bab 2 tinjauan literatur - lontar.ui.ac.id 26349-kualitas... · barang terutama barang-barang yang...

26
Universitas Indonesia 11 BAB 2 TINJAUAN LITERATUR Guna menunjang penelitian ini, literatur yang akan digunakan terdiri dari penelitian-penelitian terdahulu yang terkait dengan tema kualitas pelayanan serta kerangka teoritik yang akan menjelaskan konsep dan teori berkaitan dengan masalah administrasi publik, pelayanan publik, kualitas pelayanan, kepuasan pelanggan, dan pelayanan perpustakaan. 2.1 Penelitian Terdahulu Terdapat beberapa penelitian (tesis) yang digunakan sebagai acuan dalam melakukan penelitian ini antara lain, pertama adalah tesis dengan judul ”Analisis Kesenjangan dan Kwalitas Pelayanan Angkutan Penumpang Kapal Laut di PT Pelni” yang diajukan oleh Sarwedi pada tahun 2004. Dengan penelitian ini diketahui kualitas pelayanan angkutan penumpang kapal laut yang disediakan oleh PT Pelni dan kemampuan PT. Pelni dalam memberikan kualitas pelayanan sesuai dengan harapan pengguna jasa angkutan kapal laut. Penelitian berikutnya yang digunakan sebagai acuan adalah tesis dengan judul ”Pengelolaan Balai Kasih Sayang Pamardisiwi Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan (Studi Kasus Unit Pelayanan Terapi dan Rehabilitasi, Badan Narkotika Nasional, di Jakarta) yang ditulis oleh Ediani Rahardjanti pada tahun 2005. Melalui penelitian ini diketahui kualitas pelayanan yang diberikan Balai Kasih Sayang Pamardisiwi serta faktor-faktor yang menyebabkan kesenjangan dalam organisasi dan berpengaruh dalam pemberian pelayanan yang berkualitas. 2.2 Kerangka Teoritik Kerangka teoritik yang digunakan dalam penelitian ini akan menjelaskan konsep dan teori berkaitan dengan masalah administrasi publik, pelayanan publik, kualitas pelayanan, kepuasan pelanggan, dan pelayanan perpustakaan. Kualitas pelayanan..., Ira Yustisia Smarayoni, FISIP UI, 2009

Upload: doantruc

Post on 06-Mar-2019

223 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Universitas Indonesia

11

BAB 2

TINJAUAN LITERATUR

Guna menunjang penelitian ini, literatur yang akan digunakan terdiri dari

penelitian-penelitian terdahulu yang terkait dengan tema kualitas pelayanan serta

kerangka teoritik yang akan menjelaskan konsep dan teori berkaitan dengan

masalah administrasi publik, pelayanan publik, kualitas pelayanan, kepuasan

pelanggan, dan pelayanan perpustakaan.

2.1 Penelitian Terdahulu

Terdapat beberapa penelitian (tesis) yang digunakan sebagai acuan dalam

melakukan penelitian ini antara lain, pertama adalah tesis dengan judul ”Analisis

Kesenjangan dan Kwalitas Pelayanan Angkutan Penumpang Kapal Laut di PT

Pelni” yang diajukan oleh Sarwedi pada tahun 2004. Dengan penelitian ini

diketahui kualitas pelayanan angkutan penumpang kapal laut yang disediakan oleh

PT Pelni dan kemampuan PT. Pelni dalam memberikan kualitas pelayanan sesuai

dengan harapan pengguna jasa angkutan kapal laut.

Penelitian berikutnya yang digunakan sebagai acuan adalah tesis dengan

judul ”Pengelolaan Balai Kasih Sayang Pamardisiwi Dalam Rangka Peningkatan

Kualitas Pelayanan (Studi Kasus Unit Pelayanan Terapi dan Rehabilitasi, Badan

Narkotika Nasional, di Jakarta) yang ditulis oleh Ediani Rahardjanti pada tahun

2005. Melalui penelitian ini diketahui kualitas pelayanan yang diberikan Balai

Kasih Sayang Pamardisiwi serta faktor-faktor yang menyebabkan kesenjangan

dalam organisasi dan berpengaruh dalam pemberian pelayanan yang berkualitas.

2.2 Kerangka Teoritik

Kerangka teoritik yang digunakan dalam penelitian ini akan menjelaskan

konsep dan teori berkaitan dengan masalah administrasi publik, pelayanan publik,

kualitas pelayanan, kepuasan pelanggan, dan pelayanan perpustakaan.

Kualitas pelayanan..., Ira Yustisia Smarayoni, FISIP UI, 2009

Universitas Indonesia

12

2.2.1 Administrasi Publik

Banyak para ahli yang memberikan definisi pada Administrasi Publik,

salah satu diantaranya adalah :

Menurut Rosenbloom dan Kravchuk (2005:5), “Public administration is the

use of managerial, political, and legal theories and processes to fulfill legislative,

executive, and judicial mandates for the provision of governmental regulatory and

service functions”. Hal ini mengandung pengertian bahwa administrasi publik

merupakan pemanfaatan teori-teori dan proses-proses manajemen, politik dan

hukum untuk memenuhi keinginan pemerintah di bidang legislatif, eksekutif,

dalam rangka fungsi-fungsi pengaturan dan pelayanan terhadp masyarakat.

Inu Kencana Syafiie dalam bukunya mengumpulkan beberapa definisi

Administrasi Publik, antara lain :

Menurut Prajudi Atmosudirdjo (Syafiie, 2006:24), Administrasi Publik adalah administrasi dari negara sebagai organisasi, dan administrasi yang mengejar tercapainya tujuan-tujuan yang bersifat kenegaraan. Menurut Edward H. Litchfield (Syafiie, 2006:25), Administrasi Publik adalah suatu studi mengenai bagaimana bermacam-macam badan pemerintahan diorganisasikan, diperlengkapi dengan tenaga-tenaganya, dibiayai, digerakkan, dan dipimpin. Menurut Dwight Waldo (Syafiie, 2006:25), Administrasi Publik adalah manajemen dan organisasi dari manusia-manusia dan peralatannya guna mencapai tujuan pemerintah.

Berdasarkan beberapa definisi mengenai administrasi publik yang ada,

Pasolong (2007:8) memberikan penjelasan bahwa ”administrasi publik adalah

kerjasama yang dilakukan oleh sekelompok orang atau lembaga dalam

melaksanakan tugas-tugas pemerintahan dalam memenuhi kebutuhan publik

secara efisien dan efektif”.

Menurut Dimock & Dimock (1992:26), ruang lingkup administrasi publik

dapat dibagi menjadi empat komponen, yaitu :

(1) Apa yang dilakukan pemerintah: pengaruh kebijakan dan tindakan-tindakan politis, dasar-dasar, wewenang, lingkungan kerja pemerintah, penentuan tujuan-tujuan, kebijakan-kebijakan administratif yang bersifat ke dalam, dan rencana-rencana, (2) Bagaimana pemerintah mengatur organisasi, personalia, dan pembiayaan usaha-usahanya: struktur administrasi dari segi formalnya, (3) Bagaimana para administrator mewujudkan kerjasama (teamwork): aliran dan proses administrasi dalam pelaksanaan, dengan titik berat pada pimpinan, tuntutan, koordinasi,

Kualitas pelayanan..., Ira Yustisia Smarayoni, FISIP UI, 2009

Universitas Indonesia

13

pelimpahan wewenang, hubungan pusat dengan bagian-bagian, pengawasan, moril, hubungan masyarakat, dan sebagainya, (4) Bagaimana pemerintah tetap bertanggung jawab: baik mengenai pengawasan dalam badan-badan eksekutif sendiri, dan yang lebih penting lagi mengenai pengawasan oleh badan-badan perwakilan rakyat, badan-badan yudikatif, dan berbagai badan lainnya. (Pasolong, 2007:20) Menurut Syafiie (2006:33), objek khusus dan spesifik (objek formal) yang

merupakan pusat perhatian dari Ilmu Administrasi Publik adalah pelayanan

publik, organisasi publik, manajemen publik, dan kebijaksanaan publik.

