bab 2 tinjauan pustaka 2.1 2.1.1 cinema (bioskop)
TRANSCRIPT
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Umum
2.1.1 Definisi Cinema (Bioskop)
Menurut Jauhari, H. (1992) “cinema” yang berasal dari Bahasa
Perancis “cinematographé” adalah tempat yang mempertontonkan media
visual yang menceritakan suatu cerita dan menampakkan realita dengan
bayaran tertentu (film). Di Indonesia, istilah cinema lebih dikenal dengan
“bioskop” yang berasal dari Bahasa Belanda “bioscoop” yang juga berarti
tempat untuk menonton pertunjukan film dengan menggunakan layar. Bioskop
sendiri diambil dari Bahasa Yunani “bios” yang berarti “hidup” dan “kopeīn”
yang berarti “melihat”.
2.1.2 Microcinema
Menurut de Ville, D. (2014) teks akademik seputar subjek microcinema
masih belum ada hingga saat ini. Namun, istilah “microcinema” sendiri
diketahui muncul dari tahun 1991, setelah Rebecca Barten dan David Sherman
membuka Total Mobile Home Microcinema di San Francisco. Istilah
“microcinema” kemudian digunakan untuk menjelaskan tempat menonton film
alternatif berskala kecil yang menayangkan jenis film yang tergolong
sidestream (jarang ditemui pada bioksop konvensional).
Berbeda dengan bioskop konvensional pada umumnya, fasilitas dan
sarana dalam microcinema tidak terbatas hanya untuk pemutaran film tetapi
juga terbuka untuk segala aktivitas sosial yang mendukung kegiatan menonton
seperti makan, minum, tukar pikiran antar pengunjung, hingga sarana untuk
kegiatan komunitas dan edukasi. Oleh karena skalanya yang kecil, maka sense
of intimacy, ownership, dan community menjadi kunci utama dalam
menciptakan fasilitas dalam sebuah microcinema.
2.1.3 Microcinema Sebagai Bioskop Alternatif di Jakarta
Microcinema pertama di Jakarta adalah Kine Club yang didirikan oleh
Dewan Kesenian Jakarta sejak tahun 1968, yang kemudian berubah nama
menjadi Kineforum di tahun 2006. Microcinema ini muncul sebagai ruang
pemutaran film alternatif yang juga bisa menjadi ruang pertemuan antara sineas
dan penikmat film, serta menjadi ruang apresiasi karya film lokal yang
4
bertujuan untuk meningkatkan minat masyarakat untuk menonton film
produksi dalam negeri. Untuk mendukung tujuan ini, oleh karena itu
Kineforum memiliki program bulanan dengan beragam tema menarik yang
menampilkan film-film yang sesuai untuk tema tersebut.
Seiring dengan perkembangan produksi film Indonesia yang semakin
baik serta meningkatnya minat masyarakat akan hiburan menonton diluar
jaringan bioskop konvensional, mendorong munculnya berbagai ruang
pemutaran film alternatif dan melahirkan sebuah subkultur microcinema yang
menarik perhatian para penikmat film, khususnya di Jakarta.
2.1.4 Masyarakat Urban di Jakarta
Menurut Kusno, A. (2009) pembahasan mengenai masyarakat urban
Jakarta berkaitan erat dari posisi kota Jakarta sebagai ibukota negara. Sejak
jaman penjajahan Belanda, Jakarta sudah menjadi pusat pembangunan,
perdagakan dan ekonomi, serta kegiatan sosial budaya. Posisinya sebagai pusat
dari globalisasi dan arus informasi dan budaya inilah yang kemudian
mendorong masyarakat dari berbagai daerah untuk pindah dan menetap di
Jakarta, menjadikan diri mereka sebagai masyarakat urban atau masyarakat
perkotaan di Jakarta.
Menurut Soekanto, S. (2000) masyarakat didefinisikan sebagai
kelompok orang yang berinteraksi sesuai dengan sistem adat istiadat tertentu
yang sifatnya berkesinambungan dan terikat oleh suatu rasa identitas bersama.
