bab 3 sistem ekonomi dan fiskal masa kepemimpinan para khalifah

35
BAB 3 Sistem Ekonomi dan Fiskal Pada Masa al-Khulafa ar-Rasyidun SISTEM EKONOMI DAN FISKAL PADA MASA PARA KHALÎFAH DAN AMIRUL MU’MINÎN * A. Sistem Ekonomi dan Fiskal Pemerintahan Khalifah Abu Bakar ash-Shiddîq Bernama lengkap Abdullah ibn Abu Quhâfah at-Tamimi terpilih sebagai Khalifah Islam yang pertama berdasarkan hasil pemilihan di Saqîfah bani Sa’idah 1 . Peristiwa ini menimbulkan banyak kontroversi baik pro maupun kontra di kalangan para sahabat Anshar maupun Muhajirin, serta kaum muslimimin pada saat itu. Terlepas dari segala kontroversi itu semua, Ia merupakan kepala pemerintahan kaum muslimin pasca wafatnya Rasulullah saw. Pada masa pemerintahannya yang hanya berlangsung selama dua tahun, Abu Bakar banyak menghadapi persoalan dalam negeri yang berasal dari kelompok oposisi pendukung setia Ali bin Abi Thalib, nabi palsu, dan “pembangkang zakat”. Berdasarkan hasil musyawarah dengan beberapa sahabat pendukungnya, ia memutuskan untuk memerangi kelompok tersebut melalui apa yang disebut sebagai Perang Riddah (Perang Melawan kelompok oposisi yang tidak mahu membayar zakat di wilayah kekhalifahannya). Setelah berhasil menyelesaikan urusan dalam negeri, Khalifah Abu Bakar mulai melakukan ekspansi ke wilayah utara untuk menghadapi pasukan Romawi dan * Bab ini merupakan pengembangan dari tulisan M. A. Sabzwari, Economic and Fiscal System During Khilafat E-Rashida , dalam Journal of Islamic Banking and Finance, Karachi, Vol.2, No.4, 1985, h. 49-66. 1 Lihat, O.Hasyim, Saqifah Awal Perselisihan Umat, (Jakarta: al- Muntazhar, 1995), cet ke- 3, h. 106. 43

Upload: muhammad-fathan-ali-husaini

Post on 15-Aug-2015

35 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Bab 3 sistem ekonomi dan fiskal masa kepemimpinan para khalifah

BAB3

Sistem Ekonomi dan Fiskal Pada Masa al-Khulafa ar-Rasyidun

SISTEM EKONOMI DAN FISKALPADA MASA PARA KHALÎFAH

DAN AMIRUL MU’MINÎN*

A. Sistem Ekonomi dan Fiskal Pemerintahan Khalifah Abu Bakar

ash-Shiddîq

Bernama lengkap Abdullah ibn Abu Quhâfah at-Tamimi terpilih

sebagai Khalifah Islam yang pertama berdasarkan hasil pemilihan di

Saqîfah bani Sa’idah1. Peristiwa ini menimbulkan banyak kontroversi

baik pro maupun kontra di kalangan para sahabat Anshar maupun

Muhajirin, serta kaum muslimimin pada saat itu. Terlepas dari

segala kontroversi itu semua, Ia merupakan kepala pemerintahan

kaum muslimin pasca wafatnya Rasulullah saw. Pada masa

pemerintahannya yang hanya berlangsung selama dua tahun, Abu

Bakar banyak menghadapi persoalan dalam negeri yang berasal

dari kelompok oposisi pendukung setia Ali bin Abi Thalib, nabi palsu,

dan “pembangkang zakat”. Berdasarkan hasil musyawarah dengan

beberapa sahabat pendukungnya, ia memutuskan untuk memerangi

kelompok tersebut melalui apa yang disebut sebagai Perang Riddah

(Perang Melawan kelompok oposisi yang tidak mahu membayar

zakat di wilayah kekhalifahannya). Setelah berhasil menyelesaikan

urusan dalam negeri, Khalifah Abu Bakar mulai melakukan ekspansi

ke wilayah utara untuk menghadapi pasukan Romawi dan Persia

yang selalu mengancam kedudukan umat Islam. Namun, ia

meninggal dunia sebelum usaha ini selesai dilakukan.

Ketika terpilih sebagai Khalifah, Abu Bakar pernah berkata,

“Seluruh kaum muslimin telah mengetahui bahwa hasil

perdaganganku tidak mampu mencukup kebutuhan keluarga.

Namun, sekarang aku dipekerjakan untuk mengurus kepentingan

* Bab ini merupakan pengembangan dari tulisan M. A. Sabzwari, Economic and Fiscal System During Khilafat E-Rashida, dalam Journal of Islamic Banking and Finance, Karachi, Vol.2, No.4, 1985, h. 49-66.

1 Lihat, O.Hasyim, Saqifah Awal Perselisihan Umat, (Jakarta: al-Muntazhar, 1995), cet ke- 3, h. 106.

43

Page 2: Bab 3 sistem ekonomi dan fiskal masa kepemimpinan para khalifah

Sistem Ekonomi dan Fiskal Pada Masa al-Khulafa ar-Rasyidun

kaum muslimin”. Sejak menjadi khalifah, kebutuhan keluarga Abu

Bakar diurus dengan menggunakan harta Baitul Mâl. Menurut

beberapa riwayat, ia diperbolehkan mengambil dua setengah atau

tiga per empat dirham setiap harinya dari Baitul Mal dengan

tambahan makanan berupa daging domba dan pakaian. Setelah

berjalan beberapa waktu, ternyata tunjangan tersebut kurang

mencukupi. Oleh karena itu, tunjangan untuk Abu Bakar ditambah

menjadi 2.000 atau 2.500 dirham, menurut riwayat lain 6.000

dirham, per tahun.2

Namun demikian, beberapa waktu menjelang ajalnya, Abu Bakar

banyak menanyakan berapa banyak upah atau gaji yang telah

diterimanya. Ketika diberitahukan bahwa jumlah tunjangannnya

sebesar 8.000 dirham, ia langsung memerintahkan untuk menjual

sebagian besar tanah yang dimilikinya dan seluruh hasil

penjualannya diberikan kepada negara. Di samping itu, Abu Bakar

juga menanyakan lebih jauh mengenai berapa banyak fasilitas yang

telah dinikmatinya selama menjadi khalifah. Ketika diberitahukan

bahwa fasilitas yang diberikan kepadanya berupa beberapa budak

yang bertugas memelihara anak-anaknya dan membersihkan

pedang-pedang milik kaum muslimin, seekor unta pembawa air dan

sehelai pakaian biasa, ia segera menginstruksikan untuk

mengalihkan semua fasilitas tersebut kepada pemimpin berikutnya

nanti. Pada saat diangkat sebagai khalifah dan mengetahui hal ini,

Umar berkata, ”Wahai Abu Bakar, engkau telah membuat tugas

penggantimu ini menjadi sangat sulit”.3

Dalam usahanya meningkatkan kesejahteraan umat Islam,

Khalifah Abu Bakar melaksanakan berbagai kebijakan ekonomi

seperti yang telah dipraktekkan Rasulullah saw. Ia sangat

memperhatikan keakuratan penghitungan zakat, sehingga tidak

terjadi kelebihan atau kekurangan pembayarannya. Dalam hal ini,

Abu Bakar pernah berkata kepada Anas, “Jika seseorang

2 M. A. Sabzwari, Economic and Fiscal System During Khilafat E-Rashida, dalam Journal of Islamic Banking and Finance, Karachi, Vol. 2, No.4, 1985, h. 50.

3 Ibid.

44

Page 3: Bab 3 sistem ekonomi dan fiskal masa kepemimpinan para khalifah

Sistem Ekonomi dan Fiskal Pada Masa al-Khulafa ar-Rasyidun

mempunyai kewajiban untuk membayar zakat berupa seekor unta

betina berumur 1 tahun tetapi dia tidak mempunyainya lalu

menawarkan seekor unta betina berumur 2 tahun, maka hal yang

demikian dapat diterima dan petugas zakat akan mengembalikan

kepada orang tersebut sebanyak 20 dirham atau 2 ekor domba

sebagai kelebihan dari pembayaran zakatnya”. Dalam kesempatan

yang lain, Abu Bakar juga pernah berkata kepada Anas, “Kekayaan

orang yang berbeda tidak dapat digabung atau kekayaan yang telah

digabung tidak dapat dipisahkan (karena dikhawatirkan akan terjadi

kelebihan atau kekurangan pembayaran zakat)”.4 Hasil

pengumpulan zakat tersebut dijadikan sebagai pendapatan negara

dan disimpan dalam Baitul Mal untuk langsung didistribusikan

seluruhnya kepada kaum muslimin hingga tidak ada yang tersisa.

