bab 7 demokrasi

7
Pancasila dan Kewarganegaraan DEMOKRASI Tim Dosen Pancasila dan Kewarganegaraan. Universitas Brawijaya Email : [email protected] 1. Pokok Bahasan: Demokrasi 2. Deskripsi: Dalam perkuliahan ini Anda akan mempelajari pengertian, manfaat dan jenis-jenis demokrasi. Pada tahap selanjutnya persoalan mengenai demokrasi di Indonesia apakah sudah sejalan dengan demokrasi permusyawaratan menjadi diskusi menarik untuk diperdalam. Tahap lanjut dari materi ini adalah bagaiman mengembangkan sikap-sikap yang demokratis dalam kehidupan berbangsa dan bermasyarakat. 3. Tujuan Instruksional Khusus: a. Mahasiswa mampu memahami dan menjalaskan makna dan hakikat demokrasi b. Mahasiswa mampu memahami dan mengurai prinsip-prinsip dasar demokrasi. c. Mampu menyebutkan jenis-jenis demokrasi d. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan demokrasi permusyawaratan e. Mahasiswa dapat memahami dan mengembangkap sikap demokratis dalam bermasyarakat 4. Isi Pokok Bahasan: A. Pendahuluan “…kita tiada membuang apa yang baik pada asas- asas lama, tidak mengganti demokrasi asli Indonesia dengan barang impor. Demokrasi asli itu kita hidupkan kembali, akan tetapi tidak pada tempat yang kuno, melainkan pada tingkat yang lebih tinggi, menurut kehendak pergaulan hidup sekarang” (Bung Hatta) Kutipan dari Bung Hatta ini memberikan pengertian kepada kita mengenai bagaimana kita „memperlakukan‟ demokrasi yang muncul dari Barat. Namun, kita juga harus menggali kearifan berdemokrasi yang asli dari kita. Dialektika antara demokrasi Barat dan nilai-nilai dalam demokrasi permusyawaratan menjadi titik tolak kita dalam menjalankan kehidupan berbangsa secara demokratis. Pokok Bahasan VII: Pertemuan Ke-11

Upload: muhammad-bagus-hari-santoso

Post on 18-Jan-2016

43 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

Makalah PKN UB

TRANSCRIPT

Page 1: Bab 7 Demokrasi

Pancasila dan Kewarganegaraan DEMOKRASI

Tim Dosen Pancasila dan Kewarganegaraan. Universitas Brawijaya Email : [email protected]

1. Pokok Bahasan: Demokrasi

2. Deskripsi:

Dalam perkuliahan ini Anda akan mempelajari

pengertian, manfaat dan jenis-jenis demokrasi. Pada

tahap selanjutnya persoalan mengenai demokrasi di Indonesia apakah sudah sejalan dengan demokrasi

permusyawaratan menjadi diskusi menarik untuk

diperdalam. Tahap lanjut dari materi ini adalah

bagaiman mengembangkan sikap-sikap yang demokratis dalam kehidupan berbangsa dan

bermasyarakat.

3. Tujuan Instruksional Khusus:

a. Mahasiswa mampu memahami dan menjalaskan

makna dan hakikat demokrasi

b. Mahasiswa mampu memahami dan mengurai

prinsip-prinsip dasar demokrasi. c. Mampu menyebutkan jenis-jenis demokrasi

d. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan

demokrasi permusyawaratan e. Mahasiswa dapat memahami dan mengembangkap

sikap demokratis dalam bermasyarakat

4. Isi Pokok Bahasan:

A. Pendahuluan

“…kita tiada membuang apa yang baik pada asas-

asas lama, tidak mengganti demokrasi asli

Indonesia dengan barang impor. Demokrasi asli itu

kita hidupkan kembali, akan tetapi tidak pada

tempat yang kuno, melainkan pada tingkat yang

lebih tinggi, menurut kehendak pergaulan hidup

sekarang” (Bung Hatta)

Kutipan dari Bung Hatta ini memberikan

pengertian kepada kita mengenai bagaimana kita

„memperlakukan‟ demokrasi yang muncul dari

Barat. Namun, kita juga harus menggali kearifan

berdemokrasi yang asli dari kita. Dialektika antara

demokrasi Barat dan nilai-nilai dalam demokrasi

permusyawaratan menjadi titik tolak kita dalam

menjalankan kehidupan berbangsa secara

demokratis.

