bab 2 teori komponen simetris awal

Upload: ardhy-febri

Post on 16-Jul-2015

453 views

Category:

Documents


28 download

TRANSCRIPT

BAB 2 TEORI KOMPONEN SIMETRIS

2.1 Sistem Tenaga Listrik Sistem tenaga listrik merupakan kumpulan dari peralatan listrik yang terdiri dari peralatan pembangkitan, penyaluran, dan pendistribusian dimana antara peralatan satu dengan yang lainya saling berhubungan sehingga menghasilkan suatu tenaga listrik. Sistem pembangkitan merupakan bagian yang berfungsi untuk menghasilkan daya listrik, sistem pembangkit dapat berupa PLTU, PLTG, PLTA. Sistem penyaluran daya listrik tersebut terdiri dari saluran transmisi dan distribusi. Daya listrik yang berasal dari pembangkit akan disalurkan melalui saluran transmisi terlebih dahulu untuk dinaikan terlebih dahulu dengan menggunakan transformator penaik tegangan ( Transformator step-up), saluran transmisi memiliki level tegangan yang sangat tinggi diantaranya adalah 115 kV, 150 kV, 230 kV, dan 500 kV. Saluran transmisi ada yang berupa saluran udara dan saluran kabel tanah. Setelah daya listrik disalurkan melalau jaringan transmisi sampai pada GI (substation) maka kemudian tegangan diturunkan dengan menggunakan transformer step down, sebagai tegangan menegah atau juga disebut dengan teggangan distribusi primer. Tegangan pada saluran distribusi tergolong menengah yaitu pada 13.8 kV dan 20 kV. Sistem jaringan yang keluar dari gardu induk (GI) disebut dengan jaringan distribusi, komponen gardu induk terdiri dari; transformator daya, circuit breaker (CB), disconnecting switch (DS), trafo arus (current transformer), lightning arrester, dan lain-lain. setelah tenaga

listrik disalurkan melalui jaringan distribusi primer maka tenaga listrik diturunkan menjadi tegangan rendah 380 V/220 V yang selanjutnya dapat digunakan oleh konsumen.

2.2 Sistem Komponen Simetris Sistem tiga phasa yang tidak seimbang dapat diuraikan menjadi tiga komponen simetris yaitu : 1. Komponen-komponen urutan positif terdiri dari 3 phasor-phasor yang sama besarnya, terpisah satu dengan yang lainnyadalam phasa sebesar 120 dan mempunyai urutan phasa yang sama dengan phasor-phasor aslinya. 2. Komponen-komponen urutan negatif terdiri dari 3 phasor-phasor yang sama besarnya, terpisah antara satu dengan yang lainnya dalam phasa sebesar 120 dan mempunyai phasa yang berlawanan dengan phasor-phasor aslinya. 3. Komponen-komponen urutan nol terdiri dari 3 phasor-phasor yang sama besar dengan pergeseran phasa satu dengan yang lainnya nol. Untuk memecahkan permasalahan dengan menggunakan komponen simetris bahwa ketiga phasa dari sistem dinyatakan sebagai a, b, dan c dengan cara demikian sehingga sehingga urutan phasa tegangan dan arus dalam sistem adalah abc. Jadi urutan phasa komponen urutan positif dari phasor tak seimbang itu adalah abc, sedangkan urutan phasa dari komponen urutan negatif adalah acb. Jika phasor aslinya adalah tegangan, maka tegangan tersebut dapat dinyatakan dengan Va, Vb, Vc. Ketiga himpunan komponen simetris dinyatakan dengan sibskrip tambahan 1 untuk komponen urutan positif, 2 untuk komponen urutan negatif, dan 0 untuk komponen urutan nol. Komponen untuk urutan positif dari Va,Vb, Vc adalah Va1, Vb1, Vc1,

demikian pula untuk komponen urutan negatif adalah Va2, Vb2, Vc2, sedangkan komponen urutan nol adalah Va0, Vb0, Vc0. Va = Va1 + Va2 + Va0 Vb = Vb1 + Vb2 + Vb0 Vc = Vc1 + Vc2 + Vc0 (2.1)

Gambar 2.1 Tiga himpunan phasor seimbang yang merupakan komponen simetris dari phasor tak seimbang.

