bab 5 kelapa sawit di kampung workwana...kelapa sawit di kampung workwana 155 merauke, 191.274 h...

56
151 BAB 5 KELAPA SAWIT DI KAMPUNG WORKWANA Sajian berikut ini berisikan beberapa hal berkaitan dengan keberadaan kelapa sawit sebagai komoditi andalan nasional dan perkembangannya di Papua. Penjelasan ini dimulai dengan membuat gambaran umum perkembangan usaha kelapa sawit di Papua, secara khsusus di Kabupaten Keerom, Distrik Arso, Kampung Workwana. Selain itu akan disampaikan juga pengalaman hidup masyarakat terkait dengan dampak kelapa sawit terhadap kesejahteraan mereka di Workwana. Pada bagian akhir akan dibahas pula berbagai permasalahan yang muncul berkaitan dengan usaha kelapa sawit di Kampung Workwana. Kelapa Sawit di Indonesia Sebelum berbicara mengenai kelapa sawit di Papua, secara singkat dibahas di sini sejarah kelapa sawit (Elaeis guineensis) di Indonesia. Dari beberapa sumber diketahui bahwa ada dua jenis kelapa sawit yang berkembang di Indonesia yaitu Elaeis melanococca atau Elaeis olivera, berasal dari Amerika Selatan dan Elaeis guineensis berasal dari Afrika. Indriarta (2007) dan Putranto Adi (2012) menyatakan bahwa banyak ditemukan di Indonesia kelapa sawit berdasarkan varietasnya 10 10 Berdasarkan ketebalan tempurung ada varietas Dura, varietas Psifera dan varietas Tenera.Varietas Dura, mempunyai ketebalan tempurung antara 2 mm- 8 mm dan mempunyai kandungan minyak rendah (17%-18%), serta dalam persilangan biasa dipakai sebaga ipohon induk betina. Varietas Psifera mempunyai tempurung sangat tipis dan kandungan minyak tinggi, dipakai dalam persilangan sebagai pohon jantan. Sedangkan varietas Tenera merupakan hasil persilangan dari varietas duradan psifera.Varietas ini banyak di tanam di Indonesia, dengan ketebalan tempurung 0,5 mm – 4 mm, dan kandungan minyak 22 – 24 %. Sedangkan dari segi warna kulit, ada

Upload: others

Post on 25-Oct-2020

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB 5 KELAPA SAWIT DI KAMPUNG WORKWANA...Kelapa Sawit di Kampung Workwana 155 Merauke, 191.274 h ektare, dan di Lereh Kabupaten Jayapura seluas 70.267 hektare. Untuk wilayah Kabupaten

151

BAB 5

KELAPA SAWIT DI KAMPUNG WORKWANA

Sajian berikut ini berisikan beberapa hal berkaitan dengan

keberadaan kelapa sawit sebagai komoditi andalan nasional dan

perkembangannya di Papua. Penjelasan ini dimulai dengan membuat

gambaran umum perkembangan usaha kelapa sawit di Papua, secara

khsusus di Kabupaten Keerom, Distrik Arso, Kampung Workwana.

Selain itu akan disampaikan juga pengalaman hidup masyarakat terkait

dengan dampak kelapa sawit terhadap kesejahteraan mereka di

Workwana. Pada bagian akhir akan dibahas pula berbagai

permasalahan yang muncul berkaitan dengan usaha kelapa sawit di

Kampung Workwana.

Kelapa Sawit di Indonesia

Sebelum berbicara mengenai kelapa sawit di Papua, secara

singkat dibahas di sini sejarah kelapa sawit (Elaeis guineensis) di

Indonesia. Dari beberapa sumber diketahui bahwa ada dua jenis kelapa

sawit yang berkembang di Indonesia yaitu Elaeis melanococca atau

Elaeis olivera, berasal dari Amerika Selatan dan Elaeis guineensis berasal dari Afrika.

Indriarta (2007) dan Putranto Adi (2012) menyatakan bahwa

banyak ditemukan di Indonesia kelapa sawit berdasarkan varietasnya10

10Berdasarkan ketebalan tempurung ada varietas Dura, varietas Psifera dan varietas Tenera.Varietas Dura, mempunyai ketebalan tempurung antara 2 mm- 8 mm dan mempunyai kandungan minyak rendah (17%-18%), serta dalam persilangan biasa dipakai sebaga ipohon induk betina. Varietas Psifera mempunyai tempurung sangat tipis dan kandungan minyak tinggi, dipakai dalam persilangan sebagai pohon jantan. Sedangkan varietas Tenera merupakan hasil persilangan dari varietas duradan psifera.Varietas ini banyak di tanam di Indonesia, dengan ketebalan tempurung 0,5 mm – 4 mm, dan kandungan minyak 22 – 24 %. Sedangkan dari segi warna kulit, ada

Page 2: BAB 5 KELAPA SAWIT DI KAMPUNG WORKWANA...Kelapa Sawit di Kampung Workwana 155 Merauke, 191.274 h ektare, dan di Lereh Kabupaten Jayapura seluas 70.267 hektare. Untuk wilayah Kabupaten

TERMARJINALISASI KELAPA SAWIT Resistensi dan Coping Orang Workwana Papua

152

baik menurut ketebalan tempurung dan daging maupun dari segi

warna kulit. Keduanya juga menjelaskan bahwa kelapa sawit mulai

diperkenalkan di Indonesia oleh Pemerintah Belanda pada tahun 1848,

sebagai tanaman hias. Di masa itu ada empat batang bibit kelapa sawit

yang ditanam di Kebun Raya Bogor, masing-masing dua bibit dari

Bourbon, Mauritius dan dari Hortus Botanicus, Amsterdam Belanda.

Pembudidayaan kelapa sawit sebagai tanaman komersial baru

dilakukan pada tahun 1911 (Sibuea, 2014).

Sumber: Foto B. Renwarin, 2015

Gambar 5.1 Buah Tandan Kelapa Sawit Segar

Sibuea mengungkapkan pada tahun 1919, pada masa

penjajahan Belanda, Indonesia pertama kali mengekspor kelapa sawit

sebanyak 576 ton dan pada tahun 1923 sebanyak 850 ton. Usaha ini

terus berkembang secara signifikan terlihat dari data pada tahun 1940,

di mana Indonesia mampu mengekspor 250.000 ton minyak kelapa

sawit. Akan tetapi pada masa penjajahan Jepang yakni pada tahun

1948/1949, produksi minyak kelapa sawit di Indonesia hanya mencapai

56.000 ton karena terjadi penyusutan lahan sebesar 16% dari total luas

lahan yang ada. Setelah Belanda dan Jepang meninggalkan Indonesia

tahun 1957, Pemerintah Indonesia mengambil alih perkebunan kelapa

varietas nigrescens (ketika mentah berwarna ungu sampai hitam, matang berwana merah-kuning) banyak ditemukan di Indonesia. Varietas virescens (mentah berwarna hijau, matang berwarna jingga kemerahan dan ujungnya berwarna hijau), jarang dijumpai di lapangan. Dan varietas albencens (mentah warna kuning pucat dan keputihan, matang kekuning-kuningan dengan ujungnya ungu kehitaman), tidak ditemukan di lapangan karena kurang dibudidayakan.

Page 3: BAB 5 KELAPA SAWIT DI KAMPUNG WORKWANA...Kelapa Sawit di Kampung Workwana 155 Merauke, 191.274 h ektare, dan di Lereh Kabupaten Jayapura seluas 70.267 hektare. Untuk wilayah Kabupaten

Kelapa Sawit di Kampung Workwana

153

sawit . Karena alasan politik dan keamanan agar produksi berjalan baik,

pemerintah menempatkan perwira militer di setiap jenjang manajemen

perkebunan dan membentuk kelompok buruh militer (BUMIL) sebagai

wujud kerja sama antara buruh perkebunan dan militer. Namun

dampak perubahan manajemen dalam perkebunan dan kondisi sosial

politik serta keamanan dalam negeri yang tidak kondusif,

menyebabkan produksi kelapa sawit menurun lagi sehingga posisi

Indonesia sebagai pemasok minyak kelapa sawit dunia terbesar digeser

oleh Malaysia. Kemudian pada masa Orde Baru, pembangunan

perkebunan kelapa sawit diarahkan kembali untuk menciptakan

kesempatan kerja, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, sebagai

sektor penghasil devisa negara. Maka pemerintah terus mendorong

pembukaan lahan baru untuk perkebunan kelapa sawit di seluruh

Indonesia. Menurut sumber tersebut pada tahun 1980, luas lahan

perkebunan kelapa sawit mencapai 294.560 hektare dengan produksi

Crude Palm Oil (CPO) sebesar 721.172 ton. Sejak itu lahan perkebunan

kelapa sawit Indonesia berkembang pesat sebagai perkebunan rakyat.

Pada tahun 2012, Indonesia menjadi produsen kelapa sawit berbentuk

CPO terbesar di dunia, sebesar 45% dari keluaran global

(http://www.petanihebat.com/2013/11/sejarah-kelapa-sawit.html,

diunduh 27 Juni 2015). Menurut data Bank Indonesia dari sumber yang

didapat menyebutkan, pendapatan ekspor kelapa sawit untuk

Indonesia sebesar US$ 18 miliar dan pendapatan dari pajak ekspor

sebesar US$ 2,8 miliar. Karena itu menurut Krystof Obidzinki, peneliti

senior dari Center for International Forestry Research (CIFOR), kelapa

sawit mempunyai kontribusi terhadap pembangunan infrastruktur dan

pengentasan kemiskinan di Indonesia. Sehingga pemerintah

merencanakan akan memperluas perkebunan kelapa sawit menjadi 4

juta hektare dalam 10 (sepuluh) tahun ke depan. Papua merupakan

target utama ekspansi kelapa sawit karena di daerah lain seperti

Sumatera dan Kalimatan lahan yang tersedia terbatas

(http://blog.cifor.org/22628/rencana-perkebunan-kelapa-sawit-di-

papua-mungkin-akan-lebih-menguntungkan-para-migran-ketimbang-

penduduk-lokal-laporan#,VY-O1K789dg., diunduh 27 Juni 2015).

Page 4: BAB 5 KELAPA SAWIT DI KAMPUNG WORKWANA...Kelapa Sawit di Kampung Workwana 155 Merauke, 191.274 h ektare, dan di Lereh Kabupaten Jayapura seluas 70.267 hektare. Untuk wilayah Kabupaten

TERMARJINALISASI KELAPA SAWIT Resistensi dan Coping Orang Workwana Papua

154

Pada awal tahun 1980-an, tanaman kelapa sawit digelar sebagai

komoditi primadona karena memberi keuntungan yang melimpah

sehingga dilakukan perluasan areal perkebunan kelapa sawit secara

besar-besaran di seluruh Indonesia. Bila sebelum Perang Dunia ke II,

Sumatera Utara dan Aceh adalah penghasil minyak kelapa sawit

terbesar di dunia, tetapi setelah perang, Malaysia adalah penghasil

minyak kelapa sawit utama. Malaysia unggul sebagai penghasil kelapa

sawit karena Malaysia dapat mengelola perkebunan kelapa sawit secara

efisien dan didukung oleh penelitian serta pengembangan teknologi

yang mantap (http://www.petanihebat.com/2013/11/sejarah-kelapa-

sawit.html, diunduh 27 Juni 2015). Sampai tahun 2012 perkembangan

luas lahan perkebunan sawit di seluruh Indonesia mencapai 9,27 juta

hektare dan sedang diproyeksikan akan dikembangkan lagi menjadi 18

juta hektare sampai tahun 2020 (http://www.beritasatu.com/ekonomi/

248768-54-perusahaan-kembangkan-sawit-di-papua.html, diunduh27

Juni 2015).

Kelapa Sawit di Papua

Pengembangan perkebunan kelapa sawit di Papua dilakukan

oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) berdasarkan izin-izin resmi

pemerintah pusat, yang dapat dilihat pada Keputusan Menteri

Pertanian berikut.

Pengembangan lahan perkebunan kelapa sawit di Tanah Papua

dilaksanakan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian RI No.

851/Mentan/XI/1980, Tanggal 12 Oktober 1980 dan Surat Keputusan

Menteri Pertanian No 918/Mentan/XI/1981 Tanggal 28 Oktober 1981

serta Surat Keputusan Menteri Pertanian No 203/Mentan/III/1982

tentang Penugasan Perseroan Terbatas Perusahaan Nusantara II (PTPN

II) membangun perkebunan kelapa sawit di Arso Kabupaten Jayapura

dan Prafi Kabupaten Manokwari.

Berikut penulis sebutkan contoh tiga kabupaten di Provinsi

Papua yang lahan kelapa sawitnya sudah ditanami. Daerah-daerah

tersebut ialah Kabupaten Keerom, seluas 60.601 hektare, di Kabupaten

Page 5: BAB 5 KELAPA SAWIT DI KAMPUNG WORKWANA...Kelapa Sawit di Kampung Workwana 155 Merauke, 191.274 h ektare, dan di Lereh Kabupaten Jayapura seluas 70.267 hektare. Untuk wilayah Kabupaten

Kelapa Sawit di Kampung Workwana

155

Merauke, 191.274 hektare, dan di Lereh Kabupaten Jayapura seluas

70.267 hektare. Untuk wilayah Kabupaten Keerom sampai tahun 2015

sudah dibuka lahan kelapa sawit oleh 4 perusahaan, yaitu PTPN 2,

17.974 hektare, PT Bumi Irian Perkasa, 1.068 hektare, PT Victory

4.885 hektare dan PT Tandan Sawita 18.337 hektare [Franky & Morgan

(Penyunting), 2015]. Setelah sekian lama perkebunan kelapa sawit

beroperasi, hasil produksi sawit dari Provinsi Papua sampai tahun

2012, dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 5.1

Produksi Minyak Sawit di Provinsi Papua Tahun 2008-2012

No Tahun produksi Ton Keterangan

1. 2. 3. 4.

2008 2010 2011 2012

16.135 16.317 19.000 14.244

Sumber: http://regionalinvestment.bkpm.go.id/newsipid/commodityarea.php?ia=91&i

c=2 diunduh, 27 Juni 2015

Dalam perkembangannya kemudian World Wildlife Fund (WWF) Indonesia menyuguhkan data temuannya bahwa sampai tahun

2014, sebanyak 30 perusahaan tersebar di 7 (tujuh) kabupaten di

Provinsi Papua, telah mendapat izin prinsip Kementerian Kehutanan

dan sekitar 24 perusahaan memperoleh izin prinsip dari Kementerian

Pertanian untuk melakukan pengembangan usaha pengembangan

lahan perkebunan kelapa sawit di Provinsi Papua. Ketujuh kabupaten

dimaksud dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 5.2

Tujuh Kabupaten di Provinsi Papua yang Memperoleh Izin Prinsip Usaha dari

Menteri Kehutanan dan Menteri Pertanian R.I Sampai Tahun 2014

No Kabupaten Luas lahan usaha

1 2 3 4 5 6 7

Merauke Sarmi Kerom

Jayapura Nabire Mimika

Boven Digoel

150. 872 ha 71. 889 ha 18. 338 ha 99. 737 ha 17. 000 ha 77. 660 ha

385. 167 ha

Sumber:http://www.beritasatu.com/ekonomi/248768-54-perusahaan-kembangkan-

sawit-di-papua.html(diunduh 27 Juni 2015)

Page 6: BAB 5 KELAPA SAWIT DI KAMPUNG WORKWANA...Kelapa Sawit di Kampung Workwana 155 Merauke, 191.274 h ektare, dan di Lereh Kabupaten Jayapura seluas 70.267 hektare. Untuk wilayah Kabupaten

TERMARJINALISASI KELAPA SAWIT Resistensi dan Coping Orang Workwana Papua

156

Sehubungan dengan jenis penggunaan hutan, data Badan Pusat

Statistik (BPS) Kabupaten Keerom menunjukkan bahwa sejak tahun

2011, pengelompokkan penggunaan hutan di wilayah ini diatur sebagai

berikut.

Tabel 5.3

Jenis Penggunaan Hutan Kabupaten Keerom

No. Jenis Penggunaan Luas

1 2 3 4 5 6

Kawasan suaka alam Hutan Produksi terbatas Hutan lindung Hutan produksi konversi Hutan produksi Areal penggunaan lain Total

2.490,54 ha 168.959,03 ha 329.370,09 ha 216.814,75 ha 124.225,55 ha 100.300,35 ha

942.160,31 ha

Sumber: BPS Kabupaten Keerom 2013

BPS Kabupaten Keerom tahun 2013 juga memperlihatkan

bahwa luas lahan pemukiman penduduk di daerah ini hanya 686

hektare atau 0,08% dari total lahan bukan sawah. Luas lahan bukan

sawah yang sebagian besar masih berfungsi sebagai hutan, luasnya

841.701 hektare atau 97,29%. Sisa tanah yang telah dikelola sebagai

perkebunan besar 16.405 hektare atau 1,90% dan 4.056 hektare atau

0,47%, dikelola sebagai tempat kegiatan pertanian lahan kering. Data

ini mengindikasikan bahwa peluang pengembangan dan perluasan

usaha perkebunan industri seperti perkebunan kelapa sawit terus

terjadi dengan alasan luas lahan bukan sawah yang berfungsi sebagai

hutan ternyata masih cukup luas. Kecenderungan ini justru

menyebabkan hilangnya hutan tempat masyarakat setempat atau

penduduk asli Keerom mencari nafkah sebagaimana dikeluhkan

masyarakat selama ini di Kampung Arsokota, Workwana dan

kampung-kampung lain di Kabupaten Keerom.

PTPN II

Dari sejumlah ceritera masyarakat di Workwana dan Arsokota

diketahui bahwa ternyata pada masa Pemerintahan Belanda di Papua

Page 7: BAB 5 KELAPA SAWIT DI KAMPUNG WORKWANA...Kelapa Sawit di Kampung Workwana 155 Merauke, 191.274 h ektare, dan di Lereh Kabupaten Jayapura seluas 70.267 hektare. Untuk wilayah Kabupaten

Kelapa Sawit di Kampung Workwana

157

ada berbagai survey, dan wilayah Keerom dilihat sebagai salah satu

tempat yang cocok untuk pengembangan pertanian dan perkebunan,

sesuai dengan rencana percepatan pembangunan Papua oleh

Pemerintah Belanda. Menurut Meteray (2012,143-168), strategi

Belanda setelah Konferensi Meja Bundar (KMB) Tahun 1950 dibuatlah

perencanaan percepatan pembangunan Papua di bidang pemerintahan,

pendidikan dan ekonomi, untuk menghalangi niat Indonesia merebut

Papua. Setelah Papua menjadi bagian dari Indonesia, rencana tersebut

ditindaklanjuti oleh Pemerintah Provinsi Irian Jaya dan Kabupaten

Jayapura. Ketika Bapak Barnabas Youwe menjadi Bupati Jayapura,

mulailah ditindaklanjuti pengembangan daerah Keerom sebagai daerah

pertanian dan perkebunan. Sejalan dengan kepentingan politik

pembangunan di daerah perbatasan RI dan PNG, masuklah Perseroan

Terbatas Perkebunan Nusantara II (PTPN II) yang berpengalaman

mengelola kelapa sawit ke Keerom bersama dengan berbagai

perusahaan HPH yang mengelola hutan Keerom.

PTPN II sebagai perusahaan kelapa sawit di Keerom

merupakan BUMN yang sejak tahun 1980-an bergerak dalam

pengelolaan perkebunan kelapa sawit di Kecamatan Arso, yang

berpusat di Medan Sumatera Utara. Sesudah itu beberapa perusahaan

kelapa sawit lainnya menyusul masuk dan beroperasi di Kabupaten

Keerom.

