bab 2 tinjauan pustaka 2.1 demam tifoid 2.1.1 pengertian

28
3 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Demam Tifoid 2.1.1 Pengertian Demam tifoid adalah infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella typhi, biasanya melalui konsumsi makanan atau air yang terkontaminasi. Penyakit akut ditandai dengan demam berkepanjangan, sakit kepala, mual, kehilangan nafsu makan, dan sembelit atau kadang-kadang diare. Gejala seringkali tidak spesifik dan secara klinis tidak dapat dibedakan dari penyakit demam lainnya. Namun, tingkat keparahan klinis bervariasi dan kasus yang parah dapat menyebabkan komplikasi serius atau bahkan kematian. Ini terjadi terutama dalam kaitannya dengan sanitasi yang buruk dan kurangnya air minum bersih. Dalam masyarakat penyakit ini dikenal dengan nama tipes atau thypus, tetapi dalam dunia kedokteran disebut typhoid fever atau thypus abdominalis karena berhubungan dengan usus didalam perut (WHO, 2018). 2.1.2 Etiologi Penyakit demam tifoid disebabkan oleh infeksi kuman Salmonella typhi (WHO, 2018). Salmonella enterica serotype typhi adalah bakteri gram negatif, berbentuk batang, berflagela yang satu-satunya reservoar adalah tubuh manusia. Bakteri menyebar dari usus untuk menyebabkan penyakit sistemik (Ashurst, Truong, & Woodbury, 2019).

Upload: others

Post on 15-Oct-2021

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

3

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Demam Tifoid

2.1.1 Pengertian

Demam tifoid adalah infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella

typhi, biasanya melalui konsumsi makanan atau air yang terkontaminasi.

Penyakit akut ditandai dengan demam berkepanjangan, sakit kepala, mual,

kehilangan nafsu makan, dan sembelit atau kadang-kadang diare. Gejala

seringkali tidak spesifik dan secara klinis tidak dapat dibedakan dari penyakit

demam lainnya. Namun, tingkat keparahan klinis bervariasi dan kasus yang

parah dapat menyebabkan komplikasi serius atau bahkan kematian. Ini terjadi

terutama dalam kaitannya dengan sanitasi yang buruk dan kurangnya air

minum bersih. Dalam masyarakat penyakit ini dikenal dengan nama tipes atau

thypus, tetapi dalam dunia kedokteran disebut typhoid fever atau thypus

abdominalis karena berhubungan dengan usus didalam perut (WHO, 2018).

2.1.2 Etiologi

Penyakit demam tifoid disebabkan oleh infeksi kuman Salmonella typhi

(WHO, 2018). Salmonella enterica serotype typhi adalah bakteri gram negatif,

berbentuk batang, berflagela yang satu-satunya reservoar adalah tubuh

manusia. Bakteri menyebar dari usus untuk menyebabkan penyakit sistemik

(Ashurst, Truong, & Woodbury, 2019).

4

(J.P. Duguid dan J.F. Wilkinson, 2020) Gambar 2.1 Bakteri Salmonella typhi

2.1.3 Epidemiologi

Demam tifoid menyerang penduduk di semua negara. Demam tifoid

lebih sering terjadi pada anak-anak dan dewasa muda yang berhubungan

dengan daerah berpenghasilan rendah dengan sanitasi yang buruk. Pada tahun

2000, demam tifoid diperkirakan menyebabkan 21,7 juta penyakit dan 216.000

kematian secara global, dan International Vaccine Institute memperkirakan

bahwa ada 11,9 juta kasus demam tifoid dan 129.000 kematian pada negara

berpenghasilan rendah hingga menengah pada tahun 2010. Di Amerika Serikat,

sekitar 200 hingga 300 kasus Salmonella enterica serotype typhi dilaporkan

setiap tahun, dan sekitar 80% dari kasus ini berasal dari wisatawan yang

kembali dari daerah endemis. Pada era pra-antibiotik, angka kematian adalah

15% atau lebih besar. Namun, angka kematian telah turun menjadi kurang dari

1% dengan diperkenalkannya antibiotik (Ashurst, Truong, & Woodbury,

2019).

5

Insiden terjadinya demam tifoid diperkirakan lebih dari 100 per 100.000

penduduk. Sekitar tujuh juta orang terkena dampak setiap tahun di Asia dengan

sekitar 75.000 kematian (Chang, Song, & Galán, 2016).

Penelitian di Indonesia disuatu daerah memperkirakan tingkat kejadian

tifoid 148,7 per 100.000 orang pertahun pada kelompok umur 2-4 tahun, 180,3

pada kelompok usia 5-15 tahun, dan 51,2 pada mereka lebih dari 16 tahun,

dengan usia onset rata-rata 10,2 tahun (Alba et al., 2016).

2.1.4 Patofisiologi

Salmonella typhi merupakan bakteri yang dapat hidup di dalam tubuh

manusia. Manusia yang terinfeksi bakteri Salmonella typhi dapat

mengekskresikannya melalui sekret saluran nafas, urin, dan tinja dalam jangka

waktu yang bervariasi (Ardiaria, 2019). Infeksi Salmonella enterica serotype

typhi pada orang sehat berkisar antara 1.000 dan 1 juta organisme tetapi

tergantung kondisi imun tubuh manusia (Ashurst, Truong, & Woodbury, 2019).

