bab 6 belajar dengan studi kasus

Upload: devin-fortranansi-firdaus

Post on 11-Oct-2015

39 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 1

    Bab 6 Belajar dengan Metode Kasus

    In the process of learning there should be present, in some sense or other, a subordinate activity of application.

    In fact, the applications are part of the knowledge. Alfred North Whitehead1

    Pernyataan Alfred North Whitehead (1861-1947) di atas amatlah

    benar. Whitehead adalah filsuf dan akhli matematika berkebangsaan Inggris.

    Proses belajar harus terjadi tidak dalam suasana vakum. Harus ada aktivitas

    penerapan atas apa yang dipelajari. Bahkan, menurut Whitehead, penerapan

    merupakan bagian dari pengetahuan itu sendiri.

    Penulis berpendapat bahwa unsur penerapan mutlak sekali dalam

    mempelajari manajemen. Manajemen tidak dapat dipelajari melulu lewat

    berbagai konsep, teori, dan teknik manajemen. Karena itulah Metode Kasus

    menjadi penting bagi pembelajaran manajemen karena studi kasus yang dibahas

    para mahasiswa merupakan kisah nyata pengalaman para manajer dalam

    organisasi yang nyata pula. Dengan demikian para mahasiswa dalam Metode

    Kasus tidak belajar dalam suasana vakum. Mereka belajar dari pengalaman para

    manajer yang pernah mengalami isu atau masalah yang dihadapi dalam dunia

    nyata. Proses pembelajaran ini disebut experiential learning,2 learning by doing.

    Pembelajaran melalui pengalaman, belajar dengan berbuat.

    Belajar dengan Metode Kasus tidak hanya merupakan cara belajar

    yang relevan dan praktis, tetapi juga merangsang dan menyenangkan para

    mahasiswa karena mereka belajar dari para manajer sungguhan yang benar

    mengalami sendiri berbagai isu dan masalah dalam organisasi yang nyata.

    Namun, belajar dengan Metode Kasus dapat juga membingungkan para

    1 Whitehead, A.N. (1947). Essays in Science and Philosophy. New York, NY: Philosophical Library, Inc.,

    halaman 218 -219. 2 Kolb, D. (1994). Experiential Learning as the Science of Learning and Development. Englewood Cliffs,

    NJ: Prentice Hall.

  • 2

    mahasiswa bila tidak mengetahui seluk-beluk proses belajar yang terjadi dalam

    Metode Kasus.

    Bab ini akan membahas pengertian belajar dan tiga tahapan proses

    belajar yang terjadi dalam Metode Kasus: proses belajar mandiri, proses belajar

    dalam kelompok kecil, dan proses belajar dalam kelas. Dalam berbagai tahapan

    tersebut peran mahasiswa diuraikan.

    Belajar

    Belajar adalah sebuah proses perubahan yang menyangkut tiga

    dimensi: pengetahuan (knowledge), kemampuan (skills), dan sikap (attitude)

    (Gambar 6-1). Setelah belajar, seorang mengalami perubahan: dari tidak tahu

    menjadi tahu (pengetahuan), dari tidak bisa menjadi bisa (kemampuan), dari

    tidak mau menjadi mau (sikap). Dalam hal pembelajaran manajemen, maka

    perubahan dimensi pertama saja yaitu pengetahuan tidaklah mencukupi. Seperti

    dikatakan Whitehead seorang yang tahu saja adalah orang yang paling

    membosankan di dunia ini a well-informed man is the most useless bore on

    Gods earth.3

    Gambar 6-1

    3 Dimensi Belajar

    Perubahan Sikap

    Belajar

    Pengembangan Kemampuan Penambahan Pengetahuan

    3 Whitehead, A.N. (1929). The Aims of Education and Other Essays. New York, NY: McMillan Company.

  • 3

    Belajar adalah suatu proses di mana terjadi perubahan perilaku

    sebagai reaksi atas pengalaman atau situasi yang dihadapi seorang. Perubahan

    perilaku ini tidak disebabkan karena kecenderungan alamiah seperti

    pertambahan umur atau proses seorang menjadi dewasa. Pembelajaran terjadi

    bila perilaku seorang berubah karena proses belajar lewat pengalamannya

    menghadapi suatu situasi. Perubahan perilaku ini bersifat permanen.

    Seorang bisa mengendarai mobil karena proses belajar yang

    dilaluinya dan bukan karena kecenderungan alamiah sejalan pertambahan usia.

    Kemampuan menulis dan membaca adalah hasil proses belajar dan bukan karena

    kecenderungan alamiah. Buktinya, walaupun seorang telah dewasa tetapi bila ia

    tidak belajar membaca atau menulis, maka ia tidak dapat membaca atau menulis.

    Itulah sebabnya di hampir semua negara di dunia ini, masih ada tingkat buta-

    huruf di kalangan orang dewasa. Dari 213 negara, hanya ada delapan negara yang

    benar-benar bebas buta-huruf: Andorra, Findland, Georgia, Greenland,

    Liechtenstein, Luxembourg, Norway, dan Vatican City.4

    Kemampuan membaca dan menulis adalah contoh hasil suatu

    proses belajar. Sekali seseorang mempunyai kemampuan membaca, menulis,

    mengendarai sepeda atau mobil, dan lain-lain, maka kemampuan ini dimilikinya

    seumur hidup. Perubahan perilaku tersebut bersifat permanen. Perilaku bisa

    membaca bersifat permanen. Perilaku bisa mengendarai mobil bersifat

    permanen. Itulah yang dimaksud dengan perubahan perilaku yang permanen

    sebagai hasil proses belajar.

    Demikian juga halnya dengan berbagai kemampuan manajerial.

    Berbagai kemampuan yang dimiliki para manajer adalah hasil proses belajar dan

    bukan karena proses alamiah karena pertambahan usia. Kemampuan membuat

    keputusan merupakan hasil sebuah proses pembelajaran yang memakan waktu

    tidak sedikit. Kemampuan membuat keputusan tidaklah terjadi secara alamiah

    karena pertambahan usia, melainkan merupakan hasil proses belajar. Demikian

    juga dengan kemampuan manajerial lainnya seperti kemampuan memimpin

    4 CIA World Factbook (2009).

  • 4

    orang, kemampuan berkomunikasi, kemampuan mengendalikan organisasi, dan

    lain-lain.

    Perubahan perilaku seorang secara permanen adalah pembelajaran

    yang bersifat sangat pribadi, dan merupakan pembelajaran yang berupa

    penemuan-sendiri (self-discovered learning). Pembelajaran ini tidaklah dapat

    dikomunikasikan secara langsung kepada orang lain.5

    Pembelajaran yang berarti terjadi dengan mengerjakan,

    significant learning is acquired through doing.6 Itulah pembelajaran yang

    terjadi dalam Metode Kasus. Para mahasiswa menapak-tilas, melakukan

    kembali apa yang telah dilakukan oleh seorang manajer yang menjadi tokoh

    dalam sebuah studi kasus. Dan, pembelajaran akan terjadi bila para mahasiswa

    secara sukarela ikut serta aktif dalam proses tersebut, seperti dikatakan rektor

    Harvard University, A. Lawrence Lowell .....no one can be really educated

    against his will, or without his own active efforts.7

    Tahapan Proses Belajar dalam Metode Kasus

    Dalam Metode Kasus ada tiga tahapan proses belajar: belajar

    mandiri, belajar dalam kelompok, dan belajar dalam kelas (Lihat Gambar 4-2,

    dalam Bab 4). Proses belajar dalam berbagai tahapan ini merupakan siklus terus-

    menerus, repetitif, dan kumulatif dalam proses pembelajaran mahasiswa untuk

    mencapai pengertian yang lebih mendalam. Setiap tahapan lanjutan akan

    menambah proses belajar yang terjadi dalam tahapan sebelumnya.