Sedangkan Pasolong (2007:21) menyederhanakan ruang lingkup

administrasi publik menjadi beberapa bagian, yaitu (1) Kebijakan publik, (2)

Birokrasi publik, (3) Manajemen publik, (4) Kepemimpinan, (5) Pelayanan

publik, (6) Administrasi kepegawaian negara, (7) Kinerja, dan (8) Etika

administrasi publik.

2.2.2 Pelayanan Publik

Pelayanan publik yang menjadi fokus studi disiplin ilmu Administrasi

Publik di Indonesia, masih menjadi persoalan yang perlu memperoleh perhatian

dan penyelesaian yang komprehensif (Sinambela, 2008:3). Pada dasarnya

pelayanan tidak akan pernah dipisahkan dari kehidupan manusia. Masyarakat dari

waktu ke waktu selalu menuntut pelayanan publik yang berkualitas dari

pemerintah, namun pelayanan yang diberikan masih banyak yang tidak sesuai

dengan harapan dan keinginan masyarakat.

Menurut Kotler dalam Sampara Lukman (Sinambela, 2008:5) pelayanan

adalah setiap kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan,

dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu produk

secara fisik. Sampara Lukman sendiri berpendapat bahwa pelayanan adalah suatu

kegiatan atau urutan kegiatan yang terjadi dalam interaksi langsung antar

seseorang dengan orang lain atau mesin secara fisik, dan menyediakan kepuasan

pelanggan.

Istilah publik sendiri menurut Inu dan kawan-kawan (Sinambela. 2008:5)

didefinisikan sebagai sejumlah manusia yang memiliki kebersamaan berfikir,

perasaan, harpan, sikap, dan tindakan yang benar dan baik berdasarkan nilai-nilai

norma yang merasa memiliki. Dengan demikian pelayanan publik diartikan

Kualitas pelayanan..., Ira Yustisia Smarayoni, FISIP UI, 2009

Universitas Indonesia

14

sebagai setiap kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap sejumlah

manusia yang memiliki setiap kegiatan yang menguntungkan dalam suatu

kumpulan atau kesatuan, dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak

terikat pada suatu produk secara fisik.

Selain itu Kurniawan dalam Sinambela (2008:5) mendefinisikan pelayanan

publik sebagai pemberian layanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat

yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan

tata cara yang telah ditetapkan. Secara umum pelayanan publik adalah pemenuhan

keinginan dan kebutuhan masyarakat oleh penyelenggara negara.

2.2.3 Kualitas Pelayanan

Kata kualitas memiliki beberapa definisi. Menurut Lupiyoadi (2001:144)

kualitas suatu produk/jasa adalah sejauh mana produk/jasa memenuhi spesifikasi-

spesifikasinya. Sedangkan menurut American Society for Quality Control

sebagaimana dikutip Lupiyoadi, kualitas adalah keseluruhan ciri-ciri dan

karakteristik-karakteristik dari suatu produk/jasa dalam hal kemampuannya untuk

memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang telah ditentukan atau bersifat laten. Dengan

definisi yang hampir sama Philip Kotler (Arief, 2007:117)menjelaskan kualitas

sebagai keseluruhan ciri serta sifat suatu produk atau pelayanan yang berpengaruh

pada kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang dinyatakan atau yang

tersirat.

Menurut Sinambela (2008:6) secara konvensional kualitas biasanya

menggambarkan karakteristik langsung dari suatu produk, seperti kinerja

(performance), keandalan (reliability), mudah dalam penggunaan (ease of use),

estetika (esthetics), dan sebagainya. Definisi lain yang lebih strategis menyatakan

bahwa kualitas adalah segala sesuatu yang mampu memenuhi keinginan atau

kebutuhan pelanggan (meeting the needs of customers).

Berdasarkan pengertian kualitas baik yang konvensional maupun yang

lebih strategis, sebagaimana dikutip Sinambela (2008:6-7) dalam Sampara

Lukman, menurut Gaspersz pada dasarnya kualitas mengacu kepada pengertian

pokok, yaitu : (1) kualitas terdiri atas sejumlah keistimewaan produk, baik

keistimewaan langsung, maupun keistimewaan atraktif yang memenuhi keinginan

Kualitas pelayanan..., Ira Yustisia Smarayoni, FISIP UI, 2009

Universitas Indonesia

15

pelanggan dan memberikan kepuasan atas penggunaan produk; (2) kualitas terdiri

atas segala sesuatu yang bebas dari kekurangan atau kerusakan.

Pengertian kualitas dapat diinterpretasikan secara berbeda oleh masing-

masing individu dalam situasi maupun konteks yang berbeda. David Garvin dalam

Lovelock (1994:98-99) mengidentifikasi dan menggambarkan lima sudut pandang

mengenai kualitas, yaitu :

a. The transcendent, yaitu pendekatan yang memandang kualitas sebagai

innate excellence, dimana kualitas dapat diketahui hanya melalui

pengalaman yang berulang-ulang.

b. The product-based approach, pendekatan ini memandang kualitas sebagai

variabel yang pasti dan terukur. Perbedaan kualitas produk dapat diukur dari

perbedaan sejumlah unsur atau atribut yang dimiliki produk.

c. User based definitions, pendekatan yang menyatakan bahwa kualitas dilihat

dari sudut pandang pemakainya. Produk yang berkualitas tinggi bagi

seseorang merupakan produk yang paling memuaskan persepsinya. Oleh

karena itu pendekatan ini merupakan pendekatan yang subyektif dan

demand-based, karena tiap orang memiliki kebutuhan dan keinginan yang

berbeda-beda.

d. The manufacturing-based approach, pendekatan yang bersifat supply-based

dan operation-driven. Pendekatan ini memandang kualitas sebagai suatu

kesesuaian dengan persyaratan/spesifikasi dan didorong oleh tujuan

peningkatan efisiensi dan produktivitas.

e. Value-based definitions, pendekatan yang memandang kualitas dari segi

nilai dan harga. Dengan mempertimbangkan trade-off antara kinerja dan

harga produk kualitas dapat didefinisikan sebagai “affordable excellence”,

yaitu bahwa kualitas bersifat relatif, sehingga produk yang memiliki kualitas

paling tinggi belum tentu merupakan produk yang paling bernilai yang

merupakan produk yang paling tepat untuk dibeli.

Kelima sudut pandang tentang kualitas ini dapat digunakan untuk

mengatasi konflik-konflik yang terjadi dalam perusahaan maupun organisasi yang

terkait dengan masalah kualitas produk barang maupun jasa, yaitu dengan

Kualitas pelayanan..., Ira Yustisia Smarayoni, FISIP UI, 2009

Universitas Indonesia

16

menggunakan perpaduan antara beberapa sudut pandang kualitas tersebut dan

secara aktif menyesuaikannya setiap saat dengan kondisi yang dihadapi.

