bab 4 hasil dan pembahasan - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/bab4/2007-1-00255-ti-bab...
TRANSCRIPT
79
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil dan Pembahasan Penerapan QCP
4.1.1 Kegiatan improvement PT. Sari Lembah Subur
Kegiatan improvement yang dilakukan oleh kelompok atau perorangan di PT. Sari
Lembah Subur mengikuti kegiatan pengendalian dari PT. Astra Agro Lestari yitu dibagi
menjadi 3 macam :
4.1.1.1 Suggestion System
SS Adalah usulan tertulis yang diajukan karyawan kepada atasannya dalam
rangka melakukan perbaikan terhadap suatu masalah pekerjaan yang dihadapinya
Manfaat :
1. Meningkatkan kreatifitas dan inisiatif karyawan
2. Mempercepat perbaikan dengan masalah yang sama
3. Meningkatkan produkstifitas karyawan
Suggesiton System dilakukan oleh 1 orang.. Tema yang dibuat pada SS lebih
sempit dibandingkan dengan QCC dan QCP.
Langkah – langkah SS terdiri dari 5 langkah dan dilaksanakan berdasarkan
PDCA, berikut adalah langkah – langkah SS :
1. Plan :
• Menentukan tema • Menentukan penyebab
80
2. Do :
• Rencana dan tindakan perbaikan
3. Check :
• Evaluasi hasil perbaikan
4. Action :
• Standarisasi
Berikut ini akan dijelaskan langkah – langkah dari penyusunan SS :
1. Menentukan tema
a. Tentukan masalah/kendala
Yang perlu perlu diperhatikan adalah masalah/kendala yang mudah atau
bisa diselesaikan secara perseorangan. Masalah/kendala adalah yang
menyangkut area kerja sendiri.
b. Tampilkan data pendukung masalah
Untuk mendukung masalah/kendala yang dihadapi tampilkan data-data
masalah sebelum dilaksanakannya perbaikan. Jika dianggap perlu buat grafik
pendukung atau urutan kerja (flow proses) agar masalah/kendala yang
dihadapi dapat lebih informatif..
c. Gambar/Spesifikasi/Ilustrasi kejadian
Agar lebih informatif buatlah gambar/spesifikasi dari alat yang akan
dibuat/dimodifikasi (jika perbaikannya membuat/ memodifikasi alat) sebelum
dilaksanakan perbaikan.
81
Jika yang diperbaiki selain dari membuat/memodifikasi alat ilustrasikan
masalah/kendala yang terjadi.
d. Tentukan tema dari masalah/kendala yang dihadapi
2. Menentukan penyebab
Penyebab masalah/kendala harus dicari yang paling utama (akar
permasalahan) agar masalah/kendala tersebut dapat diselesaikan. Dalam
menentukan penyebab masalah alat bantu yang dapat kita pergunakan adalah
“fishbone diagram”. Dengan fishbone diagram kita dapat mencari akar
penyebab masalah/kendala yang sedang kita hadapi.
3. Rencanan dan tindakan perbaikan
Ada dua sifat perbaikan yaitu :
a. Quick action
Perbaikan yang sifatnya sekali jadi. Akar penyebab langsung
ditanggulangi sehingga masalah/kendala yang dihadapi dapat cepat selesai.
Contoh : Menunjuk PIC khusus pengumpulan kwitansi obat (membuat SK
Administratur).
b. Not quick action
Perbaikan didahului dengan membuat rencana dan percobaan/penelitian.
Hal ini dimaksud agar hasil perbaikan memberikan hasil yang lebih akurat.
82
Contoh : Mempersiapkan bahan, alat dan dilakukan uci coba
modifikasi/membuat alat baru
Agar lebih informatif, perbaikan didukung rincian secara mendetail
(spesifik) seperti ukuran, urutan kerja dsb.
4. Evaluasi hasil perbaikan
a. Tampilkan data masalah/kendala sebelum dan sesudah perbaikan.
Tampilkan data masalah sebelum dan sesudah perbaikan. Akan lebih baik
jika dibuat grafik. Bila dianggap perlu dan jika ada perubahan / perbaikan
proses atau SOP,Gambarkan flow of proses sebelum dan setelah perbaikan
agar secara jelas dapat terlihat perbandingannya yang mempengaruhi hasil
kinerja kita.
b. Gambar/Spesifikasi/Ilustrasi kejadian setelah perbaikan
Buat gambar/spesifikasi dari alat yang dibuat/dimodifikasi jika perbaikan
yang kita lakukan adalah membuat/memodifikasi alat. Agar lebih informatif
gambarkan dengan detil dari alat yang dibuat/dimodifikasi.
Jika perbaikan yang dilakukan menyangkut metode/system, ilustrasikan
kejadian setelah adanya perbaikan. Kemudian tuliskan metode/system secara
terperinci. Misal perbaikannya adalah : menunjuk PIC khusus pengumpulan
kwitansi obat. Yang pertama dilakukan adalah ilustrasikan kejadian jika sudah
83
ada PIC khusus dan langkah berikutnya adalah cantumkan SK penunjukan-
nya.
c. Cost (biaya) & Benefit (keuntungan)
Cantumkan biaya-biaya yang timbul akibat dari perbaikan yang di
lakukan, kemudian cantumkan juga keuntungan (secara rupiah) yang
diperoleh dari perbaikan tersebut. Kebanyakan orang menganggap
keberhasilan perbaikan akan dapat diketahui dari biaya yang dikeluarkan dan
kentungan yang diperoleh.
d. Manfaat dari segi QCDSM
Tulis manfaat yang diperoleh dari segi QCDSM setelah melaksanakan
perbaikan.
5. Standarisasi
Standarisasi diperlukan untuk mencegah timbulnya kembali masalah yang
sama dan untuk meningkatkan standar kerja yang ada :
1. Standar proses dalam bentuk narasi dan flowchart
2. Standar peralatan yang harus dipakai
Standarisasi yang telah ditetapkan sebagai standard kerja baru harus :
Disetujui dan ditandatangani oleh yang berwenang (Asisten/Askep).
84
4.1.1.2 Quality Control Circle
Quality Control Circle adalah sekelompok kecil karyawan dari satu unit kerja
yang sama, secara bersama - sama melakukan kegiatan perbaikan dibidang pekerjaannya
sendiri.
Jumlah anggota Quality Control Circle adalah 4 sampai dengan 10 orang, namun
yang idealnya adalah tidak lebih dari 6 orang. Anggota ini dipilih dari satu bidang
pekerjaan yang sama.
Langkah – langkah QCC telah diuraikan diatas, namun secara garis besar langkah
– langkah pelaksanaan QCC dilakukan berdasarkan PDCA, yaitu :
1. Plan :
• Menentukan tema dan judul • Analisa sebab akibat • Menentukan penyebab dominan • Merencanakan perbaikan
2. Do :
• Melaksanakan perbaikan
3. Check :
• Evaluasi hasil perbaikan
4. Action :
• Standarisasi • Membuat rencana berikutnya
85
4.1.1.3 Quality Control Project
Quality Control Project adalah sekelompok kecil karyawan yang melakukan
kegiatan pemecahan masalah sebagai suatu project dimana anggotanya berkumpul secara
sukarela dan berasal dari departemen atau bidang kerja yang berbeda yang berkumpul
dengan tujuan memecahkan masalah yang terjadi pada lintas departemen yang saling
berhubungan.
Jumlah anggota dari QCP sama dengan QCC yaitu 4 sampai 10 orang dan
idealnya tidak lebih dari 6 orang.
Langkah – langkah dari QCP hampir sama dengan QCC, hanya saja berbeda 1
langkah. QCP terdiri dari 7 langkah dan tidak terdapat langkah ke delapan dari QCC.
Mengingat QCP ini adalah suatu project maka lebih ditekankan pada pengawasan
terhadap project yang telah dilakukan namun bila project yang telah dilakukan telah
membawa hasil yang baik dan dari pengawasan yang dilakukan juga memeuaskan, maka
kelompok QCP ini dapat melakukan project lain dengan melibatkan departemen –
departemen yang sama.
Berikut adalah langkah QCP berdasarkan PDCA :
1. Plan :
• Menentukan tema dan judul • Analisa sebab akibat • Menentukan penyebab dominan • Merencanakan perbaikan
2. Do :
86
• Melaksanakan perbaikan
3. Check :
• Evaluasi hasil perbaikan
4. Action :
• Standarisasi
4.1.2 Pengumpulan Data Penerapan QCP
Pengumpulan data disini adalah pengumpulan terhadap data cara arau teknik
penerapan Quality Control Project Salah satu cara yang digunakan untuk mengatasi
masalah pada perusahaan PT. Sari Lembah Subur adalah dengan Quality Control Project.
Quality Control Project digunakan untuk mengatasi masalah dengan skala yang luas dan
melibatkan lintas departemen. Langkah – langkah metode Quality Control Project adalah
sebagai berikut :
1. Menentukan tema masalah dan judul
2. Menentukan faktor penyebab
3. Menentukan penyebab dominan
4. Merencanakan perbaikan
5. Melaksanakan perbaikan
6. Evaluasi hasil perbaikan
7. Standarisasi
Dari langkah – langkah di atas dapat dilihat bahwa langkah perbaikan masalah
dengan Quality Control Project terdiri dari 7 langkah berbeda dari Quality Control Circle
87
yang berjumlah 8 langkah (langkah 8 : mengumpulkan data baru dan menentukan
rencanan berikutnya). Hal ini dikarenakan Quality Control Project adalah sebuah project
dan harus benar – benar diawasi kontrolnya setelah project ini diimplementasikan. Jadi
yang menjadi prioritas adalah pengawasan terhadap project yang sudah
diimplementasikan bukan kepada mencari rencana masalah perbaikan yang lain.
Secara garis besar pelaksanaan keseluruhan Quality Control Project mengikuti langkah
pada PDCA yang dicetuskan oleh Edward Deming (Jurnal Agrovaria PT. AAL, 2005).
Dimana langkah dari awal sampai akhir menganut prinsip PDCA. Langkah – langkahnya
secara garis besar yaitu sebagai berikut :
1. Penentuan anggota QCP
Penentuan anggota QCP adalah usaha awal yang harus dicermati karena
kelompok ini yang akan berperan di dalam menentukan arah perbaikan. Masih
dijumpai anggota QCP yang tidak memberikan kontribusi terhadap jalannya
proses QCP dikarenakan memang personil tersebut tidak memiliki kompetensi
yang relevan dengan masalah yang dibahas. Maka penetapan anggota seharusnya
adalah orang – orang yang relevan dengan masalah yang dibahas (bukan pada
kuantitas tetapi pada kualitas).
2. Langkah perencanaan / plan (langkah 1, 2, 3 dan 4)
- Minimnya data penunjang terhadap masalah yang akan diimprove akan
mempengaruhi proses berikutnya, dimana pada langkah perencanaan
yang telah dievaluasi data yang ditampilkan tidak cukup kuat untuk
mengantarkan tema pada masalah yang prioritas untuk ditangani terlebih
dahulu, sehingga akan mempersulit anggota pada saat menguraikan
88
analisa penyebab masalah. Termasuk bagaimana menetapkan target
perbaikan yang akan dicapai. Oleh karena itu tahap perencanaan ini
dimulai berdasarkan data yang diamati.
- Keberhasilan pelaksanaan QCP tidak terlepas dari bagaimana kelompok
menentukan perencanaan area perbaikannya, semakin besar area pekerjaan
yang akan diimprove akan semakin baik pula hasil yang akan diperoleh,
yang tentunya hal ini bergantung kepada sejauh mana kelompok
memahami tentang area kerja yang dihadapi.
3. Langkah pelaksanaan / do (Langkah 5)
Tindak lanjut rencana perbaikan yang telah ditetapkan dari langkah 4
dibandingkan dengan waktu yang diperlukan untuk merealisasi setiap perbaikan
proses ataupun pembuatan alat karena didukung oleh time management yang
sistematis, sehingga ada penilaian bahwa perbaikan tersebut telah dibuat dan
dilakukan sebelum pelaksanaan QCP tersebut berjalan.