Identitas bersama inilah yang membedakan suatu kelompok masyarakat dengan
kelompok masyarakat lainnya. Dalam konteks masyarakat urban, maka
identitas bersama yang dimiliki adalah sifat perkotaan yang melekat dengan
kehidupan individu di kelompok ini seperti yang dilansir dari Soekanto, S.
(1994) dan dilengkapi dari situs Marketeers.com:
• Heterogen, ada diversifikasi kultural.
• Perilaku berdasarkan rasionalitas, melalui pertimbangan mana yang
lebih menguntungkan dan memudahkan.
• Individualime, bisa mengurus dirinya sendiri tanpa bergantung pada
orang lain dan kepentingan individu lebih diutamakan.
• Komunalis, senang berkumpul dengan komunitasnya atau orang lain
dengan interest sejenis.
5
• Konsumtif, sebagai pengaruh dari pusat kegiatan ekonomi.
• Terbuka dengan budaya baru, dimana mereka memiliki interest lebih
terhadap budaya maupun hal-hal baru secara modern dan
menerimanya secara modern (mau menerima perubahan).
• Value experience, dimana wawasan dan pengalaman baru menjadi
sebuah nilai yang diangkap penting untuk dimiliki guna menambah
personal value yang bisa membedakan individual identity
seseorang dengan orang lain.
2.1.5 Definisi Furnitur
Menurut Snardzewski, J. (2015) furnitur adalah benda seni terapan yang
diperuntukan untuk mengisi ruang interior. Furnitur bisa digunakan secara
individual maupun dalam sebuah set. Berikut adalah pembagian furnitur
berdasarkan fungsinya:
• For sitting and lounging, yaitu seperti stool, pouf, armchair, sofa,
chaise lounge, dan lain sebagainya.
• For working and eating meals, seperti meja makan, meja kerja, meja
preparasi makanan, maupun furnitur untuk meletakan aksesoris
seperti bunga dan lampu.
• For storage, seperti misalnya lemari kabinet, dressing table, rak buku,
dan lain sebagainya.
• For reclining, adalah furnitur yang nyaman digunakan untuk duduk
bersandar maupun tidur.
• Multifunctional furnitures, adalah furnitur dengan beragam fungsi
untuk memfasilitasi kebutuhan pengguna serta meminimalisisr
penggunaan space.
2.2 Tinjauan Khusus
2.2.1 Ruang Tunggu Bioskop
Ruang tunggu adalah fasilitas dalam bioskop yang diperlukan sebagai
tempat istirahat para pengunjung dan tempat menunggu giliran menonton film.
Sebagai ruang semi publik di area biskop, ruang tunggu juga berfungsi sebagai
zona sirkulasi karena berhubungan dengan area publik lainnya seperti snack
bar, tempat pembelian tiket, ruang pemutaran, dan fasilitas penunjang lainnya.
6
Oleh karena itu, orientasi ruang harus jelas dan tersedia sarana duduk yang
cukup dan sebisa mungkin memicu interaksi sosial antar pengunjungnya.
Menurut Strong, J. (2010) peran ruang tunggu dalam bioskop sangat
penting karena bisa memberikan kontribusi positif terhadap tingkat
kenyamanan dan pengalaman pengunjung yang datang. Adapun beberapa hal
yang perlu diperhatikan dalam ruang tunggu bioskop adalah sebagai berikut:
• Menarik perhatian pengunjung untuk masuk lebih dalam dan
menonton film.
• Berfungsi sebagai sarana komersil yang dimana di dalamnya bisa
terdapat café, restoran, merchandise store, dan lain sebagainya.
• Memfasilitasi kegiatan lain seperti edukasi seputar film dan
sebagainya.
• Menggunakan sirkulasi open plan agar mudah diakses oleh
pengunjung dan tidak memberi rasa bingung dan terintimidasi
dengan sirkulasi yang terbuka.
• Sirkulasi dan flow harus dibuat untuk menghindari path crossing
(tabrakan), logjam, atau keramaian berlebih.
• Ruang harus mengakomodasi jumlah pengunjung dan menjaga mood
dan atmosphere ruang agar tetap warm dan welcoming namun tetap
dramatis.
