2000)
menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan konsumen, yaitu :
a. Karakteristik produk, produk ini merupakan kepemilikan rumah sakit yang
bersifat fisik antara lain gedung dan dekorasi. Karakteristik produk rumah
sakit meliputi penampilan bangunan rumah sakit, kebersihan dan tipe kelas
kamar yang disediakan beserta kelengkapannya.
b. Harga, yang termasuk didalamnya adalah harga produk atau jasa. Harga
merupakan aspek penting, namun yang terpenting dalam penentuan kualitas
guna mencapai kepuasan pasien. Meskipun demikian elemen ini
mempengaruhi pasien dari segi biaya yang dikeluarkan, biasanya semakin
mahal harga perawatan maka pasien mempunyai harapan yang lebih besar.
c. Pelayanan, yaitu pelayanan keramahan petugas rumah sakit, kecepatan
dalam pelayanan. Rumah sakit dianggap baik apabila dalam memberikan
pelayanan lebih memperhatikan kebutuhan pasien maupun orang lain yang
berkunjung di rumah sakit. kepuasan muncul dari kesan pertama masuk
pasien terhadap pelayanan keperawatan yang diberikan. Misalnya : pelayanan
yang cepat, tanggap dan keramahan dalam memberikan pelayanan
keperawatan.
d. Lokasi, meliputi letak rumah sakit, letak kamar dan lingkungannya.
27
Merupakan salah satu aspek yang menentukan pertimbangan dalam memilih
rumah sakit. Umumnya semakin dekat rumah sakit dengan pusat perkotaan
atau yang mudah dijangkau, mudahnya transportasi dan lingkungan yang baik
akan semakin menjadi pilihan bagi pasien yang membutuhkan rumah sakit
tersebut.
e. Fasilitas, kelengkapan fasilitas rumah sakit turut menentukan penilaian
kepuasan pasien, misalnya fasilitas kesehatan baik sarana dan prasarana,
tempat parkir, ruang tunggu yang nyaman dan ruang kamar rawat inap.
Walaupun hal ini tidak vital menentukan penilaian kepuasan pasien, namun
rumah sakit perlu memberikan perhatian pada fasilitas rumah sakit dalam
penyusunan strategi untuk menarik konsumen.
f. Image, yaitu citra, reputasi dan kepedulian rumah sakit terhadap
lingkungan. Image juga memegang peranan penting terhadap kepuasan pasien
dimana pasien memandang rumah sakit mana yang akan dibutuhkan untuk
proses penyembuhan. Pasien dalam menginterpretasikan rumah sakit berawal
dari cara pandang melalui panca indera dari informasi-informasi yang
didapatkan dan pengalaman baik dari orang lain maupun diri sendiri sehingga
menghasilkan anggapan yang positif terhadap rumah sakit tersebut, meskipun
dengan harga yang tinggi. Pasien akan tetap setia menggunakan jasa rumah
sakit tersebut dengan harapan-harapan yang diinginkan pasien.
g. Desain visual, meliputi dekorasi ruangan, bangunan dan desain jalan yang
tidak rumit. Tata ruang dan dekorasi rumah sakit ikut menentukan
kenyamanan suatu rumah sakit, oleh karena itu desain dan visual harus
diikutsertakan dalam penyusunan strategi terhadap kepuasan pasien atau
28
konsumen.
h. Suasana, meliputi keamanan, keakraban dan tata lampu. Suasana rumah
sakit yang tenang, nyaman, sejuk dan indah akan sangat mempengaruhi
kepuasan pasien dalam proses penyembuhannya. Selain itu tidak hanya bagi
pasien saja yang menikmati itu akan tetapi orang lain yang berkunjung ke
rumah sakit akan sangat senang dan memberikan pendapat yang positif
sehingga akan terkesan bagi pengunjung rumah sakit tersebut.
i. Komunikasi, yaitu tata cara informasi yang diberikan pihak penyedia jasa
dan keluhan-keluhan dari pasien. Bagaimana keluhan-keluhan dari pasien
dengan cepat diterima oleh penyedia jasa terutama perawat dalam
memberikan bantuan terhadap keluhan pasien. Misalnya adanya tombol
panggilan didalam ruang rawat inap, adanya ruang informasi yang memadai
terhadap informasi yang akan dibutuhkan pemakai jasa rumah sakit seperti
keluarga pasien maupun orang yang bekunjung di rumah sakit. Maka dapat
ditarik kesimpulan bahwa faktor-faktor kepuasan pasien adalah : kualitas jasa,
harga, emosional, kinerja, estetika, karakteristik produk, pelayanan, lokasi,
fasilitas, komunikasi, suasana, dan desain visual.
