bab 3 studi pustaka ok - diponegoro universityeprints.undip.ac.id/34008/7/1887_chapter_iii.pdf ·...

35
TUGAS AKHIR ” Perencanaan Drainase Kawasan Puri Anjasmoro Kota Semarang ” Ardhian Prahananto L2A 302102 BAB III STUDI PUSTAKA Sugiyanto L2A 302148 III-1 BAB III STUDI PUSTAKA 3.1 PENYEBAB BANJIR PERKOTAAN 3.1.1 Sumber-sumber Air Banjir Banjir berdasarkan peristiwa kejadiannya dapat dibedakan menjadi dua macam,yaitu : 1. Banjir yang terjadi karena limpasan air dari sungai atau saluran karena debit banjir tidak mampu dialirkan oleh alur sungai maupun saluran atau dengan kata lain debit banjir lebih besar daripada kapasitas pengaliran sungai atau saluran yang ada. 2. Banjir yang terjadi pada suatu daerah dimana sebelumnya belum pernah mengalami banjir. Sedangkan banjir berdasarkan penyebab utamanya dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu : 1. Banjir Kiriman Yang dimaksud dengan banjir kiriman adalah banjir yang disebabkan oleh melimpasnya air hujan dari suatu daerah yang lebih tinggi menuju daerah yang lebih rendah atau daerah genangan. Dengan adanya banjir kiriman ini maka akan terjadi penambahan jumlah air yang harus ditampung oleh daerah rendah tersebut. 2. Banjir Genangan Yang dimaksud banjir genangan yaitu banjir yang disebabkan adanya genangan air yang berasal dari air hujan lokal. Air hujan lokal adalah air hujan yang terjadi pada daerah itu sendiri. Tetapi jika curah hujan lokal ini cukup tinggi dan terjadi terus menerus , maka di daerah tangkapan hujan dapat terjadi banjir.

Upload: truongthien

Post on 14-Mar-2019

215 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

TUGAS AKHIR ” Perencanaan Drainase Kawasan Puri Anjasmoro Kota Semarang ”

Ardhian Prahananto L2A 302102 BAB III STUDI PUSTAKA Sugiyanto L2A 302148

III-1

BBAABB IIIIII

SSTTUUDDII PPUUSSTTAAKKAA

3.1 PENYEBAB BANJIR PERKOTAAN

3.1.1 Sumber-sumber Air Banjir

Banjir berdasarkan peristiwa kejadiannya dapat dibedakan menjadi dua

macam,yaitu :

1. Banjir yang terjadi karena limpasan air dari sungai atau saluran karena debit

banjir tidak mampu dialirkan oleh alur sungai maupun saluran atau dengan

kata lain debit banjir lebih besar daripada kapasitas pengaliran sungai atau

saluran yang ada.

2. Banjir yang terjadi pada suatu daerah dimana sebelumnya belum pernah

mengalami banjir.

Sedangkan banjir berdasarkan penyebab utamanya dapat dibagi menjadi tiga

macam, yaitu :

1. Banjir Kiriman

Yang dimaksud dengan banjir kiriman adalah banjir yang disebabkan oleh

melimpasnya air hujan dari suatu daerah yang lebih tinggi menuju daerah

yang lebih rendah atau daerah genangan. Dengan adanya banjir kiriman

ini maka akan terjadi penambahan jumlah air yang harus ditampung oleh

daerah rendah tersebut.

2. Banjir Genangan

Yang dimaksud banjir genangan yaitu banjir yang disebabkan adanya

genangan air yang berasal dari air hujan lokal. Air hujan lokal adalah air

hujan yang terjadi pada daerah itu sendiri. Tetapi jika curah hujan lokal ini

cukup tinggi dan terjadi terus menerus , maka di daerah tangkapan hujan

dapat terjadi banjir.

TUGAS AKHIR ” Perencanaan Drainase Kawasan Puri Anjasmoro Kota Semarang ”

Ardhian Prahananto L2A 302102 BAB III STUDI PUSTAKA Sugiyanto L2A 302148

III-2

3. Banjir Air Pasang

Yang dimaksud dengan banjir air pasang yaitu banjir yang disebabkan

adanya kenaikan muka air laut yang melebihi muka saluran, sehingga

saluran yang bermuara di pantai tersebut akan dimasuki air laut. Dan jika

air yang masuk tersebut melebihi kapasitas dari saluran yang ada serta

HWL ( High Water Level ) -nya melebihi tinggi air rencana, maka dapat

menyebabkan genangan di suatu wilayah.

3.1.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi Banjir

Faktor – faktor yang mempengaruhi banjir dibagi menjadi dua yaitu :

a. Faktor Teknis

b. Faktor Non Teknis

a. Faktor Teknis

Faktor teknis adalah faktor penyebab banjir perkotaan yang diakibatkan oleh kondisi

sungai atau saluran yang sudah tidak memadai lagi, sedimentasi yang terjadi di

sungai atau saluran, elevasi muka tanah yang lebih rendah dari pada muka air laut

pasang dan muka air banjir yang terjadi, penurunan muka tanah (Land Subsidence).

b. Faktor Non Teknis

Faktor non teknis adalah faktor penyebab banjir di perkotaan yang diakibatkan oleh

curah hujan yang tinggi disuatu wilayah, perubahan tata guna lahan yang

mengakibatkan kenaikan debit banjir dan erosi, penyempitan atau penutupan sungai

atau saluran oleh sampah dan bangunan liar.

3.2 PENGENDALIAN BANJIR

Pengendalian banjir pada dasarnya dapat dilakukan dengan berbagai cara,

namun yang lebih penting adalah pertimbangan secara keseluruhan dan dicari

sistem yang paling optimal. Kegiatan pengendalian banjir menurut lokasi atau

daerah pengedaliannya dapat dikelompokkan menjadi dua :

1. Bagian Hulu, yaitu dengan membangun dam pengendali banjir yang dapat

memperlambat waktu tiba banjir dan menurunkan besarnya debit banjir,

TUGAS AKHIR ” Perencanaan Drainase Kawasan Puri Anjasmoro Kota Semarang ”

Ardhian Prahananto L2A 302102 BAB III STUDI PUSTAKA Sugiyanto L2A 302148

III-3

pembuatan waduk lapangan yang dapat merubah pola hidrograf banjir serta

penghijauan di Daerah Aliran Sungai ( DAS ).

2. Bagian Hilir, yaitu dengan melakukan normalisasi alur sungai dan tanggul,

sudetan pada aliran kritis, pembuatan alur pengendalian banjir atau Flood Way

serta pemanfaatan daerah genangan untuk Retarding Basin.

Cara pengendalian banjir yang dapat dilakukan dalam sistem pengendalian banjir

adalah :

3.2.1 Normalisasi Saluran

Normalisasi dilakukan pada saluran berkaitan dengan pengendalian banjir akibat air

hujan, yang merupakan usaha untuk memperbesar kapasitas saluran sehingga

mampu menampung debit banjir yang akan terjadi dan memperlancar aliran.

Normalisasi ini meliputi kegiatan-kegiatan yang terdiri dari :

• Normalisasi bentuk penampang melintang

• Mengatur penampang memanjang saluran

• Menstabilkan alur saluran

• Menentukan tinggi jagaan

3.2.2 Penampang Melintang Saluran

Penampang melintang saluran perlu direncanakan untuk mendapatkan

penampang yang ideal dan efisien dalam penggunaan lahan. Penampang ideal

merupakan penampang yang stabil terhadap perubahan akibat pengaruh erosi

maupun pengaruh pola aliran yang terjadi. Sedangkan penggunaan lahan yang efisien

dimaksudkan untuk memperhatikan lahan yang tersedia disekitar saluran sehingga

nantinya bila ada normalisasi tidak menimbulkan permasalahan terhadap pembebasan

tanah. Pada umumnya bentuk penampang yang biasa pada saluran-saluran di Kota

Semarang adalah bentuk penampang tunggal, mengingat bentuk penampang ini

mendukung untuk digunakan dengan alasan sebagai berikut :

• Luas lahan yang tersedia untuk penampang melintang terbatas sebab

disamping saluran merupakan jalan.

• Debit dialirkan melalui saluran-saluran yang ada tidak begitu besar.

• Lebih ekonomis dari segi biaya dan waktu.

