bab 5
TRANSCRIPT
BAB V
PEMBAHASAN
5.1 Analisis Univariat
5.1.1 Gambaran Kunjungan K4 Di Wilayah Kerja Puskesmas Kampung Baru
Padusunan Tahun 2011
Hasil penelitian terdapat 123 ibu-ibu yang mempunyai bayi 0 – 12 bulan
ditemukan 35 (28,5%) responden yang tidak datang melakukan kunjungan K4 dan 88
(71,5%) yang datang melakukan kunjungan K4 , hasil ini jauh lebih rendah dari
target yang ditetapkan pemerintah untuk K4 95%. Kunjungan k4 adalah kontak ibu
hamil yang keempat atau lebih dengan petugas kesehatan untuk mendapatkan
pemeriksaan kehamilan,dengan distribusi kontak sebagai berikut: (a) minimal 1 kali
pada trimester 1, (b)minimal 1 kali pada trimester II dan (c) minimal 2 kali pada
trimester III (Depkes RI, 2007). Dalam pengelolaan program KIA disepakati bahwa
cakupan ibu hamil adalah cakupan kunjungan ibu hamil yang keempat (k4) yang
dipakai sebagai indikator tingkat perlindungan ibu hamil.Dari hasil penelitian dapat
kita ketahui bahwa umur kehamilan 7-9 bulan sebanyak 28 orang (22,8%) yang tidak
melakukan kunjungan k4 . Disini jelas terlihat bahwa masih belum terwujudnya
perlindungan ibu hamil. Hal ini menunjukkan upaya intervensi yang dilakukan oleh
petugas kesehatan Pukesmas Kampung Baru padusunan seperti penyuluhan,
kunjungan rumah, pemberian pengobatan gratis belum mencapai hasil yang
maksimal.
48
5.1.2 Tingkat Pendidikan Responden
Dari hasil penelitian diketahui responden yang berpendidikan tinggi 67 orang
(54,5%), dan 56 orang (45,5%) responden berpendidikan rendah.
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar anak didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kegiatan spritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan akhlak mulia, serta ketrampilan yang di
perlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. ( Notoatmodjo , 2007 : 70 ).
5.1.3 Tingkat Pengetahuan Responden
Dari hasil penelitian ditemukan responden dengan pengetahuaan tinggi 69
(56,1%) dan 54 (43,9%) responden yang berpengetahuan rendah. Sedangkan
responden yang tidak mengetahui ukuran normal lingkar lengan atas ibu hamil
sebanyak 45 (36,6%). Dan berapa kali imunisasi diberikan sebanyak 31(25,2%)
responden yng tidak tahu. Berdasarkan penelitian menunjukkan responden yang
mempunyai pengetahuan tentang pemeriksaan kehamilan kategori tinggi lebih
banyak yang melakukan pemeriksaan kehamilan sesuai dengan umur kehamilannya
dibandingkan responden yang tingkat pengetahuannya rendah. Hal ini menunjukkan
faktor pengetahuan tentang pemeriksaan kehamilan merupakan variabel yang
mempengaruhi kelengkapan pemeriksaan kehamilan.
Suatu pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman langsung atau dari orang
lain yang disampaikan pada seseorang dan pada akhirnya menyebabkan timbulnya
tingkat pemahaman seseorang terhadap sesuatu yang baik. Pengetahuan seorang ibu
hamil dipengaruhi oleh rasa ingin tahu, sehingga dapat mendorong keinginannya
dalam melakukan pemeriksaan kehamilan dengan baik dan sesuai standar 7T.
49
5.1.4 Sikap Responden
Dari hasil penelitian dapat diketahui ibu-ibu yang sikap positif sebanyak 74
responden (60,2%) lebih tinggi pada ibu-ibu yang sikap negatif yaitu 49 responden
(39,8%).
Sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan
pelaksana motif tertentu, sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktifitas, akan
tetapi adalah merupakan predisposisi tindakan atau prilaku. Dari hasil penelitian juga
menunjukkan bahwa ibu-ibu yang sikapnya negatif terhadap pemeriksaan kehamilan
pada usia kehamilan 3 bulan 1 kali sebanyak 42 orang (34,1%). Di sini jelas terlihat
bisa jadi ibu-ibu tersebut tidak melakukan pemeriksaan kehamilan atau melakukan
pemeriksaan kehamilan lebih 1 kali pada usia kehamilan 3 bulan. Walaupun dia tahu
memeriksa kehamilan pada usia kehamilan 3 bulan 1 kali paling kurang tapi dia tidak
terdorong untuk berprilaku tersebut.
5.1.5 Sosial Budaya Responden
Dari hasil penilitian diketahui bahwa ibu-ibu yang mempunyai sosial budaya
yang tidak berlawanan dengan nilai kesehatan terhadap kunjungan K4 sebanyak 63
responden (51,2%) dan 60 responden (48,8%) yang mempunyai sosial budaya yang
berlawanan dengan nilai kesehatan terhadap kunjungan K4 ibu hamil.
