bab i - bab iv

66
BAB 1 PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Hipertensi merupakan masalah yang harus dihadapi bersama, baik oleh para klinisi maupun ahli kesehatan masyarakat pada setiap level. Prevalansi hipertensi meningkat seiring dengan pertambahan usia. JNC VII mengutarakan bahawa hampir separuh dari populasi berusia 60-69 tahun dan tiga perempat dari populasi berusia 70 tahun menderita hipertensi (Chobanian, 2003). Hipertensi juga sering disebutkan sebagai silent killer karena walaupun prevalansi hipertensi di Indonesia diperkirakan mencapai 17-21% dari populasi, namun kebanyakan tidak terdeteksi karena manusia dapat saja mengalami gangguan hipertensi tanpa merasakan gangguan atau gejalanya (Depkes, 2008). Hipertensi merupakan salah satu faktor resiko utama dari penyakit-penyakit kardiovaskular yang setiap tahunnya menjadi penyebab kematian tertinggi ketiga setelah tuberkulosis dan stroke. Hal ini terjadi dengan seiring perkembangan gaya hidup masyarakat yang jauh dari pola hidup sehat. Merokok, diet tinggi lemak dan garam, 1

Upload: dina-septiana

Post on 24-Sep-2015

239 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

ikm

TRANSCRIPT

10

BAB 1

PENDAHULUANI.1 Latar Belakang Masalah

Hipertensi merupakan masalah yang harus dihadapi bersama, baik oleh para klinisi maupun ahli kesehatan masyarakat pada setiap level. Prevalansi hipertensi meningkat seiring dengan pertambahan usia. JNC VII mengutarakan bahawa hampir separuh dari populasi berusia 60-69 tahun dan tiga perempat dari populasi berusia 70 tahun menderita hipertensi (Chobanian, 2003). Hipertensi juga sering disebutkan sebagai silent killer karena walaupun prevalansi hipertensi di Indonesia diperkirakan mencapai 17-21% dari populasi, namun kebanyakan tidak terdeteksi karena manusia dapat saja mengalami gangguan hipertensi tanpa merasakan gangguan atau gejalanya (Depkes, 2008).

Hipertensi merupakan salah satu faktor resiko utama dari penyakit-penyakit kardiovaskular yang setiap tahunnya menjadi penyebab kematian tertinggi ketiga setelah tuberkulosis dan stroke. Hal ini terjadi dengan seiring perkembangan gaya hidup masyarakat yang jauh dari pola hidup sehat. Merokok, diet tinggi lemak dan garam, kurangnya konsumsi sayuran dan buah, pengkonsumsian alkohol, dan kurangnya olah raga merupakan contoh gaya hidup yang banyak dianut masyarakat sekarang padahal hal tersebut merupakan faktor resiko untuk terjadinya hipertensi (Reddy and Katan, 2004). Selain itu, stres ataupun pengontrolan emosi setiap pribadi yang kurang juga akan menambah berat faktor resiko (Matthews et al., 2004). Bertambahnya usia juga dapat merupakan faktor resiko yang tidak bisa dihindari sehingga perlu menjaga pola gaya hidup agar mengurangi kemungkinan terkena hipertensi.

Prevalensi hipertensi mencapai angka 26,4% pada populasi di dunia (Chockalingam et al., 2006), dan setiap tahunnya mengalami peningkatan kurang lebih 80% pertahunnya.. Di negara maju seperti Amerika, hipertensi merupakan salah satu masalah kesehatan yang sering ditemui dengan prevalensinya ditemukan pada 1 diantara 3 orang dewasa (Fields et al., 2004). Menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga pada tahun 2001, mortalitas yang diakibatkan karena penyakit kardiovaskular mencapai 26,3% dengan salah satu faktor resiko yang utama adalah hipertensi. Prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 17-21% di daerah urban dan rural pada tahun 2007, meskipun belum mencakup secara keseluruhan semua penderita yang ada di Indonesia. Insidensi hipertensi sama antara wanita dan pria, dan kejadian komplikasi penyakit kardiovaskular persentasenya lebih banyak wanita (52%) dibandingkan pria (48%) (Riskesdas, 2007).

A. Gambaran Wilayah Kerja Kelurahan Notoprajan

Kelurahan Notoprajan merupakan salah satu kelurahan yang berada di Wilayah Kota Yogyakarta. Kelurahan Notoprajan terletak di Kecamatan Ngampilan, tepatnya di bagian sisi utara dan terbagi atas 13 RW dan 70 RT. Kelurahan Notoprajan mempunyai batas-batas administratif sebagai berikut:

1. Sebelah Utara : Kelurahan Pringgokusuman Kecamatan Gedong Tengen

2. Sebelah Selatan : Kelurahan Ngampilan Kecamatan Ngampilan

3. Sebelah Barat : Kelurahan Pakuncen Kecamatan Wirobrajan

4. Sebelah Timur : Kelurahan Ngupasan Kecamatan Gondomanan

Dilihat dari letak orbitannya, kelurahan Notoprajan terbilang cukup dekat dengan pusat-pusat pemerintahan. Untuk lebih jelasnya jarak kelurahan Notoprajan ke pusat pemerintahan adalah sebagai berikut:

1. Jarak dari Pusat Pemerintahan Kecamatan : 1 km

2. Jarak dari Pusat Pemerintahan Kota Administratif : km

3. Jarak dari Pusat Pemerintahan Kota : 5 km

4. Jarak dari Ibukota Propinsi : 2 km

5. Jarak dari Ibukota Negara : 565 km

Sesuai dengan data monografi kelurahan, luas tanah yang termasuk dalam wilayah kelurahan Notoprajan secara keseluruhan adalah 45,48 Ha. Dari keseluruhan luas tanah tersebut diperuntukkan untuk jalan 3,4356 Ha, bangunan umum 0,2488 Ha dan pemukiman/ perumahan 41,7956 Ha. Selanjutnya untuk luas tanah di kelurahan Notoprajan digunakan untuk industri 0,6443 Ha, pertokoan/ perdagangan 0,4800 Ha, perkantoran 1,2100 Ha, pasar desa 0,8525 Ha, tanah wakaf 0,2828 Ha dan sisanya adalah pemukiman. Keadaan tanah dan topografi kelurahan Notoprajan secara umum merupakan dataran rendah yang mempunyai ketinggian 114 m dari permukaan laut. Suhu udara rata-rata di kelurahan Notoprajan adalah 28(C dengan curah hujan yang cukup banyak yaitu 1500 mm/th.B. Kondisi Demografis Kelurahan Notoprajan

