bab i-5 editan.docx

55
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Appendiksitis merupakan penyakit bedah mayor yang sering terjadi di mana appendiksitis merupakan suatu peradangan pada appendiks yang berbentuk cacing yang berlokasi dekat katup ileocecal. Appendiksitis paling sering terjadi pada usia remaja dan dewasa muda. Insiden appendiksitis akut di Negara maju lebih tinggi dari pada Negara berkembang namun pada tiga-empat dasawarsa ini menurun secara bermakna.Kejadian ini disebabkan oleh meningkatnya penggunaan makanan berserat dalam menu sehari-hari. (Lindseth.2005). Seperti yang di alami pada Tn. K yang di rawat di ruang D RSUD dr Doris Sylvanus Palangka Raya. Insiden keadaan bedah akut abdomen yang paling sering terjadi pada dekade kedua dan ketiga sejajar dengan jumlah jaringan limfoid pada appendiksitis.Rasio pria dibanding wanita adalah 2 dibanding 1. Usia antara 10 tahun sampai 25 tahun insiden rupture terjadi 15% sampai 25% pasien pada saat datang, dengan insiden yang lebih tinggi pada anak-anak dan lansia. Data di rumah sakit dr. Doris Sylvanus Palangka Raya di ruang D sebanyak 35 orang pada tahun 2011, pada tahun 2012 sebanyak 27 orang.

Upload: berkat-ners

Post on 24-Dec-2015

223 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I-5 editan.docx

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Appendiksitis merupakan penyakit bedah mayor yang sering terjadi di mana

appendiksitis merupakan suatu peradangan pada appendiks yang berbentuk cacing

yang berlokasi dekat katup ileocecal. Appendiksitis paling sering terjadi pada usia

remaja dan dewasa muda. Insiden appendiksitis akut di Negara maju lebih tinggi

dari pada Negara berkembang namun pada tiga-empat dasawarsa ini menurun

secara bermakna.Kejadian ini disebabkan oleh meningkatnya penggunaan

makanan berserat dalam menu sehari-hari. (Lindseth.2005). Seperti yang di alami

pada Tn. K yang di rawat di ruang D RSUD dr Doris Sylvanus Palangka Raya.

Insiden keadaan bedah akut abdomen yang paling sering terjadi pada dekade

kedua dan ketiga sejajar dengan jumlah jaringan limfoid pada appendiksitis.Rasio

pria dibanding wanita adalah 2 dibanding 1. Usia antara 10 tahun sampai 25 tahun

insiden rupture terjadi 15% sampai 25% pasien pada saat datang, dengan insiden

yang lebih tinggi pada anak-anak dan lansia. Data di rumah sakit dr. Doris

Sylvanus Palangka Raya di ruang D sebanyak 35 orang pada tahun 2011, pada

tahun 2012 sebanyak 27 orang.

Adapun pengertian appendiksitis adalah peradangan akibat usus buntu yang

mengalami infeksi dan terjadi penanahan apabila terjadi infeksi yang lebih lanjut

akan mengakibatkan usus buntu menjadi pecah.Appendiksitis diakibatkan oleh

beberapa faktor, yaitu; hyperplasia folikel limfoid, fecolit, cacing, striktur, cancer

menyebabkan obstruksi pada appendiks sehingga terjadi bendungan dari produksi

sekresi. Selain itu, bendungan mukus juga dapat menyebabkan infeksi bakteri dan

ulserasi dan berisi nanah. Sehingga terjadi gangguan pada aliran vena dan arteri.

Jika terjadi gangguan vena akan menyebabkan peradangan pada peritoneum

setempat. Dan mengakibatkan nyeri pada perut kanan bawah. Sedangkan jika

terjadi gangguan aliran pada arteri menyebabkan suplai oksigen dalam appendiks

menurun, dan terjadi gangguan perfusi pada appendiks. Appendikssitis

gangrenous menyebabkan usus mengelilingi appendiks membentuk suatu

1

Page 2: BAB I-5 editan.docx

2

massasehingga appendiks menjadi infiltrate. Jika appendiks gangrenosa pecah

akan terjadi perforasi pada appendiks sehingga terjadi peritonitis. Jika

appendiksitis mengalami perforasi paling tinggi pada orang lanjut usia komplikasi

utama adalah sepsis luka. Hal ini berkembang sekitar 20% pasien dengan

appendiksitis preforasi, tetapi dapat dikurangi sampai 5% yaitu dengan teknik

operasi yang cermat, pembilasan dengan tetrasiklin dan antibiotik profilaksis.

Apabila appendiksitis tidak mendapat pengobatan yang baik tidak menuntut

kemungkinan muncul komplikasi antara lain : Abses, sumbatan usus akut, ileus

dan peritoritis, serta fistula tunja. Oleh karena itu dalam perawatan pada pasien

apendiktomi perlu diperhatikan cara perawatan luka dengan teknik aseptik dan

septik. Sebagai salah satu tim kesehatan mempunyai tanggung jawab untuk

mengatasi masalah-masalah baik bio, psiko sosial, cultural, spiritual maupun

dampak dari penyakit yang dialami pasien appendiksitis. (Schwartz, Seymour

I,2007).

Peran perawat dalam penanganan kasus apendiksitis ini sangat penting

diantaranya adalah peran promotif (promosi kesehatan) contohnya seperti

penyuluhan tentang apa itu apendicitis, penyebab, tanda dan gejala serta

penatalaksanaannya, peran preventif (pencegahan) yaitu dengan menganjurkan

untuk menghindari makanan yang dapat menimbulkan gejala apendicitis, peran

kuratif (pengobatan) dalam hal ini peran mandiri perawat seperti menganjurkan

minum air hangat dan mengatur posisi untuk mengurangi iritasi pada

tenggorokan. Serta yang tidak kalah penting adalah peran rehabilitatif

(pemulihan) seperti menganjurkan untuk makanan gizi seimbang untuk

mengembalikan kondisi setelah sakit. Oleh karena itu, asuhan keperawatan secara

komprehensif yang dilakukan oleh perawat akan mengurangi risiko komplikasi

dan mencegah kekambuhan. Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik untuk

melakukan asuhan keperawatan pada Tn. K dengan apendicitis di Ruang D

(Ruang Bedah Pria) RSUD drDoris Sylvanus Palangka Raya, dimulai dari

pengkajian sampai evaluasi serta pendokumentasiannya.

1.2 Rumusan Masalah

Yang menjadi rumusan masalah pada studi kasus ini adalah bagaimana penerapan “Asuhan Keperawatan Pada Klien Tn. K dengan Appendiksitis di Ruang D RSUD. dr. Doris Sylvanus Palangka Raya?”

Page 3: BAB I-5 editan.docx

3

1.3 Tujuan Studi Kasus

1.3.1 Tujuan Umum

Mahasiswa mampu menjelaskan dan menyajikan asuhan keperawatan pada

Tn. K dengan appendicitis.Di ruang D dr Doris sylvanus palangka Raya.

1.3.2 Tujuan Khusus

1.3.2.1 Mahasiswa mampu menjelaskan pengkajian asuhan keperawatan pada Tn.

K dengan appendiksitis di Ruang D (Bedah Pria).

1.3.2.2 Mahasiswa mampu merumuskan diagnosa asuhan keperawatan pada Tn.

K dengan appendiksitis di Ruang D (Bedah Pria).

1.3.2.3 Mahasiswa mampu menjelaskan perencanaan asuhan keperawatan pada

Tn. K dengan appendiksitis di Ruang D (Bedah Pria)

1.3.2.4 Mahasiswa mampu menyajikan asuhan keperawatan pada Tn. K dengan

appendiksitis di Ruang D (Bedah Pria).