Abu Bakar juga melaksanakan kebijakan pembagian tanah hasil

taklukan berdasarkan ijtihadnya pribadi, sebagian diberikan kepada

kaum muslimin dan sebagian yang lain tetap menjadi tanggungan

negara. Di samping itu, ia juga mengambil alih tanah-tanah dari

orang-orang yang “murtad” untuk kemudian dimanfaatkan demi

kepentingan umat Islam secara keseluruhan.5

Dalam mendistribusikan harta Baitul Mal tersebut, Abu Bakar

berdasarkan hasil ijtihadnya, menerapkan prinsip kesamarataan,

yakni memberikan jumlah yang sama kepada semua sahabat

Rasulullah saw dan tidak membeda-bedakan antara ahlulbait Nabi

saw, sahabat yang terlebih dahulu memeluk Islam dengan sahabat

yang kemudian, antara hamba dengan orang merdeka, dan antara

pria dengan wanita6. Menurutnya, dalam hal keutamaan beriman,

Allah swt yang akan memberikan ganjarannya, sedangkan dalam

4 Ibid., h. 49.5 Afzalurrahman, Doktrin Ekonomi Islam, (Yogyakarta: PT. Dhana Bakti Wakaf,

1995), Jilid 2, h. 320.6 ? . Fakta ini menjadikan sebuah perbedaan tentang siapa yg berhak menerima harta baitul Mal yang berbeda dengan apa yang dilakukan Rasulullah saw., kebijakan ini

dianggap sebagai salah satu ijtihad pribadinya.

45

Page 4: Bab 3 sistem ekonomi dan fiskal masa kepemimpinan para khalifah

Sistem Ekonomi dan Fiskal Pada Masa al-Khulafa ar-Rasyidun

masalah kebutuhan hidup, prinsip kesamaan lebih baik daripada

prinsip keutamaan.7

Dengan demikian, selama masa pemerintahan Khalifah Abu

Bakar, harta Baitul Mâl tidak pernah menumpuk dalam jangka waktu

yang lama karena langsung didistribusikan kepada seluruh kaum

muslimin, bahkan ketika Beliau wafat, hanya ditemukan satu dirham

dalam perbendaharaan negara. Seluruh kaum muslimin diberikan

bagian yang sama dari hasil pendapatan negara. Apabila

pendapatan meningkat, seluruh kaum muslimin mendapat manfaat

yang sama dan tidak ada seorang pun yang dibiarkan dalam

kemiskinan. Kebijakan tersebut berimplikasi pada peningkatan

aggregate demand dan aggregate supply yang pada akhirnya akan

menaikkan total pendapatan nasional, di samping memperkecil

jurang pemisah antara orang-orang yang kaya dengan yang miskin.

B. Sistem Ekonomi dan Fiskal Pemerintahan Khalifah Umar ibn al-

Khattab

Untuk mencegah kemungkinan terjadinya perselisihan dan

perpecahan di kalangan umat Islam, Khalifah Abu Bakar langsung

menunjuk Umar ibn al-Khattab sebagai Khalifah setelahnya.

Keputusan tersebut diterima dengan baik oleh kaum muslimin.

Setelah diangkat sebagai khalifah, Umar ibn al-Khattab menyebut

dirinya sebagai Khalifah Khalifati Rasulillah (Pengganti Dari

Pengganti Rasulullah).

Pada masa pemerintahannya yang berlangsung selama sepuluh

tahun, Umar ibn al-Khattab banyak melakukan ekspansi hingga

wilayah Islam meliputi Jazirah Arab, sebagian wilayah kekuasaan

Romawi (Syiria, Palestina, dan Mesir), serta seluruh wilayah

kerajaan Persia, termasuk Irak. Atas keberhasilannya tersebut,

orang-orang Barat menjuluki Umar sebagai the Saint Paul of Islam.8

7 Ibid., Jilid 1, h. 163.8 M. A. Sabzwari, op. cit., h. 51.

46

Page 5: Bab 3 sistem ekonomi dan fiskal masa kepemimpinan para khalifah

Sistem Ekonomi dan Fiskal Pada Masa al-Khulafa ar-Rasyidun

Karena perluasan daerah terjadi dengan cepat, Umar ibn al-

Khattab segera mengatur administrasi negara dengan mencontoh

Persia. Administrasi pemerintah diatur menjadi delapan wilayah

propinsi: Mekah, Madinah, Syiria, Jazirah, Basrah, Kufah, Palestina,

dan Mesir. Ia juga membentuk jawatan kepolisian dan jawatan

tenaga kerja.9

1. Pendirian Lembaga Baitul Mal

Seiring dengan semakin meluasnya wilayah kekuasaan Islam

pada masa pemerintahan Umar ibn al-Khattab, pendapatan negara

mengalami peningkatan yang sangat signifikan. Hal ini memerlukan

perhatian khusus untuk mengelolanya agar dapat dimanfaatkan

secara benar, efektif dan efisien. Setelah melakukan musyawarah

dengan para pemuka sahabat, Khalifah Umar ibn al-Khattab

mengambil keputusan untuk tidak menghabiskan harta Baitul Mal

sekaligus, tetapi dikeluarkan secara bertahap sesuai dengan

kebutuhan yang ada, bahkan di antaranya disediakan dana

cadangan. Cikal bakal lembaga Baitul Mal yang telah dicetuskan dan

difungsikan oleh Rasulullah saw dan diteruskan oleh Abu Bakar ash-

Shiddiq, semakin dikembangkan fungsinya pada masa

pemerintahan Khalifah Umar ibn al-Khattab sehingga menjadi

lembaga yang reguler dan permanen. Pembangunan institusi Baitul

Mal yang dilengkapi dengan sistem administrasi yang tertata baik

dan rapih merupakan kontribusi terbesar yang diberikan oleh

Khalifah Umar ibn al-Khattab kepada dunia Islam dan kaum

muslimin.10

Dalam catatan sejarah, pembangunan institusi Baitul Mal

dilatarbelakangi oleh kedatangan Abu Hurairah yang ketika itu

menjabat sebagai Gubernur Bahrain dengan membawa harta hasil

pengumpulan pajak al-kharaj sebesar 5.00.000 dirham. Hal ini

terjadi pada tahun 16 H. Oleh karena jumlah tersebut sangat besar,

Khalifah Umar mengambil insitatif memanggil dan mengajak

9 Badri Yatim, loc. cit.10 M. A. Sabzwari, op. cit., h. 51.

47

Page 6: Bab 3 sistem ekonomi dan fiskal masa kepemimpinan para khalifah

Sistem Ekonomi dan Fiskal Pada Masa al-Khulafa ar-Rasyidun

bermusyawarah para sahabat terkemuka tentang penggunaan dana

Baitul Mal tersebut. Setelah melalui diskusi yang cukup panjang,

Khalifah Umar memutuskan untuk tidak mendistribusikan harta

Baitul Mal tetapi disimpan sebagai cadangan, baik untuk keperluan

darurat, pembayaran gaji para tentara maupun berbagai kebutuhan

ummat lainnya.11

Sebagai tindak lanjutnya, pada tahun yang sama, bangunan

lembaga Baitul Mâl pertama kali didirikan dengan Madinah sebagai

pusatnya. Hal ini kemudian diikuti dengan pendirian cabang-

cabangnya di ibukota provinsi. Untuk menangani lembaga tersebut,

Khalifah Umar ibn al-Khattab menunjuk Abdullah ibn Arqam sebagai

bendahara negara dengan Abdurrahman ibn Ubaid al-Qari dan

Muayyab sebagai wakilnya. Pasca penaklukan Syiria, Sawad (Irak)

dan Mesir, pendapatan Baitul Mal meningkat secara substansial,

kharaj dari Sawad mencapai seratus juta dinar dan dari Mesir dua

juta dinar.12

Secara tidak langsung, Baitul Mâl berfungsi sebagai pelaksana

kebijakan fiskal negara Islam dan Khalifah merupakan pihak yang

berkuasa penuh terhadap harta Baitul Mal. Namun demikian,

Khalifah tidak diperbolehkan menggunakan harta Baitul Mal untuk

kepentingan pribadi. Dalam hal ini, tunjangan Umar sebagai

Khalifah untuk setiap tahunnya adalah tetap, yakni sebesar 5000

dirham, dua stel pakaian yang masing-masing untuk musim panas

dan musim dingin serta seekor binatang tunggangan untuk

menunaikan ibadah haji.13

Dalam hal pendistribusian harta Baitul Mal, sekalipun berada

dalam kendali dan tanggung jawabnya, para pejabat Baitul Mâl tidak

mempunyai wewenang dalam membuat suatu keputusan terhadap

harta Baitul Mal yang berupa zakat dan ushr. Kekayaan negara

11 Ibid.12 Ibid. Sebagai perbandingan lihat juga Irfan Mahmud Ra’ana, Ekonomi

Pemerintahan Umar ibn al-Khattab, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1997), Cet. ke-3, h. 150.