Pelayanan sangat berbeda dengan produk barang baik dari segi bentuk

dasar maupun sistem penyampaiannya kepada pengguna atau pelanggan. Menurut

Nankervis (2005;8-13) bahwa untuk membedakan pelayanan dari produk barang

maka dapat dikemukakan beberapa karakteristik pelayanan yang terdiri dari :

a. Intangibility

Pelayanan jarang sekali terlihat dengan jelas karena pelayanan tidak dapat

disentuh, berbeda dengan produk barang yang dapat dilihat, disentuh dan

dirasakan dengan jelas.

b. Inseparability and Co-productivity

Karakteristik ini menggambarkan bahwa ada satu keterkaitan antara proses

produksi dan konsumsi pada sebuah pelayanan yang tidak dapat dipisahkan.

Biasanya penyedia layanan dan pengguna layanan terlibat langsung dalam

proses penyampaian layanan sehingga biasanya input dan output layanan

bertemu secara bersamaan.

c. Variability (heterogeneous)

Pelayanan bersifat sangat variabel. Hal ini sangat berbeda dengan produk

barang terutama barang-barang yang dihasilkan melalui sistem industri yang

sudah sangat terstandarisasi dan memliki spesifik tertentu sedangkan

pelayanan sangat beraneka ragam.

d. Perishability

Hasil dari sebuah pelayanan tidak dapat bertahan lama. Pelayanan hanya

terjadi pada saat terjadinya proses pelayanan dan tidak mudah untuk ditiru.

Banyak ahli telah mengemukakan definisi pelayanan dan satu sama lain

mengandung arti yang tidak jauh berbeda, namun dalam hal ini yang perlu

diperhatikan adalah konsistensi dan komitmen petugas memberikan yang terbaik

bagi pelanggan dengan selalu meningkatkan mutu dan standar layanan yang telah

ditetapkan.

DeVrye (1997:8) mengungkapkan tujuh strategi sederhana menuju sukses,

dimana melalui penerapan yang konsisten telah memberikan hasil pada

organisasi-organisasi yang sukses. Ketujuh strategi tersebut merupakan

Kualitas pelayanan..., Ira Yustisia Smarayoni, FISIP UI, 2009

Universitas Indonesia

17

kepanjangn dari kata SERVICE di mana tiap huruf mengandung arti tersendiri.

Ketujuh strategi tersebut meliputi :

S = Self-esteem (Memberi nilai pada Diri Sendiri)

E = Exceed expectations (Melampaui yang Diharapkan)

R = Recover (Rebut Kembali)

V = Vission (Visi)

I = Improve (Peningkatan)

C = Care (Perhatian)

E = Empower (Pemberdayaan)

Tujuh strategi DeVrye menuju pelayanan yang sukses dapat dijelaskan

sebagai berikut:

1. Self-esteem (Memberi nilai pada Diri Sendiri)

Unsur paling penting bagi keberhasilan organisasi yang menyediakan jasa

pelayanan apapun adalah harga diri yang tinggi. Jika para karyawan merasa

nyaman dengan dirinya sendiri dan kepada siapa bekerja, pandangan positif

seperti itu akan menular kepada para konsumen. Inti dari self esteem adalah

bahwa pelaksanaan tugas dengan disertai rasa bangga atas tugas tersebut

akan menghasilkan kualitas hasil pelaksanaan tugas yang lebih baik.

2. Exceed expectations (Melampaui yang Diharapkan)

Menetapkan standar pelayanan konsumen yang tinggi secara jelas serta

mengkomunikasikan standar tersebut kepada par konsumen dan staf

merupakan hal yang penting dalam sebuah organisasi. Organisasi juga harus

berupaya untuk dapat melampaui harapan konsumen terhadap sebuah

pelayanan sehingga konsumen merasa gembira karena puas terhadap

pelayanan yang diberikan. Inti pokok dari usaha pemnuhan harapan

pelanggan meliputi pendekatan spesifik yang karakteristiknya antara lain :

a. Pembakuan standar pelayanan yang tinggi

b. Pemahaman tentang keinginan pelanggan

c. Desain pelayanan sedemikian rupa untuk memaksimalkan kepuasan

pelanggan

Kualitas pelayanan..., Ira Yustisia Smarayoni, FISIP UI, 2009

Universitas Indonesia

18

3. Recover (Rebut Kembali)

Keluhan dalam sebuah organisasi sesungguhnya bukan merupakan masalah,

melainkan dapat dipandang sebagai peluang. Sesungguhnya sebuah

organisasi tidak akan pernah memperoleh kesempatan kedua, maka untuk

menciptakan kesan pertama yang baik, ciptakanlah kesan pertama yang

sebaik mungkin pada saat pertama kali konsumen menggunakan jasa dari

sebuah organisasi. Apabila terjadi kesalahan yang mengakibatkan hilangnya

konsumen maka segera definisikan permasalahan yang ada untuk

memperbaiki kesalahan dan berupaya untuk mendatangkan kembali

konsumen.

4. Vission (Visi)

Merancang masa depan merupakan langkah yang sangat penting unuk

merubah arah organisasi. Para pemimpin perlu memiliki visi tentang

pelayanan yang dapat diandalkan. Visi dibuat bukan hanya untuk hari ini

melainkan juga untuk tahun-tahun mendatang. Organisasi tidak hanya

mampu menerima berbagai perubahan perilaku konsumen, tetapi harus

mampu mengantisipasi serta menyambut baik segala perubahan. Dalam

mmbuat visi hendaknya disertai dengan rencana tindakan yang masuk akal

agar dapat memberikan hasil yang tahan lama.

5. Improve (Peningkatan)

Langkah selanjutnya adalah melakukan peningkatan secara terus menerus,

kalau tidak suatu organisasi akan memberi peluang kepada pesaing untuk

menyusul organisasi tersebut. Perusahaan yang sedang berkembang dan

ingin bertahan di masa yang akan datang harus selalu mencari cara untuk

meningkatkan tingkat pelayanan konsumennya.

6. Care (Perhatian)

Organisasi hendaknya terus melakukan upaya untuk memperhatikan dengan

tulus setiap konsumennya karena hal ini merupakan sikap yang sangat

menentukan. Organisasi yang memberikan perhatian kepada konsumennya

berarti membuat organisasi “user friendly”.

7. Empower (Pemberdayaan)

Kualitas pelayanan..., Ira Yustisia Smarayoni, FISIP UI, 2009

Universitas Indonesia

19

Untuk terselenggaranya pmberdayaan diperlukan kegiatan yang menjamin

bahwa para staf dapat memainkan peran yang penuh di dalam memajukan

dan mengembangkan organisasi. Dalam hal ini staf perlu mendapatkan

dukungan dri seluruh jajaran organsasi sehingga dapat menggunakan

kemampuan dan keahliannya secara penuh.

Yang paling utama dalam bidang jasa adalah membentuk suatu kualitas

pelayanan dengan baik yaitu bagaimana sikap dan/atau cara pegawai dalam

melayani pelanggan atau masyarakat secara memuaskan. Pelayanan yang mampu

melayani setiap saat, secara cepat dan memuaskan, berlaku sopan ramah dan

menolong, serta profesional dan mampu.