Berdasarkan data monografi, jumlah penduduk kelurahan Notoprajan adalah 13.865 jiwa, yang terdiri dari 6.916 laki-laki dan 6946 perempuan yang terbagi dalam 2619 kepala keluarga (KK).Jumlah penduduk kelurahan Notoprajan secara terperinci dapat dilihat pada tabel berikut :Tabel 1: Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Kelurahan Notoprajan, Kecamatan NgampilanNoJenis KelaminFrekuensiProsentase(%)

1

2Laki-laki

Perempuan6.919

694949,90

50,10

Jumlah13.856100

Sumber : Data monografi Kelurahan Notoprajan Tahun 2004 semester II

Secara terperinci mengenai jumlah penduduk menurut usia dilihat dari kelompok pendidikan dapat dilihat pada tabel berikut :Tabel 2: Jumlah Penduduk Menurut Usia Kelompok Pendidikan di Kelurahan Notoprajan, Kecamatan NgampilanNoKelompok Umur (th)FrekuensiProsentase(%)

1

2

3

4

5

600-03

04-06

07-12

13-15

16-18

19-ke atas382

468

994

408

485

11.0852,75

3,37

7,16

2,94

3,49

79,94

Jumlah13.865100

Sumber : Data monografi Kelurahan Notoprajan Tahun 2004 semester IIUntuk mengetahui jumlah penduduk di kelurahan Notoprajan menurut usia kelompok tenaga kerja dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 3 : Jumlah Penduduk Menurut Usia Kelompok Tenaga Kerja di Kelurahan Notoprajan, Kecamatan NgampilanNoKelompok Umur (th)FrekuensiProsentase (%)

1

2

3

4

5

610-14

15-19

20-26

27-40

41-56

57-ke atas778

836

1.639

4.023

3.392

1.7215,61

6,02

11,82

29,01

24,46

12,41

Jumlah13.865100

Sumber : Data monografi Kelurahan Notoprajan Tahun 2004 semester II

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa di kelurahan Notoprajan jumlah usia tenaga kerja terbanyak terdapat pada usia 27-40 th, yaitu 4.023 jiwa.Untuk mengetahui bagaimana tingkat pendidikan di kelurahan Notoprajan dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4 : Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Umum di Kelurahan Notoprajan, Kecamatan NgampilanNoTingkat PendidikanFrekuensiProsentase (%)

1

2

3

4

5

6TK

SD

SMP/ SLTP

SMA/ SLTA

Akademi/ D1-D3

Sarjana (S1-S3)828

3.003

2.124

2.741

3.311

9665,97

21,65

15,31

19,76

23,88

6,96

Jumlah13.865100

Sumber : Data monografi Kelurahan Notoprajan Tahun 2004 semester II

RW IV merupakan bagian dari wilayah Kelurahan Ngampilan. RW IV terdiri dari 6 Rukun Tetangga (RT) yaitu RT 21, RT 22, RT 23, RT 24, RT 26 dan RT 27.I.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan hasil wawancara dan informasi awal dari puskesmas, warga masyarakat dan lingkungan sosial penduduk, masalah hipertensi menjadi antara masalah kesehatan yang penting bagi warga usia produktif di atas 40 tahun di RW 04, Kelurahan Notoprajan, Kecamatan Ngampilan. Hipertensi termasuk 5 penyakit utama yang sering didapatkan pada pasien dalam wilayah kerja Puskesmas Ngampilan.

Jumlah penduduk yang berusia 40 tahun ke atas di wilayah RW 04 cukup banyak, yaitu sekitar 150 orang. Kegiatan posyandu lansia diadakan secara aktif. Selang beberapa hari, senam otak perilansia dan lansia diadakan bersama, dan kegiatan ini mendapat respon yang positif dari warga penduduk.

I.3 Tujuan Penelitian

Tujuan diadakan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui factor resiko hipertensi pada masyarakat RW 04 Kelurahan Notoprajan Kecamatan Ngampilan Kota Yogyakarta.

2. Untuk meningkatkan kesadaran masyarakat RW 04 Kelurahan Notoprajan Kecamatan Ngampilan Kota Yogyakarta sebagai upaya prevensi penyakit Hipertensi.

I.4 Keaslian Penelitian

Survey faktor resiko hipertensi dengan skrining pengukuran tekanan darah dan pengisian kuesioner telah banyak dan sering dilakukan oleh peneliti dari berbagai negara di seluruh dunia. Salah satu penelitian yang agak mirip yang pernah dilakukan di Jogjakarta bertempat di Kecamatan Umbulharjo oleh Martelina et al (2008). Akan tetapi, survei sedemikian belum pernah dilakukan di RW 04 Kecamatan Ngampilan, Kelurahan Notoprajan.

I.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan data mengenai bagaimana faktor demografi pada suatu sampel subyek berhubungan dengan faktor resiko penyakit Hipertensi pada masyarakat RW 04 Kecamatan Ngampilan, Kelurahan Notoprajan. Dengan mengetahui hubungan antara faktor demografi dan faktor resiko penyakit Hipertensi, diharapkan dapat dilakukan intervensi upaya pencegahan yang tepat pada golongan berisiko tinggi, sehingga dapat menurunkan angka kejadian dan angka kesakitan.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Landasan teori

II.1.1Penyakit Tidak Menular

Penyakit Tidak Menular (PTM) merupakan penyakit yang bukan disebabkan oleh proses infeksi (tidak infeksius). Penyakit ini meliputi penyakit jantung, hipertensi, kanker, stroke, diabetes mellitus, asma bronkial, serta trauma akibat kecelakaan lalu lintas. PTM telah mempunyai prakondisi sejak dalam kandungan dan masa pertumbuhan (seperti berat badan lahir rendah, kurang gizi dan terjadi infeksi berulang pada masa kanak-kanak) yang diperberat oleh gaya hidup yang tidak sehat, pola makan yang salah, kurangnya aktivitas fisik, konsumsi alkohol, dan penyalahgunaan narkoba.

Faktor risiko PTM adalah suatu kondisi yang secara potensial berbahaya dan dapat memicu terjadinya PTM pada seseorang atau kelompok tertentu. Faktor risiko yang dimaksud antara lain kurang aktivitas fisik, diet yang tidak sehat dan tidak seimbang, merokok, konsumsi alkohol, obesitas, hiperglikemia, hipertensi, hiperkolesterol, dan perilaku yang berkaitan dengan kecelakaan dan cedera (DepKes RI, 2003).