    Belajar dalam Metode Kasus adalah proses belajar mandiri dan

    proses belajar partisipatif dalam kelompok. Berapa banyak yang dipelajari

    seorang mahasiswa dalam suatu program studi atau bahkan dalam sebuah sesi

    5 Rogers, C.R. (1994). Personal Thoughts on Teaching and Learning. Dalam Barnes, L.B., Christensen,

    C.R., & Hansen, A.J. Teaching and The Case Method. Boston, MA: Harvard Business School Press,

    hal.129. 6 Rogers, C.R. (1969). Regarding Learning and Its Facilitation. Dalam Rogers, C.R. Freedom to Learn.

    Columbus, OH: Charles Merill. 7 Lowell, A.L. Report of the President of Harvard Collge and Reports of Departments, 1931-1932.

  • 5

    kelas sangat tergantung dari dirinya sendiri yaitu seberapa baik ia melakukan

    persiapan dalam setiap tahapan belajar.

    Belajar Mandiri

    Belajar mandiri merupakan tahap pertama proses pembelajaran

    dalam Metode Kasus. Tahapan ini merupakan persiapan individu dan menjadi

    dasar bagi tahapan-tahapan selanjutnya. Persiapan yang dilakukan dengan baik

    dalam tahap ini akan merupakan modal bagi proses pembelajaran optimal. Bila

    mahasiswa tidak melakukan persiapan dengan baik dalam tahapan ini, maka

    manfaat yang akan diperolehnya dalam tahapan-tahapan selanjutnya tidak akan

    optimal. Bahkan, bisa terjadi ia tidak akan memahami apa yang terjadi dalam

    tahapan-tahapan tersebut.

    Dalam tahapan belajar mandiri ini mahasiswa menyiapkan studi

    kasus. Menyiapkan studi kasus dengan baik menuntut kerja keras dari seorang

    mahasiswa. Studi kasus yang dibahas pada umumnya mempunyai tingkat

    kompleksitas tinggi. Kompleksitas ini disebabkan oleh beberapa hal seperti sifat

    studi kasus yang open-ended, tidak tersedianya semua informasi, ketidak-

    pengalaman mahasiswa dalam menangani berbagai isu dalam kasus, ketidak-

    jelasan masalah, dan ketiadaan jawab tunggal untuk setiap kasus. Semua ini

    dapat mengakibatkan frustrasi mahasiswa. Karena itu, penting sekali bagi para

    mahasiswa Metode Kasus untuk memanfaatkan waktu mereka seefisien

    mungkin. Umumnya waktu yang diperlukan dalam tahapan belajar mandiri ini

    adalah satu sampai dua jam. Bila studi kasus yang digunakan berbahasa Inggris,

    maka waktu ini akan bertambah panjang tergantung kepada kemampuan bahasa

    Inggris seorang mahasiswa.

    Tabel 6-1 dapat dijadikan panduan dalam membaca sebuah studi

    kasus.

  • 6

    Tabel 6-1

    Panduan Membaca Studi Kasus

    Tokoh Utama Siapa tokoh utama dalam studi kasus?

    Isu, Masalah Apa yang menjadi isu atau masalah utama

    yang dihadapi tokoh tersebut?

    Tokoh lain Siapa saja tokoh lainnya yang penting

    dalam studi kasus?

    Organisasi Bagaimanakah lingkungan organisasi sang

    tokoh?

    Alternatif Alternatif-alternatif apa sajakah yang

    tersedia bagi sang tokoh?

    Konsekuensi Apakah konsekuensi setiap alternatif

    tersebut?

    Informasi Informasi apa sajakah yang relevan?

    Salah satu hal tersulit dalam menangani sebuah studi kasus adalah

    memilih berbagai informasi dan fakta yang disajikan dalam sebuah studi kasus.

    Dalam sebuah studi kasus umumnya diberikan latarbelakang informasi

    mengenai perusahaan, industri, masalah, latarbelakang sang manajer, dan

    berbagai informasi lain baik yang relevan maupun yang tidak relevan dengan isu

    atau masalah dalam studi kasus tersebut.

    Kompetensi yang penting dikuasai adalah kompetensi dalam (1)

    menentukan dan memilih informasi mana yang penting dan mana yang tidak

    penting, dan (2) menilai fakta yang kerap kelihatan saling bertentangan satu

    sama lain. Kompetensi-kompetensi ini merupakan kompetensi manajerial yang

    penting dalam dunia kerja para manajer. Dalam taksonomi Bloom kompetensi

    ini merupakan salah satu kompetensi puncak yaitu menilai (evaluating).

    Kompetensi menilai ini merupakan pembelajaran tingkat lebih tinggi (higher

    order learning).

  • 7

    Penugasan

    Dalam Metode Kasus, sebelum dilakukan diskusi kasus dalam

    kelas, studi kasus harus sudah dibagikan sebelumnya kepada para mahasiswa.

    Paket studi kasus dan bahan bacaan serta daftar pertanyaan-untuk-diskusi

    (discussion questions) umumnya dibagikan seminggu sebelumnya. Di program

    Executive MBA (EMBA) IPMI, paket ini dibagikan setiap hari Sabtu untuk

    diskusi pada hari Sabtu minggu berikutnya. Untuk kelas MBA reguler, paket

    bahan ajar dibagikan setiap hari Kamis untuk minggu berikutnya.

    Untuk setiap studi kasus selalu ada penugasan di mana para

    mahasiswa diminta untuk:

    1. Mengambil Sikap

    Mahasiswa diminta untuk menempatkan dirinya dalam posisi yang

    dialami oleh tokoh kasus yang bersangkutan.

    Pertanyaan yang lazim diajukan adalah Bila anda adalah Mr. X (tokoh

    dalam kasus tersebut), apakah yang akan anda lakukan?.

    Pertanyaan ini memaksa seorang mahasiswa studi kasus untuk

    membiasakan dirinya untuk mengambil sikap tegas (take a position).

    Ketegasan bagi banyak manajer terutama manajer Indonesia- adalah

    sesuatu yang masih perlu dibina. Seperti kita ketahui kelemahan utama

    pimpinan negara kita adalah kekurang-tegasannya dalam mengambil

    sikap dalam berbagai isu yang dihadapi bangsa. Mengenai isu kenaikan

    harga BBM misalnya, sampai-sampai Jusuf Kalla (Wapres RI 2004-2009)

    mengaku capek mendengar wacana terus-menerus tanpa ketegasan sikap.

    8 Bahkan ada yang menyebutkan bahwa negara kita jalan sendiri (auto-

    pilot).9

    Pertanyaan ini membangun sikap (attitude) untuk berani mengambil

    sikap dan keputusan dan berani bertanggung-jawab atas keputusan yang

    diambilnya.

    Penulis kerap menyatakan kepada para mahasiswa bahwa bila enggan

    8 Prayogi, W.E. (2012, 13 April). Pemerintahan SBY Banyak Wacana BBM, JK: Capek Dengarnya!,

    detikFinance. 9 Hussein, Z. (2012, 29 February). Indonesia Seems to be Running on Autopilot, The Straits Times/Asia

    News Network.

  • 8

    mengambil keputusan dan bertanggung-jawab untuk itu, maka hindari

    jabatan komando (line position) tertinggi dalam organisasi seperti Chief

    Executive Officer (CEO). Bila ingin memegang jabatan komando tersebut,

    maka seorang manajer harus berani mengambil keputusan dan

    bertanggung-jawab untuk keputusan yang dibuatnya.

    Metode Kasus merupakan metode yang tepat untuk melatih hal ini. Para

    mahasiswa dikondisikan untuk membuat keputusan dalam bersikap.

    Lewat empat ratusan10 sampai enam ratusan11 studi kasus yang hampir

    seluruhnya menuntut para mahasiswa mengambil sikap dan membuat

    keputusan, para mahasiswa dalam Metode Kasus akan terbiasa dengan

    keharusan mengambil sikap dan membuat keputusan. Ini sejalan dengan

    teori pembelajaran melalui kebiasaan (habitual learning theory). Locke,

    filsuf terkemuka berkebangsaan Inggris, menyatakan metode

    pembelajaran melalui kebiasaan ini jelas lebih unggul dari metode

    didaktika atau kuliah klasikal.12 Pengembangan kebiasaan itulah juga yang

    laris dipromosikan oleh Stephen R. Covey, sang begawan The 7 Habits.13

    2. Memberikan Alasan

    Dalam setiap studi kasus, selalu ada pertanyaan mengapa? (why)

    Para mahasiswa studi kasus dilatih untuk memberikan alasan yang kuat

    bagi sebuah sikap atau keputusan yang diambilnya.

