bab 2 tinjauan pustaka 2.1 komposisi kimia...
TRANSCRIPT
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Komposisi Kimia Baja
2.1.1 Umum
Baja pada dasarnya ialah besi (Fe) dengan tambahan unsur Karbon ( C ) sampai
dengan 1.67% (maksimal). Bila kadar unsur karbon ( C) lebih dari 1.67%, maka material
tersebut biasanya disebut sebagai besi cor (Cast Iron).
Makin tinggi kadar karbon dalam baja, maka akan mengakibatkan hal- hal sbb:
Kuat leleh dan kuat tarik baja akan naik,
Keliatan / elongasi baja berkurang,
Semakin sukar dilas.
Oleh karena itu adalah penting agar kita dapat menekan kandungan karbon pada kadar
serendah mungkin untuk dapat mengantisipasi berkurangnya keliatan dan sifat sulit dilas
diatas, tetapi sifat kuat leleh dan kuat tariknya tetap tinggi.
Penambahan unsur – unsusr ini dikombinasikan dengan proses heat treatment akan
menghasilkan kuat tekan yang lebih tinggi, tetapi keuletan dan keliatan, dan kemampuan
khusus lainnya tetap baik. Unsur – unsur tersebut antara lain: Mangaan (Mn), Chromium (Cr),
Molybdenum (Mo), Nikel (Ni) dan tembaga (Cu). Tetapi proporsional pertambahan
kekuatannya tidak sebesar karbon. Pertambahan kekuatannya semata –mata karena unsur
tersebut memperbaiki struktur mikro baja.
Untuk memahami pengaruh komposisi kimia dan heat treat terhadap sifat akhir baja,
maka kita perlu menganal factor – factor sbb:
Struktur mikro,
Ukuran butiran,
Universitas Sumatera Utara
Kandungan nonlogam.
Endapan dipermukaan antar butiran.
Keberadaan gas – gas yang terserap atau terlarut
2.1.2 Struktur Mikro
Unsur Fe dan C menyususn diri dalam suatu struktur berulang dalam pola tiga dimensi
yang dinamakan dengan kristal. Kristal –kristal yang berorientasi (arah pengulangan / susunan
) sama disebut sebagai butir.Susunan kumpulan butir satu dengan yang lain pada suatu fasa
tertentu dinamakan struktur mikro, contoh struktur mikro antara lain: ferit, perlit dan sementit.
2.1.3 Ukuran Butir
Penghalusan butir baja akan menghasilkan:
Peningkatan kuat leleh (yield strength),
Perbaikan sifat keuletan (toughness) dan keliatan (ductility),
Penghalusan butiran dapat dilakukan dengan penambahan unsur niobium, vanadium
dan aluminium dengan jumlah maksimal 0.05% atau dengan heat treatment.
2.1.4 Kandungan Unsur-unsur Non Logam
Unsur – unsur non-logam yang umumnya dibatasi jumlahnya didalam produk baja
adalah Sulfur(S) dan Fosfor (P). Tinggi kadar kedua unsur tersebut bisa menurunkan keliatan
(ductility) baja dan meningkatkan kemungkinan retak pada sambungan las. Pada baja khusus
mampu las, kandungan kedua unsur diatas dibatasi kurang dari 0.05%.
2.1.5 Endapan di Permukaan antar Butiran
Unsur – unsur lain yang juga dapat menurunkan keuletan baja baja anatar lain: timah
(Sn), antimon (Sb) dan arsen (As) hingga baja menjadi getas. Sifat getas ini ditimbulkan oleh
pengendapan atau berkumpulnya unsur – unsur diatas dibidang batas antar butir baja pada
suhu 500 – 600o .
Universitas Sumatera Utara
2.1.6 Kandungan Gas
Baja yang mengandung gas – gas terlarut dalam kadar yang tinggi terutama: Oksigen
(O) dan Nitrogen (N) dapat menimbulkan sifat getas. Untuk mengurangi kadar gas tersebut
biasa digunakan unsur - unsur yang dapat mengikat kedua unsur gas diatas menjadi senyawa
yang cukup ringan sehinggan senyawa tersebut akan mengapung ke permukaan baja yang
masih panas dan cair. Unsur - unsur pengikat gas N dan O biasanya digunakan unsur silicon
(Si) dan atau aluminium (Al) yang fungsinya disebut sebagai Deoxidant.
2.1.7 Sifat Tahan Panas dan Tahan Korosi
Sifat – sifat khusus baja seperti yang dibahas pada bab 1 paragraf 4, dapat dicapai
dengan penambahan unsur – unsur utama sebagai berikut: Chrom (Cr), Nikel (Ni) dan
molybdenum (Mo). Baja tahan karat umumnya mengandung unsusr Chrom lebih dari 12%,
dimana pada kondisi seperti itu baja akan bersifat pasif terhadap proses oksidasi. Baja tahan
karat dapat dibedakan sesuai struktur mikronya yaitu: baja tahan panas martensit, baja tahan
panas ferit dan baja tahan panas austenit.
