bab i, bismillah

14
BAB I 1. Pendahuluan Konjungtiva merupakan membran mukosa tipis dan fleksibel yang membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan permukaan anterior sklera (konjungtiva bulbaris). 1 lesi pada konjungtiva memiliki cakupan yang luas, mulai dari lesi jinak seperti pterigium, solid dermoid, nevus, papiloma, hemangioma dan granuloma piogenik, lesi prakanker seperti ocular surface squamous neoplasia (OSSN) dan keganasan seperti melanoma maligna, squamous sel karsinoma, sarkoma kaposi. 2 Perbedaan ini berdasarkan pada keluhan pasien, tampilan klinis dan gambaran histopatologi. Angka kejadian dari masing- masing lesi pada konjungtiva sangat bervariasi dari berbagai literatur. Study epidemiologi dari singapore Cancer Registry menyatakan angka kejadian kanker konjungtiva sekitar 12,8% dari 125 pasien dengan kanker pada mata. Penelitian lain menyebutkan bahwa angka kejadian lesi pada konjungtiva dari 120 biopsi konjuntiva adalah sebagai berikut : untuk lesi jinak seperti pterigium (22,5%), pingueculum (9,16), squammous papiloma (9,16%), jaringan granulasi (8,33%). Untuk lesi malignan seperti squamous selkarsinoma (7,5%), lymphoma (1,66%), malignant

Upload: syahmidar-yose

Post on 25-Oct-2015

100 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

BAB I

1. Pendahuluan

Konjungtiva merupakan membran mukosa tipis dan fleksibel yang

membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan

permukaan anterior sklera (konjungtiva bulbaris).1 lesi pada konjungtiva memiliki

cakupan yang luas, mulai dari lesi jinak seperti pterigium, solid dermoid, nevus,

papiloma, hemangioma dan granuloma piogenik, lesi prakanker seperti ocular

surface squamous neoplasia (OSSN) dan keganasan seperti melanoma maligna,

squamous sel karsinoma, sarkoma kaposi.2

Perbedaan ini berdasarkan pada keluhan pasien, tampilan klinis dan

gambaran histopatologi. Angka kejadian dari masing- masing lesi pada

konjungtiva sangat bervariasi dari berbagai literatur. Study epidemiologi dari

singapore Cancer Registry menyatakan angka kejadian kanker konjungtiva sekitar

12,8% dari 125 pasien dengan kanker pada mata. Penelitian lain menyebutkan

bahwa angka kejadian lesi pada konjungtiva dari 120 biopsi konjuntiva adalah

sebagai berikut : untuk lesi jinak seperti pterigium (22,5%), pingueculum (9,16),

squammous papiloma (9,16%), jaringan granulasi (8,33%). Untuk lesi malignan

seperti squamous selkarsinoma (7,5%), lymphoma (1,66%), malignant melanoma

(1,6%) dan 0,83% untuk jenis lain seperti karsinoma mukoepidermoid, karsinoma

sebasea dan infiltrasi leukemik dari akut mieloid leukemia.2

2. Anatomi dan histologi konjungtiva

Konjungtiva merupakan membran tipis yang menutupi sklera dan kelopak

bagian belakang. Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang dihasilkan oleh

sel goblet. Musin berfungsi membasahi bola mata terutama kornea.3

Konjungtiva terdiri dari tiga bagian,pertama konjungtiva tarsal yang

menutupi tarsus, konjungtiva tarsal sukar digerakkan dari tarsus. Kedua

konjungtiva bulbi yang menutupi sklera dan mudah digerakkan dari sklera

dibawahnya. Ketiga konjungtiva fornises atau forniks konjungtiva yang

merupakan tempat peralihan konjungtiva tarsal dengan konjungtiva bulbi.3

Lapisan epitel konjungtiva terdiri dari dua hingga lima lapisan sel epitel

silindris bertingkat, superfisial dan basal. Lapisan epitel konjungtiva didekat

limbus, diatas karankula dan didekat persambungan mukokutan pada tepi kelopak

mata terdiri dari sel-sel epitel squamous. Sel-sel epitel superfisial mengandung

sel-sel goblet bulat atau oval yang menghasilkan mukus. Sel-sel apitel basal

berwarna lebih pekat daripada sel-sel superfisal dan di dekat limbus dapat

mengandung pigmen. Stroma konjungtiva dibagi mnejadi satu lapisan adenoid

(superfisial) dan satu lapisan fibrosa (profundus). Lapisan adenoid mengandung

jaringan limfoid dan di beberapa tempat dapat mengandung struktur semacam

folikel tanpa sentrum germinativum. Lapisan fibrosa tersusun dari jaringan

penyambung yang melekat pada lempeng tarsus. Kelenjar air mata asesori

(kelenjar krause dan wolfring) terletak di dalam stroma. Sebagian kelenjar krause

berada di forniks atas dan sedikit di forniks bawah. Kelenjar wolfring terletak di

tepi atas trasus atas. 1

3. Klasifikasi tumor konjungtiva

a. Tumor jinak konjungtiva

1) melanocytic nev

melanocytic nevi pada konjungtiva biasanya muncul pada konjungtiva bulbi

pada anak-anak. Sama dengan melanocytic nevi pada kulit, nevus pada

konjungtiva juga dapat mengalami perubahan. Pada fase awal, sel nevus terbatas

pada tempatnya, yaitu diantara sel epitel dan substansia propia. Nevus kemudian

berkembang dan masuk ke dalam substansia propia dan terpisah dengan sel epitel.