1.3.2.5 Mahasiswa mampu menjelaskan evaluasi asuhan keperawatan pada Tn. K

dengan appendiksitis di Ruang D (Bedah Pria).

1.4 Manfaat Penulisan

1.4.1 Teoritis

Laporan studi kasus ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu

acuan dalam peningkatan kualitas pelayanan asuhan keperawatan dengan

diagnosa medisappendiksiitis.

1.4.2 Praktis

1.4.2.1 Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)

Hasil studi ini dapat membuka wawasan dalam pengembangan ilmu

pengetahuan khususnya ilmu keperawatan dan kesehatan pada umunya, dalam hal

ini keterkaitannya dengan penyakit appendiksitis.

1.4.2.2 Pendidikan

Menyediakan informasi yang nyata dan aktual tentang asuhan keperawatan

pasien dengan appendicitis yang dapat digunakan oleh mahasiswa sebagai salah

satu literatur bagi pendidikan dan menunjang peningkatan pengetahuan khususnya

tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan appendiksitis.

Page 4: BAB I-5 editan.docx

4

1.4.2.3 Rumah Sakit

Sebagai masukan untuk meningkatkan kualitas dan mutu pelayanan

asuhan keperawatan bagi tim pelayanan keperawatan di rumah sakit untuk

peningkatan sarana dan prasarana Rumah Sakit.

1.4.2.4 Profesi

Dengan adanya asuhan keperawatan dengan masalah appendiksitis

diharapkan dapat memberikan masukan sebagai referensi dan motivasi sebagai

perawat untuk meningkatkan mutu dan melaksanakan asuhan keperawatan yang

lebih komprehensif.

Page 5: BAB I-5 editan.docx

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KonsepDasar

2.1.1 Definisi

Appendiksitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada

kuadran bawah kanan rongga abdomen, penyebab paling umum untuk bedah

abdomen darurat (Smeltzer, 2005) .Appendiksitis adalah peradangan dari

apendiks dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. (Mansjoer,

2005).

Appendiksitis vermiformis mungkin memiliki beberapa fungsi pertahanan

tubuh, tapi bukan merupakan organ yang penting.

Appendiks adalah organ tambahan kecil yang menyerupai jari, melekat pada

sekum tepat dibawah katup ileocecal (Brunner dan Sudarth, 2004 hal 1097).

Appendiksitis adalah suatu peradangan pada apendiks yang berbentuk cacing,

yang berlokasi dekat katup ileocecal (Long, Barbara C, 1996 hal 228).

Appendiksitis adalah peradangan dari appendiksitis vermiformis, dan merupakan

penyebab abdomen akut yang paling sering. (Arif Mansjoer ddk 2000 hal 307).

Klasifikasi appendiksitis terbagi atas appendiksitis kronis, dibagi atas:

Appendiksitis kronis fokalis atau parsial, setelah sembuh akan timbul striktur

lokal. Appendiksitis kronis obliteritiva yaitu appendiks miring, biasanya

ditemukan pada usia tua. Appendiksitis akut, dibagi atas: Appendiksitis akut

fokalis atau segmentalis, yaitu setelah sembuh akan timbul striktur lokal.

Appendiksitis purulenta difusi, yaitu sudah bertumpuk nanah.

2.1.2 Etiologi

Appendiksitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada factor

prediposisi yaitu:

2.1.2.1 Faktor yang tersering adalah obtruksi lumen. Pada umumnya obstruksi ini

terjadi karena:

1) Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak.

2) Adanya faekolit dalam lumen appendiks.

3) Adanya benda asing seperti biji – bijian.

5

Page 6: BAB I-5 editan.docx

6

4) Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya

2.1.2.2 Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan

streptococcus

2.1.2.3 Laki – laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15 – 30

tahun (remaja dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan

limpoid pada masa tersebut.

2.1.2.4 Tergantung pada bentuk appendiks

1) Appendiks yang terlalu panjang

2) Messo appendics yang pendek

3) Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks

4) Kelainan katup di pangkal appendiks.

2.1.3 Patofisiologi

Appendiksitis diakibatkan oleh beberapa faktor, yaitu; hyperplasia folikel

limfoid, fecolit, cacing, striktur, cancer menyebabkan obstruksi pada appendiks

sehingga terjadi bendungan dari produksi sekresi. Bendungan itu mengakibatkan

dinding appendiks tertekan sehingga aliran limfe terganggu. Karena aliran limfe

mengalami gangguan maka terjadi edema pada dinding appendiks, sehingga

merangsang tunika serosa peritoneal visceral. Rangsangan pada tunika membuat

nervur X juga terangsang sehingga gaster menjadi hipersekresi dan pasien

menjadi mual dan muntah.

Selain itu, bendungan mukus juga dapat menyebabkan infeksi bakteri dan

ulserasi dan berisi nanah.Sehingga terjadi gangguan pada aliran vena dan arteri.

Jika terjadi gangguan vena akan menyebabkan peradangan pada peritoneum

setempat. Dan mengakibatkan nyeri pada perut kanan bawah. Sedangkan jika

terjadi gangguan aliran pada arteri menyebabkan suplai oksigen dalam appendiks

menurun, dan terjadi gangguan perfusi pada appendiks. Appendikssitis

gangrenous menyebabkan usus mengelilingi appendiks membentuk suatu massa

sehingga appendiks menjadi infiltrate. Jika appendiks gangrenosa pecah akan

terjadi perforasi pada appendiks sehingga terjadi peritonitis.

Page 7: BAB I-5 editan.docx

7

2.1.3Manifestasi Klinis

Appendiksitis memiliki gejala kombinasi yang khas, yang terdiri dari :

anoreksia, malaise, mual, muntah dan nyeri yang hebat di perut kanan bagian

bawah. Nyeri bisa secara mendadak dimulai di perut sebelah atas atau di sekitar

pusar, lalu timbul mual dan muntah.Biasanya juga terdapat konstipasi tetapi

kadang-kadang terjadi diare, setelah beberapa jam, rasa mual hilang dan nyeri

berpindah ke perut kanan bagian bawah.Jika dokter menekan daerah ini, penderita

merasakan nyeri tumpul dan jika penekanan ini dilepaskan, nyeri bisa bertambah

tajam. Demam bisa mencapai 37,8-38,8° Celsius.

Page 8: BAB I-5 editan.docx

8

Pada bayi dan anak-anak, nyerinya bersifat menyeluruh, di semua bagian

perut.Pada orang tua dan wanita hamil, nyerinya tidak terlalu berat dan di daerah

ini nyeri tumpulnya tidak terlalu terasa. Bila usus buntu pecah, nyeri dan demam

bisa menjadi berat. Infeksi yang bertambah buruk bisa menyebabkan syok.

2.1.3 Pemeriksaan Penunjang

2.1.3.1 Pemeriksaan Laboratorium

Pada darah lengkap didapatkan leukosit ringan umumnya pada appendiksitis

sederhana. Lebih dari 13.000/mm3 umumnya pada appendiksitis perforasi.Tidak

adanya leukositosis tidak menyingkirkan appendiksitis. Hitung jenis leukosit

terdapat pergeseran kekiri. Pada pemeriksaan urin, sedimen dapat normal atau

terdapat leukosit dan eritrosit lebih dari normal bila apendiks yang meradang

menempel pada ureter atau vesika.

2.1.3.2 Foto polos abdomen

Dikerjakan apabila hasil anamnesa atau pemeriksaan fisik

meragukan.Tanda-tanda peritonitis kuadran kanan bawah. Gambaran

perselubungan mungkin terlihat ”ileal atau caecal ileus” (gambaran garis

permukaan air-udara disekum atau ileum). Patognomonik bila terlihat gambar

fekalit.