2.2.2 Interaksi Sosial dalam Ruang Tunggu
Lingkungan fisik ruang tunggu bisa mempengaruhi interaksi sosial di
dalamnya. Pengaruh ini bisa disebabkan oleh aksesibilitas pengguna untuk
berinteraksi dan juga efek psikologis dari social intrepretation yang
ditimbulkan oleh ruang tersebut. Berikut adalah beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam membangun interaksi sosial yang kondusif dalam sebuah
ruang berdasarkan Brand, J. L. (2009):
• Ruangan yang terang dengan pencahayaan alami dan high ceiling bisa
menorong interaksi sosial, oleh karena itu jendela dalam ruang
akan lebih memicu interaksi sosial dan semakin besar semakin baik
dengan tone warna dalam ruang tetap diperhatikan agar menjaga
tingkat intimacy yang diinginkan.
• Furnitur dalam ruang bisa mendukung interaksi sosial jika tidak ada
penghalang diantara penggunanaya.
7
• Furnitur tidak boleh memberi cue to relative social status, atau semua
orang harus merasa sama dan setara dalam ruang tersebut, tidak ada
eksklusivitas dan sebagainya.
• Konfigurasi ruang yang memungkinkan face-to-face orientation antar
penggunanya akan lebih mendorong interaksi sosial.
2.2.3 Studi Material
Untuk mendapatkan tampilan yang diingkan dalam produk furnitur dan
aksesoris serta agar konstruksi dan struktur furnitur bisa kuat, diperlukan
pemilihan material yang tepat. Berikut adalah beberapa material yang umum
digunakan dalam perancangan furnitur dan aksesoris, menurut Iensufiie, T.
(2008):
a. Kayu
Merupakan material yang sering digunakan dalam produk furnitur
karena mudah didapat di pasaran, harga relatif murah, tersedia
dalam beragam ukuran, mudah diproses, memili serat yang indah,
serta tergolong kuat dan awet. Namun, kelemahan kayu pada jenis
tertentu juga perlu diperhatikan. Berikut perbandingan beberapa
materiak kayu solid dan olahan yang digunakan dalam perancangan
ini:
• Jati
Kayu jati memiliki warna cokelat keemasan dengan gubal
krem atau putih kecokelatan, serat halus dengan tekstur raba
licin.
Gambar 2.1 Kayu Jati
Jati memiliki kelas awetnya tingkat I sehingga tahan serangga,
jamur, cuaca dan suhu, dengan tingkat kuat I. Untuk tingkat
8
kesulitan pengerjaannya, tergolong mudah sampai sedang.
Pertimbangan penggunaan jati dalam perancangan adalah
biayanya yang tergolong mahal.
• Mahoni
Mahoni memiliki karakter warna kayu kemerahan dengan
gubal yang berwarna putih, serat lurus, tekstur halus, dan
porinya kecil.
Gambar 2.2 Kayu Mahoni
Tingkat pengerjaan mahoni tergolong mudah dan harganya
murah. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam penggunaan
kayu ini adalah tidak tahan rayap, mudah berjamur, dan tidak
tahan perubahan suhu dan cuaca.
• Sungkai
Karakteristik dari kayu sungkai adalah warnanya putih
kekuningan, seratnya lurus dan bergelombang dengan
permukaan kesat.
Gambar 2.3 Kayu Sungkai
Sungkai berada di kelas kuat II atau III sehingga tingkat
pengerjaannya mudah. Sungkai tergolong ekonomis, namun
mudah retak.
9
• Veneer
Veneer adalah produk kayu olahan yang terbuat dari lembaran
kayu tipis.
Gambar 2.4 Veneer
Veneer umunya digunakan untuk melapisi plywood atau MDF
untuk memberi tampilan serat kayu yang diinginkan.
• Plywood
Plywood adalah kayu olahan berupa papan yang dibuat dari
lapisan kayu yang ditempel dan di-press.