Nevus dengan komponen substansia akan menyatu dan menjadi compound nevi,

jika tanpa junctional activity disebut sebagai subepithelial atau stroma nevi. Kista

epitelial mungkin ditemukan bersama compound dan epithelial nevi. Nevus jarang

ditemukan di daerah konjungtiva palpebra, lesi pigmentasi pada daerah ini lebih

menyerupai ke arah primary acquired melanosis atau melanoma.4

Secara histologis, nevus konjungtiva terdiri atas sekumpulan atau lembaran

sel nevus yang khas. Nevus konjungtiva seperti nevus pada tempat lainnya jarang

berubah menjadi ganas. Jarang dibuang kecuali untuk alasan kosmetik.5

Nevus konjungtiva berpigmen harus dibedakan dari melanosis didapat

primer pada konjungtiva. Biasanya melanosis primer terjadi pada dekade ketiga

kehidupan, biasanya unilateral, cenderung bertambah atau berkurang

pigmentasinya, tergantung derajat atipia seluler, dan mempunyai resiko utnuk

menjadi ganas sekitar 0%-90%.5

Gambar 1.1 a. Gambaran nevus konjungtiva, b. Histopatologi nevus konjungtiva dengan komponen pigmentasi dendritik6

2) Papiloma

Papiloma konjungtiva paling sering muncul didekat limbus, pada

karunkulus atau tepian palpebra.5 pailoma biasanya exopilik, berwarna merah

muda hingga merah, pertumbuhan papiler seperti strawbery dengan distribusi usia

biphasik, pertumbuhan berpola.4

Gambar 1.2 a. Pedinculated papiloma pada limbus, b. Histopatologi menampilkan proliferasi yang irreguler pada epitel squamous yang mengandung

sel goblet dengan jaringan fibrovaskuler7

Pada anak-anak biasanya bertangkai dan multiple, mencakup fornix,

karankulus dan pinggir kelopak mata. Pada orang dewasa umumnya tunggal dan

tidak bertangkai, paling sering didaerah limbus. Papiloma pada daerah limbus

sangat sulit dibedakan dari lesi prakanker atau invasive squamous sel karsinoma

sehingga membutuhkan diagnosis secara histopatologi. Papiloma pada anak-anak

seringkali merupakan campuran sel goblet dan netrofil sampai epitelium. Infiltrat

inflamasi kronik mungkin dapat ditemukan pada stroma. Papiloma pada orang

dewasa seringkali merupakan tingkatan yang bervariasi dari epitel displasia yang

memiliki karakteristik seperti pelebaran nukleus, peningkatan ratio nukleus dan

sitoplasmik.4

3) Radang granulomatous5

Biasanya timbul disekitar benda asing, sekitar materi sebasea yang keluar

pada chalazia, dan menyertai penyakit seperti koksidiomikosis dan sarkoidosis.

Radang ini biasanya membentuk plak-plak meninggi di kulit atau konjungtiva

palbebra.

4) Tumor dermoid5

Tumor jenis ini merupakan jenis tumor kongenital yang jarang terjadi.

Bentuknya berupa masa meninggi bulat, kekuningan dan juga licin, sering disertai

rambut. Pengangkatan hanya diindikasikan jika deformitas yang terjadi cukup

nyata dan penglihatan terganggu atau terancam.

Gambar 1.3 gambaran klinis dermoid limbal menunjukkan nodul yang bagian tengah meninggi pada limbus6

5) Dermolipoma5

Dermolipoma merupakan tumor kongenital yang sering dijumpai dan

umumnya tampak sebagai penumbuhan bulat licin dikuadran temporal atas

konjungtiva bulbi di dekat chantus lateral. Pengangkatan tumor ini didindikasikan

jika pertumbuhan semakin besar dan dinilai dari faktor kosmetik. Diseksi tumor

ini harus hati-hati karena sering menyatu dengan lemak orbita. Komplikasi dari

tindakan ini dapat menimbulkan jaringan parut.