Diagram 1 : Faktor Resiko Penyakit Tidak Menular

Proses terjadinya penyakit dimulai dengan adanya paparan faktor resiko yang mengenai manusia. Kemudian dilanjutkan dalam fase pre simtomatik di mana belum terjadi manifestasi klinis yang berarti atau mungkin tidak menimbulkan gejala sama sekali. Hal ini dikarenakan tubuh masih dapat mengatasi patogen tersebut melalui proses imun yang kuat. Jika seseorang memiliki imun yang tidak baik ketika terpapar oleh patogen tersebut, maka yang timbul manifestasi klinis yang berarti kemudian orang tersebut menjadi sakit. Fase terakhir ini disebut fase klinik. Ketiga proses ini disebut sebagai proses laten dari suatu penyakit. Dari fase klinis dapet berlanjut pada fase terminal, berujung menjadi sebagi suatu penyakit, yang diikuti dengan perubahan status kesehatan, yakni orang tersebut dapat menjadi sembuh, sembuh dengan kecacatan, atau bahkan meninggal.

Diagram 2: Riwayat Alamiah PenyakitII.1.2Hipertensi

II.1.2.1Definisi

Hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah sistolik >140 mmHg atau tekanan darah diastolik >90 mmHg (Chobanian et al., 2003).Hipertensi yang diderita seseorang erat kaitannya dengan tekanan sistolik dan diastolik atau keduanya secara terus menerus. Tekanan sistolik berkaitan dengan tingginya tekanan pada arteri bila jantung berkontraksi, sedangkan tekanan darah diastolik berkaitan dengan tekanan arteri pada saat jantung relaksasi diantara dua denyut jantung. Dari hasil pengukuran tekanan sistolik memiliki nilai yang lebih besar dari tekanan diastolik (Corwin, 2005).

Hipertensi didefenisikan sebagai tekanan darah yang lebih tinggi dari 140/90 mmHg dapat diklasifikasikan sesuai derajat keparahannya, mempunyai rentang dari tekanan darah normal tinggi sampai hipertensi maligna (Joint National Committee On Preventation, Detection, Evaluation and Treatment Of High Blood Pressure VI / JNC VI, 2001).

II.1.2.2Etiologi

Dijelaskan bahwa hipertensi tergantung pada kecepatan denyut jantung, volume sekuncup dan Total Peripheral Resistance (TPR). Sehingga apabila terjadi peningkatan salah satu dari ketiga variabel yang tidak dikompensasi dapat menyebabkan hipertensi.

Peningkatan kecepatan denyut jantung dapat terjadi akibat rangsangan abnormal saraf atau hormon pada nodus SA. Peningkatan kecepatan denyut jantung yang berlangsung kronik sering menyertai keadaan hipertiroidisme (Astawan, 2002).

Peningkatan volume sekuncup yang berlangsung lama dapat terjadi apabila terdapat peningkatan volume plasma yang berkepanjangan, akibat gangguan penanganan garam dan air oleh ginjal atau konsumsi garam yang berlebihan. Peningkatan pelepasan renin atau aldosteron maupun penurunan aliran darah ke ginjal dapat mengubah penanganan air dan garam oleh ginjal. Peningkatan volume plasma akan menyebabkan peningkatan volume diastolik akhir sehingga terjadi peningkatan volume sekuncup dan tekanan darah. Peningkatan preload biasanya berkaitan dengan peningkatan tekanan sistolik (Amir, 2002).

Peningkatan Total Periperial Resistence yang berlangsung lama dapat terjadi pada peningkatan rangsangan saraf atau hormon pada arteriol, atau responsivitas yang berlebihan dari arteriol terdapat rangsangan normal. Kedua hal tersebut akan menyebabkan penyempitan pembuluh darah. Pada peningkatan Total Periperial Resistence, jantung harus memompa secara lebih kuat dan dengan demikian menghasilkan tekanan yang lebih besar, untuk mendorong darah melintas pembuluh darah yang menyempit. Hal ini disebut peningkatan dalam afterload jantung dan biasanya berkaitan dengan peningkatan tekanan diastolik. Apabila peningkatan afterload berlangsung lama, maka ventrikel kiri mungkin mulai mengalami hipertrofi (membesar). Dengan hipertrofi, kebutuhan ventrikel akan oksigen semakin meningkat sehingga ventrikel harus mampu memompa darah secara lebih keras lagi untuk memenuhi kebutuhan tesebut. Pada hipertrofi, serat-serat otot jantung juga mulai tegang melebihi panjang normalnya yang pada akhirnya menyebabkan penurunan kontraktilitas dan volume sekuncup (Hayens, 2003).

II.1.2.3Patofisiologi

Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di pusat vasomotor, pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medula spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah.

Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medula adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal, menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adenal. Hormon ini menyebakan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung mencetuskan keadaan hipertensi (Oparil et al., 20II.1.2.4Klasifikasi

Berdasarkan JNC VIITabel 5: Klasifikasi Tekanan Darah untuk orang dewasa yang berumur 18 tahun menurut JNC 7

Berdasarkan Penyebabnya1. Hipertensi primer Hipertensi primer (esensial) dijumpai pada 95% kasus dimana penyebab hipertensi tidak diketahui. Biasanya terjadi pada usia 25 sampai 55 tahun; sangat jarang pada usia dibawah 20 tahun(Oparil et al., 2003).

Faktor genetik memiliki peran yang penting pada patogenesis hipertensi primer. Selain itu faktor lingkungan, konsumsi garam, dan obesitas ikut terlibat, dan berjalan sinergis dengan faktor predisposisi. Faktor lain yang mungkin terlibat pada patogenesis hipertensi esensial diantaranya hiperaktivitas saraf simpatis, perkembangan ginjal dan kardiovaskular yang tidak normal, aktivitas sistem renin angiotensin, defek natriuresis, ketidakseimbangan elektrolit, dan faktor-faktor eksaserbasi lain (Oparil et al., 2003).

Adapun faktor lainnya yang merupakan konsep baru dari patofisiologi hipertensi yakni ditemukannya abnormalitas pada struktur maupun fungsi dari vaskular itu sendiri. Keadaan seperti disfungsi endotelial, perubahan struktur dari vaskular sendiri, kemampuan vaskular untuk penyesuaian akan keadaan sekitar, ataupun faktor eksternal seperti adanya stres oksidatif yang berlebihan inilah yang akan mempengaruhi terjadinya hipertensi (Oparil et al., 2003).

