bab 2 tinjauan pustaka 2.1. elektrolit -...

27
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Elektrolit Tubuh kita ini adalah ibarat suatu jaringan listrik yang begitu kompleks, didalamnya terdapat beberapa ‘pembangkit’ lokal seperti jantung, otak dan ginjal. Juga ada ‘rumah-rumah’ pelanggan berupa sel-sel otot. Untuk bisa mengalirkan listrik ini diperlukan ion-ion yang akan mengantarkan ‘perintah’ dari pembangkit ke rumah-rumah pelanggan. Ion-ion ini disebut sebagai elektrolit. Ada dua tipe elektrolit yang ada dalam tubuh, yaitu kation (elektrolit yang bermuatan positif) dan anion (elektrolit yang bermuatan negatif). Masing-masing tipe elektrolit ini saling bekerja sama mengantarkan impuls sesuai dengan yang diinginkan atau dibutuhkan tubuh. (The College of Emergency Medicine & Doctors.net.uk, 2008) Beberapa contoh kation dalam tubuh adalah Natrium (Na + ), Kalium (K + ), Kalsium (Ca 2+ ), Magnesium (Mg 2+ ). Sedangkan anion adalah Klorida (Cl - ), HCO 3 - , HPO 4 - , SO 4 - . Dalam keadaan normal, kadar kation dan anion ini sama besar sehingga potensial listrik cairan tubuh bersifat netral. Pada cairan ektrasel (cairan diluar sel), kation utama adalah Na + sedangkan anion utamanya adalah Cl - . . Sedangkan di intrasel (di dalam sel) kation utamanya adalah kalium (K + ). (The College of Emergency Medicine & Doctors.net.uk, 2008) Disamping sebagai pengantar aliran listrik, elektrolit juga mempunyai banyak manfaat, tergantung dari jenisnya. Contohnya : Natrium : fungsinya sebagai penentu utama osmolaritas dalam darah dan pengaturan volume ekstra sel. Kalium : fungsinya mempertahankan membran potensial elektrik dalam tubuh. Klorida : fungsinya mempertahankan tekanan osmotik, distribusi air pada berbagai cairan tubuh dan keseimbangan anion dan kation dalam cairan ekstrasel. Universitas Sumatera Utara

Upload: vukiet

Post on 31-Jan-2018

238 views

Category:

Documents


11 download

TRANSCRIPT

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Elektrolit

Tubuh kita ini adalah ibarat suatu jaringan listrik yang begitu kompleks,

didalamnya terdapat beberapa ‘pembangkit’ lokal seperti jantung, otak dan ginjal.

Juga ada ‘rumah-rumah’ pelanggan berupa sel-sel otot. Untuk bisa mengalirkan

listrik ini diperlukan ion-ion yang akan mengantarkan ‘perintah’ dari pembangkit

ke rumah-rumah pelanggan. Ion-ion ini disebut sebagai elektrolit. Ada dua tipe

elektrolit yang ada dalam tubuh, yaitu kation (elektrolit yang bermuatan positif)

dan anion (elektrolit yang bermuatan negatif). Masing-masing tipe elektrolit ini

saling bekerja sama mengantarkan impuls sesuai dengan yang diinginkan atau

dibutuhkan tubuh. (The College of Emergency Medicine & Doctors.net.uk, 2008)

Beberapa contoh kation dalam tubuh adalah Natrium (Na+), Kalium (K+),

Kalsium (Ca2+), Magnesium (Mg2+). Sedangkan anion adalah Klorida (Cl-),

HCO3-, HPO4

-, SO4-. Dalam keadaan normal, kadar kation dan anion ini sama

besar sehingga potensial listrik cairan tubuh bersifat netral. Pada cairan ektrasel

(cairan diluar sel), kation utama adalah Na+ sedangkan anion utamanya adalah Cl-

.. Sedangkan di intrasel (di dalam sel) kation utamanya adalah kalium (K+). (The

College of Emergency Medicine & Doctors.net.uk, 2008)

Disamping sebagai pengantar aliran listrik, elektrolit juga mempunyai

banyak manfaat, tergantung dari jenisnya. Contohnya :

• Natrium : fungsinya sebagai penentu utama osmolaritas dalam darah

dan pengaturan volume ekstra sel.

• Kalium : fungsinya mempertahankan membran potensial elektrik

dalam tubuh.

• Klorida : fungsinya mempertahankan tekanan osmotik, distribusi air

pada berbagai cairan tubuh dan keseimbangan anion dan kation dalam

cairan ekstrasel.

Universitas Sumatera Utara

• Kalsium : fungsi utama kalsium adalah sebagai penggerak dari otot-otot,

deposit utamanya berada di tulang dan gigi, apabila diperlukan, kalsium ini

dapat berpindah ke dalam darah.

• Magnesium : Berperan penting dalam aktivitas elektrik jaringan, mengatur

pergerakan Ca2+ ke dalam otot serta memelihara kekuatan kontraksi

jantung dan kekuatan pembuluh darah tubuh. (The College of Emergency

Medicine & Doctors.net.uk, 2008)

Tidak semua elektrolit akan kita bahas, hanya kalium dan natrium yang

akan kita bahas. Ada dua macam kelainan elektrolit yang terjadi ; kadarnya terlalu

tinggi (hiper) dan kadarnya terlalu rendah (hipo). (The College of Emergency

Medicine & Doctors.net.uk, 2008)

2.1.1. Hiponatremia

Definisi

Hiponatremia didefinisikan sebagai serum Na ≤ 135 mmol / l.

Hiponatremia dilaporkan memiliki insiden dalam praktek klinis antara 15 dan

30%. (The College of Emergency Medicine & Doctors.net.uk, 2008)

Penyebab dan klasifikasi

Penyebab hiponatremia (lihat Tabel 2.1) diklasifikasikan menurut status

cairan pasien (euvolemik,hipovolemik, atau hypervolaemic). Pseudohiponatremia

ditemukan ketika ada pengukuran natrium rendah karena lipid yang berlebihan

atau protein dalam plasma, atau karena hiperglikemia (dimana pergerakan air

bebas terjadi ke dalam ruang ekstraselular dalam menanggapi akumulasi glukosa

ekstraseluler) (Biswas & Davies, 2007).