    Penulis selalu menekankan kepada para mahasiswa program MBA/MM

    bahwa menjawab pertanyaan mengapa (why)? penting sekali.

    Pertanyaan mengapa (why) dapat membawa kita kepada akar suatu

    masalah (root cause). Dengan mengetahui akar masalah maka dapat

    dirumuskan penyelesaian yang tepat. Karena itu, penggunaan kerangka 5

    Why sangat populer.14

    10

    Di program MBA-IPMI penuh waktu yang berdurasi satu tahun, para mahasiswa diberikan sekitar empat

    ratusan studi kasus. 11

    Di program MBA Harvard Business School yang berdurasi dua tahun, para mahasiswa diberikan enam

    ratusan studi kasus. 12

    Locke, J. (1693). Some Thoughts Concerning Education. London, UK: AJ Smith. 13

    Covey, S.R. (1990). The 7 Habits of Highly Effective People. New York, NY: The Free Press. 14

    Kerangka 5 Whys dikembangkan oleh Sakichi Toyoda di Toyota Motor Corporation dalam evolusi teknologi manufaktur Toyota. Tujuannya adalah mencari akar-masalah (root cause) cacat produksi mobil

  • 9

    Dalam penugasan jenis ini dilatih kemampuan mahasiswa dalam tingkat

    kognitif yang tinggi (lihat taksonomi Bloom) seperti kemampuan evaluasi

    dan sintesis.

    3. Analisis

    Dalam (hampir) semua kasus, mahasiswa diminta untuk melakukan

    analisis terhadap pokok persoalan dalam kasus.

    Analisis adalah proses mengurai suatu informasi atau fenomena menjadi

    komponen-komponen yang lebih sederhana. Dengan analisis maka

    kompleksitas suatu isu atau masalah diurai agar lebih sederhana sehingga

    mudah dipahami.

    Mahasiswa misalnya dapat diminta untuk melakukan analisis suatu

    industri dengan menggunakan kerangka The Five Forces Model.15 Dalam

    penugasan ini kemampuan analitis dan kemampuan aplikasi mahasiswa

    dikembangkan.

    4. Evaluasi

    Mahasiswa juga seringkali diminta untuk menilai suatu industri, argumen

    atau usulan. Dalam penugasan ini, maka kemampuan evaluasi mahasiswa

    dilatih.

    Pertanyaan evaluasi meminta mahasiswa menilai berbagai alternatif solusi

    atau keputusan yang dihadapi seorang manajer dalam sebuah studi kasus.

    Pertanyaan Setujukah Anda dengan sang manajer? juga merupakan

    pertanyaan evaluasi.

    5. Hitungan

    Mahasiswa juga kerap diminta untuk melakukan beberapa perhitungan

    seperti perhitungan titik impas (break-even point) dan implikasi finansial

    dari suatu usulan.

    Tabel 6-2 adalah contoh penugasan dari sebuah studi kasus

    matakuliah Marketing Management dalam program MBA Eksekutif di IPMI.

    di pabrik Toyota. 15

    Porter, M.E. (1979). How Competitive Forces Shape Strategy. Harvard Business Review , vol. 57

    (2), March- April, halaman 137-146.

  • 10

    Tabel 6-2

    Contoh Pertanyaan Diskusi

    Module Value Search and Discovery Session 3 Case Citibank Indonesia (IPMI MKT-1992-

    6/R93) Reading Kotler (1997),16 Chapters 5 and 6 Discussion Questions

    1. What are the core values created by a credit card? 2. What additional values are delivered by Citibank? 3. Were there opportunities for Citibank Visa? Please substantiate by evidence in the case! 4. Do you agree with Ms Hardjantos judgment? Why? 5. Why was the number of cardholders so small in 1988? Please give detailed reasons!

    Proses Belajar

    Dalam menangani studi kasus, banyak cara yang dapat ditempuh.

    Cara yang diuraikan berikut adalah salah satu yang dapat digunakan:

    1. Baca Pembukaan dan Penutup

    Untuk memahami sebuah studi kasus, langkah pertama yang harus

    dilakukan mahasiswa adalah membaca bagian pembukaan dan bagian

    penutup. Tujuannya adalah agar segera diketahui apa yang sebenarnya

    menjadi isu kasus tersebut dan apa yang mendesak harus dilakukan oleh

    sang tokoh dalam kasus.

    Bagian Pembukaan yang ditulis baik akan memberikan gambaran

    mengenai isu utama sebuah studi kasus. Sedangkan bagian Penutup akan

    menyimpulkan apa yang harus dilakukan sang tokoh.

    Mengetahui isu pokok dan apa yang mendesak dilakukan akan membantu

    mahasiswa membaca studi kasus secara lebih rinci.

    16

    Kotler, P.J. (1997). Marketing Management: Analysis, Planning, Implementation, and Control. New

    York, NY: Prentice Hall.

  • 11

    Dalam tahap ini mahasiswa hendaknya sudah mengenali apa yang

    menjadi pokok permasalahan, isu, atau keputusan apa yang harus dibuat,

    dan siapa yang bertanggung jawab untuk itu.

    2. Baca Pertanyaan Diskusi

    Sekarang ini hampir semua penugasan studi kasus selalu disertai daftar

    sejumlah pertanyaan diskusi. Jumlah pertanyaan untuk diskusi biasanya

    tidak lebih dari enam pertanyaan.

    Pertanyaan-pertanyaan ini ditujukan untuk memandu mahasiswa dalam

    menyiapkan sebuah studi kasus. Biasanya pertanyaan-pertanyaan ini akan

    ditanyakan dalam kelas.

    Membaca pertanyaan untuk diskusi akan membantu mahasiswa

    mengetahui apa yang akan menjadi fokus sebuah studi kasus dan bahan

    diskusi. Pertanyaan diskusi yang sifatnya global ini dapat dikembangkan

    oleh dosen dan para mahasiswa dalam pertanyaan-pertanyaan lanjutan

    dalam diskusi kelas nantinya.

    3. Baca Kasus Secara Rinci

    Setelah melakukan dua hal di atas, maka langkah berikutnya adalah

    membaca kasus secara rinci. Bagian terbesar sebuah studi kasus berisi

    berbagai informasi untuk digunakan mahasiswa dalam melakukan analisa

    isu atau masalah, evaluasi berbagai alternatif, dan sintesa untuk

    menyimpulkan apa yang harus dilakukan.

    Sambil membaca, isu dan keputusan serta berbagai pertanyaan diskusi

    terus diingat.

    Berbagai informasi dan data dalam kasus dievaluasi dan disaring mana

    yang relevan dan mana yang tidak dalam hubungannya dengan isu kasus

    tersebut.

    4. Analisis Kasus

    Dalam tahapan ini maka dilakukan hal-hal berikut:

    a. Mencari hubungan sebab-akibat dalam studi kasus.

    Sebagian besar waktu mahasiswa dalam membaca studi kasus

    dihabiskan untuk mencari informasi yang berhubungan dengan

    pokok permasalahan kasus. Masalah tidak dapat dipecahkan bila

  • 12

    tidak diketahui apa penyebabnya. Dalam mencari hubungan sebab-

    akibat, maka dapat digunakan diagram fishbone (Gambar 6-2).17

    Gambar 6-2

    Diagram Fishbone

    b. Mengenali keterbatasan dan kesempatan

    Setiap organisasi mempunyai keterbatasan-keterbatasan sehingga

    dalam pengembangan alternatif, para mahasiswa harus

    memperhitungkan hal ini.

    Para mahasiswa juga harus jeli melihat berbagai kesempatan yang

    ada.

    c. Mengembangkan dan menilai alternatif solusi

    Tahapan ini melatih pengembangan kreatifitas mahasiswa.