Sejarah Berdirinya PTPN II

PTPN II dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No.

7 Tahun 1996, tanggal 14 Februari 1996 , tentang Peleburan

Perusahaan Persero PT Perkebunan II dan Perusahaan Persero PT

Perkebunan IX, menjadi Perusahaan Persero, PT Perkebunan

Nusantara II. BUMN ini merupakan penggabungan perusahaan

perkebunan di wilayah Sumatera Utara dari eks PTP II dan PTP IX.

Selain di Sumatera, perusahaan ini juga mengembangkan tanaman

kelapa sawit di wilayah Papua yaitu di Kabupaten Manokwari dan

Arso, Kabupaten Jayapura, sekarang Kabupaten Keerom. 90% saham

dalam PTPN II merupakan saham Pemerintah Indonesia yang

kemudian dialihkan ke PTPN III dan menjadikan PTPN III sebagai

Page 8: BAB 5 KELAPA SAWIT DI KAMPUNG WORKWANA...Kelapa Sawit di Kampung Workwana 155 Merauke, 191.274 h ektare, dan di Lereh Kabupaten Jayapura seluas 70.267 hektare. Untuk wilayah Kabupaten

TERMARJINALISASI KELAPA SAWIT Resistensi dan Coping Orang Workwana Papua

158

holding Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di bidang Perkebunan

(https://id.wikipedia.org/wiki/Perkebunan_Nusantara_II, diunduh 28

Juni 2015).

Visi dan Misi PTPN II

Visi PTPN II Tanjung Morawa (dalam, Rosariyanto dkk., 2008)

adalah turut melaksanakan dan menopang kebijaksanaan serta program

pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan nasional umumnya.

Secara khusus di sub sektor perkebunan dalam arti seluas-luasnya

PTPN II bertujuan memupuk keuntungan berdasarkan prinsip-prinsip

perusahaan yang sehat. Sedangkan Misi perusahaan ini adalah

profitisasi melalui pendayagunaan, pengelolaan perusahaan di bidang

perkebunan, dengan mengusahakan lima budidaya komoditi unggulan

yakni kelapa sawit, karet, kakao, tembakau dan tebu secara efisien,

ekonomis sehingga dapat mencapai produk yang memenuhi standar

kualitas yang dibutuhkan oleh konsumen, serta melakukan

diversifikasi usaha yang dapat mendukung kinerja perusahaan.

Pengelolaan produksi disesuaikan dengan perkembangan teknologi

yang berwawasan lingkungan, memiliki daya saing yang kuat, serta

meningkatkan kemitraan dengan petani untuk memenuhi pasar dalam

dan luar negeri guna kelangsungan usaha dalam mendukung pertanian

dan perkebunan.

Menurut penulis, visi dan misi tersebut di atas amat jelas

memperlihatkan bahwa PTPN II sebagai suatu perusahaan perkebunan

nasional, memberi perhatian utama pada aspek keuntungan (profit).

Dengan kata lain sebagai lembaga niaga PTPN II mempunyai target

yang harus dicapai sementara kepentingan pembangunan dan

pemberdayaan masyarakat sama sekali tidak digubris. Hal ini

mengindikasikan bahwa kepentingan petani sebagai pendukung utama

usaha perkebunan bukan menjadi bagian konkrit dari cita-cita yang

diperjuangkan perusahaan. Dengan kata lain visi dan misi tersebut

sesungguhnya memposisikan petani dan masyarakat setempat sebagai

alat bagi kepentingan perusahaan untuk mendapat keuntungan

sebesar-besarnya. Visi dan misi pembangunan seperti ini menurut

Baswir (2010) dapat dikatakan jauh dari semangat Pasal 33 Undang

Page 9: BAB 5 KELAPA SAWIT DI KAMPUNG WORKWANA...Kelapa Sawit di Kampung Workwana 155 Merauke, 191.274 h ektare, dan di Lereh Kabupaten Jayapura seluas 70.267 hektare. Untuk wilayah Kabupaten

Kelapa Sawit di Kampung Workwana

159

Undang Dasar (UUD) 1945, yang menempatkan kedaulatan rakyat dan

kesejahteraannya sebagai tujuan pembangunan ekonomi sebagai bangsa

Indonesia.

Komoditi yang Diusahakan

PTPN II sebagai perusahaan industri perkebunan

mengusahakan berbagai jenis komoditi, yaitu kelapa sawit, karet,

kakao, gula dan tembakau. Budidaya kelapa sawit diusahakan pada

areal seluas 85.988,92 hektare, karet 10.608,47 hektare dan kakao

seluas 1.981,96 hektare. Selain penanaman komoditi pada areal sendiri

plus inti, PTPN II juga mengelola areal plasma milik petani seluas

22.460,50 hektare untuk tanaman kelapa sawit. Di samping itu PTPN II

juga mengelola tanaman musiman yaitu tebu dan tembakau. Tanaman

tebu lahan kering ditanam pada areal seluas 13.226,48 hektare. PTPN II

Nusantara ini sampai sekarang masih mengelola kelapa sawit di

wilayah Keerom, khususnya Kampung Arsokota dan Workwana.

PTPN II merupakan satu-satunya perusahaan milik negara

yang tidak bergerak sendiri di bidang perkebunan kelapa sawit di

Papua. Dari sumber lain diperoleh informasi bahwa data tahun 2014,

mencatat ada sekitar 21 perusahaan telah beroperasi di Papua dalam

bidang pengelolaan kelapa sawit (http://ekuatorial.com/forests/oil-

palm-expansion-has-taken-its-toll-in-sorong-district#!/story=post-

10763, diunduh 31 Mei 2015). Selain perusahaan-perusahaan swasta

nasional terdapat juga perusahaan asing atau perusahaan swasta

nasional yang dimodali oleh perusahaan asing. Perusahaan-perusahaan

dimaksud adalah, perusahaan modal asing (PMA) Korindo Group, asal

Korea Selatan, yang sedang mengusahakan eks lahan pembalakan kayu

untuk perkebunan kelapa sawit di Boven Digoel. Selain Korindo

Group, Tadmax Group asal Malaysia dan Pacific Interlink asal Yaman

beroperasi juga di Boven Digoel. Kemudian,The Lion Group asal

Malaysia, Noble Group yang berkantor di Hongkong dan Carson Cumberbatch asal Sri Lanka mengelola perkebunan kelapa sawit di

Nabire. Sedangkan perusahaan kelapa sawit milik negara hanya satu

yakni PTPN II Arso. Sebelumnya PTPN II juga mengelola kelapa sawit

di Prafi, Manokwari, tapi kemudian pengelolaan kelapa sawit di Prafi

Page 10: BAB 5 KELAPA SAWIT DI KAMPUNG WORKWANA...Kelapa Sawit di Kampung Workwana 155 Merauke, 191.274 h ektare, dan di Lereh Kabupaten Jayapura seluas 70.267 hektare. Untuk wilayah Kabupaten

TERMARJINALISASI KELAPA SAWIT Resistensi dan Coping Orang Workwana Papua

160

ditangani perusahaan asal Cina, Yong Jing Investment (https://awasmifee.potager.org/?p=1198&lang=id, diunduh 31 Mei

2015).

Selanjutnya pada tahun 1992 PTPN II melaporkan bahwa luas

kebun petani plasma 3.600 hektare, luas kebun inti 2.162 hektare

sehingga total luas kebun yang ada 5.762 hektare. Dalam

perkembangan beberapa tahun setelah itu, sampai tahun 2006 PTPN II

telah menyampaikan data luas lahan panen seluruhnya 8.339 hektare,

terdiri dari luas panen kebun plasma 3.600 hektare, luas panen kebun

inti 1.871 hektare, luas panen KKPA (transmigrasi) 1.800 hektare dan

luas panen kebun Perusahaan Bumi Inti Perkasa (BIP) 1.068 hektare.

Namun data Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Keerom

menunjukkan luas lahan sawit PTPN II mencapai 11.921 hektare dan

luas panen sebesar 10.195 hektare.

Perbedaan data di atas menimbulkan perbedaan tafsiran.

Pertama, perusahaan tidak membeberkan secara terbuka seluruh luas

kebun kelapa sawit yang selama ini diusahakan berkaitan dengan

produksi dan pajak perusahaan; kedua, pemerintah daerah mencatat

apa adanya luas lahan dan luas panen sawit sesuai dengan kenyataan

lapangan yang ada dan izin-izin pembukaan lahan yang ada. Perbedaan

data seperti ini menurut Greenpeace Southeast Asia memperlihatkan

kurang transparannya pihak-pihak terkait termasuk pemerintah karena

tidak tersedia data mengenai konsesi kelapa sawit secara sentralistik

(http://image.greenpeace.or.id/indonesia-Map/, diunduh 3 Juni 2015).

Rosariyanto, dkk, (2008, 8), dalam laporan penelitiannya

menyebutkan pelaksanaan program perkebunan PTPN II

ditindaklanjuti dengan penyempurnaan perizinan usaha perkebunan

melalui Surat Keputusan (SK) Menteri Kehutanan dan Perkebunan

No.107/Kpts-II/1999. Dalam SK tersebut tertera pernyataan bahwa

usaha perkebunan merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang

berperan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani,

menyerap tenaga kerja, meningkatkan devisa dan pelestarian

lingkungan hidup serta sebagai instrumen pemerataan dan

pengembangan ekonomi rakyat. Pengembangan kelapa sawit didukung

Page 11: BAB 5 KELAPA SAWIT DI KAMPUNG WORKWANA...Kelapa Sawit di Kampung Workwana 155 Merauke, 191.274 h ektare, dan di Lereh Kabupaten Jayapura seluas 70.267 hektare. Untuk wilayah Kabupaten

Kelapa Sawit di Kampung Workwana

161

oleh program Perkebunan Inti Rakyat (PIR) yang melibatkan

masyarakat setempat sebagai petani (petani plasma). Padahal dalam

kenyataan program PIR di wilayah Arso dan Workwana sebagian besar

berisikan warga transmigrasi dari luar Papua. Hubungan kerja antara

petani plasma dan perusahaan perkebunan dijalin dalam suatu sistem

yang saling menguntungkan. Menurut hemat penulis yang menarik

untuk dipertanyakan ialah mengapa setelah kebun kelapa sawit

beroperasi 18 tahun, baru kemudian muncul penyempurnaan izin

usaha pelaksanaan perkebunan kelapa sawit yang dikeluarkan pada

tahun 1999. Tindakan seperti ini dapat dikatakan sebagai bentuk

derivasi dan akal-akalan terhadap kegiatan usaha perkebunan. Artinya

surat izin tersebut dikeluarkan untuk membenarkan dan melegitimasi

usaha yang sudah berjalan sebagai usaha yang legal.

Perkebunan Sawit di Kampung Workwana Distrik Arso

Bagian ini berisikan pembahasan mengenai pelepasan tanah

adat untuk areal kebun kelapa sawit di Distrik Arso yang meliputi

Kampung Arsokota, Workwana dan beberapa kampung lain seperti

Skanto, pada tahun 1981. Kemudian akan dibahas juga bagaimana

perempuan Kampung Workwana terlibat dan berperan dalam

penanaman dan pemeliharaan kelapa sawit di wilayahnya. Pokok lain

yang juga dibicarakan di sini terkait dengan harga jual kelapa sawit

dalam bentuk tandan buah segar (TBS) yang dari waktu ke waktu

mengalami fluktuasi harga dan dampaknya terhadap masyarakat atau

petani setempat.

Pelepasan Tanah Areal Kebun Kelapa Sawit

Penetapan luas areal perkebunan sawit di Keerom yang

meliputi Kampung Arsokota dan Workwana di masa lalu diketahui

berdasarkan Surat Gubernur Propinsi Irian Jaya No. 143/GIJ/1983

Tanggal 26 Mei 1983 seluas 50.000 hektare. Surat tersebut berisikan

persetujuan tentang letak tempat, izin pelepasan tanah dan tanaman

untuk perkebunan kelapa sawit di Desa Workwana Kecamatan Arso

Kabupaten Jayapura.

Page 12: BAB 5 KELAPA SAWIT DI KAMPUNG WORKWANA...Kelapa Sawit di Kampung Workwana 155 Merauke, 191.274 h ektare, dan di Lereh Kabupaten Jayapura seluas 70.267 hektare. Untuk wilayah Kabupaten

TERMARJINALISASI KELAPA SAWIT Resistensi dan Coping Orang Workwana Papua

162

Dari dokumen tokoh Adat yang diperlihatkan saat penelitian di

wilayah Arso tentang permasalahan kelapa sawit disebutkan bahwa,

perkebunan kelapa sawit di wilayah Arso dimulai dengan suatu survei

beberapa tahun sebelumnya. Sesudah itu pada tahun 1981/1982

berlangsunglah penanaman kelapa sawit dengan mengutamakan kebun

plasma dalam sistem perkebunan inti rakyat (PIR). Memang salah satu

penelitian pernah dibuat oleh Parsudi Suparlan (1972) di wilayah Arso

tahun 1965. Menurut Suparlan dalam laporan penelitiannya, kegiatan

penelitian tersebut dilakukan berkaitan dengan kepentingan

penempatan transmigrasi di daerah Arso dan tidak mengatakan dalam

rangka pengembangan perkebunan kelapa sawit. Namun dari sejumlah

informasi lain diketahui bahwa sudah ada beberapa penelitian

dilakukan sebelumnya yang berkaitan dengan kepentingan

pengembangan perkebunan sawit di daerah ini.

Berikut ini diuraikan perihal pengalihan atau pelepasan tanah

masyarakat untuk perkebunan sawit di Arsokota dan Workwana.

Rosariyanto dkk., (2008), dalam laporan penelitiannya menyatakan

bahwa pelepasan tanah adat dilaksanakan beberapa tahap. Pada tanggal

9 Juli 1981 terjadi pelepasan hak atas tanah adat (tanah ulayat) seluas

18.000 hektare di Arso, 12.000 hektare di Workwana dan 6.000 hektare

di Skanto11. Pada saat yang sama Panitia Pembebasan Tanah

Pemerintah Daerah Tingkat II Kabupaten Jayapura mengeluarkan

keputusan bahwa tanah seluas 18.000 hektare adalah tanah yang

diserahkan oleh pemiliknya kepada negara dan menjadi tanah yang

langsung dikuasai oleh negara. Berkaitan dengan pelepasan tanah-

tanah tersebut, pada saat yang sama keluarlah keputusan Panitia

Pembebasan Tanah Pemerintah Daerah Tingkat II Kabupaten Jayapura

No 18/KPTS/Pan/1981. Tindak lanjut pelepasan tanah tersebut

diperkuat dengan Keputusan Bupati. Pada tanggal 17 September 1981

muncullah Surat Keputusan Bupati Kepala Daerah Tingkat II Jayapura

11Surat pelepasan tanah tersebut ditandatangani oleh tujuh orang yaitu, Demianus Borotian, Mikael Wabiager, Albertus Kiryar, Ivo Girbes, Nazarius Fatagur, Kondrat Bate dan Fransiskus Babut, yang disaksikan oleh Kepala Kampung Arsokota ModestusTuamis, Kepala Kampung Workwana Yakob Gusbager, Camat Arso Frans Dumatubun dan Koramil 1707 Arso P. Abdul Latief

Page 13: BAB 5 KELAPA SAWIT DI KAMPUNG WORKWANA...Kelapa Sawit di Kampung Workwana 155 Merauke, 191.274 h ektare, dan di Lereh Kabupaten Jayapura seluas 70.267 hektare. Untuk wilayah Kabupaten

Kelapa Sawit di Kampung Workwana

163

Nomor 59/KPTS/BUP-JP/1981, isinya tanah seluas 18.000 hektare

akan digunakan untuk lokasi transmigrasi di Arso Kecamatan Arso dan

di daerah Koya Kecamatan Abepura. Menurut Ansaka dkk., (2009, 334-

335), beberapa bulan sesudah itu, pada tanggal 19 Oktober 1982

muncullah surat pernyataan pelepasan hak atas tanah adat seluas

50.000 hektare oleh duapuluh empat orang yang mempunyai hak atas

tanah ulayat yang terletak di Desa Arsokota dan di Desa Workwana12.

Setelah itu menyusullah sebuah surat pada tangal 23 Maret 1983 oleh

Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Irian JayaNo. 53/GIJ/1983 tentang

penetapan lokasi (areal) transmigrasi di Kecamatan Arso Kabupaten

Daerah Tingkat II Jayapura. Namun kemudian pada tanggal 4 Mei 1983

keluar Surat Keputusan Bupati Daerah Tingkat II Jayapura No.

31/KPTS/BUP-JP/1983 tentang perubahan peruntukan penggunaan

tanah. Dalam SK Bupati tersebut ditetapkan bahwa areal seluas 12.000

hektare di Workwana akan digunakan untuk Proyek Perkebunan

Kelapa Sawit dan Karet yang sebelumnya areal ini ditetapkan untuk

Proyek Transmigrasi. Setelah itu pada tanggal 15 Maret 1986 Panitia

pembebasan tanah mengeluarkan SK No 06/KPTS-PAN/III/86,

berisikan penetapan pemberian rekognisi atas tanah seluas 12.000

hektare di Desa Arsokota dan di Desa Kwimi sebesar Rp 90.000.000,-.

Pemberian rekognisi tersebut dilakukan dalam bentuk barang, yaitu 2

buah mobil truk, 5 buah mobil kijang bak terbuka, 4 buah mesin jahit,

2 buah chainsaw.

Selanjutnya, gambar di bawah ini menunjukkan keadaan di

sekitar Kampung Workwana yang sedang dikelilingi oleh perkebunan

kelapa sawit. Kelapa sawit yang terlihat di sekitar Kampung Workwana

berada di sebelah selatan, sebelah timur dan sebagian kecil di sebelah

barat. Dari ceritera yang beredar di masyarakat,secara besar-besaran

akan dibuka kebun kelapa sawit baru di sebelah utara Kampung

12Pelepasan tanah tahap berikut ini yang menandatangi ada 24 orang, antara lain yaitu Damianus Borotian, Ivo Girbers, Frans Tafor, Julius Putuy, Petrus Musuy, Nazarius Fatagur, Kondrat Bate, Frans Babut, Michael Wabiager, Karel Tuamis. Pelepasan ini disaksikan Kepala Desa Arso Modestus Tuamis, Kepala Desa Workwana Yakob Gusbager, Camat Arso Frans Dumatubun, Kapolsek Arso Andi Idrus Bate serta Danramil Arso Abdul Laitef

Page 14: BAB 5 KELAPA SAWIT DI KAMPUNG WORKWANA...Kelapa Sawit di Kampung Workwana 155 Merauke, 191.274 h ektare, dan di Lereh Kabupaten Jayapura seluas 70.267 hektare. Untuk wilayah Kabupaten

TERMARJINALISASI KELAPA SAWIT Resistensi dan Coping Orang Workwana Papua

164

Workwana dan Arsokota hingga ke Koya Timur wilayah Kota

Jayapura. Dengan demikian seluruh wilayah Distrik Arso akan

dikepung oleh kebun kelapa sawit.