Patogenesis demam tifoid melibatkan 4 proses mulai dari penempelan

bakteri ke lumen usus, bakteri bermultiplikasi di makrofag Peyer’s patch,

bertahan hidup di aliran darah, dan menghasilkan enterotoksin yang

menyebabkan keluarnya elektrolit dan air ke lumen intestinal. Bakteri

Salmonella typhi bersama makanan atau minuman masuk ke dalam tubuh

melalui mulut. Pada saat melewati lambung dengan suasana asam banyak

bakteri yang mati. Bakteri yang masih hidup akan mencapai usus halus,

melekat pada sel mukosa kemudian menginvasi dan menembus dinding usus

tepatnya di ileum dan jejunum. Sel M, sel epitel yang melapisi Peyer’s patch

6

merupakan tempat bertahan hidup dan multiplikasi Salmonella typhi. Bakteri

mencapai folikel limfe usus halus menimbulkan tukak pada mukosa usus.

Tukak dapat mengakibatkan perdarahan dan perforasi usus. Kemudian

mengikuti aliran ke kelenjar limfe mesenterika bahkan ada yang melewati

sirkulasi sistemik sampai ke jaringan Reticulo Endothelial System (RES) di

organ hati dan limpa. Setelah periode inkubasi, Salmonella typhi keluar dari

habitatnya melalui duktus torasikus masuk ke sirkulasi sistemik mencapai hati,

limpa, sumsum tulang, kandung empedu, dan Peyer’s patch dari ileum

terminal. Ekskresi bakteri di empedu dapat menginvasi ulang dinding usus atau

dikeluarkan melalui feses. Endotoksin merangsang makrofag di hati, limpa,

kelenjar limfoid intestinal, dan mesenterika untuk melepaskan produknya yang

secara lokal menyebabkan nekrosis intestinal ataupun sel hati dan secara

sistemik menyebabkan gejala klinis pada demam tifoid (Ardiaria, 2019).

(de Jong HK et al., 2012)

Gambar 2.2 Siklus penularan bakteri Salmonella typhi

7

Penularan Salmonella typhi sebagian besar jalur fecal-oral, yaitu melalui

makanan atau minuman yang tercemar oleh bakteri yang berasal dari penderita

atau pembawa kuman, biasanya keluar bersama dengan feses. Dapat juga

terjadi transmisi transplasental dari seorang ibu hamil yang berada pada

keadaan bakterimia kepada bayinya (Pruss, 2016).

2.1.5 Tanda dan Gejala

2.1.5.1 Masa Inkubasi

Masa inkubasi dapat berlangsung 7-21 hari, walaupun pada

umumnya adalah 10-12 hari. Pada awal penyakit keluhan dan gejala

penyakit tidaklah khas, berupa (Haryono, 2012):

1. Anoreksia

2. Rasa malas

3. Sakit kepala bagian depan

4. Nyeri otot

5. Lidah kotor

6. Gangguan perut

2.1.5.2 Gambaran Klasik Demam Tifoid (Gejala Khas)

Menurut (Soedarto, 2015) gambaran klinis klasik yang sering

ditemukan pada penderita tifoid dapat dikelompokkan pada gejala yang

terjadi pada minggu pertama, minggu kedua, minggu ketiga dan minggu

keempat sebagai berikut:

a) Minggu Pertama (awal infeksi)

Demam tinggi lebih dari 40oC, nadi lemah bersifat dikrotik,

8

denyut nadi 80- 100 per menit.

b) Minggu Kedua

Suhu badan tetap tinggi, penderita mengalami delirium,

lidah tampak kering mengkilat, denyut nadi cepat. Tekanan

darah menurun dan limpa teraba.

c) Minggu Ketiga

Keadaan penderita membaik jika suhu menurun, gejala dan

keluhan berkurang. Sebaliknya kesehatan penderita

memburuk jika masih terjadi delirium, stupor, pergerakan otot

yang terjadi terus-menerus, terjadi inkontinensia urine atau

alvi. Selain itu tekanan perut meningkat. Terjadi meteorismus

dan timpani, disertai nyeri perut. Penderita kemudian

mengalami kolaps akhirnya meninggal dunia akibat terjadinya

degenerasi miokardial toksik.

d) Minggu Keempat

Penderita yang keadaannya membaik akan mengalami

penyembuhan.

2.1.6 Kekambuhan

Seorang yang sudah sembuh dari demam tifoid dapat beresiko

mengalami kekambuhan. Kekambuhan ini terjadi sehubungan dengan

pengobatan yang tidak adekuat baik dosis atau lamanya pemberian antibiotika.

Kekambuhan dapat timbul dengan gejala klinis yang lebih ringan atau lebih

berat (Kemenkes RI, 2006). Sekitar 1% hingga 5% pasien akan menjadi

9

pembawa kronis Salmonella typhi meskipun terapi antimikroba yang memadai

(Ashurst, Truong, & Woodbury, 2019).