2.2.3 Aspek – Aspek Yang Mempengaruhi Kepuasan Pasien
Menurut Griffith (1987) ada beberapa aspek-aspek yang mempengaruhi perasaan
puas pada seseorang yaitu :
a. Sikap pendekatan staf pada pasien yaitu sikap staf terhadap pasien ketika
pertama kali datang di rumah sakit.
b. Kualitas perawatan yang diterima oleh pasien yaitu apa saja yang telah
dilakukan oleh pemberi layanan kepada pasien, seberapa pelayanan
29
perawatan yang berkaitan dengan proses kesembuhan penyakit yang diderita
pasien dan kelangsungan perawatan pasien selama berada dirumah sakit.
c. Prosedur administrasi yaitu berkaitan dengan pelayanan administrasi
pasien dimulai masuk rumah sakit selama perawatan berlangsung sampai
keluar dari rumah sakit.
d. Waktu menunggu yaitu berkaitan dengan waktu yang diperbolehkan untuk
berkunjung maupun untuk menjaga dari keluarga maupun orang lain dengan
memperhatikan ruang tunggu yang memenuhi standar-standar rumah sakit
antara lain : ruang tunggu yang nyaman, tenang, fasilitas yang memadai
misalnya televisi, kursi, air minum dan sebagainya.
e. Fasilitas umum yang lain seperti kualitas pelayanan berupa makanan dan
minuman, privasi dan kunjungan. Fasilitas ini berupa bagaimana pelayanan
terhadap pemenuhan kebutuhan pasien seperti makanan dan minuman yang
disediakan dan privasi ruang tunggu sebagai sarana bagi orang-orang yang
berkunjung di rumah sakit.
f. Fasilitas ruang inap untuk pasien yang harus rawat. Fasilitas ruang inap
ini disediakan berdasarkan permintaan pasien mengenai ruang rawat inap
yang dikehendakinya.
g. Hasil treatment atau hasil perawatan yang diterima oleh pasien yaitu
perawatan yang berkaitan dengan kesembuhan penyakit pasien baik berapa
operasi, kunjungan dokter atau perawat. Tingkat kepuasan antar individu satu
dengan individu lain berbeda. Hal ini terjadi karena adanya pengaruh dari
faktor jabatan, umur, kedudukan sosial, tingkat ekonomi, pendidikan, jenis
kelamin, sikap mental dan kepribadian (Sugiarto, 1999). Kepuasan pasien
30
atau konsumen berdasarkan teori-teori diatas tidak hanya dipengaruhi oleh
jasa yang dihasilkan oleh suatu rumah sakit semata, tetapi juga dipengaruhi
oleh pelayanan yang diberikan oleh petugas rumah sakit baik dokter, perawat,
dan karyawan karyawan lainnya.
Berdasarkan pandangan beberapa ahli diatas dapat disimpulkan bahwa aspek-
aspek yang mempengaruhi kepuasan pada pasien adalah sebagai berikut:
a. Sikap pendekatan staf pada pasien yaitu sikap staf terhadap pasien ketika
pertama kali datang di rumah sakit.
b. Kualitas perawatan yang diterima oleh pasien yaitu apa saja yang telah
dilakukan oleh pemberi layanan kepada pasien, seberapa pelayanan perawatan
yang berkaitan dengan proses kesembuhan penyakit yang diderita pasien dan
kelangsungan perawatan pasien selama berada dirumah sakit.
c. Prosedur administrasi yaitu berkaitan dengan pelayanan administrasi
pasien dimulai masuk rumah sakit selama perawatan berlangsung sampai
keluar dari rumah sakit.
d. Fasilitas – fasilitas yang disediakan rumah sakit yaitu fasilitas ruang inap,
kualitas makanan atau kios-kios penjual makanan yang terjamin kesehatannya,
privasi dan waktu kunjungan pasien.