13 Ibid.

48

Page 7: Bab 3 sistem ekonomi dan fiskal masa kepemimpinan para khalifah

Sistem Ekonomi dan Fiskal Pada Masa al-Khulafa ar-Rasyidun

tersebut ditujukan untuk berbagai golongan tertentu dalam

masyarakat dan harus dibelanjakan sesuai dengan prinsip-prinsip

Alquran.

Harta Baitul Mal dianggap sebagai harta kaum muslimin,

sedangkan Khalifah dan para amil hanya berperan sebagai

pemegang amanah. Dengan demikian, negara bertanggung jawab

untuk menyediakan makanan bagi para janda, anak-anak yatim,

serta anak-anak terlantar; membiayai penguburan orang-orang

miskin; membayar utang orang-orang yang bangkrut; membayar

uang diyat untuk kasus-kasus tertentu, seperti membayar diyat

prajurit Shebani yang membunuh seorang Kristiani untuk

menyelamatkan nyawanya; serta memberikan pinjaman tanpa

bunga untuk tujuan komersial, seperti kasus Hind binti Ataba.

Bahkan, Umar pernah meminjam sejumlah kecil uang untuk

keperluan pribadinya.14

Khalifah Umar ibn al-Khattab juga membuat ketentuan bahwa

pihak eksekutif tidak boleh turut campur dalam mengelola harta

Baitul Mal. Di tingkat provinsi, pejabat yang bertanggung jawab

terhadap harta umat tidak bergantung kepada gubernur dan

mereka mempunyai otoritas penuh dalam melaksanakan tugasnya

serta bertanggung jawab langsung kepada pemerintah pusat.15

Untuk mendistribusikan harta Baitul Mal, Khalifah Umar ibn al-

Khattab mendirikan beberapa departemen yang dianggap perlu,

seperti:16

a. Departemen Pelayanan Militer. Departemen ini berfungsi

untuk mendistribusikan dana bantuan kepada orang-orang yang

terlibat dalam peperangan. Besarnya jumlah dana bantuan

ditentukan oleh jumlah tanggungan keluarga setiap penerima

dana.

b. Departemen Kehakiman dan Eksekutif. Departemen ini

bertanggung jawab terhadap pembayaran gaji para hakim dan 14 M. A. Sabzwari, op. cit., h. 52.15 Irfan Mahmud Ra’ana, op. cit., h. 152-153.16 Afzalurrahman, op. cit., h. 169-173.

49

Page 8: Bab 3 sistem ekonomi dan fiskal masa kepemimpinan para khalifah

Sistem Ekonomi dan Fiskal Pada Masa al-Khulafa ar-Rasyidun

pejabat eksekutif. Besarnya gaji ini ditentukan oleh dua hal, yaitu

jumlah gaji yang diterima harus mencukupi kebutuhan

keluarganya agar terhindar dari praktek suap dan jumlah gaji

yang diberikan harus sama dan kalaupun terjadi perbedaan, hal

itu tetap dalam batas-batas kewajaran.

c. Departemen Pendidikan dan Pengembangan Islam.

Departemen ini mendistribusikan bantuan dana bagi penyebar

dan pengembang ajaran Islam beserta keluarganya, seperti guru

dan juru dakwah.

d. Departemen Jaminan Sosial. Departemen ini berfungsi untuk

mendistribusikan dana bantuan kepada seluruh fakir miskin dan

orang-orang yang menderita.

Bersamaan dengan reorganisasi lembaga Baitul Mal, sekaligus

sebagai perealisasian salah satu fungsi negara Islam, yakni fungsi

jaminan sosial, Khalifah Umar membentuk sistem diwan yang,

menurut pendapat terkuat, mulai dipraktekkan untuk pertama

kalinya pada tahun 20 H.17 Dalam rangka ini, ia menunjuk sebuah

komite nassab ternama yang terdiri dari Aqil bin Abi Thalib,

Mahzamah bin Naufal, dan Jabir bin Mut’im untuk membuat laporan

sensus penduduk sesuai dengan tingkat kepentingan dan

golongannya.18 Daftar tersebut disusun secara berurutan dimulai

dari orang-orang yang mempunyai hubungan kekerabatan dengan

Nabi Muhammad saw, para sahabat yang ikut berperang dalam

Perang Badar dan Uhud, para imigran ke Abysinia dan Madinah,

para pejuang perang Qadisiyyah atau orang-orang yang menghadiri

perjanjian Hudaibiyah, dan seterusnya. Kaum wanita, anak-anak dan

para budak juga mendapat tunjangan sosial.19

Jumlah tunjangan yang diberikan kepada masing-masing

golongan untuk setiap tahunnya berbeda-beda. Secara umum,

17 Irfan Mahmud Ra’ana, op. cit., h. 155.18 Ibid., h. 156.19 M. A. Sabzwari, loc. cit.

50

Page 9: Bab 3 sistem ekonomi dan fiskal masa kepemimpinan para khalifah

Sistem Ekonomi dan Fiskal Pada Masa al-Khulafa ar-Rasyidun

jumlah tunjangan yang diberikan kepada mereka adalah sebagai

berikut:20

NO. penerima jumlah

1.Aisyah dan Abbas ibn Abdul Mutthalib

Masing-masing 12.000 dirham

2. Para istri Nabi selain AisyahMasing-masing 10.000 dirham

3.Ali, Hasan, Husain, dan para pejuang Badar

Masing-masing 5.000 dirham

4.Para pejuang Uhud dan migran ke Abysinia

Masing-masing 4.000 dirham

5.Kaum Muhajirin sebelum peristiwa Fathul Makkah

Masing-masing 3.000 dirham

6.

Putra-putra para pejuang Badar, orang-orang yang memeluk Islam ketika terjadi peristiwa fathul Makkah, anak-anak kaum Muhajirin dan Anshar, para pejuang perang Qadisiyyah, Uballa, dan orang-orang yang menghadiri perjanjian Hudaibiyah

Masing-masing 2.000 dirham

Orang-orang Mekkah yang bukan termasuk kaum Muhajirin

mendapat tunjangan 800 dirham, warga Madinah 25 dinar, kaum

muslimin yang tinggal di Yaman, Syiria dan Irak memperoleh

tunjangan sebesar 200 hingga 300 dirham, serta anak-anak yang

baru lahir dan yang tidak diakui masing-masing memperoleh 100

dirham. Di samping itu, kaum muslimin memperoleh tunjangan

pensiun berupa gandum, minyak, madu, dan cuka dalam jumlah

yang tetap. Kualitas dan jenis barang berbeda-beda di setiap

wilayah. Peran negara yang turut bertanggung jawab terhadap

pemenuhan kebutuhan makanan dan pakaian bagi setiap warga

negaranya ini merupakan hal yang pertama kali terjadi dalam

sejarah dunia.21

Dengan demikian, Khalifah Umar ibn al-Khattab menerapkan

prinsip keutamaan dalam mendistribusikan harta Baitul Mal. Ia

20 Ibid.21 Ibid., h. 53.

51

Page 10: Bab 3 sistem ekonomi dan fiskal masa kepemimpinan para khalifah

Sistem Ekonomi dan Fiskal Pada Masa al-Khulafa ar-Rasyidun

berpendapat bahwa kesulitan yang dihadapi umat Islam harus

diperhitungkan dalam menetapkan bagian seseorang dari harta

negara dan, karenanya, keadilan menghendaki usaha seseorang

serta tenaga yang telah dicurahkan dalam memperjuangkan Islam

harus dipertahankan dan dibalas dengan sebaik-baiknya.22

Kebijakan Khalifah Umar tersebut mengundang reaksi dari salah

seorang sahabat yang bernama Hakim bin Hizam. Menurutnya,

dalam hal ini, tindakan Umar akan memicu lahirnya sifat malas di

kalangan para pedagang yang berakibat fatal bagi kelangsungan

hidup mereka sendiri jika suatu saat pemerintah menghentikan

kebijakan tersebut.23

Kaum muslimin dan para sejarahwan meyakini bahwa pada

dasarnya, kebijakan Khalifah Umar tersebut semata-mata hanya

untuk menghormati orang-orang yang telah gigih berjuang

membela dan menegakkan agama Islam di masa-masa awal

kehadirannya. Khalifah sendiri sangat tidak menginginkan

terbentuknya suatu kelompok prejudices dalam suatu masyarakat

ataupun membuat bangsa Arab malas dan tergantung.24 Hal

tersebut setidaknya tercermin dari rasa penyesalannya di kemudian

hari. Khalifah Umar ibn al-Khattab menyadari bahwa cara tersebut

keliru karena membawa dampak negatif terhadap strata sosial dan

kehidupan masyarakat. Ia pun bertekad akan mengubah

kebijakannya tersebut apabila masih diberi kesempatan hidup.25

Akan tetapi, Khalifah Umar telah tewas terbunuh sebelum

rencananya berhasil direalisasikan.