TUGAS AKHIR ” Perencanaan Drainase Kawasan Puri Anjasmoro Kota Semarang ”

Ardhian Prahananto L2A 302102 BAB III STUDI PUSTAKA Sugiyanto L2A 302148

III-4

di mana :

A = luas penampang sungai (m2),

P = keliling basah saluran (m),

R = jari-jari hidrolis (m),

I = kemiringan dasar saluran,

n = kekasaran manning,

V = kecepatan aliran (m/detik),

Q = debit (m3/detik).

B

H

B

H

Sedangkan rumus-rumus yang digunakan dalam mendimensi saluran penampang tunggal

adalah sebagai berikut :

1. Penampang saluran tunggal berbentuk persegi empat

Q = AV×

P = B + 2H

A = B x H

R = A/P

V = 1/22/3 IRn1

××

Gambar 3.1 Penampang Tunggal Berbentuk Persegi Empat

2. Penampang saluran tunggal berbentuk trapezium

A = HmH)(B ×+

P = B + )m1(2H 2+×

R = A/P

V = 1/22/3 IRn1

××

Q = AV×

Gambar3.2 Penampang Tunggal Berbentuk Trapesium

TUGAS AKHIR ” Perencanaan Drainase Kawasan Puri Anjasmoro Kota Semarang ”

Ardhian Prahananto L2A 302102 BAB III STUDI PUSTAKA Sugiyanto L2A 302148

III-5

3.2.3 Tinggi Jagaan Saluran

Besarnya tinggi jagaan yang paling baik adalah berkisar antara 0,75 m – 1,5 m. Hal-

hal lain yang mempengaruhi besarnya nilai tinggi jagaan adalah penimbunan sedimen

di dasar saluran, berkurangnya penampang efisien hidrolik karena tumbuhnya

tanaman, penurunan tebing dan kelebihan jumlah aliran selama tejadinya hujan.

Sedangkan secara praktis besarnya tinggi yang diambil berdasarkan debit banjir,

seperti dalam tabel berikut ini :

Tabel 3.1 Hubungan debit dengan tinggi jagaan dan lebar tanggul

Debit Banjir

( m3 / det )

Tinggi Jagaan

( m )

Lebar Tanggul

( m )

Kurang dari 200 0,50 3,0

200 – 500 0,75 3,0

500 – 2.000 1,00 4,0

2.000 – 5.000 1,25 5,0

5.000 – 1.0000 1,50 6,0

Lebih dari 10.000 2,00 7,0

Sumber : ( Robert J Kodoatie, Dr. M.Eng,Ir ; Sugiyanto, M.Eng,Ir. BANJIR, beberapa penyebab dan

metode pengendaliannya dalam perspektif lingkungan, tahun 2002 )

3.2.4 Floodway

Floodway merupakan saluran pembuangan debit banjir yang terjadi pada saluran

utama. Bila saluran yang menampung suatu debit rencana sudah tidak lagi dapat

menampung maka untuk menghindari kerugian yang terjadi, debit banjir dilewatkan

melalui floodway agar tidak terjadi banjir dikawasan yang dilalui saluran tadi.

Hal yang harus diperhatikan dalam pembuatan floodway yaitu pertimbangan nonteknis

dan teknis.

a. Pertimbangan nonteknis meliputi antisipasi terhadap dampak negatif yang

mungkin timbul, baik itu permasalahan sosial maupun ekonomi.

b. Pertimbangan teknis dalam pembuatan floodway meliputi pertimbangan

terhadap rencana pola alur sungai yang stabil. Adapun yang perlu dihindari

adanya alur sungai meander atau berkelok – kelok, yang menyebabkan awal

TUGAS AKHIR ” Perencanaan Drainase Kawasan Puri Anjasmoro Kota Semarang ”

Ardhian Prahananto L2A 302102 BAB III STUDI PUSTAKA Sugiyanto L2A 302148

III-6

Pemukiman

proses pergerakan meander sungai kearah tikungan luar. Pada suatu meander

sungai, pada umumnya terjadi gerusan tikungan luar, yang akan

mengakibatkan pergerakan alur sungai tersebut kearah tikungan luar. Untuk

mengantisipasi atau mengurangi laju pergerusan pada tikungan luar, perlu

adanya perencanaan tikungan / meander sungai yang baik.

Beberapa faktor yang harus diperhatikan adalah :

• Hindari dua tikungan yang berhubungan langsung, harus ada alur transisi.

• Perbandingan antara lebar sungai dan jari – jari meander lebih besar dari 20,

( B / R > 20 )

• Panjang alur sungai transisi diantara 2 tikungan adalah 2 – 3 lebar sungai.

• Lebar sungai pada tikungan antara 1,1 – 1,3 kali lebar sungai bagian lurus.

Gambar 3.3 Floodway

3.2.5 Sudetan

Pada alur sungai yang berkelok – kelok sangat kritis, sebaiknya dilakukan sudetan

agar banjir mencapai bagian hilir atau laut dengan cepat, serta mempertimbangkan alur

sungai yang stabil. Sudetan dibuat pada sungai karena bentuk sungai yang berkelok –

kelok dan pada saat hujan sering terjadi banjir.

Hal – hal yang perlu dipertimbangkan dalam sudetan :

• Tujuan dilakukan sudetan.

• Penampang sungai sudetan

• Dampak negatif yang timbul

• Pengaruh terhadap sungai secara keseluruhan

TUGAS AKHIR ” Perencanaan Drainase Kawasan Puri Anjasmoro Kota Semarang ”

Ardhian Prahananto L2A 302102 BAB III STUDI PUSTAKA Sugiyanto L2A 302148

III-7

• Pengaruh terhadap bangunan sekitar sudetan

• Tinjauan terhadap sosial ekonomi

3.2.6 Kolam Penampungan

Kolam penampungan adalah tempat penampungan debit saluran sementara

sehingga puncak banjir dapat dikurangi. Tempat ini digunakan saat terjadi debit banjir

yang besar. Kolam penampungan dapat berupa tanah kosong yang elevasinya lebih

rendah sehingga dapat menampung air dan membuang kembali setelah kondisi debit

normal. Pada kolam penampungan dilengkapi pompa untuk kembali mengeluarkan air bila

debit banjir sudah normal.

Kolam penampungan ini mempunyai bangunan pelengkap yaitu berupa kolam

pengendapan dan kisi – kisi penyaring. Dimana fungsi dari kisi – kisi penyaring adalah

mencegah masuknya benda – benda yang hanyut menuju kolam penampungan.

Dimensi kolam penampungan didasarkan pada perhitungan debit rencana yang masuk

(inflow) kolam penampungan dari saluran drainase dan debit rencana yang keluar

(outflow) dari kolam penampungan melalui pompa.

Adapun rumus yang digunakan untuk menghitung dimensi kolam penampungan ini adalah

sebagai berikut :

Dimana : V = Volume kolam penampungan ( m³ )

L = Panjang kolam penampungan ( m )

B = Lebar kolam penampungan ( m )

H = Tinggi kolam penampungan ( m )

V = L*B*H

TUGAS AKHIR ” Perencanaan Drainase Kawasan Puri Anjasmoro Kota Semarang ”

Ardhian Prahananto L2A 302102 BAB III STUDI PUSTAKA Sugiyanto L2A 302148

III-8

Gambar 3.4. Kolam penampungan dan bangunan pelengkap

3.2.7 Penanganan secara non teknis antara lain :

a. Manajemen daerah banjir.

Pada kegiatan ini dapat meliputi seluruh kegiatan dalam perencanaan dan

tindakan yang diperlukan untuk menentukan kegiatan, implementasi, revisi,

perbaikan rencana, pelaksanaan, dan pengawasan secara keseluruhan aktivitas di

daerah tersebut, dalam rangka menekan kerugian akibat banjir.

Manajemen daerah banjir pada dasarnya mempunyai 2 tujuan :

1. Meminimumkan korban jiwa, kerugian maupun kesulitan yang diakibatkan oleh

banjir yang terjadi.

2. Merupakan suatu usaha untuk mengoptimalkan penggunaan lahan di daerah

dataran banjir dimasa mendatang, yaitu memperhatikan keuntungan individu

ataupun masyarakat sehubungan dengan adanya biaya yang diperlukan.

b. Pengaturan tata guna tanah di daerah aliran sungai.

Pengaturan tata guna tanah di daerah pengaliran sungai dimaksudkan untuk

mengatur penggunaan lahan, sesuai dengan rencana pola tata ruang yang ada.