2.1.7 Sumber Penularan dan Cara Penularan

Sumber penularan demam tifoid tidak selalu harus penderita yang sedang

sakit. Ada penderita yang sudah mendapat pengobatan dan sembuh, tetapi di

dalam air seni dan fesesnya masih mengandung bakteri tanpa diikuti gejala

klinis (asimtomatik). Penderita ini disebut sebagai pembawa atau karier. Meski

tidak lagi menderita penyakit demam tifoid, orang ini masih dapat menularkan

penyakit pada orang lain (Sudoyo, 2016).

Cara penularan tifoid adalah melalui melalui fecal-oral. Bakteri

Salmonella typhi menular ke manusia melalui makanan dan minuman yang

dikonsumsi yang telah tercemar oleh komponen feses atau urin dari pengidap

tifoid (Kemenkes RI, 2006). Bakteri Salmonella typhi bersama makanan atau

minuman masuk ke dalam tubuh melalui mulut melewati lambung dengan

suasana asam banyak bakteri yang mati. Bakteri yang masih hidup akan

mencapai usus halus, melekat pada sel mukosa kemudian menginvasi dan

menembus dinding usus tepatnya di ileum dan jejunum. Sel M, sel epitel yang

melapisi Peyer’s patch merupakan tempat bertahan hidup dan multiplikasi

Salmonella typhi. Bakteri mencapai folikel limfe usus halus menimbulkan

tukak pada mukosa usus. Tukak dapat mengakibatkan perdarahan dan perforasi

usus. Kemudian mengikuti aliran ke kelenjar limfe mesenterika bahkan ada

yang melewati sirkulasi sistemik sampai ke jaringan Reticulo Endothelial

System (RES) di organ hati dan limpa. Setelah periode inkubasi, Salmonella

10

typhi keluar dari habitatnya melalui duktus torasikus masuk ke sirkulasi

sistemik mencapai hati, limpa, sumsum tulang, kandung empedu, dan Peyer’s

patch dari ileum terminal. Ekskresi bakteri di empedu dapat menginvasi ulang

dinding usus atau dikeluarkan melalui feses. Endotoksin merangsang makrofag

di hati, limpa, kelenjar limfoid intestinal, dan mesenterika untuk melepaskan

produknya yang secara lokal menyebabkan nekrosis intestinal ataupun sel hati

dan secara sistemik menyebabkan gejala klinis pada demam tifoid (Ardiaria,

2019).

Beberapa kondisi kehidupan manusia yang sangat berperan pada

penularan demam tifoid adalah (Kemenkes RI, 2006) :

1. Personal hygiene yang rendah, seperti budaya cuci tangan yang tidak

terbiasa. Hal ini jelas pada anak-anak, penyaji makanan serta pengasuh

anak.

2. Hygiene makanan dan minuman yang rendah.

Faktor ini paling berperan pada penularan demam tifoid. Banyak sekali

contoh untuk ini diantaranya: makanan yang dicuci dengan air yang

terkontaminasi (seperti sayur-sayuran dan buah-buahan), sayuran yang

dipupuk dengan tinja manusia, makanan yang tercemar dengan debu,

sampah, dihinggapi lalat, air minum yang tidak masak, dan sebagainya.

3. Sanitasi lingkungan yang kumuh, dimana pengelolaan air limbah,

kotoran, dan sampah, yang tidak memenuhi syarat-syarat kesehatan.

4. Penyediaan air bersih untuk warga yang tidak memadai.

5. Jamban keluarga yang tidak memenuhi syarat.

11

6. Pasien atau karier demam tifoid yang tidak diobati secara sempurna.

7. Belum membudaya program imunisasi untuk demam tifoid

2.1.8 Diagnosis

Untuk menegakkan diagnosis demam tifoid, dapat ditentukan melalui

tiga dasar diagnosis, yaitu berdasar diagnosis klinis, diagnosis mikrobiologis,

dan diagnosis serologis (Soedarto, 2015).

2.1.8.1 Diagnosis Klinis

Diagnosis klinis adalah kegiatan anamnesis dan pemeriksaan

fisik untuk mendapatkan sindrom klinis demam tifoid. Diagnosis klinis

adalah diagnosis kerja yang berarti penderita telah mulai dikelola sesuai

dengan managemen demam tifoid (Kemenkes RI, 2006).

2.1.8.2 Diagnosis Mikrobiologis

Metode ini merupakan metode yang paling baik karena spesifik

sifatnya. Pada minggu pertama dan minggu kedua biakan darah dan

biakan sumsum tulang menunjukkan hasil positif, sedangkan pada

minggu ketiga dan keempat hasil biakan tinja dan biakan urine

menunjukkan positif kuat (Soedarto, 2015).

2.1.8.3 Diagnosis Serologis

Tujuan metode ini untuk memantau antibodi terhadap antigen O

dan antigen H, dengan menggunakan uji aglutinasi Widal (Soedarto,

2015). Antigen somatik, atau "O" (Ohne), yang terletak di lapisan luar

tubuh kuman. Struktur kimianya terdiri dari lipopolisakarida. Antigen ini

tahan terhadap pemanasan 100 °C selama 2–5 jam, alkohol dan asam

12

yang encer. Sedangkan Antigen flagellar, atau antigen "H" (Hauch),

terbuat dari protein yang disebut flagellin. merupakan antigen yang

terletak di flagela, fimbriae atau fili Salmonella typhi dan berstruktur

kimia protein. Salmonella typhi mempunyai antigen H phase-1 tunggal

yang juga dimiliki beberapa Salmonella lain. Antigen ini tidak aktif pada

pemanasan di atas suhu 60 °C dan pada pemberian alkohol atau asam.