Hasil penilitian ini menunjukan presentase sosial budaya yang merugikan
kesehatan terhadap kunjungan K4 dipengaruhi oleh kepercayaan yang berkembang
secara turun menurun di daerah Kampung Baru Padusunan, apabila ibu hamil telah
memasuki usia kehamilan enam bulan ke atas atau awal tujuh bulanan seakan
diwajibkan untuk memeriksakan kehamilan (memperbaiki posisi) dan bisa juga
mengikat janji dengan dukun untuk membantu pertolongan persalinan.
50
Ini merupakan suatu kebiasaan, apabila ibu hamil tidak mengikutinya ibu tersebut
dianggap sok modern dan menjadi gunjingan ditengah masyarakat. Kebiasaan ini
berisiko terjadinya perdarahan yang mengakibatkan kematian ibu dan janin.
Adat istiadat adalah tata kelakuan yang telah menyatu kuat dalam pola-pola
perilaku sebuah masyarakat. oleh karena itu pada umumnya kelompok masyarakat
atau suku memiliki norma adat yang berbeda-beda, norma ini memiliki daya ikat
yang sangat kuat. Norma adat berisi perintah dan larangan, anggota masyarakat yang
melangar norma ini akan mendapat sanksi adat yang berlaku.Dan masih tingginya
kepercayaan masyarakat ke dukun.
5.2 Analisis bivariat
5.2.1 Hubungan Tingkat Pendidikan Dengan Kunjungan K4 Ibu Hamil
Dari data yang dikumpulkan, ditemukan hasil kunjungn K4 pada ibu-ibu
yang berpendidikan rendah lebih tinggi proporsinya melakukan kunjungan K4 yang
tidak datang (51,8%) di bandingkan dengan yang berpendidikan tinggi (9,0%) .
Hasil Chi-squre menunjukan bahwa adanya hubungan yang bermakna antara
tingkat pendidikan dengan kunjungan K4, hal ini membuktikan tingkat pendidikan
seseorang dapat mempengaruhi atau mendorong dirinya, keluarga dan masyarakat
tentang pentingnya arti kesehatan di mana mereka akan berusaha mencari pelayanan
kesehatan sesuai dengan kebutuhan. Rendahnya pendidikan seseorang akan
mempengaruhi perilaku terhadap pelayanan tersebut, informasi kesehatan yang
diberikan mempergunakan media yang mudah di pahami dan dimengerti oleh ibu-ibu
tersebut.
Notoadmodjo menyatakan bahwa pendidikan yang tinggi akan cendrung
memamfaatkan pelayanan kesehatan. Hal ini sesuai dilakukan oleh Dhodi di desa
51
Karanggayam Kecamatan Omben Kabupaten Sampang (2008) menunjukan sangat
mempengaruhi cakupan kunjungan K4. Hasil penilitian Nurta di puskesmas Silago
Kabupaten Dhamasraya (2009) menyatakan ibu yang berpendidikan tinggi lebih
tinggi proporsinya untuk melakukan kunjungan K4 dibandingkan berpendidikan
rendah.
Hasil penelitian ini diperkuat oleh hasil penilitian yang dilakukan Sastra
(2004) di Puskesmas Rawang Barat Kota Padang yang menyatakan bahwa
pendidikan ibu hamil mempunyai hubungan yang bermakna dengan kunjungan ibu
untuk memeriksakan kehamilanya semakin tinggi pendidikan ibu semakin tinggi pula
kunjungan k4 ibu hamil tersebut.
Disini jelas bahwa tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap
kunjungan k4 ,karena semakin tinggi pendidikan nya semangkin tinggi kedatanganya
untuk berkunjung memeriksa kehamilan sebanyak (91,0%) responden.
5.2.2 Hubungan Tingkat Pengetahuan Dengan Kunjungan K4
Dari data yang dikumpulkan, ditemukan hasil kunjungan K4 pada ibu-ibu
yang berpengetahuan rendah lebih tinggi proporsinya melakukan kunjungan K4 yang
tidak datang sebanyak (59,3%) dibandingkan dengan yang berpengetahuan tinggi
(4,3%).
Hasil Chi-square menunjukan bahwa adanya hubungan yang bermakna
antara tingkat pengetahuan dengan kunjungan K4, hal ini membuktikan tingkat
pengetahuan seseorang dapat mempengaruhi atau mendorong dirinya, keluarga dan
masyarakat tentang pentingnya arti kesehatan di mana mereka akan berusaha
mencari pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan.
52
Pengetahuan atau kognitif merupakkan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang (overt beherverior). Dari pengalaman dan
penelitian terbukti bahwa perilaku yang `didasarkan oleh pengetahuan akan lebih
langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan.