2.1.3.3 USG atau CT Scan.

USG dilakukan khususnya untuk melihat keadaan kuadran kanan bawah

atau nyeri pada pelvis pada pasien anak atau wanita.Adanya peradangan pada

appendiks menyebabkan ukuran appendiks lebih dari normalnya (diameter 6mm).

Kondisi penyakit lain pada kuadran kanan bawah seperti inflammatory bowel

desease, diverticulitis cecal, divertikulum meckel’s, endometriosis dan pelvic

Inflammatory Disease (PID) dapat menyebabkan positif palsu pada hasil USG.

2.1.4 Komplikasi

Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik berupa

perforasi bebas maupun perforasi pada appendiksitis yang telah mengalami

pendindingan berupa massa yang terdiri atas kumpulan apendiks, sekum, dan

lekuk usus halus. Perforasi dapat menyebabkan timbulnya abses lokal ataupun

suatu peritonitis generalisata. Tanda-tanda terjadinya suatu perforasi adalah :

Page 9: BAB I-5 editan.docx

9

2.2.4.1 Nyeri lokal pada fossa iliaka kanan berganti menjadi nyeri abdomen

menyeluruh

2.2.4.2 Suhu tubuh naik tinggi sekali.

2.2.4.3 Nadi semakin cepat.

2.2.4.4 Defance Muskular yang menyeluruh

2.2.4.5 Bising usus berkurang

2.2.4.6 Perut distended

2.1.4.7 Akibat lebih jauh dari peritonitis generalisata adalah terbentuknya :

1) Pelvic Abscess.

2) Subphrenic absess.

3) Intra peritoneal abses lokal.

Peritonitis merupakan infeksi yang berbahaya karena bakteri masuk

kerongga abdomen, dapat menyebabkan kegagalan organ dan kematian.

2.1.5 Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan

Ada beberapa cara penatalaksanaan pada pasien dengan appendiksitis,

berdasarkan dengan proses radang yang terjadi, taitu:

2.1.5.1 Dilakukan tindakan pembedahan segera setelah klien dipersiapkan, karena

dikuatirkan akan terjadi abses appendiks dan peritonitis umum.

1) Keadaan umum klien masih terlihat sakit, suhu tubuh masih tinggi.

2) Pemeriksaan lokal pada abdomen kuadran kanan bawah masih jelas

terdapat tanda-tanda peritonitis.

3) Laboratorium masih terdapat lekositosis dan pada hitung jenis terdapat

pergeseran ke kiri.

Persiapan dan pembedahan harus dilakukan sebaik-baiknya mengingat

penyulit infeksi luka lebih tiggi daripada pembedahan pada appendiksitis

sederhana tanpa perforasi.

Pembedahan dikerjakan bila rehidrasi dan usaha penurunan suhu tubuh

telah tercapai. Suhu tubuh tidak melebihi 38ºC, produksi urin berkisar 1-2

ml/kg/jam, nadi di bawah 120/menit. Massa appendiks dengan proses radang

yang telah mereda ditandai dengan:

1. Umumnya klien berusia 5 tahun atau lebih.

Page 10: BAB I-5 editan.docx

10

2. Keadaan umum telah membaik dengan tidak terlihat sakit, suhu tubuh tidak

tinggi lagi.

3. Pemeriksaan lokal abdomen tanang, tidak terdapat tanda-tanda peritonitis dan

hanya teraba massa dengan jelas dan nyeri tekan ringan.

4. Laboratorium hitung lekosit dan hitung jenis normal.

Tindakan yang dilakukan sebainya konservati dengan pemberian antibiotik

dan istirahat di tempat tidur. Tindakan bedah apabila dilakukan lebih sulit dan

perdarahan lebih banyak, lebih-lebih bila massa apendiks telah terbentuk lebih

dari satu minggu sejak serangan sakit perut. Pembedahan dilakukan segera bila

dalam perawatan terjadi abses dengan atau tanpa peritonitis umum.

2.2 Asuhan Keperawatan

2.2.1 Pengkajian Keperawatan

2.2.1.1 Identitas klien

Nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, pendidikan,

pekerjaan, pendapatan, alamat, dan nomor register. Identitas penanggung riwayat

kesehatan sekarang.

2.2.1.2 Keluhan utama

Klien akan mendapatkan nyeri di sekitar epigastrium menjalar ke perut

kanan bawah. Timbul keluhan Nyeri perut kanan bawah mungkin beberapa jam

kemudian setelah nyeri di pusat atau di epigastrium dirasakan dalam beberapa

waktu lalu.

Sifat keluhan Nyeri dirasakan terus-menerus, dapat hilang atau timbul

nyeri dalam waktu yang lama. Keluhan yang menyertai, biasanya klien mengeluh

rasa mual dan muntah, panas.

2.2.1.3. Riwayat kesehatan masa lalu

Biasanya berhubungan dengan masalah kesehatan klien sekarang.

2.2.1.4. Pemeriksaan fisik Keadaan umum

Klien tampak sakit ringan/sedang/berat.Berat badan Sebagai indicator

untuk menentukan pemberian obat.

Sirkulasi : Klien mungkin takikardia. Respirasi :Takipnoe, pernapasan dangkal.

2.2.1.5 Aktivitas/istirahat

Malaise.

Page 11: BAB I-5 editan.docx

11

2.2.1.6. Eliminasi

Konstipasi pada awitan awal, diare kadang-kadang.Distensi abdomen,

nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan atau tidak ada bising usus.

Nyeri/kenyamanan Nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilicus,

yang meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney, meningkat karena

berjalan, bersin, batuk, atau napas dalam. Nyeri pada kuadran kanan bawah karena

posisi ekstensi kaki kanan/posisi duduk tegak. Keamanan Demam, biasanya

rendah.

2.2.1.7 Data psikologis

Klien nampak gelisah. Ada perubahan denyut nadi dan pernapasan.Ada

perasaan takut. Penampilan yang tidak tenang.

2.2.2 Diagnosa Keperawatan

2.2.3.1 Resiko berkurangnya volume cairan berhubungan dengan adanya mual

dan muntah.

2.2.3.2 Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya

pertahanan tubuh.

2.2.3.3 Nyeri berhubungan dengan distensi jaringan intestinal.

2.2.3.4 Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakitnya berhubungan dengan

informasi kurang.

2.2.3.5 Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake menurun.

2.2.3.6 Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan yang dirasakan

2.2.3 Intervensi

Perencanaan meliputi pengembangan strategi desain untuk mencegah

mengurangi atau mengoreksi masalah-masalah yang diidentifikasi pada diagnosa

keperawatan (Nursalam, 2007).

2.2.3.1 Diagnosa 1 Resiko berkurangnya volume cairan berhubungan dengan

adanya mual dan muntah.

Tujuan :

Mempertahankan keseimbangan volume cairan

Kriteria Hasil :

Klien tidak diare.Nafsu makan baik.Klien tidak muntah.

Page 12: BAB I-5 editan.docx

12

Tabel 2.1 intervensi.

Intervensi Rasional1) Monitor tanda-tanda

vital

2) Monitor intake dan out put dan konsentrasi urine

3) Beri cairan sedikit demi sedikit tapi sering

1) Merupakan indicator secara dini tentang hypovolemia

2) Menurunnya out put dan konsentrasi urine akan meningkatkan kepekaan/endapan sebagai salah satu kesan adanya dehidrasi dan membutuhkan peningkatan cairan.

3) Untuk meminimalkan hilangnya cairan

2.2.3.2 Diagnosa 2.Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan tidak

adekuatnya pertahanan tubuh.

Tujuan :

Tidak akan terjadi infeksi

Kriteria Hasil:

Tidak ada tanda-tanda infeksi post operatif (tidak lagi panas, kemerahan)

Tabel 2.2 Intervensi

Intervensi Rasional1) Bersihkan lapangan operasi

dari beberapa organisme yang mungkin ada melalui prinsip-prinsip pencukuran.