2. Kepemilikan Tanah

22 Afzalurrahman, op. cit., Jilid 1, h. 164.23 Peringatan ini terbukti benar ketika tunjangan para pedagang dihentikan

pada masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah, Hijaz menjadi kota yang tidak produktif dan tidak dapat memperoleh vitalitasnya kembali. Lihat M. A. Sabzwari, loc. cit.

24 Ibid.25 Afzalurrahman, op. cit., h. 165.

52

Page 11: Bab 3 sistem ekonomi dan fiskal masa kepemimpinan para khalifah

Sistem Ekonomi dan Fiskal Pada Masa al-Khulafa ar-Rasyidun

Pada masa Rasulullah saw, jumlah kharaj yang dibayar masih

sangat terbatas sehingga tidak diperlukan suatu sistem administrasi

yang terperinci. Selama pemerintahan Khalifah Umar, wilayah

kekuasaan Islam semakin luas seiring dengan banyaknya daerah-

daerah yang berhasil ditaklukkan, baik melalui peperangan maupun

secara damai. Hal ini menimbulkan berbagai permasalahan baru.

Pertanyaan yang paling mendasar dan utama adalah kebijakan apa

yang akan diterapkan negara terhadap kepemilikan tanah-tanah

yang berhasil ditaklukkan tersebut. Para tentara dan beberapa

sahabat terkemuka menuntut agar tanah hasil taklukan tersebut

dibagikan kepada mereka yang terlibat dalam peperangan

sementara sebagian kaum muslimin yang lain menolak pendapat

tersebut. Muadz bin Jabal, salah seorang di antara mereka yang

menolak, mengatakan, ”Apabila engkau membagikan tanah

tersebut, hasilnya tidak akan menggembirakan. Bagian yang bagus

akan menjadi milik mereka yang tidak lama lagi akan meninggal

dunia dan keseluruhan akan menjadi milik seseorang saja. Ketika

generasi selanjutnya datang dan mereka mempertahankan Islam

dengan sangat berani namun mereka tidak akan menemukan

apapun yang tersisa. Oleh karena itu, carilah sebuah rencana yang

baik dan tepat untuk mereka yang datang pertama dan yang akan

datang kemudian”.26

Umar bersikap sesuai dengan saran tersebut. Dalam perjalanan

ke Palestina dan Syiria, ia mengadakan pertemuan dengan para

komandan militer dan pemimpin pasukan di Djabiya untuk

menyelesaikan permasalahan tersebut. Setelah melalui debat yang

panjang dan dengan didukung sejumlah sahabat lainnya, Khalifah

Umar memutuskan untuk memperlakukan tanah-tanah tersebut

sebagai fai, dan prinsip yang sama diadopsi untuk kasus-kasus yang

akan datang. Sayyidina Ali tidak hadir dalam pertemuan tersebut

karena sedang menggantikan posisi Umar sebagai Khalifah di

Madinah. Diriwayatkan bahwa Ali tidak sependapat dengan

26 M. A. Sabzwari. op. cit., h. 53-54.

53

Page 12: Bab 3 sistem ekonomi dan fiskal masa kepemimpinan para khalifah

Sistem Ekonomi dan Fiskal Pada Masa al-Khulafa ar-Rasyidun

pandangan Umar seluruhnya. Ia juga berpendirian bahwa seluruh

pendapatan Baitul Mal harus didistribusikan seluruhnya tanpa

menyisakan sedikitpun sebagai cadangan.27

Dalam memperlakukan tanah-tanah taklukan, Khalifah Umar

tidak membagi-bagikannya kepada kaum muslimin tetapi

membiarkan tanah tersebut tetap berada pada pemiliknya dengan

syarat membayar kharaj dan jizyah.28 Ia beralasan bahwa

penaklukan yang dilakukan pada masa pemerintahannya meliputi

tanah yang demikian luas sehingga bila dibagi-bagikan

dikhawatirkan akan mengarah kepada praktek tuan tanah.29

Khalifah Umar ibn al-Khattab juga melarang bangsa Arab untuk

menjadi petani karena mereka bukan ahlinya. Menurutnya, tindakan

memberi lahan pertanian kepada mereka yang bukan ahlinya sama

dengan perampasan hak-hak publik.30 Ia juga menegaskan bahwa

negara berhak untuk mengambil alih tanah yang tidak

dimanfaatkan pemiliknya dengan memberikan ganti rugi

secukupnya.31

Mayoritas sumber pemasukan pajak al-kharaj berasal dari

daerah-daerah bekas kerajaan Romawi dan Sasanid (Persia) dan hal

ini membutuhkan suatu sistem administrasi yang terperinci untuk

penaksiran, pengumpulan dan pendistribusian pendapatan yang

diperoleh dari pajak tanah-tanah tersebut. Berdasarkan hal ini,

Khalifah Umar mengutus Utsman ibn Hunaif al-Anshari untuk

melakukan survei batas-batas tanah di Sawad. Berdasarkan hasil

survei, luas tanah tersebut 36 juta jarib dan setiap jarib ditentukan

jumlahnya. Setelah itu, Utsman mengirim proposalnya tersebut

kepada Khalifah untuk dimintakan persetujuannya.32

27 Ibid., h. 54.28 Irfan Mahmud Ra’ana, op. cit., h. 34.29 Ibid., h. 35.30 Ibid., h. 36.31 Ibid., h. 39.32 M. A. Sabzwari, loc. cit.

54

Page 13: Bab 3 sistem ekonomi dan fiskal masa kepemimpinan para khalifah

Sistem Ekonomi dan Fiskal Pada Masa al-Khulafa ar-Rasyidun

Dalam hal ini, Khalifah Umar menerapkan beberapa peraturan

sebagai berikut:33

1. Wilayah Irak yang ditaklukkan dengan kekuatan menjadi milik

muslim dan kepemilikan ini tidak dapat diganggu gugat

sedangkan bagian wilayah yang berada di bawah perjanjian

damai tetap dimiliki oleh pemilik sebelumnya dan kepemilikan

tersebut dapat dialihkan.

2. Kharaj dibebankan kepada semua tanah yang berada di bawah

kategori pertama, meskipun pemilik tanah tersebut memeluk

agama Islam. Dengan demikian, tanah seperti itu tidak dapat

dikonversi menjadi tanah ushr.

3. Bekas pemilik tanah diberi hak kepemilikan selama mereka

membayar kharaj dan jizyah.

4. Tanah yang tidak ditempati atau ditanami (tanah mati) atau

tanah yang diklaim kembali (seperti Bashra) bila diolah oleh

kaum muslimin diperlakukan sebagai tanah ushr.

5. Di Sawad, kharaj dibebankan sebesar satu dirham dan satu rafiz

(satu ukuran lokal) gandum dan barley (sejenis gandum) dengan

asumsi tanah tersebut dapat dilalui air. Harga yang lebih tinggi

dikenakan kepada ratbah (rempah atau cengkeh) dan

perkebunan.

6. Di Mesir, berdasarkan perjanjian Amar, setiap pemilik tanah

dibebankan pajak sebesar dua dinar, di samping tiga irdabb

gandum, dua qist untuk setiap minyak, cuka, dan madu, dan

rancangan ini telah disetujui Khalifah.

7. Perjanjian Damaskus (syiria) berisi pembayaran tunai,

pembagian tanah dengan kaum muslimin, beban pajak untuk

setiap orang sebesar satu dinar dan satu beban jarib (unit berat)

yang diproduksi per jarib (ukuran) tanah.

3. Zakat

Pada masa Rasulullah saw, jumlah kuda di Arab masih sangat

sedikit, terutama kuda yang dimiliki oleh kaum muslimin karena

33 Ibid., h. 54-55.

55

Page 14: Bab 3 sistem ekonomi dan fiskal masa kepemimpinan para khalifah

Sistem Ekonomi dan Fiskal Pada Masa al-Khulafa ar-Rasyidun

digunakan untuk kebutuhan pribadi dan jihad. Misalkan pada perang

badar, pasukan kaum muslimin yang berjumlah 313 orang hanya

memiliki dua kuda. Pada saat pengepungan suku Bani Quraizha (5

H), pasukan kaum muslimin memiliki 36 kuda. Pada tahun yang

sama ,di Hudaybiyah mereka mempunyai sekitar dua ratus kuda.

Karena zakat dibebankan terhadap barang-barang yang memiliki

produktivitas maka seorang budak atau seekor kuda yang dimiliki

kaum muslimin ketika itu tidak dikenakan zakat.34

Pada periode selanjutnya, kegiatan berternak dan

memperdagangkan kuda dilakukan secara besar-besaran di Syiria

dan di berbagai wilayah kekuasaan Islam lainnya. Beberapa kuda

mempunyai nilai jual yang tinggi, bahkan pernah diriwayatkan

bahwa seekor kuda Arab Taghlabi diperkirakan bernilai 20.000

dirham dan orang-orang Islam terlibat dalam perdagangan ini.