Hal ini untuk menghindari penggunaan lahan yang tidak terkendali, sehingga

mengakibatkan kerusakan daerah pengaliran sungai atau menghambat daerah

pengaliran sungai.

TUGAS AKHIR ” Perencanaan Drainase Kawasan Puri Anjasmoro Kota Semarang ”

Ardhian Prahananto L2A 302102 BAB III STUDI PUSTAKA Sugiyanto L2A 302148

III-9

c. Penyuluhan pada masyarakat terhadap permasalahan banjir.

Permasalahan banjir adalah merupakan permasalahan umum, terutama di daerah

hilir, maka sudah saatnya masyarakat yang berada di daerah tersebut peduli

terhadap bahaya banjir. Disamping itu pihak yang berwenang termasuk instansi

terkait harus betul – betul melaksanakan pembinaan, pengawasan, pengendalian

dan penanggulangan terhadap banjir secara intensif dan terkoordinasi.

Karena penanganan yang lebih dini dan perhatian dari semua pihak, akan

memudahkan untuk pengendalian banjir.

d. Memperhatikan potensi dan pengembangan serta pemanfaatan SDA di

masa yang akan datang, termasuk bangunan yang sudah ada

3.3. ANALISIS HIDROLOGI

3.3.1. Data curah hujan

Didalam perencanaan pengendalian banjir, data hidrologi merupakan salah satu

data yang sangat diperlukan. Curah hujan pada suatu daerah Catchment area akan

menentukan besarnya debit banjir yang terjadi pada daerah studi. Semakin besar curah

hujan yang terjadi, semakin besar pula debit rencana pada daerah hilir.

Karakteristik hujan pada suatu daerah akan berbeda dengan daerah lainnya,

dengan diketahuinya besar curah hujan pada suatu daerah maka akan dapat diperkirakan

intensitas hujan pada daerah tersebut dan nantinya akan digunakan untuk menghitung

besarnya debit rencana.

3.3.2. Distribusi curah hujan rata-rata

Untuk menghitung hujan daerah aliran dari catatan hujan lokal ada 3 ( tiga )

rumus yang digunakan yaitu :

1. Cara Rata-rata Aljabar

Curah hujan didapatkan dengan mengambil rata-rata hitung (arithmatic mean)

dari penakar hujan areal tersebut dibagi dengan jumlah stasiun pengamatan.

(Sosrodarsono dan Takeda, 1976).

R = l/n ( R1 + R2 + … + Rn )........................................................ ( 3.1 )

TUGAS AKHIR ” Perencanaan Drainase Kawasan Puri Anjasmoro Kota Semarang ”

Ardhian Prahananto L2A 302102 BAB III STUDI PUSTAKA Sugiyanto L2A 302148

III-10

Dimana :

R = curah hujan daerah (mm)

n = jumlah titik-titik (pos-pos) pengamatan

R1, R2, …, Rn = curah hujan di tiap titik pengamatan

Cara ini digunakan apabila :

o Daerah tersebut berada pada daerah yang datar

o Penempatan alat ukut tersebar merata

o Variasi curah hujan sedikit dari harga tengahnya

2. Cara Poligon Thiessen

Cara Poligon Thiessen ini ditentukan dengan cara membuka poligon antar pos hujan

pada suatu DPS kemudian tinggi hujan rata-rata dihitung dari jumlah perkalian antar tiap-

tiap luas poligon dan tinggi hujannya dibagi luas seluruh DPS. Luas masing-masing

poligon tersebut dengan cara :

• Hubungkan semua stasiun yang terdapat di dalam DPS dengan garis sehingga

terbentuk jaringan-jaringan segitiga.

• Pada masing-masing segitiga ditarik garis sumbunya tegak lurus dan semua

garis sumbu tersebut membentuk poligon.

• Luas daerah tiap stasiun yang dibatasi oleh poligon tersebut.

Jika titik-titik pengamatan di dalam daerah tidak tersebar merata, maka cara

perhitungan curah hujan rata-rata dilakukan dengan memperhitungkan daerah pengaruh

tiap titik pengamatan. Curah hujan daerah itu dapat dihitung dengan persamaan sebagai

berikut :

R = n

nn

AAARARARA

++++++

......

21

2211 .............................................................. ( 3.2 )

(Sosrodarsono,hal : 27,2003)

Dimana :

R = Curah hujan maksimum rata-rata (mm)

R1, R2,.......,Rn = Curah hujan pada stasiun 1,2,..........,n (mm)

A1, A2, …,An = Luas daerah pada polygon 1,2,…...,n (Km2)

TUGAS AKHIR ” Perencanaan Drainase Kawasan Puri Anjasmoro Kota Semarang ”

Ardhian Prahananto L2A 302102 BAB III STUDI PUSTAKA Sugiyanto L2A 302148

III-11

1

2

3

4

5 6 7

A1

A2

A3

A7A6

A4

A5

Gambar 3.5 Metode Polygon Thiessen

Hal yang perlu diperhatikan dalam metode ini adalah sebagai berikut :

o Jumlah stasiun pengamatan minimal tiga buah stasiun.

o Penambahan stasiun akan mengubah seluruh jaringan

o Topografi daerah tidak diperhitungkan

o Stasiun hujan tidak tersebar merata

3. Cara rata-rata Isohyet

Dengan cara ini, kita dapat menggambar dulu kontur tinggi hujan yang sama

(isohyet). Kemudian luas bagian diantara isohyet-isohyet yang berdekatan diukur,

dan nilai rata-rata dihitung sebagai nilai rata-rata timbang nilai kontur, kemudian

dikalikan dengan masing-masing luasnya. Hasilnya dijumlahkan dan dibagi dengan

luas total daerah, maka akan didapat curah hujan areal yang dicari.

n

nnn

AAA

ARR

ARR

ARR

R+++

+++

++

+

=

+

.......2

................22

21

12

431

21

................................. ( 3.3 )

(Sosrodarsono,hal : 29,2003)

di mana :

R = Curah hujan rata-rata (mm)

R1, R2, ......., Rn = Curah hujan stasiun 1, 2,....., n (mm)

A1, A2, ….. , An =Luas bagian yang dibatasi oleh isohyet- isohyet (Km2)

TUGAS AKHIR ” Perencanaan Drainase Kawasan Puri Anjasmoro Kota Semarang ”

Ardhian Prahananto L2A 302102 BAB III STUDI PUSTAKA Sugiyanto L2A 302148

III-12

1

23

56

4

R1

R2 R3 R5 R6

R7

25

20 25 30

30 35

35

4550

55

45

4055

50

40

Gambar 3.6 Metode Isohyet

Metode ini digunakan dengan ketentuan :

o Dapat digunakan pada daerah datar maupun pegunungan

o Jumlah stasiun pengamatan harus banyak

o Bermanfaat untuk hujan yang sangat singkat

3.3.3. Curah Hujan Rencana Dengan Periode Ulang Tertentu

Analisis curah hujan rencana ditujukan untuk mengetahui besarnya curah hujan

harian maksimum dalam periode ulang tertentu yang nantinya digunakan untuk

perhitungan debit banjir rencana. Metode yang umum digunakan untuk perhitungan

curah hujan rencana ini adalah Metode Gumbel, Metode Log Normal, Metode Log Pearson

Tipe III, Metode Weduwen dan Metode Haspers.

1. Metode Gumbel

Untuk menghitung curah hujan rencana dengan metode distribusi Gumbel Tipe I

digunakan persamaan distribusi frekuensi empiris sebagai berikut :

)*( SxKXrXt += .................................................... ( 3.4 )

(Soemarto,hal:149,1999)

( )

11

2

−=∑=

n

xrxiSx

n

i ............................................................ ( 3.5 )

SnYnYtK −= ….............................................................. ( 3.6 )

TUGAS AKHIR ” Perencanaan Drainase Kawasan Puri Anjasmoro Kota Semarang ”

Ardhian Prahananto L2A 302102 BAB III STUDI PUSTAKA Sugiyanto L2A 302148

III-13

di mana :

Xt = nilai variat yang diharapkan terjadi.