Baja tahan karat martensit mengandung chrom 13% kuat leleh dan tariknya diperoleh
dari proses pendinginan pada kondisi udara luar, sesuai untuk lingkungan korosif ringan, serta
biasanya digunakan untuk saluran dan rumah –rumah turbin.
Baja tahan karat ferit mengandung chrom 16%, sesuai untuk lingkungan korosif
terutama terhadap bahan kimia asam nitrat, serta biasanya digunakan untuk komponen –
komponen dalam industri kimia.
Baja karat austenit mengandung chrom-nikel 18%, dimana sifat tahan karatnya didapat
melalui pemanasan pada suhu 1000 – 1100 0C lalu didinginkan dengan direndam kedalam air,
sesuai untuk lingkungan yang mengandung garam, serta biasanya digunakan untuk baling –
baling kapal.
Baja tahan panas biasanya dinamakan untuk baja yang tahan pada suhu 650 0C,
dimana sifat itu didapat pada kodisi kadar chrom dan nikel yang cukup tinggi. Berbeda
Universitas Sumatera Utara
dengan baja tahan karat adalah umunya kandungan karbonnya lebih tinggi. Umumnya
digunakan pada ketel uap, boiler, tungku dan lain – lain.
Gambar 2.1 Terak Baja
2.2 Beton
Dalam perkembangan dunia yang semakin maju dan serba canggih, teknologi beton
mempunyai potensi yang luas dalam bidang kontruksi. Hal ini menyebabkan beton banyak
digunakan kontruksi bangunan gedung, jembatan, dermaga dan lain-lain. Banyaknya jumlah
penggunaan beton dalam kontruksi tersebut mengakibatkan peningkatan kebutuhan material
beton. Beton merupakan komposit, karenanya kualitas beton sangat tergantung dari kualitas
masing-masing material pembentuk.
Beton merupakan hasil interaksi mekanis dan kimiawi dari material penyusunnya yang
terdiri dari semen, agregat halus, agregat kasar, air dan bahan tambahan lainnya. Campuran
tersebut akan mengeras akibat reaksi hidrasi antara semen dan air. Pengetahun karateristik
tentang dari masing- masing material pembentuk beton sangat diperlukan untuk mendapatkan
kualitas beton yang baik. Agregat memiliki peranan penting dalam pembuatan beton karena
agregat menyumbang volume beton 60-80% dan semen sebagai pembentuk pasta diperlukan
untuk mengikat agregat. Penambahan bahan mineral sebagai agregat yang kemudian
dihaluskan ke campuran beton dilakukan sebagai pozollan untuk memberikan sifat tambahan
yang lebih baik.
Universitas Sumatera Utara
Selama masa pelaksanaan, proses kontrol tidak boleh diberhentikan. Pada masa ini,
pelaksanaan pengecoran, pemadatan, perawatan, dan penyelesaian harus diawasi. Setelah
beton mengeras dan berumur 28 hari, uji tekan untuk mengetahui kekuatannya harus
dilakukan.
Dalam keadaan mengeras, beton memiliki kekuatan tinggi. Dalam keadaan segar,
beton dapat diberi bermacam bentuk, sehingga dapat digunakan untuk membentuk seni
arsitektur atau semata- mata untuk tujuan sekoratif. Selain tahan terhadap api, beton juga
tahan terhadap serangan korosi (Mulyono, 2003).
Beton mempunyai beberapa kelebihan, antara lain yaitu (Mulyono, 2003) :
a. Dapat dengan mudah dibentuk sesuai kebutuhan kontruksi.
b. Mampu memikul beban yang berat.
c. Tahan terhadap temperatur yang tinggi.
d. Nilai kekuatan dan daya tahan (durability) beton relatif tinggi.
e. Biaya pemeliharaan yang kecil.
Selain kelebihan, beton juga mempunyai beberapa kekurangan antara lain (Mulyono,
2003) :
a. Bentuk yang sudah dibuat sulit untuk dirubah.
b. Pelaksanaan pekerjaan membutuhkan ketelitian yang tinggi.
c. Kekuatan tarik beton relatif rendah.
d. Daya pantul suara yang besar.
Berdasarkan teknik pembuatannya, beton dapat dibagi atas beberapa jenis :
a. Beton Biasa
Beton ini langsung dibuat dalam keadaan plastis, dan cara pembuatannya
berdasarkan atas :
- beton siap pakai (Ready Mix Concrete)
- beton dibuat di lapangan.
Universitas Sumatera Utara
b. Beton Precast
Beton ini dibuat dalam bentuk elemen-elemen yang merupakan bagian dari suatu
konstruksi. Bagian yang akan dibuat menjadi beton ini dipasang dalam keadaan
mengeras.
c. Beton Prestress
Beton ini dibuat dengan memberi tegangan dalam pada beton sebelum mendapat
beban luar.