• Peningkatan titer uji Widal 4 x (selama 2-3 minggu): dinyatakan

positif (+).

• Titer 1/160: masih dilihat dulu dalam 1 minggu kedepan, apakah

ada kenaikan titer. Jika ada, maka dinyatakan positif (+).

• Jika 1 x pemeriksaan langsung 1/320 atau 1/640, langsung

dinyatakan positif (+) pada pasien dengan gejala klinis khas.

(Bakr WM et al., 2011).

2.1.9 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan demam tifoid ada tiga, yaitu pemberian antibiotik,

istirahat dan perawatan, dan diet dan terapi penunjang (Sudoyo, 2016).

2.1.9.1 Pemberian Antibiotik

Terapi ini dimaksudkan untuk membunuh kuman penyebab

tifoid. Obat yang sering dipergunakan adalah (Kemenkes RI, 2006):

1. Kloramfenikol

Dewasa : 4 x 500 mg (2 gr) selama 14 hari

Anak : 50-100 mg/Kg BB/hr. Maksimal 2 gr selama 10-14

hari dibagi 4 dosis.

13

2. Seftriakson

Dewasa : 2-4 gr/hr selama 3-5 hari

Anak : 80 mg/Kg BB/hr. Dosis tunggal selama 5 hari

3. Ampisilin dan Amoksisilin

Dewasa : 3-4 gr/hr selama 14 hari

Anak : 100 mg/Kg BB/hr selama 10 hari

4. TMP – SMX (Kotrimoksasol)

Dewasa : 2 x (160-800) mg selama 14 hari

Anak : TMP 6-10 mg/Kg BB/hr atau SMX 30-50 mg/Kg/hr

selama 10 hari

5. Quinolone

- Siprofloksasin : 2 x 500 mg 7 hari

- Ofloksasin : 2 x (200-400) 7 hari

- Pefloksasin : 1 x 400 mg 7 hari

- Fleroksasin : 1 x 400 mg 7 hari

6. Cefixime

Anak : 15-20 mg/Kg BB/hr dibagi 2 dosis selama 10 hari

7. Tiamfenikol

Dewasa : 4 x 500 mg

Anak : 50 mg/Kg BB/hr selama 5-7 hari bebas panas

2.1.9.2 Istirahat dan Perawatan

Tirah baring dan perawatan bertujuan untuk mencegah untuk

mencegah komplikasi. Tirah baring dengan perawatan sepenuhnya

14

ditempat seperti makan, minum, mandi, buang air kecil, dan buang air

besarakan membantu dan mempercepat masa penyembuhan. Dalam

perawatan perlu sekali dijaga kebersihan tempat tidur, pakaian, dan

perlengkapan yang dipakai. Posisi pasien perlu diawasi untuk mencegah

decubitus dan pneumonia ortostatik serta personal hygiene tetap perlu

diperhatikan dan dijaga (Sudoyo, 2016).

2.1.9.3 Diet dan Terapi Penunjang

Penatalaksanaan ini untuk mengembalikan rasa nyaman dan

kesehatan pasien secara optimal. Pemberia diet diatur secara bertahap

untuk menghindari komplikasi pendarahan saluran cerna atau perforasi

usus. Pada tahap awal penderita diberi diet bubur saring, kemudian

ditingkatkan menjadi bubur kasar dan akhirnya diberikan nasi, yang

perubahan diet tersebut disesuaikan dengan tingkat kesembuhan pasien

(Sudoyo, 2016).

2.1.10 Cara Pencegahan

Tindakan preventif sebagai upaya pencegahan penularan dan peledakan

kejadian luar biasa (KLB) demam tifoid mencakup banyak aspek mulai dari

segi kuman Salmonella typhi sebagai agen penyakit dan faktor penjamu (host)

serta faktor lingkungan. Secara garis besar ada 3 strategi pokok untuk

memutuskan transmisi tifoid, yaitu:

15

2.1.10.1 Identifikasi dan Eradikasi Salmonella typhi pada Pasien

Demam Tifoid Asimtomatik, Karier, dan Akut

Cara pelaksanaannya dapat secara aktif yaitu mendatangi sasaran

maupun pasif menunggu bila ada penerimaan pegawai di suatu instalasi

atau swasta. Sasaran aktif lebih diutamakan pada populasi tertentu seperti

pengelola sarana makanan-minuman baik tingkat usaha rumah tangga,

restoran, hotel sampai pabrik beserta distributornya. Sasaran lainnya

adalah terkait dengan pelayanan masyarakat, yaitu petugas

kesehatan,guru, petugas kebersihan, pengelola sarana umum lain

(Sudoyo, 2016).

2.1.10.2 Pencegahan Transmisi Langsung dari Penderita Terinfeksi

Salmonella typhi Akut maupun Karier

Kegiatan ini dilakukan di rumah sakit, klinik maupun di rumah

dan lingkungan sekitar orang yang telah diketahui pengidap kuman

Salmonella typhi (Sudoyo, 2016).