Karena maraknya perdagangan kuda, mereka menanyakan kepada

Abu Ubaidah, Gubernur Syiria ketika itu, tentang kewajiban

membayar zakat kuda dan budak. Gubernur memberitahukan

bahwa tidak ada zakat atas keduanya. Kemudian mereka

mengusulkan kepada Khalifah agar ditetapkan kewajiban zakat atas

keduanya tetapi permintaan tersebut tidak dikabulkan. Mereka

kemudian mendatangi kembali Abu Ubaidah dan bersikeras ingin

membayar. Akhirnya, Gubernur menulis surat kepada Khalifah dan

Khalifah Umar menanggapinya dengan sebuah instruksi agar

Gubernur menarik zakat dari mereka dan mendistribusikannya

kepada para fakir miskin serta budak-budak. Sejak itu, zakat kuda

ditetapkan sebesar satu dinar atau atas dasar ad valorem, seperti

satu dirham untuk setiap empat puluh dirham.35

Di antara beberapa barang, Abu Bakar membebani zakat

terhadap war, sejenis rumput herbal yang digunakan untuk

membuat bedak dan parfum. Sementara itu, Umar mengenakan

khums zakat atas karet yang ditemukan di semenanjung Yaman,

34 Ibid., h. 5535 Ibid.

56

Page 15: Bab 3 sistem ekonomi dan fiskal masa kepemimpinan para khalifah

Sistem Ekonomi dan Fiskal Pada Masa al-Khulafa ar-Rasyidun

antara Aden dan Mukha, dan hasil laut karena barang-barang

tersebut dianggap sebagai hadiah dari Allah. Thaif dikenal sebagai

tempat peternakan lebah dan, menurut beberapa riwayat, Bilal

datang kepada Nabi dengan ushr atas madunya dan memintanya

agar lembah Salba dicadangkan untuknya. Permintaannya ini

diterima oleh Nabi.36

Pada masa Umar, Gubernur Thaif melaporkan bahwa pemilik

sarang lebah tidak membayar ushr tetapi menginginkan sarang-

sarang lebah tersebut dilindungi secara resmi. Umar mengatakan

bahwa bila mereka mau membayar ushr maka sarang lebah mereka

akan dilindungi. Namun, jika menolak, mereka tidak akan

memperoleh perlindungan. Menurut riwayat Abu Ubaid, Umar

membedakan madu yang diperoleh dari pegunungan dan madu

yang diperoleh dari ladang. Zakat yang ditetapkan adalah

seperduapuluh untuk madu yang pertama dan sepersepuluh untuk

madu jenis kedua.37

4. Ushr

Sebelum Islam datang, setiap suku atau kelompok yang tinggal

di pedesaan biasa membayar pajak (ushr) jual-beli (maqs).

Besarnya adalah sepuluh persen dari nilai barang atau satu dirham

untuk setiap transaksi. Akan tetapi, setelah Islam hadir dan menjadi

sebuah negara yang berdaulat di Semenanjung Arab, Nabi

mengambil inisiatif untuk mendorong usaha perdagangan dengan

menghapus bea masuk antar propinsi yang masuk dalam wilayah

kekuasaan dan masuk dalam perjanjian yang ditandatangani

olehnya bersama dengan suku-suku yang tunduk kepada

kekuasaannya. Secara jelas dikatakan bahwa pembebanan

sepersepuluh hasil pertanian kepada pedagang Manbij (Hierapolis)

diriwayatkan sebagai hal yang pertama di masa Umar.38

Orang-orang Manbij adalah orang-orang harbi yang meminta izin

kepada khalifah memasuki negara muslim untuk melakukan 36 Ibid.37 Ibid., h. 56.38 Ibid.

57

Page 16: Bab 3 sistem ekonomi dan fiskal masa kepemimpinan para khalifah

Sistem Ekonomi dan Fiskal Pada Masa al-Khulafa ar-Rasyidun

perdagangan dengan membayar sepersepuluh dari nilai barang.

Setelah berkonsultasi dengan beberapa sahabat yang lain, Umar

memberikan izin. Tetapi terdapat kasus khusus ketika Abu Musa al-

Asy’ari menulis surat kepada Umar yang menyatakan bahwa

pedagang muslim dikenakan pajak sepersepuluh di tanah harbi.

Khalifah Umar menyarankan agar membalasnya dengan

mengenakan pajak pembelian dan penjualan yang normal kepada

mereka. Ada perbedaan versi menurut tingkat ukurannya. Tingkat

ukuran yang paling umum digunakan adalah 2,5% untuk pedagang

muslim, 5% untuk kafir dzimmi, dan 10% untuk kafir harbi dengan

asumsi harga barang melebihi dua ratus dirham. Menurut Ziyad ibn

Hudair, seorang asyir atau pengumpul ushr di jembatan Efrat

mengatakan kita biasanya mengumpulkan ushr dari para pedagang

Roma saja. Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa kafir harbi yang

tinggal di negara Islam selama periode 6 bulan atau kurang dikenai

sepuluh persen dan, bila memperpanjang masa tinggal hingga satu

tahun, mereka dikenakan pajak sebesar 5%.39

Ushr dibebankan kepada suatu barang hanya sekali dalam

setahun. Seorang Taghlibi datang ke wilayah Islam untuk menjual

kudanya. Setelah dilakukan penaksiran oleh Zaid, seorang asyir,

kuda tersebut bernilai 20.000 dirham. Oleh karena itu, Zaid

memintanya untuk membayar 1000 dirham (5%) sebagai ushr.

Jumlah tersebut dibayarkan tetapi kuda tersebut tidak terjual

sehingga ia mengambil kembali kudanya. Setelah beberapa waktu,

ia datang kembali dengan kudanya dan pemungut pajak kembali

meminta ushr kepadanya. Orang tersebut menolak membayar

apapun dan mengadukan masalahnya kepada Umar. Setelah

mendengarkan kasusnya, Umar menginstruksikan para pegawainya

agar tidak menarik ushr dua kali dalam setahun walaupun barang

tersebut diperbaharui.40

39 Ibid., h. 56.40 Ibid.

58

Page 17: Bab 3 sistem ekonomi dan fiskal masa kepemimpinan para khalifah

Sistem Ekonomi dan Fiskal Pada Masa al-Khulafa ar-Rasyidun

Pos pengumpulan ushr terletak di berbagai tempat yang

berbeda-beda, termasuk di ibukota. Menurut Saib bin Yazid,

pengumpul ushr di pasar-pasar Madinah, orang-orang Nabaetean

yang berdagang di Madinah juga dikenakan pajak pada tingkat yang

umum tetapi setelah beberapa waktu Umar menurunkan

persentasenya menjadi 5% untuk minyak dan gandum untuk

mendorong import barang-barang tersebut di kota.41

5. Shadaqah dari Non-Muslim

Tidak ada ahli kitab yang membayar shadaqah atas ternaknya

kecuali orang Kristen Bani Taghlib yang keseluruhan kekayaannya

terdiri dari hewan ternak. Mereka membayar dua kali lipat dari yang

dibayar kaum muslimin. Bani Taghlib merupakan suku Arab kristen

yang gigih dalam peperangan. Umar mengenakan jizyah kepada

mereka tetapi mereka terlalu gengsi sehingga menolak membayar

jizyah dan malah membayar shadaqah. Nu’man ibn Zuhra

memberikan alasan untuk kasus mereka dengan mengatakan

bahwa pada dasarnya tidak bijaksana memperlakukan mereka

seperti musuh dan seharusnya keberanian mereka menjadi aset

negara. Umar pun memanggil mereka dan menggandakan

shadaqah yang harus mereka bayar dengan syarat mereka setuju

untuk tidak membaptis seorang anak atau memaksanya untuk

menerima kepercayaan mereka. Mereka setuju dan menerima untuk

membayar shadaqah ganda.42

Baladzuri meriwayatkan bahwa Ali sering kali mengatakan bahwa

bila dirinya berkesempatan untuk melakukan negosiasi dengan Bani

Taghlib, dia akan menggunakan caranya sendiri dengan mereka.

Menurut Ali, dengan mengkristenkan anak-anak mereka, Bani

Taghlib telah melanggar persetujuan dan tidak lagi dapat dipercaya.

Walaupun demikian, kaum muslimin sepakat bahwa yang didapat

dari Bani Taghlib tidak untuk dibelanjakan seperti halnya kharaj

karena shadaqah tersebut merupakan pengganti pajak.43

41 Ibid., h. 5742 Ibid.43 Ibid.

59

Page 18: Bab 3 sistem ekonomi dan fiskal masa kepemimpinan para khalifah

Sistem Ekonomi dan Fiskal Pada Masa al-Khulafa ar-Rasyidun

6. Mata Uang

Pada masa Nabi dan sepanjang masa pemerintahan al-Khulafa

ar-Rasyidun, koin mata uang asing dengan berbagai bobot telah

dikenal di Jazirah Arab, seperti dinar, sebuah koin emas, dan

dirham, sebuah koin perak. Bobot Dinar adalah sama dengan satu

mitsqal atau sama dengan dua puluh qirat atau seratus grains of

barley. Oleh karena itu, rasio antara satu dirham dan satu mitsqal

adalah tujuh per sepuluh.