Sumber: Kantor Distrik Arso, 2010 (Dimodifikasi)

Gambar 5.2

Denah Kampung Workwana dan Perkebunan Kelapa Sawit

Dari sejumlah informasi masyarakat Arso, pada awal tahun

1980-an sebelum kelapa sawit dikembangkan, oleh perusahaan PTPN

II telah dicoba pembudidayaan tanaman karet namun tidak ditanggapi

bahkan ditebang masyarakat sehingga tidak berproduksi. Kelapa sawit

yang ditanam di Arso dan Workwana sebelumnya disemai bibitnya di

Kampung Arsokota, tepatnya di jalan masuk arah ke kampung Kwimi

di samping perkebunan karet, kurang lebih seluas 2 hektare, di lahan

pembibitan yang dulu diperuntukkan bagi pembibitan tanaman karet.

Waktu atau masa tanam kelapa sawit di wilayah Arso dan sekitarnya

berbeda-beda. Tabel berikut ini merupakan gambaran waktu masa

tanam kelapa sawit di Arso dan Workwana

Page 15: BAB 5 KELAPA SAWIT DI KAMPUNG WORKWANA...Kelapa Sawit di Kampung Workwana 155 Merauke, 191.274 h ektare, dan di Lereh Kabupaten Jayapura seluas 70.267 hektare. Untuk wilayah Kabupaten

Kelapa Sawit di Kampung Workwana

165

Tabel 5.4

Waktu Tanam Kelapa Sawit di Distrik Arso

No. Tahun tanam Kelapa Sawit

Tempat Keterangan

1. 2. 3. 4 5

1980/1981 1981/1982 1982/1983 1983/1984 1984/1985

Arsokota PIR 1 PIR 1 & Tikungan Kepala Putus Workwana Workwana, PIR 2, PIR 3 PIR 2, 3 & 4

Termasuk PIR 1, Kwimi Kampung Tua Wor

Sumber: Penelitian di Kampung Workwana 2015

Waktu penanaman sebagaimana terdapat pada Tabel 5.4

menunjukkan bahwa, kelapa sawit awal mula mulai ditanam di daerah

Kampung Arsokota dan sekitarnya, kemudian tahun berikutnya

dilanjutkan di lokasi PIR, termasuk di Kampung Workwana pada

tahun 1983/1984 sampai tahun 1984/1985.

Gambar 5.3 berikut ini merupakan gambar kebun kelapa sawit

di depan jalan masuk Kampung Workwana, tepat di sebelah selatan

jalan Trans Irian. Gambar ini merupakan salah satu bagian dari

hamparan kebun kelapa sawit di Workwana dan sekitarnya, setelah 30

tahun ditanam. Pohon kelapa sawit yang tumbuh terlihat semakin

tinggi dan tidak diurus baik oleh pemilik maupun orang yang

mengontrak lahan tersebut. Setelah makin lama masa pertum-

buhannya, produksi kelapa sawit di daerah ini terus berkurang

Sumber: Foto B. Renwarin 2014

Gambar 5.3 Kebun Kelapa Sawit di Depan Kampung Workwana

Page 16: BAB 5 KELAPA SAWIT DI KAMPUNG WORKWANA...Kelapa Sawit di Kampung Workwana 155 Merauke, 191.274 h ektare, dan di Lereh Kabupaten Jayapura seluas 70.267 hektare. Untuk wilayah Kabupaten

TERMARJINALISASI KELAPA SAWIT Resistensi dan Coping Orang Workwana Papua

166

Data Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Keerom

(Keerom dalam Angka, 2007), seperti dimuat dalam buku, Dari

Kampung ke Kampung (2009) mengungkapkan, luas kebun kelapa

sawit di Kabupaten Keerom mencapai 11.921 hektare dan luas panen

10.195 hektare. Sedangkan data yang dikeluarkan oleh PTPN II Arso

(Keerom dalam Angka 2007) mengungkapkan, luas panen kelapa sawit

tahun 2006 adalah 8.339 hektare. Luas areal panen tersebut berasal dari

kebun plasma 3.600 hektare, kebun inti 1.871 hektare, KKPA 1.800

hektare dan Bumi Irian Perkasa 1.068 hektare. Jadi pabrik kebun

kelapa sawit milik PTPN II kebun Arso mengolah kelapa sawit yang

mempunyai luas panen 8.339 hektare (Ansaka, dkk., 2009).

Seperti sudah dijelaskan di bagian awal, bibit kelapa sawit

sebelum ditanam disemaikan di Kampung Arsokota dekat perkebunan

karet PTPN II. Tenaga kerja di pembibitan tersebut pada umumnya

berasal dari daerah Arso dan sekitarnya, yang dibayar Rp 500,–Rp

2.000,- per polibag bibit kelapa sawit (http://www.mongabay.co.id/

tag/kebun-sawit-papua/, diunduh 31-5-2015)

Ketika penanaman dilakukan, bibit kelapa sawit diambil dari

tempat pembibitan dan disebarkan di setiap lokasi yang sudah

disiapkan. Menurut ceritera warga Kampung Workwana setelah kelapa

sawit berusia 25 tahun, seharusnya dilakukan peremajaan oleh

perusahaan tetapi masyarakat menolaknya. Sekarang kelapa sawit di

Workwana sudah berumur 30 tahun, belum ada tanda-tanda akan

diadakan peremajaan.

Sumber: Foto B. Renwarin 2014

Gambar 5.4 Kebun Kelapa Sawit yang Tidak Diurus Petani

Page 17: BAB 5 KELAPA SAWIT DI KAMPUNG WORKWANA...Kelapa Sawit di Kampung Workwana 155 Merauke, 191.274 h ektare, dan di Lereh Kabupaten Jayapura seluas 70.267 hektare. Untuk wilayah Kabupaten

Kelapa Sawit di Kampung Workwana

167

Gambar 5.4 di atas sebelah kiri memperlihatkan keadaan kebun

kelapa sawit yang terletak di sebelah selatan Kampung Workwana di

tepi jalan Trans Irian (Papua). Dari pengataman dan penjelasan

masyarakat, pohon kelapa sawit semakin tinggi dan tidak diurus lagi

oleh petani pemilik lahan maupun orang yang mengontrak kebun

tersebut sehingga kelapa sawit tumbuh berdampingan dengan tumbuh-

tumbuhan hutan lainnya. Kemudian di Gambar 5.4 sebelah kanan di

atas juga memperlihatkan lahan kelapa sawit penduduk Workwana di

wilayah utara jalan Trans Irian di dekat Kampung Workwana yang

dibiarkan tumbuh dengan pepohonan dan alang-alang bagaikan hutan,

sehingga terkesan lahan ini bukan lahan perkebunan kelapa sawit.

Keadaan seperti ini tentu berdampak pada kesuburan tanaman kelapa

sawit.

Kesuburan kelapa sawit selain dipengaruhi oleh faktor tanah

dan iklim juga ditentukan oleh faktor pemeliharaan. Menurut

Indriarti (2007), Sunarko (2014) dan beberapa penulis lain tentang

kelapa sawit, dari sisi pemeliharaan, gulma atau alang-alang yang

tumbuh di sekitar kelapa sawit harus dibersihkan karena gulma turut

menyerap air yang seharusnya dinikmati oleh kelapa sawit dan amat

berpengaruh dan mengakibatkan penurunan produksi kelapa sawit.

Gambar 5.4 memperlihatkan lahan kelapa sawit di Workwana

dikelilingi gulma dan menjadi penghalang bagi produktivitas kelapa

sawit karena para petani atau buruh tani tidak melakukan pembersihan

atau penyiangan. Dijelaskan oleh Indriarti bahwa, sistem pemeliharaan

kelapa sawit penting diperhatikan dan dilakukan agar tanaman tumbuh

sehat, subur, terbebas dari gangguan hama penyakit. Pemeliharaan

tanaman dapat dilakukan melalui pengendalian gulma, pemangkasan,

pemupukan, kastrasi, penyerbukan buatan serta pengendalian hama

dan penyakit. Lebih jauh dijelaskan oleh Sunarko (2014), pemeliharaan

kelapa sawit dapat dilakukan dalam dua periode, yaitu periode

tanaman belum menghasilkan (TBM) dan pada periode tanaman

menghasilkan (TM). Pada periode TBM, aspek pemeliharaan jalan dan

jembatan perlu mendapat perhatian termasuk pengendalian hama,

pengendalian gulma, pemupukan dan lain-lain. Kemudian pemeliha-

raan pada tahap berikutnya, periode TM, konservasi tanah perlu

Page 18: BAB 5 KELAPA SAWIT DI KAMPUNG WORKWANA...Kelapa Sawit di Kampung Workwana 155 Merauke, 191.274 h ektare, dan di Lereh Kabupaten Jayapura seluas 70.267 hektare. Untuk wilayah Kabupaten

TERMARJINALISASI KELAPA SAWIT Resistensi dan Coping Orang Workwana Papua

168

dilakukan agar tidak terjadi erosi dan menjaga kesuburan tanah serta

pemeliharaan jembatan panen serta kegiatan pemeliharaan lainnya.

Perempuan di Kebun Sawit dan Sistem Kerja

Dalam pertemuan dengan ibu-ibu asal Kampung Workwana di

Susteran KSFL Kampung Workwana, mereka berceritera mengenai

pengalaman bekerja di kebun sawit. Menurut penyampaian ibu-ibu

tersebut, ketika penanaman awal tahun 1983/1984 di depan jalan Trans

Irian depan Kampung Workwana sampai di PIR 3, Bagia, saat itu

seluruh wilayah ini masih berupa hutan. Ibu-ibu dan kaum perempuan

muda pada awal pembukaan lahan belum terlibat.

Ketika penulis bertanya kepada Ibu Martina dan kawan-

kawannya tentang bagaimana pengalaman mereka terlibat menanam

kelapa sawit, spontan pengalaman masa lalu tersebut diungkapkan

kembali. Ibu-ibu dengan penuh semangat berceritera bahwa mereka

terlibat juga memikul bibit kelapa sawit dari jalan raya ke kebun,

setelah itu menanam bibit tersebut di dalam lubang yang sudah digali

sebelumnya oleh orang yang disewa menggali lubang. Dikatakan oleh

ibu-ibu tersebut, orang yang memikul bibit kelapa sawit dibayar per

pohon Rp 300; dan orang yang menggali lubang dibayar Rp 150; Selain

pembayaran per pohon, pembayaran orang yang memikul bibit kelapa

sawit diperhitungkan juga oleh perusahaan sesuai dengan jarak tempuh

atau seseorang memikul bibit kelapa sawit yang hendak ditanam.

Dikatakan oleh ibu-ibu tersebut pada waktu awal pembukaan lahan

sawit sudah ada banyak orang Papua dari luar Keerom dan pendatang

dari luar Papua yang terlibat dalam bekerja bersama saling membantu

di lahan kelapa sawit.

Lahan milik orang Workwana letaknya di depan jalan masuk

Kampung Workwana sampai dengan kampung tua, sebelah utara jalan

Trans Irian dan masuk ke dalam sampai di gunung PIR 3, Bagia,

sebelah selatan jalan Trans Irian. Ibu-ibu itu menyatakan, pekerjaan di

lahan kelapa sawit dilakukan bapak-bapak sejak jam 06.00 pagi

sedangkan ibu-ibu datang kemudian membawa makanan dan ikut

bekerja sampai jam 18.00 sore hari. Anak-anak juga biasa terlibat bila

Page 19: BAB 5 KELAPA SAWIT DI KAMPUNG WORKWANA...Kelapa Sawit di Kampung Workwana 155 Merauke, 191.274 h ektare, dan di Lereh Kabupaten Jayapura seluas 70.267 hektare. Untuk wilayah Kabupaten

Kelapa Sawit di Kampung Workwana

169

selesai sekolah atau waktu libur. Selain pemilik lahan yang bekerja di

lahannya, ada juga kelompok yang membantu membersihkan lahan

sawit, sebulan sekali. Dikatakan oleh salah satu informan warga

Kampung Workwana, sistem kerja di lahan sawit dilakukan secara

berkelompok, bukan hanya untuk pembersihan tetapi juga ketika

panen karena panen biasanya dilakukan bersama. Ada 5 kelompok

kerja di Workwana yakni, diberi nama kelompok Wembi atau

kelompok 15, ada kelompok 12, ada kelompok 13, ada kelompok 11

dan ada kelompok 10. Masing-masing kelompok diberi batas wilayah

kerja. Misalnya kelompok 10 mempunyai wilayah kerja meliputi

kampung tua, di depan Gereja Pentakosta; kelompok 11 wilayah

kerjanya sampai di depan Gapura Kampung Workwana; kelompok 15

bekerja di wilayah PIR 3.

Untuk mengolah hasil panen kelapa sawit maka tahun 1990

pabrik pengolahan kelapa sawit dibangun di dekat Kali Tami.Tahun

1992 mulai panen pertama namun hasil panen pertama masih disebut

sebagai buah pasir. Buah pasir sebagai buah pertama satu tandan

beratnya hanya 1 sampai 2 kg. Ketika panen, ibu-ibu juga aktif terlibat

memanen karena pohon sawit belum tinggi. Diungkapkan oleh ibu-ibu

bahwa pekerjaan di kebun kelapa sawit seperti menanam, memberi

pupuk pada tanaman, memikul kelapa sawit dan membersihkan kebun

dan lain-lain dilakukan sambil menggendong anak. Menurut Ibu

Naomi, pada awal mula pemeliharaan dan perawatan kelapa sawit,

mobil-mobil truk perusahaan membawa pupuk dan membuangnya

ditepi jalan. Masing-masing kelompok kemudian mengangkut dengan

ember, karung dan menghambur di bawah pohon kelapa sawit.

Dikatakannya ketika itu tidak ada gerobak sehingga kebun yang

terletak di gunung, pada waktu panen buah tandan kelapa sawit

brondolan dimaksukkan ke dalam karung dan diguling dari atas

gunung ke bawah. Ketika pohon kelapa sawit masih rendah (1 sampai 2

meter), ibu-ibu juga ikut mendodos. Namun setelah pohon semakin

tinggi hingga mencapai 5 m ke atas, ibu-ibu sudah tidak bisa ikut

mendodos. Pohon yang lebih tinggi biasanya diegrek oleh bapak-bapak

atau laki-laki dewasa (egrek dibuat dari besi, bertangkai bambu, seperti

arit). Kemudian saat panen di tahun-tahun berikutnya, sekitar tahun

Page 20: BAB 5 KELAPA SAWIT DI KAMPUNG WORKWANA...Kelapa Sawit di Kampung Workwana 155 Merauke, 191.274 h ektare, dan di Lereh Kabupaten Jayapura seluas 70.267 hektare. Untuk wilayah Kabupaten

TERMARJINALISASI KELAPA SAWIT Resistensi dan Coping Orang Workwana Papua

170

1998 sampai tahun 2000, ibu-ibu dan perempuan muda tidak sanggup

memikul TBS karena satu tandan beratnya bisa mencapai kurang lebih

40 kg. Dari kisah ibu-ibu ini menjadi jelas bahwa ibu-ibu dan kaum

perempuan muda tidak hanya terlibat menanam dan membersihkan

lahan tetapi juga terlibat dalam pemupukan dan pemeliharaan bahkan

ikut memetik dan memikul TBS. Selain itu dikatakan juga bahwa

sebagai pemilik lahan mereka harus bertanggungjawab menyiapkan

makanan dan minuman baik untuk suami maupun untuk anggota

kelompok kerja yang membantu baik saat membersihkan lahan

maupun ketika memanen kelapa sawit.

Pengaturan Uang Hasil Panen

Bagaimana uang hasil panen diatur? Menurut ibu-ibu tersebut,

ketika kelapa sawit mulai ditanam hingga masa panen awal belum ada

bank di Workwana atau Arso untuk menabung uang hasil panen

kelapa sawit. Walaupun begitu, uang yang ada diatur dan dipakai

dengan baik untuk keperluan anak-anak bersekolah dan kebutuhan

rumah tangga. Dikatakan oleh ibu-ibu, hasil sawit ketika itu membuat

ibu-ibu senang dan puas karena bisa memegang uang hasil keringat

sendiri bekerja di kebun kelapa sawit. Sambil mengenang masa lalu dan

dengan perasaan gembira, ibu-ibu mengatakan, “waktu gajian

masyarakat bersama-sama pergi berbelanja di Abepura”. Selain itu ada

kewajiban lain juga yang harus dipenuhi oleh pemilik kebun.

Kewajiban tersebut ialah ketika gajian, pemilik kebun menyetor Rp

500.000,- ke kelompok kerja, yang kemudian ditabung sebagai uang kas

kelompok dan dipakai untuk kesejahteraan kelompok. Satu tahun

uang kelompok bisa terkumpul sebanyak Rp 10.000.000,-.Hal ini

dibenarkan oleh Bapak Melianus, karena dalam pengalamannya selama

kurang lebih 5 tahun, sejak masyarakat mulai panen kelapa sawit,

dikatakan bahwa sebenarnya orang Workwana ketika itu hidup

berkecukupan. Ia sendiri memberi contoh dengan mengatakan, dari

kelapa sawit saya bisa selesai kuliah juga. Pengalaman tersebut diakui

juga oleh Ibu Naomi dengan kawan-kawannya. Dengan bangga mereka

mengatakan, anak-anak yang berhasil dalam studi dan sekarang

Page 21: BAB 5 KELAPA SAWIT DI KAMPUNG WORKWANA...Kelapa Sawit di Kampung Workwana 155 Merauke, 191.274 h ektare, dan di Lereh Kabupaten Jayapura seluas 70.267 hektare. Untuk wilayah Kabupaten

Kelapa Sawit di Kampung Workwana

171

menjadi pejabat-pejabat di pemerintah dan ditempat lain, yang berasal

dari Kampung Workwana adalah hasil dari usaha kelapa sawit ini.

Harga Jual Kelapa Sawit

Menurut pengalaman warga masyarakat di Workwana, harga

jual kelapa sawit ditentukan oleh perusahaan. Di masa lalu di wilayah

Arso, kelapa sawit pernah dijual dengan harga Rp 300 per kg. Sekarang

di Papua harga kelapa sawit 1 kg, Rp 700,-. Harga kelapa sawit di Papua

berbeda dengan harga kelapa sawit di daerah lain. Benny Montulalu

pun menyatakan pada tahun 2012, harga kelapa sawit turun lagi

menjadi Rp 500,- per kg. Harga yang sedemikian rendah menyebakan

petani ketika itu tidak ada yang memanen kelapa sawitnya. Padahal 1

ton kelapa sawit dimuat 1 mobil truk seharga Rp 1.000.000,- Harga

sawit di Workwana ini berbeda jauh dengan harga di Kalimantan

Selatan, 1 kg mencapai Rp 1.500,- walaupun saat ini turun menjadi Rp

1.200,- (Kompas, 13 Agustus 2015). Selanjutnya Benny13menjelaskan,

pada tahun 2006-2008, kelapa sawit dijual dengan harga Rp 1.000.000,-

per ton. Namun pengelompokkan kebun kelapa sawit menurut waktu

tanam dibedakan dalam beberapa afdeling dan berpengaruh pada harga

kelapa sawit. Afdeling 1, PIR 1 Yanamaa, di wilayah Kampung

Arsokota, Afdeling 2, PIR 2 Yamta dan PIR 3 Bagia di daerah

Workwana, Afdeling 4, PIR 4 Wonorejo, Afdeling 5, PIR 5 Yamara

dan Wembi. Ketika kelapa sawit mulai dipanen di daerah Workwana,

perusahaan menetapkan harga per-afdeling berbeda–beda karena

perbedaan masa tanam. Misalnya pada tahun 2012, afdeling II,di PIR

II, harga TBS per kilogram (kg) Rp 88,-; afdeling III harga TBS per kg

Rp 95,-. Sedangkan afdeling IV, PIR IV harga TBS per kg Rp 100,-.