2. Hipertensi sekunderHipertensi sekunder memiliki penyebab spesifik lain yang diketahui. Pasien-pasien dengan usia dibawah 25 tahun dan diatas 55 tahun biasanya menderita hipertensi sekunder. Kurang lebih 5% pasien dengan hipertensi memiliki penyebab spesifik yang diketahui, ditunjukkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan laboratorium. Penyebabnya meliputi sindroma genetik, penyakit ginjal, hipertensi arteri renalis, hiperaldosteronisme primer, sindroma cushing, koartasio aorta, hipertensi karena kehamilan, dan penggunaan estrogen (Kaplan NM, 2002).Berdasarkan Bentuk HipertensinyaHipertensi diastolik (diastolic hypertension) yaitu peningkatan tekanan diastolik tanpa diikuti peningkatan tekanan sistolik. Biasanya ditemukan pada anak-anak dan dewasa muda. Hipertensi campuran (sistol dan diastol yang meninggi) yaitu peningkatan tekanan darah pada sistol dan diastol. Hipertensi sistolik (isolated systolic hypertension) yaitu peningkatan tekanan sistolik tanpa diikuti peningkatan tekanan diastolik. Umumnya ditemukan pada usia lanjut. (Gunawan, 2001)

II.1.2.5Manifestasi Klinis

Pada suatu penelitian disebutkan bahwa pada penderita hipertensi tidak akan menampakkan gejala pada awalnya. Hingga bertahun-tahun sampai adanya kerusakan vaskular ataupun sudah mempengaruhi organ lain akibat hipertensi tersebut, maka gejala akan mulai tampak pada individu tersebut (Wijayakusuma, 2000).

Gejala-gejala awal yang sering dikeluhkan pada penderita hipertensi diantaranya : nyeri kepala hingga bagian tengkuk leher, kadang-kadang disertai mual. Namun gejala ini tidak khas terjadi pada kasus hipertensi saja. Apabila sudah memperngaruhi organ-organ lain maka akan gejala seperti : pandangan kabur akibat kerusakan retina akibat hipertensi, ayunan langkah yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf pusat, nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerolus, edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler (Wiryowidagdo, 2002).

II.1.2.6Faktor Resiko

Yang Tidak Dapat Diitervensi

1. Usia

Terdapat kesepakatan dari para peneliti bahwa prevalensi hipertensi akan meningkat dengan bertambahnya umur. Pasien yang berumur di atas 60 tahun, 50 60 % mempunyai tekanan darah lebih besar atau sama dengan 140/90 mmHg. Hal ini disebabkan karena pada usia tua pembuluh darah sudah mulai melemah dan dinding pembuluh darah sudah menebal (Kiangdo,1977).

2. Jenis Kelamin

Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria sama dengan wanita. Namun wanita terlindung dari penyakit kardiovaskuler sebelum menopause. Wanita yang belum mengalami menopause dilindungi oleh hormon estrogen yang berperan dalam meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL). Kadar kolesterol HDL yang tinggi merupakan faktor pelindung dalam mencegah terjadinya proses aterosklerosis. Efek perlindungan estrogen dianggap sebagai penjelasan adanya imunitas wanita pada usia premenopause. Pada premenopause wanita mulai kehilangan sedikit demi sedikit hormon estrogen yang selama ini melindungi pembuluh darah dari kerusakan. Proses ini terus berlanjut dimana hormon estrogen tersebut berubah kuantitasnya sesuai dengan umur wanita secara alami, yang umumnya mulai terjadi pada wanita umur 45 55 tahun (Anggaraini, 2009).

3. Riwayat Keluarga

Dari data statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya menderita hipertensi. Hipertensi cenderung merupakan penyakit keturunan. Jika seorang dari orang tua kita mempunyai hipertensi maka sepanjang hidup kita mempunyai 25% kemungkinan mendapatkannya pula. Jika kedua orang tua kita mempunyai hipertensi, kemungkunan kita mendapatkan penyakit tersebut 60%. Keluarga yang memiliki hipertensi dan penyakit jantung meningkatkan risiko hipertensi 2-5 kali lipat.

4. Genetik

Hipertensi akibat dari riwayat keluarga juga disebabkan faktor genetik pada keluarga tersebut. Beberapa peneliti mengatakan terdapat kelainan pada gen angiotensinogen tetapi mekanismenya mungkin bersifat poligenik. Gen angiotensinogen berperan penting dalam produksi zat penekan angiotensin, yang mana zat tersebut dapat meningkatkan tekanan darah (Ibnu, 1996).Yang Dapat Diintervensi1. Pola Diet

Hal ini dikaitkan dengan konsumsi garam karna masyarakat awam sering menghubungkan antara terjadinya hipertensi dapat dipicu oleh konsumsi garam yang berlebih. Garam merupakan hal yang sangat penting pada mekanisme timbulnya hipertensi. Pengaruh asupan garam terhadap hipertensi melalui peningkatan volume plasma (cairan tubuh) dan tekanan darah. Pada hipertensi esensial mekanisme ini terganggu, di samping ada faktor lain yang berpengaruh. Asupan garam kurang dari 3 gram tiap hari menyebabkan prevalensi hipertensi yang rendah, sedangkan jika asupan garam antara 5-15 gram perhari prevalensi hipertensi meningkat menjadi 15-20 %. Pengaruh asupan terhadap timbulnya hipertensi terjadi melalui peningkatan volume plasma, curah jantung dan tekanan darah.2. Aktivitas Fisik

Kurangnya aktivitas fisik meningkatkan risiko menderita hipertensi karena meningkatkan risiko kelebihan berat badan. Orang yang tidak aktif juga cenderung mempunyai frekuensi denyut jantung yang lebih tinggi sehingga otot jantungnya harus bekerja lebih keras pada setiap kontraksi. Makin keras dan sering otot jantung harus memompa, makin besar tekanan yang dibebankan pada arteri.3. Obesitas

Menurut Hall (2000) perubahan fisiologis dapat menjelaskan hubungan antara kelebihan berat badan dengan tekanan darah, yaitu terjadinya resistensi insulin dan hiperinsulinemia, aktivasi saraf simpatis dan sistem rennin-angiotensin, dan perubahan fisik pada ginjal. Obesitas meningkatkan kerja jantung dan kebutuhan oksigen dan berperan dalam gaya hidup pasif. Lemak tubuh yang berlebihan dan ketidak aktifan fisik berperan dalam resistensi insulin (Sylvia Price, 2005). Peningkatan konsumsi energy juga meningkatkan insulin plasma, dimana natriuretik potensial menyebabkan terjadinya reabsorpsi natrium dan peningkatan tekanan darah secara terus menerus (Anggaraini, 2009).