2.1.10.3 Proteksi pada Orang yang Beresiko Tinggi Tertular dan

Terinfeksi

Sarana proteksi pada populasi ini dilakukan dengan cara

vaksinasi demam tifoid di daerah endemik maupun hiperendemik.

Sasaran vaksinasi tergantung daerah endemis atau non-endemis, tingkat

resiko tertularnya yaitu berdasarkan tingkat hubungan perorangan dan

jumlah frekuensinya, serta golongan individu beresiko yaitu golongan

imunokompromais maupun golongan rentan (Sudoyo, 2016).

16

Tindakan preventif berdasarkan lokasi daerah, yaitu:

a. Daerah non-endemik

Tanpa ada kejadian outbreak atau epidemi demam tifoid

i. Sanitasi air dan kebersihan lingkungan

ii. Penyaringan pengelola pembuatan atau distributor atau

penjualan makanan-minuman

iii. Pencarian dan pengobatan kasus demam tifoid karier

Bila ada kejadian epidemi demam tifoid:

i. Pencarian dan eliminasi sumber penularan

ii. Pemeriksaan air minum dan mandi-cuci-kakus

iii. Penyuluhan hygiene dan sanitasi pada populasi umum

daerah tersebut

b. Daerah endemik

i. Memasyarakatkan pengelolaan bahan makanan dan

minuman yang memenuhi standar prosedur kesehatan,

perebusan > 57 oC, iodisasi, dan klorinisasi.

ii. Masyarakat pengunjung ke daerah ini harus minum air

yang telah memenuhi pendidihan, menjauhi makan segar

(sayur atau buah)

iii. Vaksinasi secara menyeluruh pada masyarakat setempat

maupun masyarakat pengunjung.

(Sudoyo, 2016).

17

2.2 Sanitasi Lingkungan

Sanitasi lingkungan (environmental sanitation) adalah upaya pengendalian

semua faktor lingkungan fisik manusia yang mungkin menimbulkan atau dapat

menimbulkan hal-hal yang merugikan bagi perkembangan fisik, kesehatan dan

daya tahan hidup manusia (WHO, 2014). Sanitasi lingkungan adalah cara dan usaha

individu atau masyarakat untuk memantau dan mengendalikan lingkungan hidup

eksternal yang berbahaya bagi kesehatan serta yang dapat mengancam

kelangsungan hidup manusia (Chandra, 2013).

Manusia dalam kehidupan sehari-harinya mempunyai ketergantungan yang

sangat erat dengan lingkungan atau ekosistemnya. Berbagai kebutuhan primer atau

kebutuhan biologisnya, tergantung dari lingungannya. Contohnya, manusia butuh

oksigen (O2) untuk bernapas, air (H2O) untuk minum, dan pangan dari aneka

ragam tumbuhan dan hewan (Iskandar, 2014).

Dibanyak instansi layanan kesehatan di negara berkembang, banyak pasien

tidak memilki akses ke fasilitas sanitasi yang ada. Ekskreta biasanya dibuang di

lingkungan yang beresiko tinggi menimbulkan infeksi baik secara langsung

maupun tidak langsung terhadap orang lain. Ekskreta manusia merupakan media

utama dalam penyebaran dan penularan berbagai jenis penyakit menular, dan

ekskreta dari pasien rumah sakit diperkirakan mengandung konsentrasi patogen

yang jauh lebih tinggi sehingga jauh lebih infeksius dibandingkan ekskreta dari

rumah tangga. Hal tersebut menekankan pentingnya penyediaan akses ke fasilitas

sanitasi yang adekuat di setiap instansi layanan kesehatan, dan pentingnya

menangani permasalahan tersebut dengan sangat cermat. Jalur penularan fecal-oral

18

dan jalur lainnya seperti penetrasi kulit harus diputus untuk mencegah

kelangsungan infeksi dan terjadinya infeksi ulangan pada penduduk (Pruss, 2016).

Usaha – usaha yang dapat dilakukan untuk penyehatan lingkungan fisik antara

lain penyediaan air bersih, mencegah terjadinya pencemaran udara, air dan tanah

serta memutuskan rantai penularan penyakit infeksi dan lain- lain yang dapat

membahayakan serta menimbulkan kesakitan pada manusia atau masyarakat

(Chandra, 2013).

2.2.1 Faktor Sanitasi Lingkungan yang Mempengaruhi Demam Tifoid

2.2.1.1 Sanitasi Sumber air

Air adalah zat yang paling penting dalam kehidupan setelah

udara,¾ bagian tubuh kita terdiri dari air dan tidak seorang pun dapat

bertahan hidup lebih dari 4-5 hari tanpa minum air. Selain itu, air

digunakan juga untuk masak, mencuci, mandi, membersihkan kotoran

yang ada di sekitar rumah, untuk keperluan industri, pertanian, pemadam

kebakaran, tempat rekreasi, transportas dan lain-lain. Penyakit-penyakit

yang menyerang manusia dapat juga ditularkan dan disebabkan melalui

air sehingga menimbulkan wabah penyakit dimana-mana. Kebutuhan

volume air rata-rata yang diperlukan setiap orang setiap hari berkisar

antara 150-200 liter atau 35-40 galon. Kebutuhan air bervariasi dan

tergantung dengan keadaan iklim, standar kehidupan dan kebiasaan

masyarakat. Ditinjau dari sudut Ilmu Kedokteran Preventif dan

Komunitas, penyediaan sumber air bersih harus dapat memenuhi

19

kebutuhan masyarakat karena persediaan air bersih yang terbatas akan

memudahkan timbulnya berbagai penyakit masyarakat (Chandra, 2013).