Dari pengalamannya selama ini dikatakan, fluktuasi harga kelapa sawit

terus berubah-ubah setiap bulan. Selanjutnya Pak Benny juga

13Beny Montulalu adalah seorang petani sawit asal Manado yang kemudian juga mengontrak beberapa lahan masyarakat. Ia menjadi anggota Asosiasi Petani Sawit di Distrik Arso yang kemudian dikeluarkan dari asosiasi tersebut karena memihak masyarakat dalam berbagai masalah berkaitan dengan perusahaan. Benny tinggal di Arso sejak tahun 1986 sebagai warga translokal dan memulai kariernya sebagai guru honor di sekolah dasar setempat.

Page 22: BAB 5 KELAPA SAWIT DI KAMPUNG WORKWANA...Kelapa Sawit di Kampung Workwana 155 Merauke, 191.274 h ektare, dan di Lereh Kabupaten Jayapura seluas 70.267 hektare. Untuk wilayah Kabupaten

TERMARJINALISASI KELAPA SAWIT Resistensi dan Coping Orang Workwana Papua

172

mengatakan, sejak Juni-Agustus tahun 2015, harga kelapa sawit per ton

ada di kisaran Rp 300.000,- sampai Rp 1.100.000 per ton.

Dikatakan oleh Pak Benny, sekarang ini rata-rata produksi

kelapa sawit menurun di daerah Arso dan Workwana karena usia

tanam yang melampaui waktu sehingga memengaruhi harga

pembelian. Selain itu pengelompokkan menurut afdeling sebagaimana

disebut di atas, juga dibedakan jenis petani perkebunan kelapa sawit ke

dalam tiga kelompok yakni petani kebun inti, petani kebun plasma dan

petani Koperasi Kredit Primer Anggota (KPPA). PTPN II mengelola

kebun inti dan mempekerjakan tenaga petani atau buruh tani di bawah

pengawasan perusahaan. Sedangkan kelompok petani kebun plasma

mengelola kebunnya sendiri atau menyewa tenaga buruh tani

sebagaimana diungkapkan beberapa pemilik kebun kelapa sawit di

Workwana. Sedangkan kelompok KKPA pada umumnya bekerja

secara berkelompok. Kelompok KKPA ini berada di Arso 2, Arso 7,

Arso 8 dan Swakarsa. Kelompok ini pada umumnya warga transmigrasi

yang mendapat fasilitas kredit sebagai petani kelapa sawit karena

menjadi anggota koperasi. Dampak dari fluktuasi harga kelapa sawit

seperti disebutkan di atas memengaruhi pendapatan petani. Dikatakan

oleh sejumlah warga di Workwana, dari pengalaman mereka

mengelola kebun kelapa sawit ternyata ada untung dan rugi. Dikatakan

sejak tahun 1998/1999 mereka lebih banyak mengalami kerugian

karena harga yang tidak stabil dan pengeluaran untuk mengelola

kebun tidak sebanding dengan pendapatan.Uang yang ada biasanya

habis digunakan membayar beban-beban urusan kebun sawit dan

keperluan harian keluarga sehingga tidak bisa menabung.

Informasi lain diperoleh dari Pak Thomas Lobay14, tenaga

teknis Dinas Perkebunan Kabupaten Keerom. Ia menjelaskan beberapa

14Diangkat sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada Dinas Perkebunan Kabupaten Jayapura. Tahun 1995 diperbantukan sebagai Petugas Khusus pada Kantor Pembantu Bupati di Kerom. Peranannya, sebagai penghubung antara Pemda Kabupaten Jayapura, khsususnya dinas terkait dan Kantor Pembantu Bupati Keroom dengan masyarakat Petani Kelapa Sawit dan PTPN II di Arso. Bekerja di Keerom sejak tahun 1995 sampai 2011, memasuki masa purna tugas. Selama kurang lebih 15 tahun bekerja di Keerom melayani Petani Sawit dan instansi terkait. Tugas-tugas yang dilaksanakan:

Page 23: BAB 5 KELAPA SAWIT DI KAMPUNG WORKWANA...Kelapa Sawit di Kampung Workwana 155 Merauke, 191.274 h ektare, dan di Lereh Kabupaten Jayapura seluas 70.267 hektare. Untuk wilayah Kabupaten

Kelapa Sawit di Kampung Workwana

173

hal terkait kelapa sawit di Keerom. Dikatakannya, pada tahun 2008

semasa Bupati Celsius Watay ada rencana peremajaan tanaman sawit di

wilayah Arso, tetapi rencana tersebut tertunda-tunda karena Kepala

Dinas Perkebunan ketika itu bermasalah, sehingga akhirnya rencana

tersebut tidak dapat dilaksanakan. Sehubungan dengan kesejahteraan

masyarakat adat ia juga mengatakan dahulu diatur setiap panen kelapa

sawit, ketika ditimbang di perusahaan akan dipotong Rp 2,- per kg oleh

perusahaan untuk kepentingan masyarakat adat. Dana ini kemudian

diserahkan oleh perusahaan untuk dikelola Lembaga Masyarakat Adat

Arso. Penggunaannya diatur demikian. Hasil pemotongan uang

tersebut dimasukkan ke rekening Lembaga Masyarakat Adat Arso dan

laporannya disampaikan kepada pemerintah daerah setempat. Bila

uang tersebut ingin digunakan oleh masyarakat adat, harus ada

rekomendasi petugas khusus pemerintah, yakni Bapak Thomas Lobay.

Menurut Thomas, dana tersebut digunakan untuk membantu anak-

anak sekolah dan untuk penguatan lembaga adat serta kebutuhan lain.

Bila ingin digunakan untuk kebutuhan masyarakat adat, selalu harus

ada rekomendasi dari petugas dan sepengetahuan pemerintah daerah

setempat. Menurutnya, beberapa anak Keerom yang disekolahkan dan

berhasil baik antara lain dibiayai oleh dana ini. Dikatakan oleh Thomas

bahwa, sebenarnya sistem pola plasma yang diterapkan pada 10

kampung di wilayah Arso, salah satunya adalah Kampung Workwana

sesungguhnya menguntungkan masyarakat. Masyarakat Workwana

bertempat tinggal di kampung, dan diperlakukan sebagai petani

plasma. Petani Plasma mempunyai lahan kelapa sawit seluas 3.600

hektare. Di samping itu ada masyarakat petani lain yang ditempatkan

di PIR I sampai PIR V sebagai petani plasma. Sedangkan KKPA ada di

Arso I sampai XI, mempunyai 11.000 hektare, dengan kebun sawit

seluas 5.700 hektare. Masalah yang sekarang dihadapi masyarakat ialah

harga sawit yang terus menurun. Maka masyarakat petani melalui

mengusulkan perbaikan infrastruktur jalan di kebun yang rusak (jalan dimaksud disebut sebagai jalan produksi); memperhatikan pengembangan tanaman; pemberian pupuk; mengusulkan penambahan luas areal kebun, yang setiap tahun ada tambahan areal perkebunan.

Page 24: BAB 5 KELAPA SAWIT DI KAMPUNG WORKWANA...Kelapa Sawit di Kampung Workwana 155 Merauke, 191.274 h ektare, dan di Lereh Kabupaten Jayapura seluas 70.267 hektare. Untuk wilayah Kabupaten

TERMARJINALISASI KELAPA SAWIT Resistensi dan Coping Orang Workwana Papua

174

Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) sekitar 4 November 2015 telah

memasukkan surat keberatan masyarakat petani ke DPRD Kabupaten

Keerom untuk ditinjau dan dicari jalan keluar.

Pemilikan, Kontrak dan Penjualan Lahan Kelapa

Sawit

Menurut para informan, ketika perkebunan kelapa sawit

dimulai di daerah ini, kepemilikan tanah dan hutan dilepas masyarakat

adat dengan sejumlah kompensasi berupa uang dan barang serta janji-

janji oleh perusahaan dan pemerintah daerah bahkan disertai

intimidasi aparat keamanan yang digunakan oleh perusahaan dan

pemerintah ketika itu untuk maksud tersebut.

Tanah-tanah dan hutan dilepaskan masyarakat untuk

kepentingan lahan kelapa sawit, perumahan kelompok transmigran

dan pembangunan infrastruktur lainnya. Dengan demikian tanah dan

hutan masyarakat adat di Distrik Arso ini beralih fungsi menjadi kebun

kelapa sawit yang terdiri dari kebun plasma milik petani atau

masyarakat setempat dan kebun inti milik perusahaan. Dikisahkan oleh

masyarakat setempat bahwa kontrak yang dibuat oleh perusahaan

berkaitan dengan keperluan penggunaan lahan perkebunan kelapa

sawit lamanya 25 tahun dan sekarang sudah mencapai 30 tahun lebih

dengan produksi yang terus-menurun. Menurut warga Kampung

Workwana, sejak tahun 1980-an, kebun kelapa sawit milik orang Asli

Workwana ada di tepi jalan raya Trans Irian seluas 2 hektare per

Keluarga (Gambar 5.2 dan 5.3). Sedangkan orang Papua lain

ditempatkan di PIR 3 yang jaraknya 8 km dari Kampung Workwana.

Berikut ini disampaikan data pemilik lahan sawit penduduk Kampung

Workwana.

Page 25: BAB 5 KELAPA SAWIT DI KAMPUNG WORKWANA...Kelapa Sawit di Kampung Workwana 155 Merauke, 191.274 h ektare, dan di Lereh Kabupaten Jayapura seluas 70.267 hektare. Untuk wilayah Kabupaten

Kelapa Sawit di Kampung Workwana

175

Tabel 5.5

Daftar Nama Pemilik Kebun Kelapa Sawit Kampung Workwana

No Nama Kelamin Kelola Sendiri

Kontrak Lahan

Jual Lahan

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 41 42 43

Herman Fatagur Yulius Fatagur Demianus Fetowin Demianus Fatagur Modestus Fatagur Sumira Wabiager Yosep Wabiager Bernardus Bate Maikel Fatagur Patoding Amos Bate Alber Soputan Joni Fatagur Pitalius Bate Samsudin Herlina Boseren Piter Tafor Susana Bonai Hiro Giryar Herlina Wihawari Lambertus Wellip Maria Mou Agusta Mou Moses Muyasen Mikela Suebu Mesak Suebu Hein Ayomi Allo Werung Isak Yom Yonatan Bate Silvester Boryam Lukas Meneker Gaspar Tafor Alex Bawi Yohana Antaribaba Anton Was Maria Bate Titus Fatagur Dominikus Mesas Amatus Toam Niko Pongo Melianus Gobay Markus Mesas Yanuarius Mesas

L L L L L P L L L L L L L L L P L P L P L P P L P L L L L L L L L L P L P L L L L L L L

x x

x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x

x x x x x x x x x x x

Page 26: BAB 5 KELAPA SAWIT DI KAMPUNG WORKWANA...Kelapa Sawit di Kampung Workwana 155 Merauke, 191.274 h ektare, dan di Lereh Kabupaten Jayapura seluas 70.267 hektare. Untuk wilayah Kabupaten

TERMARJINALISASI KELAPA SAWIT Resistensi dan Coping Orang Workwana Papua

176

No Nama Kelamin Kelola Sendiri

Kontrak Lahan

Jual Lahan

44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77

Demianus Merino Achas Numberi Piter Randongkir Pitalius Abar Lafer Number Andreas Bate Andreas Mesas Hendrik Number Fransiskus Bate Markus Bate Lukas Yonggom Paulina Fatagur Manfret Bate Lukas Toam Yulius Tu Agap Bate Robertus Tafor Urbanus Tayub Rikarda Bayub Simon Tekmop Paulinus Kandam Baselinus Banof Maria Irap Gerardus Kombian Tomas Wenda Ambros Tafor Debora Waroi Novita Gusbager Nasarius Fatagur Joko Fatagur Longginus Fatagur Sanali Mesas Tansia Fatagur Lonila Fatagur Jumlah

L L L L L L L L L L L P L L L L L L P L L L P L L L P P P L L L P P

78

2

x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x

53

x x x x x x x x x x x x

23

Sumber: Kantor Kampung Workwana, 2014

Dari daftar kepemilikan kebun kelapa sawit seperti dicatat di

atas terlihat urusan pengelolaan kelapa sawit di Workwana terbagai

atas 3 kelompok kepemilikan sebagaimana digambarkan di bawah ini.

Page 27: BAB 5 KELAPA SAWIT DI KAMPUNG WORKWANA...Kelapa Sawit di Kampung Workwana 155 Merauke, 191.274 h ektare, dan di Lereh Kabupaten Jayapura seluas 70.267 hektare. Untuk wilayah Kabupaten

Kelapa Sawit di Kampung Workwana

177

1 2 3

Gambar 5.5

Diagram Perbandingan Pemanfaatan Lahan Kelapa Sawit

Pengelolaan lahan kelapa sawit di Workwana dibedakan

berdasarkan tiga kategori kelompok kepemilikan. Pertama, kelompok

yang mengelola sendiri lahannya adalah petani pendatang 2 orang

(1%); kedua, kelompok yang mengontrakan lahan, pendatang 1 orang,

penduduk asli Papua 53 orang (69%) dan ketiga, kelompok yang

menjual lahan 24 orang (30%) adalah orang asli Papua. Persentase data

ini memperlihatkan bahwa kecenderungan mengolah sendiri lahan

lebih kecil sedangkan kecenderungan mengontrakan lahan lebih besar

dan kecenderungan menjual lahan sedang. Berdasarkan informasi

masyarakat setempat, kecenderungan-kecenderungan ini dilatar-

belakangi oleh berbagai alasan. Kelompok 1, cenderung mengolah

sendiri lahan kelapa sawitnya karena mempertimbangkan keuntungan

ekonomi dari usaha kebun kelapa sawit tersebut dan nampaknya

kelompok ini mempunyai modal usaha. Kalau pun harus kredit di

bank, nampaknya sistem tersebut bukanlah suatu cara berusaha yang

asing baginya. Kelompok 2, mempunyai alasan sendiri untuk

mengontrakan lahannnya antara lain karena, pekerjaan dan usaha ini

dilihat kurang mendatangkan keuntungan dan bahkan tanpa bekerja

keras masih mendapatkan uang hasil kontrak. Kelompok 3,

mempunyai kecenderungan menjual lahan kepada orang lain seperti

tertera dalam daftar pemilik lahan pada Tabel 5.5 di atas.

Sistem Kontrak Lahan

Sebagaimana disampaikan oleh para informan di Workwana,

sejak tahun 2000 pada umumnya penduduk asli Workwana pemilik

lahan kelapa sawit tidak memanen sendiri kelapa sawitnya karena

Mengontrakan lahan 69 %

Kelola sendiri

1 %

Jual lahan

30 %

Page 28: BAB 5 KELAPA SAWIT DI KAMPUNG WORKWANA...Kelapa Sawit di Kampung Workwana 155 Merauke, 191.274 h ektare, dan di Lereh Kabupaten Jayapura seluas 70.267 hektare. Untuk wilayah Kabupaten

TERMARJINALISASI KELAPA SAWIT Resistensi dan Coping Orang Workwana Papua

178

berbagai alasan, maka urusan kebun kelapa sawit diurus oleh

pengontrak lahan. Penjelasan berikut ini dicacat berdasarkan hasil

pembicaraan dengan sejumlah informan di Kampung Workwana.

Selain itu dimuat juga beberapa pengalaman dari orang yang

mengontrak lahan penduduk asli.

Beberapa informan menjelaskan pengalaman mereka di seputar

kontrak lahan kelapa sawit. Harga kontrak pun berbeda-beda

sebagaimana disampaikan oleh kelompok ibu-ibu dari Workwana.

Contohnya, Ibu Evi dan ibu Bernadeta mengontrakkan lahan mereka

masing-masing 1 tahun seharga Rp 5 juta; Ibu Fransiska

mengontrakkan lahan 1 tahun hanya Rp 2 juta dan Ibu Martina juga

mengontrakkan lahannya Rp 2,3 juta. Perbedaan harga kontrak ini

disebabkan oleh lamanya masa tanam dan jarak dari kebun ke jalan

raya. Ceritera lain tentang kontrak lahan kelapa sawit menurut Bapak

Moses Fatagur, ada yang mengontrakkan per tahun Rp 250.000,-

sampai Rp 300.000,- per bulan dan ada yang mengontrak 2 tahun,

dengan harga Rp 500.000,- per bulan. Selain itu, ada juga yang

menyewakan lahan pada orang lain dengan catatan hasil dibagi dua.

Cara lain lagi ialah, mengontrakkan atau menyewakan lahan dengan

jaminan, orang yang mengontrak atau menyewa bertanggungjawab

sampai anak-anak atau adik dari pemilik lahan selesai kuliah. Sistem ini

belum dibuat oleh warga lain di kampung ini. Warga pada umumnya

menggunakan sistem biasa dengan menerima uang dari orang yang

mengontrak lahan. Sistem ini tidak memberi peluang pada keluarga

untuk mengambil uang dari orang yang mengontrak atau menyewa

lahan. Ada perjanjian yang dibuat melalui sistem yang mana jika yang

kuliah tidak selesai dia harus ganti rugi seluruh biaya yang

dikeluarkan. Sistem ini baru dipraktekkan oleh Pak Moses dan belum

diikuti oleh warga lain. Menurut penjelasannya perjanjian dibuat

tertulis antara Pak Moses dan adiknya yang dibiayai oleh pengontrak

dan yang disetujui oleh orangtua kandung.

Beberapa anggota masyarakat lain juga menuturkan

pengalaman mereka tentang bagaimana mengontrak lahan sawit. Ibu

Sesilia Paputungan salah seorang warga dari wilayah PIR 3,

Page 29: BAB 5 KELAPA SAWIT DI KAMPUNG WORKWANA...Kelapa Sawit di Kampung Workwana 155 Merauke, 191.274 h ektare, dan di Lereh Kabupaten Jayapura seluas 70.267 hektare. Untuk wilayah Kabupaten

Kelapa Sawit di Kampung Workwana

179

mengutarakan pengalamannya sebagai berikut. Ia seorang PNS yang

bekerja sebagai tenaga Tata Usaha SMP Negeri PIR 4, tinggal di PIR 3

Bagia bersama suaminya bernama Zeke Pande Eki, Guru pada SMP

Negeri yang sama. Mereka mengelola 6 hektare lahan kebun kelapa

sawit sebagai milik pribadi dan mengontrak 5 hektare lahan milik

masyarakat lainnya. Menurut Ibu Sesilia, sekarang ini 1 lahan hanya

bisa menghasilkan 1 (satu) ton kelapa sawit, tapi sering juga kurang

dari 1 ton, bahkan tidak jarang ada pohon yang tidak berbuah sama

sekali. Ketika panen 1 mobil truk bisa mengangkut 200 – 400 tandan

saja. Dari pengalamannya selama ini, setiap bulan bisa panen dan hasil

panen dari semua lahan hasilnya lumayan baik. Buruh tani yang

digunakan ialah pemuda-pemuda kampung asli setempat.