Berdasarkan kelas dan mutu, beton dibagi atas tiga kelas yaitu:
a. Beton kelas I
Beton kelas I adalah beton untuk pekerjaan-pekerjaan non struktural yang
pelaksanaannya tidak diperlukan keahlian khusus.
Mutu beton kelas I dinyatakan dengan B0.
b. Beton kelas II
Beton kelas II ialah beton untuk pekerjaan struktural secara umum. Pelaksanaannya
memerlukan keahlian yang cukup dan harus dilakukan pengawasan oleh tenaga
ahli. Beton kelas II dibagi dalam mutu-mutu standar yaitu B1, K125, K175, K225.
c. Beton kelas III
Beton kelas III adalah beton untuk pekerjaan-pekerjaan struktural secara umum di
mana dipakai mutu beton dengan kekuatan tekan lebih tinggi dari K225. Dalam
pelaksanaannya memerlukan keahlian khusus dan laboratorium dengan peralatan
yang lengkap.
Gambar 2.2 Beton
Universitas Sumatera Utara
2.2.1 Material Pembentuk Beton
Material pembentuk beton secara umum terdiri dari bahan semen, agregat halus,
agregat kasar, air, dan bahan tambahan lain.
2.2.1.1 Semen
Semen (cement) adalah hasil industri dari paduan bahan baku batu kapur/gamping
sebagai bahan utama dan lempung/tanah liat atau bahan pengganti lainnya dengan hasil akhir
berupa padatan berbentuk bubuk/bulk, tanpa memandang proses pembuatannya, yang
mengeras atau membatu pada pencampuran dengan air. Persentasi dari oksida – oksida yang
terkandung didalam semen Portland adalah sebagai berikut :
1). Kapur ( CaO) : 60 – 66 %
2). Silika (SiO2) : 16 – 25 %
3). Alumina (Al203) : 3 – 8 %
4). Besi : 1 - 5 %.
Semen pada campuran beton merupakan bahan adhesif, karena dapat mengikat butir-
butir material menjadi satu kesatuan.
A. Jenis- jenis semen :
1. Semen abu atau semen Portland adalah bubuk berwarna abu kebiru-biruan, di
bentuk dari bahan utama batu kapur/gamping berkadar kalsium tinggi yang diolah
dalam tanur yang bersuhu dan bertekanan tinggi. Semen ini biasa digunakan
sebagai perekat untuk memplester.
Standard ASTM C-150 membagi semen Portland menjadi delapan tipe utama,
yaitu : TIPE I : Semen portland yang dirancang untuk penggunaan normal,
yang diterapkan pada keadaan lingkungan dan spesifikasi teknik biasa.
TIPE IA : Semen portland berkarakter tipe I dengan air-entraining admixture,
yang juga diterapkan pada keadaan lingkungan dan spesifikasi teknik biasa.
TIPE II : Semen portland dengan karakter panas hidrasi dan ketahanan sulfat
yang moderat.
TIPE IIA : Semen portland bertipe II dengan air-entraining admixture.
Universitas Sumatera Utara
TIPE III : Semen portland yang dirancang untuk menghasilkan kekuatan awal
yang tinggi , atau disebut ”semen-cepat-keras”.
TIPE IIIA : Semen portland berkarakter tipe III dengan air-entraining admixture.
TIPE IV : Semen portland yang memiliki panas hidrasi rendah.
TIPE V : Semen portland yang memiliki ketahanan sulfat tinggi.
No. SNI
Nama
SNI 15-0129-2004 Semen portland putih
SNI 15-0302-2004 Semen portland pozolan / portland pozzolan cement (PPC)
SNI 15-2049-2004 Semen portland / ordinary portland cement (OPC)
SNI 15-3500-2004 Semen portland campur
SNI 15-3758-2004 Semen masonry
SNI 15-7064-2004 Semen portland komposit
Tabel 2.1 Jenis-jenis semen menurut No.SNI
2. Semen putih (gray cement) adalha semen yang lebih murni dari semen abu dan
digunakan untuk pekerjaan penyelesaian (finishing), seperti sebagai filler atau
pengisi. Semen jenis ini dibuat dari bahan utama kalsit (calcite) limestone murni.
3. Oil Well Cement atau semen sumur minyak adalah semen khusus yang digunakan
dalam proses pengeboran minyak bumi atau gas alam, baik di darat maupun di
lepas pantai.
4. Mixed & Fly Ash Cement adalah campuran semen abu dengan pozzolan buatan
(fly ash). Pozzolan buatan (fly ash) merupakan hasil sampingan dari pembakaran
batubara yang mengandung amorphous silica, aluminium oksida, besi oksida dan
oksida lainnya dalam variasi jumlah. Semen ini digunakan sebagai campuran
untuk membuat beton, sehingga menjadi lebih keras.