4. Stres

Stress juga sangat erat merupakan masalah yang memicu terjadinya hipertensi dimana hubungan antara stress dengan hipertensi diduga melalui aktivitas saraf simpatis peningkatan saraf dapat menaikan tekanan darah secara intermiten (tidak menentu). Stress yang berkepanjangan dapat mengakibatkan tekanan darah menetap tinggi.5. Merokok

Adapun hubungan merokok dengan hipertensi adalah nikotin akan menyebabkan peningkatan tekanan darah karena nikotin akan diserap pembulu darah kecil dalam paru-paru dan diedarkan oleh pembuluh darah hingga ke otak, otak akan bereaksi terhadap nikotin dengan memberi sinyal pada kelenjar adrenal untuk melepas efinefrin (adrenalin). Hormon yang kuat ini akan menyempitkan pembuluh darah dan memaksa jantung untuk bekerja lebih berat karena tekanan yang lebih tinggi (Astawan, 2002).

6. Konsumsi Alkohol

Alkohol juga dihubungkan dengan hipertensi. Peminum alkohol berat cenderung hipertensi meskipun mekanisme timbulnya hipertensi belum diketahui secara pasti. Diduga, peningkatan kadar kortisol, dan peningkatan volume sel darah merah serta kekentalan darah berperan dalam menaikkan tekanan darah. Alkohol juga diduga empunyai efek pressor langsung pada pembuluh darah, karena alkohol menghambat natrium dan kalium, sehingga terjadi peningkatan natrium intrasel dan menghambat pertukaran natrium dan kalsium seluler yang akan memudahkan kontraksi sel otot (Karyadi, 2002).

II.1.2.7Tata Laksana Hipertensi

Non Farmakologis

Pendekatan non-farmakologis merupakan penanganan awal sebelum penambahan obat-obatan hipertensi, disamping perlu diperhatikan oleh seorang yang sedang dalam terapi obat. Sedangkan pasien hipertensi yang terkontrol, pendekatan nonfarmakologis ini dapat membantu pengurangan dosis obat pada sebagian penderita. Oleh karena itu, modifikasi gaya hidup merupakan hal yang penting diperhatikan, karena berperan dalam keberhasilan penanganan hipertensi (Kaplan NM, 2002).

Farmakologis

Talaksanaan utama hipertensi primer alah dengan obat. Keputusan untuk mulai memberikan obat antihipertensi berdasarkan beberapa faktor seperti derajat peninggian tekanan darah, terdapatnya kerusakan organ target dan terdapatnya manifestasi klinis penyakit kardiovaskuler atau faktor risiko lain.

Penatalaksanaan dengan obat antihipertensi bagi sebagian besar pasien dimulai dengan dosis rendah kemudian ditingkatkan secara titrasi sesuai umur dan kebutuhan. Terapi yang optimal harus efektif selama 24 jam dan lebih disukai dalam dosis tunggal karena kepatuhan lebih baik, lebih murah dan dapat mengontrol hipertensi terus menerus dan lancar, dan melindungi pasien terhadap risiko dari kematian mendadak, serangan jantung, atau stroke akibat peningkatan tekanan darah mendadak saat bangun tidur.

Sekarang terdapat obat yang berisi kombinasi dosis rendah 2 obat dari golongan yang berbeda. Kombinasi ini terbukti memberikan efektifitas tambahan dan mengurangi efek samping. Jika tambahan obat yang kedua dapat mengontrol tekanan darah dengan baik minimal setelah 1 tahun, dapat dicoba menghentikan obat pertama melalui penurunan dosis secara perlahan dan progresif (Kaplan NM, 2002).

II.1.3Tindakan Preventif Terhadap Hipertensi

Merupakan tindakan non farmakologikal yang bertujuan untuk mencegah terjadinya hipertensi pada seseorang. Hal ini dapat dilakukan melalui 2 pendekatan, yakni:

1. Intervensi untuk menurunkan tekanan darah di populasi dengan tujuanmenggeser distribusi tekanan darah kearah yang lebih rendah.

2. Strategi penurunan tekanan darah ditujukan pada mereka yang mempunyai kecenderungan meningginya tekanan darah, kelompok masyarakat ini termasuk mereka yang mengalami tekanan darah normal dalam kisaran yang tinggi (TDS 130-139 mmHg atau TDD 85-89 mmHg), riwayat keluarga ada yang menderita hipertensi, obsitas, tidak aktif secara fisik, atau banyak minum alcohol dan garam.

Tindakan-tindakan yang sangat disarankan untuk dilakukan dalam pencegahan hipertensi antara lain :

1. Mempertahankan/ Menurunkan Berat Badan Pada Batas Nomal

Cara yang paling mudah untuk mengidentifikasi resiko berat badan terhadap peningkatan tekanan darah yaitu dengan menggunakan skor IMT (Indeks Massa Tubuh) dimana pada skor 20 24 adalah normal dan tidak beresiko, sedangkan pada skor 25 29 beresiko sedang dan beresiko tinggi pada skor >30, dalam mengontrol/ memperkecil resiko berat badan lebih terhadap peningkatan tekanan darah dapat dimodifikasi dengan berolahraga, membatasi konsumsi karbohidrat, membatasi konsumsi lemak dan menambah porsi sayur dan buah pada hidangan makanan sehari-hari (Efendi, 2004).

2. Olahraga dan Aktivitas Fisik

Selain untuk menjaga berat badan tetap normal, olahraga dan aktivitas fisik teratur bermanfaat untuk mengatur tekanan darah, dan menjaga kebugaran tubuh. Olahraga isotonik seperti jogging, berenang baik dilakukan untuk penderita hipertensi. Dianjurkan untuk olahraga teratur, minimal 3 kali seminggu, dengan demikian dapat menurunkan tekanan darah walaupun berat badan belum tentu turun. Olahraga yang teratur dibuktikan dapat menurunkan tekanan perifer sehingga dapat menurunkan tekanan darah (Mayer,1980).

3. Pengaturan Diet

Pengaturan diet hipertensi adalah mengatur tentang makanan sehat yang dapat mengontrol tekanan darah tinggi dan mengurangi penyakiit kardiovaskuler. Secara garis besar, ada empat macam diet untuk menanggulangi atau minimal mempertahankan keadaan tekana darah, yakni : diet rendah garam , diet rendah kolestrol, lemak terbatas serta tinggi serat, dan rendah kalori bila kelebihan berat badan (Astawan, 2002).