X = nilai rata-rata hitung variat

Sx = Standar Deviasi (simpangan baku)

YT = nilai reduksi variat dari variabel yang diharapkan terjadi pada periode

ulang tertentu

Yn = nilai rata-rata dari reduksi variat (mean of reduce variate) nilainya

tergantung dari jumlah data (n)

Sn = deviasi standar dari reduksi variat (mean of reduced variate) nilainya

tergantung dari jumlah data (n)

Tabel 3.2. Reduced Mean (Yn)

n 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

10 0.4952 0.4996 0.5035 0.5070 0.5100 0.5128 0.5157 0.5181 0.5202 0.522

20 0.5236 0.5252 0.5268 0.5283 0.5296 0.5300 0.5820 0.5882 0.5343 0.5353

30 0.5363 0.5371 0.5380 0.5388 0.5396 0.5400 0.5410 0.5418 0.5424 0.543

40 0.5463 0.5442 0.5448 0.5453 0.5458 0.5468 0.5468 0.5473 0.5477 0.5481

50 0.5485 0.5489 0.5493 0.5497 0.5501 0.5504 0.5508 0.5511 0.5515 0.5518

60 0.5521 0.5524 0.5527 0.5530 0.5533 0.5535 0.5538 0.5540 0.5543 0.5545

70 0.5548 0.5550 0.5552 0.5555 0.5557 0.5559 0.5561 0.5563 0.5565 0.5567

80 0.5569 0.5570 0.5572 0.5574 0.5576 0.5578 0.5580 0.5581 0.5583 0.5585

90 0.5586 0.5587 0.5589 0.5591 0.5592 0.5593 0.5595 0.5596 0.5598 0.5599

100 0.5600

(Sumber : Ir. C.D. Soemarto, BIE. Dipl. H, Hidrologi Teknik hal.149)

TUGAS AKHIR ” Perencanaan Drainase Kawasan Puri Anjasmoro Kota Semarang ”

Ardhian Prahananto L2A 302102 BAB III STUDI PUSTAKA Sugiyanto L2A 302148

III-14

Tabel 3.3. Reduced Standard Deviation (Sn)

n 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

10 0.9496 0.9676 0.9833 0.9971 1.0095 1.0206 1.0316 1.0411 1.0493 1.0565

20 1.0628 1.0696 1.0754 1.0811 1.0864 1.0915 1.0961 1.1004 1.1047 1.1080

30 1.1124 1.1159 1.1193 1.1226 1.1255 1.1285 1.1313 1.1339 1.1363 1.1388

40 1.1413 1.1436 1.1458 1.148 1.1499 1.1519 1.1538 1.1557 1.1574 1.1590

50 1.1607 1.1623 1.1638 1.1658 1.1667 1.1681 1.1696 1.1708 1.1721 1.1734

60 1.1747 1.1759 1.177 1.1782 1.1793 1.1803 1.1814 1.1824 1.1834 1.1844

70 1.1854 1.1863 1.1873 1.1881 1.1890 1.1898 1.1906 1.1915 1.1923 1.1930

80 1.1938 1.1945 1.1953 1.1959 1.1967 1.1973 1.198 1.1987 1.1994 1.2001

90 1.2007 1.2013 1.2026 1.2032 1.2038 1.2044 1.2046 1.2049 1.2055 1.2060

100 1.2065

(Sumber : Ir. C.D. Soemarto, BIE. Dipl. H, Hidrologi Teknik hal.149)

Tabel 3.4. Return Period A Function of Reduced Variate (Yt)

Return Period Reduced Variate

2 0.3665

5 1.4999

10 2.2502

20 2.9606

25 3.1985

50 3.9019

100 4.6001

200 5.296

500 6.214

1.000 6.919

5.000 8.539

10.000 9.921 (Sumber : Ir. C.D. Soemarto, BIE. Dipl. H, Hidrologi Teknik hal. 48)

TUGAS AKHIR ” Perencanaan Drainase Kawasan Puri Anjasmoro Kota Semarang ”

Ardhian Prahananto L2A 302102 BAB III STUDI PUSTAKA Sugiyanto L2A 302148

III-15

2. Metode Distribusi Log Pearson III

Metode Log Pearson III apabila digambarkan pada kertas peluang logaritmik

akan merupakan persamaan garis lurus, sehingga dapat dinyatakan sebagai model

matematik dangan persamaan sebagai berikut :

Y = Y + k.S ............................................................................... ( 3.7 )

(Soemarto,hal:152,1999)

di mana :

X = curah hujan

Y = nilai logaritmik dari X atau log X _

Y = rata-rata hitung (lebih baik rata-rata geometrik) nilai Y

S = deviasi standar nilai Y

K = karakteristik distribusi peluang log-pearson tipe III

Langkah-langkah perhitungan kurva distribusi Log Pearson Tipe III adalah :

1. Tentukan logaritma dari semua nilai variable X

2. Hitung nilai rata-ratanya :

nX

X ∑=)log(

)log( ................................................................................ ( 3.8 )

3. Hitung nilai deviasi standarnya dari log X :

( )1

)log()log()log(

2

−= ∑

nXX

XS .......................................................... ( 3.9 )

4. Hitung nilai koefisien kemencengan (CS) :

( )( )( )( )3

3

)log(21

)log()log(

XSnn

XXnCS

−−

−= ∑ ................................................................. ( 3.10 )

sehingga persamaannya dapat ditulis :

( ))log()log(log XSkXX += .................................................................. ( 3.11 )

5. Tentukan anti log dari log X, untuk mendapatkan nilai X yang diharapkan

terjadi pada tingkat peluang atau periode ulang tertentu sesuai dengan nilai

CS-nya. Nilai k dapat dilihat pada tabel 3.5.

TUGAS AKHIR ” Perencanaan Drainase Kawasan Puri Anjasmoro Kota Semarang ”

Ardhian Prahananto L2A 302102 BAB III STUDI PUSTAKA Sugiyanto L2A 302148

III-16

Tabel 3.5 Harga k untuk Distribusi Log Pearson III

Kemencengan (CS)

Periode Ulang (tahun) 2 5 10 25 50 100 200 1000

Peluang ( % ) 50 20 10 4 2 1 0,5 0,1

3,0 -0,396 0,420 1,180 2,278 3,152 4,051 4,970 7,250 2,5 -0,360 0,518 1,250 2,262 3,048 3,845 4,652 6,600 2,2 -0,330 0,574 1,284 2,240 2,970 3,705 4,444 6,2002,0 -0,307 0,609 1,302 2,219 2,912 3,605 4,298 5,910 1,8 -0,282 0,643 1,318 2,193 2,848 3,499 4,147 5,6601,6 -0,254 0,675 1,329 2,163 2,780 3,388 3,990 5,390 1,4 -0,225 0,705 1,337 2,128 2,706 3,271 3,828 5,110 1,2 -0,195 0,732 1,340 2,087 2,626 3,149 3,661 4,820 1,0 -0,164 0,758 1,340 2,043 2,542 3,022 3,489 4,540 0,9 -0,148 0,769 1,339 2,018 2,498 2,957 3,401 4,3950,8 -0,132 0,780 1,336 1,998 2,453 2,891 3,312 4,250 0,7 -0,116 0,790 1,333 1,967 2,407 2,824 3,223 4,105 0,6 0,099 0,800 1,328 1,939 2,359 2,755 3,132 3,960 0,5 -0,083 0,808 1,323 1,910 2,311 2,686 3,041 3,815 0,4 -0,066 0,816 1,317 1,880 2,261 2,615 2,949 3,6700,3 -0,050 0,824 1,309 1,849 2,211 2,544 2,856 3,525 0,2 -0,033 0,830 1,301 1,818 2,159 2,472 2,763 3,380 0,1 -0,017 0,836 1,292 1,785 2,107 2,400 2,670 3,235 0,0 0,000 0,842 1,282 1,751 2,054 2,326 2,576 3,090 -0,1 0,017 0,836 1,270 1,761 2,000 2,252 2,482 3,950 -0,2 0,033 0,850 1,258 1,680 1,945 2,178 2,388 2,810 -0,3 0,050 0,853 1,245 1,643 1,890 2,104 2,294 2,675 -0,4 0,066 0,855 1,231 1,606 1,834 2,029 2,201 2,540 -0,5 0,083 0,856 1,216 1,567 1,777 1,955 2,108 2,400 -0,6 0,099 0,857 1,200 1,528 1,720 1,880 2,016 2,275 -0,7 0,116 0,857 1,183 1,488 1,663 1,806 1,926 2,150 -0,8 0,132 0,856 1,166 1,488 1,606 1,733 1,837 2,035-0,9 0,148 0,854 1,147 1,407 1,549 1,660 1,749 1,910 -1,0 0,164 0,852 1,128 1,366 1,492 1,588 1,664 1,800 -1,2 0,195 0,844 1,086 1,282 1,379 1,449 1,501 1,625 -1,4 0,225 0,832 1,041 1,198 1,270 1,318 1,351 1,465 -1,6 0,254 0,817 0,994 1,116 1,166 1,200 1,216 1,280-1,8 0,282 0,799 0,945 1,035 1,069 1,089 1,097 1,130 -2,0 0,307 0,777 0,895 0,959 0,980 0,990 1,995 1,000-2,2 0,330 0,752 0,844 0,888 0,900 0,905 0,907 0,910 -2,5 0,360 0,711 0,771 0,793 0,798 0,799 0,800 0,802 -3,0 0,396 0,636 0,660 0,666 0,666 0,667 0,667 0,668