Universitas Sumatera Utara
B. Proses Pembuatan Semen
1. Proses Basah
Pada proses basah semua bahan baku yang ada dicampur dengan air, dihancurkan dan
diuapkan, kemudian dibakar dengan menggunakan bahan bakar minyak, bakar (bunker crude
oil). Proses ini jarang digunkan karena masalah keterbatasan energi BBM.
2. Proses Kering
Pada proses kering digunakan teknik penggilingan dan blending kemudian dibakar
dengan bahan bakar batubara. Proses ini meliputi 5 tahap pengelolaan yaitu :
Proses pengeringan dan penggilingan bahan baku di rotary dryer dan roller meal.
Proses pencampuran (homogenizing raw meal) untuk mendapatkan campuran yang
homogen.
Proses pembakaran raw meal untuk menghasilkan terak (clinker : bahan setengah jadi
yang dibutuhkan untuk pembuatan semen).
Proses pendinginan terak.
Proses penggilingan akhir dimana clinker dan gypsum digiling dengan cement mill.
Dari proses pembuatan semen diatas akan terjadi penguapan karena pembakaran
dengan suhu mencapai 900˚C sehingga menghasilkan : residu (sisa) yang tak larut, sulfur
trioksida, silika yang larut, besi dan aluminium oksida, oksida besi, kalsium, magnesium,
alkali, fosfor, dan kapur bebas.
Secara garis besar proses produksi semen melalui 6 tahap, yaitu :
1. Penambangan dan penyimpanan bahan mentah
Semen yang paling umum yaitu semen portland memerlukan empat
komponen bahan kimia yang sesuai. Bahan tersebut adalah kapur (batu
kapur), silika (pasir silika), alumina (tanah liat), dan besi oksida (bijih
besi). Gipsum dalam jumlah yang sedikit ditambahkan selama
penghalusan untuk memperlambat pengerasan.
2. Penggilingan dan pencampuran bahan mentah
Universitas Sumatera Utara
Semua bahan baku dihancurkan sampau menjadi bubuk halus dan
dicampur sebelum memasuki proses pembakaran.
3. Homogenisasi dan pencamuran bahan mentah
4. Pemabakaran
Tahap paling rumit dalam produksi semen portland adalah pembakaran,
dimana terjadi proses konversi kimiawi sesuai rancangan dan proses
fisika untuk mempersiapkan campuran bahan baku membentuk klinker.
Proses ini dilakukan di dalam rotary kiln dengan menggunakan bahan
bakar fosil berupa padat (batubara), cair (solar), atau bahan bakar
alternatif. Batubara adalah bahan yang paling umum dipergunakan
karena pertimbangan biaya.
5. Penggilngan hasil pembakaran
Proses selanjutnya adalah penghalusan klinker dengan tambahan sedikit
gipsum, kurang dari 4%, untuk dihasilkan semen portland tipe I. Jenis
semen lain dihasilkan dengan penambahan bahan aditif posolon atau batu
kapur di dalam penghalusan semen.
6. Pendinginan dan pengepakan
2.2.1.2 Bahan Pereaksi (Air)
Air merupakan bahan dasar yang sangat penting dalam pembuatan konstruksi bahan
bangunan dengan struktur beton bertulang. Pada konstruksi beton, air diperlukan untuk
bereaksi dengan semen sehingga dapat menjadi bahan perekat antara agregat halus ( pasir),
agregat kasar (kerikil) serta bahan campuran beton lainya. Sedangkan pada kontruksi baja, air
digunakan sebagai bahan pencuci profil baja dari kotoran yang timbul akibat penyimpanan
maupun saat distribusi baja. Dalam pembuatan konstruksi beton harus digunakan air yang
baik sehingga dapat tercipta beton yang kuat serta tahan lama.
Pada pembuatan beton, air berfunsi sebagai berikut:
1. Untuk reaksi semen
Air yang diperlukan untuk reaksi hidrasi semen kurang lebih 25% terhadap berat
semen yang bisa cair dengan pengujian konsistensi normal semen, ini merupakan
fungsi utama dari air adukan.
Universitas Sumatera Utara
2. Untuk serapan agregat
Kondisi ideal dari agregat ialah agregat dengan keadaan air jenuh air kering
permukaan, tetapi di lapangan akan kesulitan untuk membuat dan menjaga agar
agregat bisa selalu dalam keadaaan jenuh air kering permukaan di alam terbuka. Jika
agregatnya lama terkena sinar matahari atau kering, untuk itu perlu adanya air khusus
untuk diserap oleh agregat agar air untuk reaksi semen tidak terganggu atau tidak
berkurang.
3. Untuk kelecakan
Pada saat pembuatan beton diperlukan mobilisasi yang lancar untuk setiap agregat
pada adukan agar mudah dikerjakan. Gesekan antar butiran merupakan penyebab
susahnya pergerakan antara butiran, sehingga diperlukan air sebagai rolling antar
permukaan butiran agregat agar butiran agregat lebih mudah untuk bergerak.