Nasihat pengurangan asupan garam harus memperhatikan kebiasaan makan pasien, dengan memperhitungkan jenis makanan tertentu yang banyak mengandung garam. Membatasi asupan garam sangat dianjurkan, pembatasan diupayakan tidak lebih dari 5 gr ( < 1 sendok teh) garam dapur untuk diet setiap hari (Efendi, 2004).

Membatasi konsumsi lemak dilakukan agar kadar kolesterol darah dapat menurun pada batas normal (200 250 mg/dl). Untuk menjaga agar kolesterol dalam darah tidak bertambah tinggi maka untuk penderita hipertensi diperbolehkan mengkonsumsi daging tidak lebih dari 100 gr pada setiap mengkonsumsi daging. Untuk penderita hipertensi sebaiknya mengkonsumsi daging hewan tidak lebih 2 kali dalam seminggu sampai tidak mengkonsumsinya lagi (Efendi, 2004).

Buah dan sayur segar mengandung banyak vitamin dan mineral. Beberapa penelitian menunjukkan efektivitasnya vitamin yang dapat menangkal radikal bebas sedangkan mineral kalium secara langsung dapat menurunkan tekanan darah. (Efendi, 2004)

4. Membatasi/ Menghindarkan Konsumsi Rokok, Alkohol dan Kopi

Untuk konsumsi rokok pada pecandu (riwayat sebelumnya), mengurangi secara bertahap mulai dari 5 batang rokok sampai memberhentikan total. Sama halnya dengan alkohol jika pada penderita hipertensi yang mempunyai riwayat candu alkohol sebaiknya mengurangi minuman alcohol pada batas maksimal 1 gelas (pada kadar 15 % alkohol) sampai berhenti mengkonsumsinya. Selain pembatasan pada rokok dan alkohol, untuk penderita hipertensi juga dianjurkan agar tidak mengkonsumsi kopi, karena zat kafein yang ada kopi justru akan meningkatkan detak jantung sehingga akan menaikkan tekanan darah (Efendi, 2004).

5. Menghilangkan stres

Stres menjadi masalah bila tuntutan dari lingkungan hampir atau bahkan sudah melebihi kemampuan kita untuk mengatasinya. Cara untuk menghilangkan stres yaitu perubahan pola hidup dengan membuat perubahan dalam kehidupan rutin sehari-hari dapat meringankan beban stres.

II.2 Kerangka Konsep

Diagram 3 : Kerangka Konsep Penelitian

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

III.1Rancangan penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental deskriptif kualitatif yang dilaksanakan menggunakan rancangan penelitian cross sectional. Data penelitian dikumpulkan dari tanggal 19 September 2013 sampai dengan 22 September 2013.III.2Populasi dan sampel penelitian

Responden penelitian adalah warga RW IV kelurahan Notoprajan kecamatan Ngampilan D.I. Yogyakarta yang berusia 20-50 tahun. Kriteria inklusi individu yang dipilih menjadi sampel penelitian adalah warga RW IV kelurahan Notoprajan kecamatan Ngampilan D.I. Yogyakarta usia antara 20-50 tahun, bisa membaca, dan tidak pernah terdiagnosis hipertensi sebelumnya. Kriteria ekslusi sampel adalah warga yang tidak bisa membaca dan pernah terdiagnosis hipertensi.

Sampel diambil dengan acak dari data kepala keluarga di RW IV kelurahan Notoprajan kecamatan Ngampilan D.I.Yogyakarta. Sampel yang diambil sebanyak 60 orang.III.3Teknik pengumpulan data

a. Data primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari responden melalui wawancara dan pengisian kuesioner yang telah disiapkan. Dalam penelitian ini digunakan kuesioner untuk mengetahui data faktor demografi, tingkat pengetahuan warga tentang hipertensi, dan tindakan preventif hipertensi apa yang sudah dilakukan oleh warga. Adapun data yang ditanyakan dalam kuesioner adalah sebagai berikut:

1. Identitas responden, meliputi nama, usia, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, pendidikan, penghasilan dan pengeluaran per bulan.

2. Tingkat pengetahuan responden tentang penyakit hipertensi.

3. Gaya hidup responden, meliputi diet, aktivitas fisik, konsumsi rokok dan alkohol.

Pengisian dan pengumpulan kuesioner dilakukan pada waktu yang sama dengan mendatangi langsung responden dari rumah ke rumah.

b. Data sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari dokumen-dokumen tertulis. Data monografi penduduk didapat dari puskesmas Ngampilan dan kantor kelurahan Notoprajan, yang berkaitan dengan data kependudukan dan profil kesehatan.III.4Instrumen penelitian

Penelitian ini menggunakan instrumen berupa kuesioner, yang dibuat berdasarkan teori yang ada pada tinjauan pustaka serta modifikasi dari STEPS WHO tentang non-communicable disease surveillance. Tidak dilakukan uji validitas untuk kuesioner penelitian ini.

Kuesioner tingkat pengetahuan tentang hipertensi terdiri dari 15 pertanyaan tertutup dengan pilihan jawaban benar atau salah. Kuesioner terdiri dari pertanyaan favourable dan unfavourable. Untuk pertanyaan favourable, jawaban benar diberi nilai 1 dan jawaban salah diberi nilai 0. Untuk pertanyaan unfavourable, jawaban benar diberi nilai 0 dan jawaban salah diberi nilai 1. Sikap masyarakat dikatakan baik apabila nilai yang didapat lebih dari sama dengan 10 dan dikatakan kurang baik apabila nilai yang didapatkan kurang dari 10.

Untuk mengukur tindakan preventif masyarakat terhadap hipertensi digunakan kuesioner dengan pertanyaan favourable, unfavourable, dan multiple choice. Untuk pertanyaan favourable, jawaban ya diberi nilai 1 dan jawaban tidak diberi nilai 0. Untuk pertanyaan unfavourable, jawaban ya diberi nilai 0 dan jawaban tidak diberi nilai 1.III.5Variabel penelitian

a. Variabel bebas:

1. Usia

2. Jenis kelamin

3. Pekerjaan

4. Pendidikan terakhir

5. Pngetahuan terhadap hipertensi

b. Variabel terikat: tindakan preventif terhadap hipertensiIII.6Defisini operasional

a. Usia

Variabel usia pada penelitian ini adalah umur responden pada saat penelitian ini dilakukan. Cara pengukurannya yaitu dengan ditanyakan pada saat wawancara dengan responden. Usia dikategorikan menjadi 3, yaitu 20-30, 31-40, dan 41-50 tahun.

b. Jenis kelamin

Jenis kelamin merupakan jenis kelamin menurut pengakuan responden penelitian yang terdiri dari laki-laki dan perempuan. Diukur dengan cara observasi saat wawancara dengan responden.