2.2.4 Pengukuran Kepuasan Pasien
Mengukur kepuasan pasien merupakan hal yang penting, karena pasien
adalah orang yang merasakan bagaimana pelayanan yang telah diberikan dari
suatu pelayanan yang telah diberikan dari suatu pelayanan keperawatan (wijono
1999). Selain itu pengukuran kepuasan pasien dapat memberikan umpan balik dan
masukan bagi keperluan pengembangan implementasi strategi peningkatan
31
kepuasan pasien. Salah satu alat yang digunakan dalam mengukur kepuasan
pasien yaitu kuisoner, yang mengukur persepsi pasien melalui penilaian tingkat
harapan pasien terhadap pelayanan keperawatan. Meningkatkan kepuasan pasien
antara lain: Tangible (berwujud), Reliability (kehandalan), Responsiveness
(ketanggapan), Assurance (jaminan), dan Empaty (empati).
Tangible adalah penampilan dan kemampuan langsung, sarana dan
prasarana, fisik meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, karyawan dan sarana
komunikasi yang dimaksud adalah tersediannya gedung yang baik, yang
meliputi : ruang tunggu pasien dan keluarga, tempat pendaftaran, petugas yang
dapat menjelaskan mengenai biaya perawatan dan tindakan selanjutnya,
penampilan dokter yang baik dan bersahabat, kondisi lingkungan aman ada WC
umum, ada perawat jaga setiap waktu, ada sarana komunikasi, ambulance dan
tersediannya apotik.
Reliability adalah kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan
segera, tepat waktu, dan akurat serta terpercaya.
Sedangkan Responsiveness adalah kemauan atau kesediaan membantu para
pelanggan dan memberikan pelayanan yang tanggap.
Sementara itu yang dimaksud dengan Assurance adalah mencakup
pengetahuan, kompetensi, kesopanan dan respek terhadap pelanggan serta
kemampuan melaksanakan tugas secara sepontan yang dapat menjamin kinerja
yang baik sehingga menimbulkan kepercayaan dan keyakinan pelanggan.
Misalnya keyakinan atas kemampuan pelayanan keperawatan, keramahan, sopan
santun.
Empaty adalah perhataian yang bersifat indivuduan secara tulus kepada
32
pelanggan dan kemudahan dalam melakukan hubungan komunikasi serta
berupaya untuk memahami keinginan dan kebutuhan pelanggan. Penggunaan 5
aspek ini mengukur kepuasan pasien. Metode ini sering digunakan untuk
mengukur kepuasan pasien terhadap pelayanan kesehatan. Supranto (2006),
manfaat dari pengukuran kepuasan pelanggan yaitu: untuk mengenali kebutuhan
pelanggan yang perlu menurut pelanggan, waktu mempertahankan pelanggan,
untuk menilai kualitas pelanggan.
2.2.5 Penyebab Ketidak Puasan Pasien
Menurut (Supranto, 1997) membentuk kualitas jasa yang menyoroti syarat –
syarat untuk membentuk jasa yang berkualitas sesuai harapan pasien. Ada 5
kesenjangan yang menyebabkan ketidak puasan pasien. Yang pertama
kesenjangan antara harapan pelayanan dengan persepsi managemen, managemen
tidak memehami apa yang menjadi keinginan pelanggan. Pada pelaksanaan cara
berkomunikasi perawat tidak sesuai dengan keinginan pasien. Kedua kesenjangan
antara persepsi manajemen dengan spertifikasi kualitas jasa. Manajemen tidak
memahami keinginan pelanggan dan tidak menetapkan dalam standar
pelaksanaan. Ketiga kesenjangan antara pelayanan dengan spesifitas. Keempat
kesenjangan antara pelayanan dan komunikasi external. Hal ini komunikasi
perawat tidak sesuai dengan harapan klien. Kesenjangan yang kelima kesenjangan
harapan dan kualitas pelayanan yang diterima pelanggan.
2.3 KerangkaKonsep
Kerangka penelitian ini dibuat berdasarkan tujuan penelitian. Peneliti ingin
mengetahui pengaruh pelaksanaan komunikasi terapeutik perawat terhadap tingkat
kepuasan pasien di ruang rawat Rumah Sakit Permata umum Madina
33
Panyabungan.