Pengalaman lain diceriterakan oleh Pak Beny Montulalu

mengenai sistem kontrak lahan:

Benny tinggal di PIR 2 sejak tahun 1989, sebagai warga translokal dari

Arsokota dan bekerja sebagai guru honor. Pria asal Manado ini bersama

ketiga teman lainnya pada akhir November 1986 menuju Jayapura

setelah menyelesaikan SPG Don Bosco Manado. Ia ke Jayapura karena

diminta oleh seorang misionaris Katolik, Bruder Yan Sirach, OFM, asal

Belanda yang bertugas di Jayapura. Ketika tamat SPG Benny

mempunyai dua ijazah, yaitu ijazah sebagai guru kelas dan guru agama

Katolik. Karena jatah guru kelas penuh ketika itu maka masuklah Pak

Beny sebagai PNS melalui jalur guru agama Katolik dan ditempatkan

sebagai guru agama di PIR 2. Untuk urusan kepegawaian waktu itu

seluruhnya harus diurus di Kota Jayapura sehingga pada akhir tahun

1986, berangkatlah mereka dari Arso pada jam 13.00 siang dan tiba di

Abepura jam 20.00 atau jam 8 malam. Keadaan jalan raya Trans Irian

ketika masih berlumpur dan belum di aspal seperti sekarang. Padahal

sekarang jarak tempuh Arso ke Abepura atau sebaliknya dapat

ditempuh hanya dalam waktu 45 menit sampai 1 jam dengan

kendaraan roda dua atau dengan mobil. Tahun 1993 Pak Beny mulai

terlibat mengurus kelapa sawit. Ia mula-mula hanya mempunyai 1

lahan sawit sama dengan masyarakat Translokal lain, seluas 2 hektare.

Dengan lugas disampaikannya bahwa sekarang ia mengontrak 40 lahan

Page 30: BAB 5 KELAPA SAWIT DI KAMPUNG WORKWANA...Kelapa Sawit di Kampung Workwana 155 Merauke, 191.274 h ektare, dan di Lereh Kabupaten Jayapura seluas 70.267 hektare. Untuk wilayah Kabupaten

TERMARJINALISASI KELAPA SAWIT Resistensi dan Coping Orang Workwana Papua

180

kelapa sawit. Menurutnya, tahun 1995–1996 hasil panen kelapa sawit

baik, tapi sejak tahun 2004 sampai 2005, lahan yang dikelola petani

hasilnya menurun dan petani pemilik lahan cenderung mencari orang

lain untuk mengurus sawit sehingga mulai terjadi sistem kontrak. Ia

mempunyai buruh harian lepas (BHL) 15 orang dan sekarang hanya

ada 7 sampai 8 orang yang bekerja di 40 lahan tersebut. Dari

pengalamannya selama ini 1 lahan bisa menghasilkan 30 sampai 40

tandan. 1 tandan beratnya 16 kg. 1 tandan bila dipikul ongkos bayar Rp

3.500. Bila dihitung pendapatan kotor setiap lahan, rumusnya ialah, 35

x 16 kg x Rp 750,- = Rp 420.000,- Sedangkan untuk pengeluaran

terdiri dari biaya, seperti, bayar Bhl: Rp 122.500/orang; Uang makan 2

orang: Rp 60.000 (@ Rp 30.000); uang rokok: Rp 30.000,- Transportasi

dari lahan ke pabrik, Rp 100.000,-. Ongkos 1 truk Rp 970.000 sampai

Rp1.000.000; Satu truk sebenarnya bisa memuat kelapa sawit sebanyak

6 ton.

Menurut Pak Beny, pernah ada pertemuan yang difasilitasi

DPRD tahun 2009 dengan petani, PTPN II dan Perusahaan PT

Rajawali di Taja Kabupaten Jayapura tetapi hasilnya kelapa sawit dari

kebun Arso tidak bisa dijual ke perusahaan yang lain. Pertemuan ini

dilakukan karena dikhawatirkan hasil kebun Arso dijual ke perusahaan

lain di luar Keerom seperti di Taja yang usaha kelapa sawitnya dikelola

oleh PT Sinar Mas. Pak Benny juga mempuyai 2 buah mobil truk yang

biasa disewa tapi juga digunakan sendiri. Pak Beny berkisah, pada

tahun 1994/1995 biasanya panen 2 kali sebulan, hasilnya 6 sampai 7

ton per lahan. Hasil yang didapat, 6 ton x Rp 750.000 = Rp 4.800.000

per lahan; Sekarang pendapatan kotor hanya Rp 420.000 per lahan.

Pada waktu masa panen bagus, petani bisa mendapat Rp 6.000.000

sampai Rp 7.000.000,- sekali panen. Dikatakannya sekarang di

Workwana produksi menurun dan harga kelapa sawit dunia juga

turun. Untuk meningkatkan produksi kelapa sawit, beberapa tahun

silam kebun kelapa sawit biasa dipupuk dengan beberapa jenis pupuk

seperti, natrium, posfat, kalium dan produksi bisa mencapai 9 ton tapi

sekarang hal itu tidak dilakukan lagi karena masa tanam sudah

melewati waktu normal tanam. Disampaikannya bahwa sejak produksi

menurun ada petani yang mengontrakan lahan sampai 5 tahun. Ada

Page 31: BAB 5 KELAPA SAWIT DI KAMPUNG WORKWANA...Kelapa Sawit di Kampung Workwana 155 Merauke, 191.274 h ektare, dan di Lereh Kabupaten Jayapura seluas 70.267 hektare. Untuk wilayah Kabupaten

Kelapa Sawit di Kampung Workwana

181

pengontrak yang membayar sampai 5 tahun tapi ada juga yang

membayar per bulan. Pembayaran kepada pemilik per bulan rata-rata

Rp 300.000. Menurutnya lahan-lahan yang potensial adalah lahan yang

mempunyai jalan bagus sehingga bisa dikontrak selama 5 tahun dengan

harga Rp 18.000.000,- Namun ada juga jenis lahan yang jauh atau

makin jauh dari jalan raya dibayar lebih kecil, Rp 100.000 sampai Rp

50.000,- per bulan kepada pemilik. Hasil kontrak digunakan

masyarakat setempat untuk berbagai keperluan, misalnya membayar

uang kuliah atau uang sekolah anak, untuk pengobatan istri yang sakit

atau membangun rumah dan sebagainya.

Namun dikatakan oleh Bapak Moses Fatagur dan Bapak Fins,

sistem sewa atau kontrak sebenarnya tidak membantu masyarakat.

Sistem ini menyiksa atau menyulitkan masyarakat sendiri karena

sewaktu-waktu mereka meminta uang kepada orang yang mengontrak

karena kebutuhan mendesak sehingga pinjaman-pinjaman tersebut

selalu dihitung sebagai utang dan masyarakat sekarang ini hanya

tergantung pada pendapatan yang sedikit itu. Menurut Moses Fatagur,

ada pengalaman lain juga di kampung ini yakni pemilik lahan menjual

lahannya dan pindah kembali ke Kampung Wambes, karena memang

yang bersangkutan berasal dari sana. Orang tersebut pergi ke Wambes

karena mempunyai usaha kelapa sawit juga dan rumah yang disediakan

oleh PTPN II di PIR VC, Mur 2. Daerah PIR V Wambes, terdiri dari

PIR V A di Wembi, PIR 5 B di Wambes dan PIR V C di Mur 2,

Yamara.

Sumber: Foto B. Renwarin 2014

Gambar 5.6 Buruh Tani Sedang Mengangkat TBS ke dalam Mobil- truk di

Workwana

Page 32: BAB 5 KELAPA SAWIT DI KAMPUNG WORKWANA...Kelapa Sawit di Kampung Workwana 155 Merauke, 191.274 h ektare, dan di Lereh Kabupaten Jayapura seluas 70.267 hektare. Untuk wilayah Kabupaten

TERMARJINALISASI KELAPA SAWIT Resistensi dan Coping Orang Workwana Papua

182

Gambar di atas menunjukkan beberapa buruh tani sedang

bekerja menaikan buah tandan segar kelapa sawit ke dalam mobil truk.

Para buruh tani berkerja pada salah seorang pengontrak lahan sawit

milik masyarakat Workwana di wilayah perkebunan kelapa sawit

Kampung Workwana. Pengontrak kebun kelapa sawit ini tinggal di

daerah PIR 2 dan berasal dari luar Papua. Buruh tani pun pada

umumnya berasal dari luar daerah seperti dari Nusa Tenggara Timur

(NTT) dan Jawa. Sejumlah orang yang mengontrak lahan kelapa sawit

di Workwana ini, ternyata mempunyai modal uang untuk mengontrak

dan mereka juga mempunyai pekerja serta mobil truk.

Menurut Benny, para petani kelapa sawit mempunyai

kelompok yang disebut Gabungan Kelompok Tani atau GAPOKTAN.

Gapoktan mempunyai beberapa peranan bagi petani seperti memberi

motivasi kepada petani untuk merawat sawit, memperhatikan

jembatan, jalan dan membina petani. Dikatakannya sekarang ini ia

berperan sebagai katalisator bagi petani dan perusahaan serta

pemerintah. Untuk kelancaran tugas Gapoktan, petani biasanya

membayar pengurus Gapoktan melalui premi dari perusahaan yang

diambil oleh pengurus. Tiap afdeling mempunyai Gapoktan dan

Gapoktan yang berurusan dengan petani. Dengan kata lain hubungan

petani dengan perusahaan harus melalui Gapoktan untuk berbagai

urusan. Selain Gapoktan ada pula Organisasi Angkutan Kelapa Sawit

(OAKSA).OAKSA berfungsi mengkoordinir mobil-mobil petani agar

bisa masuk ke pabrik ketika pabrik rusak. Dikatakannya ada

pengalaman beberapa tahun lalu, selama satu minggu mobil-mobil

antri di pabrik, petani dan pengusaha mobil mengalami kerugian tetapi

tidak ditanggapi oleh pihak pabrik dan perusahaan. Ada sekitar 150

mobil truk yang beroperasi di kebun Arso, yang dimiliki oleh sekitar

80 orang pengusaha. Pengalaman-pengalaman yang dianggap kurang

menguntungkan tersebut ternyata mendorong sejumlah pemilik lahan

yang berasal dari penduduk asli Workwana mengontrakkan atau

menjual lahan kelapa sawit mereka.

Pertanyaan yang kemudian muncul ialah mengapa penduduk

asli Workwana sekarang cenderung menjual lahan kelapa sawit?

Page 33: BAB 5 KELAPA SAWIT DI KAMPUNG WORKWANA...Kelapa Sawit di Kampung Workwana 155 Merauke, 191.274 h ektare, dan di Lereh Kabupaten Jayapura seluas 70.267 hektare. Untuk wilayah Kabupaten

Kelapa Sawit di Kampung Workwana

183

Menurut informasi Benny, orang asli Workwana melihat pekerjaan

kelapa sawit memberikan beban dan tidak memberikan harapan untuk

masa depan, keadaan kesehatan tidak memungkinkan untuk berkerja

di lahan sawit, tidak mempunyai modal usaha dan kerja ini tidak

sesuai dengan kebiasaan kerja orang asli Workwana, terbuka

kemungkinan usaha lain. Kelompok yang menjual lahan biasanya

dipengaruhi oleh jauh dekatnya lahan tersebut dengan jalan raya.

Lahan yang jauh pada umumnya dijual dengan harga Rp 10.000.000,-

(sepuluh juta) dan jauh dekat dengan jalan raya pada umumnya dijual

dengan harga Rp 20.000.000,- (dua puluh juta) sampai Rp 30.000.000,-

(tiga puluh juta). Selain alasan atau kecenderungan yang sudah

disebutkan di atas, harus diakui pula bahwa perubahan dan

perkembangan daerah yang begitu cepat terjadi memberi peluang bagi

terjadinya penetrasi pasar dan pengaruh peranan uang dalam

kehidupan sehari-hari yang terinternalisasi ke dalam kehidupan

masyarakat asli Workwana. Uang sebagai simbol kekuatan ekonomi

telah menjadi bagian kehidupan masyarakat termasuk di Workwana

dan hampir di seluruh pelosok tanah Papua. Karena itu dapat dikatakan

bahwa alasan penjualan tanah yang secara kultural tabu menurut world view setempat, dalam masyarakat pasar sekarang ini ternyata menjadi

hal yang biasa dalam hubungan-hubungan komersial di mana pun

sehingga tanah menjadi salah satu komoditi yang dapat

diperjualbelikan. Dengan kata lain kepentingan ekonomi kini menjadi

unsur pokok yang kemudian mendikte kehidupan masyarakat sehari-

hari termasuk orang Workwana sehingga tanah pun menjadi aset yang

bernilai dan dapat diidentikan dengan uang, yang oleh Malak (2006)

disebut sebagai kapitalisasi tanah adat.

Beban Ganda

Dikatakan oleh sejumlah penduduk Kampung Workwana,

uang pengembangan kebun kelapa sawit PTPN II diambil dari bank

untuk membuka kebun kelapa sawit di Arsokota dan Workwana

melalui sistem kredit. Kredit perusahaan ini kemudian dibebankan

kepada petani. Pengembalian uang kredit ke bank dilakukan dengan

Page 34: BAB 5 KELAPA SAWIT DI KAMPUNG WORKWANA...Kelapa Sawit di Kampung Workwana 155 Merauke, 191.274 h ektare, dan di Lereh Kabupaten Jayapura seluas 70.267 hektare. Untuk wilayah Kabupaten

TERMARJINALISASI KELAPA SAWIT Resistensi dan Coping Orang Workwana Papua

184

cara perusahaan memotong ongkos kredit tersebut dari petani ketika

pembayaran hasil panen. Hal ini dirasakan secara ekonomi menjadi

beban bagi petani termasuk penduduk asli yang mempunyai hak

ulayat. Kredit yang diambil perusahaan dipakai untuk berbagai

keperluan seperti, biaya penebangan hutan, sewa alat berat, membeli

chainsaw, sewa truk, beli pupuk dan beli peralatan perkebunan. Selain

beban ekonomi, masyarakat Workwana juga merasakan dan

mengalami usaha kelapa sawit di tempat ini membuat mereka menjadi

korban politik masa lalu. Dikatakan demikian oleh masyarakat karena

daerah Keerom sebagai daerah perbatasan ketika itu menjadi daerah

operasi militer dan warga masyarakat selalu dicurigai, disiksa bahkan

dibunuh dalam operasi militer tersebut, sebagaimana ditulis oleh

Budiardjo & Liong (1988). Menurut ungkapan penduduk setempat,

karena alasan politik daerah perbatasan, hutan-hutan kami di wilayah

ini dibabat, pohon-pohon ditebang agar tidak menjadi tempat

persembunyian kelompok OPM dan dengan demikian hubungan

masyarakat kampung dengan OPM diputus.

Selanjutnya, dikisahkan oleh beberapa warga kampung sambil

mengenang masa lalu, tahun 1981 sampai 1983, ketika lahan-lahan

kelapa sawit secara besar-besaran dibuka di sekitar Arsokota dan

Workwana, kontrak ditandatangani oleh orang-orang tua, tokoh

masyarakat adat pada malam hari di depan laras senjata. Tindakan itu

dilakukan karena usaha-usaha untuk mendekati masyarakat

sebelumnya sebanyak dua kali ditolak tokoh-tokoh adat. Dalam

pendekatan yang dilakukan pihak perusahaan, perusahaan menjanjikan

akan melakukan acara makan bersama di Jayapura dengan sejumlah

pihak. Pada tahap ketiga, pihak perusahaan bekerja sama dengan pihak

keamanan masuk ke rumah-rumah warga di seluruh wilayah Arso,

termasuk Workwana dengan surat dari perusahaan untuk

ditandatangani dan dijanjikan akan diberi beras dan mie instan kepada

warga di rumah-rumah. Dikatakannya, “jadi orang tua-orang tua kami

pada tahun-tahun itu melepas tanah besar ini di depan laras senjata,

sehingga kemudian terjadi pembabatan hutan secara besar-besaran”.

Pengambilan tanah ini tanpa ada ganti rugi, sehingga tidak ada dasar

yang kuat untuk pemerintah menyebut tanah ini tanah pemerintah.

Page 35: BAB 5 KELAPA SAWIT DI KAMPUNG WORKWANA...Kelapa Sawit di Kampung Workwana 155 Merauke, 191.274 h ektare, dan di Lereh Kabupaten Jayapura seluas 70.267 hektare. Untuk wilayah Kabupaten

Kelapa Sawit di Kampung Workwana

185

Karena itu, sekarang dituntut agar tanah perkebunan ini harus

dikembalikan ke adat. Tuntutan pengembalian tanah adat milik warga

setempat masih terjadi hingga saat ini di daerah Arso.

Selanjutnya, berkaitan dengan permasalahan beban-beban

masyarakat terkait pengembangan kelapa sawit di wilayah Arso,

dikatakan juga oleh salah satu tokoh masyarakat di Kampung

Workwana bahwa ada oknum pegawai PTPN II yang bermain dengan

uang potongan petani dari kredit petani. Uang tersebut diberikan

kepada koperasi-koperasi unit desa (KUD) di daerah Arso untuk

dikembangkan. Menurut informan tersebut ada 20 KUD di wilayah

Arso dan Workwana. Oleh karena itu menurut masyarakat di tempat

ini, mereka dibebani dan dirugikan dua kali, yaitu secara ekonomi

mereka kehilangan aset dan modal untuk hidup dan secara politik

mereka menerima stigma sebagai bagian dari OPM (Ansaka, dkk,

2009)15.

Pengalaman serupa yang membuat masyarakat merasa dibebani

oleh perusahaan secara ekonomi diceriterakan juga oleh Bapak Yan

Was dari PIR III. Ia menuturkan bahwa sebagai petani kelapa sawit,

kami harus membayar kredit yang dibebankan sebesar Rp 7.500.000,-

per KK. Beban kredit ini merupakan masalah bagi kami petani orang

asli. Nilai kredit tersebut dipotong setiap kali panen,sebesar 30% dari

pendapatan kotor harga panen petani. Berdasarkan pengakuannya

petani kelapa sawit di PIR, tahun 1998 hanya memperoleh uang sekitar

Rp 300.000,- setiap kali panen, setelah pembayaran berbagai macam

utang termasuk kredit oleh perusahaan. Pembayaran kredit disetor

oleh perusahaan PTPN II ke Bank Exim pada waktu itu (sekarang Bank

Mandiri). Berkaitan dengan urusan kredit, ada petani yang sudah

melunasi kreditnya dan ada yang belum. Pada umumnya tidak semua

petani bersedia melunasi kreditnya, khususnya petani pribumi dengan

alasan bahwa tanah ini adalah milik mereka, mengapa mesti melunasi

15Ansaka mencatat pernyataan pelaku-pelaku sejarah yang berhubungan dengan pembukaan lahan sawit. Salah seorang pelaku sejarah dari Workwana menyatakan, saat itu kami tidakbisa melawan keinginan pemerintah, kami disuruh hanya tanda tangan surat pelepasan tanah, ditodong dengan senjata sehingga kami beradadalam keadaan penuh tekanan.

Page 36: BAB 5 KELAPA SAWIT DI KAMPUNG WORKWANA...Kelapa Sawit di Kampung Workwana 155 Merauke, 191.274 h ektare, dan di Lereh Kabupaten Jayapura seluas 70.267 hektare. Untuk wilayah Kabupaten

TERMARJINALISASI KELAPA SAWIT Resistensi dan Coping Orang Workwana Papua

186

kredit yang bukan berasal dari inisiatif mereka sendiri tetapi

perusahaan menjadikan urusan kebun kelapa sawit sebagai utang

masyarakat melalui sistem kredit. Pembayaran kredit yang tidak lunas

mengakibatkan ada petani yang belum memperoleh sertifikat tanah.

Sertifikat bisa diberikan kepada petani bila kredit di bank telah lunas

(Rosariyanto, dkk., 2008). Berikut ini dapat dilihat sebuah catatan data

pemotongan kredit masyarakat petani yang pernah dibayar petani di

bank sejak tahun 1983/1984 sampai 1989/1990.