    Mahasiswa dapat melakukan terobosan dalam pengembangan

    alternatif. Dalam tahap ini dapat digunakan alat pohon keputusan

    (decision tree) (Gambar 6-3).18 Pohon keputusan digunakan untuk

    menentukan alternatif paling optimum dari sejumlah alternatif

    yang kesemuanya mengandung unsur ketidakpastian.

    17

    Diagram Fishbone (disebut juga cause-and-effect diagram) dikembangkan oleh Kauro Ishikawa pada

    tahun 1943 di Tokyo University. 18

    Asal-muasal konsep decision tree dibahas E.B. Hunt (1962). Concept Learning: An Information

    Processing Problem. New York, NY: John Wiley & Sons.

  • 13

    Gambar 6-3

    Decision Tree

    d. Memilih alternatif terbaik dalam batasan-batasan yang ada

    e. Membuat rencana aksi (action plan) untuk melaksakan keputusan

    Mauffette-Leenders, Erskine, dan Leenders19, dosen Ivey Business

    School dan pakar Metode Kasus, menguraikan proses dalam belajar mandiri

    (Tabel 6-3).

    19

    Maufette-Leenders, J.A. Erskine, M.R. Leenders (1998). Learning with Cases. London, ON: Ivey

    Publishing, Ivey Business School, The University of Western Ontario.

  • 14

    Tabel 6-3

    Proses Belajar Mandiri

    1. Baca Judul dan Sub-judul

    2. Baca Paragraf Pembuka dan Penutup:

    . Siapa, Apa, Mengapa, Kapan, dan Bagaimana?

    3. Baca Pertanyaan Diskusi

    4. Baca Studi Kasus Secara Lengkap (termasuk Eksibit!)

    5. Gunakan Proses Pemecahan Masalah:

    . Tentukan Pokok Masalah

    . Analisis Data

    . Kembangkan Alernatif

    . Tentukan Kriteria Keputusan

    . Evaluasi Alternatif

    . Pilih Alternatif

    . Buat Rencana Aksi

    Belajar Kelompok

    Setelah dilakukan tahapan belajar mandiri, tahapan belajar

    berikutnya yang harus dilalui seorang mahasiswa dalam Metode Kasus adalah

    belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari tiga sampai lima orang. Kelompok

    ini diberi nama macam-macam: kelompok belajar (study group),20 tim belajar

    (learning team),21 sindikat (syndicate), break-out group, can group dan

    sebagainya.

    Dalam tahapan ini setiap mahasiswa anggota kelompok

    memberikan pendapat dan wawasannya mengenai kasus yang dibahas. Para

    mahasiswa belajar satu sama lain lewat interaksi dan debat berbagai isu dalam

    20

    Istilah study group lazim digunakan sekolah-sekolah bisnis yang menggunakan Metode Kasus secara

    penuh seperti Harvard, IPMI, dan Ivey (Western Ontario). 21

    Istilah ini digunakan di Darden Business School. Harder, J., dan Isabella, L. (2000).

    Learning Teams at The Darden Business School. The University of Virginia Darden School Foundation.

    UV 3204.

  • 15

    setiap studi kasus yang dibahas. Proses belajar dalam kelompok kecil

    mencerminkan praktik dunia nyata yang makin menekankan pentingnya

    kerjasama team (team work).

    Seiring dengan makin kompleksnya pekerjaan, maka team work

    merupakan keharusan dan tidaklah heran bila TEAM diterjemahkan sebagai

    Together Everyone Achieves More. Dalam bekerja-sama, setiap orang mencapai

    lebih bila dibanding bekerja sendiri-sendiri. Bukan rahasia lagi bahwa banyak

    organisasi sekarang ini mempunyai budaya silo-isme, mind-set Us versus Them

    yang merupakan penghambat utama kemajuan organisasi. Team work

    merupakan jawaban mengatasi mind-set tersebut. Karenanya, banyak

    perusahaan yang kini menggunakan team sebagai building block struktur

    organisasi mereka.22

    Pada sekolah-sekolah yang menggunakan Metode Kasus secara

    penuh seperti Darden, Harvard, Ivey (Western Ontario) dan IPMI, disediakan

    ruang-ruang khusus untuk diskusi kelompok.

    Ada beberapa hal yang terjadi dalam tahapan belajar kelompok:

    1. Belajar dari Orang Lain

    Betapapun pandainya seorang mahasiswa melakukan analisis kasus,

    pasti ada hal-hal yang tidak dilihatnya. Studi kasus adalah fenomena

    dunia nyata yang kompleks. Karena itu hampir mustahil seorang

    mahasiswa bisa menguasai semua yang ada dalam sebuah studi kasus.

    Dalam kelompok para mahasiswa melihat hal-hal yang tidak dilihatnya

    saat belajar mandiri. Ini sama dengan kata pepatah dua kepala lebih

    baik dari satu kepala: TEAM (Together Everyone Achives More).

    Diskusi kelompok dapat mengungkapkan hal-hal yang tidak dilihat

    seorang mahasiswa saat belajar sendiri.

    2. Kemampuan Komunikasi

    Belajar kelompok juga melatih kemampuan komunikasi verbal para

    mahasiswa. Kompleksitas sebuah studi kasus memungkinkan para

    mahasiswa melihat studi kasus dari berbagai sudut pandang. Dalam

    22

    Whole Foods Is All Teams. http://www.fastcompany.com/online/02/team1.html

  • 16

    kelompoknya, seorang harus meyakinkan teman kelompok akan sudut

    pandangnya. Hal ini jelas membutuhkan kemampuan komunikasi yang

    persuasif dan meyakinkan.

    Lewat diskusi ratusan studi kasus, sejalan dengan prinsip habitual

    learning, maka akan terbentuk kebiasaan berdebat dan berkomunikasi

    lisan.

    3. Kemampuan Kerjasama Kelompok

    Proses belajar kelompok mengembangkan kemampuan kerjasama

    kelompok yang dibutuhkan dalam hidup berorganisasi. Sebagai anggota

    organisasi, seseorang tidak dapat melakukan semua pekerjaannya

    sendiri. Ia harus bekerja bersama dan lewat orang lain. Belajar

    kelompok melatih kemampuan interpersonal untuk bekerjasama dalam

    kelompok. Kemampuan interpersonal ini makin penting saat ini

    mengingat kompleksitas berbagai isu yang dihadapi organisasi yang

    mengharuskan kerjasama kelompok.

    4. Membangun Hubungan

    Tidak jarang terjadi bahwa hubungan yang dibina dalam kelompok akan

    berlanjut. Seseorang yang merasa dekat dengan anggota kelompoknya

    akan membawa kedekatan ini sampai jauh setelah menyelesaikan

    studinya. Hubungan tersebut berlangsung bahkan jauh setelah mereka

    menyelesaikan program MBA/MM nya.

    5. Memaksa Belajar Mandiri

    Dinamika kelompok akan memaksa setiap anggota kelompok untuk

    datang dalam kelompok dengan persiapan memadai. Seorang

    mahasiswa akan dipaksa untuk menyiapkan studi kasus sebelum

    memasuki tahapan belajar kelompok. Penulis kerapkali menjumpai

    seorang anggota kelompok yang ditolak oleh kelompoknya karena

    menjadi parasit kelompok.

    Organisasi Kelompok Belajar (Study Group)

    Walaupun merupakan tahapan penting dalam proses belajar dalam

    Metode Kasus, tidak banyak sekolah bisnis yang memaksakan terjadinya hal ini.

  • 17

    Dalam program penuh waktu hal ini terjadi secara alamiah. Saat penulis di

    program MBA IPMI, kelompok belajar merupakan bagian tidak terpisahkan dari

    proses belajar.

    Ukuran. Agar tercapai hasil optimal anggota kelompok biasanya

    terdiri dari tidak kurang dari tiga orang dan tidak lebih dari lima orang. Ini

    adalah formula yang digunakan oleh salah-satu sekolah bisnis terkemuka Ivey

    Business School, The University of Western Ontario di Kanada. Empat orang

    adalah ukuran ideal bagi suatu kelompok belajar. Lebih dari lima orang dapat

    merangsang timbulnya free riders atau parasit kelompok. Orang ini adalah orang

    yang memanfaatkan kelompoknya untuk diri sendiri tanpa memberikan

    kontribusi kepada kelompok.