2) Beri obat pencahar sehari sebelum operasi dan dengan melakukan klisma.

3) Anjurkan klien mandi dengan sempurna.

1) Pengukuran dengan arah yang berlawanan tumbuhnya rambut akan mencapai ke dasar rambut, sehingga benar-benar bersih dapat terhindar dari pertumbuhan mikro organisme.

2) Obat pencahar dapat merangsang peristaltik usus sehingga buang air besar dapat lancar. Sedangkan klisma dapat merangsang peristaltic yang lebih tinggi, sehingga dapatmengakibatkan ruptura apendiks.

3) Kulit yang bersih mempunyai arti yang besar terhadap timbulnya mikro organisme.

Page 13: BAB I-5 editan.docx

13

2.2.3.2 Diagnosa 1 Nyeri berhubungan dengan distensi jaringan intestinal.

Tujuan :

Rasa nyeri akan teratasi

Kriteria Hasil :

Pernapasan normal. Sirkulasi normal.

Tabel 2.3 Intervensi

Intervensi Rasional1) Kaji tingkat nyeri, lokasi dan

karasteristik nyeri

2) Anjurkan pernapasan dalam.

3) Beri analgetik.

1) Untuk mengetahui sejauh mana tingkat nyeri dan merupakan indiaktor secara dini untuk dapat memberikan tindakan selanjutnya.

2) Pernapasan yang dalam dapat menghirup O2 secara adekuat sehingga otot-otot menjadi relaksasi sehingga dapat mengurangi rasa nyeri.

3) Sebagai profilaksis untuk dapat menghilangkan rasa nyeri (apabila sudah mengetahui gejala pasti).

2.2.3.4 Diagnosa 4 Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakitnya

berhubungan dengan informasi kurang.

Tujuan :

Klien akan memahami manfaat perawatan post operatif dan pengobatannya.

Kriteria Hasil:

Wajah klien sudah tidak tampak murung lagi, klien tidak tampak gelisah.

Tabel 2.4 Intervensi

Intervensi Rasional1) Jelaskan pada klien tentang

latihan-latihan yang akan digunakan setelah operasi.

2) Menganjurkan aktivitas yang progresif dan sabar menghadapi periode istirahat setelah operasi.

1) Klien dapat memahami dan dapat merencanakan serta dapat melaksanakan setelah operasi, sehingga dapat mengembalikan fungsi-fungsi optimal alat-alat tubuh.

2) Mencegah luka baring dan dapat mempercepat penyembuhan.

Page 14: BAB I-5 editan.docx

14

3) Disukusikan kebersihan insisi yang meliputi pergantian verband, pembatasan mandi, dan penyembuhan latihan

3) Mengerti dan mau bekerja sama melalui teraupeutik dapat mempercepat proses penyembuhan.

2.2.3.5Diagnosa 5 Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake

menurun.

Tujuan:

Klien mampu merawat diri sendiri

Kriteria Hasil:

Klien sudah nafsu makan, berat badan kembali normal,tidak muntah dan mual

lagi.

Tabel 2.5 Intervensi

Intervensi Rasional1) Kaji sejauh mana

ketidakadekuatan nutrisi klien

2) Perkirakan / hitung pemasukan kalori, jaga komentar tentang nafsu makan sampai minimal

3) Timbang berat badan sesuai indikasi

4) Beri makan sedikit tapi sering

5) Anjurkan kebersihan oral sebelum makan

6) Tawarkan minum saat makan bila toleran.

7) Memberi makanan yang bervariasi

1) menganalisa penyebab melaksanakan intervensi.

2) Mengidentifikasi kekurangan / kebutuhan nutrisi berfokus pada masalah membuat suasana negatif dan mempengaruhi masukan.

3) Mengawasi keefektifan secara diet.

4) Tidak memberi rasa bosan dan pemasukan nutrisi dapat ditingkatkan.

5) Mulut yang bersih meningkatkan nafsu makan.

6) Dapat mengurangi mual dan menghilangkan gas.

7) Makanan yang bervariasi dapat meningkatkan nafsu makan klien

Page 15: BAB I-5 editan.docx

15

2.2.3.6 Diagnosa 6 Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan yang

dirasakan.

Tujuan :

Klien mampu merawat diri sendiri.

Kriteria Hasil :

Kuku, kulit kepala dan wajah klien tidak tampak kotor lagi.

Tabel 2.6 Intervensi

Intervensi Rasional1) Mandikan pasien setiap hari

sampai klien mampu melaksanakan sendiri serta cuci rambut dan potong kuku klien.

2) Ganti pakaian yang kotor dengan yang bersih.

3) Berikan pujian pada klien tentang kebersihannya.

4) Bimbing keluarga / istri klien memandikan

5) Bersihkan dan atur posisi serta tempat tidur klien.

1) Agar badan menjadi segar, melancarkan peredaran darah dan meningkatkan kesehatan.

2) Untuk melindungi klien dari kuman dan meningkatkan rasa nyaman.

3) Agar klien merasa tersanjung dan lebih kooperatif dalam kebersihan.

4) Agar keterampilan dapat diterapkan

5) Klien merasa nyaman dengan tenun yang bersih serta mencegah terjadinya infeksi.

2.2.4 Implementasi

Implementasi adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan

yang spesifik (Nursalam, 2001). Dalam pelaksanaan asuhan keperawatan yang

dilakukan oleh penulis tidak semua pelaksanaan sesuai dengan rencana tindakan.

Hal ini dikarenakan keterbatasan pemeriksaaan dan waktu pemberian asuhan

keperawatan yang dilakukan kepada klien.

2.2.5 Evaluasi

Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan

yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan

pelaksanaannya sudah dicapai; sedangkan dokumentasi adalah bentuk

Page 16: BAB I-5 editan.docx

16

pertanggungjawaban keperawatan baik selama pasien dirawat maupun saat klien

berada di rumah (Nursalam, 2001).

Page 17: BAB I-5 editan.docx

17

BAB III

ASUHAN KEPEAWATAN

3.1 Pengkajian Keperawatan

3.1.1 Tinjauan Kasus

Pengkajian dilakukan pada tanggal 15 Januari 2013 pukul 18.00 WIB, oleh

Jonathan, dilakukan melalui teknik wawancara, observasi dan pemeriksaan fisik

serta status klien, catatan keperawatan klien sehingga didapatkan data mengenai

klien sebagai berikut :

3.1.2 Identitas

Klien bernama Tn. KA umur 38 tahun, jenis kelamin laki-laki, suku bangsa

Dayak Indonesia, agama Kristen Protestan, alamat Komplek Marina Permai,

masuk Rumah sakit dr. Doris Sylvanus Palangka Raya pada tanggal 14 Januari

2013 dengan diagnosa Appendiksitis, nomor MR 015582.

3.1.3 Riwayat kesehatan/perawatan

3.1.3.1 Keluhan Utama

Nyeri perut kanan bawah seperti ditusuk-tusuk apabila klien sedang

beristirahat, klien juga mengatakan bahwa ia kesukaran untuk menelan,dan selama

dirumah sakit klien mengatakan tidak pernah buang air besar.

3.1.3.2 Riwayat penyakit sekarang

Pada saat bekerja jam isitirahat klien memakan makanan yang bersambal

klien merasa kembung, 1 minggu setelah itu klien mengatakan nyeri pada

perutnya dan dibawa ke rumah sakit dr. Doris Sylvanus Palangka Raya, dan

dirawat keruang D (ruang bedah pria).