Sistem klasifikasi menyoroti pentingnya menilai status cairan. Sebagai

contoh, pasien dengan Syndrome of Inappropriate Antidiuretic Hormone

Secretion (SIADH) harus euvolemik, sedangkan pasien dengan cerebral salt

wasting dapat memiliki gambaran yang identik dengan SIADH (natrium serum

rendah, natrium urin tinggi dengan konsentrasi urin yang tidak tepat) kecuali

pasien akan menjadi hipovolemik. Penyebab SIADH tercantum dalam Tabel 2.2.

(Biswas & Davies, 2007)

Universitas Sumatera Utara

Hiponatremia hipovolemik yang mungkin paling sering terlihat di UGD,

hasil dari hilangnya air dan natrium, tetapi relatif lebih banyak natrium. Ada tiga

penyebab utama hypervolaemic hiponatremia: congestive cardiac failure (CCF),

gagal ginjal dan sirosis hati. Dalam kasus ini jumlah natrium tubuh meningkat

tetapi jumlah total air dalam tubuh tidak proporsional lebih besar mengarah ke

hiponatremia dan edema. Penurunan curah jantung di CCF menyebabkan

penurunan aliran darah ginjal, merangsang produksi ADH dan resorpsi air di

collecting ducts. Penurunan aliran darah ginjal juga merangsang sistem renin-

angiotensin, menyebabkan retensi natrium dan air. Hiponatremia di CCF juga

dapat diperburuk oleh penggunaan diuretik. Ini telah ditunjukkan dalam beberapa

penelitian bahwa hiponatremia di CCF adalah faktor prognosis yang buruk

(Clayton et al, 2006).

Sirosis hati merupakan salah satu faktor menyebabkan hiponatremia. Ini

termasuk pengurangan volume sirkulasi, hipertensi portal menyebabkan ascites,

dan kegagalan hati untuk metabolisme zat vasodilatasi. Perubahan ini

mengakibatkan stimulasi sistem renin-angiotensin dan retensi natrium dan air.

Hiponatremia terjadi karena konsumsi berlebihan air dan ekskresi natrium yang

relatif lebih rendah (seperti pada pelari maraton), tetapi mekanisme lain yang

dijelaskan dalam literature lain meliputi peningkatan ADH, dan menurunnya

motilitas usus (Barsaum & levine, 2002).

Table 2.1. Klasifikasi hiponatremia

Euvolaemic Hypovolaemic Hypervolaemic Other

SIADH

Psychogenic

polydipsia

GIT loss:

Diarrhoea and

vomiting

Bowel

obstruction

GI sepsis

CCF

Liver cirrhosis

Nephrotic

syndrome

Hyperglycaemia

Mannitol

administration

Universitas Sumatera Utara

(The College of Emergency Medicine & Doctors.net.uk, 2008)

Table 2.2 Penyebab SIADH

(The College of Emergency Medicine & Doctors.net.uk, 2008)

Gejala klinis

Gejala-gejala dan tanda-tanda hiponatremia dapat sangat halus dan non

spesifik (lihat Tabel 2.3). Hal ini penting untuk menentukan apakah hiponatremia

ini akut (memburuk dalam ≤ 48 jam) atau kronis (memburuk dalam ≥ 48 jam).

Tingkat toleransi natrium jauh lebih rendah jika hiponatremia berkembang

menjadi kronis. (The College of Emergency Medicine & Doctors.net.uk, 2008)

Renal loss:

Addison’s

disease

Renal tubular

acidosis

Salt wasting

nephropathy

Diuretic use

cerebral salt

wasting

CNS Malignancy Pulmonary

disease

Drugs (not

exhaustive)

Miscellaneous

Stroke

Meningitis

Encephalitis

Neurosurgery

Trauma

Malignancy

Lung (oat

cell) Pancreas

Prostate

Urological

Leukaemia

Lymphoma

Infection

TB

Abscess

Cystic

fibrosis

Pulmonary

vasculitis

Carbamazepine

Tricyclic

antidepressants

Phenothiazines

Omeprazole

Vincristine

Opiates

SLE

Universitas Sumatera Utara

Etiologi hiponatremia harus dipertimbangkan ketika melakukan anamnesa

dan melakukan pemeriksaan pasien, misalnya cedera kepala, bedah saraf,

abdominal symptoms and signs , pigmentasi kulit (terkait dengan penyakit

Addison), riwayat obat, dll. Status cairan pasien sangat penting untuk diagnosis

dan pengelolaan selanjutnya. (The College of Emergency Medicine &

Doctors.net.uk, 2008)

Tabel 2.3 Gambaran klinis dari hiponatremia

Severity Expected plasma

sodium

Clinical features

Mild 130 – 135 mmol/ l Often no features, or,

anorexia, headache,

nausea, vomiting, lethargy

Moderate 120 – 129 mmol/ l Muscle cramps, muscle

weakness, confusion,

ataxia, personality change

Severe ≤ 120 mmol /l Drowsiness, reduced

reflexes, convulsions,

coma, death

(The College of Emergency Medicine & Doctors.net.uk, 2008)

Pemeriksaan

Pertama, pastikan bahwa hiponatremia cocok dengan gambaran klinis.

Pemeriksaan laboratorium awal harus mencakup glukosa, natrium plasma,

osmolalitas plasma, fungsi ginjal dan hati, ditambah natrium urin dan osmolalitas

urin. Berbagai kombinasi dari status volume klinis dinilai dan konsentrasi natrium

urin pada pasien dengan hiponatremia disajikan pada Tabel 2.4. Tes-tes lain untuk

mendiagnosa penyebabnya mungkin diperlukan seperti fungsi tiroid, lipid, dan

fungsi adrenal. (The College of Emergency Medicine & Doctors.net.uk, 2008)

Tabel 2.4 Kombinasi khas hasil

Volume status Urinary sodium Likely diagnosis

Universitas Sumatera Utara

(The College of Emergency Medicine & Doctors.net.uk, 2008)