Gunakanlah langkah pelaksanaan ini sebaik mungkin termasuk proses trial &
error. Catat setiap hasil yang diperoleh dari uji coba tersebut.
4. Langkah pemeriksaan / check (langkah 6)
Seringkali penjadwalan evaluasi pelaksanaan rencana perbaikan terbentur pada
waktu yang kurang dapat memberikan parameter yang akurat untuk dapat
dijadikan sebagai pembanding keberhasilan proses perbaikan.
Untuk itu akan lebih baik jika evaluasi pelaksanaan rencana perbaikan memiliki
waktu yang memadai sehingga akan dapat menghasilkan “standarisasi proses”
89
dan “standarisasi hasil” yang benar – benar dapat memberikan kepastian
perbaikan yang diinginkan.
5. Langkah action (langkah 7)
- Pada standarisasi proses dan standarisasi hasil, pastikan bahwa setiap
proses dan hasil yang menjadi acuan kerja memiliki parameter yang
terukur untuk menetukan apakah pekerjaan sudah dilakukan sesuai dengan
prosedur dan hasil yang ditargetkan.
- Penetapan tema untuk rencana berikut agar ditentukan berdasarkan data
(prinsip pareto).
Dari garis besar pelaksanaan Quality Control Project PT. Astra Agro Lestari, maka
pelaksanaan perbaikan terhadap masalah kualitas TBS plasma terdiri dari langkah –
langkah sebagai berikut :
Penentuan anggota kelompok QCP
Sebelum membahas tentang penentuan anggota kelompok QCP untuk mengatasi masalah
kualitas TBS, maka sebaiknya kita lihat dulu flow process dari kegiatan produksi TBS
kebun plasma :
90
Petanii plasma memanenkebun plasma
Olah (di pabrik)
CPO
yaTanggung jawab
Dept. Plasma
Tanggung jawabDept. Pabrik
Bawa ke TPH (TempatPenampungan Hasil) di
kebun
TBS matangsesuai kriteriatidakTidak dipanen
Panen
Angkut dengan truk
Masuk ke loading ramp
timbang tonase TBS
Grading (sortasi)TBS
metode sampel
lolos
Potongangrading tidak lolos
Gambar 4.1 Flow process produksi TBS plasma PT. Sari Lembah Subur
Dari flow process di atas dapat diketahui bahwa yang bertangung jawab terhadap
kegiatan produksi TBS plasma adalah departemen plasma dan departemen pabrik. Maka
untuk masalah kualitas TBS plasma pada PT. Sari Lembah Subur-1 yang tepat untuk
menjadi anggota kelompok QCP adalah karyawan pada departemen plasma dan pabrik
PT. Sari Lembah Subur-1.
91
Berikut adalah profil kelompok QCP yang dibentuk oleh PT. Sari Lembah Subur-1 untuk
mengatasi masalah kualitas TBS plasma :
Grup perusahaan : PT. Astra Agro Lestari
Perusahaan : PT. Sari Lembah Subur
Departemen : Pabrik 1 dan plasma
Nama QCP : Apel
Proyek dimulai : Januari 2006
Pelindung : Ir. M. Hadi Sugeng W (administratur)
Penasehat dan fasilitator : Pasti Keliat (Kepala kebun plasma)
Ekaseni (Kepala pabrik)
Pimpinan kelompok : Yayan Nurdiansyah (Dept. Plasma)
Notulen : Taufiqurrochman (Dept. Pabrik)
Anggota : Sudarto (Dept. Plasma)
Fajar Gunardi (Dept. Plasma)
Ucok (Dept. Pabrik)
Rudi Harahap (Dept. Pabrik)
Kustiadi (Dept. Pabrik)
Usia rata – rata : 29 tahun
Jumlah pertemuan : Kamis, pukul 16.30 WIB
Lama pertemuan : 60 menit
Persentse kehadiran : 96%
Periode proyek : Januari s/d Juni 2006
92
Motto grup : Membina kemitraan, membangun kesejahteraan
Nama kelompok QCP merupakan hasil dari sumbang saran anggota kelompok
dan menjadi kesepakatan bersama. Nama apel berasal dari istilah appel to appel yang
artinya menyelesaikan masalah sampai ke akar dan komprehensif dalam menganalisa
faktor – faktor yang terkait dengannya. Didalam kelompok ini, penulis ikut secara
langsung dalam kelompok QCP sebagai pihak dari non departemen dan juga ikut
memberikan sumbang saran. Ketua kelompok QCP adalah pembimbing lapangan penulis
dan penulis juga diberikan hak untuk ikut serta dalam kegiatan QCP sesuai dengan
penunjukkan perusahaan pusat PT. Astra Agro Lestari.
Setelah menentukan anggota kelompok QCP, maka setelah itu dilaksanakan
langkah – langkah metode Quality Control Project untuk menghadapi masalah kualitas
TBS plasma :
4.1.3 Pengolahan Data Penerapan QCP
Langkah 1 : Menentukan Tema
Dalam menentukan tema, dilakukan pengamatan terhadap masalah – masalah yang
sedang banyak terjadi di perusahaan yang sekiranya dapat mempengaruhi produktivitas
atau kualitas dari produk yang dihasilkan. Untuk tema permasalahan yang akan diambil
pada semester 1 tahun 2006 maka data pengamatan yang diambil adalah data pengamatan
dari semester 2 tahun 2005. Data ini diperoleh dari pengamatan langsung di lapangan
93
khususnya untuk masalah yang berhubungan dengan kebun plasma pada PT. Sari
Lembah Subur-1.
Pembahasan masalah yang diambil adalah plasma, hal ini dikarenakan plasma
memberikan suplai hasil kebun yang paling banyak pada pabrik untuk produksi minyak
kelapa sawit yaitu sebesar 84%, sedangkan untuk kebun inti 2,6% dan non plasma 13,4%.
Berikut adalah adalah pembagian persentase suplai TBS hasil dari masing – masing
kebun beserta karakteristiknya :
Tabel 4.1 Persentase suplai hasil kebun untuk produksi minyak kelapa sawit dan
karakteristiknya
Plasma Non plasma Inti
Persentase suplai
hasil kebun untuk
produksi minyak
kelapa sawit
84% 13,4% 2,6%
Karakteristik 4.000 KK
(8.000 HA)
Jenis bibit
jelas
99,9% Telah
lunas kredit
Dikelola oleh
petani
Sistem
kemitraan
TBS hasil
dari
pekarangan
dan kebun
sendiri
Jenis bibit
tidak jelas
Pembinaan
kurang
intensif
Kebun
dikelola oleh
perusahaan
Umur
tanaman <10
tahun
94
Untuk masalah plasma, pada semester 2 tahun 2005 terdapat 3 masalah utama yang
menjadi perhatian. Masalah – masalah tersebut menjadi perhatian karena sering terjadi
pada semester 2 tahun 2005 kemarin. Masalah – masalah tersebut adalah :
1. Rendahnya kualitas TBS (tandan buah segar) plasma
2. Banyaknya petani yang tidak menyerahkan panen kebun plasma
3. Pengaliran kebun plasma yang tidak tepat jadwal
Dari ketiga masalah tersebut diamati frekuensi kejadiannya selama semester 2
tahun 2005 kemarin. Data pengamatan frekuensi dari ketiga masalah disajikan pada tabel
di bawah ini :
Tabel 4.2 Pengamatan masalah pada kebun plasma semester 2 tahun 2005
No Masalah Freq % Akumulasi 1. Kualitas TBS plasma rendah 61 48.03 48,03
2. Petani plasma tidak menyerahkan hasil panen 41 32.28 80,31
3. Pengaliran kebun plasma tidak tepat jadwal 25 19.69 100.00
Total 127 100
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa masalah yang frekuensi lebih sering terjadi
pada semester 2 tahun 2005 adalah masalah kualitas TBS plasma yang rendah. Dari
frekuensi masalah di atas maka dapat dibuat diagram paretonya :
0
20
40 60
80
100
% 48,03 32,28 19,69 Akumulasi 48,03 80,31 100,00
Kualitas TBS Plasma Rendah Petani plasma tidak mnyerahkan hasil panen
Pengaliran kebun plasma tidak tepat jadwal
95
Diagram 4.1. Diagram pareto penentuan tema masalah
Dari diagram pareto tersebut didapatkan masalah no.1 yang diangkat sebagai tema
adalah “Kualitas Plasma Rendah”.
Beberapa permasalahan yang akan terjadi apabila masalah Kualitas TBS rendah
dari petani Plasma tidak diselesaikan adalah sbb :
1. Kualitas TBS yang diinginkan perusahaan tidak tercapai
2. Produktivitas tanaman kelapa sawit tidak stabil
3. Masa produktif tanaman kelapa sawit menjadi lebih pendek dari potensinya
4. Pendapatan petani plasma menjadi berkurang karena TBS outspek tidak dibayar
penuh oleh perusahaan
5. Sering terjadi konflik antara pihak perusahaan & petani plasma dalam menyikapi
hasil grading terhadap TBS petani plasma.
Kualitas TBS erat hubungannya dengan TBS outspek, yaitu TBS kelapa sawit
yang tidak sesuai dengan spesifikasi TBS perusahaan sehingga dikatakan sebagai TBS
yang memiliki kualitas yang tidak baik. TBS yang outspek yaitu diantaranya adalah TBS
yang mentah, busuk dan memiliki tangkai panjang. Dibawah ini akan dijelaskan
mengenai kriteria TBS :
TBS matang :
• Brondol alami 10 butir
• Berwarna Kemerahan
• Daging buah berwarna kunyit
96
TBS outspek :
1. TBS Mentah
• Brondol alami kurang 10 butir
• Berwarna Hitam
• Warna daging buah kuning muda
2. TBS Busuk
• Brondol tersisa < 25%
3. TBS Tangkai Panjang
• Panjang Tangkai > 2 cm
Dengan memperhatikan kriteria TBS matang dan outspek, maka pada semester 2 tahun
2005 diperoleh persentase TBS outspek, yaitu :
Persentase TBS Outspek semester II 2005
0
1
2
3
4
5
6
(%)Mentah
Busuk
Tangkai panjang
Mentah 2.21 3.76 3.09 2.16 2.12 2.00
Busuk 2.04 2.02 1.91 2.38 2.35 5.09
Tangkaipanjang
3.01 1.66 2.27 2.66 1.37 1.14
Juli 05Agust
05Sept 05 Okt 05
Nov 05
Des 05
Diagram 4.2 Persentase TBS outspek semester 2 tahun 2005
Dari data tersebut maka didapatkan rata – rata TBS outspek semester 2 tahun 2005 adalah
:
97
• Mentah : 2,56%
• Busuk : 2,63%
• Tangkai Panjang : 2,02%
Sehingga akumulatif TBS outspeknya untuk semester 2 tahun 2005 adalah sebesar 7,21
%. PT. Sari Lembah Subur mempunyai kebijaksanaan perusahaan tentang standar
akumulatif TBS outspek yaitu sebesar 5 % untuk tiap semester. Oleh karena itu dapat
dilihat bahwa TBS outspek untuk semester 2 tahun 2005 berada diluar standar dan harus
diatasi pada semester berikutnya. Masalah kualitas plasma harus diatasi tidak hanya pada
sektor plasma akan tetapi juga harus diatasi pada sektor pabrik. Hal ini dikarenakan
kedua sektor tersebut saling berhubungan dimana TBS yang diperiksa pada sektor plasma
akan diteruskan ke sektor pabrik. Maka untuk pengawasan kualitas TBS plasma
sebaiknya dilakukan bersama – sama oleh sektor plasma dan pabrik agar kualitas TBS
secara menyeluruh menjadi lebih baik lagi. Oleh karena itu tema ini tepat untuk Quality
Control Project yang akan diterapkan pada PT. Sari Lembah Subur-1.
Dari tema yang telah ditetapkan yaitu tentang kualitas TBS plasma yang rendah,
masih terlalu luas untuk dibahas. Maka dari itu dari tema yang dibuat judul dari
pembahasan kelompok QCP ini yang lebih spesifik. Judul yang ditetapkan untuk QCP ini
adalah : Upaya Peningkatan Kualitas TBS Plasma dengan Pola Pendekatan Lintas
Sektoral Plasma-Pabrik pada PT. Sari Lembah Subur-1.