Variabel independen dari penelitian ini adalah komunikasi terapeutik,
sedangkan variabel dependen pada penelitian ini adalah kepuasan pasien yang
dirawat. Variable defenden kepuasan pasien yang diteliti maupun faktor
keandalan (realiability), ketanggapan (responsiveness), jaminan/kepastian
(assurance), kepedulian (emphaty), dan bukti langsung (tangibles) melalui
penampilan perawat. Adapun kerangka konsep penelitian dapat dilihat
padagambar 1
Bagan 3.1
Kerangka Konsep Penelitian
Input Output
(Variabel indefenden) (Variabel dependen)
2.4 Hipotesa
Hipotesa adalah jawaban sementara terhadap masalah yang sedang diteliti.
Hipotesa mempunyai karakteristik sebagai berikut harus mengekpresikan
hubungan antara duavaribel atau lebih, harus dinyatakan secara jelas dan tidak
bermakna ganda, harus dapat diuji, maksudnya ialah memungkinkan untuk
diungkapkan dalam bentuk operasional yang dapat dievaluasi berdasarkan data.
34
Kepuasan pasien :
1. Puas2. Tidak puas
Komunikasi terapeutik :
1. Fase perkenalan/ orientasi
2. Fase kerja3. Fase terminasi
Hipotesa pada penelitian ini adalah :
Ho: tidak ada pengaruh komunikasi terapeutik perawat terhadap kepuasanpasien.
Ha: adapengaruh komunikasi terapeutik perawat terhadap kepuasan pasien.
35
BAB 3METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian
Desain/rancangan penelitian yang digunakan adalah desain
penelitiandeskriptif dengan rancanganCross Secsional, karena penelitian ini
bertujuanmencari hubungan berdasarkan fakta empiris yang ada secara objektif,
variabelyang diteliti yaitu pengaruh komunikasi terapeutik perawat terhadap
kepuasanPasien di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Permata Madina
Panyabungan.
3.2 Variable Penelitian
3.2.1 Variabel bebas / independen
Variabel bebas / independen dalam penelitian ini adalah Komunikasi terapeutik
perawat terhadap pasien.
3.2.2 Variabel terikat / dependen
Variabel terikat / dependen dalam penelitian ini adalah kepuasan pasien
3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Permata Umum Madina Panyabungan.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan pada bulan September 2015 s/d Selesai.
3.4 Populasi dan Sampel
3.4.1 Populasi penelitian
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek / subjek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
36
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan ( Sugiyono, 2008 ). Berdasarkan
definisi tersebut maka yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah perawat
yang bekerja di Rumah Sakit PermataUmum Madina Panyabungan.
3.4.2 Sampel penelitian
Sedangkan sample adalah bagian dari jumlah dan sampel adalah
bagiandari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut
(Sugiyono, 2008). Dalam hal ini, yang menjadi sampel adalah pasien yang dirawat
inap di Rumah Sakit Umum Permata Madina Panyabungan,26 pasien yang lama
rawat lebih dari 2 hari.
a. Teknik pengambilan sampel
Berdasarkan rumusan strata dihiting jumlah sampel dari populasi mulai dari 10
sampai dengan 1.000.000. hasilnya dapat dilihat pada tabel 4.
Karena populasi bertingkat, maka dalam menentukan sampel pun bertingkat
dengan menggunakan proportionate Stratified Random Sampling,dengan rumus :
n= N
1+N . d2
Dimana :
n = Ukuran populasi
d = Bound of error ( batas kesalahan ) pengambilan sampel (0,05)
N = Jumlah populasi
28
N=
1 + 28(0,05)²
= 26,168
= 26 Responden
37
Berdasarkan perhitungan tersebut diatas, maka jumlah sampel yang akan diteliti
adalah 26 orang
3.5 Instrument Penelitian
Untuk mengumpulkan data, maka digunakan kuesioner yang berbentuk
skala likert. Daftar kuesioner terdiri dari dua bagian : lembar kuesioner 1.untuk
pasien berisi identitas responden kepuasan pasien terhadap komunikasi terapeutik,
lembar kuesioner 2. untuk perawat berisi daftar pertanyaan yang mengarah pada
komunikasi terapeutik perawat, lembar kuesioner 1.
3.6 Metode Pengumpulan data
Seluruh data yang akan dikumpulkan merupakan data primer dari sampel
yangtelah ditentukan. Proses pengumpulan data adalah sebagai berikut :
1. Mengajukan ijin pada pimpinan manajemen Rumah Sakit Permata Madina
Panyabungan.
2. Menjelaskan lembar persetujuan menjadi responden agar ditanda tangani
bila setuju menjadi responden. Pada tahap ini dijelaskan tentang kerahasiaan
responden dan jawabannya dalam kuesioner.