Pengobatan

Pengobatan hiponatremia harus dipertimbangkan dari kronisitasnya,

keseimbangan cairan pasien, dan potensi etiologinya. Dalam hiponatremia akut

(durasi ≤ 48 jam '), pengobatan yang cepat dan koreksi natrium disarankan untuk

mencegah edema serebral. Hal ini berbeda dengan hiponatremia kronis, di mana

koreksi harus lambat untuk mencegah central pontine myelinolysis yang dapat

menyebabkan kerusakan saraf permanen. Target yang harus dicapai untuk

meningkatkan natrium ke tingkat yang aman (≥ 120 mmol / l). Natrium tidak

harus mencapai level normal dalam 48 jam pertama. (The College of Emergency

Medicine & Doctors.net.uk, 2008)

Central pontine myelinolysis adalah suatu kondisi dimana terjadi

demielinasi fokus di daerah pons dan extrapontine. Hal ini menyebabkan dampak

serius dan ireversibel gejala sisa neurologis yang cenderung dilihat satu sampai

tiga hari setelah natrium telah diperbaiki. (The College of Emergency Medicine &

Doctors.net.uk, 2008)

Pada pasien dengan hiponatremia akut dan gejala sisa neurologis (kejang

atau koma) pengobatan dapat dimulai dengan 3% saline (Androgue dan Madias,

Hypovolaemia Low ≤ 10 mmol/ l Extrarenal sodium loss e.g.

GIT loss, burns, fluid

sequestration (peritonitis,

pancreatitis)

Hypovolaemia High ≥ 20 mmol/ l Renal salt wasting e.g. salt

losing nephropathy,

hypothyroidism, adrenal

insufficiency

Hypervolaemia Low ≤ 10 mmol/ l CCF, liver cirrhosis, nephrotic

syndrome (sodium retention

due to poor renal perfusion –

see text)

Euvolaemia High ≥ 40 mmol/ l SIADH

Universitas Sumatera Utara

2000). Tidak ada konsensus universal untuk penggunaan atau dengan rezim yang

harus diberikan: bisa dimulai pada 1-2 ml / kg / jam dengan pengukuran rutin

natrium serum, urin dan status kardiovaskular. Disarankan agar natrium dikoreksi

tidak lebih dari 8 mmol dalam 24 jam. Furosemide juga dapat digunakan untuk

mengeluarkan air yang berlebihan. (Androgue & Madias, 2000)

Ada berbagai formula yang digunakan untuk menghitung volume cairan

dan natrium yang akan diberikan. Salah satu contoh adalah rumus Madias

Androgue, tetapi ada beberapa variasi yang juga dapat digunakan (Barsaum &

Levine, 2002).

Hiponatremia hipovolemik terkait penyakit Addison harus ditangani

dengan saline isotonik dan menggunakan hormon pengganti dengan

hidrokortison. Pasien-pasien ini dapat memerlukan sejumlah besar penggantian

cairan ketika mereka berada dalam keadaan krisis. Hiponatremia kronis dapat

diobati dengan menghilangkan penyebab (misalnya diuretik) dan pembatasan

cairan menjadi sekitar 500-800 ml / hari. Vasopresin antagonis reseptor adalah

kelompok baru obat untuk pengobatan hiponatremia. Mereka bekerja dengan

menghalangi pengikatan ADH (AVP - arginin vasopressin) di nefron distal,

sehingga mempromosikan ekskresi air bebas. Tolvaptan adalah salah satu obat

tersebut dan telah terbukti efektif meningkatkan natrium serum pada euvolemik

atau hypervolaemic hiponatremia kronis (Schrier et al, 2006).

2.1.2. Hipernatremia

Definisi

Hipernatremia didefinisikan sebagai natrium serum lebih besar dari 145

mmol / l dan selalu dikaitkan dengan keadaan hiperosmolar. Ada morbiditas dan

mortalitas yang signifikan terkait dengan hipernatremia yang sulit untuk dihitung

karena hubungannya dengan komorbiditas serius lainnya. Beberapa studi telah

Universitas Sumatera Utara

mengutip angka kematian setinggi 75% akibat hipernatremia. (Semenovskaya Z,

2007).

Hipernatremia menyebabkan dehidrasi sel yang menyebabkan sel-sel

menyusut. Sel-sel merespon dengan mengangkut elektrolit melintasi membran sel

dan mengubah potensial membran menjadi istirahat. Sekitar satu jam kemudian

jika masih ada hipernatremia, larutan organik intraseluler dibentuk untuk

mengembalikan volume sel dan mencegah kerusakan struktural. Oleh karena itu

ketika mengganti air harus dilakukan dengan sangat perlahan untuk

memungkinkan akumulasi zat terlarut untuk menghindari edema serebral.

(Semenovskaya Z, 2007).

Jika hipernatremia berlanjut dan sel-sel mulai menyusut, perdarahan otak

dapat terjadi karena peregangan dan pecahnya pembuluh darah menjembatani

(subdural, subarachnoid atau intraserebral). (The College of Emergency Medicine

& Doctors.net.uk, 2008)

Penyebab dan klasifikasi

Penyebab hipernatremia dapat dibagi menjadi tiga kategori besar seperti

yang ditunjukkan pada Tabel 2.5. Ini sering memiliki penyebab iatrogenik dan

yang paling berisiko pada pasien yang diintubasi , bayi yang hanya meminum

susu formula, atau orang tua dan orang-orang dalam perawatan yang tidak

memiliki cairan yang tersedia bagi mereka atau mereka yang memiliki penurunan

reseptor kehausan. (The College of Emergency Medicine & Doctors.net.uk, 2008)

Tabel 2.5 Penyebab hipernatremia

Reduced water intake Loss of free water Sodium gain

Unwell infants e.g. with

diarrhoea and vomiting

Intubated patients

Institutionalised elderly

1. Extra-renal:

Dehydration

Burns

Exposure

Gastrointestinal losses

2. Renal:

Osmotic diuretics e.g.

Primary

hyperaldosteronism

(Conns)

Secondary

hyperaldosteronism e.g.