Gambar 2.5 Plywood
Plywood sering digunakan sebagai pengganti bahan kayu solid
karena penampangnya yang lebih besar dan harganya yang
murah. Tebal plywood beragam mulai dari 3 milimeter hingga
25 milimeter dengan lebar penampang 122 x 244 sentimeter.
b. Rotan
Adalah material berbentuk bulat memanjang dengan diameter
bervariasi dari 2 milimeter hingga 8 sentimeter.
10
Gambar 2.6 Rotan
Rotan memiliki beragam jenis warna, ukuran, kulit, dan tingkat
kelenturan yang berbeda-beda. Material ini mudah dibentuk,
dipilin, dan dianyam.
c. Bambu
Adalah material dari batang lurus berdiameter 2 sentimeter hingga
20 sentimeter dengan ketinggian mencapai 6 meter.
Gambar 2.7 Bambu
Bambu mudah dipotong serta dibentuk, fleksibel, relatif murah,
ramah lingkunga, dan kuat meskipun ringan. Namun, perlu
diperhatikan bambu bisa lapuk dan terkena hama dan jamur, serta
proses finishing cukup sulit karena permukaannya yang licin.
d. Logam
Adalah bahan yang sering digunakan karena sifatnya yang kuat dan
mudah dibentuk melalui bending, laser cut, maupun ditempa.
Material ini bisa bersifat struktural maupun dekoratif dan
penggunaannya bisa digunakan dengan tampilan raw finish (tanpa
di-finishing) atau diberi lapisan warna. Berikut adalah
perbandingan jenis besi yang bisa digunakan dalam perancangan
furnitur, menurut Booth, S. dan Drew Plunkett (2014):
11
• Aluminium
Aluminium adalah jenis logam yag paling ringan, dengat berat
satu pertiga dari baja ringan. Jenis logam ini sudah terlindung
korosi secara natural dengan tingkat corrotion resistance dari
sedang hingga sangat tinggi.
Gambar 2.8 Aluminium Hollow
Aluminium bisa dilaminasi dan pewarnaannya lebih efektif
dengan powder coat. Umumnya material ini bisa digunakan
untuk struktur lighting, komponen furnitur, dan kusen.
Aluminium termasuk material green design karena bisa didaur
ulang.
• Besi
Material besi adalah jenis logam utuh dengan tingkat corrotion
resistance yang sangat rendah. Namun demikian, material ini
kuat dan tahan tekanan sehingga umum digunakan untuk heavy
base furniture.
Gambar 2.9 Plat Besi
e. Plastik
Adalah material olahan yang bisa digunakan untuk furnitur.
Menurut Lawson, S. (2013) jenis plastik yang bisa digunakan
adalah jenis thermoplastics yang bisa melunak ketika dipanaskan
sehingga mudah dibentuk dan didaur ulang. Berikut adalah
12
beberapa contoh plastik yang bisa digunakan dalam perancangan
furnitur:
• Acrylic
Adalah material plastik yang digunakan sebagai pengganti
kaca karena tampilannya yang bening dengan UV resistance
tinggi, tetapi harganya relatif murah. Namun, acrylic memiliki
tingkat shock resistance yang rendah sehingga tidak bisa
menahan beban yang terlalu berat.
Gambar 2.10 Acrylic
Umumnya material ini digunakan untuk kursi, display kabinet,
tray dalam storage, jendela, atau partisi.
• Polycarbonate
Polycarbonate adalah bahan plastik dengan tampilan bening
yang kuat, memiliki shock resistance tinggi, UV resistance
sedang dan harganya yang sedang. Polycarbonate umumnya
digunakan untuk kursi atau chair shells.
Gambar 2.11 Polycarbonate
f. Tekstil
Adalah material yang umunya digunakan sebagai upholstery dalam
perancangan furnitur. Bahan tekstil bisa berasal dari alam dan juga
13
buatan. Bahan tekstil natural bisa dihasilkan dari tanaman dan juga
hewan. Untuk bahan sintetis, jenisnya bisa lebih beragam karena
kekuatan, stain resistance, dan elastisitasnya bisa disesuaikan
dengan kebutuhan. Berikut adalah beberapa perbandingan tekstil
yang bisa digunakan dalam perancangan, menurut Booth, S. dan
Drew Plunkett (2014):
• Cotton
Cotton adalah tekstil dari bahan natural kapas yang memiliki
tekstur rembut, efek sentuh dingin, mudah dibersihkan, serta
kuat dan durable.