    Waktu. Waktu yang diperlukan dalam belajar kelompok bervariasi

    tergantung kebutuhan. Namun demikian, berdasarkan pengalaman dan

    pengamatan penulis, bagi kita di Indonesia dibutuhkan waktu setidaknya satu

    jam untuk setiap studi kasus. Lebih dari dua jam akan tidak produktif lagi. Di

    Ivey Business School dibutuhkan waktu sekitar tigapuluh menit saja. Ini

    mungkin disebabkan karena keterbiasaan para mahasiswa di Kanada dengan

    kerja kelompok dan secara relatif tidak ada hambatan bahasa Inggris seperti yang

    dialami para mahasiswa kita di Indonesia.

    Sedangkan mengenai kapan kelompok akan bertemu, ada beberapa

    pendekatan. Pendekatan pertama memberikan kebebasan kepada kelompok

    untuk menentukan sendiri kapan waktu yang paling tepat untuk bertemu.

    Pendekatan lain, seperti yang dilakukan di program MBA IPMI, adalah pihak

    sekolah yang menentukan waktu tersebut. Tabel 6-4 memperlihatkan waktu

    tersebut bagi kelas MBA Eksekutif IPMI diselenggarakan setiap hari Sabtu.

  • 18

    Tabel 6-4

    Jadual Kelompok Belajar

    Waktu Aktivitas

    07:00-08:00 Makan pagi

    Pertemuan Kelompok 1

    08:00-09:30 Sesi Kelas 1

    09:30-10:30 Pertemuan Kelompok 2

    10:30-12:00 Sesi Kelas 2

    12:00-14:00 Pertemuan Kelompok 3

    14:00-15:30 Sesi Kelas 3

    15:30-16:30 Pertemuan Kelompok 4

    16:30-18:00 Sesi Kelas 4

    Di luar pertemuan kelompok terjadual tersebut, umumnya para

    mahasiswa program MBA Eksekutif IPMI masih melakukan pertemuan dengan

    kelompoknya pada hari kerja di luar jam kerja. Pertemuan tersebut biasanya

    dilakukan di kantor masing-masing secara bergilir.

    Komposisi. Komposisi anggota kelompok merupakan hal yang

    penting bagi tercapainya pembelajaran optimal. Pengalaman berbagai pengelola

    sekolah bisnis umumnya menyimpulkan perlunya keberagaman (diversity)

    anggota kelompok dalam hal latarbelakang pendidikan, pengalaman, gender, dan

    budaya. Menyusun kelompok berdasarkan kesamaan latarbelakang tertentu

    merupakan hal yang harus dihindari karena akan terjadi kepicikan pandangan.

    Ini akan membatasi pembelajaran. Di program MBA IPMI, selalu diusahakan

    agar dalam setiap kelompok ada mahasiswa dengan latarbelakang pendidikan

    non teknik. Program MBA IPMI umumnya didominasi peserta dengan latar-

    belakang pendidikan di bidang teknik.

    Rotasi. Isu rotasi juga merupakan isu yang kerap muncul dalam

    menyusun kelompok belajar. Selalu saja ada keluhan mahasiswa mengenai ke-

    tidak-cocokan seorang dengan orang lain dalam kelompok dengan berbagai

    alasan. Karena program MBA/MM umumnya program multi semester, maka

  • 19

    biasanya pada semester pertama para mahasiswa diwajibkan untuk tidak pindah

    kelompok. Ada alasan kuat mengapa hal ini dilakukan. Dalam hidup

    berorganisasi, seseorang juga tidak bebas memilih anggota kelompoknya.

    Seorang tidak bebas memilih siapa yang menjadi atasan, kolega (peer) bahkan

    bawahan sekalipun. Hal-hal tersebut merupakan sesuatu yang harus diterima

    seseorang sebagai given dalam dunia nyata. Setelah semester pertama mereka

    bebas untuk membentuk kelompok sendiri dengan pengetahuan pengelola

    sekolah yang tetap harus memperhatikan prinsip keberagaman anggota

    kelompok. Namun demikian, berdasarkan pengalaman penulis, di program MBA

    IPMI banyak kelompok yang dapat bertahan utuh dari awal sampai akhir

    program pendidikan mereka.

    Lokasi. Tempat pertemuan kelompok, seperti juga waktu dan lama

    pertemuan, diserahkan kepada para mahasiswa. Berbagai sekolah bisnis yang

    menggunakan Metode Kasus secara penuh seperti Harvard, Ivey (Western

    Ontario), IPMI- umumnya disediakan ruang khusus untuk pertemuan kelompok.

    Di IPMI bahkan luas seluruh ruangan yang disediakan untuk

    pertemuan kelompok bahkan melebihi luas ruang-ruang kelas yang ada. Di

    berbagai sekolah lain, diskusi kelompok dilakukan di ruang kantin maupun

    ruang kelas dan beberapa ruang kecil yang ada.

    Fasilitas. Bila disediakan ruang khusus untuk pertemuan

    kelompok, maka disediakan fasilitas seperti papan tulis, komputer, akses

    internet, meja diskusi dan kursi. Kecuali itu, di IPMI disediakan fasilitas minum

    seperti air putih, teh, dan kopi bagi para mahasiswanya.

    Norma Kelompok Belajar

    Walaupun merupakan kelompok yang tidak terikat secara ketat,

    perlu juga dipikirkan norma kelompok yang hendaknya dipatuhi setiap anggota

    seperti:

    1. Kehadiran dan Kesiapan

    Kelompok belajar akan berfungsi seperti yang diharapkan bila setiap

    anggotanya selalu hadir tepat waktu dengan persiapan memadai. Karena

    kelompok ini bersifat tidak mengikat, maka setiap anggota kelompok

  • 20

    harus memainkan peran pimpinan untuk melakukan enforcement kepada

    anggota yang tidak disiplin.

    2. Partisipasi

    Hal lain yang juga perlu ditekankan adalah keharusan berpartisipasi aktif

    bagi setiap anggota kelompok. Tanpa ini, maka proses pembelajaran

    dalam kelompok belajar tidak akan optimal. Perlu ditekankan bahwa tidak

    ada pernyataan atau pertanyaan yang bodoh. Artinya, para anggota

    kelompok harus bersikap untuk mau mendengar pendapat atau

    pertanyaan apapun yang diajukan anggota kelompok. Dalam kelompok

    belajar, setiap anggota diberikan kebebasan untuk menyatakan

    pendapatnya. Tentu bila seorang mempunyai kecenderungan untuk

    menghabiskan waktu belajar kelompok secara sia-sia, para anggota

    lainnya berkewajiban untuk menertibkannya.

    3. Pimpinan

    Sebenarnya tidak diperlukan adanya seorang pimpinan formal dalam

    kelompok belajar. Namun demikian, berdasarkan pengalaman penulis, di

    Indonesia di mana ada kelompok selalu saja diperlukan seorang

    pimpinan.

    Agar terjadi proses belajar sebagai pemimpin yang merata, kepemimpinan

    kelompok dapat dirotasi setiap semester atau setiap bulan tergantung

    kebutuhan. Dengan demikian, ada kesempatan menjadi pemimpin bagi

    setiap dan semua anggota. Para mahasiswa dapat mempraktekkan

    kepemimpinan dalam kelompok. Fungsi kepemimpinan ini hanya terbatas

    untuk keperluan internal kelompok. Dalam diskusi kelas nantinya, setiap

    anggota kelompok mempunyai kedudukan yang sama. Mereka tidak

    terikat pada apa yang dibahas atau disepakati dalam kelompok.

    4. Konsensus

    Tidak dibutuhkan adanya konsensus atas setiap studi kasus yang dibahas

    dalam kelompok belajar. Bila terjadi perbedaan pendapat, hal ini harus

    dibiarkan terjadi. Setiap anggota kelompok berhak untuk mempunyai

    pandangan dan pendapatnya sendiri. Kekecualian dapat dibuat pada hal-

  • 21

    hal yang membutuhkan pendapat kelompok seperti pada tugas presentasi

    atau paper kelompok.