Air yang baik untuk campuran beton bertulang sebaiknya harus memenuhi persyaratan
standar nasional Indonesia (SK-SNI – S – 04 – 1989 – F) yaitu sebagai berikut :
Air harus bersih
Tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 2 gram /liter.
Tidak mengandung lumpur minyak dan benda terapan lain yang bisa dilihat secara
visual.
Tidak mengandung garam yang dapat merusak beton (asam organik) lebih
dari 15 gram / liter.
Tidak mengadung senyawa sulfat lebih dari 1 gram / liter.
Tidak mengandung chlorida (cl) lebih dari 0,5 gram / liter.
Air yang digunakan sebaiknya dari jenis air tawar karena air asin/air laut mempunyai
kadar garam yang tinggi sehingga dapat mengakibatkan besi tulangan berkarat dan konstruksi
beton tidak mempunyai kekuatan optimal karena pemilihan air yang salah pada saat
pelaksanaan. Dengan demikian sebuah konstruksi bangunan yang kuat diawali dari pemilihan
air yang baik sebagai bahan bangunan.
Dalam pembuatan beton, air merupakan salah satu faktor penting, karena air dapat
bereaksi dengan semen, yang akan menjadi pasta pengikat agregat. Air juga berpengaruh
Universitas Sumatera Utara
terhadap kuat desak beton, karena kelebihan air akan menyebabkan penurunan pada kekuatan
beton itu sendiri. Selain itu kelebihan air akan mengakibatkan beton menjadi bleeding, yaitu
air bersama-sama semen akan bergerak ke atas permukaan adukan beton segar yang baru saja
dituang. Hal ini akan menyebabkan kurangnya lekatan antara lapis-lapis beton dan merupakan
yang lemah.
Air pada campuran beton akan berpengaruh terhadap :
1. Sifat workability adukan beton.
2. Besar kecilnya nilai susut beton
3. Kelansungan reaksi dengan semen portland, sehingga dihasilkan dan kekuatan selang
beberapa waktu.
4. Perawatan keras adukan beton guna menjamin pengerasan yang baik.
Air untuk pembuatan beton minimal memenuhi syarat sebagai air minum yaitu tawar,
tidak berbau, bila dihembuskan dengan udara tidak keruh dan lain-lain, tetapi tidak berarti air
yang digunakan untuk pembuatan beton harus memenuhi syarat sebagai air minum.
Penggunaan air untuk beton sebaiknya air memenuhi persyaratan sebagai berikut ini :
1. Tidak mengandung garam atau asam yang dapat merusak beton, zat organik dan
sebaginya lebih dari 15 gram per liter.
2. Tidak mengandung klorida (Cl) lebih dari 1 gram per liter.
3. Tidak mengandung senyawa sulfat lebih dari 1 gram per liter
4. Air yang tidak dapat diminum tidak boleh digunakan pada beton, kecuali ketentuan
berikut terpenuhi :
Pemilihan proporsi campuran beton harus didasarkan pada campuran beton
yang menggunakan air dari sumber yang sama
Hasil pengujian pada umur 7 dan 12 hari pada kubus uji mortar yang dibuat
dari adukan dengan air yang tidak dapat diminumus mempunyai kekuatan
sekurang-kurangnya sama dengan 90% dari kekuatan benda uji yang dibuat
dengan air yang dapat diminum. Perbandingan uji kuat tekan tersebut harus
dilakukan pada adukan serupa, terkecuali pada air pencampur, yang dibuat dan
diuji sesuai dengan “Metode uji kuat tekan untuk mortar semen hidrolis
Universitas Sumatera Utara
(menggunakan specimen kubus dengan ukuran sisi 50 mm)”. (Kardiyono
Tjokrodimulyo, 1998)
2.2.1.3 Agregat (Bahan Pengisi)
Defenisi agregat adalah material granular, yaitu pasir, kerikil (gravel), batu hancur,
atau terak besi bekas sisa pembakaran dalam tanur tinggi (blast furnace), yang digunakan
bersama medium sementik untuk membentuk beton berbasis semen hidrolik atau mortar.
Agregat merupakan material pembentuk beton yang harganya jauh lebih murah jika
dibandingkan dengan harga semen, sehingga sangat ekonomis jika digunakan sebanyak
mungkin di dalam campuran beton.
Berdasarkan ukuran fisiknya, agregat terbagi menjadi dua bagian besar. Standar yang
tercantum dalam Annual Book of ASTM Standards 1996 Volume 04.02 designation: C 125-
95a, dan designation: C 33, membagi agregat menjadi dua bagian, yaitu:
1. Agregat Kasar
Agregat yang hamper seluruhnya akan tertahan pada saringan berukuran 4,75 mm
(butir no.4) pada uji saringan.
2. Agregat Halus
Agregat yang semuanya akan lolos pada saringan berukuran 3/8 in. (butir no. 9,5),
hampir semuanya lolos saringan berukuran 4,75 mm (butir no.4), dan semuanya
tertahan pada saringan berukuran 75 m (butir no.200).