98
Langkah 2 :Menentukan Faktor Penyebab
Setelah menentukan tema dan judul, langkah berikutnya adalah menentukan
faktor penyebab terjadinya masalah kualitas TBS plasma yang menurun. Faktor – faktor
penyebab ini dibuat dengan menggunakan salah satu alat dari 7 tool yaitu dengan
diagram sebab akibat. Pada diagram akibat, faktor – faktor penyebab masalah
menurunnya kualitas TBS plasma ditinjau dari man, machine, material dan metode.
Diagram fishbone untuk menentukan faktor penyebab menurunnya kualitas TBS plasma
dapat dilihat pada gambar berikut :
Kualitas TBS Plasma yang
dikirim ke Pabrik SLS-1
rendah (7,21%)
METODE
MANUSIAKurangnya Pemahaman opr. Grading thd
kualitas TBS
ALAT
MATERIAL
Petani mengejar target tonase TBS
Operator kelelahan, grading tidak maksimal
Petani Memanen TBS Mentah
Grading TBS belum mewakili kondisi
sebenarnya
Suplai TBS ke apron tidak seimbang
dengan kemampuan evakuasi
TBS menumpuk di apron
Grading TBS sampel (100 janjang/trip)
Pelaksanaan Panen Tidak Sesuai Standar
Sosialisasi SOP panen belum efektif Sulit
melakukan grading
Operator grading kurang terampil
Kondisi TBS Abnormal
Buah Phartenocarpy
Terserang penyakit
Buah Abortus
Terjadi konflik petani-opr.grading
Petani menganggap bahwa grading adalah permainan perusahaan untuk menambah keuntungan
sepihak
13
4
26
5
7
Diagram fish bone
Alat kerja grading tidak praktis digunakan
99
Diagram 4.3. Diagram fishbone penentuan faktor penyebab kualitas TBS plasma
menurun
Penentuan faktor penyebab dilakukan melalui proses brainstorming antar anggota
kelompok QCP yang bertujuan untuk mengajak semua anggota untuk aktif dan
menghindari adanya anggota kelompok yang dominan. Dari faktor – faktor hasil
sumbang saran maka kelompok melakukan penentuan mana faktor – faktor yang
sekiranya lebih berpengaruh pada masalah kualitas TBS plasma (pada diagram fishbone,
faktor – faktor yang lebih berpengaruh adalah yang dilingkari). Faktor – faktor penyebab
tersebut adalah :
1. Petani kejar tonase TBS
Dalam menyerahkan hasil panen TBS plasmanya kepada perusahaan. Petani
plasma banyak yang lebih mengutamakan kuantitas dari hasil panen TBS yang
mereka berikan daripada kualitasnya. Hasil panen dari kebun plasma akan dibawa
dari kebun dengan truk dan ditimbang dengan timbangan elektronik besar yang
menempel pada jalan sebelum masuk perusahaan. Namun ternyata dalam
kenyataannya ada banyak TBS yang kualitasnya tidak baik / outspek yang
dipanen dan diserahkan ke perusahaan atau bahkan mereka sengaja menambah
pasir pada bagian bak truk yang tidak terlihat asal truk mereka memiliki tonase
yang tinggi agar memperolah bayaran per ton yang tinggi. Hal ini jelas merugikan
perusahaan karena yang didapat adalah pasir dan TBS yang outspek sehingga
kualitas TBS yang masuk ke perusahaan juga otomatis akan menurun.
2. Grading metode sampel (100 janjang/trip)
100
Pada saat semester 2 tahun 2005 kemarin, cara grading atau penyortiran yang
dilakukan oleh pihak perusahaan pada truk atau trip yang membawa hasil panen
untuk perusahaan adalah metode sampel. Metode sampel disini dalam arti TBS
yang diperiksa dalam tiap truk atau trip yang akan diserahkan ke perusahaan
adalah 100 janjang pertama yang terdapat pada ujung bak truk. Sehinga ada petani
yang licik meletakkan janjang TBS yang bagus diujung bak truk sedangkan pada
bagian dalam banyak TBS yang outspek.
3. Potongan Grading dianggap permainan perusahaan
Para petani plasma menganggap bahwa grading atau penyortiran yang dilakukan
oleh pihak perusahaan adalah permainan untuk mengurangi hasil panen yang akan
mereka serahkan ke pihak perusahaan. Akibat dari sistem grading ini adalah jika
ditemukan ada TBS plasma yang outspek maka petani tersebut akan dikenakan
potongan dari bayaran yang akan mereka terima. Potongan ini disebut dengan
potongan grading. Banyak petani plasma yang tidak peduli terhadap sistem
grading yang telah ditetapkan oleh perusahaan sehingga mereka tetap memanen
TBS yang outspek untuk diserahkan kepada perusahaan dan tidak mau mengambil
pusing dengan potongan yang diberikan asalkan yang penting mereka tetap
menerima bayaran dari hasil panen mereka.
4. Suplai TBS ke apron melebihi kemampuan Operator Grading
Setelah TBS ditimbang untuk dihitung tonasenya, TBS akan masuk ke area
grading pabrik untuk berikutnya mengalami proses pengolahan menjadi CPO.
Pada saat grading inilah karena jumlah TBS yang masuk juga berton – ton
sehingga suplai ke apron melebihi kemampuan operator grading untuk menyortir
101
TBS secara teliti karena waktu untuk menyortirpun tidak cukup mengingat
banyaknya TBS yang masuk sehingga banyak TBS putspek yang lolos dari
pengawasan operator grading.
5. Sosialisasi SOP panen ke petani kurang efektif
SOP panen telah ditetapkan oleh pihak perusahaan untuk dilaksanakan oleh petani
plasma. Pada SOP tersebut dijelaskan tentang kriteria TBS yang layak panen
dengan tujuan petani plasma hanya memanen TBS yang tidak outspek. Namun
pada kenyataannya sosialiasi dari SOP tersebut masih kurang dilakukan oleh para
penyuluh plasma dari perusahaan sehingga banyak petani yang melakukan panen
seenak mereka sendiri dengan tidak memperhatikan kriteria TBS yang layak
panen.
6. Alat kerja grading tidak praktis digunakan
Pada saat grading di pabrik, operator grading menggunakan alat kerja grading
berupa papan yang terdapat jalur tempat TBS dimasukan secara manual ke pabrik
dan di atasnya ditutupi oleh atap. Pada proses grading ini, semua TBS setelah
ditimbang dan dinyatakan lolos dari metode sampel akan masuk ke pabrik untuk
diolah lebih lanjut. TBS dari truk tidak langsung melewati alat grading kaena
jumlahnya banyak dan berton – ton sehingga untuk mengejar waktu banyak TBS
yang diletakkan di bawah dan nantinya akan dinaikan secara manual oleh operator
ke alat grading. Cara kerja manual dan pengkutan TBS dari bawah ini
menyebabkan operator menjadi capat lelah karena mereka banyak menggunakan
tenaga untuk mengangkut TBS ke alat grading.
102
7. Operator Grading kurang memahami kualitas TBS
Selain alat grading yang bermasalah, operator grading juga sering membuat
kesalahan dengan pemahaman mereka terhadap krtiteria TBS yang layak diterima.
Hal ini menyebabkan tiap – tiap operator memiliki persepsi yang berbeda
terhadap keriteria TBS yang tidak outspek sehingga ada TBS yang seharusnya
outspek namun masuk ke pabrik untuk diolah.
Langkah 3 : Menentukan Penyebab Dominan
Setelah faktor – faktor penyebab sudah ditetapkan oleh kelompok, pada langkah ke tiga
ditentukan mana dari faktor – faktor penyebab tersebut yang menjadi faktor dominan
penyebab masalah penurunan masalah kualitas TBS plasma. Pengamatan yang dilakukan
untuk mencari faktor penyebab dominan adalah melalui pengamatan pada jumlah janjang
TBS outspek yang lolos panen/grading pada masing – masing faktor sebagai parameter
faktor penyebab yang dominan. Jumlah janjang TBS outspek yang lolos dari masing –
masing faktor akan dijelaskan pada tabel berikut :
103
Tabel 4.3 Penentuan faktor penyebab dominan
No PENYEBAB AKIBAT HASIL Jml Janjang %
1 Petani kejar target tonase TBS Tidak memperdulikan kualitas
TBS Outspek dipanen 13 23,64
2 Grading metode sampel (100 jjg/trip)
TBS Outspek diletakkan di posisi tertentu agar tidak tersampel
TBS Outspek lolos dari grading
11 20,00
3 Potongan Grading dianggap permainan perusahaan
Petani tidak termotivasi dengan sistem grading
TBS Outspek dipanen 10 18,18
4 Suplai TBS ke apron melebihi kemampuan Opr. grading
Tidak cukup waktu untuk grading secara benar
TBS Outspek lolos dari grading
8 14,54
5 Sosialisasi SOP panen ke petani kurang efektif
Petani kurang memahami kriteria TBS layak panen
TBS Outspek dipanen 5 9,09
6 Alat kerja grading tidak praktis digunakan Operator cepat lelah
TBS Outspek lolos dari grading
4 7,27
7 Opr. Grading kurang memahami kualitas TBS
Kurang tegas membedakan TBS Outspek
TBS Outspek lolos dari grading
4 7,27
TOTAL 55 100
Dari Tabel di atas juga dapat dibuat diagram paretonya, yaitu sebagai berikut :
DIAGRAM PARETTO
0
11
22
33
44
55
1 2 3 4 5 6 7Penyebab
104
Diagram 4.4. Diagram pareto penyebab dominan masalah kualitas TBS plasma
Dari Tabel dan diagram pareto di atas diperoleh penyebab dominan masalah
menurunnya kualitas TBS plasma adalah karena petani kejar target tonase TBS. Namun
demikian bukan berarti fokus dari perbaikan dari hanya sebatas pada masalah petani
mengejar tonase TBS saja akan tetapi dengan ditentukannya penyebab dominan ini juga
dapat ditentukan faktor penyebab mana yang secara prioritas harus diperbaiki. Dari
diagram pareto di atas maka secara berurutan faktor penyebab yang harus diperbaiki
adalah :
1. Petani kejar target tonase TBS (23,64%)
2. Grading metode sampel (20%)
3. Potongan Grading dianggap permainan perusahaan (18,18%)
4. Suplai TBS ke apron melebihi kemampuan Operator Grading (14,54%)
5. Sosialisasi SOP panen ke petani kurang efektif (9,09%)
6. Alat kerja grading tidak praktis digunakan (7,27%)
7. Operator Grading kurang memahami kualitas TBS (7,27%)
Langkah 4 : Merencanakan Perbaikan
Tahap merencanakan perbaikan dilakukan setelah faktor penyebab dominan
diketahui dan setelah prioritas perbaikan ditentukan pada langkah 3 di atas. Oleh karena
itu hasil dari langkah 3 tersebut menjadi acuan untuk melakukan rencana perbaikan pada
masalah kualitas TBS plasma. Untuk melakukan rencana perbaikan digunakan prinsip
5W2H atau juga 4W1H. Untuk lebih jelasnya akan disajikan pada tabel berikut :
105
Tabel 4.4 Rencana perbaikan
WHAT PENYEBAB DOMINAN PERBAIKAN
WHY HOW WHEN WHO TARGET
1. Melakukan penyuluhan kepada petani plasma per KT (Kelompok Tani) disertai improve dalam pola pendekatan 2. Membuat kesepakatan dengan KUD & Desa untuk melakukan kontrol kualitas TBS plasma
Petani mengejar tonase TBS
Pembinaan Lapangan terhadap petani & pemanen
Agar petani terbiasa memanen TBS kualitas baik (matang)
3. Melakukan kontrol bersama saat panen & timbang TBS (grading TPH)