Nilai a biasanya digunakan untuk menunjukan nilai yang menyebabkan perputaran sebesar 120 dalam arah yang berlawanan dengan arah jarum jam. Nilai semacam ini adalah bilangan kompleks yang besarnya satu dan sudutnya 120 dan didefinisikan sebagai jarum jam. a = 1/120 = 1j2 /3

= -0,5 + j 0,866

(2.2)

Jika nilai a dikenakan pada phasor 2 kali berturt-turut, maka phasor itu akan diputar dengan sudut sebesar 240. Untuk pengenaan 3 kali berturut-turut phasor akan diputar dengan 360. Jadi : a2 = 1/240 = -0,5 + j 0,866 Dan; a3 = 1/360 = 1/0 = 1 (2.4) (2.3)

Gambar 2.2

Phasor yang melukiskan berbagai pangkat dari a.

Maka untuk menguraikan ketiga phasor tak simetris tersebut menjadi komponen simetris mula-mula kita perhatikan banyaknya kuantitas yang diketahui dapat dikurangi dengan menyatakan masing-masing komponen Vb dan Vc sebagai hasil kali fungsi nilai a dan komponen Va. Dengan berpedoman pada Gambar 2.1 diperoleh hubungan sebagai berikut;

(2.5)

Atau dalam bentuk matriks :

(2.6)

Untuk lebih memudahkan;

(2.7)

Maka dapat dibuktikan :

(2.8)

Dan dengan mengalikan kedua sisi persamaan (2.8) dengan A-1 diperoleh :

(2.9)

Kita dapat menulis masing-masing persamaan tersebut dalam bentuk biasa. Dari persamaan (2.11), kita peroleh : (2.10)

(2.11)

(2.12)

Persamaan (2.12) menunjukan bahwa tidak ada komponen urutan noljika jumlah phasor tidak seimbang itu sama dengan nol. Karena jumlah phasor tegangan antara saluran pada system tuga phasa selalu nol, maka komponen urutan nol tidak pernah terdapat dalam tegangan saluran itu, tanpa memandang besarnya ketidakseimbangannya. Untuk persamaanya sebagai berikut : Ia = Ia1 + Ia2 + Ia0

Ib = a2Ia1 + aIa2 + Ia0 Ic = aIa1 + a2Ia2 + Ia0 Ia0 = 1/3 (Ia + Ib + Ic) Ia1 = 1/3 (Ia + aIb + a2Ic) Ia2 = 1/3 (Ia + a2Ib + aIc) Dalam sistem tiga phasa, jumlah arus saluran sama dengan arus In, dalam jalur kembali melalui netral. Maka : (2.14) Dengan membandingkan persamaan (2.13) dan (2.14) kita peroleh : (2.15) (2.13)

2.3 Analisa Gangguan Hubung Singkat Jenis-jenis gangguan hubung singkat adalah sebagai berikit : 1. Gangguan tidak seimbang (unbalance Fault) a. Gangguan satu phasa ketanah (single line to ground fault) b. Gangguan 2 phasa (double line fault) c. Gangguan 2 phasa ke tanah (double line to ground fault)

2. Gangguan seimbang (Balance Fault) Gangguan seimbang berupa gangguan 3-phasa yang digunakan menentukan kapasitas hubung singkat (short circuit capacity) peralatan pada titik gangguan, sehingga dapat ditentukan dimensi bus dan kapasitas pemutusan (interupting capacity) circuit breaker (CB).

2.3.1 2.3.1.1

Gangguan Tidak Seimbang Gangguan 1 Phasa ke Tanah (Single Line To Ground Fault) Persamaan yang dapat dikembangkan untuk jenis gangguan ini akan berlaku hanya bila

gangguanya dalah phasa a. Keadaan pada gangguan dinyatakan dengan persamaan berikut : Ib = 0, Ic = 0, Va = 0 (2.16)

Dengan Ib = 0 dan Ic = 0, komponen simetris arus diberikan oleh persamaan 2.17 :

(2.17)

Sehingga Ia0, Ia1, dan Ia2 masing-masing sama dengan Ia/3 : Ia1 = Ia2 = Ia0 (2.18)

Dengan menggantikn Ia2 dan Ia0 dengan Ia1 pada persamaan (2.17), kita dapatkan :

(2.19)

Dengan mengerjakan perkalian dan pengurangan matriks yang disebutkan itu, dihasilkan satu kesamaan matriks berkolom dua. Dengan mengalikan terlebih dahulu kesuatu matriks kolom dengan matriks baris [1 1 1] diperoleh : (2.20)

Karena Va = Va0+Va1+Va2 = 0, kita selesaikan persamaan (diatas) untuk Ia1 kita peroleh :

(2.21)

Gambar 2.3 Rangkaian untuk gangguan satu phasa ke tanah.

Jika ketiga jaringan dihubungkan seri seperti ditunjukan dalam Gambar 2.3, kita akan menemukan bahwa arus dan tegangan yang dihasilkan memenuhi persamaan (diatas), maka tegangan pada masing-masing jaringan urutan adalah komponen simetris Va dengan urutan tersebut.