Setiap rumah tangga harus memiliki persediaan air bersih dalam

jumlah cukup, meskipun kebutuhan air bersih setiap rumah tangga

berbeda-beda. Di daerah yang padat penduduknya, kebutuhan sumber air

bersih tentu saja semakin banyak. Kebutuhan air bersih yang berasal dari

jenis sarana yang dianggap memenuhi persyaratan antara lain melalui

sistem perpipaan, mata air terlindung, sumur terlindung, dan air hujan

terlindung. Namun demikian untuk menjamin tersedianya air bersih yang

berkualitas secara berkala Departemen Kesehatan melakukan

pemantauan terhadap kualitas sampel air minum dari PDAM maupun air

bersih dari jenis sarana lainnya yang dilaksanakan secara berkala (Aliya,

2019).

Sarana air bersih merupakan salah satu sarana sanitasi yang tidak

kalah pentingnya berkaitan dengan kejadian demam tifoid. Prinsip

penularan demam tifoid adalah melalui fecal-oral. Kuman berasal dari

tinja atau urin penderita atau bahkan carrier (pembawa penyakit yang

tidak sakit) yang masuk ke dalam tubuh melalui air dan makanan.

Pemakaian air minum yang tercemar kuman secara massal sering

bertanggung jawab terhadap terjadinya KLB. Di daerah endemik, air

yang tercemar merupakan penyebab utama penularan penyakit demam

tifoid (Widoyono, 2011).

20

Sarana air bersih adalah semua sarana yang dipakai sebagai

sumber air bersih bagi penghuni rumah yang digunakan untuk memenuhi

kebutuhan sehari-hari sehingga perlu diperhatikan dalam pendirian

sarana air bersih. Apabila sarana air bersih dibuat memenuhi syarat teknis

kesehatan diharapkan tidak ada lagi pencemaran terhadap air bersih,

maka kualitas air yang diperoleh menjadi baik. Persyaratan kesehatan

sarana air bersih sebagai berikut :

1. Sumur Gali (SGL) : jarak sumur gali dari sumber pencemar

minimal 11 meter, lantai harus kedap air, tidak retak atau

bocor, mudah dibersihkan, tidak tergenang air, tinggi bibir

sumur minimal 80 cm dari lantai, dibuat dari bahan yang kuat

dan kedap air, dibuat tutup yang mudah dibuat.

2. Sumur Pompa Tangan (SPT) : sumur pompa berjarak minimal

11 meter dari sumber pencemar, lantai harus kedap air minimal

1 meter dari sumur, lantai tidak retak atau bocor, SPAL harus

kedap air, panjang SPAL dengan sumur resapan minimal 11

meter, dudukan pompa harus kuat.

3. Penampungan Air Hujan (PAH) : talang air yang masuk ke bak

PAH harus dipindahkan atau dialihkan agar air hujan pada 5

menit pertama tidak masuk ke dalam bak.

4. Perlindungan Mata Air (PMA) : sumber air harus pada mata

air, bukan pada saluran air yang berasal dari mata air tersebut

yang kemungkinan tercemar, lokasi harus berjarak minimal 11

21

meter dari sumber pencemar, atap dan bangunan rapat air serta

di sekeliling bangunan dibuat saluarn air hujan yang arahnya

keluar bangunan, pipa peluap dilengkapi dengan kawat kaca.

Lantai bak harus rapat air dan mudah dibersihkan.

5. Perpipaan : pipa yang digunakan harus kuat tidak mudah

pecah, jaringan pipa tidak boleh terendam air kotor, bak

penampungan harus rapat air dan tidak dapat dicemari oleh

sumber pencemar, pengambilan air harus memalui kran

(Waluyo, 2011).

Di beberapa wilayah di Indonesia, air tanah masih menjadi

sumber air bersih utama. Air tanah yang masih alami tanpa gangguan

manusia, kualitasnya belum tentu bagus. Terlebih lagi yang sudah

tercemar oleh aktivitas manusia, kualitasnya akan semakin menurun.

Pencemaran air tanah antara lain disebabkan oleh kurang teraturnya

pengelolaan lingkungan. Beberapa sumber pencemar yang menyebabkan

menurunnya kualitas air tanah antara lain sampah dari tempat

pembuangan akhir (TPA), tumpahan minyak, kegiatan pertanian,

pembuangan limbah cair pada sumur, pembuangan limbah ke tanah, dan

pembuangan limbah radioaktif (Kodoatie & Roestam, 2010).

Dari segi kualitas, banyak sumber-sumber persediaan air bersih

yang saat ini sudah tercemar oleh berbagai jenis limbah, baik domestik,

urban maupun industri. karena tercemar, kualitas air tersebut tidak

22

memenuhi baku mutu yang dipersyaratkan sebagai air konsusmsi

(Kramer et al., 2014).