3.1.3.3 Riwayat penyakit sebelumnnya

Klien mengatakan tidak mempunyai riwayat penyakit dan tidak pernah

melakukan tindakan operasi

3.1.3.4 Riwayat penyakit keluarga

Klien mengatakan bahwa kakak kandungnya juga pernah mengalami

penyakit yang sama dengan dirinya yaitu Appendiksitis.

17

Page 18: BAB I-5 editan.docx

18

3.1.4 .Genogram Keluarga

Keterangan :

: Laki-laki

: Laki-laki Meninggal Dunia

: Perempuan Meninggal Dunia

: Perempuan

: Tinggal serumah

: Klien

Gmbar 3.1Genogram tiga generasi Tn. K.

Page 19: BAB I-5 editan.docx

19

3.1.5 Observasi pemeriksaan fisik

3.1.5.2 Keadaan umum

Saat dilakukan pengkajian kesadaran compos menthis, keadaan tampak

lemah, klien tampak berbaring bebas di tempat tidur, terpasang infus RL20 tts/mnt

ditangan sebelah kiri, bentuk badan simetris, berbicara jelas,suasana hati tenang,

ekspresi wajah meringis saat bergerak kesakitan akibat nyeri tekan perut kanan

bawah,klien tampak susah untuk makan dan minum, klien mengalami mual

muntah, penampilan rapi, klien mampu mengenal pagi, siang, sore, dan malam,

klien juga mampu membedakan keluarga, orang lain, dan petugas kesehatan, klien

juga mengetahui bahwa dia sedang berada di rumah sakit.

3.1.5.2 Tanda-tanda vital

Suhu tubuh axila 36,2C, nadi 82 x/menit, respirasi 20 x/menit, tekanan darah

110/90 mmHg. Panjang badan 165 cm, berat badan klien 73 kg dan pada saat

sebelum sakit 70 Kg.

3.1.5.3 Pemeriksaan fisik

1) Breathing (pernapasan)

Pada Tn. K tidak ada masalah, bentuk badan simetris, type pernafasan dada,

irama pernafasan teratur, suara nafas vesikuler, suara nafas tambahan tidak ada,

keluhan lainya tidak ada.

2) Blood (darah)

Pada Tn. T tidak ada masalah cardiovaskular yang di alami pasien Tn. T suara jantung lup-dup normal, lingkar perut tidak di kaji, keluhan lainya tidak ada.3) Brains (persyarafan)

Pada Tn. K Nilai GCS yang normal adalah eye bernilai 4 yaitu pasien dapat

membuka mata, verbal bernilai 5 yaitu pasien merespons dengan baik, motorik

bernilai 6 yaitu pasien dapat menuruti apa yang dikatakan perawat. Kesadaran Tn.

K compos metis, pupil isokor, refleks cahaya kanan kiri positif. Pasien gelisah, uji

syaraf kranial pada Tn. K Nervus Kranial I normal yaitu pasien dapat mencium

bau-bauan seperti bau minyak angin. Nervus Kranial II normal yaitu pasien dapat

melihat dengan jelas. Nervus Kranial III normal yaitu pasien dapat menutup mata

kalau melihat cahaya yang menyilaukan. Nervus Kranial IV normal yaitu pasien

dapat mengerakkan bola mata ke atas dan ke bawah. Nervus Kranial V normal

Page 20: BAB I-5 editan.docx

20

yaitu pasien dapat mengunyah makanannya. Nervus Kranial VI normal yaitu

pasien dapat melihat kesamping. Nervus Kranial VII normal yaitu pasien dapat

tersenyum. Nervus Kranial VIII normal yaitu pasien dapat mendengar perkataan

perawat. Nervus Kranial IX normal yaitu pasien dapat menbedakan rasa

makanan. Nervus Kranial X normal yaitu pasien dapat berbicara dengan jelas.

Nervus Kranial XI normal yaitu pasien dapat mengangkat bahunya. Nervus

Kranial XII normal yaitu pasien dapat mengatur posisi lidahnya. Uji koordinasi

tidak dikaji. Keluhan lainya pasien tampak cemas, masalah keperawatan ansietas.

4) Bladder (eliminasi uri)

Pada Tn. K, produksi urine yaitu Produksi Urine 1400 ml 4-6 x/hari,

Warna urine kuning, Bau khas urine amoniak . Eliminasi Tn. K tidak ada masalah

atau lancar keluhan dan masalah keperawatan yang di alami Tn. K tidak ada.

5) Bowel (eliminasi alvi)

Pada Tn. K bibir kering, gigi tidak ada caries, gusi tidak ada pendarahan,

lidah basah dan tidak ada masalah, mukosa lembab, tonsil dan rectum tidak ada

pendarahan, klien tidak pernah buang air besar selama di rumah sakit.

6) Bone (tulang-otot-integumen)

Keluhan tidak ada

3.1.5.4 Pola fungsi kesehatan

Klien mengetahui penyakit yang ia alami dan klien berkeingin ingin cepat

sembuh dengan dibantu oleh petugas kesehatan, sebelum sakit frekuensi makan

klien 3x sehari sesudah sakit 2x sehari. Porsi makan sebelum sakit 1 porsi waktu

sakit 1 setengah porsi, nafsu makan sebelum sakit baik waktu sakit berkurang,

jenis makanan sebelum sakit nasi, ikan, sayur waktu sakit bubur lauk, sayur, jenis

minuman sebelum sakit air putih, dan waktu sakit hanya air putih saja, jumlah

minuman 800 ml sebelum sakit 600 ml waktu sakit, kebiasaan makan klien

sebelum sakit baik tidak ada masalah waktu sakit menjadi berkurang, klien

mengeluh kesukaran untuk menelan, sebelum sakit klien tidur siang 2 jam dan

malam 10 jam waktu sakit pada siang hari 30 menit dan pada malam hari 4 jam,

klien berpakaian rapi, klien seorang laki-laki yang belum menikah dan klien

adalah seorang anak dari orang tuanya, klien juga pekerja, klien juga merasa

dihargai oleh keluarga, orang lain, dan petugas kesehatan, klien selalu bercerita

Page 21: BAB I-5 editan.docx

21

kepada keluarga apabial sedang ada masalah, klien selalu percaya kepada agama

yang ia anut dan selalu senantiasa berdoa.

3.1.5.5 Informasi lain

Pasien mengatakan cemas dengan penyakitnya. Klien takut rasa nyeri yang

dirasakannya tidak akan hilang. Klien mengatakan perlu dukungan dari orang

terdekat.

3.1.5.6 Data penunjang

1) Glukosa 116 mg/dl

2) Creatinum 1,48 mg/dl

3) SG OT 17 u/l

4) SG PT 23 u/l

5) Leukosit 15000

Parameter Result unit Ref range

WBC

RBC

HGB

PLT

15,14x10 u/l

5,53x106 u/l

16.3 g/dl

302x 10 u/l

400-10.000

11.0-160

110-160

150-400

3.1.5.7 Penatalaksanaan medis

1) Infus RL 20tts/mnt

2) Cefotaxim 2x1 gr

3) Scopamin 3x1

4) Sucratat 3x1sendok teh

Palangka Raya, 14 Januari 2013

Yang Mengkaji,

JONATHAN EFRAIM

Page 22: BAB I-5 editan.docx

22

3.2 Analisa Data

Tabel 3.1 Analisa Data

Data( Subyektif dan Obyektif )

Kemungkinan Penyebab

Masalah

Tanggal 23, September 2010

Data Subyektif :- Klien mengatakan perutnya terasa nyeri

seperti di tusuk-tusuk.

Data Obyektif :- Klien tampak lemah- Tanda Vital : suhu 36,2C, Nadi 80 kali

permenit,Nafas 20 kali permenit,Tekanan darah 110/90 mmHg.