Sumber : (Soewarno,1995)

TUGAS AKHIR ” Perencanaan Drainase Kawasan Puri Anjasmoro Kota Semarang ”

Ardhian Prahananto L2A 302102 BAB III STUDI PUSTAKA Sugiyanto L2A 302148

III-17

3. Metode Log Normal

Metode Log Normal apabila digambarkan pada kertas peluang logaritmik akan

merupakan persamaan garis lurus, sehingga dapat dinyatakan sebagai model

matematik dangan persamaan sebagai berikut :

X = SkX ._

+ .............................................................................. ( 3.12 )

(Petunjuk Perencanaan Irigasi,hal 25,1986)

di mana :

X = nilai yang diharapkan akan terjadi pada periode ulang tertentu.

X = nilai rata-rata kejadian dari variabel kontinyu X

S = deviasi standar variabel kontinyu X.

k = karakteristik distribusi peluang log-normal 3 parameter yang merupakan

fungsi dari koefisien kemencengan CS

Tabel 3.6 Faktor frekuensi k untuk distribusi log normal 3 parameter

Koefisien Kemencengan

(CS)

Peluang kumulatif ( % ) 50 80 90 95 98 99

Periode Ulang ( tahun ) 2 5 10 20 50 100

-2,00 0,2366 -0,6144 -1,2437 -1,8916 -2,7943 -3,5196 -1,80 0,2240 -0,6395 -1,2621 -1,8928 -2,7578 -3,4433 -1,60 0,2092 -0,6654 -1,2792 -1,8901 -2,7138 -3,3570 -1,40 0,1920 -0,6920 -1,2943 -1,8827 -2,6615 -3,2601 -1,20 0,1722 -0,7186 -1,3067 -1,8696 -2,6002 -3,1521 -1,00 0,1495 -0,7449 -1,3156 -1,8501 -2,5294 -3,0333 -0,80 0,1241 -0,7700 -1,3201 -1,8235 -2,4492 -2,9043 -0,60 0,0959 -0,7930 -0,3194 -1,7894 -2,3600 -2,7665 -0,40 0,0654 -0,8131 -0,3128 -1,7478 -2,2631 -2,6223 -0,20 0,0332 -0,8296 -0,3002 -1,6993 -2,1602 -2,4745 0,00 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,20 -0,0332 0,8996 0,3002 1,5993 2,1602 2,4745 0,40 -0,0654 0,8131 0,3128 1,7478 2,2631 2,6223 0,60 -0,0959 0,7930 0,3194 1,7894 2,3600 2,7665 0,80 -0,1241 0,7700 1,3201 1,8235 2,4492 2,9043 1,00 -0,1495 0,7449 1,3156 1,8501 2,5294 3,0333 1,20 -0,1722 0,7186 1,30567 1,8696 2,6002 3,1521 1,40 -0,1920 0,6920 1,2943 1,8827 2,6615 3,2601

TUGAS AKHIR ” Perencanaan Drainase Kawasan Puri Anjasmoro Kota Semarang ”

Ardhian Prahananto L2A 302102 BAB III STUDI PUSTAKA Sugiyanto L2A 302148

III-18

1,60 -0,2092 0,6654 1,2792 1,8901 2,7138 3,3570 1,80 -0,2240 0,6395 1,2621 1,8928 2,7578 3,4433 2,00 -0,2366 0,6144 1,2437 1,8916 2,7943 3,5196

Sumber : (Soewarno, 1995)

4. Metode Weduwen

Dalam menghitung curah hujan harian maksimum dengan metode Weduwen,

rumus yang digunakan :

RT = m * n * R70 ........................................................... ( 3.13 )

R70 = Pm

Rn*

Dimana :

RT = Curah hujan harian maksimum (mm)

m, n = Indeks yang tergantung pada tahun periode ulang.

m, p = Indeks yang tergantung pada tahun pengamatan

Rn = Curah hujan maksimum rata-rata (mm)

5. Metode Haspers

Rumus yang digunakan pada metode Haspers adalah :

Xt = X + Sx * S ................................................ ( 3.14 )

Dimana :

Xt = Besarnya curah hujan yang mungkin terjadi pada periode ulang T

tahun

S = Standart Deviasi

X = Curah hujan rata-rata (mm)

Sx = Standar deviasi (simpangan baku)

TUGAS AKHIR ” Perencanaan Drainase Kawasan Puri Anjasmoro Kota Semarang ”

Ardhian Prahananto L2A 302102 BAB III STUDI PUSTAKA Sugiyanto L2A 302148

III-19

3.3.4. Intensitas Curah Hujan

Curah hujan jangka pendek biasanya dinyatakan dalam intensitas per jam yang

disebut dengan Intensitas Curah Hujan. Besarnya Intensitas curah hujan berbeda-

beda biasanya disebabkan oleh lamanya curah hujan dan frekuensi kejadiannya.

Beberapa rumus Intensitas curah hujan yaitu :

1. Rumus Talbot

Rumus yang dipakai :

I = )( bt

a+

...................................................................................... ( 3.15 )

(Soemarto,hal : 15,1999)

a =

( ) ( ) ( )

( ) ( )2

11

2

11

2

1

2

1.).(

⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡−

∑∑

∑∑∑∑

−−

====

n

j

n

j

n

i

n

j

n

j

n

j

iin

itiiti

b =

( ) ( )

( ) ( )2

11

2

1

2

11..)(

⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡−

∑∑

∑∑∑

−−

===

n

j

n

j

n

j

n

j

n

j

iin

tintii

di mana :

I = intensitas curah hujan (mm/jam)

t = lamanya curah hujan (menit)

a,b = konstanta yang tergantung pada lama curah hujan yang terjadi di daerah

aliran.

n = banyaknya pasangan data i dan t

2. Rumus Sherman

Untuk hujan dengan waktu > 2 jam, Prof. Sherman (1905) menuliskan rumus :

I = bta

................................................................................................ ( 3.16 )

(Soemarto,hal : 15,1999)

TUGAS AKHIR ” Perencanaan Drainase Kawasan Puri Anjasmoro Kota Semarang ”

Ardhian Prahananto L2A 302102 BAB III STUDI PUSTAKA Sugiyanto L2A 302148

III-20

log a = 2

11

2

111

2

1

)(log)(log

)(log)log(log)(log)(log

⎟⎠

⎞⎜⎝

⎛−

⋅−

∑∑

∑∑∑∑

==

====

n

i

n

i

n

i

n

i

n

i

n

i

ttn

titti

b = 2

11

2

111

)(log)(log

)log(log)(log)(log

⎟⎠

⎞⎜⎝

⎛−

⋅−

∑∑

∑∑∑

==

===

n

i

n

i

n

i

n

i

n

i

ttn

itnti

di mana :

I = intensitas curah hujan (mm/jam)

t = lamanya curah hujan (menit)

a,b = konstanta yang tergantung pada lama curah hujan yang terjadi di daerah

aliran.

n = banyaknya pasangan data i dan t

3. Rumus Ishiguro

Rumus di atas dikembangkan oleh Dr. Ishiguro (1953) menjadi :

Rumus yang digunakan :

I = bt

a+

....................................................................... ( 3.17 )

(Soemarto,hal : 15,1999)

a =

( ) ( ) ( )

( ) ( )2

11

2

11

2

1

2

1

.).(

⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡−

∑∑

∑∑∑∑

−−

====

n

j

n

j

n

j

n

j

n

j

n

j

iin

itiiti

b =

( ) ( )

( ) ( )2

11

2

1

2

11

..)(

⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡−

∑∑

∑∑∑

−−

===

n

j

n

j

n

j

n

j

n

j

iin

tintii

TUGAS AKHIR ” Perencanaan Drainase Kawasan Puri Anjasmoro Kota Semarang ”

Ardhian Prahananto L2A 302102 BAB III STUDI PUSTAKA Sugiyanto L2A 302148

III-21

di mana :

I = intensitas curah hujan (mm/jam)

t = lamanya curah hujan (menit)

a,b = konstanta yang tergantung pada lama curah hujan yang terjadi di daerah

aliran

n = banyaknya pasangan data i dan t

4. Rumus Mononobe

Rumus di atas dikembangkan lagi oleh Mononobe menjadi :

I = 3/2

24 24*24 ⎥⎦

⎤⎢⎣⎡

tR

........................................................................ ( 3.18 )

(Sosrodarsono,hal : 32,2003)

di mana :

I = Intensitas curah hujan (mm/jam)

R24 = curah hujan maksimum dalam 24 jam (mm)

t = lamanya curah hujan (jam)

3.3.5. Debit Banjir Rencana

Untuk menghitung debit banjir rencana digunakan beberapa metode antara lain :

1. Metode Der Weduwen

Metode ini dapat digunakan bila luas DAS kurang dari atau sama dengan 100 km2.