Gambar 2.4 Arus gangguan satu phasa ke tanah

Maka arus gangguan satu phasa ke tanah dapat dinyatakan (William D. Stevenson Jr, 1984) : If = Ia = 3Ia1 (2.22)

2.3.1.2

Gangguan 2 phasa (Double Line Fault)

Keadaan pada gangguan tersebut dinyatakan dalam persamaan 2.23 : Vb = Vc Ia = 0 Ib = -Ic (2.23)

Dengan Vb = Vc komponen-komponen simetris tegangan diberikan oleh persamaan 2.24 :

(2.24)

Maka diperoleh persamaan 2.25 : Va1 = Va2 Karena Ia = 0 dan Ib = -Ic, komponen simetris arusnya sebagai berikut : (2.25)

(2.26)

Maka : Ia0 = 0 , Ia2 = -Ia1 (2.27)

Gambar 2.5 Gangguan phasa ke phasa

Dengan satu sambungan dari netral ke tanah, Z0 adalah terbatas (finite), sehingga : Va0 = 0, Ia0 = 0 Maka persamaannya menjadi : (2.28)

(2.29)

Dengan mennyelesaikan operasi matriks yang ditunjukan diatas memperlihatkan persamaan matriks yang dihasilkan dengan matriks baris [1 1 -1] maka diperoleh :

(2.30) Dan penyelesaian untuk Ia1 menghasilkan : (2.31)

Untuk arus gangguan phasa ke phasa bisa dilihat dari gambar 2.6 berikut ini :

Gambar 2.6 Arus gangguan phasa ke phasa

Persamaan untuk arus gangguan phasa ke phasa tersebut adalah : If = -j3 Ea/(Z1+Z2) (2.32)

2.3.1.3 Gangguan 2 Phasa ke Tanah (Double Line To Ground Fault) Keadaan pada gangguan ini dinyatakan dengan persamaan 2.33 : Vb = 0 Vc = 0 Ia = 0 (2.33)

Dengan Vb = 0 dan Vc = 0, komponen-komponen simetrinya sebagai berikut :

(2.34)

Oleh karena itu, Va0, Va1, dan Va2 sama dengan Va3, dimana :

(2.35)

Diperoleh :

(2.36)

Dengan memprakalikan kedua sisi persamaan diatas dengan matriks baris [1 1 1] dan mengingat kembali bahwa Ia1+Ia2+Ia3=0, didapatkan :

(2.37)

Dan dengan menggabungkan suku-sukunya diperoleh :

(2.38)

Gambar 2.7 Gangguan Dua Phasa ke Tanah

Untuk persamaan arus gangguan ke tanahnya adalah sebagai berikut : If = Ib = -j3.Ia1 (2.39)

2.4 Contoh Rangkaian Urutan (Positif, Negatif, dan Nol) Pada Suatu Sistem Ketika Terjadi Gangguan

Gambar 2.8 Contoh Rangkaian Pada Suatu sistem Ketika Terjadi Gangguan di Bus-3

Maka untuk mencarai rangkaian impedansi urutan positifnya adalah sebagai berikut:

Gambar 2.9 Rangkaian Pengganti Sistem Pada Gambar 2.8

Impedansi antara Bus 1-2, 2-3, dan 1-3 merupakan sistem dengan hubungan delta, untuk membantu mempermudah perhitungan maka sistem dirubah menjadi hubungan bintang sebagai berikut :

(2.40)

(2.41)

(2.42)

Gambar 2.10 Rangkaian Hubung Bintang

Setelah didapatkan rangkaian pengganti untuk urutan positif maka impedansi urutan positif bisa dihitung dengan mencari menghitung impedansi Thevenin dari rangkaian pada gambar 2.9, sehingga didapatkan impedansi urutan positif.

Gambar 2.11 Rangkaian Urutan Positif

Untuk nilai impedansi urutan negatif sama dengan nilai impedansi urutan positif hanya saja urutan negatif tidak ada E.

Gambar 2.12 Rangkaian Urutan Negatif

Untuk rangkaian urutan nol nya menjadi :

Gambar 2.13 Rangkaian Pengganti Urutan Nol

Dengan menggunakan persamaan 2.40, 2.41, dan 2.42 maka rangkaian pengganti untuk urutan nol pada gambar 2.13 adalah :

Gambar 2.14 Rangkaian Pengganti Gambar 2.13

Dengan melakukan hal yang sama yaitu menghitung Thevenin dari rangkaian pada gambar 2.14 untuk mendapatkan impedansi urutan nol, maka didapatkan :

Gambar 2.15 Rangkaian Urutan Nol