2.2.1.2 Sarana Pembuangan Tinja

Sarana pembuangan tinja yaitu tempat yang biasa digunakan

untuk buang air besar, berupa jamban. Jamban adalah suatu ruangan yang

mempunyai fasilitas pembuangan kotoran manusia yang terdiri atas

tempat jongkok atau tempat duduk dengan leher angsa yang dilengkapi

dengan unit penampungan kotoran dan air untuk membersihkannya.

Pembuatan jamban atau kakus merupakan usaha manusia untuk

memelihara kesehatan dengan membuat lingkungan tempat hidup yang

sehat. Jamban sehat adalah jamban yang memenuhi syarat-syarat sebagai

berikut (Proverawati & Rahmawati, 2012):

1. Tidak mencemari sumber air bersih (jarak antara sumber air

bersih dengan lubang penampungan minimal 10 meter).

2. Tidak berbau.

3. Kotoran tidak dapat dijamah oleh serangga dan tikus. Tidak

mencemari tanah disekitarnya.

4. Mudah dibersihkan dan aman digunakan.

5. Dilengkapi dinding dan atap pelindung.

6. Penerangan dan ventilasi yang cukup.

7. Lantai kedap air dan luas ruangan memadai

8. Tersedia air, sabun dan alat pembersih.

23

2.2.2 Pengamanan Limbah Cair Rumah Tangga

Proses pengamanan limbah cair yang aman pada tingkat rumah tangga

untuk menghindari terjadinya genangan air limbah yang berpotensi

menimbulkan penyakit berbasis lingkungan. Untuk menyalurkan limbah cair

rumah tangga diperlukan sarana berupa sumur resapan dan saluran

pembuangan air limbah rumah tangga. Limbah cair rumah tangga yang berupa

tinja dan urine disalurkan ke tangki septik yang dilengkapi dengan sumur

resapan. Limbah cair rumah tangga yang berupa air bekas yang dihasilkan dari

buangan dapur, kamar mandi, dan sarana cuci tangan disalurkan ke saluran

pembuangan air limbah. Prinsip pengamanan limbah cair rumah tangga adalah

(Permenkes RI, 2014):

a. Air limbah kamar mandi dan dapur tidak boleh tercampur dengan air

dari jamban

b. Tidak boleh menjadi tempat perindukan vektor

c. Tidak boleh menimbulkan bau

d. Tidak boleh ada genangan yang menyebabkan lantai licin dan rawan

kecelakaan

e. Terhubung dengan saluran limbah umum/got atau sumur resapan.

2.2.2.1 Ekskreta Manusia

Merupakan hasil dari proses akhir yang berlangsung dalam tubuh

manusia. Terjadi pemisahan dan pembuangan zat-zat yang tidak

dibutuhkan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak dibutuhkan tersebut berbentuk

tinja dan air seni. Dinegara-negara yang sedang berkembang, masih

24

banyak terjadi pembuangn tinja sembarangan akibat tingkat sosial

ekonomi yang rendah, pengetahuan yang kurang dalm bidang kesehatan

lingkungan dan kebiasaan pembuangan tinja yang buruk secara turun

temurun. Hal ini terjadi terutama pada masyarakat di daerah pedesaan

dan daerah-daerah kumuh di perkotaan (Chandra, 2013).

Bahaya terhadap kesehatan yang dapat ditimbulkan oleh

pembuangan kotoran yang tidak baik adalah timbunya polusi tanah,

polusi air, kontaminasi makanan dan berkembangbiaknya lalat. Penyakit-

penyakit yang dapat ditimbulkan adalah demam tifoid, paratifoid,

disentri, diare, kolera, hepatitis virus dan beberapa penyakit infeksi

gastrointestinal serta infestasi parasit lainnya. Penyakit-penyait ini tidak

hanya menjadi menimbukan masalah pada angka kesakitan, mortalitas,

dan harapan hidup tetapi juga merupakan penghalang tercapainya

kemajuan dalam bidang sosial ekonomi (Permenkes RI, 2014).

2.2.3 Proses Penularan Penyakit

Proses penularan penyakit dari sumber atau reservoar infeksi ke orang

yang rentan.

2.2.3.1 Reservoar Infeksi

Merupaan tempat persinggahan agen penyakit untuk hidup dan

berkembang serta bertahan hidup, di kenal ada 2 reservoar:

a. Reservoar pada Manusia

Pada penyakit menular, sumber infeksi berasal dari orang yang

sedang mengalami infeksi dapat berupa kasus atau karier.

25

Kasus dapat berbentuk subklinis dan klinis. pada kasus sub

klinis, tidak ditemukan gejala penyakit atau bersifat

asimtomatis tetapi berpotensi untuk menularkan infeksi

kepada orang lain. Contoh : penyakit poliomielitis dimana

karier terjadi karena proses penyembuhhan tidak sempurna

dan secara bakteriologis agen penyakit masih ada dalam tubuh.

contohnya pada penyakit demam tifoid.

b. Reservoar Hewan

Sumber infeksi dapat berasal dari hewan atau burung dan

berupa kasus atau karier seperti pada manusia (Chandra,

2013).

2.2.3.2 Penyebaran Penyakit Menular

Cara penyebaran atau mode of transmission penyakit infeksi

kepada manusia yang sensitif dapat melalui beberapa cara, baik

secara langsung atau tdak langsung dari satu orang ke orang lain.