M III Jan 2006
Fajar Rahmat Wahyudi
Terbentuk kepedulian bersama dalam meningkatkan kualitas TBS
1. Evaluasi sistem grading dan mengajukan konsep perbaikan ke manajemen site untuk mendapatkan persetujuan
M III Jan 2006
Taufiq
Ada konsep baru yang lebih baik
2. Melakukan diskusi & sharing dengan petani plasma, pihak terkait dan Disbun untuk perbaikan sistem grading
M IV Jan 2006
Sudarto Mendapat dukungan
3. Merencanakan kebutuhan manpower untuk pelaksanaan sistem grading baru
M IV Jan 2006
Ucok Grading baru tdk terkendala manpower
4. Merancang konsep pemberian reward bagi petani yang mengirim TBS kualitas baik sebagai salah satu cara untuk mempertahankan perbaikan mutu TBS petani, & mengajukan ke manajemen site untuk mendapatkan persetujuan
M I Feb 2006 Yayan
Petani termotivasi untuk mengikuti sistem
Sistem grading metode sampel (100 jjg / trip)
Perbaikan Sistem Grading
Meningkatkan akurasi hasil grading, Meminimalkan potensi kecurangan dan kekeliruan dalam proses grading
5. Melakukan sosialisasi kepada semua Kelompok Tani (KT) dan petani untuk penerapan sistem grading baru
M I - M II Feb 2006
Sudarto Petani menyesuaikan diri
1. Melakukan sosialisasi & penyuluhan terhadap petani plasma tentang pemulangan TBS outspek
M I - M II Feb 2006
Yayan Menghilangkan kecurgaan petani
Agar petani hanya memanen TBS berkualitas baik 2. Melakukan penyeleksian TBS outspek saat
menimbang di TPH & tidak dibawa ke pabrik
M II Feb 2006
Fajar TBS Outspek ditinggal di TPH
1. TBS yang outspek akan dipisahkan saat grading 2. TBS yang outspek diberi tanda keprasan kampak agar tidak dikirim kembali ke Pabrik
Petani menganggap potongan grading adalah permainan persahaan untuk menambah keuntungan
Meniadakan potongan grading dan memulangkan TBS outspek Agar hanya TBS
kualitas baik yang diolah Pabrik 3. TBS outspek dikembalikan ke truk untuk
diserahkan ke petani
M II Feb 2006
Kustiadi
Menunjukkan bahwa perusahaan juga tidak menginginkan TBS outspek
1. Memperbaiki sistem antri & bongkar TBS Ucok Ada sistem
yang lebih baik
2. Memperbaiki sistem komunikasi antara opr. Grading - security & timbangan dlm mengatur antri & bongkar TBS
Rudi Proses bongkar sesuai kebutuhan
Suplai TBS ke apron tidak seimbang dengan kemampuan evakuasi TBS ke loading ramp
Menerapkan Sistem antrian yang menyesuaikan dengan kemampuan grading dan olah
Untuk mengoptimalkan proses grading
3. Melengkapi alat komunikasi (HT) pada operator grading, operator timbangan dan security
M III Feb 2006
Taufiq Alat tersedia
Sosialisasi SOP panen ke petani kurang
Penyuluhan dengan pendekatan yang variatif
Agar petani terbiasa memanen TBS kualitas baik
1. Membuat modul penyuluhan dengan multimedia, Menyebarkan Poster SOP & kriteria kualitas panen ke KUD
M II Jan 2006
Fajar Pesan penyuluhan tersampaikan
106
efektif 1. Dibuat alat bantu untuk grading sehingga TBS tidak lagi dibongkar ke lantai
Supri
Proses grading lebih mudah
Alat kerja grading tidak praktis digunakan
Membuat alat bantu untuk mempermudah proses grading
Proses grading & bongkar TBS ke loading ramp dapat dilakukan secara cepat & akurat
2. Melakukan sosialisasi / penjelasan pemakaian alat kepada operator dan kru angkutan TBS
M II Feb 2006 Rudi Alat dipakai
1. Memberi training SOP kepada seluruh operator Grading
Pemahaman Opr. Grading terhadap kualitas TBS masih kurang
Briefing setiap Pagi & Training
Skill operator meningkat dan satu bahasa dalam persepsi kualitas TBS
2. Melakukan seleksi dan mutasi operator grading
M II Feb 2006
Rudi Grading berjalan konsisten
Pada tahap ini selain melakukan perencanaan perbaikan dengan prinsip 5W2H,
juga dilakukan penetapan target dari rencana perbaikan. Target yang ditetapkan
kelompok yaitu : menurunkan persentase TBS outspek dari 7.21% menjadi sesuai dengan
standar TBS outspek yang ditetapkan perusahaan (menjadi 5%).
Langkah 5 : Melaksanakan Perbaikan
Setelah rencana perbaikan ditentukan, maka rencana tersebut dilaksanakan sesuai
dengan langkah – langkah yang telah ditentukan pada langkah 4. Pada tahap pelaksanaan
perbaikan ini, dijelaskan perbaikan terhadap penyebab – penyebab yang ada serta hasil
dari perbaikan tersebut, kapan pelaksanaannya dan siapa PIC-nya. Pelaksanaan perbaikan
dijelaskan pada tabel di bawah ini :
107
Tabel 4.5 Pelaksanaan perbaikan
WHAT PENYEBAB PERBAIKAN
HASIL WHEN WHO
1. Penyuluhan dengan media olahraga, kunjungan pribadi, pengajian dan sarasehan
2. Kesepakatan Pengurus KUD, Pihak terkait & Perangkat Desa dalam mengatur warganya dalam kontrol kualitas TBS plasma
Pemanen kejar tonaseTBS
3. Kontrol bersama saat panen & timbang TBS (Grading TPH)
Terbentuk sistem kontrol kualitas yang melibatkan semua unsur terkait
22-Jan-06
Fajar, Yayan, Sudarto, Rahmat, Wahyudi
1. Diskusi & sharing dengan pihak Petani dan staf Dinas Perkebunan untuk menyepakati konsep sistem grading 100%
Terbentuk kesepakatan bersama
28-Jan-06 Taufiq
2. Sosialisasi kepada semua kelompok Tani (KT) dan petani untuk penerapan grading 100%
Sist. Grading 100% berjalan dengan baik
8-Feb-06
Fajar, Yayan, Sudarto
Sistem grading metode sampel (100 jjg/trip) 3. Penyuluhan dengan media olahraga, kunjungan
pribadi, pengajian dan sarasehan
Terjadi peningkatan kualitas TBS
10-Feb-06
Fajar, Yayan, Sudarto
1. Menambah operator grading untuk mendukung pelaksanaan sistem grading 100%
Beban kerja opr. Grading tidak overload
12 Feb-06 Ucok
2. Grading 100%, start tanggal 14 Februari 2006 Seluruh TBS disortir
14-Feb-06
Fajar, Yayan, Sudarto
Sistem grading metode sampel (100 jjg/trip) 3. Memberikan tambahan reward untuk 3 KUD dan 9
KT Terbaik tiap 3 bulan, berupa sarana pendukung / peralatan kebun (sprayer, genset mini)
Kualitas tetap terjaga
5-Mar-06
Yayan, Fajar
1. Perubahan sistem antri 1 keluar – 1 masuk menjadi Sistem antri & bongkar TBS sesuai kebutuhan grading dan loading ramp
Ucok
2. Dalam proses bongkar TBS di pabrik, Security berkordinasi dgn Opr. Timbangan dan Opr. Grading untuk mengetahui kebutuhan truk TBS di Loading Ramp
Rudi, Kustiadi
Suplai TBS ke apron tidak seimbang dengan kemampuan evakuasi TBS ke loading ramp
3. Opr. Grading, Security & Opr. Timbangan diberi kelengkapan radio untuk alat komunikasi tiga arah dalam proses bongkar TBS ke loading ramp
Proses bongkar TBS ke loading ramp sesuai kebutuhan, operator dapat melakukan grading TBS secara konsisten
14-Feb-06
Taufiq
Sosialisasi SOP panen ke petani kurang efektif
1. Penyuluhan ke Petani dengan modul multimedia & menyebarkan Poster SOP panen & kriteria kualitas panen ke KUD, mengenai kriteria panen 3 brondol alami per janjang di Piringan
Petani memahami SOP panen
10-Feb-06
Fajar, Yayan, Sudarto
108
1. Membuat alat bantu grading yg menghubungkan bak truk dengan loading ramp sehingga TBS tidak lagi dibongkar ke lantai, alat memiliki 3 fungsi: Grading, Bidang Miring & Penyaring Kotoran
Mempermudah kerja grading & menunjang sistem grading 100%
1 Feb-06 Suprimadi
Alat kerja grading tidak praktis digunakan 2. Sosialisai pemakaian alat kepada operator & pihak
angkutan
Alat digunakan untuk seluruh truk yang masuk
12-Feb-06
Rudi, Kustiadi
1. Memberi training kepada seluruh operator grading 2 bulan sekali Pemahaman
Opr. Grading terhadap kualitas TBS masih kurang
2. Evaluasi harian hasil training di lapangan untuk menyeleksi operator grading, dengan dihadiri bersama asisten plasma dan asisten pabrik
Hasil grading TBS lebih akurat, satu bahasa antara kebun dan pabrik
12-Feb-06
Taufiq, Ucok, Rudi
Langkah 6 : Evaluasi Hasil Perbaikan
Untuk mengevaluasi hasil perbaikan maka data yang dijadikan parameter dari hasil
perbaikan sebelum dan sesudah project adalah persentase TBS outspek antara semester 2
tahun 2005 dan semester 1 tahun 2006. Data persentase ini adalah data akumulatif
persentase TBS yang outspek pada saat panen di kebun plasma dan outspek pada saat
grading di pabrik. Pada langkah 1 penentuan tema dapat dilihat bahwa persentase
akumulasi TBS outspek semester 2 tahun 2005 adalah 7.21% dimana persentase ini di
atas dari standar persentase akumulatif perusahaan (5%).
Untuk data persentase TBS outspek pada semester 1 tahun 2006, persentasenya
mengalami peningkatan dibandingkan dengan semester 2 tahun 2005. Berikut adalah
diagram perbandingan persentase TBS outspek antara semester 2 tahun 2005 dan
semester 1 tahun 2006 :
109
Diagram 4.5. Diagram perbandingan persentase TBS outspek semester 2 tahun 2005
dan semester 1 tahun 2006
Untuk lebih jelas lagi melihat perbandingan antara persentase TBS outspek
semester 2 tahun 2005 dan semester 1 tahun 2006 maka penulis menyajikan
perbandingan tersebut dalam tabel di bawah ini :
Persentase TBS Outspek semester I 2006
0.00
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
3.00
3.50
(%)Mentah
Busuk
Tangkai panjang
Mentah 2.32 1.17 0.13 0.21 0.18 0.38 Busuk 2.89 0.67 0.11 0.19 0.15 0.17 Tangkaipanjang
1.18 0.97 0.55 0.12 0.00 0.04
Jan 06
Feb 06
Mar 06
Apr 06
Mei 06
Jun 06
Persentase TBS Outspek semester II 2005
0
1
2
3
4
5
6
(%)MentahBusuk
Tangkai panjang
Mentah 2.21 3.76 3.09 2.16 2.12 2.00
Busuk 2.04 2.02 1.91 2.38 2.35 5.09
Tangkaipanjang
3.01 1.66 2.27 2.66 1.37 1.14
Juli 05Agus t
05Sept 05
Okt 05Nov 05
Des 05
110
Tabel 4.6 Perbandingan persentase TBS outspek semester 2 tahun 2005 dan semester 1
tahun 2006
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa persentase TBS outspek mengalami perbaikan atau
peningkatan yang cukup tinggi dari semester 2 tahun 2005 ke semester 1 tahun 2006.
Rinciannya adalah sebagai berikut :
• Untuk TBS outspek mentah mengalami perbaikan 1,83% (dari 2.56% menjadi
0,73%).
• Untuk TBS outspek busuk mengalami perbaikan 1,94% (dari 2,63% menjadi
1,94%).
• Untuk TBS tangkai panjang mengalami perbaikan 1,54% (dari 2,02% menjadi
0,48%).
• Sehingga jika diakumulasikan maka perbaikan persentase antara TBS outspek
semester 2 tahun 2005 dan semester 1 tahun 2006 adalah 5,30% (dari 7,21%
menjadi 1,91%).