c. Pekerjaan

Pekerjaan adalah mata pencaharian utama responden penelitian.

d. Pendidikan terakhir

Pendidikan terakhir adalah jenjang pendidikan formal yang dicapai oleh responden penelitian. Pendidikan formal adalah jenis pendidikan yang terdiri dari sekolah dasar dan sekolah menengah ke atas.e. Tingkat pengetahuan

Tingkat pengetahuan adalah tingkat pemahaman responden penelitian tentang penyakit hipertensi yang diukur dari kemampuan responden dalam menjawab pertanyaan pengetahuan pada kuesioner. Tingkat pengetahuan dikatakan baik apabila nilai yang didapatkan dari kuesioner sebesar lebih dari atau sama dengan 10. Tingkat pengetahuan dikatakan kurang apabila nilai yang didapatkan dari kuesioner sebesar kurang dari 10.

f. Tindakan preventif terhadap hipertensi

Tindakan preventif terhadap hipertensi adalah hal-hal yang sudah dilakukan oleh responden dalam mencegah hipertensi. Tindakan preventif dinilai dengan 4 indikator, yaitu diet, konsumsi alkohol, kebiasaan merokok, dan aktivitas fisik yang ditanyakan dalam kuesioner. Tindakan preventif terhadap hipertensi dikatakan baik apabila terdapat 3 dari 4 indikator yang masuk dalam kategori baik. Tindakan preventif terhadap hipertensi dikatakan buruk apabila terdapat kurang dari 3 indikator yang masuk dalam kategori baik.

III.7Analisis data

Proses pengolahan data dimulai dengan proses editing untuk meneliti apakah kuesioner sudah diisi dengan lengkap atau belum, sehingga bila ada kekurangan dapat segera dilengkapi. Editing dilakukan di tempat pengumpulan data. Proses ke dua adalah coding untuk memberi kode nilai pada jawaban responden atas pertanyaan pada kuesioner. Proses ke tiga adalah entry data yang disajikan dalam bentuk table dan grafik. Proses ke empat adalah analisis data secara univariate dan deskriptif kualitatif.III.8Jalannya penelitianJenis kegiatanTanggal kegiatan (16-28 September 2013)

16171819202122232425262728

Pengarahan

Pengurusan perijinan

Observasi lapangan

Survey pendahulu

Menentukan masalah

Persiapan instrumen

Pengumpulan data

Analisis data

Penyusunan laporan

Persiapan presentasi

Konsultasi pembimbing

Ujian

Presentasi ke masyarakat

BAB IVHASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 HASIL PENELITIAN

Tabel 6: Karakter Responden Berdasarkan Usia, Jenis Kelamin, Umur, Pekerjaan dan Pendidikan Terakhir

No.

Karakteristik

Frekuensi

Persentase (%)

1.

Usia (tahun)

20-30

31-40

41-50

13

22,0

29

49,2

17

28,8

2.

Jenis kelamin

Laki-laki

Perempuan

19

32,2

40

67,8

3.

Pekerjaan

Buruh

Pegawai swasta

Pegawai negeri

Wiraswasta

Tidak bekerja

8

13,6

14

23,7

3

5,1

8

13,6

26

44,1

4.

Pendidikan terakhir

Pendidikan dasar

Menengah ke atas

9

15,3

50

84,7

Sumber: Data Primer

Dari Tabel 6 tampak distribusi responden menurut jenis kelamin lebih didominasi oleh responden perempuan, yaitu sebanyak 34 orang (67,8%). Kelompok umur responden yang terbanyak adalah kelompok umur 31-40 tahun yaitu sebanyak 29 orang (49,2%). Berdasarkan tingkat pendidikan, 9 (15,3%) orang hanya menamatkan pendidikan dasar, sedangkan 50 (84,7%) orang lainnya mendapatkan pendidikan menengah ke atas.Tabel 7: Tingkat pengetahuan masyarakat mengenai hipertensi

NoPengetahuan terhadap hipertensiJumlahPersentase(%)

Baik5288,1

Buruk711,9

Sumber: Data PrimerTabel diatas menunjukkan tingkat pengetahuan masyarakat mengenai hipertensi. Sebanyak 52 orang (88,1%) responden dinilai baik dan 7 orang dinilai kurang dalam pengetahuan tentang hipertensi (11,9%). Dari data tersebut, dapat dideskripsikan lagi pertanyaan dalam questioner yang sulit untuk dijawab oleh masyarakat pada diagram 1. Hal ini terlihat dari banyaknya orang yang salah dalam menjawab pertanyaan dalam questioner tersebut.

Diagram 4: Tingkat pengetahuan hipertensi masyarakat RW 04, Kelurahan Notoprajan, Kecamatan Ngampilan (sumber: data primer)Dari diagram 4 dapat ditarik kesimpulan bahwa pengetahuan masyarakat masih kurang pada pertanyaan kuesioner pengetahuan nomer delapan. Hal ini terbukti dengan banyaknya responden yang tidak dapat menjawab pertanyaan dengan benar. Tabel 8: Karakteristik Responden Berdasarkan Diet, Paparan Rokok , Konsumsi Alkohol, dan Aktivitas Fisik

No.KarakteristikFrekuensi Persentase

1.Diet

Baik

Buruk2237,3

3762,7

2.Konsumsi Alkohol

Baik

Buruk5694,9

35,1

3.Rokok

Baik

Buruk4983,1

1016,9

4.Aktivitas fisik

Baik

Buruk2542,4

3457,6

Sumber: Data Primer

Dari tabel 8, tampak bahwa lebih dari setengah responden mempunyai kebiasaan diet (khususnya konsumsi garam) yang buruk yang jumlahnya 37(62,7%) responden. Sebanyak 34 orang mengalami paparan rokok yang buruk, baik sebagai perokok pasif maupun perokok aktif. Untuk paparan rokok, 49 orang (83,1%) yang mengalami paparan rokok buruk dan 10 orang (16,9%) yang tidak/jarang terpapar rokok. Masyarakat RW 04 sebagian besar tidak mengkonsumsi alkohol , yang jumlahnya sekitar 56 orang(94,9%) tidak mengkonsumsi alkohol dan hanya 3 orang saja(5,1%) yang mengaku mengkonsumsi alkohol.