Menurut Lewis & Booms (1983) sebagaimana dikutip oleh Tjiptono &

Chandra (2007:121) bahwa kualitas jasa merupakan ukuran seberapa bagus

tingkat layanan yang diberikan mampu sesuai dengan ekspektasi pelanggan.

Dengan demikian maka kualitas jasa harus dimulai dari kebutuhan pelanggan dan

berakhir dengan kepuasan pelanggan serta persepsi positif terhadap kualitas jasa.

Kualitas pelayanan harus berbanding lurus dengan kepuasan pelanggan

sehingga produk yang dihasilkan harus sesuai dengan keinginan pelanggan dan

dimanfaatkan dengan baik serta diproduksi dengan cara yang baik dan benar.

Untuk membangun organisasi yang berorientasi pada pelanggan, persepsi dan

harapan konsumen tidak boleh bergantung pada persepsi manajerial organisasi.

Menurut Gronroos dalam Lupiyoadi (2001:169) total service quality yang

dipersepsikan oleh customer ditunjukkan oleh perbandingan antara jasa yang

diharapkan (expected service) dan jasa yang secara nyata sudah didapat dan

dirasakan oleh customer (perceived service). Penyedia jasa harus dapat

menggabungkan dan menyelaraskan expected service dan perceived service,

sehingga dapat memberikan kepuasan kepada customer.

Menurut model ini jasa dapat dilihat dari dua dimensi kualitas, yaitu

dimensi Technical Quality dan dimensi Functional Quality. Dimensi Technical

Quality sangat terkait dengan kemampuan mesin, pengetahuan karyawan pada

jasa yang ditawarkan, dan lain-lain. Dimensi Functional Quality sangat terkait

dengan kemudahan konsumen untuk mengakses, tampilan fisik kantor, hubungan

jangka panjang customer, hubungan internal didalam perusahaan, serta sikap,

Kualitas pelayanan..., Ira Yustisia Smarayoni, FISIP UI, 2009

Universitas Indonesia

20

perilaku, jiwa pelayanan dari karyawan/pemberi jasa. Untuk lebih jelas dimensi

kualitas pelayanan Gronroos dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 2.1 Model Kualitas Pelayanan Gronroos Sumber: Christian Gronroos, Service Management and Marketing, 1947, p.41

Dengan adanya dua dimensi kualitas yang dikemukakan Gronroos, baik

buruknya image perusahaan/organisasi jasa tergantung dari bagaimana customer

merasakan Technical Quality dan Functional Quality tersebut sehingga pada

akhirnya dapat menghasilkan citra dari perusahaan tersebut.

Tolok ukur kualitas pelayanan perlu dibuat agar pegawai dapat mengukur

dirinya dalam melaksanakan tugasnya, hal tersebut didukung oleh Zeithaml,

Parasuraman, dan Berry (1990 : 21-22) yang menyatakan bahwa tolok ukur

kualitas pelayanan dapat diukur dengan sepuluh dimensi, yaitu :

a. Tangibles, terdiri dari fasilitas fisik, peralatan, personil dan komunikasi.

b. Reliability, terdiri dari kemampuan unit pelayanan dalam menciptakan

pelayanan yang dijanjikan dengan tepat.

c. Responsiveness, kemauan untuk membantu konsumen bertanggung jawab

terhadap mutu pelayanan yang diberikan.

d. Competence, tuntutan dimilikinya pengetahuan dan keterampilan yang baik

oleh aparatur dalam memberikan pelayanan.

Expected Quality

Image

Technical Quality

Perceived Quality

Experienced Quality

Total Perceived Quality

- Market Communication - Image - Word-of-Mouth - Customer Needs

Kualitas pelayanan..., Ira Yustisia Smarayoni, FISIP UI, 2009

Universitas Indonesia

21

e. Courtesy, sikap atau perrilaku ramah, bersahabat, tanggap terhadap

keinginan konsumen, serta mau melakukan kontak atau hubungan pribadi.

f. Credibility, sikap jujur dalam setiap upaya untuk menarik kepercayaan

masyarakat.

g. Security, jasa pelayanan yang diberikan harus dijamin bebas dari berbagai

bahaya dan resiko.

h. Access, terdapat kemudahan untuk mengadakan kontak dan pendekatan.

i. Communication, kemauan memberi layanan untuk mendengarkan suara,

keinginan atau aspirasi pelanggan, sekaligus kesediaan untuk menyampaikan

informasi baru kepada masyarakat.

j. Understanding the customer, melakukan segala usaha untuk mengetahui

kebutuhan pelanggan.

Lebih lanjut Zeithaml meringkas 10 dimensi tersebut dalam lima dimensi

yang disebut dimensi kualitas pelayanan (Servqual), seperti terlihat pada Tabel

2.1.

Tabel 2.1 Dimensi Servqual

Original Ten Dimensions for

Evaluating Service Quality

SERVQUAL Dimension

Tangibles Reliability Responsiveness Assurance Empathy

Tangibles Reliability Responsiveness Competence Courtesy Credibility Security

Access Communication Understanding the customer

Sumber: Zeithaml, Parasuraman, Berry Delivering Quality Service, 1990, p.25

Penilaian terhadap kualitas pelayanan atau service quality (servqual)

mengaitkan dua dimensi sekaligus, yaitu dimensi pelanggan (customer) dan

dimensi penyedia layanan (provider) baik dari tingkat manajerial hingga tingkat

front line service. Pada kedua dimensi tersebut dapat saja terjadi kesenjangan atau

Kualitas pelayanan..., Ira Yustisia Smarayoni, FISIP UI, 2009

Universitas Indonesia

22

gap antara harapan-harapan dan kenyataan-kenyataan yang dirasakan oleh

pelanggan, dengan persepsi manajemen (hingga front line service) terhadap

harapan-harapan pelanggan tersebut.

Model servqual ini dapat digunakan untuk membantu manajer dalam

menganalisis sumber masalah kualitas dan memahami cara-cara memperbaiki

kualitas jasa. Menurut model ini jasa yang diharapkan customer dipengaruhi oleh

beberapa faktor, yaitu :

a. Komunikasi dari mulut ke mulut (Word of mouth)

Merupakan pernyataan (secara personal atau non personal) yang

disampaikan oleh orang lain selain organisasi kepada pelanggan.

Komunikasi dari mulut ke mulut biasanya lebih cepat diterima oleh

pelanggan karena yang menyampaikan biasanya adalah orang-orang yang

dapat dipercaya, seperti para pakar, keluarga, teman dan media massa.

Selain itu word of mouth lebih dapat diterima karena pelanggan biasanya

sulit untuk mengevaluasi jasa yang belum dibeli atau dirasakan sendiri,

sehingga pada saat memutuskan menggunakan jasa baru biasanya akan

banyak dipengaruhi oleh informasi yang diperoleh dari mulut ke mulut.

b. Kebutuhan pribadi (Personal Needs)

Bentuk pelayanan yang diharapkan pelanggan akan sangat dipengaruhi oleh

kebutuhan pribadi masing-masing baik kebutuhan fisik, sosial, maupun

psikologis.

c. Pengalaman masa lalu (Past Experience)

Harapan pelanggan akan sebuah pelayanan akan sangat dipengaruhi oleh

hal-hal yang telah dipelajari atau diketahu pelanggan. Dari waktu ke waktu

harapan akan terus berkembang sejalan dengan informasi yang semakin

banyak diterima dan bertambahnya pengalaman.

d. Komunikasi eksternal (External Communications)

Penyedia layanan juga berperan dalam membentuk harapan pelanggan. Hal

ini terkait dengan komunikasi keluar yang dilakukan penyedia layanan,

seperti melalui media iklan, promosi, sosialisasi dan sebagainya.