CCF, liver cirrhosis, renal

failure, nephrotic

Universitas Sumatera Utara

Glucose, urea, mannitol

Diabetes Insipidus (see

table 6)

syndrome

Iatrogenic – Sodium

bicarbonate

administration; hypertonic

saline administration

(The College of Emergency Medicine & Doctors.net.uk, 2008)

Presentasi klinis

Gambaran klinis hipernatremia non spesifik seperti anoreksia, mual,

muntah, kelelahan dan mudah tersinggung. Seperti natrium meningkat akan ada

perubahan dalam fungsi neurologis yang lebih menonjol jika natrium telah

meningkat pesat dan tingkat tinggi. Bayi cenderung menunjukkan takipnea,

kelemahan otot, gelisah, tangisan bernada tinggi, dan kelesuan menyebabkan

koma. Diagnosis diferensial utama untuk gejala-gejala tersebut pada populasi ini

adalah sepsis yang bisa diperparah oleh hipernatremia. (The College of

Emergency Medicine & Doctors.net.uk, 2008)

Investigasi

Investigasi harus mengikuti pendekatan yang sama untuk hiponatremia

dengan perhitungan kesenjangan osmolar, natrium urin dan osmolalitas bersama

dengan penyelidikan lebih lanjut untuk mengidentifikasi penyebab yang

mendasari. (The College of Emergency Medicine & Doctors.net.uk, 2008)

Dengan ginjal penyebab kehilangan air, osmolalitas urin akan sangat

rendah, sedangkan pada penyebab ekstra-ginjal, osmolalitas urin akan sangat

tinggi (≥ 400 mosm / l), ginjal mencoba untuk menghemat air. (The College of

Emergency Medicine & Doctors.net.uk, 2008)

Pengobatan

Manajemen terdiri dari mengobati penyebab yang mendasari dan

memperbaiki hipertonisitas tersebut. Seperti dengan hiponatremia, aturan umum

adalah untuk memperbaiki tingkat natrium pada tingkat di mana ia naik. Jika

Universitas Sumatera Utara

natrium tersebut diperbaiki terlalu cepat ada risiko mengakibatkan edema serebral.

Saran yang baik adalah bertujuan untuk 0,5 mmol / l / jam dan maksimal 10 mmol

/ l / hari dalam semua kasus kecuali onsets sangat akut. Dalam hipernatremia akut

(≤ 48 jam) natrium dapat diperbaiki dengan cepat tanpa menimbulkan masalah.

Namun, jika ada keraguan untuk tingkat onset, natrium harus diperbaiki perlahan

selama setidaknya 48 jam. (The College of Emergency Medicine &

Doctors.net.uk, 2008)

2.1.3. Hipokalemia

Definisi

Hipokalemia (kadar kalium yang rendah dalam darah) adalah suatu

keadaan dimana konsentrasi kalium dalam darah kurang dari 3.8 mEq/L darah.

(The College of Emergency Medicine & Doctors.net.uk, 2008)

Penyebab

Ginjal yang normal dapat menahan kalium dengan baik. Jika konsentrasi

kalium darah terlalu rendah, biasanya disebabkan oleh ginjal yang tidak berfungsi

secara normal atau terlalu banyak kalium yang hilang melalui saluran pencernaan

(karena diare, muntah, penggunaan obat pencahar dalam waktu yang lama atau

polip usus besar). Hipokalemia jarang disebabkan oleh asupan yang kurang

karena kalium banyak ditemukan dalam makanan sehari-hari. Kalium bisa hilang

lewat air kemih karena beberapa alasan. Yang paling sering adalah akibat

penggunaan obat diuretik tertentu yang menyebabkan ginjal membuang natrium,

air dan kalium dalam jumlah yang berlebihan. (Dawodu S, 2004)

Pada sindroma Cushing, kelenjar adrenal menghasilkan sejumlah besar

hormon kostikosteroid termasuk aldosteron. Aldosteron adalah hormon yang

menyebabkan ginjal mengeluarkan kalium dalam jumlah besar. Ginjal juga

mengeluarkan kalium dalam jumlah yang banyak pada orang-orang yang

mengkonsumsi sejumlah besar kayu manis atau mengunyah tembakau tertentu.

Universitas Sumatera Utara

Penderita sindroma Liddle, sindroma Bartter dan sindroma Fanconi terlahir

dengan penyakit ginjal bawaan dimana mekanisme ginjal untuk menahan kalium

terganggu. Obat-obatan tertentu seperti insulin dan obat-obatan asma (albuterol,

terbutalin dan teofilin), meningkatkan perpindahan kalium ke dalam sel dan

mengakibatkan hipokalemia. Tetapi pemakaian obat-obatan ini jarang menjadi

penyebab tunggal terjadinya hipokalemia. (Dawodu S, 2004)

Gejala Klinis

Hipokalemia ringan biasanya tidak menyebabkan gejala sama sekali.

Hipokalemia yang lebih berat (kurang dari 3 mEq/L darah) bisa menyebabkan

kelemahan otot, kejang otot dan bahkan kelumpuhan. Irama jantung menjadi tidak

normal, terutama pada penderita penyakit jantung. (Dawodu S, 2004)

Pengobatan

Tingkat-tingkat serum kalium diatas 3.0 mEq/liter tidak

dipertimbangkan bahaya atau sangat mengkhawatirkan; mereka dapat dirawat

dengan penggantian potassium melalui mulut. Tingkat-tingkat yang lebih rendah

dari 3.0 mEq/liter mungkin memerlukan penggantian intravena. Keputusan-

keputusan adalah spesifik pasien dan tergantung pada diagnosis, keadaan-keadaan

dari penyakit, dan kemampuan pasien untuk mentolerir cairan dan obat melalui

mulut. (Dawodu S, 2004)

Melalui waktu yang singkat, dengan penyakit-penyakit yang membatasi

sendiri seperti gastroenteritis dengan muntah dan diare, tubuh mampu untuk

mengatur dan memulihkan tingkat-tingakt potassium dengan sendirinya.

Bagaimanapun, jika hypokalemia adalah parah, atau kehilangan-kehilangan

potassium diperkirakan berjalan terus, penggantian atau suplementasi potassium

mungkin diperlukan. (Dawodu S, 2004)

Universitas Sumatera Utara

Pada pasien-pasien yang meminum diuretiks, seringkali jumlah yang kecil

dari potassium oral mungkin diresepkan karena kehilangan akan berlanjut selama

obat diresepkan. Suplemen-suplemen oral mungkin dalam bentuk pil atau cairan,

dan dosis-dosisnya diukur dalam mEq. Dosis-dosis yang umum adalah 10-20mEq

per hari. Secara alternatif, konsumsi dari makanan-makanan yang tinggi dalam

potassium mungkin disarankan untuk penggantian. Pisang-pisang, apricot-aprocit,

jeruk-jeruk, dan tomat-tomat adalah tinggi dalam kandungan potassiumnya.