7. Klasifikasi dan Alokasi Pendapatan Negara

Seperti yang telah disinggung di muka, kebijakan pemerintah

yang berkaitan dengan pendapatan negara adalah mendistribusikan

seluruh pendapatan yang diterima. Kebijakan tersebut mengalami

perubahan pada masa Umar. Pada saat itu, pendapatan meningkat

tajam dan Baitul Mal didirikan secara permanen di pusat ibukota

dan ibukota propinsi. Pada masa pemerintahannya, Khalifah Umar

ibn al-Khattab mengklasifikasi pendapatan negara menjadi empat

bagian, yaitu:44

a. Pendapatan zakat dan ‘ushr. Pendapatan ini didistribusikan di

tingkat lokal dan jika terdapat surplus, sisa pendapatan tersebut

disimpan di Baitul Mal pusat dan dibagikan kepada delapan

ashnaf, seperti yang telah ditentukan dalam Alquran.

b. Pendapatan khums dan shadaqah. Pendapatan ini

didistribusikan kepada para fakir miskin atau untuk membiayai

kesejahteraan mereka tanpa membedakan apakah ia seorang

muslim atau bukan. Dalam sebuah riwayat, di perjalanan menuju

Damaskus, Khalifah Umar bertemu dengan seorang Nasrani yang

menderita penyakit kaki gajah. Melihat hal tersebut, Khalifah

Umar segera memerintahkan pegawainya agar memberikan

dana kepada orang tersebut yang diambilkan dari hasil

pendapatan shadaqah dan makanan yang diambilkan dari

persediaan untuk para petugas.

44 Ibid., h. 58.

60

Page 19: Bab 3 sistem ekonomi dan fiskal masa kepemimpinan para khalifah

Sistem Ekonomi dan Fiskal Pada Masa al-Khulafa ar-Rasyidun

c. Pendapatan kharaj, fai, jizyah, ‘ushr (pajak perdagangan), dan

sewa tanah. Pendapatan ini digunakan untuk membayar dana

pensiun dan dana bantuan serta untuk menutupi biaya

operasional administrasi, kebutuhan militer, dan sebagainya.

d. Pendapatan lain-lain. Pendapatan ini digunakan untuk

membayar para pekerja, pemeliharaan anak-anak terlantar, dan

dana sosial lainnya.

8. Pengeluaran

Di antara alokasi pengeluaran dari harta Baitul Mal tersebut,

dana pensiun merupakan pengeluaran negara yang paling penting.

Prioritas berikutnya adalah dana pertahanan negara dan dana

pembangunan.

Seperti yang telah dijelaskan, Khalifah Umar menempatkan dana

pensiun di tempat pertama dalam bentuk rangsum bulanan (arzaq)

pada tahun 18 H, dan selanjutnya pada tahun 20 H dalam bentuk

rangsum tahunan (atya). Dana pensiun ditetapkan untuk mereka

yang akan dan pernah bergabung dalam kemiliteran. Dengan kata

lain, dana pensiun ini sama halnya dengan gaji reguler angkatan

bersenjata dan pasukan cadangan serta penghargaan bagi orang-

orang yang telah berjasa. Beberapa orang yang telah berjasa diberi

pensiun kehormatan (sharaf) seperti yang diberikan kepada para

istri Rasulullah atau para janda dan anak-anak pejuang yang telah

wafat. Nonmuslim yang bersedia ikut dalam kemiliteran juga

mendapat penghargaan serupa.45

Dana ini juga meliputi upah yang dibayarkan kepada para

pegawai sipil. Sejumlah penerima dana pensiun juga ditugaskan

untuk melaksanakan kewajiban sipil tetapi mereka dibayar bukan

untuk itu. Khalifah Umar sebagai ahli Badr juga terpilih sebagai

penerima penghargaan sebesar 5.000 dirham. Sejak saat itu, ia

tidak meminta apa-apa (upah atau gaji) lagi dari Baitul Mal. Orang-

orang yang tidak ikut dalam kegiatan militer, seperti orang Mekkah,

45 Ibid.

61

Page 20: Bab 3 sistem ekonomi dan fiskal masa kepemimpinan para khalifah

Sistem Ekonomi dan Fiskal Pada Masa al-Khulafa ar-Rasyidun

orang-orang desa (petani, peternak dan sebagainya), pedagang,

dan pengrajin, tidak mendapat dana pensiun tersebut.46

Sistem administrasi dana pensiun dan rangsum dikelola dengan

baik. Dalam setahun, dana pensiun dibayarkan dua kali, sedangkan

pemberian rangsum dilakukan secara bulanan. Administrasi dana

pensiun terdiri dari dua bagian, bagian pertama berisi catatan

sensus dan jumlah yang telah menjadi hak setiap penerima dana

dan bagian kedua berisi laporan pendapatan. Dana tersebut

didistribusikan melalui seorang arif yang masing-maisng

bertanggung jawab atas sepuluh orang penerima dana.47

Angkatan bersenjata terdiri dari pasukan berkuda dan prajurit.

Pasukan berkuda dipersenjatai dengan pelindung, pedang dan

tombak atau pelindung, anak panah, dan busur panah. Kehebatan

dari pasukan ini terletak pada kemampuan mobilisasi yang sangat

tinggi, keteguhan hati dan kesabarannya. Pasukan selalu diberi

perbekalan dan peralatan dengan baik dan perjalanan panjang

dilakukan dengan menggunakan unta. Awalnya, pasukan

mendirikan perkemahan yang dibangun dengan menggunakan

pohon-pohon palem tetapi setelah itu, Umar menginstruksikan

untuk membangun tempat permanen atau distrik. Kemudian,

markas-markas militer dibangun di Bashra, Kufah, Fastal, Qairawan

dan lain-lain. Markas besar militer juga dibangun di beberapa

tempat lainnya. Pengeluaran untuk hal-hal ini termasuk bagian dari

pengeluaran untuk pertahanan negara.48

Kehakiman ditangani oleh hakim sipil yang biasa disebut hakim

atau qazis yang ditunjuk oleh Umar dan bersifat independen dan

terpisah dari pemerintahan. Khalifah Umar merupakan pemimpin

pertama dalam Islam yang menetapkan gaji untuk para hakim dan

membangun kantornya terpisah dari kantor eksekutif. Ia juga

membangun sistem administrasi pemerintahan Islam dan membagi

daerah-daerah taklukan ke dalam satu organisasi pemerintahan 46 Ibid., h. 59.47 Ibid.48 Ibid.