Dari data di atas juga dapat dilihat bahwa setelah project dilakukan maka persentase
akumulasi TBS outspek pada semester 1 tahun 2006 (1,91%) telah memenuhi target yang
telah diteteapkan bahkan lebih baik dari standar akumulasi TBS outspek perusahaan
(5%).
TBS Outspek Semester I 2005 2006 (Jan-des) Perbaikan
Mentah 2,56 % 0,73 % 1,83 % Busuk 2,63 % 0,70 % 1,94 % Tangkai Panjang 2,02 % 0,48 % 1,54 % Akumulasi 7,21 % 1,91 % 5,30 % Standar Akumulasi TBS Outspek 5% 5%
111
Selain dari persentase TBS outspek, maka parameter lain yang dapat menjadi ukuran
evaluasi hasil perbaikan adalah rendemen CPO atau OER (Oil Extraction Rate).
Rendemen CPO atau OER diperoleh dari :
Berat CPO yang dihasilkan (kg) x 100% Berat total TBS yang diolah di pabrik (kg)
Tujuan utama ditingkatkannya kualitas TBS plasma adalah untuk meningkatkan
rendemen CPO atau OER yang merupakan tolak ukur utama bagi kualitas minyak kelapa
sawit yang dihasilkan oleh PT. Sari Lembah Subur. Berikut penulis sajikan diagram
rendemen CPO pada semester 2 tahun 2005 dan semester 1 tahun 2006 :
Persentase Rendemen CPO semester II 2005
20.8
21
21.2
21.4
21.6
21.8
22
22.2
22.4
22.6
(%)
semester 2 2005
sem ester 22005
21.47 22.04 21.94 21.97 22.47 22.07
Juli 05
Agus t 05
Sept 05
Okt 05
Nov 05
Des 05
standar rendemen CPO (22.5%)
Diagram 4.6. Diagram persentase rendemen CPO semester 2 tahun 2005
112
Persentase Rendemen CPO semester I 2006
21
21.5
22
22.5
23
23.5
24
(%)
semester 1 2006
semester 12006
21.85 22.88 23.42 23.18 23.3 23.25
Jan 06
Feb 06
Mar 06
Apr 06
Mei 06
Jun 06
standar rendemen CPO (22.5%)
Diagram 4.7. Diagram persentase rendemen CPO semester 1 tahun 2006
Dari kedua diagram tersebut dapat dilihat bahwa data rendemen CPO pada
semester 2 tahun 2005 pada tiap bulan berada dibawah standar rendemen CPO sedangkan
pada semester 1 tahun 2006 hanya pada bulan Januari 2006 saja yang berada di bawah
standar, setelah itu di atas standar semua. Namun hal ini juga dikarenakan project ini baru
dilaksanakan perbaikannya pada minggu keempat pada bulan Januari sehingga secara riil
dapat dilihat perubahannya mulai bulan Febuari 2006. Dari Febuari sampai dengan Juni
2006, rendemen CPO selalu berada di atas standar (22.5 %) sehingga pada evaluasi ini
dapat dilihat bahwa perbaikan dari semester 1 tahun 2005 ke semester 2006 cukup
signifikan dan mencapai standar perusahaan.
Untuk akumulasi rendemen CPO atau OER semester 2 tahun 2005 dan semester 1 tahun
2006 dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
113
Tabel 4.7 Perbandingan akumulasi rendemen CPO semester 2 tahun 2005 dan semester 1
tahun 2006
Semester
II 2005
Semester I
2006 Perbaikan Growth
Rendemen CPO atau
OER actual 21,99 % 22,98 % 0.99 % 4,64%
Standar Rendemen
CPO 22,5% 22,5%
Dari tabel di atas, persentae rendemen CPO antara semester 2 tahun 2005 dan semester 1
tahun 2006 mengalami perbaikan 0.99% (dari 21,99% menjadi 22,98%). Jika dilihat
secara akumulatif juga dapat dilihat bahwa persentase rendemen CPO pada semester 1
tahun 2006 berada di atas standar perusahaan 22.5%).
Evaluasi hasil perbaikan juga dapat dihitung dari keuntungan rendemen CPO antara
semester 2 tahun 2005 dan semester 1 tahun 2006, dimana antara semester 2 tahun 2005
dan senester 1 2006 terdapat pengingkatan keuntungan rendemen CPO. Berikut adalah
data – data pendukung dalam perhitungan peningkatan keuntungan rendemen CPO :
• TBS Olah PT. SLS-1 semester 1 th. 2006 : 116.218 ton
• Rendemen CPO atau OER PT. SLS-1 semester 2 th 2005 : 21,99 %
• Rendemen CPO atau OER PT. SLS-1 semester 1 th 2006 : 22,98 %
• Rata-rata Harga TBS semester 1 tahun 2006 : Rp. 685/kg
• Rata-rata Harga CPO semester 1 tahun 2006 : Rp. 3.230/kg
: Rp. 3.230.000/ton
114
Dari data – data di atas maka diperoleh rumus perhitungan peningkatan keuntungan dari
rendemen CPO atau OER :
= (OER semester 1 tahun 2006 – OER semester 2 th 2005) x TBS Olah x Harga CPO
= (22,98 - 21,99)% x 116.218 ton x Rp.3.230.000/ton
= Rp. 3.716.302.986 atau sebesar Rp. 3.7 M.
Untuk mengevaluasi hasil perbaikan secara menyeluruh maka evaluasi dilakukan
berdasarkan analisa QCDSM yaitu analisa terhadap faktor - faktor :
• Quality
• Cost
• Delivery
• Savety
• Moral
Tabel 4.8 Analisa QCDSM
ITEM NO SEBELUM PROJECT SESUDAH PROJECT
115
1 Masih banyak suplai TBS outspek dari petani yang kurang disiplin memanen (rerata per bulan 7.21%)
Petani sudah meningkatkan kualitas TBS yang dikirim ke pabrik (data buah outspek bulanan sebelum proyek : 7.21% ; setelah proyek : 1.91%)
2 TBS Outspek masih ikut diolah pabrik (rerata TBS outspek per bulan 7.21%)
TBS Outspek dikembalikan ke petani, sebagai bentuk pembinaan melalui shock teraphy untuk perbaikan kualitas TBS (rerata TBS outspek 1.91%)
3
Brondolan berpotensi besar terlindas truk, karena sistem antri & bongkar TBS kurang terkordinir (rerata Brondolan terlindas per bulan 0.2%)
Brondolan terevakuasi dengan baik, brondolan & TBS langsung masuk loading ramp melalui alat grading (brondolan terlindas 0%)
Quality
4
Persentase TBS outspek (7.21%) tidak memenuhi standar TBS outspek per semester yang ditetapkan perusahaan (5%)
Persentase TBS outspek (1.91%) memenuhi standar persentase TBS outspek per semester yang ditetapkan perusahaan (5%). Persentase TBS outspek < persentase TBS outspek standar perusahaan
Cost 5 OER atau rendemen CPO pada semeser 2 tahun 2005 yang dihasilkan adalah 21,99%
OER atau rendemen CPO yang dihasilkan adalah 22.98% sehingga terjadi peningkatan keuntungan sebesar 0.99% atau Rp. 3,7 M
Delivery 6
Suplai TBS ke loading ramp menggunakan sistem 1 keluar - 1 masuk, sehingga sering terjadi over dan under supply
Suplai TBS ke Loading ramp sesuai kebutuhan loading ramp (60 Ton/jam) dengan sistem antrian yang disesuaikan dengan kapasitas loading ramp
Safety 7
Masih terdapat mobil yang bongkar TBS ke loading ramp dengan cara digenjot, rawan celaka dan merusak mobil
Mobil bongkar TBS ke loading ramp melalui alat grading
8
Petani kurang puas dengan hasil grading metode sampel yg dianggap tidak mewakili kondisi TBS keseluruhan (terjadi komplain 2.4 kali per hari)
Petani merasa puas dengan hasil grading dari sistem grading 100% (terjadi komplain sistem grading 0.08 kali per hari)
9 Petani yang mengirim TBS kualitas baik secara konsisten mendapat reward insentif 3% dari harga
Diberi tambahan reward terhadap 3 KT & 3 KUD terbaik per 3 bulan berupa alat penunjang produksi senilai Rp. 2.500.000
Morality
10
Perusahaan mencurigai petani meletakkan TBS Outspek di posisi tertentu dalam truk agar tidak tersampel, sementara petani mencurigai perusahaan bermain dengan potongan TBS Outspek untuk menambah keuntungan
Kedua pihak sama-sama terpuaskan dengan grading 100%, petani senang karena tidak ada potongan grading, dan perusahaan senang karena tidak ada peluang untuk menyembunyikan TBS Outspek & TBS outspek tidak ikut diolah
Langkah 7 : Standarisasi
116
Perbaikan yang dilakukan pada Quality Control Project ini akan dilupakan orang dan
lenyap tanpa bekas, bila tidak dicatat dan dibakukan. Itulah sebabnya, pada akhir suatu
perbaikan haruslah diikuti dengan proses pembakuan terhadap hasil yang dicapai yang
biasa disebut dengan membuat standar baru. Untuk perbaikan masalah kualitas TBS
plasma ini, kelompok QCP membuat 2 standarisasi, yaitu standarisasi proses dan
standarisasi hasil. Berikut ini adalah standar yang dibuat untuk masalah peningkatan
kualitas TBS plasma :
117
Tabel 4.9 Standarisasi
4.1.4 Analisa Pengolahan Data Penerapan QCP
Setelah melihat penerapan Quality Control Project pada pemecahan masalah
kualitas TBS plasma, penulis mencoba untuk menganalisis penerapan QCP tersebut
apakah memiliki kekurangan atau tidak. Analisis yang dilakukan penulis terhadap QCP
PT. Sari Lembah Subur dilihat dari :
No STANDARISASI PROSES STANDARISASI HASIL
1
Setiap Petani harus memanen TBS yang telah membrondol alami minimal 3 butir per janjang di Piringan (di bawah Pohon)
Semua TBS yang dipanen sesuai kualitas yang diinginkan (minimal membrondol 10 per janjang sampai di pabrik)
2 Setiap Kelompok tani dan crew angkutan TBS harus menyeleksi TBS di Tempat Penampungan Hasil (TPH)
Tidak ada lagi TBS Outspek yang terangkut ke Pabrik
3 Setiap Pengiriman TBS ke Pabrik harus dilakukan maksimal 24 jam setelah panen Tidak ada lagi TBS Busuk terkirim ke Pabrik
4 Setiap TBS yang akan dikirim ke pabrik harus dilakukan Grading semuanya (grading 100%)
Akumulasi TBS Outspek per trip maksimal 1% dari total janjang satu truk
5 Setiap Pembongkaran TBS ke loading ramp harus menggunakan alat bantu penyaring kotoran TBS
Tidak ada lagi kotoran tercampur dengan TBS dan ikut terolah di pabrik
6
Setiap TBS outspek yang dikembalikan kepada petani harus diberi tanda keprasan kampak
Tidak ada lagi TBS outspek yang dikembalikan, terangkut kembali ke pabrik
7 Setiap Kotoran hasil ayakan harus dikembalikan ke truk pengirim TBS bersangkutan
Tonase TBS yang ditimbang benar-benar berat bersih TBS
8 Setiap Antrian dan & bongkar TBS harus disesuaikan dengan kebutuhan grading dan loading ramp
TBS yang masuk sesuai dengan Kapasitas olah pabrik
9 Setiap Operator grading, Security, & Operator timbangan harus melakukan kordinasi dalam proses antri dan bongkar TBS
TBS yang masuk sesuai dengan Kapasitas olah pabrik
10
Setiap Petani yang konsisten menjaga kualitas TBS (TBS outspek maksimal 1% dari total janjang per truk) selama satu bulan (3 kali panen) mendapat insentif 3% dari harga sebagai motivasi kontrol kualitas TBS
Tidak ada seorang petani pun memanen TBS outspek
11
Setiap KUD yang realisasi insentif 3% anggotanya lebih dari 70% dalam satu bulan dari total KT di wilayahnya, mendapat bantuan operasional alat berat grader & compactor selama 1 hari
Infrastruktur kebun di wilayahnya menjadi terawat
12 Pengurus KUD & Desa harus dilibatkan secara langsung dalam perbaikan kualitas TBS petani
Kemitraan Kerja perusahaan– Plasma menjadi terjaga & solid
118
1. Tahapan penerapan
2. Teknik pemecahan masalah
3. Hasil improvement atau perbaikan yang dicapai
4.1.4.1 Analisa pada langkah penerapan
Untuk menganalisa pada langkah penerapan ini, penulis membandingkan
penerapan QCP dengan langkah penerapan GKM yang dikemukakan oleh Olga Crocker
(2004, p138) dan langkah GKM menurut Ralph Barra (1992, p80).