Pokok Bahasan

VII: Pertemuan

Ke-11

4

Page 2: Bab 7 Demokrasi

Page 2 of 7

Pancasila dan KWN/Demokrasi 2012 Brawijaya University

A. Hakikat Demokrasi

Istilah “demokrasi” berasal dari Yunani Kuno yang diutarakan di

Athena kuno pada abad ke-5 SM. Negara tersebut biasanya dianggap sebagai contoh awal dari sebuah sistem yang berhubungan dengan

hukum demokrasi modern. Namun, arti dari istilah ini telah berubah

sejalan dengan waktu, dan definisi modern telah berevolusi sejak abad ke-18, bersamaan dengan perkembangan sistem “demokrasi” di

banyak negara.

Kata “demokrasi” berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti

rakyat, dan kratos/cratein yang berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal

sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.

(Erwin, 2012: 130). Konsep demokrasi menjadi sebuah kata kunci tersendiri dalam bidang ilmu politik. Hal ini menjadi wajar, sebab

demokrasi saat ini disebut-sebut sebagai indikator perkembangan

politik suatu negara. Demokrasi adalah bentuk pemerintahan rakyat, karena itu

kekuasaan pemerintahan itu melekat pada diri rakyat diri orang banyak

dan merupakan hak bagi rakyat atau orang banyak untuk mengatur,

mempertahankan dan melindungi dirinya dari paksaan dan pemerkosaan orang lain atau badan yang diserahi untuk memerintah.

Menurut Henry B. Mayo, Sistem politik demokratis adalah sistem

yang menunjukkan bahwa kebijaksanaan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang secara diawasi secara efektif oleh

rakyat dalam pemilihan-pemilihan yang didasarkan atas prinsip

kesamaan politik dan diselenggarakan dalam suasana terjalinnya

kebebasan politik (Erwin, 2012: 130) Secara substantif, prinsip utama dalam demokrasi ada dua

(Maswadi Rauf, 1997) yaitu:

a. Kebebasan/persamaan (freedom/equality) Kebebasan dan persamaan adalah pondasi demokrasi.

Kebebasan dianggap sebagai sarana mencapai kemajuan dengan

memberikan hasil maksimal dari usaha orang tanpa adanya pembatasan dari pengguasaan.

b. Kedaulatan rakyat (people’s soverignty)

Dengan konsep kedaulatan rakyat, pada hakikatnya kebijakan

yang dibuat adalah kehendak rakyat dan untuk kepentingan rakyat.

B. Sejarah Demokrasi Berbicara demokrasi dalam pandangan barat tidak bisa dilepaskan

dari konteks historis, karena konsep demokrasi sendiri memang berasal

dari barat yang kemudian berkembang menjadi beberapa fase, yaitu: Fase Klasik

Pada fase ini ditandai dengan munculnya pemikiran-pemikiran

filosofis dan praksis politik dan ketatanegaraan sekitar abad ke 5 SM

yang menjadi kebutuhan dari negara-negara kota (city states) di Yunani, khususnya Athena. Munculnya pemikiran yang mengedepankan

demokrasi (democratia, dari demos + kratos) disebabkan gagalnya

sistem politik yang dikusai para Tyrants atau autocrats untuk

Page 3: Bab 7 Demokrasi

Page 3 of 7

Pancasila dan KWN/Demokrasi 2012 Brawijaya University

memberikan jaminan keberlangsungan terhadap Polis dan perlindungan

terhadap warganya. Filsuf-filsuf seperti Thucydides (460-499 SM), Socrates (469-399 SM), Plato (427-347SM), Aristoteles (384-322 SM)

merupakan beberapa tokoh terkemuka yang mengajukan pemikiran-

pemikiran mengenai bagaimana sebuah Polis seharusnya dikelola sebagai ganti dari model kekuasaan para autocrats dan tyrants.

Dari buah pikiran merekalah prinsip-prinsip dasar sistem

demokrasi, yaitu persamaan (egalitarianism) dan kebebasan (liberty)

individu diperkenalkan dan dianggap sebagai dasar sistem politik yang lebih baik ketimbang yang sudah ada waktu itu. Tentu saja para filsuf

Yunani tersebut memiliki pandangan berbeda terhadap kekuatan dan

kelemahan sistem demokrasi itu sendiri. Plato, misalnya, dapat dikatakan sebagai pengritik sistem demokrasi yang paling keras karena

dianggap dapat mendegenerasi dan mendegradasi kualitas sebuah Polis

dan warganya. Kendati Plato mendukung gagasan kebebasan individu tetapi ia lebih mendukung sebuah sistem politik dimana kekuasaan

mengatur Polis diserahkan kepada kelompok elite yang memiliki

kualitas moral, pengetahuan, dan kekuatan fisik yang terbaik atau

yang dikenal dengan nama “the philosopher Kings”. Sebaliknya, Aristoteles memandang justru sistem demokrasi yang akan

memberikan kemungkinan Polis berkembang dan bertahan karena para

warganya yang bebas dan egaliter dapat terlibat langsung dalam pembuatan keputusan publik, dan secara bergiliran mereka memegang

kekuasaan yang harus dipertanggungjawabkan kepada warga.