Kualitas pelayanan..., Ira Yustisia Smarayoni, FISIP UI, 2009

Universitas Indonesia

23

Gambar 2.2 Harapan Pelanggan Terhadap Kualitas Pelayanan Sumber: Zeithaml, Parasuraman, Berry Delivering Quality Service, 1990, p.23

Setidaknya terdapat lima gap yang dikemukakan oleh Zeithaml,

Parasuraman, dan Berry yang menyebabkan adanya perbedaan persepsi

terhadap kualitas pelayanan sehingga menyebabkan ketidaksuksesannya

penyampaian jasa (Gambar 2.3).

External Communications

Past Experience

Personal Needs

Word of Mouth

Expected Service

Dimensions of Service Quality: - Tangibles - Reliability - Responsiveness - Completeness - Courtesy - Credibility - Security - Access - Communication - Understanding

the customer

Perceived Service

Service Quality

Kualitas pelayanan..., Ira Yustisia Smarayoni, FISIP UI, 2009

Universitas Indonesia

24

Gambar 2.3 Conceptual Model of service Quality

Sumber: Zeithaml, Parasuraman, Berry Delivering Quality Service, 1990, p.46

Gap 1 : Gap between consumer expectation and management perception

Kesenjangan antara harapan konsumen dan persepsi manajemen

timbul karena manajemen tidak selalu awas, tidak mengetahui

sepenuhnya apa keinginan konsumen. Inti masalahnya ialah

manajemen tidak mengetahui apa yang diharapkan oleh

konsumen.

Gap 2 : Gap between management perception and service quality

specifications

Kesenjangan persepsi manajemen dengan kualitas jasa. Mungkin

manajemen sudah mengetahui keinginan konsumen, tetapi

Word-of-Mouth Communications

Personal Needs Past Experience

Expected Service

Perceived Service

External Communications

to Customers

Service Delivery

Service Quality Specifications

Management Perceptions of Customer Expectations

CUSTOMER

PROVIDER

Gap 1

Gap 2

Gap 3

Gap 5

Gap 4

Kualitas pelayanan..., Ira Yustisia Smarayoni, FISIP UI, 2009

Universitas Indonesia

25

manajemen tidak sanggup dan tidak sepenuhnya melayani

keinginan konsumen tersebut. Spesifikasi jasa yang diberikan

oleh manajemen masih memiliki kekurangan yang dirasakan oleh

konsumen. Inti masalahnya ialah pihak manajemen kurang teliti

terhadap detail jasa yang ditawarkan.

Gap 3 : Gap between service quality specifications and service delivery

Kesenjangan kualitas jasa dengan penyampaian jasa. Mungkin

kualitas jasa menurut spesifikasinya sudah baik, tetapi karena

karyawan yang melayani kurang terlatih, masih baru, dan kaku

maka cara penyampaiannya kurang baik dan tidak sempurna.

Kata kuncinya ialah manajemen tidak sanggup menyampaikan

jasa secara memuaskan kepada konsumen.

Gap 4 : Gap between service delivery and external communications

Kesenjangan penyampaian jasa dengan komunikasi eksternal

dapat terjadi akibat perbedaan antara jasa yang diberikan dan

janji-janji yang diobral dalam iklan, brosur, atau media promosi

lainnya. Ternyata jasa yang diterima konsumen tidak sesuai

dengan kenyataan. Intinya ialah iklan atau promosi lainnya

terlalu berlebihan, tidak sesuai dengan kenyataan.

Gap 5 : Gap between perceived service and expected service

Kesenjangan jasa yang dialami/dipersepsi dengan jasa yang

diharapkan. Ini merupakan gap yang sering terjadi, yaitu jasa

yang diterima oleh konsumen tidak sesuai dengan yang

dibayangkan/diharapkan.

Melalui analisis terhadap berbagai gap dalam model Servqual, perusahaan

jasa tidak hanya bisa menilai kualitas keseluruhan jasanya sebagaimana

dipersepsikan oleh pelanggan, namun juga bisa mengidentifikasi dimensi-dimensi

kunci dan aspek-aspek dalam setiap dimensi tersebut yang membutuhkan

Kualitas pelayanan..., Ira Yustisia Smarayoni, FISIP UI, 2009

Universitas Indonesia

26

penyempurnaan kualitas. Dengan model Servqual tidak hanya dapat digunakan

untuk menilai kualitas pelayanan berdasarkan persepsi pelanggan eksternal namun

juga dapat menilai persepsi kualitas pelanggan internal dari sebuah organisasi.

Selain itu dengan model Servqual dapat diketahui sampai sejauh mana sebuah

organisasi jasa dalam menjalankan aktivitasnya selalu mengacu pada kualitas

pelayanan yang diharapkan penggunanya. Melalui model Servqual kualitas

pelayanan dipandang sebagai sebuah kesatuan yang saling terkait yang melibatkan

mulai dari upaya manajemen dalam dukungannya menuju pelayanan yang

berkualitas hingga komunikasi pemasaran yang dapat menarik minat konsumen.

Sejauh ini model Servqual dapat diterapkan pada berbagai macam konteks,

baik untuk sektor komersial, industrial, maupun nirlaba termasuk didalamnya

adalah instansi pemerintah (Tjiptono & Chandra, 2001:159). Dalam penelitian ini

karena Perpustakaan Hukum yang terdapat di Badan Pembinaan Hukum Nasional

merupakan instansi pemerintah dan termasuk organisasi non-profit services maka

analisa dalam penelitian ini akan menggunakan model Servqual.

Dalam penelitian ini analisa difokuskan untuk mengetahui kesenjangan

yang terjadi antara harapan konsumen dan persepsi manajemen tentang harapan

konsumen (Gap 1) serta kesenjangan antara persepsi manajemen tentang harapan

konsumen dan spesifikasi kualitas pelayanan (Gap 2). Pemilihan ini dikarenakan

Gap 1 dan Gap 2 pada model Servqual menitikberatkan pada kesenjangan yang

terkait dengan persepsi manajemen, dimana merupakan hal yang terpenting dalam

sebuah kualitas pelayanan. Karena tanpa dukungan manajemen yang fokus pada

kualitas pelayanan yang terbaik mustahil akan dihasilkan sebuah pelayanan

dengan kualitas yang terbaik pula.

Kesenjangan yang terjadi antara harapan konsumen dan persepsi

manajemen atas harapan konsumen seringkali terjadi karena organisasi melupakan

atau tidak menganggap penting untuk memahami harapan pengguna terhadap

kualitas pelayanan. Menurut Zeithaml, Parasuraman, dan Berry (1990 – 52)

kesenjangan ini terjadi karena beberapa faktor, yaitu (1) kurangnya orientasi riset

pemasaran, (2) ketidakcukupan komunikasi keatas (upward communication), dan

(3) terlalu banyaknya tingkatan pada manajemen.

Kualitas pelayanan..., Ira Yustisia Smarayoni, FISIP UI, 2009

Universitas Indonesia

27

Masalah orientasi riset pemasaran sangat terkait dengan sampai sejauh

mana para manajer berusaha untuk memahami kebutuhan dan harapan konsumen

baik melalui saluran yang formal maupun informal. Dalam hal ini sangat

diperlukan adanya riset pemasaran yang dilanjutkan dengan penggunaan hasil

temuan riset untuk memenuhi harapan konsumen serta adanya interaksi antara

manajemen dan konsumen.