Tabel 5.6

Jumlah Pemotongan Kredit

Tahun tanam Potongan/KK

(Rp)

Jumlah KK

Jumlah kredit (Rp)

1983/1984 2.837.718,1 1984/1985 2.922.660,8 1985/1986 2.823.764,7 1986/1987 2.968.675,4 1987/1988 1.756.756,4 1989/1990 1.295.636,2

250

200

300

50

175

250

709.429.528

584.532.155

847.129.415

148.433.700

275.810.752

323.909.046

Sumber: Diolah dari Rosariyanto dkk (2008)

Menurut informan yang juga sebagai tokoh adat setempat,

beban kredit yang harus dibayar sebagai petani kelapa sawit dirasa

tidak adil oleh masyarakat. Masyarakat adat memang mendapat 2 (dua)

hektare lahan sama dengan petani kelapa sawit yang bukan penduduk

asli Workwana dan Arso sehingga harus membayar kredit sama dengan

petani lain. Menurut tokoh masyarakat Workwana dan Arso tersebut,

seharusnya ada perlakuan yang berbeda sebagai pemilik hak ulayat dan

yang bukan pemilik hak ulayat. Sistem ini dilihat sebagai bentuk

perlakuan yang tidak adil oleh negara dan perusahaan negara terhadap

masyarakat.

Tekanan terhadap masyarakat tidak hanya sampai di situ. Salah

seorang warga dari Workwana menuturkan, tahun 1994 terjadi suatu

Page 37: BAB 5 KELAPA SAWIT DI KAMPUNG WORKWANA...Kelapa Sawit di Kampung Workwana 155 Merauke, 191.274 h ektare, dan di Lereh Kabupaten Jayapura seluas 70.267 hektare. Untuk wilayah Kabupaten

Kelapa Sawit di Kampung Workwana

187

peristiwa yang cukup mengejutkan dan tidak diharapkan. Pada suatu

hari 3 orang oknum tentara datang di kampung dan bertemu dengan

mahasiswa dari suatu perguruan tinggi swasta di Abepura yang ketika

itu berpraktek sebagai buruh harian lepas (BHL) di kebun kelapa sawit.

Hal ini terjadi karena para mahasiswa tersebut nampaknya sempat

mengungkapkan keprihatinan mereka melihat beberapa kejadian di

sekitar perkebunan kelapa sawit yaitu adanya penebangan hutan besar-

besaran di daerah ini secara terus-menerus dan masyarakat yang

bekerja sepanjang hari di perkebunan kelapa sawit tidak dibayar

sepenuhnya. Ketiga oknum tentara bertemu para mahasiswa tersebut

dan mengancam meraka, karena ketiga oknum tentara tersebut saat itu

bertugas sebagai pengamanan di PTPN II Arso. Setelah kejadian

tersebut, para mahasiswa itu melapor ke pimpinan perguruan tinggi

dan kemudian masalah tersebut diteruskan ke pimpinan satuan yang

lebih tinggi di Abepura Jayapura. Akhirnya ketiga oknum tentara

tersebut ditegur keras oleh komandan satuannya. Hal ini menunjukkan

beberapa hal yaitu, perusahaan-perusahaan baik swasta maupun

pemerintah di Indonesia sejak masa Orde Baru hingga saat ini selalu

memperalat aparat keamanan untuk kepentingan usahanya. Di

samping itu masyarakat selalu menjadi orang kalah, tak berdaya

berhadapan dengan korporasi besar yang diperkuat oleh aparat

keamanan negara sehingga pasrah diperlakukan tidak adil, penuh

kekerasan ketika mereka berbicara mengenai hak-hak sebagai pekerja

atau sebagai buruh.

Hubungan Petani dengan Perusahaan

Berbicara mengenai hubungan petani dengan perusahaan,

melalui bagian ini akan disoroti dua hal, yaitu, sistem organisasi yang

dibentuk dan pendekatan perusahaan merekrut tokoh-tokoh

masyarakat dan tokoh-tokoh adat setempat sebagai tenaga perusahaan.

Melalui Sistem Organisasi

Bila berbicara mengenai hubungan masyarakat dengan

perusahaan, menurut sejumlah warga masyarakat di Workwana,

Page 38: BAB 5 KELAPA SAWIT DI KAMPUNG WORKWANA...Kelapa Sawit di Kampung Workwana 155 Merauke, 191.274 h ektare, dan di Lereh Kabupaten Jayapura seluas 70.267 hektare. Untuk wilayah Kabupaten

TERMARJINALISASI KELAPA SAWIT Resistensi dan Coping Orang Workwana Papua

188

sebenarnya harus dikatakan tidak ada hubungan langsung dengan

perusahaan. Menurut penjelasan Thomas Lobay, petugas khusus Dinas

Perkebunan Kabupaten Keerom sebagai penghubung antara

perusahaan, petani dan pemerintah, pada awal mula pengembangan

kelapa sawit, petani atau masyarakat diawasi oleh petugas perusahaan

yang terdiri dari manajer, asisten kepala, asisten dan mandor.

Dikatakannya, ujung tombak perusahaan ialah mandor yang setiap saat

ada di kebun sawit mendampingi dan mengawasi petani. Jadi secara

terstruktur hubungan petani atau masyarakat sudah diatur dalam

tugas-tugas struktural dan fungsional petugas perusahaan sehingga

masyarakat atau petani tidak berhubungan langsung dengan pimpinan

di atas mandor.

Oleh karena itu dikatakan oleh warga, dari pengalaman selama

ini tidak ada pimpinan perusahaan yang turun ke masyarakat petani,

misalnya, untuk menanyakan keadaan petani, masalah tanaman dan

sebagainya. Hal ini berdampak pada masyarakat sehingga masyarakat

tidak termotivasi untuk mengusahakan kelapa sawit. Demikian juga

pemerintah daerah, tidak ada perhatian terhadap petani kelapa sawit

khususnya orang asli Papua (petani plasma), misalnya tidak ada

perhatian terkait angkutan, jalan raya rusak, jembatan rusak dan

sebagainya.

Pendekatan Perusahaan Melalui Tokoh Masyarakat & Adat

Pendekatan yang digunakan perusahaan sebagai bentuk

hubungan dengan masyarakat asli di Kampung Workwana atau pun di

Arsokota ialah memegang orang-orang kunci di masyarakat. Hal ini

terlihat jelas sekali melalui cara perusahaan merekrut tokoh-tokoh

masyarakat dan tokoh adat sebagai pegawai perusahaan PTPN II.

Menurut sejumlah orang muda di Workwana dan juga di Arso,

pendekatan ini hanya merupakan suatu cara untuk meredam tuntutan-

tuntutan masyarakat. Dari percakapan-percakapan dengan kelompok

orang muda, masalah tanah lahan perkebunan tetap akan mereka

tuntut karena hal ini berkaitan langsung dengan hak-hak masyarakat.

Jadi pendekatan melalui tokoh-tokoh masyarakat dan tua-tua adat

merupakan bentuk penipuan perusahaan terhadap masyarakat asli

Page 39: BAB 5 KELAPA SAWIT DI KAMPUNG WORKWANA...Kelapa Sawit di Kampung Workwana 155 Merauke, 191.274 h ektare, dan di Lereh Kabupaten Jayapura seluas 70.267 hektare. Untuk wilayah Kabupaten

Kelapa Sawit di Kampung Workwana

189

setempat. Dari informasi lain disampaikan bahwa, beberapa waktu lalu

kelompok orang muda dari kampung Workwana dan Arso melakukan

protes terhadap perusahaan tapi kemudian harus berurusan dengan

pihak keamanan yang bertugas di perusahaan dan tidak ditanggapi

sebagaimana diharapkan oleh pimpinan perusahaan.

Janji-janji Perusahaan dan Pandangan Masyarakat

Sesuai tujuan kehadiran perkebunan kelapa sawit di wilayah

Arso,Workwana dan sekitarnya untuk membuka keterisolasian,

mempercepat proses pembangunan, membuka lapangan kerja dan

membuat masyarakat di sekitarnya sejahtera, ternyata jauh dari apa

yang diharapkan. Dalam wawancara yang dilakukan wartawan Suara

Perempuan dengan salah satu tokoh pelaku sejarah pelepasan tanah

adat untuk perkebunan sawit di wilayah Arso dan Workwana. Tokoh

adat dan masyarakat tersebut menyatakan bahwa dalam kenyataan

“kami sampai saat ini masih tetap miskin dan melarat di atas tanah

kami yang kaya” (Ansaka, dkk, 2009). Hal sama yang disampaikan

kepada Suara Perempuan Papua beberapa tahun silam, diulangi lagi

ketika penulis menemuinya di rumahnya, di sekitar kampung lama

Wor.

Tokoh dimaksud adalah Bapak Herman Fatagur, salah satu

tokoh adat masyarakat Workwana. Herman Fatagur merupakan salah

satu saksi hidup yang memperjuangkan masalah ganti rugi tanah yang

tak kunjung selesai, mengisahkan pengalamannya ketika penulis

menemuinya. Menurut penuturannya, pada awal pembukaan lahan di

tempat ini perusahaan berjanji akan melakukan berbagai hal demi

kepentingan masyarakat. Janji-janji yang diingat masyarakat ialah

pihak perusahaan perkebunan kelapa sawit akan membuat masyarakat

hidup sejahtera, akan dibuatkan rumah sehat bagi penduduk kampung,

anak sekolah akan dibiayai sampai ke perguruan tinggi, orang asli dapat

diterima bekerja di perusahaan sebagai karyawan dan akan dibuatkan

jaminan bagi masyarakat dengan potongan Rp 2,- yang diambil dari

petani dan dikelola masyarakat setempat. Selain itu masyarakat juga

Page 40: BAB 5 KELAPA SAWIT DI KAMPUNG WORKWANA...Kelapa Sawit di Kampung Workwana 155 Merauke, 191.274 h ektare, dan di Lereh Kabupaten Jayapura seluas 70.267 hektare. Untuk wilayah Kabupaten

TERMARJINALISASI KELAPA SAWIT Resistensi dan Coping Orang Workwana Papua

190

akan mendapat listrik dan air bersih di rumah-rumah termasuk

mendapat mobil untuk melayani kepentingan masyarakat kampung.

Dengan nada kesal, Bapak Herman berujar:

“kerja seperti ini merupakan bentuk penipuan karena harta kekayaan alam kami diambil dengan alasan dipakai untuk kepentingan negara padahal masyarakat tidak mendapat apa-apa”.

Ia juga menyatakan, kebun kelapa sawit dibuka dengan tujuan

agar masyarakat bekerja, tenaga mereka dikuras dan tidak berpikir lagi

tentang Papua Merdeka. Menurutnya sistem pembangunan yang

digunakan ini juga merusak masyarakat karena minuman keras (miras)

dipakai untuk membujuk masyarakat, khususnya orang muda diperalat

untuk kepentingan tertentu. Hal senada juga disampaikan salah

seorang tokoh masyarakat di Workwana, Bapak Lamber Welip bahwa

pembukaan kebun kelapa sawit di Keerom dalam rangka mematahkan

perjuangan dan usaha-usaha OPM. Masyarakat sekarang sedang

mengalami luka di hati yang dalam karena masyarakat disiksa, ditindas

dan dibunuh. Selain itu masyarakat juga sering diperalat untuk menjadi

mata-mata yang bertugas demi kepentingan pemerintah yang

menimbulkan sikap saling curiga di antara warga. Dikatakannya,

bahkan sekarang anak-anak muda gampang sekali diperalat untuk

kepentingan tertentu dengan cara memberi minuman keras.

Menurut Bapak Herman, saat ini masyarakat hidup dalam

keadaan yang makin hancur dengan penipuan-penipuan yang dibuat

melalui usaha perkebunan kelapa sawit. Dikatakannya, “orang Papua

sebagai pemilik tanah, menjadi korban di atas tanahnya sendiri”. Selain

itu ia juga berceritera ketika rombongan yang diikutinya

bersilahturahmi dengan Presiden SBY di istana Negara Jakarta, sebagai

perwakilan masyarakat adat Keerom, ia mengatakan, “Tanah Papua

tidak diperjualbelikan tapi hanya kontrak”. Jadi kehadiran perusahaan

untuk mensejahterakan masyarakat melalui pendidikan, pelayanan

kesehatan, pengembangan ekonomi, perumahan, listrik dan air bersih,

semuanya hanya merupakan janji belaka, karena bila diamati secara

cermat dan saksama, saat ini sesungguhnya baik masyarakat kampung

Page 41: BAB 5 KELAPA SAWIT DI KAMPUNG WORKWANA...Kelapa Sawit di Kampung Workwana 155 Merauke, 191.274 h ektare, dan di Lereh Kabupaten Jayapura seluas 70.267 hektare. Untuk wilayah Kabupaten

Kelapa Sawit di Kampung Workwana

191

Arsokota maupun Kampung Workwana sedang berada dalam keadaan

terpuruk di berbagai aspek kehidupan.

Peran Pemerintah

Peran pemerintah pusat. Dari sejarah pengembangan kelapa

sawit di Indonesia, dapat dilihat bahwa pemerintah, baik di pusat

maupun daerah mempunyai peran yang signifikan dalam urusan

pengembangan perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Hal tersebut

dapat dilihat dari regulasi-regulasi dan kebijakan-kebijakan yang

dibuat berkaitan dengan izin pengelolaan lahan perkebunan, survei-

survei lahan, pemberian saham usaha, penentuan harga komoditi,

perihal tenaga kerja di perkebunan inti rakyat, pembebasan lahan-

lahan masyarakat serta kompensasinya, penyediaan anggaran

pembinaan dan pelayanan petani serta pengembangan infrastruktur

pembangunan termasuk urusan keamanan usaha dan sebagainya.

Sebagaimana diuraikan oleh Colchester dkk., (2007), dalam

buku berjudul, Promised Land Palm Oil and Land Acquisition in Indonesia: Implications for Local Communities and Indigenous Peoples, bahwa ada lima fase kebijakan pembangunan perkebunan

kelapa sawit yang dibuat oleh pemerintah Indonesia. Fase-fase tersebut

yaitu, fase PIR Trans, dimulai sebelum Oktober 1993, fase Deregulasi

1993-1996, fase Privatisasi 1996-1998, fase Kooperatif 1998-2002 dan

fase Desentralisasi 2002-2006. Berikut ini penulis menguraikan garis

besar isi fase-fase kebijakan berdasarkan penjelasan Colchester,dkk.,

sebagai berikut. Pertama, fase PIR Trans. Sebelum Oktober 1993,

pemerintah menetapkan pemusatan penanaman kelapa sawit dalam

pengawasan PTPN, meliputi kebun inti dan plasma yang disatukan

dengan program Transmigrasi sehingga dilakukan konversi tanah dan

hutan secara hukum, seluas 100 hektare. Program tersebut ditetapkan

berdasarkan Inpres RI No.1/1986; MOA-Mof-BPN joint decree No.

364/Kpts-II/1990 (Colchester dkk, 2007, 70). .Selama periode ini, hak-

hak kepemilikan lahan komunitas setempat biasanya tidak diakui.

Bahkan masyarakat asli setempat disatukan dengan warga Transmigran

Page 42: BAB 5 KELAPA SAWIT DI KAMPUNG WORKWANA...Kelapa Sawit di Kampung Workwana 155 Merauke, 191.274 h ektare, dan di Lereh Kabupaten Jayapura seluas 70.267 hektare. Untuk wilayah Kabupaten

TERMARJINALISASI KELAPA SAWIT Resistensi dan Coping Orang Workwana Papua

192

(Transmigrasi sisipan) berbaur dengan Trans dari Jawa, Madura dan

Bali. Masing-masing keluarga warga PIR Trans mendapat hanya 2 (dua)

hektare, yang digunakan 1 (satu) hektare untuk menanam padi dan

palawija, 1 (satu) hektare yang lain untuk kebun kelapa sawit. Kedua,

fase Deregulasi. Pada fase ini pemerintah mengeluarkan paket

kebijakan deregulasi. Paket deregulasi ini berisi kebijakan yang

diberikan kepada pemerintah daerah setempat kewenangan yang besar

untuk mempromosikan pembangunan daerahnya termasuk kepada

badan-badan swasta sepanjang mereka berkomitmen untuk

berivenstasi di daerah tersebut. Berdasarkan paket kebijakan tersebut

pemerintah daerah dapat mengizinkan konversi hutan sampai 200

hektare sedangkan di atas 200 hektare menjadi tanggung jawab

pemerintah pusat di Jakarta. Ketiga, fase Privatisasi. Fase ini

berlangsung di masa-masa akhir kekuasaan mantan Presiden Soeharto.

Di masa ini Soeharto mengendalikan berbagai sektor usaha termasuk

hasil-hasil perkebunan dengan melakukan privatisasi badan-badan

usaha pemerintah. Cara yang digunakan ialah menginvestasi langsung

dan memfasilitasi usaha-usaha tersebut secara pribadi. Prosedur

perizinan yang ditempuh dimulai dengan memberikan izin prinsip,

kemudian izin tetap dan selanjutnya mengeluarkan izin perluasan.

Syarat-syarat ini juga yang dipakai untuk melakukan konversi hutan

(HPH) bagi perusahaan yang bergerak di bidang perkayuan. Keempat,

fase Kerja sama. Ketika rezim Soeharto jatuh, muncul di era reformasi

gagasan-gagasan baru pembangunan daerah. Model-model

pembangunan di masa ini lebih mengutamakan komunitas-komunitas

lokal untuk menikmati langsung hasil-hasil dari tanah dan sumber

daya alamnya. Muncul aturan-aturan yang berkaitan dengan hutan

lindung sebagai bentuk proteksi terhadap konversi sebagai bentuk

proses harmonisasi antara prosedur perencanaan spasial regional dan

lokal. Izin usaha perkebunan diberikan oleh pemerintah provinsi

untuk jangka waktu 3 tahun dengan luas di atas 1.000 hektare

sedangkan di atas 20.000 hektare oleh Departemen Kehutanan dan

Perkebunan Pusat. Kelima, fase Desentralisasi. Fase ini muncul sesudah

rezim Soeharto jatuh dan terjadi perubahan politik secara radikal di

Indonesia. Sejak tahun 2002 terjadi perubahan-perubahan yang

Page 43: BAB 5 KELAPA SAWIT DI KAMPUNG WORKWANA...Kelapa Sawit di Kampung Workwana 155 Merauke, 191.274 h ektare, dan di Lereh Kabupaten Jayapura seluas 70.267 hektare. Untuk wilayah Kabupaten

Kelapa Sawit di Kampung Workwana

193

memengaruhi pembangunan sektor usaha perkebunan kelapa sawit.

Kemudian keluar aturan baru perizinan usaha yang bisa dikeluarkan di

tingkat kabupaten bagi usaha di atas 1.000 hektare namun kebijakan ini

tumpang tindih dengan wewenang yang sama yang dimiliki oleh

provinsi di bidang pertanian. Pada tahun 2005 pemerintah

mengeluarkan aturan sebagai moratorium terhadap konversi lahan

perkebunan.

Fase-fase kebijakan di atas nampaknya dimanfaatkan dengan

berbagai cara oleh pengusaha baik perkebunan kelapa sawit maupun

pemegang izin pengusahaan hutan di Papua (HPH) sedemikian rupa

sehingga usaha-usaha tersebut tetap berjalan. Walaupun dari segi

regulasi, Pemerintah Provinsi Papua telah mencabut izin usaha

puluhan perusahaan yang bergerak di bidang pengelolaan kayu di

Papua (Patay, 2005), tetapi nyatanya setiap hari kita dapat

menyaksikan puluhan truk bermuatan kayu berbagai ukuran yang siap

dipakai melintas di Arsokota siang dan malam menuju Abepura dan

Jayapura. Menurut masyarakat di Workwana dan Arso, sudah menjadi

rahasia umum bahwa setiap pos yang dilintasi oleh truk pengangkut

kayu tersebut, harus memberikan sejumlah uang kepada petugas yang

ada, entah pos adat16 di Arso, pos-pos aparat keamanan maupun pos

instansi kehutan sepanjang jalan Trans Irian.