Hasil penilitian ini sesuai dengan hasil penilitian yang dilakukan oleh Putri
di Rawang Barat Padang (2005) yang menyatakan bahwa pengetahuan ibu hamil
mempunyai hubungan yang bermakna terhadap kunjungan K4, semakin tinggi
pengetuhan ibu semakin tinggi pula kunjungan ibu untuk melakukan kunjungan K4.
Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sari
di Kabupaten Agam (2005) menyatakan tidak ada hubungan signifikan antara tingkat
pengetahuan dengan kunjungan K4.
Pelayanan ibu hamil yang baik dan memenuhi standar dapat terlaksana
dengan jalan intensifnya penyuluhan kepada ibu-ibu yang diharapkan dapat
meningkatkan pengetahuan mengenai kapan sebaiknya memeriksakan
kehamilamnya, berapa kali sebaiknya periksakan kehamilan selama hamil, apatujuan
dan manfaat pemeriksaan kehamilan dan seberapa banyak ibu-ibu mengkonsumsi
tablet Fe selama masa kehamilannya.
5.2.3 Hubungan Sikap Dengan Kunjungan K4
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan responden yang mempunyai sikap
negatif tidak datang pemeriksaan kehamilan sebanyak (29,3%) lebih tinggi dari pada
sikap positif yang datang pemeriksaan kehamilan sebanyak (27,7%). Disini jelas
terlihat secara statistic tidak ada hubungan yang bermakna (p>1.000).
Sesuai dengan konsep sikap menurut Notoatmodjo (2003) bahwa sikap
merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak,dan bukan pelaksana motif
53
tertentu,sikap merupakan suatu tindakan atau aktifitas,akan tetapi adalah merupakan
predisposisi tindakan atau prilaku.
Hal ini menunjukan faktor sikap tentang kunjungan k4 tidak ada hubungan
yang bermakna dengan kata lain tidak mempengaruhi kunjungan k4 ibu hamil di
wilayah kerja Puskesmas Kp.baru Padusunan.
5.2.4 Hubungan Sosial Budaya Dengan Kunjungan K4
Dari hasil bivariat menunjukan responden dengan sosial budaya yang
berlawanan dengan nilai kesehatan terhadap kunjungan K4 ibu hamil tidak datang
(51,7%) lebih tinggi proporsinya pada ibu-ibu yang sosial budaya yang tidak
berlawanan dengan nilai kesehatan yang tidak datang (6,3%) . Dari hasil Chi-quare
dapat diketahui ada hubungan yang bermakna antara sosial budaya dengan
kunjungan K4 ibu hamil.
Sosial budaya yang berlawanan dengan nilai kesehatan yang berkembang di
wilayah Kerja Puskesmas Kampung Baru Padusunan dapat memberikan gambaran
rendahnya pelayanan ibu hamil ke fasilitas kesehatan, karena kuatnya pengaruh
sosial budaya pada ibu dan keluarga sehingganya ibu hamil memilih dukun untuk
memerisakan kehamilanya, ini merupakan suatu kebiasan yang merugikan terhadap
kesehatan.
Dimana diakhir kehamilan trimester ke dua ibu-ibu melakukan pijat atau
bakusuak, yang mana ini merupakan kebiasaan yang tak bisa ditinggalkan dengan
mudah. Apabila perbaiakan posisi janin di lakukan tinggi kemungkinan faktor resiko
perdarahan, placenta previa, solusio placenta, sehinga bila tidak di tangani dengan
baik akan menyebakan kematian. Disamping kebiasaan pijat serta melakukan
aktifitas berat yang bertujuan agar janin yang dikandung ibu bisa lahir dengan mudah
54
nantinya. Hasil penilitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Dhodi di desa Karanggayam Kecamatan Ombeng Kabupaten Sampang (2008)
menunjukan pengaruh budaya masih cukup kuat terhadap ibu hamil, sebagian
responden mempersiapkan pemeriksaan kehamilan ke pelayanan kesehatan karena
pengaruh budaya yang cukup kuat maka lebih mempercayai dukun dari pada anjuran
tenaga kasehatan. Hasi penelitian ini diperkuat oleh hasil penilitian yang dilakukan
oleh Nurta (2009) di Puskesmas Silago Kabupaten Dhamasraya menunjukan
pengaruh budya masih cukup kuat terhadap rendahnya kunjungan ibu hamil ke
fasilitas kesehatan karena masih kuatnya pengaruh budaya ibu hamil dan keluaraga
sehinga ibu lebih memilih dukun dari pada tenaga kesehatan untuk memeriksakan
kehamilanya.
Kebudayaan dapat dipandang sebagai konfigurasi tingkah laku yang
dipelajari, dimana unsur pembentuknya didukung dan diteruskan oleh anggota
masyarakat lainnya. Kebudayaan merupakan wujud abstrak yang bermunculan dalam
masyarakat yang memberikan jiwa kepada masyarakat itu sendiri dalam bentuk
pandangan hidup, kepercayaan dan persepsi.
55