Berdasarkan proses pengolahannya, agregat bisa dibedakan menjadi:
1. Agregat Alam
Agregat jenis adalah agregat yang diperoleh dari alam seperti pasir dan batu pecah.
Permintaan akan agregat ini akan semakin tinggi apabila pelaksanaan pembanguna
semakin tinggi. Penggunaan agregat alam yang semakin tinggi juga dapat
menyebabkan rusaknya keseimbangan alam. Dapat diprediksikan pada suatu saat
agregat alam ini akan habis terpakai dan walaupun masih ada akan menjadi sulit
didapatkan, untuk itu perlu dicari alternatif lain pengganti agregat alam.
Universitas Sumatera Utara
2. Agregat Buatan
Agregat buatan merupakan agregat yang bersal dari produk sampingan suatu proses
industri dan umumnya berupa limbah. Contoh agregat buatan yaitu terak baja dan
terak nikel. Penggunaan agregat buatan sebagai bahan campuran beton memberikan
efek positif pada dunia industri logam terutama baja dan nikel karena limbah terak
baja dapat dimanfaatkan sebagai bahan yang berguna bagi industri beton. Sehingga
kerusakan alam akibat penambangan pasir atau batu pecah dapat dihindari.
Karakteristik beton sangat dipengaruhi oleh sifat agregatnya. Pengaruh sifat agregat
yang dipakai dalam penelitian tergantung pada bentuk partikel, berat jenis, berat isi, ukuran
maksimumnya dan syarat gradasi.
a). Bentuk partikel dan tekstur permukaan
Secara umum agregat kasar dibedakan dalam 2 golongan yaitu membulat (rounded)
dan bersudut (angular) yang masing- masing dibedakan lagi secara bertingkat dari bentuk
paling ideal (bola dan kubus) sampai bentuk paling tidak ideal (runcing dan prismatis).
Agregat dari sember yang berbeda ataupun dengan pengolahan yang berbeda akan
menghasilkan agregat dengan bentuk dan tekstur yang berbeda pula. Bentuk dan tekstur
permukaan baik agregat kasar maupun halus akan mempengaruhi workability, rasio agregat
halus terhadap agregat kasar, kadar semen dan kebutuhan air.
b). Berat jenis agregat (specific gravity)
Berat jenis agregat berat lebih tinggi dari agregat normal dan bervariasi terhadap
ukurannya. Rentang berat jenis agregat berat adalah antara 1,4 sampai 1,5 kali berat agregat
normal. Berat jenis yang lebih rendah menyebabkan kebutuhan semen lebih tinggi, sedangkan
bila berat jenis agregat terlalu tinggi maka berat beton akan meningkat. Selain itu, berat jenis
agregat juga digunakan dalam perancangan proporsi campuran untuk menentukan nilai berat
isi (absolute volume) agregat.
c). Berat isi (absolute volume)
Berat isi merupakan berat satuan agregat kasar dalam suatu volume tertentu. Secara
formulasi menunjukkan rasio perbandingan antar berat massa agregat terhadap volume total.
Ruang antar butir diperhitungkan pada gradasi partikel, bentuk partikel, tingkat kerapatan dan
Universitas Sumatera Utara
pemadatan agregat. Disamping itu, kenaikan tingkat kejenuhan agregat atau berat jenis
meningkatkan nilai berat isi. Pada umumya nilai berat isi agregat kasar normal antara 1200-
1600 kg/m3, sedangkan agregat kasar lebih besar dari 1800 kg/m
3.
d). Ukuran Maksium Agregat
Semakin besar ukuran partikel agregat, semakin kecil luas permukaan yang harus
dibasahi per unit massa. Oleh karena itu, memperlebar rentang gradasi agregat dengan
menggunakan ukuran maksimum yang yang lebih besar akan memperkecil kebutuhan air
campuran. Sehingga untuk tingkat workability tertentu rasio air semen dapat dikurangi dan
konsekuensinya kekuatan akan meningkat. Tetapi walaupun begitu ada batas atas ukuran
maksimum agregat dimana peningkatan kekuatan akan akibat berkurangnya kebutuhan air
masih dapat mengimbangi efek negatif yang timbul dengan berkurangnya luas permukaan
lekatan dan dengan adanya diskontinuitas akibat penggunaan agregat berukuran besar yang
menyebabkan sifat heterogenitas beton menjadi menonjol. Sifat heterogenitas ini memberi
pengaruh negatif terhadap kekuatan beton. Untuk beton struktural ukuran agregat maksimum
dibatasi pada 25 mm sampai 40 mm karena pertimbangan ukuran penampang beton dan jarak
antara tulangan yang umum digunakan.
e). Persyaratan Gradasi
Gradasi mempengaruhi workability (kelecakan) campuran beton, namun tidak
mempengaruhi kekuatan beton. Sekalipun demikian, untuk mencapai kekuatan yang tinggi
dibutuhkan kompaksi/pemadatan maksimum dengan besar usaha yang masih dapat diterima,
yang mana hal ini hanya dapat dilakukan apabila campuran beton cukup workable. Pada
dasarnya tidak ada gradasi yang ideal pada agregat alam. Hal ini dikarenakan adanya
pengaruh lain yang berinteraksi, antara lain faktor- faktor utama yang mempengaruhi
workability yaitu:
Luas permukaan agregat, yang menentukan jumlah air yang dibutuhkan untuk
membasahi seluruh partikel.