Rumus dari metode Der Weduwen adalah sebagai berikut :

AqQt n..βα= .................................................................................... ( 3.19 )

(Petunjuk Perencanaan Irigasi,hal 145,1986)

di mana :

AAtt

++++

=120

))9)(1((120β

45,165,67

240 +=

tR

q nn

71,41+

−=nqβ

α

TUGAS AKHIR ” Perencanaan Drainase Kawasan Puri Anjasmoro Kota Semarang ”

Ardhian Prahananto L2A 302102 BAB III STUDI PUSTAKA Sugiyanto L2A 302148

III-22

25,0125,025,0 −−= ILQt

di mana :

Qt = Debit banjir rencana (m3/det)

Rn = Curah hujan maksimum (mm/hari)

α = Koefisien pengaliran

β = Koefisien pengurangan daerah untuk curah hujan DAS

qn = Debit persatuan luas (m3/det km2)

t = Waktu konsentrasi (jam)

A = Luas daerah pengaliran (km²)

L = Panjang sungai (Km)

I = Gradien sungai atau medan

Adapun syarat dalam perhitungan debit banjir dengan metode Weduwen adalah

sebagai berikut :

A = Luas daerah pengaliran < 100 Km2

t = 1/6 sampai 12 jam

2. Metode Rasional

Metode rasional biasa digunakan untuk luas daerah aliran sungai sekitar kurang dari

atau sama dengan 60 km2 (≤ 60 km2).

AIC3,61Q ×××= = 0,0278 . C . I . A ........................................................ ( 3.20 )

32

ct24

24RI ⎥

⎤⎢⎣

⎡×=

tc = to + td

( Ir Sugiyanto,M.Eng,2001,Diklat kuliah Pengendali Banjir,UNDIP Semarang )

di mana :

Q = debit maksimum (m3/detik),

C = koefisien limpasan (run off) air hujan,

I = intensitas hujan (mm/jam),

TUGAS AKHIR ” Perencanaan Drainase Kawasan Puri Anjasmoro Kota Semarang ”

Ardhian Prahananto L2A 302102 BAB III STUDI PUSTAKA Sugiyanto L2A 302148

III-23

A = luas daerah pengaliran (km2),

R = hujan maksimum (mm),

tc = waktu konsentrasi (menit),

to = waktu yang diperlukan air untuk mengalir di permukaan lahan sampai

saluran terdekat.

Besar to didapatkan dari rumus Kirpich (1940), yaitu :

⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡×××=

SnL3,28

32t o menit

di mana :

L = panjang lintasan aliran di atas permukaan lahan (m),

S = kemiringan lahan.

td = waktu perjalanan air dari pertama masuk saluran sampai titik keluaran.

Rumus : V60

Lt S

d ×= menit

di mana :

LS = panjang lintasan aliran di dalam saluran/sungai (m),

V = kecepatan aliran di dalam saluran (m/detik).

Besar nilai V tergantung dari kemiringan dasar saluran (i), kekasaran permukaan

saluran (n Manning) dan bentuk saluran.

3. Metode Melchior

Rumus yang digunakan :

Qr = α * q * F * RT/200 ................................................................ ( 3.21 )

T = )(3610 jam

VL

V = 1,31 (F * q * I2 * )0,2 (m/det)

S = L

H9,0

;

Dimana :

Qr = Debit banjir rencana dalam periode ulang tertentu (m3/det)

α = Koefisien pengaliran

TUGAS AKHIR ” Perencanaan Drainase Kawasan Puri Anjasmoro Kota Semarang ”

Ardhian Prahananto L2A 302102 BAB III STUDI PUSTAKA Sugiyanto L2A 302148

III-24

q = Debit tiap km2 (m2/det)

F = Luas daerah pengaliran (m2)

RT = Curah hujan harian maksimum rencana untuk periode ulang tertentu

(mm)

T = Lama waktu konsentrasi banjir (jam)

L = Panjang sungai yang ditinjau

V = Kecepatan rata-rata arus air (m/det)

S = Kemiringan rata-rata dasar sungai

H = Selisih tinggi antara titik pengamatan dan titik sejauh 0,9 L ke arah hulu

sungai (m)

3.3.6 Hidrograf Banjir

Suatu grafik yang menunjukkan hubungan antara parameter aliran dengan

waktu. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap aliran/bentuk hidrograf antara lain :

Intensitas Hujan (I), Laju Infiltrasi (f), besarnya Infiltrasi (F).

Unit hidrograf merupakan grafik hubungan antara debit aliran sungai langsung dan

waktu, dari suatu daerah pengaliran sungai, yang diakibatkan oleh hujan efektif (Re)

yang jatuh merata di seluruh daerah pengaliran sungai sebesar satu satuan tinggi

(mm) per satu satuan waktu (jam).

Perhitungan Hidrograf banjir berdasarkan unit hidrograf secara analitis.

a. Hujan efektif

Gambar 3.7. Unit Hidrograf secara analitis

Hujan efektif

T (jam)

ø

I1 I3

I2

I4

I5

t0 t2 t1 t3 t4 t5

I (mm/jam)

TUGAS AKHIR ” Perencanaan Drainase Kawasan Puri Anjasmoro Kota Semarang ”

Ardhian Prahananto L2A 302102 BAB III STUDI PUSTAKA Sugiyanto L2A 302148

III-25

dimana : ø = Total kehilangan air dari jam ke jam berikutnya (mm/jam)

He = Hujan efektif

to – t1 He1 = 0

t1 – t2 He2 = I2 – ø (mm/jam)

t2 – t3 He3 = 0

t3 – t4 He4 = I4 – ø (mm/jam)

t4 – t5 He5 = 0

b. Hidrograf satuan Sintetik Snyder

Hidrograf satuan Sintetik Snyder ini menghubungkan unsur-unsur

hidrograf satuan dengan karakteristik daerah pengaliran. Hidrograf

satuan tersebut ditentukan dengan baik pada tinggi d = 1 mm dan

dengan ketiga unsur yang lain yaitu QP (m3/det), Tb serta tr (jam).

Unsur-unsur hidrograf tersebut dihubungkan dengan :

A = Luas daerah pengaliran (km2)

L = Panjang aliran utama (km)

Lc = Jarak antar titik berat daerah pengaliran dengan pelepasan

(outlet) di saluran utama.

Dengan menggunakan rumus-rumus :

tp = Ct * (L * Lc)0,3...................................... ( 3.23 )

Tp = tp + 0,5

qp = 0,278 . TpCp

Qp = qp * A untuk 1 mm/jam

Dimana : qp = Puncak hidrograf satuan (m3/det/mm/km)

Qp = Debit puncak (m3/det/mm).

tp = Waktu antara titik berat curah hujan hingga puncak

dalam jam.

TUGAS AKHIR ” Perencanaan Drainase Kawasan Puri Anjasmoro Kota Semarang ”

Ardhian Prahananto L2A 302102 BAB III STUDI PUSTAKA Sugiyanto L2A 302148

III-26

Tp = Waktu yang diperlukan antar permulaan hujan

hingga mencapai puncak hidrograf.