    5. Limit Waktu

    Seperti juga dalam kehidupan berorganisasi di dunia kerja nyata, maka

    waktu selalu merupakan sesuatu yang dianggap kurang. Namun demikian,

    kelompok belajar harus berusaha untuk mentaati waktu yang telah

    disepakati bersama. Dalam banyak diskusi kasus dalam kelompok belajar,

    selalu dirasakan kurangnya waktu. Para mahasiswa harus belajar untuk

    menyudahi tugas dalam batas waktu yang ditentukan. Ini juga merupakan

    realita dalam dunia kerja nyata (perusahaan) di mana para manajer selalu

    merasa kurangnya waktu. Namun, para manajer harus membuat

    keputusan dan memenuhi berbagai tenggat-waktu yang dituntut

    organisasi.

    Proses Kelompok Belajar

    Apa yang terjadi dalam kelompok belajar?

    Mengingat keterbatasan waktu untuk kelompok belajar, maka

    diskusi yang dilakukan dalam tahapan ini hendaknya dibatasi untuk hal-hal

    berikut:

    1. Isu atau Masalah Utama

    Perlu dibahas pandangan setiap anggota kelompok mengenai apa saja isu

    atau masalah utama studi kasus yang dibahas kelompok belajar. Satu-

    satunya konsensus yang harus dicapai adalah mengenai apa yang menjadi

    isu atau masalah utama dalam kasus. Sedangkan mengenai solusi atas isu

    atau masalah tersebut tidak perlu dicapai konsensus. Biarkan setiap

    anggota mempunyai pendapatnya sendiri mengenai solusi tersebut.

    Ini merupakan bagian penting dalam proses pembelajaran bagi para

    mahasiswa.

    2. Analisis dan Solusi

    Para anggota kelompok membahas analisis mereka masing-masing dan

    solusi atas masalah dalam kasus. Pertukaran pendapat dilakukan untuk

    memperjelas posisi masing-masing. Di sini setiap anggota kelompok

  • 22

    mempertahankan pandangan dan posisi masing-masing dan berusaha

    meyakinkan anggota lainnya.

    Kemampuan interpersonal dan komunikasi dibentuk dalam proses

    pertukaran pendapat ini.

    Dalam tahap ini biasanya terjadi debat seru karena munculnya berbagai

    sudut pandang dalam melihat isu atau masalah dalam sebuah studi kasus.

    3. Kesulitan-kesulitan

    Seringkali data atau informasi dalam studi kasus sulit ditafsirkan. Diskusi

    kelompok dimaksud untuk membantu memperjelas kesulitan yang

    dihadapi anggota kelompok dalam membaca atau menafsirkan informasi

    yang diberikan dalam studi kasus.

    4. Antisipasi Diskusi Kelas

    Diskusi kelompok juga dapat digunakan untuk mengantisipasi diskusi

    yang akan terjadi nanti dalam kelas. Lewat diskusi kelompok, para

    anggota kelompok membahas semua pertanyaan-untuk-diskusi yang

    diberikan oleh dosen. Ini akan membantu para mahasiwa mengantisipasi

    diskusi kelas.

    Masalah Kelompok Belajar dan Cara Mengatasinya

    Pendapat Sigmund Freud benar sekali bahwa kelompok dapat

    menghasilkan yang terbaik dan yang terburuk. Yang terbaik yang dapat terjadi

    adalah bahwa kelompok dapat menghasilkan lebih banyak, lebih kreatif, dan

    lebih banyak informasi. Tetapi yang terburuk dari kelompok adalah pemborosan

    waktu secara sia-sia, dan menjadi arena bagi konflik interpersonal.

    Berbagai masalah dapat timbul dalam suatu kelompok belajar.

    Berdasarkan pengalaman dan pengamatan penulis, masalah tersebut berkisar

    pada:

    1. Mismanajemen Waktu

    Diskusi kelompok seringkali menghabiskan waktu tidak sedikit. Kelompok

    belajar tidak mempunyai kemampuan untuk menentukan limit dan

    berpegang pada waktu yang telah ditentukan bersama. Bila sebuah

    pertemuan kelompok membutuhkan waktu satu jam untuk setiap studi

    kasus, maka dalam keseluruhan program MBA/MM dihabiskan waktu

  • 23

    empat ratusan sampai enam ratusan jam.

    Pemborosan waktu dapat terjadi ketika kelompok membahas fakta yang

    sebenarnya sudah jelas sekali dan tidak membutuhkan diskusi.

    Bisa terjadi debat bertele-tele dan tidak produktif.

    2. Kurang Persiapan

    Masalah umum yang kerapkali terjadi adalah kurangnya persiapan para

    anggota kelompok. Masalah ini terjadi pada program yang

    diselenggarakan sore/malam hari setelah jam kerja. Ketiadaan waktu

    tidak memungkinkan terjadinya proses belajar kelompok. Kalaupun

    terjadi, para mahasiswa datang dengan persiapan amat minim. Akibat

    kurangnya persiapan adalah mutu proses belajar yang dicapaipun kurang

    optimal. Kurangnya persiapan seorang anggota juga dapat menimbulkan

    frustrasi bagi anggota kelompok lainnya. Mereka merasa dirugikan karena

    adanya parasit dalam kelompok.

    3. Masalah Interpersonal

    Kelompok belajar yang terdiri mahasiswa dengan beragam latarbelakang

    (pendidikan, pengalaman, dan lain-lain) merupakan sumber yang dapat

    menimbulkan masalah.

    Berbagai masalah interpersonal dapat terjadi yang mempengaruhi kinerja

    kelompok belajar secara keseluruhan seperti (a) apatisme sebagian

    anggota kelompok, (b) penyerangan seorang anggota oleh anggota lain,

    dan (c) pertengkaran tiada henti, (d) dominasi oleh seorang anggota

    kelompok, dan (e) membawa kelompok keluar dari pembahasan kasus.

    4. Kurangnya Komitmen

    Komitmen para mahasiswa anggota kelompok belajar merupakan conditio

    sine qua non, syarat mutlak bagi keberhasilan upaya berkelompok.

    Kurangnya komitmen para anggota kelompok dapat menyebabkan tidak

    berfungsinya proses belajar dalam kelompok.

    Komitmen yang wajib dimiliki semua mahasiswa adalah komitmen waktu

    untuk hadir dalam kelompok belajar dan untuk memberikan kontribusi

    bagi proses belajar kelompok.

    Ada beberapa cara untuk mengatasi hal-hal di atas:

  • 24

    1. Dari waktu-ke-waktu, proses belajar dalam kelompok perlu dibicarakan

    kembali. Ini perlu agar berbagai ketidak-puasan dengan proses yang

    terjadi dapat ditangani sebelum berlarut-larut.

    2. Diskusikan kembali norma kelompok belajar.

    Tentukan norma belajar yang baik dan ditaati oleh semua anggota

    kelompok belajar. Percuma membuat norma yang muluk-muluk seperti

    kebiasaan kita di Indonesia- namun kita tidak bisa menjalaninya. Tentu

    perlu ditegakkan norma-norma yang mencerminkan nilai-nilai unggul

    universal seperti komitmen, ketepatan waktu, dan sebagainya.

    3. Jangan tolerir perilaku tidak baik anggota kelompok. Anda harus berani

    untuk tidak menerima perilaku anggota kelompok yang dapat

    mengganggu proses belajar kelompok. Suarakan ketidak-senangan Anda

    kepada anggota kelompok lainnya.

    4. Jangan berusaha untuk menanggung sendiri kinerja kelompok Anda.

    Tanggungjawab itu harus berada pada setiap anggota kelompok.

    5. Anda harus mempunyai sikap terbuka dan dapat menerima pandangan

    orang lain.

    6. Cari nasihat dari luar bila Anda menemui jalan buntu: teman lain atau

    bahkan dosen atau pimpinan sekolah.

    7. Jangan segan untuk meminta seorang anggota kelompok untuk

    meninggalkan kelompok bila sudah tidak bisa memperbaiki diri atau

    sudah tidak cocok lagi dengan anggota kelompok lainnya.