Karena potassium diekskresikan (dikeluarkan) di ginjal, tes-tes darah yang

memonitor fungsi ginjal mungkin diperintahkan untuk memprediksi dan

mencegah naiknya tingkat-tingkat potassium yang terlalu tinggi. (Dawodu S,

2004)

Ketika potassium perlu diberikan secara intravena, ia harus diberikan

secara perlahan-lahan. Potassium mengiritasi vena dan harus diberikan pada

kecepatan dari kira-kira 10 mEq per jam. Begitu juga, menginfus potassium

terlalu cepat dapat menyebabkan iritasi jantung dan memajukan irama-irama yang

berpotensi berbahaya seperti ventricular tachycardia. (Dawodu S, 2004)

2.1.4. Hiperkalemia

Definisi Hiperkalemia

Secara teknis, hiperkalemia berarti tingkat potassium dalam darah yang

naiknya secara abnormal. Tingkat potassium dalam darah yang normal adalah 3.5-

5.0 milliequivalents per liter (mEq/L). Tingkat-tingkat potassium antara 5.1

mEq/L sampai 6.0 mEq/L mencerminkan hyperkalemia yang ringan. Tingkat-

tingkat potassium dari 6.1 mEq/L sampai 7.0 mEq/L adalah hyperkalemia yang

sedang, dan tingkat-tingkat potassium diatas 7 mEq/L adalah hyperkalemia yang

berat/parah. (Dawodu, S 2004)

Gejala-Gejala Hiperkalemia

Universitas Sumatera Utara

Hiperkalemia dapat menjadi asymptomatic, yang berarti bahwa ia tidak

menyebabkan gejala-gejala. Adakalanya, pasien-pasien dengan hyperkalemia

melaporkan gejala-gejala yang samar-samar termasuk:

• mual,

• lelah,

• kelemahan otot, atau

• perasaan-perasaan kesemutan.

Gejala-gejala hyperkalemia yang lebih serius termasuk denyut jantung

yang perlahan dan nadi yang lemah. Hyperkalemia yang parah dapat berakibat

pada berhentinya jantung yang fatal. Umumnya, tingkat potassium yang naiknya

secara perlahan (seperti dengan gagal ginjal kronis) ditolerir lebih baik daripada

tigkat-tingkat potassium yang naiknya tiba-tiba. Kecuali naiknya potassium

adalah sangat cepat, gejala-gejala dari hyperkalemia adalah biasanya tidak jelas

hingga tingkat-tingkat potassium yang sangat tinggi (secara khas 7.0 mEq/l atau

lebih tinggi). (Dawodu S, 2004)

Penyebab Hyperkalemia

Penyebab-penyebab utama dari hyperkalemia adalah disfungsi ginjal,

penyakit-penyakit dari kelenjar adrenal, penyaringan potassium yang keluar dari

sel-sel kedalam sirkulasi darah, dan obat-obat. (Dawodu S, 2004)

Disfungsi ginjal

Potassium nornmalnya disekresikan (dikeluarkan) oleh ginjal-ginjal, jadi

penyakit-penyakit yang mengurangi fungsi ginjal-ginjal dapat berakibat pada

hyperkalemia. Ini termasuk:

• gagal ginjal akut dan kronis,

• glomerulonephritis,

Universitas Sumatera Utara

• lupus nephritis,

• penolakan transplant, dan

• penyakit-penyakit yang menghalangi saluran urin (kencing), seperti

urolithiasis (batu-batu dalam saluran kencing).

Lebih jauh, pasien-pasien dengan disfungsi-disfungsi ginjal terutama

adalah sensitif pada obat-obat yang dapat meningkatkan tingkat-tingkat potassium

darah. Contohnya, pasien-pasien dengan disfungsi-disfungsi ginjal dapat

mengembangkan perburukan hyperkalemia jika diberikan pengganti-pengganti

garam yang mengandung potassium, jika diberikan suplemen-suplemen potassium

(secara oral atau intravena), atau obat-obat yang dapat meningkatkan tingkat-

tingkat potassium darah. Contoh-contoh dari obat-obat yang dapat meningkatkan

tingkat-tingkat potassium darah termasuk:

• ACE inhibitors,

• Nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAIDs),

• Angiotensin II Receptor Blockers (ARBs), dan

• Diuretics hemat potassium (lihat dibawah). trauma,

penyebab lain:

• Luka-luka bakar,

• Operasi,

• Hemolysis (disintegrasi atau kehancuran sel-sel darah merah),

• Massive lysis dari sel-sel tumor, dan

• Rhabdomyolysis (kondisi yang melibatkan kehancuran sel-sel otot

yang adakalanya dihubungkan dengan luka otot, alkoholisme, atau

penyalahgunaan obat).

Obat-Obat

Suplemen-suplemen potassium, pengganti-pengganti garam yang

mengandung potassium dan obat-obat lain dapat menyebabkan hyperkalemia.

Universitas Sumatera Utara

Pada individu-individu yang normal, ginjal-ginjal yang sehat dapat beradaptasi

pada pemasukan potassium oral yang berlebihan dengan meningkatkan ekskresi

potassium urin, jadi mencegah perkembangan dari hyperkalemia. Bagaimanapun,

memasukan terlalu banyak potassium (melalui makanan-makanan, suplemen-

suplemen, atau pengganti-pengganti garam yang mengandung potassium) dapat

menyebabkan hyperkalemia jika ada disfungsi ginjal atau jika pasien meminum

obat-obat yang mengurangi ekskresi potassium urin seperti ACE inhibitors dan

diuretics hemat potassium. (Dawodu S, 2004)

Contoh-contoh dari obat-obat yang mengurangi ekskresi potassium urin termasuk:

• ACE inhibitors,

• ARBs,

• NSAIDs,

• Diuretics hemat potassium seperti:

o Spironolactone (Aldactone),

o Triamterene (Dyrenium), dan

o Trimethoprim-sulfamethoxazole (Bactrim).