Ct = Koefisien limpasan ( run off ) air hujan

Gambar 3.8. Hidrograf banjir

3.3.7 Penelusuran Banjir (Flood Routing)

Penelusuran banjir adalah merupakan prakiraan hidrograf di suatu titik pada

aliran atau bagian sungai yang didasarkan atas pengamatan hidrograf di titik

lain.

I – Q = ∆ S ................................................................ ( 3.24 )

t1 – t2 StII

∆=⎟⎠

⎞⎜⎝

⎛ ∆+

*2

21

Dimana : t = Waktu ke (jam)

I = Inflow (m3/det).

O = Outflow (m3/det).

∆t = Interval waktu (det)

∆S = Perubahan Storage (m3)

Qp = Debit PuncakQ

(m3/det)

T (jam) Tp = Waktu puncak

Tb = Waktu dasar

TUGAS AKHIR ” Perencanaan Drainase Kawasan Puri Anjasmoro Kota Semarang ”

Ardhian Prahananto L2A 302102 BAB III STUDI PUSTAKA Sugiyanto L2A 302148

III-27

3.4 ANALISIS HIDROLIKA

Analisis hidrolika dimaksudkan untuk mengetahui kapasitas alur sungai

pada kondisi sekarang terhadap banjir rencana dan studi terdahulu serta pengamatan

yang diperoleh. Analisis hidrolika dilakukan pada seluruh saluran untuk mendapatkan

dimensi saluran yang diinginkan, pada ketinggian muka air sepanjang saluran yang

dituju.

3.4.1. Perencanaan Dimensi Saluran

Untuk menentukan dimensi saluran maka diasumsikan kondisi aliran pada

saluran adalah aliran tetap seragam (Steady Uniform Flow), dimana aliran mempunyai

kecepatan konstan terhadap jarak dan waktu. Rumus yang digunakan adalah rumus

Manning dengan persamaan sebagai berikut :

ASRnQ ***1 213

2= ............................................................. ( 3.25 )

Dimana : Q = debit banjir rencana (m3/det)

n = koefisien kekasaran Manning

R = Jari-jari hidrolis (m)

S = Kemiringan dasar saluran

A = Luas tampang basah (m2)

Tabel 3.7. Koefisien Kekasaran (n) Manning

Saluran Keterangan Harga n

Beton

Gorong-gorong lurus dan bebas kotoran 0.011

Gorong-gorong dengan lengkungan dan sedikit kotoran/gangguan

0.013

Beton dipoles 0.012

Saluran pembuang dengan bak kontrol 0.015

Tanah, lurus dan

seragam

Bersih baru 0.018

Bersih telah melapuk 0.022

Berkerikil 0.025

Berkumpul pendek, sedikit tanaman pengganggu 0.027

TUGAS AKHIR ” Perencanaan Drainase Kawasan Puri Anjasmoro Kota Semarang ”

Ardhian Prahananto L2A 302102 BAB III STUDI PUSTAKA Sugiyanto L2A 302148

III-28

B

H

Gambar 3.9. Penampang Tunggal

Berbentuk Persegi Empat

Saluran Alam

Bersih lurus 0.030

Bersih, berkelok-kelok 0.040

Banyak tanaman pengganggu 0.070

Dataran Banjir berumput pendek-tinggi 0.030-0.035

Saluran di belukar 0.050-0.100

(Sumber : Dr. Ir. Suripin M.Eng, Diktat Hidrolika )

Dalam drainase perkotaan sebaiknya digunakan dimensi penampang dan bentuk

penampang yang efektif, yaitu penampang bentuk persegi. Dengan pertimbangan

luas lahan yang terbatas dan pembebasan lahan yang mahal. Rumus yang digunakan

• Luas Saluran

A = B * H

• Keliling Basah

P = B + 2 * H

• Jari-jari Hidrolis

R = PA

Dimana : A = Luas saluran (m2)

P = Keliling Basah (m)

B = Lebar Dasar Saluran (m)

H = Kedalaman aliran (m)

3.4.2. Perhitungan Muka Air Saluran

Ada beberapa cara yang dapat dipakai untuk menghitung profil muka air pada aliran

tidak beraturan Yaitu :

a. Metode tahapan langsung (Direct Step Method)

Proses perhitungannya dimulai dengan kedalaman yang diketahui h1, kemudian

diambil (asumsikan) kedalaman h2, baik dihulu maupun di hilir dan hitung jarak ∆X

antara kedua kedalaman. Untuk mendapatkan hasil yang akurat, maka mengambil

harga h2 sedekat mungkin dengan h1, sehingga harga ∆X yang diperoleh tidak

terlalu jauh.

Metode ini pengembangan dari persamaan Energi.

TUGAS AKHIR ” Perencanaan Drainase Kawasan Puri Anjasmoro Kota Semarang ”

Ardhian Prahananto L2A 302102 BAB III STUDI PUSTAKA Sugiyanto L2A 302148

III-29

Z2

H2

h2

Hf = Sf * X

2 *V²22 g

Sf

M.A. Saluran

datum

AX

H1h1

Z1

1 *V²22 g

Z= So . AX

Z1 + h1 + hfg

VhZg

V+++=

22

22

22

21 ............................................................. ( 3.26 )

Dimana : z = ketinggian dasar saluran dari garis referensi.

h = kedalaman air dari dasar saluran.

V = kecepatan rata-rata

g = Percepatan gravitasi

hf = Kehilangan energi karena gesekan dasar saluran.

b. Metode Tahapan standard (Standard step method)

Metode ini dikembangkan dari persamaan energi total dari aliran pada saluran

terbuka. Perhitungannya dimulai dengan mengetahui tinggi h1, sehingga tinggi

energi total pada titik awal H1 dapat diketahui. Selanjutnya ditentukan jarak titik

ke hulu atau ke hilir ∆ X. Parameter sebelah kanan yang dapat dihitung adalah z2,

yaitu perkalian antara kemiringan dasar saluran dan selisih jarak kedua titik yang

akan dihitung (z = So * ∆ X), kemudian mengasumsikan kedalaman air di titik lain

dengan cara coba-coba sampai terpenuhinya persamaan di bawah ini.

Z1 + h1 + hfg

VhZg

V+++=

22

22

22

21

........................................... ( 3.27 )

H1 = H2 + hf

Gambar 3.10. Profil Muka Air di Saluran

TUGAS AKHIR ” Perencanaan Drainase Kawasan Puri Anjasmoro Kota Semarang ”

Ardhian Prahananto L2A 302102 BAB III STUDI PUSTAKA Sugiyanto L2A 302148

III-30

Rumus kekekalan energi : H1 = H2 + Hf ...................................................... ( 3.28 )

h1 + Z1 + XSfg

VZh

gV

∆+++= **2

**2* 2

222

211 αα

SfSoHH

X−−

=∆ 21

Sf = 2

21 SfSf −

Sf = 3/42

22

**RnnQ

Dimana : H1 = tinggi energi di titik 1 (m)

H2 = tinggi energi di titik 2 (m)

α 1 * g

V2

21 = tinggi kecepatan di titik 1 (m)

α 2 * g

V2

21 = tinggi kecepatan di titik 2 (m)

h1 = tinggi muka air dari dasar saluran di titik 1 (m)

h2 = tinggi muka air dari dasar saluran di titik 2 (m)

Z1 = elevasi dasar sungai dari datum di titik 1 (m)

Z2 = elevasi dasar sungai dari datum di titik 2 (m)

Sf = kemiringan garis hidrolik

So = kemiringan dasar sungai

n = koefisien manning

3.5.3. Pintu Air

Pintu air (gate,sluice) yang biasanya dibangun memotong tanggul sungai

atau antara sungai utama dengan saluran drainase berfungsi sebagai pengatur

aliran air untuk pembuang (drainage), penyadap dan pengatur lalu lintas air.

Sebagai pembuang yang dibangun dimuara system drainase biasanya senantiasa

dalam keadaan terbuka dan penutupannya dilakukan manakala elevasi muka air

yang terdapat di dalam saluran induk lebih tinggi dari elevasi air saluran drainase.