Pada fase Pencerahan (Abad 15 sampai awal 18M) Yang mengemuka pada fase ini adalah gagasan alternatif

terhadap sistem Monarki Absolut yang dijalankan oleh para raja Eropa

dengan legitimasi Gereja. Tokoh-tokoh pemikir era ini antara lain

adalah Niccolo Machiavelli (1469-1527), Thomas Hobbes (1588-1679), John Locke (1632-1704), dan Montesquieu (1689-1755). Era ini

ditandai dengan munculnya pemikiran Republikanisme (Machiavelli)

dan liberalisme awal (Locke) serta konsep negara yang berdaulat dan terpisah dari kekuasan eklesiastikal (Hobbes). Lebih jauh, gagasan

awal tentang sistem pemisahan kekuasaan (Montesquieu)

diperkenalkan sebagai alternative dari model absolutis. Fase Modern (awal abad 18-akhir abad 20)

Pada fase modern ini dapat disaksikan dengan bermunculannya

berbagai pemikiran tentang demokrasi berkaitan dengan teori-teori

tentang negara, masalah kelas dan konflik kelas, nasionalisme, ideologi, hubungan antara negara dan masyarakat dan seterusnya.

Disamping itu, terjadi perkembangan dalam sistem politik dan

bermunculannya negara-negara baru sebagai akibat Perang Dunia I dan II serta pertikaian ideologi khusunya antara kapitalisme dan

komunisme.

Menurut Yudi Latief, ada 4 Model demokrasi di abad XX, (Latief, 2011): 1. Demokrasi dipahami sebagai metode (prosedural), cara bukan

tujuan untuk perbaikan nasib rakyat. Pemahaman ini diperlukan

agar dalam menjalankan demokrasi tidak terjebak pada sisi procedural semata. Dalam analisa Habermas, ini disebut nalar

instrumental, yakni cara menjadi tujuan. Nalar ini terjebak pada

sisi alat semata bukan tujuan yang sebenarnya. 2. Konsep politik dianalogikan dengan ekonomi pasar.

Page 4: Bab 7 Demokrasi

Page 4 of 7

Pancasila dan KWN/Demokrasi 2012 Brawijaya University

Politisi=pengusaha; wakil rakyat=saudagar; pemilih=konsumen.

Ini menjadi realitas yang tidak jauh dari realitas keseharian. Politik yang sebetulnya merupakan seni pengabadian diri

(Hannah Arent) berubah menjadi ajang untuk memperkaya diri.

Politik sesungguhnya harus diarahkan pada level aksi. Pada level ini manusia dibebaskan diri dari melulu kebutuhan biologis dan

bebas menjalankan hal yang baru. Manusia juga dapat secara

langsung berhubungan dengan orang lain tanpa perantara,

manusia sebagai zoon politik bukan sebagai kodrat social, tetapi suatu yang diusahakan dan dicapai.

3. Demokrasi totalitarianisme; kondisi ini terjadi saat Orde Baru

berkuasa. 4. Rakyak berperan sangat minimal; hanya berperan saat pemilihan

umum

C. Sejarah Demokrasi di Indonesia

Dalam sejarah Negara Republik Indonesia, perkembangan demokrasi

telah mengalami pasang surut. Masalah pokok yang dihadapi oleh

bangsa Indonesia adalah bagaimana meningkatkan kehidupan ekonomi dan membangun kehidupan social dan politik yang demokratis dalam

masyarakat. Masalah ini berkisar pada penyusunan suatu system politik

dengan kepemimpinan cukup kuat untuk melaksanakan pembangunan ekonomi serta character and nation building dengan partisipasi rakyat

sekaligus menihindarkan timbulnya diktator perorangan, partai atau

militer. Perkembangan demokrasi di Indonesia dibagi dalam 4 periode:

1. Periode 1945-1959 (Masa Demokrasi Parlementer)

Demokrasi parlementer menonjolkan peranan parlementer serta

partai-partai. Akibatnya, persatuan yang digalang selama perjuangan melawan musuh bersama menjadi kendor dan tidak

dapat dibina menjadi kekuatan konstruktif sesudah

kemerdekaan. 2. Periode 1959-1965 (Masa Demokrasi Terpimpin)

Demokrasi terpimpin ini telah m,enyimpang dari demokrasi

konstitusional dan lebih menampilkan beberapa aspek dari demokrasi rakyat. Masa ini ditandai dengan dominasi presiden,

terbatasnya peran partai politik, perkembangan pengaruh

komunis dan peran ABRI sebagai unsur social-politik semakin

meluas. 3. Periode 1966-1998 (Masa Demokrasi Pancasila Era Orde Baru)

Demokrasi pancasila merupakan demokrasi konstitusional yang

menonjolkan sistem presidensial. Landasan formal periode ini adalah pancasila, UUD 1945 dan Tap MPRS/MPR dalam rangka

untuk meluruskan kembali penyelewengan terhadap UUD 1945

yang terjadi di masa Demokrasi Terpimpin, dalam

perkembangannya, peran presiden semakin dominan terhadap lembaga-lembaga Negara yang lain. Melihat praktek demokrasi

pada masa ini, nama pancasila hanya digunakan sebagai

legitimasi politik penguasa saat itu sebab kenyataannya yang dilaksanakan tidaka sesuai dengan nilai-nilai pancasila.

4. Periode 1999- sekarang (Masa Demokrasi Pancasila Era

Reformasi) Pada masa ini, peran partai politik kembali menonjol sehingga

Page 5: Bab 7 Demokrasi

Page 5 of 7

Pancasila dan KWN/Demokrasi 2012 Brawijaya University

demokrasi dapat berkembang. Pelaksanaan demokrasi setelah

Pemilu banyak kebijakan yang tidak mendasarkan pada kepentingan rakyat, melainkan lebih ke arah pembagian

kekuasaan antara presiden dan partai politik dalam DPR. Dengan

kata lain, model demokrasi era reformasi dewasa ini kurang mendasarkan pada keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

(walfare state) (Srijanti dkk, 2011: 59-63).

E. Demokrasi Permusyawaratan

Menurut Mohammad Hatta, desa-desa di Indonesia sudah

menjalankan demokrasi, misalnya dengan pemilihan kepala desa dan adanya rembug desa. Itulah yang disebut “demokrasi asli”.

Demokrasi desa memiliki lima unsur atau anasir, yaitu:

1. Rapat 2. Mufakat

3. Gotong-royong

4. Hak mengadakan proses bersama

5. Hak menyingkirkan dari kekuasaan raja absolut Rapat merupakan terminologi khas dalam tradisi nusantara, rapat

merupakan ruang di mana setiap permasalahan harus dibicarakan

tanpa harus memaksakan kehendak. Dalam konteks komunikasi antara pemimpin desa dengan warga diperlukan ruang untuk membicarakan

segala hal yang menyangkut permasalahan desa. Semangat rembuk

desa ini mencerminkan adanya komunikasi yang baik antara pemimpin dan warga. Dalam rapat ataupun rembuk desa yang dikedepankan

adalah sikap saling menghargai pendapat untuk memperoleh kata

mufakat. Sementara gotong royong merupakan tradisi yang

menekankan pada upaya kerjasama antar warga untuk mencapai tujuan bersama. Pada point keempat terdapat hak mengadakan protes

bersama, peristiwa ini pernah dilakukan oleh masyarakat Jogja

terhadap rajanya. Hak menyingkir dari kekuasaan raja absolut mengandung arti bahwa sebuah penyingkiran adalah perlawanan dan

sekaligus kritik.

Demokrasi pancasila dapat diartikan secara luas maupun sempit, sebagai berikut:

1. Secara luas demokrasi pancasila berarti kedaulatan rakyat

yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila dalam bidang

politik, ekonomi dan sosial. 2. Secara sempit demokrasi Pancasila berarti kedaulatan rakyat

yang dilaksanakan menurut hikmat kebijaksanaan dalam

permusyawaratan perwakilan. Secara ringkas, demokrasi Pancasila memiliki beberapa pengertian

sebagai berikut:

1. Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang berdasarkan

kekeluargaan dan gotong-royong yang ditujukan kepada kesejahteraan rakyat, yang mengandung unsur-unsur

berkesadaran religius, berdasarkan kebenaran, kecintaan dan

budi pekerti luhur, berkepribadian Indonesia dan berkesinambungan.