Gambar 2.12 Cotton
Hal yang perlu diperhatikan pada penggunaan material ini
adalah sifatnya yang tidak elastis, mudah lembab, dan mudah
berkerut.
• Linen
Linen adalah tekstil yang bertekstur lembut dan halus, dengan
efek raba yang warm. Material ini kuat, durable, namun mudah
berkerut.
Gambar 2.13 Linen
14
• Polyester
Adalah jenis tekstil sintetis yang memilki efek warm, kuat,
tahan kerut, tahan air, tidak mudah kotor, dan perawatannya
mudah. Meski demikian material ini bersifat tidak elastis.
Gambar 2.14 Polyester
2.2.4 Studi Finishing
Menurut Iensufiie, T. (2008) finishing adalah proses pelapisan suatu
material dengan bahan yang memiliki fungsi dekoratif dan protektif (coating).
Pemilihan finishing menjadi penting untuk memberi efek dan tampilan yang
diinginkan dari suatu produk dengan tetap menjaga material yang dilapisi dari
goresan, suhu dan udara, dan lain sebagainya. Berikut adalah perbandingan
finishing yang bisa digunakan dalam proses perancangan:
a. Duco
Duco adalah cat pelapis yang menutup permukaan kayu yang
diaplikasikan dengan kuas atau disemprot.
Gambar 2.15 Finishing Duco
Duco banyak dipilih karena pilihan warna yang banyak dan bisa
digunakan untuk segala jenis kayu, serta bisa untuk outdoor
furniture. Kekurangan dari finishing ini adalah pengerjaannya yang
cukup lama, daya tahannya bergantung pada tebal lapisan, dan
harganya yang cukup mahal.
15
b. Powder coat
Finishing ini menggunakan bubuk pigmen yang dipanaskan dengan
oven bersuhu sangat tinggi. Umumnya powder coat hanya
digunakan untuk bahan logam.
Gambar 2.16 Powder Coat
Finishing ini menghasilkan warna yang stabil dan lapisan yang
terbentuk tebal. Kelebihan dari powder coat adalah sifatnya yang
hemat dan efisien, serta ramah lingkungan karena tidak berbau dan
beracun. Kekurangannya adalah, penggunaannya terbatas pada
logam, perukaan benda harus steril dari karet, dan diperlukan oven
khusus untuk pewarnaan.
c. Melamine
Melamine adalah finishing berbahan 2 komponen yang sangat
umum di pasaran karena murah dan sifatnya yang cepat kering,
film tebal, menutup pori, dan tingkat kilapnya bagus.
Gambar 2.17 Hasil Melamine
Kekurangan dari finishing ini yaitu bisa menguning, mengeluarkan
gas yang pedas dan perih di mata, serta aplikasinya cukup rumit
karena memiliki 2 komponen, dan tidak bisa untuk eksterior.
d. Polyurethane
Adalah jenis finishing dua komponen yang diaplikasikan dengan
spraying gun. Polyurethane memiliki tingkat gloss yang sangat
16
tinggi karena film yang terbentuk tebal dan menutup pori. Selain
itu, polyurethane juga tahan gores, tahan kimia, dan bisa digunakan
untuk produk eksterior.
Gambar 2.18 Hasil Polyurethane
Kekurangan dari finishing ini adalah aplikasinya susah, keringnya
lama, dibutuhkan dust free room, butuh keahlian khusus dan
harganya yang mahal.
2.2.5 Studi Warna
Menurut Groenholm, M. (2010) ada sebelas warna yang memiliki efek
psikologis yang universal bagi semua orang, yang bisa berelasi dengan
tubuh fisik, pikiran, perasaan, bahkan menyeimbangkan ketiganya.
Berikut adalah warna-warna tersebut.