Meskipun hyperkalemia yang ringan adalah umum dengan obat-obat ini,

hyperkalemia yang parah biasanya tidak terjadi kecuali obat-obat ini diberikan

pada pasien-pasien dengan disfungsi ginjal. (Dawodu S, 2004)

2.2. Trauma Kepala

2.2.1. Definisi

Trauma kepala adalah suatu trauma mekanik yang secara langsung atau

tidak langsung mengenai kepala dan mengakibatkan gangguan fungsi neurologis.(

Hasan Sjahrir,2004). Cedera kepala adalah trauma yang mengenai calvaria dan

atau basis cranii serta organ-organ di dalamnya, dimana kerusakan tersebut

bersifat non-degeneratif / non-kongenital, yang disebabkan oleh gaya mekanik

dari luar sehingga timbul gangguan fisik, kognitif maupun sosial serta

berhubungan dengan atau tanpa penurunan tingkat kesadaran. (Dawodu dan

Sutantoro 2004). Trauma kepala merupakan trauma pada kepala yang dapat

Universitas Sumatera Utara

menyebabkan kerusakan kompleks di kulit kepala, tulang tempurung kepala,

selaput otak dengan pembuluh darahnya, dan jaringan otak itu sendiri. (Dawodu

S, 2004).

Trauma kepala yaitu adanya deformitas berupa penyimpangan bentuk atau

penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan

(accelerasi – descelarasi) yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh

perubahan peningkatan pada percepatan faktor dan penurunan percepatan, serta

rotasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibat

perputaran pada tindakan pencegahan. Trauma kepala adalah suatu gangguan

traumatik dari fungsi otak yang disertai atau tanpa disertai perdarahan interstiil

dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak (Brunner &

Suddarth, 2002)

Trauma kepala adalah trauma mekanik pada kepala baik secara langsung

atau tidak langsung yang dapat menyebabkan gangguan fungsi neurologis yaitu

gangguan fisik, kognitif, fungsi psikososial baik temporer maupun permanen.

(Kadri A, 2007)

2.2.2. Anatomi Otak dan Anatomi Trauma Kepala

Anatomi Otak

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.1. Gambaran otak (Ranchman S, 2009)

Gambar. 2.2 Bagian – bagian otak (Ranchman S, 2009)

Anatomi Tauma kepala

Universitas Sumatera Utara

Gambar. 2.3 Brain hematom (Medical.net, 2009)

Gambar. 2.4 Indikasi trauma kepala (Ranchman S, 2009)

Universitas Sumatera Utara

Gambar. 2.5 lokasi hematoma (Ranchman S, 2009)

2.2.3. Klasifikasi Trauma Kepala

Ada beberapa jenis klasifikasi trauma kepala, tetapi dengan berbagai

pertimbangan dari berbagai aspek, maka bagian neurologi menganut pembagian

sebagai berikut :

a. Trauma kepala yang tidak membutuhkan tindakan operatif (95%) terdiri

atas :

1. Komosio serebri

2. Kontusio serebri

3. impressi fraktur tanpa gejala neurologis (< 1 cm)

4. Fraktur basis kranii

5. Fraktur kranii tertutup

Universitas Sumatera Utara

b. Trauma kepala yang memerlukan tindakan operatif (1-5%)

1. Hematoma intra kranial yang lebih besar dari 75 cc Epidural Subdural

Intraserebral

2. Fraktur kranii terbuka ( + laserasio serebri)

3. Impressi fraktur dengan gejala neurologis ( > 1 cm)

4. Likuorrhoe yang tidak berhenti dengan pengobatan konservatif

Sebagai penambah pengetahuan perlu dijelaskan bahwa ada beberapa

sentra yang membagi klasifikasi atas dasar sehubungan dengan Glasgow Coma

Scale yaitu : Mild head injury GCS score : 13-15 Moderate head injury GCS score

: 9-13 Severe head injury GCS score : < 8

Jika angka GCS dibawah 8 dan komanya lebih dari 6 jam maka

menunjukkan kerusakan otak yang parah dan prognosa biasanya jelek. Lebih

dalam dan lama komanya juga menggambarkan atau mempunyai korelasi dengan

lebih dalamnya letak kerusakan otaknya.(Sjahrir H, 2004)

2.3. KONTUSIO SEREBRI

Definisi

Kontusio serebri yaitu suatu keadaan yang disebabkan trauma kepala yang

menimbulkan lesi perdarahan interstisial nyata pada jaringan otak tanpa

terganggunya kontinuitas jaringan dan dapat mengakibatkan gangguan neurologis

yang menetap. Jika lesi otak menyebabkan terputusnya kontinuitas jaringan, maka

ini disebut laserasio serebri.(Sjahrir H, 2004)

Kontusio serebri adalah memar pada jaringan otak yang disebabkan oleh

trauma tumpul maupun cedera akibat akselerasi dan deselerasi yang dapat

menyebabkan kerusakan parenkim otak dan perdarahan mikro di sekitar kapiler

pembuluh darah otak. Pada kontusio serebri terjadi perdarahan di dalam jaringan

otak tanpa adanya robekan jaringan yang kasat mata, meskipun neuron-neuron

mengalami kerusakan atau terputus. Pada beberapa kasus kontusio serebri dapat

berkembang menjadi perdarahan serebral. Namun pada cedera berat, kontusio

Universitas Sumatera Utara

serebri sering disertai dengan perdarahan subdural, perdaraham epidural,

perdarahan serebral ataupun perdarahan subaraknoid. (Indharty S, 2013)

Freytag dan Lindenberg (1957) mengemukakan bahwa pada daerah

kontusio serebri terdapat dua komponen, yaitu daerah inti yang mengalami

nekrosis dan daerah perifer yang mengalami pembengkakan seluler yang

diakibatkan oleh edema sitotoksik. Pembengkakan seluler ini sering dikenal

sebagai pericontusional zone yang dapat menyebabkan keadaan lebih iskemik

sehingga terjadi kematian sel yang lebih luas. Hail ini disebabkan oleh kerusakan

autoregulasi pembuluh darah di pericontusional zone sehingga perfusi jaringan

akan berkurang akibat dari penurunan mean arterial pressure (MAP) atau

peningkatan tekanan intrakranial. Proses pembengkakan ini berlangsung antara 2

hingga 7 hari. Penderita yang mengalami kontusio ini memiliki risiko terjadi

kecacatan dan kejang di kemudian hari. (Indharty S, 2013)

Gambar 2.6. Mekanisme Terjadinya Kontusio Kepala (Indharty S, 2013)

Penyebab penting terjadinya lesi kontusio adalah akselerasi kepala yang juga

menimbulkan pergeseran otak dengan tulang tengkorak serta pengembangan gaya

kompresi yang destruktif. Akselerasi yang kuat akan menyebabkan hiperekstensi

kepala. Oleh karena itu, otak membentang batang otak terlalu kuat, sehingga

Universitas Sumatera Utara

menimbulkan blockade reversible terhadap lintasan asendens retikularisdifus.