3. Menjelaskan tujuan kuesioner, dan tata cara pengisian lembar kuesioner,
waktu pengisian selama 15 menit serta peraturan – peraturan khusus dimana
responden tidak boleh bekerja sama dengan responden lain.
4. Menunggu responden menyelesaikan pengisian kuesioner.
5. Mengumpulkan lembar kuesioner yang telah diselesaikan.
3.7 Pengolahan Data
3.7.1 Editing data
Editing datadilakukan agar seluruh data dapat diolah dengan baiksehingga,
38
menghasilkan output yang merupakan gambaran jawabanterhadap pertanyaan
penelitian. Pada tahap ini peneliti telah memeriksasetiap instrument berkaitan
dengan kelengkapan pengisian jawaban, dankejelasan hasil pengisian. Pada proses
editing dilakukan penjumlahan dankoreksi:
3.7.2 Penjumlahan
Menjumlah ialah menghitung banyaknya lembaran daftar pertanyaanyang talah
diisi untuk mengetahui apakah sesuai dengan jumlah yangtelah ditentukan.
Jumlah lembar kuesioner yang dikumpulkan dariresponden harus sesuai dengan
jumlah saat dibagikan.
3.7.3 Koreksi
Proses koreksi ialah proses membenarkan atau menyelesaikan hal- halyang salah
atau kurang jelas. Misalnya, memeriksa apakah semuapertanyaan telah diisi dan
apakah isi jawaban sesuai dengan pertanyaan.
3.7.4 Coding data
Coding data penelitian menterjemahkan informasi atau data yang diperoleh
menjadi bentuk angka atau kode untuk memudahkan pengolahan. Pada instrument
variabel kepuasan pasien menggunakan skala likert
1 = Tidak puas
2=Kurangpuas
3 = Puas
4=Sangatpuas
Pada instrument variabel komunikasi terapeutik perawatmenggunakanskala likert
1 = Tidak pernah
2 = Sekali – kali
39
3 = Kadang- kadang
4 = Sering
5 = Selalu
3.7.5 Penetapan skor
Skor pada pengaruh komunikasi terapeutik perawat dan kepuasan
pasienterdiri dari beberapa pertanyaan mengenai alternatife jawaban pada
itemdengan kepuasan pasien menggunakan skala likert 1-4, yaitu : dengan
skoryang lebih tinggi 36 dan lebih rendah 9, dan komunikasi
terapeutikmenggunakan skala likert 1-5, yaitu : dengan skort yang lebih tinggi
100dan lebih rendah 20.
3.7.6 Analisa
Data yang sudah tersedia akan analisa untuk menghubungkan
pengaruhkomunikasi terapeutik perawat terhadap kepuasan pasien melalui
jumlahyang telah dihitung sesuai dengan perhitungan strata sampel, yaitu :
pasienyang dirawat inap di rumah sakit Ciremai, lamarawat lebih dari 2 hari dan
usia lebih dari 16 tahun. Data akan bermaknajika telah dianalisis, untuk itu perlu
penghitungan dengan menggunakanstatistik, berdasarkan tujuan penelitian ini
digunakan dua carapenghitungan, yaitu : univariat dan Bivariat.
3.7.7 Analisis Univariat
Analisis ini dilakukan untuk mengetahui secara deskriptif pengaruh
danfactor-faktor lain yang dianggap perlu dan berkaitan dengan 2
variabel(dependen dan independent) yang akan diteliti. Analisis univariat akan
dipaparkan dalam bentuk disribusi frekuensi yang terdiri dari nilaifrekuensi dan
presentase.
40
3.7.8 Analisis Bivariat
Proses analisis bivariat data pada penelitian ini adalah dengan cara ujichi
kuadrat, yaitu uji dengan tujuan mencari hubungan antara dua buahvariabel
kategorik dengan variabel kategorik, yaitu variabel komunikasiterapeutik dengan
variabel kepuasan pasien. Analisa ini bertujuan untukmencari pengaruh
komunikasi terapeutik perawat dengan kepuasanpasien Rawat Inap Di Rumah
Sakit THT dan BEDAH PROF. NIZAR Jakarta Pusat, dengan rumusan:
Bentuk Umum Regresi Linier Sederhana :
Y = a + bX
Dimana :
Y :Subyek dalam variabel dependen yang diprediksikan.