Peran Pemerintah Daerah. Salah seorang informan menyatakan

sikap pemerintah yang diwakili oleh Bupati Celsius Watae ketika SKP

KJ melakukan diskusi di Jayapura pada tanggal 5 Juli 2008, jelas

menunjukkan keberpihakan kepada kepentingan masyarakat petani di

wilayahnya. Sebagaimana dicatat oleh wartawan Tabloid Suara

Perempuan Papua, bahwa usai diskusi yang dilakukan oleh SKP KJ di

Jayapura, wartawan Tabloid Suara Perempuan Papua, mewancarai

Bupati Keerom saat itu, Celsius Watae, putra asli Keerom mengenai

masalah petani kelapa sawit dan PTPN II. Celsius Watae

16Pos adat dibuat di depan Kampung Workwanaatas persetujuan apara tkampung, tokoh adat setempat yang dijaga oleh pemuda kampung. Setiap truk yang melintasi pos adat memberikan uang sebesarRp. 50.000,-. Penggunaanuang tersebutdiatur oleh pengurus masyarakat adat.Konon, untuk pos-pos yang lain biasanyadiberikan lebih dari Rp. 50.000,-

Page 44: BAB 5 KELAPA SAWIT DI KAMPUNG WORKWANA...Kelapa Sawit di Kampung Workwana 155 Merauke, 191.274 h ektare, dan di Lereh Kabupaten Jayapura seluas 70.267 hektare. Untuk wilayah Kabupaten

TERMARJINALISASI KELAPA SAWIT Resistensi dan Coping Orang Workwana Papua

194

menyampaikan tanggapannya bahwa, perlu ada perbaikan pola

pendekatan yang digunakan perusahaan terhadap masyarakat.

Beberapa hal yang disoroti Watae antara lain ialah ada kesan

perusahaan tidak serius melakukan pembinaan terhadap petani

sehingga perlu diusahakan pola pendekatan yang baik supaya petani

tidak dibiarkan begitu saja. Hal ini juga berdampak kepada perusahaan

agar bisa tetap eksis. Persoalan lain yang juga muncul dalam diskusi

tersebut menyangkut pabrik yang tidak beroperasi lagi di Workwana

dan kemudian seluruh pengolahan TBS dipindahkan ke pabrik di Arso

7. Dikatakan masalahnya ialah pabrik di Arso 7 hanya mengolah TBS

kemudian minyak olahan dikirim ke luar daerah, hasilnya tidak

langsung dinikmati masyarakat di daerah. Selain itu fluktuasi harga

sawit yang tidak menentu dirasakan merugikan petani, rusaknya

hutan-hutan tempat mata pencarian penduduk, hilangnya sumber daya

alam akibat penebangan hutan yang kemudian diolah menjadi jutaan

kubik kayu yang dikirim ke luar daerah Papua, terjadinya pungutan

liar di area perusahaan ketika mobil truk membawa TBS masuk untuk

ditimbang dan persoalan hak ulayat masyarakat. Tentang hak ulayat

masyarakat, Celsius Watae menyatakan perjanjian yang dibuat dahulu

dan disetujui masyarakat terjadi dalam situasi sosial politik yang tidak

memungkinkan masyarakat berbuat apa-apa, padahal sangat tidak

menguntungkan mereka. Terkait dengan gejala perusahaan PTPN II

yang tidak sehat menurut Watae sudah ada kemauan politik Gubernur

Suebu untuk mengalihkannya menjadi Badan Usaha Milik Daerah

(BUMD) setelah itu akan diserahkan kepada PT Rajawali untuk

mengelolanya. Sedangkan mengenai pajak usaha perkebunan, yang

selama ini dikeluhkan masyarakat, dikatakan Watae pajak tersebut

dibayar langsung ke pemerintah pusat dan kemudian dikembalikan ke

daerah dalam bentuk bagi hasil non-migas ke provinsi dan kabupaten

(Ansaka, 2009, 341-344).

Sebaliknya muncul tanggapan pula dari Yunus Malau sebagai

salah satu unsur pimpinan perusahaan PTPN II Kebun Arso. Ia

menanggapi hasil penelitian SKP KJ, yang disampaikan juga kepada

Wartawan Tabloid Suara Perempuan sebagai berikut. Menurut Malau

penelitian tersebut menyerang perusahaan, yang dilihat hanya dari sisi

Page 45: BAB 5 KELAPA SAWIT DI KAMPUNG WORKWANA...Kelapa Sawit di Kampung Workwana 155 Merauke, 191.274 h ektare, dan di Lereh Kabupaten Jayapura seluas 70.267 hektare. Untuk wilayah Kabupaten

Kelapa Sawit di Kampung Workwana

195

social budaya saja dan belum melihat dampak dari aspek sosial

ekonomi. Dikatakan oleh Malau, dampak kehadiran perusahaan ini

dalam bidang sosial ekonomi ialah isolasi daerah dibuka dan dampak

lain secara politik ialah terbentuknya Kabupaten Keerom sekarang ini.

Selain itu dikatakan juga terkait dengan pembinaan petani,

infrastruktur kebun inti menjadi tanggung jawab perusahaan tetapi

kebun plasma menjadi tanggung jawab petani plasma.Karena sejak

tanaman kelapa sawit berusia 4 tahun sudah dikonversi ke petani

sehingga pengelolaannya menjadi tanggung jawab penuh petani

melalui kelompok tani. Malau menjelaskan bahwa perusahaan hanya

mendampingi dalam pembinaan teknis seperti melakukan penyuluhan.

Akhirnya dikatakan Malau bahwa sebenarnya selama ini PTPN II

dengan kebun-kebun yang ada ini belum pernah mendapat

keuntungan karena masih dibiayai oleh PTPN I Tanjung Morawa

Medan. Dari segi kemampuan produksi pabrik, pada tahun 2008

mengelola 6.800 ton sampai 7.800 ton setiap bulan. Hal ini nampaknya

menjadi alasan yang mendorong pemerintah daerah untuk

mengalihkan PTPN II menjadi BUMD, sebagaimana dijelaskan Celsius

Watae di atas, karena manajeman pengelolaan perusahaan dinilai

kurang sehat. Dari penuturan masyarakat di Workwana, pabrik kelapa

sawit di tepi Sungai Tami dihentikan bukan saja karena mengalami

kerusakan tetapi, pertama-tama karena posisi pabrik berada di atas

tanah di tepi sungai yang labil. Kedua, limbah pabrik berdampak

mencermarkan Sungai Tami sebagai tempat masyarakat atau penduduk

di sekitar menggunakannya sebagai sumber air dan tempat mencari

ikan, udang dan biota lainnya untuk keperluan konsumsi masyarakat.

Sehubungan peran pemerintah daerah, menurut Thomas

Lobay, pemerintah kabupaten juga turut berperan membuka

infrastruktur jalan raya, memperbaiki jalan yang rusak, melakukan

penyuluhan kepada petani kelapa sawit, menangani hama tanaman

kelapa sawit. Dikatakannya, beberapa waktu lalu di tahun 2015 ini, ia

dipanggil oleh Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Papua berkaitan

dengan permasalahan kelapa sawit di wilayah Distrik Arso karena ia

berpengalaman mengurusi masalah kelapa sawit di wilayah Distrik

Arso. Menurut Thomas, lima tahun terakhir ini dirasakan kurang ada

Page 46: BAB 5 KELAPA SAWIT DI KAMPUNG WORKWANA...Kelapa Sawit di Kampung Workwana 155 Merauke, 191.274 h ektare, dan di Lereh Kabupaten Jayapura seluas 70.267 hektare. Untuk wilayah Kabupaten

TERMARJINALISASI KELAPA SAWIT Resistensi dan Coping Orang Workwana Papua

196

perhatian pemerintah daerah. Kemudian, berkaitan dengan penentuan

harga sawit, menurutnya, sebenarnya ada surat keputusan yang dibuat

pemerintah. Terkait dengan harga kelapa sawit, Menteri Pertanian

sebenarnya yang menentukan harga kelapa sawit dan sudah ada

rumusnya, tapi kadang-kadang ada pegawai atau staf yang bermain

harga dengan perusahaan. Hal ini sesuai dengan apa yang dilansir salah

seorang tokoh adat orang Workwana. Kenyataan demikian membuat

masyarakat mengeluh, karena 6 bulan terakhir harga kelapa sawit terus

menurun. Pada bulan Oktober 2015 lalu, kelompok tani kelapa sawit

dari daerah Arso dan Workwana menemui Thomas di rumahnya dan

berbicara mengenai masalah harga kelapa sawit. Pak Thomas

mengusulkan, kalau ada rapat di DPRD Keroom, harus ada yang

mempresentasikan rumus harga penentuan kelapa sawit. Karena

sekarang masyarakat menuntut dan menolak harga TBS yang

ditetapkan Rp 600,-/kg. Harga TBS terus menurun dari harga

sebelumnya Rp 1.300,- atau Rp 1.200,-/kg. Pengalaman tahun

1989/1999 ketika krisis ekonomi dan mata uang dolar AS menguat,

harga kelapa sawit menguntungkan masyarakat petani. Sekarang dolar

AS juga menguat, tapi harga TBS malah menurun. Thomas

menjelaskan, TIM penentuan harga TBS terdiri dari Dinas

Perindustrian, Perkebunan, Perekonmian Daerah, Kependudukan dan

PTPN II. Keterlibatan dinas atau instansi terkait bertugas dan

berfungsi memberikan pertimbangan penentuan harga kelapa sawit.

Dinas Perindustrian, berperan menghitung biaya pengolahan kelapa

sawit; Dinas Perdagangan, menghitung biaya pemasaran; Dinas

Perkebunan, menghitung kualitas hasil olahan kelapa sawit.

Berdasarkan hasil perhitungan tersebut ditetapkan harga CPO dengan

membandingkan harga yang ditetapkan dari pemerintah pusat di

Jakarta. Berkaitan dengan peremajaan kelapa sawit, Thomas

menyatakan banyak warga masyarakat petani ingin peremajaan, hanya

satu dua orang yang keberatan. Namun dari ungkapan-ungkapan

masyarakat kepada penulis dan laporan-laporan penelitian terdahulu

jelas dapat dipahami baik orang Kampung Arsokota maupun

Workwana pada umumnya menolak peremajaan kelapa sawit bila

Page 47: BAB 5 KELAPA SAWIT DI KAMPUNG WORKWANA...Kelapa Sawit di Kampung Workwana 155 Merauke, 191.274 h ektare, dan di Lereh Kabupaten Jayapura seluas 70.267 hektare. Untuk wilayah Kabupaten

Kelapa Sawit di Kampung Workwana

197

permasalahan tanah di kedua tempat ini belum diselesaikan

sebagaimana mestinya.

Padahal dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Daerah (RPJMD) Kabupaten Kerom Tahun 2010 – 2015, di bidang

Pertanian, kelapa sawit sebagai salah satu unsur komoditi unggulan

daerah yang memberikan kontribusi terhadap PDRB Kabupaten

Keerom sama sekali tidak diberi perhatian khusus sebagai komoditi

unggulan daerah, baik dalam perencanaan maupun pengembangannya

serta penanganan permasalahan yang ada17. RPJMD ini dapat

dikatakan tidak mencerminkan pernyataan Bupati Keerom, Yusuf

Wally, bahwa pembukaan dan penanaman kelapa sawit baru itu

berkaitan dengan promosi Keerom menjadi kota industri. Menurutnya,

perusahaan boleh beroperasi tapi harus memperhatikan hak-hak

masyarakat.

Orang Workwana Berhenti Panen

Sumber: Foto B. Renwarin 2014

Gambar 5.7

Tumpukan Kelapa Sawit di Jalan Trans Irian (Papua)

Kedua gambar di atas memperlihatkan tumpukan kelapa sawit

yang diletakkan di tepi Jalan Trans Irian (Papua) yang dipetik buruh

tani yang bekerja pada pengontrak kebun kelapa sawit atau pembeli

17Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten KeeromTahun 2010-2015, Arso: Pemerintah Kabupaten KeeromTahun 2011.

Page 48: BAB 5 KELAPA SAWIT DI KAMPUNG WORKWANA...Kelapa Sawit di Kampung Workwana 155 Merauke, 191.274 h ektare, dan di Lereh Kabupaten Jayapura seluas 70.267 hektare. Untuk wilayah Kabupaten

TERMARJINALISASI KELAPA SAWIT Resistensi dan Coping Orang Workwana Papua

198

kebun kelapa sawit dari penduduk Workwana. Tumpukan di Gambar

5.7 sebelah kiri, lebih banyak, hasil petikan atau egrek selama

beberapa hari. Sedangkan Gambar 5.7 sebelah kanan, jumlah kelapa

sawit lebih sedikit karena kenyataannya produksi buah sawit dari

waktu ke waktu terus berkurang. Dari pengalaman buruh tani yang

ditemui di jalan, diketahui bahwa diperlukan beberapa hari lamanya

untuk mengumpulkan buah kelapa sawit seperti terlihat pada gambar

di atas, yang ditumpuk saja di pinggir jalan untuk kemudian diangkut

dengan truk ke pabrik pengolahan kelapa sawit di Arso 7 (tujuh).

Fenomena gambar ini menunjukkan bahwa setelah 30 tahun kelapa

sawit ditanam dan berproduksi, dari waktu ke waktu hasilnya terus

berkurang sementara peremajaan yang ditunggu-tunggu masyatakat

tidak pernah terjadi.

Seperti dijelaskan oleh Sunarko (2014, 165-166), produksi

kelapa sawit dari waktu ke waktu yang terus berkurang dipengaruhi

oleh usia tanam. Dikatakannya, ketika kelapa sawit masih berusia 3

sampai 4 tahun,bisa diperoleh kelapa sawit sebanyak 6,2 ton/ha sampai

12 ton/ha, berasal dari rata-rata 17,4 sampai 17,9 buah TBS per pohon.

Akan tetapi ketika kelapa sawit mencapai usia 23 sampai 25 tahun,TBS

yang dihasilkan makin berkurang, rata-rata jumlah TBS hanya

mencapai 3,8 sampai 3,7 per pohon. Catatan Sunarko kurang lebih

sama dengan pengalaman petani kelapa sawit di Kampung Workwana

dan Arsokota.Dikatakan oleh Benny Montulalu, dari PIR 2, ketika

masa-masa awal panen, kelapa sawit dipanen petani 2 kali sebulan,

dengan hasil 6 sampai 7 ton per lahan, bahkan bisa mencapai 9 ton

berkat pemberian pupuk. Tapi sekarang 1 lahan hanya menghasilkan

30 sampai 40 TBS, dan 1 TBS hanya 16 kg.

Selain itu Pak Damasussalah, seorang warga pemilik lahan

kelapa sawit di wilayah Workwana pada salah satu kesempatan

mengisahkan pengalamannya mengelola kelapa sawit. Dikatakan oleh

Damasus, ketika sampai di perusahaan, kelapa sawit kami masih juga

harus mengantri satu sampai dua hari, bahkan pernah sampai satu

minggu lamanya. Padahal kami sudah mengeluarkan uang untuk

mengegrek dan uang pikul. Petani sedikit sekali untung karena untuk

Page 49: BAB 5 KELAPA SAWIT DI KAMPUNG WORKWANA...Kelapa Sawit di Kampung Workwana 155 Merauke, 191.274 h ektare, dan di Lereh Kabupaten Jayapura seluas 70.267 hektare. Untuk wilayah Kabupaten

Kelapa Sawit di Kampung Workwana

199

memanen harus mengeluarkan modal terlebih dahulu. Uang harga

kelapa sawit akan dibayar pada akhir bulan, bukan pada setiap kali

pengiriman. Kondisi seperti ini membuat orang Papua pemilik lahan

kelapa sawit di Workwana tidak mampu mengelola lahannya, sehingga

banyak lahan milik masyarakat setempat disewakan dengan harga yang

cukup murah kepada masyarakat pendatang atau petani yang mampu

mengolah lahan tersebut. Sebagai contoh masyarakat yang berada di

Pir IV dan Kampung Wembi, Arso, mengalami kerugian yang besar

karena jarak kebun kelapa sawit dari lokasi perusahaan sangat jauh

sehingga ongkos transport menjadi hampir dua kali lipat.

Selain itu informasi juga diperoleh dari Bapak Yosep Wabiager

sebagai Ondoafi Workwana, menjadi salah satu karyawan perusahaan

kelapa sawit. Beberapa kali penulis mencoba bertemu dengannya

namun tidak pernah menjumpainya di rumah. Informasi tentang Bapak

Yosep ini diperoleh melalui catatan wartawan Jubi terkait dengan

pengalamannya tentang kelapa sawit. Catatan tersebut menjelaskan,

menurut Bapak Yosep, ia merasa dirugikan dengan hadirnya

perusahaan kelapa sawit di kampungnya. Karena ada masalah dengan

biaya transportasi, biaya egrek dan biaya pikul, semua ongkos tersebut

menjadi beban yang sangat berat. Ia sendiri tidak mampu mengolah

lahannya, dan akhirnya menyewakan lahannya dengan harga Rp

2.000.000/tahun kepada orang pendatang. Namun baginya ini tidak

cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarganya sehingga harus

melakukan usaha lain. Menurutnya, “mau tidak mau kami harus tokok

sagu, berburu, dan berkebun di lahan kami yang tersisa ini untuk

memenuhi kebutuhan keluarga sehari-hari. Kalau kami hanya

mengharapkan hasil kelapa sawit kami tidak dapat apa-apa”. Selain itu

dikatakan juga sampai saat ini perusahaan dan pemerintah tidak

memperhatikan masyarakat asli daerah ini. Air di sini keruh, kalau

mau digunakan harus disaring untuk dipakai masak atau mandi.

Demikian juga perumahan masyarakat.Hingga saat ini masyarakat

masih tinggal di gubuk, rumah papan di kampung ini yang dibangun

oleh Dinas Sosial Provinsi Papua tetapi karena sudah lama maka

sekarang atapnya sudah bocor dan papan juga sudah berjamur. Pemda

Keerom sendiri dengan pihak perusahaan kelapa sawit ini belum

Page 50: BAB 5 KELAPA SAWIT DI KAMPUNG WORKWANA...Kelapa Sawit di Kampung Workwana 155 Merauke, 191.274 h ektare, dan di Lereh Kabupaten Jayapura seluas 70.267 hektare. Untuk wilayah Kabupaten

TERMARJINALISASI KELAPA SAWIT Resistensi dan Coping Orang Workwana Papua

200

membangun rumah warga masyarakat di kampung Workwana sampai

saat ini.

Namun dari waktu ke waktu keluhan Bapak Yosep di atas

mulai diperhatikan pemerintah kampung melalui dana PNPM Mandiri

Respek beberapa tahun terakhir, sebagaimana dijelaskan oleh Moses

Fatagur, Sekretaris Kampung Workwana. Kisah-kisah yang

disampaikan penduduk di daerah ini dan hasil rekaman wartawan

Jurnal Suara Perempuan, wartawan Jubi dan SKP Jayapura serta

berbagai penelitian, memberikan gambaran bahwa apa yang dibuat di

atas kertas, dipikirkan para pejabat pemerintah senyatanya amat

berbeda dengan realitas pengalaman masyarakat.