Diagram 5: Jawaban responden pada kuesioner diet (sumber: data primer)

Dari hasil kuesioner yang ada, terlihat bahwa sebanyak 41 (69,49%) responden mengkonsumsi buah dan atau sayuran kurang dari 4 porsi sehari (800 ml). Hasil ini menunjukkan bahwa masyarakat RW 04 belum menerapkan pola makan yang baik. Sebanyak 25 orang dari 39 responden dalam memasak menggunakan garam kurang dari satu sendok teh. Sebanyak 3 dari 20 orang responden yang tidak masak dirumah menganggap bahwa makanan yang mereka makan terlalu asin. Sebanyak 42 orang makan diluar makanan yang disajikan dirumah.

Diagram 6: Jawaban Responden Pada Kuesioner Alkohol (sumber: data primer)

Kesadaran masyarakat akan alkohol sangat tinggi. Hal ini terlihat dari pola hidup responden yang dapat dinilai dari hasil kuesioner. Sebanyak 47 (71,1%) responden mengaku tidak pernah mengkonsumsi alkohol. Sedangkan 12 (29,9%) responden mengaku pernah mengkonsumsi alkohol . Pada kuesioner nomer 8 responden dikatakan buruk dalam penilaian kesadaran terhadap alkohol apabila mengkonsumsi alkohol setiap hari atau lebih dari 4-6 hari/minggu, dan jumlahnya adalah sekitar 2(3%) responden.

Diagram 7: Jawaban Responden Pada Kuesioner Rokok (sumber : data primer)

Pada diagram 7 dapat dilihat bahwa kesadaran masyarakat akan bahaya rokok sudah baik. Hal ini terlihat dari baiknya hasil kuesioner yang didapatkan. Sebanyak 45 responden(76%) mengaku tidak pernah merokok walaupun hanya satu hisapan saja. Sebanyak 12 responden(20%) mengaku sudah merokok lebih dari 10 tahun yang lalu. Dan hanya 3 responden (5%) yang mengkonsumsi rokok lebih dari 15 batang per hari.

Diagram 8: Jawaban Responden Terhadap Kuesioner Aktivitas Fisik (sumber: data primer)

Pada diagram 8, dapat dilihat bahwa kesadaran masyarakat akan aktivitas fisik masih rendah. Hal ini tampak dari kesadaran responden dalam beraktivitas fisik. Frekuensi aktivitas fisik Sebanyak 33 responden (55%) masih buruk karena masih jarang melakukannya.

IV.2 PEMBAHASAN

Penelitian ini bertujuan untuk melihat tindakan masyarakat RW 04, Kelurahan Notoprajan, Kecamatan Ngampilan, Kodya Yogyakarta dalam mencegah hipertensi. Responden berada pada rentang usia 20-50 tahun. Pada penelitian ini pula kami mencoba memetakan tingkat pengetahuan masyarakat mengenai pola hidup yang dapat mencegah terjadinya hipertensi dikemudian hari. Faktor-faktor risiko penyakit hipertesi yang kami teliti meliputi:

a. Pola makan/diit

Diit dapat diasosiasikan dengan perubahan perilaku ke arah yang lebih sehat,seperti mengubah pola makan dengan mengkonsumsi makanan rendah kalori atau rendah lemak, dan menambah aktivitas fisik secara wajar. Diit sehat dapat membuat seseorang memiliki tubuh ideal tanpa mendatangkan efek samping yang berbahaya bagi tubuh. Diit sehat dapat dilakukan dengan cara mengurangi masukan kalori ke dalam tubuh namun tetap menjaga pola makan yang dianjurkan oleh pedoman gizi seimbang. Orang yang melakukan diit untuk alasan kesehatan akan melakukan cara yang sehat pula, misalnya mengikuti pola makan yang dianjurkan

Adapun pola makan sehat yang dianjurkan agar seseorang senantiasa mendapatkan nutrisi yang seimbang bagi tubuh mereka adalah:

Berbagai macam variasi dari buah-buahan dan sayuran sebaiknya dikonsumsi paling sedikit lima porsi sehari. Dari sayur dan buah, tubuh kita akan mendapatkan vitamin, serat, dan mineral. Vitamin memiliki banyak manfaat bagi tubuh, beberapa diantaranya adalah menjaga daya tahan tubuh dan membantu menangkal radikal bebas. Serat sangat berguna untuk melancarkan pencernaan. Konsumsi serat yang cukup akan mengurangi jumlah lemak yang diserap oleh tubuh. Mineral berperan dalam fungsi metabolisme tubuh.

Beberapa makanan yang mengandung karbohidrat sebaiknya dikonsumsi, khususnya yang mengandung serat tinggi seperti roti, pasta, sereal, dan kentang. Di Indonesia, karbohidrat lebih umum dikonsumsi dalam bentuk nasi, roti, mie, atau kentang sebagai makanan pokok yang dimakan setiap hari. Pola makan yang baik salah satunya membatasi jumlah karbohidrat yang dikonsumsi.

Daging, ikan, dan sejenisnya sebaiknya dikonsumsi dalam jumlah sedang dan lebih dianjurkan untuk memilih yang rendah lemak. Selain itu protein dapat berasal dari nabati, coontohnya: kacang-kacangan.Protein sangat penting dalam masa pertumbuhan. Protein juga berperan penting dalam memperbaiki sel-sel yang rusak.

Susu dan produk-produk olahan dari susu sebaiknya dikonsumsi dalam jumlah sedang dan mengandung kadar lemak yang rendah, apabila memungkinkan.

Cemilan dan makanan yang mengandung gula seperti keripik kentang, permen, dan minuman yang mengandung gula sebaiknya dikonsumsi dalam jumlah kecil dan jarang. Cemilan yang terkontrol dapat mencegah konsumsi makanan yang berlebihan.

Dari data yang kami ambil dari kuesioner, kebanyakan responden belum menerapkan pola makan yang baik. Makanan sehari-hari mayoritas penduduk hanya terdiri dari nasi dan lauk. Konsumsi buah dan sayur sangatlah kurang (rata-rata < 600 ml atau setara dengan 3 gelas belimbing). Sesuai dengan guideline yang diterbutkan oleh WHO, konsumsi buah dan sayur dalam sehari minimal 800 ml atau setara dengan 4 gelas belimbing. Tingginya kadar garam dalam darah mempengaruhi tekanan darah seseorang. Banyaknya garam dalam darah dipengaruhi banyaknya intake garam yang dikonsumsi seseorang. Dalam hal ini berhubungan dengan kebiasaan masyarakat mengkonsumsi garam. Dari data kuesioner yang kami ambil, kebiasaan masyarakat untuk membatasi jumlah garam yang dikonsumsi sudah baik. Masyarakat yang memasak sendiri di rumah menambahkan