62

Page 21: Bab 3 sistem ekonomi dan fiskal masa kepemimpinan para khalifah

Sistem Ekonomi dan Fiskal Pada Masa al-Khulafa ar-Rasyidun

yang tertata rapih, sehingga memungkinkan para wakilnya di

daerah mengembangkan berbagai sumber daya di wilayahnya

masing-masing.49

Dalam sistem administrasi pemerintahannya tersebut, Khalifah

Umar menetapkan perbaikan ekonomi di bidang pertanian dan

perdagangan sebagai prioritas utama. Untuk mencapai tujuan

tersebut, di Mesir, Syiria, Irak, dan Persia Selatan telah dilakukan

pengukuran ladang demi ladang dan penilaiannya dilakukan secara

seragam. Catatan hasil survei pengukuran tanah-tanah tersebut

membentuk sebuah catalog otentik yang selain menggambarkan

luas daerah juga mendeskripsikan secara terperinci kualitas tanah,

produksi alam, karakter, dan sebagainya. Jaringan kanal-kanal telah

dibangun di Babilonia dan di sekitar daerah sungai Tigris dan Eufrat

di bawah pengawasan para petugas khusus. Untuk memfasilitasi

komunikasi langsung antara Mesir dengan Arab, Khalifah Umar

memfungsikan kembali sebuah kanal di antara sungai Nil dan Laut

Merah yang telah lama tidak terpakai. Pembangunan jaringan ini

selesai dalam waktu kurang dari satu tahun. Pembangunan kanal-

kanal tersebut tidak hanya mempermudah pelayaran kapal-kapal

yang memuat padi-padian dari Mesir berlayar ke Yanbu dan Jeddah

sehingga sangat membantu ketika terjadi bencana kelaparan pada

tahun 18 H tetapi juga harga jual padi-padian tersebut turun secara

permanen di pasar Madinah dan Mekkah.50

Selain itu, Khalifah Umar memperkenalkan sistem jaga malam

dan patroli serta mendirikan dan mensubsidi sekolah-sekolah dan

masjid-masjid di seluruh wilayah negara. Ia juga menjamin orang-

orang yang melakukan ibadah haji dan para pengembara dapat

menikmati fasilitas air dan tempat peristirahatan di sepanjang jalan

antara Mekkah dan Madinah, di samping membangun depot

makanan dan gudang tempat penyimpanan persediaan dan

perlengkapan yang dibutuhkan.51

49 Ibid.50 Ibid., h. 59-60.51 Ibid., h. 60.

63

Page 22: Bab 3 sistem ekonomi dan fiskal masa kepemimpinan para khalifah

Sistem Ekonomi dan Fiskal Pada Masa al-Khulafa ar-Rasyidun

Seperti halnya yang dilakukan oleh Rasulullah saw, Khalifah

Umar menetapkan bahwa negara bertanggung jawab membayarkan

atau melunasi utang orang-orang yang menderita pailit atau jatuh

miskin, membayar tebusan para tahanan muslim, membayar diyat

orang-orang tertentu, serta membayar biaya perjalanan para

delegasi dan tukar menukar hadiah dengan negara lain. Dalam

perkembangan berikutnya, setelah kondisi Baitul Mal dianggap

cukup kuat, ia menambahkan beberapa pengeluaran lain dan

memasukkannya ke dalam daftar kewajiban negara, seperti

memberi pinjaman untuk perdagangan dan konsumsi.52

C. Sistem Ekonomi dan Fiskal Pemerintahan Khalifah Utsman ibn

Affan

Berbeda halnya dengan Abu Bakar ash-Shiddiq dalam

menentukan calon penggantinya, Khalifah Umar ibn al-Khattab

membentuk sebuah tim yang terdiri dari enam orang sahabat, yaitu

Utsman ibn Affan, Ali ibn Abi Thalib, Thalhah, Zubair ibn al-Awwam,

Sa’ad ibn Abi Waqqas, dan Abdurrahman ibn Auf. Ia meminta

kepada tim tersebut untuk memilih salah seorang di antara mereka

sebagai penggantinya. Setelah Umar ibn al-Khattab wafat, tim ini

melakukan musyawarah dan berhasil menunjuk Utsman ibn Affan

sebagai Khalifah Islam Ketiga setelah melalui persaingan yang ketat

dengan Ali ibn Abi Thalib.

Pada masa pemerintahannya yang berlangsung selama 12

tahun, Khalifah Utsman ibn Affan berhasil melakukan ekspansi ke

wilayah Armenia, Tunisia, Cyprus, Rhodes, dan bagian yang tersisa

dari Persia, Transoxania, dan Tabaristan.53 Ia juga berhasil

menumpas pemberontakan di daerah Khurasan dan Iskandariah.54

Pada enam tahun pertama masa pemerintahannya, Khalifah

Utsman ibn Affan melakukan penataan baru dengan mengikuti

52 Ibid.53 Badri Yatim, op. cit., h. 38.54 Ahmad Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam, (Jakarta: Pustaka Alhusna,

1994), Jilid 1, Cet. ke-8, h. 270.

64

Page 23: Bab 3 sistem ekonomi dan fiskal masa kepemimpinan para khalifah

Sistem Ekonomi dan Fiskal Pada Masa al-Khulafa ar-Rasyidun

kebijakan Umar ibn al-Khattab. Dalam rangka pengembangan

sumber daya alam, ia melakukan pembuatan saluran air,

pembangunan jalan-jalan, dan pembentukan organisasi kepolisian

secara permanen untuk mengamankan jalur perdagangan. Khalifah

Utsman ibn Affan juga membentuk armada laut kaum muslimin di

bawah komando Muawiyah, hingga berhasil membangun supremasi

kelautannya di wilayah Mediterania. Laodicea dan wilayah di

Semenanjung Syiria, Tripoli dan Barca di Afrika Utara menjadi

pelabuhan pertama negara Islam. Namun demikian, pemerintahan

Khalifah Utsman ibn Affan harus menanggung beban anggaran yang

tidak sedikit untuk memelihara angkatan laut tersebut.55

Khalifah Utsman ibn Affan tidak mengambil upah dari kantornya.

Sebaliknya, ia meringankan beban pemerintah dalam hal-hal yang

serius, bahkan menyimpan uangnya di bendahara negara. Hal

tersebut menimbulkan kesalahpahaman dengan Abdullah ibn Irqam,

bendahara Baitul Mal. Konflik ini tidak hanya membuat Abdullah

menolak upah dari pekerjaannya, tetapi juga menolak hadir pada

setiap pertemuan publik yang dihadiri Khalifah. Permasalahan

tersebut semakin rumit ketika muncul berbagai pernyataan

kontroversi mengenai pembelanjaan harta Baitul Mal yang tidak

hati-hati.56

Khalifah Utsman ibn Affan tetap mempertahankan sistem

pemberian bantuan dan santunan serta memberikan sejumlah besar

uang kepada masyarakat yang berbeda-beda. Meskipun meyakini

prinsip persamaan dalam memenuhi kebutuhan pokok masyarakat,

ia memberikan bantuan yang berbeda pada tingkat yang lebih

tinggi.57 Dengan demikian, dalam pendistribusian harta Baitul Mal,

Khalifah Utsman ibn Affan menerapkan prinsip keutamaan seperti

halnya Umar ibn al-Khattab.

Dalam hal pengelolaan zakat, Khalifah Utsman ibn Affan

mendelegasikan kewenangan menaksir harta yang dizakati kepada 55 M. A. Sabzwari, op. cit., h. 61.56 Ibid.57 Afzalurrahman, op. cit., h. 181.

65

Page 24: Bab 3 sistem ekonomi dan fiskal masa kepemimpinan para khalifah

Sistem Ekonomi dan Fiskal Pada Masa al-Khulafa ar-Rasyidun

para pemiliknya masing-masing. Hal ini dilakukan untuk

mengamankan zakat dari berbagai gangguan dan masalah dalam

pemeriksaan kekayaan yang tidak jelas oleh beberapa oknum

pengumpul zakat.58 Di samping itu, Khalifah Utsman berpendapat

bahwa zakat hanya dikenakan terhadap harta milik seseorang

setelah dipotong seluruh utang-utang yang bersangkutan. Ia juga

mengurangi zakat dari dana pensiun. Selama menjadi Khalifah,

Utsman bin Affan menaikkan dana pensiun sebesar 100 dirham, di

samping memberikan rangsum tambahan berupa pakaian. Ia juga

memperkenalkan tradisi mendistribusikan makanan di masjid untuk

para fakir miskin dan musafir.59

Untuk meningkatkan pengeluaran di bidang pertahanan dan

kelautan, meningkatkan dana pensiun, dan pembangunan berbagai

wilayah taklukan baru, negara membutuhkan dana tambahan. Oleh

karena itu, Khalifah Utsman ibn Affan membuat beberapa

perubahan administrasi tingkat atas dan pergantian beberapa

gubernur. Sebagai hasilnya, jumlah pemasukan kharaj dan jizyah

yang berasal dari Mesir meningkat dua kali lipat, yakni dari 2 juta

dinar menjadi 4 juta dinar setelah dilakukan pergantian Gubernur

dari Amr kepada Abdullah bin Saad. Namun, hal ini mendapat

kecaman dari Amr. Menurutnya, pemasukan besar yang diperoleh

Gubernur Abdullah bin Saad tersebut merupakan hasil pemerasan

penguasa terhadap rakyatnya.60

Dengan harapan dapat memberikan tambahan pemasukan bagi

Baitul Mal, Khalifah Utsman menerapkan kebijakan membagi-

bagikan tanah negara kepada individu-individu untuk tujuan

reklamasi. Dari hasil kebijakannya ini, negara memperoleh

pendapatan sebesar 50 juta dirham atau naik 41 juta dirham jika

dibandingkan pada masa Umar ibn al-Khattab yang tidak membagi-

bagikan tanah tersebut.61

58 M. A. Sabzwari, loc. cit.59 Ibid., h. 62.60 Ibid.61 Ibid.

66

Page 25: Bab 3 sistem ekonomi dan fiskal masa kepemimpinan para khalifah

Sistem Ekonomi dan Fiskal Pada Masa al-Khulafa ar-Rasyidun

Sekalipun tidak ada kebijakan kontrol harga, seperti halnya

khalifah sebelumnya yang tidak menyerahkan tingkat harga

sepenuhnya kepada para pengusaha tetapi berusaha untuk tetap

memperoleh informasi yang akurat tentang kondisi harga di

pasaran, bahkan terhadap harga dari suatu barang yang sulit

dijangkau sekalipun, Khalifah Utsman bin Affan selalu

mendiskusikan tingkat harga yang sedang berlaku di pasaran

dengan seluruh kaum muslimin di setiap selesai melaksanakan

shalat berjamaah.62

Memasuki enam tahun kedua masa pemerintahan Utsman ibn

‘Affan, tidak terdapat perubahan situasi ekonomi yang cukup

signifikan. Berbagai kebijakan Khalifah Utsman ibn ‘Affan yang

banyak menguntungkan keluarganya telah menimbulkan benih

kekecewaan yang mendalam pada sebagian besar kaum muslimin.