Pemahaman manajemen tingkat atas terhadap konsumen sangat tergantung

pada jumlah dan tipe komunikasi yang diperoleh dari petugas yang langsung

berhadapan dengan konsumen (customer-contact personnel) serta orang-orang

diluar organisasi. Komunikasi ini dapat dijadikan sebagai sarana pemberian

feedback bagi permasalahan yang terjadi dalam penyampaian pelayanan dan

mengetahui keinginan konsumen yang selalu berubah. Dengan adanya komunikasi

juga dapat memberikan informasi mengenai aktivitas dan kinerja organisasi.

Melalui komunikasi yang intens baik secara formal maupun informal, selain

membuat pegawai merasa bahagia juga dapat digunakan sebagai sarana untuk

lebih memahami konsumen.

Jumlah tingkatan manajemen yang memisahkan antara manajemen tingkat

atas dengan petugas yang langsung berhadapan dengan konsumen juga dapat

berpengaruh terhadap kesenjangan yang pertama (Gap 1). Banyaknya tingkatan

manajemen dapat menjadi penghalang komunikasi dan pemahaman antara

manajemen tingkat atas sebagai penetap standar kualitas pelayanan dengan

petugas pemberi layanan yang langsung berhadapan dengan konsumen.

Kesenjangan antara persepsi manajemen tentang harapan pengguna dan

spesifikasi kualitas pelayanan (Gap 2) sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor,

antara lain kurangnya komitmen manajemen terhadap kualitas pelayanan,

kurangnya persepsi terhadap fisibilitas, kurangnya standarisasi tugas, serta tidak

adanya penetapan sasaran dan tujuan yang jelas.

Komitmen manajemen terhadap kualitas pelayanan tercermin dari

bagaimana manajemen memandang kualitas pelayanan sebagai sebuah kunci

dalam pencapaian tujuan. Komitmen terhadap kualitas pelayanan tidak dapat

hanya dilihat dari sudut pandang internal organisasi seperti standar terhadap

produktivitas atau efisiensi tetapi harus dilihat dari sudut pandang konsumen.

Kualitas pelayanan..., Ira Yustisia Smarayoni, FISIP UI, 2009

Universitas Indonesia

28

Untuk menghasilkan penyampaian pelayanan yang berkualitas maka diperlukan

kepemimpinan dan komitmen manajemen tingkat atas yang mendukung kualitas

pelayanan. Untuk mendukung manajemen tingkat atas sebagai pembuat standar

pelayanan maka diperlukan peran serta manajemen tingkat menengah sebagai

kunci utama berjalannya standar yang telah ditetapkan.

Persepsi terhadap fisibilitas sangat terkait dengan sampai batas mana para

manajer percaya akan kemampuan organisasi untuk memenuhi harapan

konsumen. Persepsi terhadap fisibilitas ini seringkali terjadi karena pertimbangan

jangka pendek untuk mempertahankan status quo, dengan kata lain ketidakmauan

manajer untuk berfikir lebih kreatif dan optimis terhadap keinginan konsumen.

Standarisasi tugas tergantung dari sampai tingkat mana tugas yang

dilakukan dapat distandarisasi baik melalui hard technology maupun soft

technology. Standarisasi pelayanan dapat dibuat dalam tiga macam bentuk yaitu

(1) standarisasi tugas dengan menggunakan hard technology (seperti penggunaan

database, teknologi transaksi otomatis, atau pembuatan sistem delivery yang

terjadwal); (2) memperbaiki soft technology atau metode yang digunakan dalam

melaksanakan tugas; serta (3) kombinasi dari perbaikan hard technology maupun

soft technology. Dalam hal ini baik hard technology maupun soft technology

sama-sama dapat digunakan untuk memfasilitasi standarisasi pelayanan yang

diperlukan untuk memberikan pelayanan yang konsisten bagi konsumen.

Dalam menetapkan tujuan, organisasi hendaknya mendasarkan pada

harapan dan kebutuhan konsumen. Tujuan yang ditetapkan hendaknya spesifik,

dapat dterima oleh seluruh pegawai, dan meliputi dimensi kerja yang penting.

Selain itu agar lebih efektif tujuan yang telah ditetapkan juga harus diukur dan

ditijau ulang secara teratur. Tanpa adanya pengukuran dan feedback maka

permasalahan terhadap kualitas tidak akan terselesaikan. Pada akhirnya penetapan

tujuan hendaknya harus menantang namun tetap realistis. Jika tujuan tidak

menantang maka pegawai juga tidak terlalu bersemangat untuk mewujudkan

tujuan tersebut. Namun disisi lain tujuan juga harus realistis, hal ini dimaksudkan

untuk menghindari rasa tidak puas pegawai atas kinerja yang telah dihasilkan serta

frustasi pegawai karena tidak mampu mencapai tujuan yang terlalu tinggi.

Kualitas pelayanan..., Ira Yustisia Smarayoni, FISIP UI, 2009

Universitas Indonesia

29

Pemerintah sebagai penyedia layanan publik harus mampu memberikan

pelayanan yang terbaik. Agar pelayanan yang diberikan berkualitas maka sudah

seharusnya penyedia layanan publik memperhatikan hal-hal yang terkait dengan

kualitas pelayanan. Pada sebagian negara berkembang kualitas pelayanan publik

yang disediakan masih kurang memuaskan, hal ini menurut Master dalam Dadang

Julianta (ED) sebagaimana dikutip Sinambela (2008:7) terkait dengan beberapa

hal antara lain:

a. Ketiadaan komitmen dari manajemen;

b. Ketiadaan pengetahuan dan kekurangpahaman tentang manajemen kualitas

bagi aparatur yang bertugas melayani;

c. Ketidakmampuan aparatur mengubah kultur yang mempengaruhi kualitas

manajemen pelayanan pelanggan;

d. Pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan belum dioptimalkan;

e. Ketidakmampuan membangun learning organization, learning by the

individuals dalam organisasi;

f. Ketidaksesuaian antara struktur organisasi dengan kebutuhan;

g. Ketidakcukupan sumberdaya dan dana;

h. Ketidaktepatan sistem penghargaan dan balas jasa bagi karyawan;

i. Ketidaktepatan mengadopsi prinsip manajemen kualitas ke dalam

organisasi;

j. Ketidaktepatan dalam memberikan perhatian pada pelanggan, baik internal

maupun eksternal; dan

k. Ketidaktepatan dalam pemberdayaan dan kerjasama.

Menurut Ghazali (Sinambela, 2008:43) pelayanan birokrasi yang

berkualitas dapat didefinisikan melalui ciri-cirinya, yaitu pelayanan yang bersifat

anti birokratis, distribusi pelayanan, serta desentralisasi dan berorientasi kepada

klien. Berdasarkan hal tersebut maka dalam menyediakan pelayanan pemerintah

perlu memperhatikan beberapa hal, yaitu pemerintah menciptakan suasana

kompetitif dalam pemberian pelayanan, pemerintah berorientasi pada kebutuhan

pasar, bukan birokrasi, serta pemerintahan desentralisasi dan lebih proaktif.