- Terpasang infuse RL 20 tts/mnt pada tangan kiri

- Pasien tampak meringis saat bergerak karena nyeri

- Skala nyeri 3 (sedang)- Pada saat palpasi terdapat nyeri tekan

perut kanan bawah- Hasil lab leukosit 15000

Data subyektif : - Klien mengatakan kesukaran menelan.- Klien mengatakan tidak nafsu untuk

makan

Data obyektif : -Klien tampak tidak mau makan dan

minum- Klien tampak memegang tenggorokannya

terus- Klien tampak lemah- Berat badan klien turun dari 73 turun

menjadi 70- klien mengalami mual muntah

Makan tak teratur

Massa keras feses

Obstruksi lumen

Suplay aliran darah menurun mukosa terkikis

Peradangan pada apendiks

Gangguan rasa nyaman nyeri.

Distensi abdomen

Menekan gaster

Peningkatan produksi HCL

Mual muntah

Resiko kurangnya

Gangguan rasa nyaman nyeri.

Resiko kurangnya

volume cairan

Page 23: BAB I-5 editan.docx

23

Data subyektif :- Klien mengatakan selama dirumah sakit

dia tidak pernah buang air besarData obyektif :- Bising usus menurun

volume cair

Kekurangan cairan dan

perubahan pola makan

Makan tak teratur

Gangguan eliminasi alvi berhubungan dengan pola

defekasi tidak teratur

Gangguan eliminasi alvi berhubungan pola defekasi tidak teratur

Page 24: BAB I-5 editan.docx

24

3.3 Diagnosa Keperawatan Sesuai Prioritas

Tabel 3.2 Diagnosa

No Diagnosa Keperawatan

1.

2.

3.

Gangguan rasa nyaman nyeri behubungan dengan peradangan pada

daerah appendiks

Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan peningkatan

produksi HCL

Gangguan eliminasi alvi berhubungan dengan pola defakasi tidak teratur

Page 25: BAB I-5 editan.docx

25

3.4 Intervensi Keperawatan

Tabel 3.3 Intervensi

No.Hari/

TanggalNo.Dx

Tujuan/Kriteria hasil

Rencana tindakan Rasional

1. Selasa,15 Januari 2013

1 Setelah dilakukan tindakan selama 1x 24 jam klien di harapkan :-Nyeri berkurang-Tanda-tanda vital stabil

1. Kaji skala nyeri.

2. Ukur tanda-tanda vital.

3. Atur posisi klien senyaman mungkin.

4. Ajarkan klien proses relaksasi.

5. Kolaborasi dengan dokter dalam setiap tindakan.

1. Mengetahui bagaiman rasa nyeri yang dialami klien.

2. Mengetahui perkembangan tubuh klien apakah ada peningkatan atau tidak.

3. Agar klien tidak merasakan nyeri pada saat beraktivitas atau istirahat.

4 Agar klien tidak terlalu merasakan sakit yang klien alami.

5. Agar tidak terjadi kesalahan dalam setiap tindakan yang merugikan klien.

25

Page 26: BAB I-5 editan.docx

26

4.1 Intervensi Keperawatan

Tabel 3.4 Intervensi

No.Hari/

TanggalNo.Dx

Tujuan/Kriteria hasil

Rencana tindakan Rasional

1. Selasa,15 Januari 2013

2 Setelah dilakukan tindakan selama 1x 24 jam klien di harapkan :-Tanda-tanda vital stabil-Nutrisi kebutuhan tubuh

terpenuhi.- Klien mau makan- Berat badan naik- nafsu makan kembali

normal

1. Ukur tanda-tanda vital2. kaji jumlah cairan yang

masuk tubuh klien3. Anjurkan klien untuk

makan sedikt tapi sering4. Anjurkan klien untuk

banyak minum air putih.

1. Mengetahui perkembangan tubuh klien apakah ada peningkatan atau tidak.

2. Agar lambung klien terpenuhi dan tidak kosong

3. Agar cairan pada tubuh klien tidak berkurang

26

Page 27: BAB I-5 editan.docx

27

Tabel 3.5 Intervensi

No.Hari/

TanggalNo.Dx

Tujuan/Kriteria hasil

Rencana tindakan Rasional

1. Selasa,15 Januari 2013

2 Setelah dilakukan tindakan selama 1x 24 jam klien di harapkan :-Tanda-tanda vital stabil-Pola aliminasi buang air

besar dan buang air kecil normal.

- Intake sesuai dengan out put

1. Anjurkan klien untuk banyak minum air putih.

2. anjurkan klien untuk makan makanan yang berserat

3. kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat pencahar

1. Mengetahui perkembangan tubuh klien apakah ada peningkatan atau tidak.

2. Agar lambung klien terpenuhi dan tidak kosong

3. Agar cairan pada tubuh klien tidak berkurang

27

Page 28: BAB I-5 editan.docx

28

3.5 Implementasi dan Evaluasi Keperawatan

Tabel 3.6 ImplementasiHari/

TanggalNoDx

Implementasi Evaluasi Paraf

Selasa,15 Januari 2013

1Jam 11.30 wib1.kaji skala nyeri.2. Ukur tanda-tanda vital.3. Atur posisi klien senyaman mungkin4. Ajarkan klien proses relaksasi.5. Kolaborasi dengan dokter dalam setiap

tindakan.

Jam 11.30 wibS : Pasien merasa nyeri

O: Pasien tampak lemah

A: Masalah belum teratasi

P: Lanjutkan intervensi

Jonathan Efraim

28

Page 29: BAB I-5 editan.docx

29

3.5 Implementasi dan Evaluasi Keperawatan

Tabel 3.7 Implementasi

Hari/Tanggal

NoDx

Implementasi Evaluasi Paraf

Selasa,15 Januari 2013

2Jam 15.00 wib1. Anjurkan klien untuk banyak minum air

putih.2. anjurkan klien untuk makan makanan

yang berserat3. kolaborasi dengan dokter dalam

pemberian obat pencahar

Jam 15.00 wibS : Pasien merasa kesukaran menelan

O: Pasien tampak susah makan

A: Masalah belum teratasi

P: Lanjutkan intervensi

Jonathan Efraim

29

Page 30: BAB I-5 editan.docx

30

3.5 Implementasi dan Evaluasi Keperawatan

Tabel 3.8 Implementasi

Hari/Tanggal

NoDx

Implementasi Evaluasi Paraf

Selasa,15 Januari 2013

3Jam 17.00 wib1.Ajurkan klien makan sedikit tapi banyak2. Ukur tanda-tanda vital.3. Anjurkan klien banyak minum air putih4. Ajarkan klien proses relaksasi.5. Anjurkan klien untuk makan yang sehat.6. Kolaborasi dengan dokter dalam setiap

tindakan.7. Beri obat pencahar.

Jam 17.00 wibS : Pasien mengatkan tidak pernah

buang air besar selama di rumah sakit

O: Bising usus menurun

A: Masalah belum teratasi

P: Lanjutkan intervensi

Jonathan Efraim

30

Page 31: BAB I-5 editan.docx

31

BAB IV

PEMBAHASAN

Pelaksanaan asuhan keperawatan secara murni mengacu pada konsep dan

teori yang sudah ada dan teruji. Dalam BAB 4 ini penulis akan mencoba

membahas antara konsep/teori dan kasus secara komprehensif dalam proses

asuhan keperawatan yang telah di berikan kepada Tn. K dengan Appendiksitis di

ruangan D (bedah pria) RSUD Dr. Doris Sylvanus Palangka Raya yang di mulai

pada15 Januari 2013 yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan,

perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

4.1 Pengkajian

Menurut Smeltzer (2007), tanda dan gejala yang muncul atau yang lazim

ditemui pada seorang yang mengalami appendicitis adalah anoreksia, malaise,

mual, muntah dan nyeri yang hebat di perut kanan bagian bawah. Pada saat

dilakukan pengkajian tidak semua data yang dikatakan dalam teori, ditemukan

pada Tn. K. Pada teori dikatakan tidak ada ditemui demam sedangkan pada Tn. K

ditemukan demam. Perbedaan tersebut karena di sebabkan oleh infeksi dan

menyebabkan proses terjadinya demam pada Tn. K.