Gambar 1.4 dermolipoma7

6) Lipoma dan hiperplasia limfoid2,3

Untuk lesi jenis ini, baik yang jinak ataupun ganas biasanya berwarna merah

muda (pink-salmon), relatif datar dengan permukaan yang licin, dan memiliki

konsistensi yang lunak. Kebanyakan dari lesi limfoid pada konjungtiva terlokalisir

dan tidak berhubungan dengan penyakit sistemik, berbeda dengan lesi limfoma

yang muncul dikulit, biasanya melibatkan kelainan sistemik.

Hiperplasia limfoid jinak kadang dapat dibedakan lewat tampilan klinis

yang mirip kerikil akibat pembentukan folikelnya. Meskipun begitu, tampilan

klinis hiperplasia limfoid jinak dan limfoma ganas mungkin mirip, sehingga

biopsi penting untuk menegakkan diagnosa. Terapi untuk lesi jinak maupun ganas

yang paling baik adalah dengan radioterapi.

b. Tumor ganas konjungtiva

1) Karsinoma

Karsinoma konjungtiva paling sering muncul pada limbus di daerah fissura

palpebrae, dan jarang di daerah konjungtiva yang tertutup. Kebanyakan memiliki

permukaan gelatinosa, kadang-kadang berupa keratinasi abnormal epitel yang

menimbulkan leukoplakia. Pertumbuhan biasanya lambat dan jarang terjadi invasi

atau metastasis. 5

Displasia konjungtiva (displasia epitel atipik) merupakan tumor jinak yang

timbul berupa lesi terisolir atau kadang timbul di atas pterigium dan pinguekula,

dapat menyerupai karsinoma insitu secara klinis ataupun secara histopatologi.5

displasia secara umum digolongkan sebagai lesi fokal berbatas tegas ataupun

diffuse. Displasia dapat muncul menutupi area epitel dari elastosis solar, mirip

dengan actinis keratosis pada kulit. Biasanya berwarna putih, flaky apperance

(leukoplakia) yang disebabkan oleh keratinisasi. Ketika displasia yang difuse

muncul pada daerah yang tidak terpajang matahari, biasanya tampilannya lebih

gelatinous. HPV tipe 16 sering dijumpai pada kasus displasia.4

Displasia digolongkan menjadi ringan, sedang dan berat menurut tingkatan

keterlibatan sel epitelial. Displasia ringan atau conjungtival intraepithelial

neoplasia (CIN) grade I, didefenisikan sebagai displasia yang terbatas pada

lapisan sepertiga bawah dari epitel konjungtiva yang tipis. Displasia sedang (CIN

II) sampai sepertiga tengah dan dispalsia berat (CIN III) sampai sepertiga atas.

Resiko perkembangan karsinoma yang invasif dari displasia pada konjungtiva

lebih rendah jika dibandingkan dengan displasia pada serviks uteri, walaupun

ditemukan gen P53 pada sebagian besar sel displasia.4 Eksisi total adalah terapi

yang efektif. Kekambuhan sering terjadi jika eksisi tidak sempurna, untuk hal ini

dapat dilakukan eksisi kembali. Penggunaan crioterapi dapat mencegah terjadinya

kekambuhan. Mitomycin topikal dapat diberikan sebagai terapi tambahan pada

kasus dengan multifokal atau keterlibatan permukaan yang luas.4,5

Squamous sel karsinoma yang invasif pada konjungtiva merupakan

keadaan yang tidak umum dari kelanjutan displasia. Biasanya timbul pada usia

tua, dimulai dari limbus kemudian menginvasi ke stroma konjungtiva dan

menyebar hingga ke permukaan kornea. Invasi yang lebih dalam pada kornea,

sklera dan intraokular merupakan keadaan yang tidak biasa. Pemeriksaan

histopatologi menunjukkan infiltrasi sel pada membran bawah epitel dan

menyebar hingga ke stroma konjungtiva. Sel tumor biasanya berdiferensiasi baik

dan mudah dikenali sebagai sel squamous, berdiferensiasi sedang atau

berdiferensiasi buruk sehingga sulit untuk dibedakan dengan keganasan lainnya

seperti karsinoma sebasea. Walaupun penyebaran pada kelenjar getah bening

regional tidak biasa dijumpai namun penyebaran dan kematian mungkin saja

terjadi.4

Karsinoma mukoepidermoid dan karsinoma sel spindle merupakan jenis

karsinoma sel squamous yang jarang ditemukan. Kedua jenis ini lebih ganas dan

memiliki angka kekambuhan dan penyebaran intraokuler yang lebih tinggi.4

Gambar 1.5 a. Gambaran klinis squamous sel karsinoma pada konjungtiva, b. Gambaran histopatologis epitel konjungtiva, menunjukkan squamous sel

karsinoma in situ. Tampak adanya sharp-border antara epitel yang normal pada sisi kanan gambar dan epitel displasia pada sisi kiri gambar.6