Volume relatif yang ditempati oleh agregat.
Kecenderungan terhadap segregasi.
Jumlah butiran halus (fines) dalam campuran beton.
Universitas Sumatera Utara
Ukuran Maks.
Agregat (mm)
Volume Absolut Butiran Halus (fines) sebagai
fraksi Volume Beton
8 0,165
16 0,140
32 0,125
63 0,110
Tabel 2.2 Persyaratan Volume Absolut butiran Halus
Ukuran Saringan (mm) % Yang Lolos
37,5 100
25 95-100
12,5 25-60
4,75 0-10
2,36 0-5
Tabel 2.3 Spesifikasi Gradasi Agregat Kasar dengan Ukuran Maksimum 25 mm
(ASTM)
Selain hal-hal diatas agregat yang dipakai untuk beton juga harus memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut:
Agregat harus bersih
Keras/kuat
Distribusi/gradasi ukuran butir agregatnya memenuhi ketentuan-ketentuan yang
berlaku
Porositasnya kecil
Universitas Sumatera Utara
Sifat yang paling penting dari suatu agregat (batu-batuan, kerikil, pasir) ialah kekuatan
hancur dan ketahanan terhadap benturan, yang dapat mempengaruhi ikatannya dengan pasta
semen, porositas, dan karakteristik penyerapan air yang mempengaruhi daya tahan terhadap
agresi kimia serta ketahanan terhadap penyusutan (shrinkage).
Akibat porositasnya, partikel agregat juga dapat menyerap air. Hal ini akan
mempengaruhi faktor semen air (fas) atau w/c ratio dalam campuran beton, yang
mengakibatkan kelecakan beton yang didesain berubah. Selain itu, ”hilangnya” air akibat
terserap oleh porositas agregat akan mengurangi jumlah air yang dibutuhkan selain reaksi
hidrasi berlangsung. Sehingga pada perencanaan campuran (mix design), agregat perlu diuji
kuantitatif untuk mengetahui sejauh mana keadaan kelembaban itu dimilikinya. Agregat
umum yang normal mempunyai kelembaban sekitar 0,5 - 2,0%. Keadaan lembab agregat
dideskripsikan secara fisik dengan empat keadaan yaitu:
1. Kering Oven/Oven Dry (OD)
Seluruh air yang telah dihilangkan. Baik air yang ada dipermukaan maupun
yang ada dalam pori. Pemanasan pada 105 ˚C dilakukan selama 24 jam untuk
memperoleh kondisi ini, dan ditimbang hingga mempunyai berat konstan.
2. Kering Udara/Air Dry (AD)
Seluruh air yang ada di permukaan telah dihilangkan, namun masih
menyisakan air di dalam pori internalnya.
3. Jenuh dengan Permukaan Kering/Saturated-Surface-Dry (SSD)
Seluruh pori masih terisi air, namun dengan permukaan yang kering. Agregat
pada keadaan ini tidak dapat mempengaruhi kadar air dalam campuran beton,
sebab tak dapat lagi menyerap atau menyumbang air. Agregat yang ideal untuk
mix design dalam beton.
4. Basah/Wet
Seluruh pori yang ada terisi air, dan mempunyai permukaan yang berfilm air.
Agregat tipe ini tidak akan mampu lagi menyerap air, namun akan
Universitas Sumatera Utara
menyumbang air pada proses pencampuran beton. Hingga rasio w/c dalam
beton dapat berubah.
Menurut standar nasional indonesia (SK SNI – S – 04 – 1989 – F : 28) disebutkan
mengenai persyaratan pasir atau agregat halus yang baik sebagai bahan bangunan adalah
sebagai berikut :
Agregat halus harus terdiri dari butiran yang tajam dan keras dengan indeks
kekerasan < 2,2.
Jika dipakai natriun sufat bagian hancur maksimal 12%.
Jika dipakai magnesium sulfat bagian halus maksimal 10%.
Tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5% dan apabila pasir mengandung
lumpur lebih dari 5% maka pasir harus dicuci.
Pasir tidak boleh mengadung bahan-bahan organik terlalu banyak, yang harus
dibuktikan dengan percobaan warna dari Abrans–Harder dengan larutan jenuh
NaOH 3%.Susunan besar butir pasir mempunyai modulus kehalusan antara 1,5
sampai 3,8 dan terdiri dari butir-butir yang beraneka ragam.