Langkah penerapan GKM Olga Crocker :
1. Pertemuan pertama :
• Perkenalan
• Pemilihan pemimpin tim
• Pemberian nama pada gugus
• Pemilihan sekretaris
• Penyediaan perlengkapan kerja
• Pembahasan tujuan perusahaan
• Memepelajari catatan produktivitas
2. Penentuan tujuan dan sasaran gugus
3. Sumbang saran untuk mengajukan persoalan yang akan dipecahkan
4. Pembahasan persoalan yang disarankan
5. Peneyelesaian diagram ikan
6. Pemilihan penyebab yang dianggap sebagai paling penting
7. Pembuatan rencanan tindakan untuk membantu analisi penyebab
119
8. Penugasan kegiatan pada masing – masing anggota untuk memeriksa penyebab
9. Penyajian hasil pemeriksaan(hasil analisis, bagan pareto)
10. Pemilihan penyebab yang paling menentukan
11. Sumbang saran untuk memeperoleh pemecahan yang paling mungkin bagi
persoalan yang dihadapi
12. Pembuatan rencanan tindakan untuk analsisi pemecahan
13. Pemberian tugas pada pada masing – masing anggota untuk meneliti dan
memeriksa pemecahan
14. Pemilihan pemecahan terbaik
15. Pembuatan laporan
16. Penyajian lisan kepada anggota teknis dan staf manajemen (presentasi)
17. Melakukan pemantauan
Langkah penerapan GKM menurut Ralph Barra :
1. Pencarian masalah
2. Pencarian fakta
3. Pernyataan yang spesifik tentang masalah
4. Identifikasi penyebab
5. Pengumpulan data
6. Analisis pareto
7. Pencarian pemecahan/gagasan
8. Analisis kekuatan lapangan
9. Rencanan pelaksanaan
120
10. Presentasi manajemen
Dari kedua langkah penerapan di atas secara umum langkah penerapan QCP di PT. SLS-
1 sudah memenuhi langkah penerapan GKM yang benar mulai dari penentuan kelompok
awal (penentuan anggota, ketua, fasilitator, dll) sampai dengan menetapkan rencana
perbaikan dan pelaksanaan serta pemantauan hasil perbaikan. Namun yang kurang dari
penerapan QCP yang dilakukan pada PT. Sari Lembah Subur adalah mengenai presentasi
manajemennya. Pada langkah penerapan QCP, tidak ada langkah presentasi
manajemennya. Karena pada observasi lapangan yang dilakukan terhadap penerapan
QCP ini, untuk memperoleh persetujuan dari manajemen, gugus membuat laporan tertulis
namun yang meminta persetujuan secara langsung kepada pihak manajemen adalah
pemimpin gugus. Bukan dilakukan dengan cara presentasi oleh semua anggota. Oleh
karena itu faktor pendorong diterapkannya presentasi manajemen ini adalah agar semua
anggota aktif dalam mengemukakan hasil dari usaha yang telah dilakukannya dalam QCP
dan meningkatkan komunikasi antara karyawan dan manajemen.
4.1.4.2 Analisa pada tahapan pemecahan masalah
Tahapan pemecahan masalah yang dilakukan paa QCP PT. SLS uantuk mengatasi
masalah kualitas TBS plasma telah mengikuti prinsip pengendalian TQC yaitu dengan
menggunakan prinsip PDCA. Tahapan PDCA ini dengan jelas tercantum dalam langkah
penerapan QCP pada PT. SLS (langkah 1 sampai dengan 7).
4.1.4.3 Analisa pada hasil improvement yang dicapai
121
Hasil improvement yang dicapai oleh QCP PT. SLS memberikan hasil yang
signifikan. QCP telah memberikan hasil improvement yang dikatakan berhasil dalam
menangani masalah kualitas TBS plasma. Hal ini dapat dilihat pada langkah penerapan
QCP no 6 (evaluasi hasil perbaikan) dan langkah no 7 (standarisasi). Pada kedua langkah
tersebut, QCP jelas memberikan hasil dan juga memenuhi target.
4.1.5 Usulan penerapan QCP
Berdasarkan analisa yang dibuat terhadap penerapan QCP PT. SLS, maka penulis
mencoba mengusulkan langkah penerapan QCP untuk mengatasi kekurangan yang ada :
Langkah penerapan QCP :
1. Penentuan anggota QCP, yang terdiri dari :
• Perkenalan
• Pemilihan pemimpin tim
• Pemberian nama pada gugus
• Pemilihan sekretaris
• Penyediaan perlengkapan kerja
• Pembahasan tujuan perusahaan
• Mempelajari catatan produktivitas
1. Langkah perencanaan / plan (langkah 1, 2, 3 dan 4), yang terdiri dari :
1. Menentukan tema masalah dan judul
2. Menentukan faktor penyebab
3. Menentukan penyebab dominan
4. Merencanakan perbaikan
122
2. Langkah pelaksanaan / do (Langkah 5), yaitu :
5. Melaksanakan perbaikan
3. Langkah pemeriksaan / check (langkah 6), yaitu :
6. Evaluasi hasil perbaikan
4. Langkah action (langkah 7), yaitu :
7. Standarisasi
5. Langkah presentasi manajemen, yang terdiri dari :
1. Persiapan
Persiapan presentasi dilakukan dengan membuat laporan tertulis dari
langkah penentuan anggota sampai standarisasi kemudian diperbanyak
untuk dibagikan kepada pihak manajemen. Laporan harus berisi jawaban
terhadap pertanyaan – pertanyaan berikut :
- Apa masalah yang dipecahkan?
- Mengapa masalah ini penting?
- Bagaimana pendekatan masalah dilakukan?
- Bagaimana masalah dipecahkan?
- Apa manfaatnya?
2. Latihan
Untuk tahap latihan ini, sebaiknya dilakukan paling lambat 2 minggu
sebelum presentasi agar persiapan presentasi yang dilakukan menjadi
semakin matang dan tidak gugup pada saat presentasinya. Pihak fasilitator
membantu anggota kelompok QCP dengan memberikan training
123
bagaimana presentasi yang baik. Ketua kelompok memberi tugas puntuk
semua anggota dan sebisa mungkin semua anggota berperan.
3. Presentasi
Tahap presentasi merupakan saat dimana semua yang sudah dikerjakan
akan dipetik hasilnya. Yang penting dari presentasi ini adalah semua
anggota berperan. Ada yang berperan sebagai pembicara, mempersiapkan
gambar, data dan membantu pembicara. Untuk presentasi masalah
penanganan masalah kualitas kelapa sawit plasma untuk masalah kebun
sebaiknya dilakukan oleh anggota dari departemen plasma dan juga
sebaliknya untuk departemen pabrik.
Inilah yang membuat pentingnya suatu presentasi, dimana presentasi
memiliki tujuan :
Menunjukkan kemajuan gugus
Memperoleh persetujuan atas rekomendasi
Memperoleh pengakuan atas keberhasilan
Memperoleh persetujuan mengenai gugus
Memproleh persetujuan dari program gugus
Memproleh kepercayaan dari manajemen
Memperoleh kerja sama dari manajemen untuk
masa yang akan datang.
124
4.2 Hasil dan Pembahasan Penilaian Kelompok QCP
4.2.1 Pengumpulan Data Penilaian Kelompok QCP
Data yang digunakan untuk melakukan penilaian QCP dalam penelitian ini
diperoleh dari jawaban responden atas pertanyaan – pertanyaan dalam bentuk kuesioner
(terdapat pada lampiran) yang disebarkan pada bulan Juni 2006. Kuesioner ini akan
dianalisis lebih lanjut sebagai bentuk analisis kepuasan karyawan anggota kelompok QCP
yang terdapat pada PT. Sari Lembah Subur-1 terhadap karakteristik keefektifan
kelompok. Kuesioner disebarkan secara acak kepada karyawan departemen plasma dan
pabrik-1 yang ikut serta dalam kegiatan Quality Control Project pada PT. Sari Lembah
Subur-1. Jumlah karyawan untuk departemen plasma dan departemen pabrik di PT. Sari
Lembah Subur-1 adalah 110 orang ( 36 orang departemen pabrik dan 74 orang
departemen plasma) dan semuanya ikut serta dalam kegiatan QCP menangani masalah
kualitas kelapa sawit plasma. Penulis membagikan 100 kuesioner awal pada karyawan
departemen pabrik dan plasma. Berikut adalah distribusi kuesionernya :
Tabel 4.10. Distribusi kuesioner
Kuesioner yang disebarkan 100 buah Kuesioner yang diterima 88 buah Kuesioner yang sah 84 buah Kuesioner yang tidak sah 4 buah Respon rate 84%
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa respon rate cukup tinggi di atas 80%.
Jumlah kuesioner yang sah berjumlah 84 buah. Jumlah ini bahkan melebihi jumlah
sampel yang akan diteliti. Namun untuk penelitian lebih lanjut, penulis tetap
125
menggunakan jumlah sampel 82 sesuai dengan penentuan jumlah sampel yang telah
dilakukan sebelumnya.
4.2.2 Uji Validitas data
Rumus untuk melakukan uji validitas data telah dijabarkan pada bab 2 skripisi ini. Uji
validitas akan diuji dengan menggunakan 40 sampel yang dianggap cukup. Berikut akan
disajikan langkah – langkah pengujian validitas data yaitu :
1. Setiap item dihitung untuk mendapatkan Σxi, Σyi, Σxi2, Σyi
2, dan Σxi yi (i = 1, 2, 3, 4,
..., 11). Dimana Σxi merupakan jumlah skor variabel ke-i dan Σyi merupakan skor
dari responden ke-i.
2. Setiap item pertanyaan dihitung korelasinya dengan menggunakan rumus :
{ }{ }∑ ∑∑ ∑
∑ ∑ ∑−−
−=
2222 )()(
))((
iiii
iiii
YYNXXN
YXYXNr
Hasil perhitungan pada pengujian validitas data secara keseluruhan disajikan pada tabel
berikut :
126
Tabel 4.11 Angka korelasi pengujian validitas data untuk komponen importance
Item
soal Σxi Σxi2 Σyi Σyi
2 Σxi yi r
1A 153 23409 1770 3132900 6827 0.502
2A 146 21316 1770 3132900 6533 0.621
3A 161 25921 1770 3132900 7198 0.705
4A 165 27225 1770 3132900 7353 0.413
5A 161 25921 1770 3132900 7173 0.496
6A 168 28224 1770 3132900 7483 0.476
7A 177 31329 1770 3132900 7884 0.418
8A 157 24649 1770 3132900 7025 0.591
9A 171 29241 1770 3132900 7613 0.455
10A 162 26244 1770 3132900 7235 0.479
11A 149 22201 1770 3132900 6644 0.447
127
Tabel 4.12 Angka korelasi pengujian validitas data untuk komponen performance
Item
soal Σxi Σxi2 Σyi Σyi
2 Σxi yi r
1B 136 18496 1571 2468041 5451 0.615
2B 126 15876 1571 2468041 5009 0.445
3B 144 20736 1571 2468041 5794 0.909
4B 154 23716 1571 2468041 6139 0.496
5B 147 21609 1571 2468041 5818 0.354
6B 153 23409 1571 2468041 6110 0.632
7B 147 21609 1571 2468041 5963 0.782
8B 130 16900 1571 2468041 5214 0.539
9B 154 23716 1571 2468041 6100 0.381
10B 142 20164 1571 2468041 5701 0.716
11B 138 19044 1571 2468041 5476 0.383
3. Taraf signifikansi yang digunakan adalah 5% untuk N = 40, sehingga koefisien kritis
tabelnya adalah = 0,312.