2) Melanoma maligna

Angka mortalitas melanoma adalah sekitar 25%. Dua pertiga kasus

melanoma konjungtiva berasal dari PAM dengan atipia, sisa perkembangan dari

nevus atau de novo.4

Primary acquired melanoma (PAM) tampak sebagai potongan kecil tipis

yang unilateral, atau potongan-potongan kecil, berwarna cokelat keemasan dengan

pinggir irreguler. Sering muncul pada usia pertengahan. Lesi dapat membesar dan

semakin kecil atau tumbuh lambat tanpa remisi dengan periode 10 tahun atau

lebih. PAM tanpa atipia hiperplasia melanosit tanpa sitologik atipikal. PAM tanpa

atipia tidak akan berkembang menjadi melanoma. PAM dengan atipia akan

berkembang menjadi melanoma invasive pada 46% pasien. PAM dengan atipia

harus dieksisi jika areanya kecil atau dapat dilakukan cryotherapy untuk area yang

luas. Mytomicin C dapat mengurangi PAM dengan atipia dan dapat dijadikan

alternatif terapi. Pada keadaan yang luas atau multifokal terapi ini lebih terjamin

pada sebagian besar kasus.4

Gambar 1.6 a. Gambaran klinis dari PAM dengan atipia yang berat, b. Gambaran histopatologi, terlihat atipia moderet/ intermediate yang dikategorikan

sebagai atipa berat6

Melanoma biasanya tumbuh bernodul yang melibatkan bagian konjungtiva.

Secara histopatologi memiliki morfologi selular yang bermacam-macam, mulai

dari sel pleomorfik, besar, sel dengan nukleus yang mencolok hingga kecil, sel

poligonal dengan anaplasia ringan hingga sel spindel tanpa ditemukannya pigmen

melanin. Immunohistochemical stain untuk protein S-100 dan HMB 45 mungkin

dapat membantu mengidentifikasi kasus melanoma. Melanoma konjungtiva lebih

mirip dengan melanoma pada kulit daripada melanoma pada uvea.4

Gambar 1.7 a. Gambaran histopatologis, tampak sel melanoma dengan epitel dan subepitel stroma, b. Multifokal melanoma yang berasal dari PAM, c.

Melanoma pigmentasi, d. Melanoma amelanotik7

Metastase melanoma adalah kelenjer getah bening pada parotid dan

submandibular. Prognosis yang buruk tergantung pada keadaan berikut :4

Invasi pada daerah nonepibulbar, orbita dan sklera

Temuan histopatologi pagetoid atau penyebaran intraepitelial yang

penuh dan tebal

Jika mencakup tepi kulit dari kelopak mata.

Ketebalan tumor secara objektif dapat di ukur dengan menggunakan

mikroskop kalibrasi. Tumor yang lebih dari 1,8 mm memiliki resiko yang lebih

tinggi untuk penyebaran (metastasis) dan angka mortalitas yang lebih tinggi.4

Penatalaksanaan untuk melanoma adalah pengangkatan total dengan

pembedahan.Pembedahan dilakukan secara biopsi eksisi mikrosurgical dengan

minimal atau tanpa manipulasi terhadap tumor (“no touch” technique) dan

dengan tambahan epitheliectomy kornea dengan alkohol, diikuti dengan

cryotherapy konjungtiva atau brachytherapy. Terapi diatas merupakan terapi yang

direkomedasikan untuk sekarang ini.4

Melanoma dapat menyebar pada kelenjar getah bening regional, yaitu pada

daerah preauricular, parotis dan daerah servikal. Evaluasi kelenjar getah bening

pada saat pembedahan dapat menurunkan resiko terjadinya paralisis nervus

fasialis. Metastasis juga dapat ke paru-paru, hepar, kulit dan otak.4

3) Limfosarkoma

Lebih jarang ditemukan jika dibandingkan hiperplasia limfoid jinak.5 Secara

histopatologis, pada hiperplasia limfoid ditemukan folikel limfoid dengan

germinal centers dan campuran dari plasma sel yang matur, sel-sel limfosit yang

kecil melingkupi stroma. Ditemukannya limfosit dengan lembaran yang panjang,

monoton dan berurutan atau membelah merupakan karakteristik dari low grade

malignant lymphoma. Pada high grade malignant lymphoma atau malignan dinilai

dari tampilan nukleus dan tingginya kecepatan pembelahan sel.4

Analisa secara immunophenotypic dengan menggunakan flow cytometry,

unfixed tissue, atau dengan imunoperoksidase biasanya akan menampilkan B-sel

monoklonal dengan predominan rantai k atau λ. Namun cara ini juga belum pasti,

karena hasil yang sama juga ditemukan pada penyakit sistemik. Disisi lain respon

imun juga penting untuk membedakan lesi secara klinis.4

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, terapi yang paling baik untuk lesi

yang jinak maupun yang ganas adalah dengan radioterapi.4