    Diskusi Kelas

    Diskusi kelas yang dipandu dosen merupakan kulminasi proses

    belajar dalam Metode Kasus. Kalau dalam dua tahapan pertama belajar mandiri

    dan belajar dalam kelompok- mahasiswa belajar sendiri dan belajar bersama

    sesama mahasiswa dalam kelompok belajar, maka dalam diskusi kelas ada peran

    dosen yang memfasilitasi diskusi bersama seluruh mahasiswa dari berbagai

    kelompok belajar lainnya.

  • 25

    Dalam Bab 7 secara terpisah dibahas proses yang terjadi dalam

    diskusi kelas dan peran dosen dalam diskusi kelas tersebut. Dalam bagian ini

    hanya akan dibahas apa yang terjadi dalam diskusi kelas dipandang dari sudut

    mahasiswa.

    Proses Diskusi kelas

    Walaupun diskusi kelas mempunyai beragam variasi, namun ada

    benang merah dari sebuah diskusi kelas yang baik. Proses yang umum terjadi

    dalam diskusi kelas adalah sebagai berikut:

    1. Sebelum Kelas Mulai

    Umumnya mahasiswa saling bercengkerama dengan sesamanya. Pada

    kesempatan ini mereka dapat saja menyinggung isu kasus ataupun

    masalah lain yang sedang hangat terjadi dalam masyarakat. Hal ini

    terjadi beberapa menit sebelum kelas dimulai.

    2. Introduksi

    Sebelum sampai pada pembahasan kasus, biasanya dosen memulai

    kelas dengan memberikan ucapan selamat datang (terutama bila

    merupakan sesi pertama), memberitahukan pengumuman (ujian,

    penugasan, libur, dan lain-lain), memberikan ucapan selamat hari raya

    (kalau ada) Galungan, Idul Fitri, Natal, Waisak, dan lain-lain,

    meninjau (review) sesi lalu -terutama bila studi kasus yang akan

    dibahas berhubungan dengan studi-kasus studi-kasus sebelumnya-,

    ataupun lelucon ringan untuk untuk mencairkan suasana kelas.

    3. Diskusi Kasus

    Setelah melakukan introduksi singkat dan santai, baru dimulai

    pembahasan studi kasus. Pembahasan sebuah studi kasus umumnya

    mempunyai urutan sebagai berikut:

    a. Permulaan

    Banyak dosen yang memulai diskusi kasus dengan mengajukan

    pertanyaan seperti:

    i. Bila anda adalah Mr X (tokoh utama dalam kasus),

    apakah yang akan anda lakukan?

  • 26

    ii. Sependapatkah anda dengan Mr X (tokoh utama dalam

    kasus)?

    iii. Apakah penilaian anda terhadap keputusan Mr X (tokoh

    utama dalam kasus)?

    iv. Apakah kecenderungan industri Y akan berlanjut seperti

    yang telah terjadi selama ini?

    Setelah pertanyaan tersebut di atas dijawab mahasiswa,

    biasanya dosen melanjutkan dengan pertanyaan Mengapa anda

    berpendapat demikian. Penulis selalu mengajukan perrtanyaan

    mengapa ini kepada para mahasiswa. Para mahasiswa

    biasanya mengajukan beragam jawaban yang menjadi bahan

    diskusi lanjutan.

    b. Identifikasi Isu

    Setelah diskusi permulaan, diskusi berlanjut membahas isu

    yang terdapat dalam kasus: enjadi isu mendesak (immediate

    issue) dan isu mendasar (basic issue).

    Contoh isu mendesak misalnya adalah merosotnya laba

    perusahaan. Sedangkan isu mendasarnya adalah penyebab

    merosotnya laba seperti ketidakmampuan perusahaan untuk

    menawarkan produk yang mampu bersaing di pasar atau

    membengkaknya biaya perusahaan.

    c. Analisis Data Kasus

    Sebagai konsekuensi logis identifikasi isu maka diskusi pun

    memasuki tahapan analisis data yang terdapat dalam studi

    kasus yang tengah dibahas. Dalam tahapan diskusi ini para

    mahasiswa diharapkan untuk menyajikan data atau informasi

    kasus untuk menunjang pendapatnya pada saat

    mengidentifikasi isu. Mahasiswa menggunakan data dalam

    kasus untuk membangun argumen sebab-akibat dari isu yang

    dihadapi dalam kasus.

    Pada tahapan ini, berbagai perangkat analisis digunakan. Dalam

    kasus merosotnya laba perusahaan karena ketidakmampuan

  • 27

    menghasilkan produk yang bersaing di pasar dapat digunakan

    misalnya kerangka analisis balanced scorecard.23 Produk yang

    tidak bersaing karena lemahnya program riset dan

    pengembangan yang disebabkan karena berbagai proses bisnis

    perusahaan yang tidak mendukung.

    d. Alternatif dan Keputusan

    Pada kasus yang menyangkut pembuatan keputusan, dalam

    tahapan ini terjadi diskusi mengenai berbagai alternatif yang

    dapat digunakan untuk memecahkan masalah dalam kasus.

    Dalam proses memilih alternatif, para mahasiswa akan

    berdiskusi mengembangkan kriteria keputusan.

    e. Implementasi

    Bila implementasi merupakan sasaran belajar (learning

    objective) sebuah kasus, maka harus disediakan waktu untuk

    membahas rencana aksi (action plan) untuk melaksanakan

    keputusan yang diambil. Dalam kasus yang tidak menekankan

    implementasi, bila waktu memungkinkan secara sekilas dibahas

    rencana implementasi.

    4. Penutup

    Tahapan akhir dalam diskusi kelas ini merupakan resume diskusi yang

    telah berlangsung selama ini dalam kelas.

    Dalam tahapan ini dapat terjadi beberapa hal:

    a. Lessons Learned

    Ini merupakan favorit penulis. Setelah berdiskusi selama

    hampir 90 menit, penulis biasanya menanyakan kepada para

    mahasiswa apa saja pelajaran yang mereka peroleh dalam

    membahas studi kasus tersebut. Mengingat belajar individual

    sifatnya, maka dapat terjadi perbedaan besar dari komentar

    para mahasiswa mengenai apa yang telah mereka pelajari dari

    diskusi studi kasus.

    23

    Kaplan, R. S., & Norton, D.P. (1996). The Balanced Scorecard: Translating Strategy Into

    Action. Boston, MA: Harvard Business School Press.

  • 28

    b. Framework

    Bila penting sekali, dosen dapat meringkas framework penting

    yang terdapat dalam studi kasus yang baru dibahas.

    c. What Really Happened

    Kadang-kadang, dosen memberitahukan mahasiswa apa yang

    dilakukan oleh Mr X dalam kasus. Namun perlu diingat bahwa

    yang dilakukan Mr X bukanlah merupakan the single best

    answer, melainkan salah satu alternatif saja.

    Biasanya bagian ini merupakan bagian yang dinantikan para

    mahasiswa. Mereka ingin mengetahui apa yang dilakukan oleh

    manajer dalam studi kasus yang baru saja mereka bahas.

    Partisipasi Efektif

    Agar terjadi pembelajaran optimal, maka setiap mahasiswa harus

    berpartisipasi secara efektif dalam sebanyak mungkin diskusi kelas. Lewat

    kontribusi para mahasiswa, maka proses pembelajaran akan optimal.

    Berpartisipasi secara efektif dalam diskusi kelas bukan hanya

    memberikan kontribusi dalam diskusi, tetapi juga mendengar secara aktif dan

    melakukan refleksi terhadap setiap percakapan dalam diskusi.

    Beberapa hal yang dapat dilakukan seorang mahasiswa dalam

    berpartisipasi secara efektif adalah:

    1. Kontribusi Isi

    Dari proses belajar mandiri dan belajar kelompok seorang mahasiswa

    menguasai isi studi kasus. Kontribusi isi berupa pernyataan fakta yang

    membedakannya dengan opini bila opini tidak konsisten dengan fakta-.

    Mahasiswa dapat memberikan kontribusi isi melalui berbagai analisis,

    perhitungan, dan asumsi yang masuk akal termasuk dalam kategori

    kontribusi isi.