TUGAS AKHIR ” Perencanaan Drainase Kawasan Puri Anjasmoro Kota Semarang ”

Ardhian Prahananto L2A 302102 BAB III STUDI PUSTAKA Sugiyanto L2A 302148

III-31

Pada daerah datar, khususnya daerah pantai sering menghadapi kondisi

saluran drainase mempunyai pembuangan (outlet) di badan air yang muka airnya

berfluktuasi. Saluran drainase yang membuang langsung ke laut dipengaruhi oleh

pasang surut, sedangkan drainase yang membuang ke banjir kanal dipengaruhi

oleh tinggi banjir. Pada kondisi air di hilir tinggi, baik akibat air pasang maupun air

banjir maka air dari drainase tidak dapat mengalir ke pembuang bahkan

dimungkinkan terjadi aliran balik (back water). Pada ujung saluran drainase perlu

dilengkapi dengan bangunan pengatur berupa pintu pengatur untuk menghindari

terjadinya aliran balik. Ada dua kelompok pintu pengatur, yaitu pintu manual dan

pintu otomatis. Penggunaan pintu manual untuk sistem drainase atau

pengendalian banjir tidak populer, karena banyak kekurangannya seperti berikut :

• Air pasang atau banjir dapat terjadi kapan saja dan sering terjadi tengah

malam, pada saat itu operator pintu sering ketiduran.

• Pada pintu ukuran besar, pembukaan secara manual sangat memakan

waktu dan bisa jadi kalah cepat dengan datangnya banjir.

Oleh karena itu sekarang banyak dipakai pintu otomatis, baik yang bekerja secara

mekanis maupun elektris. Pintu klep (pintu otomatis) berfungsi untuk membatasi

masuknya air pasang dari hilir sungai yang melewati kapasitas saluran, dan pintu

klep ini dibuka apabila muka air di hilir sudah berada di bawah ambang kapasitas,

sehingga air di saluran dapat mengalir kembali.

Gerakan membuka dan menutup pintu klep (pintu otomatis) mengandalkan

keseimbangan momen yang ditimbulkan oleh pemberat pintu dan/atau pelampung

dan tekanan air. Pintu klep sederhana terbuka karena desakan aliran air dibantu

oleh momen dari pemberat pintu, yaitu pada saat air di hilir naik (akibat pasang

surut atau banjir), maka tekanan air di hilir lebih tinggi dari tekanan air di hulu,

sehingga mendorong pintu untuk menutup.

Sedangkan rumus yang digunakan untuk pintu klep sederhana itu sendiri

adalah sebagai berikut :

TUGAS AKHIR ” Perencanaan Drainase Kawasan Puri Anjasmoro Kota Semarang ”

Ardhian Prahananto L2A 302102 BAB III STUDI PUSTAKA Sugiyanto L2A 302148

III-32

2gHB)3H - (Hw Q ∆

= µ ...................................................... ( 3.29 )

(Ir Sugiyanto,M.Eng,2001,Diklat kuliah Pengendali Banjir,UNDIP Semarang )

dimana :

Q = debit banjir (m3/detik)

µ = koefisien pengaliran

Hw = tinggi air sungai normal (m)

∆H = perbedaan tinggi muka air hulu dan hilir (m)

g = gravitasi bumi (9,81 m/detik2)

B = lebar pintu (m)

H = tinggi pintu klep (m)

Gambar 3.11 Sketsa Pintu Klep

Darat

Laut

Sungai

TUGAS AKHIR ” Perencanaan Drainase Kawasan Puri Anjasmoro Kota Semarang ”

Ardhian Prahananto L2A 302102 BAB III STUDI PUSTAKA Sugiyanto L2A 302148

III-33

3.5.4. Stasiun Pompa

Banjir atau genangan yang terjadi di daerah perkotaan, khususnya daerah yang

terletak di dataran rendah dekat pantai dapat berasal dari tiga sumber yaitu : air

kiriman dari hulu yang meluap dari sungai utama, hujan setempat, dan genangan

akibat air pasang. Begitu sungai utama diperbaiki maka genangan akibat meluapnya

sungai tersebut dapat dicegah, namun karena durasi air tinggi di sungai utama

tambah panjang di daerah rendah yang dikelilingi tanggul sungai utama susah untuk

mengalirkan air masuk ke sungai dan lama genangan tambah panjang, maka

kerusakanpun/kerugian bertambah besar.

Daerah yang tidak dapat dilayani oleh drainase sistem gravitasi dinamakan

daerah drainase interior, sistem drainase yang tidak dapat sepenuhnya mengandalkan

gravitasi sebagai faktor pendorong maka perlu dilengkapi dengan stasiun pompa.

Pompa ini berfungsi untuk membantu mengeluarkan air dari kolam penampung banjir

maupun langsung dari saluran drainase pada saat air tidak dapat mengalir secara

gravitasi karena air di muaranya/pengurasnya lebih tinggi baik akibat pasang surut

maupun banjir.

Anggap bahwa kerusakan akibat air drainase interior adalah kecil dibandingkan

dengan bencana akibat tanggul jebol, namun kondisi daerah drainase interior tetap

perlu diperbaiki dalam hal ini diperlukan sistem drainase pompa.

Dalam perencanaan hidrolika sistem pompa, perlu diketahui hal-hal sebagai

berikut :

• Aliran masuk (inflow) ke kolam penampung

• Tinggi muka air sungai pada titik keluar (outlet)

• Kolam penampung dan volume tampungan

• Ketinggian air maksimum dan kapasitas pompa yang diperlukan

• Dimensi pompa

• Pola operasi pompa

Stasiun pompa air berfungsi untuk mengalirkan air genangan dari daerah yang

mempunyai elevasi lebih rendah dari elevasi pembuangan, dimana air banjir dilakukan

dengan menggunakan sistem pompanisasi. Untuk mencegah terjadinya genangan

TUGAS AKHIR ” Perencanaan Drainase Kawasan Puri Anjasmoro Kota Semarang ”

Ardhian Prahananto L2A 302102 BAB III STUDI PUSTAKA Sugiyanto L2A 302148

III-34

yang lama, maka pada daerah tersebut dibangun pompa air drainase sebagai pompa

pengangkat air dari elevasi yang rendah ke elevasi yang lebih tinggi.

Pompa air drainase umumnya beroperasi pada saat banjir, dan tinggi tekanan

serta debitnya berubah-ubah sepanjang waktu. Terdapat berbagai jenis pompa

tergantung dari konstruksinya, kapasitas dan spesifikasinya. Untuk pompa drainase

umumnya digunakan jenis pompa turbin seperti pompa aliran aksial (axial flow)

dimana tinggi pompa terutama ditimbulkan oleh gaya sudut pada air, jenis pompa ini

banyak digunakan untuk debit yang cukup besar dengan ketinggian rendah (head

kecil). Selain pompa aliran aksial (axial flow) juga pompa aliran semi aksial (mixed

flow) dimana tinggi pompa sebagian ditentukan oleh gaya dorong putaran sudut -

sudut, pompa ini banyak digunakan untuk debit yang cukup besar dengan ketinggian

sedang (head sedang), termasuk dalam tipe ini adalah pompa ulir (screw pumps).

Untuk pompa dengan kapasitas debit yang cukup besar dengan ketinggian besar

(head besar), tinggi pompa terutama ditimbulkan oleh gaya dorong sentrifugal

putaran sudut - sudut (impeller) pompa ini termasuk tipe pompa sentrifugal.

Sedangkan rumus yang digunakan untuk menghitung daya pompa (Dp) tersebut

adalah sebagai berikut :

Dp = η

w γ. Q . Hp ............................................................................. ( 3.30 )

dimana :

Dp = daya pompa (HP)

Hp = Hs + ∑hf

γw = berat jenis air (ton/m3)

η = efisiensi pompa (%)

∑hf = kehilangan tinggi energi (m)

Hs = beda tinggi antara saluran yang ditinjau (m)

EGL = Energy Grade Line

HGL = Hydraulic Grade Line

TUGAS AKHIR ” Perencanaan Drainase Kawasan Puri Anjasmoro Kota Semarang ”

Ardhian Prahananto L2A 302102 BAB III STUDI PUSTAKA Sugiyanto L2A 302148

III-35

HS

a

V² / 2g

hf1hf2hf3

hf4

hf5V² / 2g

v

v

Pompa

V² / 2g

hf6

hf7

hf8

hf9

hf10

b

Untuk mencari Hp dihitung EGL dan HGL

Gambar 3.12. Sketsa EGL dan HGL

a = hf1 + hf2 + hf3 + hf4

b = hf5 + hf6 + hf7 + hf8 + hf9 + hf10

Hp = Hs + a + b

Hp = Hs + hf1 + hf2 + hf3 + hf4 + hf5 + hf6 + hf7 + hf8 + hf9 + hf10

Hp = Hs + ∑hf