4. Pada tabel dapat dilihat bahwa semua angka korelasi item soal untuk 11 variabel
importance berada di atas 0,312. Pada tabel dapat dilihat bahwa semua angka
korelasi item soal untuk 11 variabel performance juga berada di atas 0,312. Sehingga
dapat dikatakan bahwa kesebelas variabel tersebut adalah valid. Variabel – variabel
trsebut memiliki validitas konstrak (construct validity). Dengan kata lain, dalam
bahasa statistik terdapat konsistensi internal.
128
Tabel 4.13 Hasil uji validitas untuk komponen importance
Item
soal r r tabel Ket
1A 0.502 0.312 Valid
2A 0.621 0.312 Valid
3A 0.705 0.312 Valid
4A 0.413 0.312 Valid
5A 0.496 0.312 Valid
6A 0.476 0.312 Valid
7A 0.418 0.312 Valid
8A 0.591 0.312 Valid
9A 0.455 0.312 Valid
10A 0.479 0.312 Valid
11A 0.447 0.312 Valid
129
Tabel 4.14 Hasil uji validitas untuk komponen performance
Item
soal r r tabel Ket
1B 0.615 0.312 Valid
2B 0.445 0.312 Valid
3B 0.909 0.312 Valid
4B 0.496 0.312 Valid
5B 0.354 0.312 Valid
6B 0.632 0.312 Valid
7B 0.782 0.312 Valid
8B 0.539 0.312 Valid
9B 0.381 0.312 Valid
10B 0.716 0.312 Valid
11B 0.383 0.312 Valid
4.2.3 Uji Reliabilitas Data
Setelah pertanyaan-pertanyan pada kuesioner telah melalui perhitungan uji
validitas dan dinyatakan valid di semua pertanyaannya, maka pertanyaan-pertanyaan
kuesioner akan diuji dengan uji realibilitas. Uji reliabilitas dilakukan dengan sampel
sebanyak 40 yang dianggap cukup. Uji reliabilitas dilakukan dengan cara internal
consistency melalui teknik belah dua menggunakan rumus Spearman Brown. Maka
pertanyaan-pertanyaan pada kuesioner dibagi menjadi dua kelompok, yaitu pertanyaan
nomor ganjil dan pertanyaan nomor genap. Dimana pertanyaan nomor genap sebagai X
130
dan pertanyan nomor ganjil sebagai Y. Kemudian nilai total pertanyaan nomor ganjil dan
nomor genap tersebut akan dikorelasikan dengan rumus sebagai berikut
( )( )
( ){ } ( ){ }2222 ∑ ∑∑∑∑ ∑∑
−−
−=
YYNXXN
YXXYNrXY
Nilai r yang didapat akan digunakan untuk perhitungan selanjutnya menggunakan
rumus Spearman Brown, yaitu :
( )XY
XYrb r
rr
+×
=12
Koefisien korelasi (rrb) yang didapat dari perhitungan diatas ini akan menentukan apakah
pertanyaan kuesioner tersebut dapat dinyatakan reliable (umumnya dikatakan reliable
jika nilai koefisien korelasi (rrb) cenderung mendekati nilai 1.
131
Hasil perhitungan dari uji reliabilitas data akan ditampilkan pada data dibawah ini :
Tabel 4.15 perhitungan reliabilitas data untuk komponen importance
No responden x y x2 y2 xy 1 24 17 576 289 408 2 23 21 529 441 483 3 30 23 900 529 690 4 22 20 484 400 440 5 24 19 576 361 456 6 26 22 676 484 572 7 24 21 576 441 504 8 29 23 841 529 667 9 24 21 576 441 504 10 23 20 529 400 460 11 24 21 576 441 504 12 23 18 529 324 414 13 25 19 625 361 475 14 24 19 576 361 456 15 22 21 484 441 462 16 22 20 484 400 440 17 27 22 729 484 594 18 22 21 484 441 462 19 28 25 784 625 700 20 21 17 441 289 357 21 25 21 625 441 525 22 22 21 484 441 462 23 24 18 576 324 432 24 25 19 625 361 475 25 21 18 441 324 378 26 24 18 576 324 432 27 25 17 625 289 425 28 26 19 676 361 494 29 27 23 729 529 621 30 22 19 484 361 418 31 22 18 484 324 396 32 24 17 576 289 408 33 28 23 784 529 644 34 24 18 576 324 432 35 22 16 484 256 352 36 23 22 529 484 506 37 29 25 841 625 725 38 24 18 576 324 432 39 26 18 676 324 468 40 22 20 484 400 440 Σx = 972 Σy = 798 Σx2 = 23826 Σy2 = 16116 Σxy = 19513
132
Tabel 4.16 perhitungan reliabilitas data untuk komponen performance
No responden x y x2 y2 xy 1 19 15 361 225 285 2 23 22 529 484 506 3 28 23 784 529 644 4 21 16 441 256 336 5 24 19 576 361 456 6 25 21 625 441 525 7 24 19 576 361 456 8 27 23 729 529 621 9 24 19 576 361 456 10 21 15 441 225 315 11 24 19 576 361 456 12 19 15 361 225 285 13 21 14 441 196 294 14 21 16 441 256 336 15 15 16 225 256 240 16 18 18 324 324 324 17 24 19 576 361 456 18 20 16 400 256 320 19 24 19 576 361 456 20 19 16 361 256 304 21 24 19 576 361 456 22 20 19 400 361 380 23 24 19 576 361 456 24 21 17 441 289 357 25 16 16 256 256 256 26 19 15 361 225 285 27 18 15 324 225 270 28 21 17 441 289 357 29 27 23 729 529 621 30 21 16 441 256 336 31 21 16 441 256 336 32 24 17 576 289 408 33 24 21 576 441 504 34 24 17 576 289 408 35 18 14 324 196 252 36 20 19 400 361 380 37 25 19 625 361 475 38 19 15 361 225 285 39 19 15 361 225 285 40 20 16 400 256 320 Σx = 866 Σy = 705 Σx2 = 19104 Σy2 = 12675 Σxy = 15498
Pada tabel di atas, perhitungan nilai korelasi dihitung dengan menggunakan rumus :
133
( )( )( ){ } ( ){ }2222 ∑ ∑∑∑
∑ ∑∑−−
−=
YYNXXN
YXXYNrXY
Didapatkan koefisien korelasinya adalah sebesar 0,605 untuk komponen importance dan
0,789 untuk komponen performance. Langkah berikutnya dilakukan perhitungan nilai
reliabilitas dengan menggunakan rumus spearman brown :
( )XY
XYrb r
rr
+×
=12
Didapatkan nilai reliabilitas untuk variabel importance sebesar 0,754 dan untuk
variabel performance sebesar 0,882. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa data hasil
kuesioner tersebut reliable sehingga pertanyaan-pertanyaan pada kuesioner dapat
digunakan untuk pembahasan dan analisa selanjutnya.
4.2.4 Pengolahan Data Indeks Kesenjangan
Untuk mengetahui tingkat korelasi atau kedekatan antar variabel importance dan
performance dilakukan dengan menghitung indeks kesenjangan, yaitu dengan rumus :
Index = P x 100% I
Hasil perhitungan indeks kesenjangan ditampilkan pada tabel di bawah ini :
134
Tabel 4.17 Hasil Perhitungan Indeks Kesenjangan antar Variabel importance dan
performance
Item soal
Importance value
Performance value Indeks
1 316 267 84.49% 2 302 264 87.42% 3 328 284 86.59% 4 324 288 88.89% 5 330 288 87.27% 6 335 294 87.76% 7 356 297 83.43% 8 319 231 72.41% 9 337 295 87.54% 10 329 285 86.63% 11 303 269 88.78%
Harga indeks dari tabel di atas menyatakan bahwa indeks yang mendekati 100%
berarti kesenjangan antara dua variabel tersebut kecil. Dan sebaliknya jika harga indeks
mendekati 0% maka kesenjangan antara dua variabel tersebut besar. Kesenjangan disini
dalam arti hubungan antara tingkat kepentingan atau harapan dengan realita atau kinerja
di perusahaan. Jika kesenjangan kecil maka artinya tingkat kepentingan aatau harapan
terhadap variabel tersebut, menurut karyawan sesuai dengan realita di perusahaan. Dan
sebaliknya jika kesenjangan tinggi maka tingkat kepentingan atau harapan terhadap
variabel tersebut, menurut karyawan jauh dari realita dalam perusahaan.
4.2.5 Pengolahan Data Diagram Peringkat Jasa
Untuk mendapatkan suatu titik dalam peringkat jasa maka dibutuhkan suatu nilai
dari komponen importance dan performance. Nilai yang diambil adalah nilai rata – rata
dari jumlah masing – masing variabel dari kedua komponen parameter. Oleh karena skala
135
likert yang digunakan pada kuesioner bernilai 1 sampai 5 maka titik cartesiusnya berada
diantara 1 sampai 5 dimana koordinat titik – titik kartesiusnya (x,y) yaitu (rata-rata
performance value, rata-rata importance value). Berikut hasil perhitungan nilai – nilai
yang akan ditabulasikan dalam diagram peringkat jasa.
Tabel 4.18 Nilai rata – rata komponen importance dan performance
Item soal Rata - rata importance value
Rata - rata performance value
1 3.85 3.26 2 3.68 3.22 3 4.00 3.46 4 3.95 3.51 5 4.02 3.51 6 4.09 3.59 7 4.34 3.62 8 3.89 2.82 9 4.11 3.60 10 4.01 3.48 11 3.70 3.28
Setelah mendapatkan nilai rata – rata kedua komponen di atas maka dapat dibuat
diagram peringkat jasa yang menampilkan pada kuadran mana 11 variabel tersebut pada
diagram peringkat jasa. Diagram peringkat jasa ditampilkan pada gambar berikut :
136
Diagram peringkat jasa
12
345 67
8 1011
9
1
2
3
4
5
1 2 3 4 5
Rata - rata performance value
Rat
a - r
ata
impo
rtan
ce v
alue
kuadran A kuadran B
kuadran C kuadran D
Diagram 4.8 Diagram Peringkat Jasa
Dapat dilihat bahwa dari 11 variabel yang dinilai, 10 variabel berada di kuadran B dan 1
di kuadran A. Untuk melihat lebih jelas maka penyajian kuadran peringkat jasa berikut
ini dilihat dari kuadran A dan B :
137
Diagram peringkat jasa
1
2
345 6
7
810
11
9
3
4
5
1 2 3 4 5
Rata - rata performance value
Rat
a - r
ata
impo
rtan
ce v
alue
kuadran Bkuadran A
Diagram 4.9. Diagram peringkat jasa kuadran A dan B
Dari gambar peringkat jasa di atas terlihat jelas variabel yang menempati kuadaran
masing – masing.
• Variabel yang berda di kuadran A adalah : variabel 8
• Variabel yang berada di kuadran B adalah : variabel 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 9, 10, 11
• Variabel yang berada di kuadran C adalah : tidak ada
• Variabel yang berada di kuadran D adalah : tidak ada
138
4.2.6 Pengolahan Indeks PGCV
Untuk menghitung indeks PGCV tergantung kepada variabel yang ada dalam
tabel peringkat jasa yaitu variabel importance dan variabel performance. Indeks PGCV
Juga tergantung pada dua faktor, yaitu ACV (Achieved Customer Value) dan UDCV
(Ultimately Desired Customer Value).