Para informan mengatakan orang Workwana sudah sejak

tahun 2000 tidak lagi memanen kelapa sawit sendiri karena sejak saat

itu kebun dikontrakkan kepada orang lain. Diharapkan oleh

masyarakat bahwa berhadapan dengan urusan tanah dan kontrak

hendaknya diatur dengan baik tetapi pemerintah daerah dan

perusahaan tidak menanggapi dengan baik. Selain itu perusahaan juga

seharusnya membina petani tapi setelah adanya tuntutan-tuntutan

masyarakat, perusahaan nampaknya lepas tangan dan hanya menunggu

hasil panen dibawa ke pabrik. Dengan begitu peremajaan tanaman pun

tidak dilakukan karena masalah tanah dalam kontrak belum

diselesaikan dan diharapkan diatur ulang. Menurut Bapak Lukas

Yonggom, warga Kampung Workwana, sekarang ini masyarakat tidak

pegang uang lagi dari hasil kebun kelapa sawit. Hal serupa juga

diungkapkan Pak Fins Mosunggwa.Pada awal-awal masa panen kelapa

sawit masih setinggi 2 sampai 3 m, masyarakat mendodos sendiri

kelapa sawitnya. Tetapi ketika kelapa mulai lebih tinggi mencapai 5

sampai 6 m, kelapa sawit harus diegrek dan usaha ini memerlukan

banyak tenaga sehingga menimbulkan rasa sakit di dada, bahkan

seluruh badan menjadi sakit dan membuat masyarakat menjadi trauma.

Saudara Fins menyatakan kalau secara fisik masyarakat tidak sehat,

kurang gizi, keadaan tersebut sangat berpengaruh pada seseorang.

Dikatakannya, bagaimana warga bisa bekerja keras kalau kesehatannya

kurang baik. Oleh karena itu jalan keluar yang ditempuh ialah

Page 51: BAB 5 KELAPA SAWIT DI KAMPUNG WORKWANA...Kelapa Sawit di Kampung Workwana 155 Merauke, 191.274 h ektare, dan di Lereh Kabupaten Jayapura seluas 70.267 hektare. Untuk wilayah Kabupaten

Kelapa Sawit di Kampung Workwana

201

menyerahkan panen kelapa sawit kepada orang lain khususnya warga

transmigrasi atau warga lainnya dari kota Abepura dan hal ini sudah

terjadi sekitar 20 tahun lebih. Ada lahan yang dikontrakan untuk 10-15

tahun, bahkan ada yang kepemilikannya sudah berpindah ke pihak

lain. Dikatakan oleh Pak Fins kelihatannya masyarakat belum siap

mengolah lahan kelapa sawit. Dengan kontrak lahan selama 1 (satu)

atau 2 (dua) tahun, pemilik mendapat Rp 1.000.000, sampai Rp

2.000.000,-, padahal sesungguhnya yang mengontrak lebih beruntung

karena dikerjakan sendiri, yang pada umumnya adalah masyarakat

pendatang. Sekarang warga pendatang yang mengontrak lahan kelapa

sawit mempunyai hidup yang lebih baik, mempunyai rumah batu atau

permanen, motor roda dua, dan sebagainya. Dahulu memang diatur

agar truk-truk dibayar oleh kebun inti atau perusahaan dan petani

plasma terima bersih.Tetapi sekarang petani plasma menanggung

semua ongkos, yakni membayar tenaga buruh dan mobil truk, bisa

mencapai Rp 500.000,-lebih. Dengan cara demikian lalu berapa yang

diterima petani dalam situasi sekarang ini, yang mana harga kelapa

sawit naik turun. Keadaan ini menyebabkan pendapatan ekonomi

masyarakat kecil sekali atau kurang sehingga berpengaruh pada hidup

sehari-hari. Dikatakannya, kondisi hidup yang terbatas tersebut dapat

dilihat dari kondisi rumah, yang pada umumnya amat sederhana

bahkan masih ada yang menempati rumah papan bantuan Dinas Sosial

tahun 1983 yang nyaris roboh, dengan perabot rumah tangga seadanya

dan sebagainya. Menurut Fins salah satu tokoh muda di Workwana,

sebenarnya kalau masyarakat bisa panen sendiri, pendapatan petani

cukup dan bisa memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Dengan

pendapatan yang terbatas seperti sekarang ini membuat banyak anak

tidak bersekolah, hanya satu atau dua anak saja yang sampai ke

perguruan tinggi. Dengan kata lain menurut Fins, kondisi keluarga

yang serba terbatas tidak memotivasi anak untuk mengikuti

pendidikan atau sekolah ke jenjang yang lebih tinggi. Jadi kelapa sawit

sekarang ini tidak mendukung dan tidak memberi harapan bagi

masyarakat, demikian dikeluhkan Pak Fins. Dampak dari keadaan

seperti ini menunjukkan sekarang hampir semua warga masyarakat

Kampung Workwana merasakan hidup sulit. Anak-anak muda tidak

Page 52: BAB 5 KELAPA SAWIT DI KAMPUNG WORKWANA...Kelapa Sawit di Kampung Workwana 155 Merauke, 191.274 h ektare, dan di Lereh Kabupaten Jayapura seluas 70.267 hektare. Untuk wilayah Kabupaten

TERMARJINALISASI KELAPA SAWIT Resistensi dan Coping Orang Workwana Papua

202

bisa pegang jubi (tombak) dan menokok sagu. Sistem pencarian nafkah

seperti itu telah hilang dari kehidupan penduduk setempat yang

sebenarnya dipelajari turun-temurun. Masyarakat sekarang tergantung

dari uang kelapa sawit padahal uang kelapa sawit sama sekali tidak

menjanjikan bagi kehidupan saat ini dan di masa depan.

Pengalaman yang mirip dengan warga di Workwana dialami

juga oleh Bapak Yan Was dari PIR III Kampung Bagia jalur D Timur

RT 05. Disampaikannya, PIR 3 dibuka tahun 1989. Ia mempunyai 2

hektare lahan dan membayarnya dengan cara mengambil kredit

sebesar Rp 7.000.000,- per orang dan uang tersebut dibayar kembali

oleh setiap petani. Yan Was mengatakan dahulu masyarakat

dimukimkan dengan mendapat rumah papan, berukuran 6 m x 6 m dan

hasil dari lahan kelapa sawit, ¾-nya untuk perusahaan. Rakyat sebagai

petani tidak menikmati hasil kelapa sawit karena tidak punya modal

usaha, tidak punya kendaraan. Mobil angkutan truk disewa Rp

300.000,- sampai Rp 500.000,-. Menurut Bapak Yan Was,sekitar satu

tahun tidak panen lagi karena jembatan menuju lahannya sedang rusak

dan belum diperbaiki. Dikaatakan oleh Bapak Yan Was, 1 ton sawit

harus dibayar sekitar Rp 700.000,- padahal belum dihitung ongkos

membayar buruh, di mana orang yang mengegrek kelapa sawit dibayar

Rp 2.000,- per tandan. Yang memikul TBS harganya lain lagi, bila

dekat dengan jalan raya, pemikul dibayar Rp 1.500,- per tandan; bila

agak jauh dari jalan raya dibayar Rp 2.000 per tandan dan bila lebih

jauh lagi dari jalan raya dibayar Rp 3.000,- per tandan. Pembayaran

tersebut belum termasuk ongkos makan, minum dan rokok buruh,

karena semuanya menjadi tanggung jawab pemilik lahan atau orang

yang mengontrak lahan. Dari pengalamannya, pembayaran kepada

buruh dilakukan setelah PTPN II membayar hasil timbangan, hasil

bersih buah kelapa sawit dan ini tergantung dari berat ringan atau

besar kecilnya buah kelapa sawit serta harga yang ditentukan,

mengingat harga kelapa sawit sekarang tidak stabil. Menurut Bapak

Yan biaya makin tinggi, pohon sawit makin sedikit buahnya dan pada

waktu membersihkan lahan dilakukan setiap 3 bulan sekali. Biasanya

yang bekerja 3 sampai 5 orang dan mereka dibayar per orang Rp

1.000.000. Semuannya tanggungan petani yang punya lahan. Buruh

Page 53: BAB 5 KELAPA SAWIT DI KAMPUNG WORKWANA...Kelapa Sawit di Kampung Workwana 155 Merauke, 191.274 h ektare, dan di Lereh Kabupaten Jayapura seluas 70.267 hektare. Untuk wilayah Kabupaten

Kelapa Sawit di Kampung Workwana

203

yang dipakai di sini biasanya diambil dari masyarakat asli setempat.

Sejumlah responden dari Workwana mengatakan, setelah berhenti

memanen kelapa sawit, lapangan kerja masyarakat hilang, tidak bisa ke

hutan untuk mencari makan, berburu binatang dan lain-lain. Kalau

mau sesuatu mereka berhutang barang dan tidak bisa membayar. Kalau

sayur yang dijual tidak laku di pasar, dibuang di jalan. Keadaan ini

menunjukkan bahwa masyarakat sesungguhnya sekarang hidup dalam

keadaan tidak sejahtera. Dengan kata lain orang Workwana sedang

hidup dalam keadaan parah. Akibatnya muncul pikiran-pikiranctidak

sehat, terjadi perilaku seks bebas, dan tindakan-tindakan orang muda

yang tidak terpuji.

Sawit dan Kesejahteraan Masyarakat

Dari berbagai kisah yang disampaikan di atas terlihat bahwa

setelah 30 tahun usaha kelapa sawit yang dialami masyarakat dapat

dikatakan sebagai usaha yang kurang menguntungkan secara

berkelanjutan, khususnya bagi penduduk asli setempat. Hal tersebut

disebabkan oleh berbagai hal seperti fluktuasi harga yang tidak

menentu bahkan cenderung merugikan masyarakat, kebiasaan dan etos

kerja masyarakat yang berbeda dengan tuntutan industri perkebunan,

ketiadaan modal usaha dan lain-lain.

Dari Tabloid Jubi18 juga diperoleh kutipan pernyataan

Gubernur Provinsi Papua tentang Nota Keuangan serta RAPBD Papua

tahun 2007. Gubernur Suebu menjelaskan bahwa selain RESPEK,

agenda untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat harus dilakukan

dengan pendekatan pembangunan yang bertumpu pada pertumbuhan.

Dikatakannya, pemerintah sudah menghitung dengan cermat, dua juta

hektare kelapa sawit yang mana 50% dialokasikan untuk petani

plasma, akan memberikan pekerjaan kepada 250.000 Kepala Keluarga

penduduk asli Papua. Dengan alokasi 4 hektare kebun kelapa sawit per

keluarga, rata rata setiap keluarga menerima Rp 5.000.000 sampai Rp

18https://tabloidjubi.worpress.com/2008/01/23/kelapa-sawit-tak-sejahterahkan- masyarakat-pir-ii-asro/, dinduh 30 Juni 2015.

Page 54: BAB 5 KELAPA SAWIT DI KAMPUNG WORKWANA...Kelapa Sawit di Kampung Workwana 155 Merauke, 191.274 h ektare, dan di Lereh Kabupaten Jayapura seluas 70.267 hektare. Untuk wilayah Kabupaten

TERMARJINALISASI KELAPA SAWIT Resistensi dan Coping Orang Workwana Papua

204

7.000.000,- per bulan. Suatu penghasilan yang jauh di atas gaji seorang

PNS yang bekerja di kantor pemerintah,” ujar Gubernur Provinsi

Papua Barnabas Subeu kala itu. Tetapi dari catatan Jubi kenyataan di

lapangan hasilnya berbeda jauh.

Selanjutnya, jurnal Jubi menyebut contoh pengalaman

masyarakat Arso dengan PTPN II di Arso.Dikatakan perusahaan kelapa

sawit yang sudah beroperasi kurang lebih 25 tahun ternyata belum

memberikan keuntungan bagi masyarakat setempat. Masyarakat petani

baik orang Keerom asli maupun pendatang mengeluh karena

rendahnya harga jual kelapa sawit. Bapak Damasus Kebelen salah satu

warga PIR 2 Arso sebagai salah seorang pemilik lahan kelapa sawit

ketika ditemui tim Jubi dikediamannya, Kamis, 17 Januari 2008

mengatakan ia sudah menjadi penduduk Arso sekitar 20 tahun, setahun

lebih dulu dari trasmigran yang datang dari Pulau Jawa, yaitu sekitar

tahun 1988. Sekitar tahun 1980-an PTPN II Arso mulai masuk diawali

dengan penebangan, pembersihan hutan hingga penanaman kelapa

sawit dilakukan perusahaan. Masyarakat transmigran dan warga lokal

bahu -membahu saling membantu melakukan penanaman, dalam

pemeliharaan dan dan memanen hasil produksi lahan kelapa

sawit.“Awalnya perusahaan kelapa sawit beroperasi, kami tidak terlalu

mengalami kerugian, kami masih bisa mendapat keuntungan sedikit

waktu itu,” kenang Damasus yang pernah menjadi anggota DPRD

Kabupaten Jayapura. Saat itu tukang egrek atau tukang dodos kelapa

sawit dibayar dengan harga standar sebesar Rp 1000,- per tandan.

Tenaga pikul ke jalan raya, dihitung per jarak,tergantung jauh-

dekatnya. Kalau jauh, dibayar seharga Rp1.500,- dan bila dekat dibayar

Rp 1000,- sekali pikul. Dan untuk pembayaran truk yang mengangkut

hasil dari kebun ke perusahaan, petani masih harus membayar sebesar

Rp 100.000,- hingga Rp 200.000,- sekali jalan. Namun sejak akhir

tahun 2004 hingga awal tahun 2005, harga sawit mengalami

penurunan dan ongkos tenaga kerja serta ongkos truk mengalami

peningkatan sehingga petani mengalami kesulitan dan mengalami

banyak kerugian. Dikatakan oleh Pak Damasus tahun 2007, warga

berdemonstrasi ke kantor DPRD Keerom mengenai penurunan harga

kelapa sawit dari perusahaan. Penurunan harga kelapa sawit selama ini

Page 55: BAB 5 KELAPA SAWIT DI KAMPUNG WORKWANA...Kelapa Sawit di Kampung Workwana 155 Merauke, 191.274 h ektare, dan di Lereh Kabupaten Jayapura seluas 70.267 hektare. Untuk wilayah Kabupaten

Kelapa Sawit di Kampung Workwana

205

ditentukan oleh perusahaan dan diketahui oleh Sekda Provinsi Papua,”

ujar Damasus. Sekarang pembayaran satu truk saja Rp 750.000,-

kemudian membayar orang yang mengegrek kelapa sawit,sekali panen

Rp 500.000,-belum terhitung ongkos pemikul kelapa sawit. Ongkos

untuk membayar buruh-buruh pemikul kelapa sawit dibayar kurang

lebih Rp 200.000,- belum terhitung jarak jauh atau di antara kebun

kelapa sawit dan jalan raya. Berdasarkan ongkos-ongkos tersebut Pak

Damasus Kebelen yang mempunyai lahan hanya seluas 2 (dua) hektare,

setiap kali pengolahan mengalami kerugian yang sangat besar, karena

harus mengeluarkan biaya untuk transportasi, buruh dan lain-lain.

Disampaikannya bahwa dari pengalaman juga sering kali kelapa sawit

kami tidak diangkat, sehingga kelapa sawit yang sudah dipetik menjadi

busuk. Ini terjadi karena para sopir truk biasanya meminta harga yang

tinggi.

Pengalaman di Workwana menunjukkan pendapatan ekonomi

masyarakat asli dari hasil panen kelapa sawit kecil sekali atau kurang.

Dikatakan oleh salah satu responden bahwa pendapatan yang kecil

atau kurang itu dapat dilihat dari kondisi rumah, yang pada umumnya

tanpa perabot dan fasilitas yang diperlukan dalam keluarga serta rumah

yang tidak layak huni, banyak anak tidak sekolah, hanya satu atau dua

anak yang bisa melanjutkan ke perguruan tinggi. Motivasi anak untuk

pendidikan tidak didukung oleh keadaan keluarga. Menurut para

informan, sekiranya masyarakat masih memanen sendiri kelapa

sawitnya, hidup keluarga bisa menjadi lebih baik. Tapi memang kelapa

sawit tidak mendukung harapan masyarakat. Pada awalnya baik, tapi

10 tahun kemudian mundur dan pendatang yang mengontrak lahan

kebun justru mendapatkan hidup yang lebih baik, punya rumah,

motor, dsb. Jadi, Workwana dan orang Arsokota tidak ada yang maju

dari kelapa sawit.

Dikatakannya dahulu masyarakat tergantung pada hutan, bisa

dapat binatang apa saja. Sekarang hutan tidak ada lagi, sungai-sungai

kecil dengan segala kekayaannya tidak dapat memenuhi kebutuhan

masyarakat. Generasi sekarang lebih parah karena mereka sudah tidak

ada sumber hidup, hutan tidak ada, kebiasaan berkebun, berburu sudah

Page 56: BAB 5 KELAPA SAWIT DI KAMPUNG WORKWANA...Kelapa Sawit di Kampung Workwana 155 Merauke, 191.274 h ektare, dan di Lereh Kabupaten Jayapura seluas 70.267 hektare. Untuk wilayah Kabupaten

TERMARJINALISASI KELAPA SAWIT Resistensi dan Coping Orang Workwana Papua

206

hilang. Dahulu anak-anak remaja berusia 14 sampai 15 tahun sudah

diajar memanah babi, tapi sekarang anak-anak mau diajar panah babi

di hutan mana, karena hutan tidak ada lagi. Berhadapan dengan

keadaan yang demikian anak-anak muda bersikap, lebih baik minum

minuman keras. Situasi ini mempengaruhi seluruh keadaan hidup

masyarakat asli. Anak-anak tidak bisa memegang jubi untuk berburu

binatang dan tokok sagu untuk kebutuhan makan.

Menurutnya pemerintah kemudian masuk dengan kelapa sawit

yang diharapkan bisa membuat kehidupan lebih baik, ternyata tidak

demikian. Sistem kelapa sawit ini menghilangkan kebiasaan-kebiasaan

penduduk asli yang turun-temurun dipelajari dan dijalani dalam hidup.

Hal ini membuat orang di wilayah Arso dan Workwana bingung,

karena kelapa sawit tidak “menjanjikan” adanya kesejahteraan.

Menurut penduduk setempat, keadaan ini membunuh masyarakat

secara pelahan-lahan dan secara halus. Dikatakannya juga, memang

program-program pemerintah (RESPEK atau PROSPEK dan BK3) itu

bagus tapi tidak bisa menjawab semua masalah atau permasalahan-

permasalahan masyarakat. Mungkin perlu pendekatan dan pola lain

untuk pelayanan masyarakat. Proyek kelapa sawit rupanya dibuat

tanpa survei yang baik. Kalau ada survei, mungkin diperoleh usaha

yang lebih tepat. Masyarakat setiap hari hanya menjual pinang, tidak

bisa menjual daging hasil buruan karena tidak bisa berburu, tidak ada

hutan lagi. Dikatakan juga bahwa, pada masa Gubernur Jap Salosa,

pernah dipikirkan untuk dibuat sebuah pabrik pengolahan minyak

kelapa sawit di daerah Koya Distrik Jayapura, tapi alasan yang

diberikan pihak perusahaan, pasokan bahan baku terbatas. Padahal saat

ini perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Keerom dibuka secara besar-

besaran, belum terhitung perkebunan kelapa sawit di Kabupaten

Jayapura, yang direncanakan akan dikembangkan sampai di wilayah

Distrik Skanto Kabupaten Keerom.