Ditinjau dari aspek epidemiologi, cara penyebarannya di

masyarakat dapat bersifat lokal, regional, maupun internasional.

(Chandra, 2013).

a. Media Langsung dari Orang ke Orang (Permukaan Kulit)

Jenis penyakit yang ditularkan antara lain :

- Penyakit kelamin

- Trakoma

- Antraks

26

- Penyakit pada kaki dan mulut

- Skabies

- Gas-gangren

- Rabies

- Erisipelas

- Infeksi luka Aerobik

- HIV/AIDS

b. Melalui Media Udara

Jenis Penyakit yang di tularkan antara lain :

- TBC Paru

- Varricella

- Difteri

- Influenza

- Variola

- Morbili

- Demam skarlet

- Mumps

- Rubella

- Pertusis

c. Melalui Media Air

Agen penyakit :

- Virus → hepatitis virus, poliomyelitis

- Bakteri → Kolera, disentri, tifoid, diare

27

- Protozoa → amubiasis, giardiasis

- Helmintik → askariasis, penyakit cacing cambuk, penyakit

hydatid

- Leptospira → penyakit Weil

2.3 Personal Hygiene

2.3.1 Definisi

Personal hygiene berasal dari bahasa Yunani yaitu personal artinya

perorangan dan hygiene berarti sehat. Personal hygiene merupakan ciri

berperilaku hidup sehat. Beberapa kebiasaan berperilaku hidup sehat antara

lain kebiasaan mencuci tangan dengan sabun setelah BAB dan kebiasaan

mencuci tangan dengan sabun sebelum makan. Peningkatan personal hygiene

adalah salah satu dari program pencegahan yakni perlindungan diri terhadap

penularan tifoid (Kemenkes RI, 2006).

2.3.2 Faktor Personal Hygiene yang Mempengaruhi Kejadian Demam

Tifoid

2.3.2.1 Kebiasaan Mencuci Tangan dengan Sabun setelah Buang Air

Besar

Tangan adalah bagian tubuh manusia yang paling sering

berhubungan dengan mulut dan hidung secara langsung sehingga tangan

merupakan salah satu penghantar utama masuknya mikroorganisme ke

dalam tubuh manusia. Cuci tangan harus dilakukan dengan

menggunakan air bersih dan sabun. Cuci tangan memakai sabun bagi

sebagian besar masyarakat sudah menjadi kegiatan rutin sehari-hari,

28

tetapi bagi sebagian mayarakat lainnya cuci tangan memakai sabun

belum menjadi kegiatan rutin, terutama bagi anak-anak (Burton, 2011).

2.3.2.2 Kebiasaan Mencuci Tangan dengan Sabun Sebelum Makan

Budaya cuci tangan yang benar adalah kegiatan terpenting. Setiap

tangan yang dipergunakan untuk memegang makanan, maka tangan

harus sudah bersih. Tangan perlu dicuci karena ribuan jasad renik, baik

flora normal maupun cemaran, menempel ditempat tersebut dan mudah

sekali berpindah ke makanan yang tersentuh. Pencucian dengan benar

telah terbukti berhasil mereduksi angka kejadian kontaminasi dan KLB

(Arisman, 2014). 6 langkah cuci tangan yang benar menurut WHO

(2009) yaitu :

1. Tuang cairan handrub pada telapak tangan kemudian usap dan

gosok kedua telapak tangan secara lembut dengan arah memutar.

2. Usap dan gosok juga kedua punggung tangan secara bergantian

3. Gosok sela-sela jari tangan hingga bersih

4. Bersihkan ujung jari secara bergantian dengan posisi saling

mengunci

5. Gosok dan putar kedua ibu jari secara bergantian

6. Letakkan ujung jari ke telapak tangan kemudian gosok perlahan

29

(WHO, 2009)

Gambar 2.3 Langkah mencuci tangan pakai sabun

Penularan bakteri Salmonella typhi salah satunya melalui jari

tangan atau kuku. Apabila orang tersebut kurang memperhatikan

kebersihan dirinya seperti mencuci tangan sebelum makan maka kuman

Salmonella typhi dapat masuk ke tubuh orang sehat melalui mulut,

selanjutnya orang sehat akan menjadi sakit (Brainard et al., 2018).

2.3.2.3 Kebiasaan Memotong Kuku

Seperti halnya kulit, tangan kaki, dan kuku harus dipelihara dan

ini tidak terlepas dari kebersihan lingkungan sekitar dan kebiasaan hidup

30

sehari-hari. Tangan, kaki, dan kuku yang bersih menghindarkan kita dari

berbagai penyakit. Kuku dan tangan yang kotor dapat menyebabkan

bahaya kontaminasi dan menimbulkan penyakit-penyakit tertentu. Untuk

menghindari bahaya kontaminasi maka harus membersihkan tangan

sebelum makan, memotong kuku secara teratur, membersihkan

lingkungan, dan mencuci kaki sebelum tidur. Adapun tujuan perawatan

kuku yaitu membersihkan kuku, mengembalikan batas-batas kulit ditepi

kuku ke keadaan normal serta mencegah terjadinya perkembangan

kuman penyakit maka dari itu perlu perawatan kuku dengan cara

menggunting kuku sekali seminggu dan menyikat kuku menggunakan

sabun. (Maryunani, 2013).