4.2 Diagnosa keperawatan

Berdasarkan Nursing Diagnosis Manual; Planning, Individualizing, and

Documenting Clien Care oleh Doenges (2008), diagnosa keperawatan pada

penyakit appendicitis adalah, Resiko berkurangnya volume cairan berhubungan

dengan adanya mual dan muntah. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan

tidak adekuatnya pertahanan tubuh. Nyeri berhubungan dengan distensi jaringan

intestinal. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakitnya berhubungan

dengan informasi kurang. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan

intake menurun. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan yang

dirasakan.

Setelah di laksanakan pengkajian pada Tn. K di dapatkandiagnosa

keperawatan yang muncul pada Tn. K terdapat 3 diagnosa keperawatan yaitu

nyeri berhubungan dengan inflamasi, resiko kurangnya volume cairan, Gangguan

eliminasi alvi berhubungan dengan konstipasi. Diagnosa itu penulis angkat karena

31

Page 32: BAB I-5 editan.docx

32

terdapat kesamaan data-data yang menunjang dengan teori, dan beberapa

pernyataan dari klien yang berhubungan dengan teori.

4.2 Rencana Asuhan Keperawatan

4.2.1 Diagnosa 1 gangguan rasa nyaman nyeri.

Rencana yang di buat berdasarkan masalah yang ada. Untuk masalah

gangguan rasa nyaman nyeri menurut Carpenito, (2006), rencana yang di lakukan

adalah kaji keadaan nyeri, intensitas, dan keefektifan analgetik atau menyatakan

terjadinya komplikasi,jelaskan pada klien proses terjadinya nyeri, beri posisi

nyaman pada klien,ukur tanda-tanda vital setiap 6 jam. Sedangkan fakta yang

terjadi pada Tn K dalam tindakan yang dilakukan yaitu kaji skala nyeri, ukur

tanda-tanda vital, atur posisi klien senyaman mungkin ajarkan klien proses

relaksasi, kolaborasi dengan dokter dalam setiap tindakan yang dilakukan. Dalam

diagnosa gangguan rasa nyaman nyeri rencana asuhan keperawatan yang di

lakukan pada Tn. K dan teori terdapat kesamaan dan perbedaan, kesamaan

tindakan yang di lakukan di karenakan dalam gangguan rasa nyaman nyeri perlu

adanya mengkaji skala nyeri dan mengajarkan proses relaksasi, mengukur tanda-

tanda vital sedangkan perbedaannya di karenakan nyeri yang di rasakan klien, dan

rasa nyeri yang yang dialami klien berbeda, dan juga kondisi tubuh dan status

perkembangan kesehatan klien yang berbeda.

4.2.2. Diagnosa 2 Resiko kurangnya volume cairan.

Rencana yang di buat berdasarkan masalah yang ada, untuk masalah resiko

kurangnya volume cairan menurut Carpenito, (2006), dilakukan tindakan beri

nutrisi yang cukup,beri cairan yang memenuhi tubuh, kaji tanda-tanda vital,

jelaskan kenapa terjadi penurunan nutrisi. Sedangkan tindakan yang dilakukan

pada Tn. K yaitu anjurkan makan sedikit tapi banyak, ukur tanda-tanda vital,

anjurkan klien banyak minum air putih, ajarkan klien proses relaksasi. Pada

diagnosa nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake

menurun tindakan yang dilakukan pada Tn. K terdapat kesamaan di karenakan

masing-masing tindakan megikuti prosedur yang ada sedangkan perbedaannya di

karenakan status perkembangan klien yang berbeda sehingga terjadi perbedaan

dalam tindakan.

Page 33: BAB I-5 editan.docx

33

4.2. Diagnosa 3 Gangguan eliminasi alvi berhubungan dengan konstipasi

Menurut Carpenito (2006), Untuk masalah gangguan eliminasi alvi

berhubungan dengan konstipasi, rencana yang di lakukan yaitu anjurkan klien

untuk memakan makanan yang bergizi, ukur tanda-tanda vital setiap, atau klien

menyatakan terjadinya komplikasi. Sedangkan tindakan yang ada pada Tn. K

yaitu, anjurkan makan sedikit tapi banyak, ukur tanda-tanda vital, anjurkan klien

banyak minum air putih, ajarkan klien proses relaksasi

Dalam diagnosa Gangguan eliminasi alvi berhubungan dengan konstipasi

tindakan yang ada pada Tn. K terdapat kesamaan dan perbedaan dalam tindakan

yang di lakukan di karenakan status keadaan pola makan dan cairan klien yang

berbedadan status klien yang berkembang atau tidak dan perkembangan klien

yang menurun atau meningkat.

4.4 Implementasi

4.4.1 Diagnosa 1 Gangguan rasa nyaman nyeri

Tindakan yang dilakukan berdasarkan masalah gangguan rasa nyaman nyeri

meliputi, penanganan terhadap nyeri dengan melakukan tehnik relaksasi nafas

dalam dan distraksi, mengobservasi keadaan cairan, dan melakukan tindakan

dengan tehnik septic dan antiseptic. (Carpenito,2006). Sedangkan pada Tn K

penanganannya dilakukan kaji skala nyeri, ukur tanda-tanda vital, atur posisi klien

senyaman mungkin, ajarkan klien proses relaksasi. Terdapat kesamaan dan

perbedaan dalam tindakan yang di lakukan pada Tn. K dan teori hal itu di

karenakan masing-masing respon individu klien terhadap nyeri yang berbeda dan

kurangnya komunikasi antara klien dan petugas kesehatan.

4.4.2 Diagnosa 2 Resiko kurangnya volume cairan.

Tindakan yang dilakukan berdasarkan masalah resiko kurangnya volume

cairan menurut Carpenito (2006), yaitu, mengobservasi keadaan cairan, di lakukan

tindakan tehnik dan anti septik. Sedangkan yang di lakukan pada Tn. K yaitu

ajurkan klien untuk makan sedikit tapi sering, ukur tanda-tanda vital, anjurkan

klien untuk banyak minum air putih. Terdapat perbedaan dalam tindakan yang di

lakukan pada Tn. K dan teori di karenakan pola makan dan pemberian cairan yang

berbeda, dan perbatasan alat yang kurang terpenuhi.

Page 34: BAB I-5 editan.docx

34

4.4.3 Diagnosa 3 Gangguan eliminasi alvi berhubungan dengan konstipasi

Tindakan yang dilakukan berdasarkan masalah gangguan eliminasi alvi

berhubungan dengan konstipasi. Tindakan yang perlu di perhatikan menurut

Carpenito (2006). Mengobsevasi cairan dalam tubuh klien, Mengatur pola makan

klien, monitor tanda-tanda vital, monitor intake dan out put dan konsentrasi urine,

beri cairan sedikit tapi sering. Sedangkan yang di lakukan pada Tn. K ajarkan

klien makan sedikit tapi banyak, ukur tanda-tanda vital, anjurkan klien untuk

banyak minum, beri obat pencahar.

Dalam implementasi pada kasus Tn. K, penulis menemukan beberapa faktor

penghambat dan ketidaksamaan dalam tindakan, ruangan yang memberikan

kewenangan pada penulis untuk memberikan asuhan keperawatan pada Tn. K

serta bimbingan dari pembimbing institusi dan lahan praktek, juga sikap

kooperatif dari klien selama proses pelaksanaan asuhan keperawatan.