    2. Kontribusi Proses

    Dalam melakukan kontribusi proses, seorang mahasiswa dapat

    melakukan hal hal seperti: mengajukan pertanyaan untuk memperjelas

  • 29

    suatu pernyataan, usul agar bagian tertentu dapat didiskusikan lebih

    mendalam, menghubungkan berbagai bagian diskusi sehingga

    membentuk gambaran lebih lengkap, atau membuat ringkasan atas hasil

    diskusi yang terjadi.

    3. Mengangkat Tangan

    Umumnya mahasiswa diharapkan untuk mengangkat tangan mereka bila

    ingin berpartisipasi. Hal ini terutama dilakukan bila anda merasa bahwa

    anda harus turun tangan pada saat tertentu baik karena gagasan anda

    maupun karena diskusi yang telah melenceng dari tujuan. Namun

    demikian, bisa saja dosen meminta anda berpartisipasi tanpa tanda

    angkat tangan anda. Anda harus siap untuk menghadapi situasi ini.

    4. Kuantitas versus Kualitas

    Banyak mahasiswa beranggapan bahwa berpartisipasi efektif adalah

    berpartisipasi sesering mungkin. Anggapan ini jelas keliru karena

    partisipasi efektif tidak ditentukan oleh seringnya berkomentar namun

    pada kualitas komentar yang diberikan dalam diskusi kelas.

    Dalam diskusi kelas yang bervariasi antara 75-90 menit, berdasarkan

    pengamatan penulis dari kelas yang melebihi 30 mahasiswa- paling

    hanya 20 sampai 25 orang saja yang berbicara dalam diskusi. Karena itu

    kualitas kontribusi jauh lebih penting daripada frekuensi atau kuantitas

    kontribusi.

    5. Benar dan Salah

    Salah satu penghalang partisipasi mahasiswa dalam diskusi kelas adalah

    ketidakpastiannya akan yang benar dan yang salah. Mahasiswa kuatir

    kalau-kalau kontribusinya ternyata salah. Kita harus menerima kenyataan

    bahwa kita tidak dapat benar setiap kali melakukan kontribusi. Menurut

    penulis, kita mungkin mendapat lebih banyak belajar dari kesalahan.

    Menarik sekali apa yang dikatakan Roland Christensen dari Harvard In

    the discussion process, wrong can be more helpful than right; an

  • 30

    obtuse statement can spark a charged, enlightening debate that

    straightforward analysis could never provide24.

    Jadi, seorang mahasiswa tidak perlu kuatir berbuat salah dalam kelas.

    Sebaliknya ia harus melihat diskusi kelas sebagai laboratorium dengan

    risiko kecil agar ia dapat menghindari kesalahan dalam kehidupan

    berorganisasi yang sebenarnya dalam dunia nyata.

    Partisipasi Inefektif

    Kalau bagian di atas memberikan beberapa petunjuk agar

    mahasiswa dapat berpartisipasi secara efektif dalam diskusi kelas, maka dalam

    bagian ini dibahas beberapa hal mengenai partisipasi inefektif:

    1. Pengulangan Fakta

    Seringkali mahasiswa masuk perangkap pengulangan fakta kasus yang

    tidak perlu dilakukannya. Hal ini paling sering dilakukan mahasiswa.

    Pengulangan fakta hanya dilakukan dalam kaitan untuk mendukung

    argumentasi.

    2. Pengulangan Komentar Mahasiswa Lain

    Hal ini juga sering terjadi. Pengulangan boleh dilakukan tetapi dengan

    memberikan alasan berbeda dengan yang sudah dikemukakan

    sebelumnya. Pendapat kita dapat saja sudah didahului orang lain dalam

    diskusi kelas. Namun, merupakan kewajiban kita untuk memberikan

    perspektif lain yang mendukung pernyataan yang sudah disebutkan

    mahasiswa lain. Bila sekedar pengulangan pendapat saja, maka partisipasi

    menjadi tidak efektif.

    3. Asumsi Tidak Realistis

    Penggunaan asumsi yang tidak realistis juga merupakan partisipasi yang

    tidak produktif. Dalam membuat asumsi, seorang mahasiswa tentu saja

    dapat kreatif. Namun hal tersebut harus dilakukan sejauh masih dalam

    batas-batas akal sehat.

    24

    Christensen, C. R., Garvin, D.A., & Sweet, A. (1991). Education for Judgment: The Artistry

    of Discussion Leadership. Boston, MA: Harvard Business School Press, halaman 106

  • 31

    Membuat asumsi, misalnya, bahwa dalam setahun pemerintahan baru

    akan mampu membalik keadaan ekonomi dari buruk menjadi istimewa

    adalah sesuatu yang tidak realistis.

    4. Penyimpangan

    Membuat komentar yang menyimpang dan tidak terkait dengan diskusi

    kasus adalah sesuatu yang tidak efektif. Bukan hanya hal ini akan

    menghabiskan waktu diskusi yang memang sudah terbatas, tetapi

    penyimpangan dapat menimbulkan frustrasi para mahasiswa dalam kelas

    sehingga dapat merusak suasana. Mahasiswa yang mempunyai

    pengalaman relatif banyak kerapkali merujuk kepada pengalamannya.

    Namun bila rujukan tersebut tidak nyambung dengan diskusi kelas,

    maka hal itu tidak efektif.

    Refleksi Setelah Diskusi Kelas

    Setelah diskusi kelas berakhir, masih ada lagi proses belajar yang

    harus dilakukan seorang mahasiswa secara pribadi yaitu melakukan refleksi atas

    diskusi kelas yang baru usai.

    Refleksi adalah sebuah proses mental yang menantang para

    mahasiswa untuk berpikir secara kritis dalam menguji informasi, menyoal

    keabsahan informasi tersebut, untuk kemudian membuat kesimpulan

    berdasarkan hal tersebut. Dalam refleksi, seorang mahasiswa menghubungkan

    apa yang baru dialaminya dengan yang pernah dialami sebelumnya. Dalam

    proses ini mahasiswa akan mencari kesamaan, perbedaan, dan kesaling-terkaitan

    melebihi apa yang nampak.25 Tanpa refleksi, maka pembelajaran berakhir tanpa

    reorganisasi pemikiran yang mestinya terjadi pada pembelajaran yang mendalam

    (deep learning). Refleksi memungkinkan seorang mahasiswa menghadapi

    pembelejaran yang lebih baik di masa yang akan datang. Karena belajar adalah

    25

    Dewey, J. (1933). How We Think: A Restatement of the Relation of Reflective Thinking to the Educative

    Process. Boston, MA: DC Heath. Dewey di anggap penggagas refleksi dalam abad modern. Sebelumnya

    tentu saja para filsuf seperti Plato, Aristoteles, dan Confucius sudah mengutarakannya.

  • 32

    proses tanpa akhir, maka refleksi mempunyai peran penting dalam

    meningkatkan kualitas pembelajaran. Refleksi mengenai apa yang baru saja

    didiskusikan dalam kelas merupakan hal penting untuk meingkatkan

    pembelajaran. Bahkan ada yang menganggapnya esensial.26

    Apa saja yang baru dipelajari dari diskusi kelas yang baru saja usai?

    Dari segi isi yang anda pelajari? Apa bedanya dengan pengalaman saya selama

    ini? Apa saja yang anda lakukan dan bagaimana anda menilai itu? Bagaimana

    anda menilai efektifitas diskusi kelompok? Apa saja dari diskusi kelas tadi yang

    membuka mata Anda? Penemuan (discovery) apa saja yang terjadi dalam

    diskusi kelas yang tidak anda dapati ketika belajar mandiri dan diskusi

    kelompok?

    Seperti dikatakan Abel, diskusi sebuah studi kasus merupakan

    perjalanan penemuan (voyage of discovery). Tentunya penemuan ini bersifat

    sangat pribadi. Penemuan Anda tidaklah harus sama dengan penemuan

    mahasiswa lainnya. Setiap pembelajaran bersifat pribadi.

    26

    Rosier, G. Improving the Case Method: Incorporating Reflection after the Discussion. Sydney,

    NSW: The University of Western Sydney.