X :Subyek pada variabel independen yang mempunyai nilai tertentu
a : Harga Y ketika harga X = 0 (harga konstan)
b : Angka arah atau koefisien regresi, yang menunjukan angkapeningkatan
ataupun penurunan variabel dependen yang didasarkanpada perubahan variabel
independen. Bila (+) arah garis naik, danbila (-) maka arah garis turun.Secara
teknis harga b merupakan tangen dari (perbandingan) antarapanjang garis variabel
dependen, setelah persamaan regresi ditemukan.
Secara teknis harga b merupakan tangen dari (perbandingan) antarapanjang garis
variabel dependen, setelah persamaan regresi ditemukan:
41
Sy
Harga b = r Sz
Harga a = Y - bX
r = Koefisien korelasi product moment antara variebel X denganvariabel Y
Sy = Simpangan baku variabel Y
Sx = Simpangan baku variabel X
Jadi harga b merupakan fungsi dari koefisien korelasi. Bila koefisienkorelasi
tinggi, maka harga b juga besar, sebaliknya bila koefisienkorelasi rendah maka
harga b juga rendah (kecil). Selain itu bilakoefisien negatif maka harga b juga
negatif, dan sebaliknya bilakoefisien korelasi positif maka harga b juga positif.
Selain itu harga a dan b dapat dicari dengan rumus berikut :
4 Etika Penelitian
Sebelum penelitian dilaksanakan, peneliti mengajukan ijin ke RumahSakit
Permata Madina Panyabungan, setelah mendapat ijinpenelitian mulai
menyebarkan angket kepada responden yang telah ditunjuk.Dalam hal ini setiap
responden diberi hak untuk memilih apakah ia bersediaatau menolak menjadi
subjek penelitian dengan cara menandatangani lembarpenyataan persetujuan yang
42
( ΣYi )( ΣXi ² ) – ( ΣXi )(ΣXi Yi )a =
nΣXi ² - ( ΣXi )²
nΣX i Y i – ( ΣXi ) ( ΣY i )b =
nΣXi ² - ( ΣXi )²
telah disiapkan oleh peneliti. Responden berhaksewaktu-waktu mengundurkan
diri tanpa adanya sanksi atau kehilanganhaknya. Penggunaan instrument dengan
kuesioner diharapkan responden lebihbebas menyampaikan pendapatnya tanpa
diketahui/ paksaan orang lain.
5 Uji Validitas dan Reliabilitas
1. Validitas
Uji validitas dilakukan untuk menentukan keakuratan instrument penelitiandalam
memperoleh data. Sebelum menggunakan instrumen makadilakukanuji coba
instrument pada 4 orang sampel.Pada uji valid data variabel kepuasan dan variabel
komunikasi terapetikvalid.
2. Reliabilitas
Uji reliabilitas dilakukan dengan test-retest untuk menentukan butir–
butirpertanyaan pada instrument penelitian (kuesioner) yang dianggapmemenuhi
syarat reliable, untuk itu akan dilakukan uji coba kuesioner pada4 orang
responden sebelum kuesioner penelitian digunakan. Dari hasil ujivaliditas dan
reabilitas tersebut akan menggunakan test retest yangmenggunakan skala likert,
sehingga penggunaan rumus dibawah ini akanmenghasilkan kuesioner yang valit
untuk diberikan kepada sampel. Dengantingkat kesalahan adalah 5 % dari nilai r =
0,444, maka perbandingan nilaiperhitungan r dari hasil tiap item kuesioner diatas
harus lebih dari nilaihasil r tabel.
Dengan interpretasi pengukuran KK
43
a) KK = 0 tidak ada pengaruh
b) 0 < KK ≤ 0,20, korelasi sangat rendah/lemah
c) 0,20 < KK ≤ 0,40, korelasi rendah / lemah tapi pasti
d) 0,40 < KK ≤ 0,70, korelasi yang cukup berarti
e) 0,70 < KK ≤ 0,90, korelasi yang tinggi / kuat
f) 0,90 < KK < 1,00, korelasi sangat tinggi
g) KK = 1, korelasi sempurna
Nilai crombach’s Alpha sebesar 0,990 artinya reliabilitas dari variabelkepuasan
sangat reliable dan nilai Crombach’s Alpha sebesar 0,919 artinyareliabilitas dari
variabel komunikasi terapeutik sangat reliable.
44