ACV (Achieved Customer Value) didapatkan dengan mengalikan variable importance
dan performance :
ACV = I x P
Sedangakan UDCV didapatkan dari rumus :
UDCV = I x P(maximum possible)
Dengan mendapatkan nilai ACV dan UDCV maka kita bisa mendapatkan nilai PGCV,
yaitu :
PGCV = UDCV – ACV
Untuk itu untuk perhitungan nilai PGCV dari 11 variabel yang dinilai disajikan pada
tabel berikut :
139
Tabel 4.19. Skor index PGCV
Item soal ACV Value UDCV Value PGCV Value 1 84372 129560 45188 2 79728 123820 44092 3 93152 134480 41328 4 93312 132840 39528 5 95040 135300 40260 6 98490 137350 38860 7 105732 145960 40228 8 73689 130790 57101 9 99415 138170 38755 10 93765 134890 41125 11 81507 124230 42723
Skor PGCV di atas dapat dijadikan suatu diagram seperti berikut :
Diagram indeks PGCV
0
10000
20000
30000
40000
50000
60000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Variabel
Nilai indeks PGCV
Diagram 4.10 Diagram indeks PGCV
140
4.2.7 Analisa Hasil dan Pembahasan
4.2.7.1 Analisa Indeks Kesenjangan
Dari data yang dihasilkan dalam tabel indeks kesenjangan, jika nilai indeks
kesenjangan variabel yang dinilai mengarah ke angka 0 % maka semakin besar
kesenjangannya antara tingkat kepentingan atau harapan karyawan terhadap kinerja di
perusahaan. Sebaliknya jika nilai indeks mengarah ke angka 100% maka semakin kecil
kesenjangan antara tingkat kepentingan atau harapan karyawan dengan kinerja variabel
tersebut di perusahaan.
Dari pengolahan data yang telah dilakukan dapat dilihat bahwa ada 10 variabel
yang memiliki indeks kesenjangan diatas 80% dan 1 variabel dibawah 80%. Berikut
adalah urutan nilai dari terbesar sampai dengan yang terkecil untuk indeks kesenjangan
dari 11 variabel tersebut :
1. Variabel 4 yaitu mendengarkan, memiliki indeks kesenjangan 88,90%.
2. Variabel 11 yaitu umpan balik, memiliki indeks kesenjangan 88,78%.
3. Variabel 6 yaitu konsensus, memiliki indeks kesenjangan 87,76%.
4. Variabel 9 yaitu rencana tindakan, memiliki indeks kesenjangan 87,54%.
5. Variabel 2 yaitu diskusi, memiliki indeks kesenjangan 87,42%.
6. Variabel 5 yaitu Ketidaksesuaian pendapat, memiliki indeks kesenjangan 87,27%.
7. Variabel 10 yaitu kepemimpinan, memiliki indeks kesenjangan 86,63%.
8. Variabel 3 yaitu sasaran, memiliki indeks kesenjangan 86,59%.
9. Variabel 1 yaitu iklim, memiliki indeks kesenjangan 84,49%.
10. Variabel 7 yaitu kritik, memiliki indeks kesenjangan 83,43%.
11. Variabel 8 yaitu keterusterangan, memiliki indeks kesenjangan 72,41%.
141
Dari urutan di atas, nilai indeks kesenjangan yang paling besar adalah untuk
variabel 4 yaitu mendengarkan. Sedangkan untuk variabel yang memiliki nilai indeks
kesenjangan terkecil yaitu variabel 8 (keterusterangan). Variabel 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 9, 10,
11 dianggap memiliki kesenjangan yang rendah karena cenderung mengarah ke 100% (di
atas 80%) sedangkan variabel 8 berada di bawah 80% sehingga dapat dikatakan memiliki
kesenjangan yang agak tinggi.
4.2.7.2 Analisa Diagram Peringkat Jasa
Pada analisa diagram peringkat jasa dapat diketahui strategi apa yang harus
dilakukan perusahaan terhadap 11 variabel karakteristik kelompok Quality Control
Project yang dinilai. Melalui analisa diagram peringkat jasa ini juga dapat diketahui
variabel mana saja yang mencapai efektifitas sesuai dengan realita atau kinerjanya di
perusahaan Dari 11 variabel yang dianalisa dengan diagram peringkat jasa. Ada 10
variabel yang menempati kuadran B dan 1 variabel menempati kuadran A.
11 variabel yang menempati kuadran B yaitu :
• Variabel 1, yaitu iklim
• Variabel 2, yaitu diskusi
• Variabel 3, yaitu sasaran
• Variabel 4, yaitu mendengarkan
• Variabel 5, yaitu ketidaksesuaian
• Variabel 6, yaitu kosensus
• Variabel 7, yaitu kritik
142
• Variabel 9, yaitu rencana tindakan
• Variabel 10, yaitu kepemimpinan
• Variabel 11, yaitu umpan balik
Sehingga dapat dikatakan bahwa semua 10 variabel di atas yang dinilai
tersebut penting dan dilaksanakan oleh perusahaan dengan baik. Maka strategi
yang dilakukan adalah mempertahankan prestasi yang sudah baik, yaitu dengan
cara memepertahankan agar 10 variabel tersebut tetap dijaga dan dipertahankan
dengan baik dalam kelompok.
Selain dari 10 variabel di atas, ada satu variabel yang menempati kuadran A.
Variabel tersebut adalah keterusterangan. Kuadran A merupakan daerah prioritas
utama dimana elemen yang terdapat pada kuadran ini menjadi prioritas utama
untuk dibenahi karena tingkat kepentingan atau harapan tinggi sedangkan relita
atau kinerjanya diperusahaan kurang dan tidak sesuai dengan harapan. Dengan
diagram peringkat jasa ini diketahui bahwa variabel keterusterangan di kelompok
QCP mempunyai tingkat kepentingan yang tinggi menurut anggota kelompok
namun dalam pelaksanaannya kurang atau tidak sesuai dengan harapan anggota
kelompok. Oleh karena itu keterusterangan di kelompok dapat dikatakan tidak
berlangsung secara efektif dan harus menjadi prioritas utama untuk dibenahi.
Dari diagram peringkat jasa, dapat juga diketahui kinerja kelompok QCP yang
dinilai dari masing – masing karakeristik keefektifan kelompok. Karakteristik untuk
masing – masing variabel adalah :
143
1. Iklim
Atmosfir yang dirasakan dalam kelompok QCP cenderung bersifat informal,
menyenangkan dan santai. Tidak terasa adanya ketegangan. Iklim yang terasa
adalah suasana bekerja dimana manusia terlibat dan merasa tertarik. Tidak adanya
tanda – tanda timbulnya rasa bosan.
2. Diskusi
Banyak terjadi diskusi dimana setiap amggota kelompok QCP berpartisipasi tetapi
diskusi tetap ada hubungannya dengan tugas kelompok. Apabila diskusi
menyimpang dari tujuan, anggota kelompok yang lain akan mengarahkannya
kembali.
3. Sasaran
Tugas atau sasaran kelompok dimengerti dengan baik dan diterima oleh anggota
kelompok QCP.
4. Mendengarkan
Para anggota kelompok QCP saling mendengarkan pendapat anggota yang lain.
Diskusi tidak melompat dari satu hal ke hal yang lain yang tidak ada
hubungannya dan setiap ide didengarkan.
5. Ketidaksesuaian pendapat
Ketidaksesuaian pendapat terjadi namun kelompok tidak terganggu dengan
adanya hal ini dan menjaga agar suasana tetap lancar dan tidak ribut.
6. Konsensus
144
Sebagian besar keputusan dalam kelompok QCP diambil melalui suatu konsensus,
dimana jelas bahwa setiap orang memiliki pendapat yang kurang lebih sama dan
mau bekerja sama.
7. Kritik
Kritik sering diberikan, terus terang dan relatif membangun. Kritik bernada positif
dalam arti menghilangkan rintangan yang dihadapi kelompok dan rintangan –
rintangan yang menyebabkan tugas kelompok QCP tidak terselesaikan.
8. Keterusterangan
Dalam kelompok QCP, perasanaan pribadi disembunyikan dan tidak diungkapan.
Sikap umum kelompok adalah bahwa perasaan tidak patut untuk didiskusikan dan
akan mengganggu bila dibicarakan dalam pertemuan. Ini adalah kekurang dari
kinerja kelompok QCP PT. Sari Lembah Subur yang harus diperbaiki.
9. Rencana tindakan
Pada waktu diambil tindakan, dilakukan pembagian tugas dengan jelas dan
diterima oleh semua orang.
10. Kepemimpinan
Pemimpin kelompok tidak mendominasi kelompok, demikian juga kelompok
tidak banyak menghalangi sang pemimpin
11. Umpan balik
Kelompok QCP melakukan proses pembelajaran terhadap kemajuan kelompok
atau masalah yang dibahas. Apapun masalah kelompok akan didiskusikan secara
terbuka sampai tercapai suatu pemecahan masalah.
145
4.2.7.3 Analisa Indeks PGCV
Diagram peringkat jasa belum dapat menentukan prioritas strategi perbaikan yang
akan dilakukan terhadap variabel – variabel yang akan diteliti atau dengan kata lain
belum dapat menentukan variabel – variabel mana yang harus didahulukan untuk
diperbaiki. Hasil perhitungan indeks PGCV dapat menentukan variabel – variabel yang
menjadi prioritas dan diutamakan untuk diperhatikan.
Dari kuadran peringkat jasa didapatkan bahwa variabel 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 9, 10 dan
11 menempati kuadran B yang berarti semua variabel yang dinilai tersebut penting dan
dilaksanakan oleh perusahaan dengan baik dan strategi yang dilakukan adalah
mempertahankan prestasi yang sudah baik. Sedangkan untuk variabel 8 menenempati
kuadran A sehingga menjadi prioritas utama untuk diperbaiki. Jadi dapat dikatakan
bahwa indeks PGCV dsini berguna untuk membuat prioritas variabel mana yang harus
diperbaiki dan mendapat perhatian lebih untuk dipertahankan..
Prinsip dari PGCV adalah semakin tinggi nilainya maka semakin tinggi pula
prioritas perusahaan untuk melakukan perbaikan dan sebaliknya semakin rendah nilai
indeks PGCV maka semakin rendah prioritas perusahaan untuk melakukan perbaikan.
Berdasarkan prinsip di atas maka penulis mengurutkan nilai indeks PGCV dari 11
variabel yang telah dihitung dalam pengolahan data sebelumnya. Urutan ini dibuat dari
yang terbesar ke yang terkecil. Dari urutan ini dapat diketahui variabel mana saja yang
menjadi prioritas perhatian perusahaan untuk lebih dipertahankan atau juga diperbaiki
agar menjadi lebih baik dari sebelumnya. Berikut ini adalah urutannya :
1. Variabel 8 yaitu keterusterangan, memiliki nilai indeks PGCV 57101.
2. Variabel 1 yaitu iklim, memiliki nilai indeks PGCV 45188
146
3. Variabel 2 yaitu diskusi, memiliki nilai indeks PGCV 44092.
4. Variabel 11 yaitu umpan balik, memiliki nilai indeks PGCV 42723.
5. Variabel 3 yaitu sasaran, memiliki nilai indeks PGCV 41328.
6. Variabel 10 yaitu kepemimpinan, memiliki nilai indeks PGCV 41125.
7. Variabel 5 yaitu ketidaksesuaian pendapat, memiliki nilai indeks PGCV 40260.
8. Variabel 7 yaitu kritik, memiliki nilai indeks PGCV 40228.
9. Variabel 4 yaitu mendengarkan, memiliki nilai indeks PGCV 39528.
10. Variabel 6 yaitu konsensus, memiliki nilai indeks PGCV 38860.
11. Variabel 9 yaitu rencana tindakan, memiliki nilai indeks PGCV 38755.
Untuk variabel 8 yaitu keterusterangan, variabel ini menempati kuadran A
pada diagram peringkat jasa sehingga keterusterangan di kelompok menjadi
prioritas utama untuk diperbaiki. Hal ini juga dapat dilihat dari nilai indeks PGCV
variabel 8 yang memiliki nilai paling besar. Untuk Variabel 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 9,
10 dan 11, karena menempati kuadran B dalam diagram peringkat jasa maka 10
variabel tersebut dinilai penting dan dilaksanakan oleh perusahaan dengan baik.
Maka strategi yang dilakukan adalah mempertahankan prestasi yang sudah baik,
yaitu dengan cara memepertahankan agar 10 variabel tersebut tetap dijaga dan
dipertahankan dengan baik dalam kelompok. Dengan nilai indeks PGCV dapat
diketahui mana prioritas dari 10 variabel tersebut untuk lebih dipertahankan
dalam kelompok QCP.