Tabel 2.1 Perbandingan Efek Warna
Warna Efek positif Efek negatif
Merah
Strength, warmth,
stimulate energy,
excitement
Aggression, strain,
stimulate heart rate,
demanding
Biru
Intellegence,
communication,
trust, effeciency,
serenity, calm, logic
Coldness, aloof, lack
of emotion,
unfriendly
Kuning
Optimism,
confidence,
friendliness,
creativity
Irrationality, fear,
depression, anxiety
Hijau Harmony,
refreshment,
Boredom,
stagnation,
17
universal love, rest,
peace, reassurance
blandness
Nila
Spiritual, awareness,
containtment, luxury,
quality
Introversion,
suppression,
inferiority
Jingga
Physical comfort,
warmth, security,
fun, passion
Frustration,
immaturity
Merah muda Nurture, feminity,
love, sexuality
Emotional
claustrophobia,
physical weakness
Abu-abu Phsycological
nuetrality
Lack of confidence,
depression, lack of
energy, hibernation
2.2.6 Studi Bentuk
Bentuk bisa mempengaruhi suasana ruang dan perasaan penggunanya.
Berikut adalah efek dan ekspresi yang bisa dihasilkan dari bentuk,
menurut Rigdone, K. (2009):
Tabel 2.2 Perbandingan Efek Bentuk
Efek fisik dan psikologis dari garis
Garis vertikal
Awake, alert, defy
grafity, kaku, stabil,
kuat
Garis horizontal
Restful, yield to
gravity, create quiet,
calmness
Garis diagonal
Appear undecided,
busy, dynamic,
restless, dramatic
Kekuatan ekspresif dari garis
Assertive mood
Garis lurus, solid,
tajam, tebal, garis
vertikal
Delicate mood
Garis lengkung, tipis,
atau garis sambung
Casual mood
Garis zigzag, tajam,
tipis
2.2.7 Studi Konstruksi
Konstruksi atau sambungan furnitur berfungsi sebagai penyambung
antar komponen dalam sebuah furnitur. Berikut adalah beberapa
18
karakteristik jenis sambungan menurut Booth, S. dan Plunkett, D
(2014):
Tabel 2.3 Perbandingan Karakteristik Sambungan
Jenis sambungan Karakteristik
Biscuit
• Untuk konstruksi kabinet, edge joint,
menghubungkan plywood dan board
lain
• Pengerjaan lambat
• Biaya sedang
Butt
• Sambungan permanen
• Pengerjaan lambat
• Biaya sedang – mahal
• Tidak kuat
Dowell
• Untuk menguatkan sambungan kayu
• Pengerjaan cepat
• Biaya sedang – mahal
Mortise tenon
• Paling kuat
• Bisa dicopot
• Pengerjaan lambat
• Biaya sedang – mahal
2.2.8 Studi Ergonomi
Ergonomi yang digunakan dalam perancangan ini dibatasi pada furnitur
lounge atau ruang tunggu serta area makan, yang meliputi sofa, armchair
shelving, dan meja makan. Berikut adalah data ergonomi furnitur di atas
menurut Panero, J. dan Martin Zelnik. (1979):
a. Sofa dan armchair
Ukuran sofa dan armchair yang ergonomis adalah dengan panjang
kursi untuk satu orang (D) sebesar 70 sentimeter, lebar (15-B) 60
sentimeter, dengan tinggi dudukan (C) 40 sampai 45 sentimeter.
19
Gambar 2.19 Ergonomi Sofa
b. Meja makan
Ukuran meja makan yang ergonomis adalah dengan jarak dari
dudukan ke meja (D) 20 sentimeter dan ukuran pemakaian bersama
(C) 22 sentimeter dengan lebar (D) 76 sentimeter.
Gambar 2.20 Ergonomi Meja Makan
c. Shelving
Ukuran yang ergonomis dan masih bisa dijangkau untuk shelving
adalah dengan ketinggian rak teratas (E) 172 sentimeter. Lebar bisa
disesuaikan dengan kebutuhan atau umumnya 40 sampai 50
sentimeter. Untuk jarak mata yang nyaman untuk melihat display
(2) adalah 150 – 170 sentimeter.
Gambar 2.21 Ergonomi Shelving