2. Dalam demokrasi Pancasila, sistem pengorganisasian negara

dilakukan oleh rakyat sendiri atau dengan persetujuan rakyat. 3. Dalam demokrasi Pancasila kebebasan individu tidak bersifat

Page 6: Bab 7 Demokrasi

Page 6 of 7

Pancasila dan KWN/Demokrasi 2012 Brawijaya University

mutlak, tetapi harus diselaraskan dengan tanggung jawab

sosial. 4. Dalam demokrasi Pancasila, keuniversalan cita-cita demokrasi

dipadukan dengan cita-cita hidup bangsa Indonesia yang

dijiwai oleh semangat kekeluargaan, sehingga tidak ada dominasi mayoritas atau minoritas.

Demokrasi permuyawaratan yang dipimpin oleh hikmah

kebijaksanaan, legitimasi demokrasi tidak ditentukan oleh banyaknya dukungan atas suatu keputusan. Melainkan

seberapa luas dan dalam melibatkan proses-proses

musyawarah-mufakat (deliberatif) secara inklusif. Konsep demokrasi permusyawaratan itu mendahului model „demokrasi

diliberatif” yang pertama kali diperkenalkan Josep M. Bessette

tahun 1980 yang kemudian dikembangan oleh Jurgen Habermas.

Demokrasi dileberatif mengkritik demokrasi kini yang hanya

mencerminkan pertempuran kepentingan pribadi, politik selebritis

dan debat „omong kosong‟ yang tanpa membawa kebaikan bersama Demokrasi deliberatif meletakkan keutamaan diskusi dan

musyawarah dengan kekuatan argumentasi berlandaskan daya-daya

konsesus (hikmah/kebijaksanaan/wisdom) di atas keputusan berdasar voting

Kebebasan individu dan kesetaraan politik penting sejauh

mampu mendorong manusia membentuk tatanan kolektif yang adil melalui deliberasi rasional dan bersifat persuasi

Dalam masyarakat majemuk (agama, bahasa, budaya, etnis)

dan juga multipartai seperti Indonesia sulit menemukan kehendak

bersama (common will). Model demokrasi mayoritas (majoritation democracy) tidaklah tepat. Terjadi semacam hegemoni mayoritas

atas minoritas. Pilihannya adalah demokrasi konsesus (demokrasi

permusyawaratan) Demokrasi musyawarah dibangun berlandaskan akal-kearifan

tinimbang kuasa. Bersandar pada prosedur musyawarah sebagai

cita-cita kebenaran politik. Kesertaan dialog antara mayoritas dengan minoritas. Partisipasi publik diukur dari tingkat partisipasinya

dalam musyawarah

Demokrasi musyawarah bukan menjadi sarana perwakilan atau

pengumpulan berbagai kepentingan, tetapi menjadi arena di mana

persoalan diselesaikan melalui proses dialog. Dialog yang tulus

harus melepaskan segala atribut di setiap individu. Dialog yang

menekankan substansi dan melampaui kepentingan kelompok.

Dialog ini dipandu orientasi etis “hikmah-kebijaksanaan”. Kearifan

yang menerima perbedaan pendapat dan memuliakan apa yang

disebut “kebajikan keberadaban

Page 7: Bab 7 Demokrasi

Page 7 of 7

Pancasila dan KWN/Demokrasi 2012 Brawijaya University

5. Referensi

Erwin, Muhammad, (2010), Pendidikan Kewarganegaraan Republik

Indonesia,PT. Refika Aditama, Bandung

Latief, Yudi, 2011, Negara Paripurna: Historisitas, Rasionalitas dan

Aktualitas Pancasila, Jakarta, Gramedia

Noor Syam, Mohammad, (2000), Pancasila, Dasar Negara Republik

Indonesia: Wawasan Sosi-Kultural, Filosofis dan Konstitusional, Lab Pancasila UM, Malang

Srijanti dkk, 2011, Pendidikan Kewarganegaraan di PT:

Mengembangkan Etika Berwarga Negara, Penerbit Salemba Empat, Jakarta

TIM Dosen Pancasila Undip, Kewarganegaraan, UPT Bidang Studi Universitas Padjajaran, Bandung

6. Evaluasi

Pertanyaan (Evaluasi mandiri)

1. Jelaskan hakikat dari demokrasi!

2. Jelaskan norma-norma apa saja yang menjadi pandangan hidupp

demokrasi?

3. Jelaskan mengenai model-model demorasi, bandingkan dengan

demokrasi permusyawaratan!

4. Bagaimana perkembangan demokrasi di Indonesia?