Menurut Tjiptono sebagaimana dikutif Ghazali (Sinambela, 2008:45)

dalam pemberian pelayanan publik, lembaga pemerintah perlu memperhatikan

Kualitas pelayanan..., Ira Yustisia Smarayoni, FISIP UI, 2009

Universitas Indonesia

30

beberapa hal seperti, kinerja primer yang dituntut (function), kepuasan yang

didasarkan pada pemenuhan persyaratan yang telah ditetapkan (confirmance),

kepercayaan terhadap jasa dalam kaitannya dengan waktu (reliability),

kemampuan untuk melakukan perbaikan apabila terjadi kekliruan (serviceability),

dan adanya assurance yang mencakup pengetahuan, kemampuan, kesopanan, dan

sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf, bebas dari bahaya, risiko atau

keragu-raguan.

2.2.4 Kepuasan Pelanggan

Dalam era globalisasi ini faktor kepuasan pelanggan merupakan hal yang

sangat penting. Termasuk didalamnya adalah kepuasan dalam hal pelayanan

publik yang diselenggarakan oleh pemerintah. Meskipun keberadaan organisasi

publik tidak dimaksudkan untuk berkembang dan menjadi besar dengan

merugikan organisasi publik yang lain, namun organisasi publik secara resmi

(menurut hukum) diadakan untuk pelayanan masyarakat dengan menggunakan

sumber daya yang tersedia untuk mencapai hasil yang maksimum terutama dalam

hal kontribusinya terhadap tujuan politik. Kualitas pelayanan masyarakat yang

buruk akan memberi pengaruh politik yang merugikan. (Kasim, 1989:20)

Sebagai sebuah unit pelayanan yang dimiliki oleh organisasi publik,

perpustakaan hukum memiliki pelanggan/pengguna yang membutuhkan

pelayanan yang baik. Menurut Arief (2007:170), pelanggan merasa puas terhadap

pelayanan bila dapat memenuhi kebutuhan, keinginan, dan

pengharapan/ekspektasi. Demikian halnya dengan pelanggan/pengguna

perpustakaan hukum yang akan merasa puas apabila kebutuhan, keinginan, dan

pengaharapannya akan pelayanan informasi dalam bidang hukum dapat terpenuhi.

Menurut Arief (2007:169), pelanggan adalah orang atau unit yang

menerima hasil dari suatu proses dalam suatu sistem. Lebih lanjut menurut

Hernon (1995:6) sebagaimana dikutip Riyanto bahwa pengguna adalah pembaca,

person, peminjam, dan client yang masuk menggunakan jasa layanan

perpustakaan.

Menurut Kotler sebagaimana dikutip Arief (2007:169) bahwa

”Satisfaction is a person’s feelings of pleasure or disappointment resulting from

Kualitas pelayanan..., Ira Yustisia Smarayoni, FISIP UI, 2009

Universitas Indonesia

31

comparing a product’s perceived performance (or outcome) in relation to his or

her expectations”. Kepuasan pelanggan adalah perasaan senang atau kecewa

seseorang yang berasal dari perbandingan antara kesannya terhadap kinerja (hasil)

suatu produk atau harapan-harapannya. Pelanggan akan merasa puas kalau

harapan mereka terpengaruh dan merasa amat gembira kalau harapan mereka

terpenuhi. Menurut Tjiptono dan Chandra (2007:195) bahwa kepuasan bisa

diartikan sebagai upaya pemenuhan sesuatu atau membuat sesuatu memadai.

Menurut Juran (1992), kepuasan pelanggan adalah hasil yang dicapai ketika

keistimewaan produk merespon kebutuhan pelanggan. Pelanggan yang puas

cenderung memiliki tingkat loyalitas yang lebih lama (Arief, 2007:174).

Secara lebih matematis Lovelock (1994:111) memformulasikan kepuasan

pelanggan sebagai berikut:

Jika pelanggan merasakan pelaksanaan pelayanan lebih baik dari yang diharapkan,

mereka akan senang, namun bila hal tersebut dibawah harapan mereka, mereka

tidak akan puas.

Beberapa pakar meyakini bahwa kepuasan pelanggan menimbulkan

kualitas pelayanan. Kepuasan pelanggan terhadap pengalaman pelayanan tertentu

akan mengarah pada evaluasi atau sikap keseluruhan terhadap kualitas jasa

sepanjang waktu (Tjiptono dan Chandra, 2007:208). Dengan demikian untuk

dapat memberikan pelayanan yang berkualitas hendaknya selalu memperhatikan

tingkat kepuasan pengguna dalam menerima layanan.

2.2.5 Pelayanan Perpustakaan

Sebagai salah satu pusat informasi, sumber ilmu pengetahuan, penelitian,

rekreasi, serta pelestarian khasanah budaya bangsa, perpustakaan berasal dari kata

pustaka, yang berarti (1) kitab, buku-buku, dan (2) kitab primbon. Setelah

mendapat awalah per dan akhiran an, kata pustaka menjadi perpustakaan yang

kemudian dapat diartikan sebagai (1) kumpulan buku-buku bacaan, (2) bibliotek,

Pelayanan yang diharapkan Kepuasan Pelanggan =

Pelayanan yang dirasakan

Kualitas pelayanan..., Ira Yustisia Smarayoni, FISIP UI, 2009

Universitas Indonesia

32

dan (3) buku-buku kesusasteraan. Pengertian yang lebih umum dan luas tentang

perpustakaan yaitu mencakup suatu ruangan, bagian dari gedung/bangunan, atau

gedung tersendiri, yang berisi buku-buku koleksi yang disusun dan diatur

sedemikian rupa sehingga mudah untuk dicari dan dipergunakan apabila sewaktu-

waktu doperlukan oleh pembaca. (Sutarno 2006:11)

Sebuah perpustakaan mempunyai ciri-ciri dan persyaratan tertentu, seperti

(1) tersedianya ruangan/gedung yang dipergunakan khusus untuk perpustakaan,

(2) adanya koleksi bahan pustaka/bacaan dan sumber informasi lainnya, (3)

adanya petugas yang menyelenggarakan kegiatan kegiatan dan melayani pemakai,

(4) adanya komunitas masyarakat pemakai, (5) adanya sarana dan prasarana yang

diperlukan, (6) diterapkannya suatu sistem atau mekanisme tertentu yang

merupakan tata cara, prosedur dan aturan-aturan agar segala sesuatunya

berlangsung lancar.

Menurut Sutarno (2006:12) dalam melakukan kegiatannya sebuah

perpustakaan didukung oleh keberadaan pustakawan, yaitu orang yang bekerja,

memeliki kemampuan, pengalaman dan keahlian untuk mengelola dan

menyelenggarakan pekerjaan perpustakaan. Lebih lanjut berdasarkan Keputusan

Menteri Penertiban Aparatur Negara Nomor 18 Tahun 1988 tentang Jabatan

Fungsional Pustakawan, disebutkan bahwa pustakawan adalah pegawai negeri

sipil yang diberi tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh oleh pejabat

yang berwenang untuk melakukan kegiatan kepustakawanan pada unit-unit

perpustakaan, dokumentasi, dan informasi pemerintah atau unit-unit informasi

lainnya.