4.5 Evaluasi

4.5.1 Gangguan rasa nyaman nyeri

Adapun tindakan keberhasilan asuhan keperawatan pada diagnosa gangguan

rasa nyaman nyeri adalah nyeri klien berkurang dan hilang dan tidak ada

komplikasi lain yang terjadi (Carpenito, 2006). Sedangkan pada Tn. K di

harapkan klien tidak merasa nyeri lagi, tanda-tanda vital stabil dan klien tidak

merasa lemah lagi. Adanya kesamaan dan perbedaan dalam evaluasi pada Tn. K

dan teori di karenakan tindakan dan tujuan yang kurang mencapai hasil evaluasi

yang di inginkan

4.5.2 Resiko kurangnya volume cairan

Adapun tindakan keberhasilan asuhan keperawatan pada klien dengan

diagnosa resiko kurangnya volume cairan adalah cairan dalam tubuh klien

terpenuhi, pola makan klien kembali normal, intake sesuai out put, (Carpenito,

2006), sedangkan pada Tn. K adalah Tanda-tanda vital stabil, nutrisi dalam tubuh

terpenuhi, klien mau makan, berat badan naik, nafsu makan kembali normal.

Adanya kesamaan dan perbedaan dalam evaluasi pada Tn. K dan teori di

karenakan tindakan dan tujuan yang kurang mencapai hasil evaluasi yang di

inginkan, dan hasil tujuan keberhasilan yang berbeda dan kurang mencapai hasil

yang di inginkan.

Page 35: BAB I-5 editan.docx

35

4.5.3 Gangguan eliminasi alvi berhubungan dengan konstipasi

Adapun tindakan keberhasilan asuhan keperawatan pada klien dengan

diagnosa Gangguan eliminasi alvi berhubungan dengan konstivasi adalah klien

dapat buang air besar dan buang air kecil kembali normal, nutrisi kebutuhan tubuh

terpenuhi, dan intake sesuai dengan out put (Carpenito, 2006). Sedangkan pada

Tn. K adalah tanda-tanda vital stabil, klien dapat buang air besar dan buang air

kecil dengan normal, dan intake sesuai dengan out put. Adanya kesamaan dan

perbedaan dalam evaluasi pada Tn. K dan teori di karenakan proses tindakan dan

pelaksanaan yang kurang mencapai hasil evaluasi yang di inginkan, dan hasil

tujuan keberhasilan yang kurang mencapai hasil yang di inginkan.

Page 36: BAB I-5 editan.docx

36

BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

5.1.1 Pengkajian

Data yang di peroleh pada saat pengkajian di dalam keluhan utama klien

yaitu nyeri perut kanan bawah, kesukaran menelan, dan klien mengatakan tidak

pernah buang air besar selam berada di rumah sakit, di karenakan klien

mengalami Appendiksitis dan belum di lakukan tindakan apendiktomi, apabila

apendiktomi tidak di lakukan akan terjadi komplikasi seperti perforasi, abses,

peritonitis

5.1.2 Diagnosa

Diagnosa keperawatan yang muncul pada klien Tn.”K” dengan

Appendiksitis yaitu, Gangguan rasa nyaman nyeri, resiko kurangnya volume

cairan,Gangguan eliminasi alvi berhubungan dengan konstipasi.

5.1.3 Perencanaan

Rencana keperawatan yang di pertahankan pada Tn. K dengan masalah

gangguan rasa nyaman nyeri meliputi kaji skala nyeri., ukur tanda-tanda vital, atur

posisi klien senyaman mungkin, ajarkan klien proses relaksasi, kolaborasi dengan

dokter dalam setiap tindakan, rencana tindakan yang tidak muncul adalah, berikan

tindakan nyaman seperti pijatan punggung, perubahan posisi, Awasi latihan rentan

gerak pasif/aktif.

Pada Tn. K maka muncul resiko seperti perforasi, abses, dan peritonitis.

Bila tidak dilakukan Apendiktomi. sedangkan pada diagnosa resiko kurangnya

volume cairan ada pun rencana tindakan yang dilakukan adalah ukur tanda-tanda

vital, anjurkan klien makan sedikit tapi sering, dan anjurkan klien untuk banyak

minum air putih, sedangkan pada diagnosa gangguan eliminasi alvi berhubungan

dengan konstivasi ada pun rencana tindakan yang di lakukan adalah anjurkan

klien makan sedikit tapi banyak, ukur tanda-tanda vital, anjurkan klien banyak

minum air putih, anjurkan klen untuk makan makanan yang sehat, beri obat

pencahar, kolaborasi dengan dokter dalam setiap tindakan.

36

Page 37: BAB I-5 editan.docx

37

5.1.4 Pelaksanaan

Pada pelaksanaan tindakan keperawatan tinjauan teori dan kasus Tn.K tidak

juga berbeda tindakan yang dilakukan yaitu pada diagnosa gangguan rasa nyaman

nyeri, tetap di lakukannya mengajarkan klien proses relaksasi,dan tetap di lakukan

mengaatur posisi nyaman pada klien, diagnosa resiko kurangnya volume cairan

tetap terus menganjurkan klien untuk banyak minum air putih, dan menganjurkan

klien untuk makan sedikit tapi banyak, dan pada diagnosa Gangguan eliminasi

alvi berhubungan dengan konstivasi tetap dilakukan menganjurkan klien untuk

makan sedikit tapi banyak dan tetap menganjurkan klien untuk banyak minum air

putih. Dari beberapa tindakan yang di lakukan terdapat perbedaan dan kesamaan,

perbedaan yang ada di karenakan ada beberapa rencana dari teori tidak sesuai

dengan kasus yang ada, sedangkan kesamaan yang di lakukan yaitu adanya

beberapa rencana tindakan yang sesuai dari teori dan kasus yang terjadi .

5.1.5 Evaluasi

Dari diagnosa gangguan nyeri, resiko kurangnya volume cairan Gangguan

eliminasi alvi berhubungan dengan konstivasi, evaluasi mendapat hasil yang baik

dari beberapa tindakan yang sudah di lakukan dengan tidak ada keluhan dan

komplikasi yang akan terjadi, klien tidak merasa nyeri, klien bisa kembali dapat

makan, nafsu makan kembali normal, dan kien dapat buang air besar, dan tanda-

tanda vital stabil.

Evaluasi yang dilakukan pada hari pertama adalah dengan menggunakan

evaluasi proses, yaitu dengan melihat dari hasil tindakan yang dilakukan pada

evaluasi hasil,dengan mengikuti perkembangan pasien atas pencapaian tindakan

yang telah di lakukan selama klien berada di rumah sakit.

5.2. Saran

5.2.1 Bagi profesi.

Dalam memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif baik bio–

psiko–sosial dan spiritual sehingga mampu meningkatkan mutu asuhan

keperawatan disamping itu perawat mampu memberikan penjelasan pada pasien

yang pulang atas permintaan sendiri, agar pasien dan keluarga mengerti dan

Page 38: BAB I-5 editan.docx

38

paham bahwa Appendiksitis yang diderita klien dapat menimbulkan berbagai

komplikasi bila penanganannya kurang tepat

5.2.2 Bagi Rumah Sakit

Laporan studi kasus ini dapat di jadikan sebagai masukan dan referensi

khususnya bagi ruang D (bedah pria) dalam mengelola pasien dengan

Appendiksitis dan sebaiknya pendokumentasian di lakukan secara

berkesinambungan, khususnya untuk ruang D (bedah pria) agar klien dapat

menentukan intervensi selanjutnya.

5.2.3 Bagi Institusi Pendidikan

Laporan studi kasus ini dapat di jadikan sebagai salah satu referensi/bahan

belajar dalam pembuatan asuhan keperawatan klien dengan Appendiksitis.