Akibat hambatan itu, otak tidak mendapat input aferen sehingga kesadaran hilang

selama blockade reversible berlangsung. (Indharty S, 2013)

Patofisiologi dan Gejala

Pasien tidak sadar > 20 menit

Fase I = fase shock

Keadaan ini terjadi pada awal 2 x 24 jam disebabkan :

- kolaps vasomotorik dan kekacauan regulasi sentral vegetatif

- tempesratur tubuh menurun, kulit dingin, ekstremitas dan muka sianotik

- respirasi dangkal dan cepat

- nadi lambatsebentar kemudian berubah jadi cepat, lemah dan iregular

- tekanan darah menurun

- refleks tendon dan kulit menghilang

- babinsky refleks positif

- pupil dilatasi dan refleks cahaya lemah

Fase II = fase hiperaktif central vegetatif

- temperatur tubuh meninggi

- pernafasan dalam dan cepat

- takikardi

- sekret bronkhial meningkat berlebihan

- tekanan darah menaik lagi dan bisa lebih dari normal

- refleks-refleks serebral muncul kembali

Fase III = cerebral oedema

Fase ini sama bahayanya dengan fase shock dan dapat mendatangkan kematian

jika tidak ditanggulangi secepatnya.

Fase IV = fase regenerasi/rekonvalesens

Temperatur tubuh kembali normal, gejala fokal serebral intensitas berkurang atau

menghilang kecuali lesinya luas.

Pada contusio cerebri (memar otak) terjadi perdarahan-perdarahan di

dalam jaringan otak tanpa adanya robekan jaringanyang kasat mata, meskipun

Universitas Sumatera Utara

neuron-neuron mengalami kerusakan atau terputus. Yang penting untuk terjadinya

lesi contusion ialah adanya akselerasi kepala yang seketika itu juga menimbulkan

pergeseran otak serta pengembangan gaya kompresi yang destruktif. Akselerasi

yang kuat berarti pula hiperekstensi kepala. Oleh karena itu, otak membentang

batang otak terlalu kuat, sehingga menimbulkan blockade reversible terhadap

lintasan asendens retikularis difus. Akibat blockade itu, otak tidak mendapat input

aferen dan karena itu, kesadaran hilang selama blockade reversible berlangsung.

(Sjahrir H, 2004)

Timbulnya lesi contusio di daerah coup, contrecoup, dan intermediate

menimbulkan gejala defisit neurologik yang bisa berupa refleks babinsky yang

positif dan kelumpuhan UMN. Setelah kesadaran puli kembali, si penderita

biasanya menunjukkan organic brain syndrome. Lesi akselerasi-deselerasi, gaya

tidak langsung bekerja pada kepala tetapi mengenai bagian tubuh yang lain,

namun kepala tetap ikut bergerak akibat adanya perbedaan densitas antar tulang

kepala dengan densitas yang tinggi dan jaringan otot densitas yang lebih rendah,

maka terjadi gaya tidak langsung dan tulang kepala akan bergerak lebih dulu

sedangkan jaringan otak dan isinya tetap berhenti, pada dasar tengkorak terdapat

tonjolan-tonjolan maka akan terjadi gesekan antara jaringan otak dan tonjolan

tulang kepala tersebut akibatnya terjadi lesi intrakranial berupa hematom

subdural, hematom intra serebral, hematom intravertikal, kontra coup kontusio.

Selain itu gaya akselerasi dan deselarasi akan menyebabkan gaya tarik atau

robekan yang menyebabkan lesi diffuse berupa komosio serebri, diffuse axonal

injuri. (Sjahrir H,2004) Akibat gaya yang dikembangkan oleh mekanisme-

mekanisme yang beroperasi pada trauma kapitis tersebut di atas, autoregulasi

pembuluh darah cerebral terganggu, sehingga terjadi vasoparalitis. Tekanan darah

menjadi rendah dan nadi menjadi lambat, atau menjadi cepat dan lemah. Juga

karena pusat vegetatif terlibat, maka rasa mual, muntah dan gangguan pernafasan

bisa timbul. (Sjahrir H, 2004)

Gejala lain :

Fokal neurologik :

Universitas Sumatera Utara

• Hemiplegia, tetraplegia, decerebrate rigidity

• Babinsky reflex

• Afasia, hemianopsia, kortikal blindness

• Komplikasi saraf otak :

- fraktur os criribroformis : gangguan N. I (olfaktorius)

- fraktur os orbitae : gangguan N. III, IV dan VI

- herniasi uncus, gangguan N. III

- farktur os petrosum (hematotympani) : gangguan N. VII dan N.

VIII

- perdarahan tegmentum : batang otak ; opthalmoplegia total

- fraktur basis kranii post : gangguan N. X, XI, XII

• Tanda rangsang meningeal : akibat iritasi daerah yang mengalir ke

arachnoid

• Gangguan organik brain sindroma : delirium

Kontusio Serebri pada Anak-anak

Kontusio serebri pada anak-anak dibawah 6 tahun kadang-kadang gejalanya

berbeda dengan dewasa antara lain :

1. adanya fase latent, dimana anak tersebut tak menunjukkan kelainan kesadaran

dan tingkah laku. Fase latent ini dapat berlangsung sampai 16 jam.

2. sesudah fase latent, diikuti serangan akut gejala fokal serebral serta kehilangan

kesadaran dan kejang-kejang.