Untuk beton dengan tingkat keawetan yang tinggi reaksi pasir terhadap alkali
harus negatif
.Pasir laut tidak boleh digunakan sebagai agregat halus untuk semua mutu
beton kecuali dengan petunjuk dari lembaga pemerintahan bahan bangunan
yang diakui.
Agreagat halus yang digunakan untuk plesteran dan spesi terapan harus
memenuhi persyaratan pasir pasangan.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.4 Syarat Batas Gradasi Pasir
Keterangan :
Zone 1 = Pasir kasar
Zone 2 = Pasir agak kasar
Zone 3 = Pasir halus
Zone 4 = Pasir agak halus
2.2.1.4 Bahan Tambahan (Admixtures)
Admixtures adalah bahan/komponen pada beton selain air, semen, agregat, amupun
serat, yang ditambahkan pada tahap pencampuran beton. Admixtures digunakan untuk
memodifikasi sifat dan karakteristik dari beton; misalnya untuk dapat dengan mudah
dikerjakan, penghematan, atau untuk tujuan lain seperti penghematan energi.
Admixtures dibagi menjadi dua yaitu chemical dan mineral admixture. Chemical
admixture adalah bahan-bahan tambahan yang dapat larut dalam air, sedangkan Chemical
admixture tidak dapat larut dalam air.
Lubang
ayakan
(mm)
Berat Tembus Komulatif (%)
Zone 1 Zone 2 Zone 3 Zone 4
Bawah Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah Atas
10 100 100 100 100 100 100 100 100
4.8 90 100 90 100 90 100 95 100
2.4 60 95 75 100 80 100 95 100
1.2 30 70 55 100 75 100 90 100
0.6 15 34 35 59 60 79 80 100
0.3 5 20 8 30 12 40 15 50
0.15 0 10 0 10 0 10 0 15
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan ketentuan dan syarat mutu menurut ASTM C494-91 ”Standard
Specification for Chemical Admixture for Concrete”, Chemical admixture dibedakan menjadi:
TIPE A Water reducing admixture
TIPE B Retarding admixture
TIPE C Accelerating admixture
TIPE D Water reducing and accelerating admixture
TIPE E Water reducing and accelerating admixture
TIPE F Water reducing highrange admixture
TIPEG Water reducing highrange and retarding
admixture
Tabel 2.5 Tipe-tipe Chemical Admixture
Mineral admixture dapat bersifat sementius, pozzolanik, atau dua-duanya. Bahan-
bahan ini dapat digunakan sebagai bahan pengganti sebagian dari berat semen dalam
campuran beton. Bahan ini juga bersifat amorphous, sehingga sangat reaktif. Dapat
memperbaiki sifat mekanik beton, dan akan mengalami hidrasi dengan bantuan semen
portland. Contoh dari bahan-bahan ini antara lain: silica fume, fly ash, dan slag. Semua bahan
tersebut juga disebut material pozzolanik yang merupakan hasil buangan dari industri. Silica
fume merupakan hasil sampingan dari produksi logam silikon dan ferrosilikon. Fly ash
merupakan hasil pembakaran dari batu bara (banyak digunakan pada PLTU sebagai bahan
bakarnya). Dan slag atau terak merupakan residu pembakaran biji besi dengan kokas dalam
tanur tinggi.
Semua jenis material pozzolan tersebut mempunyai karakteristik yang sama, yaitu
reaktif secara umum, dan memiliki struktur silika amorf yang dapat bereaksi dengan kapur
(lime) hasil hidrasi.
Bahan tambahan dari jenis material admixture seringkali digunakan karena
mengandung silika dan alumina yang dapat bereaksi dengan Ca(OH)2 membentuk senyawa
CSH.
Universitas Sumatera Utara
Ca(OH)2 + 3,2 AlOSiO C3S2H3
C3AH6
C3A.3CaSO4H32
Dengan demikian, faktor yang sangat berpengaruh untuk menggunakan bahan tambah
adalah unsur silika yang terkandung di dalamnya. Berikut adalah perbandingan unsur silika
bahan-bahan yang biasa digunakan sebagai material admixture yang dibandingkan dengan
semen sebagai salah satu komponen campuran beton.
Senyawa Semen
Portland
Slag Silica Fume Fly Ash Bottom Ash
CaO% 54-66 30-46 0,1-0,6 2-7 0,1-1
SiO2% 18-24 30-40 85-98 40-55 20-30
Al2O3% 2-7 10-20 0,2-0,6 20-30 30-50
Fe2O3% 0-6 4 0,3-1 5-10 0-3
MgO% 0,1-4 2-16 0,3-3,5 1-4 0-2
SO3% 1-4 3 - 0,4-2 0-1
Na2O% 0,2-1,5 3 0,8-1,8 1-2 0,1-0,3
Tabel 2.6 Komposisi kimiawi beberapa bahan tambahan
Universitas Sumatera Utara