Penyelenggaraan sebuah perpustakaan mempunyai maksud-maksud dan

tujuan tertentu yang ingin dicapai. Sebuah perpustakaan dibentuk atau dibangun

dengan maksud:

a. Menjadi tempat mengumpulkan/menghimpun informasi dalam arti aktif,

perpustakaan tersebut mempunyai kegiatan yang terus-menerus untuk

menghimpun sebanyak mungkin sumber informasi untuk dikoleksi.

b. Sebagai tempat mengolah atau memproses semua bahan pustaka dengan

metode atau sistem tertentu seperti registrasi, klasifikasi, katalogisasi, dan

kelengkapan lainnya, baik secara manual maupun menggunakan sarana

Kualitas pelayanan..., Ira Yustisia Smarayoni, FISIP UI, 2009

Universitas Indonesia

33

teknologi informasi, pembuatan perlengkapan lain agar semua koleksi

mudah digunakan.

c. Menjadi tempat menyimpan dan memelihara. Artinya ada kegiatan untuk

mengatur, menyusun, menata, memelihara, merawat, agar koleksi rapi,

bersih, awet, utuh, lengkap, mudah diakses, tidak mudah rusak, hilang dan

berkurang.

d. Sebagai salah satu pusat informasi, sumber belajar, penelitian dan rekreasi,

preservasi serta kegiatan ilmiah lainnya. Memberikan layanan kepada

pemakai, seperti membaca, meminjam, meneliti, dengan cara cepat, tepat,

mudah dan murah.

e. Membangun tempat informasi yang lengkap dan ”up to date” bagi

pengembangan pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill), dan

perilaku/sikap (attitude).

f. Merupakan agen perubahan dan agen kebudayaan masa lalu, sekarang, dan

masa depan.

Sesuai dengan maksud-maksud tersebut diatas, maka tujuan perpustakaan

adalah untuk menyediakan fasilitas dan sumber informasi serta menjadi pusat

pembelajaran. Dengan demikian jelas bahwa maksud dan tujuan perpustakaan

sangat mulia, yakni membantu masyarakat dengan memberikan berbagai layanan

informasi dan ilmu pengetahuan sesuai dengan kebutuhannya.

2.3 Model Analisis

Untuk mengetahui kualitas pelayanan Perpustakaan Hukum yang terdapat

di Badan Pembinaan Hukum Nasional akan dianalisis dari sudut pandang

pengguna yang langsung dapat merasakan pelayanan dan sudut pandang

manajemen sebagai penyedia layanan.

Untuk lebih jelas model analisis dari penelitian ini dapat digambarkan

sebagai berikut :

Gambar 2.4 Model Analisis Penelitian

Pelayanan yang diharapkan oleh

pengguna

Persepsi Manajemen tentang harapan

pengguna

Spesifikasi Kualitas Pelayanan

Perpustakaan

Kualitas pelayanan..., Ira Yustisia Smarayoni, FISIP UI, 2009

Universitas Indonesia

34

2.4 Operasionalisasi Konsep

Zeithaml, Parasuraman, dan Berry (1990) menjabarkan bahwa dalam

menganalisis kualitas sebuah pelayanan dapat dilihat dari dimensi pengguna dan

penyedia layanan dan secara lebih terperinci diturunkan kedalam lima gap

(kesenjangan) yang seringkali terjadi dan berpengaruh terhadap kualitas

pelayanan.

Analisa terhadap Kualitas Pelayanan Perpustakaan Hukum yang terdapat

di Badan Pembinaan Hukum Nasional dilihat dari dimensi penyedia layanan.

Untuk dimensi penyedia layanan penelitian difokuskan pada kesenjangan antara

harapan konsumen terhadap pelayanan yang diberikan dan persepsi manajemen

terhadap harapan tersebut (Gap 1) serta kesenjangan antara persepsi manajemen

terhadap harapan pengguna dan spesifikasi kualitas pelayanan (Gap 2).

Dalam penelitian ini operasionalisasi konsep yang dapat dibuat adalah

sebagai berikut:

Tabel 2.2 Operasionalisasi Konsep

Konsep Dimensi Variabel Indikator Skala Ukuran

Kualitas Pelayanan

Penyedia Layanan

Kesenjangan antara

pelayanan yang

diharapkan dan persepsi manajemen

tentang harapan

pengguna

Orientasi pada riset pasar Sampai sejauh mana para pimpinan yang terkait dengan pengelolaan perpustakaan berusaha untuk memahami kebutuhan dan harapan pengguna perpustakaan baik melalui saluran yang formal maupun informal 1. Melakukan riset

kebutuhan pengguna secara teratur.

2. Riset pasar fokus pada kualitas pelayanan.

3. Manajemen mengetahui dan menggunakan hasil riset.

4. Interaksi manajemen dengan pengguna.

Skala Ordinal/ Likert

Kualitas pelayanan..., Ira Yustisia Smarayoni, FISIP UI, 2009

Universitas Indonesia

35

Kualitas Pelayanan

Penyedia Layanan

Kesenjangan antara

pelayanan yang

diharapkan dan persepsi manajemen

tentang harapan

pengguna

Komunikasi ke atas Bagaimana pimpinan tingkat atas berkomunikasi baik dengan pegawai yang terkait langsung dengan pelayanan perpustakaan maupun dengan pengguna perpustakaan. 1. Bentuk komunikasi

antara petugas pelayanan dengan manajemen.

2. Saran tentang kualitas pelayanan dari petugas pelayanan kepada manajemen.

3. Frekuensi komunikasi tatap muka antara petugas pelayanan dengan manajemen.

Skala Ordinal/ Likert

Tingkatan Manajemen Tingkatan struktur organisasi yang memisahkan antara pimpinan tingkat atas dengan petugas yang langsung berhadapan dengan pengguna perpustakaan 1. Tingkatan manajemen

antara petugas pelayanan dengan manajemen tingkat atas.

Spesifikasi Kualitas

Pelayanan

Komitmen Manajemen Bagaimana manajemen memandang kualitas pelayanan sebagai sebuah kunci dalam pencapaian tujuan 1. Komitmen manajemen

terhadap sumberdaya yang penting bagi kualitas pelayanan.

2. Program perbaikan kualitas pelayanan.

Skala Ordinal/ Likert

Kualitas pelayanan..., Ira Yustisia Smarayoni, FISIP UI, 2009

Universitas Indonesia

36

Kualitas Pelayanan

Penyedia Layanan

Spesifikasi Kualitas

Pelayanan

3. Penghargaan bagi peningkatan kualitas pelayanan.

Skala Ordinal/ Likert

Penetapan Tujuan Penetapan sasaran dan tujuan perpustakaan berdasarkan harapan dan standar pengguna bukan standar organisasi. 1. Proses formal

penetapan tujuan kualitas pelayanan.

2. Memiliki tujuan jelas yang ingin dicapai.

3. Tujuan kualitas pelayanan berdasarkan orientasi pengguna.

Standarisasi Tugas Standarisasi terhadap tugas-tugas yang terkait dengan pelayanan perpustakaan. 1. Memiliki prosedur

pelaksanaan tugas terkait dengan konsistensi pelayanan.

Persepsi Fisibilitas Persepsi para pimpinan akan kemampuan organisasi untuk memenuhi harapan pengguna perpustakaan 1. Kemungkinan

organisasi memenuhi keinginan pengguna.

2. Memenuhi harapan pengguna tanpa memperhatikan anggaran yang tersedia.

3. Sumber daya yang dimiliki dapat memenuhi harapan pengguna.

4. Perubahan kebijakan dan prosedur untuk memenuhi keinginan pengguna.

Kualitas pelayanan..., Ira Yustisia Smarayoni, FISIP UI, 2009