3. jika kondisi kontusionya tidak berat maka sesudah 4 hari sang anak pulih normal

bermain-main seakan tidak ada apa-apa lagi.

Hal ini disebabkan anak-anak tidak melalui fase I shock, tapi langsung ke

fase II. Di duga hal tersebut dikarenakan tulang kranium anak masih elastis

sehingga berfungsi sebagai shock absorber yang baik terhadap trauma.( Mardjono

M & Priguna S, 2004)

Diagnostik bantu :

1. Brain CT-Scan, MRI

Universitas Sumatera Utara

2. LP bercampur darah

3. EEG abnormal

Diagnosa Keperawatan

a. Nyeri akut (nyeri kepala, pusing) berhubungan dengan agen injuri fisik,

biologis, psikologis

b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

faktor biologis dan fisiologis .

c. Pola pernafasan tidak efektif berhubungan dengan disfungsi neuromuskuler.

d. Perfusi jaringan serebral tidak efektif berhubungan dengan menurunnya curah

jantung, hipoksemia jaringan, asidosis dan kemungkinan thrombus atau

emboli.

Terapi

Tindakan yang diambil pada keadaan kontusio berat ditujukan untuk

mencegah meningginya tekanan intracranial.

1. Usahakan jalan nafas yang lapang dengan:

• Membersihkan hidung dan mulut dari darah dan muntahan

• Melonggarkan pakaian yang ketat

• Menghisap lender dari mulut, tenggorokan dan hidung (suction)

• Untuk amannya gigi palsu harus dilepaskan (jika ada)

• Bila perlu pasang pipa endotrakea atau lakukan trakeotomi

• Oksigen diberikan bila tidak ada hiperventilasi

2. Hentikan perdarahan

3. Bila ada fraktur, pasang bidai untuk fiksasi

4. Letakkan pasien pada posisi miring, hingga bila muntah dapat bebas keluar dan

tidak mengganggu jalan nafas

5. Berikan profilaksis antibiotika bila ada luka-luka yang berat

6. Bila ada shock, infuse dipasang untuk memberikan cairan yang sesuai. Bila tidak

ada shock, pemasangan infuse tidak perlu dilakukan dengan segera. Pada hari

Universitas Sumatera Utara

pertama, pemberian infuse berikan 1,5L cairan/hari, 0,5L adalah NaCl 0,9%. Bila

digunakan glukosa, pakailah yang 10% untuk mencegah menghebatnya edema

otak dan kemungkinan timulnya edema pulmonal. Setelah hari keempat jumlah

cairan perlu ditambah hingga 2,5L/24jam. Bila bising usus sudah terdengar, baik

diberikan makanan cair per sonde. Mula-mula dimasukan glukosa 10% 100cm³

tiap 2 jam untuk menambah kekurangan cairanyang telah masuk dengan infus.

Pada hari berikutnya diberi susu dan makanan cair lengkap 2-3 kali perhari, 2000

kalori, kemudian infus dicabut.

7. Pada keadaan edema otak yang hebat diberikan manitol 20% dalam infus

sebanyak 250cm³ dalam waktu 30menit yang dapat diulang tiap 12-24 jam.

8. Furosemide intramuscular 20mg/24jam, selain meningkatkan dieresis berkhasiat

mengurangi pembentukan cairan otak

9. Untuk menghambat pembentukan edema serebri diberikan deksametason dalam

rangkaian pengobatan sebagai berikut:

• Hari 1 : 10mg intravena diikuti 5mg tiap 4 jam

• Hari 2 : 5mg intravena tiap 6 jam

• Hari 3 : 5mg intravena tiap 8 jam

• Hari 4-5 : 5mg intramuskular 12 jam

• Hari 6 : 5mg intramuskular

10. Pemantauan keadaan penderita, selain keadaan umumnya perlu diperiksa secara

teratur PCO₂ dan PO₂ darah. Keadaan yang normal adalah PCO₂ sekitar 42mmHg

dan PO₂ diatas 70mmHg. (Harsono, 2005)

prognosis

Prognosis setelah cedera kepala sering mendapat perhatian besar, terutama

pada pasien dengan cedera berat. Skor GCS waktu masuk rumah sakit memiliki

nilai prognostik yang besar: skor pasien 3-4 memiliki kemungkinan meninggal

85% atau tetap dalam kondisi vegetatif, sedangkan pada pasien dengan GCS 12

atau lebih kemungkinan meninggal atau vegetatif hanya 5 – 10%. Sindrom

pascakonkusi berhubungan dengan sindrom kronis nyeri kepala, keletihan, pusing,

Universitas Sumatera Utara

ketidakmampuan berkonsentrasi, iritabilitas, dan perubahan kepribadian yang

berkembang pada banyak pasien setelah cedera kepala. Sering kali berturnpang-

tindih dengan gejala depresi. (Mansjoer et al, 2000)

2.4. Dampak kadar natrium dan kalium pada kontusio serebri

Kadar natrium dan kalium pada 25 orang pasien trauma kepala dalam

kelompok usia 18-45 tahun, ditemukan bahwa 4% dari pasien mengalami

hipernatremia, 64% subjek penelitian menderita hiponatremia, 4% memiliki

hiperkalemia dan 4% dari pasien memiliki hipokalemia. Pasien yang menderita

gangguan elektrolit hiponatremia adalah yang paling umum dan paling berbahaya

yang harus didiagnosis dan dikoreksi di awal. (Usha S et al, 2012)

Hipokalemia ringan biasanya tidak menyebabkan gejala sama sekali.

Hipokalemia yang lebih berat (kurang dari 3 mEq/L darah) bisa menyebabkan

kelemahan otot, kejang otot dan bahkan kelumpuhan. Irama jantung menjadi tidak

normal, terutama pada penderita penyakit jantung. (Dawodu S, 2004)

Hiponatremia adalah gangguan elektrolit umum terjadi pada trauma

kepala. Tingkat natrium serum yang rendah dapat menyebabkan perubahan sistem

saraf pusat, termasuk kebingungan, kejang, dan bahkan koma. Diagnosis dini dan

tepat pengobatan hiponatremia sangat penting untuk pemulihan pasien. (Dawodu

S, 2004)

Universitas Sumatera Utara