Akibatnya, pada masa ini, pemerintahannya lebih banyak diwarnai

kekacauan politik yang berakhir dengan terbunuhnya sang Khalifah.

D. Sistem Ekonomi dan Fiskal pada Masa Amîrul Mu’minîn

Ali bin Abi Thalib. (ra)

Setelah diangkat sebagai Khalifah Islam keempat oleh segenap

kaum muslimin, Ali ibn Abi Thalib langsung mengambil beberapa

tindakan, seperti memberhentikan para pejabat yang korup,

membuka kembali lahan perkebunan yang telah diberikan kepada

orang-orang kesayangan Utsman, dan mendistribusikan pendapatan

pajak tahunan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan Umar

ibn al-Khattab.63

Masa pemerintahan Imam Ali ibn Abi Thalib yang hanya

berlangsung selama enam tahun selalu diwarnai dengan

ketidakstabilan kehidupan politik. Ia harus menghadapi perang

Jamal yang disutradai oleh Thalhah, Zubair ibn al-Awwam, dan

Aisyah yang menuntut kematian Utsman ibn Affan. Berbagai

kebijakan tegas yang diterapkannya menimbulkan api permusuhan

62 Ibid.63 Badri Yatim, op. cit., h. 39.

67

Page 26: Bab 3 sistem ekonomi dan fiskal masa kepemimpinan para khalifah

Sistem Ekonomi dan Fiskal Pada Masa al-Khulafa ar-Rasyidun

dengan keluarga Bani Umayyah yang dimotori oleh Muawiyah ibn

Abi Sufyan. Pemberontakan juga datang dari golongan Khawarij,

mantan pendukung Imam Ali ibn Abi Thalib yang kecewa terhadap

keputusan tahkim pada perang Shiffin.

Sekalipun demikian, Amirul Mukminin Imam Ali ibn Abi Thalib

tetap berusaha untuk melaksanakan berbagai kebijakan yang dapat

mendorong peningkatan kesejahteraan umat Islam. Menurut sebuah

riwayat, ia secara sukarela menarik diri dari daftar penerima dana

bantuan Baitul Mal, bahkan menurut riwayat yang lain, Ali

memberikan sumbangan sebesar 5000 dirham setiap tahun. Apapun

faktanya, kehidupan Ali sangat sederhana dan sangat ketat dalam

membelanjakan keuangan negara. Dalam sebuah riwayat,

saudaranya yang bernama Aqil bin Abi Thalib pernah mendatangi

Amirul Mukminin Imam Ali bin Abi Thalib untuk meminta bantuan

keuangan dari dana Baitul Mal. Namun, Imam Ali menolak

permintaan tersebut. Dalam riwayat yang lain, Imam Ali diberitakan

pernah memenjarakan Gubernur Ray yang dianggapnya telah

melakukan tindak pidana korupsi.64

Selama masa pemerintahannya, Imam Ali ibn Abi Thalib

menetapkan pajak terhadap para pemilik hutan sebesar 4000

dirham dan mengizinkan Ibnu Abbas, Gubernur Kufah, memungut

zakat terhadap sayuran segar yang akan digunakan sebagai bumbu

masakan.

Seperti yang telah disinggung, Imam Ali tidak menghadiri

pertemuan Majelis Syuro di Jabiya yang diadakan oleh Khalifah

Umar untuk memusyawarahkan beberapa hal penting yang

berkaitan dengan status tanah-tanah taklukan. Pertemuan itu

menyepakati untuk tidak mendistribusikan seluruh pendapatan

Baitul Mal tetapi menyimpan sebagian sebagai cadangan. Imam Ali

menolak seluruh hasil pertemuan tersebut. Oleh karena itu, ketika

menjabat sebagai Khalifah, Imam Ali mendistribusikan seluruh

pendapatan dan provisi yang ada di Baitul Mal Madinah, Basrah dan

64 M. A. Sabzwari, op. cit., h. 63.

68

Page 27: Bab 3 sistem ekonomi dan fiskal masa kepemimpinan para khalifah

Sistem Ekonomi dan Fiskal Pada Masa al-Khulafa ar-Rasyidun

Kufah. Imam Ali ingin mendistribusikan harta Baitul Mal yang ada di

Sawad, namun urung dilaksanakan demi menghindari terjadinya

perselisihan di antara kaum muslimin.65

Pada masa pemerintahan Amirul Mukminin Imam Ali bin Abi

Thalib, prinsip utama dari pemerataan distribusi uang rakyat telah

diperkenalkan. Sistem distribusi setiap pekan sekali untuk pertama

kalinya diadopsi. Hari Kamis adalah hari pendistribusian atau hari

pembayaran. Pada hari itu, semua penghitungan diselesaikan dan

pada hari Sabtu dimulai penghitungan baru. Cara ini mungkin solusi

yang terbaik dari sudut pandang hukum dan kondisi negara yang

sedang berada dalam masa-masa transisi. Imam Ali bin Abi Thalib

meningkatkan tunjangan bagi para pengikutnya di Irak.66

Pada masa Imam Ali bin Abi Thalib, alokasi pengeluaran kurang

lebih masih tetap sama sebagaimana halnya pada masa

pemerintahan Khalifah Umar Ibn Khattab. Pengeluaran untuk

angkatan laut yang ditambah jumlahnya pada masa kekhalifahan

Utsman bin Affan hampir seluruhnya dihilangkan karena sepanjang

garis pantai Syiria, Palestina dan Mesir berada di bawah kekuasaan

Muawiyah. Namun demikian, dengan adanya penjaga malam dan

patroli yang telah terbentuk sejak masa pemerintahan Khalifah

Umar, Imam Ali membentuk polisi yang terorganisasi secara resmi

yang disebut syurthah dan pemimpinnya diberi gelar Shahib as-

Syurthah. Fungsi lainnya dari Baitul Mal masih tetap sama dan tidak

ada perkembangan aktifitas yang berarti pada masa ini.67

Imam Ali memiliki konsep yang jelas tentang pemerintahan,

administrasi umum dan masalah-masalah yang berkaitan

dengannya. Konsep ini dijelaskan dalam suratnya yang terkenal

yang ditujukan kepada Malik Astar bin Harits. Surat yang panjang

tersebut antara lain mendeskripsikan tugas, kewajiban serta

tanggung jawab para penguasa dalam mengatur penarikan pajak,

perintah ini tercatat dalam kumpulan khutbah Imam Ali dalam 65 Ibid., h. 64.66 Ibid.67 Ibid.

69

Page 28: Bab 3 sistem ekonomi dan fiskal masa kepemimpinan para khalifah

Sistem Ekonomi dan Fiskal Pada Masa al-Khulafa ar-Rasyidun

Nahjul Balaghah, surat no.53 surat ini dikirimkan kepada Malik al-

Asytar saat pengangkatannya untuk memerintah Mesir sebagai

berikut:

“Dan jadikanlah pandangan masa depanmu untuk pembangunan lebih bijak daripada tujuanmu menarik pajak, karena pajak hanya dapat dicapai dengan pembangunan. Maka barang siapa yang menarik pajak tanpa pembangunan, berarti dia menghancurkan negerinya dengan menindas rakyatnya. Kekuasaan hanya akan berlangsung sesaat. Dan jika mengeluhkan beban hidup yang berat, penyakit, kekurangan air, atau produksi, atau kerusakan tanah yang diakibatkan oleh banjir dan kekeringan, maka kurangilah tanggung jawab mereka. Jangan terbebani oleh hal yang dengannya engkau dapat meringankan beban mereka, tetapi ini hanyalah tabungan yang akan kembali sebagai pembangunan negaramu dan menyuburkan kekuasaanmu, selain itu juga akan menambah penghargaan mereka atas dirimu”.68

Imam Ali bin Abi Thalib juga menekankan Malik al-Aystar agar

lebih memperhatikan kesejahteraan para prajurit dan keluarga

mereka dan diharapkan berkomunikasi langsung dengan

masyarakat melalui pertemuan terbuka, terutama dengan orang-

orang miskin, orang-orang yang teraniaya dan para penyandang

cacat. Dalam surat tersebut, juga terdapat instruksi untuk melawan

korupsi dan penindasan, mengontrol pasar, dan memberantas para

tukang catut laba, penimbun barang, dan pasar gelap. Singkatnya,

surat itu menggambarkan kebijakan Imam Ali bin Abi Thalib yang

ternyata konsep-konsepnya tersebut dikutip secara luas dalam

administrasi publik.69

68 Naim Qassem, Blueprint Hizbullah Rahasia Manajemen Ormas Islam tersukses di Dunia,Terj. Ruslani, (Jakarta : Ufuk Press, 2008), Cet ke-I, h. 31-32

69 Ibid.

70